FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N"

Transkripsi

1 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN SINGAPURA DI BIDANG PERTAHANAN KEAMANAN SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Oleh : TRI YANI SARTIKA HARAHAP NIM : DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N Tri Yani Sartika Harahap : Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Kerjasama Antara Republik Indonesia Dan Singapura Di Bidang Pertahanan Keamanan, 2010.

2 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN SINGAPURA DI BIDANG PERTAHANAN KEAMANAN SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Oleh : TRI YANI SARTIKA HARAHAP NIM : DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL Disetujui Oleh: Ketua Departemen Hukum Internasional H. SUTIARNOTO, SH.M.Hum NIP Pembimbing I Pembimbing II H. SUTIARNOTO, SH.M.Hum ARIEF, SH.MH NIP NIP FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

3 ABSTRAK Perjanjian Kerjasama Pertahanan Republik Indonesia dan Singapura telah ditandatangani di Tampak Siring, Bali pada tanggal 27 April Penandatanganannya disaksikan oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Mentri Republik Singapura Lee Hsien Loong. Penandatanganannya sendiri dilakukan oleh Mentri Pertahanan kedua negara. Perjanjian Kerjasama Pertahanan ini tidak melanggar prinsip-prinsip yang terdapat di dalam hukum Indonesia maupun hukum internasional. Pembahasan skripsi ini penulis mengangkat rumusan masalah tentang apa yang menjadi latar belakang diadakannya perjanjian keamanan antara Republik Indonesia dan Singapura dan prospek perjanjian pertahanan keamanan Republik Indonesia dan Singapura. Metodologi Penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian deskriptif, Untuk mendukung objektifitas terhadap permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya data yang berkaitan dengan permasalahan. Data yang diperoleh dalam penulisan skripsi ini diambil dari penelitian kepustakaan (Library Research), maka data dianalisis secara kualitatif. Dengan pendekatan yuridis normatif yang menelaah pada produk hukum yang mengatur masalah perjanjian dan produk hukum yang mengatur masalah pertahanan dan keamanan. Adapun kesimpulan dari perjanjian ini yaitu perjanjian kerjasama antara Indonesia dan Singapura menghasilkan perjanjian pertahanan yang dinamakan Defence Corporate Agreement dan secara keseluruhan tidak ada melanggar peraturan dan aturan sedikitpun baik hukum nasional maupun hukum internasional seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Perjanjian dilakukan sebagai penetapan dan pelaksanaan kebijakan keamanan nasional yang bersifat proaktif terhadap aneka perkembangan strategis di lingkungan nasional dan internasional Saran penulis yaitu, ada baiknya menukar wilayah ruang kita dengan berbagai keuntungan yang diperoleh, tapi tetap dalam pengawasan oleh pihak Indonesia, sebaiknya perjanjian kerjasama pertahanan ini tetap dilanjutkan karena banyak manfaat yang akan diperoleh Indonesia dari perjanjian ini yang akhirnya akan membantu perkembangan sistem pertahanan Indonesia secara menyeluruh, walaupun terdapat banyak kekurangan didalam sistem pertahanan Indonesia, hal ini akan menjadi sebuah momentum bagi Indonesia dan Singapura untuk memperkuat pertahanan Negara. Dan diharapkan mampu menjalin kerjasama di bidang ini selanjutnya terlepas dari kekurangan dan kelebihan dari sistem pertahanan dari kedua belah pihak Negara. Kata Kunci : Perjanjian Kerjasama, Pertahanan Keamanan

4 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat dan karunia-nya telah memberikan kesehatan, kekuatan dan ketekunan pada penulis sehingga mampu dan berhasil menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari terdapatnya kekurangan, namun demikian dengan berlapang dada penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang menaruh perhatian terhadap skripsi ini. Demi terwujudnya penyelesaian dan penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah dengan ikhlas dalam memberikan bantuan untuk memperoleh bahan-bahan yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH.M.Hum, sebagai Dekan Fakultas Hukum USU Medan 2. Bapak M. Husni, SH, MH, sebagai Pembantu Dekan III FH. USU Medan 3. Bapak H. Sutiarnoto, SH.M.Hum, sebagai Pelaksana Ketua Departemen Hukum Internasional sekaligus sebagai Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan pembuatan skripsi. 4. Bapak Arief, SH, M.H, sebagai Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan pembuatan skripsi

5 5. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum USU yang dengan penuh dedikasi menuntun dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini. 6. Terima kasih yang sebesar-besarnya dari penulis kepada orang tua tercinta Ayahanda H.M Darwin Harahap dan Ibunda Hj. Dewani Nasution yang telah memberikan sangat banyak dukungan moril, materil, dan kasih sayang mereka yang tak pernah putus sampai sekarang dan selamanya. 7. Terima kasih yang sebesar-besarnya dari penulis kepada Kakanda Hj. Sari Dewi Yani Harahap, Kakanda Hj. Fitrie Yani Harahap, dan Adinda M.Rizky Harahap atas semangat yang telah diberikan sekarang dan selamanya. 8. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada M. Reyza Hussein Siregar atas dukungan, perhatian dan semangat yang diberikan kepada penulis. 9. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada sahabatku tersayang Almay and Nana yang telah bersama-sama menjalani suka dan duka selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum USU. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu dalam kesempatan ini, hanya Allah SWT yang dapat membalas budi baik semuanya. Semoga ilmu yang penulis telah peroleh selama ini dapat bermakna dan berkah bagi penulis dalam hal penulis ingin menggapai cita-cita. Medan, Desember 2009 Penulis TRI YANI SARTIKA HARAHAP

6 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... i ii iv BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah... 5 C. Tujuan dan Kegunaan... 6 D. Keaslian Penulisan... 7 E. Tinjauan Kepustakaan... 7 F. Metode Penulisan... 8 G. Ruang Lingkup dan Sistematika... 9 BAB II ASPEK-ASPEK HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA DAN HUKUM INTERNASIONAL A. Pengertian Perjanjian Internasional B. Bentuk dan Macam Perjanjian Internasional C. Proses Pembentukan Perjanjian Internasional D. Tahap Pengesahan dalam Sistem Hukum Internasional dan Hukum Indonesia E. Ratifikasi Perjanjian Internasional BAB III PERJANJIAN PERTANAHAN INDONESIA SINGAPURA. 45 A. Latar Belakang Dibuatnya Defence Coorporate Agreement 45 B. Perjanjian Antara Republik Indonesia dan Republik Singapura Tentang Kerjasama Pertahanan BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN PERTAHANAN INDONESIA SINGAPURA A. Konsistensi DCA (Defence Coorporation Agreement) dengan Hukum Perjanjian Internasional B. Konsistensi DCA (Defence Coorporation Agreement) dengan UU No. 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional C. Pengaruh DCA (Defence Coorporation Agreement) dengan Kedaulatan Wilayah Indonesia D. Kepentingan Para Pihak dalam DCA (Defence Coorporation Agreement)... 75

7 E. Pengaruh DCA (Defence Coorporation Agreement) Terhadap Pengelolahan Sumber Daya Alam di Daerah Latihan Bravo dan Alpha F. Pengaruh DCA (Defence Coorporation Agreement) Terhadap Lalu Lintas Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) Maupun Pelayaran Komersil BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN

8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerjasama militer Indonesia dan Singapura sebenarnya telah berlangsung lebih dari 26 tahun, dan latihan militer bersama yang dikenal dengan sebutan Latma Indopura (Latihan Bersama Indonesia Singapura), terus berlangsung. Pada bulan Juli tahun 2006, Angkatan Udara Indonesia (TNI AU) dan Angkatan Udara Singapura (RSAF) menggelar Gladi Pos Komando di Paya Lebar Air Base (Singapura), sedang maneuver lapangannya dilaksanakan di Lanud Iswahjudi Madiun. Hasil yang diharapkan melalui latihan sekali dalam dua tahun itu adalah peningkatan dukungan sistem komunikasi dan logistik ke daerah operasi, serta peningkatan penguasaan pertempuran atau Strike Operation, Tractical Transport Operation, Helicopter Operation. Kerjasama militer Angkatan Udara yang bernama Latihan Elang Indopura, terjalin sejak 19 Juni 1980, dan pemimpin militer kedua negara mengakui latihan itu penting, untuk meningkatkan kemampuan personil militernya dalam melaksanakan operasi terkoordinasi. Angkatan Laut dan Angkatan Darat kedua negara juga menggelar latihan bersama dalam kerangka Indopura, seperti Latihan Camar Indopura ke-13 di Pontianak dan Latihan Safkar (SAF dan Kartika) Indopura tahun 2006 yang dilaksanakan di Jawa Tengah. Setelah melalui perundingan yang sangat alot, sebagaimana yang disebutkan Mentri Pertahanan Juwono Sudarsono, Indonesia dan Singapura kini

9 memiliki perjanjian pertahanan yang berlaku untuk 25 tahun, Perjanjian kerjasama bertajuk DCA-Defence Cooperation Agreement itu dapat ditinjau setelah 13 tahun, kemudian setiap 6 tahun. 1 Kerjasama pertahanan kedua negara itu dimaksudkan untuk menjaga kepentingan ekonomi, keamanan, dan politik kedua Negara, dengan prinsip saling menguntungkan. Terkait itu, Indonesia akan memberikan fasilitas wilayah udara dan laut tertentu dalam yuridiksi Indonesia untuk tempat latihan bagi Singapura. Jika melibatkan Negara lain untuk berlatih di wilayah Indonesia, Singapura harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari pemerintah Indonesia. Militer Indonesia dapat mengirimkan pemantau pada setiap latihan memiliki akses terhadap peralatan dan teknologi militer Singapura. Menurut Letnan Jendral TNI (Purn) Suaidi Marasabessy, 2 ketika dirinya masih menjabat Kepala Staf Umum TNI, pesoalan kerjasama militer antara Indonesia dan Singapura memang sudah muncul, terutama dalam penggunaan tempat latihan udara di Pekanbaru. Biaya pembangunan tempat latihan itu memang lebih banyak dari Singapura, namun biaya pemeliharaannya yang justru lebih besar, berasal dari pemerintah Indonesia. Namun dalam pemanfaatannya, dipastikan Singapura justru yang lebih banyak menggunakan tempat latihan itu karena memiliki anggaran militer yang lebih besar. Karena itu, berkembang usulan untuk merevisi kerjasama militer itu, agar kedua Negara memiliki keuntungan yang sama dalam kerjasama pertahanan tersebut. 1 tbr, Menhan DPR, Perang Lagi, Sabtu, 8 Maret Victor AS/Ant, Perjanjian Indonesia-Singapura, Pertahanan Saling Menguntungkan, Suara Karya Online, Selasa, 1 Mei 2007.

10 Hal yang sama juga disebutkan mantan Kepala Staf Kostrad, Mayor Jendral TNI (Purn) Kivlan Zen, tidak ada hal baru yang substansial dalam kerjasama itu, namun kompensasi yang diperoleh Indonesia perlu diatur lebih tegas dalam perjanjian tersebut. Menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kerjasama pertahanan itu juga bermanfaat untuk memelihara stabilitas keamanan di kawasan ASEAN. Sementara Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong, menyebutkan kerjasama pertahanan itu akan memudahkan kekuatan militer kedua Negara untuk bekerjasama mengatasi masalah bencana alam maupun untuk menangkal setiap ancaman. ASEAN bukanlah pakta pertahanan, namun di antara Negara anggota ASEAN itu terdapat kerjasama bilateral di bidang pertahanan. Kerjasaa itu umumnya di bidang latihan bersama, pengumpulan informasi intelijen, memperkuat kontaj militer untuk transparansi dan menghilangkan kecurigaan, atau melawan musuh bersama di perbatasan atau perairan, seperti penyelundupan, pembajakan, dan perdagangan narkoba (drug trafficking). Kerjasama bilateral itu mencakup latihan bersama Thailand dan Singapura di Filipina, kerjasama bilateral Malaysia Filipina, Malaysia Singapura, Indonesia Thailand, Malaysia Thailand, Indonesia Malaysia, dan terakhir adalah patrol terkoordinasi di Selat Malaka yang melibatkan Indonesia, Singapura, dan Malaysia. Sebagaimana disebutkan Mantan Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto, Thailand telah menyatakan kesediannya untuk melibatkan diri dalam upaya

11 pengamanan kawasan Selat Malaka, meski masih harus dirundingkan lagi oleh Indonesia-Singapura-Malaysia. Jika Thailand akhirnya terlibat, maka negara itu akan mengamankan di sektor utara, yakni di perbatasan Indonesia Malaysia Thailand. Walaupun menguntungkan, kewaspadaan atas kerjasama pertahanan dengan Singapura itu tidak boleh lengah, dan tempat latihannya tidak boleh berpindah-pindah, dan harus tetap di area yang telah di tetapkan. Singapura itu juga memiliki hubungan militer yang erat dengan Amerika Serikat dan Israel, dua negara yang memiliki tekhnologi militer yang paling maju di dunia. Setelah Amerika Serikat keluar dari pangkalannya di Filipina, Singapura- Amerika Serikat menandatangani kesepakatan yang memungkinkan armada dan pesawat Amerika Serikat menggunakan fasilitas militer di Singapura untuk perbaikan, pengisian logistik dan pengisian bahan bakar. Singapura juga bisa menggunakan fasilitas militernya di Australia, Israel, Thailand, Taiwan, Brunei, dan Amerika Serikat. Stabilitas keamanan di Indonesia dan Singapura memang sangat berpengaruh atas keamanan kawasan regional ASEAN. Indonesia adalah negara dengan luas wilayah dan jumlah penduduk terbesar di Asia Tenggara, sehingga pengaruhnya sangat dominan untuk kawasan ASEAN. Sementara Singapura meski berpenduduk sekitar 4 juta orang, namun anggaran militernya adalah yang terbesar di antara negara-negara ASEAN,dan tekhnologi militernya adalah yang termaju. Singapura sejak tahun 1970 telah mengalokasikan rata-rata 6 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja negara-nya untuk pengeluaran pertahanan. Untuk tahun 1998 saja, belanja militernya naik

12 dari 6,1 milyar Dolar Singapura menjadi 7,3 milyar Dolar Singapura, dan negara itu memiliki lebih dari 200 pesawat tempur modern. 3 Sedang Philipina, anggaran pertahanannya justru turun dari 1,5 milyar Dolar AS tahun 1996 menjadi 1,2 milyar Dolar AS tahun Anggaran militer Thailand turun dari 3,2 milyar Dolar AS (1997) menjadi 1,8 milyar Dolar AS (1999). Malaysia tahun 1998 turun dari 3,4 milyar Dolar AS menjadi 2,1 milyar Dolar AS, meski negara itu telah melakukan pembaharuan pertahanannya. Malaysia kini mempunyai hampir 95 pesawat tempur modern. Dari latar belakang diatas mengenai Perjanjian Pertahanan tersebut yang berlarut-larut dalam penyelesaiannya, dan ketidaksetujuan DPR untuk meratifikasikannya,maka penulis merasa perlu untuk meneliti dabn menyusun skripsi ini dengan judul TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN SINGAPURA DI BIDANG PERTAHANAN KEAMANAN B. Perumusan Masalah Isu tentang perjanjian Kerjasama Pertahanan (DCA Defence Cooperation Agreement) dengan pemerintah Singapura telah menjadi sorotan berbagai pihak. Terutama dikaitkan dengan keberatan DPR Indonesia untuk meratifikasi perjanjian kerjasama pertahanan ini. Meskipun dokumen dari perjanjian ini belum diserahkan secara resmi dari pemerintah ke DPR untuk diratifikasi. Keberatan dari DPR khususnya Komisi I yang membidangi masalah 3 Fis, Seputar Perjanjian Ekstradisi Singapura, Sinar Harapan, Jumat, 27 April 2007.

13 tersebut, terletak pada isi perjanjian yang dianggap terlalu merugikan pihak Indonesia. Dari uraian diatas,permasalahan yang timbul adalah: 1. Apa yang menjadi latar belakang diadakannya perjanjian pertahanan keamanan antara Republik Indonesia dengan Singapura? 2. Bagaimana prospek perjanjian pertahanan keamanan Republik Indonesia dan Singapura bagi kepentingan nasional Indonesia? Dengan mencari jawaban dari permasalahan diatas, diharapkan dapat dipergunakan sebagai masukan dalam rangka lebih mempertegas dan memperjelas mengenai isi dari perjanjian pertahanan tersebut. C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan skripsi ini pada dasarnya dibuat sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum. Namun demikian terdapat tujuan dan kegunaan yang dapat diambil dari penulisan skripsi ini, yaitu sebagai berikut : 1. Tujuan : a. Untuk mengetahui latar belakang diadakannya perjanjian pertahanan keamanan antara Republik Indonesia dengan Singapura. b. Untuk memperoleh jawaban bagaimana prospek perjanjian pertahanan keamanan antara Republik Indonesia dengan Singapura bagi kepentingan nasional Indonesia. 2. Kegunaan : a. Kegunaan teoritis atau akademis, yaitu dalam rangka memberikan sumbangan pikiran bagi keilmuan khususnya ilmu hukum yang berkaitan dengan Hukum Internasional. b. Kegunaan praktis, yaitu memberikan masukan, agar dapat mengambil kebijakan yang baik dan menguntungkan bagi Indonesia.

14 D. Keaslian Penulisan Penulisan ini merupakan suatu karya tulis yang asli. Belum ada penulis yang menulis mengenai Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Kerjasama Antara Republik Indonesia Dan Singapura dibidang Pertahanan Keamanan. Khususnya untuk yang terdapat dalam Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, keaslian dari penulisan ini dapat dibuktikan atau ditunjukkan dengan adanya penegasan dari pihak Administrasi Departemen Hukum Internasional. E. Tinjauan Kepustakaan 1. Perjanjian Kerjasama adalah kata sepakat antar 2 atau lebih subjek hukum internasional tentang suatu objek atau masalah tertentu dengan maksud untuk membentuk hubungan hukum atau melahirkan hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum internasional (I Wayan Parthiana). 2. Pertahanan Keamanan adalah salah satu fungsi pemerintahan untuk menghadapi dan meniadakan segala ancaman baik dari dalam maupun dari luar negri, yang diselenggarakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta sebagai suatu sistem yang menempatkan pertahanan dan keamanan Negara sebagai tanggung jawab bersama seluruh warga Negara dengan hak dan kewajiban yang dijamnin oleh UUD 1945 (UU Hankam).

15 3. Peraturan pelaksanaan (Implementing Agreement) adalah peraturan pelaksanaan pelaksanaan antara TNI-AD dan Singapura Armed Forces (SAF) dalam kerjasama pertahanan dan penggunaan daerah latihan Baturaja. F. Metode Penulisan 1. Tipe Penelitian Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan tipe penelitian deskriptif, artinya bahwa hasil penelitian yang penulis lakukan diharapkan dapat menggambarkan dan menjelaskan serta memberikan jawaban atas permasalahan yang ada berkenaan dengan perjanjian pertahanan Republik Indonesia dan Singapura. 2. Metode Penelitian Untuk mendukung objektifitas terhadap permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya data yang berkaitan dengan permasalahan.data-data tersebut diperoleh dari penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian dari buku-buku, perundang-undangan, konvensikonvensi, dan bahan-bahan tulisan lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi. 3. Metode Analisis Data Karena data yang diperoleh dalam penulisan skripsi ini diambil melalui penelitian kepustakaan, maka data dianalisis secara kualitatif.

16 4. Waktu Penelitian 1) Pembuatan Proposal 2 minggu 2) Studi Pustaka 8 minggu 3) Analisis data 4 minggu 4) Penulisan laporan 6 minggu 5. Daerah Penelitian Dalam penulisan skripsi ini karena data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan, maka daerah penelitian adalah : 1. Perpustakaan FH. USU Medan 2. Perpustakaan USU Medan 3. Perpustakaan Daerah di Jl. Brigjend Katamso G. Ruang Lingkup dan Sistematika Dalam penulisan skripsi ini ruang lingkup dan sistematika dibatasi pada permasalahan yang berkaitan dengan Perjanjian Pertahanan (Defence Coorporate Agreement) RI dan Singapura dalam perspektif Hukum Internasional yang menjadi fokusnya. Adapun sistematika disusun sebagai berikut : 1. Bab I Pendahuluan Dalam bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang, rumusan permasalahan yang hendak dikaji, kerangka teoritis, kerangka konseptual, metodelogi penelitian secara ruang lingkup dan sistematika penulisan.

17 2. Bab II Aspek-aspek hukum perjanjian internasional dalam Sistem hukum Indonesia dan Hukum Internasional. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai pengertian perjanjian internasional, bentuk-bentuk perjanjian, tahap-tahap perjanjian yang berlaku dalam sistem Hukum Indonesia dan Hukum Internasional 3. Bab III Perjanjian Pertahanan Indonesia Singapura Dalam bab ini akan di uraikan mengenai latar belakang dibuatnya Perjanjian Pertahanan, kemudian isi dari Perjanjian Pertahanan Indonesia Singapura 4. Bab IV Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian Pertahanan Indonesia Singapura Dalam bab ini akan di uraikan mengenai aspek yuridis Perjanjian Pertahanan Indonesia Singapura, Bagaimana pengaruh perjanjian pertahanan tersebut terhadap kedaulatan wilayah Indonesia. 5. Bab V Penutup Dalam bab terakhir dari penulisan skripsi ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan selanjutnya akan diajukan saran yang berkaitan dengan Perjanjian Pertahanan Indonesia Singapura.

18 BAB II ASPEK ASPEK HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA DAN HUKUM INTERNASIONAL A. Pengertian Perjanjian Internasional Sebagai salah satu sumber hukum internasional, Perjanjian Internasional telah dan nampaknya akan selalu menjadi hal yang menarik untuk ditelaah, baik dikalangan pemerhati hukum internasional maupun masyarakat pada umumnya. Dinamika perkembangan dunia yang sangat cepat berubah, telah menimbulkan dampak, yaitu yang memaksa unsur-unsur pendukung dalam hubungan internasional untuk terus beradaptasi guna mengimbangi perkembangan yang terjadi. Perjanjian Internasional sebagai salah satu unsur pendukung di dalam konteks hubungan interaksi antar negara juga mengalami perubahan seiring dengan semakin kompleksnya isu-isu yang timbul akibat dari perkembangan yang ada. Secara umum, hukum internasional yang mengatur Perjanjian Internasional terdapat dalam Konvensi Wina tentang hukum Perjanjian Internasional (Vienna Convention on Law of the Treaties) yang telah disepakati pada tahun Secara substansial Perjanjian Internasional di dalam konvensi Wina, mengatur antara lain tentang pembuatan, validitas, pengaruh, interprestasi, modifikasi, penundaan dan terminasi dari sebuah Perjanjian Internasional. Pada dasarnya, sebuah Perjanjian Internasional adalah sebuah perjanjian tertulis yang dibuat oleh dua atau lebih negara yang berdaulat atau organisasi internasional. Dan seperti layaknya sebuah perjanjian, Perjanjian Internasional

19 dapat diakhiri dengan berbagai cara, antara lain mulai dari kesepakatan yang diatur didalam perjanjian Internasional, repudiasi kewajiban oleh salah satu pihak di dalam perjanjian internasional, dan hilangnya objek dari Perjanjian Internasional atas dasar prinsip hukum rebus sic stantibus. 4 Dari ketiga cara umum pengakhiran suatu perjanjian Internasional diatas, cara pemberlakukan prinsip hukum rebus sic stantibus nampaknya tetap menjadi bahan telaah dan sering digunakan oleh negara-negara di dunia untuk mengakhiri sebuah Perjanjian Internasional. Bentuk yang cukup terkenal yang dianggap oleh beberapa ahli hukum dan praktek internasional sebagai salah satu bentuk rebus sic stantibus adalah konflik senjata. Dari beberapa contoh praktek negara-negara di dunia dan beberapa konflik senjata yang terjadi, dapat diambil beberapa kesimpulan yang patut dicermati, yaitu antara lain adalah bahwa untuk beberapa kasus, sebuah perjanjian internasional tetap berlaku walaupun terjadi konflik senjata, bahwa sebuah perjanjian internasional tidak serta merta berhenti berlaku walaupun terjadi konflik senjata, melainkan mengalami penundaan pelaksanaan, dan bahwa untuk kasus-kasus tertentu sebuah perjanjian internasional tidak berlaku lagi atau yang disebabkan oleh konflik senjata baik antara para pihak dari Perjanjian Internasional tersebut maupun pihak ketiga. Masyarakat Internasional mengalami berbagai perubahan yang besar dalam perbaikan peta politik yang terjadi terutama setelah Perang Dunia II. Proses 4 Perjanjian Inter nasional dan Konflik Bersenjata, Cut date Januari 2007.

20 ini sudah dimulai pada permulaan abad XX yang mengubah pola kekuasaan ploitik di dunia. Timbulnya negara-negara baru yang merdeka, berdaulat dan sama derajatnya satu dengan yang lain terutama sesudah Perang Dunia II. Perubahan kedua ialah kemajuan tekhnologi.kemjuan teknologi berbagai alat perhubungan menambah mudahnya perhubungan yang melintasi batas negara. Dalam suatu hubungan internasional selalu diikuti dengan munculnya perjanjian internasional. Perjanjian internasional tersebut menjadi dasar untuk melakukan pengaturan berbagai kegiatan dan manyelesaikan berbagai permasalahan yang timbul akibat dari perjanjian tersebut, sehingga perjanjian internasional merupakan salah satu sumber dari Hukum Internasional Sampai dengan tahun 1969, pembuatan perjanjian-perjanjian internasional hanya diatur oleh hukum kebiasaan. Berdasarkan draft pasal-pasal yang disiapkan oleh komisi hukum Internasional, diselenggarakanlah suatu Konferensi Internasional di Wina dari tanggal 26 Maret sampai dengan 24 Mei 1968 dan dari tanggal 9 April sampai dengan 22 Mei 1969 untuk mengkodifikasikan hukum kebiasaan tersebut. Konferensi kemudian melahirkan Vienna Convention the Law of Treatis yang ditandatangani tanggal 23 Mei Konvensi ini mulai berlaku sejak tanggal 27 Januari 1980 dan telah menjadi hukum internasional positif. Sampai dengan Desember 1999, sudah 90 negara menjadi pihak pada Konvensi tersebut. 5 5 Boer Mauna, Hukum Internasional, Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Edisi ke-2, 2005, Alumni, Bandung, 2005, hal. 83.

21 Pengertian perjanjian internasional adalah perjanjian internasional antara negara-negara sesuai Pasal 2 ayat (1) butir a Konvensi Wina tahun 1969 adalah : Treaty means an international agreement conclude between States in written form and governed by international law, whether embodied in a single instrument or in two or more related instruments and whatever its particular designation. (Perjanjian artinya suatau persetujuan internasional yang diadakan antara negara-negara dalam bentuk yang tertulis dan diatur dalam hukum internasional, baik yang berupa satu instrument tunggal atau berupa dua atau lebih instrument yang saling berkaitan tanpa memandang apapun juga namanya). 6 Perjanjian Internasional menurut Michael Virally adalah sebagai berikut : A treaty is international agreement which is entered into by two or more states or other internasional persons and is governed by internasional 7 law. Sedangkan menurut Mochtar Kesumaatmadja, perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa yang bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu. 8 Menurut I Wayan Parthiana, Perjanjian Internasional adalah kata sepakat antara dua atau lebih subjek hukum internasional mengenai suatu objek atau masalah tertentu dengan maksud membentuk suatu hubungan hukum atau melahirkan hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum internasional. Pengertian Perjanjian Internasional dalam Pasal 1 UU Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang di atur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta 6 Wasito, Konvensi-konvensi Wina Tentang Hubungan Diplomatik, Hubungan Konsuler dan Hukum Perjanjian/Traktat, Andi Offset, Yogyakarta, F.A. Whisnu Situni, Identifikasi dan Reformasi Sumber-sumber Hukum Internasional, Mandar Maju, Bandung, 1989, hal Mochtar Kusumaatmadja, Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kedua, Cetakan ke-1, Alumni, Bandung, 2003, hal. 117.

22 menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik. Di bidang hukum publik berarti diatur oleh hukum internasional, dan dibuat oleh Pemerintah dengan Negara, organisasi internasional, atau subjek hukum internasional lain. Sedangkan definisi Perjanjian Internasional menurut Pasal 1 ayat (3) UU Nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun, yang diatur oleh hukum internasional dan dibuat secara tertulis oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan satu atau lebih Negara, organisasi internasional atau subyek hukum internasional lainnya, serta menimbulkan hak dan kewajiban pada pemerintah Republik Indonesia yang bersifat hukum publik. 9 Pengertian tersebut di satu sisi menyatakan perjanjian internasional bisa dilakukan oleh setiap subjek hukum internasional, tapi di sisi lain definisi tersebut mempersempitnya bahwa perjanjian tersebut hanya dilakukan oleh pemerintah (Negara) Indonesia dengan semua objek hukum internasional lainnya. Artinya, perjanjian tersebut tidak bisa dilakukan oleh subjek non-negara dengan subjek non-negara, hanya bisa dilakukan oleh Negara (Indonesia) dengan Negara dan subjek non-negara. Definisi tersebut juga menyebutkan bahwa perjanjian internasional hanya mengikat salah satu para pihak saja dalam bentuk hukum public bagi masyarakatnya, padahal setiap perjanjian internasional bersifat Law Making and Treaty Contract (mengikat public para pihak perjanjian). 9 Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Internasional.

23 Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka terdapat unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk terbentuknya suatu perjanjian internasional, yaitu 10 : 1. Kata sepakat. Kata sepakat adalah inti dari perjanjian internasional. Tanpa adanya kata sepakat antara pihak yang mengadakan perjanjian maka tidak aka nada perjanjian. Kata sepakat ini tertuang didalam pasal-pasal perjanjian. 2. Subjek-subjek hukum. Subjek hukum yang dimaksud adalah subjeksubjek hukum internasional yang terikat pada perjanjian. Dalam perjanjian yang tertutup dan isinya lebih teknis maka pihak-pihak yang melakukan perundingan adalah pihak-pihak yang terikat pada perjanjian. Sedangkan dalam perjanjian internasional yang terbuka dan isinya mengenai melakukan perundingan dan pihak-pihak yang terikat pada perjanjian internasional tersebut status hukumnya tidak sama. 3. Berbentuk tertulis, maksudnya sebagai perwujudan dari kata sepakat yang sah dan mengikat para pihak. Oleh karena itu kata sepakat tersebut dirumuskan dalam bahasa dan tulisan yang dapat dimengerti dan dipahami serta disepakati oleh para pihak. 4. Objek tertentu, maksudnya adakah objek atau hal yang diatur dalam perjanjian. Setiap perjanjian mengandung objek tertentu. Objek tersebut ada kalanya menjadi nama dari perjanjian tersebut. Misalnya konvensi hukum laut objek dari perjanjian tersebut adalah tentang laut. 10 I Wayan Parthiana, Op.cit., hal. 14

24 5. Tunduk kepada atau diatur oleh hukum internasional, maksudnya sejak perundingan dimulai untuk merumuskan naskah perjanjian, pemberlakuan, pelaksanaannya dengan segala permasalahan yang timbul sampai dengan pengakhiran perjanjian, seluruhnya tunduk kepada hukum internasional maupun hukum perjanjian internasional. B. Bentuk dan Macam Perjanjian Internasional Praktek pembuatan perjanjian antara Negara-negara selama ini telah melahirkan berbagai bentuk terminologi perjanjian internasional yang kadang kala berbeda pemakaiannya menurut Negara, wilayah, maupun jenis perangkat internasionalnya. Terminologi yang digunakan atas perangkat internasional tersebut umumnya tidak mengurangi hak dan kewajiban yang terkandung didalamnya. Beberapa terminology tersebut antara lain 11 : 1. Treaties (perjanjian internasional/traktat) Pengertian treaty dapat digunakan menurut pengertian umum dan pengertian khusus. Yang dimaksud dengan pengertian umum ialah bahwa treaty mencakup segala macam bentuk persetujuan internasional. Sedangkan dalam arti khusus treaty merupakan perjanjian yang paling penting dan sangat formal dalam urutan perjanjian. Menurut pengertian umum, istilah treaty dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan istilah perjanjian internasional. Dalam pengertian ini, perjanjian internasional mencakup seluruh perangkat yang dibuat oleh subjek hukum internasional dan memiliki kekuatan yang mengikat 11 Boer Mauna, Op.cit., hal. 89

25 menurut hukum internasional. Sedangkan menurut pengertian khusus, terminology treaty dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan traktat. Traktat digunakan untuk suatu perjanjian yang materinya merupakan halhal yang prinsipil diantaranya mengatur masalah perdamaian, perbatasan Negara, ekstradisi, atau persahabatan. 2. Convention (Konvensi) Dalam pengertian umum,terminology convention juga mencakup pengertian perjanjian internasional secara umum. Pengertiannya dapat disamakan dengan pengertian umum terminology treaty. Dalam pengertian khusus, convention dikenal dengan istilah bahasa Indonesia sebagai konvensi. Istilah konvensi dipergunakan untuk perjanjian perjanjian multilateral yang beranggotakan banyak pihak.konvensi biasanya bersifat law-making artinya merumuskan kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat internasional. 3. Agreement (Persetujuan) Terminologi agreement juga memiliki pengertian umum danpengerian khusus. Dalam penegrtian umum, Konvensi Wina tahun 1969 menggunakan terminology agreement dalam artian luas. Dengan demikian pengertian agreement secara umum mencakup seluruh jenis perangkat internasional dan biasanya mempunyai kedudukan yang lebih rendah dari traktat dan konvensi.

26 Dalam pengertian khusus, lebih dikenal dengan istilah persetujuan, yaitu persetujuan umumnya mengatur materi yang memiliki cakupan lebih kecil dibanding materi yang diatur traktat. 4. Charter (Piagam) Istilah charter umumnya digunakan untuk perangkat internasional seperti dalam pembentukan suatu organisasi internasional. Penggunaan istilah ini berasal dari Magna Carta yang dibuat pada tahun Contoh umum perangkat internasional tersebut adalah Piagam PBB tahun Protocol (Protokol) Terminology protocol digunakan untuk perjanjian internasional yang materinya lebih sempit dibanding treaty atau convention. Penggunaan protocol tersebut memiliki berbagai macam keragaman,yaitu: a. Protocol of Signature Protocol penandatanganan merupakan perangkat tambahan suatu perjanjian internasional yang dibuat oleh pihak-pihak yang sama pada perjanjian. Protokol tersebut pada umumnya berisikan hal-hal yang berkaitan dengan penafsiran pasal-pasal tertentu pada perjanjian dan hal-hal yang berkitan dengan pengaturan tehnik pelaksanaan perjanjian. b. Optional Protocol Protocol tambahan memberikan tambahan hak dan kewajiban selain yang diatur dalam perjanjian internasional. Protokol tersebut biasanya memiliki karakter khusus dan memerlukan

27 proses pengesahan yang terpisah dari perjanjian induknya. Protocol tersebut dimaksud untuk memberikan kesempatan pada beberapa pihak untuk membentuk pengaturan lebih jauh dari perjanjian induk tanpa memerlukan persetujuan seluruh Negara pihak. Contohnya adalah protocol tambahan konvenan internasional mengenai hak-hak sipil dan politik tahun c. Protocol based on framework treaty Protocol ini merupakan perangkat yang mengatur kewajibankewajiban khusus dalam melaksanakan perjanjian induknya. Protocol tersebut umumnya digunakan untuk menjamin proses pembuatan perjanjian-perjanjian berlangsung lebih cepat dan sederhana dan telah digunakan khususnya pada hukum lingkungan. Contoh atas protocol ini adalah protocol on substances that deplete the ozone layer yang didasari oleh pasal 2 dan 8 Vienna Convention for Protection of the ozone layer tahun d. Protocol untuk mengubah beberapa perjanjian internasional seperti protocol of 1946 amending the agreement, conventions and protocol on narcotics drugs. e. Protokol yang merupakan perlengkapan perjanjian sebelumnya, seperti protocol of 1967 relating to the status of refugees yang merupakan perlengkapan dari convention of 1951 relating to the status of refugees.

28 6. Declaration (deklarasi) Dekalarasi merupakan perjanjian dan berisikan ketentuanketentuan umum dimana pihak-pihak pada perjanjian tersebut berjanji untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan tertentu dimasa yang akan datang. 7. Final act Final act adalah suatu dokumen yang berisikan ringkasan laporan sidang dari suatu konferensi dan yang juga menyebutkan perjanjianperjanjian atau konvensi-konvensi yang dihasilkan oleh konferensi tersebut dengan kadang-kadang disertai anjuran atau harapan yang sekiranya dianggap perlu. Penandatanganan final act hanya berarti berakhirnya suatu tahap dalam proses pembuatan perjanjian. 8. Agreed Minutes and Summary Record Agreed minutes dan summary record adalah catatan mengenai hasil perundingan yang telah disepakati oleh pihak-pihak dalam perjanjian. Catatan ini dipergunakan sebagai rujukan dalam perundingan-perundingan selanjutnya. 9. Memorandum of Understanding Memorandum of understanding (memorandum saling pengertian) merupakan suatu perjanjian yang mengatur pelaksanaan teknis operasional suatu perjanjian induk. Sepanjang materi yang diatur bersifat teknis, memorandum ini dapat berdiri sendiri dan tidak memerlukan adanya perjanjian induk.

29 10. Arrangement Arrangement adalah suatu perjanjian yang mengatur pelaksanaan teknik operasional suatu perjanjian induk. Kadang-kadang juga dipakai istilah special arrangement untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang terdapat dalam persetujuan-persetujuan kerjasama tehnis. 11. Exchange of Notes (Pertukaran Nota) Pertukaran nota merupakan perjanjian internasional bersifat umum yang memiliki banyak persamaan dengan perjanjian hukum perdata. Perjanjian ini dilaksanakan dengan mempertukarkan dua dokumen yang ditandatangani oleh kedua belah pihak pada masing-masing dokumen. Biasanya nota-nota yang dipertukarkan tersebut berisikan kesepakatankesepakatan yang telah dicapai dengan tanggal yang sama dan mulai berlaku pada tanggal tersebut kecuali bila pihak-pihak menentukan lain. 12. Process-Verbal Istilah ini digunakan untk mencatat pertukaran atau penyimpanan piagam pengesahan atau untuk mencatat kesepakatan hal-hal yang bersifat teknik administrative atau perubahan-perubahan kecil dalam suatu persetujuan. 13. Modus Vivendi Modus Vivendi merupakan suatu perjanjian yang bersifat sementara dengan maksud diganti dengan peraturan yang tetap dan terperinci. Biasanya dibuat dengan cara tida resmi dan tidak memerlukan pengesahan. Secara garis besar perjanjian internasional terdiri dua bentuk, yaitu :

30 1. Perjanjian internasional yang tidak tertulis (unwritten agreement atau oral agreement) Perjanjian internasional tidak tertulis pada umumnya adalah pernyataan bersama atau secara timbal balik diucapkan oleh Kepala Negara, Kepala Pemerintahan ataupun Menteri Luar Negeri yang atas negaranya masing-masing mengenai suatu masalah tertentu yang menyangkut kepentingan para pihak. Selain itu perjanjian internasional tidak tertulis dapat berupa pernyataan sepihak yang dikemukakan oleh pejabat-pejabat atau organ-organ pemerintahan Negara yang kemudian ditanggapi secara positif oleh pejabat-pejabat Negara atau organ-organ pemerintah dari Negara lain. 2. Perjanjian internasional tertulis (written agreement) Perjanjian internasional tertulis lebih banyak dilaksanakan dalam suatu hubungan internasional. Hal disebabkan karena perjanjian internasional tertulis mempunyai keunggulan seperti ketegasan, kejelasan, dan kepastian hukum bagi para pihak. Beberapa macam perjanjian internasional tertulis, antara lain : a. Perjanjian internasional yang berbentuk perjanjian antar Negara. Perjanjian internasional yang terjadi biasanya merupakan perjanjian yang dilihat dari segi isinya sangat penting, baik bagi kedua Negara yang melaksanakan perjanjian, ataupun Negara yang menjadi peserta perjanjian. Perjanjian yang berlaku tertutup, maka hanya terbatas bagi negara-negara yang terikat. Tetapi jika perjanjian dilaksanakan

31 terbuka, maka perjanjian berlaku juga bagi Negara lain atau Negara ketiga yang dapat menjadi peserta dari perjanjian tersebut. b. Perjanjian internasional yang berbentuk perjanjian antar kepala Negara. Perjanjian ini termasuk perjanjian yang penting karena ditandatangani oleh kepala Negara masing-masing pihak. c. Perjanjian internasional yang berbentuk antar pemerintah. Dalam perjanjian ini wakil-wakil tiap Negara adalah menteri-menteri dari bidang masing-masing. Perjanjian ini lebih bersifat teknis dan tertutup. d. Perjanjian internasional dalam bentuk kepala Negara dan kepala pemerintahan. Perjanjian internasional ini ditanatangani oleh Presiden dan Perdana Menteri. Perjanjian internasional yang tertulis terbagi dalam berbagai macam bentuk ditinjau dari berbagai macam segi. Berdasarkan berbagai segi tinjauan maka Perjanjian internasional terbagi dalam 12 : 1. Berdasarkan jumlah Negara yang menjadi pesertanya, yaitu: a. Perjanjian bilateral, yaitu perjanjian internasional yang pihak-pihak atau Negara pesertanya hanya terdiri dari dua Negara saja. b. Perjanjian multilateral,yaitu perjanjian internasional yang pihakpihak atau Negara pesertanya pada perjanjian tersebut lebih dari dua Negara. 2. Berdasarkan kesempatan yang diberikan kepada Negara-negara untuk menjadi pihak atau peserta, yaitu: 12 Ibid, hal. 40.

32 a. Perjanjian internasional tertutup, adalah perjanjian internasional yang substansinya merupakan kaidah hukum yang khusus berlaku bagi para pihak yang berkepentingan, dan Negara ketiga tidak diperkenankan ikut serta. b. Perjanjian Internasional terbuka, adalah perjanjian internasional yang berlaku bagi Negara-negara lain yang pada awalnya tidak ikut dalam proses perundingan terbentuknya perjanjian tersebut. 3. Berdasarkan kaidah hukumnya, terbagi dalam tiga macam yaitu : a. Melahirkan kaidah hukum yang khusus berlaku bagi para pihak yang terikat. Perjanjian semacam ini bisa berbentuk perjanjian bilateral maupun multilateral terbatas, sehingga kaidah hukumnya tidak berlaku bagi Negara yang tidak terikat perjanjian. b. Melahirkan kaidah hukum yang berlaku terbatas dalam satu kawasan, biasanya hal ini terjadi dalam perjanjian internasional terbuka. Kaidah hukum ini tidak berlaku bagi Negara atau peserta lain yang tidak berada dalam kawasan tersebut. Perjanjian internasional ini biasa disebut sebagai perjanjian internasional regional. c. Melahirkan kaidah hukum yang berlaku umum, perjanjian ini biasanya menyangkut kepentingan Negara diseluruh dunia. Perjanjian ini tidak memandang letak geografis maupun jenis suatu Negara.

33 4. Berdasarkan bahasanya, dibedakan dalam 3 macam, yaitu : a. Dalam bentuk satu bahasa, biasanya adalah bahasa yang disetujui kedua belah pihak. Apabila terjadi perselisihan maka naskah perjanjian dalam bahasa ini dijadikan sebagai naskah yang sah dan otentik. b. Dirumuskan dalam bentuk dua bahasa atau lebih tetapi hanya dirumuskan dalam satu bahasa yang sah dan mengikat para pihak. Biasanya perjanjian ini dirumuskan dalam bahasa Inggris yang disepakati sebagai naskah yang sah dan otentik serta mengikat para pihak. Sementara naskah dalam bahasa lainnya yang umumnya bahasa nasional masing-masing pihak hanyaberlaku dalam negeri sebagai bagian dari hukum nasional masing-masing. c. Dirumuskan dalam lebih dari dua bahasa semuanya merupakan naskah yang sah, otentik, dan mempunyai kekuatan mengikat yang sama. Perjanjian ini diwarnai oleh faktor politik yang cukup besar, sehingga setiap pihak ingin perjanjian tersebut dirumuskan dalam bahasanya. 5. Berdasarkan substansi hukum yang dikandungnya, perjanjian internasional dirumuskan kedalam : a. Keseluruh pasal merupakan perumusan kaidah-kaidah hukum kebiasaan internasional dalam bidang yang bersangkutan. Untuk masa sekarang dan yang akan datang, perjanjian semacam ini tidak akan terjadi. Hal ini dikarenakan perkembangan hukum

34 internasional yang pesat sehingga selalu muncul hal-hal baru disamping kaidah-kaidah hukum yang telah menjadi kebiasaan internasional. b. Perumusan yang melahirkan kaidah-kaidah hukum internasional yang sama sekali baru. Hal ini biasanya berkenaan dengan hal-hal yang baru dan belum ada kaidah hukum yang mengaturnya. c. Perpaduan antara kaidah-kaidah hukum kebiasaan internasional dan kaidah-kaidah hukum internasional yang baru sama sekali. Hal ini disebabkan karena berkembang pesatnya masyarakat dunia, sehingga selain hukum kebiasaan internasional dibutuhkan kaidahkaidah hukum internasional yang baru. 6. Berdasarkan pemrakarsanya. Suatu perjanjian internasional terjadi karena didorong oleh adanya suatu kebutuhan. Sehingga ada pihakpihak yang mendorong terjadinya perjanjian internasional, yaitu: a. Pembentukannya diprakarsai oleh Negara atau Negara-negara. Biasanya hanya yang menyangkut objek kepentingan Negaranegara yang terikat ataupun Negara-negara yang tidak terikat pada perjanjian. b. Pembentukannya diprakarsai oleh organisasi internasional. Biasanya objek dari perjanjian adalah hal yang berkenaan dengan kegiatan dari organisasi internasional tersebut.

35 7. Berdasarkan ruang lingkup berlakunya perjanjian, yaitu: a. Perjanjian internasional khusus, perjanjian yang hanya berlaku khusus bagi Negara-negara yang terikat didalamnya tanpa memandang letak geografis dari Negara-negara tersebut. Contohnya adalah perjanjian internasional yang terdapat didalam organization of petroleum and economic cooperation (OPEC). b. Perjanjian internasional regional atau kawasan, perjanjian internasional yang berlakunya berdasarkan hanya terbatas pada kawasan tertentu saja dan mengikat negara-negara yang berada dalam satu kawasan yang menunjukkan ciri regionalnya. Contohnya adalah Deklarasi Bangkok tanggal 8 Agustus 1967 tentang ASEAN. c. Perjanjian internasional universal, perjanjian internasional yang substansi dan ruang lingkupnya bagi seluruh Negara. Perjanjian internasional ini merupakan perjanjian internasional yang bersifat law making treaty. Misalnya adalah Konvensi Hukum Laut PBB tahun C. Proses Pembentukan Perjanjian Internasional Menurut Pasal 38 (1) Piagam Makamah Internasional, Perjanjian Internasional merupakan salah satu sumber hukum Internasional. Perjanjian internasional yang diakui oleh Pasal 38 (1) Piagam Makamah Internasional hanya perjanjian-perjanjian yang dapat membuat hukum.

36 Pada tahun 1969, Negara-negara telah menandatangani konvensi wina tentang perjanjian internasional, yang mulai berlaku pada tahun Pasal 2 konvensi wina 1980 mendefinisikan Perjanjian Internasional sebagai persetujuan antara dua Negara atau lebih, dengan tujuan mengadakan hubungan timbal balik menurut hukum internasional. Dalam praktiknya, beberapa Negara yang membentuk perjanjian internasional dapat dibedakan menjadi 13 : 1. Perjanjian internasional melalui dua tahap Kedua tahap tersebut adalah tahap perundingan (negotiation) dan tahap penandatanganan (signature). Dalam tahap perundingan ini, wakil-wakil para pihak bertemu dalam suatu forum atau tempat khusus membahas dan merumuskan masalah-masalah. Perumusan tersebut kemudian menjadi hasil kata sepakat yang akhirnya berupa naskah perjanjian. Selanjutnya naskah perjanjian tersebut ditandatangani yang berarti telah mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak yang bersangkutan. Perjanjian yang dibentuk melalui dua tahap cukup sederhana dan cukup prosesnya. Perjanjian dua tahap ini hanya sesuai untuk masalah-masalah yang pelaksanaannya segera dapat diselesaikan. 2. Perjanjian internasional melalui 3 tahap. Tahapan yang harus dilalui adalah tahap perundingan (negotiation), tahap penandatanganan (signature), dan tahap pengesahan (ratification). Setelah wakil-wakil mengadakan perundingan kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan, tetapi tindakan penandatanganan tidak merupakan pengikatan diri terhadap perjanjian. 13 I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, CV. Mandar Maju, Bandung, 2003, hal. 221.

37 Agar perjanjian tersebut mengikat bagi para pihak maka wakil-wakil tersebut mengajukan kepada pemerintah Negara masing-masing untuk disahkan atau diratifikasi. Umumnya perjanjian ini menyangkut hal-hal yang mengandung nilai penting atau prinsip bagi para pihak yang bersangkutan. Proses pembentukan perjanjian internasional, menempuh berbagai tahapan dalam pembentukan perjanjian internasional, sebagai berikut 14 : 1. Tahap Penjajagan Tahap penjajagan dirancang agar sesuai dengan kebijakan didalam mekanisme pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional. Tahap ini merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional. 2. Tahap perundingan Tahap perundingan selain dimaksud sebagai upaya untuk mencapai kesepakatan atas materi yang belum dapat disetujui dalam tahap penjajagan, juga digunakan untuk menegaskan kembali kedudukan para pihak untuk memperjelas pemahaman akan maksud dan makna yang tertuang dalam ketentuan di dalam perjanjian internasional. 3. Tahap perumusan naskah Rumusan naskah perjanjian internasional merupakan hasil kesepakatan dalam perundingan oleh para pihak atas materi perjanjian 14 Direktorat Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya Direktorat Jendral Hukum dan Perjanjian Luar Negeri, Departemen Luar Negeri, Pedoman Teknis dan Referensi tentang Pembuatan Perjanjian Internasional, 2006, hal. 12.

38 internasional. Dalam perumusan suatu naskah perjanjian perlu diperhatikan, antara lain 15 : a. Judul b. Konsiderans/ preambule c. Batang tubuh, yang terdiri dari: 1) Definisi 2) Tujuan 3) Lingkup kerjasama 4) Pengaturan kerjasama, hak dan kewajiban para pihak 5) Pelaksanaan kerjasama d. Penyelesaian sengketa / perbedaan e. Amandemen / perubahan f. Mulai berlaku, masa berlaku, dan pengakhiran g. Ketentuan tentang force majeur h. Ketentuan penutup i. Penandatanganan (nama dan jabatan) j. Dalam perjanjian bilateral, diupayakan agar naskah juga dibuat dalam bahasa Indonesia k. Dilakukan pemarafan terhadap naskah perjanjian internasional yang telah disetujui. 15 Ibid, hal. 15.

39 4. Tahap penerimaan naskah Penerimaan merupakan hasil akhir yang telah disepakati para pihak yang akan ditindaklanjuti dengan tahap penandatanganan. Pada tahap ini juga para pihak membubuhkan paraf yang dilakukan oleh Ketua Perundingan masing-masing pihak terhadap naskah perjanjian yang telah disepakati dan siap untuk ditandatangani. 5. Tahap penandatanganan Merupakan tahap akhir dalam perundingan untuk melegalisasi suatu naskah perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Hal ini berlaku untuk perjanjian bilateral dan perjanjian multilateral. D. Tahap Pengesahan Dalam Sistem Hukum Internasional dan Hukum Indonesia Sebagai Negara merdeka yang berdaulat Indonesia telah aktif berperan dalam pergaulan hubungan internasional dan mengadakan perjanjian-perjanjian internasional dengan Negara-negara lain, baik yang bersifat bilateral maupun multilateral. Dalam melaksanakan perjanjian-perjanjian internasional tersebut, Indonesia menganut prinsip primat hukum Nasional dalam arti bahwa Hukum Nasional mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada hukum Internasional. Dasar kewenangan presiden dalam pembuatan perjanjian Internasional diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemen mengatur tentang perjanjian Internasional berbunyi sebagai berikut:

BAB III PERSPEKTIF HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL TERHADAP MLA DI INDONESIA. dampak, yaitu yang memaksa unsur-unsur pendukung dalam hubungan

BAB III PERSPEKTIF HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL TERHADAP MLA DI INDONESIA. dampak, yaitu yang memaksa unsur-unsur pendukung dalam hubungan BAB III PERSPEKTIF HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL TERHADAP MLA DI INDONESIA A. Pengertian Perjanjian Internasional Sebagai salah satu sumber hukum Internasional, perjanjian Internasional telah dan nampaknya

Lebih terperinci

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI DISUSUN OLEH : Sudaryanto, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TUJUH BELAS AGUSTUS SEMARANG TAHUN 2011 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Hukum Perjanjian

Lebih terperinci

Pasal 38 Statuta MI, sumber-sumber HI:

Pasal 38 Statuta MI, sumber-sumber HI: Pasal 38 Statuta MI, sumber-sumber HI: 1. International Conventions 2. International Customs 3. General Principles of Law 4. Judicial Decisions and Teachings of the most Highly Qualified Publicist Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN

Lebih terperinci

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL A. PENDAHULUAN Dalam pergaulan dunia internasional saat ini, perjanjian internasional mempunyai peranan yang penting dalam mengatur

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL I. UMUM Dalam melaksanakan politik luar negeri yang diabdikan kepada kepentingan nasional, Pemerintah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 185, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PRESIDEN Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Permasalahan C. Tujuan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Permasalahan C. Tujuan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akselerasi dalam berbagai aspek kehidupan telah mengubah kehidupan yang berjarak menjadi kehidupan yang bersatu. Pengetian kehidupan yang bersatu inilah yang kita kenal sebagai

Lebih terperinci

3. Menurut Psl 38 ayat I Statuta Mahkamah Internasional: Perjanjian internasional adalah sumber utama dari sumber hukum internasional lainnya.

3. Menurut Psl 38 ayat I Statuta Mahkamah Internasional: Perjanjian internasional adalah sumber utama dari sumber hukum internasional lainnya. I. Definisi: 1. Konvensi Wina 1969 pasal 2 : Perjanjian internasional sebagai suatu persetujuan yang dibuat antara negara dalam bentuk tertulis, dan diatur oleh hukum internasional, apakah dalam instrumen

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingkat dampak

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Perjanjian Internasional yang dilakukan Indonesia

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Perjanjian Internasional yang dilakukan Indonesia PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Perjanjian Internasional yang dilakukan Indonesia Makna Perjanjian Internasional Secara umum perjanjian internasional

Lebih terperinci

ANALISIS TENTANG PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI PIHAK DALAM PEMBENTUKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

ANALISIS TENTANG PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI PIHAK DALAM PEMBENTUKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL ANALISIS TENTANG PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI PIHAK DALAM PEMBENTUKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL Oleh: Teuku Fachryzal Farhan I Made Tjatrayasa Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara

Lebih terperinci

2. Perundingan: Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional.

2. Perundingan: Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional. 1. Penjajakan: Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional. 2. Perundingan: Merupakan tahap kedua untuk membahas substansi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG PENGESAHAN "PROTOCOL AMENDING THE TREATY OF AMITY AND COOPERATION IN SOUTHEAST ASIA" DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, sudah sejak lama dilakukan oleh negara-negara di dunia ini. Perjanjianperjanjian

BAB I PENDAHULUAN. internasional, sudah sejak lama dilakukan oleh negara-negara di dunia ini. Perjanjianperjanjian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perwujudan atau realisasi hubungan-hubungan internasional dalam bentuk perjanjianperjanjian internasional, sudah sejak lama dilakukan oleh negara-negara di

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA TENTANG KEGIATAN KERJASAMA DI BIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG PENGESAHAN "PROTOCOL AMENDING THE TREATY OF AMITY AND COOPERATION IN SOUTHEAST ASIA" DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden

Lebih terperinci

Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional. Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional

Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional. Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional Perjanjian Internasional Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional Sarana menetapkan kewajiban pihak terlibat dalam

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP.14/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERJANJIAN DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan internasional diidentifikasikan sebagai studi tentang interaksi antara beberapa faktor yang berpartisipasi dalam politik internasional, yang meliputi negara-negara,

Lebih terperinci

NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA TENTANG KEGIATAN KERJASAMA DI BIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

Volume 12 Nomor 1 Maret 2015

Volume 12 Nomor 1 Maret 2015 Volume 12 Nomor 1 Maret 2015 ISSN 0216-8537 9 77 0 21 6 8 5 3 7 21 12 1 Hal. 1-86 Tabanan Maret 2015 Kampus : Jl. Wagimin No.8 Kediri - Tabanan - Bali 82171 Telp./Fax. : (0361) 9311605 KEWENANGAN PRESIDEN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melindungi segenap

Lebih terperinci

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL 1.0 Pendahuluan Hukum internasional, pada dasarnya terbentuk akibat adanya hubungan internasional. Secara spesifik, hukum internasional terdiri dari peraturan-peraturan

Lebih terperinci

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) Copyright 2002 BPHN UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) *9571 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR

Lebih terperinci

PELANGGARAN PESAWAT F-18 HORNET MILIK AMERIKA SERIKAT DIWILAYAH KEDAULATAN INDONESIA DITINJAU DARI KONVENSI CHICAGO TAHUN 1944 S K R I P S I

PELANGGARAN PESAWAT F-18 HORNET MILIK AMERIKA SERIKAT DIWILAYAH KEDAULATAN INDONESIA DITINJAU DARI KONVENSI CHICAGO TAHUN 1944 S K R I P S I PELANGGARAN PESAWAT F-18 HORNET MILIK AMERIKA SERIKAT DIWILAYAH KEDAULATAN INDONESIA DITINJAU DARI KONVENSI CHICAGO TAHUN 1944 S K R I P S I Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA ON THE FRAMEWORK FOR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 1. Ketentuan UUD 1945: a. Pra Amandemen: Pasal 11: Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1 HUKUM PERJANJIAN Ditinjau dari Hukum Privat A. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

Keywords: Perjanjian Internasional, Pembuatan, Ratifikasi.

Keywords: Perjanjian Internasional, Pembuatan, Ratifikasi. IMPLEMENTASI UU NO. 24 TAHUN 2000 DALAM PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERJANJIAN INTERNASIONAL (The Implementation of UU No. 24/2000 in the Making and Ratification of International Treaties) Oleh: Malahayati,

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N PROBLEMATIKA PENDAFTARAN TANAH WAKAF DI KOTA MEDAN SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Oleh : MELISA CHAIRANI NIM : 070200383 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PENGAWASAN DAN KARANTINA TERHADAP TUMBUHAN DAN HEWAN PADA BALAI BESAR BELAWAN SKRIPSI. Oleh :

PENGAWASAN DAN KARANTINA TERHADAP TUMBUHAN DAN HEWAN PADA BALAI BESAR BELAWAN SKRIPSI. Oleh : PENGAWASAN DAN KARANTINA TERHADAP TUMBUHAN DAN HEWAN PADA BALAI BESAR BELAWAN SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Oleh : KRISTALIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969

VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969 VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969 Konvensi Wina 1969 terdiri dari dua bagian, yaitu bagian Pembukaan/Konsideran (Preambule) dan bagian isi (Dispositive), serta Annex dan dilengkapi dengan dua

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK INDIA TENTANG KEGIATAN KERJA SAMA DI BIDANG PERTAHANAN (AGREEMENT

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.103, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN. MOU. RI-Brunei Darussalam. Pertahanan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5152) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ON THE ASEAN POWER GRID (MEMORANDUM SALING PENGERTIAN MENGENAI JARINGAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ANTI KORUPSI, 2003) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL. yang berkembang dalam pembentukan perjanjian internasional oleh negara-negara di dunia telah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL. yang berkembang dalam pembentukan perjanjian internasional oleh negara-negara di dunia telah BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL 2.1. Aspek-aspek Perjanjian Internasional 2.1.1. Istilah-Istilah Perjanjian Internasional Mengenai peristilahan dari perjanjian internasional, jika

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

Chapter One. Pendahuluan. Article 2 (1)(a) Vienna Convention on Treaty

Chapter One. Pendahuluan. Article 2 (1)(a) Vienna Convention on Treaty Chapter One Pendahuluan Article 2 (1)(a) Vienna Convention on Treaty A treaty an international agreement concluded between States in written form and governed by international law, whether embodied in

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN CHARTER OF THE ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (PIAGAM PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN MEMORANDUM SALING PENGERTIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN KERAJAAN KEBAWAH DULI YANG MAHA MULIA PADUKA SERI BAGINDA SULTAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AGAINST THE SMUGGLING OF MIGRANTS BY LAND, SEA AND AIR, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan Organisasi Internasional itu sendiri, yang sudah lama timbul

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a b c d e f bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA DI BAGIAN BARAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Wilayah atau teritori adalah salah satu manifestasi paling utama dari kedaulatan suatu negara.oleh karena itu dalam lingkungan wilayahnya tersebut suatu negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

No Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga

No Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6181 PERTAHANAN. RI. Wilayah Udara. Pengamanan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 12) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL OAI 2013 ILMU ADMINISTRASI NEGARA UTAMI DEWI

PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL OAI 2013 ILMU ADMINISTRASI NEGARA UTAMI DEWI PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL OAI 2013 ILMU ADMINISTRASI NEGARA UTAMI DEWI PENDIRIAN Prasayarat berdirinya organisasi internasional adalah adanya keinginan yang sama yang jelas-jelas

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN INDIVIDU TENTANG

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN INDIVIDU TENTANG EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN INDIVIDU TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MOU)TENTANG PINJAMAN LUAR NEGERI TIONGKOK KE INDONESIA DI BIDANG INVESTASI: STUDI IMPLIKASI PENGIRIMAN TENAGA KERJA ASING DISUSUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Kedaulatan ialah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan kepentingannya asal saja kegiatan tersebut

Lebih terperinci

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN LAPORAN PENELITIAN KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN Oleh: Drs. Simela Victor Muhamad, MSi.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Undang Undang No. 6 Tahun 1994 Tentang : Pengesahan United Nations Framework Convention On Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa Mengenai Perubahan Iklim) Oleh : PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol.I/No.3/Jul-Sept/2013

Lex Administratum, Vol.I/No.3/Jul-Sept/2013 PENGUJIAN TERHADAP UNDANG-UNDANG YANG MERATIFIKASI PERJANJIAN INTERNASIONAL 1 Oleh : Marthina Ulina Sangiang Hutajulu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana mekanisme

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekuatan militer merupakan salah satu aspek penting dalam menjaga stabilitas negara. Semua negara termasuk Indonesia membangun kekuatan militernya untuk menjaga keamanan

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N PERAN HUBUNGAN DIPLOMATIK ANTARA INDONESIA DAN FILIPINA DALAM PEMBEBASAN WNI OLEH KELOMPOK TERORIS ABU SAYYAF TAHUN 2016 SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI DALAM KERANGKA PASAR BEBAS AFTA

PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI DALAM KERANGKA PASAR BEBAS AFTA PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI DALAM KERANGKA PASAR BEBAS AFTA S K R I P S I Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Oleh ADI KUASA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN ASEAN CONVENTION ON COUNTER TERRORISM (KONVENSI ASEAN MENGENAI PEMBERANTASAN TERORISME) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE CZECH REPUBLIC OF ECONOMIC COOPERATION

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN ASEAN PETROLEUM SECURITY AGREEMENT (PERSETUJUAN KETAHANAN MINYAK DAN GAS BUMI ASEAN) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah suatu negara yang kita kenal seperti udara dan darat juga lautan. Namun masalah kelautan atau wilayah laut tidak dimiliki oleh setiap negara, hanya negara-negara

Lebih terperinci

Skripsi Disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Skripsi Disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara PERAN PBB SEBAGAI ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA YURISDIKSI NEGARA ANGGOTANYA DALAM KASUS STATE IMMUNITY ANTARA JERMAN v. ITALIA TERKAIT KEJAHATAN PERANG NAZI Skripsi Disusun dan

Lebih terperinci

Isi Perjanjian DCA RI Singapura

Isi Perjanjian DCA RI Singapura 105 Lampiran 1 Isi Perjanjian DCA RI Singapura Pasal 1, Tujuan Tujuan dari perjanjian ini adalah untuk membentuk suatu kerangka kerjasama strategis yang komprehensif guna meningkatkan kerjasama bilateral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara Singapura adalah topik menarik yang tidak ada habisnya untuk dikaji. Terlebih

BAB I PENDAHULUAN. negara Singapura adalah topik menarik yang tidak ada habisnya untuk dikaji. Terlebih BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Memilih judul merupakan tahapan awal dalam membuat sebuah karya tulis karena dari yang pertama inilah yang akan menentukan hasil dari yang terakhir. Dan negara

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP INTERVENSI PIHAK ASING ATAS KONFLIK INTERNAL LIBYA BERDASARKAN RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB SKRIPSI

TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP INTERVENSI PIHAK ASING ATAS KONFLIK INTERNAL LIBYA BERDASARKAN RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB SKRIPSI TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP INTERVENSI PIHAK ASING ATAS KONFLIK INTERNAL LIBYA BERDASARKAN RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat syarat

Lebih terperinci

BAB VI PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL

BAB VI PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL BAB VI PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL I. PENDIRIAN Prasyarat berdirinya organisasi internasional adalah adanya keinginan yang sama yang jelas-jelas menguntungkan dan tidak melanggar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suksesi negara adalah suatu keadaan di mana terjadi perubahan atau penggantian kedaulatan dalam suatu negara sehingga terjadi semacam pergantian negara yang membawa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

TEORI / AJARAN TTG HUBUNGAN H.I. DGN. H.N.: TEORI DUALISME, MONISME DAN PRIMAT HI

TEORI / AJARAN TTG HUBUNGAN H.I. DGN. H.N.: TEORI DUALISME, MONISME DAN PRIMAT HI TEORI / AJARAN TTG HUBUNGAN H.I. DGN. H.N.: TEORI DUALISME, MONISME DAN PRIMAT HI I II TEORI DUALISME MENEMPATKAN H.I. SBG. SISTEM HUKUM DARI H.I TEORI MONISME TERPISAH AS, INGGRIS, AUSTRALIA MENEMPATKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional Pengertian Subjek Hukum Internasional

BAB II TINJAUAN UMUM. 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional Pengertian Subjek Hukum Internasional 19 BAB II TINJAUAN UMUM 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional 1.1.1 Pengertian Subjek Hukum Internasional Secara umum subyek hukum diartikan sebagai pendukung / pemilik hak dan kewajiban.

Lebih terperinci

Jakarta, Direktur Jenderal Strategi Pertahanan, Dr. Yoedhi Swastanto, M.B.A. Mayor Jenderal TNI. Paraf: 1. Kasubdit Kumint : 2.

Jakarta, Direktur Jenderal Strategi Pertahanan, Dr. Yoedhi Swastanto, M.B.A. Mayor Jenderal TNI. Paraf: 1. Kasubdit Kumint : 2. KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan perkenan-nya sehingga kami dapat menyelesaikan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Persetujuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN ASEAN CONVENTION AGAINST TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN (KONVENSI ASEAN MENENTANG PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS MENGENAI PENGUNDURAN DIRI DARI ORGANISASI INTERNASIONAL DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI

ANALISIS YURIDIS MENGENAI PENGUNDURAN DIRI DARI ORGANISASI INTERNASIONAL DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI ANALISIS YURIDIS MENGENAI PENGUNDURAN DIRI DARI ORGANISASI INTERNASIONAL DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Hukum untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

Lebih terperinci

dalam membangun kekuatan pertahanan mengedepankan konsep pertahanan berbasis kemampuan anggaran (capability-based defence) dengan tetap

dalam membangun kekuatan pertahanan mengedepankan konsep pertahanan berbasis kemampuan anggaran (capability-based defence) dengan tetap BAB V PENUTUP Sejak reformasi nasional tahun 1998 dan dilanjutkan dengan reformasi pertahanan pada tahun 2000 sistem pertahanan Indonesia mengalami transformasi yang cukup substansial, TNI sebagai kekuatan

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE MEMBER STATES OF ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (ASEAN) AND

Lebih terperinci