IDENTIFIKASI RAYAP YANG MENYERANG TUMBUHAN PADA ZONA PEMANFAATAN YANG BERBEDA DI KEBUN RAYA UNMUL SAMARINDA (KRUS)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFIKASI RAYAP YANG MENYERANG TUMBUHAN PADA ZONA PEMANFAATAN YANG BERBEDA DI KEBUN RAYA UNMUL SAMARINDA (KRUS)"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI RAYAP YANG MENYERANG TUMBUHAN PADA ZONA PEMANFAATAN YANG BERBEDA DI KEBUN RAYA UNMUL SAMARINDA (KRUS) Identification of Termite Attacking Plants at Different Function Zones in Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS) Zulkaidhah 1), Djumali Mardji 2) dan Chandradewana Boer 3) Abstract. The research aimed at identifying species of termite attacking plants stages of saplings, poles and trees, calculating incidence and severity of termite attack and also evaluating association between termite and biotic/abiotic factors at the Conservation, Collection and Recreation Zones. The research resulted that there were 5 species from 208 termite samples found in the Collection, Conservation and Recreation Zones of Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS), they were Coptotermes sp., Macrotermes sp., Nasutitermes sp., Odontotermes sp. and Rhinotermes sp. The highest incidence of termite attack occurred in the Recreation Zone (28.4 %) and the lowest was in the Collection Zone (18.4 %), while based on the severity of attack, there were no significant different among those three zones and still in the level of low damage. Differences in growth stages (sapling, poles and trees) caused significant different in incidence and severity of termite attacks, where the highest incidence and severity occurred on trees and caused middle damage followed by poles in the level of low damage and the lowest was sapling which still in the level of healthy. Based on the species group of plants, the highest incidence and severity of termite attack occurred on non dipterocarp species group, followed by dipterocarp species and the lowest was fruit plant species group. The termite attack was stimulated by biotic and abiotic factors. The biotic factor was stem cankers caused by fungi which might soften the wood before termite attack. The abiotic factor was environmental condition which stimulate termite proliferation. Kata kunci: frekuensi dan intensitas serangan, tingkat pertumbuhan, kerusakan. Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS) merupakan salah satu objek wisata alam yang berada di Samarinda yang diharapkan menjadi alternatif untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata alam yang berbasiskan kelestarian lingkungan yang dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat Kalimantan Timur pada khususnya dalam memanfaatkan sumberdaya hutan untuk keperluan rekreasi. Di samping itu 1) Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu 2) Laboratorium Perlindungan Hutan Fak. Kehutanan Unmul, Samarinda 3) Laboratorium Konservasi Keanekaragaman Hayati Fak. Kehutanan Unmul, Samarinda 201

2 JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (2), OKTOBER Di samping itu KRUS merupakan satu-satunya komunitas Hutan Hujan Tropis Dataran Rendah (Low Land Tropical Rain Forest) yang masih tersisa keberadaanya di Kota Samarinda Propinsi Kalimantan Timur. Di balik keberhasilan yang telah dicapai, tanpa disadari terdapat beberapa masalah khas yang dihadapi dalam pengembangan kawasan Hutan Wisata ini. Salah satunya adalah masalah serangan rayap, yang mana rayap ini merupakan hama yang dapat mengakibatkan kerusakan pada pohon-pohon, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati. Namun masalah yang paling menonjol akibat kehadiran rayap di kawasan ini khususnya pada fungsinya sebagai kawasan wisata adalah dapat mengurangi nilai-nilai keindahan (estetika). Hal ini sesuai dengan pendapat Suratmo (1978), bahwa serangan hama selain menimbulkan kerusakan secara langsung pada tegakan juga dapat menimbulkan kerusakan secara tidak langsung, salah satunya adalah dapat mengurangi nilai-nilai keindahan suatu kawasan. Nandika dkk. (2003) mengemukakan, bahwa adanya serangan rayap pada tanaman dan hasil hutan pertama kali dilaporkan oleh Henry Smeathman kepada Royal Society di London pada tahun Howse (1970) juga melaporkan, bahwa di Amerika Serikat setiap tahunnya kerugian akibat serangan rayap ditaksir lebih dari 100 juta dollar, di Hawaii dan Australia kerugian masing-masing ditaksir sebesar 1 sampai 6 juta dollar per tahunnya, sedangkan di Indonesia serangan rayap pada tanaman perkebunan dan kehutanan mulai banyak dilaporkan oleh Kalshoven pada tahun (Nandika dkk., 2003). Tidak kurang dari 200 jenis rayap atau sekitar 10 % dari keragaman rayap yang tersebar di dunia merupakan bagian dari berbagai tipe ekosistem di Indonesia, tidak saja pada tipe ekosistem hutan, tapi juga termasuk ekosistem permukiman. Nandika dkk. (2003) melaporkan, bahwa salah satu jenis rayap yaitu Coptotermes curvignathus ditemukan menyerang tanaman kelapa sawit dan tanaman karet dan pada tahun 1976 di Tasikmalaya dilaporkan bahwa rayap jenis Macrotermes gilvus menyerang tanaman kayu putih yang menyebabkan kematian hingga mencapai 71 %, di samping itu rayap ini dilaporkan menyerang pohon Eucalyptus alba di Kebun Percobaan Darmaga dan Demplot HTI Universitas Winaya Mukti dengan tingkat kematian pohon mencapai 100 %. Kenyataan ini menunjukkan bahwa hampir di seluruh daerah tropika dan subtropika rayap dikenal sebagai hama yang banyak menimbulkan kerusakan pada berbagai tanaman dan hasil hutan yang dibutuhkan oleh manusia. Kemampuan rayap dalam merusak ada hubungannya dengan populasinya yang sangat tinggi, daya jelajah yang luas serta daya adaptasi dengan lingkungan yang cukup baik. Kawasan KRUS merupakan salah satu kawasan hutan alam yang dijadikan sebagai kawasan wisata yang memiliki keanekaragaman hayati yang masih relatif alami, baik flora maupun fauna yang belum teridentifikasi, salah satunya adalah jenis-jenis rayap yang meskipun keberadaannya lebih dikenal sebagai dekomposer, tetapi pada kondisi-kondisi tertentu dapat berubah menjadi hama yang dapat menimbulkan kerusakan yang berarti. Untuk mengantisipasi kemungkinan ini, maka usaha-usaha pengendalian yang efektif dan efisien perlu dipikirkan dengan jalan mengetahui karakteristik bioekologi dari rayap tersebut. Sehubungan dengan

3 203 Zulkaidhah dkk. (2007). Identifikasi Rayap hal ini maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian mengenai identifikasi jenis rayap pada areal KRUS. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di KRUS Kelurahan Lempake pada tiga zona pemanfaatan yang berbeda (Zona Konservasi, Koleksi dan Rekreasi) dan di Laboratorium Perlindungan Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Samarinda dari bulan Maret sampai Mei Dalam penelitian ini yang menjadi objek adalah tumbuhan alami yang terdapat dalam plot pengamatan, yaitu tingkat pancang, tiang dan pohon, baik yang terserang rayap maupun yang sehat serta faktor biotik dan abiotik yang berpengaruh terhadap kerusakan tumbuhan selain rayap. Parameter yang diamati adalah jenis dan jumlah pancang, tiang dan pohon yang masing-masing dilakukan pengukuran diameter dan tinggi tumbuhan. Hal ini dilakukan untuk membedakan tumbuhan ke dalam tingkat-tingkat pertumbuhan pancang, tiang dan pohon. Untuk keperluan ini kriteria yang digunakan yaitu pancang adalah permudaan dengan tinggi 1,5 m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm, untuk tiang adalah pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm, sementara untuk pohon adalah pohon dewasa yang berdiameter 20 cm dan lebih (Kusmana, 1995), kemudian dilakukan pengamatan terhadap tumbuhan yang terserang rayap dan juga mengamati faktor-faktor lain yaitu faktor biotik dan abiotik yang berpengaruh terhadap kerusakan tumbuhan. Nama jenis tumbuhan langsung ditentukan di lapangan dengan dibantu oleh seorang pengenal pohon dan dicatat dalam tally sheet. Untuk menentukan skor serangan rayap, maka dibuat kriteria seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Cara Menentukan Skor Serangan Rayap pada Setiap Pancang, Tiang dan Pohon Kondisi pancang/tiang/pohon Skor a. Tidak terserang (tidak ada serangan rayap) b. Terserang ringan (bagian pancang/tiang/pohon yang terserang relatif sempit dengan kerusakan bagian kulit dan kayu sedikit atau terserang sekitar 1/4 dari tinggi batang)... 1 c. Terserang sedang (bagian pancang/ tiang/pohon yang terserang relatif agak luas dengan kerusakan bagian kulit dan kayu agak banyak atau terserang sekitar 1/2 dari tinggi batang)... 2 d. Terserang berat (bagian pancang/tiang/pohon yang terserang relatif luas dengan kerusakan bagian kulit dan kayu banyak atau terserang sekitar ¾ dari tinggi batang) 3 e. Terserang sangat berat (bagian pancang/tiang/pohon yang terserang relatif sangat banyak dengan kerusakan bagian kulit dan kayu sangat banyak, kulit dan kayu mengering, daun rontok dan tidak ada tanda-tanda kehidupan atau hampir semua batang terserang) 4 Sumber: Mardji (2003) (dimodifikasi)

4 JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (2), OKTOBER Rayap yang diambil dari lapangan dimasukkan ke dalam botol koleksi yang berisi alkohol 70 %. Identifikasi rayap dilakukan di Laboratorium Perlindungan Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda dengan bantuan buku-buku tentang rayap karangan Krishna dan Weesner (1969 dan 1970), Borror dkk. (1992) dan Nandika dkk. (2003) serta sebuah mikroskop zoom stereo yang dilengkapi dengan kamera digital. Rayap yang ditemukan tersebut kemudian dicocokkan dengan deskripsi di literatur, kemudian ditentukan nama jenisnya. Faktor biotik dan abiotik yang berpengaruh terhadap kerusakan tegakan langsung diidentifikasi di lapangan, sedangkan faktor biotik dan abiotik yang tidak/belum teridentifikasi di lapangan, diambil sampelnya kemudian diidentifikasi di Laboratorium Perlindungan Hutan. Frekuensi serangan (F) dihitung dengan membandingkan jumlah pancang, tiang atau pohon yang terserang dengan jumlah pancang, tiang atau pohon secara keseluruhan yang diamati, dinyatakan dalam persen (%) dengan rumus sebagai berikut: F = X x 100 %, yang mana X = jumlah pancang/ tiang/pohon yang terserang. Y Y = jumlah pancang/ tiang/pohon yang diamati. Intensitas serangan (I) dihitung dengan rumus sebagai berikut: X 1Y1 X 2Y2 X 3Y3 X 4Y4 I = x 100 %, yang mana X = jumlah pancang/ XY4 tiang/ pohon yang diamati. X 1 = jumlah pancang/ tiang/pohon yang terserang ringan (skor 1). X 2 = jumlah pancang/ tiang/pohon yang terserang sedang (skor 2). X 3 = jumlah pancang/ tiang/ pohon yang terserang berat (skor 3). X 4 = jumlah pancang/ tiang/pohon yang mati (skor 4). Y 1 Y 4 = nilai 1 4 dari masing-masing tumbuhan yang menunjukkan gejala serangan dari ringan sampai mati (tidak ada tanda-tanda kehidupan). Setelah diperoleh nilai intensitas serangan, maka kondisi tumbuhan tingkat pancang, tiang dan pohon secara keseluruhan di KRUS akibat serangan rayap dapat diketahui berdasarkan kriteria menurut Mardji (2003) seperti ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Cara Menentukan Kondisi Tumbuhan Tingkat Pancang, Tiang dan Pohon di KRUS Berdasarkan Intensitas Serangan Intensitas serangan ( % ) 0 1 > 1 25 > > > Kondisi tumbuhan Tidak terserang (TT) Rusak ringan (RR) Rusak sedang (RS) Rusak berat (RB) Rusak sangat berat (RSB) Karena nilai pengamatan menggunakan angka relatif yaitu satuan persentase, maka sebelum dianalisis secara statistik data tersebut ditransformasikan dengan

5 205 Zulkaidhah dkk. (2007). Identifikasi Rayap ketentuan bahwa jika nilai-nilai tersebut berkisar antara 0 sampai 100 %, maka data tersebut ditransformasikan menjadi x = Arc sin % (Gomez and Gomez, 1976). Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan frekuensi dan intensitas serangan rayap, baik antar zona pemanfaatan (Zona Rekreasi, Konservasi dan Koleksi), antar tingkat pertumbuhan (pancang, tiang dan pohon) maupun antar kelompok jenis tumbuhan (Dipterocarpaceae, non Dipterocarpaceae dan buah-buahan) di kawasan KRUS, dilakukan pengujian dengan analisis sidik ragam. Jika pada analisis tersebut terdapat perbedaan yang signifikan, pengujian dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (Least Significance Difference) atau Uji-t dengan menggunakan program Statgraphics Plus Versi 4,0 dengan panduan buku statistik oleh Yitnosumarto (1991), Steel dan Torrie (1993). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Keragaman Jenis Rayap Adanya berbagai jenis rayap yang telah terindentifikasi berasal dari pengambilan sampel rayap pada tumbuhan yang terserang rayap sebanyak 208 sampel (botol koleksi) yang masing-masing sampel terdiri dari beberapa ekor rayap yang diambil dari tumbuhan yang terserang pada plot-plot pengamatan di tiga zona pemanfaatan. Dari hasil identifikasi sampel secara keseluruhan ditemukan sebanyak 5 jenis, yaitu Coptotermes sp., Macrotermes sp., Nasutitermes sp., Odontotermes sp. dan Rhinotermes sp. Berdasarkan cara hidupnya, kelima jenis rayap tersebut tergolong dalam rayap tanah (subterranean termite). Penjelasan jenis-jenis rayap yang menyerang pada setiap zona adalah sebagai berikut: 1. Pada Zona Konservasi yang terdiri dari 34 sampel ditemukan 3 jenis rayap, yaitu Macrotermes sp., Nasutitermes sp. dan Odontotermes sp. 2. Pada Zona Koleksi yang terdiri dari 71 sampel ditemukan 5 jenis rayap, yaitu Coptotermes sp., Macrotermes sp., Nasutitermes sp., Odontotermes sp. dan Rhinotermes sp. 3. Pada Zona Rekreasi yang terdiri dari 103 sampel ditemukan 5 jenis rayap, yaitu Coptotermes sp., Macrotermes sp., Nasutitermes sp., Odontotermes sp. dan Rhinotermes sp. Morfologi dari kelima jenis rayap yang berhasil diidentifikasi yaitu: 1. Coptotermes sp. Rayap dari jenis Coptotermes sp. termasuk dalam famili Rhinotermitidae, subfamili Rhinotermitinae. Jenis rayap ini merupakan jenis yang paling umum di Indonesia dan sangat merugikan. Ciri khas yang dimiliki oleh jenis ini adalah kepala dan abdomennya berbulu, selain itu ciri umum dari jenis ini adalah warnanya kuning sampai coklat muda, panjang keseluruhan tubuhnya 4 mm, jumlah ruas antena ruas, mandibelnya bersilangan dan agak bergerigi. kasta prajurit yang bertubuh besar (major) dan kasta prajurit yang bertubuh kecil (minor), namun yang umum dijumpai yaitu kasta prajurit minor. Jenis ini tidak mempunyai

6 JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (2), OKTOBER gigi marginal, yang digunakan untuk menjepit adalah ujung mandibel. Karakteristik umum dari jenis ini, baik prajurit major maupun minor adalah warnanya agak kecoklatan, antena terdiri dari 17 ruas, mandibel kiri dan kanan simetris. Khusus untuk prajurit minor, panjang kepala dengan mandible 3 mm dan panjang kepala tanpa mandibel 1 2 mm. 3. Nasutitermes sp. Rayap Nasutitermes sp. tergolong dalam famili Termitidae, subfamili Nasutitermitinae. Ciri khas dari jenis ini, pada kasta prajurit ditandai dengan penonjolan bagian depan kepalanya (nasut). Selain itu ciri-ciri umum yang dimiliki oleh jenis ini yaitu kepala bulat, warnanya coklat tua, panjang secara keseluruhan 5,5 mm dengan jumlah ruas antena ruas 4. Odontotermes sp. Rayap jenis Odontotermes sp. ini digolongkan dalam famili Termitidae, subfamili Macrotermitinae. Jenis rayap ini dapat dikenali dari bentuk kepalanya yang melebar dan hal ini sangat berbeda dengan bentuk kepala jenis rayap yang lain. Selain itu ciri khas lain yang dimiliki oleh rayap jenis ini adalah pada mandibelnya terdapat gigi marginal, berwarna kuning kecoklatan, panjangnya 6 mm, jumlah ruas antena ruas, panjang kepala dengan mandibel 2 3 mm dan lebar kepalanya 2 mm. 5. Rhinotermes sp. Rhinotermes sp. merupakan salah satu jenis rayap yang tergolong dalam famili Rhinotermitidae, subfamili Rhinotermitinae. Jenis rayap ini kasta prajuritnya juga terdiri dari dua jenis, yaitu kasta major dan kasta minor. Warna rayap ini, baik major maupun minor adalah sama yaitu kekuningan, namun keduanya berbeda pada jumlah ruas antena, yang mana rayap major jumlah ruas antenanya 16 ruas dan panjang kepala dengan mandibel 1 1,5 mm, sedangkan pada rayap minor antena 15 ruas dan panjang kepala dengan mandibel 0,9 1,2 mm. Identifikasi jenis rayap di atas didasarkan pada perbedaan bentuk dan ukuran kepala, warna, jumlah ruas antena serta mandibel dari kasta prajurit. Dalam mengidentifikasi rayap sampai tingkat genus, kasta yang paling sesuai digunakan adalah kasta prajurit, sedangkan kasta pekerja dan kasta reproduktif tidak cukup valid untuk digunakan mengingat terlalu banyak kesamaan bentuk antara genus yang satu dengan genus yang lainnya. Frekuensi dan Intensitas Serangan Rayap 1. Perbedaan antar zona pemanfaatan Rata-rata frekuensi dan intensitas serangan rayap pada tingkat pertumbuhan yang berbeda di tiga zona pemanfaatan disajikan pada Tabel 3. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan, bahwa perbedaan kondisi tiga zona pemanfaatan menyebabkan perbedaan yang signifikan terhadap frekuensi serangan rayap. Hal

7 207 Zulkaidhah dkk. (2007). Identifikasi Rayap ini menggambarkan, bahwa penyebaran populasi rayap tidak merata di tiga zona yang diteliti. Penyebaran yang tidak merata ini disebabkan oleh keragaman jenis tumbuhan yang berbeda di tiga zona, sehingga keberadaan rayap tersebar sesuai dengan inang atau tumbuhan yang disenangi. Misalnya untuk jenis meranti dan ulin yang mendominasi Zona Konservasi umumnya diserang oleh rayap dari jenis Macrotermes sp. dan Odontotermes sp. dan menyerang hampir pada semua tingkat pertumbuhan. Sementara pada Zona Koleksi dan Zona Rekreasi yang didominasi oleh jenis Macaranga spp. (bingkungan), Eugenia spp. (jambu-jambuan), Acacia mangium (akasia) dan tanaman buah-buahan umumnya diserang oleh rayap dari jenis Nasutitermes sp. dan Rhinotermes sp. Kedua jenis rayap ini umumnya menyerang tingkat tiang sampai pohon dan jarang ditemukan menyerang tingkat pancang. Wirakusumah (1986) mengemukakan, bahwa hutan alam merupakan gudang dari potensi-potensi penyakit dalam situasi persaingan ketat dan seleksi tinggi namun dominasi oleh salah satu atau sebagian dari organisme-organisme itu tidak pernah ada. Tabel 3. Rata-rata Frekuensi dan Intensitas Serangan Rayap pada Tiga Zona Pemanfaatan Zona pemanfaatan Tingkat pertumbuhan Rata-rata frekuensi (%) Rata-rata intensitas (%) Kondisi tumbuhan Konservasi Pancang Tiang Pohon 2,8 18,7 52,0 0,7 7,8 26,9 Tidak terserang Rusak ringan Rusak sedang Rata-rata 24,5 11,8 Rusak Ringan Koleksi Pancang Tiang Pohon 2,4 16,5 36,5 0,7 7,1 25,2 Tidak terserang Rusak ringan Rusak sedang Rata-rata 18,4 11,0 Rusak ringan Rekreasi Pancang Tiang Pohon 2,1 26,7 56,5 0,5 10,0 29,7 Tidak terserang Rusak ringan Rusak sedang Rata-rata 28,4 13,4 Rusak ringan Hasil analisis sidik ragam pengaruh perbedaan zona pemanfaatan terhadap intensitas serangan rayap menunjukkan, bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan, ini bisa terlihat pada kondisi tumbuhan yang umumnya berada pada kondisi terserang ringan pada ketiga zona pemanfaatan. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman jenis di tiga zona tersebut cukup tinggi, yang mana kondisi yang demikian membuka kesempatan bagi banyak jenis organisme untuk hidup dan berkembang karena tersedianya pakan yang cukup banyak. Tetapi karena sumber pakan itu beragam, maka terjadi persaingan yang ketat di antara organismeorganisme tersebut, sehingga timbul keadaan di mana organisme mengalami kekurangan pakan yang mengakibatkan populasi organisme tersebut tertekan. Hal inilah yang menyebabkan kondisi ekologis antara rayap dengan lingkungannya tetap berada dalam keseimbangan. Graham dan Knight (1965) menyatakan, bahwa di hutan alam jarang terjadi wabah penyakit karena kondisi ekologisnya membentuk keseimbangan alam hayati, sehingga mampu mencegah populasi penyebab penyakit untuk mencapai tingkat yang merusak atau merugikan.

8 JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (2), OKTOBER Perbedaan tingkat pertumbuhan Rata-rata frekuensi dan intensitas serangan rayap pada tingkat pertumbuhan (pancang, tiang dan pohon) di tiga zona pemanfaatan disajikan pada Tabel 3, bahwa frekuensi serangan rayap pada tingkat pertumbuhan yang berbeda di tiga zona pemanfaatan adalah meningkat sesuai dengan peningkatan dimensi pohon dari tingkat pancang ke tingkat pohon. Hal ini menunjukkan, bahwa perbedaan tingkat pertumbuhan menyebabkan perbedaan signifikan terhadap frekuensi serangan rayap dan dari hasil uji LSD menunjukkan, bahwa frekuensi serangan rayap pada pancang berbeda signifikan dengan tiang dan pohon, sedangkan frekuensi serangan pada tiang dan pohon tidak berbeda signifikan. Frekuensi serangan tertinggi terjadi pada tingkat pohon, sedangkan frekuensi terendah adalah pada tingkat pancang. Hal ini menunjukkan, bahwa frekuensi serangan sangat ditentukan oleh jumlah individunya, yang mana terlihat jumlah pancang secara keseluruhan pada ketiga zona paling banyak sementara jumlah yang terserang rayap relatif lebih sedikit dibandingkan dengan tiang dan pohon yang jumlahnya secara keseluruhan cenderung seimbang dengan jumlah yang terserang rayap. Ketersediaan makanan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap penyebaran rayap (Soeyamto dkk., 1990). Serangan rayap pada ketiga zona pemanfaatan menunjukkan, bahwa frekuensi serangan pada tingkat tiang dan pohon tidak berbeda signifikan dan lebih tinggi daripada tingkat pancang. Hal ini berarti kedua tingkat pertumbuhan itu merupakan habitat yang disenangi oleh rayap, karena tiang dan pohon mempunyai dimensi yang cukup besar yang menjadi sumber makanan (selulosa) yang tersedia dalam jumlah yang cukup banyak, sehingga rayap tersebut dapat tinggal pada pohon itu dalam waktu yang cukup lama hingga sumber makanan pada pohon tersebut habis atau pohon telah mati. Perbedaan tingkat pertumbuhan di ketiga zona pemanfaatan juga menyebabkan perbedaan yang signifikan terhadap intensitas serangan rayap. Dari hasil uji LSD menunjukkan, bahwa intensitas serangan pada ketiga tingkat pertumbuhan saling berbeda signifikan, yang mana intensitas serangan terendah terjadi pada tingkat pancang. Hal ini berarti bahwa jumlah individu rayap yang paling banyak terdapat pada tingkat pohon, disusul pada tingkat tiang dan yang paling sedikit pada tingkat pancang. Semakin banyak individu rayap, maka semakin besar kerusakan yang ditimbulkan. Banyaknya individu rayap tersebut berkaitan dengan kualitas dan kuantitas makanan yang tersedia. Semakin baik kualitas dan semakin besar kuantitas makanannya, maka semakin cepat perkembangbiakan rayap. Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap tingginya serangan rayap pada tingkat pohon, di antaranya adalah kandungan selulosa, yang mana rayap merupakan serangga pemakan bahan-bahan yang terutama terdiri dari selulosa (Nandika dkk., 2003). Sjöström (1995) mengemukakan, bahwa selulosa merupakan komponen kayu yang terbesar dan pada tingkat pohon, baik itu dari jenis kayu keras maupun kayu lunak, mengandung antara % zat kayu (Fengel dan Wegener, 1995). Hal inilah yang mengakibatkan tingkat pohon lebih disukai oleh rayap, sehingga serangannya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat

9 209 Zulkaidhah dkk. (2007). Identifikasi Rayap pancang dan tiang yang memiliki kandungan zat kayu lebih rendah. Dengan tersedianya selulosa yang cukup, berarti sumber makanan bagi rayap juga tersedia dalam jumlah yang cukup. Diameter pohon yang relatif lebih besar dibandingkan dengan pancang dan tiang juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tingginya serangan rayap pada pohon. Selain menggunakan kayu sebagai sumber makanannya, rayap juga menggunakan kayu sebagai tempat hidupnya atau tempat berlindung dengan jalan menerobos bagian dalam dari kayu tersebut (Hasan, 1986). Untuk jenis rayap tanah, selain sarang primer yang terdapat di dalam tanah, kayu merupakan sarang sekunder untuk beraktivitas dan menyembunyikan diri dari serangga-serangga predator, sehingga dengan diameter pohon yang besar memberikan kesempatan pada rayap dalam beraktivitas mengambil makanan pada pohon tersebut. 3. Perbedaan kelompok jenis tumbuhan Rata-rata frekuensi dan intensitas serangan rayap pada kelompok jenis tumbuhan (Dipterocarpaceae, non Dipterocarpaceae dan buah-buahan) pada ketiga zona pemanfaatan disajikan pada Tabel 4 di bawah ini. Tabel 4. Rata-rata Frekuensi dan Intensitas Serangan Rayap pada Kelompok Jenis Tumbuhan di Tiga Zona Pemanfaatan Zona pemanfaatan Konservasi Koleksi Rekreasi Rata-rata Kelompok jenis tumbuhan Rata-rata Rata-rata Kondisi frekuensi (%) intensitas (%) tumbuhan Dipterocarpaceae 13,6 6,3 Rusak ringan Non Dipterocarpaceae 10,9 5,5 Rusak ringan Buah-buahan 0 0 Tidak terserang Rata-rata 24,5 11,8 Rusak ringan Dipterocarpaceae 10,8 6,5 Rusak ringan Non Dipterocarpaceae 5,9 3,2 Rusak ringan Buah-buahan 1,7 1,3 Rusak ringan Rata-rata 18,4 11,0 Rusak ringan Dipterocarpaceae 7,6 3,1 Rusak ringan Non Dipterocarpaceae 19,5 9,7 Rusak ringan Buah-buahan 1,4 0,6 Tidak terserang Rata-rata 28,5 13,4 Rusak ringan Dipterocarpaceae 10,7 5,3 Rusak ringan Non Dipterocarpaceae 12,1 6,1 Rusak ringan Buah-buahan 1,0 0,6 Tidak terserang Pada hasil analisis sidik ragam baik frekuensi maupun intensitas terlihat bahwa perbedaan kelompok jenis tumbuhan berpengaruh sangat signifikan terhadap frekuensi dan intensitas serangan rayap. Dari hasil uji LSD baik frekuensi maupun intensitas terlihat bahwa antara kelompok Dipterocarpaceae dan non Dipterocarpaceae tidak berbeda signifikan namun berbeda signifikan dengan kelompok buah-buahan. Pada dasarnya kelompok jenis Dipterocarpaceae dan non Dipterocarpaceae tergolong dalam kelompok jenis yang memiliki tingkat kekerasan yang cukup tinggi dibanding

10 JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (2), OKTOBER dengan jenis buah-buahan, namun hal ini tidak menjamin bahwa kelompok jenis Dipterocarpaceae dan non Dipterocarpaceae dapat terbebas dari serangan rayap. Salah satu faktor yang menyebabkan adanya serangan rayap pada jenis Dipterocarpaceae dan non Dipterocarpaceae yang meskipun serangannya masih dalam kondisi ringan yaitu jenis ini sebagian besar awalnya terserang jamur dan kanker batang sehingga cenderung lebih disukai oleh rayap. Natawiria (1986 a ) mengemukakan, bahwa beberapa kasus serangan rayap pada pohon diawali dengan adanya bagian-bagian pohon tersebut yang mati atau membusuk karena penyakit yang disebabkan oleh jamur. Dalam proses pencarian makanan, rayap tidak mengenal kayu keras dan kayu lunak, sehingga dapat dikatakan bahwa semua jenis kayu dapat diserang oleh rayap, namun pada kondisi-kondisi tertentu seperti adanya serangga-serangga predator, jumlah koloni yang sedikit, tidak adanya organisme simbion, serta makanan yang tersedia sangat sedikit, maka tingkat serangan rayap akan terbatas dan sewaktu-waktu dapat meningkat jika berada pada kondisi-kondisi yang mendukung. Beberapa jenis buah-buahan yang terdapat pada ketiga zona pemanfaatan tidak terserang oleh rayap, misalnya pala hutan (Myristica cinnamomea), langsat (Lansium domesticum), sukun (Arthocarpus indicus) dan beberapa jenis lainnya. Belum diketahui penyebab tidak terserangnya jenis-jenis pohon ini, apakah mempunyai zat yang tidak disukai oleh rayap atau penyebab lainnya. Terbatasnya serangan rayap pada kawasan KRUS ini bukan semata-mata karena ketahanan pohon tersebut terhadap serangan rayap, tetapi lebih dimungkinkan karena faktor lingkungan. Natawiria (1986 b ) mengemukakan, bahwa kurangnya serangan hama di hutan alam dimungkinkan karena adanya hubungan timbal balik antara berbagai faktor lingkungan yang menyebabkan populasi serangga tetap rendah, sehingga kerusakan yang ditimbulkan secara ekonomis tidak berarti. Asosiasi Antara Rayap dengan Faktor Biotik dan Abiotik Lainnya Kehadiran rayap pada suatu tegakan selain dipengaruhi oleh beberapa faktor yang telah dikemukakan di atas juga dipengaruhi oleh keberadaan faktor biotik dan abiotik lainnya pada tegakan tersebut, di antaranya adalah rusaknya kayu akibat serangan jamur pada suatu pohon. Natawiria (1978) melaporkan, bahwa salah satu faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan preferensi (kesukaan) rayap terhadap kayu adalah dengan membiarkan kayu tersebut terserang jamur pelapuk. Pada hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa pada ketiga zona pemanfaatan dari beberapa tumbuhan yang terserang umumnya berasosiasi dengan jamur dan kanker batang. Hal ini terjadi di Zona Konservasi, di mana rayap yang berasosiasi dengan jamur dan kanker batang sebesar 63,6 %, pada Zona Rekreasi 61,3 % dan pada Zona Koleksi 72,2 %. Hal ini menunjukkan bahwa rayap cenderung menyukai tumbuhan yang sebelumnya terserang oleh jamur atau kanker batang. Pada dasarnya rayap mampu mencerna kayu yang keras dengan bantuan organisme simbionnya, namun jika terdapat kayu yang telah lunak, maka rayap akan lebih memilih kayu lunak tersebut (Supriana, 1983). Selain itu jenis-jenis jamur tertentu

11 211 Zulkaidhah dkk. (2007). Identifikasi Rayap memiliki hormon yang berfungsi sebagai zat penarik kedatangan rayap (Tokoro dkk., 1989 dalam Suhesti, 2003). Jamur selain menyebabkan pelapukan pada kayu, juga dapat menghilangkan racun yang terkandung di dalam zat ekstraktif yang berbahaya bagi rayap dan kayu yang dilapukkan oleh jamur dapat menyebabkan peningkatan nutrisi pada rayap, sehingga keberadaan rayap pada kayu tersebut akan lebih lama, bahkan beberapa jenis rayap bersimbiosis dengan jamur (Nandika dkk., 2003). Hal inilah yang ikut berpengaruh terhadap tingginya serangan pada suatu tegakan. Penyakit kanker batang juga berpengaruh terhadap rusaknya komponen-komponen penyusun kayu yang menyebabkan kayu tersebut menjadi lunak sehingga lebih disukai oleh rayap. Keberadaan jamur dan kanker batang yang berpengaruh terhadap kehadiran rayap tidak terlepas dari faktor abiotik lainnya yaitu faktor lingkungan seperti suhu dan kelembapan udara, yang mana jamur merupakan mikroorganisme yang hidup pada kelembapan udara yang cukup tinggi. Hal yang sama dikemukakan oleh Tarumingkeng dan Martawijaya (1971), bahwa tingkat serangan rayap terbatas pada kelembapan udara yang sedang, namun akan menghebat setelah kelembapan udara meningkat yaitu pada saat setelah penutupan tajuk. Sementara pada ketiga zona pemanfaatan yang digunakan sebagai lokasi pengamatan memiliki kondisi lingkungan yang demikian, sehingga rayap, jamur dan faktor biotik/abiotik lainnya dapat berasosiasi dengan baik. Hal ini berarti bahwa di satu sisi keberadaan jamur sangat menguntungkan bagi rayap, namun di sisi lain mengakibatkan parahnya kerusakan tegakan, di mana jamur dan rayap tersebut berada. Jenis tanah di KRUS yaitu liat berpasir sampai lempung liat juga merupakan salah satu faktor abiotik yang ikut berpengaruh terhadap keberadaan rayap pada kawasan tersebut. Nandika dkk. (2003) mengemukakan, bahwa rayap dapat hidup pada tipe tanah tertentu, namun secara umum rayap tanah lebih menyukai tanah yang banyak mengandung liat yang memudahkan rayap dalam memanfaatkan tanah sebagai bahan utama pembuatan sarang, karena jenis tanah ini mengandung fraksi yang lebih halus dan kuat. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Di kawasan KRUS pada tiga zona pemanfaatan ditemukan rayap sebanyak 5 jenis dari 2 famili, yaitu Coptotermes sp., Macrotermes sp., Nasutitermes sp., Odontotermes sp. dan Rhinotermes sp. Di Zona Koleksi dan Rekreasi ditemukan masing-masing 5 jenis, sedangkan di Zona Konservasi hanya ditemukan 3 jenis. Frekuensi dan intensitas serangan tertinggi terjadi pada Zona Rekreasi (28 % dan 13,4 %), disusul pada Zona Konservasi (24,4 % dan 11,8 %) dan yang terendah pada Zona Koleksi (18,4 % dan 11 %). Frekuensi dan intensitas serangan tertinggi terjadi pada tingkat pohon (rusak sedang), disusul dengan tingkat tiang (rusak ringan), sedangkan pada tingkat pancang termasuk dalam kriteria tidak terserang.

12 JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (2), OKTOBER Pada kelompok jenis tumbuhan, frekuensi dan intensitas serangan rayap tertinggi terjadi pada kelompok jenis non Dipterocarpaceae, disusul kelompok jenis Dipterocarpaceae dan terendah pada kelompok jenis buah-buahan. Rayap lebih menyukai pohon yang telah terserang oleh jamur penyebab kanker batang, karena bagian kayunya telah terbuka sehingga memudahkan rayap untuk menyerang. Saran Dengan adanya serangan rayap di kawasan KRUS meskipun masih dikategorikan ringan, tetapi tetap memerlukan perhatian dalam hal pengendalian sebelum serangan rayap tersebut meluas yang dapat mengakibatkan kerusakan terhadap pohon-pohon koleksi KRUS. Beberapa jenis tumbuhan yang terdapat pada ketiga zona pemanfaatan tidak terserang oleh rayap, misalnya pala hutan (Myristica cinnamomea), langsat (Lansium domesticum), sukun (Arthocarpus indicus) dan beberapa jenis lain. Hal ini memerlukan penelitian lebih lanjut mengenai kemungkinan adanya faktor-faktor yang menyebabkan jenis tersebut bebas dari serangan rayap. DAFTAR PUSTAKA Borror, D.J.; C.A. Triplehorn dan N.F. Johnson Pengenalan Pelajaran Serangga. Terjemahan S. Partosoedjono. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta h. Fengel, D. dan G. Wegener Kayu (Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi). Terjemahan H. Sastrohamidjojo. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 730 h. Gomez, K.A. and A.A. Gomez Statistical Procedure for Agriculturral Research. Institute of Los Banos, Laguna, Philippines. 215 h. Graham, S.A. and F.B. Knight Principles of Forest Entomology. McGraw-Hill Book Company Inc., New York. 669 h. Hasan, T Rayap dan Pemberantasannya (Penanggulangan dan Pencegahannya). CV Yasaguna, Jakarta. 103 h. Howse, P. N Termite. Hutchinson University Library, London. Krishna, K. dan F.M. Weesner Biology of Termites. Volume I. Academic Press, New York. 598 h. Krishna, K. dan F.M. Weesner Biology of Termites. Volume II. Academic Press, New York. 643 h. Kusmana, C. dan Istomo Bahan Kuliah Ekologi Hutan. Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. 190 h. Mardji, D Identifikasi dan Penanggulangan Penyakit pada Tanaman Kehutanan. Dalam: Buku Ajar Pelatihan Teknik Rehabilitasi Hutan PT ITCIKU (M. Sutisna, D. Ruhiyat, M. Rachmat dan D. Mardji, Penyunting). Pelatihan Bidang Perlindungan Hutan di PT ITCI Kartika Utama, Kenangan, Kabupaten Pasir. H Nandika, D.; Y. Rismayadi dan F. Diba Rayap: Biologi dan Pengendaliannya. Muhammadiyah University Press, Surakarta. 216 h. Natawiria, D Daya Tarik dari Kayu Lapuk terhadap Rayap Subteran. Tesis Magister Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. 73 h. Natawiria, D a. Peranan Rayap dalam Ekosistem Hutan. Prosiding Seminar Nasional Ancaman terhadap Hutan Tanaman Industri. Kerja Sama Fakultas MIPA dan Departemen Kehutanan, Jakarta. H

13 213 Zulkaidhah dkk. (2007). Identifikasi Rayap Natawiria, D b. Ancaman Hama dan Penyakit terhadap Hutan Tanaman. Prosiding Seminar Nasional Ancaman terhadap Hutan Tanaman Industri. Kerja Sama Fakultas MIPA dan Departemen Kehutanan, Jakarta. H Sjöström, E Kimia Kayu (Dasar-dasar dan Penggunaan) Edisi Ke-2. Terjemahan H. Sastrohamidjojo. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 390 h. Soeyamto, Ch.; R. Hernadi dan M. Rachmat Potential Pests and Diseases of Tropical Forest in East Kalimantan. Laporan Akhir Penelitian, Samarinda. 80 h. Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie Prinsip dan Prosedur Statistika, Suatu Pendekatan Biometrik Edisi Kedua. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 748 h. Suhesti, E Preferensi Makan Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera: Rhinotermitidae) terhadap Kayu Pinus Termodifikasi Secara Fisis dan Hayati. Tesis Magister Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. 53 h. Supriana, N Feeding Behavior of Termites (Insecta : Isoptera) on Tropical Timber and Treated Materials. Master Thesis University of Sauthampton, England. 87 h. Suratmo, F.G Diktat Ilmu Perlindungan Hutan (Forest Protection). Pusat Pendidikan Kehutanan. Direksi Perum Perhutani, Cepu. 171 h. Tarumingkeng, R.C. dan A. Martawijaya Pengujian Kayu Jeunjing (Albizia falcata Backer) terhadap Serangan Rayap Kayu Kering (Cryptotermes gynocephalus Light) Secara Laboratories. Laporan Lembaga Penelitian Hasil Hutan, Bogor. No Wirakusumah, S Keperluan Pemantauan dan Penelitian dalam Usaha Mencegah Mengatasi Gangguan-gangguan terhadap Hutan Tanaman Industri. Prosiding Seminar Nasional Ancaman terhadap Hutan Tanaman Industri. Kerja Sama Fakultas MIPA dan Departemen Kehutanan, Jakarta. h Yitnosumarto, S Percobaan, Perancangan, Analisis dan Interpretasinya. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 299 h.

14

Oleh/by BADARUDDIN 1) ABSTRACT

Oleh/by BADARUDDIN 1) ABSTRACT IDENTIFIKASI RAYAP DAN SERANGANNYA DI HUTAN PENDIDIKAN UNLAM MANDIANGIN KALIMANTAN SELATAN Identification of Termite and Its Attack at Education Forest of Unlam Mandiangin, South Kalimantan Oleh/by BADARUDDIN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sebaran rayap tanah di berbagai vegetasi Hutan Pendidikan Gunung Walat memiliki luas wilayah 359 ha, dari penelitian ini diperoleh dua puluh enam contoh rayap dari lima

Lebih terperinci

SERANGAN RAYAP COPTOTERMES

SERANGAN RAYAP COPTOTERMES SERANGAN RAYAP COPTOTERMES SP. PADA TANAMAN MERANTI MERAH (SHOREA LEPROSULA MIQ.) DI BEBERAPA LOKASI PENANAMAN DI KALIMANTAN TIMUR Termites Attack of Coptotermes Sp. on Red Meranti (Shorea Leprosula Miq.)

Lebih terperinci

PENGENALAN RAYAP PERUSAK KAYU YANG PENTING DI INDONESIA

PENGENALAN RAYAP PERUSAK KAYU YANG PENTING DI INDONESIA PENGENALAN RAYAP PERUSAK KAYU YANG PENTING DI INDONESIA 4 Pengantar Jenis-jenis rayap (Ordo Isoptera) merupakan satu golongan serangga yang paling banyak menyebabkan kerusakan pada kayu yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Rayap Pada Kayu Umpan Di Kampung Babakan Cimareme Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Rayap Pada Kayu Umpan Di Kampung Babakan Cimareme Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam, berasal dari bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan teknologi. Kayu merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kehilangan Berat Kehilangan berat dapat menjadi indikasi respon serangan rayap terhadap contoh uji yang diberi perlakuan dalam hal ini berupa balok laminasi. Perhitungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Rayap Rayap adalah serangga sosial yang termasuk ke dalam ordo Blatodea, kelas heksapoda yang dicirikan dengan metamorfosis sederhana, bagian-bagian mulut mandibula.

Lebih terperinci

KERAGAMAN SPESIES RAYAP DI KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG GUNUNGPATI SEMARANG

KERAGAMAN SPESIES RAYAP DI KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG GUNUNGPATI SEMARANG KERAGAMAN SPESIES RAYAP DI KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG GUNUNGPATI SEMARANG Shofi Annisa, Retno Hestiningsih, Mochamad Hadi Bagian Entomologi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tiap tahunnya (Rachmawati, 1996), sedangkan menurut Wahyuni (2000), di Kabupaten

I. PENDAHULUAN. tiap tahunnya (Rachmawati, 1996), sedangkan menurut Wahyuni (2000), di Kabupaten 1 I. PENDAHULUAN Indonesia mengalami kerugian ekonomi akibat serangan rayap pada kayu bangunan rumah penduduk mencapai 12,5% dari total biaya pembangunan perumahan tiap tahunnya (Rachmawati, 1996), sedangkan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TINGKAT SERANGAN DAN JENIS RAYAP YANG MERUSAK BANGUNAN DI KOTA AMBON

IDENTIFIKASI TINGKAT SERANGAN DAN JENIS RAYAP YANG MERUSAK BANGUNAN DI KOTA AMBON Bimafika, 2012, 3, 393-398 IDENTIFIKASI TINGKAT SERANGAN DAN JENIS RAYAP YANG MERUSAK BANGUNAN DI KOTA AMBON Tekat Dwi Cahyono Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Darussalam Ambon Diterima 29-02-2012;

Lebih terperinci

Muhammad Sayuthi Laboratorium Hama Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala

Muhammad Sayuthi Laboratorium Hama Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala RAYAP MACROTERMES GILVUS (HAGEN) (ISOPTERA: TERMITIDAE) SEBAGAI HAMA PENTING PADA TANAMAN JARAK PAGAR (J. CURCAS) DI KEBUN INDUK JARAK PAGAR (KIJP) PAKUWON SUKABUMI JAWA BARAT (The Macrotermes gilvus Hagen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kehilangan Berat (Weight Loss) Contoh Uji Kehilangan berat (WL) merupakan salah satu respon yang diamati karena berkurangnya berat contoh uji akibat aktifitas makan rayap

Lebih terperinci

KERAGAMAN JENIS RAYAP DAN INTENSITAS KERUSAKAN BANGUNAN DI PERUMAHAN ALAM SINARSARI, CIBEUREUM, DARMAGA, BOGOR CUCU SETIAWATI

KERAGAMAN JENIS RAYAP DAN INTENSITAS KERUSAKAN BANGUNAN DI PERUMAHAN ALAM SINARSARI, CIBEUREUM, DARMAGA, BOGOR CUCU SETIAWATI KERAGAMAN JENIS RAYAP DAN INTENSITAS KERUSAKAN BANGUNAN DI PERUMAHAN ALAM SINARSARI, CIBEUREUM, DARMAGA, BOGOR CUCU SETIAWATI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Lebih terperinci

PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et.

PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et. PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et. B) DI PERSEMAIAN Balai Besar Penelitian Dipterokarpa RINGKASAN Kendala

Lebih terperinci

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM Muhdi Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan USU Medan Abstract A research was done at natural tropical

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian Empat Jenis Kayu Rakyat berdasarkan Persentase Kehilangan Bobot Kayu Nilai rata-rata kehilangan bobot (weight loss) pada contoh uji kayu sengon, karet, tusam,

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : Perlindungan Hutan KODE MATA KULIAH : 3566123 WAKTU PERTEMUAN : 100 menit PERTEMUAN KE : 1 A. KOMPETENSI 1. STANDAR KOMPETENSI Setelah menempuh mata kuliah ini, mahasiswa

Lebih terperinci

KERUGIAN EKONOMIS AKIBAT SERANGAN RAYAP PADA BANGUNAN RUMAH MASYARAKAT DI DUA KECAMATAN (MEDAN DENAI DAN MEDAN LABUHAN)

KERUGIAN EKONOMIS AKIBAT SERANGAN RAYAP PADA BANGUNAN RUMAH MASYARAKAT DI DUA KECAMATAN (MEDAN DENAI DAN MEDAN LABUHAN) Jurnal Biologi Sumatera, Juli 2007, hlm. 23 27 ISSN 1907-5537 Vol. 2, No. 2 KERUGIAN EKONOMIS AKIBAT SERANGAN RAYAP PADA BANGUNAN RUMAH MASYARAKAT DI DUA KECAMATAN (MEDAN DENAI DAN MEDAN LABUHAN) Ameilia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

Karakteristik Populasi Rayap Tanah Coptotermes spp (Blattodea: Rhinotermitidae) dan Dampak Serangannya

Karakteristik Populasi Rayap Tanah Coptotermes spp (Blattodea: Rhinotermitidae) dan Dampak Serangannya 110 Karakteristik Populasi Rayap Tanah Coptotermes spp (Blattodea: Rhinotermitidae) dan Dampak Serangannya (Characteristic of Population Subterranean Termites Coptotermes spp (Blattodea: Rhinotermitidae)

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK (Diversity Of Pitcher Plants ( Nepenthes Spp ) Forest

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

BIOLOGI DAN PENGENDALIAN RAYAP HAMA BANGUNAN DI INDONESIA

BIOLOGI DAN PENGENDALIAN RAYAP HAMA BANGUNAN DI INDONESIA BIOLOGI DAN PENGENDALIAN RAYAP HAMA BANGUNAN DI INDONESIA 5 Rayap dalam biologi adalah sekelompok hewan dalam salah satu ordo yaitu ordo Isoptera dari kelas Artropoda. Ordo Isoptera beranggotakan sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan sektor pertanian. Perkebunan juga berperan dalam membangun perekonomian nasional,

Lebih terperinci

Keanekaragaman Rayap Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi

Keanekaragaman Rayap Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi JURNAL 92 Noor SILVIKULTUR Farikhah Haneda TROPIKA et al. J. Silvikultur Tropika Vol. 03 No. 02 Agustus 2012, Hal. 92 96 ISSN: 2086-8227 Keanekaragaman Rayap Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan rayap yang paling luas serangannya di Indonesia. Klasifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG TAHURA K.G.P.A.A Mangkunagoro 1 Ngargoyoso merupakan Taman Hutan Raya yang terletak di Dusun Sukuh, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli ` I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN KOMUNITAS RAYAP PADA TIPE PENGGUNAAN LAHAN YANG BERBEDA SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS LINGKUNGAN TEGUH PRIBADI

KEANEKARAGAMAN KOMUNITAS RAYAP PADA TIPE PENGGUNAAN LAHAN YANG BERBEDA SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS LINGKUNGAN TEGUH PRIBADI KEANEKARAGAMAN KOMUNITAS RAYAP PADA TIPE PENGGUNAAN LAHAN YANG BERBEDA SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS LINGKUNGAN TEGUH PRIBADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan, Satuan Pengelolaan Taman Nasional 1 Way Kanan,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keawetan Kayu Keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiah terhadap serangan organisme perusak yang datang dari luar, seperti misalnya jamur, serangga, marine

Lebih terperinci

Identifikasi Rayap Di Bangunan Cagar Budaya Lawang Sewu Kota Semarang. Identification Of Termites In Lawang Sewu Heritage Building Semarang City

Identifikasi Rayap Di Bangunan Cagar Budaya Lawang Sewu Kota Semarang. Identification Of Termites In Lawang Sewu Heritage Building Semarang City Identifikasi Rayap Di Bangunan Cagar Budaya Lawang Sewu Kota Semarang Identification Of Termites In Lawang Sewu Heritage Building Semarang City *) **) Thyar Deby Yuhara *), Sri Yuliawati **), Praba Ginandjar

Lebih terperinci

Anang Kadarsah ABSTRACT

Anang Kadarsah ABSTRACT BIOSCIENTIAE Volume 2, Nomor 2, Juli 2005, Halaman 17-22 http://bioscientiae.tripod.com STUDI KERAGAMAN RAYAP TANAH DENGAN TEKNIK PENGUMPANAN PADA TUMPUKAN JERAMI PADI DAN AMPAS TEBU DI PERUSAHAAN JAMUR

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN JUDUL MATA KULIAH : Ilmu Hama Hutan NOMOR KODE/SKS : SVK 332/ 3(2-3) DESKRIPSI PERKULIAHAN : Hama merupakan bagian dari silvikultur yang mempelajari mengenai binatang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati flora dan fauna. Kondisi iklim tropis dan berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati flora dan fauna. Kondisi iklim tropis dan berbagai jenis I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya akan keanekaragaman hayati flora dan fauna. Kondisi iklim tropis dan berbagai jenis tanah, termasuk banyaknya ragam tumbuhan Indonesia

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS RAYAP DI KEBUN KELAPA SAWIT PT. BUMI PRATAMA KHATULISTIWA KECAMATAN SUNGAI AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA

KEANEKARAGAMAN JENIS RAYAP DI KEBUN KELAPA SAWIT PT. BUMI PRATAMA KHATULISTIWA KECAMATAN SUNGAI AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA KEANEKARAGAMAN JENIS RAYAP DI KEBUN KELAPA SAWIT PT. BUMI PRATAMA KHATULISTIWA KECAMATAN SUNGAI AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA (The Diversity of Termites Species in Oil Palm Plantations at PT. Bumi Pratama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika hama rayap (Coptotermes curvinagthus Holmgren) menurut

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika hama rayap (Coptotermes curvinagthus Holmgren) menurut TINJAUAN PUSTAKA Biologi Coptotermes curvignathus Holmgren Sistematika hama rayap (Coptotermes curvinagthus Holmgren) menurut Nandika, dkk (2003) adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU (The Diversity of Bamboo (Bambusodae) In Riam Odong Waterfall Forest

Lebih terperinci

I. PENDAHALUAN. dan kehutanan. Dalam bidang kehutanan, luas kawasan hutannya mencapai. (Badan Pusat Statistik Lampung, 2008).

I. PENDAHALUAN. dan kehutanan. Dalam bidang kehutanan, luas kawasan hutannya mencapai. (Badan Pusat Statistik Lampung, 2008). I. PENDAHALUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Lampung dengan luas ± 3.528.835 ha, memiliki potensi sumber daya alam yang sangat beraneka ragam, prospektif, dan dapat diandalkan, mulai dari pertanian,

Lebih terperinci

INTENSITAS SERANGAN HAMA DAN PENYAKIT Shorea leprosula Miq TINGKAT SEMAI DI TAMAN NASIONAL KUTAI RESORT SANGKIMA KABUPATEN KUTAI TIMUR

INTENSITAS SERANGAN HAMA DAN PENYAKIT Shorea leprosula Miq TINGKAT SEMAI DI TAMAN NASIONAL KUTAI RESORT SANGKIMA KABUPATEN KUTAI TIMUR Jurnal AGRIFOR Volume IV 1, Maret 2015 SN : 1412 6885 INTENSITAS SERANGAN HAMA DAN PENAKIT Shorea leprosula Miq TINGKAT SEMAI DI TAMAN NASIONAL KUTAI RESORT SANGKIMA KABUPATEN KUTAI TIMUR Jumani 1, Heni

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif - eksploratif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk mengumpulkan

Lebih terperinci

ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH

ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH viii ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman serangga (insecta) dan tumbuhan yang digunakan sebagai habitat

Lebih terperinci

HABITAT POHON PUTAT (Barringtonia acutangula) PADA KAWASAN BERHUTAN SUNGAI JEMELAK KABUPATEN SINTANG

HABITAT POHON PUTAT (Barringtonia acutangula) PADA KAWASAN BERHUTAN SUNGAI JEMELAK KABUPATEN SINTANG HABITAT POHON PUTAT (Barringtonia acutangula) PADA KAWASAN BERHUTAN SUNGAI JEMELAK KABUPATEN SINTANG Muhammad Syukur Fakultas Pertanian Universitas Kapuas Sintang Email : msyukur1973@yahoo.co.id ABSTRAKS:

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN JUMLAH RAYAP, MORTALITAS, DAN KEMAMPUAN MAKAN RAYAP PADA PENGUJIAN LABORATORIUM ICHMA YELDHA RETMADHONA

PERKEMBANGAN JUMLAH RAYAP, MORTALITAS, DAN KEMAMPUAN MAKAN RAYAP PADA PENGUJIAN LABORATORIUM ICHMA YELDHA RETMADHONA PERKEMBANGAN JUMLAH RAYAP, MORTALITAS, DAN KEMAMPUAN MAKAN RAYAP PADA PENGUJIAN LABORATORIUM ICHMA YELDHA RETMADHONA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN

Lebih terperinci

KERAGAMAN LEPIDOPTERA PADA DUKUH DAN KEBUN KARET DI DESA MANDIANGIN KABUPATEN BANJAR

KERAGAMAN LEPIDOPTERA PADA DUKUH DAN KEBUN KARET DI DESA MANDIANGIN KABUPATEN BANJAR KERAGAMAN LEPIDOPTERA PADA DUKUH DAN KEBUN KARET DI DESA MANDIANGIN KABUPATEN BANJAR Oleh/by SUSILAWATI Program Studi Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Jl. A. Yani KM 36

Lebih terperinci

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH Oleh/by MUHAMMAD HELMI Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT Diversity of Species Meranti (Shore spp) In Protected Forest Area Ambawang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SPESIES RAYAP PERUSAK TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) Termite Species Identification as Pests to Jatropha curcas L.

IDENTIFIKASI SPESIES RAYAP PERUSAK TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) Termite Species Identification as Pests to Jatropha curcas L. IDENTIFIKASI SPESIES RAYAP PERUSAK TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) Termite Species Identification as Pests to Jatropha curcas L. Muhammad Sayuthi Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kayu jati sebagai bahan bangunan seperti kuda-kuda dan kusen, perabot rumah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kayu jati sebagai bahan bangunan seperti kuda-kuda dan kusen, perabot rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu jati merupakan salah satu jenis kayu yang diminati dan paling banyak dipakai oleh masyarakat, khususnya di Indonesia. Selain memiliki sifat yang awet dan kuat,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

Yusanto Nugroho Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat

Yusanto Nugroho Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat 1 Pengaruh Sifat Fisik Tanah Terhadap Persebaran Perakaran Tanaman Sengon Laut (Praserianthes falcataria (L) Nielson Di Hutan Rakyat Kabupaten Tanah Laut Yusanto Nugroho Fakultas Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit Taman Nasional Meru Betiri. Gambar 3.1. Peta Kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Keberadaan sekolah-sekolah sekarang ini dianggap masih kurang

TINJAUAN PUSTAKA. Keberadaan sekolah-sekolah sekarang ini dianggap masih kurang TINJAUAN PUSTAKA Bangunan Sekolah Dasar Keberadaan sekolah-sekolah sekarang ini dianggap masih kurang memadai baik dari segi jumlah maupun kelengkapan fasilitas di dalamnya. Saat ini terdapat hampir lebih

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok koleksi tumbuhan Taman Hutan Raya Wan Abdul

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok koleksi tumbuhan Taman Hutan Raya Wan Abdul III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok koleksi tumbuhan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman. Pada bulan September 2013 sampai dengan Oktober 2013. B. Alat

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE JAKARTA, MEI 2005 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semut (Hymenoptera: Formicidae) memiliki jumlah jenis dan

BAB I PENDAHULUAN. Semut (Hymenoptera: Formicidae) memiliki jumlah jenis dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semut (Hymenoptera: Formicidae) memiliki jumlah jenis dan populasi yang berlimpah, terdiri dari 16 sub famili, 296 genus dan 15.000 spesies yang telah teridentifikasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pohon Plus Pohon induk merupakan pepohonan terpilih di antara pepohonan yang ada di suatu areal pengelolaan hutan yang di tunjuk sebagai pohon tempat pengambilan organ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak di daerah beriklim tropis sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) Indonesia menjadi salah

Lebih terperinci

> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA > MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.18/Menhut-II/2004 TENTANG KRITERIA HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIBERIKAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM

Lebih terperinci

HASIL. lorong kembara di batang tanaman (b) Data ukuran sarang rayap yang ditemukan.

HASIL. lorong kembara di batang tanaman (b) Data ukuran sarang rayap yang ditemukan. 2 lorong kembara di batang tanaman (b) Data ukuran sarang rayap yang ditemukan. Identifikasi rayap Identifikasi rayap menggunakan rayap kasta prajurit. Rayap kasta prajurit mayor digunakan untuk mengidentifikasi

Lebih terperinci

Kata kunci : Umur pertumbuhan, Dipterocarpaceae, mersawa, Anisoptera costata Korth

Kata kunci : Umur pertumbuhan, Dipterocarpaceae, mersawa, Anisoptera costata Korth PERTUMBUHAN BIBIT MERSAWA PADA BERBAGAI TINGKAT UMUR SEMAI 1) Oleh : Agus Sofyan 2) dan Syaiful Islam 2) ABSTRAK Degradasi hutan Indonesia meningkat dari tahun ke tahun dalam dekade terakhir. Degradasi

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman hayati (biological diversity atau biodiversity) adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan keragaman ekosistem dan berbagai bentuk serta variabilitas

Lebih terperinci

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM KARYA TULIS KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM OLEH : DIANA SOFIA H, SP, MP NIP 132231813 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2007 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rayap Coptotermes curvignathus Hobngren Rayap dikenal sebagai serangga sosial yang berukuran kecil sampai sedang, hidup dalam koloni-koloni dan membagi kegiatan-kegiatan utamanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil hutan non kayu sebagai hasil hutan yang berupa produk di luar kayu

BAB I PENDAHULUAN. Hasil hutan non kayu sebagai hasil hutan yang berupa produk di luar kayu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil hutan non kayu sebagai hasil hutan yang berupa produk di luar kayu yang dihasilkan dari pengolahan hutan, contohnya produk ekstraktif. Produk ekstraktif merupakan

Lebih terperinci

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol. 21, No.1, Maret. 2014: 83-89 KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT (Residual Stand Damage Caused by Timber Harvesting in Natural Peat

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

PERSEBARAN DAN PREFERENSI RAYAP TANAH TERHADAP JENIS KAYU YANG BERBEDA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PENGUMPANAN DI WILAYAH PURWOKERTO SKRIPSI

PERSEBARAN DAN PREFERENSI RAYAP TANAH TERHADAP JENIS KAYU YANG BERBEDA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PENGUMPANAN DI WILAYAH PURWOKERTO SKRIPSI PERSEBARAN DAN PREFERENSI RAYAP TANAH TERHADAP JENIS KAYU YANG BERBEDA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PENGUMPANAN DI WILAYAH PURWOKERTO SKRIPSI Oleh DWI NURCAHYO A B1J009048 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TINGKAT KERUSAKAN TEGAKAN HUTAN DI AREAL KPPH TALANGMULYA

IDENTIFIKASI TINGKAT KERUSAKAN TEGAKAN HUTAN DI AREAL KPPH TALANGMULYA PROSIDING ISSN: 2598 0246 E-ISSN: 2598-0238 SEMNAS IIB DARMAJAYA Lembaga Penelitian, Pengembangan Pembelajaran & Pengabdian Kepada Masyarakat, 25 Oktober 2017 IDENTIFIKASI TINGKAT KERUSAKAN TEGAKAN HUTAN

Lebih terperinci

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO DINAS PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN JL. RAYA DRINGU 81 TELPON 0335-420517 PROBOLINGGO 67271 MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU Oleh

Lebih terperinci

PENGGUNAAN OLI DAN INSEKTISIDA UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PENGGUNAAN OLI DAN INSEKTISIDA UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PENGGUNAAN OLI DAN INSEKTISIDA UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT USE OF LUBRICANT OIL AND INSECTICIDE TO CONTROL TERMITE IN OIL PALM FARM Angga Pramana Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati (biological

Lebih terperinci

Asrianny, Arghatama Djuan. Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas. Abstrak

Asrianny, Arghatama Djuan. Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas. Abstrak Pola Penyebaran dan Struktur Populasi Eboni (Diospyros celebica Bakh.) di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin, Kabupaten Maros Propinsi Sulawesi Selatan Asrianny, Arghatama Djuan Laboratorium Konservasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu kawasan yang terletak pada daerah tropis adalah habitat bagi kebanyakan hewan dan tumbuhan untuk hidup dan berkembang biak. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

Rayap Sebagai Serangga Perusak Bangunan & Pengendaliannya (Implementasi SNI 2404:2015 dan SNI 2405: 2015)

Rayap Sebagai Serangga Perusak Bangunan & Pengendaliannya (Implementasi SNI 2404:2015 dan SNI 2405: 2015) Rayap Sebagai Serangga Perusak Bangunan & Pengendaliannya (Implementasi SNI 2404:2015 dan SNI 2405: 2015) Titik Kartika Pusat Penelitian Biomaterial RUANG LINGKUP Memberikan pengertian 1. Tentang rayap

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP EKOLOGI

RUANG LINGKUP EKOLOGI EKOLOGI TEMA 1 RUANG LINGKUP EKOLOGI Program Studi Tadris Biologi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Jember A. Pengertian & Ruang Lingkup Ekologi Ekologi adalah ilmu yang mempelajari

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit, SPTN Wilayah II, Taman Nasional

Lebih terperinci

KETAHANAN LIMA JENIS KAYU BERDASARKAN POSISI KAYU DI POHON TERHADAP SERANGAN RAYAP

KETAHANAN LIMA JENIS KAYU BERDASARKAN POSISI KAYU DI POHON TERHADAP SERANGAN RAYAP ISSN 1411 0067 Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 5, No. 2, 2003, Hlm. 77-82 77 KETAHANAN LIMA JENIS KAYU BERDASARKAN POSISI KAYU DI POHON TERHADAP SERANGAN RAYAP TERMITE RESISTANCE OF DIFFERENT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lichenes yang lazim dikenal dengan nama lumut kerak merupakan jenis tumbuhan yang belum banyak diketahui oleh sebagian orang. Dan sesungguhnya berbeda dari

Lebih terperinci

Dramaga, Bogor, 16680, Indonesia. IPB Dramaga, Bogor, 16680, Indonesia Corresponding author: (Fauzi Febrianto)

Dramaga, Bogor, 16680, Indonesia. IPB Dramaga, Bogor, 16680, Indonesia Corresponding author: (Fauzi Febrianto) Keawetan Alami Sembilan Jenis Kayu dari Kampus Dramaga Institut Pertanian Bogor terhadap Serangan Rayap (Natural Durability of Nine Woods Species Grown in Dramaga Campus Bogor Agricultural University against

Lebih terperinci

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) DI KAWASAN KONSERVASI RUMAH PELANGI DUSUN GUNUNG BENUAH KECAMATAN SUNGAI AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA Diversity Study of Kantong Semar Plants (Nepenthes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang secara geografis memiliki daerah pesisir yang sangat panjang. Di sepanjang daerah tersebut hidup beranekaragam biota laut (Jati dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bogor merupakan kota yang terus berkembang serta mengalami peningkatan jumlah penduduk dan luas lahan terbangun sehingga menyebabkan terjadinya penurunan luas

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Deforestasi hutan tropis dan konversi hutan menjadi sistem penggunaan

I. PENDAHULUAN. Deforestasi hutan tropis dan konversi hutan menjadi sistem penggunaan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Deforestasi hutan tropis dan konversi hutan menjadi sistem penggunaan lahan lainnya merupakan salah satu alasan penting terhadap hilangnya keanekaragaman hayati (Beck

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi 12 Gymnospermae lebih efisien pada intensitas cahaya tinggi (Kramer & Kozlowski 1979). Sudomo (2007) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang berlebihan akan menyebabkan laju transpirasi tinggi, sedangkan

Lebih terperinci

ANALISIS KERUSAKAN BANGUNAN SEKOLAH DASAR NEGERI OLEH FAKTOR BIOLOGIS DI KOTA BOGOR RULI HERDIANSYAH

ANALISIS KERUSAKAN BANGUNAN SEKOLAH DASAR NEGERI OLEH FAKTOR BIOLOGIS DI KOTA BOGOR RULI HERDIANSYAH ANALISIS KERUSAKAN BANGUNAN SEKOLAH DASAR NEGERI OLEH FAKTOR BIOLOGIS DI KOTA BOGOR RULI HERDIANSYAH DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 RINGKASAN Ruli Herdiansyah.

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis Rayap Tanah dan Dampak Serangan Pada Bangunan Rumah di Perumahan Kawasan Mijen Kota Semarang

Keanekaragaman Jenis Rayap Tanah dan Dampak Serangan Pada Bangunan Rumah di Perumahan Kawasan Mijen Kota Semarang Keanekaragaman Jenis Rayap Tanah dan Dampak Serangan Pada Bangunan Rumah di Perumahan Kawasan Mijen Kota Semarang Annisa Savitri* ), Ir. Martini**), Sri Yuliawati** ) * ) Mahasiswa Peminatan Entomologi

Lebih terperinci

Jaya, I N.S Fotogrametri dan Penafsiran Potret Udara di Bidang Kehutanan. Bogor: Laboratorium Inventarisasi Sumberdaya Hutan.

Jaya, I N.S Fotogrametri dan Penafsiran Potret Udara di Bidang Kehutanan. Bogor: Laboratorium Inventarisasi Sumberdaya Hutan. DAFTAR PUSTAKA Budi, C. 1998. Penyusunan Model Penduga Volume Tegakan dengan Foto Udara (Studi kasus di HPH PT. Sura Asia Provinsi Dati I Riau). Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Cochran, W.G.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa 19 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Papan partikel Papan partikel adalah papan yang dibuat dari partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya yang diikat dengan perekat organik ataupun sintesis kemudian

Lebih terperinci