BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pesat. Mulai dari media cetak seperti surat kabar dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pesat. Mulai dari media cetak seperti surat kabar dan"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejak masa reformasi media massa di Indonesia mengalami perkembangan pesat. Mulai dari media cetak seperti surat kabar dan majalah hingga munculnya saluran-saluran baru radio dan televisi. Dari segi isi dan pemberitaan, media juga dapat dikatakan lebih berani dalam mengomentari kebijakan pemerintah atau memberitakan realita di masyarakat. Dalam hal pemberitaan realita di masyarakat, media tidak hanya memberitakan apa yang terjadi, tetapi juga mengkonstruksi realita tersebut, menyembunyikan sebagian fakta dan menonjolkan fakta lainnya. Alex Sobur berpendapat, bahwa isi media pada hakekatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Media menyusun realitas dari berbagai peristiwa yang terjadi hingga menjadi cerita atau wacana yang bermakna. Pembuatan berita di media pada dasarnya adalah penyusunan realitas-realitas hingga membentuk sebuah cerita atau wacana yang bermakna (Hamad, 2004: 11). Guy Cook menyebut tiga hal sentral dalam pengertian wacana, yaitu teks, konteks dan wacana. Eriyanto kemudian menjelaskan ketiga makna tersebut,

2 Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra dan sebagainya. Konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi dimana teks diproduksi. Wacana disini kemudian dimaknai sebagai teks dan konteks bersama-sama. Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa teks memiliki peranan yang signifikan dalam pembentukan wacana. Hal ini dapat dilihat misalnya pada wacana mengenai pendidikan di Indonesia, salah satunya yaitu wacana yang berkembang mengenai lembaga pendidikan agama, dalam hal ini yaitu pondok pesantren. Akhir-akhir ini pemberitaan di surat kabar dan televisi cukup sering memberitakan kasus-kasus kriminal yang terjadi di dalam pesantren. Kasus pelecehan seksual santri yang dilakukan pimpinan pesantren atau guru-guru di lingkungan pondok cukup mendeskreditkan pesantren sebagai pendidikan agama di mata masyarakat, seperti yang terjadi di sebuah Pondok Pesantren di Banjar Baru, Kalimantan Selatan. Seorang guru pesantren memperkosa santrinya sendiri yang duduk dikelas 3 madrasah aliyah. Tidak tanggung-tanggung, kejadian itu dilakukan pada siang hari ( pak.guru. perkosa.murid.di.kompleks.sekolah). Selain itu, pondok pesantren diberitakan juga menjadi sasaran dalam sebuah konflik pemilihan kepala desa, seperti yang terjadi di Pondok Pesantren Al Wasilah di Desa

3 Kuajang, Polewali Mandar Sulawesi Barat. Pesantren ini hangus dibakar dan diduga dilakukan oleh orang yang tidak senang dengan hasil pemilihan kepala desa yang dimenangkan oleh calon kepala desa yang juga merupakan ustad di pondok pesantren tersebut (Buser Liputan 6 SCTV, 23/9/2009). Pola pendidikan pesantren pun mendapat sorotan ketika salah seorang santri di Pondok Pesantren di Kendari, Sulawesi Tenggara harus dilarikan ke rumah sakit akibat direndam di bak penampungan air oleh ustadnya hingga mengalami mual, muntah dan demam tinggi (Buser Liputan 6 SCTV, 10/12/2009). Budaya kekerasan di pesantren pun menjadi sorotan media ketika Handoyo (17), santri Pondok Pesantren Alziziah, Jombang Jawa Timur, tewas akibat dianiaya seniornya (Buser, Liputan 6 SCTV, 21/12/2009). Dan yang cukup menyita perhatian masyarakat adalah pemberitaan pernikahan kedua pemilik Pondok Pesantren Miftahul Jannah, Semarang, Pujiono Cahyo Widiyanto atau yang lebih dikenal dengan Syeh Puji menikahi santriwatinya sendiri yang masih di bawah umur. Beberapa orang tua santri memulangkan anaknya akibat pemberitaan ini. Sejak maraknya pemberitaan kasus teroris di Indonesia, pesantren juga cukup mendapat sorotan media massa. Pemimpin Pondok Pesantren Al Mu min, Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah, Abu Bakar Ba asyir, sosoknya lekat dengan kasus terorisme Beliau bahkan sempat mendekam di balik jeruji besi selama 2,5 tahun akibat dakwaan terlibat dalam peledakan bom di Bali, hingga akhirnya pada Desember 2006 dibebaskan

4 dari segala tuduhan kasus terorisme. Menjelang bulan Ramadhan 1431 H, atau pada pertengahan Agustus kemarin, Abu Bakar Ba asyir kembali ditangkap dengan dugaan terlibat dalam aksi latihan senjata di Nangroe Aceh Darussalam. Akibat pemberitaan ini, pesantren asuhannya menjadi sorotan media dan masyarakat, karena memasukkan tema jihad dalam kurikulum pendidikan pesantren. Bahkan semakin dicurigai karena sebagian alumni pondok pesantren tersebut diduga terlibat dalam beberapa aksi terorisme di Indonesia. Beberapa hari sebelum Amrozi ditangkap, diberitakan santri dan pengasuh Pondok Pesantren Al Islam, Lamongan Jawa Timur, merasa dirugikan akibat seringnya orang-orang tak dikenal mengawasi lingkungan Pesantren. Hal ini dikarenakan pemberitaan media yang mengkait-kaitkan Pesantren Al Islam dengan Amrozi. Padahal menurut pengasuh pondok pesantren Amrozi bukanlah alumni pondok mereka (Gatra, 8/11/2002). Pondok Pesantren Al Mutaqin di Sowan Kidul juga mendapat sorotan karena salah satu buron kasus terorisme bom Marriot dan Ritz Carlton, Bagus Budi Pranoto alias Urwah pernah menjadi santri di pondok pesantren tersebut (Harian SIB, 31/8/2009). Wacana yang berkembang mengenai pendidikan pesantren di atas, cukup mendeskreditkan pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan agama. Dalam pembentukan suatu wacana, media massa dapat menempatkan peranan sangat penting. Pembentukan wacana di masyarakat tidak hanya melalui media massa seperti televisi atau surat

5 kabar saja. Novel dianggap sebagai salah satu media massa hasil manifestasi jurnalistik baru dan jurnalistik sastra yang dapat mewacanakan sesuatu atas interpretasi penulis dalam melihat fenomena yang terjadi di masyarakat. Dalam sebuah novel, cerita yang disampaikan mengandung suatu pesan yang diharapkan dapat menjadi acuan atau pengetahuan baru bagi masyarakat. Di tengah pemberitaan mengenai kasus teroris bom Marriot dan Ritz Carlton, yang mengkaitkan pelakunya dengan latar belakang pendidikan mereka di pesantren, Juli 2009 lalu, Ahmad Fuadi, mantan wartawan Tempo dan VOA menerbitkan sebuah novel berlatar belakang cerita pesantren yaitu Negeri 5 Menara. Novel ini mengangkat cerita pesantren yang berbeda dengan penggambaran media lainnya saat itu. Novel dengan cerita latar belakang pendidikan pesantren memang tidak cukup banyak. Tema-tema yang diangkat juga tidak jauh dengan model pemberitaan yang dapat kita lihat di televisi atau kita baca di surat kabar saat ini. Sebut saja misalnya Pesantren Impian karya Asma Nadia, menceritakan mengenai pesantren di ujung propinsi Nangroe Aceh Darussalam tempat mantan kriminal, anak-anak korban kekerasan rumah tangga atau korban pelecehan seksual yang ingin bertaubat, merupakan penggambaran pesantren sebagai sebuah tempat rehabilitasi. Novel yang diangkat ke layar lebar berjudul Perempuan Berkalung Sorban, sebuah novel karya Abidah El Khalieqy mengangkat cerita santri yang memberontak dengan aturan pesantren yang menurutnya kaku dan

6 mendeskreditkan dirinya sebagai perempuan, merupakan penggambaran pesantren sebagai lembaga pendidikan yang tidak cukup mumpuni dalam menyikapi kehidupan yang lebih modern, bahkan dapat dikatakan tidak mampu bersaing dengan lembaga pendidikan non agama. Beberapa novel angkatan Pujangga Lama meskipun tidak secara langsung berlatar belakang pesantren, namun mencerminkan dunia pesantren, ada dalam karya AA. Navis berjudul Robohnya Surau Kami. Karya mendalam mengenai kehidupan dan jiwa pesantren pernah diterbitkan pada tahun 1979 dalam bentuk otobiografi Saifuddin Zuhri, Guruku Orang-orang dari Pesantren. Namun karya-karya ini tidak cukup dikenal lagi saat sekarang ini, sehingga wacana yang diangkat pun tidak terlalu berpengaruh di kalangan masyarakat. Hal berbeda mengenai dunia pesantren ditampilkan Ahmad Fuadi, penulis trilogi novel Negeri 5 Menara. Novel yang terinspirasi oleh kisah yang dialami penulis selama mengenyam pendidikan pesantren di Pondok Modern Gontor ini, membawa wacana baru mengenai dunia pesantren. Wacana dan realita yang berbeda dengan pemberitaan mengenai pesantren di media massa maupun novel bergenre pesantren sebelumnya. Ahmad Fuadi dalam novelnya menceritakan pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan yang tidak kalah dengan lembaga pendidikan non agama baik negeri maupun swasta. Pesantren tidak hanya tempat buangan anak-anak nakal atau korban kekerasan dalam rumah tangga atau anak-anak yang nilainya tidak cukup untuk masuk ke lembaga pendidikan

7 negeri atau tidak memiliki cukup dana untuk masuk ke lembaga pendidikan swasta. A. Fuadi menggambarkan bahwa pesantren seharusnya menjadi tempat untuk mendidik bibit-bibit unggul calon-calon da i dan menjadi tempat untuk mendalami pendidikan agama. Selain itu juga penulis novel ini juga memberikan gambaran mengenai pola pendidikan dan komunikasi pengajaran ala pesantren yang berbeda dari wacana mengenai pesantren yang berkembang selama ini dan jarang diceritakan atau diberitakan di media manapun. Salah satu metode pengajaran yang digambarkan A. Fuadi adalah bagaimana para santri dapat berkomunikasi secara fasih dengan dua bahasa asing selama 24 jam dalam waktu 4 bulan saja. Metode pendidikan yang dalam pesantren tidak hanya berkutat masalah agama, tetapi ada kesinambungan antara ilmu agama dan ilmu umum. Selain itu juga, pesantren merupakan tempat para santri berkreasi mengembangkan bakatnya, mulai dari seni, musik, fotografi, dan olahraga. Novel ini pun mendapat sambutan yang cukup luas dari khalayak masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya apresiasi dan testimoni yang diberikan oleh tokoh-tokoh pakar pendidikan maupun public figure lainnya. Beberapa surat kabar nasional seperti Kompas dan Republika pun memuat resensi novel ini dan memberikan apresiasinya. Dalam kurun waktu tiga bulan sejak cetakan pertama, novel ini kemudian menjadi Best Seller dan sudah mencapai cetakan ke empat dalam kurun waktu kurang

8 dari enam bulan. Sebuah prestasi tersendiri untuk novel bergenre pendidikan pesantren dengan tokoh utama para santri. Hal-hal seperti ini tidak biasanya dipublikasikan secara luas dalam media. Oleh karena itu, masalah ini menjadi menarik untuk diteliti. Apakah tata bahasa yang dipergunakan dalam novel Negeri 5 Menara dapat merepresentasikan bagaimana pola pendidikan dan komunikasi pengajaran di lingkungan pesantren. Selain itu juga perlu untuk mengetahui apakah yang mendasari penulis novel mengangkat tema pesantren yang berbeda dari yang ditampilkan media massa pada umumnya. Apakah hal ini juga berhubungan dengan apa yang terjadi di masyarakat, opini apa yang berkembang di masyarakat mengenai pendidikan pesantren. Atas dasar inilah peneliti ingin melakukan penelitian mengenai representasi pendidikan pesantren dalam novel Negeri 5 Menara. Representasi ini dianalisis menggunakan teori analisis wacana Norman Fairclough karena teori ini memusatkan perhatian bahasa sebagai praktik kekuasaan, untuk melihat bagaimana pemakai bahasa membawa nilai ideologis tertentu dibutuhkan analisis yang menyeluruh. Bahasa secara sosial dan historis adalah bentuk tindakan dalam hubungan dialektik dengan struktur sosial. Oleh karena itu, analisis dipusatkan pada bagaimana bahasa itu terbentuk dan dibentuk dari relasi sosial dan konteks sosial tertentu. Dalam hal ini bagaimana pendidikan pesantren direpresentasikan.

9 I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimanakah pendidikan pesantren direpresentasikan dalam novel Negeri 5 Menara? I.3. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah ditujukan agar ruang lingkup penelitian dapat lebih jelas, terarah sehingga tidak mengaburkan penelitian. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti adalah: 1. Penelitian pada level teks untuk mencari makna yang ada dibalik penyajian tata bahasa tersebut. 2. Penelitian ini membahas ke masalah discourse practice (kognisi sosial) dan sociocultural practice (konteks sosial) pendidikan pesantren di balik teks secara tersirat. I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan Penelitian: 1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai ideologi penulis dalam menyajikan ceritanya. 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui wacana pada makna isi pesan yang terkandung dalam novel Negeri 5 Menara.

10 3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana representasi pendidikan pesantren yang dibentuk dalam Novel Negeri 5 Menara. I.4.2 Manfaat Penelitian: 1. Secara teoritis penelitian ini ditujukan untuk memperkaya khasanah penelitian tentang media, khususnya tentang kajian media yang diteliti dengan analisis wacana. 2. Secara praktis hasil analisis ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca agar lebih kritis terhadap informasi yang disajikan media. 3. Secara akademis penelitian ini dapat disumbangsihkan kepada Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU, guna memperkaya bahan penelitian dan sumber bacaan terutama kajian analisis wacana. I.5. Kerangka Teori Setiap penelitian sosial membutuhkan teori, karena salah satu unsur yang paling besar peranannya dalam penelitian adalah teori (Singarimbun, 1995:37). Teori berguna untuk menjelaskan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalah. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang

11 menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian yang akan disoroti (Nawawi, 1995:40). Teori menurut Kerlinger diartikan sebagai suatu himpunan konstruk (konsep), definisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menyebarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena atau gejala tertentu (Rakhmat, 2004: 6). Adapun teori-teori yang relevan dengan penelitian ini adalah: I.5.1 Analisis Wacana Kritis Analisis wacana adalah istilah umum yang dipakai dalam beberapa disiplin ilmu dan dengan berbagai pengertian. Titik singgung dari setiap pengertian tersebut adalah analisis wacana berhubungan dengan studi mengenai bahasa atau pemakaian bahasa. Kalau analisis isi kuantitatif lebih menekankan pada pertanyaan apa (what), analisis wacana lebih melihat pada bagaimana (how) dari pesan atau teks komunikasi. Lewat analisis wacana kita bukan hanya mengetahui isi teks berita, tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan. Lewat kata, frasa, kalimat, metafora seperti apa suatu berita disampaikan. Dengan melihat bagaimana bangunan struktur kebahasaan tersebut, analisis wacana lebih bisa melihat makna yang tersembunyi dari suatu teks (Eriyanto, 2001: xv). Terdapat tiga pandangan mengenai bahasa dalam analisis wacana menurut Eriyanto (2001: 4-6). Pandangan pertama disebut positivisme-

12 empiris yang melihat bahasa sebagai jembatan antara manusia dengan objek di luar dirinya. Pengalaman-pengalaman manusia dianggap dapat secara langsung diekspresikan melalui penggunaan bahasa tanpa ada kendali atau distorsi, sejauh ia dinyatakan dengan memakai pernyataanpernyataan yang logis, sintaksis dan memiliki hubungan dengan pengalaman empiris. Salah satu ciri dari pemikiran ini adalah pemisahan antara pemikiran dan realitas. Dalam kaitannya dengan analisis wacana, konsekuensi logis dari pemahaman ini adalah orang tidak perlu mengetahui makna-makna subjektif atau nilai yang mendasari pernyataannya, sebab yang penting adalah apakah pernyataan itu dilontarkan secara benar menurut kaidah sintaksis dan semantik. Pandangan kedua, disebut sebagai konstruktivisme. Aliran ini menolak pandangan positivis-empiris yang memisahkan subjek dan objek bahasa. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan yang dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pernyataan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya. Dalam hal ini, seperti dikatakan A.S Hikam, subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Bahasa dipahami dalam paradigma ini diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri dari

13 sang pembicara. Oleh karena itu, analisis wacana dimaksudkan sebagai suatu analisis untuk membongkar maksud dan makna-makna tertentu. Pandangan ketiga disebut sebagai pandangan kritis. Pandangan ini ingin mengoreksi pandangan konstruktivimsme yang kurang sensitif pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun institusional. Seperti ditulis A.S. Hikam, pandangan konstruktivisme masih belum menganalisis wacana yang pada gilirannya berperan dalam membentuk jenis-jenis subjek tertentu berikut perilakuperilakunya. Analisis wacana tidak dipusatkan pada kebenaran/ketidakbenaran struktur tata bahasa atau proses penafsiran seperti pada analisis konstruktivisme. Analisis wacana menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Bahasa tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar diri si pembicara. Bahasa dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya. Oleh karena itu analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada di dalam setiap proses bahasa; batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai, topik apa yang dibicarakan. Wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan, karena menggunakan paradigma kritis, analisis wacana kategori ini disebut juga dengan analisis wacana kritis.

14 Dalam analisis wacana kritis, wacana disini tidak dipahami sebagai studi bahasa. Bahasa di sini dianalisis bukan dengan menggambarkan semata dari aspek kebahasaan tetapi juga menghubungkan dengan konteks. Artinya bahasa dipakai untuk tujuan dan praktek tertentu termasuk di dalamnya praktek kekuasaan dalam melihat ketimpangan yang terjadi. I.5.2 Analisis Wacana Norman Fairclough Analisis Norman Fairclough didasarkan pertanyaan besar, bagaimana menghubungkan teks yang mikro dengan konteks masyarakat yang makro. Fairclough berusaha membangun suatu model analisis wacana yang mempunyai kontribusi dalam analisis sosial dan budaya, sehingga ia mengkombinasikan tradisi analisis tekstual dengan konteks masyarakat yang lebih luas. Titik perhatian besar dari Fairclough adalah melihat bahasa sebagai praktik kekuasaan. Untuk melihat bagaimana pemakai bahasa membawa nilai ideologis tertentu dibutuhkan analisis yang menyeluruh. Bahasa secara sosial dan historis adalah bentuk tindakan, dalam hubungan dialektik dengan struktur sosial. Oleh karena itu, analisis harus dipusatkan bagaimana bahasa itu terbentuk dan dibentuk oleh relasi sosial dan konteks sosial tertentu. (Eriyanto, 2001: 285). Fairclough memusatkan perhatian wacana pada bahasa. Fairclough menggunakan wacana menunjuk pada pemakaian bahasa sebagai praktek

15 sosial, lebih daripada aktivitas individu atau untuk merefleksikan sesuatu. Memandang bahasa sebagai praktek sosial semacam ini mengandung sejumlah implikasi. Pertama, wacana adalah bentuk dari tindakan, seseorang menggunakan bahasa sebagai suatu tindakan pada dunia dan khususnya sebagai bentuk representasi ketika melihat dunia/realitas. Kedua, model mengimplikasikan adanya hubungan timbal balik antara wacana dan struktur sosial. Di sini wacana terbagi oleh struktur sosial, kelas dan relasi sosial lain yang dihubungkan dengan relasi spesifik dari institusi tertentu seperti pada hukum atau pendidikan, sistem dan klasifikasi. Fairclough membagi analisis wacana dalam tiga dimensi: teks, discourse practice, dan sociocultural practice. Dalam model Fairclough, teks disini dianalisis secara linguistik, dengan melihat kosakata, semantik dan tata kalimat. Ia juga memasukkan koherensi dan kohesivitas, bagaimana antarkata atau kalimat tersebut digabung sehingga membentuk pengertian. Discourse practice merupakan dimensi yang berhubungan dengan proses produksi dan konsumsi teks. Sedangkan sociocultural practice adalah dimensi yang berhubungan dengan konteks di luar teks. Konteks di sini memasukkan banyak hal, seperti konteks situasi, lebih luas adalah konteks dari praktek institusi dari media sendiri dalam hubungannya dengan masyarakat atau budaya dan politik tertentu.

16 I.5.3 Representasi Representasi biasanya dipahami sebagai gambaran sesuatu yang akurat atau realita yang terdistorsi. Representasi tidak hanya berarti to present, to image, atau to depict. Representasi adalah sebuah cara dimana memaknai apa yang diberikan pada benda yang digambarkan. Konsep awal mengenai representasi ini didasarkan pada premis bahwa ada sebuah gap representasi yang menjelaskan perbedaan antara makan yang diberikan oleh representasi dan arti benda yang sebenarnya digambarkan. Hal ini terjadi antara representasi dan benda yang digambarkan. Berlawanan dengan pemahaman standar itu, Stuart Hall beragumentasi bahwa representasi harus dipahami dari peran aktif dan kreatif orang memaknai dunia. So the representation is the way in which meaning is somehow given to the things which are depicted through the images or whatever it is, on screens or the words on a page which stands for what we re talking about. Hall menunjukkan bahwa sebuah imaji akan mempunyai makna yang berbeda dan tidak ada garansi bahwa imaji akan berfungsi atau bekerja sebagaimana mereka dikreasi atau dicipta. Hall menyebutkan Representasi sebagai konstitutif. Representasi tidak hadir sampai setelah selesai direpresentasikan, representasi tidak terjadi setelah sebuah kejadian. Representasi adalah konstitutif dari sebuah kejadian.

17 Representasi adalah bagian dari objek itu sendiri, ia adalah konstitutif darinya. Menurut John Fiske, saat menampilkan objek, peristiwa, gagasan, kelompok atau seseorang paling tidak ada tiga proses yang dihadapi oleh wartawan, dalam penelitian ini berarti penulis novel itu sendiri. Pada level pertama, adalah peristiwa yang ditandakan (encode) sebagai realitas. Pada level kedua, ketika kita memandang sesuatu sebagai realitas, pertanyaan berikutnya adalah bagaimana realitas itu digambarkan. Pada level ketiga, bagaimana peristiwa tersebut diorganisir ke dalam konvensi yang diterima secara ideologis. Menurut Fiske, ketika kita melakukan representasi tidak bisa dihindari kemungkinan menggunakan ideologi tersebut. I.5.4 Ideologi Menurut Sukarna (Sobur, 2004: 64) secara etimologis, ideologi berasal dari bahasa Greek yang terdiri dari idea dan logia. Idea berasal dari kata idein yang berarti melihat. Idea dalam Webster s New Colligate Dictionary berarti something existing in the mind as the result of the formulation on an opinion, plan or like (sesuatu yang ada dalam pikiran atau rencana). Sedangkan logis berasal dari kata logos yang berarti word. Kata ini berasal dari kata legein berarti science atau pengetahuan atau teori. Jadi ideologi menurut kata adalah pencakupan dari yang terlihat atau mengutarakan apa yang terumus dalam pikiran sebagai hasil dari pemikiran.

18 Menurut Aart Van Zoest, dalam sebuah teks tidak akan pernah luput dari sebuah ideologi dan memiliki kemampuan untuk memanipulasi pembaca ke arah suatu ideologi (Sobur, 2004: 60). Setiap makna yang dikonstruksikan selayaknya memiliki suatu kecenderungan ideologi tertentu. Ideologi sebagai kerangka berpikir atau kerangka referensi tertentu yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya (Sudibyo, 2001: 12). Dalam pengertian yang paling umum, ideologi adalah pikiran yang terorganisir yakni nilai, orientasi dan kecenderungan yang saling melengkapi sehingga membentuk perspektif-perspektif ide yang diungkapkan melalui komunikasi dengan media teknologi dan komunikasi antar pribadi. Ideologi dipengaruhi asal-usulnya, asosiasi kelembagaan dan tujuannya, meskipun sejarah dan hubungan-hubungannya tidak pernah jelas seluruhnnya (Lull, 1998: 1). Raymond William mengklasifikasikan penggunaan ideologi dalam tiga ranah. Pertama, suatu sistem kepercayaan yang dimiliki oleh masyarakat atau kelompok atas stratifikasi kelas tertentu. Definisi dalam ranah ini biasanya digunakan oleh para psikologi yang melihat ideologi sebagai suatu perangkat sikap yang dibentuk atau diorganisasikan dalam bentuk yang koheren. Sebuah ideologi dipahami sebagai sesuatu yang berlaku di masyarakat dan tidak berasal dari dalam diri individu itu sendiri.

19 Kedua adalah suatu sistem kepercayaan yang dibuat, dalam ranah ini ideologi merupakan ide palsu atau kesadaran palsu yang akan hancur ketika dihadapkan dengan pengetahuan ilmiah. Jika diartikan, ideologi adalah seperangkat kategori yang dibuat dan kesadaran palsu dimana kelompok yang berkuasa atau yang menempatkan diri sebagai posisi yang dominan menggunakan kekuasaannya untuk mendominasi kelompok yang tidak dominan. Ideologi digambarkan bekerja dengan membuat hubungan-hubungan sosial yang tampak nyata, wajar dan alamiah. Dengan sadar ataupun tidak kita dibuat untuk menerima ideologi tersebut sebagai suatu kebenaran. Ranah yang ketiga, merupakan suatu proses umum produksi makna dan ide. Ideologi diartikan sebagai istilah yang digunakan untuk menggambarkan produksi makna. Berita yang disajikan secara tidak sengaja merupakan gambaran dari ideologi tertentu. Sejumlah perangkat ideologi yang diangkat atau dibentuk dan diperkuat oleh media massa diberikan suatu legitimasi oleh mereka dan didistribusikan secara persuasif, sering menyolok kepada sejumlah khalayak yang besar dalam kategori jumlahnya. I.6. Kerangka Konsep Di dalam setiap penelitian sosial, seorang peneliti harus terlebih dahulu menetapkan variabel-variabel penelitian sebelum memulai pengumpulan data. Hal ini tertuang dalam kerangka konsep karena

20 dengan menetapkan variabel akan mempermudah penelitian. Kerangka sebagai suatu hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dalam memperkirakan segala kemungkinan hasil yang dicapai (Nawawi, 1995: 33). Konsep adalah penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti, yakni istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995: 34). Variabel dalam penelitian ini adalah bentuk analisis wacana Norman Fairclough yang terdiri dari tiga tahap yaitu: 1. Teks 2. Discourse Practice 3. Sociocultural Practice I.7. Operasionalisasi Konsep Makna global dari suatu teks (tema) didukung oleh kerangka teks dan pada akhirnya pilihan kata dan kalimat yang dipakai. Titik perhatian besar dari Fairclough adalah melihat bahasa sebagai praktik kekuasaan. Untuk melihat bagaimana pemakai bahasa membawa nilai ideologis tertentu dibutuhkan analisis yang menyeluruh. Melihat bahasa dalam perspektif ini membawa konsekuensi tertentu. Bahasa secara sosial dan historis adalah bentuk tindakan, dalam hubungan dialektik dengan struktur sosial. Oleh karena itu, analisis harus dipusatkan pada bagaimana

21 bahasa itu terbentuk dan dibentuk dari relasi sosial dan kenteks sosial tertentu. (Eriyanto, 2001: 285). Fairclough membagi analisis wacana dalam tiga dimensi: teks, discourse practice, dan sociocultural practice. Berikut akan diuraikan satu per satu elemen wacana Fairclough tersebut: A. Teks 1. Representasi: pada dasarnya ingin melihat bagaimana seseorang, kelompok, tindakan, kegiatan ditampilkan dalam teks. Representasi dalam pengertian Fairclough dilihat dari dua hal, yakni bagaimana seseorang, kelompok, gagasan, ditampilkan dalam anak kalimat, kombinasi anak kalimat atau rangkaian antarkalimat. 2. Relasi: berhubungan dengan bagaimana partisipan dalam media berhubungan dan ditampilkan dalam teks. Media di sini dipandang sebagai suatu arena sosial, di mana semua kelompok, golongan, dan khalayak yang ada dalam masyarakat saling berhubungan dan menyampaikan versi pendapat dan gagasannya. 3. Identitas: aspek ini melihat bagaimana identitas penulis novel ditampilkan dan dikonstruksikan dalam teks. Apakah ia ingin mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari khalayak ataukah menampilkan dan mengindentifikasi dirinya secara mandiri? B. Discourse Practice Analisis discourse practice memusatkan perhatian pada bagaimana produksi dan konsumsi teks. Teks dibentuk lewat suatu

22 praktik diskursus, yang akan menentukan bagaimana teks tersebut diproduksi. Dalam pandangan Fairclough, ada dua sisi dari praktik diskursus tersebut, yakni produksi teks (di pihak media) dan konsumsi teks (di pihak khayalak). Jadi, kalau ada teks media yang merendahkan atau meninggikan citra pendidikan pesantren, kita harus mencari tahu bagaimana teks tersebut diproduksi dan bagaimana juga teks tersebut dikonsumsi. C. Sociocultural Practice Analisis sociocultural practice didasarkan pada asumsi bahwa konteks sosial yang ada di luar media mempengaruhi bagaimana wacana yang muncul dalam media. Sociocultural practice ini memang tidak berhubungan dengan produksi teks, tetapi ia menentukan bagaimana teks diproduksi dan dipahami. Sociocultural practice menggambarkan bagaiman kekuatan-kekuatan yang ada dalam masyarakat memaknai dan menyebarkan ideologi yang dominan kepada masyarakat. Fairclough membuat tiga level analisis pada sociocultural practice, yaitu: a. Situasional: konteks sosial, bagaimana teks itu diproduksi di antaranya memperhatikan aspek situasional ketika teks tersebut diproduksi. Aspek ini lebih mengarah pada waktu atau suasana yang mikro (konteks peristiwa saat teks dibuat).

23 b. Institusional: aspek ini melihat bagaimana pengaruh institusi organisasi dalam praktik produksi wacana. Institusi ini bisa berasal dari media sendiri, bisa juga kekuatan-kekuatan eksternal di luar media yang menentukan proses produksi berita. c. Sosial: aspek ini memandang bahwa wacana yang muncul dalam media ditentukan oleh perubahan masyarakat. Aspek sosial lebih melihat pada aspek makro seperti sistem politik, sistem ekonomi, sistem budaya masyarakat secara keseluruhan. I.8. Metodelogi Penelitian I.8.1 Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan paradigma kritis, yakni salah satu cara pandang dalam menganalisis media. Metode penelitian ini menggunakan pisau analisis wacana Norman Fairclough. Dalam penelitian yang dianalisis adalah teks, discourse practice, dan sociocultural practice yang melatarbelakangi dibuatnya Novel Negeri 5 Menara yang mengangkat wacana pendidikan pesantren dengan konsep makna pesan yang tersirat. Dalam analisis wacana Fairclough, peneliti dapat melihat secara spesifik faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu wacana. Analisis Norman Fairclough didasarkan pada pertanyaan besar, bagaimana menghubungan teks yang mikro dengan konteks masyarakat

24 yang makro. Fairclough berusaha membangun suatu model analisis wacana yang mempunyai kontribusi dalam analisis sosial dan budaya, sehingga ia mengkombinasikan tradisi analisis tekstual yang selalu melihat bahasa dalam ruang tertutup- dengan konteks masyarakat yang lebih luas. I.8.2 Subjek Penelitian Novel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah seluruh isi cerita yang terdapat dalam novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi (A. Fuadi), yang dibagi dalam 20 bagian cerita dan terdiri dari 80 halaman. Penelitian ini menggunakan novel cetakan kedua, Oktober 2009 yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama. I.8.3 Unit dan Level Analisis Unit yang dianalisis adalah novel Negeri 5 Menara yang dilihat dari teks atas keseluruhan isi cerita dalam novel. Analisis dilakukan dalam tahap teks, discourse practice dan sociocultural practice yang disajikan dalam isi cerita novel tersebut. Sedangkan tingkat analisisnya adalah wacana pada makna pesan yang disampaikan secara tersirat dan representasi pendidikan pesantren yang disajikan dalam cerita novel tersebut.

25 I.8.4 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data Primer, yaitu dimana data unit analisis dari teks-teks yang tertulis pada Novel Negeri 5 Menara. 2. Data Sekunder, yaitu melalui penelitian kepustakaan (Library Research), dengan mengumpulkan literatur serta berbagai sumber bacaan yang relevan dan mendukung penelitian. 3. Wawancara terhadap pengarang Novel Negeri 5 Menara via dan wawancara langsung kepada praktisi atau pengamat pendidikan, alumni pesantren dan pembaca novel Negeri 5 Menara. 8.5 Teknik Analisis Data Analisis data menunjukkan kegiatan penyederhanaan data ke dalam susunan tertentu yang lebih dibaca dan diinterpretasikan. Penelitian ini menganalisis teks, kognisi sosial dan analisis sosial pada novel Negeri 5 Menara dengan menggunakan Analisis Wacana Norman Fairclough. Sebelumnya teks akan ditabulasikan terlebih dahulu dalam sebuah tabel, kemudian dianalisis dengan kerangka analisis wacana Norman Fairclough, untuk kemudian data disederhanakan lagi ke dalam tabel.

26 STRUKTUR Teks Menganalisis bagaimana strategi wacana yang dipakai untuk menggambarkan seseorang atau peristiwa tertentu. Bagaimana strategi tekstual yang dipakai untuk menyingkirkan atau memarjinalkan suatu kelompok, gagasan atau peristiwa tertentu. Sebuah teks bukan hanya menampilkan bagaimana suatu objek digambarkan tetapi juga bagaimana hubungan antar objek didefinisikan Discourse Practice Bagaimana produksi dan konsumsi teks. Sociocultural Practice Konteks sosial yang ada di luar media mempengaruhi bagaimana wacana yang muncul dalam media. METODE Critical Lingusitics STRUKTUR HAL YANG ELEMEN WACANA DIAMATI Representasi Kalimat Anak kalimat, Bagaimana gabungan atau peristiwa, orang, rangkaian kelompok, keadaan antar anak atau apapun kalimat ditampilkan dan digambarkan dalam teks. Relasi Pola Hubungan Analisis Bagaimana hubungan hubungan antara antara penulis, penulis, khalayak khalayak dan dan partisipan berita partisipan ditampilkan dan digambarkan dalam teks. Identitas Identifikasi Analisis Tampilan/Konstru identifikasi ksi Bagaimana identitas penulis, khalayak dan partisipan berita ditampilkan dan digambarkan dalam teks. Wawancara Mendalam Studi Pustaka, Penelusuran Sejarah

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS Setiap penelitian sosial membutuhkan teori, karena salah satu unsur yang paling besar peranannya dalam penelitian adalah teori (Singarimbun, 1995:40). Maka teori berguna untuk menjelaskan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dalam bukunya metode penelitian menyatakan bahwa penelitian. menerus untuk memecahkan suatu masalah. 1 Penelitian merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. dalam bukunya metode penelitian menyatakan bahwa penelitian. menerus untuk memecahkan suatu masalah. 1 Penelitian merupakan BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah seperangkat alat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi berasal dari kata Yunani 'methodologia' yang berarti teknik atau prosedur, yang lebih merujuk kepada alur pemikiran umum atau menyeluruh dan juga gagasan teoritis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam menyelesaikan persoalan penelitian dibutuhkan metode sebagai proses yang harus ditempuh oleh peneliti. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. Relevansi Dalam perkuliahan ini mahasiswa diharapkan sudah punya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Muchammad Nazir dalam bukunya Metode Penelitian menyatakan

BAB III METODE PENELITIAN. Muchammad Nazir dalam bukunya Metode Penelitian menyatakan 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah seperangkat alat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan & Jenis Penelitian Eriyanto (2001) menyatakan bahwa analisis wacana adalah salah satu alternatif dari analisis isi selain analisis isi kuantitatif yang dominan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rencana Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi bukan lagi menjadi isu baru di Indonesia. Rencana tersebut sudah ada sejak tahun 2010. Dikutip dari

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan 25 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai macam informasi. Media massa sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, karena

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA Subur Ismail Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta ABSTRAK Analisis Wacana Kritis merupakan salah satu metode yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal luas sebagai bangsa yang terdiri dari sekitar 300. bergerak maju dan membaur bersama etnis lainnya di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal luas sebagai bangsa yang terdiri dari sekitar 300. bergerak maju dan membaur bersama etnis lainnya di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal luas sebagai bangsa yang terdiri dari sekitar 300 suku bangsa yang masing-masing memiliki identitas kebudayaan sendiri. Penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah cara atau menuju suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang melekat pada kota dalam artian fisikal, sosial,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008 31 BAB 3 METODOLOGI 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton (1990), paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi dalam kehidupan masyarakat. Fungsi-fungsi itu misalnya dari yang paling sederhana

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian Burhan Bungin (2003:63) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif mengacu pada prosedur penelitian yang menghasilkan data secara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sifat Penelitian Berdasarkan paparan latar belakang yang peneliti sampaikan, maka jenis penelitian ini lebih cocok dengan penelitian kualitatif. Menurut Raco

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selanjutnya dicarikan cara pemecahannya. 1

BAB III METODE PENELITIAN. selanjutnya dicarikan cara pemecahannya. 1 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yaitu seperangkat pengetahuan tentang langkahlangkah yang sistematis dan logis tentang pencairan data yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah, dianalisis,

Lebih terperinci

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wacana adalah bahasa yang digunakan untuk merepresentasikan suatu praktik sosial, ditinjau dari sudut pandang tertentu (Fairclough dalam Darma, 2009, hlm

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian Kata metode memiliki arti suatu cara yang di tempuh dan digunakan secara jelas untuk mencapai suatu tujuan, sedangkan penelitian merupakan usaha

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI (1998), pendekatan merupakan suatu usaha/ proses yang dilakukan dalam rangka

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan penelitian adalah terjemahan

BAB III METODE PENELITIAN. mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan penelitian adalah terjemahan BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mencapai sesuatu, dan mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan penelitian adalah terjemahan dari bahasa Inggris research. Research

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sany Rohendi Apriadi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sany Rohendi Apriadi, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pascaruntuhnya runtuhnya kekuasaan orde baru terjaminnya kebebasan pers telah menjadi ruang tersendiri bagi rakyat untuk menggelorakan aspirasi dan kegelisahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma dalam penelitian berita berjudul Maersk Line Wins European Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah alat yang dekat dan mampu berinteraksi secara eksplisit dan implisit

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah alat yang dekat dan mampu berinteraksi secara eksplisit dan implisit 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wacana tidak hanya dipandang sebagai pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan, tetapi juga sebagai bentuk dari praktik sosial. Dalam hal ini, wacana adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana hitam sering identik dengan salah dan putih identik dengan benar. Pertentangan konsep

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA KRITIS TENTANG PEMBERITAAN SUPORTER PERSIB DAN PERSIJA DALAM MEDIA PIKIRAN RAKYAT ONLINE DAN RAKYAT MERDEKA ONLINE

ANALISIS WACANA KRITIS TENTANG PEMBERITAAN SUPORTER PERSIB DAN PERSIJA DALAM MEDIA PIKIRAN RAKYAT ONLINE DAN RAKYAT MERDEKA ONLINE BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berita olahraga merupakan salah satu berita yang sering dihadirkan oleh media untuk menarik jumlah pembaca. Salah satu berita olahraga yang paling diminati masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 46 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Jenis penelitian ini memiliki fokus penelitian yang kompleks dan luas. Ia bermaksud memberi makna

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. upaya untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip dengan sabar, hati-hati dan

BAB III METODE PENELITIAN. upaya untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip dengan sabar, hati-hati dan BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah suatu cara atau teknis yang dilakukan dengan upaya untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip dengan sabar, hati-hati

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian 3.1.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana ialah satuan bahasa yang terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 2006: 49). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdemokrasi seperti saat ini. William L. Rivers menempatkan media massa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdemokrasi seperti saat ini. William L. Rivers menempatkan media massa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan berdemokrasi seperti saat ini. William L. Rivers menempatkan media massa sebagai four estate

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diucapkan dan tersampaikan oleh orang yang mendengarnya. Bahasa juga

BAB 1 PENDAHULUAN. diucapkan dan tersampaikan oleh orang yang mendengarnya. Bahasa juga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah kebutuhan utama bagi setiap individu karena dengan berbahasa kita dapat menyampaikan maksud yang ada di dalam pikiran untuk diucapkan dan tersampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan cepat dan lengkap. Bersamaan dengan itu media komunikasi mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dengan cepat dan lengkap. Bersamaan dengan itu media komunikasi mengalami BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi yang diikuti dengan kemajuan teknologi telah menyentuh hampir semua bidang kehidupan manusia. Arus informasi dari suatu tempat ke tempat lain dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah seperangkat alat pengetahuan tentang langkahlangkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan

BAB I PENDAHULUAN. Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan paradigma kritis. Perspektif kritis ini bertolak dari asumsi umum bahwa realitas kehidupan bukanlah

Lebih terperinci

Bagan 3.1 Desain Penelitian

Bagan 3.1 Desain Penelitian 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Peneliti mencoba mengilustrasikan desain penelitian dalam menganalisis wacana pemberitaan Partai Demokrat dalam Media Indonesia. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi wawasan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi wawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Buku merupakan jendela ilmu. Dengan membaca buku akan banyak pengetahuan yang kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi wawasan yang dikuasai dengan menuliskannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat penting. Posisi penting bahasa tersebut, semakin diakui terutama setelah munculnya

Lebih terperinci

11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom

11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Modul ke: ANALISIS WACANA KRITIS Mengungkap realitas yang dibingkai media, pendekatan analisis kritis, dan model analisis kritis Fakultas 11Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. umum, cara memecah kompleksitas dunia nyata. Dengan demikian, paradigma yang tertanam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. umum, cara memecah kompleksitas dunia nyata. Dengan demikian, paradigma yang tertanam BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Menurut Patton dalam Tahir 1 Paradigma adalah sebuah pandangan dunia, perspektif umum, cara memecah kompleksitas dunia nyata. Dengan demikian, paradigma

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif,

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan analisis wacana kritis. Pendekatan analisis wacana kritis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan hal-hal paling penting sehingga penelitian ini layak dilaksanakan, yakni latar belakang permasalahan, identifikasi masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebebasan pers merupakan salah satu indikator penting dalam membangun suatu negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia. Pasca reformasi 1998 media massa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini, dijelaskan desain penelitian yang digunakan dalam tesis ini. Desain yang dimaksud berkenaan dengan metode penelitian yang meliputi jenis penelitian, data

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Sejauh ini ada tiga macam konstruktivisme seperti yang diungkapkan oleh Suparno : pertama, konstruktivisme radikal; kedua, realisme hipotesis; ketiga, konstruktivisme

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar

BAB V. Penutup. Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar BAB V Penutup A. Kesimpulan Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar Kompas dan Republika dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, produksi wacana mengenai PKI dalam berita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Qacan Kritis Teks Jurnalistik Pada Surat Kabar Online Le Monde

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Qacan Kritis Teks Jurnalistik Pada Surat Kabar Online Le Monde BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media massa pada masa kini telah menjadi salah satu komponen terpenting dalam kehidupan sosial manusia. Melalui media massa, masyarakat dapat mengetahui segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak masa reformasi dunia pers dan jurnalistik mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak masa reformasi dunia pers dan jurnalistik mengalami BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Semenjak masa reformasi dunia pers dan jurnalistik mengalami perkembangan pesat. Perkembangan ini ditandai dengan munculnya media massa mulai dari media cetak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektivitas

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektivitas BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Media massa merupakan sarana manusia untuk memahami realitas. Oleh sebab itu, media massa senantiasa dituntut mempunyai kesesuaian dengan realitas dunia yang benar-benar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian atau metode riset berasal dari Bahasa Inggris. Metode berasal dari kata method, yang berarti ilmu yang menerangkan cara-cara. Kata penelitian merupakan terjemahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media (pers) disebut sebagai the fourth estate (kekuatan keempat) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Media (pers) disebut sebagai the fourth estate (kekuatan keempat) dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media (pers) disebut sebagai the fourth estate (kekuatan keempat) dalam kehidupan sosial-ekonomi dan politik (Sobur, 2009: 30). Dalam hal ini, media digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat akan informasi yang terjadi setiap harinya, sudah menjadi kebutuhan penting di setiap harinya. Media massa merupakan wadah bagi semua informasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Teori konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Deli dan rekan-rekan sejawatnya. Teori konstruktivisme

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam melakukan analisis dan bahasan terhadap suatu persoalan penelitian, ada berbagai alternatif metode penelitian yang digunakan untuk menjawab persoalan penelitian. Oleh sebab

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. analisis isi, dengan model analisis framingnya model Zhongdang Pan dan

BAB III METODE PENELITIAN. analisis isi, dengan model analisis framingnya model Zhongdang Pan dan 47 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian analisis isi, dengan model analisis framingnya model Zhongdang Pan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi dan informasi berkembang pesat di era global. Imbasnya,

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi dan informasi berkembang pesat di era global. Imbasnya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Teknologi dan informasi berkembang pesat di era global. Imbasnya, komunikasi menjadi demikian penting bagi kehidupan masyarakat. Salah satu ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam komunikasi terdapat hal-hal yang harus dipenuhi agar suatu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam komunikasi terdapat hal-hal yang harus dipenuhi agar suatu BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Dalam komunikasi terdapat hal-hal yang harus dipenuhi agar suatu komunikasi tersebut dapat dikatakan efektif. Adanya komunikator, komunikan, media dan yang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pluralis melihat media sebagai saluran yang bebas dan netral, semua pihak dapat

PENDAHULUAN. pluralis melihat media sebagai saluran yang bebas dan netral, semua pihak dapat PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Media dan berita yang diproduksi dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Kaum pluralis melihat media sebagai saluran yang bebas dan netral, semua pihak dapat menyampaikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe atau jenis penelitian ini adalah penelitian interpretif dengan pendekatan kualitatif. Paradigma merupakan sebuah konstruksi manusia yaitu gagasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang bersifat menjelaskan, menggambarkan atau menuturkan dan menafsirkan

BAB III METODE PENELITIAN. yang bersifat menjelaskan, menggambarkan atau menuturkan dan menafsirkan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian deskriptif dengan metode pendekatan kualitatif, merupakan penelitian deskriptif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Muhammad Nazir dalam bukunya "Metode Penelitian", menyatakan bahwa. terus-menerus untuk memecahkan masalah.

BAB III METODE PENELITIAN. Muhammad Nazir dalam bukunya Metode Penelitian, menyatakan bahwa. terus-menerus untuk memecahkan masalah. 34 BAB III METODE PENELITIAN Berbagai literature dalam metodologi penelitian menyatakan bahwa penelitian dilaksanakan dalam rangka memperoleh pemecahan terhadap masalah. Muhammad Nazir dalam bukunya "Metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu sama lain, yakni sebagai media informasi, media pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dengan sendirinya perkembangan usaha penerbitan pers mulai

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dengan sendirinya perkembangan usaha penerbitan pers mulai 9 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Memasuki era reformasi kebebasan pers seolah-olah seperti terlepas dari belenggu yang sebelumnya mengekang arti kebebasan itu sendiri. Dengan sendirinya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Elemen dasar seluruh isi media massa, entah itu hasil liputan seperti berita, laporan pandangan mata, hasil analisis berupa artikel berupa artikel opinion adalah bahasa (verbal dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan secara metodologis dan sistematis. Metodologis berarti menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mediator utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasi, menafsirkan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mediator utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasi, menafsirkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah aspek penting interaksi manusia. Dengan bahasa, baik itu bahasa lisan, tulisan maupun isyarat, orang akan melakukan suatu komunikasi dan kontak sosial.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan untuk mengurai atau menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif. Menurut Crasswell, beberapa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang 59 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk membuat deskripsi tentang suatu fenomena atau deskripsi sejumlah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mencapai sesuatu, dan

BAB III METODE PENELITIAN. Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mencapai sesuatu, dan BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mencapai sesuatu, dan mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan penelitian adalah terjemahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat umumnya memahami wacana sebagai perbincangan terkait topik tertentu.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 95 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Data penelitian ini dikumpulkan dari program tayangan berita di MetroTV dan tvone berkaitan dengan luapan lumpur di Sidoarjo. Peneliti juga melakukan pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan sehari-hari tidak terlepas dari yang namanya komunikasi. Antarindividu tentu melakukan kegiatan komunikasi. Kegiatan komunikasi bisa dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Eksistensi pemberitaan terorisme tidak pernah hilang menghiasi

BAB I PENDAHULUAN. Eksistensi pemberitaan terorisme tidak pernah hilang menghiasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksistensi pemberitaan terorisme tidak pernah hilang menghiasi bingkai pemberitaan media massa di Indonesia. Teror bom yang paling terkenal terjadi di Indonesia diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam komunikasi manusia. Melalui bahasa, manusia dapat mengungkapkan perasaan (emosi), imajinasi, ide dan keinginan yang diwujudkan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Hasil analisa wacana kritis terhadap poligami pada media cetak Islam yakni majalah Sabili, Syir ah dan NooR ternyata menemukan beberapa kesimpulan. Pertama, poligami direpresentasikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan, diperlukan suatu metode

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan, diperlukan suatu metode BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan, diperlukan suatu metode agar mendapatkan hasil yang diinginkan. Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk

Lebih terperinci

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU RESENSI BUKU JUDUL BUKU : Cultural Studies; Teori dan Praktik PENULIS : Chris Barker PENERBIT : Kreasi Wacana, Yogyakarta CETAKAN : Ke-IV, Mei 2008 TEBAL BUKU : xxvi + 470 halaman PENINJAU : Petrus B J

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan istilah analisis bingkai merupakan salah satu bentuk alternatif dari

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan istilah analisis bingkai merupakan salah satu bentuk alternatif dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis framing (bingkai), yang dalam penelitian ini selanjutnya menggunakan istilah analisis bingkai merupakan salah satu bentuk alternatif dari model analisis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitian deskriptif adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telinga masyarakat Indonesia. Human trafficking adalah salah satu kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. telinga masyarakat Indonesia. Human trafficking adalah salah satu kejahatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara tentang perdagangan manusia tentu bukanlah hal baru lagi bagi telinga masyarakat Indonesia. Human trafficking adalah salah satu kejahatan terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wacana kritis oleh kalangan ahli komunikasi. Untuk itu,diperlukan pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. wacana kritis oleh kalangan ahli komunikasi. Untuk itu,diperlukan pengembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Analisis mengenai wacana kritis relatif masih sedikit dilakukan oleh kalangan ahli bahasa. Hal ini bertolak belakang dengan banyaknya penelitian wacana kritis oleh kalangan

Lebih terperinci

Konsep dan Model-Model Analisis Framing. Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom

Konsep dan Model-Model Analisis Framing. Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom Konsep dan Model-Model Analisis Framing Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom Konsep framing telah digunakan secara luas dalam literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penseleksian dan penyorotan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adanya komunikasi dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. Adanya komunikasi dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Setiap hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Adanya komunikasi dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Setiap hari manusia pasti melakukan komunikasi, baik dengan antar individu, maupun kelompok. Karena

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. kondisi empirik objek penelitian berdasarkan karakteristik yang dimiliki. 25

BAB III METODELOGI PENELITIAN. kondisi empirik objek penelitian berdasarkan karakteristik yang dimiliki. 25 BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Dalam penelitian ini tipe yang digunakan adalah bersifat deskriptif kualitatif dimana, penelitian memberikan gambaran atau penjabaran tentang kondisi empirik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berita (news) merupakan sajian utama sebuah media massa di samping views

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berita (news) merupakan sajian utama sebuah media massa di samping views 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berita (news) merupakan sajian utama sebuah media massa di samping views (opini). Mencari bahan berita merupakan tugas pokok wartawan, kemudian menyusunnya menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia yang berupa karya bahasa. Dari zaman ke zaman sudah banyak orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh

BAB I PENDAHULUAN. teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Novel merupakan salah satu jenis media dimana penyampaianya berupa teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh tertentu ataupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan 49 BAB III METODE PENELITIAN A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan konstruksionis. Dan pendekatan ini mempunyai paradigma yang mempunyai posisi dan pandangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mungkin tanpa ada perlakukan terhadap objek yang diteliti 28.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mungkin tanpa ada perlakukan terhadap objek yang diteliti 28. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Sifat penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin

Lebih terperinci