DAFTAR ISI LATAR BELAKANG... 1 TUJUAN TOOLKIT KPBU... 2 PENERIMA MANFAAT... 3 MENGAPA PERLU KPBU?... 3

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR ISI LATAR BELAKANG... 1 TUJUAN TOOLKIT KPBU... 2 PENERIMA MANFAAT... 3 MENGAPA PERLU KPBU?... 3"

Transkripsi

1 DAFTAR ISI LATAR BELAKANG... 1 TUJUAN TOOLKIT KPBU... 2 PENERIMA MANFAAT... 3 MENGAPA PERLU KPBU?... 3 INFRASTRUKTUR APA SAJA YANG BISA DIKERJASAMAKAN?... 4 RINGKASAN EKSEKUTIF... 6 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maksud dan Tujuan Maksud Tujuan Sistematika Pembahasan... 9 BAB 2. KAJIAN KEBUTUHAN DAN KEPATUHAN 2.1. Kajian Kebutuhan Kondisi Eksisting Sarana Transportasi Perkotaan Tren Wilayah Perkotaan Saat Ini Inisiatif Pemerintah/Pemerintah Daerah Demografi dan Kependudukan Kajian Kepatuhan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Rencana Strategis Dinas Perhubungan Kesimpulan BAB 3. KAJIAN TEKNIS 3.1. Kondisi Eksisting BUKU II i

2 Tatanan Perkeretaapian Rencana induk Jaringan Moda Transportasi Sekitar Alur Tujuan Transpotasi Kondisi Sosioekonomi Identifikasi Potensi Bencana Tinjauan Tata Ruang Aspek Transportasi Kondisi Lalu Lintas Indikator Lalu Lintas Survei Transportasi Kinerja Lalu Lintas Perkiraan Permintaan Transportasi (Demand Forecast) Aspek Fisik Analisis Teknis Pemilihan Lokasi Rute Jalur Kereta Api Terbaik Pemilihan Jenis Moda Kereta Api Perkotaan Gambar Rencana Prasarana Kereta Api Spesifikasi Keluaran Jadwal Pelaksanaan Konstruksi BAB 4. KAJIAN EKONOMI DAN KOMERSIAL 4.1. Analisis Permintaah (Demand) Metodologi Pelaksanaan Survey dan Pengolahan Data Survay Analisis Deskriptif Analisis Induktif Analisis Model Logistic Multinomial Analisis Pasar (Market) Analisis Struktur Pendapatan KPBU Analisis Biaya dan Manfaat Sosial (ABMS) Asumsi Umum Manfaat BUKU II ii

3 Biaya Parameter Penilaian Analisis Sensitivitas Analisis Keuangan Asumsi Analisis Keuangan Pendapatan Biaya Indikator Keuangan Proyeksi Kinerja Keuangan Badan Usaha Pelaksana Analisis Sensitivitas Analisis Value for Money (Nilai Manfaat Uang) Perhitungan Biaya Dasar (Base Cost) Pembiayaan (Financing) Biaya Lain-lain (Ancillary Cost) Risiko Competitive Neutrality Kesimpulan BAB 5. KAJIAN HUKUM DAN KELEMBAGAAN 5.1. Kajian Hukum Analisis Peraturan Perundang-undangan Risiko Hukum dan Stretgi Mitigasi Kebutuhan Perizinan Rencana dan Jadwa, Pemenuhan Persyaratan Peraturan dan Hukum Kajian Kelembagaan Struktur Organisasi KPBU Penanggung Jawa Proyek Kerjasama Pemetaan Peran dan Tanggung Jawab Pemangku Kepentingan (Stakeholder Mapping) Perangkat Regulasi Kelembagaan Kerangka Acuan Pengambilan Keputusan BUKU II iii

4 BAB 6. KAJIAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL 6.1. Pengamanan Lingkungan Pengamanan Sosial dan Pengadaan Lahan BAB 7. KAJIAN BENTUK KPBU 7.1. Alternatif Skema Kerjasama Penetapan Skema KPBU Lingkup Kerjasama KPBU Jangka Waktu dan Pentahapan KPBU Keterlibatan Pihak Ketiga Alur Finansial Operasional Penggunaan Aset Daerah Status Kepemilikan Aset dan Pengalihan Aset BAB 8. KAJIAN RISIKO 8.1. Identifikasi Risiko Prinsip Alokasi Risiko Metode Penilaian Risiko Mitigasi Risiko BAB 9. KAJIAN KEBUTUHAN DNA DUKUNGAN PEMERINTAH DAN/ATAU JAMINAN PEMERINTAH 9.1. Kajian Kemampuan PJPK Kajian Kebutuhan Dukungan Pemerintah Kajian Kebutuhan Jaminan Pemerintah BAB 10. KAJIAN MENGENAI HAL-HAL YANG PERLU DITINDAKLANJUTI (OUTSTANDING ISSUES) Identifikasi Hal-hal Kritis Rencana Penyelesaian Hal-hal Kritis BAB 11. KAJIAN PENGADAAN Landasan hukum Pengadaan KPBU Pembentukan Panitia Pengadaan BUKU II iv

5 11.3. Tahapan Dalam Pengadaan KPBU Proses Pengadaan Jadwal dan Kontrak BUKU II v

6 DAFTAR TABEL Tabel 1. Indikator Lalu Lintas Tabel 2. Perbandingan Moda Kereta Api Perkotaan Tabel 3. Contoh Spesifikasi Keluaran Proyek KPBU Sektor Transportasi Perkotaan Berbasis Rel Tabel 4. Contoh Manfaat dalam ABMS KPBU Sektor Perkeretaapian Tabel 5. Turunan PP 56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian Tabel 6. Turunan PP 72 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api Tabel 7. Peringkat Kemungkinan Terjadi Risiko Tabel 8. Pemeringkatan Konsekuensi Risiko Tabel 9. Matriks Dampak Risiko Tabel 10. Contoh Matriks Risiko Proyek KPBU Sektor Perkeretaapian Tabel 11. DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Lima Pilar Kebijakan Transportasi Perkotaan... 2 Gambar 2. Kerangka Model Kebutuhan Transportasi Gambar 3. Metodologi Perkiraan Kebutuhan Trnasportasi Gambar 4. Bagan Alir Pemodelan Transportasi Gambar 5. Kerangka Regulasi Bidang Perkeretaapian Gambar 6. Contoh Struktur KPBU untuk Konsesi Pengelolaan Keretaapi Perkotaan Gambar 7. BUKU II vi

7 LATAR BELAKANG Selama beberapa dekade terakhir, semakin banyak daerah perkotaan di seluruh dunia yang mulai menghadapi masalah transportasi. Kenyataan ini terjadi terutama di banyak daerah yang mengalami pertumbuhan pesat di negara-negara berkembang, yang terkadang menerima ratusan penduduk baru setiap harinya. Dampak pertumbuhan demografi yang sejalan dengan peningkatan pergerakan individu tersebut tidak dapat dihalangi. Untuk mempercepat pembangunan transportasi perkotaan, Pemerintah Indonesia memberi perhatian khusus pada lima persoalan yang ditangani dengan strategi-strategi berikut ini: 1. Transportasi dan Interaksi Strategi Penggunaan Lahan, yang bertujuan meningkatkan peran transportasi untuk mendukung pembangunan penggunaan lahan melalui fasilitas Parkir dan Menumpang atau Park and Ride (P & R), Pengembangan Berorientasi Transit atau Transit Oriented Development (TOD), Pengendalian Dampak Transportasi atau Transportation Impact Control (TIC), serta memperbaiki aksesibilitas sampai dengan titik terakhir di wilayah perkotaan; 2. Strategi Perbaikan Mobilitas Kota, yang bertujuan mengoptimalkan peran transportasi umum melalui perbaikan prasarana kota (jalan dan prasarana multimoda), perbaikan transportasi umum kota dan jasa layanan pengiriman; 3. Strategi Pengurangan Kemacetan Kota, yang dimaksudkan untuk mengurangi beban kemacetan di area perkotaan dengan memperkuat Manajemen Kebutuhan Transportasi atau Transportation Demand Management (TDM) dengan efek "dorong" (misalnya Sistem Jalan Berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP), sistem perparkiran, dll.) dan efek "tarik" (misalnya pembangunan sistem Bus Rapid Transit/BRT, Light Rail Transit/LRT dan Mass Rapid Transit/MRT), dan meningkatkan Traffic Supply Management (TSM) dengan pembangunan Sistem Transportasi Cerdas atau Intelligent Transport Systems (ITS) untuk mengatur manajemen kapasitas dan prioritas; 4. Strategi Pengurangan Polusi Udara Kota, yang dimaksudkan untuk mengurangi beban polusi kota dengan mengurangi emisi Gas Rumah Kaca /GRK, polusi udara dan kebisingan; 5. Strategi Peningkatan Keselamatan, yang dimaksudkan untuk meningkatkan keselamatan transportasi jalan raya dengan menambah tingkat kesadaran semua warga negara, dan tetap memperbaiki dan membangun fasilitas serta prasarana yang mendukung keselamatan transportasi jalan raya, sesuai dengan Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) dan Decade of Action for Road Safety. Kebijakan pemerintah tersebut tertuang di dalam 5 pilar kebijakan transportasi perkotaan yang salah satu di dalamnya adalah pengembangan jaringan dan infrastruktur angkutan umum massal seperti disajikan pada gambar 4.1 di bawah ini. BUKU II 1

8 Gambar 1. Lima Pilar Kebijakan Transportasi Perkotaan Pada tingkat domestik, kota-kota besar telah meluncurkan Rencana Induk, yang mengadaptasi strategi nasional diatas untuk memenuhi tantangan dalam negeri. Namun, pertanyaanpertanyaan tentang pendanaan, pelaksanaan, pengelolaan dan pengembangan proyek-proyek transportasi perkotaan tersebut merupakan tantangan dan permasalahannya. Dengan melihat kondisi tersebut, maka Pemerintah perlu membuat suatu terobosan pembangunan transportasi perkotaan yang dalam studi ini berfokus pada angkutan massal berbasis rel yang memadai dengan memanfaatkan sumber pembiayaan alternatif, salah satunya melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). TUJUAN TOOLKIT KPBU Sebagai amanat dari Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional telah menerbitkan Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Peraturan Menteri ini merupakan panduan umum (guideline) bagi pelaksanaan KPBU. Dalam peraturan menteri ini telah disediakan tata cara proses perencanaan, penyiapan dan transaksi proyek kerjasama. Panduan Umum tersebut bertujuan untuk: 1. Memberikan pedoman bagi Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dan pemangku kepentingan mengenai tata cara pelaksanaan KPBU dalam rangka mendorong partisipasi Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur; dan 2. Memberikan pedoman bagi Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah untuk mengatur tata cara pelaksanaan KPBU sesuai dengan kewenangan masing-masing. BUKU II 2

9 Sebagai pendukung panduan umum tersebut, diperlukan perangkat-perangkat (tools) untuk memudahkan PJPK dalam mengimplementasikan pengaturan panduan umum tersebut menjadi dokumen pra studi kelayakan. Perangkat tersebut dapat berupa toolkit atau petunjuk pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha. Tujuan penyusunan toolkit (petunjuk pelaksanaan) Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Berbasis Website adalah 1) Mempermudah para pemangku kepentingan dalam memahami Peraturan Menteri No. 4 Tahun 2015 dalam bentuk yang lebih ramah bagi para pengguna (user friendly) 2) Mempermudah akses dalam memperoleh informasi karena toolkit dibuat berbasiskan website 3) Toolkit yang dibuat per sektor diharapkan memperjelas pengguna dalam menentukan tingkat kedalaman kajian yang diperlukan dalam penyusunan dokumen prastudi kelayakan PENERIMA MANFAAT Penerima manfaat Toolkit (Petunjuk Pelaksanaan) Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Berbasis Website adalah: 1. Kementerian/lembaga/pemerintah daerah 2. Badan usaha pemrakarsa 3. Badan usaha 4. Pemangku kepentingan lainnya MENGAPA PERLU KPBU? Keterbatasan anggaran Pemerintah untuk pembangunan infrastruktur Skema KPBU dapat menjadi alternatif sumber pendanaan dan pembiayaan dalam penyediaan infrastruktur atau layanan publik Skema KPBU memungkinkan pelibatan swasta dalam penentuan proyek yang layak untuk dikembangkan Skema KPBU memungkinkan untuk memilih dan memberi tanggung jawab kepada pihak swasta untuk melakukan pengelolaan secara efisien Skema KPBU memungkinkan untuk memilih dan memberi tanggung jawab kepada pihak swasta untuk melakukan pemeliharaan secara optimal, sehingga layanan publik dapat digunakan dalam waktu yang lebih lama. BUKU II 3

10 INFRASTRUKTUR APA SAJA YANG BISA DIKERJASAMAKAN? Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, maka infrastruktur yang dapat dikerjasamakan merupakan infrastruktur sosial dan infrastruktur ekonomi yang mencakup 19 infrastruktur sektor, yaitu: 1) Infrastruktur transportasi 2) Infrastruktur jalan 3) Infrastruktur sumber daya air dan irigasi 4) Infrastruktur air minum 5) Infrastruktur sistem pengelolaan air limbah terpusat 6) Infrastruktur sistem pengelolaan air limbah setempat 7) Infrastruktur sistem pengelolaan persampahan 8) Infrastruktur telekomunikasi dan informatika 10) Infrastruktur minyak dan gas bumi 11) Infrastruktur konservasi energi 12) Infrastruktur fasilitas perkotaan 13) Infrastruktur kawasan 14) Infrastruktur pariwisata 15) Infrastruktur fasilitas pendidikan 16) Infrastruktur fasilitas sarana olahraga 17) Infrastruktur kesehatan 18) Infrastruktur pemasyarakatan 19) Infrastruktur perumahan rakyat 9) Infrastruktur energi dan ketenagalistrikan TEMPLATE PRASTUDI KELAYAKAN Dalam pembahasan selanjutnya akan diuraikan mengenai isi Prastudi Kelayakan untuk keperluan penyiapan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha untuk sektor Transportasi Perkotaan berbasis rel. Secara umum, isi prastudi kelayakan meliputi: Ringkasan Eksekutif Bab 1 : Pendahuluan Bab 2 : Kajian Kebutuhan dan Kepatuhan Bab 3 : Kajian Teknis Bab 4 : Kajian Ekonomi dan Komersial Bab 5 : Kajian Hukum dan Kelembagaan Bab 6 : Kajian Lingkungan dan Sosial Bab 7 : Kajian Bentuk KPBU BUKU II 4

11 Bab 8 : Kajian Risiko Bab 9 : Kajian Kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah Bab 10 : Kajian Mengenai Hal-hal yang Perlu Ditindaklanjuti (Outstanding Issues) Bab 11 : Kajian Pengadaan Bab 12: Rencana Pelaksanaan Lampiran-lampiran Info Memorandum Bahan Market Sounding Lain-lain BUKU II 5

12 Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif merupakan ringkasan isi Dokumen Prastudi Kelayakan yang akan menjadi titik perhatian (highlight) perencanaan bisnis atau tesis dari rencana bagi pengambil keputusan dalam proses KPBU ini. Tujuan ringkasan eksekutif adalah untuk memberikan gambaran perencanaan pelaksanaan KPBU kepada pembaca. Ringkasan eksekutif harus berisi gambaran singkat tentang latar belakang diperlukan proyek ini dan tujuannya, serta rencana untuk mencapai tujuan tersebut. Terakhir memasukkan jumlah dan tujuan pinjaman atau investasi, jangka waktunya, kelayakan pendanaan dan pernyataan pembayaran bagi pihak PJPK maupun BUP serta manfaat bagi semua pihak. Dalam membuat Ringkasan Ekskutif gunakan kata kunci dengan menjawab 6 pertanyaan yaitu: Siapa, Apa, Dimana, Kapan, Mengapa dan Bagaimana. Adapun pembuatan ringkasan eksekutif secara lengkap harus meliputi sebagai berikut : 1. Pengantar. Awali Ringkasan Eksekutif dengan latar belakang diperlukannya proyek serta mengapa perlunya proyek ini dilakukan dengan skema KPBU. 2. Lokasi Proyek Mendefinisikan rencana lokasi pelaksanaan proyek, mulai dari provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan/desa serta cakupan pelayanannya. 3. Peluang Pasar Mendefinisikan dengan jelas peluang pasar dari proyek yang direncanakan berdasarkan hasil analisa pasar yang dilakukan. 4. Skema Kerjasama yang ditawarkan Mendefinisikan secara ringkas skema KPBU terpilih yang akan ditawarkan beserta dengan alokasi risikonya bagi pihak PJPK dan BUP. 5. Rencana Investasi Menjelaskan rencana investasi, terutama nilai CAPEX yang diperlukan dari pihakpihak yang terlibat dalam pembiayaan investasi (PJPK, BUP dan institusi lainnya bila ada) mencakup Laba Rugi (Income Statement Projection), penghasilan yang diharapkan (Expected Revenue), biaya (Expense) dan proyeksi laba bersih (net profit projection) selama masa kerjasama. 6. Struktur Organisasi Menjelaskan para pemangku kepentingan yang akan telibat dalam KPBU. Penjelasan dapat dilakukan cukup melalui skema organisasi disertai dengan keterangannya. BUKU II 6

13 7. Kesiapan Proyek Menjelaskan prosedur yang telah dilewati serta kebutuhan apa saja yang sudah maupun belum terpenuhi, seperti misalnya ketersediaan lahan, izin lingkungan, dan sebagainya. 8. Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah Menjelaskan posisi Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah dalam proyek KPBU yang akan dilaksanakan.. BUKU II 7

14 Bab 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Menguraikan latar belakang diperlukannya proyek KPBU dilihat dari kebutuhan pengembangan dan pembangunan infrastruktur dan sarana transportasi perkotaan serta pemenuhan target-target pembangunan di sektor transportasi, khususnya transportasi massal berbasis rel, baik secara nasional maupun regional. Beberapa poin penting untuk dapat dimasukkan dalam Latar Belakang ini meliputi: Kondisi transportasi perkotaan; Kendala dalam pengembangan transportasi perkotaan; Kebijakan umum pengembangan transportasi perkotaan; Pembiayaan pengembangan transportasi perkotaan; Kendala dalam penyediaan pembiayaan ataupun pengelolaan transportasi perkotaan khususnya angkutan massal berbasis rel; Kesimpulan kebutuhan penyediaan pembiayaan ataupun pengelolaan transportasi perkotaan berbasis rel dengan melibatkan pihak swasta melalui skema KPBU Maksud dan Tujuan Maksud Mendefinisikan maksud penyusunan Prastudi Kelayakan proyek KPBU ini. Contoh dari maksud tersebut antara lain sebagai berikut: Mengkaji kelayakan proyek KPBU dan mendorong minat swasta untuk berinvestasi dalam pembiayaan penyediaan ataupun pengelolaan transportasi perkotaan berbasis rel. Mengembangkan struktur pembiayaan penyediaan ataupun pengelolaan transportasi perkotaan berbasis rel melalui KPBU. Menyampaikan kajian kelayakan pembiayaan penyediaan ataupun pengelolaan transportasi perkotaan berbasis rel melalui skema KPBU. Dan/atau lainnya. BUKU II 8

15 Tujuan Mendefinisikan tujuan penyusunan Prastudi Kelayakan proyek KPBU ini. Contoh dari tujuan tersebut antara lain sebagai berikut: Memberikan pemahaman kelayakan pelaksanaan pembiayaan penyediaan dan/ataupun pengelolaan transportasi perkotaan berbasis rel melalui skema KPBU. Meningkatkan pelayanan transportasi perkotaan berbasis rel kepada masyarakat. Terciptanya transfer teknologi maupun kemampuan manajerial dalam memberikan pelayanan dan sarana transportasi perkotaan berbasis rel di wilayah proyek. Dan/atau lain-lain Sistematika Pembahasan Menjelaskan sistematika pembahasan dokumen Prastudi Kelayakan, yaitu: Ringkasan Eksekutif Bab 1 : Pendahuluan Bab 2 : Kajian Kebutuhan dan Kepatuhan Bab 3 : Kajian Hukum dan Kelembagaan Bab 4 : Kajian Teknis Bab 5 : Kajian Ekonomi dan Komersial Bab 6 : Kajian Lingkungan dan Sosial Bab 7 : Kajian Bentuk KPBU Bab 8 : Kajian Risiko Bab 9 : Kajian Kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah Bab 10 : Kajian Mengenai Hal-hal yang Perlu Ditindaklanjuti (Outstanding Issues) Bab 11 : Kajian Pengadaan Bab 12: Rencana Pelaksanaan BUKU II 9

16 Bab 2. KAJIAN KEBUTUHAN DAN KEPATUHAN 2.1. Kajian Kebutuhan Permasalahan penyediaan dan pengelolaan sarana transportasi perkotaan harus dapat diuraikan secara jelas. Kadar dan kualitas dari jasa-jasa layanan transportasi perkotaan yang ada serta mengidentifikasi segara permasalahan dan kekurangannya. Untuk mengidentifikasi permasalahan dimaksud, maka beberapa pertanyaan berikut ini harus sudah dapat dijawab pada tahapan Prastudi Kelayakan ini Kondisi Eksisting Sarana Transportasi Perkotaan Menjelaskan kondisi eksisting transportasi perkotaan yang antara lain meliputi: Transportasi perkotaan apa saja yang ada Lokasi dan fungsi transportasi perkotaan Pengelola transportasi perkotaan Pengguna transportasi perkotaan Manfaat sarana transportasi perkotaan Kualitas sarana transportasi perkotaan yang ada Biaya atau tarif penggunaan sarana transportasi perkotaan Tren Wilayah Perkotaan Saat ini Menjelaskan tren wilayah perkotaan saat ini apa saja misalnya pertumbuhan kendaraan bermotor yang pesat yang tidak sebanding dengan pembangunan jalan, Penurunan pangsa penggunaan angkutan umum, berjalan kaki dan sepeda, Penurunan kualitas pusat kota; pemekaran kota yang pesat menjadi penyebaran tak terkendali berbasis mobil, meningkatnya angka kecelakaan, kemacetan dan lain sebagainya Inisiatif Pemerintah/Pemerintah Daerah Menjelaskan apa saja inisiatif Pemerintah/Pemda dalam meningkatkan sarana transportasi perkotaan di wilayah tersebut, termasuk misalnya alokasi anggaran untuk transportasi perkotaan, program apa saja yang sedang atau akan dijalankan, dan lain sebagainya. BUKU II 10

17 Demografi dan Kebutuhan Menjelaskan demografi di wilayah pelayanan fasilitas baik saat ini maupun proyeksi selama tahun perencanaan, kajian kebutuhan sarana transportasi perkotaan, gap antara sarana yang ada dengan sarana yang diperlukan Kajian Kepatuhan Kajian kepatuhan ini bertujuan untuk melihat kesesuaian rencana penyediaan atau pengelolaan sarana transportasi perkotaan dengan rencana-rencana, program-program, dan kebijakan-kebijakan yang ada. Beberapa rencana yang perlu dikaji kesesuaiannya antara lain dijabarkan dalam sub-bab berikut Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Dilakukan kajian bagaimana rencana pengembangan penyediaan sarana transportasi perkotaan berbasis rel sesuai dengan rencana pembangunan di sektor transportasi perkotaan dalam rencana pembangunan jangka panjang nasional Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Dilakukan kajian bagaimana rencana pengembangan penyediaan sarana transportasi perkotaan berbasis rel sesuai dengan rencana pembangunan di sektor transportasi perkotaan nasional dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Dilakukan kajian bagaimana rencana pengembangan penyediaan sarana transportasi perkotaan berbasis rel sesuai dengan rencana pembangunan di sektor transportasi perkotaan jangka menengah di wilayah pelayanan Rencana Strategis Kemenhub Dilakukan kajian bagaimana rencana pengembangan penyediaan sarana prasarana transportasi perkotaan sesuai dengan rencana strategis Kementerian Perhubungan Rencana Strategis Dinas Perhubungan Dilakukan kajian bagaimana rencana pengembangan penyediaan sarana prasarana transportasi perkotaan berbasis rel sesuai dengan rencana strategis Dinas Perhubungan di wilayah pelayanan. BUKU II 11

18 2.3. Kesimpulan Menjelaskan bagaimana rencana pengembangan sarana prasarana transportasi perkotaan berbasis rel dengan skema KPBU sesuai dengan kebutuhan dan juga sesuai dengan rencana-rencana yang ada. BUKU II 12

19 Bab 3. KAJIAN TEKNIS 3.1. Kondisi Eksisting Umumnya, prastudi kelayakan merupakan studi yang dilakukan untuk menentukan lokasi terbaik dari suatu set alternatif pilihan lokasi dalam rangka pembangunan prasarana kereta api (KA) baru. Namun, pada pelaksanaannya, tidak tertutup kemungkinan berupa pengembangan prasarana kereta api eksisting. Oleh karena itu, sub-bab mengenai kondisi eksisting merupakan subbab yang berisikan penjelasan mengenai kondisi saat ini dari tiaptiap alternatif lokasi transportasi perkotaan baik alternatif lokasi yang telah memiliki prasarana KA eksisting maupun tidak Tatanan Perkeretaapian Identifikasi terhadap tatanan perkeretaapian sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam PM 43 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Perkeretaapian Nasional Rencana Induk Jaringan Moda Transportasi Sekitar Menjelaskan mengenai identifikasi terhadap jaringan moda transportasi yang ada disekitar alternatif lokasi beserta dengan hubungannya terhadap rencana pengembangan angkutan massal berbasis rel baru ini Asal Tujuan Transportasi Subbab ini berisi mengenai daerah asal dari angkutan eksisting yang dilayani beserta dengan daerah tujuannya, untuk prakiraan jumlah perpindahan penumpang dalam kawasan perkotaan tersebut Kondisi Sosioekonomi Kondisi sosioekonomi merupakan faktor penting untuk meninjau potensi perkembangan angkutan massal ini. Beberapa kondisi sosioekonomi yang perlu ditinjau antara lain adalah: Populasi penduduk Pola pertumbuhan penduduk Proyeksi penduduk PDRB Pola pertumbuhan PDRB BUKU II 13

20 Proyeksi PDRB Tinjauan terhadap kondisi-kondisi sosioekonomi tersebut harus dilakukan untuk tiaptiap alternatif lokasi Identifikasi Potensi Bencana Identifikasi daerah rawan bencana perlu dilakukan agar dapat mengenali dan mengantisipasi sejak dini potensi dampak bencana yang dapat menggannggu keberlangsungan transportasi perkeretaapian. Hal ini perlu dilakukan agar dapat meminimalkan resiko bencana karena biaya pembangunan infrastruktur perkeretaapian sangat mahal Tinjauan Tata Ruang Tinjauan tata ruang berisikan mengenai kondisi eksisting tata ruang wilayah dari tiap-tiap alternatif lokasi infrastruktur kereta api tersebut meliputi: Struktur tata ruang Identifikasi titik-titik pusat kegiatan Sistem jaringan transportasi Rencana pengembangan Wilayah-wilayah konservasi/khusus 3.3. Aspek Transportasi Kondisi Lalu Lintas Kajian terhadap kondisi lalu lintas dilakukan untuk mengidentifikasi Volume dan komposisi lalu lintas di sekitar koridor rencana jalur kereta api. Kajian meliputi kondisi geometrik, lalu lintas, manajemen lalu lintas, dan lain-lain Indikator Lalu Lintas Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja lalu lintas bergantung pada tipe analisis yang digunakan. Secara umum indikator kinerja lalu lintas yang digunakan dapat dilihat pada tabel dibawah ini. BUKU II 14

21 Tabel 1. Indikator Lalu Lintas No Tipe Analisis Indikator 1 Link-based Volume-Capacity Ratio (VCR) Waktu Tempuh (Travel Time) 2 Network-based Volume-Capacity Ratio (VCR) Rata-rata Waktu Tempuh (Average Travel Time) Rata-rata Jarak Tempuh (Average Travel Distance) Survei Transportasi Pada dasarnya survei transportasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan analisis. Namun, pada umumnya survei yang harus dilakukan adalah survei Traffic Counting (TC). Survei TC membahas mengenai: Titik survei Waktu pelaksanaan survei Jenis/golongan kendaraan yang di-survei Fluktuasi lalu lintas Lalu lintas jam puncak Kinerja Lalu Lintas Subbab ini menjelaskan mengenai perbandingan kinerja lalu lintas terhadap masingmasing alternatif lokasi jalur kereta api. Ukuran perbandingan adalah manfaat yang diperoleh dari suatu alternatif lokasi terhadap alternatif lokasi lainnya. Ukuran perbandingan yang digunakan adalah: Penghematan waktu tempuh Penghematan Biaya Operasi Kendaraan (BOK) Perkiraan Permintaan Transportasi (Demand Forecast) Salah satu faktor yang menentukan optimasi penggunaan armada angkutan kereta api adalah karakteristik dari permintaan transportasi (transportation demand). Oleh karena itu untuk melakukan perencanaan transportasi khususnya berkaitan dengan penggunaan armada angkutan kereta api pengetahuan tentang permintaan transportasi masa mendatang sangat penting. Langkah yang ditempuh untuk mengetahui permintaan transportasi masa mendatang adalah dengan melakukan peramalan permintaan transportasi (transportation demand forcasting) berdasarkan BUKU II 15

22 data sekunder perjalanan penumpang dan kendaraan yang lalu. Beberapa teknik peramalan telah dikembangkan, di mana terbagi dalam dua katagori utama, yaitu: metoda kuantitatif dan metoda kualitatif (teknologis). Metoda kuantitatif dapat dibagi dalam metoda deret berkala (time series) dan metoda regresi berganda (kasual). Sedangkan metoda kualitatif dapat dibagi dalam metoda eksploratoris dan metoda normatif. Gambar 2. Kerangka Model Kebutuhan Gambar 3. Metodologi Perkiraan Kebutuhan 3.4. Aspek Fisik Analisis Teknis Analisis data Teknis, yang memuat: a. Potensi angkutan; Perkiraan jumlah pengguna jasa; BUKU II 16

23 Pertumbuhan perekonomian; Pola pergerakan asal tujuan orang dan/atau barang. b. Pola operasi; Perkiraan volume turun/naik penumpang di setiap stasiun (loading profile).; Rencana kebutuhan sarana perkeretaapian yang akan dioperasikan; Rencana jumlah dan kelas jalur yang akan dibangun; Rencana lokasi dan jenis stasiun; Tata letak dan kebutuhan jalur di stasiun; Sistem persinyalan dan hubungan blok; Waktu tempuh, frekuensi, dan headway kereta api; dan Kecepatan maksimum sarana dan prasarana. c. Kebutuhan lahan; d. Keterpaduan inter dan antar moda, harus memperhatikan keberadaan moda transportasi kereta api dan moda transportasi lainnya; e. Dampak sosial dan lingkungan; memperhatikan dampak sosial terhadap masyarakat; dan dampak terhadap Iingkungan sekitar. f. Panjang jalur kereta api; g. Jenis konstruksi jalan rel (at grade, elevated, underground); h. Kondisi geografi dan topografi; i. Kondisi geologi; j. Kondisi fisik tanah; k. Kelandaian maksimum; l. Perpotongan Pemilihan Lokasi Rute Jalur Kereta Api Terbaik Pemilihan lokasi dilakukan dengan mempertimbangkan seluruh aspek yang telah dibahas pada subbab-subbab sebelumnya. Pemilihan lokasi ini dilakukan untuk menentukan lokasi rute jalur kereta api terbaik dari suatu set alternatif lokasi prasarana kereta api yang terdiri dari trase jalur kereta api, stasiun, dan fasilitas operasi kereta api. Metode pemilihan lokasi dapat dilakukan dengan pemodelan transportasi seperti dijelaskan pada bagan alir gambar 3 dibawah. BUKU II 17

24 Gambar 4. Bagan Alir Pemodelan Transportasi Pendekatan model dimulai dengan menetapkan sistem zona dan jaringan jalan, termasuk di dalamnya adalah karakteristik populasi yang ada di setiap zona. Dengan menggunakan informasi dari data tersebut kemudian di estimasi total perjalanan yang dibangkitkan dan/atau yang ditarik oleh suatu zona tertentu (trip ends) atau disebut dengan proses bangkitan perjalanan (trip generation). Selanjutnya diprediksi dari/kemana tujuan perjalanan yang dibangkitkan atau yang ditarik oleh suatu zona tertentu atau disebut tahap distribusi perjalanan (trip distribution). Dalam tahap ini akan dihasilkan Matriks Asal-Tujuan (MAT). Pada tahap pemilihan moda (modal split) MAT tersebut kemudian dialokasikan sesuai dengan moda transportasi yang digunakan para pelaku perjalanan untuk mencapai tujuan perjalanannya. Dalam tahap ini dihasilkan MAT per moda. Terakhir, pada tahap pembebanan (trip assignment) MAT didistribusikan ke ruasruas jalan yang tersedia di dalam jaringan jalan sesuai dengan kinerja rute yang ada. Tahap ini menghasilkan estimasi arus lalulintas di setiap ruas jalan yang akan menjadi dasar dalam melakukan analisis kinerja. Dengan melihat proses di atas maka secara garis besar proses analisis transportasi terdiri atas beberapa kegiatan utama, yaitu: penetapan wilayah studi, analisis sistem jaringan, analisis kebutuhan pergerakan dan analisis sistem pergerakan. Selanjutnya dari set alternatif lokasi dilakukan pembobotan untuk memilih lokasi terbaik yang dapat dilakukan dengan analisis multikriteria. BUKU II 18

25 a. Penentuan Kriteria Kriteria ditentukan berdasarkan aspek-aspek: Tata ruang Aspek Transportasi Teknis b. Pembobotan Kriteria Pembobotan dilakukan oleh seluruh stakeholder terkait seperti regulator, operator, dan user. c. Analisis Multikriteria Analisis multikriteria dilakukan dengan melakukan skoring terhadap masingmasing alternatif lokasi prasarana kereta api berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya Pemilihan Jenis Moda Kereta Api Perkotaan Pemilihan moda kereta api perkotaan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a. Rencana induk Perkeretaapian b. Jumlah penumpang c. Lahan d. Alinyemen e. Integrasi antar moda f. Kecepatan g. Biaya CAPEX dan OPEX Berikut pada tabel di bawah ini adalah perbandingan moda LRT, Monorel, MRT, dan KRL. Tabel 2. Perbandingan Moda Kereta Api Perkotaan Parameter Monorel LRT MRT KRL Beban Gandar (Ton) >12 >12 Kapasitas Penumpang ± ± ± ± (orang/jam/arah) Jumlah Gerbong per rangkaian Lebar Kereta (meter) 2,7-2,8 2,7-2,8 3,2-3,5 3,2-3,5 Radius Putar (meter) Kecepatan (Km/jam) Daya (Volt DC) BUKU II 19

26 Parameter Monorel LRT MRT KRL Lebar rel umumnya (mm) Jumlah rel Tunggal ganda ganda ganda Kebisingan Tidak bising Bising Bising Bising Teknologi/ supplier Supplier terbatas, kompetisi terbatas Lebih dari 100 supplier, dengan teknologi yang kompetitif Alinyemen Hanya elevated Bisa elevated, at grade, ataupun underground Lahan Biaya operasi dan pemeliharaan Biaya sistem secara keseluruhan Sedikit Lahan, dapat diletakkan elevated di median jalan Lebih mahal daripada LRT alinyemen at grade Lebih mahal daripada LRT alinyemen at grade, namun lebih murah dari MRT/KRL Membutuhkan RoW jalan cukup lebar untuk dua jalur ditambah lansekap. LRT at grade Lebih murah dari monorel LRT dengan alinyemen at grade paling murah Supplier Banyak, dengan teknologi yang kompetitif Bisa elevated, at grade, ataupun underground Membutuhkan lahan yang luas Lebih mahal daripada LRT dan Monorel Lebih mahal dari LRT dan monorel Supplier Banyak, teknologi konvensional Umumnya at grade, namun bisa elevated, underground Membutuhkan lahan yang luas Lebih mahal daripada LRT dan Monorel Lebih mahal dari LRT dan monorel Gambar Rencana Prasarana Kereta Api Gambar rencana prasarana kereta api paling sedikit memuat: a. Titik-titik koordinat, untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi sebagai berikut: Stasiun, depo, balai yasa dan bangunan pendukung lainnya; As rencana jalur kereta api; Jembatan dan terowongan; Patok referensi (bench mark); dan Penyelidikan tanah. b. Lokasi stasiun, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Potensi angkutan berupa pergerakan penumpang dan/atau barang; Pengoperasian kereta api; Kepentingan pelayanan; BUKU II 20

27 Keterpaduan dengan moda transportasi lain; Kondisi geografis. c. Rencana kebutuhan lahan, meliputi: Luas lahan yang akan dibebaskan; Tata guna lahan. Rencana kebutuhan lahan didasarkan atas penentuan (1) kebutuhan stasiun, depo, balai yasa, fasilitas operasi, dan bangunan pendukung lainnya; (2) jalur kereta api yang meliputi ruang manfaat jalur dan ruang milik jalur. d. Skala gambar; Menggunakan besaran tertentu sehingga semua gambar dan notasinya dapat terbaca dengan jelas; Menggunakan sistem skala batang (bar scale) dan/atau skala angka; Menggunakan skala gambar 1:5000 atau yang lebih besar. e. Gambar Rencana Rencana layout prasarana kereta api untuk tiap-tiap alternatif lokasi disajikan dalam gambar teknik Spesifikasi Keluaran Variabel Spesifikasi keluaran antara lain seperti disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 3. Contoh Spesifikasi Keluaran Proyek KPBU Sektor Transportasi Perkotaan Berbasis Rel No Spesifikasi Teknis Keterangan 1 Jenis moda angkutan massal berbasis rel Monorail/LRT/MRT/KRL/KRD 2 Panjang Koridor (Trase) Km 3 Jenis konstruksi jalan rel Lebar rel Elevated/underground/at grade mm 4 Lokasi Depo 5 Jumlah Halte/Stasiun Unit 6 Jarak antar halte/stasiun meter 7 Kelandaian maksimum % 8 Kapasitas per rangkaian PNP 9 Jumlah Rangkaian Gerbong 10 Grafik Perjalanan KA (GAPEKA) PM.35 Tahun 2011 BUKU II 21

28 No Spesifikasi Teknis Keterangan 11 Kapasitas penumpang orang 12 Headway Menit 13 Standar Pelayanan Minimum KA Perkotaan PM 48 tahun Kecepatan Maksimum Km/jam 15 Kebutuhan armada Unit 16 Sistem Sinyal, telekomunikasi, listrik (Sintelis) PM 10,11,12 tahun Jadwal Pelaksanaan Konstruksi Menguraikan jadwal pelaksanaan konstruksi dan pengadaan peralatan yang akan dilakukan. BUKU II 22

29 Bab 4. KAJIAN EKONOMI DAN KOMERSIAL 4.1. Analisis Permintaan (Demand) Analisis permintaan ini ditujukan untuk untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif terkait proyek pengadaan moda kereta api, terutama dari aspek ekonomi, komersial dan jumlah kebutuhan sarana, maka proyeksi jumlah penumpang dari/menuju pusat-pusat kegiatan menjadi sangat penting. Hal ini akan menentukan asumsi perjalanan, pendapatan yang akan diperoleh dari pengusahaan KA, besaran tarif KA yang ideal dan pengaruh-pengaruhnya. Kajian ini berisi ringkasan dari Survai Kebutuhan Nyata (Real Demand Survey RDS) yang akan memuat proporsi penumpang yang mau beralih menggunakan transportasi perkotaan yang berbasis rel ini, kemampuan membayar calon penumpang KA, kesediaan membayar tariff, dan harapan pelayanan yang diinginkan. Kajian RDS transportasi ini juga dapat digunakan untuk mengkonfirmasi analisa demand forecast dan akan dilampirkan dalam Lampiran Prastudi Kelayakan Metodologi Dalam subbab ini dijelaskan mengenai metodologi yang diterapkan dalam melakukan Survai Kebutuhan Nyata/RDS. Beberapa hal penting yang perlu dimasukkan dalam metodologi mencakup: a. Metode pengumpulan data, misalnya dilakukan melalui wawancara kepada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner. Kuesioner memuat pertanyaan menyangkut karakteristik responden dan pertanyaan menyangkut dengan pasar KA yang akan dibangun. b. Metode Analisis, misalnya metode analisis deskriptif, analisis crosstabs, dan/ataupun analisis multinomial logistic regression. Analisis deskriptif berusaha menjelaskan atau menggambarkan karakteristik data hasil survei melalui serangkaian tabel ataupun grafik, sedangkan analisis crosstabs (tabulasi silang) pada prinsipnya menyajikan data dalam bentuk tabulasi, yang meliputi baris dan kolom. Melalui analisis crosstabs dapat dilihat apakah antara variabel pada sisi baris dan variabel pada sisi kolom memiliki hubungan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai Chi-Square yang ditampilkan. Sedangkan untuk melihat sekuat apa hubungan antara variabel dalam baris dengan variabel dalam kolom dapat dilihat dari nilai korelasinya. Analisis multinomial logistic regression (MLR) merupakan perluasan dari binary (dua kategori) logistic regression, dimana variabel tidak bebasnya mempunyai BUKU II 23

30 kategori lebih dari dua. Berbeda dengan analisis deskriptif yang unit analisisnya mencakup 1 (satu) variabel atau biasa disebut individual analisis dan crosstab tabulation yang unit analisisnya mencakup 2 (dua) variabel atau dikenal dengan istilah analisis korelasi. Pada analisis MLR sedikit lebih kompleks karena melibatkan lebih dari dua variabel, dimana terdapat satu variabel bebas yang akan diprediksi oleh beberapa variabel tidak bebas Pelaksanaan Survey dan Pengolahan Data Survai Pada sub-bab ini diterangkan pelaksanaan survai yang telah dilakukan, yang mencakup diantaranya: Jumlah sampel beserta cara penentuan sampel jumlah responden beserta persentase karakteristik respondennya. Kegiatan pelatihan enumerator untuk penguasaan kuesioner dan metode mewawancarai rensponden. Waktu dan lokasi pelaksanaan survei. Receiving dan batching terhadap dokumen hasil survai yang berupa kuesioner. Proses editing dan pengkodean (coding). Tata cara data entry dan perangkat lunak yang digunakan untuk keperluan pengolahan data Analisis Deskriptif Pada sub-bab ini diuraikan hasil analisis secara deskriptif. Beberapa hal yang perlu diuraikan antara lain namun tidak terbatas pada: Informasi kelompok usia calon penumpang KA. Informasi pekerjaan dan kewarganegaraan responden calon penumpang KA. Sarana transportasi eksisting yang digunakan. Biaya yang dikeluarkan responden baik dengan sarana angkutan umum maupun pribadi/dinas. Waktu tempuh perjalanan bila dengan menggunakan transportasi eksisting dibandingkan dengan waktu tempuh rencana KA. Kesediaan membayar tariff rencana KA (willingnes to pay). Keinginan responden untuk menggunakan rencana KA (willingness to use). Ekspetasi utama responden terhadap rencana KA. (misalnya, ketepatan waktu, kenyamanan, tarif, akses ke stasiun, kebersihan stasiun maupun kereta dan fasilitas lainnya) BUKU II 24

31 Waktu tunggu kereta maksimum (headway) yang diharapkan responden Analisis Induktif. Analisis induktif digunakan untuk mengkaji ada tidaknya hubungan antara dua variabel yang ada, juga akan melihat seberapa kuat hubungan yang terjadi jika memang hubungan itu ada. Contoh analisis yang dilakukan adalah misalnya hubungan antara tarif rencana KA dengan: Pekerjaan responden Sarana transportasi yang biasa digunakan Biaya transportasi yang biasa digunakan Lama waktu tempuh Ekspetasi (harapan) Analisis Model Logistic Multinomial Model yang akan dibangun adalah mengenai peluang tarif KA. Pada model ini, ingin diprediksi mengenai peluang tarif KA melalui sejumlah prediktor (variabel bebas). Berdasarkan model yang berhasil dibangun, selanjutnya dilakukan simulasi dengan memperhatikan kombinasi sejumlah variabel bebas (prediktor). Dengan mengandalkan hasil simulasi dapat dibuat analisis lebih lanjut mengenai kecenderungan kesedian responden dalam membayar tarif KA. Kemudian, berangkat dari simulasi dan analisis kecenderungan (peluang) tarif KA akan dapat disimpulkan besar tarif yang pantas Analisis Pasar (Market) Analisis pasar yang dimaksud adalah bukan pasar pelanggan KA namun lebih pada minat dunia usaha pada proyek KPBU ini. Dalam sub-bab ini perlu dimasukkan beberapa hal di bawah ini: Tanggapan dan pendapat investor potensial terhadap rencana proyek KPBU yang diperoleh dari hasil penjajakan minat (market sounding), diantaranya mencakup ketertarikan investor potensial atas tingkat pengembalian investasi yang ditawarkan, risiko utama yang menjadi pertimbangan investor, kebutuhan akan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah. Tanggapan dan pendapat dari lembaga keuangan nasional dan/atau internasional terhadap bankability rencana proyek KPBU, termasuk indikasi besaran pinjaman, jangka waktu, tingkat suku bunga, dan persyaratan perolehan pinjaman yang dapat disediakan, serta risiko utama yang menjadi pertimbangan. BUKU II 25

32 Tanggapan dan pendapat dari lembaga penjaminan terhadap rencana proyek KPBU, diantaranya mencakup risiko-risiko yang dapat dijaminkan, persyaratan dan prosedur perolehan penjaminan, dan lainnya. Identifikasi strategi untuk mengurangi risiko pasar dan meningkatkan persaingan yang sehat dalam pengadaan proyek KPBU. Identifikasi struktur pasar untuk mendapatkan gambaran mengenai tingkat kompetisi dari proyek-proyek KPBU sektor perkeretaapian Analisis Struktur Pendapatan KPBU Berisikan uraian potensi-potensi sumber pendapatan proyek KPBU selama masa perjanjian kerjasama. Untuk sektor kereta api perkotaan, umumnya dibagi menjadi dua: Pendapatan dari tiket penumpang (Farebox); Pendapatan Non-Farebox (TOD, iklan, area parkir, sewa gudang, sewa internet, usaha retail, dan usaha lainnya). Pada sub-bab ini juga dijabarkan mekanisme penyesuaian tarif serta diidentifikasi dampak terhadap pendapatan jika terjadi: kenaikan biaya KPBU (cost over run); pembangunan KPBU selesai lebih awal; pengembalian KPBU melebihi tingkat maksimum yang ditentukan sehngga dimungkinkan pemberlakuan mekanisme penambahan pembagian keuntungan (clawback mechanism); pemberian insentif atau pemotongan pembayaran dalam hal pemenuhan kewajiban Analisis Biaya dan Manfaat Sosial (ABMS) Analisis Biaya Manfaat Sosial (ABMS) atau Social Cost and Benefit Analysis (SCBA) merupakan alat bantu untuk membuat keputusan publik dengan mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat. ABMS membandingkan kondisi dengan ada proyek KPBU dan tanpa ada proyek KPBU. Hasil ABMS digunakan sebagai dasar penentuan kelayakan ekonomi proyek KPBU serta kelayakan untuk dukungan pemerintah. Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah bahwa hasil perhitungan ABMS akan menjadi rujukan bagi pemerintah dalam menentukan besaran dukungan pemerintah. Beberapa hal yang perlu diuraikan dalam Prastudi Kelayakan ini meliputi: BUKU II 26

33 Asumsi umum Periode evaluasi; Faktor konversi; Dan asumsi lain yang diperlukan Manfaat Pada sub-bab ini diuraikan berbagai manfaat yang didapatkan dari kegiatan proyek KPBU KA. Manfaat dari pengembangan kereta api perkotaan dapat beragam tergantung dari jenis serta tujuan pengembangan moda berbasis rel tersebut. Berikut adalah contoh beberapa manfaat yang mungkin terjadi dari investasi perkeretaapian: Tabel 4. Contoh Manfaat dalam ABMS KPBU Sektor Perkeretaapian Manfaat Langsung bagi Penyedia Jasa KA Pendapatan dari tiket penumpang (Farebox) Peningkatan pendapatan dari Non-Farebox Manfaat Langsung bagi Pengguna Jasa/ Penumpang Penghematan dalam hal biaya transportasi Penghematan dalam hal waktu dan tidak macet Kenyamanan Kemudahan akses ke pusat-pusat kegiatan Manfaat Tidak Langsung bagi Pihak Terkait Multiplier effects Mengurangi kemacetan jalan raya Keselamatan dan keamanan Keuntungan bagi pusatpusat kegiatan komersil dan perkantoran Manfaat yang diperhitungkan pada ABMS adalah manfaat yang dapat dikuantifikasi, seperti penghematan biaya transportasi, penghematan waktu, dan lainnya. Manfaat tersebut selanjutnya dikonversi dari nilai finansial menjadi nilai ekonomi Biaya Biaya penyiapan KPBU; Biaya modal; Biaya operasional; Biaya pemeliharaan; Biaya lain-lain yang timbul dari adanya proyek. Biaya yang diperhitungkan merupakan biaya konstan di luar biaya kontijensi dan pajak. Biaya dikonversi dari nilai finansial menjadi nilai ekonomi. BUKU II 27

34 Parameter Penilaian Pada sub-bab ini diuraikan beberapa parameter penilaian ekonomi dari proyek KPBU yang akan akan dilaksanakan. Parameter tersebut meliputi: Economic Internal Rate of Return (EIRR); Economic Net Present Value (ENPV); Economic Benefit Cost Ratio (BCR) Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengkaji pengaruh ketidakpastian pelaksanaan KPBU terhadap tingkat kelayakan ekonomi proyek, misalnya: Perubahan nilai social discount rate; Penurunan/kenaikan komponen biaya; Penurunan/kenaikan komponen manfaat 4.5. Analisis Keuangan Pada sub-bab ini diuraikan secara ringkas analisis keuangan dari proyek KPBU yang akan dijalankan. Beberapa hal yang perlu diuraikan dalam analisis keuangan ini antara lain meliputi: Asumsi analisis keuangan Asumsi yang digunakan dalam melakukan perhitungan analisa keuangan proyek KPBU kereta api perkotaan adalah antara lain sebagai berikut : Tingkat inflasi per tahun Persentase pembiayaan sendiri terhadap pinjaman serta tingkat bunga pinjaman pertahun Jumlah penumpang Jumlah pegawai yang akan terlibat beserta penyesuaian gaji sesuai indeks inflasi per tahunnya Lama waktu tunggu. Besarnya tarif penumpang Harga bahan bakar/energi yang digunakan dengan kenaikan sesuai indeks inflasi. BUKU II 28

35 Tarif pajak Biaya kontingensi yang juga merupakan biaya mitigasi risiko, biaya perijinan, pemeliharaan lingkungan dan biaya lainnya. Jangka waktu pengembalian pinjaman termasuk masa tenggangnya Periode kerja sama Pendapatan Menguraikan jenis-jenis pendapatan yang bisa diperoleh dari proyek KPBU. Proyeksi pendapatan disiapkan berdasarkan struktur pendapatan KPBU yang telah dianalisis sebelumnya Biaya Menguraikan biaya-biaya yang perlu dikeluarkan selama masa kerjasama mulai dari tahap konstruksi hingga pengoperasian dan pemeliharaannya. Unsur biaya yang perlu dikaji meliputi: Biaya investasi (CAPEX) Berisikan ringkasan biaya investasi, baik oleh PJPK, Badan Usaha maupun secara total. Ringkasan ini juga terdiri dari dua harga, yaitu harga konstan dan harga berlaku. Ringkasan biaya investasi ini di-breakdown per tahun. Untuk biaya investasi (CAPEX) sektor kereta api perkotaan ini antara lain meliputi : - Biaya investasi untuk akuisisi dan pematangan tanah kawasan, reklamasi - Biaya investasi untuk pembangunan rel - Biaya investasi untuk pembangunan stasiun - Biaya investasi untuk pembangunan depo - Biaya investasi untuk pembangunan bangunan penunjang - Biaya investasi untuk pembangunan sintelis - Biaya investasi untuk pembangunan infrastruktur kawasan, termasuk jalan akses, tempat parkir, dll. - Biaya investasi untuk sarana - Dan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan (jenis dan tujuan pengembangan kereta api) Selain itu juga ada working capital yang timbul dari pengoperasian proyek investasi ini, pihak manajemen memperkirakan adanya biaya lain-lain yang BUKU II 29

36 mencakup biaya perizinan, biaya kunjungan pihak manajemen ke lokasi proyek, biaya bantuan hukum, biaya peresmian, dan biaya pemasaran. Biaya operational dan pemeliharaan (OPEX) Dalam perhitungan biaya OPEX ini, selain asumsi tersebut diatas, perlu juga asumsi tentang biaya-biaya operasional, yang antara lain: - Biaya tenaga kerja - Biaya perbaikan dan pemeliharaan infrastruktur kereta api - Biaya listrik, bahan bakar, dan utilitas - Biaya penyusutan - Biaya asuransi - Biaya bunga hutang - Biaya lainnya Indikator keuangan Indikator keuangan ini akan membahas beberapa indikator penting yang akan menentukan layak tidaknya proyek ini dijalankan oleh Badan Usaha Pelaksana. Beberapa indikator keuangan tersebut adalah: IRR, NPV dan DSCR dari proyek dan modalitas. Perbandingan FIRR proyek terhadap WACC. Jika FIRR lebih besar dari WACC maka Proyek KPBU dinilai LAYAK. Jika NPV yang dihasilkan lebih besar dari 0 maka Proyek KPBU dinilai LAYAK. Jika FIRR ekuitas dibandingkan dengan Minimum Attractive Rate of Return (MARR) masih lebih besar maka Proyek KPBU dinilai LAYAK. Jika DSCR lebih besar dari 1 maka Proyek KPBU dinilai LAYAK Proyeksi Kinerja Keuangan Badan Usaha Pelaksana Pada sub-bab ini akan dikaji proyeksi kinerja keuangan Badan Usaha Pelaksana dengan menggunakan asumsi-asumsi seperti dibahas diatas. Proyeksi keuangan yang perlu dimasukkan dalam Prastudi Kelayakan: Proyeksi laba rugi (income statement) Proyeksi neraca (balance sheet) Proyeksi arus kas (cash flow) BUKU II 30

37 Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengkaji pengaruh ketidakpastian pelaksanaan KPBU terhadap tingkat kelayakan keuangan proyek, misalnya: Penurunan/kenaikan biaya; Penurunan/kenaikan permintaan Analisis Value for Money (Nilai Manfaat Uang) Tujuan dari Analisis Nilai Manfaat Uang (Value for Money VFM) adalah untuk membandingkan dampak finansial dari proyek KPBU (perkiraan penawaran badan usaha) terhadap alternatif penyediaan infrastruktur secara tradisional oleh Pemerintah (Public Sector Comparator PSC). Nilai Manfaat Uang (VFM) merupakan selisih Net Present Value (NPV) PSC dengan NPV KPBU (PPP Bid). Jika Nilai VFM adalah positif, maka proyek tersebut memberikan nilai manfaat. Sebaliknya, jika VFM negatif, maka skema tersebut tidak dipilih. Penilaian VFM membandingkan total biaya proyek dari komparator sektor publik (PSC) dengan itu proyek KPBU dan perbedaan ini disebut sebagai nilai uang. Jika biaya proyek KPBU yang dinilai cenderung menjadi lebih rendah daripada biaya PSC, maka proyek KPBU dikatakan kemungkinan dapat memberikan nilai manfaat positif untuk uang. Penilaian VFM memanfaatkan asumsi tentang ekonomi makro dan lokal masa depan, penilaian risiko probabilistik, model keuangan dan analisis sensitivitas untuk melakukan perbandingan ini dan untuk mengembangkan pemahaman tentang berbagai potensi VFM bahwa proyek dapat bermanfaat. Total biaya proyek dibandingkan pada risiko disesuaikan dan net present value ( "NPV") dasar. Untuk sampai pada biaya risiko yang sesuai, salah satu praktik standar yang sering dilakukan adalah dengan mengembangkan matriks risiko dan mengkuantifikasi risiko tersebut melalui workshop risiko. Penilaian VFM disajikan dalam bab ini telah dilakukan setelah penutupan keuangan untuk proyek tersebut. Bagian berikut memberikan rincian tentang biaya proyek dan hasil penilaian VFM ini. BUKU II 31

38 Competitive neutrality Risk Value for Money Risk Ancillary cost Ancillary cost Financing Financing Base cost Base cost PSC KPBU Perhitungan Biaya Dasar (Base Cost) Menguraikan perbandingan biaya yang dibutuhkan antara PSC dan KPBU untuk menyediakan infrastruktur dan pelayanan yang sama. Untuk PSC Untuk KPBU : CAPEX dan OPEX : CAPEX, OPEX, dan profit Pembiayaan (Financing) Menguraikan perbandingan antara total pembiayaan KPBU dengan PSC. Biasanya total pembiayaan KPBU lebih tinggi daripada PSC karena Badan Usaha memperoleh pinjaman dengan suku bunga yang lebih tinggi Biaya Lain-lain (Ancillary Cost) Menjelaskan biaya lain-lain yang timbul dari pelaksanaan proyek namun tidak terkait langsung dengan proyek, seperti biaya manajemen proyek dan biaya transaksi Risiko Sub-bab ini menguraikan risiko-risiko yang ditanggung oleh Pemerintah. Pada PSC seluruh risiko ditanggung oleh Pemerintah sedangkan pada KPBU sebagian risiko ditransfer kepada Badan Usaha Competitive Neutrality Sub-bab ini menguraikan competitive neutrality yang menghilangkan keuntungan dan kerugian kompetitif yang dimiliki oleh publik. Beberapa biaya, seperti pajak atau asuransi tertentu, yang terdapat pada base cost mungkin tidak dihitung pada komponen base cost dari PSC yang menimbulkan kesalahpahaman. Oleh karena itu, untuk menetralkan hal tersebut, competitive neutrality ditambahkan ke dalam PSC. BUKU II 32

39 Kesimpulan Merekapitulasi perhitungan dari setiap komponen untuk memperoleh gambaran besaran VFM dari proyek KPBU. BUKU II 33

40 Bab 5. KAJIAN HUKUM DAN KELEMBAGAAN 5.1. Kajian Hukum Kajian hukum bertujuan untuk memastikan bahwa rencana proyek KPBU sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait Analisis Peraturan Perundang-undangan a. Peraturan KPBU Menjelaskan diperbolehkannya beserta persyaratannya melakukan KPBU untuk penyediaan infrastruktur, prinsip-prinsip dasar KPBU yang akan diterapkan dalam dalam proyek KPBU yang akan dilaksanakan, dan tahap-tahap penyiapan KPBU yang telah dilaksanakan. Beberapa aturan terkait yang berlaku saat toolkit ini disusun adalah: Peraturan Presiden No. 38/2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur dengan point-point penting: - Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur yang disebut dengan skema KPBU (Kerjasama Pemerintah Badan Usaha); - Jenis infrastruktur yang dapat dikerjasamakan melalui skema KPBU adalah infrastruktur transportasi. - KPBU dapat melakukan kerjasama lebih dari satu jenis infrastruktur atau gabungan dari beberapa jenis infrastruktur. - Penentuan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) dalam skema KPBU dilakukan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku di sektor infrastruktur yang dikerjasamakan. - PJPK menetapkan bentuk pengembalian investasi yang meliputi penutupan biaya modal, biaya operasional, dan keuntungan Badan Usaha Pelaksana. Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas No. 4/2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, dengan point-point penting: BUKU II 34

41 - Jenis infrastruktur yang dapat dikerjasamakan berdasarkan panduan umum ini diantaranya mencakup penyediaan dan/atau pengelolaan fasilitas dan/atau pelayanan jasa perkeretaapian. - pelaksanaan KPBU terdiri dari 3 (tiga) tahap yaitu: (i) Tahap Perencanaan; (ii) Tahap Penyiapan; dan (iii) Tahap Transaksi. b. Peraturan Sektor Perkeretaapian Kerangka regulasi sektor perkeretaapian disajikan pada gambar 2 berikut ini. Gambar 5. Kerangka Regulasi Bidang Perkeretaapian UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Poin-poin penting yang perlu dikaji berdasarkan UU ini adalah - Perkeretaapian umum menurut fungsinya terdiri dari perkeretaapian perkotaan dan perkeretaapian antarkota; - Kesesuaian rencana Proyek KPBU Angkutan massal berbasis rel dengan Tatanan Perkeretaapian Nasional. - Ruang lingkup kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa Perkeretaapian perkotaan. - Lokasi jalur/trase kereta api merupakan suatu wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Menteri dengan mempertimbangkan kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata BUKU II 35

42 Ruang Wilayah Kabupaten/Kota serta memenuhi persyaratan kelayakan teknis dan operasional. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian Poin-poin penting yang perlu dikaji berdasarkan peraturan pemerintah ini adalah - Penyelenggara sarana dan atau prasarana Perkeretaapian umum terdiri atas: Badan Usaha sebagai penyelenggara, baik secara sendirisendiri maupun melalui kerjasama; Dalam hal tidak ada Badan Usaha yang menyelenggarakan perkeretaapian umum, Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan sarana dan atau prasarana perkeretaapian. - Badan Usaha yang menyelenggarakan sarana dan atau prasarana perkeretaapian umum wajib memiliki izin usaha dan izin operasi yang diterbitkan oleh Pemerintah. - Kesesuaian rencana Proyek KPBU Perkeretaapian perkotaan dengan Tatanan Perkeretaapian Umum. - Ruang lingkup kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa Perkeretaapian perkotaan. - Ketentuan pemberian konsesi dan bentuk lainnya. - Ketentuan pekerjaan sipil/ persyaratan pembangunan dan pengoperasian sarana prasarana kereta api. Tabel 5. Turunan PP 56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian No Nomor Perihal A Bidang Prasarana 1 PM.10 Tahun 2011 Persyaratan Teknis Peralatan Persinyalan Perkeretaapian 2 PM.11 Tahun 2011 Persyaratan Teknis Peralatan Telekomunikasi Perkeretaapian 3 PM.12 Tahun 2011 Persyaratan Teknis Instalasi Listrik Perkeretaapian 4 PM.29 Tahun 2011 Persyaratan Bangunan Stasiun Kereta Api 5 PM.30 Tahun 2011 Tata Cara Pengujian Dan Pemberian Sertifikat Prasarana Perkeretaapian 6 PM.31 Tahun 2011 Standar Dan Tata Cara Pemeriksaan Prasarana BUKU II 36

43 No Nomor Perihal Perkeretaapian 7 PM.32 Tahun 2011 Standar Dan Tata Cara Perawatan Prasarana Perkeretaapian 8 PM.33 Tahun 2011 Jenis, Kelas Dan Kegiatan Di Stasiun Kereta Api 9 PM.36 Tahun 2011 Perpotongan Dan/Atau Persinggungan Antara Kereta Api Dengan Bangunan Lain 10 PM. 60 Tahun 2012 Persyaratan Teknis Jalur Kereta Api 11 PM.67 Tahun 2012 Pedoman Perhitungan Biaya Perawatan Dan Pengoperasian Prasarana Perkeretaapian (IMO) B Bidang Sarana 12 KM.40 Tahun 2010 Permenhub Nomor KM.40 Tahun KM.41 Tahun 2010 Standar Spesifikasi Teknis Kereta Yang Ditarik Lokomotif 14 PM.175 Tahun 2015 Standar Spesifikasi teknis kereta kecepatan normal dengan penggerak sendiri 15 KM.43 Tahun 2010 Standar Spesifikasi Teknis Gerbong 16 KM.44 Tahun 2010 Standar Spesifikasi Teknis Peralatan Khusus 17 KM.45 Tahun 2010 Standar Spesifikasi Teknis Penomoran Sarana Perkeretaapian 18 PM.13 Tahun 2011 Standar, Tata Cara Pengujian Dan Sertifikasi Kelaikan Kereta Dengan Penggerak Sendiri 19 PM.14 Tahun 2011 Standar,Tata Cara Pengujian Dan Sertifikasi Kelaikan Lokomotif 20 PM.15 Tahun 2011 Standar,Tata Cara Pengujian Dan Sertifikasi Kelaikan Kereta Yang Ditarik Lokomotif 21 PM.16 Tahun 2011 Standar,Tata Cara Pengujian Dan Sertifikasi Kelaikan Peralatan Khusus 22 PM.17 Tahun 2011 Standar, Tata Cara Pengujian Dan Sertifikasi Kelaikan Gerbong 23 PM. 37 Tahun 2014 Standar Spesifikasi Teknis Sarana Perkeretaapian Monorel C Bidang SDM 24 KM.92 Tahun 2010 Keahlian Tenaga Pemeriksa Sarana Perkeretaapian 25 KM.93 Tahun 2010 Keahlian Tenaga Pemeriksa Prasarana Perkeretaapian 26 KM.94 Tahun 2010 Keahlian Tenaga Perawat Sarana Perkeretaapian 27 KM.95 Tahun 2010 Keahlian Tenaga Perawat Prasarana Perkeretaapian 28 KM.96 Tahun 2010 Sertifikasi Keahlian Penguji Sarana Perkeretaapian BUKU II 37

44 No Nomor Perihal 29 PM.97 Tahun 2010 Sertifikasi Keahlian Penguji Prasarana Perkeretaapian 30 PM.18 Tahun 2011 Sertifikat Keahlian Auditor Perkeretaapian 31 PM.21 Tahun 2011 Sertifikat Kecakapan PPKA 32 PM.22 Tahun 2011 Sertifikat Keahlian Inspektur Perkeretaapian 33 PM.23 Tahun 2011 Sertifikat Kecakapan Awak Sarana Perkeretaapian 34 PM.21 Tahun 2014 Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM. 20 Tahun 2011 Tentang Akreditasi Badan Hukum Atau Lembaga Pendidikan Dan Pelatihan Sumber Daya Manusia Perkeretaapian D Bidang Pembinaan/ Perizinan 35 PM.31 Tahun 2012 Perizinan Penyelenggaraan Sarana Perkeretaapian Umum 36 PM.66 Tahun 2013 Perizinan Penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian Umum Keputusan Menteri Perhubungan Nomor PM 43 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk Perkeretaapian Nasional - Kajian dilakukan terhadap kesesuaian sarana prasarana perkeretaapian yang akan dibangun terhadap hierarki perkeretaapian serta proyeksi lalu lintas muatan yang tercantum dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional. Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api Poin-poin penting yang perlu dikaji berdasarkan peraturan pemerintah ini adalah - Ketentuan Jaringan pelayanan kereta api. - Ketentuan pembuatan Grafik perjalanan kereta api (GAPEKA). - Ketentuan dan pedoman penetapan rencana lokasi jalur kereta api. - Ketentuan standar pelayanan minimum dan ketentuan lainnya. BUKU II 38

45 Tabel 6. Turunan PP 72 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan KA No Nomor Perihal A Bidang LLAKA 1 PM.35 Tahun 2011 Tata Cara Dan Standar Pembuatan Grafik Perjalanan Kerata Api 2 PM. 11 Tahun 2012 Tata Cara Penetapan Trase Jalur Kereta Api 3 PM.28 Tahun 2012 Pedoman Perhitungan dan Penetapan Tarif Angkutan Orang Dengan Kereta Api 4 PM.62 Tahun 2013 Pedoman Perhitungan Biaya Penggunaan Prasarana Perkeretaapian Milik Negara (TAC) 5 PM.9 Tahun 2014 Tata Cara Penetapan Jaringan Pelayanan dan Lintas Pelayanan Perkeretaapian 6 48 Tahun 2015 Standar Pelayanan Minimum Untuk Angkutan Orang Dengan Kereta Api B Lain-lain 7 PM. 39 Tahun 2011 Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Barang Milik Negara di Lingkungan Kementerian Perhubungan 8 PM.10 Tahun 2013 Tata Cara Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Angkutan Orang Dengan Kereta Api Untuk Pelayanan Kelas Ekonomi (PSO) 9 PM.59 Tahun 2013 Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 43 Tahun 2012 Tentang Tarif Angkutan Orang Dengan Kereta api Kelas Ekonomi 10 PM.67 Tahun 2013 Perubahan PM.60 Tahun 2013 tentang Tarif Angkutan Orang Dengan Kereta Api Kelas Ekonomi Air Conditioner Peraturan Menteri Perhubungan No. 83 Tahun 2010 tentang Panduan Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur Transportasi. - Kajian dilakukan terhadap tata cara pelaksanaan kerjasama pemerintah dengan badan usaha pada sektor perhubungan. c. Peraturan Terkait Pendirian Badan Usaha Berisikan kajian tentang pendirian badan usaha sebagai badan usaha pelaksana proyek KPBU. Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pendirian Badan Usaha sebagai Badan Usaha Pelaksana pada sektor perkeretaapian sekurang-kurangnya adalah: UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian BUKU II 39

46 Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api d. Peraturan Terkait Lingkungan Berisi kajian terhadap peraturan-peraturan yang terkait dengan aspek lingkungan dan dilakukan penetapan tingkat kajian lingkungan yang perlu dilakukan terkait dengan besaran proyek KPBU yang akan dilakukan, apakah AMDAL, UKL/UPL atau Izin Lingkungan. Peraturan tersebut antara lain: Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2015 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan e. Peraturan Terkait Pembiayaan Daerah Sub-bab ini akan membahas beberapa peraturan terkait pembiayaan infrastruktur, khususnya Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang telah diperbaharui oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 tahun 2007 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun f. Peraturan Terkait Pengadaan Sub-bab ini akan membahas beberapa peraturan terkait pengadaan terutama untuk menentukan tapahan proses pengadaan, apakah pengadaan dilakukan secara satu tahap atau dua tahap dengan melihat spesifikasi keluaran proyek KPBU. Peraturan yang perlu dikaji setidaknya adalah Peraturan Kepala LKPP No. 19 tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur g. Peraturan Terkait Penanaman Modal Berisikan kajian mengenai kesesuaian proyek KPBU sektor Perkeretaapian dengan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Berdasarkan peraturan presiden tersebut, tidak ada batas kepemilikan modal asing untuk bidang usaha penyediaan sarana dan atau prasarana perkeretaapian. BUKU II 40

47 h. Peraturan Terkait Persaingan Usaha Berisikan kajian kesesuaian proyek KPBU sektor perkeretaapian dengan peraturan persaingan usaha diantaranya yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan peraturan pelaksanaannya. i. Peraturan Terkait Ketenagakerjaan Dalam kegiatan pengusahaan perkeretaapian dapat menimbulkan hubungan ketenagakerjaan. Dalam kajian ini berisikan kesesuaian Proyek KPBU perkeretaapian dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. j. Peraturan Terkait Pengadaan Tanah Penyediaan infrastruktur kereta api merupakan bagian dari jenis infrastruktur dalam peraturan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Dalam kajian ini dianalisa kesesuaian proyek KPBU dengan peraturan-peraturan berikut: UU No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden No. 40 Tahun 2014, Peraturan Presiden No. 99 Tahun 2014 dan Peraturan Presiden No. 30 Tahun Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana teleah diuban dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6 Tahun Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 72 Tahun 2012 Tentang Biaya Operasional dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Peraturan Menteri Keuangan No. 13/PMK.02/2013 Tentang Biaya Operasional dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. k. Peraturan Terkait Pemanfaatan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah Pada bagian ini dianalisa kemungkinan pemanfaatan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah dalam Proyek KPBU berdasarkan: BUKU II 41

48 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolan Barang Milik Negara/Daerah Peraturan Menteri Keuangan No. 78/PMK.06/2014 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara Peraturan Peraturan Menteri Keuangan No. 164/PMK.06/2014 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara Dalam Rangka Penyediaan Infrastruktur. l. Persyaratan kepemilikan modal badan usaha di bidang transportasi Berisikan kajian Persyaratan kepemilikan modal badan usaha di bidang transportasi sektor perkeretaapian dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 45 Tahun 2015 Tentang Persyaratan kepemilikan modal badan usaha di bidang transportasi. m. Peraturan Terkait Tarif Pada bagian ini dilakukan analisa terhadap penentuan dan penetapan tarif. Analisa dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan No. 64 Tahun 2016 Tentang Perubahan kedua atas peraturan menteri perhubungan nomor 69 tahun 2014 tentang Pedoman perhitungan dan penetapan tarif angkutan orang dengan kereta api. n. Peraturan Terkait Perpajakan Pada bagian ini dilakukan analisa terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perpajakan khususnya yang berkaitan langsung dengan pengusahaan kereta api oleh Badan Usaha. Pada bagian ini diharapkan dapat teridentifikasi kemungkinan pemberian insentif perpajakan kepada Badan Usaha. o. Peraturan Terkait Dukungan Pemerintah Dalam pelaksanaan skema KPBU, Pemerintah dapat memberikan dukungan pemerintah terhadap badan usaha pelaksana dalam pelaksanaan KPBU. Berkaitan dengan pemberian dukungan pemerintah atas sebagian biaya konstruksi, perlu dilakukan analisa terhadap Peraturan Menteri Keuangan No. 223/PMK.011/2012 Pemberian Dukungan Kelayakan Atas Sebagian Biaya Konstruksi Pada Proyek Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Pelaksanaan Infrastruktur. p. Peraturan Terkait Jaminan Pemerintah Dalam pelaksanaan skema KPBU, pemerintah dapat memberikan jaminan pemerintah dalam bentuk penjaminan infrastruktur. Jaminan pemerintah dapat diberikan oleh Menteri Keuangan melalui PT.Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) selaku badan usaha penjaminan infrastruktur. Jaminan pemerinah BUKU II 42

49 diberikan dengan memperhatikan prinsip pengelolaan dan pengendalian risiko keuangan dalam APBN. Pada bagian ini dilakukan analisa terhadap Proses pemberian jaminan pemerintah oleh PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) yang diatur dalam: Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur; dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 260/PMK.011/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha. Peraturan Menteri Keuangan No. 265/PMK.08/2015 tentang Fasilitas dalam Rangka Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Proyek KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur Risiko Hukum dan Strategi Mitigasi Menguraikan isu-isu hukum yang berpotensi memberikan pengaruh/dampak pada penyiapan, transaksi, maupun pelaksanaan proyek KPBU, serta menjabarkan strategi mitigasi untuk meminimalisasi kemungkinan terjadi dan besaran dampaknya. Misalnya, resiko yang diakibatkan dari diterbitkannya peraturan baru Kebutuhan Perijinan Pada sub-bab ini akan diuraikan perijinan-perijinan yang diperlukan untuk pelaksanaan proyek KPBU serta rencara strategi untuk memperoleh perijinanperijinan tersebut, baik perijinan sebelum proses pengadaan maupun setelah proses pengadaan. Sebagai contoh adalah perijinan AMDAL, Izin Lingkungan, Surat Penetapan Lokasi dari Gubernur, persetujuan prinsip dukungan dan/atau jaminan pemerintah (jika dibutuhkan), dan sebagainya yang diperlukan sebelum proses pengadaan. Sementara Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan sebagainya diperlukan setelah proses pengadaan dan penandatangan kerjasama Rencana dan Jadwal Pemenuhan Persyaratan Peraturan dan Hukum Rencana dan jadwal pemenuhan persyaratan peraturan dan hukum disesuaikan dengan rencana dan jadwal penyiapan, transaksi, serta pelaksanaan proyek KPBU. BUKU II 43

50 5.2. Kajian Kelembagaan Struktur Organisasi KPBU Pada sub-bab ini digambarkan skema atau struktur organisasi dari instansi-instansi yang akan terlibat dalam KPBU beserta dengan penjelasan umumnya. Tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing instansi dijelaskan pada sub-bab berikutnya Penanggung Jawab Proyek Kerjasama Pada bagian ini dilakukan analisa mengenai kewenangan Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala Daerah sebagai PJPK dalam melaksanakan KPBU. Berdasarkan Pasal 23 dan 31 UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian dan Pasal 307 Ayat (2), Pasal 311 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian bahwa Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah sesuai kewenangannya berperan untuk memberikan konsesi atau bentuk lainnya kepada Badan Usaha Penyelenggara perkeretaapian untuk melakukan kegiatan pengusahaan sarana dan atau prasarana perkeretaapian yang dituangkan dalam perjanjian Pemetaan Peran dan Tanggung Jawab Pemangku Kepentingan (Stakeholder Mapping) Dalam sub-bab ini akan diuraikan struktur kelembagaan kerjasama termasuk peran dan tanggung jawab dari masing-masing lembaga terkait. A. Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) Menguraikan tugas dan tanggung jawab PJPK serta apa yang perlu disiapkan oleh PJPK, serta menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan. B. Tim KPBU Berisikan penjelasan mengenai pembentukan Tim Teknis KPBU berdasarkan Surat Penetapan/Surat Keputusan dari PJPK, menguraikan tugas dan tanggung jawab Tim KPBU, serta menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan. C. Badan Usaha Pelaksana (Special Purpose Company - SPC) Menguraikan tugas dan tanggung jawab SPC, serta menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan. D. Pemerintah Daerah BUKU II 44

51 Menguraikan tugas dan peran Pemerintah Daerah dalam mendukung pelaksanaan proyek KPBU ini. Sebagai contoh adalah Pemerintah Daerah mempunyai peran, tugas, dan wewenang sebagai berikut: a. mendorong pengembangan kawasan perdagangan, kawasan industri, dan pusat kegiatan perekonomian lainnya; b. mengawasi terjaminnya kelestarian lingkungan; c. ikut menjamin keselamatan dan keamanan prasarana kereta api; d. membina masyarakat di sekitar lokasi pembangunan dan memfasilitasi masyarakat di wilayahnya untuk dapat berperan serta secara positif terselenggaranya kegiatan operasional kereta api; e. menyediakan pusat informasi muatan di tingkat wilayah; f. memberikan izin mendirikan bangunan; dan g. memberikan rekomendasi dalam penetapan lokasi prasarana kereta api. E. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Menguraikan peranan DPRD dalam tupoksinya untuk urusan legislasi, penganggaran dan pengawasan. Peranan DPRD ini perlu dimasukkan karena proyek KPBU akan menyangkut masalah penganggaran daerah dan juga penetapan tarif. Menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan. F. PT. KAI Menguraikan peran pengelola kereta api eksisting, serta menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan. G. Badan Regulator Menguraikan tugas dan tanggung jawab Badan Regulator apabila memang akan dibentuk. Perlu diuraikan pula mengenai siapa saja anggota Badan Regulator serta siapa yang akan mengesahkan keberadaan badan ini. Menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan. H. PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) Menguraikan tugas dan tanggung jawab PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) apabila proyek KPBU yang direncanakan memerlukan Jaminan Pemerintah. I. Badan Lainnya Menguraikan tugas dan tanggung jawab badan-badan atau lembaga-lembaga lain yang akan terlibat dalam proyek KPBU yang direncanakan. BUKU II 45

52 5.3. Perangkat Regulasi Kelembagaan Berdasarkan analisa terhadap peran dan tanggung jawab pemangku kepentingan (stakeholder) terkait dan Tim KPBU, pada bagian ini dilakukan analisa kebutuhan regulasi untuk mendukung peran dan tanggungjawab lembaga terkait sebagaimana dimaksud Kerangka Acuan Pengambilan Keputusan Berdasarkan analisa terhadap peraturan perundang-undangan serta peran dan tanggung jawab pemangku kepentingan (stakeholder) terkait, pada bagian ini dilakukan analisa kerangka acuan pengambilan keputusan terkait pelaksanaan Proyek KPBU. BUKU II 46

53 Bab 6. KAJIAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL Pada bab ini akan dibahas secara ringkas dari hasil studi lingkungan yang telah dilakukan. Beberapa hal yang perlu masuk dalam bab ini meliputi: 6.1. Pengamanan Lingkungan Pada Dokumen Pra-studi Kelayakan kajian lingkungan hidup yang dilakukan merupakan kajian awal lingkungan (Initial Environmental Examination IEE). Berikut adalah hal-hal yang perlu dikaji dan disampaikan pada kajian awal lingkungan: 1. Latar belakang dan gambaran kegiatan, termasuk namun tidak terbatas pada latar belakang, tujuan dan ruang lingkup kajian awal lingkungan, serta gambaran kegiatan pada setiap tahapan proyek ((i) perencanaan/desain, (ii) konstruksi, (iii) operasi, (iv) end-of-life); 2. Lokasi terkena dampak; 3. Kebijakan dan prosedur lingkungan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan; 4. Evaluasi potensi dampak lingkungan -- matriks dampak proyek: Susun daftar potensi dampak; Identifikasi dan pertimbangkan daftar berdasarkan kelas/tipe dampak; Prediksi dan karakterisasi potensi dampak (besaran, arah (menguntungkan/merugikan), jangkauan, durasi, frekuensi, reversibilitas, kemungkinan terjadi); 5. Rekomendasi aksi penentuan dan mitigasi, termasuk pengawasan dan evaluasi Pengamanan Sosial dan Pengadaan Lahan Sebagian potensi dampak sosial yang ditimbulkan dari proyek KPBU serta rencana mitigasinya telah dibahas pada kajian lingkungan hidup. Namun, jika dampak sosial yang ditimbulkan cukup besar maka perlu diperjelas atau dirinci pada bagian ini. Selain itu, bagian ini juga berfokus pada kegiatan pengadaan tanah untuk tapak proyek KPBU. Berikut adalah hal-hal yang perlu dikaji pada kajian ini: 1. Mengidentifikasi pihak-pihak yang terkena dampak beserta status lahannya; BUKU II 47

54 2. Mengidentifikasi karakteristik sosial dan ekonomi dari pihak-pihak yang terkena dampak; 3. Mengidentifikasi aksi yang harus dilakukan untuk kebutuhan tapak proyek KPBU, apakah pengajuan izin pemanfaatan, pembelian tanah, sewa, atau lainnya; 4. Mengidentifikasi nilai/harga lahan yang akan dibebaskan; 5. Menentukan kompensasi yang akan diberikan kepada pihak-pihak yang terkena dampak dengan mempertimbangkan kapasitas PJPK dalam menyediakan kompensasi tersebut; 6. Menunjuk lembaga atau membentuk tim yang bertanggung jawab untuk pengadaan tanah dan/atau pemukiman kembali; 7. Melaksanakan konsultasi publik kepada pihak-pihak yang terkena dampak; 8. Menyusun jadwal pelaksanaan pengadaan tanah dan/atau pemukiman kembali. Bersamaan dengan penyusunan Dokumen Pra-Studi Kelayakan, PJPK juga harus menyediakan dokumen pendukung terkait kajian lingkungan dan sosial yang dipersyaratkan oleh peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan oleh PJPK: 1. Identifikasi persyaratan dokumen yang perlu disiapkan (wajib AMDAL atau UKL-UPL atau SPPL) untuk memperoleh izin lingkungan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Berikut adalah kriteria proyek KPBU yang wajib memiliki AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup): a. Berlokasi di dalam kawasan lindung dan/atau berbatasan langsung dengan kawasan lindung (batas tapak bersinggungan atau dampak potensial diperkirakan mempengaruhi kawasan lindung terdekat); dan/atau b. Memenuhi salah satu kriteria berikut: Jenis Kegiatan Skala/Besaran Pembangunan Jalur Kereta Api, dengan atau tanpa stasiunnya a. Pada permukaan tanah (at-grade), panjang 25 km b. Di bawah permukaan tanah (underground), panjang semua besaran c. Di atas permukaan tanah (elevated), panjang 5 km BUKU II 48

55 Alasan ilmiah khusus: berpotensi menimbulkan dampak berupa emisi, gangguan lalu lintas, kebisingan, getaran, gangguan pandangan, ekologis, dampak sosial, gangguan jaringan prasaranan sosial (gas, listrik, air minum, telekomunikasi) serta dampak perubahan kestabilan lahan, land subsidence dan air tanah. 2. Dalam menyusun dokumen pendukung (AMDAL ataupun UKL-UPL atau SPPL) PJPK dapat menunjuk konsultan atau tim penyusun. Untuk Tim Penyusun AMDAL diatur oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 7 Tahun BUKU II 49

56 Bab 7. KAJIAN BENTUK KPBU Pada bab ini akan dibahas alternatif-alternatif skema kerjasama yang dapat diterapkan sampai dengan penetapan skemanya. Beberapa hal yang dikaji dalam bab ini meliputi: 7.1. Alternatif Skema Kerjasama Pada sub-bab ini berisikan karakteristik alternatif-alternatif skema KPBU berikut dengan keuntungan dan kerugian/kelemahan dari masing-masing alternatif tersebut. Hasil kajian ini akan menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan alternatif skema KPBU terpilih di subbab berikut Penetapan Skema KPBU Berisikan pertimbangan-pertimbangan dalam menetapkan skema KPBU yang akan diterapkan. Beberapa pertimbangan dapat meliputi pertimbangan hukum dan peraturan, kelembagaan, ketersediaan infrastruktur yang ada, waktu untuk ketersediaan infrastruktur, kemampuan (teknis dan finansial) pemerintah, optimalisasi investasi oleh Badan Usaha pelaksana, kemungkinan pembiayaan dari sumber lain serta pembagian risikonya dan kepastian adanya pengalihan keterampilan manajemen dan teknis dari sektor swasta kepada sektor publik. Setelah didapatkan skema KPBU terpilih, maka dilakukan kajian lebih mendalam terhadap skema terpilih tersebut Lingkup Kerjasama KPBU Berisikan pembagian tanggung jawab antara PJPK dan Badan Usaha Pelaksana. Dalam menentukan lingkup kerjasama ini perlu melihat peraturan yang berlaku, termasuk tupoksi dari lembaga-lembaga terkait. Dalam lingkup ini juga perlu diuraikan faktor-faktor kritis yang akan menentukan suksesnya proyek KPBU, seperti misalnya komitmen, proses pengadaan yang efektif, alokasi dan manajemen risiko, kejelasan spesifikasi keluaran, dan sebagainya. Berikut adalah contoh struktur KPBU yang dapat diterapkan untuk konsesi penuh perkeretaapian: BUKU II 50

57 Gambar 6. Contoh Struktur KPBU untuk Konsesi Pengelolaan Keretaapi Perkotaan Jangka Waktu dan Pentahapan KPBU Penentuan jangka waktu mempertimbangkan tingkat dan jangka waktu pengembalian investasi yang ditanamkan Badan Usaha. Untuk pembangunan kereta api skala besar seringkali perlu dilakukan pentahapan dengan memperhatikan kondisi permintaan ataupun pertimbangan lainnya Keterlibatan Pihak Ketiga Keterlibatan pihak ketiga perlu diidentifikasi termasuk peran, tanggung jawab, kompensasi /pembayaran (jika ada), serta kebutuhan perjanjian Alur Finansial Operasional Pada sub-bab ini diuraikan mengenai aliran keuangan yang direncanakan setelah proyek KPBU diimplementasikan. Perlu dipertimbangkan pembentukan badan khusus pengelola proyek dari sisi PJPK dengan mempertimbangkan legalitas badan usaha tersebut dalam mengelola alur finansial operasional. Badan usaha tersebut bisa saja dalam bentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) atau bentuk lainnya. Uraian alur finansial ini adalah mulai dari penjualan tiket sampai dengan bagaimana membayar kepada SPC. BUKU II 51

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PERSAMPAHAN

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PERSAMPAHAN CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PERSAMPAHAN Checklist Dokumen Prastudi Kelayakan KPBU (Dokumen) ini bukan merupakan template yang bersifat WAJIB melainkan lebih kepada arahan mengenai

Lebih terperinci

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PENERANGAN JALAN UMUM (PJU)

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PENERANGAN JALAN UMUM (PJU) CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PENERANGAN JALAN UMUM (PJU) Checklist Dokumen Prastudi Kelayakan KPBU (Dokumen) ini bukan merupakan template yang bersifat WAJIB melainkan lebih kepada

Lebih terperinci

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR AIR MINUM

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR AIR MINUM CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR AIR MINUM Checklist Dokumen Prastudi Kelayakan KPBU (Dokumen) ini bukan merupakan template yang bersifat WAJIB melainkan lebih kepada arahan mengenai hal-hal

Lebih terperinci

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PELABUHAN

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PELABUHAN CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PELABUHAN Checklist Dokumen Prastudi Kelayakan KPBU (Dokumen) ini bukan merupakan template yang bersifat WAJIB melainkan lebih kepada arahan mengenai hal-hal

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.164, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Penetapan. Trase. Jalur Kereta Api. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 11 TAHUN 2012 TENTANG TATA

Lebih terperinci

1. Kerangka Peraturan Perundangan 2. Dasar Hukum 3. Uji Publik Rencana Kerjasama KPBU Di BPTJ 2018

1. Kerangka Peraturan Perundangan 2. Dasar Hukum 3. Uji Publik Rencana Kerjasama KPBU Di BPTJ 2018 1. Kerangka Peraturan Perundangan 2. Dasar Hukum 3. Uji Publik Rencana Kerjasama KPBU Di BPTJ 2018 4. Latar Belakang Penjajakan Minat (Market Sounding) TOD Poris Plawad 5. Tujuan, Sasaran dan Output 6.

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERA TURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM. 11 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENETAPAN TRASE JALUR KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.662, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS Kerjasama Pemerintah. Badan Usaha. Infrastruktur. Panduan Umum. PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN

Lebih terperinci

NEW YOGYAKARTA INTERNATIONAL AIRPORT (NYIA)

NEW YOGYAKARTA INTERNATIONAL AIRPORT (NYIA) KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN PRA-KELAYAKAN EKONOMI RENCANA PEMBANGUNAN KA BANDARA DALAM MENDUKUNG NEW YOGYAKARTA INTERNATIONAL AIRPORT (NYIA) KEASDEPAN SISTEM TRANSPORTASI MULTIMODA KEDEPUTIAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan transportasi, khususnya kemacetan, sudah menjadi permasalahan utama di wilayah Jabodetabek. Kemacetan umumnya terjadi ketika jam puncak, yaitu ketika pagi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi memiliki peran penting bagi kehidupan masyarakat baik dalam bidang ekonomi, sosial budaya, dan sosial politik, sehingga transportasi menjadi urat nadi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.891, 2012 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL. Proyek Infrastruktur. Rencana. Penyusunan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PELUANG INVESTASI PEMBANGUNAN LRT DAN BRT

PELUANG INVESTASI PEMBANGUNAN LRT DAN BRT PELUANG INVESTASI PEMBANGUNAN LRT DAN BRT Ilustrasi LRT Kota Medan merupakan salah satu dari 5 kota di Indonesia dengan jumlah penduduk diatas 2 juta jiwa (BPS, 2015). Dengan luas 26.510 Hektar (265,10

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan tranportasi atau perangkutan adalah bagian kegiatan ekonomi yang. dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan tranportasi atau perangkutan adalah bagian kegiatan ekonomi yang. dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Transportasi Menurut Drs. H. M. N. Nasution, M. S. Tr. (1996) transportasi diartikan sebagai perpindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan, dan tranportasi atau

Lebih terperinci

TKS 7338 EKONOMI TRANSPORTASI Dr. GITO SUGIYANTO, S.T., M.T.

TKS 7338 EKONOMI TRANSPORTASI Dr. GITO SUGIYANTO, S.T., M.T. TKS 7338 EKONOMI TRANSPORTASI Dr. GITO SUGIYANTO, S.T., M.T. Investment is not just about cold cash, BUT ALSO about imagination and innovation. Imagination to make better use of what we have already. Innovation

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

JUMLAH PERJALANAN JABODETABEK MENCAPAI 25,7 JUTA PERJALANAN/HARI. 18,7 JUTA (72,95 %) MERUPAKAN PERJALANAN INTERNAL DKI JAKARTA, 6,9 JUTA (27,05 %) ME

JUMLAH PERJALANAN JABODETABEK MENCAPAI 25,7 JUTA PERJALANAN/HARI. 18,7 JUTA (72,95 %) MERUPAKAN PERJALANAN INTERNAL DKI JAKARTA, 6,9 JUTA (27,05 %) ME LRT SEBAGAI SOLUSI EFEKTIF MENGATASI KEMACETAN JABODETABEK DISHUBTRANS DKI JAKARTA SEPTEMBER 2015 DISAMPAIKAN DALAM DIALOG PUBLIK DENGAN DTKJ 16 SEPTEMBER 2015 JUMLAH PERJALANAN JABODETABEK MENCAPAI 25,7

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaringan jalan sebagai bagian dari sektor transportasi memiliki peran untuk

BAB I PENDAHULUAN. Jaringan jalan sebagai bagian dari sektor transportasi memiliki peran untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu sektor penting bagi perkembangan perekonomian wilayah dan kehidupan masyarakat. Adanya pertumbuhan dan perkembangan aktivitas di suatu

Lebih terperinci

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u No.62, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Kerja Sama. Infrastruktur. Badan Usaha. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

PENYUSUNAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA KABUPATEN BLITAR PENYUSUNAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA KABUPATEN BLITAR

PENYUSUNAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA KABUPATEN BLITAR PENYUSUNAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA KABUPATEN BLITAR EXECUTIVE SUMMARY 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maksud pelaksanaan pekerjaan pembuatan Rencana Induk Sub Sektor Transportasi Udara sebagai pendukung dan pendorong sektor lainnya serta pemicu pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia terbukti telah bangkit kembali sejak krisis keuangan global pada tahun 1990an. Pada tahun 2009, sebagai contoh, Indonesia telah mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Aktivitas kota menjadi daya tarik bagi masyarakat sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Dengan berkembangnya kehidupan masyarakat, maka semakin banyak pergerakan yang dilakukan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pemindahan atau pergerakan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia.

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENYIAPAN DOKUMEN PROYEK INVESTASI PENYELENGGARAAN MONOREL DI PULAU BATAM

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENYIAPAN DOKUMEN PROYEK INVESTASI PENYELENGGARAAN MONOREL DI PULAU BATAM KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENYIAPAN DOKUMEN PROYEK INVESTASI PENYELENGGARAAN MONOREL DI PULAU BATAM BADAN PENGUSAHAAN BATAM Tahun anggaran 2013 KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENYIAPAN DOKUMEN PROYEK INVESTASI

Lebih terperinci

Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur PLTSa RAWA KUCING

Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur PLTSa RAWA KUCING Penjajakan Minat Pasar (Market Sounding) Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur PLTSa RAWA KUCING 24 Januari 2017 Daftar Isi 1. Latar Belakang Penjajakan Minat Pasar 2. Tahap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi yang bersangkut paut dengan pemenuhan kebutuhan manusia dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi yang bersangkut paut dengan pemenuhan kebutuhan manusia dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Transportasi Transportasi diartikan sebagai perpindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan, dan tranportasi atau perangkutan adalah bagian kegiatan ekonomi yang

Lebih terperinci

KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DIREKTORAT PENGELOLAAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR

KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DIREKTORAT PENGELOLAAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DIREKTORAT PENGELOLAAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur DJPPR Kebutuhan Pembangunan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan telah diatur ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG TATA CARA DAN KRITERIA PENETAPAN SIMPUL DAN LOKASI TERMINAL PENUMPANG SERTA LOKASI FASILITAS PERPINDAHAN MODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT Versi 23 Mei 2017 PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan kehidupan manusia di seluruh dunia tidak terlepas dari yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan kehidupan manusia di seluruh dunia tidak terlepas dari yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan kehidupan manusia di seluruh dunia tidak terlepas dari yang namanya transportasi, transportasi sudah lama ada dan cukup memiliki peranannya dalam

Lebih terperinci

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Bandar Udara. Pembangunan. Pelestarian. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5295) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebuah perusahaan kereta api merupakan suatu organisasi yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebuah perusahaan kereta api merupakan suatu organisasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebuah perusahaan kereta api merupakan suatu organisasi yang menyediakan jasa transportasi bagi manusia dan barang. Sejalan dengan pembangunan yang semakin pesat dewasa

Lebih terperinci

2015, No Mengingat b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 46 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah d

2015, No Mengingat b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 46 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah d No.829, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Kerja Sama. Pemerintah. Badan Usaha. Infrastruktur. Pelaksanaan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urbanisasi merupakan fenomena yang dialami oleh kota-kota besar di Indonesia khususnya. Urbanisasi tersebut terjadi karena belum meratanya pertumbuhan wilayah terutama

Lebih terperinci

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Banyak negara berkembang menghadapi permasalahan transportasi

Lebih terperinci

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, -1- SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoretis Kerangka pemikiran teoretis merupakan suatu penalaran peneliti yang didasarkan pada pengetahuan, teori, dalil, dan proposisi untuk menjawab suatu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab metodologi penelitian ini akan disampaikan bagan alir dimana dalam bagan alir ini menjelaskan tahapan penelitian yang dilakukan dan langkah-langkah apa saja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah hal yang sangat penting untuk menunjang pergerakan manusia dan barang, meningkatnya ekonomi suatu bangsa dipengaruhi oleh sistem transportasi yang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

MATRIKS PENJABARAN PENCAPAIAN KINERJA PROGRAM MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN

MATRIKS PENJABARAN PENCAPAIAN KINERJA PROGRAM MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN MATRIKS PENJABARAN PENCAPAIAN KINERJA PROGRAM MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN No ( Kinerja RPJMD) Program Dedicated 2 Pembangunan Perhubungan dan Transportasi 14.c Program pembangunan Terminal Bus Pulogebang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah perpindahan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan atau tanpa menggunakan alat bantu. Transportasi merupakan unsur penting untuk

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.337, 2014 KEMENHUB. Jaringan Pelayanan. Lintas Pelayanan. Perkeretaapian. Tata Cara. Penetapan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 9 TAHUN 2014

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Transportasi 2. 1. 1 Pengertian Transportasi Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SISTEM BUS RAPID TRANSIT

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SISTEM BUS RAPID TRANSIT PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SALINAN NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SISTEM BUS RAPID TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN KERANGKA PANDUAN UMUM PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA (KPBU) DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PEMBAHASAN KERANGKA PANDUAN UMUM PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA (KPBU) DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PEMBAHASAN KERANGKA PANDUAN UMUM PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA (KPBU) DALAM PENYEDIAAN MATERI PEMBAHASAN MATERI PEMBAHASAN RAPAT: LATAR BELAKANG POKOK DISKUSI PERBANDINGAN KERANGKA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

DIV TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

DIV TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan perekonomian yang semakin meningkat dan pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin tinggi di wilayah DKI Jakarta, maka dampak masalah

Lebih terperinci

Analisis Kelayakan Ekonomi Rencana Pembangunan Jalan Sejajar Jalan Sapan - Buah Batu Bandung

Analisis Kelayakan Ekonomi Rencana Pembangunan Jalan Sejajar Jalan Sapan - Buah Batu Bandung Rekaracana Teknik Sipil Itenas No.x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015 Analisis Kelayakan Ekonomi Rencana Pembangunan Jalan Sejajar Jalan Sapan - Buah Batu Bandung TAUPIK HIDAYAT¹,

Lebih terperinci

Kata kunci : kelayakan, finansial, kereta api, bali

Kata kunci : kelayakan, finansial, kereta api, bali ABSTRAK Dasar dari dilakukannya studi kelayakan kereta api di Bali ini karena tingkat pertumbuhan kendaraan yang tinggi di pulau Bali tidak sebanding dengan tersedianya lahan kosong untuk pelebaran jalan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Studi Pendahuluan. Rumusan Masalah. Tujuan Penelitian. Pengumpulan Data. Analisis Data

BAB III METODE PENELITIAN. Studi Pendahuluan. Rumusan Masalah. Tujuan Penelitian. Pengumpulan Data. Analisis Data BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Sesuai tujuan yang hendak dicapai, maka konsep rancangan penelitian secara skematis ditunjukkan Gambar 3.1 Studi Pendahuluan Studi Pustaka Rumusan Masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angkot Angkutan adalah mode transportasi yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat di Indonesia khususnya di Purwokerto. Angkot merupakan mode transportasi yang murah dan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DITJEN BINA KEUANGAN DAERAH

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DITJEN BINA KEUANGAN DAERAH KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR: KEBIJAKAN DAN MEKANISME PEMBAYARAN KETERSEDIAAN LAYANAN (AVAILABILITY PAYMENT) DALAM APBD Oleh: Ir. BUDI ERNAWAN, MPPM Kasubdit

Lebih terperinci

2012, No.662. www.djpp.depkumham.go.id

2012, No.662. www.djpp.depkumham.go.id 13 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI NEGARA PPN/ KEPALA BAPPENAS NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PANDUAN UMUM PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PANDUAN UMUM PELAKSANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Moda kereta api berperan untuk menurunkan biaya logistik nasional, karena daya angkutnya yang besar akan menghasilkan efisiensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota sebagai pusat pertumbuhan menyebabkan timbulnya daya tarik yang tinggi terhadap perekonomian sehingga menjadi daerah tujuan untuk migrasi. Dengan daya tarik suatu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR [*] TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR [*] TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR [*] TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MODEL PEMILIHAN MODA ANTARA LIGHT RAIL TRANSIT (LRT) DENGAN SEPEDA MOTOR DI JAKARTA

MODEL PEMILIHAN MODA ANTARA LIGHT RAIL TRANSIT (LRT) DENGAN SEPEDA MOTOR DI JAKARTA MODEL PEMILIHAN MODA ANTARA LIGHT RAIL TRANSIT (LRT) DENGAN SEPEDA MOTOR DI JAKARTA Febri Bernadus Santosa 1 dan Najid 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara, Jl. Let. Jend S. Parman No.1 Jakarta

Lebih terperinci

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB VIII PENUTUP

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP A. Kesimpulan 1) Dari hasil kajian dan analisis terhadap berbagai literatur dapat ditarik satu kesimpulan sebagai berikut : a) Ada beberapa definisi tentang angkutan massal namun salah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PEMBANGUNAN JALAN TOL GEMPOL PASURUAN

ANALISIS KELAYAKAN PEMBANGUNAN JALAN TOL GEMPOL PASURUAN ANALISIS KELAYAKAN PEMBANGUNAN JALAN TOL GEMPOL PASURUAN Oleh : CITTO PACAMA FAJRINIA 3109100071 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang 1 BAB. I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Keinginan membangun jaringan Trans Sumatera dengan maksud memberdayakan sumber daya alam yang melimpah dimiliki oleh Sumatera utara dan Riau telah lama direncanakan.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Konservasi Energi pada Sektor Rumah Tangga

Konservasi Energi pada Sektor Rumah Tangga Berdasarkan audit energi, kebutuhan energi di Indonesia dibedakan atas beberapa sektor pengguna energi seperti: industri dan komersial, rumah tangga, transportasi, dan pemerintahan. Berikut ini akan dipaparkan

Lebih terperinci

2015 STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT

2015 STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung telah mengalami perkembangan pesat sebagai kota dengan berbagai aktivitas yang dapat menunjang pertumbuhan

Lebih terperinci

FASILITAS PEMERINTAH UNTUK MENDUKUNG PROYEK KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA (KPBU)

FASILITAS PEMERINTAH UNTUK MENDUKUNG PROYEK KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA (KPBU) KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO Dipersiapkan untuk Market Sounding Proyek KPBU: Pengembangan Rumah Sakit Kanker Dharmais sebagai Pusat Kanker Nasional dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development

Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development C481 Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development Virta Safitri Ramadhani dan Sardjito Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemacetan serius merupakan kejadian sehari-hari yang sering dijumpai di beberapa kota besar di Indonesia. Kemacetan menjadi ciri khusus daerah perkotaan di negara

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No 60 Tahun 2012 tentang persyaratan teknis jalur kereta api, persyaratan tata letak, tata

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL DAFTAR DIAGRAM... DAFTAR GRAFIK...

DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL DAFTAR DIAGRAM... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR ISI Hal HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL DAFTAR DIAGRAM... DAFTAR GRAFIK... i ii iv vii viii ix x BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian....

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan erat dengan permasalahan yang ada

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan membahas mengenai temuan studi, kesimpulan dan rekomendasi yang merupakan sintesa dari hasil kajian indikator ekonomi dalam transportasi berkelanjutan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI Pada bab ini diuraikan beberapa kajian teoretis dari literature dan kajian normatif dari dokumen perundangan dan statutory product lainnya yang diharapkan dapat menjadi dasar pijakan

Lebih terperinci

PERENCANAAN TRAYEK KERETA API DALAM KOTA JURUSAN STASIUN WONOKROMO STASIUN SURABAYA PASAR TURI TUGAS AKHIR

PERENCANAAN TRAYEK KERETA API DALAM KOTA JURUSAN STASIUN WONOKROMO STASIUN SURABAYA PASAR TURI TUGAS AKHIR PERENCANAAN TRAYEK KERETA API DALAM KOTA JURUSAN STASIUN WONOKROMO STASIUN SURABAYA PASAR TURI TUGAS AKHIR Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Teknik Sipil (S-1) Diajukan

Lebih terperinci

Dukuh Atas Interchange Station BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Dukuh Atas Interchange Station BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pertambahan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi industri dan perdagangan merupakan unsur utama perkembangan kota. Kota Jakarta merupakan pusat pemerintahan, perekonomian,

Lebih terperinci

VII. RENCANA KEUANGAN

VII. RENCANA KEUANGAN VII. RENCANA KEUANGAN Rencana keuangan bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Untuk melakukan

Lebih terperinci

1. BPTJ DAN KONDISI JABODETABEK 2. INDIKATOR KINERJA 3. RENCANA INDUK TRANSPORTASI JABODETABEK

1. BPTJ DAN KONDISI JABODETABEK 2. INDIKATOR KINERJA 3. RENCANA INDUK TRANSPORTASI JABODETABEK PERAN BPTJ DALAM MENCIPTAKAN SINERGI PROGRAM REVITALISASI ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN DI JABODETABEK KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENGELOLA TRANSPORTASI JABODETABEK Jakarta, 24 Agustus 2016 T A T A U R U

Lebih terperinci

disatukan dalam urutan tahapan sebagai berikut :

disatukan dalam urutan tahapan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN A. Sistem Transportasi Makro Guna lebih memahami dan mendapatkan alternatif pemecahan masalah yang terbaik, diperlukan pendekatan secara sistem yang dijelaskan dalam bentuk sistem transportasi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para

BAB III LANDASAN TEORI. Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Interaksi Sistem Kegiatan Dan Jaringan Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para perencana transportasi adalah sebagai berikut: 1. Memahami cara kerja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bandar Lampung telah terus berkembang dari sisi jumlah penduduk, kewilayahan dan ekonomi. Perkembangan ini menuntut penyediaan sarana angkutan umum yang sesuai

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk

BAB III LANDASAN TEORI. International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Konsep 3.1.1. Konsep partisipasi Kegiatan Perencanaan Angkutan Pemadu Moda New Yogyakarta International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angkutan Umum Angkutan pada dasarnya adalah sarana untuk memindahkan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang menjangkau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini penulis menjelaskan tinjauan teori-teori yang terkait yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini penulis menjelaskan tinjauan teori-teori yang terkait yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini penulis menjelaskan tinjauan teori-teori yang terkait yang digunakan dalam analisa dan pembahasan penelitian ini satu persatu secara singkat dan kerangka berfikir

Lebih terperinci

KINERJA OPERASI KERETA API BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA

KINERJA OPERASI KERETA API BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA KINERJA OPERASI KERETA API BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA Dewi Rosyani Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha Jalan Suria Sumantri 65 Bandung, Indonesia, 40164 Fax: +62-22-2017622 Phone:

Lebih terperinci