BAB II TINJAUAN TEORI. a. Pengertian Keluarga Berencana. membantu individu atau pasangan suami istri untuk : 1) Mendapatkan objektif objektif tertentu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN TEORI. a. Pengertian Keluarga Berencana. membantu individu atau pasangan suami istri untuk : 1) Mendapatkan objektif objektif tertentu"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori Medis 1. Keluarga Berencana ( KB ) a. Pengertian Keluarga Berencana Menurut WHO Keluarga Berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk : 1) Mendapatkan objektif objektif tertentu 2) Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan 3) Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan 4) Mengantur interval diantara kehamilan. 5) Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri. 6) Menentukan jumlah anak dalam keluarga. (Hanafi.2004.h;27) b. Tujuan Keluarga Berencana Tujuan umumnya adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga, dengan cara pengaturan kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. (Sulistiawati.2012.h;13) Tujuan umum lainnya yaitu untuk lima tahun kedepan mewujudkan visi dan misi program KB yaitu membangun kembali 11

2 dan melestarikan pondasi yang kokoh bagi pelaksana program KB di masa mendatang untuk mencapai keluarga berkualitas tahun 2015.(Handayani.2010.h;29) 2. Kontrasepsi Kontrasepsi adalah usaha usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan. Usaha usaha ini ada yang bersifat sementara dan ada yang bersifat permanen.(sarwono.2007.h;534) Kontrasepsi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan reproduksi untuk pengaturan kehamilan. (Saefuddin.2006.h;U-46). Adapun kontrasepsi yang ideal harus memenuhi syarat syarat sebagai berikut : a. Dapat dipercaya b. Tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan. c. Daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan. d. Dapat diterima penggunaannya oleh pasangan yang bersangkutan. e. Harganya terjangkau oleh semua masyarakat. f. Mudah pelaksanaannya. (Sarwono.2007.h;534) 3. Pelayanan Kontrasepsi Ada 2 tujuan pelayanan kontrasepsi antara lain : a. Tujuan umum : Pemberian dukungan dan pemantapan penerimaan gagasan KB yaitu dihayatinya NKKBS.

3 b. Tujuan pokok : Penurunan angka kelahiran yang bermakna. Guna mencapai tujuan tersebut maka ditempuh kebijaksanaan mengkatagorikan tiga fase untuk mencapai sasaran yaitu : 1) Fase menunda perkawinan atau keseburan. 2) Fase menjarangkan kehamilan. 3) Fase menghentikan atau mengakhiri kehamilan atau kesuburan. Maksud kebijaksanaan tersebut yaitu untuk menyelamatkan ibu dan anak akibat melahirkan pada usia muda, jarak kelahiran yang terlalu dekat dan melahirkan pada usia tua. 1) Fase menunda atau mencegah kehamilan Fase menunda kehamilan bagi PUS dengan usia istri kurang dari 20 tahun dianjurkan untuk menunda kehamilannya. Alasan menunda kehamilan : a) Umur di bawah 20 tahun adalah usia yang sebaiknya tidak mempunyai anak dulu karena berbagai alasan. b) Prioritas penggunaan kontrasepsi pil oral, karena peserta masih muda. c) Penggunaan kondom kurang menguntungkan, karena pasangan muda masih tinggi frekuensi

4 bersenggamanya, sehingga akan mempunyai kegagalan tinggi. d) Penggunaan IUD-mini bagi yang belum mempunyai anak pada masa ini dapat dianjurkan, terlebih bagi calon peserta dengan kontra-indikasi terhadap pil oral. Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan : a) Reversibilitas yang tinggi, artinya kembalinya kesuburan dapat terjamin hampir 100%, karena pada masa ini peserta belum mempunyai anak. b) Efektifitasnya yang tinggi, karena kegagalan akan menyebabkan terjadinya kehamilan dengan resiko tinggi dan kegagalan ini merupakan kegagalan program. 2) Fase menjarangkan kehamilan Periode usia istri antara 20-30/35 tahun merupakan periode usia paling baik untuk melahirkan dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara kelahiran adalah 2-4 tahun. Alasan menjarangkan kehamilan : a) Umur antara tahun merupakan usia yang terbaik untuk mangandung dan melahirkan. b) Segera setelah anak pertama lahir, maka dianjurkan untuk memakai IUD sebagai pilihan utama.

5 c) Kegagalan yang menyebabkan kehamilan cukup tinggi namun disini tidak atau kurang berbahayanya karena yang bersangkutan berada pada usia mengandung dan melahirkan yang baik. d) Di sini kegagalan kontrasepsi bukanlah kegagalan program. Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan : a) Efektivitasnya cukup tinggi. b) Reversibilitas cukup tinggi kerena peserta masih mengharapkan punya anak lagi. c) Dapat dipaki 2 sampai 4 tahun yaitu sesuai dengan jarak kehamilan anak yang direncanakan. d) Tidak menghambat ASI, karena ASI adalah makanan terbaik untuk bayi sampai umur 2 tahun dan akan mempengaruhi angka kesakitan dan kematian anak. 3) Fase menghentikan atau mengakhiri kehamilan atau kesuburan. Periode umur istri di atas 30 tahun terutama di atas 35 tahun, sebaiknya mengakhiri kesuburan setelah mempunyai 2 orang anak. Alasan mengakhiri kesuburan : a) Ibu-ibu dengan usia di atas 30 tahun dianjurkan untuk tidak hamil atau tidak punya anak lagi, karena alasan medis dan alasan lainnya. b) Pilihan utama adalah kontrasepsi mantap.

6 c) Pil oral kurang dianjurkan kerena usia ibu relative tua dan mempunyai kemungkinan timbulnya akibat sampingan dan komplikasi. Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan : a) Efektivitas sangat tinggi. Kegagalan menyebabkan terjadinya kehamilan dengan resiko tinggi bagi ibu dan anak, di samping itu akseptor tersebut memang tidak mengharapkan punya anak lagi. b) Dapat dipakai untuk jangka panjang. c) Tidak menambah kelainan yang sudah ada. Pada masa usia tua kelainan seperti penyakit jantung, darah tinggi, keganasan dan metabolik biasanya meningkat, oleh karena itu sebaiknya tidak diberikan cara kontrasepsi yang menambah kelainan tersebut. (Hanafi.2004.h;30-32) 4. Metode Kontrasepsi a. Metode Kontrasepsi Sederhana Tanpa Alat 1) Metode Kontrasepsi Alamiah a) Metode Kalender atau Metode Ritmik Metode kalender adalah metode yang digunakan berdasarkan masa subur dimana harus menghindari hubungan seksual tanpa perlindungan kontrasepsi pada hari ke 8-19 siklus menstruasinya. (Handayani.2010.h;57)

7 b) Metode Suhu Basal Badan (THERMAL) Suatu metode kontrasepsi yang dilakukan dengan mengukur suhu tubuh untuk mengetahui suhu tubuh basal, untuk menentukan masa ovulasi. (Handayani.2010.h;60-61). c) Metode lendir serviks Metode kontrasepsi dengan menghubungkan pengawasan terhadap perubahan lendir serviks wanita yang dapat dideteksi di vulva.(handayani.2010.h;63) d) Metode Sympto Thermal Metode kontrasepsi yang dilakukan dengan mengamati perubahan lendir dan perubahan suhu badan tubuh. (Handayani.2010.h;66) 2) Metode Amenorea Laktasi (MAL) Metode Amenorhea Laktasi adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif, artinya diberikan ASI tanpa tambahan makanan atau minuman apa pun lainnya. (Saefuddin.2006.h;MK-1) 3) Metode Senggama Terputus Metode kontrasepsi dimana senggama diakhiri sebelum terjadinya ejakulasi intra-vagina. Ejakulasi terjadi jauh dari genetalia eksterna. (Handayani.2010.h;70)

8 b. Metode Sederhana Dengan Alat 1) Kondom Suatu selubung atau sarung karet yang terbuat dari berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastic (vinil), atau bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada penis (kondom pria) atau vagina (kondom wanita) pada saat berhubungan seksual. (Handayani.2010.h;71-72) 2) Spermisida Zat zat kimia yang kerjanya melumpuhkan spermatozoa di dalam vagina sebelum spermatozoa bergerak kedalam traktus genetalia interna. (Handayani.2010.h;76-77) 3) Diafragma Kap berbentuk bulat cembung, terbuat adari lateks (karet) yang dimasukkan ke dalam vagina sebelum melakukan hubungan seksual dan menutupi serviks. (Handayani.2010.h; 82) 4) Kap Serviks Suatu alat kontrasepsi yang hanya menutupi serviks saja. (Handayani.2010.h;90)

9 c. Metode Modern 1) Kontrasepsi Hormonal a) Pil Oral Kombinasi (1) Pengertian Pil Kombinasi merupakan pil kontrasepsi yang berisi hormone sintesis estrogen dan progesterone. (Handayani.2010.h;98) (2) Jenis (a) Monofasik adalah pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormone aktif estrogen atau progestin dalam dosis yang sama, dengan 7 tablet tanpa hormone aktif. (b) Bifasik adalah pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormonaktif estrogen atau progestin (E/P) dengan dua dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormone aktif. (c) Trifasik adalah pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormone aktif estrogen atau progestin (E/P) dengan tiga dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormone aktif. (Saefuddin.2006.h;MK-28-29)

10 b) Pil progestin (1) Pengertian Pil progestin merupakan pil kontrasepsi yang berisi hormone sintetis progesterone. (2) Jenis (a) Kemasan dengan isi 35 pil : 300ig levonogestrel atau 350ig noretindron. (b) Kemasan dengan isi 28 pil : 75ig norgestrel. ( Handayani, 2010; h. 103 ) c) Suntikan (1) Suntikan Kombinasi (a) Pengertian Suntik kombinasi merupakan kontrasepsi suntik yang berisi hormone sintetis estrogen dan progesterone. (Handayani.2010.h;106) (b) Jenis i. 25 mg Depo Medroksiprogesteron Asetat dan 5 mg Estradiol Sipionat yang diberikan injeksi I.M. sebulan sekali ( Cyclofem ). ii. 50 mg Noretindron Enantat dan 5 mg Estradiol Valerat yang diberikan sebulan sekali secara I.M. (Saefuddin.2006.h;MK-34)

11 (2) Suntikan Progestin (a) Pengertian Merupakan kontrasepsi suntikan yang berisi hormone progesterone.(handayani.2010.h;111) (b) Jenis i. Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depoprovera), mengandung 150 mg DMPA, yang diberikan setiap 3 bulan dengan cara injeksi I.M. (didaerah bokong). ii. Depo Noretisteron Enantat, (Depo Noristerat), yang mengandung 200 mg Noretindron Enatat, diberikan setiap 2 bulan dengan cara disuntik I.M. (Saefuddin.2006.h;MK-41) d) Kontrasepsi bawah kulit (Implant) (1) Pengertian Salah satu jenis alat kontrasepsi yang berupa susuk yang terbuat dari sejenis karet silastik yang berisi hormon, dipasang pada lengan atas. (Handayani.2010.h;116) (2) Jenis (a) Norplant (6 batang) (b) Implanon (1 batang) (c) Indoplant dan jadena (2 batang) (d) Norplant-2 (2 batang)

12 (Saefuddin.2006.h;MK-53-54) 2) AKDR (IUD) a) Pengertian Suatu alat yang dimasukkan ke dalam rahim wanita untuk tujuan kontrasepsi. (Handayani.2010.h;139) b) Jenis (1) AKDR CuT-380A Kecil, kerangka dari plastic yang fleksibel, berbentuk huruf T diselubungi oleh kawat halus yang terbuat daritembaga (Cu). (2) AKDR NOVA T (schering). (Saefuddin.2006.h;MK-74) (3) AKDR dalam bentuk yang terbuka linear (Lippes loop, Saf-T-coil, Multiload 250, Cu-7, Cu-T, Cu T 380 A, dan lain lain. Sedangkan AKDR dalam bentuk tertutup sebagai cicin antara lain Ota ring, Antigon F, Ragab ring dan lain lain. (Sarwono.2008.h;558) 3) Kontrasepsi Mantap a) Pada wanita (MOW) Tubektomi Prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilisasi (kesuburan) seorang perempuan yaitu dengan mengoklusi tuba fallopi (mengikat dan memotong atau memasang cincin), sehingga sperma

13 tidak dapat bertemu dengan ovum. (Saefuddin.2006.h;MK-81) b) Pada laki-laki (MOP) Vassektomi Upaya untuk menghentikan fertilisasi dimana fungsi reproduksi merupakan ancaman atau gangguan terhadap kesehatan pria dan pasangannya serta melemahkan ketahanan dan kualitas keluarga. (Saefuddin.2006.h;MK-85) 5. Kontrasepsi Implant a. Definisi Salah satu jenis alat kontrasepsi yang berupa susuk yang terbuat dari sejenis karet silastik yang berisi hormon, dipasang pada lengan atas.(handayani.2010.h;116) b. Jenis 1) Norplant Terdiri dari 6 pasang silastik lembut berongga dengan pajang 3,4 cm, dengan diameter 2,4 mm, yang diisi dengan 36 mg Levonorgestrel dan lama kerjanya 5 tahun. 2) Implanon Terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang kira - kira 40 mm, dan diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg 3-ketodesogestrel dan lama kerjanya 3 tahun. 3) Jadena dan Indoplant Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg Levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun.

14 (Saefuddin.2006.h;MK-53-54) c. Norplant 2 Norplant 2 adalah terdiri dari dua batang silastic yang padat, dengan panjang tiap batang 44 mm. Dengan masingmasing batang diisi dengan 70 mg Levonorgestrel di dalam matriks batangnya. Sangat efektif untuk mencegah kehamilan selama 3 tahun. Pada Implant 2 tersebut, Levonorgestrel berfungsi melalui membran silastic dengan kecepatan yang lambat dan konstan. Dalam 24 jam setelah insersi, kadar hormone dalam plasma darah sudah cukup tinggi untuk mencegah ovulasi. Pelepasan hormone tiap harinya berkisar antara mcg pada tahun pertama, kemudian menurun mcg perhari untuk lima tahun berikutnya. (Hanafi.2004.h;180) d. Siklus Menstruasi 1) Fase folikel Pada akhir siklus menstruasi, hipotalamus mengeluarkan hormon gonadotropin. Hormon ini akan merangsang hipofisis untuk melepaskan FSH atau hormon pemicu pertumbuhan folikel. Pada awal siklus berikutnya pada hari pertama-14, folikel akan melanjutkan perkembangannya karena pengaruh FSH dalam ovarium. Setelah terbentuk folikel degraff dan menghasilkan hormon estrogen yang berfungsi

15 menumbuhkan endometrium dinding rahim dan memicu sekresi lendir. 2) Fase estrus Kenaikan estrogen digunakan untuk mempertahankan pertumbuhan dan merangsang terjadinya pembelahan sel-sel endometrium uterus. Selain itu juga berperan dalam menghambat pembentukan FSH oleh hipofisis untuk menghasilkan LH yang berperan dalam merangsang folikel degraff yang telah masuk untuk melakukan ovulasi. 3) Fase luteal LH merangsang folikel yang telah kosong untuk membentuk corpus leteum. Selanjutnya corpus ini menghasilkan progesteron yang mengakibatkan endometrium menebal dan lembut serta banyak pembuluh darah. Uterus pada tahap ini siap menerima dan memberi sel telur yang telah dibuahi. 4) Fase menstruasi Apabila fertilisasi tidak terjadi produksi progesteron mulai menurun pada hari 26. Corpus luteum berdegenerasi dan lapisan uterus bersama dinding dalam rahim luruh sehingga terjadi perdarahan. Biasanya haid berlangsung 7 hari, setelah itu dinding uterus pulih kembali. (Manuaba.2010.h;72)

16 e. Cara Kerja 1) Lendir serviks menjadi kental. Dalam 48 jam setelah pemberian progesteron sudah tampak lendir serviks yang kental, sehingga daya penetrasi dari spermatozoa sangat terhambat. 2) Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi implantasi. a) Pemberian progesteron, eksogenous dapat mengganggu kadar pucak FSH dan LH, walaupun terjadi ovulasi produksi progesteron yang berkurang dari corpus luteum menghambat implantasi. b) Pemberian progesteron secara sistemik dan untuk jangka waktu yang lama menyebabkan endometrium mengalami keadaan istirahat dan atrofi. 3) Mengurangi transportasi sperma. a) Pengangkutan ovum dapat diperlambat bila diberikan progesteron sebelum fertilisasi. b) Pengangkutan ovum yang lambat dapat menyebabkan peningkatan insiden implantasi ektopik tuba. 4) Menekan ovulasi. Ovulasi dihambat karena terganggu fungsi proses hipotalamus, hypophyse, ovarium dan modifikasi dari FSH

17 dan LH pada pertengahan siklus yang disebabkan oleh progesteron. (Hanafi.2004.h;99) f. Efektifitas Sangat efektif (kegagalan 0,2 1 kehamilan per 100 perempuan). g. Keuntungan Kontrasepsi 1) Daya guna tinggi. 2) Perlindungan jangka panjang (sampai 5 tahun). 3) Pengembaliaan tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan yaitu 1-2 bulan setelah pencabutan. 4) Tidak memerlukan pemeriksaan dalam. 5) Bebas dari pengaruh estrogen. 6) Tidak mengganggu kegiatan senggama. 7) Tidak mengganggu ASI. 8) Klien hanya perlu kembali ke klinik bila ada keluhan. 9) Dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan. h. Keuntungan Nonkontrasepsi 1) Mengurangi nyeri haid 2) Mengurangi jumlah darah haid. 3) Mengurangi atau memperbaiki anemia. 4) Melindungi terjadinya kanker endometrium. 5) Menurunkan angka kejadian kelainan jinak payudara. 6) Melindungi diri dari beberapa penyebab penyakit radang panggul. 7) Menurunkan angka terjadinya endometrium.

18 (Saefuddin.2006.h;MK-54) i. Kerugian 1) Susuk KB atau implant harus dipasang dan diangkat oleh petugas kesehatan yang telah terlatih. 2) Lebih mahal. 3) Sering timbul perubahan pola haid. 4) Akseptor tidak dapat menghentikan implant sekehendaknya sendiri. 5) Beberapa orang wanita mungkin segan untuk menggunakannya karena kurang mengenalnya. 6) Implant kadang kadang dapat terlihat oleh orang lain. (Hanafi.2004.h;190) j. Indikasi 1) Usia subur. 2) Telah memiliki anak ataupun yang belum. 3) Menghendaki kontrasepsi yang memiliki efektivitas tinggi dan menghendaki pencegahan kehamilan jangka panjang. 4) Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi. 5) Pasca persalinan dan tidak menyusui. 6) Pasca keguguran. 7) Tidak menginginkan anak lagi, tetap menolak sterilisasi. 8) Tekanan darah < 180/110 mmhg, dengan masalah pembekuan darah, atau anemia. 9) Tidak boleh menggunakan kontrasepsi hormonal yang mengandung estrogen.

19 10) Sering lupa menggunakan pil. (Saefuddin.2006.h;MK-55) k. Kontra Indikasi 1) Hamil atau diduga hamil. 2) Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabanya. 3) Benjolan atau kanker payudara atau riwayat kanker payudara. 4) Tidak dapat menerima perubahan pola haid yang terjadi. 5) Mioma uterus dan kanker payudara. 6) Gangguan intoleransi glukosa. (Saefuddin.2006.h;MK-55) 7) Penyakit hati akut. 8) Tumor hati jinak atau ganas. 9) Penyakit jantung, hipertensi, diabetes mellitus. (Hanafi.2004.h;182) l. Efek Samping dan Penanganannya Menurut Saefuddin.2006.H;MK menyatakan bahwa efek samping dan penanganannya KB implant antara lain : Tabel. 2.1 Efek samping dan penanganannya Efek Samping Penanganan 1. Amenorea 1.Pastikan hamil atau tidak dan bila tidak hamil, tidak memerlukan penanganan khusus, cukup konseling saja. 2.Bila klien tetap saja tidak dapat menerima, angkat implant dan anjurkan menggunakan kontrasepsi lain. 3.Bila terjadi kehamilan danklien ingin melanjutkan kehamilan cabut implant dan jelaskan bahwa progestin tidak berbahaya bagi janin. Bila diduga terjadi kehamilan ektopik klien dirujuk. Tidak ada gunanya memberikan obat hormone untuk

20 2.Perdarahan bercak (spotting) ringan memancing timbulnya perdarahan. 1.Jelaskan bahwa perdarahan ringan sering ditemukan terutama pada tahun pertama. 2.Bila tidak ada masalah dan klien tidak hamil, tidak diperlukan tindakan apapun. 3.Bila klien tetap saja mengeluh masalah perdarahan dan ingin melanjutkan pemakaian implant dapat diberikan pil kombinasi 1 siklus atau ibubrofin 3 x 800 mg selama 5 hari. 4.Terangkan pada klien bahwa akan terjadi perdarahan setelah pil kombinasi habis. 5.Jika terjadi perdarahan lebih banyak dari biasanya, berikan 2 tablet pil kombinasi untuk 3 7 hari dan kemudian dilanjutkan dengan satu siklus pil kombinasi. 3. Ekspulsi 1.Cabut kapsul yang ekspulsi 4.Infeksi pada daerah insersi 5.Berat badan naik atau turun 2.Periksa apakah kapsul yang lain masih di tempat dan apakah terdapat tanda tanda infeksi daerah insersi. 3.Bila tidak ada insersi dan kapsul lain masih berada pada tempatnya, pasang kapsul baru 1 buah pada tempat insersi yang berbeda. 4.Bila ada infeksi cabut seluruh kapsul yang ada dan pasang kapsul baru pada lengan yang lain atau anjurkan klien menggunakan metode kontrasepsi lain. 1.Bila terdapat infeksi tanpa nanah, bersihkan lengan dengan sabun dan air atau antiseptic. Berikan antibiotic yang sesuai untuk 7 hari. Implan jangan dilepas danklien diminta kembali satu minggu. Apabila tidak membaik, cabut implant dan pasang yang baru pada sisi lengan yang berbeda atau cari metode kontrasepsi lain. 2.Apabila ditemukan abses, bersihkan dengan antiseptic, insisi dan alirkan pus keluar, cabut implant, lakukan perawatan luka dan berikan antibiotic oral 7 hari. Informasikan kepada klien bahwa perubahan berat badan 1-2 kg adalah normal. Kaji ulang diet klien apabila terjadi perubahan berat badan 2 kg atau lebih. Apabila perubahan berat badan ini dapat diterima, bantu klien mencari metode lain.

21 m. Waktu mulai Menggunakan Implant 1) Setiap saat selama siklus haid hari ke-2 sampai hari ke-7. Tidak diperlukan metode kontrasepsi tambahan. 2) Insersi dapat dilakukan setiap saat, asal saja diyakini tidak terjadi kehamilan. Bila diinsersi setelah hari ke-7 siklus haid, klien jangan melakukan hubungan seksual atau menggunakan metode kontrasepsi lain seperti pil atau kondom untuk 7 hari saja. 3) Bila klien tidak haid dapat dilakukan insersi setiap saat. 4) Bila menyusui antara 6 minggu sampai 6 bulan pasca persalinan, insersi dapat dilakukan. 5) Bila setelah 6 minggu melahirkan dan telah terjadi haid kembali, insersi dapat dilakukan setiap saat. 6) Bila kontrasepsi sebelumnya adalah kontrasepsi suntikan, implant dapt dilakukan pada saat jadwal kontrasepsi suntikan tersebut. 7) Bila kontrasepsi sebelumnya adalah AKDR dan klien ingin menggantinya dengan implant, implant dapat diinsersikan pada saat haid hari ke-7 dan klien jangan melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau gunakan kontrasepsi lain seperti pil atau kondom untuk 7 hari saja. AKDR segera dicabut. 8) Pasca keguguran implant dapat segera diinsersikan (Saefuddin.2006.h;MK-56)

22 n. Prosedur Pemasangan 1) Persiapan alat alat yang diperlukan a) Meja periksa untuk berbaring pasien. b) Alat penyangga lengan. c) Batang implant dalam kantong. d) Kain penutup steril (Duk lubang) serta mangkok untuk tempat meletakkan implant. e) Sepasang sarung tangan karet yang sudah steril. f) Sabun untuk mencuci tangan. g) Larutan antiseptic untuk disenfeksi kulit. h) Zat anestesi local. i) Semprit (5-10 ml) dan jarum suntik. j) Trokar. k) Skalpel 11 dan 15. l) Kasa pembalut atau plester. Untuk renjatan anafilaktik (harus tersedia untuk keperluan darurat). m) Bak atau tempat instrument (tertutup) 2) Konseling Pra Pemasangan a) Bimbing atau berikan kesempatan pada klien untuk bertanya tentang keterangan yang telah diberikan dan tentang apa yang akan dilakukan pada dirinya. b) Peragakan peralatan yang akan digunakan serta jelaskan tentang prosedur apa yang akan dikerjakan.

23 c) Jelaskan bahwa klien akan mengalami sedikit rasa sakit saat penyutikan zat anastesi local, sedangkan prosedur insersinya sendiri tidak akan menimbulkan rasa nyeri. d) Prinsip prinsip dan tata cara pemasangan dan pencabutan implant secara umum adalah sama, baik implant yang menggunakan dua batang maupun satu batang. e) Tentramkan hati klien setelah tindakan insersi. (Saefuddin.2006.h;PK-16-17) 3) Persiapan Pemasangan a) Persilakan klien mencuci seluruh lengan dengan sabun dan air yang mengalir, serta membilasnya. Pastikan tidak terdapat sisa sabun (sisa sabun menurunkan efektifitas antiseptic tertentu). Langkah ini sangat penting bila klien kurang menjaga kebersihan dirinya untuk menjaga kesehatannya dan mencegah penularan penyakit. b) Tutup tempat tidur klien (dan penyangga lengan atau meja samping, bila ada) dengan kain bersih. c) Persilakan pasien untuk berbaring dengan lengan yang lebih jarang digunakan dan letakkan lengan pada penyangga lengan atau meja samping. Lengan harus disangga dengan baik dan dapat digerakkan lurus atau sedikit bengkok sesuai

24 dengan posisi yang disukai klinisi untuk memudahkan pemasangan. d) Tentukan tempat pemasangan yang optimal, 8 cm di atas lipatan siku. e) Siapkan tempat alat alat dan buka bungkus steril tanpa menyentuh alat alat di dalamnya. f) Buka dengan hati hati kemasan steril implant dengan menarik kedua lapisan pembungkusnya dan jatuhkan seluruh kapsul dalam mangkok steril. 4) Tindakan Sebelum Pemasangan a) Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, keringkan dengan kain bersih. b) Pakai sarung tangan steril atau DTT (ganti sarung tangan untuk setiap klien guna mencegah kontaminasi). c) Atur alat dan bahan bahan sehingga mudah dicapai. Hitung kapsul untuk memastikan jumlahnya. d) Persiapkan tempat insisi dengan larutan antiseptic. Gunakan klem steril untuk memegang kasa antisepstik. Kemudian mulai mengusap dari tempat yang akan dilakukan insisi kearah luar dengan gerakan melingkar sekitar 8 13 cm dan biarkan kering (sekitar 2 menit) sebelum memulai tindakan.

25 e) Bila ada gunakan kain penutup (dok) yang mempunyai lubang untuk menutupi lengan. Lubang tersebut harus cukup lebar untuk memaparkan tempat yang akan di pasang kapsul. Dapat juga dengan menutupi lengan di bawah tempat pemasangan dengan kain steril. f) Setelah memastikan (dari anamnesis) tidak alergi terhadap obat anestesi, isi alat suntik 3 ml obat anestesi (1% tanpa epineprin). g) Masukkan jarum tepat di bawah kulit pada tempat insisi (yang terdekat dengan siku), kemudian lakukan aspirasi untuk memastikan jarum tidak masuk ke dalam pembuluh darah. Suntikan sedikit obat anestesi untuk membuat gelembung kecil di bawah kulit. Kemudian tanpa memindahkan jarum, masukkan ke bawah kulit (subdermis) sekitar 4 cm. Hal ini akan membuat kulit (dermis) terangkat dari jaringan lunak di bawahnya. Kemudian tarik jarum pelan pelan sehingga membentuk jalur sambil menyuntikan obat anestesi di tempat yang akan dipasang kapsul. 5) Pemasangan Kapsul Sebelum membuat insisi, sentuh tempat insisi dengan jarum atau skalpel untuk memastikan obat anestesi telah bekerja.

26 a) Pegang skalpel dengan sudut 45 0, buat insisi dangkal hanya untuk sekedar menembus kulit. b) Trokar harus dipegang dengan ujung yang tajam menghadap ke atas. Ada 2 tanda pada trokar, tanda yang pertama dekat pangkal menunjukan batas trokar di masukkan ke bawah kulit sebelum memasukkan setiap kapsul. Tanda yang kedua dekat ujung menunjukkan batas trokar yang harus tetap di bawah kulit setelah mamasang setiap kapsul. c) Dengan ujung yang tajam menghadap ke atas dan pendorong di dalamnya masukkan ujung trokar melalui luka insisi dengan sudut kecil. Mulai dari kiri atau kanan pada pola seperti kipas, gerakkan trokar kedepan dan berhenti saat ujung tajam seluruh berada di bawah kulit (2 3 mm dari akhir ujung tajam). Memasukkan trokar jangan dengan paksaan. Jika terdapat tahanan, coba dari sudut lainnya. d) Untuk meletakkan kapsul tepat dibawah kulit, angkat trokar ke atas sehingga kulit terangkat. Masukkan trokar perlahan lahan dan hati hati kearah tanda (1) dekat pangkal. Trokar harus cukup dangkal sehingga dapat diraba dari luar dengan jari.

27 e) Saat trokar masuk sampai tanda (1), cabut pendorong dari trokar. f) Masukkan kapsul pertama ke dalam trokar. Gunakan ibu jari dan telunjuk atau pinset atau klem untuk mengambil kapsul dan memasukkan ke dalam trokar. Dorong kapsul sampai seluruhnya masuk ke dalam trokar dan masukkan kembali pendorong. g) Gunakan pendorong untuk mendorong kapsul ke arah ujung trokar sampai terasa ada tahanan. h) Pegang pendorong dengan satu tangan untuk menstabilkan. Tarik tabung trokar dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk ke arah luka insisi sampai tanda (2) muncul di tepi luka insisi dan pangkalnya menyentuh pegangan pendorong. i) Saat pangkal trokar menyentuh pegangan pendorong, tanda (2) harus terlihat di tepi luka insisi dan kapsul saat itu keluar dari trokar tepat berada di bawah kulit. Raba ujung kapsul dengan jari untuk memastikan kapsul sudah keluar seluruhnya dari trokar. j) Tanpa mengeluarkan seluruh trokar, putar ujung dari trokar ke arah lateral kanan dan kembalikan lagi ke posisi semula untuk memastikan kapsul pertama bebas. Selanjutnya geser trokar sekitar

28 15-25 derajat. Untuk melakukan itu mula mula fiksasi kapsul pertama dengan jari telunjuk dan masukkan kembali trokar pelan pelan sepanjang sisi jari telunjuk tersebut sampai tanda (1). Bila tanda (1) sudah tercapai, masukkan kapsul berikutnya kedalam trokar dan lakukan seperti sebelumnya sampai seluruh kapsul terpasang. k) Pada pemasangan berikutnya untuk mengurangi resiko infeksi atau ekspulsi, pastikan bahwa ujung kapsul yang terdekat kurang lebih 5 mm dari tepi luka insisi. l) Sebelum mencabut trokar, raba kapsul untuk memastikan kapsul semuanya telah terpasang. m) Ujung dari semua kapsul harus tidak ada pada tepi luka insisi. Bila sebuah kapsul keluar atau terlalu dekat dengan luka insisi, harus dicabut dengan hati hati dan dipasang kembali di tempat yang tepat. n) Setelah kapsul terpasang semuanya dan posisi setiap kapsul sudah diperiksa, keluarkan trokar pelan pelan. Tekan tempat insisi dengan jari mengggunakan kasa selama 1 menit untuk menghentikan perdarahan. Bersihkan tempat pemasangan dengan kasa berantiseptik.

29 6) Tindakan Setelah Pemasangan Kapsul a) Menutup luka insisi 1. Temukan tepi kedua insisi dan gunakan plester dengan kasa steril untuk menutup luka insisi. 2. Periksa adanya perdarahan. Tutup daerah pemasangan dengan pembalut untuk mengurangi memar. b) Perawatan Klien Amati klien lebih kurang 15 sampai 20 menit untuk kemungkinan perdarahan dari luka insisi atau efek lain sebelum memulangkan klien. (Saefuddin.2006.h;PK-19 27) o. Konseling pasca pemasangan 1) Daerah insersi harus tetap dibiarkan kering dan bersih selama 48 jam pertama. Hal ini bertujuan untuk mencegah infeksi pada luka insersi. 2) Perlu dijelaskan bahwa mungkin terjadi sedikit rasa perih, pembengkakan atau lebam (kebiruan) pada daerah insisi. Hal ini tidak perlu dikhawatirkan. 3) Pekerjaan rutin harian tetap dikerjakan. Namun hindari benturan, gesekan atau penekanan pada daerah insisi. 4) Balutan penekan jangan dibuka selama 48 jam, sedangkan plester dipertahankan hingga luka sembuh (biasanya 5 hari).

30 5) Setelah luka sembuh, daerah tersebut dapat disentuh dan dicuci dengan tekanan yang wajar. 6) Bila ditemukan adanya tanda tanda infeksi seperti demam, peradangan atau bila rasa sakit menetap selama beberapa hari, segera kembali ke klinik. (Saefuddin.2006.h;MK-57) p. Jadwal Kunjungan Ulang ke Klinik Klien tidak perlu kembali ke klinik, kecuali ada masalah kesehatan atau klien ingin mencabut implant. Klien dianjurkan kembali ke klinik tempat implant dipasang bila ditemukan hal hal sebagai berikut : 1) Amenorea yang disertai nyeri perut bagian bawah. 2) Perdarahan yang banyak dari kemaluan. 3) Rasa nyeri pada lengan. 4) Luka bekas insisi mengeluarkan darah atau nanah. 5) Ekspulsi dari batang implant. 6) Sakit kepala hebat atau pengliatan menjadi kabur. 7) Nyeri dada hebat. 8) Dugaan adanya kehamilan. (Saefuddin.2006.h;MK-57-58) q. Pemeliharaan Alat-Alat untuk Insersi dan Pengangkatan Implant 1) Trokar harus dicuci dengan air hangat dan larutan antisepstik segera setelah insersi, kemudian di desinfeksi sebelum pemakaian berikutnya.

31 2) Desinfeksi dapat dilakukan dengan : a) Autoclave selama 20 menit. b) Direbus dalam air mendidih selama 5-10 menit. c) Sterilisasi dingin dengan larutan germiside untuk sedikitnya 1 jam. 3) Desinfeksi dengan autoclave merupakan cara yang paling efektif. 4) Ketiga cara desinfeksi tersebut akan membunuh Human Immunodeficiency Virus (HIV), yaitu virus penyebab AIDS. 5) Merebus dengan air panas selama 5-10 menit atau sterilisasi dingin, tidak akan membunuh virus hebatitis B. Pada daerah endemik Hepatitis, alat alat harus di autoclave atau direbus dalam air selama 5-10 menit. 6) Ujung trokar harus diperiksa setelah melakukan 10 insersi, dan bila diperlukan dapat diasah kembali. Dengan pemeliharaan yang baik, trokar dapat dipakai untuk melakukan kurang lebih 50 insersi. B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan 1. Teori Manajemen Asuhan Kebidanan Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai pengkajian, analisis data, diagnosis kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

32 Varney menjelaskan bahwa proses manajemen merupakan proses pemecahan masalah yang ditemukan oleh perawat dan bidan pada awal tahun Proses ini memperkenalkan sebuah metode dengan pengorganisasian, pemikiran dan tindakan-tindakan dengan urutan yang logis dan menguntungkan baik bagi klien maupun bagi tenaga kesehatan. Proses manajemen kebidanan terdiri dari tujuh langkah yang berurutan dan setiap langkah disempurnakan secara periodik. Proses dimulai dengan mengumpulkan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk suatu kerangka lengkap yang dapat diaplikasikan dalam situasi apapun. Akan tetapi, setiap langkah dapat diuraikan lagi menjadi langkahlangkah yang lebih rinci dan ini bisa berubah sesuai dengan kebutuhan klien. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Langkah I : Pengumpulan Data Dasar Pada langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Bidan mengumpulkan semua data dasar awal yang lengkap dengan cara mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap, yaitu: a. Riwayat kesehatan. b. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan. c. Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya. d. Meninjau data laboratorium dan membandingkannya dengan hasil studi.

33 2. Langkah II : Interpretasi Data Dasar Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosis atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas dasar data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnostik yang spesifik. 3. Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial Pada tahap ini diidentifikasi masalah atau diagnosa potensial ini berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang telah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosis atau masalah potensial ini benar- benar terjadi. 4. Langkah IV : Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan Segera Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan dan atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Data baru mungkin saja dikumpulkan dan dievaluasi. Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukkan satu situasi yang memerlukan tindakan segera sementara yang lain harus menunggu intervensi.

34 5. Langkah V : Perencanaan Asuhan yang Menyeluruh Pada langkah ini dilakukan perencanaan yang menyeluruh, ditentukan langkah- langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi, pada langkah ini data dasar yang belum lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap klien tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya. 6. Langkah VI : Pelaksanaan Pada langkah ini rencana asuhan yang menyeluruh harus dilaksanakan secara efisien dan aman. Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dari asuhan klien. 7. Langkah VII : Evaluasi Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana yang telah diidentifikasi didalam masalah dan diagnosis. (Muslihatun.2009.h; )

35 Pendokumentasian manajemen kebidnan dengan menggunakan SOAP: a. S (Data Subjektif) Pengkajian data yang diperoleh melalui anamnesis, berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhan yang dicatat sebagai kutipan langsung/ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis, data akan menguatkan diagnosis yang akan disusun. b. O (Data Objektif) Data berasal dari asuhan observasi yang jujur dari pemeriksaan pasien, pemeriksaan laboratorium / pemeriksaan diagnostik lainnya. Catatan medik dan informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukan dalam data objektif, data ini akan memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan diagnostik. c. A (Assesment) Pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi (kesimpulan) dari data subjektif dan data objektif. Analisis yang tepat dan akurat meliputi perkembangan data pasien akan menjamin cepat diketahuinya perubahan pasien, dapat terus diikuti dan diambil keputusan/tindakan yang tepat.

36 Analisis merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut varney langkah kedua, ketiga, dan keempat yang menyangkut kebutuhan tindakan segera harus segera diidentifikasikan menurut kewenangan bidan (tindakan mandiri, kolaborasi, dan rujukan). d. P (planning) Perencanaan dibuat saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisa dan interpretasi data yang bertujuan untuk mengusahakan terciptanya kondisi pasien seoptimal. P(planing) menurut Hellen Varnay masuk pada langkah kelima, keenam, dan ketujuh. Pelaksanaan asuhan dengan rencana yang telah disusun sesuai dengan keadaan dan dalam rangka mengatasi masalah pasien. (Muslihatun.2009.h; ) 2. Penerpan Asuhan Kebidanan a. Pengkajian 1) Data subjektif a) Identitas Klien (1) Nama Identitas dimulai dengan nama pasien, yang harus jelas dan lengkap seperti: nama depan, nama tengah dan nama belakang agar tidak tertukar dengan pasien lain yang mungkin namanya sama.

37 (Matondang,dkk.2009.h;5) (2) Umur Untuk mengetahui umur klien. Pada umur tahun merupakan masa-masa reproduksi sehingga rentan terjadi kehamilan. Pada wanita berumur lebih dari 35 tahun memiliki resiko tinggi apabila terjadi kehamilan, sehingga disarankan memakai alat kontrasepsi dengan tujuan untuk mengakhiri kesuburan. (Hartanto,Hanafi h;31). (3) Agama Diberbagai daerah kepercayaan religius dapat mempengaruhi klien dalam memilih metode kontrasepsi.sebagai contoh penganut katolik yang taat membatasi pemilihan alat kontrasepsi mereka pada KB alami. Sebagai pemimpin islam mengklem bahwa sterilisasi dilarang sedangkan sebagian lainnya mengijinkan. Walaupun agama islam tidak melarang metode kontrasepsi secara umum, para akseptor wanita mungkin berpendapat bahwa pola perdarahan yang tidak teratur yang disebabkan sebagai metode hormonal akan sangat menyulitkan mereka selama haid, mereka dilarang bersembahyang. Di sebagian, wanita Hindu dilarang mempersiapkan

38 makanan selama haid sehingga pola haid yang tidak teratur dapat menjadi masalah. (Handayani h;17). (4) Suku bangsa Semua tenaga kesehatan yang memberi pelayanan kepada wanita di klinik keluarga berencana atau tempat lain perlu memahami sikap mereka sendiri, serta sikap mereka terhadap jenis etnik. (varney.2007.h;414) (5) Pendidikan Tingkat pendidikan tidak saja mempengaruhi kerelaan menggunakan keluarga berencana tapi juga pemilihan suatu metode. Dihipotesiskan wanita yang berpendidikan menginginkan keluarga berencana yang efektif, tetapi tidak rela untuk mengambil resiko yang terkait dengan sebagian metode kontrasepsi. (Handayani.2010.h;17). Pendidikan ditanyakan untuk mengetahui tingkat pendidikan pasien, karena akan membantu dalam penyampaian konseling terhadap pasien dan pemahaman pasien dalam merawat kontrasepsi yang digunakan. (Saefuddin.2006.h;U-3) (6) Pekerjaan Tinggi rendahnya sosial dan keadaan ekonomi penduduk di Indonesia akan mempengaruhi

39 perkembangan dan kemajuan program keluarga berencana di Indonesia. Contoh : keluarga dengan penghasilan cukup akan lebih mampu, mengikuti program keluarga berencana dari pada keluarga yang tidak mampu, karena bagi keuarga yang kurang mampu, keluarga berencana bukan merupakan kebutuhan pokok. (Handayani.2010.h;17). Calon pengguna implant ditanyakan pekerjaan untuk mengetahui jenis pekerjaan apakah ringan, sedang, atau berat karena efek samping implant adalah terjadinya ekspulsi, dan ekspulsi bisa terjadi akibat bekerja terlalu berat. (Varney.2007.h;31) (7) Alamat Tempat tinggal merupakan informasi yang penting dipastikan. Karena apabila seorang wanita tidak memilki tempat tinggal/tinggal dipenginapan, maka hal ini dapat menghambat tenaga medis dalam melakukan kunjungan ulang kerumah dan kepedulian klien dalam memperhatikan KB implant yang digunakannya. (Varney.2007.h;31) b) Alasan datang Untuk mengetahui alasan pasien tersebut mengunjungi tempat pemeriksaan. (varney.2007.h;32).

40 c) Keluhan utama Untuk mengetahui kontrasepsi apa yang diinginkan oleh pasien, misalnya : (1) Ibu menginginkan kontrasepsi yang reversibilitas tinggi. (2) Ibu menginginkan alat kontrasepsi yang efektifitasnya tinggi. (3) Ibu menginginkan alat kontrasepsi yang dapat dipakai 2 sampai 5 tahun (untuk jangka panjang). (4) Ibu menginginkan alat kontrasepsi yang tidak memghabat air susu ibu. (varney.2007.h;32) (5) Ibu menginginkan alat kontrasepsi yang memiliki riwayat penyakit kanker payudara, kanker hati, hipertensi, jantung dan diabetes mellitus. (Hanafi.2004.h;182) d) Riwayat kesehatan (1) Penyakit sistemik yang pernah diderita Wanita yang pernah memiliki riwayat penyakit kanker payudara tidak dapat menggunakan kontrasepsi hormone karena hormone progesterone yang terdapat pada kontrasepsi implant dapat meningkatkan pembesaran payudara, wanita dengan penyakit mioma uterus tidak dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi implant karena dapat

41 memicu pembesaran miom uterus, intoleransi gula seperti diabetes mellitus juga tidak dapat menggunakan KB implant karena dapat meningkatkan kadar gula dalam tubuh. (Saefuddin.2006.h;MK-55). (2) Penyakit yang pernah diderita keluarga Dikaji untuk mengetahui apakah orang tua, saudara atau suami ada yang menderita kanker payudara, diabetes mellitus atau hipertensi karena kemungkinan penyakit turunan dan merupakan kontra indikasi dari KB implant. (Hanafi.2004.h;182) (3) Penyakit gynekologi Pada penderita penyakit ginekologi seperti mioma uteri atau kanker payudara tidak diperkenankan menggunakan KB Implant, karena hormon progesteron yang ada di kandungan batang implant dapat meningkatkan pembesaran mioma uteri atau kanker payudara dan termasuk kontra indikasi dari KB implant. (Varney.2007.h;485) e) Riwayat menstruasi (1) Menarche Menurut teori varney (2007.h; ) menarche perlu dikaji untuk mengetahui kapan datangnya menarche yang pertama, karena datangnya

42 menarche yang dini <10 tahun dapat memiliki kecenderungan penyakit payudara. (2) HPHT HPHT perlu dikaji untuk mengetahui apakah klien dalam keadaan hamil atau tidak karena jika hamil merupakan kontra indikasi dalam pemasangan KB Implant. (Saefuddin.2006.h;MK-60) (3) Siklus Untuk mengetahui ada atau tidaknya gangguan pada siklus haid.pada wanita yang mengalami gangguan siklus haid tidak diperbolehkan menggunakan kontrasepsi implant,karena kerja hormon progesteron dengan jangka panjang dapat menyebabkan perubahan siklus haid sehingga ditakutkan klien tidak dapat menerima perubahan pola haid yang terjadi. (Saefuddin.2006.h;MK-55) (4) Lama menstruasi Lamanya menstruasi perlu dikaji untuk mengetahui berapa hari klien menstruasi karena efek samping pemakaian KB implant yaitu haid lebih lama dan banyak, perdarahan bercak (spotting) antar menstruasi. (Saefudin.2006.h;MK-54).

43 (5) Disminorhea Pada pemakaian kontrasepsi progestin salah satu keuntungan kontrasepsi KB implant dapat mengurangi nyeri haid. (Saefuddin.2006.h;MK-54) (6) Flour albus Pada pemakaian kontrasepsi KB Implant, hormone progestin tidak terjadi peningkatan flour albus. (Hanafi.2004.h;124) f) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu (1) Abortus Dikaji apakah ibu pernah memiliki riwayat abortus atau tidak, kapan waktu terjadi abortus karena salah satu indikasi kontrasepsi KB implant adalah pasca abortus atau pasca keguguran. (Saefuddin.2006.h;MK-55) (2) Persalinan Dikaji untuk mengetahui apakah dalam riwayat persalinan pasien pernah mengalami hipertensi, jantung, karena ini salah satu kontra indikasi dari KB implant. (Hanafi.2004.h;182) (3) Nifas Mengkaji nifas yang lalu, masa nifas ini berkaitan dengan masa menyusui, sedangkan pada keuntungan atau indikasi penggunaan KB implant salah satunya adalah ibu menyusui yang ingin

44 menggunakan kontrasepsi. (Saefuddin.2006.h;MK- 54) g) Riwayat perkawinan Perlu dikaji karena untuk mengetahui batas usia reproduksi. Pada usia 20 tahun dianjurkan untuk menundan kehamilan, usia 20-30/35 untuk menjarangkan kehamilan, dan usia 35 tahun untuk mengakhiri kesuburan. Jika usia sudah melewati masa reproduksi merupakan kontra indikasi dalam pemasangan implant. (Hartanto,Hanafi.2004.h;30-31) h) Riwayat Kontrasepsi Dikaji untuk mengetahui pengalaman pasien dalam pengguanaan kontrasepsi sebelumnya ini akan membantu klien dalam menilai keperluan penerimaan kontrasepsi selanjutnya dengan mengetahui efek samping yang terjadi dan keefektifitasan dari KB yang akan digunakan sekarang. (Mitayani.2011.h;03) i) Riwayat kebutuhan sehari-hari (1) Pola Nutrisi Berkaitan dengan penggunaan kontrasepsi KB implant yaitu adanya peningkatan berat badan dan nafsu makan bertambah karena hormone progesterone dapat memicu nafsu makan sehingga perlu diperhatikan pola makan yang teratur. (Saefuddin.2006.h;MK-59).

45 (2) Aktivitas Pasca pemasangan kontrasepsi KB implant dapat beraktivitas tetapi jangan terlalu berat terutama pada daerah lengan yang telah dipasang implant karena dapat menyebabkan ekspulsi pada kapsul implant. (Saefuddin.2006.h;MK-58 ) (3) Pola personal hygiene Kontrasepsi KB implant dalam pemasangan dilakukan pembedahan, sehingga bekas luka insisi harus dirawat dengan baik dan benar serta jaga kebersihannya untuk mencegah terjadinya infeksi pada bekas luka insisi. (Hanafi.2004.h;182) j) Keadaan psikososial, cultural dan spiritual (1) Psikososial Apakah sudah ada persetujuan untuk menggunakan KB implant atau belum, yang menyatakan bahwa calon akseptor KB implant telah mengerti perihal tentang KB implant dan dengan suami telah memutuskannya. (Hartanto.2004.h;297) (2) Kultural Kebudayaan adalah pola fikir dan keyakinan masyarakat tentang suatu hal berhubungan dengan kesehatan, salah satunya kontrasepsi yang akan digunakan. (Varney.2007.h;45).

46 2) Data Obyektif a) Pemeriksaan fisik (1) Tanda-tanda vital (a) Pada wanita yang memilki tekanan darah tinggi tidak boleh menggunakan KB implant karena apabila klien menderita hipertensi dapat terjadi nyeri kepala yang hebat atau penglihatan menjadi kabur. (Saefuddin.2006.h;MK-55) (b) Kelainan pada denyut nadi mengarah pada penyakit jantung yang merupakan kontraindikasi penggunaan KB implant, karena kerja hormon progestin dapat meningkatkan kerja jantung menjadi cepat sehingga tidak dianjurkan menggunakan kontrasepsi KB implant.. (Hanafi.2004.h;182) (2) Berat badan Berat badan perlu dikaji karena penggunaan kontrasepsi KB Implant dapat mempengaruhi kenaikan berat badan, jika perubahan berat badan meningkat drastis merupakan efek samping kontrasepsi KB Implant. (Saefuddin,2006;h.MK-29).

47 (3) Payudara Dikaji untuk mengetahui atau mencurigai klien terkena karsinoma payudara, ini merupakan kontraindikasi dari pengguna KB Implant.(Hanafi.2004.;182) (4) Abdomen Abdomen perlu dikaji untuk memeriksa apakah ada tanda-tanda kehamilan atau tidak, karena kehamilan merupakan kontra-indikasi dari penggunaan KB Implant. (Saefuddin.2006.h;MK-55) (5) Ekstremitas Pada klien dengan adanya rasa sakit dan kaki bengkak dimungkinkan ada indikasi penggumpalan darah. (Saefuddin.2006.h;MK-55) Dikaji apakah kakinya sangat bengkak dan mengandung cairan karena kemungkinan indikasi penyakit hati. Apabila klien terkena penyakit hati maka klien tidak boleh menggunakan KB implant karena merupakan kontra-indikasi dari KB implant.(hanafi.2004;h.182) (6) Genetalia Dikaji untuk mengetahui apakah akseptor KB implant mengalami perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.hal ini merupakan salah satu kontra indikasi menggunakan KB implant. (Saefuddin.2006.h;MK-55)

48 b) Pemeriksaan penunjang (1) Pemeriksaan PP test untuk mengetahui kemungkinan terjadi kehamilan atau tidak. (Saefuddin.2006.h;MK- 55) (2) Pemeriksaan urin reduksi untuk mengetahui kemungkinan klien menderita diabetes mellitus. (Saefuddin.2006.h;MK-61) b. Intepretasi Data Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang besar atas data-data yang dikumpulkan diinterpretasikan ditemukan masalah atau diagnosa spesifik, interpretasi data dasar dibagi menjadi: Diagnosa Kebidanan: Ny... P.. A...umur... tahun dengan akseptor baru KB Implant. Data Subjektif: 1) Pernyataan klien terhadap jumlah riwayat persalinannya. 2) Pernyataan klien terhadap riwayat kegugurannya. 3) Pernyataan klien tidak sedang hamil. 4) Pernyataan klien tentang haid terakhir. Data Objektif: Dilakukan pemeriksaan fisik (inspeksi dan palpasi) terhadap akseptor baru KB implant untuk mengetahui kelainan-kelainan seperti benjolan payudara, kehamilan, hipertensi dan lain-lain yang merupakan keadaan yang tidak boleh menggunakan KB

49 implant dan dilakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan PP test untuk mengetahui terjadinya kehamilan dan test urin reduksi untuk mengetahui klien menderita diabetes mellitus atau tidak. c. Mengidentifikasi diagnosa kebidanan atau masalah potensial dan mengantisipasi penanganannya. Diagnose potensial pada akseptor baru KB yang ingin menggunakan implant, jika ditemukan atau terjadi masalah setelah menggunakan implant seperti ekspulsi dan infeksi pada bagian pemasangan implant.(saefuddin.2006.h;mk-59) d. Identifikasi akan kebutuhan segera atau kolaborasi dan konsultasi. Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses manajeman kebidanan yaitu proses penatalaksanaan tidak hanya dilakukan selama perawatan pada kunjungan awal dan kunjungan ulang pada pengguna KB implant, tetapi data yang diperoleh kemudian dikaji dan dievaluasi untuk mendapatkan tindakan segera. (Muslihatun,dkk.2009.h;229) antara lain: 1) Ekspulsi Penanganan : a) Memberikan konseling kepada klien bahwa ekspulsi dapat terjadi pada pengguna KB implant karena batang implant yang rusak atau sudah berubah dari bentuk semula.

50 b) Mencabut batang atau kapsul yang ekspulsi. Jika tidak ada tanda infeksi dan kapsul lain masih berada ditempatnya maka melakukan pemasangan kapsul baru 1 buah pada tempat insersi yang berbeda. 2) Infeksi Penanganan : a) Bila terdapat infeksi tanpa nanah,bersihkan dengan sabun, air atau antiseptik. Berikan antibiotik selama 7 hari. b) Apabila keaadaan tidak membaik, cabut implant dan pasang yang baru. e. Perencanaan. Pada langkah yang kelima ini dilakukan perencanaan secara keseluruhan yang dibuat berdasarkan dari langkah-langkah sebelumnya.(muslihatun,dkk.2009.h;229) Rencana yang akan menggunakan KB implant antara lain: 1. Beritahu hasil pemeriksaan klien. 2. Berikan konseling tentang KB implant meliputi: a) Definisi implant. b) Efektifitas. c) Indikasi implant d) kontra-indikasi implant. e) Keuntungan implant f) Kerugian implant g) Waktu mulai menggunakan implant.

51 h) Efek samping dari implant. 3. Jelaskan cara kerja implant 4. Tanyakan kembali apakah ibu mantapuntuk dilakukan pemasangan KB implant. 5. Informed consent. 6. Persiapan alat pemasangan implant. 7. Memberikan konseling pra pemasangan implant. 8. Lakukan pemasangan implant. 9. Konseling pasca pemasangan implant. 10. Beritahu kunjungan ulang implant. f. Pelaksanaan. Pada langkah ini bidan mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan secara efektif dan aman. Pelaksanaan asuhan ini sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian oleh klien sendiri atau oleh petugas lainnya.(muslihatun.2009.h;230) Dalam pelaksanaan pada akseptor KB implant sesuai dengan rencana meliputi: 1. Memberitahu hasil pemeriksaan klien 2. Memberikan konseling tentang KB implant meliputi: a. Definisi implant. Salah satu jenis alat kontrasepsi yang berupa susuk yang terbuat dari sejenis karet silastik yang berisi hormon, dipasang pada lengan atas. (Handayani,2010.h;116) b. Efektifitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontrasepsi (Sulistyawati, 2012). 1) Metode kontrasepsi sederhana. 2) Metode kontrasepsi hormonal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontrasepsi (Sulistyawati, 2012). 1) Metode kontrasepsi sederhana. 2) Metode kontrasepsi hormonal 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Keluarga Berencana a. Pengertian Keluarga Berencana merupakan suatu usaha menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan menggunakan kontrasepsi

Lebih terperinci

contoh kasus KB 2 Kasus Ny. Sasa umur 27 tahun P2 A1, anak terakhir umur 15 bulan, akseptor KB implant sejak 10 bulan yang lalu. Datang ke BPS dengan

contoh kasus KB 2 Kasus Ny. Sasa umur 27 tahun P2 A1, anak terakhir umur 15 bulan, akseptor KB implant sejak 10 bulan yang lalu. Datang ke BPS dengan contoh kasus KB 2 Kasus Ny. Sasa umur 27 tahun P2 A1, anak terakhir umur 15 bulan, akseptor KB implant sejak 10 bulan yang lalu. Datang ke BPS dengan keluhan selama 3 bulan terakhir mengalami perdarahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Keluarga Berencana a. Pengertian 1) Kontrasepsi Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan (Hanafi Winkjosastro, 2007). Kontrasepsi adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kontrasepsi adalah suatu upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan (Sarwono,2002).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kontrasepsi adalah suatu upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan (Sarwono,2002). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrasepsi Implant 1. Pengertian Kontrasepsi Implant Kontrasepsi adalah suatu upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan (Sarwono,2002). Implant adalah suatu alat kontrasepsi

Lebih terperinci

JENIS METODE KB PASCA PERSALINAN VASEKTOMI

JENIS METODE KB PASCA PERSALINAN VASEKTOMI JENIS METODE KB PASCA PERSALINAN MAL KONDOM AKDR TUBEKTOMI VASEKTOMI PIL INJEKSI IMPLAN JENIS METODE KB PASCA PERSALINAN NON HORMONAL 1. Metode Amenore Laktasi (MAL) 2. Kondom 3. Alat Kontrasepsi Dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pengetahuan 1. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.penginderaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kontrasepsi 2.1.1 Defenisi Kontrasepsi Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (sel wanita)

Lebih terperinci

Upaya meningkatkan pelayanan KB diusahakan dengan

Upaya meningkatkan pelayanan KB diusahakan dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana (KB) Menurut WHO pengertian keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif tertentu, menghindari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrasepsi Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti melawan atau mencegah, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN KB IMPLAN PADA PASANGAN USIA SUBUR. : Mahasiswa Jurusan Kebidanan Klaten

SATUAN ACARA PENYULUHAN KB IMPLAN PADA PASANGAN USIA SUBUR. : Mahasiswa Jurusan Kebidanan Klaten SATUAN ACARA PENYULUHAN KB IMPLAN PADA PASANGAN USIA SUBUR Pokok Bahasan Sub Bahasan Penyuluh : Keluarga Berencana : KB : Mahasiswa Jurusan Kebidanan Klaten Hari Tanggal : Waktu : Tempat : Sasaran : TUJUAN

Lebih terperinci

Kontrasepsi Hormonal (PIL)

Kontrasepsi Hormonal (PIL) Kontrasepsi Hormonal (PIL) A.KONTRASEPSI HORMONAL Adalah: kontrasepsi yang mengandung hormon estrogen dan progesteron Bentuk kontrasepsi hormonal, antara lain: 1. Kontrasepsi oral 2. Kontrasepsi suntik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut World Health Organisation (WHO) Keluarga Berencana (KB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut World Health Organisation (WHO) Keluarga Berencana (KB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrasepsi 1. Pengertian Menurut World Health Organisation (WHO) Keluarga Berencana (KB) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk menentukan jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman (plastik yang dililiti oleh tembaga) dan dimasukkan ke dalam rahim oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman (plastik yang dililiti oleh tembaga) dan dimasukkan ke dalam rahim oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) adalah alat yang terbuat dari bahan yang aman (plastik yang dililiti oleh tembaga) dan dimasukkan ke

Lebih terperinci

DAFTAR TILIK KETERAMPILAN PEMASANGAN IUD

DAFTAR TILIK KETERAMPILAN PEMASANGAN IUD DAFTAR TILIK KETERAMPILAN PEMASANGAN IUD Nama : NPM : Tanggal Ujian : Penguji : 1. Nilai 2 : Memuaskan : Memperagakan langkah langkah atau tugas sesuai Dengan prosedur standar atau pedoman 2. Nilai 1 :

Lebih terperinci

PENDAHULUAN INFORMASI ALAT KONTRASEPSI BUKU UNTUK KADER

PENDAHULUAN INFORMASI ALAT KONTRASEPSI BUKU UNTUK KADER PENDAHULUAN INFORMASI ALAT KONTRASEPSI BUKU UNTUK KADER Buku informasi alat kontrasepsi pegangan untuk kader diperuntukkan bagi kader PPKBD dan Sub PPKBD atau Posyandu yang dipelajari secara berdampingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah di dunia yang sedang berkembang sudah terbukti dengan jelas, kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap mortalitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Keluarga Berencana Keluarga berencana merupakan upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan

Lebih terperinci

PENUNTUN BELAJAR KETERAMPILAN KLINIK DAN KONSELING IMPLAN-2

PENUNTUN BELAJAR KETERAMPILAN KLINIK DAN KONSELING IMPLAN-2 PENUNTUN BELAJAR KETERAMPILAN KLINIK DAN KONSELING IMPLAN-2 MENGGUNAKAN PENUNTUN BELAJAR Penuntun belajar keterampilan klinik dan konseling Implan-2 ini dirancang untuk membantu peserta mempelajari langkah-langkah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selama hari, 3-6 hari adalah waktu keluarnya darah menstruasi. perdarahan bercak atau spotting (Baziad, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selama hari, 3-6 hari adalah waktu keluarnya darah menstruasi. perdarahan bercak atau spotting (Baziad, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Gangguan Reproduksi Gangguan reproduksi berawal dari tidak normalnya siklus haid dan banyak darah yang keluar saat haid. Siklus menstruasi normal berlangsung selama

Lebih terperinci

PELAYANAN KB DALAM RUANG LINGKUP KEBIDANAN KOMUNITAS

PELAYANAN KB DALAM RUANG LINGKUP KEBIDANAN KOMUNITAS PELAYANAN KB DALAM RUANG LINGKUP KEBIDANAN KOMUNITAS 3.1. Penyuluhan KB Sebelum pemberian metode kontrasepsi, misalnya pil, suntik, atau AKDR terlebih dahulu menentukan apakah ada keadaan yang membutuhkan

Lebih terperinci

KONTRASEPSI INJEKSI ( INJECTION CONTRACEPTIVE)

KONTRASEPSI INJEKSI ( INJECTION CONTRACEPTIVE) 1. Pengertian KONTRASEPSI INJEKSI ( INJECTION CONTRACEPTIVE) Kontrasepsi injeksi adalah cara untuk mencegah terjadinya kehamilan dengan melalui suntikan hormonal. Kontrasepsi suntikan di Indonesia semakin

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kontrasepi Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti melawan atau mencegah, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Istilah Kependudukan dan Keluarga Berencana (2011) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Istilah Kependudukan dan Keluarga Berencana (2011) yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana 2.1.1 Pengertian Keluarga Berencana Menurut Kamus Istilah Kependudukan dan Keluarga Berencana (2011) yang diterbitkan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Gerakan Keluarga Berencana 1. Keluarga Berencana (KB) Keluarga Berencana merupakan suatu program pemerintah yang dirancang untuk menyeimbangkan antara kebutuhan dan jumlah penduduk.

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN KB PASCA PERSALINAN. Disusun Oleh :

SATUAN ACARA PENYULUHAN KB PASCA PERSALINAN. Disusun Oleh : SATUAN ACARA PENYULUHAN KB PASCA PERSALINAN Disusun Oleh : Annisatus Sholehah (011112022) Mirantika Rakhmaditya (011112025) I Gusti Ayu Vedadhyanti W.R (011112039) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIDAN FAKULTAS

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN KUESIONER PENELITIAN EFEKTIFITAS KIE MELALUI CERAMAH BOOKLET DAN POWERPOINT UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN SUB PPKBD (KADER) TENTANG PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DI KOTA BINJAI PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN

Lebih terperinci

DAFTAR TILIK PEMASANGAN IMPLAN JADENA. Beri nilai setiap langkah klinik dengan mengunakan kriteria sebadai berikut :

DAFTAR TILIK PEMASANGAN IMPLAN JADENA. Beri nilai setiap langkah klinik dengan mengunakan kriteria sebadai berikut : DAFTAR TILIK PEMASANGAN IMPLAN JADENA Beri nilai setiap langkah klinik dengan mengunakan kriteria sebadai berikut 1. Perlu perbaikan 2. Mampu 3. Mahir Langkah langkah tidak dilakukan dengan benar dan atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sementara dan dapat pula bersifat menetap (Subroto, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sementara dan dapat pula bersifat menetap (Subroto, 2011). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kontrasepsi Kontrasepsi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan untuk pengaturan kehamilan dan merupakan hak setiap individu sebagai makhluk seksual, serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Konsep Dasar Kontrasepsi Suntik (DMPA) dengan memakai kontrasepsi (Mochtar, 1999).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Konsep Dasar Kontrasepsi Suntik (DMPA) dengan memakai kontrasepsi (Mochtar, 1999). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan teori 1. Konsep Dasar Kontrasepsi Suntik (DMPA) a. Pengertian 1) Kontrasepsi Kontrasepsi atau anti kontrasepsi (Conseption Control) adalah cara untuk mencegah terjadinya

Lebih terperinci

PEMASANGAN AKDR. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

PEMASANGAN AKDR. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi PEMASANGAN AKDR Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Check List No Langkah 1 Konseling awal Sapa klien dengan ramah dan perkenalkan diri Anda dan tanyakan tujuan kedatangannya 2

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma sehingga dapat mencegah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma sehingga dapat mencegah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrasepsi Kontrasepsi adalah cara untuk menghindari/mencegah terjadinya kehamilan akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma sehingga dapat mencegah terjadinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Kontrasepsi a. Pengertian Kontrasepsi Kontrasepsi menurut Saifuddin (2006), merupakan bagian dari pelayanan kesehatan reproduksi untuk pengaturan kehamilan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan (Knowledge) 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu, ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan pada suatu objek tertentu. Penginderaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sangat diinginkan, mengatur interval antara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sangat diinginkan, mengatur interval antara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Keluarga Berencana 1.1. Definisi Keluarga Berencana Keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana (KB) 2.1.1 Pengertian Keluarga Berencana Berdasarkan UU no 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera, keluarga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kontrasepsi Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI* Oleh: Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes**

KESEHATAN REPRODUKSI* Oleh: Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes** KESEHATAN REPRODUKSI* Oleh: Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes** A. Pengantar Sistem reproduksi pada manusia dapat dibedakan menjadi sistem reproduksi laki-laki dan wanita sesuai jenis kelaminnya. 1. Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang tinggi. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang tinggi. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara berkembang dengan peningkatan penduduk yang tinggi. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki tercatat sebanyak 119.630.913

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA. Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah atau. melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur

BAB II TINJUAN PUSTAKA. Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah atau. melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 Kontrasepsi 2.1.1 Pengertian Kontrasepsi Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. visinya dari mewujudkan NKKBS menjadi visi untuk mewujudkan Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. visinya dari mewujudkan NKKBS menjadi visi untuk mewujudkan Keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan NKKBS menjadi visi untuk mewujudkan Keluarga Berkualitas tahun 2015. Keluarga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Keluarga Berencana a. Pengertian Menurut World Health Organization (WHO) Keluarga Berencana (KB) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bagian dari pemeliharaan kesehatan komperhensif bukan lagi hal yang baru.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bagian dari pemeliharaan kesehatan komperhensif bukan lagi hal yang baru. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) digunakan untuk mengatur jarak kehamilan sehingga dapat mengurangi resiko kehamilan atau jumlah persalinan yang membawa bahaya (Royston,

Lebih terperinci

PELAYANAN KONTRASEPSI dan RUJUKAN

PELAYANAN KONTRASEPSI dan RUJUKAN PELAYANAN KONTRASEPSI dan RUJUKAN Pelayanan Kontrasepsi Cara kontrasepsi secara tradisional dilakukan melalui minum jamu, mengurut, atau memijit rahim, memakai perintang bikinan sendiri, senggama terputus,

Lebih terperinci

MATERI PENYULUHAN KB 1. Pengertian KB 2. Manfaat KB

MATERI PENYULUHAN KB 1. Pengertian KB 2. Manfaat KB MATERI PENYULUHAN KB 1. Pengertian KB Suatu upaya menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan menggunakan kontrasepsi (Sulistyawati,2013) 2. Manfaat KB a. Untuk ibu : dengan jalan

Lebih terperinci

Bab XIII. Keluarga Berencana. Manfaat KB /Keluarga Berencana. Keputusan mengikuti Keluarga Berencana. Pemilihan metode KB

Bab XIII. Keluarga Berencana. Manfaat KB /Keluarga Berencana. Keputusan mengikuti Keluarga Berencana. Pemilihan metode KB Bab XIII Keluarga Berencana Manfaat KB /Keluarga Berencana Keputusan mengikuti Keluarga Berencana Pemilihan metode KB Metode KB yang menghalangi konsepsi Metode KB hormonal Metode IUD Metode KB Alamiah

Lebih terperinci

PENGERTIAN KELUARGA BERENCANA

PENGERTIAN KELUARGA BERENCANA 1. DATANG KE BALAI PENYULUH KB DI MASING-MASING KECAMATAN TEMUI PETUGAS PENYULUH KB ATAU PEMBANTU PENYULUH KB DESA ATAU LANGSUNG KE TEMPAT PELAYAN KESEHATAN/PUSKESMAS/RUMAH SAKIT 2. PILIH KONTRASEPSI YANG

Lebih terperinci

Asuhan Kebidanan Koprehensif..., Dhini Tri Purnama Sari, Kebidanan DIII UMP, 2014

Asuhan Kebidanan Koprehensif..., Dhini Tri Purnama Sari, Kebidanan DIII UMP, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asuhan kebidanan komprehensif merupakan suatu pemeriksaan yang dilakukan secara lengkap dengan adanya pemeriksaan laboratorium dan konseling. Asuhan kebidanan komprehensif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut World Population Data Sheet 2013, Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut World Population Data Sheet 2013, Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Population Data Sheet 2013, Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak, yaitu 249 juta. Di antara negara ASEAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya pemerintah, masyarakat juga diperlukan partisipasinya dalam

BAB I PENDAHULUAN. hanya pemerintah, masyarakat juga diperlukan partisipasinya dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belarkang Masalah kependudukan di Indonesia merupakan salah satu masalah serius yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari semua pihak. Tidak hanya pemerintah, masyarakat juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan "Keluarga Berkualitas 2015" adalah keluarga yang bertaqwa

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan Keluarga Berkualitas 2015 adalah keluarga yang bertaqwa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam sektor kependudukan dan pembangunan keluarga berkualitas, pemerintah menggelar program keluarga berencana KB dengan paradigma baru program keluarga berencana Nasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan tindakan medis di Amerika Serikat dan Eropa sejak tahun 1960.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan tindakan medis di Amerika Serikat dan Eropa sejak tahun 1960. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Informed Consent 2.1.1 Sejarah Informed Consent Informed consent menjadi kewajiban bagi tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan medis di Amerika Serikat dan Eropa sejak tahun

Lebih terperinci

SAP KELUARGA BERENCANA

SAP KELUARGA BERENCANA SAP KELUARGA BERENCANA Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Promosi Kesehatan Disusun oleh: 1. ANNISA RAHMATIAH P07120112046 2. FEBRITA LAYSA S. P07120112060 3. RETNO TRI W. P07120112073 4. VINDA ASTRI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Petugas Kesehatan 1. Pengertian Peran adalah suatu yang diharapkan dari seseorang dalam situasi sosial tertentu agar memenuhi harapan. (Setiadi, 2008). Peran petugas kesehatan

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PROGRAM KB

KERANGKA ACUAN PROGRAM KB KERANGKA ACUAN PROGRAM KB I. PENDAHULUAN Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

PERCAKAPAN KONSELING ANTARA BIDAN DENGAN PASIEN TENTANG KB

PERCAKAPAN KONSELING ANTARA BIDAN DENGAN PASIEN TENTANG KB PERCAKAPAN KONSELING ANTARA BIDAN DENGAN PASIEN TENTANG KB Action 1 Rina : Assalamualaikum wr wb. Masy. : walaikum salam wr wb. Rina : bapak ibu bagaimana kabarnya hari ini? Terima kasih sudah meluangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini telah diketahui banyak metode dan alat kontrasepsi meliputi suntik, pil, IUD, implan, kontap dan kondom. Metode KB suntik merupakan salah satu metode

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Suami Kamus besar bahasa Indonesia mengartikan bahwa suami adalah pria yg menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita (istri) yg telah menikah. Sedangkan peran adalah perangkat

Lebih terperinci

Perdarahan dari Vagina yang tidak normal. Beberapa masalah terkait dengan menstruasi. Perdarahan selama kehamilan atau setelah persalinan

Perdarahan dari Vagina yang tidak normal. Beberapa masalah terkait dengan menstruasi. Perdarahan selama kehamilan atau setelah persalinan BAB XXII Perdarahan dari Vagina yang tidak normal Beberapa masalah terkait dengan menstruasi Perdarahan selama kehamilan atau setelah persalinan Perdarahan setelah aborsi atau keguguran Perdarahan setelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrasepsi Sterilisasi Pada Wanita (Tubektomi) 1. Defenisi Tubektomi adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur wanita yang mengakibatkan orang yang bersangkutan tidak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan/Penyajian Data Dasar Secara Lengkap

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan/Penyajian Data Dasar Secara Lengkap BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pengumpulan/Penyajian Data Dasar Secara Lengkap Tanggal : 22 Maret 2016 Pukul : 10.30 WIB Data subjektif pasien Ny. T umur 50 tahun bekerja

Lebih terperinci

GYNECOLOGIC AND OBSTETRIC DISORDERS. Contraception

GYNECOLOGIC AND OBSTETRIC DISORDERS. Contraception GYNECOLOGIC AND OBSTETRIC DISORDERS Contraception DEFINISI Kontrasepsi adalah suatu proses pencegahan kehamilan yang dilakukan dengan 2 cara yaitu : Menghambat sperma mencapai ovum yang telah matang (i.e

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengertian fertilitas Fertilitas merupakan hasil reproduksi nyata dari seorang atau sekelompok wanita, sedangkan dalam bidang demografi fertilitas adalah suatu

Lebih terperinci

PENCABUTAN IMPLANT. No Sikap dan Prilaku. 1. Menyambut klien dan memperkenalkan diri dengan ramah

PENCABUTAN IMPLANT. No Sikap dan Prilaku. 1. Menyambut klien dan memperkenalkan diri dengan ramah PENCABUTAN IMPLANT No Sikap dan Prilaku. 1. Menyambut klien dan memperkenalkan diri dengan ramah Gambar 2. Menjelaskan tujuan dan proedur yang akan dilakukan kepada keluarga 3. Komunikasi dan kontak mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ledakan penduduk merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh Negara Indonesia. Ledakan penduduk mengakibatkan tingkat kesehatan masyarakat semakin menurun,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keluarga Berencana Keluarga berencana (KB) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian kontrasepsi Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya itu dapat bersifat sementara permanen (Winkjosastro, 2002). Penggunaan kontrasepsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. umumnya dan penduduk Indonesia khususnya. Dengan semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. umumnya dan penduduk Indonesia khususnya. Dengan semakin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program KB (Keluarga Berencana) merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang bertujuan melembagakan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Program

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK DMPA DENGAN SIKLUS HAID

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK DMPA DENGAN SIKLUS HAID PENELITIAN HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK DMPA DENGAN SIKLUS HAID Anisa K.A*,Titi Astuti* *Alumni Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang **Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Reproduksi dilaksanakan untuk memenuhi hak-hak reproduksi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Reproduksi dilaksanakan untuk memenuhi hak-hak reproduksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Keluarga Berencana lebih dari dua dasa warsa terakhir ini menjadi fokus utama program kependidikan di Indonesia. Program KB dan Kesehatan Reproduksi dilaksanakan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN. A. Tujuan Umum Agar klien dapat mengetahui dan mengerti tentang tanda-tanda bahaya kehamilan.

SATUAN ACARA PENYULUHAN. A. Tujuan Umum Agar klien dapat mengetahui dan mengerti tentang tanda-tanda bahaya kehamilan. Lampiran 2 SATUAN ACARA PENYULUHAN Topik : Asuhan Pelayanan Kebidanan Sub Pokok Bahasan : Tanda Bahaya Kehamilan Waktu : 16.00 WIB Sasaran : Ny.M Tanggal : 15 Agustus 2015 Tempat : Klinik Sumiariani A.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluarga Berencana 2.1.1 Pengertian Menurut WHO (1970), keluarga berencana adalah program yang bertujuan membantu pasangan suami istri untuk, (1) Menghindari kelahiran yang

Lebih terperinci

MODUL PENGAJARAN MENJAGA JARAK KEHAMILAN DAN MEMILIH ALAT KONTRASEPSI YANG TEPAT

MODUL PENGAJARAN MENJAGA JARAK KEHAMILAN DAN MEMILIH ALAT KONTRASEPSI YANG TEPAT MODUL PENGAJARAN MENJAGA JARAK KEHAMILAN DAN MEMILIH ALAT KONTRASEPSI YANG TEPAT MENJAGA JARAK KEHAMILAN DAN MEMILIH ALAT KONTRASEPSI YANG I. MENJAGA JARAK KEHAMILAN A. Penentuan Jarak Kehamilan TEPAT

Lebih terperinci

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan Ibu

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan Ibu Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN Assalammualaikum Wr.Wb/ Salam Sejahtera Dengan hormat, Saya Ayu Azhar Hudyanti sedang menjalani pendidikan di program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR RIWAYAT HIDUP... MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR RIWAYAT HIDUP... MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR RIWAYAT HIDUP... MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR TABEL... DAFTAR

Lebih terperinci

Keistimewaan metode barier ini adalah: Mencegah infertilitas, kanker servix dan PMS Meningkatkan partisipasi pria dalam kontrasepsi

Keistimewaan metode barier ini adalah: Mencegah infertilitas, kanker servix dan PMS Meningkatkan partisipasi pria dalam kontrasepsi METODE KONTRASEPSI BARIER Keistimewaan metode barier ini adalah: Mencegah infertilitas, kanker servix dan PMS Meningkatkan partisipasi pria dalam kontrasepsi Klasifikasi Kondom Diafragma Spermisida Efektivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran Keluarga Berencana dalam Kesehatan Reproduksi adalah. untuk menunjang tercapainya kesehatan ibu dan bayi, karena kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. Peran Keluarga Berencana dalam Kesehatan Reproduksi adalah. untuk menunjang tercapainya kesehatan ibu dan bayi, karena kehamilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran Keluarga Berencana dalam Kesehatan Reproduksi adalah untuk menunjang tercapainya kesehatan ibu dan bayi, karena kehamilan yang diinginkan dan berlangsung dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka merupakan sumber ide penelitian yang dapat memberikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka merupakan sumber ide penelitian yang dapat memberikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka merupakan sumber ide penelitian yang dapat memberikan informasi tentang hal-hal yang harus diketahui dan memberikan informasi tentang pendekatan penelitian. Tinjauan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Kontrasepsi 1.1 Pengertian Kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma (Hartanto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tubektomi dapat berupa pengikatan dan pemotongan, dapat juga Tubektomi

BAB I PENDAHULUAN. Tubektomi dapat berupa pengikatan dan pemotongan, dapat juga Tubektomi BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tubektomi dapat berupa pengikatan dan pemotongan, dapat juga Tubektomi untuk wanita disebut juga sebagai oklusi tuba atau sterilisasi. Indung telur akan menghasilkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Langkah I : Pengumpulan/penyajian data dasar secara lengkap

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Langkah I : Pengumpulan/penyajian data dasar secara lengkap BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Langkah I : Pengumpulan/penyajian data dasar secara lengkap Tanggal : 17 Maret 2015 pukul : 12.30 WIB Pada pemeriksaan didapatkan hasil data

Lebih terperinci

Aspirasi Vakum Manual (AVM)

Aspirasi Vakum Manual (AVM) Aspirasi Vakum Manual (AVM) Aspirasi Vakum Manual (AVM) merupakan salah satu cara efektif evakuasi sisa konsepsi pada abortus inkomplit. Evakuasi dilakukan dengan mengisap sisa konsepsi dari kavum uteri

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluarga Berencana 2.1.1. Defenisi Keluarga Berencana (KB) Keluarga Berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif-objektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang sangat

Lebih terperinci

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU AKSEPTOR KB TERHADAP NY. Y DI BPS HERTATI

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU AKSEPTOR KB TERHADAP NY. Y DI BPS HERTATI ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU AKSEPTOR KB TERHADAP NY. Y DI BPS HERTATI Oleh : Rita Purnamasari Tanggal : 11 November 2011 Waktu : 10.00 WIB I. PENGKAJIAN A. IDENTITAS ISTERI SUAMI Nama : Ny. Y Tn. A Umur

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan. 1 tahun masing-masing adalah sebanyak 15 responden (50%), sehingga total

BAB V PEMBAHASAN. A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan. 1 tahun masing-masing adalah sebanyak 15 responden (50%), sehingga total BAB V PEMBAHASAN A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan Dalam penelitian ini, peneliti membagi responden menjadi 2 bagian yang sama dalam hal lama penggunaan KB IUD. Lama penggunaan

Lebih terperinci

Cara Kerja : Mencegah masuknya spermatozoa / sel mani ke saluran tuba Lilitan logam menyebabkan reaksi anti fertilitas.

Cara Kerja : Mencegah masuknya spermatozoa / sel mani ke saluran tuba Lilitan logam menyebabkan reaksi anti fertilitas. KETERAMPILAN PEMASANGAN IUD (INTRA-UTERINE DEVICE) Susiana Candrawati B. LEARNING OUTCOME Setelah menjalani kepaniteraan klinik muda ini, mahasiswa diharapkan mampu : 1. Melakukan pemasangan IUD 2. Melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, hal ini merupakan masalah yang cukup serius, tidak saja bagi negara-negara yang berkembang seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kependudukan di Indonesia merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kependudukan di Indonesia merupakan salah satu masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kependudukan di Indonesia merupakan salah satu masalah serius yang perlu mendapat perhatian khusus dari semua pihak. Tidak hanya pemerintah, masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 9 BAB II TINJAUAN TEORI A. TINJAUAN TEORI 1. Alat Kontrasepsi Suntik DMPA a. Pengertian Kontrasepsi Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan (Hanafi Winkjosastro, 2007 : 905). Kontrasepsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh gangguan hormonal, kelainan organik genetalia dan kontak

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh gangguan hormonal, kelainan organik genetalia dan kontak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdarahan uterus abnormal merupakan perdarahan dari uterus yang disebabkan oleh gangguan hormonal, kelainan organik genetalia dan kontak berdarah (Manuaba,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana Defenisi Keluarga Berencana Menurut World Health Organization (WHO) Keluarga Berencana adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana Defenisi Keluarga Berencana Menurut World Health Organization (WHO) Keluarga Berencana adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana 2.1.1 Defenisi Keluarga Berencana Menurut World Health Organization (WHO) Keluarga Berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri

Lebih terperinci

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF AKSEPTOR AKTIF HORMONAL SUNTIK 1 BULAN PADA Ny E DENGAN PENINGKATAN BB DI PUSKESMAS LAMONGAN TAHUN 2015

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF AKSEPTOR AKTIF HORMONAL SUNTIK 1 BULAN PADA Ny E DENGAN PENINGKATAN BB DI PUSKESMAS LAMONGAN TAHUN 2015 ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF AKSEPTOR AKTIF HORMONAL SUNTIK 1 BULAN PADA Ny E DENGAN PENINGKATAN BB DI PUSKESMAS LAMONGAN TAHUN 2015 Ida Susila *Dosen Program Studi D III Kebidanan Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Pada bab ini berisi pembahasan asuhan kebidanan pada Ny.S di

BAB IV PEMBAHASAN. Pada bab ini berisi pembahasan asuhan kebidanan pada Ny.S di BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini berisi pembahasan asuhan kebidanan pada Ny.S di Wilayah Kerja Puskesmas Karangdadap Kabupaten Pekalongan, ada beberapa hal yang ingin penulis uraikan, dan membahas asuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Gangguan Reproduksi Gangguan reproduksi adalah kegagalan seorang wanita dalam manajemen kesehatan reproduksinya (Manuaba, 2008). Masalah kesehatan reproduksi pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada Zaman sekarang ini perempuan sering mengalami banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada Zaman sekarang ini perempuan sering mengalami banyak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada Zaman sekarang ini perempuan sering mengalami banyak permasalahan salah satunya adalah gangguan haid, gangguan haid ini mempunyai manifestasi klinis yang bermacam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Keluarga Berencana (KB 2.1.1 Sasaran Keluaraga Berencana Sasaran dan target yang ingin dicapai dengan program KB adalah bagaimana supaya segera tercapai dan melembaganya

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) Pokok Bahasan : Keluarga Berencana Sub Pokok Bahasan : a. Pengertian KB MOW b. Prinsip KB MOW c. Syarat Melakukan KB MOW d. Waktu Pelaksanaan KB MOW e. Kontraindikasi KB MOW

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang memiliki salah satu masalah yang sangat penting yaitu ledakan penduduk. Untuk mengatasi permasalahan tersebut pemerintah

Lebih terperinci