BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kesusastraan Jawa era baru dimulai pada awal abad 20 dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kesusastraan Jawa era baru dimulai pada awal abad 20 dengan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah kesusastraan Jawa era baru dimulai pada awal abad 20 dengan didirikannya sebuah lembaga bahasa (Instituut voor de Javansche Taal) di Surakarta tahun Lembaga tersebut memiliki peran penting dalam perkembangan sastra Jawa tulis. Selain itu Instituut voor de Javansche Taal berfungsi sebagai lembaga yang mengolah naskah-naskah tradisional agar dapat menjadi bahan bacaan berbahasa Jawa yang mudah dipelajari. Kegiatan kepenulisan karya klasik menjadi bentuk prosa disebut sebagai penulisan nontradisional. Penulisan nontradisional memberikan rangsangan terhadap penulis untuk membuat naskah-naskah cerita baru yang terlepas dari kaidah-kaidah sastra klasik (Ras, 1985:8). Karya-karya prosa yang telah terlepas dari kaidah-kaidah sastra klasik mulai bermunculan. Karya-karya yang dihasilkan pada masa itu berupa cerita fiksi yang menceritakan kisah-kisah yang bertujuan sebagai hiburan semata. Penulis Jawa juga turut andil memberikan peran serta dalam penulisan sastra Jawa (Subalidinata, 1993:9). Akan tetapi penikmat sastra berupa prosa kian lama semakin menurun karena para pembaca membutuhkan sajian karya yang lebih memiliki nilai. Sejarah kesusastraan Jawa modern dimulai sejak munculnya genre baru yang mendapat pengaruh dari budaya barat. Novel termasuk dalam kategori kesusastraan Jawa modern genre baru. Novel Jawa modern adalah hasil karya 1

2 2 imajinatif yang menggambarkan tata kehidupan masyarakat modern. Novel bahasa Jawa modern menggunakan bahasa Jawa modern sebagai mediumnya (Tjitrosoebono, 1977:1). Pada perkembangannya novel Jawa modern melalui periode yang sangat panjang. Hal tersebut dipengaruhi karena hanya penulis berbakat dan kreatif yang dapat menjadi penulis novel. Selain itu tumbuhnya sejumlah penerbit dan percetakan swasta membuat harga novel tidak terjangkau oleh para pembaca. Sejak berdirinya sebuah penerbit Balai Pustaka milik pemerintah mempengaruhi minat masyarakat terhadap penulisan. Karya-karya fiksi yang diterbitkan oleh Balai Pustaka cenderung dipadu dengan adanya pesan moral di dalamnya (Ras, 1985:10). Novel berjudul Serat Riyanta karya R. Sulardi menjadi penanda dimulainya periode baru perkembangan sastra Jawa pada tahun Serat Riyanta menceritakan kisah seorang tokoh yang dibawakan dengan plot yang bagus (Ras, 1985:13). Penulis mengambil tema yang sedang berkembang di masyarakat pada masa itu. Masalah sosial tentang pemberontakan kaum muda terhadap perkawinan adat diangkat menjadi tema Serat Riyanta. Dilihat dari namnama tokohnya, penulis mengambil latar dan penokohan cerita dari lingkungan para priyayi. Pergolakan batin tokoh utama menjadi masalah utama yang dialami dalam novel Serat Riyanta. Suratman Sastradiharja mulai mengikuti jejak R. Sulardi mulai tahun 1920 an. Karya-karya yang pernah ditulis oleh Soeratman Sastradiharja di antaranya Katresnan (1923), Kanca Anyar (1928), Bocah ing Gunung (1929). Seluruh tulisan Suratman Sastradiharja diterbitkan oleh penerbit Balai Pustaka

3 3 termasuk dalam seri B yaitu bacaan bahasa ibu untuk menambah wawasan dalam dunia pendidikan. Novel Sukaca diterbitkan pada tahun 1923 yang bertemakan budi pekerti (Sastradiharja, 2013:1). Penulisan novel Sukaca masih menggunakan ejaan lama sehingga perubahan ejaan menjadi ejaan yang disempurnakan dilakukan dalam penelitian ini. Novel Sukaca menceritakan tentang perjalanan hidup Sukaca yang dimulai dari perjodohan orang tua Sukaca hingga akhir hayat Sukaca. Novel tersebut berisi tentang budi pekerti dan nilai-nilai moral yang dibawakan oleh para tokohnya. Sukaca menjadi unsur dominan dalam membawakan nasehat-nasehat yang ingin disampaikan penulis melalui cerita yang dibawakannya. Seperti novelnovel karya Suratman Sastradiharja yang lainnya, penulis selalu membuat karyakarya yang berisikan ajaran moral sehingga karyanya dapat menjadi alat untuk mengajar di lingkungan pendidikan. Novel Sukaca menempatkan tokoh-tokoh pribumi dan Belanda di dalamnya. Seperti keadaan pada masa itu, lingkungan pendidikan khusus Belanda serta gaya hidup antara saudagar dengan priyayi yang sudah terpengaruh oleh pola pikir orang-orang Belanda digambarkan secara jelas. Penelitian ini memilih novel Sukaca karya Suratman Sastradiharja sebagai objek penelitian karena melibatkan banyak tokoh dari tiga generasi. Novel Sukaca akan dikaji menggunakan teori strukturalisme Greimas karena dipandang tepat untuk menganalisis struktur serta dapat mengeksplorasi peran tokoh dan keterlibatannya dalam beberapa peristiwa. Peristiwa yang terjadi dalam cerita dianalisis menggunakan skema aktan dan struktur fungsional dari teori Greimas.

4 4 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang akan dikaji sebagai berikut : 1. Bagaimana skema struktur aktansial dan struktur fungsional menurut Greimas dalam novel Sukaca? 2. Bagaimana korelasi antarpola struktur cerita novel Sukaca? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Analisis novel Sukaca karya Suratman Sastradiharja menggunakan teori strukturalisme Greimas untuk mengungkap skema struktur aktansial dan struktur fungsional. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengungkapkan korelasi antarpola struktur cerita dalam novel Sukaca. Selain itu teori Greimas bermanfaat untuk mempermudah para pembaca untuk memahami alur cerita sehingga pembaca dapat menceritakan kembali secara runtut sesuai dengan alur cerita. 1.4 Tinjauan Pustaka Sejauh pengamatan penulis, belum ada hasil penelitian yang menggunakan novel Sukaca karya Suratman Sastradiharja sebagai objek kajian. Akan tetapi, teori strukturalisme Greimas yang digunakan dalam penelitian ini sudah digunakan oleh beberapa peneliti sebagai acuan penelitian. Para ahli yang menggunakan teori Greimas sebagai acuan salah satunya yaitu Jabrohim pada tahun Jabrohim dalam penilitian berjudul Pasar Dalam Perspektif Greimas menyimpulkan bahwa novel Pasar dapat dianalisis menggunakan skema aktan dalam bentuk bervariasi dan struktur fungsional yang bervariasi menggunakan

5 5 teori Greimas. Dalam penelitiannya, terdapat dua puluh aktan dalam novel Pasar. Dari kedua puluh aktan tersebut, dua belas diantaranya mengalami zeroisasi atau terdapat fungsi yang kosong dalam struktur aktan tersebut. Sedangkan delapan aktan yang mempunyai fungsi utuh disebut dengan aktan pokok. Berdasarkan skema aktannya, novel Pasar memiliki struktur cerita yang bermacam-macam. Struktur cerita tersebut dianalisis berdasarkan struktur fungsionalnya sehingga terbentuk cerita utama. Kemudian Jabrohim menghubungkan antara aktan-aktan dengan struktur fungsionalnya. Selain hasil penelitian Jabrohim, penulis juga mendapatkan hasil karya ilmiah yang berjudul Analisis Struktural Greimas Pada Folkor Perancis karya Sastriyani. Karya ilmiah tersebut meneliti folklor sebagai objek kajiannya. Teori yang digunakan juga menggunakan pendekatan teori strukturalisme Greimas. Sastriyani mengelompokkan antara pelaku cerita, tindakan, dan keadaan ke dalam tabel-tabel. Kemudian peneliti membahas penggambaran karakter pelaku, tindakan dan keadaan satu persatu diikuti analisis model aktansial cerita-cerita. Peneliti juga mengungkap kekuatan tematik yang berhubungan pada tema. Ditemukan juga skripsi yang menggunakan teori Greimas diantaranya yaitu skripsi karya Busyrah berjudul Analisis Struktural Model Aktansial dan Fungsional Greimas Pada Sepuluh Cerkak Dalam Antologi Geguritan lan Cerkak Pisungsung dan Prasetya berjudul Sirwenda Danurwenda dalam Kajian Struktural Greimas. Busyrah menggunakan cerkak dalam antologi sebagai objek kajiannya. Ia memberikan batasan penelitian hanya fokus pada aktan pengirim yang memuat kode tradisi budaya Jawa. Selain itu, Prasetyo menggunakan teks

6 6 Jawa sebagai objek kajiannya. Ia mengaplikasikan keseluruhan teori A.J Greimas yaitu analisis skema aktan dan struktur fungsional beserta korelasinya dalam menganalisis serat Sirwenda Danurwedha. 1.5 Landasan teori Strukturalisme adalah metode penelitian sastra yang memandang bahwa karya sastra merupakan sebuah struktur yang masing-masing unsurnya bukan hanya berupa kumpulan yang berdiri sendiri tetapi saling berkaitan dan saling bergantung (Pradopo, 1993: ). Strukturalisme menekankan keterkaitan hubungan unsur yang satu dengan unsur yang lainnya. Dalam strukturalisme konsep fungsi memegang peranan penting yaitu menghubungkan keterkaitan antara unsur-unsur yang terlibat. Unsur-unsur memiliki fungsi yang berbeda-beda tergantung pada jenis, konvensi, dan tradisi sastra. Unsur tidak memiliki arti sendiri tetapi hanya dapat dipahami dalam proses antar hubungannya (Ratna, 2004:76 77). Jadi, fungsi dari strukturalisme yaitu menggabungkan unsur-unsur yang terlibat sehingga unsur-unsur tersebut memiliki arti saling berkaitan. Naratologi berasal dari kata narratio dan logos (bahasa latin). Narratio berarti cerita, perkataan, kisah, hikayat dan logos berarti ilmu. Naratologi merupakan ilmu tentang cerita dan penceritaan. Naratologi juga disebut sebagai teori wacana (teks) naratif. Naratologi berkembang atas dasar konsep sintaksis yang menghubungkan antara subjek, predikat, dan objek penderita. Narasi didefinisikan sebagai representasi dua peristiwa faktual atau fiksional dalam urutan waktu. Sedangkan agen narasi menurut Mieke Bal dalam (Ratna, 2004:128)

7 7 disebut dengan narator. Narator bertugas sebagai pembicara dalam teks, serta menjadi subjek secara linguis. Meskipun demikian, narator bukanlah person (orang) maupun sebutan pengarang. Pada mulanya, teori struktural dikembangkan oleh Vadimir Propp. Ia menulis buku tentang struktur cerita dalam dongeng Rusia. Buku yang diberi judul Morphology Of The Folktale diterbitkan pertama kali tahun 1927 dalam bahasa Rusia. Pada tahun 1987 Morphology Of The Folktale diterjemahkan oleh Noriah Taslim dengan judul Morfologi Cerita Rakyat. Dalam buku tersebut, Propp membuat struktur cerita dengan mengandalkan struktur cerita analog dan struktur sintaksis yang memiliki konsturksi dasar subjek dan predikat. Struktur tersebut telah dikembangkan ke dalam seratus dongeng Rusia sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh korpus cerita yang telah ia teliti dibangun atas perangkat dasar yang sama yaitu tiga puluh satu fungsi (Propp, 1987:28 76). Propp menyimpulkan bahwa tiga puluh satu fungsi dalam dongeng yang ditelitinya dikelompokkan menjadi tujuh ruang tindakan yaitu, 1) villain penjahat ; 2) donor provider pemberi bekal ; 3) helper penolong, 4) sought for person and her father putri dan ayahnya; 5) dispachter orang yang menyuruh ; 6) hero pahlawan ; 7) false hero pahlawan palsu (Ratna, 2004: ). Claude Levi Strauss seorang antropolog juga melakukan pendekatan yang hampir sama dengan Vadimir Propp. Perbedaannya, jika Propp fokus terhadap cerita dongeng sedangkan Levi Strauss lebih fokus terhadap mitos. Propp juga menilai cerita sebagai kualitas estetis, sedangkan Levi Strauss menilai sebagai

8 8 kualitas logis. Propp menggunakan konsep fungsi sebagai istilah kunci atas dasar asumsi linguistik seperti phone dan phoneme, Levi Strauss mengembangkan istilah myth dan mytheme. Propp memberikan perhatian pada naratif individual sedangkan Levi Strauss memberikan perhatian terhadap mitos yang terkandung dalam setiap dongen baik secara bulat maupun fragmentaris. Menurut Levi Strauss mitos adalah naratif itu sendiri khususnya yang berkaitan dengan aspekaspek kebudayaan tertentu (Ratna, 2004:134). Algirdas Julian Greimas adalah salah seorang peneliti Perancis penganut teori struktural (Teeuw, 1984:293). Ia mengembangkan teori strukturalisme menjadi strukturalisme naratif. Strukturalisme naratif atau disebut strukturalisme naratology merupakan kombinasi antara model paradigmatis Levi Strauss dengan model sintagmatis Propp. Dibandingkan dengan penelitian Propp, objek penelitian Greimas tidak terbatas pada genre tertentu. Greimas lebih memperhatikan aksi daripada pelaku dalam pengkajiannya. Subjek dalam wacana merupakan manusia semu yang dibentuk oleh tindakan yang disebut dengan actans dan acteurs. Menurut Rimon-Kenan, baik actans maupun acteurs dapat berupa suatu tindakan, namun tidak selalu harus berbentuk manusia, tetapi juga nonmanusia (Ratna, 2004:138). Aktan adalah sesuatu yang abstrak dan terbentuk atas tindakan. Aktan dihubungkan dengan satuan sintaksis yang mempunyai fungsi-fungsi tertentu. Aktan dalam struktur tertentu dapat menduduki lebih dari satu fungsi. Fungsi dapat diartikan sebagai satuan dasar cerita yang menerangkan tindakan bermakna sehingga membentuk narasi. Aktan dalam teori Greimas menempati enam fungsi,

9 9 yaitu: 1) subjek; 2) objek; 3) pengirim atau sender; 4) penerima atau recevier; 5) penolong atau helper; dan 6) penentang atau opposant. Ke enam fungsi tersebut dipasangkan menjadi tiga pasangan oposisional (Jabrohim, 1996:13), sebagai berikut: Sender Pengirim Object Objek Receiver Penerima Helper Penolong Subject Subjek Opposant Penentang 1. Pengirim (sender) adalah seseorang atau sesuatu yang menjadi sumber ide dan berfungsi sebagai penggerak cerita. Sender yang menimbulkan keinginan subjek untuk mendapatkan objek. 2. Penerima (receiver) adalah seseorang atau sesuatu yang menerima objek hasil perjuangan dari subjek. 3. Subjek adalah sesuatu yang ditugaskan oleh sender untuk mendapatkan objek yang diinginkan. 4. Objek adalah seseorang atau sesuatu yang diinginkan atau dicari oleh subjek. 5. Penolong (helper) adalah seseorang atau sesuatu yang membantu memudahkan usaha subjek untuk mendapatkan objek sebagai keinginannya.

10 10 6. Penentang (opposant) adalah seseorang atau sesuatu yang menghalangi usaha atau perjuangan subjek dalam mendapatkan objek. Selain memaparkan keenam fungsi di atas, Greimas juga mengemukakan model cerita sebagai alur yang disebut dengan istilah model fungsional. Model fungsional disebut sebagai suatu jalan cerita yang tidak berubah-ubah. Model fungsional bertugas menguraikan tugas subjek dalam rangka melaksanakan tugas dari sender atau pengirim yang terdapat dalam aktan. Model fungsional dibangun oleh berbagai tidakan, dan fungsinya dinyatakan dalam kata benda seperti keberangkatan, kedatangan, hukuman, kematian, dan sebagainya (Jabrohim, 996:17). Adapun operasi fungsional terbagi atas tiga bagian berikut: I II III TRANSFORMASI Situasi Tahap Uji Tahap Tahap Situasi Awal Kecakapan Utama Kegemilangan Akhir Situasi awal diawali dengan munculnya pernyataan adanya keinginan untuk mendapatkan sesuatu. Situasi awal didominasi oleh peran sender pengirim dalam melakukan sesuatu. Dalam situasi ini terdapat panggilan berupa keinginan dari sender pengirim, perintah dari sender pengirim kepada subjek untuk mencari objek, dan persetujuan dari sender pengirim kepada subjek. Transformasi dibagi menjadi tiga tahap sebagai berikut: 1) tahap kecakapan; yaitu adanya subjek, menculnya penentang dan penolong. Subjek

11 11 membawa amanat dari sender untuk memulai usahanya. Jika harus melakukan perjalanan, posisi subjek masih dalam tahap mengenali objek. Tahap ini menceritakan keadaan subjek yang sedang memasuki tahap uji coba dalam mencari objek, peran dan sikap subjek dalam menghadapi rintangan, kemunculan helper penolong dalam membantu usaha objek dan opposant penentang yang berusaha untuk menggagalkan usaha subjek. Kemampuan subjek dalam mencari objek ditunjukkan pada awal usahanya, 2) tahap utama, yaitu adanya pergeseran ruang dan waktu. Subjek telah berhasil menghadapi permasalahan dan melanjutkan alur kehidupan kembali, dan 3) tahap kegemilangan, yaitu kedatangan pahlawan palsu yang berpura-pura menjadi pahlawan asli. Niat buruk pahlawan palsu terbongkar sehingga pahlawan asli berusaha menyingkirkan pahlawan palsu. Jika tidak ada pahlawan asli ataupun palsu dan yang ada hanyalah subjek maka subjek tersebut disebut juga sebagai pahlawan. Pahlawan adalah istilah subjek yang telah berhasil mendapatkan objek. Pahlawan menyerahkan objek pencarian kepada sender pengirim. Opposant penentang mendapatkan hukuman atau balasan. Subjek mendapatkan imbalan atau balasan jasa atau hadiah. Objek telah diraih dan persengketaan antara subjek dan opposant penentang telah berakhir. Sender pengirim telah mendapatkan sesuatu yang dicari. Situasi akhir adalah keadaan yang menunjukkan konflik telah berakhir, dan kembali seperti semula. Keinginan terhadap sesuatu telah berakhir, objek telah diperoleh dan diterima oleh receiver penerima.

12 12 Greimas juga mengajukan dua model yaitu model aktan dan fungsional memiliki hubungan kausalitas. Hubungan antar kedua model tersebut ditentukan oleh fungsi-fungsinya dalam membangun struktur cerita (Jabrohim, 1996:19). Teori strukturalisme naratologi Greimas dipilih dan digunakan untuk menghubungkan tokoh-tokoh dalam novel Sukaca melalui skema aktansial dan struktur fungsional melalui pola-pola cerita. 1.6 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode ini digunakan untuk mengetahui struktur aktan dan model fungsional berdasarkan teori strukturalisme naratologi Greimas. Greimas lebih menekankan teori analisis fungsional para tokoh serta fungsinya karena pada dasarnya tokoh merupakan hal terpenting dalam membangun hubungan antar unsur dalam keseluruhan unsur. Analisis data diawali dengan mengidentifikasi struktur aktan dan model fungsional dalam cerita dengan membaca keseluruhan isi cerita. Kemudian menentukan struktur aktan dengan cara melakukan analisis tindakan tokoh dalam cerita sehingga dapat ditemukan perannya. Struktur aktan yang ditentukan berupa subjek, objek, penentang, penolong, dan penerima. Setelah itu menyusun model fungsional melalui analisis terhadap pergerakan cerita yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu: 1) situasi awal; 2) transformasi; dan 3) situasi akhir. Selanjutnya menghubungkan skema aktan dengan struktur fungsional untuk menentukan hubungan antar tokoh dalam novel Sukaca.

13 13 Dengan menggunakan metode deskriptif diharapkan penelitian ini dapat mengungkap struktur aktan dan model fungsional dalam novel Sukaca. Penelitian ini dilakukan seobjektif mungkin berdasarkan fakta yang ada, sehingga dapat menunjang tujuan penelitian. 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini dibagi menjadi empat bab, meliputi: BAB I berisi tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II berisi tentang skema aktansial dan struktur fungsional. BAB III berisi tentang hubungan korelasi antara skema aktan dengan struktur fungsional. BAB IV berisi tentang kesimpulan hasil dari penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Dalam menyampaikan storytelling ada berbagai macam jenis cerita yang dapat dipilih oleh pendongeng untuk didongengkan kepada audience. Sebelum acara storytelling dimulai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. metode deskriptif analitis komparatif (Ratna, 2012: 53). Metode ini merupakan

BAB 3 METODE PENELITIAN. metode deskriptif analitis komparatif (Ratna, 2012: 53). Metode ini merupakan 88 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Metode Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sastra bandingan. Pendekatan ini tidak menghasilkan teori sendiri. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tentang nilai religius dalam novel Suluk Abdul Jalil Perjalanan Ruhani Syaikh Siti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tentang nilai religius dalam novel Suluk Abdul Jalil Perjalanan Ruhani Syaikh Siti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sesuai dengan tinjauan terhadap penelitian sebelumnya bahwa penelitian tentang nilai religius dalam novel Suluk Abdul Jalil Perjalanan Ruhani Syaikh Siti Jenar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya sebuah karya sastra tentu tidak akan terlepas dari kehidupan pengarang baik karya sastra yang berbentuk novel, cerpen, drama, maupun puisi. Latar belakang

Lebih terperinci

NILAI-NILAI PENDIDIKAN NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA AHMAD FUADI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA.

NILAI-NILAI PENDIDIKAN NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA AHMAD FUADI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA. NILAI-NILAI PENDIDIKAN NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA AHMAD FUADI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA. Oleh : Gilang Ratnasari Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP-Universitas Muhammadiyah Purworejo

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur (litera=huruf atau karya tulis). Dalam bahasa Indonesia karya sastra berasal dari bahasa sansakerta,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Paradigma didefinisikan sebagai suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. 1 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma konstruktivis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata. Karya sastra itu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 1.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka mempunyai peranan penting dalam melakukan penelitian karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologis sastra atau sastera berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari akar kata Cas atau sas dan tra. Cas dalam bentuk kata kerja yang diturunkan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan aspek penting dalam penelitian. Konsep berfungsi untuk menghindari kegiatan penelitian dari subjektifitas peneliti serta mengendalikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka mempunyai peranan penting dalam melakukan penelitian karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan medium bahasa. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki kaitan yang sangat erat. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki kaitan yang sangat erat. Menurut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Moral, kebudayaan, kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki ruang lingkup yang luas di kehidupan masyarakat, sebab sastra lahir dari kebudayaan masyarakat. Aspek

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek&Warren, 1995:3). Dalam

Bab 1. Pendahuluan. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek&Warren, 1995:3). Dalam Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek&Warren, 1995:3). Dalam Bahasa Indonesia, kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada kesusasteraan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. sudah banyak yang meneliti, diantaranya : unsur-unsur intrinsik dalam novel 鸿 三代中国女人的故事

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. sudah banyak yang meneliti, diantaranya : unsur-unsur intrinsik dalam novel 鸿 三代中国女人的故事 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian tentang tokoh utama dalam novel tentu sudah banyak diteliti. Berikut ini peneliti memaparkan mengenai penelitian-penelitian

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1. Latar Belakang Sastra 1 merupakan curahan hati manusia berupa pengalaman atau pikiran tentang suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. diciptakan oleh kebudayaan sebagai sebuah imaji yang membentuk. bagaimana sosok laki-laki ideal seharusnya. Hasil konstruksi tersebut

BAB IV PENUTUP. diciptakan oleh kebudayaan sebagai sebuah imaji yang membentuk. bagaimana sosok laki-laki ideal seharusnya. Hasil konstruksi tersebut BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Konsep maskulinitas merupakan sebuah konstruksi gender yang diciptakan oleh kebudayaan sebagai sebuah imaji yang membentuk bagaimana sosok laki-laki ideal seharusnya. Hasil

Lebih terperinci

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa 89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa A. Latar Belakang Mata pelajaran Sastra Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan refleksinya. Penyajiannya disusun secara menarik dan terstruktur dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan refleksinya. Penyajiannya disusun secara menarik dan terstruktur dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu bentuk kontemplasi dan refleksi pengarang terhadap keadaan di luar dirinya, misalnya lingkungan atau masyarakat. Hal ini sejalan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang dialaminya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Dalam melakukan sebuah penelitian, metode sangat dibutuhkan dalam proses sebuah penelitian. Metode yang digunakan oleh seorang peneliti harus sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra Bali merupakan salah satu aspek kebudayaan Bali yang hidup dan berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu maka di Bali lahirlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. 1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Sebagaimana yang dikutip Sudjiman dalam Memahami Cerita Rekaan (1991: 12) menurut Horatius karya sastra memang bersifat dulce et utile (menyenangkan dan bermanfaat).

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. a. Reality TV Pemberian Misterius Sebuah Teks Narasi. naratif secara ideal memiliki tiga kriteria karakteristik yaitu :

BAB V PENUTUP. a. Reality TV Pemberian Misterius Sebuah Teks Narasi. naratif secara ideal memiliki tiga kriteria karakteristik yaitu : BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan a. Reality TV Pemberian Misterius Sebuah Teks Narasi Hasil pembahasan program reality TV Pemberian Misterius sebagai sebuah teks naratif merujuk pendapat Mieke Bal bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukan kajian pustaka. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk dipahami dan dinikmati oleh pembaca pada khususnya dan oleh masyarakat pada umumnya. Hal-hal yang diungkap oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia. Kemampuan berbahasa seseorang dapat menunjukkan kepribadian serta pemikirannya.

Lebih terperinci

SERAT WARAWURCITA DALAM KAJIAN STRUKTURAL

SERAT WARAWURCITA DALAM KAJIAN STRUKTURAL SERAT WARAWURCITA DALAM KAJIAN STRUKTURAL SKRIPSI untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan oleh Nama : Wahyu Handayani NIM : 2102407161 Program Studi Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa : Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan kehidupan yang diwarnai oleh sikap, latar belakang dan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan kehidupan yang diwarnai oleh sikap, latar belakang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang dan menghasilkan kehidupan yang diwarnai oleh sikap, latar belakang dan keyakinan pengarang. Karya sastra lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. Dalam melakukan sebuah penelitian memerlukan adanya kajian pustaka.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. Dalam melakukan sebuah penelitian memerlukan adanya kajian pustaka. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Dalam melakukan sebuah penelitian memerlukan adanya kajian pustaka. Kajian pustaka merupakan pedoman terhadap suatu penelitian sekaligus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegigihan adalah semangat pantang menyerah yang harus dimiliki untuk mencapai kesuksesan. Setiap manusia harus dapat membiasakan diri melihat setiap masalah yang muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan refleksi cipta, rasa, dan karsa manusia tentang kehidupan. Refleksi cipta artinya karya sastra merupakan hasil penciptaan yang berisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk-bentuk karya sastra yang lainnya seperti puisi, cerpen, drama, dan lain

BAB I PENDAHULUAN. bentuk-bentuk karya sastra yang lainnya seperti puisi, cerpen, drama, dan lain BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang populer di antara bentuk-bentuk karya sastra yang lainnya seperti puisi, cerpen, drama, dan lain sebagainya. Sebutan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN KATA ULANG BAHASA INDONESIA DALAM NOVEL SEPATU DAHLAN KARYA KHRISNA PABICHARA DAN KAITANNYA DENGAN PEMBELAJARAN BAHASA DI SMA

ANALISIS PENGGUNAAN KATA ULANG BAHASA INDONESIA DALAM NOVEL SEPATU DAHLAN KARYA KHRISNA PABICHARA DAN KAITANNYA DENGAN PEMBELAJARAN BAHASA DI SMA ANALISIS PENGGUNAAN KATA ULANG BAHASA INDONESIA DALAM NOVEL SEPATU DAHLAN KARYA KHRISNA PABICHARA DAN KAITANNYA DENGAN PEMBELAJARAN BAHASA DI SMA NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra diciptakan oleh sastrawan. Pikiran, perasaan, kreativitas, serta

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra diciptakan oleh sastrawan. Pikiran, perasaan, kreativitas, serta 1 BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan. Pikiran, perasaan, kreativitas, serta imajinasi adalah alat. Sastrawan menggunakan media lingkungan sosial sekitar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan ungkapan kehidupan manusia yang memiliki nilai dan disajikan melalui bahasa yang menarik. Karya sastra bersifat imajinatif dan kreatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius, kemudian dengan elegannya mencipta suatu

BAB I PENDAHULUAN. tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius, kemudian dengan elegannya mencipta suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra adalah suatu tulisan yang memiliki keindahan yang luar biasa karena menggambarkan tentang kehidupan. Seseorang yang berjiwa sastra akan menghasilkan suatu karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan ide, gagasan, pendapat serta perasaan kepada orang lain. Sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat, bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. peneliti memaparkan mengenai penelitian-penelitian yang pernah menganalisis tokoh utama

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. peneliti memaparkan mengenai penelitian-penelitian yang pernah menganalisis tokoh utama BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian tentang tokoh utama dalam novel tentu sudah banyak diteliti. Berikut ini peneliti memaparkan mengenai penelitian-penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan mengekspresikan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan merupakan sebuah bentuk ekspresi atau pernyataan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Sebagai ekspresi kebudayaan, kesusastraan mencerminkan sistem sosial,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. imajinasi antara pengarang dengan karya sastra. Salah satu bentuk karya sastra yang

BAB 1 PENDAHULUAN. imajinasi antara pengarang dengan karya sastra. Salah satu bentuk karya sastra yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia sastra banyak terlahir karya yang menarik untuk dipelajari maupun dikaji. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Warren, 1989:3).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009:

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991: 11) seperti halnya budaya, sejarah dan kebudayaan sastra yang merupakan bagian dari ilmu humaniora.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra terbentuk atas dasar gambaran kehidupan masyarakat, karena dalam menciptakan karya sastra pengarang memadukan apa yang dialami dengan apa yang diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah salah satu seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya dan kehidupan manusia subjeknya. Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu kegiatan kreatif pada sebuah karya seni yang tertulis atau tercetak (Wellek 1990: 3). Sastra merupakan karya imajinatif yang tercipta dari luapan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. mutakhir yang pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. mutakhir yang pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka berfungsi untuk mengetahui faktor-faktor keaslian suatu penelitian. Kajian pustaka menjelaskan gagasan, pemikiran, atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lirik dan drama. Karya sastra yang termasuk ke dalam prosa antara lain

BAB I PENDAHULUAN. lirik dan drama. Karya sastra yang termasuk ke dalam prosa antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teori sastra modern membagi jenis sastra menjadi tiga, yaitu prosa, lirik dan drama. Karya sastra yang termasuk ke dalam prosa antara lain novel, cerita pendek,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Struktur fungsional A.J Greimas merupakan proses kerja yang dilakukan

BAB V PENUTUP. 1. Struktur fungsional A.J Greimas merupakan proses kerja yang dilakukan BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan 1. Struktur fungsional A.J Greimas merupakan proses kerja yang dilakukan untuk mengkaji nilai religius dalam novel suluk Abdul Jalil perjalanan ruhani Syaikh karya Agus Sunyoto.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Folklor merupakan bagian dari kebudayaan yang kolektif bersifat tradisional

BAB I PENDAHULUAN. Folklor merupakan bagian dari kebudayaan yang kolektif bersifat tradisional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Folklor merupakan bagian dari kebudayaan yang kolektif bersifat tradisional yang berbentuk lisan atau contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau pembantu pengingat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra berasal dari bahasa Sansekerta, yakni sas- dan -tra. Sas- dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau instruksi dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian ini memuat tentang hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti yang lebih dulu yang ada kaitannya dengan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan yang terjadi di masyarakat ataupun kehidupan seseorang. Karya sastra merupakan hasil kreasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Khasanah budaya bangsa Indonesia yang berupa naskah klasik, merupakan peninggalan nenek moyang yang masih dapat dijumpai hingga sekarang. Naskah-naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan.

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah hasil ciptaan manusia yang mengandung nilai keindahan yang estetik. Sebuah karya sastra menjadi cermin kehidupan yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Bahasa mempunyai fungsi intelektual,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup diperhitungkan karya-karyanya dan dianggap sebagai pengarang produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari bahasa. Bahasa merupakan sarana untuk berkomunikasi antarsesama manusia. Bahasa sebagai sarana komunikasi dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Karya satra merupakan hasil dokumentasi sosial budaya di setiap daerah. Hal ini berdasarkan sebuah pandangan bahwa karya sastra mencatat kenyataan sosial budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seni. Hal ini disebabkan seni dalam sastra berwujud bacaan atau teks sehingga

BAB I PENDAHULUAN. seni. Hal ini disebabkan seni dalam sastra berwujud bacaan atau teks sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai seni dalam sebuah karya tidak selalu berwujud pada benda tiga dimensi saja. Adapun kriteria suatu karya dapat dikatakan seni jika karya tersebut memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, seseorang dengan menggunakan bahasa yang indah.

I. PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, seseorang dengan menggunakan bahasa yang indah. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada diri pembaca. Karya juga merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan seni dan karya yang sangat berhubungan erat dengan ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka karya sastra

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra (sansekerta/shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta sastra, yang berarti teks yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra adalah suatu hasil tulisan kreatif yang menceritakan tentang manusia dan juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra adalah suatu hasil tulisan kreatif yang menceritakan tentang manusia dan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu hasil tulisan kreatif yang menceritakan tentang manusia dan juga kehidupannya dengan bahasa sebagai media penyampaiannya. Sastra merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Dari beberapa penelusuran, tidak diperoleh kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang hampir sama adalah penelitian

Lebih terperinci

SANMAI NO OFUDA DALAM PERSPEKTIF GREIMAS

SANMAI NO OFUDA DALAM PERSPEKTIF GREIMAS SANMAI NO OFUDA DALAM PERSPEKTIF GREIMAS Yuliani Rahmah Program Studi Bahasa dan Sastra Jepang FIB Universitas Diponegoro Email: yulzrachmah@gmail.com ABSTRACT This paper entitled Sanmai no Ofuda in Greimas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari negara Jepang. Haruki Murakami, lahir 12 Januari 1949, dan menghabiskan masa

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari negara Jepang. Haruki Murakami, lahir 12 Januari 1949, dan menghabiskan masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Haruki Murakami adalah seorang penulis, novelis, sastrawan, dan penerjemah yang berasal dari negara Jepang. Haruki Murakami, lahir 12 Januari 1949, dan menghabiskan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI Pada bab ini penulis akan memaparkan beberapa penelitian sebelumnya,konsep dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama-tama penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. referensial (Jabrohim 2001:10-11), dalam kaitannya dengan sastra pada

BAB I PENDAHULUAN. referensial (Jabrohim 2001:10-11), dalam kaitannya dengan sastra pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tersebut adalah prosa. Prosa sendiri identik dengan sebuah karya

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tersebut adalah prosa. Prosa sendiri identik dengan sebuah karya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan 1.1.1. Latar Belakang Karya sastra dari awal kemunculannya hingga sampai saat ini mempunyai banyak keragaman jenis dan telah digolongkan dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpisahkan dalam seluruh proses pembelajaran di sekolah. Pembelajaran menulis

BAB I PENDAHULUAN. terpisahkan dalam seluruh proses pembelajaran di sekolah. Pembelajaran menulis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menulis merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa yang termasuk ke dalam ruang lingkup mata pelajaran bahasa indonesia dan tidak dapat terpisahkan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. aspek-aspek kemasyarakatannya, baik yang berhubungan denga penciptanya, gambaran

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. aspek-aspek kemasyarakatannya, baik yang berhubungan denga penciptanya, gambaran BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep A. Sosiologi Sastra Ratna (2004:339) mengatakan, Sosiologi sastra adalah analisis karya sastra dalam kaitannya dengan manusia. Jadi, sosiologi

Lebih terperinci

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data, simpulan dari penelitian commit to user 138 Simplifikasi Struktur Naratif dalam Novel Kumandhanging Katresnan Karya Any

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan dalam proses terciptanya melalui intensif, selektif, dan subjektif. Penciptaan suatu karya sastra bermula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang fenomena kesusastraan tentu tidak lepas dari kemunculannya. Hal ini disebabkan makna yang tersembunyi dalam karya sastra, tidak lepas dari maksud pengarang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian ini memuat tentang hasil hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warisan leluhur nenek moyang kita sangat beragam dan banyak. menarik perhatian para ilmuwan, salah satunya berupa hikayat.

BAB I PENDAHULUAN. warisan leluhur nenek moyang kita sangat beragam dan banyak. menarik perhatian para ilmuwan, salah satunya berupa hikayat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peninggalan-peninggalan budaya masa lampau yang merupakan warisan leluhur nenek moyang kita sangat beragam dan banyak menarik perhatian para ilmuwan, salah

Lebih terperinci