BAB II LANDASAN TEORI. Secara harfiah autistik berasal dari kata autos yang artinya diri dan isme

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. Secara harfiah autistik berasal dari kata autos yang artinya diri dan isme"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Dasar Autistik 1. Pengertian Autistik Secara harfiah autistik berasal dari kata autos yang artinya diri dan isme artinya kumpulan gejala-gejala. Istilah ini mulai diperkenalkan oleh Leo Kanner pada tahun Saat itu ia melihat penyandang autistik yang berprilaku aneh, terlihat tak acuh dengan lingkungnya dan cenderung menyendiri seakan hidup didunia yang berbeda. Seperti halnya yang dikemukakan oleh American Psychiatic Association (2000) bahwa: Autistik adalah gangguan perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami kondisi menutup diri. Gangguan ini mengakibatkan anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi social, dan perilaku. selain itu pengertian Autistik yang dikemukakan oleh Wijayakusuma (2004) bahwa: Autistik adalah sebuah sindrom gangguan perkembangan system saraf pusat yang ditemukan pada sejumlah anak pada masa kanak-kanak hingga masamasa sesudahnya. Ironisnya, sindrom tersebut membuat anak-anak yang menyandang tidak mampu dalam menjalin hubungan sosial secara normal, bahkan tidak mampu untuk menjalin komunikasi dua arah. Mardiyanti (2000) juga mengemukakan hal yang sama yaitu: Autistik merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang bersifat 13

2 pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan gangguan interaksi sosial. Hal senada yang memperkuat pendapat diatas yang dikemukakan oleh muslimah (2007). Bahwa: Autistik atau biasa disebut (Autistic spectrum disorder) merupakan gangguan perkembangan fungsi otak yang komplek dan sangat bervariasi. Biasanya gangguan tersebut akan berdampak pada cara komuikasi yang terhambat, interaksi sosial yang tidak harmonis dan kemampuan berimajinasi yang egosentris. Definisi Autistik diuraikan pula oleh Djamaludin (Baron-Cohen, 1993) menyatakan bahwa: Autistik adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir ataupun pada masa saat balita, yang membuat dirinya tak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Hal ini mengakibatkan anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. Autistik merupakan suatu sindrom gangguan perkembangan fungsi otak yang komplek dan terjadi pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan anak menjadi tertutup, berperilaku aneh, sulit untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan sosial. Selain itu gangguan tersebut berdampak pada gangguan kognitif, bahasa dan kemampuan berimajinasi yang egosentris. Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Autistik adalah suatu kelalaian fungsi otak yang terjadi pada sistem saraf pusat dan berdampak pada masalah sensori intregasi. Kondisi tersebut menyebabkan penyandang autistik 14

3 mengalami hambatan dalam interaksi sosial, kognitif, bahas, perilaku dan komuikasi. 2. Kriteria Diagnosis Autistik a. Menurut DSM-VI (Diagnostic and Statistical Manual) Menurut DSM-VI (Diagnostic and Statistical Manual) tahun 1994, dari group psikiatri Amerika menetapkan kriteria untuk autistik masa kanak-kanak. Kriteria untuk anak autistik yaitu minimalnya dua gejala gangguan kualitatif dan bidang interaksi sosial, gejala gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi, dan satu gejala pada pola yang dipertahankan dan di ulang-ulang dari perilaku, minat dan kegiatan. Sebagaimana yang dikutip (Handojo, ) kriteria untuk anak autistik masa kanak-kanak yang berdasarkan DSM-VI adalah sebagai berikut: Harus ada sedikitnya 6 gejala dari 1), 2) dan 3), dengan minimal 2 gejala dari 1) dan masing-masing 1 gejala dari 2) dan 3). 1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal harus ada dua gejala-gejala dibawah ini: a) Tak mampu menjalin interaksi sosial yang memadai: (1) Kontak mata sangat kurang (2) Ekspresi muka kurang hidup (3) Sulit mengikuti respon perintah (mengalami ) (4) Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk (5) Gerak-gerik yang kurang tertuju (6) Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal balik. b) Tak bisa bermain degan teman sebaya 15

4 c) Tak dapat mersakan apa yang dirasakan dengan orang lain 2) Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi seperti ditunjukan oleh minimal satu dari gejala-gejala dibawah ini: a) Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tak berkembang (dan tak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain tanpa bicara) b) Bila bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi c) Sering meggunakan bahasa yang aneh dan di ulang-ulang. d) Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang bisa meniru. 3) Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari perilaku, minat dan kegiatan sedikitnya harus ada satu dari gejala dibawah ini: a) Mempertahankan satu minat atau lebih, dengan cara yang sangat khas dan berlebih-lebihan. b) Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau runitas yang tak ada gunanya. c) Ada gerakan-gerakan yang aneh yang khas dan diulang-ulang. d) Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda. b. Sebelum umur tiga tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang: 1) Interaksi sosial 2) Bicara dan berbahasa 3) Cara bermain yang kurang variatif Indikator perilaku anak autistik pada masa anak-anak dapat ditandai dengan interaksi sosial yang tidak memadai, berbicara terlambat atau tidak 16

5 berkembang dan sebagainya. Sebagai mana yang telah ditetapkan oleh ICD (International Classificatio of Diseases) dari WHO (World Health Organization). Bukan disebabkan oleh sindroma Rett atau gangguan Disintegratif masa kanak-kanak. Menurut ICD (International Classificatio of Diseases) dari WHO (World Health Organization). Indicator perilaku anak autistik pada anakanak (handojo, ) sebagai berikut: 1) Interaksi sosial tidak memadai: a) kontak mata sangat kurang b) ekspresi muka kurang hidup c) sulit mengikuti respon perintah (mengalami ketulian) d) merasa tidak senang bila dipeluk e) gerak-gerik yang kurang tertuju f) menangis atau tertawa tanpa sebab g) tidak terlalu menarik pada mainan h) bermain dengan benda yang bukan mainan 2) Tak bisa bermain dengan teman sebaya 3) Tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain 4) Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal balik 5) Bicara terlambat atau sama sekali tak berkembang (dan tak ada usaha untuk mengimbangi komuikasi dengan cara lain tanpa bicara) menarik tangan ingin sesuatu, bahasa isyarat tak berkembang. a) Bila bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi 17

6 b) Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang c) Cara bermain kurang bervariatif, kurang imajinatif dan kurang bisa meniru. 6) Memperhatikan satu minat atau lebih, dengan cara yang sangat khas atau berlebih-lebihan. a) Terpaku pada kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tak ada gunanya, misalnya makanan dicium dulu. b) Ada gerakan-gerakan yang aneh dan diulang-ulang c) Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda Anak autistik dapat didiagnostik dari umur sebelum tiga tahun, masa kanak-kanak, dan masa anak-anak. Didiagnostik pada anak autistik dapat dilihat dari interaksi sosialnya, komunikasi (bahasa), dan cara bermain. Adapun kriteria diagnostik yang dapat digunakan adalah DSM-VI untuk mengdiagnostik anak autistik masa kanak-kanak dan ICD-10 untuk mengdiagnostik anak autistik masa anak-anak. B. Interaksi Sosial 1. Konsep Dasar Interaksi Sosial Kamus lengkap psikologi (J.P Chaplin, 2002 ; 254) interaksi adalah suatu relasi antara dua system yang terjadi sedemikian rupa sehingga kejadian yang berlangsung pada suatu system yang mempengaruhi kejadian yang terjadi pada system lainnya atau suatu pertalian sosial antar individu sedemikian rupa sehingga individu yang bersangkutan saling mempengaruhi satu sama lain. 18

7 Interaksi seperti yang diungkapkan (Gillin & Giliin, 2002 ; 254) adalah sebagai syarat utama dalam membentuk proses sosial, dimana interaksi ini ditentukan oleh dua faktor utama yaitu kontak sosial dan komunikasi, interaksi ini bisa saja berupa kontak mata, lambaian tangan, penerimaan. Setiap interaksi yang dibentuk dengan orang lain didalamya mengandung pelaksanaan komunikasi, baik antara dua orang atau lebih. Interaksi adalah suatu jenis tindakan atau aksi yang terjadi sewaktu dua atau lebih objek mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. Ide efek dua arah ini penting dalam konsep interaksi, sebagai lawan dari hubungan satu arah pada sebab akibat. Kombinasi dari interaksi-interaksi sederhana dapat menuntun pada suatu fenomena baru yang mengejutkan. Dalam berbagai bidang ilmu, interaksi memiliki makna yang berbeda. Interaksi juga bisa diartikan sebagai perhatian timbal balik antara 2 orang atau lebih terhadap satu satu dengan lainnya atau terhadap satu objek atau orang ketiganya. Mitra-mitra dalam interaksi ini memfokuskan perhatianya pada sasaran yang sama (satu sama lainnya atau orang ketiga atau suatu obyek tertentu). Perhatian timbal balik ini seringkali direspon dengan isyarat, ujaran atau tindakan. Gerakan isyarat dan ujaran setelah beberapa lama akan berkembang mejadi suatu dialog percakapan atau pertukaran antara bicara dan mendengarkan. Ini dapat pula digambarkan sebagai inisiatif yang diambil dan reaksi yag diberikan oleh masingmasing orang ini akan berkembang menjadi saling pengertian dan akhirnya ikatan kasih sayang. 19

8 Sedangkan Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di mana simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya. Proses Interaksi sosial menurut Herbert Blumer adalah pada saat manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki sesuatu tersebut bagi manusia. Kemudian makna yang dimiliki sesuatu itu berasal dari interaksi antara seseorang dengan sesamanya. Dan terakhir adalah Makna tidak bersifat tetap namun dapat diubah, perubahan terhadap makna dapat terjadi melalui proses penafsiran yang dilakukan orang ketika menjumpai sesuatu. Proses tersebut disebut juga dengan interpretative process. Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau kelompok terdapat kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya hubungan sosial Komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi dan pemberian tafsiran dan reaksi terhadap informasi yang disampaikan. Karp dan Yoels menunjukkan beberapa hal yang dapat menjadi sumber informasi bagi dimulainya komunikasi atau interaksi sosial. Sumber Informasi tersebut dapat terbagi dua, yaitu Ciri Fisik dan Penampilan. Ciri Fisik, adalah segala sesuatu yang dimiliki seorang individu sejak lahir yang meliputi jenis kelamin, usia, dan ras. Penampilan di sini dapat meliputi daya tarik fisik, bentuk tubuh, penampilan berbusana, dan wacana. 20

9 Interaksi sosial memiliki aturan, dan aturan itu dapat dilihat melalui dimensi ruang dan dimensi waktu dari Robert T Hall dan Definisi Situasi dari W.I. Thomas. Hall membagi ruangan dalam interaksi sosial menjadi 4 batasan jarak, yaitu jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, dan jarak publik. Selain aturan mengenai ruang Hall juga menjelaskan aturan mengenai Waktu. Pada dimensi waktu ini terlihat adanya batasan toleransi waktu yang dapat mempengaruhi bentuk interaksi. Aturan yang terakhir adalah dimensi situasi yang dikemukakan oleh W.I. Thomas. Definisi situasi merupakan penafsiran seseorang sebelum memberikan reaksi. Definisi situasi ini dibuat oleh individu dan masyarakat. Bentuk-bentuk interaksi sosial yang berkaitan dengan proses asosiatif dapat terbagi atas bentuk kerja sama, akomodasi, dan asimilasi. Kerja sama merupakan suatu usaha bersama individu dengan individu atau kelompokkelompok untuk mencapai satu atau beberapa tujuan. Akomodasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan, di mana terjadi keseimbangan dalam interaksi antara individu-individu atau kelompok-kelompok manusia berkaitan dengan normanorma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Usaha-usaha itu dilakukan untuk mencapai suatu kestabilan. Sedangkan asimilasi merupakan suatu proses di mana pihak-pihak yang berinteraksi mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan-kepentingan serta tujuan-tujuan kelompok. Bentuk interaksi yang berkaitan dengan proses disosiatif ini dapat terbagi atas bentuk persaingan, kontravensi, dan pertentangan. Persaingan merupakan suatu proses sosial, di mana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan. Bentuk 21

10 kontravensi merupakan bentuk interaksi sosial yang sifatnya berada antara persaingan dan pertentangan. Sedangkan pertentangan merupakan suatu proses sosial di mana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan. Untuk tahapan proses-proses asosiatif dan disosiatif Mark L. Knapp menjelaskan tahapan interaksi sosial untuk mendekatkan dan untuk merenggangkan. Tahapan untuk mendekatkan meliputi tahapan memulai (initiating), menjajaki (experimenting), meningkatkan (intensifying), menyatu padukan (integrating) dan mempertalikan (bonding). Sedangkan tahapan untuk merenggangkan meliputi membeda-bedakan (differentiating), membatasi (circumscribing), memacetkan (stagnating), menghindari (avoiding), dan memutuskan (terminating). Pendekatan interaksi lainnya adalah pendekatan dramaturgi menurut Erving Goffman. Melalui pendekatan ini Erving Goffman menggunakan bahasa dan khayalan teater untuk menggambarkan fakta subyektif dan obyektif dari interaksi sosial. Konsep-konsepnya dalam pendekatan ini mencakup tempat berlangsungnya interaksi sosial yang disebut dengan social establishment, tempat mempersiapkan interaksi sosial disebut dengan back region/backstage, tempat penyampaian ekspresi dalam interaksi sosial disebut front region, individu yang melihat interaksi tersebut disebut audience, penampilan dari pihak-pihak yang melakukan interaksi disebut dengan team of performers, dan orang yang tidak melihat interaksi tersebut disebut dengan outsider. 22

11 Erving Goffman juga menyampaikan konsep impression management untuk menunjukkan usaha individu dalam menampilkan kesan tertentu pada orang lain. Konsep expression untuk individu yang membuat pernyataan dalam interaksi. Konsep ini terbagi atas expression given untuk pernyataan yang diberikan dan expression given off untuk pernyataan yang terlepas. Serta konsep impression untuk individu lain yang memperoleh kesan dalam interaksi. Terdapat empat faktor yang mendasari kelangsungan interaksi sosial, yaitu: a. Faktor imitasi, masyarakat merupakan pengelompokan manusia di mana tiap individu saling mengimitasi (meniru) dari orang lain dan sebaliknya. Bahkan masyarakat baru menjadi masyarakat yang sebenarnya ketika manusia mulai mengimitasi kegiatan manusia lainnya. b. Faktor sugesti, pengaruh psikis baik yang datang dari diri sendiri maupun yang datang dari orang lain, umumnya sugesti diterima tanpa adanya kritik dari individu yang bersangkutan. Sugesti adalah suatu proses di mana individu menerima suatu cara penglihatan atau pedoman tingkah laku orang lain tanpa kritik terlebih dahulu. c. Faktor identifikasi merupakan dorongan untuk menjadi identik atau sama dengan orang lain. d. Faktor simpati, orang memiliki kecenderungan tertarik pada orang lain, sedangkan orang yang memiliki kecenderungan menolak orang lain disebut antipati. Simpati akan menjalin hubungan saling pengertian yang saling 23

12 mendalam dalam interaksi antarindividu, ingin mengerti dan ingin kerja sama dengan orang lain serta saling melengkapi satu sama lain. 2. Interaksi Sosial Anak Autistik Pada sebagian anak autistik gejala gangguan perkembangan interaksi sosial sudah terlihat sejak lahir. Seorang ibu yang cermat dapat melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya mencapai usia satu tahun. Yang sangat menonjol adalah tidak adanya kontak mata dan kurangnya minat untuk berinteraksi dengan orang lain. Perkembangan interaksi sosial anak autistik berbeda dengan perkembangan interaksi sosial anak normal. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari tabel berikut. Tabel 2.1 Perkembangan Interaksi Anak Normal dan Anak Autistik no usia Perkembangan interaksi Anak normal Anak autistik 1 3 Bln Berespon terhadap Tidak ada respon suara baru terhadap suara baru Mengikuti benda Tidak ada kontak dengan mata mata. Tersenyum pada Tidak merespon suara ibu pada suara bln Mengenal ibu Kurang menganal Memalingkan ibu kepala pada suara Tidak ada respon bln Berespon jika Tidak meresspon jika dipanggil nama Melambaikan tangan Bermain permainan sederhana Berhenti ketika dikatakan tidak dipanggil Tidak dapat melambaikan tangan Bermain sendiri Tidak mengerti perintah 24

13 bln Menunjuk pada benda yang diinginkan Mengikuti instruksi sederhana Menggelengkan kepala menyatakan tidak Mengambil benda sendiri. Tidak mengerti perintah Gangguan perkembangan interaksi sosial anak autistik semakin terlihat jelas anak telah mencapai usia 3 tahun, ( Budiman, 1998) seperti : seperti menghindar kontak mata, tidak melihat jika dipanggil, menolak untuk dipeluk, lebih suka bermain sendiri, dstnya. C. Modifikasi Perilaku Modifikasi perilaku secara umum dapat diartikan sebagai hampir tindakan yang bertujuan mengubah perilaku. Bootzin mendefinisi modifikasi perilaku adalah usaha untuk menerapkan prinsip-prinsip proses belajar maupu prinsipprinsip psikoloigis hasil eksperimen lai pada perilaku manusia (Purwanta, 2005: 7). Beberapa kelompok behaviorist memberikan definisi modifikasi perilaku sebagai berikut. 1. Power dan Osborn (1976) memberi batasan modifikasi perilaku sebagai penggunaan usaha sistematis teknik kondisioning pada manusia utuk meghasilkan perubaha frekuensi perilaku sosial tertentu atau tindakan mengontrol lingkungan tersebut. 25

14 2. Eysenk menyatakan bahwa modifakasi perilaku adalah usaha mengubah perilaku dan emosi manusia dengan cara yang menguntungkan berdasarkan hukum teori modern. 3. Wolpe memberi batasan tentang modisikasi perilaku adalah penerapan prinsip-prinsip belajar yang telah teruji secara eksperimental untuk mengubah perilaku yang tidak adaftif, kebiasaan-kebiasaan yang tidak adaptif dilemahkan dan dihilangkan, perilaku adaptif ditimbulkan dan dikukuhkan. Ketiga definisi diatas terlihat bahwa modifikasi perilaku lebih menekankan pada penerapan teori dan hukum belajar dalam mengubah perilaku. Kelompok behaviorist berpendapat bahwa modifikasi perilaku adalah mengubah perilaku baru bila menerapkan teknik kondisioning secara ketat, yaitu tanggapan (respons), konsekuensi (akibat), dan stimulus (perangsang) didefiisika secara objektif dan dicatat secara cermat. Menurut Soekadji, ada dua dasar pemikiran modifikasi perilaku, yaitu sebagai hasil belajar dan pendekatan simtomatis. Perilaku hasil proses belajar menyatakan bahwa sebagian besar perilaku tak adaptif atau simtom-simtom kelainan sampai tingkat tertentu diperoleh sebagai hasil proses belajar. Perilaku seseorang berasal dari dasar (pembawaan) dan ajar (diperoleh dari lingkungan). Perilaku perilaku tak adaptif dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip proses belajar. Cara-cara pengubahan disesuaikan dengan perilaku sasaran dan dengan situasi dan kondisi, serta interaksi klien dengan lingkungan. Pendekatan simtomatis mengubah perilaku dengan cara menghilangkan simtom. Namun pendekatan ini mendapat kritikan, terutama dari kelompok. 26

15 Menurut kelompok psikoanallisis bahwa menghilangkan simtom tanpa menghilangkan masalah yang mendasari perilaku akan menimbulkan simtom pengganti (subsitusi). Modifikasi perilaku secara garis besar bersumber pada dua pokok, yaitu yang berorientasi pada operant-conditioning yang dipelopri oleh skinner sehingga sering disebut juga sebagai Skinnerian. dan yang berorientasi pada respondetconditioning yang dipelopori oleh pavlov, hullian dan wolpe sehingga sering disebut Pavlovian atau Pavlovian-Hullian-Wolpean. Respondent-conditioning memandang bahwa perilaku ditimbulkan oleh stimuli sebelum-sebelumnya yang cukup jauh terpisah dari konsekuensi dari perilaku. Prinsip respondent-conditioning berdasarkan fakta bahwa suatu stimuli tertentu secara otomatis menyebabkan respon tertentu, terlepas dari pengalaman yang dipelajari atau dikondisikan sebelumnya. Operant-conditioing memandang bahwa perilaku sangat dipengaruhi oleh konsekuensinya. Konsekuensi yang menyebabkan suatu perilaku meningkat disebut reinforcers. Perilaku yang terjadi pada lingkungan yang menghasilkan konsekuensi, dan pada gilirannya dikontrol oleh konsekuensi-konsekuensi tersebut. Yang yang lebih penting dari prinsip operant-conditioning adalah perilaku yang mendapat imbalan akan meningkat, sedangkan yang tidak mendapat imbalan akan menurun. Operant-conditioning merupakan dasar dari Aplied Behavior Analysis (ABA), yang kemudian diterapkan oleh Ivaar Lovaar dalam tatalaksana perilaku untuk anak-anak autistik 27

16 1. Motede Lovaas atau Aplied Behavior Analysis (ABA) Ivaar Lovaas merupakan orang yang pertama kali menerapkan Aplied Behavior Analysis (ABA) pada anak-anak autistik, dan yang pertama kali menerbitkan publikasi monumentalnya pada tahun 1960-an yang menandaiya penggunaan modifikasi untuk penyandang autisme (Sukirno, 2000: 37), sehingga banyak orang yang telah menggunakan istilah Lovaas Therapy atau Lovaas Method untuk Intensive Behavior Treatment (IBI). Ivaar Lovaas telah mengembangkan tatalaksana perilaku untuk anak-anak autistik. Menggunakan teknik-teknik perubahan perilaku, Lovaas memfokuskan pada strategi untuk mengajar perilaku sosial, menghilangkan perilaku stimuli-diri, dan mengembangkan kemampuan bahasa (Sukirno, 2000: 45). Dasar pemikiran tatalaksana perilaku, yaitu perilaku yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan bisa dikontrol atau dibentuk dengan system reward dan punishment. Pemberian reward akan meningkatkan frekuensi munculnya perilaku yang diinginkan, sedangkan punishment akan menurunkan frekuensi munculnya perilaku yang tidak diinginkan (Nakita,2002). Prinsip dasar metode ABA adalah semua tingkah laku dipelajari. Baik yang sederhana, seperti kontak mata atau duduk, sampai yang kompleks, misalnya interaksi sosial dan kemampuan memahami sudut pandang orang lain. Tingkah laku kompleks ini dapat dipelajari dengan memecah menjadi komponenkomponen atau kemampuan-kemampuan persyarat yang lebih sederhana, yang kemudian diajarkan ke anak. Untuk membantu anak belajar, harus diketahui hal apa saja yang dapat meningkatkan kemungkinan anak untuk menunjukkan respon 28

17 seperti yang diinginkan yang dikenal dengan sebutan reinforcer (penguat). Reinforce positif akan meningkatkan kemungkinan munculnya tingkah laku yang diinginkan (desirable behavioral). Sebaliknya, reinforcer negatif meningkatkan kemungkinan tidak munculnya tingkah laku yang tidak diinginkan (undesirable behavioral). Reinforcer positif berupa akses ke barang atau hal-hal yang disukai anak, sedangakan reinforcer negatif adalah penghilangan hal-hal yang menyenangkan dari diri anak (Lovass dkk, 1987 ; Nakita, 2001). 2. Metode Pengajaran Lovaas Metode pengajaran yang digunakan adalah DDT (Discrete Trial Training) yaitu metode yang berstruktur menuruti pola tertentu dan bisa ditentukan awal dan akhirnya. DDT terdiri dari instruktur, prompt, respon, konsekuensi dan interval waktu antara instruksi yang satu dengan instruksi yang lain. Instruksi : Harus diberikan setelah anak memberi perhatian. Latihan dasar adalah latihan kontak mata. Instruksi pada awalnya harus diberikan tepat sama, baik kata-kata maupun intonasi, agar anak mudah mengerti. Instruksi yang baik adalah yang jelas pengucapannya, sedikit kata dan dalam nada netral atau datar. Prompt : Dimaksudkan agar anak dapat mengetahui respon yang diharapkan darinya. Konsekuen : Yang dimaksud konsekuen adalah apa yang diterima anak setelah berespon. Kalau respon anak tepat, maka anak akan mendapat 29

18 reinforcer yang akan meningkatkan kemungkinan bagi anak untuk berespon yang sama di kemudian hari. Interval : Setelah anak berespon dan mendapat konsekuensi, interval diberikan sekitar 3-5 menit antara konsekuensi dan instruksi selanjutnya. Gunanya sebagai pemberitahuan pada anak bahwa instruksi yang terdahulu telah selesai dan menyiapkan anak untuk instruksi berikutnya. Bila tidak ada interval waktu, anak bisa saja mencampuradukkan instruksi berikut dengan instruksi sebelumnya Berbagai kemampuan yang diajarkan melalui program ABA dapat dibedakan menjadi enam kemampuan dasar, yaitu : Kemampuan memperhatikan (Attending Skill). Pada program ini terdapat dua prosedur. Pertama melatih anak untuk bisa memfokuskan pandangan mata pada orang yang ada di depannya atau disebut dengan kontak mata. Yang kedua melatih anak untuk memperhatikan keadaan atau objek yang ada di sekelilingnya. (Lovass dkk,1996). Kemampuan menirukan (Imitation Skill) Pada kemampuan imitasi anak diajarkan untuk meniru gerakan motorik kasar dan halus. Selanjutnya, urutan gerakan, meniru gambar sederhana atau meniru tindakan yang disertai bunyi-bunyian (Lovass dkk,1996; Hardiono & Nakita, 2002). Bahasa reseptif melatih anak agar mempunyai kemampuan mengenal dan bereaksi terhadap seseorang, terhadap kejadian lingkungan sekitarnya, mengerti maksud mimik dan nada suara dan akhirnya mengerti kata-kata (Hardiono, 2002). 30

19 3. Teknik Tatalaksana Perilaku Pada Anak Autistik Adapun teknik tatalaksana perilaku pada anak autistik secara umum adalah sebagai berikut: a. Stimulus Terapis memberikan stimulus berupa intruksi yang singkat-jelas-konsisten, dan hanya diberikan sekali (jangan diulang-ulang misalnya lihat, lihat, lihat, ayo lihat ). Singkat yaitu sedapat mungkin instruksi hanya terdiri dari satu kata saja, misalnya tiru, lihat, buka, masukan, dan sebagainya. Jadi hanya ucapkan kata kuncinya saja mengenai apa yang akan sedang terapis/pengajar ajarkan/instruksikan. Jelas yaitu perintah sesuai dengan apa yang ingin ajarkan, dan satu saat hanya mengajarkan satu aktivitas. Konsisten yaitu kata-kata yang digunakan oleh para terapis maupun pengajar atau orangtua di rumah untuk satu instruksi pada ahap awal adalah harus persis sama, jangan ada yang memberi perintah berbeda contohnya, lihat, jangan ada yang memberi perintah liatin atau pandangi. b. Respons Dalam merespon terhadap instruksi terapis atau pengajar, anak mungkin merespons pada satu dari tiga cara : benar, setengah benar, salah atau tidak merespons sama sekali. Jika anak tidak/salah berespons, berikan umpan balik lisan ringan Tidak, kemudian berikan istruksi sekali lagi. 31

20 c. Prompt (bantuan). Beberapa anak memerlukan tambahan bantuan untuk melakukan keterampilan atau perilaku yang diingikan. Bantuan ini bisa berupa arahan, model atau contoh. Misalnya, terapis/pengajar sedang mengajar imitasi (meniru) gerakan tepuk agan, maka instruksinya adalah tiru bersamaan dengan memberikan model atau contoh tepuk tangan. d. Imbalan Terapis harus memiliki pengetahuan cukup dari suau perilaku dengan imbalan. Imbalan ini bisa berupa hadiah (reinforcer) untuk meningkatkan perilaku anak, dan berupa hukuman (punihsment) untuk mengurangi perilaku anak. Terapis memberikan imbalan pada anak setelah anak merespon suatu intruksi yang diberikan. e. Selang-waktu Uji-coba Selang-waktu Uji-coba adalah waktu antara imbalan untuk satu uji coba, dan mulainya suatu instruksi untuk uji coba selanjutnya. Secara umum, selangwaktu uji-coba berkisar antara 3-5 detik. Ini membantu anak mengetahu bahwa anda telah megakhiri satu uji-coba dan sekarang anda akan memberikan yang baru lagi. Selama tenggang waktu antar uji-coba, dapat digunakan untuk mencatat respos anak terhadap uji-coba terakhir pada lembar penilaian dan persiapkan instruksi dan bahan yang diperlukan untuk tugas berikutnya. Untuk mengubah perilaku atau memperbaiki perilaku anak autistik yang paling adalah melatih kemampuan interaksi sosial, karena interaksi sosial 32

21 membaik akan diikuti oleh komunikasi dan perilaku secara otomatis membaik pula. Sebagaimana yang dikemukan oleh Hardiono (2004) bahwa, yang paling penting diperbaiki lebih dahulu adalah interaksi sosial. Bila interaksi membaik, seringkali gangguan komunikasi dan perilaku akan membaik secara otomatis. Banyak orang tua yang mengharapkan anaknya segera bicara. Tanpa interaksi yang baik, bicara yang keluar seringkali berupa ekolalia, mengulang sesuatu yang didengarnya. Komunikasi juga tidak selalu identik dengan bicara. Bisa berkomunikasi non verbal jauh lebih baik dibandingkan bicara yang tidak dapat dimengerti artinya Gangguan interaksi sosial anak autistik mencakup beberapa aspek, tapi yang perlu diperbaiki terlebih dahulu adalah kontak dan mengikuti respon perintah. Karena kontak mata dan mengikuti respon perintah sebagai dasar dalam proses belajar, serta dasar mengembangkan dan meningkatkan kemampuan yang lainnya. a. Melatih Kontak Mata Menimbulkan atau meningkatkan kontak mata anak autistik dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu: 1) Bangkitkan kontak mata anak dengan memberikan perintah Lihat bersamaan dengan menempatkan benda-benda/makanan yang disukai oleh anak setinggi mata pengajar/terapis. Bila anak belum memandang terapis/pengajar, perlu bantuan dengan memegang dagunya secara ringan atau kuat bila perlu menolehkan kepalanya. Pada awal-awal latihan, begitu anak memandang walaupun sekilas, segera berikan benda yang dipegang tersebut. Tetapi pemberiannya ke arah mata anak sehingga diharapkan kontak mata dapat berlangsung terus menerus selama pemberian. 33

22 Hal yang perlu diperhatikan adalah yakikan bahwa anak memandang mata terapis bukan pada benda yang dipegang. Peningkatan kontak mata dengan prosedur ini dilakukan dengan cara : a) Terapis memberikan benda/makanan kepada anak dengan gerakan lambat (slow motion) dan pada pemberian berikutnya semakin diperlambat lagi. b) Benda untuk beberapa saat tetap ditahan dekat mata terapis/pengajar. Hal yang perlu diperhatikan pada kedua cara ini adalah perhatikan dengan cermat kontak mata anak. Sehingga sesaat sebelum konrtak mata terputus, benda yang dipegang terapis/pengajar segera dengan cepat diberikan kearah mata anak. Kontak mata dinyatakan baik sekali bila dapat dipertahankan selama 5 detik (Sukirno, 2000: 53). 2) Duduk di bangku berhadapan dan sama tinggi dengan anak, kemudian: a) Kedua sisi kepala/pipi anak dipegang dengan tangan terapis/pengajar secara erat (kepala terfiksasi). Terapis memberi intruksi Lihat, begitu anak melihat sekilas ke mata terapis/pengajar, pegangan segera dilepaskan. Dan terapis memberikan reinforcer berupa hadiah, senyuman atau pujian. b) Dengan kepala anak di terfiksasi (tetap pada posisinya), wajah erapis/pengajar bergerak kesana kemari sesuai dega arah pandang anak (sambil megatakan Lihat ) sehingga menghalangi pandangan mata anak dengan tujuan terjadi kontak mata secara terus-menerus antara anak dengan terapis. Sepanjang saat itu, menghadiahi anak dengan wajahnya yang tersenyum manis. c) Ucapkan intruksi Lihat setiap 5-10 detik. Beri hadiah (makanan, minuman, pujian) sebagai reinforcer, bila anak memandang terapis selama 1 detik, dan 34

23 memandang dalam 2 detik setelah intruksi diberikan. Jika anak tidak memandang ke terapis/pengajar dalam tempo 2 detik setelah diberi instruksi, terapis/pengajar menoleh kearah lain sekitar 5 detik dan kemudian ulangi instruksi, dengan memberi pancingan beda-benda seperti cara ke 1) di atas. 3) Cara ini mirip dengan cara pada 2b di atas, bedanya dilakukan tanpa fiksasi kepala. Dikerjakan saat anak duduk maupun berbaringan. Pandangan dihalangi dengan wajah terapis agar terjadi kontak mata, sambil mengatakan Lihat. b. Melatih Mengikuti Perintah Sederhana Untuk meningkatkan kemampuan anak untuk mengikuti perintah sederhana dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Duduk di kursi berhadapan dengan anak dan persiapkan perhatian anak. 2) Lakukan perintah. 3) Prompt (bantuan) anak untuk melakukan respon perintah dan beri reinforcer (hadiah/pujian). 4) Kurangi prompt (bantuan) sepanjang percobaan-percobaan berikutnya. 5) Secara bertahap hanya berikan reinforcer terhadap respons dengan tingkat prompt paling ringan. 6) Akhirnya, berikan reinforcer terhadap respons yang benar saja dan tanpa prompt. 35

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak-anak autis di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Data UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai 35 juta jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan merupakan

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERILAKU BAGI ANAK AUTIS *)

MODIFIKASI PERILAKU BAGI ANAK AUTIS *) MODIFIKASI PERILAKU BAGI ANAK AUTIS *) Oleh Edi Purwanta Staf Pengajar PLB FIP UNY Hakikat pembelajaran tidak lain adalah upaya mengubah perilaku. Perilaku yang diharapkan merupakan tujuan utama dari proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak adalah karunia yang diberikan oleh Tuhan kepada umatnya. Setiap orang yang telah terikat dalam sebuah institusi perkawinan pasti ingin dianugerahi seorang anak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, seperti yang tercantum dalam Undang Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang tua yang mendambakannya. Para orang tua selalu. di karuniai anak seperti yang diharapkan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang tua yang mendambakannya. Para orang tua selalu. di karuniai anak seperti yang diharapkan tersebut. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan suatu karunia yang diberikan oleh Tuhan kepada setiap orang tua yang mendambakannya. Para orang tua selalu menginginkan anaknya berkembang menjadi

Lebih terperinci

KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN

KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN Keterampilan berkomunikasi merupakan suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap individu. Melalui komunikasi individu akan merasakan kepuasan, kesenangan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang telah menikah pastilah mendambakan hadirnya buah hati di tengah-tengah kehidupan mereka, yaitu

Lebih terperinci

Pedoman Identifikasi Anak Autis. Sukinah jurusan PLB FIP UNY

Pedoman Identifikasi Anak Autis. Sukinah jurusan PLB FIP UNY Pedoman Identifikasi Anak Autis Sukinah jurusan PLB FIP UNY Adanya gangguan dalam berkomunikasi verbal maupun non-verbal Terlambat bicara Tidak ada usaha untuk berkomunikasi Meracau dengan bahasa yang

Lebih terperinci

PENANGANAN LAYANAN PENDIDIKAN ANAK AUTISTIK. Mata Kuliah PENDIDIKAN ANAK AUTIS

PENANGANAN LAYANAN PENDIDIKAN ANAK AUTISTIK. Mata Kuliah PENDIDIKAN ANAK AUTIS PENANGANAN LAYANAN PENDIDIKAN ANAK AUTISTIK Mata Kuliah PENDIDIKAN ANAK AUTIS PROGRAM INTERVENSI DINI Discrete Trial Training (DTT) dari Lovaas (Metode Lovaas) ABA (Applied Behaviour Analysis) TEACCH (Treatment

Lebih terperinci

AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme

AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme mrpk kelainan seumur hidup. Fakta baru: autisme masa

Lebih terperinci

SOSIOLOGI KOMUNIKASI. KOMUNIKASI SEBAGAI PROSES INTERAKSI Rika Yessica Rahma,M.Ikom. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Penyiaran

SOSIOLOGI KOMUNIKASI. KOMUNIKASI SEBAGAI PROSES INTERAKSI Rika Yessica Rahma,M.Ikom. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Penyiaran Modul ke: SOSIOLOGI KOMUNIKASI Fakultas Ilmu Komunikasi KOMUNIKASI SEBAGAI PROSES INTERAKSI Rika Yessica Rahma,M.Ikom Program Studi Penyiaran www.mercubuana.ac.id PENGERTIAN INTERAKSI SOSIAL Interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar anak berkembang dengan kondisi fisik atau mental yang normal. Akan tetapi, sebagian kecil anak mengalami hambatan dalam perkembangannya atau memiliki

Lebih terperinci

Interaksi Pustakawan Dan Pemustaka

Interaksi Pustakawan Dan Pemustaka Interaksi Pustakawan Dan Pemustaka Abstrak : Selain menguasai bidang ilmu perpustakaan, pustakawan diharapkan mampu memahami kondisi pemustaka melalui interaksi sosial. Dalam berinteraksi dengan pemustaka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak. Autis pertama kali ditemukan oleh Kanner pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak. Autis pertama kali ditemukan oleh Kanner pada tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Istilah autis sudah cukup populer di kalangan masyarakat, karena banyak media massa dan elektronik yang mencoba untuk mengupasnya secara mendalam. Autisme

Lebih terperinci

Interaksi sosial dalah suatu hubungan social yang dinamis antara orang perorangan, antara individu dan kelompok manusia, dan antar kelompok manusia.

Interaksi sosial dalah suatu hubungan social yang dinamis antara orang perorangan, antara individu dan kelompok manusia, dan antar kelompok manusia. 1. Pengertian Interaksi Sosial Interaksi sosial dalah suatu hubungan social yang dinamis antara orang perorangan, antara individu dan kelompok manusia, dan antar kelompok manusia. 2. Proses Interaksi Sosial

Lebih terperinci

Konsep-konsep Modifikasi Perilaku. Danang Setyo Budi Baskoro, S.Psi., M.Psi

Konsep-konsep Modifikasi Perilaku. Danang Setyo Budi Baskoro, S.Psi., M.Psi Konsep-konsep Modifikasi Perilaku Danang Setyo Budi Baskoro, S.Psi., M.Psi POKOK BAHASAN 1. Dasar Pemikiran 2. Definisi Modifikasi Perilaku 3. Perilaku 4. Pendekatan behavioristik 5. Prinsip dasar Modifikasi

Lebih terperinci

Pengaruh Terapi ABA terhadap Interaksi Sosial Anak Autis di SLB Autis Prananda Bandung

Pengaruh Terapi ABA terhadap Interaksi Sosial Anak Autis di SLB Autis Prananda Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Pengaruh Terapi ABA terhadap Interaksi Sosial Anak Autis di SLB Autis Prananda Bandung 1) Raden Roro Jane Adjeng.P, 2) M. Ilmi Hatta, Drs., M.Psi 1,2) Fakultas Psikologi,

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN ANAK AUTIS. Sukinah,M.Pd Staf pengajar Jurusan Pendidikan luar Biasa FIP UNY

PEMBELAJARAN ANAK AUTIS. Sukinah,M.Pd Staf pengajar Jurusan Pendidikan luar Biasa FIP UNY PEMBELAJARAN ANAK AUTIS Sukinah,M.Pd Staf pengajar Jurusan Pendidikan luar Biasa FIP UNY PENGERTIAN Istilah autisme berasal dari kata autos yang berarti sendiri, dan Isme yang berati aliran. Autisme berarti

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN MASALAH

BAB II PEMBAHASAN MASALAH 7 BAB II PEMBAHASAN MASALAH 1. Konsep Dasar Autisme 1.1 Pengertian Autisme Autisme berasal dari kata Auto yang berarti sendiri, autisme seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Istilah autisme baru diperkenalkan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

FUZZY LOGIC METODE MAMDANI UNTUK MEMBANTU DIAGNOSA DINI AUTISM SPECTRUM DISORDER

FUZZY LOGIC METODE MAMDANI UNTUK MEMBANTU DIAGNOSA DINI AUTISM SPECTRUM DISORDER FUZZY LOGIC METODE MAMDANI UNTUK MEMBANTU DIAGNOSA DINI AUTISM SPECTRUM DISORDER Fithriani Matondang, Ririen Kusumawati 2, Zainal Abidin 3 Jurusan Teknik Informatika, Sains dan Teknologi Universitas Islam

Lebih terperinci

Teori Belajar Behavioristik

Teori Belajar Behavioristik Teori Belajar Behavioristik Pandangan tentang belajar : Belajar merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma S-R (stimulus- respon) Ciri-ciri teori belajar behavioristik : a. Mementingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang anak juga merupakan suatu kesatuan yang utuh, pembagian tersebut semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. seorang anak juga merupakan suatu kesatuan yang utuh, pembagian tersebut semata-mata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan anak merupakan hal yang sangat kompleks, meliputi perkembangan motorik, perseptual, bahasa, kognitif, dan sosial. Selain itu, perkembangan seorang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KEMAMPUAN BERBAHASA ANAK PRASEKOLAH

PERKEMBANGAN KEMAMPUAN BERBAHASA ANAK PRASEKOLAH PERKEMBANGAN KEMAMPUAN BERBAHASA ANAK PRASEKOLAH Pendahuluan Pada hakikatnya, anak manusia, ketika dilahirkan telah dibekali dengan bermacam-macam potensi yakni kemungkinan-kemungkinan untuk berkembang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata orang tua. Karena anak merupakan buah cinta yang senantiasa ditunggu oleh pasangan yang telah menikah.

Lebih terperinci

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH Pendahuluan Tidak ada anak manusia yang diciptakan sama satu dengan lainnya Tidak ada satupun manusia tidak memiliki

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERILAKU. (Alternatif Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus) Oleh Edi Purwanta Staf Pengajar PLB FIP UNY

MODIFIKASI PERILAKU. (Alternatif Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus) Oleh Edi Purwanta Staf Pengajar PLB FIP UNY MODIFIKASI PERILAKU (Alternatif Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus) Oleh Edi Purwanta Staf Pengajar PLB FIP UNY Pengertian Modifikasi Perilaku Eysenk dalam Soetarlinah Soekadji (1983) menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa peralihan atau masa transisi di mana para remaja belum bisa sungguh-sungguh

BAB I PENDAHULUAN. Masa peralihan atau masa transisi di mana para remaja belum bisa sungguh-sungguh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa peralihan atau masa transisi di mana para remaja belum bisa sungguh-sungguh dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang berbeda-beda, diantaranya faktor genetik, biologis, psikis dan sosial. Pada setiap pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stuttering. (1994) istilah stuttering digolongkan ke dalam kategori diagnosa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stuttering. (1994) istilah stuttering digolongkan ke dalam kategori diagnosa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuttering 1. Definisi Stuttering Menurut Diagnostic and Statistical Manual IV atau DSM IV (1994) istilah stuttering digolongkan ke dalam kategori diagnosa gangguan komunikasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima banyak sekali

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima banyak sekali 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima banyak sekali rangsang dari lingkungannya. Perilaku yang kita ketahui, baik pengalaman kita sendiri ataupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan setiap manusia pasti diikuti dengan beberapa macam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan setiap manusia pasti diikuti dengan beberapa macam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan setiap manusia pasti diikuti dengan beberapa macam perkembangan, mulai dari perkembangan kognisi, emosi, maupun sosial. Secara umum, seorang individu

Lebih terperinci

METODE ABA ( LOVAAS) UNTUK PENATALAKSANAAN PERILAKU AUTISME. SUKINAH,M.Pd Staf Pengajar Jurusan Pendidikan Luar Biasa FIP UNY

METODE ABA ( LOVAAS) UNTUK PENATALAKSANAAN PERILAKU AUTISME. SUKINAH,M.Pd Staf Pengajar Jurusan Pendidikan Luar Biasa FIP UNY METODE ABA ( LOVAAS) UNTUK PENATALAKSANAAN PERILAKU AUTISME SUKINAH,M.Pd Staf Pengajar Jurusan Pendidikan Luar Biasa FIP UNY PENDAHULUAN Tujuan Pelatihan - Memperkenalkan tatalaksana perilaku (metode Lovaas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meliputi berbagai aspek kehidupan (Pervasive Developmental Disorder) yang sudah

BAB I PENDAHULUAN. meliputi berbagai aspek kehidupan (Pervasive Developmental Disorder) yang sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan yang meluas, meliputi berbagai aspek kehidupan (Pervasive Developmental Disorder) yang sudah ditemukan oleh

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

Pendahuluan. Leo Kanner 1943 : Anggapan sebenarnya : 11 kasus anak dgn kesulitan berkomunikasi. Tidak berhubungan dgn retardasi mental

Pendahuluan. Leo Kanner 1943 : Anggapan sebenarnya : 11 kasus anak dgn kesulitan berkomunikasi. Tidak berhubungan dgn retardasi mental AUTISME Pendahuluan Leo Kanner 1943 : 11 kasus anak dgn kesulitan berkomunikasi Disebut Autisme infantil Tidak berhubungan dgn retardasi mental Anggapan sebenarnya : 75 80% ada retardasi mental Istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh selama perkembangan sejak dilahirkan dan sesuai keadaan dan tingkatan tahapan perkembangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autis merupakan gangguan perkembangan yang menghambat berbagai aspek dalam kehidupan anak dengan gangguan autis. Anak autis rata-rata mengalami gangguan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan manusia banyak didukung dari beberapa faktor,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan manusia banyak didukung dari beberapa faktor, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan manusia banyak didukung dari beberapa faktor, diantaranya adalah faktor kesehatan, gizi, dan mental atau psikologis, dimana faktor-faktor tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tunggal (single case experimental design). Menurut Kazdin (dalam Latipun,

BAB III METODE PENELITIAN. tunggal (single case experimental design). Menurut Kazdin (dalam Latipun, BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Di dalam penelitian ini peneliti menggunakan desain eksperimen kasus tunggal (single case experimental design). Menurut Kazdin (dalam Latipun, 2010: 85)

Lebih terperinci

MENGENAL ANAK ASPERGER Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog*

MENGENAL ANAK ASPERGER Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog* MENGENAL ANAK ASPERGER Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog* Mengapa ada anak yang tampak menyendiri, ketika anak anak lain sebayanya sedang asyik bermain? Mengapa ada anak yang tampak sibuk berbicara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perkembangan Sosial 2.1.1 Pengertian Perkembangan Sosial Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, seorang bayi mulai bisa berinteraksi dengan ibunya pada usia 3-4 bulan. Bila ibu merangsang

Lebih terperinci

POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1

POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1 POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Psikologi Disusun Oleh : YULI TRI ASTUTI F 100 030

Lebih terperinci

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Pendahuluan Setiap anak memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda-beda. Proses utama perkembangan anak merupakan hal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. terampil dan cekatan. Kata mampu mendapat imbuhan ke-an menjadi

BAB II LANDASAN TEORI. terampil dan cekatan. Kata mampu mendapat imbuhan ke-an menjadi BAB II LANDASAN TEORI A. Kemampuan Berbahasa Pada Anak Usia Dini 1. Pengertian kemampuan berbahasa Kemampuan berasal dari kata mampu yang bermakna cakap atau terampil dan cekatan. Kata mampu mendapat imbuhan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. orang lain dalam proses interaksi. Interaksi sosial menghasilkan banyak bentuk

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. orang lain dalam proses interaksi. Interaksi sosial menghasilkan banyak bentuk 5 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Interaksi Sosial Manusia dalam kehidupannya tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Manusia adalah makhluk sosial yang sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah suatu titipan Tuhan yang sangat berharga. Saat diberikan kepercayaan untuk mempunyai anak, maka para calon orang tua akan menjaga sebaik-baiknya dari mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. Pada awal tahun 1990-an, jumlah penyandang autisme diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. Pada awal tahun 1990-an, jumlah penyandang autisme diperkirakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, jumlah kasus autisme mengalami peningkatan yang signifikan di seluruh dunia. Pada awal tahun 1990-an, jumlah penyandang autisme diperkirakan sekitar

Lebih terperinci

ETIKA DALAM BERKOMONIKASI

ETIKA DALAM BERKOMONIKASI ETIKA DALAM BERKOMONIKASI PENGERTIAN ETIKA Etika berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat kebiasaan di mana etika berhubungan erat dengan konsep individu

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Anak adalah permata bagi sebuah keluarga. Anak adalah sebuah karunia

BABI PENDAHULUAN. Anak adalah permata bagi sebuah keluarga. Anak adalah sebuah karunia BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah permata bagi sebuah keluarga. Anak adalah sebuah karunia dan perhiasan dunia bagi para orangtua. Banyak pasangan muda yang baru

Lebih terperinci

2014 PENGGUNAAN TEKNIK BEHAVIOR CONTRACT

2014 PENGGUNAAN TEKNIK BEHAVIOR CONTRACT 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku merupakan suatu bentuk perbuatan atau aktivitas yang dilakukan oleh individu dalam kehidupannya sehari-hari baik yang dapat diamati secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autisme adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis gangguan perkembangan pervasif anak yang mengakibatkan gangguan keterlambatan pada bidang kognitif,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak dijumpai berbagai macam gangguan psikologis yang terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention Deficit Disorder) atau yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. maupun pengamatan lapangan. Pada Bab ini peneliti akan menguraikan data

BAB IV ANALISIS DATA. maupun pengamatan lapangan. Pada Bab ini peneliti akan menguraikan data BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Analisis data merupakan bagian dari tahap penelitian kualitatif yang berguna untuk mengkaji data yang telah diperoleh peneliti dari para informan maupun pengamatan

Lebih terperinci

menyebabkan perkembangan otaknya terhambat, sehingga anak mengalami kurang dapat mengendalikan emosinya.

menyebabkan perkembangan otaknya terhambat, sehingga anak mengalami kurang dapat mengendalikan emosinya. 2 tersebut dapat disimpulkan bahwa autisme yang terjadi pada anak dapat menyebabkan perkembangan otaknya terhambat, sehingga anak mengalami kesulitan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain

Lebih terperinci

MENGAJARKAN BAHASA DAN KOMUNIKASI PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

MENGAJARKAN BAHASA DAN KOMUNIKASI PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS MENGAJARKAN BAHASA DAN KOMUNIKASI PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Asuhan: H i d a y a t (Dosen PLB & Psikiologi FIP UPI) Satu kemampuan dari berbagai berbagai kemampuan lain yang sangat penting bagi anak

Lebih terperinci

antara stimulus dan respon. Menurut Pavlov respon dari seseorang tergantung

antara stimulus dan respon. Menurut Pavlov respon dari seseorang tergantung Teori teori Behaviorisme 1. Classical Conditioning, Ivan Pavlov (1849 1936) Pavlov adalah seorang psikolog dari Rusia yang menemukan hubungan antara stimulus dan respon. Menurut Pavlov respon dari seseorang

Lebih terperinci

OPTIMALISASI KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK MELALUI MEDIA GAMBAR DI TK KARTIKA 1-18 AMPLAS. Yenni Nurdin 1) dan Umar Darwis 2) UMN Al Washliyah

OPTIMALISASI KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK MELALUI MEDIA GAMBAR DI TK KARTIKA 1-18 AMPLAS. Yenni Nurdin 1) dan Umar Darwis 2) UMN Al Washliyah OPTIMALISASI KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK MELALUI MEDIA GAMBAR DI TK KARTIKA 1-18 AMPLAS Yenni Nurdin 1) dan Umar Darwis 2) 1) Mahasiswa FKIP UMN Al Washliyah dan 2) Dosen Kopertis Wilayah I dpk FKIP

Lebih terperinci

Moh. Saifudin, S.Kep., Ns., S.Psi., M.Kes.*, Iwanina Syadzwina** Program Studi S1 Keperawatan STIKes Muhammadiyah Lamongan ABSTRAK

Moh. Saifudin, S.Kep., Ns., S.Psi., M.Kes.*, Iwanina Syadzwina** Program Studi S1 Keperawatan STIKes Muhammadiyah Lamongan ABSTRAK PENGARUH TERAPI ABA (APPLIED BEHAVIOUR ANALYSIS) TERHADAP PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK AUTIS USIA 6-12 TAHUN DI SLB PKK SUMBERREJO KABUPATEN BOJONEGORO Moh. Saifudin, S.Kep., Ns., S.Psi., M.Kes.*,

Lebih terperinci

Santi E. Purnamasari, M.Si., Psikolog UMBY

Santi E. Purnamasari, M.Si., Psikolog UMBY Santi E. Purnamasari, M.Si., Psikolog UMBY Perkembangan bahasa Tahap perkembangan yang paling menakjubkan pada masa anak adalah saat anak mulai bisa berbicara Arti bahasa : Adalah suatu sistem komunikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan

Lebih terperinci

Bab 2 Anak-anak yang tidak dapat mendengar dengan baik membutuhkan bantuan dini

Bab 2 Anak-anak yang tidak dapat mendengar dengan baik membutuhkan bantuan dini Bab 2 Anak-anak yang tidak dapat mendengar dengan baik membutuhkan bantuan dini Di Dalam tahun-tahun pertama kehidupannya, semua anak, termasuk anakanak tunarungu atau yang tidak dapat mendengar dengan

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 4 POKOK BAHASAN

PERTEMUAN KE 4 POKOK BAHASAN PERTEMUAN KE 4 POKOK BAHASAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai berikut: 1. Mahasiswa dapat memahami tentang arti interaksi, kontak dan komunikasi. 2. Mahasiswa

Lebih terperinci

Chapter I AUTISMA Autisma

Chapter I AUTISMA Autisma Chapter I AUTISMA Autisma berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Penyandang autisma seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Autisma merupakan gangguan perkembangan yang ditandai dengan adanya gangguan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah, terutama masalah perkembangannya. Oleh karena itu, perkembangan. anak perlu diperhatikan, khususnya oleh orang tua dan guru.

I. PENDAHULUAN. masalah, terutama masalah perkembangannya. Oleh karena itu, perkembangan. anak perlu diperhatikan, khususnya oleh orang tua dan guru. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Setiap orang tua memiliki kewajiban untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki anak serta membantu anak dalam menyelesaikan masalah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini pada

BAB I PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pendidikan yang di berikan anak sejak dini merupakan dasar bagi pembentukan kepribadian manusia secara utuh yaitu ditandai dengan karakter budi pekerti luhur pandai

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Hormat saya, Penyusun

KATA PENGANTAR. Hormat saya, Penyusun KATA PENGANTAR Dalam rangka memenuhi tugas akhir skripsi, maka penyusun bermaksud mengadakan penelitian yang berjudul Sikap ibu anak autistik terhadap pelaksanaan intervensi perilaku dengan metoda ABA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. pengetahuan bila anak mengadakan hubungan dengan orang lain. Anak yang

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. pengetahuan bila anak mengadakan hubungan dengan orang lain. Anak yang BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Hakikat Kemampuan Mengucap Syair 1. Pengertian Bahasa merupakan bentuk utama dalam mengekspresikan pikiran dan pengetahuan bila anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus (Heward dan Orlansky, 1992) adalah anak dengan

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus (Heward dan Orlansky, 1992) adalah anak dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak berkebutuhan khusus (Heward dan Orlansky, 1992) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang tuanya. Kehadiran anak diharapkan dan ditunggu-tunggu oleh setiap pasangan yang terikat

Lebih terperinci

Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori self-efficasy

Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori self-efficasy Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial (Social Learning Teory) salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR TINGKAH LAKU

TEORI BELAJAR TINGKAH LAKU TEORI BELAJAR TINGKAH LAKU 1. Teori Belajar Tingkah Laku (Behaviorisme) Paham behaviorisme memandang belajar sebagai perkayaan/penambahan materi pengetahuan (material) dan atau perkayaan pola-pola respon

Lebih terperinci

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci

Teori Belajar Menurut Robert M. Gagne

Teori Belajar Menurut Robert M. Gagne Teori Belajar Menurut Robert M. Gagne A. Pendahuluan Robert Mills Gagne (21 Agustus 1916 28 April 2002), Gagne lahir diandover Utara, Massachusetts. Ia mendapatkan gelar Ph.D dari Universitas Brown pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. mereka memerlukan orang lain untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. untuk berhubungan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang khayal, halusinasi sebenarnya merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autisme merupakan suatu kumpulan gejala (sindrom) yang diakibatkan oleh kerusakan saraf. Gejalanya sudah tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Penyandang

Lebih terperinci

Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi

Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi Autism aritnya hidup sendiri Karakteristik tingkah laku, adanya defisit pada area: 1. Interaksi sosial 2. Komunikasi 3. Tingkah laku berulang dan terbatas A. Adanya gangguan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian yang akan dilaksanakan haruslah berdasarkan kajian-kajian dan metode penelitian yang telah didesain sebelum penelitian dilaksanakan. Penelitian didasari oleh masalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu fungsi manusia selain sebagai makhluk individu adalah sebagai makhluk sosial. Dengan fungsi tersebut, antara satu individu dengan individu lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Autis merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis

BAB I PENDAHULUAN. Autis merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autis merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis gangguan perkembangan pervasif anak yang mengakibatkan gangguan keterlambatan pada bidang kognitif,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Presentasi Diri Ayam Kampus Di Yogyakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Presentasi Diri Ayam Kampus Di Yogyakarta BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Presentasi Diri Ayam Kampus Di Yogyakarta 1. Pengertian Presentasi Diri Pada dasarnya, setiap orang memiliki langkah-langkah khusus dalam mempresentasikan dirinya kepada orang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. pada orang tua dengan anak dan berdasarkan data-data yang telah. disajikan dalam Bab III didapatkan, sebagai berikut:

BAB IV ANALISIS DATA. pada orang tua dengan anak dan berdasarkan data-data yang telah. disajikan dalam Bab III didapatkan, sebagai berikut: 74 BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Dari hasil penelitian yang dilakukan di keluarga Bapak Mardianto, pada orang tua dengan anak dan berdasarkan data-data yang telah disajikan dalam Bab III didapatkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehadiran anak merupakan saat yang ditunggu-tunggu dan sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehadiran anak merupakan saat yang ditunggu-tunggu dan sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran anak merupakan saat yang ditunggu-tunggu dan sangat menggembirakan bagi pasangan suami istri. Kehadirannya bukan saja mempererat tali cinta pasangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya era globalisasi berdampak pada tatanan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya era globalisasi berdampak pada tatanan persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkembangnya era globalisasi berdampak pada tatanan persaingan kehidupan tingkat tinggi sehingga menuntut sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Komunikasi merupakan aktivitas makhluk sosial. Menurut Carl I. Hovland (dalam Effendy, 2006: 10) komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain. Dalam praktik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sisi individu yang sedang tumbuh dan disisi lain nilai sosial, intelektual dan moral

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sisi individu yang sedang tumbuh dan disisi lain nilai sosial, intelektual dan moral BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pendidikan Pendidikan bagi sebagian besar orang, berarti berusaha membimbing anak untuk menyerupai orang dewasa, sebaliknya bagi Jean Peaget (1896) dalam buku Konsep dan Makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penjelasan dari individu dengan gejala atau gangguan autisme telah ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penjelasan dari individu dengan gejala atau gangguan autisme telah ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penjelasan dari individu dengan gejala atau gangguan autisme telah ada sejak sekitar abad 18, namun titik kritis dalam sejarah keilmuan gangguan autisme adalah pada

Lebih terperinci

PENDIDIKAN BAGI ANAK AUTIS. Mohamad Sugiarmin

PENDIDIKAN BAGI ANAK AUTIS. Mohamad Sugiarmin PENDIDIKAN BAGI ANAK AUTIS Mohamad Sugiarmin Pengantar Perhatian pemerintah dan masyarakat Upaya bantuan Sumber dukungan Tantangan dan Peluang Konsep Anak Autis dan Prevalensi Autism = autisme yaitu nama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa dan berbahasa adalah dua hal yang berbeda. Bahasa adalah alat verbal

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa dan berbahasa adalah dua hal yang berbeda. Bahasa adalah alat verbal 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bahasa dan berbahasa adalah dua hal yang berbeda. Bahasa adalah alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi, sementara berbahasa adalah proses penyampaian

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF MENGGUNAKAN PENDEKATAN BEHAVIORAL DENGAN LATIHAN ASERTIF PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SALATIGA

MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF MENGGUNAKAN PENDEKATAN BEHAVIORAL DENGAN LATIHAN ASERTIF PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SALATIGA MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF MENGGUNAKAN PENDEKATAN BEHAVIORAL DENGAN LATIHAN ASERTIF PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SALATIGA Ertik Indrawati, Setyorini dan Sumardjono Padmomartono Program Studi S1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu unit terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga. Dalam keluarga, manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. suatu unit terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga. Dalam keluarga, manusia akan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Perkembangan hidup seorang manusia diawali dari pengalamannya dalam suatu unit terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga. Dalam keluarga, manusia akan berinteraksi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. klien. Setelah data diperoleh dari lapangan dengan cara wawancara, observasi dan

BAB IV ANALISIS DATA. klien. Setelah data diperoleh dari lapangan dengan cara wawancara, observasi dan BAB IV ANALISIS DATA Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis deskriptif komparatif untuk mengeksplorasi mengenai permasalahan yang diteliti yang terjadi pada klien. Setelah data diperoleh dari

Lebih terperinci