BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja yang luas. Hal itu menyebabkan munculnya banyak pengangguran.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja yang luas. Hal itu menyebabkan munculnya banyak pengangguran."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Besarnya jumlah penduduk Indonesia tidak diikuti dengan penyediaan lapangan kerja yang luas. Hal itu menyebabkan munculnya banyak pengangguran. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) sampai dengan Februari 2012 jumlah pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 6,32% atau sekitar 7,6 juta jiwa ( Pada akhirnya, untuk terlepas dari pengangguran dan untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat mencari peluang kerja dengan mendirikan berbagai jenis usaha dengan skala yang tidak terlalu besar misalnya industri kecil, perdagangan, jasa, konstruksi, transportasi, dan lain sebagainya. Usaha-usaha seperti inilah yang dinamakan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah). Kemunculan UMKM tidak dapat dilepaskan dari kegagalan sektor formal dalam menyerap pertumbuhan angkatan kerja. (Purwanto, 2005: 105). Menurut Kementrian Keuangan, Usaha Mikro, Kecil, dan Menegah (UMKM) adalah kegiatan usaha perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai omzet per tahun setinggi-tingginya Rp 600 juta atau aset setinggi-tingginya Rp 600 juta (di luar tanah dan bangunan yang ditempati). Contohnya Firma, CV, PT, dan Koperasi yakni dalam bentuk badan usaha. Sedangkan contoh dalam bentuk perorangan antara lain pengrajin, industri rumah tangga, peternak, nelayan, petani, pedagang barang dan jasa lainnya (Keputusan Menteri Keuangan No. 316/KMK 016/1994).

2 Peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagai penopang utama perekonomian Indonesia sudah tidak diragukan lagi. Berbagai kajian maupun hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli yang menggeluti bidang ini (Tambunan, 2009 dan Purwanto, 2005) menyebutkan bahwa lokomotif utama perekonomian Indonesia selama ini pada dasarnya adalah sektor UMKM. Ketika kita menyebut UMKM sebagai pilar perekonomian Indonesia, paling tidak ada tiga fungsi utama yang wajib untuk disebutkan, yaitu: (1) sektor UMKM sebagai penyedia lapangan kerja bagi jutaan orang yang tidak tertampung di sektor formal, (2) sektor UMKM sebagai penyedia bahan baku murah bagi perusahaan-perusahaan besar, (3) sektor UMKM sebagai sumber penghasil devisa negara melalui ekspor berbagai jenis produk yang dihasilkan oleh sektor ini (Purwanto, 2005: 99). Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997 menjadi bukti yang cukup kuat terhadap berbagai temuan para ahli tersebut. Ketika berbagai usaha besar terpuruk karena imbas krisis ekonomi, UMKM ternyata justru dapat bertahan dan bahkan menjadi katup penyelamat bagi jutaan rakyat yang membutuhkan kehadirannya ( Tidak hanya sebagai katup pengaman untuk mencegah terjadinya pergolakan sosial, keberadaan UMKM dalam kenyataannya juga mampu menjadi motor penggerak pembangunan ekonomi bagi kedua golongan masyarakat miskin di perkotaan maupun pedesaan. Dalam konteks ini UMKM dapat berperan sebagai instrumen mobilitas vertikal bagi rumah tangga dan kelompok yang kurang beruntung tadi (Purwanto, 2005: 106).

3 Pada level yang lebih luas lagi, keberadaan UMKM juga sedikit banyak memberi kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional maupun membantu pemerintah untuk meningkatkan cadangan devisa melalui ekspor. Kontribusi UMKM terhadap pembangunan ekonomi nasional di Indonesia, baik dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan PDB, maupun peningkatan cadangan devisa terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan pertumbuhan jumlah UMKM di Indonesia (Purwanto, 2005: 107). Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) perkembangannya cukup baik di Indonesia, namun ada satu kendala yang sampai saat ini masih mereka hadapi, yaitu masalah pemenuhan modal. Para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) kesulitan untuk mengembangkan usahanya karena keterbatasan modal dan begitu pula masyarakat yang ingin membuka usaha kecilkecilan. Tidak semua masyarakat, terutama masyarakat lapisan menengah ke bawah memiliki modal yang cukup untuk membuka atau mengembangkan usaha dan produktivitasnya, sehingga dalam hal ini masyarakat tersebut membutuhkan bantuan berupa pinjaman atau kredit yang biasanya dapat diperoleh di suatu lembaga perbankan. ( Untuk mengatasi masalah permodalan bagi UMKM, pemerintah memiliki suatu kebijakan mengenai pemberdayaan UMKM, khususnya dalam akses permodalan, yaitu melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR). Melalui KUR, pelaku UMKM dapat memperoleh akses kredit yang dapat digunakan sebagai modal untuk memulai dan membuka usaha baru atau mengembangkan usaha sehingga semakin produktif.

4 KUR lahir sebagai respons dari Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2007 Tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah khususnya di bidang Reformasi Sektor Keuangan. Instruksi Presiden tersebut ditindaklanjuti dengan ditandatanganinya Nota Kesepahaman Bersama antara Pemerintah, Lembaga Penjaminan, dan Perbankan pada tanggal 09 Oktober 2007 sebagaimana kemudian diubah dengan addendum pada tanggal 14 Mei 2008 tentang Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi atau yang lebih populer dengan istilah Kredit Usaha Rakyat (KUR). Melalui KUR, pemerintah mengharapkan adanya percepatan pengembangan kegiatan perekonomian terutama di sektor riil, dalam rangka penanggulangan atau pengentasan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja (Retnadi, 2008). Pada dasarnya KUR merupakan kredit pembiayaan usaha tanpa agunan karena yang menjadi agunan pokok KUR adalah kelayakan usaha dan usaha itu sendiri, namun beberapa bank memiliki aturan mengenai agunan tambahan. Dalam pelaksanaan KUR, perbankan memiliki peranan yang sangat penting yaitu sebagai penerima jaminan yang berfungsi menyalurkan kredit kepada UMKM dan Koperasi dengan menggunakan dana internal masing-masing. Bank menjadi pihak yang berhubungan langsung dengan masyarakat yang membutuhkan kredit permodalan. KUR merupakan Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi yang dibiayai sepenuhnya dari dana perbankan ( ketentuan-dan-peraturan.asp). Bank pelaksana KUR adalah bank yang ikut menandatangani Nota Kesepahaman Bersama tentang Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada Usaha

5 Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) yang terdiri dari Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank Bukopin, Bank Negara Indonesia Syariah (BNI Syariah) dan seluruh Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang tersebar di seluruh Indonesia. Bank Rakyat Indonesia (BRI) merupakan bank yang terdepan dalam penyaluran KUR. Bank BRI adalah penyalur KUR terbesar dengan total plafon mencapai Rp 65,3 triliun ( sebaran-penyaluran-kredit-usaha-rakyat-periode-november-2007-maret-2013.asp). Jumlah dana Kredit Usaha Rakyat yang telah dikeluarkan untuk sektor UMKM sampai saat ini sudah sangat banyak, namun KUR juga mencatatkan banyak tunggakan. Muhammad Hasyim, Kepala Bidang Restrukturisasi Pendanaan Kementrian Koperasi dan UKM seperti yang dikutip oleh Harian Tribunnews.com mengatakan bahwa sampai dengan Juli 2012 rasio kredit macet KUR mencapai 3,4% dari outstanding kredit Rp 36,72 triliun dan plafon Rp 82,46 triliun. ( /08 /31 /kredit - macet - kur makin - menumpuk) Berdasarkan wawancara penulis dengan salah satu Account Officer di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Stabat, diketahui bahwa jalannya KUR di BRI Cabang Stabat sangat baik, hal itu dapat dilihat dari jumlah Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah yang mencapai 0% atau dengan kata lain tidak ada sama sekali untuk jenis kredit KUR jika dibandingkan dengan dua belas Unit Bank Rakyat Indonesia (BRI) lainnya yang ada di Stabat yang masih memiliki masalah kredit macet atau bermasalah dalam pelaksanaan KUR-nya. Begitu juga

6 yang penulis ketahui bahwa BRI Cabang Stabat adalah BRI yang terbaik dalam penyaluran KUR di Provinsi Sumatera Utara. (Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Turkis Utama selaku Account Officer Program KUR dan Bapak Gatot Cahyo Purwodi selaku Pimpinan Cabang pada BRI Cabang Stabat). Sektor UMKM yang menjadi salah satu penggerak ekonomi nasional ini sangat membutuhkan akses permodalan. Dengan adanya KUR para pelaku UMKM menjadi mudah untuk memperoleh modal sehingga pada akhirnya dapat membantu mereka dalam menumbuhkembangkan usaha. Karena pentingnya KUR bagi UMKM, maka pelaksanaannya pun harus dilakukan sebaik mungkin. Oleh sebab itu, berdasarkan uraian di atas, saya tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Implementasi Kredit Usaha Rakyat dalam Mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Stabat 1.2. Fokus Masalah Dalam penelitian kualitatif ada yang disebut dengan batasan masalah. Batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut dengan fokus, yang berisi pokok masalah yang bersifat umum. Fokus itu merupakan domain tunggal atau beberapa domain yang terkait dari situasi sosial. Pada penelitian kualitatif, penemuan fokus berdasarkan hasil studi pendahuluan, pengalaman, referensi, dan disarankan oleh orang yang dipandang ahli. Fokus dalam penelitian kualitatif juga masih bersifat sementara dan akan berkembang di lapangan (Sugiyono, 2008: 290). Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui bagaimana implementasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Stabat. Penulis

7 memfokuskan penelitian ini pada implementasi Kredit Usaha Rakyat (KUR). Berjalannya implementasi KUR dengan baik akan membantu sektor UMKM dalam hal akses permodalan, yang mana modal merupakan komponen yang sangat penting untuk memulai dan mengembangkan usaha Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang menjadi perhatian penulis adalah: Bagaimana Implementasi Kredit Usaha Rakyat dalam mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Stabat? 1.4. Tujuan Penelitian Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau menjadi tujuan penelitian. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui implementasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Stabat; 2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang terjadi dalam proses implementasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Stabat.

8 1.5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah: 1. Manfaat subjektif. Sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis, dan metodologis penulis dalam menyusun berbagai kajian literatur untuk menjadikan suatu wacana baru dalam memperkaya khazanah kognitif. 2. Manfaat praktis. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat bagi instansi terkait sebagai masukan/sumbangan pemikiran demi peningkatan pelaksanaan program dan kebijakan. 3. Manfaat akademis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan memperkaya ragam penelitian yang telah dibuat oleh para mahasiswa bagi Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik serta dapat dijadikan bahan referensi bagi terciptanya suatu karya ilmiah Kerangka Teori Menurut Hoy dan Miskel (Sugiyono, 2008: 25) teori adalah seperangkat konsep, asumsi dan generalisasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam berbagai organisasi. Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut, seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilihnya. Sugiyono (2008) lebih lanjut menambahkan bahwa teori bagi peneliti kualitatif akan berfungsi sebagai bekal untuk bisa memahami konteks sosial secara lebih luas dan mendalam.

9 Kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok, subvariabel, atau pokok masalah yang ada dalam penelitian (Arikunto, 2007: 92). Sebagai landasan berpikir dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah yang ada, perlu adanya pedoman teoritis yang membantu dan sebagai bahan referensi dalam penelitian. Kerangka teori diharapkan dapat memberikan pemahaman yang jelas dan tepat bagi peneliti dalam memahami masalah yang diteliti Kebijakan Publik Pengertian Kebijakan Publik Definisi publik adalah mengenai orang atau masyarakat, dimiliki masyarakat, serta berhubungan dengan, atau mempengaruhi suatu bangsa, negara, atau komunitas ( Kata publik secara terminologi mengandung arti sekelompok orang atau masyarakat dengan kepentingan tertentu. Istilah publik merupakan aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial, atau setidaknya oleh tindakan bersama. Makna modern dari gagasan kebijakan dalam bahasa Inggris adalah seperangkat aksi atau rencana yang mengandung tujuan politik. Sejak periode pasca Perang Dunia II, kata policy mengandung makna kebijakan sebagai sebuah rationale, sebuah manifestasi dari penilaian penuh pertimbangan. Sebuah kebijakan adalah usaha untuk mendefinisikan dan menyusun basis rasional untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (Parsons, 2008: 14).

10 Pengertian kebijakan publik itu sendiri memiliki makna yang luas, masingmasing definisi memberi pendekatan yang berbeda-beda, karenanya diperlukan batasan-batasan ataupun konsep kebijakan publik. Usaha pemerintah untuk merespons kepentingan publik ini adalah yang disebut dengan kebijakan publik. Robert Eyestone mengatakan secara luas kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Konsep yang ditawarkan Eyestone ini mengandung pengertian yang begitu luas dan kurang pasti karena apa yang dimaksud dengan kebijakan publik dapat mencakup banyak hal (Winarno, 2008: 17). Carl Friedrich memandang kebijakan sebagai suatu arah tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan peluang-peluang terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu. Definisi ini mencakup dimensi yang luas karena kebijakan tidak hanya dipahami sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah, melainkan oleh kelompok ataupun individu. James Anderson mendefinisikan kebijakan sebagai arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah ataupun persoalan (Winarno, 2008: 17-19). Menurut Woll (Tangkilisan, 2003), kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Berdasarkan definisi tersebut, Woll menyatakan bahwa pengaruh dari tindakan atau aktivitas pemerintah tersebut ialah: (1) adanya pilihan kebijakan yang dibuat

11 oleh politisi, pegawai pemerintah atau yang lainnya dengan menggunakan kekuatan publik yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat; (2) ada output kebijakan, yakni dengan dibuatnya kebijakan, pemerintah dituntut membuat aturan, anggaran, personil, dan regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat; (3) adanya dampak kebijakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Menurut Thomas R. Dye, kebijakan adalah suatu pilihan pemerintah untuk menentukan langkah untuk berbuat atau tidak berbuat. Lasswel dan Kaplan melihat kebijakan itu sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Kebijakan itu tertuang dalam program yang diarahkan kepada pencapaian tujuan, nilai, dan praktek. Sehingga dapat dirumuskan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah dengan tujuan tertentu demi kepentingan masyarakat (Lubis, 2007: 6-9). Dari definisi tersebut dapat dinyatakan bahwa sebenarnya kebijakan publik secara sederhana merupakan aktivitas-aktivitas pemerintah yang memiliki tujuan dan memiliki pengaruh terhadap kehidupan masyarakat banyak atau publik, aktivitas yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah. Kebijakan publik menentukan bentuk suatu kehidupan setiap bangsa dan negara. Semua negara menghadapi masalah yang relatif sama, yang berbeda adalah bagaimana respons terhadap masalah tersebut. Respons ini yang disebut sebagai kebijakan publik. Dari penjelasan-penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa Kredit Usaha Rakyat adalah sebuah program yang dibuat oleh pemerintah sebagai bentuk aplikasi dari kebijakan publik yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan perekonomian rakyat.

12 Tahap-tahap Kebijakan Publik Proses kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang dikaji. Oleh karena itu beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik, membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik ke dalam beberapa tahap. Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan kita di dalam mengkaji kebijakan publik (Winarno, 2008: 32). Ada beberapa tahapan-tahapan proses penyusunan kebijakan publik. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut (Winarno, 2008: 32-34): 1. Tahap Penyusunan Agenda. Dalam tahap ini para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalahmasalah berkompetisi dulu untuk dapat masuk dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke dalam agenda kebijakan para perumus kebijakan. 2. Tahap Formulasi Kebijakan. Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berdasarkan alternatif-alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. 3. Tahap Adopsi Kebijakan. Melakukan adopsi salah satu alternatif kebijakan dari setiap alternatif yang terdapat dalam formulasi kebijakan dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

13 4. Tahap Implementasi Kebijakan. Keputusan kebijakan yang telah diambil dalam adopsi kebijakan yang memang dapat dianggap sebagai kebijakan yang terbaik dalam pemecahan suatu masalah harus diimplementasikan. Implementasi kebijakan dilakukan oleh badan-badan administrasi negara maupun agen-agen pemerintahan di tingkat bawah yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia. 5. Tahap Evaluasi Kebijakan. Tahap ini dilakukan untuk melihat sejauh mana sebuah kebijakan mampu memecahkan masalah dengan menggunakan kriteriakriteria sebagai dasar untuk melihat dampak kebijakan yang telah diimplementasikan. Dalam pandangan Ripley (Subarsono, 2005: 11), tahapan kebijakan publik digambarkan sebagai berikut: Gambar 1.1. Tahapan Kebijakan Publik Penyusunan Agenda Hasil Agenda Pemerintah Formulasi & Legitimasi Kebijakan Diikuti Hasil Kebijakan Implementasi Kebijakan Diperlukan Hasil Tindakan Kebijakan Mengarah ke Evaluasi terhadap implementasi, kinerja, dan dampak kebijakan Diperlukan Kinerja dan Dampak Kebijakan Kebijakan Baru Sumber: Subarsono, 2005: 11

14 Implementasi Pengertian Implementasi Kebijakan Studi implementasi adalah studi perubahan yang terjadi dan perubahan bisa dimunculkan, juga merupakan studi tentang mikrostruktur dari kehidupan politik yaitu organisasi di luar dan di dalam sistem politik menjalankan urusan mereka dan berinteraksi satu sama lain dan motivasi yang membuat bertindak secara berbeda (Parsons, 2008: 463). Dalam setiap perumusan suatu tindakan apakah itu menyangkut program maupun kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksanaan atau implementasi, karena suatu kebijaksanaan tanpa diimplementasikan maka tidak akan banyak berarti. Implementasi merupakan tahapan yang penting karena menentukan apakah kebijakan yang ditempuh telah benar-benar applicable di lapangan dan berhasil untuk menghasilkan output dan outcome seperti yang telah direncanakan. Seperti yang dikemukakan oleh Grindle (Wahab, 1990: 59), implementasi kebijakan bukanlah sekedar bersangkut-paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan, dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan. Oleh sebab itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan aspek yang terpenting dari keseluruhan proses kebijakan. Ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara perumusan kebijakan dengan implementasi kebijakan, dalam arti, walaupun perumusan dilakukan dengan sempurna, namun apabila proses

15 implementasi tidak bekerja sesuai persyaratan, maka kebijakan yang semula baik akan menjadi jelek dan begitu pula sebaliknya. Sesuai dengan hal tersebut, Van Meter dan Van Horn (Winarno, 2008: 146) mengemukakan: Implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (kelompok-kelompok pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya. Standar dan sasaran kebijakan didasarkan pada kepentingan utama terhadap faktor-faktor yang menentukan pencapaian kebijakan. Mengidentifikasi indikator-indikator pencapaian merupakan tahap yang krusial dalam analisis implementasi kebijakan. Indikator-indikator pencapaian ini menilai sejauh mana ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan telah direalisasikan. Dampak kondisi-kondisi ekonomi, sosial, dan politik pada kebijakan publik merupakan pusat perhatian yang besar selama dasawarsa yang lalu. Para peminat perbandingan politik dan kebijakan publik secara khusus tertarik dalam mengidentifikasikan pengaruh variabel-variabel lingkungan pada hasil-hasil kebijakan. Faktor-faktor implementasi keputusan-keputusan kebijakan mendapat perhatian yang kecil, namun menurut Van Meter dan Van Horn, faktor-faktor ini mempunyai efek mendalam terhadap pencapaian badan-badan pelaksana. Sedangkan menurut Edward (2003: 1) Implementasi kebijakan adalah salah satu tahap kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu dapat mengalami

16 kegagalan sekalipun kebijakan itu diimplementasikan dengan sangat baik, dapat mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut kurang diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan. Selanjutnya Jones (1994) mengemukakan: Implementasi adalah suatu proses interaktif antara suatu perangkat tujuan dengan tindakan atau bersifat interaktif dengan kegiatan-kegiatan kebijaksanaan yang mendahuluinya, dengan kata lain implementasi merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program dengan pilar-pilar organisasi, interpretasi dan pelaksanaan. Sedangkan menurut Mazmanian dan Sabatier (Nugroho, 2006), menjelaskan lebih lanjut tentang konsep implementasi kebijakan sebagai berikut: Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yaitu kejadian-kejadian atau kegiatan yang timbul setelah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan negara, yaitu mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian. Drucker (Eriza, 2006) merumuskan bahwa implementasi merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah digariskan terlebih dahulu. Sedangkan Wibawa (Tangkilisan, 2003: 20) berpendapat bahwa implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah.

17 Model-model Implementasi Untuk mempermudah dalam memahami dan mengimplementasikan suatu kebijakan, terdapat beberapa model, antara lain: A. Model Meter dan Horn Meter dan Horn (Wibawa, 1994: 19) merumuskan sebuah abstraksi yang memperlihatkan hubungan antar berbagai faktor yang mempengaruhi hasil atau kinerja suatu kebijakan. Kinerja yang tinggi berlangsung dalam antar hubungan berbagai faktor sebagaimana terlihat pada bagan. Gambar 1.2. Bagan Model Implementasi Kebijakan Menurut Meter dan Horn Standar dan sasaran kebijakan Sumber daya Komunikasi antar organisasi dan pengukuran aktivitas Karakteristik organisasi komunikasi antar organisasi Sikap pelaksana Kinerja Kebijakan Kondisi sosial ekonomi dan politik Sumber: Wibawa, 1994: 19

18 Model ini menjelaskan tentang hubungan-hubungan antara variabelvariabel bebas. Variabel-variabel tersebut dijelaskan oleh Van Meter dan Van Horn (Winarno, 2008: 145) sebagai berikut: 1. Ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan Variabel ini didasarkan pada kepentingan utama terhadap faktor-faktor yang menentukan kinerja kebijakan. Menurut Van Meter dan Horn, identifikasi indikator-indikator kinerja merupakan tahap yang krusial dalam analisis implementasi kebijakan. Indikator-indikator kinerja ini menilai sejauh mana ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan direalisasikan. Ukuranukuran dasar dan tujuan-tujuan berguna dalam menguraikan tujuan-tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh, maka ukuran-ukuran dan tujuantujuan dirumuskan secara spesifik dan konkret. 2. Sumber-sumber kebijakan Sumber-sumber layak mendapatkan perhatian karena menunjang keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber-sumber yang dimaksud mencakup dana atau perangsang (incentive) lain yang mendorong dan memperlancar implementasi yang efektif. 3. Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksana Implementasi akan berjalan efektif bila ukuran-ukuran dan tujuan dipahami oleh individu-individu yang bertanggung jawab dalam kinerja kebijakan. Dengan begitu sangat pentingnya untuk memberi perhatian yang besar kepada kejelasan ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan kebijakan, ketepatan komunikasi badannya dengan para pelaksana, dan konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan-tujuan yang dikomunikasikan

19 dengan berbagai sumber informasi. Ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan tidak dapat dilaksanakan kecuali jika ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan itu dinyatakan dengan cukup jelas, sehingga para pelaksana dapat mengetahui apa yang diharapkan dari ukuran-ukuran tersebut. 4. Karakteristik badan pelaksana Dalam melihat karakteristik badan-badan pelaksana, tidak bisa dilepaskan dari struktur birokrasi. Struktur birokrasi diartikan sebagai karakteristik-karakteristik, norma-norma, dan pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dengan menjalankan kebijakan. Komponen dari modal ini terdiri dari ciri-ciri struktur formal dari organisasi dan atribut-atribut yang tidak formal dari personil mereka. 5. Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan dalam ranah implementasi dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi kebijakan itu sendiri. 6. Kecenderungan pelaksanaan Arah kecenderungan pelaksanaan terhadap ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan merupakan suatu hal yang sangat penting. Penerimaan terhadap ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan yang diterima secara luas oleh pelaksana kebijakan akan menjadi pendorong keberhasilan bagi implementasi kebijakan. 7. Kaitan antara komponen-komponen model Komponen yang dimaksud di sini adalah ukuran-ukuran dasar dan tujuan, komunikasi antar organisasi, dan kegiatan-kegiatan pelaksanaannya,

20 karakteristik dari badan pelaksana dan kecenderungan para pelaksana yang semuanya saling berkaitan dalam mengimplementasikan kebijakan. 8. Masalah kapasitas Kapasitas merupakan salah satu faktor yang berpengaruh bagi implementasi kebijakan. Hal ini menyangkut staf yang terlatih dan banyaknya pekerjaan yang dikerjakan, sumber-sumber keuangan dan hambatan-hambatan yang bisa menjadikan implementasi kebijakan tidak berjalan dengan baik. B. Model Mazmanian dan Sabatier Model yang kedua adalah model yang dikembangkan oleh Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier (Nugroho, 2006: 629) yang mengemukakan bahwa implementasi adalah upaya melaksanakan keputusan kebijakan. Model Mazmanian dan Sabatier ini disebut Model Kerangka Analisis Implementasi (a frame work for implementation analysis). Mazmanian-Sabatier mengklasifikasikan proses implementasi kebijakan ke dalam tiga variabel (Nugroho, 2006: 629), yaitu: 1. Variabel Independen Mudah-tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman objek, dan perubahan seperti apa yang dikehendaki. 2. Variabel Intervening Diartikan sebagai kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan, dipergunakannya teori kausal, ketetapan alokasi sumber dana, keterpaduan hierarki di antara lembaga pelaksana, aturan pelaksanaan dari lembaga

21 pelaksana, dan perekrutan pejabat pelaksana yang memiliki keterbukaan kepada pihak luar, variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi yang berkenaan dengan indikator kondisi sosio-ekonomi dan teknologi, dukungan publik, sikap dan sumber konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi, serta komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana. 3. Variabel Dependen Yaitu tahapan dalam proses implementasi kebijakan publik dengan lima tahapan, yang terdiri dari: (1) pemahaman dari lembaga/badan pelaksana dalam bentuk disusunnya kebijakan pelaksana (2) kepatuhan objek (3) hasil nyata (4) penerimaan atas hasil nyata (5) tahapan yang mengarah pada revisi atas kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan, baik sebagian maupun keseluruhan kebijakan yang bersifat mendasar. C. Model George C. Edwards III Menurut Edwards (Winarno, 2008: 174), studi implementasi kebijakan adalah krusial bagi public administration dan publik policy. Implementasi kebijakan adalah tahap antara pembentukan kebijakan dan konsekuensikonsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin akan mengalami kegagalan sekalipun kebijakan itu diimplementasikan dengan sangat baik. Sementara itu suatu kebijakan yang cemerlang mungkin juga akan mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut kurang diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan.

22 Dalam mengkaji implementasi kebijakan, Edwards mulai dengan mengajukan dua buah pertanyaan, yakni : prakondisi-prakondisi apa yang diperlukan sehingga suatu implementasi kebijakan berhasil? Dan hambatanhambatan utama apa yang mengakibatkan suatu implementasi gagal. Edwards berusaha menjawab kedua pertanyaan penting ini dengan membicarakan empat faktor atau variabel krusial dalam implementasi kebijakan. Faktor atau variabel tersebut adalah komunikasi, sumber daya, kecenderungan-kecenderungan atau tingkah laku-tingkah laku dan struktur organisasi. Menurut Edwards III, oleh karena empat faktor yang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan bekerja secara simultan dan berinteraksi satu sama lain untuk membantu dan menghambat implementasi kebijakan, maka pendekatan yang ideal adalah dengan cara merefleksikan kompleksitas ini dengan membahas semua faktor tersebut sekaligus. Untuk memahami suatu implementasi kebijakan perlu menyederhanakan, dan untuk menyederhanakan perlu merinci penjelasanpenjelasan tentang implementasi dalam komponen-komponen utama. Patut diperhatikan di sini bahwa implementasi dari setiap kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis yang mencakup banyak interaksi dari banyak variabel. Oleh karenanya tidak ada variabel tunggal dalam proses implementasi, sehingga perlu dijelaskan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel yang lain dan bagaimana variabel-variabel ini mempengaruhi proses implementasi kebijakan. 1. Komunikasi Secara umum, Edwards membahas tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan, yakni transmisi, konsistensi dan kejelasan. Menurut Edwards, pra-syarat pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah

23 bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang mereka lakukan. Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan itu dapat diikuti. Tentu saja komunikasi-komunikasi harus akurat dan harus dimengerti dengan cermat oleh para pelaksana. Komunikasi juga menunjuk bahwa setiap kebijakan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika terjadi komunikasi yang efektif antara pelaksana program (kebijakan) dengan para kelompok sasaran (target group). Tujuan dana sasaran dari program/kebijakan dapat disosialisasikan secara baik sehingga dapat menghindari adanya distorsi atas kebijakan dan program. Ini menjadi penting karena semakin tinggi pengetahuan kelompok atas program maka akan mengurangi tingkat penolakan dan kekeliruan dalam mengaplikasikan program dan kebijakan dalam ranah yang sesungguhnya. Berikut akan dijelaskan lebih rinci unsur dari komunikasi, yaitu: a. Transmisi Faktor utama yang berpengaruh terhadap komunikasi kebijakan adalah transmisi. Sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan, ia harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan satu perintah untuk pelaksanaannya telah dikeluarkan. Hal ini tidak selalu merupakan proses yang langsung sebagaimana tampaknya. Banyak sekali ditemukan keputusan-keputusan tersebut diabaikan atau jika tidak demikian, sering kali terjadi kesalahpahaman terhadap keputusan-keputusan yang dikeluarkan. Ada beberapa hambatan yang timbul dalam mentransmisikan perintah implementasi. 1) Pertentangan pendapat antara para pelaksana dengan

24 perintah yang dikeluarkan oleh pengambil kebijakan. Pertentangan terhadap kebijakan ini akan menimbulkan hambatan atau distorsi seketika terhadap komunikasi kebijakan. Hal ini terjadi karena para pelaksana menggunakan keleluasaan yang tidak dapat mereka elakkan dalam melaksanakan keputusan-keputusan dan perintah umum. 2) Informasi melewati berlapislapis hierarki birokrasi. Penggunaan sarana komunikasi yang tidak langsung mungkin juga mendistorsikan perintah-perintah pelaksana. b. Kejelasan Jika kebijakan-kebijakan diimplementasikan sebagaimana yang diinginkan, maka petunjuk-petunjuk pelaksana tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana kebijakan, tetapi juga komunikasi kebijakan tersebut harus jelas. Namun demikian, ketidakjelasan pesan komunikasi kebijakan tidak selalu menghalangi implementasi. Pada tataran tertentu, para pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Edwards mengidentifikasikan enam faktor yang mendorong terjadinya ketidakjelasan komunikasi kebijakan, yaitu: kompleksitas kebijakan publik, keinginan untuk tidak mengganggu kelompok-kelompok masyarakat, kurangnya konsensus mengenai tujuan-tujuan kebijakan, masalah-masalah dalam memulai suatu kebijakan baru, menghindari pertanggungjawaban kebijakan, dan sifat pembuatan kebijakan pengadilan. c. Konsistensi Jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintahperintah pelaksanaan harus konsisten. Perintah-perintah implementasi kebijakan yang tidak konsisten akan mendorong para pelaksana mengambil

25 tindakan yang sangat longgar dalam menafsirkan dan mengimplementasikan kebijakan. Bila hal ini terjadi maka akan berakibat pada ketidakefektivan implementasi kebijakan. Menurut Edwards dengan menyelidiki hubungan antara komunikasi dan implementasi maka kita dapat mengambil generalisasi, yakni bahwa semakin cermat keputusan-keputusan dan perintah-perintah pelaksanaan diteruskan kepada mereka yang harus melaksanakannya, maka semakin tinggi probabilitas keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah pelaksanaan tersebut dilaksanakan. 2. Sumber Daya Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan, maka implementasi ini pun cenderung tidak efektif. Dengan demikian, sumber daya dapat menjadi faktor yang penting dalam melaksanakan kebijakan publik. Sumber daya yang penting meliputi staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menerjemahkan usul-usul di atas kertas guna melaksanakan pelayanan publik. a. Staf Barangkali sumber yang paling penting dalam melaksanakan kebijakan adalah staf. Satu hal yang harus diingat adalah bahwa jumlah tidak selalu mempunyai efek positif bagi implementasi kebijakan. Kasus rendahnya pelayanan birokrasi di Indonesia menjadi contoh kasus yang dapat

26 digunakan untuk menjelaskan proporsi ini. Pelayanan publik di Indonesia sering kali dinyatakan lamban dan cenderung tidak efisien. Penyebabnya bukan terletak pada jumlah staf yang menangani pelayanan publik tersebut, tetapi lebih pada kurangnya sumber daya manusia dan rendahnya motivasi para pegawai. Dengan demikian tidaklah cukup hanya dengan jumlah pelaksana yang memadai, namun harus disertai dengan keterampilanketerampilan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan. Salah satu masalah yang dihadapi oleh pemerintah adalah sedikitnya pejabat yang mempunyai keterampilan-keterampilan pengelolaan. Sering kali mereka yang mempunyai latar belakang profesional yang dinaikkan pangkatnya sampai mereka menjadi administrator-administrator. Lagi pula mereka sering kali tidak mempunyai keahlian pengelolaan bagi kedudukan mereka yang baru. Latihan atau training yang diberikan kepada para pelaksana ini sangat minim, sehingga kemampuan profesional mereka mengalami kenaikan yang cukup lambat. Sementara itu pejabat-pejabat di tingkat atas, yaitu pejabat yang dipilih berdasarkan politik mempunyai kedudukan yang relatif singkat sehingga kurang menanamkan kemampuan jangka panjang. Kurangnya keterampilan-keterampilan pengelolaan merupakan masalah besar yang dihadapi oleh pemerintah daerah. Hal ini disebabkan oleh minimnya sumber daya yang digunakan untuk latihan profesional. Faktor lain adalah kesulitan dalam merekrut dan mempertahankan administratoradministrator yang kompeten karena umumnya gaji, prestise dan jaminan kerja mereka yang rendah. Dalam banyak kasus, rendahnya jaminan kerja telah mendorong banyak orang untuk menghindari pekerjaan di birokrasi

27 pemerintah. Orang-orang yang mempunyai kemampuan cenderung bekerja di sektor swasta atau di luar pemerintah karena mempunyai jaminan kerja yang baik. b. Informasi Informasi merupakan sumber penting kedua dalam implementasi kebijakan. Informasi mempunyai dua bentuk. Pertama, informasi mengenai bagaimana melaksanakan suatu kebijakan. Pelaksana-pelaksana perlu mengetahui apa yang dilakukan dan bagaimana mereka harus melakukannya. Bentuk kedua dari informasi ini adalah data tentang ketaatan personil-personil lain terhadap peraturan-peraturan pemerintah. Pelaksana-pelaksana harus mengetahui apakah orang-orang lain yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan ini menaati undang-undang ataukah tidak. Kurangnya pengetahuan tentang bagaimana mengimplementasikan beberapa kebijakan mempunyai beberapa konsekuensi langsung, antara lain 1) Beberapa tanggung jawab secara sungguh-sungguh tidak akan dapat dipenuhi atau tidak dapat dipenuhi tepat pada waktunya. 2) Ketidakefisienan. Kebijakan yang tidak tepat menyebabkan unit-unit pemerintah lain atau organisasiorganisasi dalam sektor swasta membeli perlengkapan, mengisi formulir atau menghentikan kegiatan-kegiatan yang tidak diperlukan. c. Wewenang Wewenang ini akan berbeda-beda dari satu program ke program lainnya serta mempunyai banyak bentuk yang berbeda. Namun demikian, dalam beberapa hal suatu badan mempunyai wewenang yang terbatas atau kekurangan wewenang untuk melaksanakan suatu kebijakan dengan tepat.

28 Bila wewenang formal tidak ada, atau sering disebut dengan wewenang di atas kertas, sering kali salah dimengerti oleh para pengamat dengan wewenang yang efektif. Padahal keduanya mempunyai perbedaan yang substansial. Wewenang di atas kertas atau wewenang formal adalah suatu hal, sedangkan apakah wewenang tersebut digunakan secara efektif adalah hal lain. Dengan demikian, bisa saja terjadi suatu badan mempunyai wewenang formal yang besar, namun tidak efektif dalam menggunakan wewenang tersebut. Menurut Edwards kita dapat memahami mengapa hal ini terjadi dengan menyelidiki salah satu dari sanksi-sanksi yang paling potensial merusak dari yurisdiksi-yurisdiksi tingkat tinggi, yakni wewenang menarik kembali dana dari suatu program. Lindblom mengemukakan beberapa ciri kewenangan, yakni: kewenangan selalu bersifat khusus; kewenangan, baik sukarela maupun paksaan, merupakan konsesi dari mereka yang mau tunduk; kewenangan itu rapuh; dan yang terakhir, kewenangan diakui karena berbagai sebab. Menurut Lindblom, sebab-sebab kewenangan terdiri dari dua hal pokok, yakni: pertama, sebagian orang beranggapan bahwa mereka lebih baik jika ada seseorang yang memerintah. Kewenangan mungkin juga ada karena adanya ancaman, teror, dibujuk, diberi keuntungan dan lain sebagainya. d. Fasilitas-fasilitas Fasilitas fisik mungkin juga merupakan sumber daya penting dalam implementasi. Seorang pelaksana mungkin memiliki staf yang memadai, mungkin memahami apa yang harus dilakukan dan mungkin mempunyai wewenang untuk melakukan tugasnya, tetapi tanpa bangunan sebagai kantor

29 untuk melakukan koordinasi, tanpa perlengkapan, tanpa perbekalan, maka besar kemungkinan implementasi yang dicanangkan tidak akan berhasil. 3. Disposisi Disposisi menunjuk karakteristik yang menempel erat kepada implementor kebijakan/program. Karakter yang dimiliki oleh implementor adalah kejujuran, komitmen, dan demokrasi. Implementor yang memiliki komitmen tinggi dan jujur akan senantiasa bertahan di antara hambatan yang ditemui dalam program/kebijakan. Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam arus program yang telah digariskan dalam guideline program. 4. Struktur Organisasi Struktur organisasi menjadi sangat penting dalam implementasi kebijakan. Aspek struktur organisasi ini mencakup dua hal penting, pertama adalah mekanisme dan kedua yaitu struktur organisasi pelaksana itu sendiri. Mekanisme implementasi program biasanya sudah ditetapkan melalui Standard Operational Procedure (SOP) yang dicantumkan dalam guideline program. SOP yang baik mencantumkan kerangka kerja yang jelas, sistematis, tidak berbelit dan mudah dipahami oleh siapa pun, karena akan menjadi acuan dalam bekerjanya implementor. Sedangkan struktur organisasi pelaksana pun sejauh mungkin menghindari hal yang berbelit, panjang, dan kompleks. Struktur organisasi pelaksana harus dapat menjamin adanya pengambilan keputusan atas kejadian luar biasa dalam program secara tepat. Model implementasi George C. Edwards III inilah yang akan digunakan penulis di lapangan untuk menganalisis proses implementasi Kredit Usaha Rakyat

30 pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Stabat dalam mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Alasan penulis menggunakan model ini adalah karena variabel ataupun indikator yang dikemukakan oleh George C. Edwards III merupakan variabel yang bisa menjelaskan secara komprehensif tentang kinerja implementasi dan dapat lebih konkret dalam menjelaskan proses implementasi yang sebenarnya Kredit Usaha Rakyat Latar Belakang Kredit Usaha Rakyat Ketersediaan lapangan pekerjaan pada sektor formal yang terbatas serta krisis ekonomi yang kerap melanda Indonesia membuat masyarakat harus berjuang lebih keras lagi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Hal ini mendorong masyarakat untuk membuka lapangan pekerjaan baru bagi dirinya dan orang lain dengan mendirikan usaha sendiri di luar sektor formal. Usaha-usaha dengan skala tidak terlalu besar inilah yang kemudian disebut Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Usaha ini dapat bergerak dalam bidang perdagangan, jasa, konstruksi, transportasi, dan industri, serta jenis usaha lainnya. UMKM ini telah terbukti dapat bertahan dalam krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997 dan memiliki kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, di tengah pertumbuhannya, sektor UMKM yang diharapkan tersebut tidak bertumbuh secepat dan seluas yang diharapkan. Hal ini dikarenakan tidak semua masyarakat mampu mendirikan dan mengembangkan UMKM. Faktor utama ketidakmampuan masyarakat untuk mendirikan atau mengembangkan UMKM adalah keterbatasan modal. Di sinilah peran pemerintah kembali

31 diharapkan untuk mengatasi masalah permodalan tersebut. Dan pada akhirnya, Pemerintah sebagai pembuat kebijakan menjawab masalah tersebut dengan mengeluarkan suatu kebijakan, yaitu yang sampai saat ini populer dengan sebutan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau investasi kepada UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di bidang usaha yang produktif dan layak namun belum bankable (yang belum dapat memenuhi persyaratan perkreditan/pembiayaan dari bank) yang sebagian dijamin oleh Perusahaan Penjamin ( KUR merupakan bagian integral dari pelaksanaan kebijakan INPRES 6/2007 tentang Percepatan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM. KUR sendiri pertama kali diluncurkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 05 November Implementasinya berpangkal pada Nota Kesepahaman Bersama antara Instansi/departemen teknis, perbankan, dan perusahaan penjaminan. KUR merupakan aktualisasi dari siasat inovatif untuk menciptakan hubungan yang saling melengkapi dan saling mengisi antara sektor finansial dan sektor riil. Terstruktur sebagai sindikasi pembiayaan nasional yang bersifat lintas fungsional, lintas sektoral, dan lintas regional; bersentuhan langsung dengan aspek makro dan mikro ekonomi; dan berorientasi pada keselarasan antara segi pertumbuhan dan pemerataan. KUR dimaksudkan untuk memperkuat kemampuan permodalan UMKM melalui penerapan skim penjaminan kredit. Penyaluran KUR dilaksanakan secara serempak oleh BRI, BNI, BTN, Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, dan BUKOPIN; dan terhadap penyaluran KUR itu, pemerintah memberikan jaminan sebesar 70% melalui Perum Jaminan Kredit Indonesia

32 (JAMKRINDO) dan PT. Asuransi Kredit Indonesia (ASKRINDO). KUR bersumber dari dana perbankan, disediakan untuk keperluan modal kerja dan investasi; dan disalurkan kepada pelaku UMKM perorangan dan atau kelompok usaha dalam wadah koperasi, yang memiliki usaha feasible tetapi belum bankable ( ). Perkembangan pelaksanaan KUR, sangat ditentukan oleh terselenggaranya koordinasi yang melibatkan tiga unsur berikut: ( a. Unsur instansi/departemen pembina meliputi Menko Perekonomian, Kementrian Koperasi dan UKM, Departemen Pertanian, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Perindustrian, Departemen Kehutanan, dan instansi/departemen terkait lainnya, di tingkat pusat dan daerah. b. Unsur perbankan terdiri dari: Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank BUKOPIN, dan Bank Syariah Mandiri. c. Unsur lembaga penjaminan terdiri dari: JAMKRINDO dan ASKRINDO. Kegiatan yang dikoordinasikan meliputi: (i) penyiapan UMKM sesuai dengan kewenangan instansi pembina; (ii) penetapan kebijakan dan prioritas bidang usaha UMKM; (iii) pelaksanaan penyaluran KUR dengan pihak perbankan dan lembaga penjaminan; dan (iv) penetapan kebijakan penjaminan. Dalam siklus koordinasi itu, Komite Kebijakan Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang dibentuk oleh Menko Perekonomian, merupakan penyedia stimulus fiskal (dalam bentuk penjaminan yang bersumber dari APBN). Komite kebijakan ini amat menentukan kelancaran penyaluran KUR kepada UMKM serta menentukan keberhasilan bank pelaksana dan lembaga penjaminan dalam mencapai target yang telah ditetapkan

33 ( df ) Kebijakan Penyaluran Kredit Usaha Rakyat Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Inpres No. 6 tanggal 08 Juni 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM yang diikuti dengan adanya Nota Kesepahaman Bersama antara Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 09 Oktober 2007 dengan ditandai peluncuran Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada UMKM. Pada tanggal 05 November 2007, Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan kredit bagi UMKM dengan pola penjaminan dengan nama Kredit Usaha Rakyat (KUR). Peluncuran tersebut merupakan tindak lanjut dari ditandatanganinya Nota Kesepahaman Bersama (MoU) pada tanggal 09 Oktober 2007 tentang Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi antara Pemerintah (Menteri Negara Koperasi dan UKM, Menteri Keuangan, Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perindustrian, Perusahaan Penjamin (Perum Sarana Pengembangan Usaha dan PT Asuransi Kredit Indonesia) dan Perbankan (Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank Bukopin, dan Bank Syariah Mandiri). KUR ini didukung oleh Kementrian Negara BUMN, Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian serta Bank Indonesia ( ). Landasan Operasional KUR (Retnadi, 2008) adalah Inpres No. 6 tanggal 08 Juni 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM dan Nota Kesepahaman Bersama antara Departemen

34 Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 09 Oktober Pihak yang terkait terdiri atas: Unsur Pemerintah (6 Menteri), Unsur Perbankan (6 Bank), dan Perusahaan Penjamin Kredit dengan fungsinya masing-masing. Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1.1. Pihak-pihak yang Terlibat dalam KUR serta Fungsinya Para Pihak Pemerintah (6 Menteri) Departemen Keuangan Departemen Pertanian Departemen Kehutanan Departemen Kelautan dan Perikanan Departemen Perindustrian Kementrian Negara KUKM Perbankan (6 Bank) Bank BRI, Bank Mandiri, BNI, Bank BTN, Bukopin, Bank Syariah Mandiri Perusahaan Penjamin Kredit Fungsi a. Membantu dan mendukung pelaksanaan pemberian kredit/pembiayaan berikut penjaminan kredit/pembiayaannya kepada UMKM dan Koperasi. b. Mempersiapkan UMKM dan Koperasi yang melakukan usaha produktif yang bersifat individu, kelompok, kemitraan dan/atau cluster untuk dapat dibiayai dengan kredit/pembiayaan. c. Menetapkan kebijakan dan prioritas bidang usaha yang akan menerima kredit/pembiayaan. d. Melakukan pembinaan dan pendampingan selama masa kredit/pembiayaan. e. Memfasilitasi hubungan antara UMKM dan Koperasi dengan pihak lainnya seperti perusahaan inti/off taker yang memberikan kontribusi dan dukungan kelancaran usaha. Melakukan penilaian kelayakan usaha dan memutuskan pemberian kredit/pembiayaan sesuai ketentuan yang berlaku.

I. PENDAHULUAN. Negara memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan masyarakatnya,

I. PENDAHULUAN. Negara memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan masyarakatnya, I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Negara memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan masyarakatnya, hampir tidak satupun aspek kehidupan masyarakat yang tidak tersentuh atau dipengaruhi oleh negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (UMKMK), penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan,

BAB I PENDAHULUAN. (UMKMK), penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK), penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan, Pemerintah menerbitkan Paket

Lebih terperinci

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu pilar perekonomian yang sangat berpotensi untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Skala Usaha, Jumlah, dan Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia Tahun 2006 s.d. 2007

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Skala Usaha, Jumlah, dan Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia Tahun 2006 s.d. 2007 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) semakin mendapatkan perhatian terutama dari pelaku agribisnis. Perhatian ini didasari karena sektor UMKM mampu bertahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arah peningkatan taraf hidup masyarakat. sangat vital, seperti sebuah jantung dalam tubuh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. arah peningkatan taraf hidup masyarakat. sangat vital, seperti sebuah jantung dalam tubuh manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat menunjang sekaligus berdampak kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inovatif dalam mengembangkan dan memperoleh sumber-sumber dana. baru. Dengan liberalisasi perbankan tersebut, sektor perbankan

BAB I PENDAHULUAN. inovatif dalam mengembangkan dan memperoleh sumber-sumber dana. baru. Dengan liberalisasi perbankan tersebut, sektor perbankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga perbankan, seperti juga lembaga perasuransian, dana pensiun, dan pegadaian merupakan suatu lembaga keuangan yang menjembatani antara pihak yang berkelebihan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi:

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Implementasi Kebijakan Publik a. Konsep Implementasi: Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) selama ini diakui berbagai pihak cukup besar dalam perekonomian nasional. Beberapa peran strategis UMKM menurut Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas

BAB I PENDAHULUAN. dana masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tatanan perekonomian global telah memperkuat posisi perbankan sebagai pilar utama dalam menunjang pertumbuhan ekonomi baik secara internasional maupun nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama masalah dalam kemiskinan yang dialami oleh setiap negara,

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama masalah dalam kemiskinan yang dialami oleh setiap negara, BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah universal yang hampir dialami oleh seluruh negara di dunia ini. Pembangunan yang tidak merata hampir menjadi penyebab utama masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia sekarang ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia sekarang ini tengah melaksanakan pembangunan di berbagai bidang terutama perekonomian. Pembangunan perekonomian Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan salah satu sektor usaha yang paling banyak diminati oleh para pelaku usaha dan cukup prospektif untuk dikembangkan. UMKM dalam

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I.PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang 1. Latar Belakang I.PENDAHULUAN Indonesia adalah negara dengan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Petani di Indonesia terdiri dari bermacam-macam jenis, antara lain petani perkebunan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem keuangan negara-negara berkembang termasuk Indonesia berbasiskan perbankan (bank based). Hal ini tercermin pada besarnya pembiayaan sektor riil yang bersumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung pada perkembangan dinamis dan kontribusi nyata dari sektor perbankan. Pasca krisis ekonomi dan moneter di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kerja Praktek. Mayoritas usaha yang ada di Indonesia adalah usaha kecil yang dikelola

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kerja Praktek. Mayoritas usaha yang ada di Indonesia adalah usaha kecil yang dikelola BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerja Praktek Mayoritas usaha yang ada di Indonesia adalah usaha kecil yang dikelola secara perorangan yang disebut UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah). Menurut

Lebih terperinci

ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI INDONESIA PERIODE NOVEMBER 2012 APRIL 2014

ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI INDONESIA PERIODE NOVEMBER 2012 APRIL 2014 ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI INDONESIA PERIODE NOVEMBER 2012 APRIL 2014 Aditya Wardhana 1), Cut Irna Setiawati 2) 1) Administrsi Bisnis, Telkom University Jl. Telekomunikasi

Lebih terperinci

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011 PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011 1 Peran UMKMK Jumlah pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sebanyak 51,3 juta unit usaha UMKM menyerap tenaga

Lebih terperinci

Evaluasi Implementasi Kebijakan Kredit Usaha Rakyat Dalam Rangka Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan, Koperasi (UMKMK).

Evaluasi Implementasi Kebijakan Kredit Usaha Rakyat Dalam Rangka Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan, Koperasi (UMKMK). 1 Evaluasi Implementasi Kebijakan Kredit Usaha Rakyat Dalam Rangka Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan, Koperasi (UMKMK). 1 Endik Hidayat 2 /1406518004 Universitas Indonesia Abstrak Tulisan ini

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan di berbagai bidang yang berpedoman pada Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan di berbagai bidang yang berpedoman pada Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara berkembang yang sekarang ini sedang melaksanakan pembangunan di berbagai bidang yang berpedoman pada Undangundang Dasar 1945 alinea 4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan dalam banyak hal. Baik itu dari segi pemerintahan, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan dalam banyak hal. Baik itu dari segi pemerintahan, pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini menjadi negara yang masih tergolong miskin dan kekurangan dalam banyak hal. Baik itu dari segi pemerintahan, pendidikan maupun ekonomi. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 dan telah berkembang menjadi krisis ekonomi dan multidimensi, pertumbuhan ekonomi nasional relatif masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah

BAB I PENDAHULUAN. orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintahan didalam suatu negara merupakan organisasi atau wadah orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah kenegaraan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keputusan atau usulan-usulan dari para pembuat kebijakan. Para ahli administrasi

TINJAUAN PUSTAKA. keputusan atau usulan-usulan dari para pembuat kebijakan. Para ahli administrasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Definisi Kebijakan Publik Dewasa ini, kebijakan publik menjadi suatu hal yang tidak asing lagi bahkan di kalangan masyarakat awam. Setiap saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibanding usaha besar yang hanya mencapai 3,64 %. Kontribusi sektor

BAB I PENDAHULUAN. dibanding usaha besar yang hanya mencapai 3,64 %. Kontribusi sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya kebijakan yang dibuat oleh pemerintah itu semata-mata ditujukan untuk membawa pada suatu keadaan perekonomian yang diharapkan. Hal ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Menengah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (KSP), UMKM mampu menyerap 99,9 persen tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Menengah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (KSP), UMKM mampu menyerap 99,9 persen tenaga kerja di Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal bulan September 2015, pemerintah menerbitkan paket kebijakan ekonomi untuk mendorong perekonomian nasional. Kebijakan tersebut ditujukan kepada sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melanda bangsa Indonesia pada tahun konvensional, sehingga memilih untuk berhubungan dengan lembaga

BAB I PENDAHULUAN. melanda bangsa Indonesia pada tahun konvensional, sehingga memilih untuk berhubungan dengan lembaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, keberhasilannya banyak ditopang oleh kegiatan usaha riil berskala kecil atau mikro. Hal itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serangan krisis. Pada tabel penyerapan tenaga kerja BPS, pada tahun 1997

BAB I PENDAHULUAN. serangan krisis. Pada tabel penyerapan tenaga kerja BPS, pada tahun 1997 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu barometer bagi perekonomian nasional (Marantika, 2013). Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan dan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi diartikan sebagai suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan yang dilakukan

Lebih terperinci

A. Kesimpulan BAB I PENDAHULUAN

A. Kesimpulan BAB I PENDAHULUAN 5. Berakhirnya Perjanjian Kredit...... 30 C. Tinjauan Umum Tentang Kredit Usaha Rakyat...37 1. Pengertian Kredit Usaha Rakyat...37 2. Tujuan dan Lembaga Penjamin Kredit Usaha Rakyat...37 BAB III PEMBAHASAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1 Jumlah bank di Indonesia.21 Maret inibank.wordpress.com [3 Juni 2010]

I PENDAHULUAN. 1 Jumlah bank di Indonesia.21 Maret inibank.wordpress.com [3 Juni 2010] I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang tingkat perekonomiannya sedang berkembang. Hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan perbankan yang didirikan, baik itu bank BUMN maupun

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : KEP-22/M.

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : KEP-22/M. SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : KEP-22/M.EKON/10/2009 TENTANG KOMITE KEBIJAKAN PENJAMINAN KREDIT/PEMBIAYAAN KEPADA USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH, DAN KOPERASI MENTERI KOORDINATOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebijakan Publik dan Implementasi Kebijakan Publik. kegiatan tertentu. Istilah kebijakan dalam bahasa Inggris policy yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebijakan Publik dan Implementasi Kebijakan Publik. kegiatan tertentu. Istilah kebijakan dalam bahasa Inggris policy yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik dan Implementasi Kebijakan Publik Secara umum, istilah kebijakan atau policy digunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebagai Kota yang telah berusia 379 tahun, Tanjungbalai memiliki struktur

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebagai Kota yang telah berusia 379 tahun, Tanjungbalai memiliki struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai Kota yang telah berusia 379 tahun, Tanjungbalai memiliki struktur dan karakter ekonomi yang didominasi oleh pelaku usaha tergolong kategori usaha kecil dan

Lebih terperinci

Perkembangan Perekonomian Daerah Propinsi Maluku Triwulan II 2008 PERKEMBANGAN LOAN TO DEPOSIT RATIO (LDR) PERBANKAN DI MALUKU

Perkembangan Perekonomian Daerah Propinsi Maluku Triwulan II 2008 PERKEMBANGAN LOAN TO DEPOSIT RATIO (LDR) PERBANKAN DI MALUKU Boks 1 PERKEMBANGAN LOAN TO DEPOSIT RATIO (LDR) PERBANKAN DI MALUKU Peran perbankan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah sangat diharapkan oleh berbagai pihak, baik pelaku usaha, masyarakat pada

Lebih terperinci

PROSEDUR PENYALURAN KREDIT USAHA RAKYAT

PROSEDUR PENYALURAN KREDIT USAHA RAKYAT PROSEDUR PENYALURAN KREDIT USAHA RAKYAT http://www.siperubahan.com I. PENDAHULUAN Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dinyatakan bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama yang sejak dahulu kala menjadi tulang punggung operasi badan usaha

BAB I PENDAHULUAN. utama yang sejak dahulu kala menjadi tulang punggung operasi badan usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan bertambah pesatnya kemajuan ekonomi dan bisnis di dunia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya, kegiatan bank menjadi semakin canggih dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam literatur-literatur politik. Masing-masing definisi memberi penekanan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam literatur-literatur politik. Masing-masing definisi memberi penekanan yang 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik Terdapat banyak definisi mengenai apa yang maksud dengan kebijakan publik dalam literatur-literatur politik. Masing-masing

Lebih terperinci

PROSEDUR PELAKSANAAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) PADA BANK NAGARI CABANG PEMBANTU BYPASS PADANG

PROSEDUR PELAKSANAAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) PADA BANK NAGARI CABANG PEMBANTU BYPASS PADANG TUGAS AKHIR PROSEDUR PELAKSANAAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) PADA BANK NAGARI CABANG PEMBANTU BYPASS PADANG Diajukan sebagai salah satu syarat guna menyelesaikan studi pada program Diploma III Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan merupakan lembaga yang bergerak pada jasa keuangan. Lembaga ini selain mengumpulkan uang masyarakat, juga memberikan kredit kepada masyarakat baik untuk kepentingan

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam memajukan perekonomian suatu Negara peranan Perbankan sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam memajukan perekonomian suatu Negara peranan Perbankan sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam memajukan perekonomian suatu Negara peranan Perbankan sangat penting dalam mewujudkan perekonomian yang maju. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang keuangan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fungsi pokok bank sebagai lembaga intermediasi sangat membantu dalam siklus aliran dana dalam perekonomian suatu negara. Sektor perbankan berperan sebagai penghimpun dana

Lebih terperinci

Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan

Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan Tahap penyusunan agenda Masalah kebijakan sebelumnya berkompetisi terlebih

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan bisnis perbankan di Indonesia terus mengalami kemajuan yang sangat pesat. Bank-bank dituntut untuk menjadi lebih dinamis terhadap perubahan agar siap bersaing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemerintah melalui Perbankan dan Lembaga Kredit Mikro (LKM) berusaha meningkatkan perekonomian di Indonesia. Bukti bahwa pemerintah

I. PENDAHULUAN. Pemerintah melalui Perbankan dan Lembaga Kredit Mikro (LKM) berusaha meningkatkan perekonomian di Indonesia. Bukti bahwa pemerintah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah melalui Perbankan dan Lembaga Kredit Mikro (LKM) berusaha meningkatkan perekonomian di Indonesia. Bukti bahwa pemerintah memiliki keinginan untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasional, karena pada kenyataannya ratio antara jumlah wajib pajak dengan

BAB I PENDAHULUAN. rasional, karena pada kenyataannya ratio antara jumlah wajib pajak dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dari tahun ke tahun, senantiasa memberikan tugas kepada Direktorat Jendral Pajak untuk menaikkan penerimaan pajak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dapat dipandang sebagai tulang punggung

BAB I PENDAHULUAN. Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dapat dipandang sebagai tulang punggung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ditinjau dari sudut jumlah pelaku usaha dan penyerapan tenaga kerja, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dapat dipandang sebagai tulang punggung perekonomian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. usaha. Kredit tersebut mempunyai suatu kedudukan yang strategis dimana sebagai salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. usaha. Kredit tersebut mempunyai suatu kedudukan yang strategis dimana sebagai salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran perbankan dalam pembangunan ekonomi adalah mengalirkan dana bagi kegiatan ekonomi yaitu salah satunya dalam bentuk perkreditan bagi masyarakat perseorangan atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga 22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi Implementasi adalah proses untuk memastikan terlaksananya suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga dimaksudkan menyediakan sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional telah menunjukkan bahwa kegiatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

BAB I PENDAHULUAN. nasional telah menunjukkan bahwa kegiatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha mikro dan kecil (UMK) termasuk dalam bagian usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan mempunyai peran yang cukup penting dalam membangun perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM RUMAH SUTERA ALAM

BAB V GAMBARAN UMUM RUMAH SUTERA ALAM BAB V GAMBARAN UMUM RUMAH SUTERA ALAM 5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan Rumah Sutera Alam memulai kegiatannya pada tahun 2001. Dengan bantuan beberapa karyawan, Bapak H. Tatang Godzali yang merupakan

Lebih terperinci

Abstrak. Kata Kunci : Efektivitas, KUR, Kesempatan Kerja, Pendapatan.

Abstrak. Kata Kunci : Efektivitas, KUR, Kesempatan Kerja, Pendapatan. Judul : Efektivitas dan Dampak Program Kredit Usaha Rakyat Terhadap Kesempatan Kerja dan Pendapatan UMKM di Kabupaten Gianyar Nama : I Putu Arnadi Putra NIM : 1306105001 Abstrak Pada masa krisis ekonomi

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB

Lebih terperinci

BAB II PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO) akan kekuatan sektor Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi

BAB II PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO) akan kekuatan sektor Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi BAB II PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO) A. Sejarah Ringkas Perjalanan sejarah perkembangan ekonomi di Indonesia, termasuk terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997, telah membangkitkan kesadaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah telah menunjukkan bahwa usaha Mikro, Kecil, dan. Menengah (UMKM) di Indonesia tetap eksis dan berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah telah menunjukkan bahwa usaha Mikro, Kecil, dan. Menengah (UMKM) di Indonesia tetap eksis dan berkembang dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah telah menunjukkan bahwa usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia tetap eksis dan berkembang dengan adanya krisis ekonomi yang telah melanda

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah suatu usaha yang

PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah suatu usaha yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah suatu usaha yang menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi di banyak negara di dunia. UMKM khususnya di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Suara Karya, 2007, Pertumbuhan Ekonomi Tidak Berkualitas, Jum at 13 Juli Dalam artikel

I. PENDAHULUAN. 1 Suara Karya, 2007, Pertumbuhan Ekonomi Tidak Berkualitas, Jum at 13 Juli Dalam artikel I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian Indonesia semakin membaik setelah krisis ekonomi tahun 1997, terutama sejak tahun 2000. Indikator makroekonomi nasional antara tahun 2000 sampai dengan tahun

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 189/PMK.05/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 189/PMK.05/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 189/PMK.05/2010 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 135/PMK.05/2008 TENTANG FASILITAS PENJAMINAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (UMKM) dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika

BAB I PENDAHULUAN. (UMKM) dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran Usaha Mikro Kecil Menengah atau yang lebih dikenal dengan (UMKM) dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika krisis ekonomi terjadi di

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang atau badan hukum yang berlandaskan pada asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Kegiatan usaha koperasi merupakan penjabaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu Negara. Menurut ketentuan Undang-undang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.05/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN IMBAL JASA PENJAMINAN KREDIT USAHA RAKYAT

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.05/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN IMBAL JASA PENJAMINAN KREDIT USAHA RAKYAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.05/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN IMBAL JASA PENJAMINAN KREDIT USAHA RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. hipotesis untuk membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban, membuat

BAB II KAJIAN TEORI. hipotesis untuk membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban, membuat BAB II KAJIAN TEORI Dalam bab ini, disajikan teori sebagai kerangka berpikir untuk menjawab rumusan masalah yang dirumuskan pada bab sebelumnya. Teori merupakan salah satu konsep dasar penelitian sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inovasi (Urata, 2000). Akterujjaman (2000) menyatakan bahwa UKM di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. inovasi (Urata, 2000). Akterujjaman (2000) menyatakan bahwa UKM di seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Kecil Memengah (UKM) merupakan kunci utama perekonomian di berbagai sektor, penyedia lapangan pekerjaan terbesar, pengembang perekonomian daerah dan pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, kesinambungan dan peningkatan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh unit-unit usaha kecil. Kemampuan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh unit-unit usaha kecil. Kemampuan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sebagian besar perekonomiannya didukung oleh unit-unit usaha kecil. Kemampuan masyarakat Indonesia yang terbatas dalam mendirikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia ekonomi di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia ekonomi di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini perkembangan dunia ekonomi di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tidak terlepas dari peran semakin meningkatnya sektor usaha mikro, kecil dan

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2016, No Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.2092, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-KUKM. Koperasi Penyalur KUR. Pedoman. PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PER/M.KUKM/XI/2016 TENTANG

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara umum memberikan penafsiran yang berbeda-beda akan tetapi ada juga yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara umum memberikan penafsiran yang berbeda-beda akan tetapi ada juga yang 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Pengertian Kebijakan Publik Penafsiran para ahli administrasi publik terkait dengan definisi kebijakan publik, secara umum memberikan penafsiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini peningkatan kinerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini peningkatan kinerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini peningkatan kinerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) masih dilanda berbagai hambatan dan tantangan dalam menghadapi persaingan. Hambatan dan tantangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program ekonomi yang dijalankan negara-negara Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PAKET KEBIJAKAN EKONOMI MENJELANG DAN SESUDAH BERAKHIRNYA PROGRAM KERJASAMA DENGAN INTERNATIONAL MONETARY FUND PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemerintah menyadari pemberdayaan usaha kecil menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat dan sekaligus

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Suatu penalaran dari penulis yang didasarkan atas pengetahuan,teori dan dalil dalam upaya menjawab penelitian dituangkan dalam kerangka pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro tergolong jenis usaha yang tidak mendapat tempat di bank, rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan dari pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata secara material dan spiritual seperti yang tertuang pada

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata secara material dan spiritual seperti yang tertuang pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata secara material dan spiritual seperti yang tertuang pada Pancasila sebagai landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam. Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam. Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman sekarang jasa perbankan sangat penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Jasa perbankan pada umumnya terbagi atas dua tujuan yaitu, menghimpun dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai setrategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2009 Ekonomi. Lembaga. Pembiayaan. Ekspor. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4957) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH I. UMUM Penerapan otonomi daerah sejatinya diliputi semangat untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi 2.1.1 Pengertian Evaluasi Evaluasi adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan tolak ukur atau kriteria yang telah

Lebih terperinci

APBNP 2015 belum ProRakyat. Fadel Muhammad Ketua Komisi XI DPR RI

APBNP 2015 belum ProRakyat. Fadel Muhammad Ketua Komisi XI DPR RI APBNP 2015 belum ProRakyat Fadel Muhammad Ketua Komisi XI DPR RI Orientasi APBN P 2015 Semangat APBNP 2015 adalah melakukan koreksi total atas model belanja pemerintah di tahun-tahun sebelumnya. Fokus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan bagian penting dalam kehidupan perekonomian suatu negara, sehingga merupakan harapan bangsa dan memberikan

Lebih terperinci

Kata Kunci : Kredit Usaha Rakyat (KUR), Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan

Kata Kunci : Kredit Usaha Rakyat (KUR), Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan Judul :Efektivitas Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung Nama : Daniel Kadju NIM : 1206105103 Abstrak Kredit Usaha Rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi yang berubah cepat dan kompetitif dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi yang berubah cepat dan kompetitif dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan ekonomi yang berubah cepat dan kompetitif dengan permasalahan yang semakin kompleks memerlukan adanya penyesuaian tentang kebijakan sistem ekonomi

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. di Provinsi Riau dalam mengikuti e-procurement pada tahun yaitu

BAB IV PENUTUP. di Provinsi Riau dalam mengikuti e-procurement pada tahun yaitu BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan temuan dan analisis untuk menjawab rumusan masalah yang ada terkait dengan upaya apa saja yang dilakukan oleh UMKM Lokal yang berada di Provinsi Riau dalam mengikuti

Lebih terperinci

Review Dialog BENARKAH KUR TANPA JAMINAN? Jakarta, 5 November 2008, Gedung Jurnal Nasional Jam

Review Dialog BENARKAH KUR TANPA JAMINAN? Jakarta, 5 November 2008, Gedung Jurnal Nasional Jam Review Dialog BENARKAH KUR TANPA JAMINAN? Jakarta, 5 November 2008, Gedung Jurnal Nasional Jam 9.00-14.00 Jam 9.30 acara dibuka oleh Dibyo Pranowo selaku Pemred Jurnal Nasional, Bapak Suryadharma Ali tidak

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi. persyaratan guna memperoleh gelar. Sarjana Hukum

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi. persyaratan guna memperoleh gelar. Sarjana Hukum SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum PELAKSANAAN KREDIT USAHA RAKYAT TANPA AGUNAN DENGAN SISTEM OFFICE CHANELING PADA BANK NAGARI CABANG PASAR RAYA PADANG Program

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/235/KPTS/013/2015 TENTANG TIM MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN KREDIT USAHA RAKYAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak mempunyai kontribusi cukup tinggi dalam penerimaan negara. Pada beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Pajak mempunyai kontribusi cukup tinggi dalam penerimaan negara. Pada beberapa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak mempunyai kontribusi cukup tinggi dalam penerimaan negara. Pada beberapa tahun terakhir ini, penerimaan dari sektor fiskal mempunyai proporsisi lebih dari 50%

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia berdasarkan data statistik tahun 2004, dapat dilihat dari

I. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia berdasarkan data statistik tahun 2004, dapat dilihat dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro kecil dan menengah memiliki peran strategis dalam kegiatan perekonomian masyarakat di Indonesia. Peran strategis usaha kecil bagi perekonomian Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja yang baru, jumlah unit usaha bordir yang tercatat selama tahun 2015 adalah

BAB I PENDAHULUAN. kerja yang baru, jumlah unit usaha bordir yang tercatat selama tahun 2015 adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Industri Bordir di Kota Pariaman merupakan salah satu industri andalan dimana sektor ini banyak menyerap tenaga kerja serta membuka lapangan kerja yang baru,

Lebih terperinci