MISKONSEPSI DALAM PEMBELAJARAN IPA. Abstrak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MISKONSEPSI DALAM PEMBELAJARAN IPA. Abstrak"

Transkripsi

1 MISKONSEPSI DALAM PEMBELAJARAN IPA Umi Karomah 1, Syafrimen Syafril 2, Nukhbatul Bidayati Haka 3 1,2,3 Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, Indonesia 1 umikaromah646@yahoo.com, 2 syafrimen@radenintan.ac.id, 3 nukhbatulbidayatihaka@radenintan.ac.id Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa dalam pembelajaran IPA pada materi sistem menggunakan Certanty of Response Index (CRI). Pendekatan kuantitatif dengan jenis survei (cross Sectional Survey Designs) digunakan sebagai metodologi penelitian. 78 orang siswa Sekolah Menengah Atas dijadikan sebagai sampel penelitian yang dipilih melalui teknik cluster sampling. Data dikumpulkan melalui tes dalam bentuk multiple choice yang disertai dengan Certainty of Response Index (CRI) yang telah dilakuan uji validitas, reliabilitas, dan daya bedanya. Data dianalisis menggunakan statistik deskriptif berbantukan software Statistic Pakage for Social Science (SPSS 22.0). Hasil penelitian menunjukkan masih terdapat miskonsepsi pada semua sub konsep materi sistem. Miskonsepsi tertinggi terdapat pada konsep proses pembentukan urin (30,77%), konsep kelainan pada sistem (28,42%), system pada hewan (21,58%), serta konsep struktur dan fungsi organ (14,10%). Miskonsepsi ini akan berpengartuh pada proses pembelajaran IPA seterusnya. Hasil penelitian ini didiskusikan dengan berbagai konsep dan hasil penelitian sebelumnya. Kata kunci : Miskonsepsi, Certanty of Response Index (CRI) A. Pendahuluan Tujuan pembelajaran biologi berdasarkan Standar isi mata pelajaran biologi SMA dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah; agar siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan penguasaan serta menerapkan konsep dan prinsip biologi, termasuk pada materi sistem (Departeman Pendidikan Nasional, 2006). Standar kompetensi materi biologi kelas XI adalah menjelaskan struktur serta fungsi organ manusia dan hewan tertentu, kelainan yang mungkin terjadi serta implikasinya pada salingtemas. Berdasarkan tujuan pembelajaran tersebut, dalam pembelajaran biologi tentunya penting menciptakan kegiatan belajar yang efektif agar pembelajaran menjadi lebih bermakna. Belajar tidak cukup hanya mendengar dan melihat, tetapi juga dengan melakukan berbagai aktivitas seperti membaca, tanya jawab, berkomentar, eksplorasi dan presentasi, serta diskusi. Guru dituntut menyiapkan berbagai fasilitas untuk memudahkan proses pembelajaran. Fasilitas dimaksudkan dapat berupa variasi pendekatan pembelajaran, penyediaan media pembelajaran yang kreatif serta yang tidak kalah pentingnya adalah pemberian kesempatan pada siswa untuk melakukan pengamatan dan eksplorasi. Interaksi siswa dan guru harus terjadi dalam proses pembelajaran, tidak hanya sekedar take and give artinya guru tidak hanya memberikan materi pelajaran untuk siswa dan siswa tidak hanya menerima materi yang disampaikan guru, melainkan harus terjadi interaksi dua arah. Dimana ketika guru memberikan penjelasan materi, siswa aktif juga dalam proses tersebut, misalnya dengan memberikan tanggapan tentang apa yang diajarkan guru atau menjawab setiap pertanyaan yang diberikan guru. Kenyataannya saat ini, proses pembelajaran disekolah masih didominasi oleh guru. Sering ditemukan siswa yang sulit untuk 1

2 mengungkapkan permasalahan mereka dalam belajar. Misalnya, siswa tidak menanyakan materi yang belum dipahaminya, sehingga siswa menjadi kurang aktif dalam proses pembelajaran. Selain itu masih kurang minatnya siswa dalam belajar, seperti tidak mengerjakan tugas dan tidak memperhatikan penjelasan guru saat proses pembelajaran berjalan (Sari Rosaria, 2011). Hal tersebut dapat mengakibatkan siswa kurang memahami materi pelajaran atau bahkan dapat mengalami kesalahpahaman konsep yang disebut dengan istilah miskonsepsi dalam pembelajaran. Setiap konsep yang dipelajari siswa tidak berdiri sendiri, melainkan saling berhubungan antara satu konsep dengan berbagai konsep yang lain. Seringkali siswa hanya menghafalkan definisi konsep tanpa memperhatikan hubungan antara satu konsep dengan konsep-konsep lainnya. Dengan demikian konsep baru tidak masuk jaringan konsep yang telah ada dalam pikiran siswa, sehingga konsep yang baru tersebut tidak dapat digunakan oleh siswa dan tidak mempunyai apa-apa. Kesalahan siswa dalam pemahaman hubungan antar konsep inilah seringkali menimbulkan miskonsepsi (Berg, 1991). Miskonsepsi juga dapat terjadi ketika siswa berusaha membentuk pengetahuan baru, dengan cara menterjemahkan pemahamanya terhadap satu konsep ataupun informasi yang baru saja didapatkan dengan konsepsi yang telah difahami sebelumnya (Gardner, A.L, et al, 2009). Konsepsi awal bisa saja diperolehi melalui pengalaman pembelajaran di sekolah, pembacaan, memperhatikan perbincangan yang dilakukan orang lain, eksplorasi secara mandiri, ataupun melalui pengamatan di lingkungan sendiri. Para ahli pendidikan menemukan hal lain yang menjadi penyebab miskonsepsi pada siswa adalah dari siswa itu sendiri, guru, buku teks, dan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru. Miskonsepsi juga bisa terjadi karena adanya kesulitan siswa dalam memahami konsep (Paul Suparno, 2005). Miskonsepsi juga bisa terjadi akibat keliru dalam memahami istilah asing dalam pembelajaran biologi, atau belum dikuasai secara komprehensif. Miskonsepsi bisa juga terjadi karena kerumitan memahami suatu konsep karena kompleksitas informasi atau ciri yang membentuk konsep tersebut (Gardner et al, 2009). Miskonsepsi pada siswa disebabkan oleh pembelajaran yang bersifat abstrak, banyaknya istilah asing, bahasa yang sulit serta ketidaksiapan siswa dalam menerima materi yang disampaikan oleh oleh guru (Dewi Murni, 2013). Apabila guru salah dalam memberikan pemahaman dan penjelasan mengenai satu konsep dalam pembelajaran, maka dapat dipastikan siswa akan menerima konsep yang salah. Ini sesuai dengan pernyataan (Cibik dan Dikken 2008) yang menyatakan bahwa salah satu alasan terjadinya miskonsepsi pada siswa adalah guru yang memiliki miskonsepsi terhadap mata konsep yang diajarkan. Ini menggabarkan bahwa justru guru merupakan salah satu faktor yang memiliki andil terhadap terjadinya miskonsepsi siswa. Miskonsepsi secara terus menerus dapat mengganggu pembentukan konsepsi ilmiah pada siswa dan guru (Lyanda Fitriani Chaniarosi, 2014.). Miskonsepsi dapat menyesatkan siswa dalam memahami fenomena dan melakukan eksplanasi ilmiah. Jika siswa tidak menyadari terjadinya miskonsepsi, akan terjadi kebingungan dan inkoherensi pada diri siswa. Bila tidak segera diperbaiki akan menjadi hambatan dalam proses pembelajaran seterusnya (Dewi Murni, 2013). Dari itu penelitian ini dijalankan untuk mengetahui apakah terjadi miskonsepsi pada siswa dalam pembelajaran IPA. Miskonsepsi dapat diidentifikasi salah satunya menggunakan Certainty of Response Index (CRI). Cara ini digunakan oleh Saleem Hasan, Diola Bagayoko, dan Ella L. Kelley untuk membedakan antara siswa yang paham konsep, miskonsepsi dan tidak paham konsep. Hasil penelitian mereka membuktikan bahwa CRI efektif dalam 2

3 mendiagnosis siswa yang tidak paham konsep dan siswa yang mengalami miskonsepsi (Saleem Hasan et al, 1999). B. Metodologi Penelitian dijalankan menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan jenis survei atau disebut juga dengan istilah cross Sectional Survey Designs (Creswell, 2014; Sugiyono, 2015). 78 orang siswa Sekolah Menengah Atas tahun ajaran 2015/2016 dipilih sebagai sampel penelitian melalui teknik cluster sampling. Data dikumpulkan melalui tes multiple choice yang disertai dengan Certainty of Response Index (CRI), yang telah dilakuan uji validitas, reliabilitas, dan daya beda. Selanjutnya data yang diperolehi dianalisis menggunakan statistik deskriptif berbantukan software Statistic Pakage for Social Science (SPSS 22.0). Untuk membedakan siswa yang paham konsep, miskonsepsi dan tidak paham konsep sama sekali dilihat menggunakan kriteria CRI (Certainty of Response Index), seperti ditunjukan pada Tabel B.1 berikut ini. C. Hasil Penelitian Soal tes terbagi menjadi 4 subkonsep dengan soal sebanyak 28 butir yang diujikan kepada 78 siswa kelas XI IPA. Hasil jawaban siswa kelas XI IPA SMA N 13 Bandar Lampung dari tes multiple choice yang disertai dengan tingkat kepercayaaan (Certainty of Response Index) pada materi sistem yang dibagi menjadi 3 kategori yaitu Paham (P), Miskonsepsi (M) dan Tidak Paham (TP) konsep. Berikut ini adalah tabel persentase dari jawaban siswa kelas XI IPA SMA N 13 Bandar Lampung. Tabel C.1 Persentase Siswa Berdasarkan Jawaban dan Tingkat Kepercayaan (Certainty of Response Index) Kategori Paham (P), Miskonsepsi (M) dan Tidak Paham (TP) pada materi Sistem Ekskresi Persentase No Subkonsep Indikator No. Soal P M TP 1 Struktur dan 1. Menjelaskan pengertian sistem 1 75,64 15,38 8, 97 fungsi organ 6 87,18 5, 13 7, 69 Rata-rata 81,41 10,26 8,33 2. Menjelaskan struktur dan fungsi ginjal 3. Mengaitkan struktur dan fungsi hati sebagai alat 4. Menguraikan struktur dan fungsi paru-paru sebagai alat 11 80,77 12,82 6, ,64 15,38 8, ,82 19,23 17,95 Rata-rata 73,08 15,81 11, ,51 14,10 15, ,26 23,08 16,66 Rata-rata 65,39 18,59 16, ,62 6, 41 8, 97 Rata-rata 6, 41 8, 97 8, ,03 3,84 5, ,97 23,08 17,95 3

4 Persentase No Subkonsep Indikator No. Soal P M TP 16 65,38 16,67 17,95 2 Proses pembentukan urin 3 Kelainan /penyakit pada sistem 4 Sistem pada hewan 5. Menguraikan struktur dan Rata-rata 71,79 14,53 13,68 fungsi kulit sebagai alat Rata-rata 73,89 14,10 12,01 6. Menguraikan proses 19 60,26 23,08 16,66 pembentukan urin 5 71,79 14,10 14, ,13 34,61 10, ,79 58,97 19, ,95 23,08 58,97 Rata-rata 45,39 30,77 23,84 7. Menganalisis kelainan/ penyakit pada alat manusia 2 53,85 21,79 24, ,49 26,92 43, ,18 34,61 28, ,49 11,54 8, 97 Rata-rata 50,01 23,71 16,28 8. Menganalisis kandungan yang 14 12,82 41,03 46,15 terdapat pada urin berdasarkan 27 28,21 34,61 37,18 hasil pengamatan Rata-rata 20,52 37,82 41,66 Rata-rata 40,17 28,42 31,41 9. Mengidentifikasi alat 20 73,08 11,54 15,38 pada hewan 21 46,15 29,49 24, ,38 16,67 17, ,54 20,51 17, ,85 29, ,79 28,21 Rata-rata 58,33 21,58 20,09 Total rata-rata 58,24 21,75 20,01 Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa siswa kelas XI IPA di SMA N 13 Bandar Lampung masih mengalami miskonsepsi pada materi sistem. Miskonsepsi terdapat pada semua subkonsep materi sistem, yaitu proses pembentukan urin sebesar 30,77%, kelainan / penyakit pada sistem sebesar 28,42 % dan sistem pada hewan sebesar 21,58 % dan struktur dan fungsi organ sebesar 14,10%. Untuk mengetahui butir soal yang dimiskonsepsikan dan butir soal yang tidak dipahami (tidak paham) secara kelompok dapat dilihat dari nilai CRI untuk jawaban salah yang dihubungkan dengan nilai fraksi. Nilai CRIs dapat diperoleh dari membagi total nilai CRI untuk jawaban salah dengan jumlah siswa yang menjawab salah perbutir soal. Sedangkan untuk mendapatkan nilai fraksi yaitu dengan cara membagi total siswa yang menjawab benar dengan total seluruh siswa. Fraksi adalah jumlah siswa yang menjawab benar, dengan nilai fraksi dapat diketahui jumlah siswa yang menjawab salah. Tabel 3 merupakan tabulasi data nilai CRIs dan F. Tabel 3 Nilai CRI untuk Jawaban Salah (CRIs) dan Fraksi (F) No Subkonsep Indikator No. Soal Persentase CRIs F Kategori 1 1 3,54 0,83 M 4

5 No Subkonsep Indikator Struktur dan fungsi organ 2 Proses pembentukan urin 3 Kelainan /penyakit pada sistem 4 Sistem pada hewan Keterangan: M : Miskonsepsi TP : Tidak Paham 1. Menjelaskan pengertian sistem 2. Menjelaskan struktur dan fungsi ginjal 3. Mengaitkan struktur dan fungsi hati sebagai alat 4. Menguraikan struktur dan fungsi paru-paru sebagai alat 5. Menguraikan struktur dan fungsi kulit sebagai alat 6. Menguraikan proses pembentukan urin 7. Menganalisis kelainan/ penyakit pada alat manusia 8. Menganalisis kandungan yang terdapat pada urin berdasarkan hasil pengamatan 9. Mengidentifikasi alat pada hewan No. Soal Persentase CRIs F Kategori 6 3 0,92 TP 11 3,62 0,83 M 12 3,06 0,79 M 7 3,04 0,67 M 8 2,74 0,76 TP 26 3,5 0,72 M ,87 TP 18 3,33 0,92 M 15 3,37 0,69 M 16 3,05 0,76 M 19 3,29 0,69 M 5 2,73 0,72 TP 22 3,47 0,59 M 28 3,63 0,35 M 4 2,05 0,29 M 2 2,97 0,63 TP 10 2,55 0,43 M 9 3,12 0,58 M 13 2,71 0,82 TP 14 2,63 0,21 M 27 2,75 0,42 M 20 2,67 0,77 TP ,56 TP 3 3,09 0,73 M 23 3,37 0,69 M 24 3,06 0,58 M 25 2,72 0,58 TP Tabel B. 1 Ketentuan jawaban pertanyaan tes yang dikombinasikan dengan kriteria CRI Kriteria Jawaban CRI Rendah (<2,5) CRI Tinggi (>2,5) Jawaban benar Jawaban salah Jawaban benar tapi CRI rendah berarti tidak tahu konsep Jawaban salah dan CRI rendah berarti tidah tahu konsep Jawaban benar dan CRI tinggi berarti tahu konsep Jawaban salah dan CRI tinggi berarti terjadi miskonsepsi Pada Tabel 3 keberadaan nilai fraksi diperlukan untuk menganalisis butir soal secara keseluruhan, antara banyaknya kelompok siswa yang menjawab benar dan salah. Apabila nilai CRIs di atas ambang 2,5 dan nilai fraksi rendah (< 0,5) maka dapat diputuskan soal 5

6 termasuk pada kategori yang dimiskonsepsikan. Jika nilai CRIs berada di atas ambang 2,5 bahkan melebihi tiga dengan nilai fraksi tinggi (> 0,5) maka soal tersebut tetap dikategorikan sebagai soal yang dimiskonsepsikan siswa. Namun jika nilai CRIs di bawah ambang 2,5 dan nilai fraksi rendah (< 0,5) ataupun tinggi (> 0,5) maka soal termasuk pada kategori soal yang tidak dipahami siswa. Berdasarkan penjelasan di atas, dari Tabel 3 dapat diidentifikasi bahwa siswa cenderung mengalami miskonsepsi pada setiap subkonsep pada materi sistem. Pada subkonsep struktur dan fungsi organ pada soal nomor 1, 11, 12, 7, 26, 18, 15 dan 16 merupakan butir soal yang dimiskonsepsikan, sedangkan butir soal yang tidak dipahami yaitu soal nomor 6, 8 dan 17. Pada subkonsep proses pembentukan urin butir soal yang dimiskonsepsikan yaitu soal nomor 19, 22, 28 dan 4, sedangkan butir soal yang tidak pahami yaitu soal nomor 5. Subkonsep kelainan / penyakit pada sistem butir soal yang dimiskonsepsikan yaitu soal nomor 9, 10, 14 dan 27, sedangkan soal yang tidak dipahami adalah soal nomor 2 dan 13. Sedangkan pada subkonsep sistem pada hewan soal nomor 3, 23, 24 merupakan butir soal yang dimiskonsepsikan dan soal yang tidak dipahami yaitu soal nomor 20, 21 dan 25. PEMBAHASAN Setelah diketahui pengelompokkan tingkat pemahaman siswa melalui tes multiple choice yang disertai CRI maka dapat diketahui siswa yang mengalami miskonsepsi. Selanjutnya peneliti melakukan analisis terhadap jawaban siswa yang mengalami miskonsepsi, pada soal yang persentasenya tertinggi pada tiap subkonsep materi sistem. a. Struktur dan fungsi organ Untuk mengetahui pemahaman siswa tentang struktur dan fungsi organ digunakan soal nomor 1, 6, 11, 12, 7, 8, 26, 17, 18, 15 dan 16. Persentase tertinggi pada subkonsep ini yaitu pada soal nomor 26 dan 15 yaitu sebesar 23,08 %. Pada soal nomor 26 siswa diminta untuk menentukan penyebab arginin hanya dapat diubah didalam hati. Persentase siswa yang mengalami miskonsepsi sebesar 23,08 % dengan nilai fraksi sebesar 0,72 atau 56 orang yang dapat menjawab dengan benar serta didukung dengan tingginya nilai CRIs (> 2,5) yaitu 3,5. Pada soal tersebut siswa yang mengalami miskonsepsi banyak memilih jawaban karena hati mampu menghasilkan cairan empedu. Berdasarkan jawaban tersebut siswa hanya memahami konsep secara parsial, tanpa mendalaminya kembali, sehingga siswa tidak tepat dalam memilih jawaban. Penyebab arginin hanya dapat diubah didalam hati yaitu karena organ hati merupakan satu-satunya kelenjar yang dapat menghasilkan arginase (D.A Pratiwi, dkk, 2007), yaitu enzim yang berfungsi untuk menguraikan asam amino arginin menjadi oritrin dan urea. Sedangkan pada soal nomor 15 yang mana siswa diminta untuk menentukan penyebab warna kulit menjadi lebih gelap/memerah saat suhu lingkungan tinggi, 54 siswa dapat menjawabnya dengan benar atau fraksinya sebesar 0,69. Persentase miskonsepsi pada nomor ini sebesar 23,08 % dan nilai CRIs sebesar 3,37. Karena pada nomor tersebut nilai fraksinya tinggi dan nilai CRIs >2,5 maka diputuskan bahwa nomor tersebut merupakan soal yang di miskonsepsikan. Pada soal ini siswa yang termasuk miskonsepsi, banyak siswa yang menjawab warna kulit menjadi lebih gelap/memerah saat suhu lingkungan tinggi disebabkan karena peningkatan produksi keringat. Pada soal ini siswa keliru karena penyebab warna kulit menjadi lebih gelap/memerah saat suhu lingkungan tinggi yaitu karena terjadi pelebaran pembuluh darah dilapisian epidermis (D.A Pratiwi, dkk, 2007), sehingga kulit menjadi 6

7 lebih gelap/memerah. Dari hasil jawaban siswa tersebut seperti yang dikemukakan Ormrod bahwa siswa salah dalam menarik kesimpulan, siswa hanya menyimpulkan berdasarkan apa yang tampak tanpa mencari tahu konsep yang sebenarnya (Jeanne Ellis Ormrod, 2009). Selain itu juga sama seperti apa yang dikatakan oleh Driver bahwa anak lebih cenderung memperhatikan perubahan daripada situasi diam (Ratna Wilis Dahar, 2011). Dengan kata lain siswa hanya melihat bahwa pada saat suhu lingkungan tinggi biasanya tubuh mengeluarkan banyak keringat, hal ini disebabkan karena peningkatan produksi keringat sehingga menyebabkan kulit menjadi gelap/memerah. b. Proses pembentukan urin Untuk mengetahui pemahaman siswa tentang subkonsep proses pembentukan urin digunakan soal nomor 19, 5, 22, 28 dan 4. Persentase miskonsepsi siswa tertinggi diperoleh pada nomor 28 yaitu sebesar 58,97%. Pada soal nomor 28 siswa diminta untuk mengurutkan proses pembentukan urin pada ginjal. Soal ini merupakan nomor yang paling banyak dimiskonsepsikan siswa yaitu dengan persentase 58,97 %, hal ini juga didukung dengan rendahnya fraksi yaitu sebesar 0,35 atau hanya terdapat 27 siswa yang dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan benar. Selain itu, ketika dicari nilai CRIs pada nomor ini didapatkan nilai sebesar 3,63 (> 2,5) sehingga dapat disimpulkan bahwa nomor ini merupakan nomor yang dimiskonsepsikan siswa. Berdasarkan hasil jawaban siswa pada soal tes siswa banyak memilih jawaban yaitu dimana proses pembentukan urin berawal dari glomerulus - tubulus kontortus distal - tubulus kontortus proksimal - tubulus kolektivus - pelvis renalis ureter - kandung keremih - uretra. Siswa keliru antara proses pembentukan urin terjadi di tubulus kontortus distal dan tubulus kontortus proksimal, dimana proses pembentukan urin yang benar seharusnya glomerulus - tubulus kontortus proksimal - tubulus kontortus distal - tubulus kolektivus - pelvis renalis ureter - kandung keremih uretra (Campbell, et.al, 2008). Berdasarkan jawaban tersebut siswa hanya memahami konsep secara parsial, tanpa mendalaminya kembali, sehingga siswa tertukar dalam memilih jawaban. Pemahaman siswa yang parsial menyebabkan siswa keliru dalam mengurutkan tempat proses pembentukan urin pada ginjal. Selain itu nama ilmiah dari kedua bagian tersebut berasal dari istilah dalam biologi, yang mana nama bagian ginjal tersebut mirip sehingga siswa kesulitan dalam menjawab. Hal tersebut seperti yang dikatakan Gardner (Gardner, A.L, 2009). bahwa miskonsepsi dapat terjadi karena siswa mengalami kesulitan yang dapat berasal dari istilah asing dalam biologi yang belum dapat diterima dan dikuasai oleh siswa serta kerumitan dari suatu konsep dikarenakan kompleksitas informasi atau ciri yang membentuk konsep tersebut. c. Kelainana/penyakit pada sistem Untuk mengetahui pemahaman siswa tentang kelainan/penyakit pada sistem digunakan soal nomor 2, 10, 9, 13, 14 dan 27. Persentase tertinggi pada subkonsep ini yaitu pada soal nomor 9 yaitu sebesar 34,61%. Pada soal nomor 9 siswa diminta untuk menentukan penyebab seseorang yang menderita penyakit ginjal tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi telur. Persentase siswa yang mengalami miskonsepsi sebesar 34,61 % dengan nilai fraksi sebesar 0,58 atau 34 orang siswa yang dapat menjawab dengan benar serta didukung dengan tingginya nilai CRIs (> 2,5) yaitu 3,12. Pada soal tersebut siswa yang mengalami miskonsepsi banyak memilih jawaban karena pencernaan protein telur membentuk asam amino akan menyebabkan ginjal bekerja keras. Berdasarkan jawaban tersebut siswa hanya memahami konsep secara parsial, tanpa mendalaminya kembali, sehingga siswa tidak tepat dalam 7

8 memilih jawaban denagan benar. Penyebab seseorang yang menderita penyakit ginjal tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi telur karena kelebihan asam amino akan diuraikan menjadi urea dan menyebabkan ginjal bekerja keras ( D.A Pratiwi, dkk, 2007). d. Sistem pada hewan Untuk mengetahui pemahaman siswa tentang subkonsep proses pembentukan urin digunakan soal nomor 20, 21, 3, 23, 24 dan 25. Persentase miskonsepsi siswa tertinggi diperoleh pada nomor 24 yaitu sebesar 29,49%. Pada soal nomor 24 siswa diminta untuk menentukan hubungan yang epat antara alat dan bahan yang dikan pada insekta. Soal ini merupakan soal yang paling banyak dimiskonsepsikan siswa yaitu dengan persentase 29,49 %, hal ini juga didukung dengan rendahnya fraksi yaitu sebesar 0,58 atau hanya terdapat 45 siswa yang dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan benar. Selain itu, ketika dicari nilai CRIs pada nomor ini didapatkan nilai sebesar 3,06 (> 2,5) sehingga dapat disimpulkan bahwa nomor ini merupakan nomor yang dimiskonsepsikan siswa. Berdasarkan hasil jawaban siswa pada soal tes siswa banyak memilih pilihan jawaban, dimana alat insekta yaitu nefridium dan bahan yang di kan adalah asam urat. Nefridium merupakan alat pada anelida. Siswa keliru mengenai alat pada insekta dimana yang tepat alat pada insekta adalah tabung malpigi(campbell, et.al, 2008). Sedangakan bahan yang di kan insekta adalah asam urat. Asam urat merupakan zat buangan bernitrogen utama dari insekta. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari tes multiple choice yang disertai CRI dan angket penyebab miskonsepsi pada siswa kelas XI IPA di SMA N 13 Bandar Lampung, dapat disimpukan bahwa miskonsepsi masih terdapat pada materi sistem. Miskonsepsi terdapat pada semua sub konsep materi sistem, yaitu proses pembentukan urin sebesar 30,77%, kelainan / penyakit pada sistem sebesar 28,42 %, sistem pada hewan sebesar 21,58 % dan struktur dan fungsi organ sebesar 14,10 %. Apabila siswa menemui kesulitan dalam memahami konsep segera bertanya kepada guru atau seseorang yang paham terhadap konsep tersebut. Guru sebaiknya menggunakan model pembelajaran dan media pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran, misalnya dengan menggunakan media visual untuk meminimalisir terjadinya miskonsepsi pada siswa dan sekolah sebainya mencari solusi terhadap miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Selain itu sebaiknya diadakan juga penelusuran miskonsepsi pada materi sistem di tingkat satuan pendidikan yang lebih rendah agar dapat diketahui penyebaran miskonsepsi pada berbagai level usia siswa. DAFTAR PUSTAKA: Berg, E.V.D. (1991). Miskonsepsi Fisika dan Remedias. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana. Campbell, et.al. (2008). Biologi Edisi Delapan Jilid 3. Jakarta: Erlangga. Cibik A. S. dan Dikken E. H. (2008). The Effect of Group Works and Demonstrative Experiments Based on Conceptual Change Approach: Photosynthesis and Respiration. Asia- Pacific Forum on Science Learning and Teaching. Volume 9. Issue 2. Article 2 h

9 D.A Pratiwi, dkk. (2007). Biologi SMA Jilid 2 untuk Kelas XI. Jakarta: Erlangga. Departeman Pendidikan Nasional. (2006). Peraturan Mentri Pendidikan Nasional nomor 22 tentang Standar Isi Pendidikan. Jakarta: Depdiknas. Dewi Murni. (2013). Identifikasi Miskonsepsi pada Konsep Substansi Genetika Menggunakan Certanty of Response Index (CRI), Prosiding Semirata FKIP UNILA, h Gardner A.L, et al. (2009). The Biology Teacher s Handbook USA: NSTA Press. Jeanne Ellis Ormrod. (2009). Psikologi pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Lyanda Fitriani Chaniarosi. (2014). Identifikasi Miskonsepsi Guru Biologi SMA Kelas XI IPA pada Konsep Sistem Reproduksi Manusia. Jurnal EduBioTropika. Vol. 2. No. 2. h Paul Suparno. (2005). Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika, Jakarta: Grasindo. Ratna Wilis Dahar. (2011). Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga. Saleem Hasan, et al. (1999). Misconceptions and the Certainy of Response Index (CRI). Journal Phys Education. Vol.34. No. 5. h Sari Rosaria. (2011). Faktor-Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Biologi Siswa Kelas VII di SMP Negeri 1 Abung Pekurun Lampung Utara. Skripsi IAIN Raden Intan Lampung. Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aktivitas usaha dari manusia untuk meningkatkan kepribadian dan kecerdasan. Usaha ini dapat dilakukan dengan membina potensi atau kemampuan

Lebih terperinci

PROFIL MISKONSEPSI MATERI IPBA DI SMA DENGAN MENGGUNAKAN CRI (CERTAINLY OF RESPONS INDEX)

PROFIL MISKONSEPSI MATERI IPBA DI SMA DENGAN MENGGUNAKAN CRI (CERTAINLY OF RESPONS INDEX) PROFIL MISKONSEPSI MATERI IPBA DI SMA DENGAN MENGGUNAKAN CRI (CERTAINLY OF RESPONS INDEX) Oleh: Winny Liliawati Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia Abstrak Telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan mata pelajaran biologi di Madrasah Aliyah (MA) adalah agar peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan mata pelajaran biologi di Madrasah Aliyah (MA) adalah agar peserta didik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan mata pelajaran biologi di Madrasah Aliyah (MA) adalah agar peserta didik memiliki kemampuan untuk memahami konsep-konsep biologi dan saling keterkaitan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SOFTWARE PENDETEKSI MISKONSEPSI KIMIA SOFTWARE DEVELOPMENT FOR DETECTING CHEMICAL MISCONCEPTIONS. Abstract

PENGEMBANGAN SOFTWARE PENDETEKSI MISKONSEPSI KIMIA SOFTWARE DEVELOPMENT FOR DETECTING CHEMICAL MISCONCEPTIONS. Abstract PENGEMBANGAN SOFTWARE PENDETEKSI MISKONSEPSI KIMIA SOFTWARE DEVELOPMENT FOR DETECTING CHEMICAL MISCONCEPTIONS Wilda Ulin Nuha dan Sukarmin Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Lebih terperinci

Identifikasi Miskonsepsi Mahasiswa Pada Konsep Substansi Genetika Menggunakan Certainty of Response Index (CRI)

Identifikasi Miskonsepsi Mahasiswa Pada Konsep Substansi Genetika Menggunakan Certainty of Response Index (CRI) Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Identifikasi Miskonsepsi Mahasiswa Pada Konsep Substansi Genetika Menggunakan Certainty of Response Index (CRI) Dewi Murni Program Studi Pendidikan Biologi,

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan : MAN Pinrang Mata Pelajaran Kelas/ Semester : Biologi : XI/2 Pertemuan : 4 Alokasi Waktu : 2 x 45 menit Standar Kompetensi : 3. Menjelaskan struktur

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI PADA MATERI POKOK WUJUD ZAT SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 BAWANG TAHUN AJARAN 2009/2010

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI PADA MATERI POKOK WUJUD ZAT SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 BAWANG TAHUN AJARAN 2009/2010 Jurnal Pendidikan Kimia, Vol. 1 No. 1 Tahun 2012 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret 8-13 IDENTIFIKASI MISKONSEPSI PADA MATERI POKOK WUJUD ZAT SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 BAWANG TAHUN

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.2

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.2 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.2 1. Fungsi sistem ekskresi adalah... Membuang zat sisa pencernaan Mengeluarkan enzim dan hormon Membuang zat sisa metabolisme tubuh Mengeluarkan

Lebih terperinci

Identifikasi Miskonsepsi IPBA Di SMA Dengan CRI Dalam Upaya Perbaikan Urutan Materi Pada KTSP

Identifikasi Miskonsepsi IPBA Di SMA Dengan CRI Dalam Upaya Perbaikan Urutan Materi Pada KTSP Identifikasi Miskonsepsi IPBA Di SMA Dengan CRI Dalam Upaya Perbaikan Urutan Materi Pada KTSP Taufik Ramlan Ramalis Abstrak. Pemberian materi IPBA di SMA mengalami perubahan dari mata pelajaran fisika

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.1 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.1 1. Organ ekskresi pada manusia yang berfungsi mengubah amonia menjadi urea adalah... Paru-paru Hati Kulit Ginjal Kunci Jawaban : B Pembahasan:

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.1

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.1 . Perhatikan gambar nefron di bawah ini! SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal. Urin sesungguhnya dihasilkan di bagian nomor... Berdasarkan pada gambar di atas yang dimaksud dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangMasalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangMasalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangMasalah Pendidikan perlu mengalami perubahan terus menerus untuk mendukung pembangunan di masa yang akan datang. Salah satunya adalah kegiatan proses pembelajaran. Pembelajaran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013 di SMA Negeri 2 Metro. B. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian

Lebih terperinci

Analisa Fitria. Kata Kunci: Pemahaman Konsep,Miskonsepsi, Certainty of Response Index (CRI), grup.

Analisa Fitria. Kata Kunci: Pemahaman Konsep,Miskonsepsi, Certainty of Response Index (CRI), grup. JPM IAIN Antasari Vol. 01 No. 2 Januari Juni 2014, h. 45-60 MISKONSEPSI MAHASISWA DALAM MENENTUKAN GRUP PADA STRUKTUR ALJABAR MENGGUNAKAN CERTAINTY OF RESPONSE INDEX (CRI) DI JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Alwi, et al. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Pusat Bahasa, DEPDIKNAS Balai Pustaka.

DAFTAR PUSTAKA. Alwi, et al. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Pusat Bahasa, DEPDIKNAS Balai Pustaka. DAFTAR PUSTAKA Abraham, et al. (1992). Undestanding and Misunderstanding of Eight Grades of Five Chemistry Concepts Found in Textbook. Journal of Research In Science Teaching. 29, (2), 105-120. Alwi, et

Lebih terperinci

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru O R G A N P E N Y U S U N S I S T E M E K S K R E S I K U L I T G I N J A L H A T I P A R U - P A R U kulit K ULIT K U L I T A D A L A H O R G A

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. habis-habisnya. Dengan tersingkapnya tabir rahasia alam itu satu persatu, serta

BAB I PENDAHULUAN. habis-habisnya. Dengan tersingkapnya tabir rahasia alam itu satu persatu, serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pendidikan IPA (sains) adalah agar siswa dapat memahami atau menguasai konsep, aplikasi konsep, mampu mengaitkan satu konsep dengan konsep

Lebih terperinci

PENGGUNAAN THINK-ALOUD PROTOCOLS UNTUK MENGATASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK STOIKIOMETRI DI SMA KHADIJAH SURABAYA

PENGGUNAAN THINK-ALOUD PROTOCOLS UNTUK MENGATASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK STOIKIOMETRI DI SMA KHADIJAH SURABAYA PENGGUNAAN THINK-ALOUD PROTOCOLS UNTUK MENGATASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK STOIKIOMETRI DI SMA KHADIJAH SURABAYA Antina Delhita, Suyono Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya Tujuan

Lebih terperinci

Winny Liliawati dan Taufik Ramlan Ramalis

Winny Liliawati dan Taufik Ramlan Ramalis Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 IDENTIFIKASI MISKONSEPSI MATERI IPBA DI SMA DENGAN MENGGUNAKAN CRI (CERTAINLY

Lebih terperinci

Winny Liliawati dan Taufik Ramlan Ramalis

Winny Liliawati dan Taufik Ramlan Ramalis IDENTIFIKASI MISKONSEPSI MATERI IPBA DI SMA DENGAN MENGGUNAKAN CRI (CERTAINLY OF RESPONS INDEX) DALAM UPAYA PERBAIKAN URUTAN PEMBERIAN MATERI IPBA PADA KTSP Winny Liliawati dan Taufik Ramlan Ramalis winny@upi.edu

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PEMAMAHAN KONSEP FISIKA TERHADAP POKOK BAHASAN TERMODINAMIKA PADA SISWA SMA. Mohammad Khairul Yaqin

IDENTIFIKASI PEMAMAHAN KONSEP FISIKA TERHADAP POKOK BAHASAN TERMODINAMIKA PADA SISWA SMA. Mohammad Khairul Yaqin IDENTIFIKASI PEMAMAHAN KONSEP FISIKA TERHADAP POKOK BAHASAN TERMODINAMIKA PADA SISWA SMA Mohammad Khairul Yaqin Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP, UNIVERSITAS JEMBER yaqinspc12@gmail.com Sri Handono

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Sampel Penelitian Penelitian dilakukan di SMAN 4 Bandung, yang berlokasi di Jl. Gardujati No. 20 Bandung. Waktu penelitian dilakukan selama berlangsungnya pembelajaran

Lebih terperinci

Unesa Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 6 No. 1, pp January 2017

Unesa Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 6 No. 1, pp January 2017 PENERAPAN PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF UNTUK MEREDUKSI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK ASAM DAN BASA DI KELAS XI MAN MOJOSARI KOTA MOJOKERTO IMPLEMENTATION OF COGNITIVE CONFLICT STRATEGY

Lebih terperinci

ANALISIS MISKONSEPSI SISWA SMA KELAS XI PADA KONSEP LAJU REAKSI MENGGUNAKAN TWO-TIER MULTIPLE CHOICE DAN CERTAINTY OF RESPONSE INDEX (CRI)

ANALISIS MISKONSEPSI SISWA SMA KELAS XI PADA KONSEP LAJU REAKSI MENGGUNAKAN TWO-TIER MULTIPLE CHOICE DAN CERTAINTY OF RESPONSE INDEX (CRI) ANALISIS MISKONSEPSI SISWA SMA KELAS XI PADA KONSEP LAJU REAKSI MENGGUNAKAN TWO-TIER MULTIPLE CHOICE DAN CERTAINTY OF RESPONSE INDEX (CRI) JURNAL PENELITIAN Oleh NUR LAILA IBRAHIM NIM: 441 411 077 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Kelebihan model PBL menurut Pannen, Mustafa, Sekarwinahayu (2005:65) yaitu: fokus pada

Kelebihan model PBL menurut Pannen, Mustafa, Sekarwinahayu (2005:65) yaitu: fokus pada 1 PENDAHULUAN Mata pelajaran Biologi pada Sekolah Menengah Atas (SMA) diajarkan untuk membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman, dan sejumlah kemampuan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih

Lebih terperinci

Identifikasi Miskonsepsi Siswa SDN Kemayoran I Bangkalan pada Konsep Cahaya Menggunakan CRI (Certainty Of Response Index)

Identifikasi Miskonsepsi Siswa SDN Kemayoran I Bangkalan pada Konsep Cahaya Menggunakan CRI (Certainty Of Response Index) Identifikasi Miskonsepsi Siswa SDN Kemayoran I Bangkalan pada Konsep Menggunakan CRI (Certainty Of Response Index) Fatimatul Munawaroh 1, M. Deny Falahi 2 1 Program Studi Pendidikan IPA, Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

Sistem Ekskresi Manusia

Sistem Ekskresi Manusia Sistem Ekskresi Manusia Sistem ekskresi merupakan sistem dalam tubuh kita yang berfungsi mengeluarkan zatzat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh dan zat yang keberadaannya dalam tubuh akan mengganggu

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN INSTRUMEN IDENTIFIKASI MISKONSEPSI FISIKA PADA MATERI LISTRIK DINAMIS MELALUI CRI (CERTAINTY OF RESPONSE INDEX) BERBASIS WEB

PENGEMBANGAN INSTRUMEN IDENTIFIKASI MISKONSEPSI FISIKA PADA MATERI LISTRIK DINAMIS MELALUI CRI (CERTAINTY OF RESPONSE INDEX) BERBASIS WEB PENGEMBANGAN INSTRUMEN IDENTIFIKASI MISKONSEPSI FISIKA PADA MATERI LISTRIK DINAMIS MELALUI CRI (CERTAINTY OF RESPONSE INDEX) BERBASIS WEB Wiricha Annisak 1), Astalini ), Haerul Pathoni 3) 1 Mahasiswa S1

Lebih terperinci

Sistem Ekskresi. Drs. Refli, MSc Diberikan pada Pelatihan Penguatan UN bagi Guru SMP/MTS se Provinsi NTT September 2013

Sistem Ekskresi. Drs. Refli, MSc Diberikan pada Pelatihan Penguatan UN bagi Guru SMP/MTS se Provinsi NTT September 2013 Sistem Ekskresi Drs. Refli, MSc Diberikan pada Pelatihan Penguatan UN bagi Guru SMP/MTS se Provinsi NTT September 2013 Pengertian & Fungsi Proses Ekskresi Penegrtian : Proses pengeluaran zat-zat sisa hasil

Lebih terperinci

Biology Education Faculty of Teacher Training and Education University of Riau

Biology Education Faculty of Teacher Training and Education University of Riau 1 ANALYSIS OF MISCONSEPTION OF PLASTIC MORPHOLOGICAL STRUCTURE CONCEPTS IN BIOLOGY EDUCATION LEARNING IN HIGH-GROWTH SISTEMATIC SYSTEMATICS TEACHING DATE 2016/2017 Tanti Yunita Sari*, Wan Syafi i, dan

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana (S1) Pendidikan Biologi. Oleh

JURNAL SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana (S1) Pendidikan Biologi. Oleh IDENTIFIKASI MISKONSEPSI PESERTA DIDIK SMAN 2 MATARAM PADA POKOK BAHASAN SISTEM PERNAPASAN MANUSIA DAN HEWAN DENGAN MENGGUNAKAN PILIHAN GANDA BERALASAN JURNAL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan

Lebih terperinci

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter Ginjal adalah organ pengeluaran (ekskresi) utama pada manusia yang berfungsi untik mengekskresikan urine. Ginjal berbentuk seperti kacang merah, terletak di daerah pinggang, di sebelah kiri dan kanan tulang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA FISIKA BERBASIS MODEL EMPIRICAL INDUCTIVE LEARNING CYCLE DI SMA

PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA FISIKA BERBASIS MODEL EMPIRICAL INDUCTIVE LEARNING CYCLE DI SMA PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA FISIKA BERBASIS MODEL EMPIRICAL INDUCTIVE LEARNING CYCLE DI SMA 1) Hawin Marlistya, 2) Albertus Djoko Lesmono, 2) Sri Wahyuni, 2) Maryani 1) Maahasiswa Program Studi

Lebih terperinci

JIPFRI: Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah

JIPFRI: Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah JIPFRI, Vol. 1 No. 2 Halaman: 83-87 November 2017 JIPFRI: Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.3. Air. Asam amino. Urea. Protein

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.3. Air. Asam amino. Urea. Protein SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.3 1. Zat yang tidak boleh terkandung dalam urine primer adalah... Air Asam amino Urea Protein Kunci Jawaban : D Menghasilkan urine primer

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah suatu proses interaksi yang kompleks dan mengandung

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah suatu proses interaksi yang kompleks dan mengandung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran adalah suatu proses interaksi yang kompleks dan mengandung unsur pendidikan. Proses pembelajaran terjadi karena adanya interaksi antara siswa dengan guru,

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF UNTUK MENGURANGI MISKONSEPSI PADA MATERI GERAK MELINGKAR.

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF UNTUK MENGURANGI MISKONSEPSI PADA MATERI GERAK MELINGKAR. 18 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF UNTUK MENGURANGI MISKONSEPSI PADA MATERI GERAK MELINGKAR Juli Firmansyah 1 dan Safitri Wulandari 2 1,2) Pendidikan Fisika FKIP Universitas Serambi Mekkah Banda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Masalah Pengembangan Kurikulum 2013 kita akan menghasilkan insan Indonesia yang: produktif, kreatif, inovatif, afektif, melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan

Lebih terperinci

biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. ORGAN EKSKRESI

biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. ORGAN EKSKRESI 15 MATERI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI Pengeluaran zat di dalam tubuh berlangsung melalui defekasi yaitu pengeluaran sisa pencernaan berupa feses. Ekskresi

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN PENGEMBANGAN MEDIA AUDIO VISUAL POKOK BAHASAN SINTESIS PROTEIN UNTUK SMA

ANALISIS KEBUTUHAN PENGEMBANGAN MEDIA AUDIO VISUAL POKOK BAHASAN SINTESIS PROTEIN UNTUK SMA ANALISIS KEBUTUHAN PENGEMBANGAN MEDIA AUDIO VISUAL POKOK BAHASAN SINTESIS PROTEIN UNTUK SMA Ima Nurani, Muh Amir Masruhim, Evie Palenewen Program Studi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Mulawarman.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE CERTAINTY OF RESPONSE INDEX

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE CERTAINTY OF RESPONSE INDEX IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE CERTAINTY OF RESPONSE INDEX (CRI) PADA KONSEP FOTOSINTESIS DAN RESPIRASI TUMBUHAN Tri Ade Mustaqim, Zulfiani, Yanti Herlanti Pendidikan Biologi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut. Analisis

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut. Analisis BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut. Analisis struktur teks dikerjakan dengan mengorganisasikan makro-mikro yang merupakan unit analisis diturunkan

Lebih terperinci

Daimul Hasanah. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

Daimul Hasanah. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa IDENTIFIKASI MISKONSEPSI CALON GURU FISIKA PADA MATERI LISTRIK DINAMIS MENGGUNAKAN INSTRUMEN EDCT (ELECTRIC DYNAMIC CONCEPT TEST) DENGAN CRI (CERTAINTY OF RESPONSE INDEX) Daimul Hasanah Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP SISTEM REPRODUKSI MANUSIA KELAS XI IPA SMA UNGGUL ALI HASJMY KABUPATEN ACEH BESAR

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP SISTEM REPRODUKSI MANUSIA KELAS XI IPA SMA UNGGUL ALI HASJMY KABUPATEN ACEH BESAR Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Biologi, Volume 1, Issue 1, Agustus 2016, hal 1-9 IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP SISTEM REPRODUKSI MANUSIA KELAS XI IPA SMA UNGGUL ALI HASJMY KABUPATEN ACEH

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONCEPTUAL CHANGE UNTUK MEREDUKSI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK ASAM DAN BASA DI KELAS XI IA SMAN 2 BOJONEGORO

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONCEPTUAL CHANGE UNTUK MEREDUKSI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK ASAM DAN BASA DI KELAS XI IA SMAN 2 BOJONEGORO PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONCEPTUAL CHANGE UNTUK MEREDUKSI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK ASAM DAN BASA DI KELAS XI IA SMAN 2 BOJONEGORO Laily Rohmawati, Suyono Jurusan Kimia FMIPA Universitas

Lebih terperinci

Identifikasi Pemahaman Siswa Terhadap Konsep Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan dengan Menggunakan Tes Diagnostik Three-Tier Multiple Choice

Identifikasi Pemahaman Siswa Terhadap Konsep Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan dengan Menggunakan Tes Diagnostik Three-Tier Multiple Choice JURNAL EDUKASI KIMIA e-issn: 2548-7825 p-issn: 2548-4303 Identifikasi Pemahaman Siswa Terhadap Konsep Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan dengan Menggunakan Tes Diagnostik Three-Tier Multiple Choice Zulfadli

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DISERTAI DENGAN KEGIATAN DEMONSTRASI TERHADAP PRESTASI BELAJAR ASAM, BASA, DAN GARAM

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DISERTAI DENGAN KEGIATAN DEMONSTRASI TERHADAP PRESTASI BELAJAR ASAM, BASA, DAN GARAM Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 2 No. 2 Tahun 2013 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret ISSN 2337-9995 jpk.pkimiauns@ymail.com EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fuji Hernawati Kusumah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fuji Hernawati Kusumah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika merupakan suatu ilmu yang sangat berhubungan erat dengan fenomena alam. Sebagai suatu ilmu, dalam Fisika pasti terdapat berbagai macam konsep. Konsep merupakan

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE DEMONSTRASI UNTUK MEREMEDIASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI HUKUM NEWTON DI SMP

PENERAPAN METODE DEMONSTRASI UNTUK MEREMEDIASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI HUKUM NEWTON DI SMP A PENERAPAN METODE DEMONSTRASI UNTUK MEREMEDIASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI HUKUM NEWTON DI SMP Nopa Ratna Putri, Edy Tandililing, Syukran Mursyid Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Untan Email: nopa_ratnaputri@yahoo.com

Lebih terperinci

Dr. Hj. Masriyah, M.Pd Pendidikan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya, Abstrak. Abstract

Dr. Hj. Masriyah, M.Pd Pendidikan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya,   Abstrak. Abstract IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI DIMENSI TIGA MENGGUNAKAN CERTAINTY OF RESPONSE INDEX (CRI) DAN WAWANCARA DIAGNOSIS Venny Lutfita Sari Pendidikan matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya,e-mail:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehari-hari. Namun dengan kondisi kehidupan yang berubah dengan sangat

I. PENDAHULUAN. sehari-hari. Namun dengan kondisi kehidupan yang berubah dengan sangat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan diharapkan dapat membekali seseorang dengan pengetahuan yang memungkinkan baginya untuk mengatasi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Namun dengan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep yang harus dipahami siswa. Pemahaman dan penguasaan terhadap konsep tersebut akan mempermudah siswa

Lebih terperinci

PROFIL KONSEPSI SISWA SMP DENGAN CRI TEST BERBASIS REVISED BLOOM S TAXONOMY PADA MATERI KLASIFIKASI MATERI DAN PERUBAHANNYA

PROFIL KONSEPSI SISWA SMP DENGAN CRI TEST BERBASIS REVISED BLOOM S TAXONOMY PADA MATERI KLASIFIKASI MATERI DAN PERUBAHANNYA PROFIL KONSEPSI SISWA SMP DENGAN CRI TEST BERBASIS REVISED BLOOM S TAXONOMY PADA MATERI KLASIFIKASI MATERI DAN PERUBAHANNYA Diana Adityawardani 1) 1) Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Sains, FMIPA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Proses pendidikan dipandang sebagai aktivitas yang dapat

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Proses pendidikan dipandang sebagai aktivitas yang dapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan pokok dalam seluruh proses pendidikan. Proses pendidikan dipandang sebagai aktivitas yang dapat merespon siswa untuk terlibat

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUESIONER AWAL

LAMPIRAN KUESIONER AWAL LAMPIRAN KUESIONER AWAL Kami dari Mahasiswa Binus University Jenjang S1 jurusan Teknik Informatika Nama : 1) Tria Adrianita Nim : 1) 0900796844 2) Andri Ertanto 2) 0900803824 3) Ahmad Syahda fuadi 3) 0900814613

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Definisi operasional dibuat untuk menghindari berbagai penafsiran

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Definisi operasional dibuat untuk menghindari berbagai penafsiran 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional Definisi operasional dibuat untuk menghindari berbagai penafsiran yang digunakan dalam penelitian ini. Penjelasan dari masing-masing definisi tersebut

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil di SMA Negeri 7 Bandar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil di SMA Negeri 7 Bandar 19 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil di SMA Negeri 7 Bandar Lampung pada bulan November 2012. B. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi

Lebih terperinci

ANALISIS PEMAHAMAN KONSEP SISWASMA NEGERI SE- KECAMATAN ILIR BARAT I PALEMBANG PADA MATERI SUHU DAN KALOR DENGAN INSTRUMEN TTCIDAN CRI

ANALISIS PEMAHAMAN KONSEP SISWASMA NEGERI SE- KECAMATAN ILIR BARAT I PALEMBANG PADA MATERI SUHU DAN KALOR DENGAN INSTRUMEN TTCIDAN CRI ANALISIS PEMAHAMAN KONSEP SISWASMA NEGERI SE- KECAMATAN ILIR BARAT I PALEMBANG PADA MATERI SUHU DAN KALOR DENGAN INSTRUMEN TTCIDAN CRI Rerrysta Yolanda 1), Syuhendri 2), dan Nely Andriani 2) 1 Alumni Pendidikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Swadhipa Natar pada semester genap

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Swadhipa Natar pada semester genap 26 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Swadhipa Natar pada semester genap tahun ajaran 2011/2012. Waktu penelitian pada bulan Mei 2012. B. Populasi

Lebih terperinci

UNESA Journal of Chemical Education Vol. 2, No. 1, pp Januari 2013 ISSN:

UNESA Journal of Chemical Education Vol. 2, No. 1, pp Januari 2013 ISSN: POLA PERGESERAN KONSEPSI SISWA PADA STRUKTUR ATOM SETELAH PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI POGIL TYPE OF STUDENT S SHIFTING CONCEPTION ON ATOMIC STRUCTURE AFTER IMPLEMENTATION POGIL STRATEGY Septi Wahyuningrum

Lebih terperinci

DESKRIPSI MISKONSEPSI SISWA SMA SEKECAMATAN KAPUAS TENTANG GERAK MELINGKAR BERATURAN MENGGUNAKAN THREE-TIER TEST

DESKRIPSI MISKONSEPSI SISWA SMA SEKECAMATAN KAPUAS TENTANG GERAK MELINGKAR BERATURAN MENGGUNAKAN THREE-TIER TEST DESKRIPSI MISKONSEPSI SISWA SMA SEKECAMATAN KAPUAS TENTANG GERAK MELINGKAR BERATURAN MENGGUNAKAN THREE-TIER TEST ARTIKEL PENELITIAN Oleh: DESFHIE YOLENTA NIM F03110031 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI SISTEM EKSKRESI PADA VERTEBRATA

SISTEM EKSKRESI SISTEM EKSKRESI PADA VERTEBRATA SISTEM EKSKRESI SISTEM EKSKRESI PADA VERTEBRATA Sistem ekskresi pada manusia dan vertebrata lainnya melibatkan organ paru-paru, kulit, ginjal, dan hati. Namun yang terpenting dari keempat organ tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku. Belajar bukanlah sekadar mengumpulkan pengetahuan tetapi belajar merupakan proses mental yang terjadi dalam

Lebih terperinci

*Keperluan Korespondensi, telp/fax: ,

*Keperluan Korespondensi, telp/fax: , Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 4 No. 4 Tahun 2015 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret Hal. 117-122 ISSN 2337-9995 http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/kimia PENINGKATAN AKTIVITAS

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI DAN PENYEBABNYA PADA SISWA KELAS XI MIA SMA NEGERI 1 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2015/2016 PADA MATERI POKOK STOIKIOMETRI

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI DAN PENYEBABNYA PADA SISWA KELAS XI MIA SMA NEGERI 1 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2015/2016 PADA MATERI POKOK STOIKIOMETRI Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 5 No. 2 Tahun 2016 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret Hal. 10-17 ISSN 2337-9995 http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/kimia IDENTIFIKASI MISKONSEPSI

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) A. Identitas Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Cirebon Mata Pelajaran : Biologi Kelas/Program/Semester : XI IPA/1 Standar Kompetensi : 3. Menjelaskan struktur dan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah disebut sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Semua pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah disebut sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah disebut sebagai sains (Herlanti, 2006). Pendidikan sains merupakan upaya para pendidik untuk menyampaikan hasil

Lebih terperinci

BioEdu Berkala Ilmiah Pendidikan Biologi

BioEdu Berkala Ilmiah Pendidikan Biologi PROFIL MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI STRUKTUR DAN FUNGSI JARINGAN TUMBUHAN Laily Istighfarin Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya e-mail : Lailyistighfarin@gmail.com Fida Rachmadiarti dan

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.3

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.3 1. Kaitan antara hati dan eritrosit adalah??? SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.3 Hati berperan dalam perombakan eritosit Hati menghasilkan eritrosit Eritrosit merupakan

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA A. GINJAL SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA Sebagian besar produk sisa metabolisme sel berasal dari perombakan protein, misalnya amonia dan urea. Kedua senyawa tersebut beracun bagi tubuh dan harus dikeluarkan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN PEMAHAMAN GRAFIK KINEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS. Oleh Surya Gumilar

ANALISIS KEMAMPUAN PEMAHAMAN GRAFIK KINEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS. Oleh Surya Gumilar ANALISIS KEMAMPUAN PEMAHAMAN GRAFIK KINEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS Oleh Surya Gumilar ABSTRACT This research is aimed to know understanding graph of kinematic student with using Criteria Respon

Lebih terperinci

OMEGA Jurnal Fisika dan Pendidikan Fisika Vol 1, No 2 (2015) ISSN:

OMEGA Jurnal Fisika dan Pendidikan Fisika Vol 1, No 2 (2015) ISSN: Strategi Pembelajaran Relating-Experiencing-Applying-Cooperating-Transferring (REACT) dengan Pendekatan Inkuiri untuk Mengurangi Miskonsepsi Fisika Siswa Nyai Suminten Program Studi Pendidikan Fisika,

Lebih terperinci

Created by Mr. E. D, S.Pd, S.Si LOGO

Created by Mr. E. D, S.Pd, S.Si LOGO Created by Mr. E. D, S.Pd, S.Si darma_erick77@yahoo.com LOGO Proses Pengeluaran Berdasarkan zat yang dibuang, proses pengeluaran pada manusia dibedakan menjadi: Defekasi: pengeluaran zat sisa hasil ( feses

Lebih terperinci

PENGARUH STRATEGI INKUIRI TERHADAP PENGURANGAN MISKONSEPSI MATEMATIKA PESERTA DIDIK KELAS VII SMP NEGERI 1 DUDUKSAMPEYAN. Abstrak

PENGARUH STRATEGI INKUIRI TERHADAP PENGURANGAN MISKONSEPSI MATEMATIKA PESERTA DIDIK KELAS VII SMP NEGERI 1 DUDUKSAMPEYAN. Abstrak PENGARUH STRATEGI INKUIRI TERHADAP PENGURANGAN MISKONSEPSI MATEMATIKA PESERTA DIDIK KELAS VII SMP NEGERI 1 DUDUKSAMPEYAN Ismiatin Mafruhah, Sarwo Edy, Fatimatul Khikmiyah, Jurusan Pendidikan Matematika,

Lebih terperinci

Identifikasi Miskonsepsi Mahasiswa Biologi Universitas Negeri Makassar pada Konsep Genetika dengan Metode CRI

Identifikasi Miskonsepsi Mahasiswa Biologi Universitas Negeri Makassar pada Konsep Genetika dengan Metode CRI Jurnal Sainsmat, September 2014, Halaman 122-129 Vol. III, No. 2 ISSN 2086-6755 http://ojs.unm.ac.id/index.php/sainsmat Identifikasi Miskonsepsi Mahasiswa Biologi Universitas Negeri Makassar pada Konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Syarifudin, 2007: 21). Dalam arti luas, pendidikan berlangsung bagi siapapun,

BAB I PENDAHULUAN. (Syarifudin, 2007: 21). Dalam arti luas, pendidikan berlangsung bagi siapapun, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah segala pengalaman (belajar) di berbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi perkembangan individu (Syarifudin,

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI MANUSIA

SISTEM EKSKRESI MANUSIA BAB 7 SISTEM EKSKRESI MANUSIA MODULE OF BIOLOGY S EDUCATION 2015 SISTEM EKSRESI MANUSIA Standar Kompetensi : 3. Menjelaskan struktur dan fungsi organ manusia dan hewan tertentu,kelainan atau penyakit yang

Lebih terperinci

Bab. Sistem Ekskresi. A. Sistem Ekskresi pada Manusia B. Sistem Ekskresi pada Hewan

Bab. Sistem Ekskresi. A. Sistem Ekskresi pada Manusia B. Sistem Ekskresi pada Hewan Bab 7 Sumber: www.gcarlson.com Ginjal merupakan salah satu organ ekskresi yang menghasilkan urine. Sistem Ekskresi Hasil yang harus Anda capai: menjelaskan struktur dan fungsi organ manusia dan hewan tertentu,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di SMP Negeri 23 Bandar Lampung pada

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di SMP Negeri 23 Bandar Lampung pada III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di SMP Negeri 23 Bandar Lampung pada bulan April 2013. B. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING TERHADAP MINAT BELAJAR DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IX SMP N 2 TUNTANG ABSTRAK

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING TERHADAP MINAT BELAJAR DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IX SMP N 2 TUNTANG ABSTRAK PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING TERHADAP MINAT BELAJAR DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IX SMP N 2 TUNTANG Elleva Meichika Pratiwi, Kriswandani, S.Si., M.Pd., Erlina Prihatnani, S.Si.,

Lebih terperinci

MENGGALI MISKONSEPSI SISWA SMA PADA MATERI PERHITUNGAN KIMIA MENGGUNAKAN CERTAINTY OF RESPONSE INDEX

MENGGALI MISKONSEPSI SISWA SMA PADA MATERI PERHITUNGAN KIMIA MENGGUNAKAN CERTAINTY OF RESPONSE INDEX MENGGALI MISKONSEPSI SISWA SMA PADA MATERI PERHITUNGAN KIMIA MENGGUNAKAN CERTAINTY OF RESPONSE INDEX ARTIKEL PENELITIAN Oleh: NURSIWIN NIM F02109035 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PMIPA FAKULTAS

Lebih terperinci

- - SISTEM EKSKRESI MANUSIA - - sbl1ekskresi

- - SISTEM EKSKRESI MANUSIA - - sbl1ekskresi - - SISTEM EKSKRESI MANUSIA - - Modul ini singkron dengan Aplikasi Android, Download melalui Play Store di HP Kamu, ketik di pencarian sbl1ekskresi Jika Kamu kesulitan, Tanyakan ke tentor bagaimana cara

Lebih terperinci

Lyanda Fitriani Chaniarosi Mahasiswa Magister Pendidikan Biologi PPs Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Aceh

Lyanda Fitriani Chaniarosi Mahasiswa Magister Pendidikan Biologi PPs Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Aceh Jurnal EduBio Tropika, Volume 2, Nomor 2, Oktober 2014, hlm. 187-250 Lyanda Fitriani Chaniarosi Mahasiswa Magister Pendidikan Biologi PPs Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Aceh Korespondensi: lyanda.fcr@gmail.com

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengungkap penguasaan konsep siswa menggunakan kartu sortir.

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) No. : 1

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) No. : 1 A. Tujuan Pembelajaran Pertemuan Pertama Peserta didik dapat: RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) No. : 1 1. Menjelaskan pengertian ekskresi Sekolah : SMP TIM PENGEMBANGAN KURIKULUM Kelas / Semester

Lebih terperinci

Eka Pratiwi Tenriawaru*, Nurhayati B, Andi Faridah Arsal. Program Studi Biologi, Fakultas MIPA Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK

Eka Pratiwi Tenriawaru*, Nurhayati B, Andi Faridah Arsal. Program Studi Biologi, Fakultas MIPA Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK Jurnal Dinamika, September 2011, halaman 74-90 ISSN 2087-7889 Vol. 02. No. 2 Peningkatan Motivasi, Aktivitas, dan Hasil Belajar Biologi Siswa melalui Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuannya agar bermanfaat bagi kepentingan hidup. Secara umum

BAB I PENDAHULUAN. kemampuannya agar bermanfaat bagi kepentingan hidup. Secara umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha yang sengaja dan terencana untuk kepentingan peserta didik dalam membantu perkembangan potensi dan kemampuannya agar bermanfaat bagi kepentingan

Lebih terperinci

PERSETUJUAN PEMBIMBING

PERSETUJUAN PEMBIMBING PERSETUJUAN PEMBIMBING Jurnal: Identifikasi Miskonsepsi Siswa Pada Materi Asam Basa Menggunakan Certainty Of Response Index (CRI) Pada Kelas XI IPA 2 Di SMA Negeri 1 Bonepantai Oleh Mindrianti Muksin NIM.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Identifikasi miskonsepsi adalah suatu upaya penyelidikan yang dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Identifikasi miskonsepsi adalah suatu upaya penyelidikan yang dilakukan 29 BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional 1. Identifikasi miskonsepsi adalah suatu upaya penyelidikan yang dilakukan untuk mengetahui miskonsepsi yang terjadi pada siswa dengan menggunakan tes

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 1. Perhatikan gambar nefron di bawah ini! SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 Urin sesungguhnya dihasilkan di bagian nomor... A. B. C. D. 1 2 3 4 E. Kunci Jawaban : D

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan juli 2013 tahun pelajaran. 2013/2014 di SMP Negeri 22 Bandar Lampung.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan juli 2013 tahun pelajaran. 2013/2014 di SMP Negeri 22 Bandar Lampung. 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan juli 2013 tahun pelajaran 2013/2014 di SMP Negeri 22 Bandar Lampung. B. Populasi dan Sampel Populasi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI PADA KONSEP CAHAYA SISWA SMP. Irwandani, M.Pd. Pendidikan Fisika, IAIN Raden Intan Lampung

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI PADA KONSEP CAHAYA SISWA SMP. Irwandani, M.Pd. Pendidikan Fisika, IAIN Raden Intan Lampung IDENTIFIKASI MISKONSEPSI PADA KONSEP CAHAYA SISWA SMP Irwandani, M.Pd. Pendidikan Fisika, IAIN Raden Intan Lampung dirwansurya@yahoo.co.id Abstrak: Telah dilakukan studi kasus untuk mengidentifikasisejauhmana

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 5 No. 3 p-issn /e-ISSN

Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 5 No. 3 p-issn /e-ISSN Pengaruh Pemberian Tugas Awal dengan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Investigasi Kelompok terhadap Pemahaman Konsep Fisika Siswa Kelas VII SMP Karuna Dipa Palu Reni Novriani Mbatono, Syamsu dan Yusuf

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN AJAR BROSUR TERHADAP AKTIVITAS DAN PENGUASAAN MATERI OLEH SISWA. (Artikel) Oleh: Ely Fitri Astuti

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN AJAR BROSUR TERHADAP AKTIVITAS DAN PENGUASAAN MATERI OLEH SISWA. (Artikel) Oleh: Ely Fitri Astuti PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN AJAR BROSUR TERHADAP AKTIVITAS DAN PENGUASAAN MATERI OLEH SISWA (Artikel) Oleh: Ely Fitri Astuti FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2014

Lebih terperinci

ANALISIS MISKONSEPSI SISWA DENGAN CERTAINTY OF RESPONSE INDEX (CRI) PADA SUBMATERI SISTEM SARAF DI KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 SELIMBAU

ANALISIS MISKONSEPSI SISWA DENGAN CERTAINTY OF RESPONSE INDEX (CRI) PADA SUBMATERI SISTEM SARAF DI KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 SELIMBAU ANALISIS MISKONSEPSI SISWA DENGAN CERTAINTY OF RESPONSE INDEX (CRI) PADA SUBMATERI SISTEM SARAF DI KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 SELIMBAU Libras Asa Saputri 1), Nuri Dewi Muldayanti 1), Anandita Eka Setiadi

Lebih terperinci

PROFIL MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK PECAHAN DITINJAU DARI KEMAMPUAN MATEMATIKA SISWA

PROFIL MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK PECAHAN DITINJAU DARI KEMAMPUAN MATEMATIKA SISWA PROFIL MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK PECAHAN DITINJAU DARI KEMAMPUAN MATEMATIKA SISWA Nanda Prasetyorini 1 Jurusan Matematika, FMIPA, Unesa ndarin.nr@gmail.com ABSTRAK Miskonsepsi merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Quasi Experiment (eksperimen semu), metode mempunyai kelompok control, tetapi tidak berfungsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tabiat (behavior) manusia. Yang dimaksud dengan behavior adalah setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. tabiat (behavior) manusia. Yang dimaksud dengan behavior adalah setiap BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat (behavior) manusia. Yang dimaksud dengan behavior adalah setiap tanggapan atau

Lebih terperinci

Anggarini Puspitasari* ) Purwati Kuswarini* )

Anggarini Puspitasari* ) Purwati Kuswarini* ) IMPLEMENTATION OF THINK TALK WRITE TYPE COOPERATIVE LEARNING MODEL IN HUMAN EXCRETION SYSTEM CONCEPT IN 11 th GRADE SCIENCE CLASS OF 8 th PUBLIC SENIOR HIGH SCHOOL AT TASIKMALAYA Anggarini Puspitasari*

Lebih terperinci

Analisis Konsepsi Siswa Pada Konsep Kinematika Gerak Lurus

Analisis Konsepsi Siswa Pada Konsep Kinematika Gerak Lurus Vol. 1 1 Analisis Konsepsi Siswa Pada Konsep Kinematika Gerak Lurus Agus Pujianto*, Nurjannah dan I Wayan Darmadi *e-mail: Fisika_agus43@yahoo.co.id Prodi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Tadulako Jl.

Lebih terperinci