BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Evaluasi (Penilaian) adalah proses penentuan informasi yang diperlukan,

Transkripsi

1 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi (Penilaian) Evaluasi (Penilaian) adalah proses penentuan informasi yang diperlukan, pengumpulan serta penggunaan informasi tersebut untuk melakukan pertimbangan, sebelum membuat keputusan (Harry Firman, 2007). Dalam PP RI No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, disebutkan bahwa evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Menurut Ngalim Purwanto (1985), evaluasi adalah penaksiran atau penilaian terhadap pertumbuhan dan kemajuan murid-murid ke arah tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Kegiatan evaluasi meliputi dua tahap, yaitu kegiatan mengukur dan menilai. Namun secara umum, kegiatan evaluasi didefinisikan sebagai kegiatan menilai, karena mengukur merupakan bagian dari kegiatan menilai. Tidak mungkin melakukan penilaian tanpa didahului oleh kegiatan pengukuran (Arikunto, 2003). Stufflebearn et.al 1971 (dalam Ikatan Sarjana Teknologi Pendidikan, 2008) menyatakan bahwa evaluasi adalah proses menggambarkan, memperoleh dan menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan. Dengan demikian, peranan kegiatan evaluasi dalam

2 12 pembelajaran adalah menentukan berhasil atau tidaknya proses pembelajaran di suatu sekolah. Evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran. Dengan penilaian, guru akan mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan sosial, sikap dan kepribadian siswa atau peserta didik. Adapun langkah-langkah pokok dalam penilaian secara umum terdiri dari perencanaan, pengumpulan data, verifikasi data, analisis data, dan interpretasi data. Dalam konteks pelaksanaan pendidikan, evaluasi memiliki beberapa tujuan. Berikut merupakan beberapa tujuan dari evaluasi: 1. untuk mengetahui kemajuan belajar siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. 2. untuk mengetahui efektifitas metode pembelajaran. 3. untuk mengetahui kedudukan siswa dalam kelompoknya. 4. untuk memperoleh masukan atau umpan balik bagi guru dan siswa untuk perbaikan. Dalam proses pembelajaran, evaluasi memiliki beberapa fungsi, yaitu: a. Fungsi pembelajaran, diagnosis kemajuan belajar, membangkitkan motivasi b. Fungsi administratif, penempatan, kenaikan, kelulusan, efektivitas program pembelajaran, evaluasi kinerja sekolah c. Fungsi bimbingan, pengembangan bakat, minat, dan karir d. Fungsi seleksi, seleksi siswa/ mahasiswa baru

3 13 Evaluasi memiliki beberapa prinsip, diantaranya adalah: a. Keterpaduan, evaluasi harus dilakukan dengan prinsip keterpaduan antara tujuan intruksional pengajaran, materi pembelajaran dan metode pengajaran. b. Keterlibatan peserta didik, prinsip ini merupakan suatu hal yang mutlak, karena keterlibatan peserta didik dalam evaluasi bukan alternatif, tapi kebutuhan mutlak. c. Koherensi, evaluasi harus berkaitan dengan materi pengajaran yang telah dipelajari dan sesuai dengan ranah kemampuan peserta didik yang hendak diukur. d. Pedagogis, perlu adanya tool penilai dari aspek pedagogis untuk melihat perubahan sikap dan perilaku sehingga pada akhirnya hasil evaluasi mampu menjadi motivator bagi diri siswa. e. Akuntabel, hasil evaluasi haruslah menjadi alat akuntabilitas atau bahan pertanggung jawaban bagi pihak yang berkepentingan seperti orang tua siswa, sekolah, dan lainnya. 2.2 International General Certificate of Secondary Education (IGCSE) IGCSE adalah ujian internasional untuk siswa sekolah menengah. IGCSE dikembangkan oleh CIE (Cambridge International Examination) pada tahun 1988 dan dijadikan ujian internasional oleh CIE dan London Examinations (Indah Puspita). Soal-soal yang dikembangkan dalam tes IGCSE mengacu pada kurikulum Cambridge IGCSE. Cambridge IGCSE adalah suatu kurikulum internasional yang pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam berpikir

4 14 kreatif, penyelidikan (inqury), serta pemecahan masalah, dan mempersiapkan siswa menuju jenjang pendidikan selanjutnya. Kurikulum ini banyak digunakan di Indonesia karena design Cambridge dapat disesuaikan dengan daerah masingmasing dan sertifikatnya telah diakui oleh banyak negara (sampai 2008 tercatat 120 negara menggunakan Cambridge). IGCSE dikhususkan bagi anak berusia tahun, dan untuk menyiapkan siswa ke jenjang berikutnya, seperti AS Level, A Level dan program diploma IB. CIE dan Edexel pun dipercaya oleh sekolah-sekolah dipenjuru dunia sebagai acuan untuk mengadakan ujian internasional. IGCSE membolehkan pembelajaran yang disesuaikan dengan daerahnya, tergantung pada negara yang bahasa ibunya bukan Bahasa Inggris dan diperbolehkan untuk mengikuti ujian. Sekolah dapat membuat suatu inti kurikulum dan melakukan kurikulum silang antar mata pelajaran. Sebagai contoh, ketika beberapa mata pelajaran memiliki pokok bahasan yang sama maka pokok bahasan itu diajarkan pada satu mata pelajaran saja (University of Cambridge, 2009). 2.3 Keterampilan Proses Sains Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, kurikulum yang berorientasi pada materi dan tujuan, sudah tidak sesuai lagi untuk digunakan di sekolah. Dengan demikian, diperlukan suatu pemikiran lain untuk ditambahkan pada kurikulum tersebut. Pemikiran itu adalah bagaimana memproses hasil belajar yang berupa konsep dan fakta menjadi alat untuk pengembangan diri siswa dalam menemukan sesuatu yang baru (Muhammad Alie

5 15 M., 2008). Fakta dan konsep yang tidak banyak, tetapi dipahami betul, dapat digunakan untuk menguasai dan/ atau menemukan fakta dan konsep yang lebih banyak. Pembelajaran sains banyak menerapkan konsep dasar dan prinsip dasar, maka siswa dituntut untuk berpikir secara ilmiah dan memiliki sifat imiah. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan keterampilan proses sangat tepat untuk dilakukan (anwar holil, 2009) Pada hakekatnya sains meliputi tiga hal, yaitu sains sebagai proses, sains sebagai produk, dan sains sebagai sikap (Carin dan Sund dalam Nani Dahniar). Produk sains berupa bangunan sistematis pengetahuan (body of knowledge) sebagai hasil dari proses (Dawson: 1994 dalam Nani Dahniar). Proses-proses dalam sains meliputi penemuan masalah, perumusan hipotesis, observasi, eksperimen, menganalisis data, dan menarik kesimpulan (Sund: 1982 dalam Nani Dahniar). Sedangkan sikap-sikap sains antara lain, pantang menyerah, jujur, terbuka, kritis, kreatif serta mau menerima masukan dari luar. Kimia sebagai bagian dari sains merupakan salah satu mata pelajaran yang menekankan pembelajarannya pada pengembangan keterampilam proses. Menurut Conny Semiawan 1987 ( dalam Muhammad Alie M., 2008) ada empat hal yang menjadi alasan mengapa perlu dikembangkan keterampilan proses dalam kegiatan belajar-mengajar sains, khususnya kimia. 1 Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, sehingga tidak mungkin lagi para guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa.

6 16 2 Siswa-siswa, khususnya dalam usia perkembangan anak, secara psikologis lebih mudah memahami konsep, apalagi yang sulit, bila disertai dengan contoh-contoh kongkrit, dialami sendiri, dan sesuai dengan lingkungan yang dihadapi. J. Piaget mengatakan bahwa intisari pengetahuan adalah kegiatan atau aktivitas, baik fisik maupun mental. 3 Ilmu pengetahuan boleh dikatakan bersifat relative, artinya, suatu kebenaran teori pada suatu saat berikutnya bukan kebenaran lagi, tidak sesuai lagi dengan situasi. Suatu teori bisa gugur bila ditemukan teori-teori yang lebih baru dan lebih jitu. Jadi, suatu teori masih dapat dipertanyakan dan diperbaiki. Oleh karena itu, perlu orang-orang yang kritis, mempunyai sikap ilmiah. Wajar kiranya kalau anak-anak atau siswa sejak dini sudah ditanamkan dalam dirinya sikap ilmiah dan sikap kritis ini. Dengan menggunakan keterampilan proses, maksud tersebut untuk saat ini pantas diterima. 4 Proses belajar dan pembelajaran bertujuan membentuk manusia yang utuh artinya cerdas, terampil dan memiliki sikap dan nilai yang diharapkan. Jadi, pengembangan pengetahuan dan sikap harus menyatu. Dengan keterampilan memproses ilmu, diharapkan berlanjut kepemilikan sikap dan mental. Keterampilan proses adalah keterampilan berpikir (thinking skills) yang digunakan ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah (Firman, 2007). Menurut Depdiknas (2000), keterampilan proses sains merupakan keterampilan yang dapat menyebabkan anak mampu menemukan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Keterampilan proses adalah keterampilan fisik dan mental

7 17 terkait dengan kemampuan-kemampuan yang mendasar yang dimiliki, dikuasai dan diaplikasikan dalam suatu kegiatan ilmiah, sehingga para ilmuan berhasil menemukan sesuatu yang baru. (Semiawan, dkk dalam Wahidin, 2008). Kemampuan-kemampuan dasar tersebut adalah keterampilan mengamati, keterampilan menyimpulkan, keterampilan memprediksi, keterampilan mengklasifikasi, dan keterampilan komunikasi. Pandangan yang sama dikemukakan oleh Rustaman (dalam Arief Sidharta ) bahwa keterampilan proses merupakan keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan, dan menerapkan konsep-konsep, prinsip-prinsip,hukum-hukum, dan teori sains, baik berupa keterampilan mental, keterampilan fisik maupun keterampilan sosial. Keterampilan proses melibatkan keterampilan kognitif (intelektual), keterampilan manual dan keterampilan sosial. Keterampilan kognitif mencakup keterampilan mengamati, klasifikasi, interpretasi, mengajukan pertanyaan, hipotesis, dan merencanakan percobaan. Keterampilan manual mencakup keterampilan menggunakan alat. Sedangkan keterampilan sosial mencakup keterampilan berkomunikasi Berdasarkan keterangan di atas, keterampilan proses sains merupakan suatu pendekatan belajar-mengajar dimana setelah pembelajaran diharapkan siswa akan memiliki keterampilan-keterampilan tertentu. Dengan keterampilan tersebut, siswa akan mampu memproses informasi hal-hal baru yang bermanfaat baik berupa fakta, konsep, maupun pengembangan sikap dan nilai. Melalui keterampilan proses sains, konsep yang diperoleh siswa akan lebih bermakna karena keterampilan berpikir siswa akan dapat lebih berkembang.

8 Jenis-jenis Keterampilan Proses Sains Dalam pembelajaran IPA, keterampilan-keterampilan proses sains adalah keterampilan-keterampilan yang dipelajari siswa saat mereka melakukan kinerja ilmiah. Keterampilan proses meliputi pengamatan, pengklasifikasian, penginferensian, peramalan, pengkomunikasian, pengukuran, penggunaan bilangan, penginterpretasian data, melakukan eksperimen, pengontrolan variabel, perumusan hipotesis, pendefinisian secara operasional, dan perumusan model (Nur:2002a,1 dalam Anwar Holil, 2008). Menurut Conny Semiawan ( dalam Muhammad Alie M, 2008) kemampuan dasar yang harus dimiliki siswa dalam keterampilan proses adalah mengobservasi, menghitung, mengukur, mengklasifikasi, mencari hubungan ruang waktu, membuat hipotesis, merencanakan penelitian, mengendalikan verbal, menafsirkan data, membuat kesimpulan sementara, meramalkan, menerapkan, mengkomunikasikan. Senada dengan kemampuan dasar yang diajukan di atas, Firman (2007) mengelompokkan keterampilan proses ke dalam: mengamati, menafsirkan, meramalkan, menggunakan konsep, merancang penelitian, serta mengkomunikasikan. Adapun berikut penjelasan dari jenis-jenis keterampilan proses. Tabel 2.1. Jenis Keterampilan Proses Sains dan Kegiatannya No Jenis Keterampilan Proses Kegiatan 1 Mengamati (observing) - Melakukan pengumpulan data dengan menggunakan inderanya - Mengenal sifat obyek; membanding secara kualitatif dan kuantitatif obyek/ peristiwa - Mendeskripsikan hasil suatu interaksi - Menggunakan instrumen sebagai ekstensi dari indera

9 19 Tabel 2.1. (Lanjutan) 2 Menafsirkan Pengamatan (interpreting) - Menarik kesimpulan tentatif dari data yang tercatat - Menemukan pola hubungan dari seperangkat data yang dikumpulkan - Membedakan pernyataan yang menunjukkan kesimpulan dari pernyataan yang hanya mendeskripsikan hasil pengamatan - Memilih data yang menunjang suatu kesimpulan 3 Meramalkan (predicting) - Memprediksi berdasarkan interpolasi dan ekstrapolasi - Memprediksi berdasarkan polapola yang berulang 4 Menggunakan konsep (using concepts) 5 Merancang penelitian (designing an investigation) 6 Mengkomunikasikan (communicating) - Menggunakan generalisasi yang telah dipelajarinya pada situasi baru - Menerangkan kasus nyata yang diamati - Merancang kegiatan yang dilakukan untuk menguji hipótesis, yang meliputi pengenalan variable-variabel: variabel penelitian, variabel tergantung, variabel yang tidak mempengaruhi hasil, variabel yang dibuat konstan - Penentuan cara pengamatan dan pengukuran apa yang perlu dilakukan; bagaimana menarik kesimpulan dari hasil pengamatan Menyampaikan gagasan atau temuan kepada orang lain secara lisan, verbal (laporan), maupun pictorial (grafis, bagan diagramatis, table, dsb)

10 Penilaian Keterampilan Proses Salah satu peran guru dalam proses belajar mengajar adalah evaluator. Penilaian merupakan usaha untuk memperoleh informasi tentang perolehan belajar siswa secara menyeluruh, baik pengetahuan, konsep, sikap, nilai maupun keterampilan proses. Hal ini dapat digunakan oleh guru sebagai balikan maupun keputusan yang sangat diperlukan dalam menentukan strategi belajar mengajar. Penilaian tersebut mencakup penilaian terhadap proses dan penilaian terhadap hasil belajar siswa. Penilaian proses (Usman, 1999 dalam Muhammad Alie M.) dapat diartikan penilaian terhadap proses belajar yang sedang berlangsung, yang dilakukan oleh guru dengan memberikan umpan balik secara langsung kepada seorang siswa atau kelompok siswa. Dalam penilaian keterampilan proses sekaligus dikembangkan sikap-sikap yang dikehendaki seperti kreatif, kerjasama, bertanggung jawab, dan berdisiplin sesuai dengan penekanan bidang studi yang bersangkutan. Penilaian keterampilan proses dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan observasi dan tes tertulis. Penilaian observasi dapat dilakukan pada setiap pembelajaran di kelas, laboratorium, maupun lapangan dengan menggunakan format observasi penilaian keterampilan proses. Penilaian tes tertulis dapat dilakukan menggunakan tes obyektif dan uraian. Untuk mengetahui bahwa proses kerja ilmiah itu benar-benar terjadi dan siswa memahami konsep dengan baik, maka dalam setiap pokok uji tes siswa

11 21 dituntut untuk mengemukakan alasan, sehingga dapat diinterpretasikan apakah siswa menguasai konsep dan keterampilan proses atau tidak. 2.6 Laju Reaksi Menurut Kurikulum Cambridge IGCSE Pada topik laju reaksi, kurikulum Cambridge IGCSE memisahkan sub topik pada materi inti dan materi pelengkap. Materi inti menuntut siswa untuk dapat menjelaskan teori dan merancang percobaan untuk menentukan pengaruh konsentrasi, ukuran partikel, suhu, dan katalis terhadap laju reaksi. Untuk memenuhi tujuan tersebut, maka pembelajaran dilakukan dengan metode percobaan. Hasil percobaan ditunjukkan dengan grafik volume gas yang dihasilkan terhadap waktu. Percobaan dilakukan dengan menggunakan alat seperti di bawah ini: Gambar 2.1 Metode Pengukuran Laju dengan Mengumpulkan Gas ke dalam Syringe Selain dengan grafik di atas, hasil percobaan juga dapat ditunjukkan dengan grafik jumlah reaktan yang digunakan terhadap waktu. Alat yang digunakan adalah sebagai berikut:

12 22 Gambar 2.2. Metode Pengurangan Massa Oleh karena pengukuran laju reaksi dilakukan dengan menggunakan rumus: Jumlah reak tan yang digunakan volume hasil Laju Re aksi = = waktu waktu Maka laju reaksi dapat ditentukan dengan menghitung tangen dari grafik. Setelah siswa dapat menjelaskan pengaruh dari faktor-faktor di atas, siswa dituntut untuk menggunakan teori tersebut dalam kehidupan seharihari. Misalnya, siswa dapat menjelaskan mengapa rice cooker bekerja pada suhu dan tekanan tinggi. Mengapa ketika susu dilarutkan dalam air pada temperatur kamar, akan terjadi gumpalan. Materi pelengkap menuntut siswa untuk dapat merencanakan variabel percobaan yang harus diubah, materi ini mendukung indikator yang ditunjukkan pada materi inti yaitu merancang percobaan. Dengan cara ini, siswa dapat meningkatkan keterampilan berpikir. Selanjutnya siswa dapat menginterpretasi data hasil percobaan mengenai laju reaksi. Kemudian siswa

13 23 menjelaskan fakta yang terjadi dengan menggunakan teori tumbukan. Pada bagian ini, siswa harus dapat menjelaskan mengapa pada konsentrasi dan suhu tinggi laju menjadi meningkat. Selain percobaan diatas, siswa juga harus dapat menjelaskan pengaruh cahaya terhadap laju reaksi,misalnya pada proses fotosintesis. Serta menjelaskan penggunaan garam perak dalam fotografi. Jika dibandingkan dengan kurikulum Indonesia, kurikulum Cambridge memiliki cakupan materi yang lebih sedikit. Selain faktor-faktor yang mempengaruhi, kurikulum indonesia juga menuntut siswa untuk dapat menentukkan persamaan laju dan orde reaksi. Siswa harus mampu menjelaskan pengertian kemolaran dan penggunaannya, menuliskan ungkapan laju reaksi dan tingkat reaksi serta penentuannya, menentukan orde reaksi berdasarkan data hasil percobaan, dan membaca grafik kecenderungan orde reaksi. Evaluasi yang dilakukan pada kurikulum ini berpusat pada pengalaman siswa dalam melakukan percobaan, siswa dituntut untuk dapat memecahkan masalah baru yang ditemukan sebagai hasil percobaan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya gambar alat, grafik hasil percobaan, atau tabel data pengamatan. Berbeda dengan alat evaluasi pendidikan Indonesia yang selalu menekankan pada soal hitungan. 2.7 Penelitian yang Berhubungan Penelitian dalam kajian ini sangat penting untuk dilakukan. Hasil penelitian mengenai ranah keterampilan proses dalam soal tes kimia CIE level IGCSE dapat

14 24 digunakan sebagai masukan dalam pembuatan alat evaluasi yang dapat digunakan untuk siswa di Indonesia, sehingga dapat tercipta suatu proses evaluasi yang menuntut siswa untuk meningkatkan keterampilan berpikir (High Order Thinking). Selain itu, sampai saat ini belum ada yang menganalisis soal tes kimia CIE level IGCSE. Penelitian sejenis telah dilakukan oleh Purnamawati (2001) yang menganalisis mengenai kandungan keterampilan proses dalam tes UMPTN dan tes SPMB. Hasil analisis menunjukkan bahwa cakupan keragaman jenis keterampilan proses pada kedua tes tersebut terbatas. Lebih lanjut peneliti mengungkapkan bahwa sub tes EBTANAS memiliki cakupan jenis keterampilan proses lebih beragam dibandingkan sub tes UMPTN. Penelitian yang dilakukan oleh Evi Widianti (2008) yang menganalisis domain kognitif dan tipe permasalahan dalam soal tes formatif dan sumatif pada materi kimia di kelas XI semester II SMA berwawasan internasional. Hasil analisis menunjukkan bahwa materi pokok yang memiliki soal-soal dengan komposisi domain kognitif bervariasi mulai dari jenjang hafalan (C 1 ), pemahaman (C 2 ), penerapan (C 3 ), dan analisis (C 4 ) adalah larutan asam basa, larutan penyangga, serta kelarutan dan hasil kali kelarutan. Soal-soal pada materi pokok sistem koloid memiliki jenjang kognitif C 1, C 2, dan C 4 ; sementara soal-soal pada materi pokok hidrolisis garam hanya memiliki jenjang kognitif C 2 dan C 3. Berdasarkan tipe permasalahannya, ditemukan bahwa pokok uji pada materi larutan penyangga, serta kelarutan dan hasil kali kelarutan didominasi oleh soalsoal dengan tipe permasalahan konseptual. Selanjutnya, soal-soal pada materi

15 25 hidrolisis garam memiliki komposisi tipe permasalahan konseptual dan numerik seimbang. Sementara keseluruhan pokok uji pada materi sistem koloid merupakan sial-soal dengan tipe permasalahan konseptual. Penelitian lainnya dilakukan oleh Ramdan Sutana Hadi (2007) yang menganalisis struktur pemecahan masalah, jenis materi serta kompetensi dalam soal-soal stoikiometri pada tes SPMB. Hasil analisis menunjukkan bahwa persentase soal-soal stoikiometri cenderung didominasi oleh soal-soal yang memiliki struktur pemecahan banyak tahap dan bercabang. Jenis materi stoikiometri dalam soal ada lima jenis, yaiutu materi initi, asam basa, elektrolisis, termokimia, dan kesetimbangan. Kompetensi yang muncul cukup bervariasi karena memiliki cakupan yang kecil dan tidak ada kompetensi yang muncul secara konsisten. Akan tetapi, kompetensi menyetarakan persamaan reaksi, menginterkonversikan mol-massa-volum jumlah partikel dan menentukan jumlah mol zat-zat yang bereaksi dan hasil reaksi berdasarkan koefisien reaksi, muncul hampir konsisten dan memiliki cakupan yang cukup besar.