KAJIAN BEBERAPA KARAKTERISTIK TANAH LINDUNG GAMBUT (HLG) LONDERANG PASCA TERBAKAR DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR ARTIKEL ILMIAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN BEBERAPA KARAKTERISTIK TANAH LINDUNG GAMBUT (HLG) LONDERANG PASCA TERBAKAR DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR ARTIKEL ILMIAH"

Transkripsi

1 KAJIAN BEBERAPA KARAKTERISTIK TANAH GAMBUT PADA HUTAN LINDUNG GAMBUT (HLG) LONDERANG PASCA TERBAKAR DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR ARTIKEL ILMIAH NOVRYANDI HUTAGALUNG PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI 2018

2 KAJIAN BEBERAPA KARAKTERISTIK TANAH GAMBUT PADA HUTAN LINDUNG GAMBUT (HLG) LONDERANG PASCA TERBAKAR DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOVRYANDI HUTAGALUNG ARTIKEL ILMIAH diajukan untuk memenuhi syarat guna memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jambi PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI

3 HALAMAN PENGESAHAN Artikel ilmiah dengan judul Kajian Beberapa Karakteristik Tanah Gambut pada Hutan Lindung Gambut (HLG) Londerang Pasca Terbakar di Kecamatan Berbak Kabupaten Tanjung Jabung Timur oleh Novryandi Hutagalung, NIM D1A Menyetujui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Ir. Gindo Tampubolon, M.S NIP Yudhi Achnopha, SP, M.Si NIP Mengetahui: Ketua Jurusan Agroekoteknologi, Dr. Sunarti, S.P., M.P NIP

4 Kajian Beberapa Karakteristik Gambut Pada Hutan Lindung Gambut (HLG) Londerang Pasca Terbakar di Kecamatan Berbak Kabupaten Tanjung Jabung Timur Novryandi Hutagalung 1, Gindo Tampubolon 2, Yudhi Achnopha 2 Fakultas Pertanian Universitas Jambi, Mendalo Darat, Jambi ryangaloeng@gmail.com ABSTRAK Tanah gambut rentan tebakar pada musim kemarau karena berasal dari penumpukan sisa tumbuhan. Secara umum pada musim kemarau mengalami kekeringan pada lapisan permukaan gambut karena menurunnya permukaan air tanah. HLG londerang merupakan kawasan hutan yang pernah terbakar pada tahun 2015 dengan total luas ± ha. Kebakaran lahan gambut menyebabkan degradasi lingkungan seperti hilangnya vegetasi alam, rusaknya fungsi hidrologis, perubahan ketebalan dan kematangan gambut. Salah satu upaya perbaikan adalah kegiatan restorasi (pembasahan gambut (Peat Rewetting) dan revegetasi gambut). Dalam mendesain restorasi gambut dibutuhkan karakteristik gambut (fisik dan kimia). Penelitian bertujuan untuk mempelajari karakeristik gambut (ketebalan, kematangan gambut, substrat mineral, kadar abu dan ph). Penelitian dilakukan dengan metode survey tanah sistem Grid pada tingkat semidetail dengan jarak titik pengamatan m x 500 m, sehingga dari luas Ha areal penelitian diperoleh 38 titik pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketebalan gambut dominan > cm seluas 867,22 Ha dan terkecil dengan ketebalan > cm seluas 135,49 Ha. Tingkat kematangan gambut dominan lapisan permukaan (0-60 cm) adalah H5 seluas 471,36 Ha dan terkecil adalah tingkat kematangan H6 seluas 156,86 Ha. Subgroup tanah dominan adalah Typic Haplohemists seluas 1.164,55 Ha dan terkecil Hemic Haplofibrists seluas 50,77 Ha. Substrat mineral gambut bertekstur liat berpasir. Kadar abu gambut lokasi peneitian berkisar dari 2,43-5,35 % dengan kandungan bahan organic 94,65-97,57 % dan C-organik yang 54,9-56,59 %. ph tanah gambut kering angin sangat masam dengan ph 3,56-4,19. Kata kunci: Gambut, Karakteristik, Restorasi, HLG Londerang PENDAHULUAN Tanah gambut merupakan tanah yang memiliki ciri utama berupa kandungan bahan organik yang tinggi yang berasal dari sisa-sisa jaringan tanaman. Dalam kunci taksonomi tanah, tanah gambut (peat soil) merupakan tipe Histosol, yaitu tanah yang terbentuk dari endapan bahan organik yang berasal dari penumpukan jaringan sisa - sisa tumbuhan dengan kedalaman minimal 40 cm (Soil Survey Staff, 2010). Berdasarkan survei dan perhitungan terakhir yang dilakukan Wahyunto et al. (2004), luas tanah gambut di Indonesia 21 juta Ha, tersebar dibeberapa pulau di Indonesia yaitu di Pulau Sumatera (35%), Kalimantan (32%), Papua (30%), Sulawesi (3%), dan sisanya (5%) tersebar pada areal yang sempit. Luas lahan 1) MahasiswaAgroekoteknologiFakultasPertanianUniversitasJambi 2) DosenFakultasPertanianUniversitasJambi 1

5 gambut di Pulau Sumatera sekitar 4,6 juta Ha (Lubis dan Suryadiputra, 2001). Di Provinsi Jambi seluas Ha (termasuk tanah mineral bergambut) yang penyebarannya di beberapa kabupaten terutama di Kabupaten Tanjung Jabung Timur 266 ribu Ha (37,2%), Muaro Jambi 258 ribu Ha (35,9%), Tanjung Jabung Barat 142 ribu Ha (19,8%) dan Sarolangun seluas 41 ribu Ha (5,8%) (Wahyunto et al., 2004). Tanah gambut merupakan tanah yang rentan tebakar pada saat musim kemarau. Pada musim kemarau umumnya tanah gambut mengalami kekeringan pada lapisan permukaan sehingga menyebabkan menurunnya permukaan air tanah (Firmansyah dan Mokhtar, 2012). Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim) merupakan kabupaten yang memiliki luas gambut terbesar di Provinsi Jambi. Dari lahan gambut tersebut ada yang termasuk ke dalam kawasan Hutan Lindung Gambut (HLG) yaitu HLG Londerang. HLG Londerang berada di 2 (dua) Kabupaten yaitu Tanjabtim dan Muaro Jambi. Total luas HLG Londerang adalah ha (BPKH, 2010). HLG londerang merupakan kawasan hutan yang pernah mengalami kebakaran pada tahun 2015 dengan total luas yang terbakar ± ha. Kebakaran lahan gambut secara nyata menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan seperti hilangnya vegetasi alam dan rusaknya fungsi hidrologis. Kebakaran lahan gambut juga menyebabkan perubahan terhadap ketebalan dan kematangan gambut. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki lahan gambut yang rusak akibat kebakaran adalah dengan cara restorasi (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2015). Restorasi adalah pemulihan lahan dari aspek hidrologi maupun revegetasi. Kunci utama restorasi adalah pembasahan gambut (Peat Rewetting) dan revegetasi gambut. (Dohong, 2016). Dalam mendesain restorasi gambut dibutuhkan data-data dasar karakteristik gambut baik dari segi fisik dan kimia. Karakteristik gambut secara fisik meliputi ketebalan, kematangan, kadar air, berat isi (bulk density) dan lapisan tanah mineral di bawah gambut (substratum) dan aspek kimia meliputi ph, kadar abu, KTK, kadar asam-asam organik, ketersediaan unsur hara makro dan mikro (Dariah et al., 2016). Ketebalan dan kematangan gambut merupakan faktor sifat fisik gambut yang turut menentukan tingkat kesuburan gambut dan jenis tanaman yang tumbuh di lahan gambut. Gambut sangat dalam (>3 m) memiliki tingkat kesuburan yang lebih rendah dibandingkan dengan gambut dalam (2-3 m), gambut sedang (1-2 m) dan gambut dangkal (<1 m) (Agus dan Subiksa, 2008). Menurut Dariah et al. (2016) bahwa kematangan gambut sangat menentukan tingkat produktivitas lahan gambut, karena sangat berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah gambut dan ketersediaan hara. Ketersediaan hara pada lahan gambut yang lebih matang relatif lebih tinggi dibandingkan lahan gambut mentah. Struktur gambut yang relatif lebih matang juga lebih baik, sehingga lebih menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi saprik (matang), hemik (setengah matang) dan fibrik (mentah). Substratum adalah lapisan tanah mineral di bawah gambut. Substratum dapat juga digunakan untuk mengetahui tingkat kesuburan gambut. Lahan gambut yang mempunyai substratum liat (marine) lebih subur dibandingkan pasir (Dariah et al., 2016). Oleh karena itu, ketebalan gambut, tingkat kematangan gambut dan 2

6 substrat mineral merupakan karakteristik fisik tanah gambut yang menjadi faktor penentu dalam kegiatan restorasi. Sifat kimia gambut yang berkaitan erat dengan ketebalan dan kematangan gambut adalah kadar abu dan ph. Kadar abu merupakan salah satu penciri tingkat kesuburan tanah gambut seperti yang dilaporkan oleh Kurnain (2005). Kadar abu pada tanah gambut oligotropik umumnya kurang dari 1%, kecuali pada tanah gambut yang telah mengalami kebakaran atau telah dibudidayakan intensif dapat mencapai 2-4% (Adi et al., 2001). Makin tebal gambut, kandungan abu dan basabasanya makin rendah dan kandungan abu lebih banyak terdapat pada gambut yang telah matang (saprik). Tanah gambut di Indonesia sebagian besar bereaksi masam hingga sangat masam dengan ph < 4,0. Tingkat kemasaman tanah gambut berhubungan erat dengan kandungan asam-asam organik, yaitu asam humat dan asam fulvat (Miller dan Donahue, 1990; Hartatik et al., 2011). ph tanah gambut cenderung menurun seiring dengan kedalaman gambut. Pada lapisan atas, tanah gambut dangkal cenderung mempunyai ph lebih tinggi dari gambut tebal (Suhardjo dan Wijaya, 1976; Hartatik et al., 2011). Pada kematangan gambut, ph gambut fibrik lebih rendah dibandingkan dengan saprik. Menurut penelitian Masganti (2003); Kurnain et al. (2005), gambut mentah (fibrik) yang belum terurai mengandung kadar asam-asam organik lebih tinggi, sedangkan gambut saprik umumnya mengandung abu yang lebih banyak sebagai sumber basa-basa. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakeristik gambut (ketebalan, kematangan, substrat mineral, kadar abu dan ph) pada HLG Londerang pasca terbakar sehingga dapat bermanfaat sebagai sumber informasi dalam merencanakan restorasi (restorasi hidrologi dan revegetasi) lahan gambut terbakar di HLG Londerang. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di areal Hutan Lindung Gambut (HLG) pasca terbakar Desa Rawasari Kecamatan Berbak Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Luas areal penelitian seluas ± ha. Analisis kadar abu, C-organik dan ph dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni Bahan-bahan dalam penelitian berupa sampel tanah komposit dari setiap SLH. Alat-alat yang digunakan meliputi seperangkat komputer baik hardware maupun software pendukung (Geographic Information System Aplication) untuk pembuatan peta, seperangkat alat survei tanah seperti GPS (Global Positioning System), bor gambut berpisau, pisau komando, abney level, kompas, Furnace, neraca analitik, cangkul, parang, kantong plastik, karung, karet gelang, kamera digital, kertas label, alat-alat tulis dan alat-alat untuk analisis contoh tanah. Metode penelitian dilakukan dengan survei Metode Grid pada tingkat semidetail. Titik - titik pengamatan (titik bor) dibuat secara transek memotong fisiografi yaitu tegak lurus terhadap tanggul sungai dengan jarak titik pengamatan antar transek dibuat dengan jarak m dan jarak titik pengamatan dalam transek 500 m, sehingga dari Ha areal yang diteliti diperoleh 38 titik pengamatan. Data yang dikumpulkan adalah ketebalan, kematangan, tekstut substrat, C-organik, kadar abu dan ph. 3

7 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Gambut Ketebalan Gambut Data luas ketebalan gambut disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Luas ketebalan lapisan gambut di lokasi penelitian No Ketebalan Titik Luas Persentase Gambut (cm) (Ha) 1 > T31, T35, T36 135,49 7,13 % 2 > T23, T21, T8, T38, T17, T7, T12, T28, 716,29 37,70 % T32, T29, T34, T1, T25, T27, T30, T37, T20 3 > T3, T4, T11, T15, T18, T13, T14, T33, 867,22 45,64 % T2, T24, T26 4 > 600 T9, T10, T19, T6, T22, T16, T5 181,00 9,53 % Jumlah 1.900,00 100,00 % Sumber: Hasil pemboran, Mei 2017 Pada Tabel 1 tampak bahwa hasil pemboran pada masing-masing titik pengamatan hingga kelapisan mineral di bawah gambut pada kegiatan survei utama, diperoleh informasi ketebalan gambut 300 cm sampai > 600 cm. Berdasarkan luasannya, gambut dengan ketebalan > cm merupakan areal terluas pada lokasi penelitian yaitu seluas 867,22 Ha (45,64 %), kemudian diikuti dengan gambut ketebalan > cm seluas 716,29 Ha (37,70 %), gambut ketebalan > 600 cm seluas 181,00 Ha (9,53 %), dan daerah yang memiliki luas terkecil dengan ketebalan > cm seluas 135,49 Ha (7,13 %). Berdasarkan hasil survei di lapangan, gambut di lokasi penelitian masih tergolong gambut sangat dalam dengan ketebalan > 3 m sementara telah terjadi kebakaran berulang. Hal tersebut karena lokasi penelitian merupakan daerah kubah gambut dan merupakan gambut ombrogen sehingga pada saat terjadi kebakaran, gambut yang terbakar hanya sebagian atas dari gambut (kubah). Kebakaran gambut yang terjadi juga diperkirakan tidak membuat penurunan ketebalan secara drastis. Seperti yang diungkapkan oleh Agus dan Subiksa (2008), pada tahun normal diperkirakan ketebalan gambut yang terbakar sewaktu pembukaan hutan sedalam 15 cm Berdasarkan penelitian Ratnaningsih dan Sri (2017), pada areal bekas kebakaran laju penurunan permukaan gambut sebesar 0,159 cm/bulan sedangkan pada areal tidak terbakar sebesar 0,119 cm/bulan. Tingkat Kematangan Gambut Lapisan Permukaan ( 0-60 cm) Berdasarkan kriteria van post dan kandungan seratnya, tingkat kematangan bahan tanah organik lapisan permukaan (0-60 cm) lokasi survei sangat bervariasi dimulai dari tingkat kematangan H3 sampai H9. Data luas kematangan gambut disajikan pada Tabel 2. 4

8 Tabel 2. Luas kematangan bahan tanah gambut lapisan permukaan (0-60 cm) di lokasi penelitian No Bahan Tanah Luas Gambut Lapisan Titik Bor (Ha) Permukaan (0-60 cm) Persentase 1 H3 (Fibrik) T21, T3, T4, T11, 467,61 24,51 % T15, T18, T9, T10, T23 Jumlah 467,61 24,51 % 2 H4 (Hemik) T6, T13, T14, T33, 430,47 22,66 % T19, T16, T22, T18, T33, 3 H5 (Hemik) T17, T7, T12, T28, 471,36 24,80 % T32, T29, T2, T26, T5 4 H6 (Hemik) T34, T1, T25 156,96 8,26 % 5 H7 (Hemik) T27, T30, T36, T24, 212,13 11,15 % Jumlah 1.270,92 66,87 % 6 H9 (Saprik) T31, T35, T37, T20 163,77 8,62 % Jumlah 163,77 8,62 % Grand Total 1.900,00 100,00 % Sumber: Hasil pemboran, Mei 2017 Berdasarkan Tabel 2 tampak bahwa tingkat kematangan H5 memiliki areal terluas pada lokasi penelitian seluas 471,16 Ha (24,80 %) kemudian diikuti oleh tingkat kematangan H3 seluas 467,61 Ha (24,51 %), H4 seluas 430,47 Ha (22,66 %), H7 seluas 212,13 Ha (11,15 %), H9 seluas 163,77 Ha (8,62 %) dan daerah yang memiliki luas terkecil dengan tingkat kematangan H6 seluas 156,86 Ha (8,26 %). Bervariasinya tingkat kematangan lapisan permukaan dipengaruhi oleh muka air tanah. Ketinggian muka air tanah akan mempengaruhi kematangan dan dekomposisi tanah gambut. Berdasarkan penelitian Afriyanti (2018) menyebutkan bahwa tingkat kematangan fibrik berada pada TMA di atas permukaan gambut yaitu 8 18 cm. Tingkat kematangan Hemik berada pada zona naik turunnya muka air tanah yaitu cm di bawah permukaan gambut. Tingkat kematangan saprik berada pada TMA di bawah permukaan gambut yaitu cm. Sebagaimana disebutkan oleh Las et al. (2008) bahwa pengaturan tata air makro maupun tata air mikro sangat mempengaruhi karakteristik lahan gambut. Nugroho dan Budi (2012) menyatakan bahwa penurunan muka air tanah menyebabkan lapisan gambut di atas muka air tanah mengalami proses dekomposisi yang lebih lanjut daripada lapisan gambut di bawah muka air tanah. Pada kematangan fibrik, air tanah berada dekat dengan permukaan tanah bahkan relatif sering tergenang sehingga bahan organik sulit terdekomposisi. Kematangan hemik merupakan zona naik turunnya muka air tanah sehingga sebagian bahan tanah organik sudah lanjut terdekomposisi dan sebagian belum terdekomposisi lanjut. Pada kematangan saprik, tinggi muka air tanah berada di bawah permukaan tanah gambut dan dalam kondisi aerobik, sehingga sebagian besar bahan organik telah terdekomposisi sempurna. 5

9 Subgroup Tanah Subgroup tanah di lokasi penelitian terdiri dari 6 subgroup dengan masingmasing luasan disajikan pada Tabel 3. Dari Tabel 3 tampak bahwa subgroup tanah yang dominan dari total areal penelitian adalah Typic Haplohemists seluas 1.164,55 Ha (61,29 %), diikuti dengan Fibric Haplohemists seluas 232,89 Ha (12,26 %), Typic Haplofibrists seluas 156,11 Ha (8,22 %), Hemic Haplosaprists seluas 150,65 Ha (7,93 %), Sapric Haplohemists seluas 145,03 Ha (7,63 %) dan Hemic Haplofibrists seluas 50,77 Ha (2,67 %). Tabel 3. Luas jenis tanah (subgroup) di lokasi penelitian No Subgroup Tanah Titik Bor Luas (Ha) Persentase 1 Typic Haplofibrists T13, T14 156,11 8,22 % 2 Hemic Haplofibrists T20 50,77 2,67 % Jumlah 206,88 10,89 % 3 Fibric Haplohemists T31, T21, T8, T17, 232,89 12,26 % T19 4 Typic Haplohemists T36, T38, T7, T12, T28, T32, T1, T25, T27, T3, T4, T11, T15, T18, T33, T2, 1.164,55 61,29 % T24, T9, T10, T6, T22, T16, T5, T24 5 Sapric Haplohemists T35, T34, T37 145,03 7,63 % Jumlah 1.542,47 81,18 % 6 Hemic Haplosaprists T29, T30, T26 150,65 7,93 % Jumlah 150,65 7,93 % Grand Total 1.900,00 100,00 % Sumber: Hasil pemboran, Mei 2017 dan buku kunci taksonomi tanah (2016) Lokasi penelitian merupakan lahan bekas terbakar yang terjadi berulang. Hal ini juga dibuktikan dengan adanya bekas-bekas kebakaran pada tanah gambut lapisan atas, sehingga lapisan berikutnya merupakan sisa dari tanah yang tidak terbakar. Lapisan gambut yang digunakan untuk penentuan subgroup merupakan lapisan sisa dari tanah gambut yang tidak mengalami kebakaran. Bagian bawah gambut diidentifikasi dan sebagian besar merupakan subgroup dengan tingkat kematangan hemik sehingga kemungkinan lapisan yang terbakar juga kematangan hemik seluas 1.542,47 Ha (81,18 %) dan hanya sebagian kecil yang merupakan lapisan fibrik dan saprik. Tingkat kematangan fibrik terletak pada daerah rendah dan dengan tinggi muka air yang dangkal seluas 206,88 Ha (10,89 %). Tingkat kematangan saprik terletak pada daerah yang tinggi dengan tinggi muka air yang tinggi yaitu seluas 150,65 Ha (7,93 %). Berdasarkan identifikasi sisa kebakaran dapat dikatakan bahwa tingkat kematangan sesudah kebakaran relatif sama dengan sebelum kebakaran dan hanya sedikit tanah yang hilang akibat kebakaran. Hal ini didukung dengan adanya fungsi dome gambut yang masih berfungsi dengan baik saat musim kemarau. Tekstur Substrat Gambut Pada penentuan substrat gambut dilakukan penentuan tekstur tanah mineral di bawah gambut. Tekstur tanah gambut pada lokasi penelitian seluruhnya adalah tekstur liat berpasir. Lahan gambut yang mempunyai substratum liat (marine) 6

10 No lebih subur dibandingkan pasir. Berdasarkan penelitian Nurhayati (2001) menyebutkan bahwa gambut dengan tekstur substrat liat memiliki ph, basa-basa dan P total yang tinggi dari pada gambut dengan tekstur substrat pasir. Karakteristik Kimia Gambut Hasil analisis karakteristik kimia gambut (C-organik, kadar abu dan ph) di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil analisis C-organik, kadar abu dan ph tanah gambut di lokasi penelitian Kode SLH Ketebalan* (cm) Kematangan* Permukaan (0-60 cm) Jenis Tanah** (0-150 cm) C-Organik (%) Kadar Abu (%) H7 Hemik Typic Haplohemists 4,58 55,35 3, > H9 Fibric Haplohemists 5,13 55,03 4,00 Saprik H9 Sapric Haplohemists 5,35 54,9 4, H3 Typic Haplofibrists 2,68 56,45 3,83 Fibrik H3 Fibric Haplohemists 2,47 56,57 3, H4 Fibric Haplohemists 3,17 56,16 4, H4 Typic Haplohemists 3,04 56,24 3, H5 Fibric Haplohemists 3,76 55,82 3, H5 Typic Haplohemists 3,48 55,99 3, > H5 Hemik Hemic Haplosaprists 3,93 55,73 3, H6 Sapric Haplohemists 4,28 55,52 4, H6 Typic Haplohemists 4,11 55,62 3, H7 Typic Haplohemists 4,48 55,41 3, H7 Hemic Haplosaprists 4,64 55,31 3, H9 Sapric Haplohemists 5,31 54,93 4,06 Saprik H9 Hemic Haplofibrists 4,89 55,17 3, H3 Fibrik Typic Haplohemists 2,49 56,56 3, H4 Typic Haplofibrists 2,87 56,34 4, H4 Typic Haplohemists 3,1 56,21 3,99 > H5 Hemik Typic Haplohemists 3,6 55,92 3, H5 Typic Haplohemists 4,09 55,63 3, H7 Hemic Haplosaprists 4,26 55,53 3, H3 Fibrik Typic Haplohemists 2,43 56,59 3, H4 Fibric Haplohemists 2,71 56,43 3,90 > H4 Hemik Typic Haplohemists 3,2 56,15 3, H5 Typic Haplohemists 3,23 56,13 3,77 Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Jambi * Hasil pemboran, Mei 2017, ** Buku kunci taksonomi tanah (2016) C-Organik Pada tabel 4 kandungan C-organik berkisar antara 54,9-56,59. Kandungan C-Organik tersebut termasuk kriteria sangat tinggi, karena > 5,00 %. Berdasarkan ketebalan gambut, semakin dalamnya tingkat ketebalan gambut, maka semakin tinggi kandungan bahan organik dan C-organik pada tanah gambut. Pada ketebalan > cm dengan kematangan permukaan saprik dan jenis tanah Sapric Haplohemist memiliki nilai C-organik lebih tinggi yaitu 54,93 % sedangkan ketebalan > cm C-organik 54,9 %. Hal tersebut sesuai dengan ph 7

11 laporan Suhardjo dan Widjaja-Adhi (1976 dalam Safitri 2010) bahwa kandungan C-organik gambut meningkat setiap peningkatan ketebalan. Pengaruh ketebalan terhadap bahan organik dan C-organik berhubungan dengan volume tanah. Semakin tebal tanah gambut maka memiliki volume tanah yang besar sehingga kandungan bahan organik dan C-organik semakin meningkat. Berdasarkan tingkat kematangannya, tanah gambut yang mengalami dekomposisi lebih lanjut memiliki C-organik lebih rendah. Pada tingkat kematangan fibrik dengan ketebalan > cm dan jenis tanah Fibric Haplohemists memiliki C-organik 56,57 % dan lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kematangan hemik dengan C-organik 56,18 %. Berdasarkan penelitian Wahyunto et al. (2004) menyatakan bahwa kadar C-organik lebih rendah pada kematangan lebih lanjut yaitu C-organik fibrik 53,31 %, hemik 48 % dan saprik %. Pada jenis tanah (subgroup), C-organik sama halnya dengan kematangan lapisan permukaan, tanah gambut pada jenis tanah yang mengalami pelapukan lebih lanjut memiliki C-organik lebih rendah. Pada jenis tanah Sapric Haplohemist dengan ketebalan > cm dengan tingkat kematangan saprik memiliki C-organik 54,9 % dan lebih rendah dibandingkan dengan jenis tanah Fibric Haplohemists dengan C-organik 55,03 %. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Agus et al. (2011) bahwa C-organik fibrik lebih tinggi yaitu 53,56 %, hemik 52,27 % dan saprik 48,90 %. Kadar Abu Berdasarkan tabel 4, nilai kadar abu lokasi penelitian berkisar antara 2,43 5,35 %. Ketebalan yang memiliki kadar abu tertinggi yaitu > cm. Dilihat dari ketebalan gambut, semakin dalam ketebalan tanah gambut maka kadar abu semakin rendah. Pada ketebalan > cm memiliki kadar abu 3,47 % dan lebih tinggi dibandingkan dengan ketebalan >600 cm dengan kadar abu 2,71 %. Hal ini didukung oleh Noor (2001) yang menyatakan bahwa kadar abu sangat dalam (tebal > 3m) sekitar 5 %, gambut dalam dan tengahan (tebal 1m - 3m) sekitar 11 % - 12 % dan gambut dangkal sekitar 15 %. Pada tingkat kematangan gambut, kadar abu yang mengalami dekomposisi lebih lanjut memiliki kadar abu lebih besar. Hasil analisis kadar abu pada Tabel 4 menunjukkan bahwa kadar abu lebih besar pada gambut saprik (H9) diikuti gambut hemik (H4, H5, H6, H7) dan fibrik (H3). Pada tingkat kematangan hemik dengan ketebalan > cm dan jenis tanah Fibric Haplohemists memiliki kadar abu 3,13 % dan lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kematangan fibrik yang memiliki kadar abu 2,47 %. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Nusantara (2015) yang menjelaskan bahwa tingkat kematangan saprik pada kebun sawit memiliki kadar abu 3,60 %, hemik 2,40 % dan fibrik 1,40 %. Sama halnya dengan tingkat kematangan, Jenis tanah yang mengalami pelapukan lebih lanjut memiliki kadar abu lebih tinggi. Subgroup tanah yang memiliki nilai kadar abu tertinggi yaitu Sapric Haplohemists. Pada jenis tanah Sapric Haplohemist dengan ketebalan > cm dengan tingkat kematangan saprik memiliki kadar abu 5,35 % dan lebih tinggi dibandingkan dengan jenis tanah Fibric Haplohemists dengan kadar abu 5,13 %. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Handayani (2009) bahwa rata-rata kadar abu gambut berkisar antara 8

12 1,85 % - 3,98 % untuk gambut fibrik, 2,27 % - 4,69 % untuk gambut hemik dan 3,50 % - 5,90 % untuk gambut saprik. ph Tanah Gambut Berdasarkan hasil analisis kimia tanah (Tabel 4) dan kriteria penilaian kandungan unsur serta kemasaman tanah daerah rawa/pasang surut (Tim Fakultas Pertanian IPB, 1983) kemasaman tanah (ph) pada lokasi penelitian tergolong sangat masam (ph 3,56 4,19). Hal ini sejalan dengan pendapat Hartatik et al. (2004) bahwa lahan gambut umumnya mempunyai tingkat kemasaman yang relatif tinggi dengan kisaran ph 3-5. Tingginya kemasaman tanah gambut disebabkan oleh tingginya kandungan asam-asam organik dan ion hidrogen dari pelapukan bahan organik dalam kondisi anaerob. Seperti yang dikemukakan oleh Noor (2001) bahwa bahan organik yang telah mengalami dekomposisi menghasilkan asam-asam organik yang mempunyai gugus reaktif, seperti karboksil (-COOH) dan fenol (OH) yang mendominasi kompleks pertukaran dan bertindak sebagai asam lemah sehingga dapat terdisosiasi dan menghasilkan ion H+ dalam jumlah yang besar, sehingga ph gambut sangat rendah. Salampak (1993) dalam Rahman (2009) menambahkan bahwa kemasaman tanah gambut berhubungan erat dengan kandungan asam-asam organik yaitu asam humik dan asam fulvik. Nilai ph di lokasi penelitian tidak mempunyai perbedaan yang signifikan dan pola yang jelas baik menurut kelompok ketebalan gambut, menurut tingkat kematangan lapisan permukaan maupun menurut jenis tanah (subgroub). Hal ini di sebabkan oleh banyak faktor seperti; gambut mempunyai porositas yang sangat tinggi, sehingga pergerakan air tanah beserta asam-asam organik yang terlarut didalamnya sangat bebas, hidrologi (pergerakan air lateral yang membawa kemasaman dari tempat lain) dan hujan. Perbedaan ph yang sedikit dan pola ph tanah yang tidak teratur disebabkan oleh pergerakan hidrologi yang dapat mempengaruhi ph. Pergerakan air tanah beserta asam-asam organik yang terlarut didalamnya dapat bergerak bebas dari lapisan tanah bagian bawah ke atas atau dari lapisan atas ke bagian bawah serta pergerakan air lateral yang membawa asam-asam organik dari tempat lain sehingga ph menjadi rendah. Selain itu kemasaman tanah juga dipengaruhi oleh drainase yang buruk. Kondisi drainase pada saat dilakukan survei adalah terdapat beberapa aliran yang terhambat dan banyaknya saluran drainase yang tidak memiliki fungsi. Kondisi drainase seperti itu dapat menghambat pencucian asamasam organik penyebab kemasaman tanah. Hal ini sejalan dengan pendapat Noor (1996) dalam Sitompul (2013) yang menyatakan bahwa pengaturan drainase dan pergantian air secara berkala dapat menurunkan kadar asam organik. Curah hujan yang tinggi menjadi faktor tidak adanya perbedaan yang besar antar ph dan keteraturan pola ph tanah gambut pada lokasi penelitian karena tanah yang mengalami curah hujan yang tinggi akan menjadi masam akibat pencucian unsur hara yang ada. Seperti dijelaskan oleh Kotu et al., (2015) bahwa di daerah yang mempunyai curah hujan tinggi seperti daerah tropis maka tanah cenderung bersifat agak masam sampai masam karena terjadi pencucian terhadap ion-ion yang bersifat basah. 9

13 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat ditarik kesimpulan : 1. Tingkat ketebalan gambut dominan di lokasi penelitian adalah ketebalan > cm seluas 867,22 Ha dan ketebalan > cm seluas 716,29 Ha. 2. Tingkat kematangan gambut pada lapisan permukaan (0-60 cm) adalah Hemik (H5) seluas 471,36 Ha, Fibrik (H3) seluas 467,61 Ha dan hanya seluas 163,77 Ha pada kematangan Saprik (H9). 3. Subgroup tanah di lokasi penelitian terdiri dari 6 subgroup. Subgroup tanah yang dominan adalah Typic Haplohemists seluas 1.164,55 Ha 4. Substrat mineral gambut memiliki tekstur liat berpasir. 5. Kadar abu gambut berkisar dari 2,43-5,35 % dengan kandungan bahan organik 94,65-97,57 % dan C-organik 54,9-56,59 %. 6. Tingkat kemasaman tanah gambut kering angin berkisar antara ph 3,56-4,19 (sangat masam). SARAN 1. Untuk pemanfaatan dan penggunaan tanaman pada kegiatan restorasi di lokasi penelitian dibutuhkan pemberian kapur dengan dosis yang disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan dikembangkan. 2. Dalam upaya penanaman vegetasi di lokasi penelitian sebaiknya diperlukan lubang yang lebih dalam atau dapat dilakukan dengan sistem lobang dalam lobang (hole in hole planting). 3. Sebaiknya dalam kegiatan restorasi, jenis tanaman yang dikembangkan pada lokasi penelitian adalah jenis tanaman endemic seperti jelutung rawa, meranti rawa, pulai dan medang. 4. Dalam mengkonservasi ketebalan gambut diperlukan pembuatan sekat kanal (Canal Blocking) pada saluran yang telah ada. 5. Sebaiknya dilakukan pendekatan kepada masyarakat tentang kebakaran hutan gambut serta pencegahan yang dilakukan. 6. Dilakukan pemasangan rambu-rambu kebakaran hutan. 7. Hukum dan peraturan mengenai pencegahan kebakaran hutan gambut diperkuat. DAFTAR PUSTAKA Adi J, JO Rieley, T Artiningsih, Y Sulistiyanto and Y Jagau Utilization of deep tropical peatland for agriculture in Central Kalimantan. Pp In: Rieley, J.O & S.E. Page (Eds.).Symposium Proceeding on Peatlands for Natural Resources Function and Sustainable Management, Jakarta. Afriyanti Evaluasi Tinggi Muka Air Tanah Gambut Pada Lahan Pasca Terbakar di Areal Hutan Lindung Gambut (HLG) Londerang Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Jambi. Jambi. Agus F dan IGM Subiksa Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Balai penelitian tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF). Bogor Indonesia. 10

14 Agus F, K Hairiah, A Mulyani Pengukuran Cadangan Karbon Tanah Gambut. Petunjuk Praktis. World Agroforestry Centre-ICRAF,SEA Regional Office dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Bogor, Indonesia. 58 p. [Bidang Penataan Kawasan Hutan] Kondisi Kehutanan Provinsi Jambi. Dariah A, E Maftuah dan Maswar Karakteristik Lahan Gambut. Balai Peneltian Tanah. Bogor. Dikas TM Karakterisasi Fisik Gambut di Riau pada Tiga Ekosistem (Marine, Payau dan Air Tawar). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dohong A Strategi dan Teknik Restorasi Gambut. Badan Restorasi Gambut. Jakarta. Firmansyah MA dan MS Mokhtar Profil ICCTF di Kalimantan Tengah: pengelolaan lahan gambut berkelanjutan. BPTP Kalimantan Tengah. 30 hal. Handayani EP Karakterisasi Sifat Fisika Kimia Gambut Yang Berkaitan Erat Dengan Emisi Co2 dan Ch4. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Hartatik W, K Idris, S Sabiham, S Djuniwati, dan JS Adiningsih Pengaruh pemberian fosfat alam dan SP-36 pada tanah gambut yang diberi bahan amelioran tanah mineral terhadap serapan P dan efisiensi pemupukan P. Prosiding Kongres Nasional VIII HITI. Universitas Andalas. Padang. Indrayanti L, SN Marsoem, TA Prayitno, H Supriyo dan B Radjagukguk Distribusi Ketebalan Gambut dan Sifat-Sifat Tanah di Hutan Rawa Gambut Kalampangan, Kalimantan Tengah. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Kotu S, JJ Rondonuwo, S Pakasi, dan T Titah Status Unsur Hara dan ph Tanah di Desa Sea, Kecamatan Pineleng Kabupaten Minahasa. Fakultas Pertanian. Universitas Sam Ratulangi. Sulawesi Utara. Kurnain A Dampak Kegiatan Pertanian dan Kebakaran atas Watak Gambut Ombrogen. Disertasi Program Pascasarjana UGM. Yogyakarta. Las I, K Nugroho dan A Hidayat Strategi Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Pengembangan Pertanian Berkelanjutan. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian, 2(4): Noor M Pertanian Lahan Gambut Potensi dan Kendala. Kanisius. Yogyakarta. Nurhayati Karakteristik dan Genesis Gambut Pedalaman dengan Substratum Pasir dan Liat di Kalimantan Tengah Serta Potensinya Untuk Pertanian. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nugroho T dan M Budi Pengaruh Penurunan Muka Air Tanah Terhadap Karakteristik Gambut. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nusantara RW Diferensiasi Karbon Organik Tanah dan Seresah, Emisi Co2 dan Nutrien Tanah Akibat Alih Fungsi Hutan Rawa Gambut Kalimantan Barat. Disertasi. Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Rahman A Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Nenas dan Kelapa Sawit di Desa Tangkit Baru Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Jambi, Jambi. 11

15 Ratnaningsih AT Dan Sri RP Dampak Kebakaran Hutan Gambut Terhadap Subsidensi Di Hutan Tanaman Industri. Jurnal Kehutanan. Vol 12(1). Fakutas Kehutanan, Universitas Lancang Kuning. Riau. Safitri I Penetapan Cadangan Karbon Bahan Gambut Saprik, Hemik dan Fibrik. Skripsi. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Sitompul NA Karakteristik dan Status Kesuburan Tanah Gambut di Desa Tangkit Baru Kecamatan Sungai Gelam Jambi. Skripsi. Agroekoteknologi. Fakultas Pertanian. Universitas Jambi, Jambi. [Soil Survey Staff] Keys to Soil Taxonomy. 11st Edition, 2010 Natural Resources Conservation Service-United States Department of Agricultural, Washington DC.333p. Wahyunto, S Ritung, Suparto, H Subagjo Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon di Sumatera dan Kalimantan. Proyek Climate Change, Forest and Peatlands in Indonesia. Wetlands International Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor. Indonesia. 12

Pengelolaan lahan gambut

Pengelolaan lahan gambut Pengelolaan lahan gambut Kurniatun Hairiah Sifat dan potensi lahan gambut untuk pertanian Sumber: I.G.M. Subiksa, Fahmuddin Agus dan Wahyunto BBSLDP, Bogor Bacaan Sanchez P A, 1976. Properties and Management

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut 2.1.1 Pengertian Tanah Gambut Gambut mempunyai banyak istilah padanan dalam bahasa asing, antara lain peat, bog, moor, mire, atau fen. Gambut diartikan sebagai material

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan

Lebih terperinci

The Effect of Lands Use Change From Peat Bog Forest to Industrial Forest Acacia Crassicarpa on Physical and Chemical Properties of Peat Soil

The Effect of Lands Use Change From Peat Bog Forest to Industrial Forest Acacia Crassicarpa on Physical and Chemical Properties of Peat Soil Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Hutan Rawa Gambut Menjadi Hutan Tanaman Industri (HTI) Acacia Crassicarpa Terhadap Sifat Fisik dan Kimia Tanah Gambut The Effect of Lands Use Change From Peat Bog Forest

Lebih terperinci

Pengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan

Pengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan Pengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan Taryono Darusman 1, Asep Mulyana 2 dan Rachmat Budiono 3 Pendahuluan Lahan gambut merupakan ekosistem lahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Bahan Gambut Riau

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Bahan Gambut Riau IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Umum Bahan Gambut Riau Bahan gambut dari Riau dianalisis berdasarkan karakteristik ekosistem atau fisiografi gambut yaitu gambut marine (coastal peat swamp),

Lebih terperinci

Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan

Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan Dr. Muhammad Syakir, MS Kepala Kongres Nasional VII Perkumpulan Masyarakat Gambut Indonesia (HGI) dan Seminar Pengelolaan Lahan Sub-optimal Secara

Lebih terperinci

KLASIFIKASI DAN DISTRIBUSI TANAH GAMBUT INDONESIA SERTA PEMANFAATANNYA UNTUK PERTANIAN

KLASIFIKASI DAN DISTRIBUSI TANAH GAMBUT INDONESIA SERTA PEMANFAATANNYA UNTUK PERTANIAN 7 KLASIFIKASI DAN DISTRIBUSI TANAH GAMBUT INDONESIA SERTA PEMANFAATANNYA UNTUK PERTANIAN D. Subardja dan Erna Suryani Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan, Jl. Tentara

Lebih terperinci

PENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT. Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor

PENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT. Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor PENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor Indonesia memiliki lahan rawa yang cukup luas dan sebagian besar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut Tanah gambut adalah tanah yang berbahan induk organik atau berasal dari sisa-sisa tanaman masa lampau dan berdasarkan kriteria USDA (2006) digolongkan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 25 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga bulan April tahun 2011 di lahan gambut yang terletak di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi

Lebih terperinci

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI : Pengelolaan Hutan Gambut Koordinator : Ir. Atok Subiakto, M.Apl.Sc Judul Kegiatan : Teknologi Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Terdegradasi

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 22 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Luas dan Lokasi Wilayah Merang Peat Dome Forest (MPDF) memiliki luas sekitar 150.000 ha yang terletak dalam kawasan Hutan Produksi (HP) Lalan di Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan gambut yang terdapat di daerah tropika diperkirakan mencapai juta hektar atau sekitar 10-12% dari luas

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan gambut yang terdapat di daerah tropika diperkirakan mencapai juta hektar atau sekitar 10-12% dari luas I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan gambut yang terdapat di daerah tropika diperkirakan mencapai 30-45 juta hektar atau sekitar 10-12% dari luas lahan gambut di dunia (Rieley et al., 2008). Sebagian

Lebih terperinci

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut SUMBER DAYA AIR Indonesia memiliki potensi lahan rawa (lowlands) yang sangat besar. Secara global Indonesia menempati urutan keempat dengan luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha setelah Kanada (170 juta

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT

PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT Lampiran Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 14/Permentan/PL.110/2/2009 Tanggal : 16 Februari 2009 PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1. Peningkatan

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

Topik A1 - Lahan gambut di Indonesia di Indonesia (istilah/definisi, klasifikasi, luasan, penyebaran dan pemutakhiran data spasial lahan gambut

Topik A1 - Lahan gambut di Indonesia di Indonesia (istilah/definisi, klasifikasi, luasan, penyebaran dan pemutakhiran data spasial lahan gambut Topik A1 - Lahan gambut di Indonesia di Indonesia (istilah/definisi, klasifikasi, luasan, penyebaran dan pemutakhiran data spasial lahan gambut 1 Topik ini menyajikan 5 bahasan utama yaitu : istilah pengertian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan hakekatnya merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dari generasi ke generasi. Sudah sejak lama, komitmen pertambangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di antara dua sungai besar. Ekosistem tersebut mempunyai peran yang besar dan

BAB I PENDAHULUAN. di antara dua sungai besar. Ekosistem tersebut mempunyai peran yang besar dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekosistem gambut merupakan salah satu tipe ekosistem lahan basah yang terbentuk dari akumulasi bahan organik dan pada umumnya menempati cekungan di antara dua sungai

Lebih terperinci

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT Dr. David Pokja Pangan, Agroindustri, dan Kehutanan Komite Ekonomi dan Industri

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI AREAL HUTAN RAWA GAMBUT TRIPA PROVINSI ACEH : KENDALA DAN SOLUSI

PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI AREAL HUTAN RAWA GAMBUT TRIPA PROVINSI ACEH : KENDALA DAN SOLUSI PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI AREAL HUTAN RAWA GAMBUT TRIPA PROVINSI ACEH : KENDALA DAN SOLUSI Use of Tripa Peat-Swamp Forest for Palm Oil Plantation in Aceh Province: Constraints

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. - Karet (Hevea Brasiliemis) merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan

I. PENDAHULUAN. - Karet (Hevea Brasiliemis) merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang - Karet (Hevea Brasiliemis) merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia sehari-hari. Hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut berasal dari pelapukan vegetasi yang tumbuh di sekitarnya. Proses

II. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut berasal dari pelapukan vegetasi yang tumbuh di sekitarnya. Proses II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Lahan gambut merupakan tanah hasil akumulasi timbunan bahan organik yang terbentuk secara alami dalam jangka waktu yang lama. Bahan organik tersebut berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan 32% Papua 30% dan sebagian kecil ada di Sulawesi, Halmahera

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan 32% Papua 30% dan sebagian kecil ada di Sulawesi, Halmahera BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta ha atau 10.8% dari luas daratan Indonesia. Lahan rawa gambut sebagian besar terdapat

Lebih terperinci

Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis

Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis Widiarti 1 dan Nurlina 2 Abstrak: Kalimantan Selatan mempunyai potensi untuk

Lebih terperinci

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU Nurmegawati dan Eddy Makruf Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jalan Irian Km. 6,5 Kelurahan Semarang Kota

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV, Labuhan Batu, Sumatera Utara. Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2009

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Lahan Rawa Pengertian Tanah Gambut

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Lahan Rawa Pengertian Tanah Gambut 3 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Lahan Rawa Lahan rawa adalah lahan yang sepanjang tahun selalu jenuh air atau tergenang air dangkal. Swamp adalah istilah umum untuk rawa yang menyatakan wilayah lahan atau

Lebih terperinci

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon 1 Presentasi ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, memberikan pengantar tentang besarnya karbon yang tersimpan di lahan gambut. Bagian kedua membahas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

BASISDATA KARAKTERISTIK TANAH GAMBUT DI INDONESIA

BASISDATA KARAKTERISTIK TANAH GAMBUT DI INDONESIA 11 BASISDATA KARAKTERISTIK TANAH GAMBUT DI INDONESIA 1Anny Mulyani, 2 Erni Susanti, 3 Ai Dariah, 3 Maswar, 1 Wahyunto, dan 3Fahmuddin Agus 1 Peneliti Badan litbang Pertanian di Balai Besar Litbang Sumberdaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI SRI NURYANI HIDAYAH UTAMI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI SRI NURYANI HIDAYAH UTAMI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI SRI NURYANI HIDAYAH UTAMI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA PENYEBAB Kebakaran hutan penebangan kayu (illegal logging, over logging), perambahan hutan, dan konversi lahan Salah

Lebih terperinci

Restorasi Gambut Harus Berpihak Kepada Ajas Manfaat

Restorasi Gambut Harus Berpihak Kepada Ajas Manfaat Restorasi Gambut Harus Berpihak Kepada Ajas Manfaat Oleh Momon Sodik Imanudin Lahan gambut adalah lahan dengan kondisi alami memiliki daya menampung air besar,selalu jenuh air, mengandung bahan serasah

Lebih terperinci

III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3. 1 Luas dan Lokasi Hutan Gambut Merang terletak dalam kawasan Hutan Produksi Lalan di Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatra Selatan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

Topik C6 Penurunan permukaan lahan gambut

Topik C6 Penurunan permukaan lahan gambut Topik C6 Penurunan permukaan lahan gambut 1 Penurunan permukaan lahan gambut dibahas dari pengelompokan permasalahan. Untuk mempermudah maka digunakan suatu pendekatan pengkelasan dari lahan gambut menurut

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PP 57/2016

IMPLEMENTASI PP 57/2016 PAPARAN BRG TENTANG IMPLEMENTASI PP 57/2016 Jakarta, 25 April 2017 PEMBENTUKAN BADAN CLICK RESTORASI EDIT GAMBUT MASTER TITLE STYLE Dibentuk dalam rangka percepatan pemulihan kawasan dan pengembalian fungsi

Lebih terperinci

PENINGKATAN EFEKTIVITAS PUPUK DI LAHAN MARGINAL UNTUK KELAPA SAWIT. Research & Development of Fertilizer Division SARASWANTI GROUP

PENINGKATAN EFEKTIVITAS PUPUK DI LAHAN MARGINAL UNTUK KELAPA SAWIT. Research & Development of Fertilizer Division SARASWANTI GROUP PENINGKATAN EFEKTIVITAS PUPUK DI LAHAN MARGINAL UNTUK KELAPA SAWIT Research & Development of Fertilizer Division SARASWANTI GROUP PERKENALAN SARASWANTI GROUP HEAD OFFICE: AMG Tower Lt.19-21 Jl. Dukuh Menanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600- 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-700 ribu ton per tahun dengan kebutuhan kedelai nasional mencapai 2 juta ton

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MTERI DN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada dua tempat pengambilan sampel tanah yaitu pengambilan sampel tanah pada hutan konservasi pasca terbakar dan sebagai

Lebih terperinci

INOVASI TEKNOLOGI PENGELOLAAN GAMBUT BERKELANJUTAN DI DEMPLOT ICCTF KALIMANTAN TENGAH: KARET DAN TANAMAN SELA

INOVASI TEKNOLOGI PENGELOLAAN GAMBUT BERKELANJUTAN DI DEMPLOT ICCTF KALIMANTAN TENGAH: KARET DAN TANAMAN SELA LITKAJIBANGRAP BULETIN INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN INOVASI TEKNOLOGI PENGELOLAAN GAMBUT BERKELANJUTAN DI DEMPLOT ICCTF KALIMANTAN TENGAH: KARET DAN TANAMAN SELA M.A Firmansyah, W.A Nugroho dan M. Saleh

Lebih terperinci

Karakteristik Hidrologi Kawasan Gambut Sungai Kampar dan Sekitarnya, Provinsi Riau

Karakteristik Hidrologi Kawasan Gambut Sungai Kampar dan Sekitarnya, Provinsi Riau Karakteristik Hidrologi Kawasan Gambut Sungai Kampar dan Sekitarnya, Provinsi Riau 1. Helmi Setia Ritma Pamungkas* 2. Singgih Irianto* *Dosen Teknik Geologi Universitas Pakuan, Jl. Pakuan PO BOX 452 Bogor

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di agroekosistem kelapa sawit yang berada pada 2 (dua) lokasi yang berbeda yaitu Kebun Meranti Paham

Lebih terperinci

PENUTUP. Status terkini lahan gambut

PENUTUP. Status terkini lahan gambut PENUTUP 1 Markus Anda dan 2 Fahmuddin Agus 1 2 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114. 2 Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (Noor, 2001).

TINJAUAN PUSTAKA. dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (Noor, 2001). TINJAUAN PUSTAKA Lahan Gambut Gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat tidak mampat dan tidak atau hanya sedikit mengalami

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DAN KONSERVASI LAHAN GAMBUT

PENGEMBANGAN DAN KONSERVASI LAHAN GAMBUT PENGEMBANGAN DAN KONSERVASI LAHAN GAMBUT Pendahuluan Dewasa ini lahan gambut merupakan lahan alternatif yang digunakan sebagai media untuk melakukan aktivitas di bidang pertanian. Mengingat lahan pertanian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2013.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2013. III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2013. Pengambilan sampel tanah dilakukan di tiga lokasi yakni: hutan gambut skunder,

Lebih terperinci

TEKNIK REHABILITASI (REVEGETASI) LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI Sumbangsih Pengalaman dan Pembelajaran Restorasi Gambut dari Sumatera Selatan dan Jambi

TEKNIK REHABILITASI (REVEGETASI) LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI Sumbangsih Pengalaman dan Pembelajaran Restorasi Gambut dari Sumatera Selatan dan Jambi TEKNIK REHABILITASI (REVEGETASI) LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI Sumbangsih Pengalaman dan Pembelajaran Restorasi Gambut dari Sumatera Selatan dan Jambi Oleh Bastoni dan Tim Peneliti Balai Litbang LHK Palembang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sebaran luas lahan gambut di Indonesia cukup besar, yaitu sekitar 20,6 juta hektar, yang berarti sekitar 50% luas gambut tropika atau sekitar 10,8% dari luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. (Gambar 1. Wilayah Penelitian) penelitian dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis di laboratorium.

BAHAN DAN METODE. (Gambar 1. Wilayah Penelitian) penelitian dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis di laboratorium. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah Desa Hilibadalu Kecamatan Sogaeadu Kabupaten Nias dengan luas 190 ha dan ketinggian tempat ± 18 m di atas permukaan

Lebih terperinci

Analisis Konduktivitas Listrik Tanah Gambut Berdasarkan Variasi Pupuk KCl Friescha Septiyani-1 a, Nurhasanah-2 a, Okto Ivansyah-3 b*

Analisis Konduktivitas Listrik Tanah Gambut Berdasarkan Variasi Pupuk KCl Friescha Septiyani-1 a, Nurhasanah-2 a, Okto Ivansyah-3 b* Analisis Konduktivitas Listrik Tanah Gambut Berdasarkan Variasi Pupuk KCl Friescha Septiyani-1 a, Nurhasanah-2 a, Okto Ivansyah-3 b* a Prodi Fisika, FMIPA UniversitasTanjungpura, b Politeknik Negeri Pontianak,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN

PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN Terbentuknya gambut pada umumnya terjadi dibawah kondisi dimana tanaman yang telah mati tergenang air secara terus menerus, misalnya pada cekungan atau depresi,

Lebih terperinci

The Lands Use Change from Natural Forest to Plantation Forest Acacia crassicarpa on Some Chemical Properties in Peat Soil

The Lands Use Change from Natural Forest to Plantation Forest Acacia crassicarpa on Some Chemical Properties in Peat Soil 1 The Lands Use Change from Natural Forest to Plantation Forest Acacia crassicarpa on Some Chemical Properties in Peat Soil Khusnul Khotimah 1, Wawan 2, and Wardati 2 Khusnulkhotimah_1089@ymail.com Jurusan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sulfat masam merupakan salah satu jenis lahan yang terdapat di kawasan lingkungan rawa dan tergolong ke dalam lahan bermasalah karena tanahnya memiliki sifat dakhil

Lebih terperinci

Pengelolaan Ekosistem Gambut Pasca Kebakaran Lahan Gambut di Provinsi Kalimantan Tengah

Pengelolaan Ekosistem Gambut Pasca Kebakaran Lahan Gambut di Provinsi Kalimantan Tengah MITL Media Ilmiah Teknik Lingkungan Volume 2, Nomor 1, Februari 2017 Artikel Review, Hal. 26-30 Pengelolaan Ekosistem Gambut Pasca Kebakaran Lahan Gambut di Provinsi Kalimantan Tengah Sari Marlina Program

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

DISTRIBUSI KETEBALAN GAMBUT DAN SIFAT-SIFAT TANAH DI HUTAN RAWA GAMBUT KALAMPANGAN, KALIMANTAN TENGAH

DISTRIBUSI KETEBALAN GAMBUT DAN SIFAT-SIFAT TANAH DI HUTAN RAWA GAMBUT KALAMPANGAN, KALIMANTAN TENGAH DISTRIBUSI KETEBALAN GAMBUT DAN SIFAT-SIFAT TANAH DI HUTAN RAWA GAMBUT KALAMPANGAN, KALIMANTAN TENGAH The Thickness Distribution of Peat Land and the Properties of Peat Land at Peat Swamp Forest Kalampangan,

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 14/Permentan/PL.110/2/2009 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 14/Permentan/PL.110/2/2009 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 14/Permentan/PL.110/2/2009 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERANAN SUMBERDAYA ALAM DALAM PERTANIAN

PERANAN SUMBERDAYA ALAM DALAM PERTANIAN PAB245 (3-0) PERANAN SUMBERDAYA ALAM DALAM PERTANIAN Prof. Dr. Ir. ZULKIFLI ALAMSYAH, M.Sc. Program Studi Agribisnis FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI Sumberdaya Alam Sumberdaya alam adalah segala unsur

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 )

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 ) PEMBAHASAN UMUM Dari kajian pengaruh pupuk N terhadap fluks CO 2 hasil respirasi bahan gambut menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara dosis urea dengan tingkat kematangan gambut. Penambahan dosis urea

Lebih terperinci

Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No Vol.5.No.1, Januari 2017 (14): Klasifikasi Tanah Gambut di Dataran Tinggi Toba

Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No Vol.5.No.1, Januari 2017 (14): Klasifikasi Tanah Gambut di Dataran Tinggi Toba Tanah Gambut di Dataran Tinggi Toba Classification of Peat Soil at Toba Highland Dody King T Purba *, Mukhlis, Supriadi Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, USU, Medan 20155 *Corresponding

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2. Rasional

PENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2. Rasional PENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2 Rasional Penambahan pupuk N pada lahan gambut dapat mempengaruhi emisi GRK. Urea merupakan pupuk N inorganik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. Lahan gambut di dunia mencapai luas 400 juta ha. Sekitar350 juta ha dari

I. PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. Lahan gambut di dunia mencapai luas 400 juta ha. Sekitar350 juta ha dari 1 I. PENDAHULUAN A. LatarBelakang Lahan gambut di dunia mencapai luas 400 juta ha. Sekitar350 juta ha dari luas tersebut merupakan gambut subtropika dan sisanya merupakan gambut tropika (Page et al., 2008;

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata 1,4 ton/ha untuk perkebunan rakyat dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata 1,4 ton/ha untuk perkebunan rakyat dan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar dunia setelah Malaysia dengan luas areal perkebunan kelapa sawit mencapai 14.164.439 ha (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk dan Suryana. 2004). Hal ini

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk dan Suryana. 2004). Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan lahan-lahan sub optimal pada masa yang datang merupakan pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk. 1992 dan Suryana. 2004). Hal ini terkait dengan masih berlangsungnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada lahan gambut di Indonesia ha (18% dari seluruh luas gambut).

BAB I PENDAHULUAN. pada lahan gambut di Indonesia ha (18% dari seluruh luas gambut). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan lahan gambut diwujudkan pada suatu penggunaan lahan. Lahan gambut di Indonesia dominan digunakan sebagai lahan pertanian. Luas lahan pertanian pada lahan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN GAMBUT DI INDONESIA

PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN GAMBUT DI INDONESIA PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN GAMBUT DI INDONESIA Pendekatan MCA-Indonesia Indonesia memiliki lahan gambut tropis terluas di dunia, dan lahan gambut menghasilkan sekitar sepertiga dari emisi karbon negara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk

TINJAUAN PUSTAKA. penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk TINJAUAN PUSTAKA Lahan Gambut Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut terbentuk

Lebih terperinci

PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH AKIBAT PEMBERIAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT DENGAN METODE LAND APPLICATION

PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH AKIBAT PEMBERIAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT DENGAN METODE LAND APPLICATION Jurnal AGRIFOR Volume XIII Nomor 1, Maret 2014 ISSN : 1412 6885 PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH AKIBAT PEMBERIAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT DENGAN METODE LAND APPLICATION Zulkarnain 1 1 Fakultas

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LAHAN MARGINAL DIKALIMANTAN TENGAH SERTA POTENSINYA UNTUK KELAPA SAWIT

KARAKTERISTIK LAHAN MARGINAL DIKALIMANTAN TENGAH SERTA POTENSINYA UNTUK KELAPA SAWIT KARAKTERISTIK LAHAN MARGINAL DIKALIMANTAN TENGAH SERTA POTENSINYA UNTUK KELAPA SAWIT Oleh: Salampak Dohong Nina Yulianti Yusuf Aguswan (Universitas Palangka Raya) SEMINAR SEHARI TEKNOLOGI PEMUPUKAN KELAPA

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK LAHAN GAMBUT DI BAWAH TEGAKAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROVINSI RIAU

ANALISIS KARAKTERISTIK LAHAN GAMBUT DI BAWAH TEGAKAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROVINSI RIAU ANALISIS KARAKTERISTIK LAHAN GAMBUT DI BAWAH TEGAKAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROVINSI RIAU Oksariwan Fahrozi, Besri Nasrul, Idwar (Fakultas Pertanian Universitas Riau) HP : 0852-7179-6699, E-mail :

Lebih terperinci

T E C H N I C A L R E V I E W

T E C H N I C A L R E V I E W Konsorsium PETUAH (PerguruanTinggi untuk Indonesia Hijau) Pengetahuan Hijau Berbasis Kebutuhan dan Kearifan Lokal untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan (Green Knowledge with Basis of Local Needs and

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

Setitik Harapan dari Ajamu

Setitik Harapan dari Ajamu Setitik Harapan dari Ajamu Setitik Harapan dari Ajamu: Pelajaran tentang Sukses Pemanfaataan Gambut Dalam untuk Sawit Oleh: Suwardi, Gunawan Djajakirana, Darmawan dan Basuki Sumawinata Departemen Ilmu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Penetapan Cadangan Karbon Bahan Gambut Saprik, Hemik, dan Fibrik

Penetapan Cadangan Karbon Bahan Gambut Saprik, Hemik, dan Fibrik Penetapan Cadangan Karbon Bahan Gambut Saprik, Hemik, dan Fibrik (Studi Kasus di Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Lubuk Gaung, Kecamatan Sungai Sembilan, Dumai) Inda Safitri A14050600 Mayor Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Lahan gambut merupakan suatu ekosistem rapuh, karena lahan tersebut berada pada suatu lingkungan rawa, yang terletak di belakang (backswamp) tanggul sungai (Levee).

Lebih terperinci

Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi

Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi Teknologi Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Ujicoba Teknik Rehabilitasi Hutan Alam Rawa Gambut Bersulfat Masam Dengan Jenis Melaleuca leucadendron Ujicoba

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kebun Meranti Paham terletak di Kelurahan Meranti Paham, Kecamatan Panai Hulu, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Sebelumnya bernama Kebun

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

Pengelolaan Sawit di Lahan Gambut sesuai PermenLHK no 14, 15 dan 16/2017 di Lahan Gambut

Pengelolaan Sawit di Lahan Gambut sesuai PermenLHK no 14, 15 dan 16/2017 di Lahan Gambut Pengelolaan Sawit di Lahan Gambut sesuai PermenLHK no 14, 15 dan 16/2017 di Lahan Gambut Oleh Basuki Sumawinata Dept. Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Faperta, IPB Presentasi disampaikan pada pertemuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Gambut berperanan penting dalam biosfer karena gambut terlibat dalam siklus biogeokimia, merupakan habitat tanaman dan hewan, sebagai lingkungan hasil dari evolusi, dan referen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penambangan batubara dapat dilakukan dengan dua cara: yaitu penambangan dalam dan penambangan terbuka. Pemilihan metode penambangan, tergantung kepada: (1) keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia pada tahun 1960 melakukan modernisasi pertanian melalui program bimbingan massal (bimas) dan intensifikasi massal (inmas) untuk meningkatkan produktivitas

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SIFAT FISIK LAHAN GAMBUT RASAU JAYA III KABUPATEN KUBU RAYA UNTUK PENGEMBANGAN JAGUNG

IDENTIFIKASI SIFAT FISIK LAHAN GAMBUT RASAU JAYA III KABUPATEN KUBU RAYA UNTUK PENGEMBANGAN JAGUNG Perkebunan dan Lahan Tropika ISSN: 2088-6381 J. Tek. Perkebunan & PSDL Vol 1, Desember 2011, hal 31-40 IDENTIFIKASI SIFAT FISIK LAHAN GAMBUT RASAU JAYA III KABUPATEN KUBU RAYA UNTUK PENGEMBANGAN JAGUNG

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Lahan Gambut II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Lahan Gambut Gambut adalah material organik (mati) yang terbentuk dari bahan -bahan organik, seperti dedaunan, batang dan cabang serta akar tumbuhan, yang terakumulasi dalam kondisi

Lebih terperinci

EFISIENSI METODE INKUBASI DAN PENAMBAHAN NAOHDALAM MENENTUKAN KEBUTUHAN KAPUR UNTUK PERTANIAN DI LAHAN PASANG SURUT RINGKASAN

EFISIENSI METODE INKUBASI DAN PENAMBAHAN NAOHDALAM MENENTUKAN KEBUTUHAN KAPUR UNTUK PERTANIAN DI LAHAN PASANG SURUT RINGKASAN EFISIENSI METODE INKUBASI DAN PENAMBAHAN NAOHDALAM MENENTUKAN KEBUTUHAN KAPUR UNTUK PERTANIAN DI LAHAN PASANG SURUT HUSIN KADERI, TATY INDRIAN DAN HARYATUN Balai Peneitian Tanaman Pangan Lahan Rawa, Jl.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor terjadi dimana-mana pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kebakaran hutan

Lebih terperinci

Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut

Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut UjI COBA TEKNIK BIO REMEDIASI BERBAGAI KONDISI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT TERDEGRADASI DI SUMSEL Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Sulfat Masam dengan Jenis Melaleuca

Lebih terperinci

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan jangka panjang ke dua (PJP II) dan tahun terakhir pelaksanaan Repelita VI. Selama kurun waktu Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang memiliki prospek pengembangan cukup cerah, Indonesia memiliki luas areal

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN. E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN. E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia ABSTRACT This study is aimed at identifyimg the characteristics

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci