Oleh/by BADARUDDIN 1) ABSTRACT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Oleh/by BADARUDDIN 1) ABSTRACT"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI RAYAP DAN SERANGANNYA DI HUTAN PENDIDIKAN UNLAM MANDIANGIN KALIMANTAN SELATAN Identification of Termite and Its Attack at Education Forest of Unlam Mandiangin, South Kalimantan Oleh/by BADARUDDIN 1) ABSTRACT The aim of this research was to identify species diversity of termites, to measure attack levels, to detect resilience level of plants families against termites attack and to evaluate the efficacy of termites control. There were 112 species of plants in the rehabilitation area and 44 species in the natural area attacked by termites. I Four species of two termite families were found at both areas. The 4 species of termites were Nasutitermes sp., Coptotermes sp., Macrotermes sp. and Rhinotermes sp. of the family Termitidae and Rhinotermitidae. At both areas, incidence and severity of termites attacks werw significantly different. The incidence and severity at the rehabilitation area were higher than that at the natural forest. Generally, the condition of plants at both areas were at the level of low damage. Sapling, poles and trees showed the same incidences of attack by termites ( p < 0,01 ), but not the severety or intensity in severities or intensity. Some families of plant were not attacked by termites i.e Zingiberaceae, Sonneratiaceae, Lytheraceae, Casuarinaceae, Myrsimaceae, Rutaceae, Fagaceae, Compositae, Polypodiaceae, Tiliaceae, Rosaceae, Caesalpiniaceae, Thymelaeaceae and Vitaceae. Keywords: termite, attack, species diversity I. PENDAHULUAN Vegetasi di HPU Fakultas Kehutanan Mandiangin masih mempunyai sifat-sifat yang khas hutan hujan tropis primer, tetapi pada bagian-bagian tertentu karena sering terjadi kebakaran dan adanya aktivitas dari manusia sehingga hutannya sudah berubah menjadi hutan sekunder, maka pada daerah ini sudah banyak kegiatan rehabilitasi. Pada umumnya sebagian besar kawasan HPU Mandiangin terdiri atas alang-alang (Imperata cylindrica) yang terdapat mulai dari daerah yang agak datar hingga ke punggung gunung, sedangkan daerah yang berhutan ditemui pada punggung gunung sampai ke puncak (Anonim, 1996). Di balik keanekaragaman jenis dan keberhasilan kegiatan rehabilitasi yang dicapai, tanpa disadari terdapat beberapa masalah khas yang dihadapi dalam pengembangan kawasan HPU dan wisata ini. Salah satunya adalah masalah serangan rayap yang dapat mengakibatkan kerusakan pada pohon-pohon yang masih hidup. Rayap adalah salah satu serangga (ordo Isoptera) yang merupakan serangga perusak kayu dan bangunan yang terbuat dari bahan berselulosa seperti mebel, kertas dan benda-benda seni. Kerugian yang ditimbulkan akibat serangan rayap ini pada bangunan perumahan di Indonesia pada tahun 1995 mencapai Rp. 1,67 triliun per tahun, bahkan pada tahun 2005 diperkirakan mencapai Rp triliun (Prasetiyo dan Yusuf, 2005). 1) Staf Pengajar Fakultas Kehutanan Unlam Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret

2 Sampai saat ini para ahli hama telah menemukan kira-kira jenis rayap yang tersebar di seluruh dunia, sedangkan di Indonesia sendiri telah ditemukan tidak kurang dari 200 genus (marga). Secara garis besar jenis rayap tersebut terbagi dalam 7 famili, 15 sub famili dan 200 genus. Tidak kurang dari 200 jenis rayap atau 10 % dari keragaman rayap yang tersebar di dunia merupakan bagian dari berbagai tipe ekosistem di Indonesia yang terdiri dari 3 famili Kalotermitidae, Rhinotermitidae dan Termitidae (Prasetiyo dan Yusuf, 2005) Adanya serangan rayap pada tanaman dan hasil hutan pertama kali dilaporkan oleh Henry Smeathman kepada Royal Society di London pada tahun 1891, sedangkan serangan rayap pada tanaman perkebunan dan kehutanan di Indonesia mulai banyak dilaporkan oleh Kalshoven pada tahun (Nandika dkk., 2003). Mengingat bahwa rayap setiap saat dapat menjadi ancaman yang dapat menimbulkan kerugian yang cukup berarti, maka tindakan-tindakan pengendaliannya perlu dilakukan. Usaha-usaha pengendalian yang efisien dan efektif dapat dilakukan bila karakteristik bioekologinya diketahui dengan jelas. II. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini untuk: 1) Mengetahui keanekaragaman jenis rayap di HPU Mandiangin 2) Mengetahui tingkat serangannya dan mengetahui tingkat ketahanan tumbuhan terhadap serangan rayap yang dikelompokkan menurut suku III. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Pendidikan Fakultas Kehutanan Unlam Desa Mandiangin Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan dari bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2006 dan dilanjutkan pada bulan Juni di Laboratorium Perlindungan Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Samarinda. Bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Tumbuhan di plot pengamatan, alkohol 70 % untuk mengawetkan rayap, termitisida untuk memberantas rayap, microcaliper, digunakan untuk mengukur diameter pancang, meteran untuk mengukur diameter tiang dan pohon, tongkat ukuran 2 m untuk mengukur tinggi tegakan, botol yang digunakan sebagai tempat koleksi rayap, mikroskop zoom stereo yang dilengkapi kamera digital yang digunakan untuk mengidentifikasi jenis rayap, buku-buku tentang rayap untuk pedoman identifikasi, tally sheet untuk mencatat data di lapangan, spidol untuk pemberian label, patok kayu untuk batas plot, sprayer (alat semprot) dan clinometer untuk mengukur kelerengan dan tinggi pohon. Pembuatan petak pengamatan menggunakan metode garis berpetak. Sesuai hasil orientasi lapangan maka sebagai petak penelitian adalah perbedaan tipe vegetasi, yaitu tipe vegetasi alami (tidak ada kegiatan rehabilitasi) dan tipe vegetasi yang sudah dilaksanakan tindakan rehabilitasi. Tiap tipe vegetasi dibuat petak contoh sebanyak 25 petak dengan ukuran 20 x 20 m, sehingga luas petak contoh setiap tapak adalah m 2 (1 ha). Jadi luas plot pengamatan kedua tipe vegetasi adalah m 2 (2 ha). Peletakan petak pengamatan tersebar pada kedua tipe vegetasi, jarak antar petak minimal 20 m, tetapi bisa saja lebih jauh mengingat kondisi lapangan yang bervariasi. Pada setiap plot yang telah ditentukan di lapangan dihitung jumlah tumbuhan mulai dari tingkat pancang sampai pohon secara keseluruhan, kemudian dilakukan pengamatan terhadap tumbuhan yang terserang rayap dan juga mengamati faktorfaktor lain yaitu faktor biotik dan abiotik yang ikut berpengaruh misalnya jamur, suhu, kelembapan, curah hutan, tipe tanah dan tipe vegetasi. Nama jenis tumbuhan langsung ditentukan di lapangan oleh seorang pengenal pohon. Untuk keperluan ini kriteria yang digunakan yaitu pancang adalah permudaan dengan tinggi 1,5 m sampai Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret

3 anakan diameter kurang dari 10 cm, tiang adalah pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm, dan pohon adalah tumbuhan dengan diameter 20 cm atau lebih (Kusmana dan Istomo, 1995). Untuk menentukan skor serangan rayap, maka dibuat kriteria sebagai berikut. Tabel 1. Cara Menentukan Skor Serangan Rayap pada Setiap Pancang, Tiang dan Pohon Kondisi pancang/tiang/pohon Skor Tidak ada serangan rayap 0 Terserang ringan (bagian pancang/ tiang/pohon yang terserang relatif sempit dengan kerusakan bagian kulit dan kayu sedikit atau 1 terserang sekitar ¼ dari tinggi batang) Terserang sedang (bagian pancang/ tiang/pohon yang terserang relatif agak luas dengan kerusakan bagian kulit dan kayu agak banyak atau terserang sekitar ½ dari tinggi batang) Terserang berat (bagian pancang/tiang/pohon yang terserang relatif luas dengan kerusakan bagian kulit dan kayu banyak atau terserang sekitar ¾ dari tinggi batang) 2 3 Mati (bagian pancang/ tiang/pohon yang terserang relatif sangat banyak dengan kerusakan bagian kulit dan kayu sangat banyak, kulit dan kayu mengering, daun rontok dan tidak ada tanda-tanda kehidupan atau hampir seluruh batang terserang) 4 Sumber: Zulkaidah (2005) Rayap yang diambil dari lapangan dimasukkan ke dalam botol koleksi yang berisi alkohol 70 %. Identifikasi rayap dilakukan di Laboratorium Perlindungan Hutan Universitas Mulawarman dengan bantuan buku-buku rayap (Krishna dan Weesner, 1970 Volume I dan II; Borror dkk., 1992; Nandika dkk., 2003) dan mikroskop zoom stereo yang dilengkapi kamera digital yang digunakan untuk mengidentifikasi rayap. Data rayap tersebut kemudian dicocokkan dengan data di literatur dan ditentukan nama jenisnya. Analisa data frekuensi serangan (F) dihitung dengan membandingkan jumlah pancang, tiang atau pohon yang terserang dengan jumlah pancang, tiang atau pohon secara keseluruhan yang diamati, dinyatakan dalam persen (%) dengan rumus sebagai berikut: F = X x 100 % Y F = Frekuensi serangan Y = Jumlah pancang/tiang/pohon yang diamati X = Jumlah pancang/tiang/pohon yang terserang Intensitas serangan (I) dihitung dengan rumus sebagai berikut: I = X Y + X Y + X Y + X XY Y 4 x 100 % Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret

4 yang mana: X = jumlah pancang/tiang/pohon yang diamati X 1 = jumlah pancang/ tiang/pohon yang terserang ringan (skor 1) X 2 = jumlah pancang/ tiang/pohon yang terserang sedang (skor 2) X 3 = jumlah pancang/ tiang/pohon yang terserang berat (skor 3) X 4 = jumlah pancang/ tiang/pohon yang mati (skor 4) Y 1- Y 4 = nilai 1 4 dari masing-masing tumbuhan yang menunjukkan tanda dari ringan sampai mati (tidak ada tanda-tanda kehidupan). Setelah diperoleh nilai intensitas serangan, maka kondisi tumbuhan untuk tingkat pancang, tiang dan pohon secara keseluruhan di Hutan Pendidikan Fakultas Kehutanan Unlam akibat serangan rayap dapat diketahui berdasarkan kriteria yang ada. Kriteria serangan menurut Mardji (2003) adalah sebagai berikut. Tabel 2. Cara Menentukan Kondisi Setiap Jenis Pancang, Tiang dan Pohon di Hutan Pendidikan Unlam Berdasarkan Intensitas Serangan Intensitas serangan ( % ) Kondisi Tumbuhan 0-1 Sehat (S) > 1-25 Rusak ringan (RR) > Rusak sedang (RS) > Rusak berat (RB) > Rusak sangat berat (RT) Karena nilai pengamatan menggunakan angka relatif yaitu satuan persentase, maka sebelum dianalisis secara statistik data tersebut perlu ditransformasi. Menurut Gomez and Gomez (1976), Hanafiah (2003), beberapa ketentuan yang berlaku dalam transformasi sebagai berikut: 1) Untuk data dengan kisaran nilai persentase antara tidak memerlukan transformasi. 2) Untuk data dengan nilai persentase terletak antara 0 20 atau digunakan transformasi akar, yaitu Y. Untuk data ini sebaiknya dikuangkan dulu dengan 100 sebelum ditransformasikan. Bila nilai kurang dari 15 maka digunakan transformasi (Y+1/2). 3) Untuk data dengan kisaran nilai persentase nilai persentase yang luas maka digunakan transformasi sudut atau kebalikan sinus, yaitu arcsin Y. Sebelum dilakukan transformasi, 0 % diubah menjadi 1/(4n) dan 100 % diubah menjadi 100 1/(4n). Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat frekuensi dan intensitas serangan rayap baik antar tipe vegetasi yang berbeda, maupun antar stratifikasi pertumbuhan (pancang, tiang dan pohon), pada kawasan Hutan Pendidikan Fakultas Kehutanan Unlam, maka dilakukan pengujian statistik berupa analisis sidik ragam dan jika pada analisis tersebut terdapat perbedaan signifikan maka pengujian ini dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (Least Significant Difference) dengan menggunakan program Statgraphics Plus Versi 4,0 dengan panduan buku statistik oleh Yitnosumarto (1991), Steel dan Torrie (1993). Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret

5 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. TIPE VEGETASI DAN SERANGAN RAYAP Hutan Pendidikan Mandiangin Fakultas Kehutanan Unlam terdiri dari dua tipe vegetasi yaitu vegetasi rehabilitasi dan vegetasi alami. Vegetasi rehabilitasi adalah vegetasi yang terdiri dari tumbuhan alami dan tanaman hasil rehabilitasi, yang mana sebagian besar dilaksanakan di punggung bukit Mandiangin, bukit Pendamaran dan Pematon atau areal yang relatif datar. Penanaman yang dilaksanakan pada areal vegetasi rehabilitasi ini adalah di areal-areal bekas kebakaran dan lahan-lahan kritis. Kebanyakan jenis yang ditanam adalah jenis mangium, sengon, sungkai, pinus, kayu kuku, ulin, gamal dan jati, sedangkan vegetasi alami terdiri dari tumbuhan alami, sehingga pada vegetasi alami areal-areal bekas kebakaran dan pada lahan kritis vegetasinya tumbuh secara alami tanpa ada tindakan penanaman. Hasil penelitian pada dua tipe vegetasi di atas, jenis rayap yang telah terindentifikasi berasal dari pengambilan sampel sebanyak 156 sampel pada plot-plot pengamatan di dua tipe vegetasi, yaitu pada vegetasi rehabilitasi 112 sampel dan pada vegetasi alami 44 sampel, lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Frekuensi Serangan Rayap pada Tipe Vegetasi dan Tingkat Pertumbuhan yang Berbeda Tipe vegetasi Tingkat pertumbuhan Jumlah yang diserang Vegetasi rehabilitasi Vegetasi alami Pancang Tiang Pohon Pancang Tiang Pohon 45 (40,2 %) 44 (39,3 %) 23 (20,5 %) 13 (29,5 %) 25 (56,8 %) 6 (13,7 %) B. KERAGAMAN JENIS RAYAP Dari hasil identifikasi sampel secara keseluruhan, jenis rayap yang diperoleh sebanyak 4 jenis yaitu Macrotermes sp., Nasutitermes sp., Rhinotermes sp. dan Coptotermes sp. (Tabel 4). Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret

6 Tabel 4. Jenis-Jenis Rayap yang Menyerang Tumbuhan pada Vegetasi Rehabilitasi dan Vegetasi Alami Jenis rayap Vegetasi rehabilitasi (Tumbuhan) Vegetasi alami (Tumbuhan) Macrotermes sp. Nasutitermes sp. Coptotermes sp. Rhinotermes sp. 53 (47,3 %) 44 (39,3 %) 9 (8,0 %) 6 (5,4 %) 21 (47,73 %) 11 (25 %) 9 (20 %) 3 (6,82 %) Jumlah Berdasarkan cara hidupnya keempat jenis rayap tersebut tergolong dalam rayap tanah (subteranean termite). Rincian jenis-jenis rayap yang menyerang pada setiap tipe vegetasi yaitu sebagai berikut: 1) Pada tipe vegetasi rehabilitasi, yang terdiri dari 112 sampel yang diidentifikasi ditemukan juga 4 jenis yaitu Macrotermes sp., Nasutitermes sp., Coptotermes sp. dan Rhinotermes sp.. 2) Pada tipe vegetasi alami, dari 44 sampel yang diidentifikasi ditemukan 4 jenis rayap dan jenis rayapnya sama dengan yang ditemukan pada vegetasi rehabilitasi Adapun morfologi dari keempat jenis rayap yang berhasil diidentifikasi yaitu: 1. Macrotermes sp. Rayap jenis Macrotermes sp. (Gambar 1) tergolong dalam famili Termitidae dengan subfamili Macrotermitinae. Khusus untuk jenis ini kasta prajuritnya ada dua jenis yaitu kasta prajurit yang besar (major) dan kasta prajurit yang kecil (minor), namun yang umum dijumpai yaitu kasta prajurit minor. Jenis ini tidak mempunyai gigi marginal namun yang digunakan untuk menjepit adalah ujung mandibel. Karakteristik umum dari jenis ini baik prajurit major maupun minor adalah warnanya agak kecoklatan, antena 17 ruas, mandibel kiri dan kanan simetris. Khusus untuk prajurit minor, panjang secara keseluruhan +7,8 mm, dengan panjang kepala sampai mandible ±3 mm dan panjang kepala tanpa mandibel 1 2 mm. Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret

7 A B C Gambar 1. A. Macrotermes sp. (Kasta Prajurit Major) B. Macrotermes sp. (Kasta Prajurit Minor) C. Macrotermes sp. (Kasta Pekerja) Keterangan: = 1 mm Macrotermes sp. menyerang tumbuhan pada kayu gubal dan membuat sarang di dalamnya, sehingga tumbuhan itu mati karena semua selolusa habis dimakan. Karakteristik serangan rayap Macrotermes sp. dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini. A. Serangan Berat B. Serangan sedang Gambar 2. Karakteristik serangan rayap Macrotermes sp. Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret

8 2. Nasutitermes sp. Rayap Nasutitermes sp. tergolong dalam famili Termitidae dengan subfamili Nasutitermitinae. Jenis ini khususnya pada kasta prajurit ditandai dengan penonjolan pada bagian depan kepalanya (nasut), hal ini merupakan ciri khas dari jenis Nasutitermes, selain itu ciri-ciri umum yang dimiliki oleh jenis ini yaitu kepala bulat, warnanya coklat tua, panjang secara keseluruhan ±4,5 mm dengan jumlah ruas antena ruas. Untuk lebih jelasnya jenis rayap Nasutitermes sp. dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini. A B Gambar 3. A. Nasutitermes sp. (Kasta Prajurit) B. Nasutitermes sp. (Kasta Pekerja) Keterangan : = 1 mm Jenis rayap Nasutitermes sp. menyerang tumbuhan bagian kulit luar dengan membuat sarang pada bagian tersebut, lama-kelamaan sarangnya semakin membesar dan rayap tersebut memakan selulosa tumbuhan yang diserangnya sampai tumbuhan tersebut mati. Karakteristik serangan rayap Nasutitermes sp. dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini. A. Serangan ringan B. Serangan Berat Gambar 4. Karakteristik serangan rayap Nasutitermes sp. Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret

9 3. Coptotermes sp. Rayap dari jenis Coptotermes sp. (Gambar 5) termasuk dalam famili Rhinotermitidae dengan subfamili Coptotermitinae. Jenis rayap ini merupakan jenis yang paling umum di Indonesia dan sangat merugikan. Ciri khas yang dimiliki oleh jenis ini adalah kepala dan abdomennya berbulu, selain itu ciri umum dari jenis ini adalah warnanya kuning sampai coklat muda, panjang secara keseluruhan ±5,4 mm, jumlah ruas antena ruas, mandibelnya bersilangan dan agak bergerigi. A B Gambar 5. A. Coptotermes sp. (Kasta Prajurit) B. Coptotermes sp. (Kasta Pekerja) Keterangan: = 1 mm Rayap Coptotermes sp. menyerang tumbuhan pada bagian kulit luar dan bagian dalam sampai tumbuhan yang diserangnya mati. Karakteristik serangan rayap dapat dilihat pada Gambar 6 berikut ini. A. Terserang Berat B. Teserang Sedang Gambar 6. Karakteristik serangan rayap Coptotermes sp. 4. Rhinotermes sp. Rhinotermes sp. (Gambar 7) merupakan salah satu jenis rayap yang tergolong dalam famili Rhinotermitidae dengan subfamili Rhinotermitinae. Jenis rayap ini kasta prajuritnya juga terdiri dari dua jenis yaitu kasta major dan kasta minor. Warna rayap ini Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret

10 baik major maupun minor adalah sama yaitu kekuningan namun keduanya berbeda pada jumlah ruas antena, yang mana rayap major jumlah ruas antenanya 16 ruas dan panjang secara keseluruhan +6,4 mm, panjang kepala sampai mandibel 1 2,5 mm. A B Gambar 7. A. Rhinotermes sp. (Kasta Prajurit) B. Rhinotermes sp. (Kasta Pekerja) Keterangan: = 1 mm Identifikasi rayap di atas, terutama didasarkan pada perbedaan bentuk dan ukuran kepala, warna, jumlah ruas antena serta mandibel dari kasta prajurit. Dalam mengidentifikasi rayap sampai tingkat genus, kasta yang paling sesuai digunakan adalah kasta prajurit, karena baik kasta pekerja maupun kasta reproduktif tidak cukup valid untuk digunakan mengingat terlalu banyak kesamaan bentuk dari jenis rayap tersebut pada genus yang sama. Rayap Rhinotermes sp. Juga menyerang tumbuhan pada bagian kulit luar dan bagian dalam sampai tumbuhan yang diserangnya mati. Karakteristik serangan rayap Rhinotermes sp. dapat dilihat pada Gambar 8 berikut ini. A. Terserang Berat B. Terserang Sedang Gambar 8. Karakteristik Serangan Rayap Rhinotermes sp. Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret

11 C. FREKUENSI DAN INTENSITAS SERANGAN RAYAP Salah satu indikator dalam pemberantasan serangan patogen adalah sejauh mana tingkat frekuensi dan intensitas serangannya, jika tingkat serangan dapat menimbulkan kerugian yang berarti walaupun pada dasarnya tingkat serangannya masih terserang ringan, maka tindakan pengendalian perlu untuk dipikirkan. 1. Pengaruh Perbedaan Tipe Vegetasi Terhadap Frekuensi dan Intensitas Serangan Rata-rata frekuensi dan intensitas serangan rayap pada kedua tipe vegetasi disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rata-rata Frekuensi dan Intensitas Serangan Rayap pada Dua Tipe Vegetasi Tipe vegetasi Vegetasi rehabilitasi Vegetasi alami Tingkat pertumbuhan Pancang Tiang Pohon Pancang Tiang Pohon Rata-rata frekuensi (%) 14,1 16,3 27,2 5,1 12,0 8,1 Rata-rata intensitas (%) 7,0 6,7 16,5 2,3 6,3 3,2 Kondisi vegetasi Rusak ringan Rusak ringan Rusak ringan Rusak ringan Rusak ringan Rusak ringan Pada Tabel 5 terlihat, bahwa frekuensi dan intensitas serangan rayap pada vegetasi alami tingkat pancang, tiang dan pohon lebih rendah dibandingkan dengan vegetasi rehabilitasi, namun secara keseluruhan rata-rata kondisi vegetasi pada kedua tipe vegetasi dikategorikan terserang ringan. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan, bahwa perbedaan tipe vegetasi menyebabkan perbedaan signifikan terhadap frekuensi dan intensitas serangan rayap, yang mana F.hitung (5,88) dan (6,81) lebih besar dari F.hitung (4,00) dan yang mana frekuensi dan intensitas serangan rayap pada tipe vegetasi rehabilitasi lebih tinggi daripada vegetasi alami. Hal ini dikarenakan jenis-jenis tumbuhan lebih beragam dan siklus ekologis pada areal hutan alami masih relatif baik dibandingkan dengan hutan rehabilitasi. Areal rehabilitasi dimana arealnya sangat dekat dengan kamp dan pemukiman serta arealnya sering dijadikan tempat perkemahan. Rayap cenderung menyerang tegakan yang sudah terganggu, yang mana kondisi tegakannya sudah tidak sehat lagi. Menurut Pimentel (1981), bahwa keragaman jenis vegetasi merupakan faktor penting untuk mencegah terjadinya ledakan populasi dalam suatu komunitas. Selain itu Graham dan Knight (1965) menyatakan, bahwa di hutan alami jarang terjadi wabah penyakit karena kondisi ekologisnya membentuk keseimbangan alam hayati sehingga mampu mencegah populasi penyakit untuk mencapai tingkat yang merusak atau merugikan. Zulkaidah (2005) melaporkan, bahwa di Kebun Raya Unmul Samarinda frekuensi serangan rayap terbesar juga terjadi pada zone rekreasi, dibandingkan dengan zone konservasi dan koleksi. Prasetiyo dan Yusuf (2005), menyatakan faktor lain yang mempengaruhi besar kecilnya kerusakan yang diakibatkan oleh rayap adalah karakteristik habitat tumbuhan dan tingkat preferensi (kesukaan) rayap terhadap jenis tanaman tertentu. Rayap perusak pada vegetasi rehabilitasi biasanya lebih sering menyerang tanaman eksotik yang didatangkan dari luar daripada tumbuhan lokal yang umumya terdapat pada hutan alami, selain itu tanaman di dataran yang lebih rendah juga sering terserang rayap dibandingkan dengan tanaman di dataran tinggi. Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret

12 Aksesibilitas ke Bukit Besar sangat sulit dijangkau oleh pengunjung, sebab topografi areal vegetasi alami ini relatif tinggi dan terjal, sehingga vegetasinya tidak ada gangguan dari luar. Namun tingkat serangan rayap yang dikategorikan serangan ringan tidak hanya ditemukan pada vegetasi alami tetapi juga pada vegetasi rehabilitasi. Hal ini diduga karena famili yang ditemukan pada vegetasi alami relatif sama dengan vegetasi rehabilitasi, kecuali pada beberapa jenis eksotik yang ditemukan pada areal rehabilitasi. Menurut Soedjito (1998), hutan alami lebih stabil dan tahan terhadap gangguan luar daripada hutan tanaman jenis tunggal, juga tahan terhadap gangguan api, penyakit dan hama serangga, dengan adanya jenis yang beraneka ragam, memungkinkan banyak pula fauna yang bisa hidup di dalamnya. Beberapa jenis burung adalah pemangsa serangga perusak, sehingga kalaupun terjadi serangan hama tidak cepat tersebar luas. Famili yang terserang rayap pada kedua tipe vegetasi adalah Leguminosae, Moraceae, Myrtaceae, Olacaceae, Verbenaceae, Euphorbiaceae, Pinaceae, Guttiferae, Lauraceae, Rubiaceae, Meliaceae, Flacourtiaceae, Dipterocarpaceae, Elaeocarpaceae, Theaceae, Butaceae, Anacardiaceae, Apocynaceae, Sapotaceae, Rhaminaceae, Lecythidaceae dan Sterculiaceae. Namun lebih sedikit yang terserang dibanding jumlah tumbuhan yang tidak terserang sebagaimana tampak pada Tabel 6. Tabel 6. Jumlah Tumbuhan yang Tidak Terserang dan yang Terserang Rayap Menurut Famili Tumbuhan pada Dua Tipe Vegetasi yang Berbeda Vegetasi rehabilitasi Terserang Rayap Famili (batang) Tidak Terserang rayap (batang) Famili Vegetasi alami Terserang rayap (batang) Tidak terserang rayap (batang) Myrtaceae Dipterocarpaceae Guttiferae Myrtaceae Euphorbiaceae Moraceae 2 96 Sapindaceae Lauraceae 1 88 Lauraceae 4 94 Guttiferae 1 84 Moraceae Euphorbiaceae Butaceae 1 68 Leguminosae 3 82 Verbenaceae 8 65 Anacardiaceae 1 75 Leguminosae Verbenaceae 4 59 Anacardiaceae 1 51 Elaeocarpaceae 2 32 Olacaceae 9 46 Zingiberaceae 0 32 Rubiaceae 3 42 Butaceae 0 30 Sterculiaceae 0 38 Flacourtiaceae 0 30 Flacourtiaceae 2 36 Sonneratiaceae 0 30 Dipterocarpaceae 2 29 Apocynaceae 0 29 Elaeocarpaceae 2 24 Theaceae 0 29 Apocynaceae 1 21 Rubiaceae 0 28 Tiliaceae 1 18 Sapindaceae 4 28 Sapotaceae 1 15 Sterculiaceae 3 27 Sonneratiaceae 0 12 Meliaceae 2 21 Theaceae 2 12 Lytheraceae 0 20 Meliaceae 3 11 Lecythidaceae 1 16 Zingiberaceae 0 10 Casuarinaceae 0 12 Fagaceae 0 9 Myrsimaceae 1 12 Pinaceae 6 8 Rutaceae 0 11 Myrsimaceae 0 8 Olacaceae 0 10 Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret

13 Thymelaeaceae 0 7 Compositae 0 9 Compositae 0 5 Polypodiaceae 0 7 Rhaminaceae 1 4 Sapotaceae 0 7 Vitaceae 0 4 Tiliaceae 0 4 Caesalpiniaceae 0 3 Rosaceae 0 3 Simaroubaceae 0 2 Caesalpiniaceae 0 2 Lecythidaceae 1 2 Tiliaceae 0 6 Tumbuhan yang terserang rayap letaknya sangat dekat dengan aktivitas manusia dan juga kondisi batangnya sudah mengalami gangguan oleh serangan jamur sehingga rayap mudah menyerangnya. Hal ini berbeda dengan tumbuhan yang tidak terserang seperti pada tabel di atas yang menunjukkan bahwa kondisi famili-familinya kurang mendapat gangguan dari luar. Tumbuhan yang tidak terserang rayap hanya terdapat pada famili Zingiberaceae, Sonneratiaceae, Lytheraceae, Casuarinaceae, Myrsimaceae, Rutaceae, Fagaceae, Compositae, Polypodiaceae, Tiliaceae, Rosaceae, Caesalpiniaceae, Thymelaeaceae dan Vitaceae. Menurut Suratmo (1978), tinggi rendahnya derajat kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh suatu jenis serangga perusak hutan terutama disebabkan oleh jumlah individunya. Bila jumlah serangga perusak hutan hanya beberapa ekor saja, maka kerusakan yang dapat ditimbulkan secara ekonomis tidak berarti, namun akan berarti jika jumlahnya naik secara terus menerus. Kedua tipe vegetasi rayap yang ditemukan relatif sedikit kalau dibandingkan dengan jumlah tumbuhan yang tidak terserang, tetapi bila hal ini dibiarkan terus menerus maka rayap akan menyebar dan berkembang biak sehingga serangannya dapat meluas. Oleh karena itu, perlu upaya penanggulangan sedini mungkin untuk mencegah kerugian yang ditimbulkan oleh serangan rayap. 2. Stratifikasi Pertumbuhan Rata-rata frekuensi dan intensitas serangan rayap pada tumbuhan dengan stratifikasi yang berbeda disajikan pada Tabel 5. Rata-rata frekuensi dan intensitas serangan rayap pada tingkat pertumbuhan yang berbeda di vegetasi rehabilitasi meningkat sesuai dengan peningkatan dimensi batang dari tingkat pancang, tiang dan pohon, namun sebaliknya frekuensi dan intensitas tertinggi pada vegetasi alami ditemukan pada tingkat tiang dan terendah tingkat pancang. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan, bahwa perbedaan tingkat pertumbuhan tidak berpengaruh signifikan terhadap frekuensi serangan rayap, dimana F.hitung (1,72) lebih kecil dari F.tabel (2,15) pada taraf 0,05. Hal ini terjadi karena kedua tipe vegetasi di Hutan Pendidikan Mandiangin memiliki jenis-jenis yang heterogen, baik pada tingkat pancang, tiang, maupun pohon sehingga tidak tampak pengaruh tingkat pertumbuhan terhadap frekuensi serangan rayap. Selanjutnya analisis sidik ragam menunjukkan perbedaan tingkat pertumbuhan pada kedua tipe vegetasi berpengaruh signifikan terhadap intensitas serangan rayap., dimana F. hitung (2,47) lebih besar dari F.tabel (2,15) pada taraf 0,05. Dari hasil uji Beda Nyata Terkecil menunjukkan, bahwa intensitas serangan rayap tertinggi terjadi pada tingkat pohon (15,2) dan berbeda signifikan terhadap tingkat pancang (11,2), namun tidak berbeda signifikan dengan tingkat tiang (13,9). Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap intensitas serangan rayap, di antaranya adalah kandungan selulosa, yang mana sumber makanan rayap tersebut banyak terdapat pada tingkat pohon (Nandika dkk., 2003). Selulosa merupakan komponen zat kayu yang terbesar dan utamanya terdapat pada tingkat pohon baik dari jenis kayu keras maupun jenis kayu lunak dengan kandungan % (Fengel dan Wegener, 1995 dan SjostrÖm, 1995). Dengan tersedianya selulosa yang lebih banyak pada tingkat pohon maka diasumsikan bahwa sumber makanan rayap juga tersedia dalam jumlah besar. Hal inilah yang mengakibatkan tingkat pohon lebih disukai oleh rayap sehingga intensitas serangannya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat tiang dan pancang yang memiliki kandungan selulosa lebih sedikit. Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret

14 Diameter pohon yang relatif lebih besar dibandingkan dengan pancang dan tiang juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tingginya intensitas serangan rayap pada pohon. Selain menggunakan kayu sebagai sumber makanannya, rayap juga menggunakan kayu sebagai tempat hidupnya atau tempat berlindung dengan jalan menerobos bagian dalam dari kayu tersebut (Hasan, 1986). Untuk jenis rayap tanah, kayu merupakan sarang sekunder untuk beraktivitas dan menyembunyikan diri dari serangga-serangga predator selain sarang yang terdapat dalam tanah, sehingga dengan diameter pohon yang besar memberikan kesempatan pada rayap dalam mengambil makanan pada pohon tersebut. Suhu dan kelembapan juga merupakan faktor yang ikut berpengaruh terhadap kehadiran rayap, di mana pada vegetasi alami rata-rata suhu 28,24 o C dan pada vegetasi rehabilitasi 29,00 o C, sedangkan kelembapan udara berkisar % dan pada vegetasi rehabilitasi %. Rayap memiliki perkembangan yang optimum pada kisaran suhu o C dan kelembapan udara % (Prasetiyo dan Yusuf, 2005). Hal inilah yang mendukung perkembangan rayap di samping ketersediaan makanan yang cukup. Dengan demikian keberadaan rayap pada suatu pohon akan lebih lama sehingga menimbulkan kerusakan yang cukup berarti. V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Di kawasan hutan pendidikan unlam mandiangin pada areal vegetasi rehabilitasi ditemukan 112 jenis tumbuhan yang terserang rayap dan 44 ditemukan di areal vegetasi alami. hasil identifikasi ditemukan rayap sebanyak 4 jenis dari 2 famili. jenis rayap tersebut adalah macrotermes sp. dan nasutitermes sp. famili dari termitidae, coptotermes sp. dan rhinotermes sp. famili dari rhinotermitidae. 2. Pada dua tipe vegetasi, frekuensi dan intensitas serangan rayap menunjukkan perbedaan signifikan, yang mana rata-rata frekuensi dan intensitas serangan pada vegetasi rehabilitasi lebih tinggi daripada vegetasi alami, namum secara umum kondisi tumbuhan masih dalam tingkat rusak ringan. 3. Untuk stratifikasi pertumbuhan pada dua tipe vegetasi, frekuensi serangan rayap tidak berbeda signifikan antara pancang, tiang dan pohon. tetapi intensitas serangan rayap menunjukkan perbedaan signifikan, yang mana intensitas serangan rayap tertinggi terjadi pada tingkat pohon dan berbeda signifikan terhadap tingkat pancang, namun tidak berbeda signifikan dengan tingkat tiang. 4. Tumbuhan yang tidak terserang rayap adalah jenis-jenis yang termasuk terdapat pada famili zingiberaceae, sonneratiaceae, lytheraceae, casuarinaceae, myrsimaceae, rutaceae, fagaceae, compositae, polypodiaceae, tiliaceae, rosaceae, caesalpiniaceae, thymelaeaceae dan vitaceae. B. Saran 1. Walaupun serangan rayap pada kedua tipe vegetasi tegakan masih dalam katagori serangan ringan, namun perlu diupayakan tindakan pengendaliannya supaya tidak meningkat. 2. Untuk keperluan rehabilitasi lahan diupayakan menaman tumbuhan yang resisten terhadap serangan rayap. Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret

15 DAFTAR PUSTAKA Anonim Panduan Praktik Kerja Lapang di Hutan Pendidikan Unlam Mandiangin. Fakultas Kehutanan Unlam Banjarbaru, Banjarbaru. 43 h. Fengel. D. dan G. Wegener Kayu (Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi). Terjemahan oleh H. Sastrohamidjojo. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 730 h. Gomez, K.A. and A.A. Gomez Statistical Procedure for Agricultural Research. Institute of Los Banos, Laguna, Philippines. 215 h. Graham, S.A. and F.B. Knight Principles of Forest Entomology. McGraw Hill Book Company Inc., New York. 669 h. Hanafiah, K.A Rancangan Percobaan. Teori dan Aplikasi. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 259 h. Hasan, T Rayap dan Pemberantasannya (Penanggulangan dan Pencegahannya). CV Yasaguna, Jakarta 103 h. Hidayah, D. R Efikasi Dua Macam Formula Termitisida Lentrek 400 EC terhadap Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren. Skripsi Sarjana Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. 39 h. Khrisna dan F.M. Weesner Biology of Termites. Volume II. Academic Press, New York. 643 h. Kusmana, C. dan Istomo. 1995, Bahan Kuliah Ekologi Hutan. Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. 190 h. Mardji, D Identifikasi dan Penanggulangan Penyakit pada Tanaman Kehutanan. Dalam: Buku Ajar Pelatihan Teknik Rehabilitasi Hutan PT ITCIKU (M. Sutisna, D. Ruhiyat, M. Rachmat dan D. Mardji, Penyunting) h Pelatihan Bidang Perlindungan Hutan di PT ITCI Kartika Utama, Tanggal Agustus 2003, Kenangan, Kabupaten Pasir. Nandika, D.; Y. Rismayadi dan F. Diba Rayap, Biologi dan Pengendaliannya. Muhammadiyah University Press, Surakarta. 216 h. Novizan Petunjuk Pemakaian Pestisida. Agro Media Pustaka, Depok. 124 h. Pimentel, D Species Diversity and Insect Population Outbreaks. Ann. Entomol. Soc. Amer. 54 : Prasetiyo, K.W. dan S. Yusuf Mencegah dan Membasmi Rayap Secara Ramah Lingkungan dan Kimiawi. Agro Media Pustaka, Depok. 63 h. SjÖstrÖm, E Kimia Kayu (Dasar-dasar dan Penggunaan) Edisi ke-2. Terjemahan H. Sastrohamidjojo. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 390 h. Soedjito, H Pendekatan Biologi Pengendalian Gangguan Hutan Tanaman Industri dan Hutan Alam. Dalam: Prosiding Seminar Nasional: Ancaman Terhadap Hutan Tanaman Industri h Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia dan Departemen Kehutanan, Jakarta. Steel, R.G.D dan J.H. Torrie Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi Kedua. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 748 h. Suratmo. F.G Diktat Ilmu Perlindungan Hutan (Forest Protection). Pusat Pendidikan Kehutanan. Direksi Perum Perhutani, Cepu. 171 h. Tambunan, B. dan D. Nandika Deteriorasi Kayu oleh Faktor Biologis. Pusat Antar Universitas IPB, Bogor. 130 h. Tarumingkeng, R.C Biologi dan Pengendalian Rayap Kayu Indonesia, LPPK 138 : 28 h. Yitnosumarto, S Percobaan, Perancangan, Analisis dan Interpretasinya. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 299 h. Zulkaidah Identifikasi Rayap yang Menyerang Tumbuhan pada Zona Pemanfaatan yang Berbeda di Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS). Tesis Program Magister Ilmu Kehutanan Unmul, Samarinda. 105 h. Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret

IDENTIFIKASI RAYAP YANG MENYERANG TUMBUHAN PADA ZONA PEMANFAATAN YANG BERBEDA DI KEBUN RAYA UNMUL SAMARINDA (KRUS)

IDENTIFIKASI RAYAP YANG MENYERANG TUMBUHAN PADA ZONA PEMANFAATAN YANG BERBEDA DI KEBUN RAYA UNMUL SAMARINDA (KRUS) IDENTIFIKASI RAYAP YANG MENYERANG TUMBUHAN PADA ZONA PEMANFAATAN YANG BERBEDA DI KEBUN RAYA UNMUL SAMARINDA (KRUS) Identification of Termite Attacking Plants at Different Function Zones in Kebun Raya Unmul

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sebaran rayap tanah di berbagai vegetasi Hutan Pendidikan Gunung Walat memiliki luas wilayah 359 ha, dari penelitian ini diperoleh dua puluh enam contoh rayap dari lima

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) I. KULIAH

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) I. KULIAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS KEHUTANAN DEPARTEMEN SILVIKULTUR MAJOR INTERDEPARTEMEN, STRATA 1 (S-1) GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) I. KULIAH A. Mata Kuliah

Lebih terperinci

SERANGAN RAYAP COPTOTERMES

SERANGAN RAYAP COPTOTERMES SERANGAN RAYAP COPTOTERMES SP. PADA TANAMAN MERANTI MERAH (SHOREA LEPROSULA MIQ.) DI BEBERAPA LOKASI PENANAMAN DI KALIMANTAN TIMUR Termites Attack of Coptotermes Sp. on Red Meranti (Shorea Leprosula Miq.)

Lebih terperinci

Muhammad Sayuthi Laboratorium Hama Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala

Muhammad Sayuthi Laboratorium Hama Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala RAYAP MACROTERMES GILVUS (HAGEN) (ISOPTERA: TERMITIDAE) SEBAGAI HAMA PENTING PADA TANAMAN JARAK PAGAR (J. CURCAS) DI KEBUN INDUK JARAK PAGAR (KIJP) PAKUWON SUKABUMI JAWA BARAT (The Macrotermes gilvus Hagen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Rayap Pada Kayu Umpan Di Kampung Babakan Cimareme Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Rayap Pada Kayu Umpan Di Kampung Babakan Cimareme Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam, berasal dari bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan teknologi. Kayu merupakan

Lebih terperinci

PENGENALAN RAYAP PERUSAK KAYU YANG PENTING DI INDONESIA

PENGENALAN RAYAP PERUSAK KAYU YANG PENTING DI INDONESIA PENGENALAN RAYAP PERUSAK KAYU YANG PENTING DI INDONESIA 4 Pengantar Jenis-jenis rayap (Ordo Isoptera) merupakan satu golongan serangga yang paling banyak menyebabkan kerusakan pada kayu yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Rayap Rayap adalah serangga sosial yang termasuk ke dalam ordo Blatodea, kelas heksapoda yang dicirikan dengan metamorfosis sederhana, bagian-bagian mulut mandibula.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan rayap yang paling luas serangannya di Indonesia. Klasifikasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Blok Koleksi Tanaman Tahura Wan Abdul Rachman. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari 2012 sampai dengan Maret 2012.

Lebih terperinci

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian Pinus merkusii strain Kerinci: Satu-satunya jenis pinus yang menyebar melewati khatulistiwa ke bagian bumi lintang selatan hingga sekitar o L.S. Belum dikembangkan atau dibudidayakan secara luas di Indonesia.

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK (Diversity Of Pitcher Plants ( Nepenthes Spp ) Forest

Lebih terperinci

KERUGIAN EKONOMIS AKIBAT SERANGAN RAYAP PADA BANGUNAN RUMAH MASYARAKAT DI DUA KECAMATAN (MEDAN DENAI DAN MEDAN LABUHAN)

KERUGIAN EKONOMIS AKIBAT SERANGAN RAYAP PADA BANGUNAN RUMAH MASYARAKAT DI DUA KECAMATAN (MEDAN DENAI DAN MEDAN LABUHAN) Jurnal Biologi Sumatera, Juli 2007, hlm. 23 27 ISSN 1907-5537 Vol. 2, No. 2 KERUGIAN EKONOMIS AKIBAT SERANGAN RAYAP PADA BANGUNAN RUMAH MASYARAKAT DI DUA KECAMATAN (MEDAN DENAI DAN MEDAN LABUHAN) Ameilia

Lebih terperinci

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM Muhdi Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan USU Medan Abstract A research was done at natural tropical

Lebih terperinci

KERAGAMAN SPESIES RAYAP DI KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG GUNUNGPATI SEMARANG

KERAGAMAN SPESIES RAYAP DI KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG GUNUNGPATI SEMARANG KERAGAMAN SPESIES RAYAP DI KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG GUNUNGPATI SEMARANG Shofi Annisa, Retno Hestiningsih, Mochamad Hadi Bagian Entomologi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keawetan Kayu Keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiah terhadap serangan organisme perusak yang datang dari luar, seperti misalnya jamur, serangga, marine

Lebih terperinci

I. PENDAHALUAN. dan kehutanan. Dalam bidang kehutanan, luas kawasan hutannya mencapai. (Badan Pusat Statistik Lampung, 2008).

I. PENDAHALUAN. dan kehutanan. Dalam bidang kehutanan, luas kawasan hutannya mencapai. (Badan Pusat Statistik Lampung, 2008). I. PENDAHALUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Lampung dengan luas ± 3.528.835 ha, memiliki potensi sumber daya alam yang sangat beraneka ragam, prospektif, dan dapat diandalkan, mulai dari pertanian,

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : Perlindungan Hutan KODE MATA KULIAH : 3566123 WAKTU PERTEMUAN : 100 menit PERTEMUAN KE : 1 A. KOMPETENSI 1. STANDAR KOMPETENSI Setelah menempuh mata kuliah ini, mahasiswa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan, Satuan Pengelolaan Taman Nasional 1 Way Kanan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kehilangan Berat Kehilangan berat dapat menjadi indikasi respon serangan rayap terhadap contoh uji yang diberi perlakuan dalam hal ini berupa balok laminasi. Perhitungan

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi 12 Gymnospermae lebih efisien pada intensitas cahaya tinggi (Kramer & Kozlowski 1979). Sudomo (2007) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang berlebihan akan menyebabkan laju transpirasi tinggi, sedangkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tiap tahunnya (Rachmawati, 1996), sedangkan menurut Wahyuni (2000), di Kabupaten

I. PENDAHULUAN. tiap tahunnya (Rachmawati, 1996), sedangkan menurut Wahyuni (2000), di Kabupaten 1 I. PENDAHULUAN Indonesia mengalami kerugian ekonomi akibat serangan rayap pada kayu bangunan rumah penduduk mencapai 12,5% dari total biaya pembangunan perumahan tiap tahunnya (Rachmawati, 1996), sedangkan

Lebih terperinci

Identifikasi Rayap Di Bangunan Cagar Budaya Lawang Sewu Kota Semarang. Identification Of Termites In Lawang Sewu Heritage Building Semarang City

Identifikasi Rayap Di Bangunan Cagar Budaya Lawang Sewu Kota Semarang. Identification Of Termites In Lawang Sewu Heritage Building Semarang City Identifikasi Rayap Di Bangunan Cagar Budaya Lawang Sewu Kota Semarang Identification Of Termites In Lawang Sewu Heritage Building Semarang City *) **) Thyar Deby Yuhara *), Sri Yuliawati **), Praba Ginandjar

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI Dalam Rangka Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Alam Kabupaten Pandegalang dan Serang Propinsi

Lebih terperinci

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH Oleh/by MUHAMMAD HELMI Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok koleksi tumbuhan Taman Hutan Raya Wan Abdul

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok koleksi tumbuhan Taman Hutan Raya Wan Abdul III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok koleksi tumbuhan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman. Pada bulan September 2013 sampai dengan Oktober 2013. B. Alat

Lebih terperinci

PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et.

PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et. PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et. B) DI PERSEMAIAN Balai Besar Penelitian Dipterokarpa RINGKASAN Kendala

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Hutan tropis ini merupakan habitat flora dan fauna (Syarifuddin, 2011). Menurut

Lebih terperinci

INTENSITAS SERANGAN HAMA DAN PENYAKIT Shorea leprosula Miq TINGKAT SEMAI DI TAMAN NASIONAL KUTAI RESORT SANGKIMA KABUPATEN KUTAI TIMUR

INTENSITAS SERANGAN HAMA DAN PENYAKIT Shorea leprosula Miq TINGKAT SEMAI DI TAMAN NASIONAL KUTAI RESORT SANGKIMA KABUPATEN KUTAI TIMUR Jurnal AGRIFOR Volume IV 1, Maret 2015 SN : 1412 6885 INTENSITAS SERANGAN HAMA DAN PENAKIT Shorea leprosula Miq TINGKAT SEMAI DI TAMAN NASIONAL KUTAI RESORT SANGKIMA KABUPATEN KUTAI TIMUR Jumani 1, Heni

Lebih terperinci

HABITAT POHON PUTAT (Barringtonia acutangula) PADA KAWASAN BERHUTAN SUNGAI JEMELAK KABUPATEN SINTANG

HABITAT POHON PUTAT (Barringtonia acutangula) PADA KAWASAN BERHUTAN SUNGAI JEMELAK KABUPATEN SINTANG HABITAT POHON PUTAT (Barringtonia acutangula) PADA KAWASAN BERHUTAN SUNGAI JEMELAK KABUPATEN SINTANG Muhammad Syukur Fakultas Pertanian Universitas Kapuas Sintang Email : msyukur1973@yahoo.co.id ABSTRAKS:

Lebih terperinci

ANALISA TEBAL DAN KADAR AIR KULIT POHON SERTA KECEPATAN TERPICUNYA API (Quick-Fire Start) JENIS GMELINA, SUNGKAI DAN SENGON

ANALISA TEBAL DAN KADAR AIR KULIT POHON SERTA KECEPATAN TERPICUNYA API (Quick-Fire Start) JENIS GMELINA, SUNGKAI DAN SENGON ANALISA TEBAL DAN KADAR AIR KULIT POHON SERTA KECEPATAN TERPICUNYA API (Quick-Fire Start) JENIS GMELINA, SUNGKAI DAN SENGON The Thicness, Water Content and Quick-Fire Start Analysis Of The Bark Of Trees

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati (biological

Lebih terperinci

KERAGAMAN JENIS RAYAP DAN INTENSITAS KERUSAKAN BANGUNAN DI PERUMAHAN ALAM SINARSARI, CIBEUREUM, DARMAGA, BOGOR CUCU SETIAWATI

KERAGAMAN JENIS RAYAP DAN INTENSITAS KERUSAKAN BANGUNAN DI PERUMAHAN ALAM SINARSARI, CIBEUREUM, DARMAGA, BOGOR CUCU SETIAWATI KERAGAMAN JENIS RAYAP DAN INTENSITAS KERUSAKAN BANGUNAN DI PERUMAHAN ALAM SINARSARI, CIBEUREUM, DARMAGA, BOGOR CUCU SETIAWATI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005). I. PENDAHULUAN Hutan adalah masyarakat tetumbuhan dan hewan yang hidup di lapisan permukaan tanah yang terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli ` I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit, SPTN Wilayah II, Taman Nasional

Lebih terperinci

Kata kunci : Umur pertumbuhan, Dipterocarpaceae, mersawa, Anisoptera costata Korth

Kata kunci : Umur pertumbuhan, Dipterocarpaceae, mersawa, Anisoptera costata Korth PERTUMBUHAN BIBIT MERSAWA PADA BERBAGAI TINGKAT UMUR SEMAI 1) Oleh : Agus Sofyan 2) dan Syaiful Islam 2) ABSTRAK Degradasi hutan Indonesia meningkat dari tahun ke tahun dalam dekade terakhir. Degradasi

Lebih terperinci

Yusanto Nugroho Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat

Yusanto Nugroho Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat 1 Pengaruh Sifat Fisik Tanah Terhadap Persebaran Perakaran Tanaman Sengon Laut (Praserianthes falcataria (L) Nielson Di Hutan Rakyat Kabupaten Tanah Laut Yusanto Nugroho Fakultas Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

Analisis Vegetasi Hutan Alam

Analisis Vegetasi Hutan Alam Analisis Vegetasi Hutan Alam Siti Latifah Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Analisis vegetasi hutan merupakan studi untuk mengetahui komposisi dan struktur hutan.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN ANAKAN JELUTUNG MERAH

RESPONS PERTUMBUHAN ANAKAN JELUTUNG MERAH RESPONS PERTUMBUHAN ANAKAN JELUTUNG MERAH (Dyera costulata Hook.f) YANG DITANAM PADA LAHAN KERING DAN LAHAN BASAH DI KABUPATEN KAPUAS KALIMANTAN TENGAH Oleh/by SULAIMAN BAKRI Program Studi Budidaya Hutan

Lebih terperinci

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA POLINDO CIPTA 1. M. Sugihono Hanggito, S.Hut. 2. Miftah Ayatussurur, S.Hut.

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA POLINDO CIPTA 1. M. Sugihono Hanggito, S.Hut. 2. Miftah Ayatussurur, S.Hut. PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI GUNUNG ASEUPAN Dalam Rangka Konservasi Dan Rehabilitasi Kerusakan Sumberdaya Alam Propinsi Banten PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

PENGGUNAAN OLI DAN INSEKTISIDA UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PENGGUNAAN OLI DAN INSEKTISIDA UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PENGGUNAAN OLI DAN INSEKTISIDA UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT USE OF LUBRICANT OIL AND INSECTICIDE TO CONTROL TERMITE IN OIL PALM FARM Angga Pramana Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung (Gambar 2) pada bulan Juli sampai dengan

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis Rayap Tanah dan Dampak Serangan Pada Bangunan Rumah di Perumahan Kawasan Mijen Kota Semarang

Keanekaragaman Jenis Rayap Tanah dan Dampak Serangan Pada Bangunan Rumah di Perumahan Kawasan Mijen Kota Semarang Keanekaragaman Jenis Rayap Tanah dan Dampak Serangan Pada Bangunan Rumah di Perumahan Kawasan Mijen Kota Semarang Annisa Savitri* ), Ir. Martini**), Sri Yuliawati** ) * ) Mahasiswa Peminatan Entomologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Tanaman Jagung berikut : Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus, 2009). Brazil merupakan salah satu negara dengan

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Provinsi Riau. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2012.

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kehilangan Berat (Weight Loss) Contoh Uji Kehilangan berat (WL) merupakan salah satu respon yang diamati karena berkurangnya berat contoh uji akibat aktifitas makan rayap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Keberadaan sekolah-sekolah sekarang ini dianggap masih kurang

TINJAUAN PUSTAKA. Keberadaan sekolah-sekolah sekarang ini dianggap masih kurang TINJAUAN PUSTAKA Bangunan Sekolah Dasar Keberadaan sekolah-sekolah sekarang ini dianggap masih kurang memadai baik dari segi jumlah maupun kelengkapan fasilitas di dalamnya. Saat ini terdapat hampir lebih

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT Diversity of Species Meranti (Shore spp) In Protected Forest Area Ambawang

Lebih terperinci

Kata kunci: rehabilitasi, mangrove, silvofhisery

Kata kunci: rehabilitasi, mangrove, silvofhisery Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI : Pengelolaan Hutan Mangrove dan Ekosistem Pantai Koordinator : Judul Kegiatan : Teknologi Penanaman Jenis Mangrove dan Tumbuhan Pantai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian deskriftif dengan kegiatan secara eksploratif yaitu observasi dengan mengambil sampel secara langsung.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu 46 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TINGKAT SERANGAN DAN JENIS RAYAP YANG MERUSAK BANGUNAN DI KOTA AMBON

IDENTIFIKASI TINGKAT SERANGAN DAN JENIS RAYAP YANG MERUSAK BANGUNAN DI KOTA AMBON Bimafika, 2012, 3, 393-398 IDENTIFIKASI TINGKAT SERANGAN DAN JENIS RAYAP YANG MERUSAK BANGUNAN DI KOTA AMBON Tekat Dwi Cahyono Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Darussalam Ambon Diterima 29-02-2012;

Lebih terperinci

ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH

ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH viii ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman serangga (insecta) dan tumbuhan yang digunakan sebagai habitat

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

PENGGUNAAN OLI DAN INSEKTISIDA UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PENGGUNAAN OLI DAN INSEKTISIDA UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PENGGUNAAN OLI DAN INSEKTISIDA UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT USE OF LUBRICANT OIL AND INSECTICIDE TO CONTROL TERMITE IN OIL PALM FARM Angga Pramana Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Keragaman Vegetasi Mangrove Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada 20 plot yang masing-masing petak ukur 5x5 m, 10x10 m dan 20x20 m diketahui bahwa vegetasi mangrove

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN JUDUL MATA KULIAH : Ilmu Hama Hutan NOMOR KODE/SKS : SVK 332/ 3(2-3) DESKRIPSI PERKULIAHAN : Hama merupakan bagian dari silvikultur yang mempelajari mengenai binatang

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU (The Diversity of Bamboo (Bambusodae) In Riam Odong Waterfall Forest

Lebih terperinci

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol. 21, No.1, Maret. 2014: 83-89 KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT (Residual Stand Damage Caused by Timber Harvesting in Natural Peat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit Taman Nasional Meru Betiri. Gambar 3.1. Peta Kerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Syzygium merupakan marga dari suku Myrtaceae (jambu-jambuan) yang memiliki jumlah spesies yang sangat banyak. Tercatat kurang lebih 1200 spesies Syzygium yang tumbuh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Struktur vegetasi disusun oleh tumbuh-tumbuhan baik berupa pohon, pancang,

Lebih terperinci

Keanekaragaman Rayap Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi

Keanekaragaman Rayap Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi JURNAL 92 Noor SILVIKULTUR Farikhah Haneda TROPIKA et al. J. Silvikultur Tropika Vol. 03 No. 02 Agustus 2012, Hal. 92 96 ISSN: 2086-8227 Keanekaragaman Rayap Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPAT TUMBUH DAN LAMA PENYULINGAN TERHADAP RENDEMEN MINYAK ATSIRI RAMBU ATAP

PENGARUH TEMPAT TUMBUH DAN LAMA PENYULINGAN TERHADAP RENDEMEN MINYAK ATSIRI RAMBU ATAP PENGARUH TEMPAT TUMBUH DAN LAMA PENYULINGAN TERHADAP RENDEMEN MINYAK ATSIRI RAMBU ATAP (Baeckea frustescens L) DENGAN PENYULINGAN METODE PEREBUSAN The Influence of Growing Site and duration distillation

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman hayati (biological diversity atau biodiversity) adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan keragaman ekosistem dan berbagai bentuk serta variabilitas

Lebih terperinci

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT Ana Dairiana, Nur illiyyina S, Syampadzi Nurroh, dan R Rodlyan Ghufrona Fakultas Kehutanan - Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Analisis vegetasi

Lebih terperinci

BIOLOGI DAN PENGENDALIAN RAYAP HAMA BANGUNAN DI INDONESIA

BIOLOGI DAN PENGENDALIAN RAYAP HAMA BANGUNAN DI INDONESIA BIOLOGI DAN PENGENDALIAN RAYAP HAMA BANGUNAN DI INDONESIA 5 Rayap dalam biologi adalah sekelompok hewan dalam salah satu ordo yaitu ordo Isoptera dari kelas Artropoda. Ordo Isoptera beranggotakan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak di daerah beriklim tropis sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) Indonesia menjadi salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasim wilayah bagian Kelurahan Muara Fajar Kecamatan Minas Kabupaten Siak pada bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

KERAGAMAN LEPIDOPTERA PADA DUKUH DAN KEBUN KARET DI DESA MANDIANGIN KABUPATEN BANJAR

KERAGAMAN LEPIDOPTERA PADA DUKUH DAN KEBUN KARET DI DESA MANDIANGIN KABUPATEN BANJAR KERAGAMAN LEPIDOPTERA PADA DUKUH DAN KEBUN KARET DI DESA MANDIANGIN KABUPATEN BANJAR Oleh/by SUSILAWATI Program Studi Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Jl. A. Yani KM 36

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian, Deskripsi Lokasi 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semut, alkohol 70% dan gliserin. b. Alat Alat-alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapat sebutan Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SPESIES RAYAP PERUSAK TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) Termite Species Identification as Pests to Jatropha curcas L.

IDENTIFIKASI SPESIES RAYAP PERUSAK TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) Termite Species Identification as Pests to Jatropha curcas L. IDENTIFIKASI SPESIES RAYAP PERUSAK TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) Termite Species Identification as Pests to Jatropha curcas L. Muhammad Sayuthi Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa 19 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM KARYA TULIS KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM OLEH : DIANA SOFIA H, SP, MP NIP 132231813 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2007 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN KOMUNITAS RAYAP PADA TIPE PENGGUNAAN LAHAN YANG BERBEDA SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS LINGKUNGAN TEGUH PRIBADI

KEANEKARAGAMAN KOMUNITAS RAYAP PADA TIPE PENGGUNAAN LAHAN YANG BERBEDA SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS LINGKUNGAN TEGUH PRIBADI KEANEKARAGAMAN KOMUNITAS RAYAP PADA TIPE PENGGUNAAN LAHAN YANG BERBEDA SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS LINGKUNGAN TEGUH PRIBADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage

Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage Elok Swasono Putro (1), J. S. Tasirin (1), M. T. Lasut (1), M. A. Langi (1) 1 Program Studi Ilmu Kehutanan, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada tumbuhan lain yang lebih besar dan tinggi untuk mendapatkan cahaya

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada tumbuhan lain yang lebih besar dan tinggi untuk mendapatkan cahaya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Liana Liana merupakan tumbuhan yang berakar pada tanah, tetapi batangnya membutuhkan penopang dari tumbuhan lain agar dapat menjulang dan daunnya memperoleh cahaya

Lebih terperinci

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol., No., Juni 009 : 7 PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL THE INFLUENCE OF NATURAL AND ARTIFICIAL DRYING FOWORD THE

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 20 mm per hari) begitu pula dengan produksi bijinya. Biji gulma

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 20 mm per hari) begitu pula dengan produksi bijinya. Biji gulma BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Gulma siam (Chromolaena odorata) tercatat sebagai salah satu dari gulma tropis. Gulma tersebut memiliki tingkat pertumbuhan yang sangat cepat (dapat mencapai 20 mm per

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2010 di Hutan Tanaman Pelawan Desa Trubus, Hutan Kawasan Lindung Kalung Desa Namang, dan Hutan Dusun Air

Lebih terperinci