TATA URUTAN KATA BAHASA ILIUNG DIALEK TUGUNG: Sebuah Kajian Awal Berdasarkan Tipologi Sintaksis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TATA URUTAN KATA BAHASA ILIUNG DIALEK TUGUNG: Sebuah Kajian Awal Berdasarkan Tipologi Sintaksis"

Transkripsi

1 JIPB, Vol. 01, No. 02, Mei 2014 ISSN: TATA URUTAN KATA BAHASA ILIUNG DIALEK TUGUNG: Sebuah Kajian Awal Berdasarkan Tipologi Sintaksis Fredy Frits Maunareng & Nirmalasari M. Malaimakuni Program Pascasarjana Universitas Nusa Cendana ABSTRAK Kajian ini menyoroti masalah tata urut kata BIDT. Teori yang digunakan dalam penelaahan ini ialah teori tipologi bahasa dengan tujuan untuk melihat seperti apa tipe BIDT berdasarkan tata urutan kata. Tata urutan kata dalam kajian ini merujuk pada predikat yang berkategori verba. Secara morfologis, verba BIDT tidak dibentuk melalui proses afiksasi. Oleh karena itu, verba dalam BIDT hanyalah verba dasar (juga akar) dan verba yang mengalami proses morfosintaksis (yang lekat dengan klitik/ berdasarkan persesuaian subjek dan predikat/verba). Tipologi tata urut kata yang diuji berdasarkan kalimat imperatif bertipe SV, pada kalimat deklaratif bertipe SV(O), dan pada kalimat interogatif bertipe SV. Secara umum, tipologi tata urutan kata pada BIDT adalah SVO. Kata kunci: tata urutan kata, imperatif, deklaratif, interogatif, dialek Tugung. PENDAHULUAN Bahasa Iliung adalah sebuah bahasa daerah yang menjadi peranti komunikasi serta pilar budaya masyarakat Wetar yang berada di wilayah administratif Maluku Barat Daya dengan jumlah penutur an orang. Wilayah pakai bahasa Iliung terbentang dari Wetar Barat melalui Wetar Utara sampai ke Wetar Timur. Bahasa tersebut secara genetis memiliki tiga dialek, yakni dialek Tugung (di Wetar Timur), dialek Perai dan dialek Aputai (di Wetar Utara) (Maunareng, 2011; bdk. Taber, 1993). Dalam berinteraksi, bahasa menjadi primadona dalam menjalin relasi antarsosial. Kridalaksana (2008:24) memandang bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Pandangan tersebut mengindikasikan bahwa segala sarana yang bersifat bunyi yang bersistem dan dipakai oleh suatu guyuban dalam berinteraksi dapat disebut sebagai bahasa, termasuk di dalamnya adalah dialek yang merupakan variasi dari suatu bahasa. Setiap bahasa (termasuk dialek) memiliki fitur-fitur tertentu. Namun secara universal, setiap bahasa memiliki kelas kata atau property tertentu (bdk. Keraf, 1990:3; Jufrizal, 2007), termasuk Bahasa Iliung, Dialek Tugung (selanjutnya disingkat BIDT) yang berada di Pulau Wetar. Setiap bahasa di dunia ini memiliki keunikannya masing-masing. Hal itu tercermin melalui bentuk-bentuk yang dapat diperlihatkan oleh para penutur (speech community) dalam peristiwa tutur (speech event) yang alamiah. Keunikankeunikan itu baiknya dibicarakan secara mendetail agar perian suatu bahasa lebih komprehensif. Kendati demikian, dalam kajian ini penulis mengangkat suatu elemen sintaksis, yaitu berkaitan dengan tata urutan kata (word order) pada BIDT. Pengambilan topik ini juga memiliki kaitannya dengan pengajaran bahasa, terutama bagi pemelajar bahasa kedua (B2) yang bahasa pertamanya (B1) adalah bahasa daerah. Kesulitan yang dihadapi oleh pemelajar B2 terutama dalam pembuatan kalimat, oleh karena tata urut kata pada suatu bahasa berbeda dengan bahasa lainnya. Kajian ini tidak dimaksudkan untuk membuat sebuah analisis konstrastif, melainkan diperlihatkan tipologi tata 121

2 Tata Urutan Kata Bahasa Iliung Dialek Tugung: Sebuah Kajian Awal Berdasarkan Tipologi Sintaksis (Fredy Frits Maunareng & Nirmalasari M. Malaimakuni) urutan kata, terutama tata urutan kata pada BIDT. Kajian ini diharapkan dapat memberi gambaran dan masukan bagi pengajar dan pemerhati bahasa berkaitan dengan kesemestaan bahasa. Berkaitan dengan uraian di atas, maka masalah yang dibahas dalam kajian ini merupakan implementasi dari tujuan linguistik tipologi, yaitu menjelaskan tipe suatu bahasa, dalam hal ini BIDT. Untuk menjawab persoalan umum tersebut dirumuskan kalimat pertanyaan, yaitu Bagaimanakah tipologi tata urut kata BIDT pada kalimat imperatif, deklaratif dan interogatif? Dengan demikian, tujuan kajian ini ialah menjawab tipologi tata urutan kata BIDT pada kalimat imperatif, deklaratif dan interogatif. Rumusan masalah dan tujuan itu sekaligus menjawab tipologi tata urutan kata berdasarkan pola kanonik. KAJIAN PUSTAKA, KONSEP ACUAN DAN LANDASAN TEORI Kajian Pustaka Kajian tipologi bahasa, terutama pada tataran sintaksis sudah banyak dilakukan oleh para pakar terdahulu. Berkaitan dengan penelaahan tipologi tata urutan kata BIDT, maka tersedia beberapa pustaka yang dapat dirujuk (setidaknya berdasarkan jangkauan peneliti), di antaranya adalah Maunareng (2011), Taber (1993), dan Budiarta (2013). Penelitian yang dilakukan Maunareng (2011) merupakan penelitian pada bidang genealogis. Meskipun demikian, kajian tersebut memanfaatkan data leksikal dari sejumlah isolek di Wetar, termasuk BIDT. Hasil kajian itu menggambarkan bahwa secara genetis, BIDT merupakan subkelompok bahasa dari kelompok bahasa Ambon-Timor sebagaimana pengelompokan Esser yang berbeda dengan pengelompokan yang dilakukan oleh Greenberg (1971). Kendati kajian itu berbeda dengan kajian ini, namun informasi mengenai kekerabatan antarbahasa dan sejumlah leksikon (terutama berkaitan dengan kelas verba) dapatlah dirujuk sebagai data awal. Taber (1993) juga berdasarkan hubungan genetis, mengelompokkan bahasa-bahasa di Maluku Tenggara ke dalam sebuah kelompok bahasa yang diberi label kelompok bahasa Maluku Tenggara. Meskipun kajian itu bersifat genetis, namun Taber telah menggambarkan bahwa bahasa-bahasa di Wetar termasuk ke dalam rumpun bahasa Austronesia. Pandangan itu pula sekaligus secara tersirat menolak pengelompokan yang dilakukan oleh Greenberg (1971) yang memasukan bahasa-bahasa di Wetar ke dalam kelompok bahasa Alor-Timor yang tergolong sebagai keanggotaan dari rumpun bahasa Non-Austronesia. Budiarta (2013) dalam disertasinya menguak tentang Tipologi Sintaksis Bahasa Kemak. Berkaitan dengan kajian ini, maka hal-hal yang diamati dari hasil penelaahan tipologi Bahasa Kemak (BKm) adalah tipologi tata urutan kata. Dalam penelitian Budiarta (2013), diperlihatkan bahwa verba Bahasa Kemak (BKm) hanya terdiri atas verba asal. Di samping itu, sistem morfologi verba BKm menunjukkan pula bahwa tidak ada persesuaian (agreement) antara verba dan subjek atau verba dan objek. Tipologi tata urutan kata BKm adalah SVO (AVP) yang juga mengenal konstruksi pemfokusan dan pasif. Meskipun penelitian itu dilakukan terhadap BKm yang merupakan salah satu anggota Kelompok Bahasa Ambon-Timor, namun ada hubungannya dengan BIDT dalam penelitian ini terkait dengan pelacakan terhadap tipologi tata urutan kata pada bahasa-bahasa yang tergolong sebagai anggota dari rumpun bahasa Austronesia. Oleh karena itu, hasil kajian ini dapat dirujuk silang dengan penelitian Budarta. Konsep Acuan Ada empat konsep yang dipakai dalam kajian ini, di antaranya adalah (1) tata urutan kata, (2) kalimat imperatif, (3) kalimat deklaratif, dan (4) kalimat interogatif. Keempat konsep acuan itu dijelaskan, sebagai berikut. (1) Tata Urutan Kata 122

3 JIPB, Vol. 01, No. 02, Mei 2014 ISSN: Tata urutan kata dikemukakan oleh Greenberg dengan mengikuti para linguis tipologi sebelumnya (Andersen, 1983:7 8; Keraf, 1990:105; Sudaryanto, 1993b:27) yang disebutnya dengan istilah basic order (urutan dasar). Tata urut kata berdasarkan penalaran Greenberg pada awalnya terdiri atas tiga tipe berdasarkan tata urutan kata, yaitu SOV, VSO, dan SVO. Pandangan itu kemudian direduksi oleh Song (2001:49) menjadi dua tipologi dasar, yaitu OV dari SOV, dan VO dari SVO dan VSO. Berdasarkan penalaran itu, maka Keraf (1990:106) menyatakan bahwa secara potensial dapat diperoleh enam pola kalimat, yaitu SVO, SOV, OSV, OVS, VSO, dan VOS (bdk. Budiarta, 2013:109). Berdasarkan kemungkinan-kemungiknan itu, maka diamati seperti apa urutan kata pada BIDT. (2) Kalimat Imperatif Kalimat imperatif adalah kalimat yang mengandung intonasi imperatif dan pada umumnya mengandung makna perintah atau larangan (Kridalaksana, 2008:104). Dalam bahasa Indonesia, kalimat imperatif yang bermakna perintah dibedakan atas kalimat perintah yang tegas, kalimat perintah yang biasa, dan kalimat perintah yang halus. Sementara kalimat larangan mengharapkan jawaban berupa tidak melakukan sesuatu yang disebutkan dalam kalimat itu (Chaer, 2009: ). (3) Kalimat Deklaratif Kalimat deklaratif adalah kalimat yang isinya menyampaikan pernyataan yang ditujukan kepada orang lain. Kalimat deklaratif ini tidak memerlukan jawaban, baik secara lisan maupun dengan tindakan. Namun, bisa saja diberikan komentar oleh pendengar bila dianggap perlu (Kridalaksana, 2008:104; Chaer, 2007: 187). (4) Kalimat Interogatif Chaer (2009:189) menyatakan bahwa kalimat interogatif adalah kalimat yang mengharapkan adanya jawaban secara verbal. Kridalaksana (ibid.) menyatakan bawha kalimat interogatif adalah kalimat yang mengandung intonasi interogatif dan pada umumnya mengandung makna pertanyaan. Landasan Teori Teori yang digunakan dalam kajian ini ialah teori tipologi bahasa. Tujuan pendekatan tipologis adalah untuk mengklasifikasikan bahasa berdasarkan ciri-ciri struktural, yaitu untuk menjawab pertanyaan seperti apakah bahasa X bila dilihat dari segi strukturnya (Dixon, 2010). Pendekatan tipologis sintaksis mempunyai dua asumsi, yaitu (a) bahasa yang satu bisa dibandingkan dengan yang lainnya, dan (b) ada perbedaan antara satu bahasa dengan bahasa lainnya. Acuan teori tipologi bahasa inilah yang menjadi dasar pijak untuk menjelaskan tipologi tata urutan kata pada BIDT. METODE Metode yang dipakai dalam kajian ini ialah metode deskriptif kualitatif menurut Sedarmayanti dan Hidayat (2002) dan metode refleksi-interpretatif menurut Sudaryanto (dalam Muhammad, 2011: ). Dengan metode deskriptif kualitatif, penulis melihat data sebagaimana adanya; dengan kata lain data yang diambil adalah data alamiah yang selanjutnya dideskripsikan. Dengan metode reflektif, penulis sebagai informan kunci yang taklain karena tidak terlepas sebagai penutur asli BIDT; merefleksi unsur kebahasaan pada BIDT, terutama yang berkaitan dengan masalah kajian ini. Selain itu, data juga diambil dari cerita rakyat Simun Rein yang berasal dari desa Arwala (berdialek Tugung). Selanjutnya, analisis data menggunakan metode agih dengan menggunakan teknik ganti dan ubah-ujud; dalam kalimat yang dipertukarkan strukturnya (Sudaryanto, 1993a:15; Mahsun, 2005), juga verba untuk pengujian tata urutan berasarkan ketransitifan. Hasil analisis kemudian ditampilkan berdasarkan teknik formal dan informal. PEMBAHASAN Sebelum membahas tata urutan kata BIDT, perlu dikemukakan bentuk-bentuk verba dalam BIDT. Uraian-uraian berikut 123

4 Tata Urutan Kata Bahasa Iliung Dialek Tugung: Sebuah Kajian Awal Berdasarkan Tipologi Sintaksis (Fredy Frits Maunareng & Nirmalasari M. Malaimakuni) akan diarahkan pada morfologi verba BIDT, yang selanjutnya diikuti dengan pembahasan tipologi tata urutan kata. Morfologi Verba BIDT Verba dalam BIDT tidak memperlihatkan pembentukannya secara morfologis. Namun, di sisi lain, verba selalu melekat dengan jenis nomina (FN) sebagai subjek yang terletak pada posisi preverbal. Oleh karena itu, verba BIDT dibedakan atas verba dasar dan verba turunan yang merupakan persesuaian dengan subjek (S/A). Beberapa contoh berikut memperlihatkan jenis verba dimaksud pada BIDT. Perilaku Sintaksis Intransitif ceka la oeng ruru repor pano kua sani pole cehu Perilaku Morfologis Verba Dasar menanam wipur pergi mipur pergi nipur memetik ripur mengiris tipur bangun (dari tidur) naru menangis menyanyi jatuh tiba Verba Turunan* saya-tidur kamu-tidur dia-tidur mereka-tidur kita-tidur dia-makan dia-berkata Transitif jung gisang ceka coco kira ne caga menemukan membuat menanam lihat melihat memberi menjaga wua mua na ra dia-makan kamu-makan dia-makan mereka-makan *) bentuk turunan secara morfosintaksis Dari data-data yang diperlihatkan di atas, terlihat bahwa secara morfologis verba pada BIDT merupakan verba dasar. Perilaku persesuaian pada verba turunan itu sudah merupakan jenis verba secara sintaksis (tidak dimaksudkan pada distribusinya). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara morfologis verba dalam BIDT hanyalah verba dasar (termasuk verba akar). Tipologi Tata Urutan Kata BIDT Salah satu ciri utama bahwa bahasa itu berbeda satu dengan yang lainnya adalah dari sisi tataurutan katanya (Jufrizal, 2012:87). Berkaitan dengan itu, kajian mengenai tipologi berusaha untuk menjelaskan tipe-tipe bahasa secara universal (lintas bahasa), meski berangkat dari tipologi bahasa secara khusus. Kendatipun demikian, dalam kajian ini tidak dipadankan dengan bahasa-bahasa lain. Tipologi tata urutan kata dimaksud dalam kajian ini merujuk tata-urutan dasar, yakni urutan yang ada pada klausa netral dengan pelibat FN penuh. Berkenaan dengan itu, telaah tata urutan kata dalam kajian ini mencoba untuk mencermati tata urutan S(ubjek), V(erba/predikat), dan O(bjek) yang memiliki sifat perilaku gramatikal. Tipologi tata urutan kata BIDT ini ditelaah berdasarkan kalimat imperatif, deklaratif dan interogatif. (1) Tipologi Tata Urutan Kata pada Kalimat Imperatif 124

5 JIPB, Vol. 01, No. 02, Mei 2014 ISSN: Kalimat imperatif yang dibedakan atas kalimat perintah dan kalimat larangan dalam BIDT dapat diungkapkan dengan (i) predikat saja, seperti tur! duduklah, (ii) ujaran lengkap berpredikat verbal, seperti O su la kamu jangan pergi, dan (iii) kata tugas perintah, seperti palet anang ayo cepat!. Secara sintaksis, kalimat imperatif BIDT dibentuk oleh predikat verbal dengan/ atau tanpa nomina atau frase nomina. Penelaahan tata urutan kata pada kalimat imperatif dalam kajian ini difokuskan pada bagian (i) dan (ii) saja. Bentuk imperatif yang berupa pemakaian verba dasar adalah bentuk inti kalimat imperatif dalam BIDT. Beberapa kalimat imperatif BIDT diperlihatkan pada contoh-contoh berikut. (01a) Tur! duduk duduk! (01b) O ma tur 2TG datang duduk Kamu datang duduk (01c) *ma tur o datang duduk 2TG Datang duduk kamu. (01d) *ma o tur datang 2TG duduk Datang kamu duduk (02a) Falik tomo Pulang dapat Kembalilah (02b) O falik tomo 2TG pulang dapat Kembalilah kamu (02c) *falik tomo o Pulang dapat 2TG Kembalilah kamu (02d) *falik o tomo Pulang 2TG dapat Pulanglah kamu sudah Kalimat imperatif pada kalimat (01a) hanya terdiri atas predikat (verba), dan pada kalimat (02a) terdiri atas predikat serial. Konstruksi kalimat imperatif seperti yang dicontohkan pada kalimat (01a) dan (02a) itu terdapat pelesapan FN pada posisi preverbal. Hal itu dapat berterima secara pragmatis. Bentuk lengkap kalimat imperatif dapat dilihat pada kalimat (01b) dan (02b) yang menggunakan predikat verba serial. Penggunaan verba serial itu hanya menjelaskan satu arti sehingga FN tidak dapat berada pada posisi tengah kedua verba seperti kalimat (01d) dan (02d). Jika FN diposisikan pada posverbal, maka konstruksi itu tidak berterima seperti pada kalimat (01c) dan (02c). Redaksi lain agar FN itu berada pada posverbal, maka FN pada kalimat imperatif harus diganti dengan bentuk sapaan, seperti diperlihatkan pada kalimat (01e), (01f), (02e), dan (02f) berikut ini. (01e) ma tur lalaik Datang duduk SP.LL.DW Silakan duduk, Bapak (01f) ma tur mea Datang duduk SP.LL.MD Silakan duduk, nak (laki-laki) (02e) falik tomo fafaeik Pulang sudah SP.PR.DW Kembalilah Ibu (02f) falik tomo eak Pulang sudah SP.PR.MD Kembalilah, nak (perempuan) Kendati pada kalimat (01e, f) dan (02e, f) dapat berterima, sesungguhnya konstruk kalimat-kalimat itu bukanlah relasi gramatikal (FN tidak bertindak sebagai SUBjek juga OBJek) melainkan sebagai OBLik. Dari uraian-uraian pada tata urutan kata dalam kalimat imperatif di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tipologi tata urutan kata pada kalimat imperatif adalah S-V. 125

6 Tata Urutan Kata Bahasa Iliung Dialek Tugung: Sebuah Kajian Awal Berdasarkan Tipologi Sintaksis (Fredy Frits Maunareng & Nirmalasari M. Malaimakuni) (2) Tipologi Tata Urutan Kata pada Kalimat Deklaratif Kalimat deklaratif atau kalimat pernyataan dalam BIDT diungkapkan berdasarkan sesuatu yang dipentingkan, terutama pada verba transitif (bervalensi dua). Berkenaan dengan itu, pembicaraan secara tipologi akan memperlihatkan kesubjekan dan pentopikalan. Namun dalam kajian ini tidak dibahas tentang kesubjekan dan pentopikalan dimaksud. Beberapa contoh kalimat deklaratif BIDT diperlihatkan di bawah ini. (03a) Ami tur 1JMeks duduk Kami duduk (03b) *tur ami duduk 1JMeks Duduk kami (04a) Aitopu ter fafi ko Orang tikam babi DET Orang menikam babi itu (04b) fafi ko aitopu ter babi DET orang tikam Babi itu ditikam orang (04c) *ter fafi ko aitopu tikam babi DET orang Tikam babi itu orang (05a) Hira r- a kacai ga- goreng 3JM Prok.3JM- makan jagung RED-goreng Mereka makan jagung goreng (05b) Kacai ga- goreng hira r- a JagungRED-goreng3JMProk.3JM-makn Jagung goreng mereka makan (05c) *hira kacai ga- goreng r- a 3JmjagungRED-gorengProk.3JM-makn Mereka jagung goreng makan Kalimat (03a) merupakan kalimat yang menggunakan verba intransitif, sementara pada kalimat (03b) dengan menggunakan verba yang sama, namun tidak dapat berterima karena tata urutannya nomina (yang bertindak sebagai Agen) terletak pada posverbal. Kalimat deklaratif dalam BIDT juga dapat digambarkan dengan verba transitif sebagaimana diperlihatkan pada kalimat (04a, b, c) dan (05a, b, c). Pada kalimat (04b) dan (05b) memperlihatkan kaidah pentopikalan, atau dapat juga disebut sebagai subjek ganda menurut istilah Gundel (dalam Jufrizal, 2007:152). Dalam kalimat deklaratif, verba transitif mengikuti salah satu FN, baik yang bertindak sebagai agen maupun sebagai pasien. Oleh karena itu, urutan yang terdapat pada kalimat (04c) dan (05c) tidak dapat berterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tata urutan kata pada kalimat deklaratif adalah S-V pada kalimat intransitif dan S-V-O pada kalimat transitif yang dapat beralternasi juga dengan O-S-V. (3) Tipologi Tata Urutan Kata pada Kalimat Interogatif Tata urutan kata pada kalimat interogatif dalam kajian ini adalah tata urutan kata yang menanyakan argumen inti (subjek/ agen atau objek/ pasien). Perhatikan contoh kalimat-kalimat berikut. (06a) (06b) (06c) hala ha-huk? Apa RED-lari Apa yang lari? hari ha- huk? Siapa RED-lari Siapa yang lari? *ha- huk hari/ hala RED-lari siapa/ apa yang lari siapa? Kata tanya pada BIDT dapat menggunakan bentuk hala apa untuk menanyakan nomina yang bukan manusia (-animate), dan hari siapa untuk menanyakan manusia (+animate). Verba pada kalimat (06a, b, c) adalah verba intransitif. Tata urutan kata pada kalimat interogatif dengan verba intransitif adalah 126

7 JIPB, Vol. 01, No. 02, Mei 2014 ISSN: S V jika menanyakan SUBJ, dan V-O jika menanyakan OBJ, seperti terlihat pada kalimat (06d). Ada perubahan pada verba dasar dari bentuk reduplikasi fonologis menjadi bentuk dasar seperti bentuk hahuk menjadi huk pada kalimat berikut. (06d) huk hala/ hari lari apa/ siapa Lari (dari) apa/ siapa? Kalimat interogatif dalam BIDT yang menggunakan verba transitif dapat dilihat pada kalimat-kalimat berikut. (07a) hala/ hari na- n- a nalung Apa/siapaRED-Prok3TG-makan nasi Apa/ siapa yang makan nasi? (07b) nalung hari/ hala na- na Nasi siapa/ apa RED-makan Nasi siapa yang dimakan? (07c) *na- n- a nalung hala/ hari RED-Prok.3TG-makan-nasiapa/siapa yang makan nasi apa/ siapa? Pada kalimat (07a) dan (07b), jawaban informatif untuk kedua kalimat itu berkaitan dengan SUBJ, sementara pada kalimat (07c) tidak dapat berterima. Tata urutan kata pada kalimat (07a) adalah V- O, sementara pada kalimat (07b) adalah O-S-V. Dengan tata urutan kata seperti itu maka dapat disimpulkan bahwa tipologi tata urutan kata pada kalimat interogatif dengan predikat transitif adalah S-V-O. PENUTUP Sebelum mengakhiri kajian ini, perlu dikemukakan bahwa tipologi tata urutan kata BIDT berdasarkan bahasannya baru sebatas tipologi tata urutan kata pada kalimat imperatif, deklaratif, dan interogatif. Meskipun demikian, pada kalimat imperatif yang dibahas hanyalah kalimat yang menyatakan perintah, dan sama sekali belum menyentuh imperatif yang menyatakan larangan. Pada kalimat deklaratif, dibahas deklaratif yang menggunakan verba intransitif dan transitif. Pada kalimat interogatif, jenis pertanyaan hanya merujuk kepada subjek dan objek sebuah kalimat. Kendati telah digunakan jenis verba intransitif dan transitif, kajian ini baru mendapatkan verba berargumen dua atau verba ekatransitif. Kajian ini belum mengemukakan verba bitransitif pada BIDT. Berdasarkan bahasan masalah dalam kajian ini, maka disimpulkan beberapa hal terkait, antara lain: a. Morfologi verba pada BIDT tidak mengenal proses afiksasi. Eksistensi verba BIDT adalah verba dasar dan verba akar. Ada perilaku kesesuaian (agreement) antara verba dengan subjek atau objek. b. Tipologi tata urutan kata BIDT pada kalimat deklaratif S-V, pada kalimat deklaratif S-V, juga pada kalimat interogatif adalah V-O, O-S-V. c. Umumnya tipologi tata urutan kata BIDT pada kalimat imperatif, deklaratif dan interogatif adalah SV. Dengan demikian tipologi BIDT adalah SVO. d. Bahasa-bahasa yang tergolong sebagai anggota dari kelompok bahasa Ambon-Timor mengenal perilaku tata urutan kata sebagai SVO. Berdasarkan temuan yang ada maka disarankan bagi para peneliti, pemerhati untuk menelaah lebih lanjut perihal tipologi bahasa pada BIDT. Selain itu, bagi pengajar bahasa bahwa keuniversalan bahasa memperlihatkan tipe-tipe tertentu dalam suatu bahasa. Oleh karena itu perlu bandingan tipologi terhadap bahasa pertama siswa (atau bahasa pengantar) dengan bahasa yang sedang dipelajari (atau bahasa sasaran). 127

8 Tata Urutan Kata Bahasa Iliung Dialek Tugung: Sebuah Kajian Awal Berdasarkan Tipologi Sintaksis (Fredy Frits Maunareng & Nirmalasari M. Malaimakuni) REFERENSI Andersen, Paul Kent Word Order Typology and Comparative Constructions. Amsterdam: John Benjamins Company. Budiarta, I Wayan Tipologi Sintaksis Bahasa Kemak. Disertasi (belum diterbitkan) Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana. Chaer, Abdul Sintaksis Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: Rineka Cipta. Dixon, R.W.M Basic Linguistic Theory. Volume 2. Grammatical Topics. Oxford: Oxford University Press. Greenberg, Joseph Timor-Alor Subgrouping In Thomas Sebeok (ed.) Current Trends in Linguistics. Jufrizal Tipologi Gramatikal Bahasa Minangkabau, Tataran Morfosintaksis. Padang: UNP Press. Jufrizal Tatabahasa Bahasa Minangkabau. Deskripsi dan Telaah Tipologi Linguistik. Padang: UNP Press. Keraf, Gorys Linguistik Bandingan Tipologis. Jakarta: PT Gramedia. Kridalaksana, Harimurti Kamus Linguistik, Edisi IV. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Mahsun Metode Penelitian Bahasa; Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Edisi Revisi. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Maunareng, Fredy Frits Studi Perbandingan Tujuh Bahasa di Kabupaten Maluku Barat Daya. Skripsi (tidak diterbitkan). Kupang: FKIP Universitas PGRI NTT. Muhammad Metode Penelitian Bahasa. Jogjakarta: Ar-ruz Media. Sedarmayanti, H. J. & Hidayat, S Metodologi Penelitian. Bandung: Mandar Maju. Song, Jae Jung Linguistic Typology: Morphology and Syntax. London: Longman. Sudaryanto. 1993a. Predikat-Objek dalam Bahasa Indonesia. Keselarasan Polaurutan. Seri ILDEP: Djambatan. Sudaryanto. 1993b. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Taber, Mark Toward A Better Understanding of The Indigenous Languages of Southwestern Maluku. Dalam Oceanic Linguistics, Vol. 32, No. 2. Hal University of Hawai Press. 128

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian bahasa dimulai setelah manusia menyadari keberagaman bahasa merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of Linguistics menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang / Masalah Penelitian Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi (selanjutnya disingkat BPD) tidak hanya berfungsi sebagai lambang kebanggaan daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dulunya pernah menjadi bagian dari Republik Indonesia, yaitu provinsi ke-27

BAB I PENDAHULUAN. dulunya pernah menjadi bagian dari Republik Indonesia, yaitu provinsi ke-27 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Republica Democratica de Timor Leste yang (selanjutnya disebut RDTL) dulunya pernah menjadi bagian dari Republik Indonesia, yaitu provinsi ke-27 yang bernama Timor

Lebih terperinci

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia VERBA PREDIKAT BAHASA REMAJA DALAM MAJALAH REMAJA Renadini Nurfitri Abstrak. Bahasa remaja dapat dteliti berdasarkan aspek kebahasaannya, salah satunya adalah mengenai verba. Verba sangat identik dengan

Lebih terperinci

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Kumairoh Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Dipnegoro Abstrak Bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh masyarakat dalam

Lebih terperinci

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015 SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Analisis kalimat dapat dilakukan pada tiga tataran fungsi, yaitu fungsi sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan gramatikal antara

Lebih terperinci

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Nama : Khoirudin A. Fauzi NIM : 1402408313 BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Pada bab terdahulu disebutkan bahwa morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut

Lebih terperinci

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep Andriyanto, Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia... 9 Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep Andriyanto Bahasa Indonesia-Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat BAB V P E N U T U P 5.1 Kesimpulan Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat tunggal bahasa Sula yang dipaparkan bahasan masaalahnya mulai dari bab II hingga bab IV dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

KATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL

KATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL KATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL Rahmi Harahap Program Studi S-1 Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Abstract Research on the structural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pesebab (Payne, 2002: 175). Ketiga, konstruksi tersebut menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pesebab (Payne, 2002: 175). Ketiga, konstruksi tersebut menunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai bagian dari kajian tipologi gramatikal, konstruksi kausatif cukup menarik untuk dikaji. Hal itu dilandaskan pada beberapa alasan. Pertama, konstruksi tersebut

Lebih terperinci

Analisis Sapaan Dalam Novel Gumuk Sandhi Karya Poerwadhie Atmodihardjo

Analisis Sapaan Dalam Novel Gumuk Sandhi Karya Poerwadhie Atmodihardjo Analisis Sapaan Dalam Novel Gumuk Sandhi Karya Poerwadhie Atmodihardjo Oleh: Rinda Aprilia Eka Wati Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Rindaapriliaekawati@gmail.com Abstrak: Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya maupun dengan penciptanya. Saat berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu kelebihan manusia dari pada makhluk lainnya di muka bumi ini. Semua orang menyadari betapa pentingnya peranan

Lebih terperinci

FENOMENA TIPOLOGI GRAMATIKAL BAHASA MINANGKABAU: Akusatif, Ergatif, atau Campur? 1. Jufrizal 2 Universitas Negeri Padang

FENOMENA TIPOLOGI GRAMATIKAL BAHASA MINANGKABAU: Akusatif, Ergatif, atau Campur? 1. Jufrizal 2 Universitas Negeri Padang FENOMENA TIPOLOGI GRAMATIKAL BAHASA MINANGKABAU: Akusatif, Ergatif, atau Campur? 1 Abstrak Jufrizal 2 Universitas Negeri Padang e-mail: juf_ely@yahoo.com Dikotomi tipologis struktur gramatikal bahasa-bahasa

Lebih terperinci

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA Munirah Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unismuh Makassar munirah.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB V PENUTUP. A. Simpulan BAB V PENUTUP A. Simpulan Dalam penilitian Refleksif dengan Kata Diri, Dirinya, Dan Diriya Sendiri dalam Bahasa Indonesia: dari Perspektif Teori Pengikatan ini dapat disimpulkan tiga hal yang merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi bersifat arbitrer yang dipergunakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi bersifat arbitrer yang dipergunakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat utama dalam komunikasi dan memiliki daya ekspresi dan informatif yang besar. Bahasa sangat dibutuhkan oleh manusia karena dengan bahasa manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 1982:17). Bahasa

Lebih terperinci

KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Abstrak Bahasa adalah sarana paling penting dalam masyarakat, karena bahasa adalah salah

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian jenis proses campur kode menunjukkan hasil yang berbeda-beda antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain karena subjek penelitian mereka pun berbeda-beda, baik dari

Lebih terperinci

Fenomena Kalimat Transformasi Tunggal Bahasa Angkola (Kajian Teori Pendeskripsian Sintaksis) Husniah Ramadhani Pulungan 1 Sumarlam 2

Fenomena Kalimat Transformasi Tunggal Bahasa Angkola (Kajian Teori Pendeskripsian Sintaksis) Husniah Ramadhani Pulungan 1 Sumarlam 2 Fenomena Kalimat Transformasi Tunggal Bahasa Angkola (Kajian Teori Pendeskripsian Sintaksis) Husniah Ramadhani Pulungan 1 Sumarlam 2 1 Mahasiswa Program Doktor Ilmu Linguistik Pascasarjana UNS 2 Dosen

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan makna gramatikal. Untuk menjelaskan konsep afiksasi dan makna, penulis memilih pendapat dari Kridalaksana

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang kajian. Aji Kabupaten Jepara dapat disimpulkan sebagai berikut.

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang kajian. Aji Kabupaten Jepara dapat disimpulkan sebagai berikut. BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang kajian morfosemantik istilah-istilah pertukangan kayu di Desa Lebak Kecamatan Pakis Aji Kabupaten Jepara dapat disimpulkan

Lebih terperinci

ANALISIS RAGAM KALIMAT DAN HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN ALQURAN SURAT AR-RUM

ANALISIS RAGAM KALIMAT DAN HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN ALQURAN SURAT AR-RUM ANALISIS RAGAM KALIMAT DAN HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN ALQURAN SURAT AR-RUM Supadmi, A310090132, Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

NOMINA DAN PENATAANNYA DALAM SISTEM TATA BAHASA INDONESIA

NOMINA DAN PENATAANNYA DALAM SISTEM TATA BAHASA INDONESIA NOMINA DAN PENATAANNYA DALAM SISTEM TATA BAHASA INDONESIA Suhandano Universitas Gadjah Mada ABSTRAK Tulisan ini membahas bagaimana nomina ditata dalam sistem tata bahasa Indonesia. Pembahasan dilakukan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil dari penelitian berjudul Interferensi Morfologis

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil dari penelitian berjudul Interferensi Morfologis BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dari penelitian berjudul Interferensi Morfologis Bahasa Indonesia Dalam Penggunaan Bahasa Jawa Pada Upacara Pernikahan Adat Jawa dapat ditarik kesimpulan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia memerlukan sarana untuk

Lebih terperinci

ABREVIASI DALAM MENU MAKANAN DAN MINUMAN DI KOTA SEMARANG: SUATU KAJIAN MORFOLOGIS

ABREVIASI DALAM MENU MAKANAN DAN MINUMAN DI KOTA SEMARANG: SUATU KAJIAN MORFOLOGIS ABREVIASI DALAM MENU MAKANAN DAN MINUMAN DI KOTA SEMARANG: SUATU KAJIAN MORFOLOGIS Nuraeni, Shinta Yunita Tri. 2017. Abreviasi dalam Menu Makanan dan Minuman di Kota Semarang: Suatu Kajian Morfologis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Wolio yang selanjutnya disingkat BW adalah salah satu bahasa daerah yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa Kerajaan Kesultanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat

BAB I PENDAHULUAN. Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat bahasa Sunda. Dalam pandangan penulis, kelas verba merupakan elemen utama pembentuk keterkaitan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berpenduduk ±120 juta jiwa. Selain menjadi bahasa nasional, BJ juga

BAB I PENDAHULUAN. yang berpenduduk ±120 juta jiwa. Selain menjadi bahasa nasional, BJ juga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Jepang (selanjutnya disingkat BJ) digunakan sebagai alat komunikasi atau pengantar dalam interaksi kehidupan oleh masyarakat Jepang yang berpenduduk ±120 juta

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan Dengan maksud merangkum seluruh uraian yang terdapat pada bagian pembahasan, pada bagian ini dirumuskan berbagai simpulan. Simpulan yang dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan

Lebih terperinci

Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak

Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak Rina Ismayasari 1*, I Wayan Pastika 2, AA Putu Putra 3 123 Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain ( Kridalaksana,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain ( Kridalaksana, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Frasa Verba Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami

Lebih terperinci

Analisis Penggunaan Kalimat Bahasa Indonesia pada Karangan Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 10 Sanur, Denpasar

Analisis Penggunaan Kalimat Bahasa Indonesia pada Karangan Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 10 Sanur, Denpasar Analisis Penggunaan Kalimat Bahasa Indonesia pada Karangan Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 10 Sanur, Denpasar Wayan Yuni Antari 1*, Made Sri Satyawati 2, I Wayan Teguh 3 [123] Program Studi Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Jawa untuk berkomunikasi antarsesama masyarakat Jawa.

PENDAHULUAN Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Jawa untuk berkomunikasi antarsesama masyarakat Jawa. 1 PENDAHULUAN Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Jawa untuk berkomunikasi antarsesama masyarakat Jawa. Dalam interaksi sosial masyarakat Jawa, lebih cenderung menggunakan komunikasi

Lebih terperinci

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS SINTAKSIS Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. A. STRUKTUR SINTAKSIS Untuk memahami struktur sintaksis, terlebih dahulu kita harus Mengetahui fungsi,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian Terdahulu Penelitian pertama yang berhubungan dengan penelitian mengenai pelesapan argumen dilakukan Sawardi pada tahun 2011 dengan judul Pivot dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari oleh para penuturnya. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses berpikir maupun dalam kegiatan

Lebih terperinci

STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA.

STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA oleh Dra. Nunung Sitaresmi, M.Pd. FPBS UPI 1. Pendahuluan Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk dapat berinteraksi dengan manusia lainnya, di samping itu bahasa dapat menjadi identitas bagi penuturnya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

KAJIAN FRASA NOMINA BERATRIBRUT PADA TEKS TERJEMAHAN AL QURAN SURAT AL-AHZAB NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

KAJIAN FRASA NOMINA BERATRIBRUT PADA TEKS TERJEMAHAN AL QURAN SURAT AL-AHZAB NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan KAJIAN FRASA NOMINA BERATRIBRUT PADA TEKS TERJEMAHAN AL QURAN SURAT AL-AHZAB NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA

KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA HUMANIORA Suhandano VOLUME 14 No. 1 Februari 2002 Halaman 70-76 KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA Suhandano* 1. Pengantar ahasa terdiri dari dua unsur utama, yaitu bentuk dan arti. Kedua unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Masyarakat awam, dalam kehidupan sehari-hari, tidak terlalu peduli dengan berbagai fenomena bahasa beserta kerumitan lain yang menyertainya. Kebanyakan

Lebih terperinci

Kajian Tipologi Sufiks an dalam Bahasa Indonesia M. Suryadi Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro

Kajian Tipologi Sufiks an dalam Bahasa Indonesia M. Suryadi Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro Kajian Tipologi M. Suryadi Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro Email: mssuryadi07@gmail.com Abstract In Indonesian language, the study of suffix an has been widely practiced by linguists, as if

Lebih terperinci

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI - 13010113140096 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 1. INTISARI Semiotika merupakan teori tentang sistem

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Mempertanggungjawabkan hasil penelitian bukanlah pekerjaan mudah. Seorang penulis harus mempertanggungjawabkan hasil penelitiannya disertai data-data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang selalu membuka diri terhadap perkembangan. Hal ini terlihat pada perilakunya yang senantiasa mengadakan komunikasi dengan bangsa

Lebih terperinci

CAMPUR KODE TUTURAN GURU BAHASA INDONESIA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR: Studi Kasus di Kelas VII SMP Negeri 20 Padang

CAMPUR KODE TUTURAN GURU BAHASA INDONESIA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR: Studi Kasus di Kelas VII SMP Negeri 20 Padang CAMPUR KODE TUTURAN GURU BAHASA INDONESIA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR: Studi Kasus di Kelas VII SMP Negeri 20 Padang Oleh: Murliaty 1, Erizal Gani 2, Andria Catri Tamsin 3 Program Studi Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu, bahasa adalah alat yang digunakan sebagai sarana interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Nusa Tenggara Timur terdiri atas empat kabupaten: Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Nusa Tenggara Timur terdiri atas empat kabupaten: Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur terdiri atas empat kabupaten: Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya, Kabupaten Sumba Tengah, dan Kabupaten Sumba Timur. Kota

Lebih terperinci

PERILAKU KETERPILAHAN (SPLIT-S) BAHASA INDONESIA. Oleh F.X. Sawardi

PERILAKU KETERPILAHAN (SPLIT-S) BAHASA INDONESIA. Oleh F.X. Sawardi PERILAKU KETERPILAHAN (SPLIT-S) BAHASA INDONESIA Oleh F.X. Sawardi sawardi_fransiskus@mailcity.com 1. Pengantar Paper ini mencoba mengungkap celah-celah untuk meneropong masalah ergativitas bahasa Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara yang berbeda-beda berdasarkan dengan pendekatan teori yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara yang berbeda-beda berdasarkan dengan pendekatan teori yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk berinteraksi dengan orang lain. Setiap orang pasti akan mendefinisikan bahasa dengan cara yang

Lebih terperinci

KLASIFIKASI LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MELAYU LANGKAT, BAHASA MELAYU DELI, DAN BAHASA DAIRI PAKPAK

KLASIFIKASI LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MELAYU LANGKAT, BAHASA MELAYU DELI, DAN BAHASA DAIRI PAKPAK KLASIFIKASI LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MELAYU LANGKAT, BAHASA MELAYU DELI, DAN BAHASA DAIRI PAKPAK Jurnal Skripsi Oleh : Nursirwan NIM A2A008038 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2012 Klasifikasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikiran atau amanat yang lengkap (Chaer, 2011:327). Lengkap menurut Chaer

BAB I PENDAHULUAN. pikiran atau amanat yang lengkap (Chaer, 2011:327). Lengkap menurut Chaer 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbahasa baik secara lisan maupun secara tulis tidak terlepas dari penggunaan kata-kata yang menyusun suatu kalimat. Pada konteks bahasa lisan hal ini dikenal

Lebih terperinci

MORFOSINTAKSIS BAHASA MELAYU BATUBARA (Kajian Pada Verba Persepsi: Teŋok (lihat) dan doŋo (dengar)

MORFOSINTAKSIS BAHASA MELAYU BATUBARA (Kajian Pada Verba Persepsi: Teŋok (lihat) dan doŋo (dengar) MORFOSINTAKSIS BAHASA MELAYU BATUBARA (Kajian Pada Verba Persepsi: Teŋok (lihat) dan doŋo (dengar) Basyaruddin Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Dalam bahasan linguistik terdapat

Lebih terperinci

Kemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi

Kemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi Kemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi Astri Saraswati, Martono, Syambasril Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UNTAN, Pontianak

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORETIS

BAB 2 LANDASAN TEORETIS BAB 2 LANDASAN TEORETIS 2.1 Kerangka Acuan Teoretis Penelitian ini memanfaatkan pendapat para ahli di bidangnya. Bidang yang terdapat pada penelitian ini antara lain adalah sintaksis pada fungsi dan peran.

Lebih terperinci

RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN

RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN 0 RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba AMBIL, komponen semantis, kategorisasi, makna, polisemi, dan sintaksis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan 1. Penelitian yang berjudul Bentuk Fungsi Makna Afiks men- dalam Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar disusun oleh Rois Sunanto NIM 9811650054 (2001)

Lebih terperinci

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur adalah perangkat unsur yang di antaranya ada hubungan yang bersifat ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas

Lebih terperinci

ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA RUBRIK FOKUS SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS EDISI OKTOBER 2011

ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA RUBRIK FOKUS SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS EDISI OKTOBER 2011 ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA RUBRIK FOKUS SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS EDISI OKTOBER 2011 NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. Ujaran-ujaran tersebut dalam bahasa lisan diproses melalui komponen fonologi, komponen

Lebih terperinci

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24)

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) PERILAKU BENTUK VERBA DALAM KALIMAT BAHASA INDONESIA TULIS SISWA SEKOLAH ARUNSAT VITAYA, PATTANI, THAILAND

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau lebih yang disebut masyarakat bilingual (dwibahasawan). Interferensi merupakan perubahan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN KOREKSI KESALAHAN PENALARAN PADA PENGGUNAAN BAHASA PAPAN PERINGATAN DI WILAYAH KOTA SURAKARTA SKRIPSI

ANALISIS DAN KOREKSI KESALAHAN PENALARAN PADA PENGGUNAAN BAHASA PAPAN PERINGATAN DI WILAYAH KOTA SURAKARTA SKRIPSI ANALISIS DAN KOREKSI KESALAHAN PENALARAN PADA PENGGUNAAN BAHASA PAPAN PERINGATAN DI WILAYAH KOTA SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi sebagai Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana (S-1) Pada Pendidikan Bahasa,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KATA DEK DALAM KABA KLASIK MINANGKABAU

PENGGUNAAN KATA DEK DALAM KABA KLASIK MINANGKABAU PENGGUNAAN KATA DEK DALAM KABA KLASIK MINANGKABAU SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Budaya pada Jurusan Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyambut kedatangan siswa baru. Kegiatan ini

Lebih terperinci

KALIMAT INVERSI DALAM BAHASA INDONESIA

KALIMAT INVERSI DALAM BAHASA INDONESIA KALIMAT INVERSI DALAM BAHASA INDONESIA Dhika Puspitasari 1) 1) Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP PGRI Madiun Email: 1) dhikapuspitasari@yahoo.com. Abstrak Penelitian ini mengungkapkan pola-pola

Lebih terperinci

RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI

RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Wisuda Sarjana Pendidikan di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Oleh NURMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nominalisasi sebagai salah satu fenomena kebahasaan, mesti mendapatkan perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai peran yang

Lebih terperinci

KESANTUNAN BERBAHASA PADA TUTURAN SISWA SMP

KESANTUNAN BERBAHASA PADA TUTURAN SISWA SMP Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Galuh dewinurhayati0403@gmail.com, hendaryan@unigal.ac.id ABSTRAK Bahasa dan kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan. Bahasa digunakan penuturnya untuk

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan seperti berikut ini. dalam bidang fonologi (vokal dan konsonan) dan leksikal.

BAB V PENUTUP. bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan seperti berikut ini. dalam bidang fonologi (vokal dan konsonan) dan leksikal. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan seperti berikut ini. 1. Variasi kedaerahan bahasa Jawa yang

Lebih terperinci

PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI

PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak 9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,

Lebih terperinci

DESKRIPSI PENGGUNAAN JENIS KALIMAT PADA SISWA SDN BALEPANJANG 1 KABUPATEN WONOGIRI (KAJIAN SINTAKSIS)

DESKRIPSI PENGGUNAAN JENIS KALIMAT PADA SISWA SDN BALEPANJANG 1 KABUPATEN WONOGIRI (KAJIAN SINTAKSIS) DESKRIPSI PENGGUNAAN JENIS KALIMAT PADA SISWA SDN BALEPANJANG 1 KABUPATEN WONOGIRI (KAJIAN SINTAKSIS) NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

JURNAL. Javanese Language Interferance in Language Essay of Fifth Grader in MI Yaa Bunayya Dandong Srengat Blitar

JURNAL. Javanese Language Interferance in Language Essay of Fifth Grader in MI Yaa Bunayya Dandong Srengat Blitar JURNAL INTERFERENSI BAHASA JAWA DALAM KARANGAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS V MI YAA BUNAYYA DANDONG SRENGAT KABUPATEN BLITAR TAHUN AJARAN 2015-2016 Javanese Language Interferance in Language Essay of

Lebih terperinci

LEKSIKOSTATISTIK BAHASA ACEH, BAHASA ALAS, DAN BAHASA GAYO: KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF

LEKSIKOSTATISTIK BAHASA ACEH, BAHASA ALAS, DAN BAHASA GAYO: KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF LEKSIKOSTATISTIK BAHASA ACEH, BAHASA ALAS, DAN BAHASA GAYO: KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF Jurnal Skripsi Oleh: Kurnia Novita Sari NIM A2A008030 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

PEMAKAIAN PERPADUAN LEKSEM BAHASA INDONESIA DALAM TABLOID NOVA EDISI JULI Jurnal Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

PEMAKAIAN PERPADUAN LEKSEM BAHASA INDONESIA DALAM TABLOID NOVA EDISI JULI Jurnal Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan PEMAKAIAN PERPADUAN LEKSEM BAHASA INDONESIA DALAM TABLOID NOVA EDISI JULI 2012 Jurnal Publikasi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta temuan kasus yang telah

BAB 4 KESIMPULAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta temuan kasus yang telah BAB 4 KESIMPULAN 4.1 Pengantar Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta temuan kasus yang telah didapatkan, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan dan disarankan untuk penelitian selanjutnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan lain. Manusia memiliki keinginan atau hasrat untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Definisi mengenai kalimat memang telah banyak ditulis orang.

BAB I PENDAHULUAN. Definisi mengenai kalimat memang telah banyak ditulis orang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Definisi mengenai kalimat memang telah banyak ditulis orang. Pendefinisian kalimat, baik segi struktur, fungsi, maupun maknanya banyak ditemukan dalam buku-buku tata

Lebih terperinci

VARIASI BAHASA PADA SMS (SHORT MESSAGE SERVICE) DALAM SURAT KABAR PADANG EKSPRES: TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK SKRIPSI

VARIASI BAHASA PADA SMS (SHORT MESSAGE SERVICE) DALAM SURAT KABAR PADANG EKSPRES: TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK SKRIPSI VARIASI BAHASA PADA SMS (SHORT MESSAGE SERVICE) DALAM SURAT KABAR PADANG EKSPRES: TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK SKRIPSI Disusun untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Humaniora pada Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa tulis dan bahasa lisan. Variasi bahasa tulis tidak sedinamis variasi bahasa

BAB I PENDAHULUAN. bahasa tulis dan bahasa lisan. Variasi bahasa tulis tidak sedinamis variasi bahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai salah satu alat interaksi sosial. Terdapat dua bahasa yaitu bahasa tulis dan bahasa lisan. Variasi bahasa tulis tidak sedinamis variasi bahasa

Lebih terperinci

ANALISIS KALIMAT AKTIF DAN PASIF PADA RUBRIK OPINI DALAM SURAT KABAR HARIAN SUARA MERDEKA BERITA EKONOMI-BISNIS BULAN AGUSTUS 2014

ANALISIS KALIMAT AKTIF DAN PASIF PADA RUBRIK OPINI DALAM SURAT KABAR HARIAN SUARA MERDEKA BERITA EKONOMI-BISNIS BULAN AGUSTUS 2014 ANALISIS KALIMAT AKTIF DAN PASIF PADA RUBRIK OPINI DALAM SURAT KABAR HARIAN SUARA MERDEKA BERITA EKONOMI-BISNIS BULAN AGUSTUS 2014 Oleh Dewi Apriliani 09210144032 Dewiapriliani.DA4@gmail.com ABSTRAK Skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh masyarakat umum dengan tujuan berkomunikasi. Dalam ilmu bahasa dikenal dengan

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK (3):

TATARAN LINGUISTIK (3): TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS 6(0) Sebelumnya kita membahas istilah morfosintaksis. morfosintaksis adalah gabungan kata dari morfologi dan sintaksis. morfologi pengertiannya membicarakan sruktur internal

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pada pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pada pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Ditemukan 58 kalimat yang menyatakan

Lebih terperinci