PENGARUH PUPUK LIMBAH AGAR-AGAR TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI MAHONI (Swietenia macrophylla, King) DI MEDIA TAILING TAMBANG EMAS PT ANTAM UBPE Pongkor

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PUPUK LIMBAH AGAR-AGAR TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI MAHONI (Swietenia macrophylla, King) DI MEDIA TAILING TAMBANG EMAS PT ANTAM UBPE Pongkor"

Transkripsi

1 PENGARUH PUPUK LIMBAH AGAR-AGAR TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI MAHONI (Swietenia macrophylla, King) DI MEDIA TAILING TAMBANG EMAS PT ANTAM UBPE Pongkor AYU BABY MUTIARA MANDELLA DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 RINGKASAN AYU BABY MUTIARA MANDELLA. C Pengaruh Pupuk Limbah Agar-Agar Terhadap Pertumbuhan Semai Mahoni (Swietenia macrophylla, King) di Media Tailing Tambang Emas PT ANTAM UBPE Pongkor. Dibimbing oleh PIPIH SUPTIJAH dan BASUKI WASIS. Pengolahan agar-agar menghasilkan residu sebanyak 65-70% dari keseluruhan bahan baku yang digunakan. Residu ini berupa ampas (limbah padat) yang mengandung unsur hara makro dan unsur hara mikro yang cukup lengkap (Saputra 2008). Limbah ini diduga berpotensi sebagai pupuk organik yang dapat membantu mempercepat pertumbuhan mahoni pada kegiatan revegetasi lahan tailing. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh penggunaan pupuk limbah agar-agar dalam meningkatkan pertumbuhan semai mahoni dan memperbaiki sifat fisik dan kimia tailing, serta membandingkan pengaruh pupuk limbah agar-agar dengan pupuk kompos terhadap pertumbuhan semai mahoni. Penelitian terdiri dari dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kandungan proksimat dan mineral limbah agar-agar, serta mineral tailing murni. Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan tinggi dan diameter semai mahoni yang ditanam di media tailing yang diberi pupuk limbah agar-agar dan kompos, serta untuk mengetahui kandungan mineral tailing setelah perlakuan. Hasil uji proksimat menunjukkan limbah agar-agar memiliki komposisi kimia kadar air 90,11%, kadar protein 0,66%, kadar lemak 0,53%, dan kadar abu 0,19%. Hasil uji mineral limbah agar-agar menunjukkan limbah agar-agar mengandung unsur N, P, K, Ca, Mg, Na, S, Fe, Al, Mn, Cu, Zn, dan B. Hasil uji mineral tailing menunjukkan tailing terdiri dari fraksi pasir 50,3%, debu 38,4%, dan liat 11,3%, rendahnya KTK dan unsur hara, serta mengandung logam berat Hg diatas ambang batas. Hasil pengukuran parameter tinggi menunjukkan semai mahoni dengan pemberian pupuk limbah agar-agar 1% menghasilkan pertumbuhan tinggi terbaik, yaitu sebesar 3,15 cm atau peningkatan sebesar 194,39% terhadap kontrol. Hasil pengukuran parameter diameter menunjukkan semai mahoni dengan pemberian pupuk limbah agar-agar 1,5% menghasilkan pertumbuhan diameter terbaik, yaitu sebesar 0,293 cm atau peningkatan sebesar 86,62% terhadap kontrol. Hasil uji mineral tailing setelah diberi perlakuan pupuk limbah agar-agar 1% dan 1,5% belum dapat memperbaiki sifat fisik tailing, namun dapat meningkatkan sifat kimia, walaupun peningkatan tersebut belum dapat memenuhi standar sifat kimia tanah yang baik. Pupuk limbah agar-agar berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi namun tidak berpengaruh nyata terhadap parameter diameter semai mahoni. Sementara itu pupuk kompos tidak berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi maupun diameter semai mahoni. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah dilakukan pengamatan terhadap parameter yang lebih bervariasi dengan waktu yang lebih lama agar hasil yang diperoleh lebih signifikan, penggunaan jenis tanaman dan jenis tailing lainnya, pemberian pupuk secara berkala, penyiraman dengan volume air terukur, dan pengujian terhadap logam berat yang diserap tanaman.

3 PENGARUH PUPUK LIMBAH AGAR-AGAR TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI MAHONI (Swietenia macrophylla, King) DI MEDIA TAILING TAMBANG EMAS PT ANTAM UBPE Pongkor SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Oleh AYU BABY MUTIARA MANDELLA C DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

4 Judul Skripsi : PENGARUH PUPUK LIMBAH AGAR-AGAR TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI MAHONI (Swietenia macrophylla, King) DI MEDIA TAILING TAMBANG EMAS PT ANTAM UBPE Pongkor Nama NRP : Ayu Baby Mutiara Mandella : C Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dra. Pipih Suptijah, MBA Dr. Ir. Basuki Wasis, MS NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M. Phil. NIP Tanggal lulus :

5 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Pengaruh Pupuk Limbah Agar-Agar Terhadap Pertumbuhan Semai Mahoni (Swietenia macrophylla, King) di Media Tailing Tambang Emas PT ANTAM UBPE Pongkor adalah benar merupakan karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2010 Ayu Baby Mutiara Mandella C

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 November Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Ade Soekirno (Alm) dan Linda Trisnawati Amiruddin. Penulis memulai jenjang pendidikan formal di TK Yaspen Tugu Ibu Depok (tahun ), SD Yaspen Tugu Ibu Depok (tahun ), selanjutnya penulis melanjutkan pendidikannya di SLTP Negeri 4 Depok (tahun ). Pendidikan menengah atas ditempuh penulis di SMA Negeri 3 Depok (tahun ). Pada tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan pada tahun 2007 penulis diterima di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam klub selam Fisheries Diving Club ( ). Selain itu penulis juga aktif dalam kepanitiaan berbagai kegiatan kemahasiswaan di Institut Pertanian Bogor. Penulis juga menjadi asisten mata kuliah Teknologi Pengembangan Kitin dan Kitosan 2009/2010. Selain itu penulis pernah menerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA), Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM), dan Supersemar. Sebagai syarat memperoleh gelar sarjana perikanan dan penyelesaian studi penulis melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pupuk Limbah Agar-Agar terhadap Pertumbuhan Semai Mahoni (Swietenia macrophylla, King) di Media Tailing Tambang Emas PT ANTAM UBPE Pongkor. Dibawah bimbingan Dra. Pipih Suptijah, MBA. selaku dosen pembimbing pertama dan Dr. Ir. Basuki Wasis, MS. selaku dosen pembimbing kedua.

7 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian ini dengan baik. Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak terlepas dari bantuan, dorongan dan dukungan dari segala pihak baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian ini dengan baik. Selanjutnya penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis baik secara moril maupun materil, yaitu: 1. Dra. Pipih Suptijah, MBA. dan Dr. Ir. Basuki Wasis, MS. selaku dosen pembimbing atas pengarahan, perhatian dan masukan serta kesabarannya dalam membimbing penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., M. Phil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 3. Dr. Ir. Agoes. M. Jacoeb, Dipl.-Biol. selaku dosen penguji dan Ketua Program Studi S1 Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 4. Ir. Iriani Setyaningsih, MS. selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing praktek lapang penulis atas bimbingan, nasehat dan motivasinya. 5. Staf pengajar Departemen Teknologi Hasil Perairan yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga dan tak terlupakan dalam hidup penulis selama mengecap pendidikan di Institut Pertanian Bogor. 6. Staf TU Departemen Teknologi Hasil Perairan yang telah membantu dalam kelancaran administrasi penulis. 7. Alm. Ayah (Ade Soekirno) dan Ibu (Linda Trisnawati) tercinta yang telah memberikan doa, kasih sayang, cinta, motivasi, nasehat, restu dan ketulusan kepada penulis hingga saat ini. 8. Adikku (Ario Wibawa Satria Mataram) yang telah banyak memberikan doa, semangat dan dorongan dalam hati.

8 9. Pimpinan PT ANTAM UBPE Pongkor yang telah memberikan kesempatan dan mengizinkan penulis untuk meneliti sampel tailing. 10. Bu Entin PT ANTAM UBPE Pongkor atas bantuannya saat pengambilan tailing. 11. DIKTI yang telah memberikan hibah PKM sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan. 12. Tim PKMP 2010 (Agustina Sandrasari dan M. Hafiz) atas kerjasamanya dalam pelaksanaan PKM. 13. Bu Emma, Mba Lastri, Mas Zaki atas bantuannya di laboratorium. 14. Pak Atang atas bantuannya di rumah kaca. 15. Teman-teman Salsabilah, keluarga kecil di Bogor (Agustina Sandrasari, Lulus Fitiriana, Elsha Surya R., Siti Hasanah, Indiyastari C., Nurina Kuswardani, Mega Dewi, Aditia Yudis, Lingga Divika, Wulan Mega, Imah, Bio, Milky, Ayu, Dinda dan Aisha) atas bantuan, motivasi serta kebersamaan dalam suka, duka dan canda tawa yang telah diberikan kepada penulis. 16. M. Darwin dan Ica atas bantuannya saat pengambilan tailing di Pongkor. 17. Choirul Fuad atas persahabatan dan motivasi yang terus diberikan kepada penulis serta bantuannya di rumah kaca. 18. Teman-teman Praktek Lapang di Cirebon (Icha, Rizal, Fauzi, Nanang, dan Fauziah) atas pengalaman serunya. 19. Dian Rachma Safitri, Ade Ayu Mustika, dan Fitri Meidiyanti atas persahabatan dalam sukadan duka serta segala bantuannya selama ini. 20. Teman-teman THP 43 atas persahabatan, semangat dan bantuannya selama 3 tahun menempuh pendidikan bersama-sama. 21. Teman-teman THP 41, 42, 44 dan 45 atas persahabatan dan kebersamaannya. 22. Teman-teman Asisten Teknologi Pengembangan Kitin dan Kitosan 2010 (Restiningtyas, Aisha P., Romauli, Erna Anggraeni, Brinado, dan Sugara). Bogor, Agustus 2010 Penulis

9 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... ix xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Agar-Agar Struktur agar-agar Limbah agar-agar Tailing Revegetasi Lahan Tambang Deskripsi Mahoni (Swietenia macrophylla, King) Pupuk Kompos METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penelitian pendahuluan Pembuatan agar-agar Analisis proksimat limbah agar-agar Analisis mineral limbah agar-agar Analisis mineral tailing murni Penentuan konsentrasi pupuk terbaik Penelitian utama Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lingkungan Komposisi Kimia Limbah Agar-Agar... 21

10 4.3 Kandungan Mineral Limbah Agar-Agar Kandungan Mineral Tailing Murni Penentuan Konsentrasi Pupuk Terbaik Penelitian Utama Pengaruh pupuk terhadap tinggi semai mahoni Pengaruh pupuk terhadap diameter semai mahoni Kandungan Mineral Tailing Setelah Perlakuan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Struktur agar-agar Semai mahoni (Swietenia macrophylla, King) Diagram alir proses pembuatan agar-agar Diagram alir penanaman semai mahoni Rumah kaca Jenis pupuk yang digunakan dalam penelitian Kurva pertumbuhan tinggi semai mahoni umur 3 MST Kurva pertumbuhan diameter semai mahoni umur 3 MST Kurva pertumbuhan tinggi semai mahoni umur 12 MST Kurva pertumbuhan diameter semai mahoni umur 12 MST... 38

12 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Kandungan unsur hara pada alga merah Kandungan unsur hara kompos secara umum Komposisi kimia limbah agar-agar Komposisi mineral limbah agar-agar Karakteristik media tanam tailing murni PT Antam UBPE Pongkor Kandungan logam berat tailing murni PT Antam UBPE Pongkor Pengaruh penggunaan pupuk terhadap tinggi semai mahoni Pengaruh penggunaan pupuk terhadap diameter semai mahoni Karakteristik media tanam tailing setelah diberi perlakuan... 41

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1-a Hasil pengukuran pertumbuhan tinggi semai mahoni umur 3 MST pada penelitian pendahuluan b Hasil pengukuran pertumbuhan diameter semai mahoni umur 3 MST pada penelitian pendahuluan a Hasil pengukuran rata-rata pertumbuhan tinggi semai mahoni umur 12 MST (cm) b Hasil pengukuran rata-rata pertumbuhan diameter semai mahoni umur 12 MST (cm) a Hasil uji statistik pengaruh pemberian pupuk limbah agar-agar terhadap tinggi semai mahoni (cm) b Hasil uji statistik pengaruh pemberian pupuk limbah agar-agar terhadap diameter semai mahoni (cm) c Hasil uji statistik pengaruh pemberian pupuk kompos terhadap tinggi semai mahoni (cm) d Hasil uji statistik pengaruh pemberian pupuk kompos terhadap diameter semai mahoni (cm)... 60

14 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumput laut sebagai salah satu sumber hayati laut yang dapat menghasilkan senyawa hidrokoloid merupakan komoditi berprospek baik untuk dikembangkan. Produksi rumput laut secara nasional pada tahun 2005 mencapai ton, pada tahun 2006 mencapai ton, pada tahun 2007 mencapai ton (Departemen Kelautan dan Perikanan 2008). Tahun 2009 produksi nasional rumput laut terus meningkat hingga mencapai ton dengan nilai produksi sebesar Rp 1,8 triliun (Departemen Kelautan dan Perikanan 2010 a ). Senyawa hidrokoloid yang berasal dari rumput laut ini merupakan bahan dasar lebih dari 500 jenis produk komersial yang banyak digunakan di berbagai industri (Takano et al. 1995). Salah satu produk hasil olahan rumput laut adalah agar-agar. Agar-agar merupakan produk kering berbentuk kristal atau bubuk, mempunyai sifat seperti gelatin, dan merupakan hasil ekstraksi non-nitrogen dari ganggang kelompok Agarophyte, yakni Gracilaria sp., Gelidium sp., Pterocladia sp., dan lain-lain (Winarno 2008). Hasil pengolahan tak hanya berupa agar-agar, namun juga menghasilkan residu sebanyak 65-70% dari keseluruhan bahan baku yang digunakan. Industri penghasil agar-agar mampu menghasilkan kurang lebih 30 ton limbah agar-agar dalam sehari. Limbah yang dihasilkan dari pengolahan rumput laut pada tahun 2008 sekitar ton. Residu ini berupa ampas (limbah padat) yang ternyata mengandung unsur hara makro dan unsur hara mikro yang cukup lengkap (Saputra 2008). Limbah padat yang dihasilkan oleh industri pengolahan agar-agar biasanya hanya dibiarkan menumpuk di lokasi penimbunan, walaupun tidak berbahaya namun timbunanan limbah tersebut berpotensi menimbulkan masalah terutama jika lokasi penimbunan sudah tidak mampu lagi menampung limbah hasil produksi. Melihat kenyataan tersebut maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk memanfaatkan limbah agar-agar supaya tidak mencemari lingkungan dan dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia.

15 2 Tailing adalah sisa pengolahan pertambangan yang sifatnya tidak ekonomis dan jika tidak dimanfaatkan akan mencemari lingkungan. Perusahaan besar, misalnya PT ANTAM UBPE (Unit Bisnis Penambangan Emas) Pongkor yaitu salah satu perusahaan pertambangan emas terbesar di Indonesia mampu menghasilkan volume tailing per harinya sebanyak 2500 ton (Setyaningsih 2007). Mengingat banyaknya tailing yang dihasilkan tersebut maka kegiatan revegetasi mutlak dilakukan pada lahan tailing. Kegiatan revegetasi dilakukan untuk menghijaukan kembali lahan tailing. Keberhasilan kegiatan revegetasi tersebut membutuhkan jenis tanaman yang mampu beradaptasi, misalnya mahoni (Swietenia macrophylla, King), yang berpotensi bila ditanam di daerah kering seperti lahan tailing (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan 2001). Kegiatan revegetasi juga membutuhkan pertumbuhan tanaman yang cepat dan harus disertai dengan upaya perbaikan sifat fisik dan kimia tailing agar dapat menghasilkan pertumbuhan tanaman yang baik. Upaya perbaikan sifat fisik dan kimia tailing ini dapat dilakukan dengan penambahan unsur hara dari pupuk organik. Limbah agar-agar yang kaya akan unsur hara makro dan unsur hara mikro diduga berpotensi sebagai pupuk organik yang dapat membantu mempercepat pertumbuhan mahoni pada kegiatan revegetasi lahan tailing. Penelitian yang dilakukan berupa pemberian pupuk limbah agar-agar pada semai mahoni (Swietenia macrophylla, King) yang ditanam di media tailing tambang emas PT ANTAM UBPE Pongkor. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah agar-agar sebagai pupuk organik, menganalisis pengaruh penggunaan pupuk limbah agar-agar dalam meningkatkan pertumbuhan semai mahoni dan memperbaiki sifat fisik dan kimia tailing, serta membandingkan pengaruh pupuk limbah agar-agar dengan pupuk komersial (pupuk kompos) terhadap pertumbuhan semai mahoni.

16 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agar-Agar Menurut Romero et al. (2008), agar-agar merupakan dinding sel polisakarida yang diperoleh dari hasil ekstraksi alga merah (Rhodophyceae) kelompok Agarophyte, salah satunya adalah genus Gracilaria, namun tidak semua alga merah dapat memproduksi produk berupa agar-agar. Atas dasar kemampuannya memproduksi agar-agar, maka alga merah dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Agarophyte dan Agaroidophyte. Agarophyte adalah kelompok rumput laut yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan agar-agar sedangkan Agaroidophyte adalah kelompok ganggang merah yang memproduksi senyawa yang mempunyai sifat seperti agar-agar, tetapi dengan daya gelasi dan viskositas yang berbeda (Winarno 2008). Menurut Takano et al. (1995), agar-agar memiliki sifat larut air, mampu membentuk gel, terekstrak dengan air pada suhu dibawah C, dan dapat mencair pada suhu dibawah C. Agar-agar berfungsi sebagai bahan pengental, pembentuk gel, penstabil, dan bahan pemantap. Agar-agar digunakan dalam industri makanan (pembuatan roti, sup, saus, es krim, jelly, dan permen), industri farmasi (sebagai obat pencahar atau peluntur, pembungkus kapsul obat, antibiotik dan vitamin), industri kosmetik (pembuatan salep, krem, lotion, lipstik, dan sabun), industri tekstil (pelindung sutera), industri kulit (pemantap permukaan yang halus dan kekakuan kulit), dan industri lainnya (berguna dalam pembuatan pelat film, pasta gigi, semir sepatu, kertas serta bantalan transportasi ikan) (Saputra 2008) Struktur agar-agar Agar-agar adalah polisakarida yang terdiri-dari rantai linear galaktan. Galaktan adalah polimer dari galaktosa. Galaktan dapat berupa rantai linear yang netral ataupun sudah terekstraksi dengan metil atau asam sulfat saat menyusun senyawa agar-agar. Galaktan yang sebagian monomer galaktosanya membentuk ester dengan metil disebut agarose sedangkan galaktan yang teresterkan dengan asam sulfat dikenal sebagai agaropektin (Winarno 2008).

17 4 Menurut Subaryono et al. (2003), agarosa merupakan suatu fraksi dari agar-agar yang merupakan polimer netral dan sedikit mengandung sulfat. Agarosa dikenal sebagai fraksi pembentuk gel dari agar-agar, dimana sifat-sifat gel yang dihasilkannya mendekati sifat-sifat gel ideal untuk keperluan bidang bioteknologi. Menurut Takano et al. (1995), agarosa sebagai komponen utama pembentuk gel terdiri dari rantai (1-3)-β-D-galaktosa dan (1-4)-3,6-anhidro-α-L-galaktosa. Struktur agar-agar dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Struktur agar-agar (Imeson 2010) Limbah agar-agar Limbah agar-agar merupakan hasil samping dari proses pengolahan agar-agar dari rumput laut kelas Rhodophyceae (alga merah). Residu dari proses ini umumnya mengandung unsur hara makro, yaitu unsur fosfor (P) dan kalium (K) yang tinggi, unsur nitrogen (N) dalam jumlah sedikit, kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan belerang (S). Limbah agar-agar juga kaya akan unsur hara mikro yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Jumlahnya berkisar antara jenis, diantaranya yaitu unsur besi (Fe), klor (Cl), boron (B), dan lain-lain (Saputra 2008). Kandungan unsur hara pada alga merah dapat dilihat pada Tabel 1. Limbah agar-agar juga mengandung hormon auksin dan sitokinin yang dapat meningkatkan daya tumbuh tanaman untuk tumbuh, berbunga dan berbuah serta ditunjang pula oleh adanya sifat hidrokoloid pada rumput laut yang dapat dimanfaatkan untuk penyerapan air (daya serap tinggi) dan menjadi substrat yang baik untuk mikroorganisme tanah (Saputra 2008). Limbah agar-agar yang diaplikasikan sebagai pupuk memiliki beberapa keunggulan terutama jika

18 5 Tabel 1 Kandungan unsur hara pada alga merah Unsur hara Kandungan (% berat kering) Cl 1,5-3,5 K 1,0-2,2 Na 1,0-7,9 Mg 0,3-1,0 S 0,5-1,8 Si 0,2-0,3 P 0,2-0,3 Ca 0,4-1,5 Fe 0,1-0,15 I 0,1-0,15 B 0,005 Sumber: Winarno (1990) diacu dalam Indriani dan Suminarsih (1999) dibandingkan dengan pupuk organik yang terbuat dari kotoran sapi dan limbah rumah tangga. Pupuk dari limbah ini memiliki kandungan P 2 O 5 lima kali lebih tinggi dan kandungan K 2 O dua kali lebih tinggi daripada pupuk organik yang berasal dari kotoran sapi. Limbah ini juga dapat meningkatkan ph tanah, meningkatkan kandungan nitrogen total, meningkatkan kandungan bahan organik dan menghadirkan ion logam berat Cr dalam tanah guna meningkatkan populasi mikrobia tanah (Soerianto 1987 diacu dalam Saputra 2008). Tingginya unsur hara tersebut sangat bermanfaat bagi tanaman dan tanah. Unsur Mg dibutuhkan tanaman sebagai penyusun klorofil sedangkan unsur Ca mampu mengendalikan ph tanah yang asam. Unsur-unsur mikro tersebut terdapat pada rumput laut karena habitat rumput laut di laut yang kaya akan mineral sehingga mineral-mineral tersebut dapat terserap dan terakumulasi di jaringan rumput laut. Kelengkapan mikro nutrisi inilah yang sulit ditemui di bahan lain (TROBOS 2006 diacu dalam Saputra 2008). Hasil penelitian Departemen Kelautan dan Perikanan (2010 b ), tanaman yang diberi pupuk limbah agar-agar menghasilkan batang lebih besar dan tegak, urat daun terasa kasar, batang tidak mudah patah, dan daun berwarna hijau serta tidak mudah sobek. Hal ini menunjukkan bahwa pupuk limbah agar-agar baik untuk kekuatan tanaman, ketahanan terhadap lingkungan, serta ukuran tanaman. Pupuk limbah agar-agar juga memiliki kelemahan, yaitu daun tanaman banyak yang berlubang karena dimakan ulat dibandingkan daun tanaman yang diberi

19 6 pupuk berbahan kimia. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai indikator bahwa tanaman tidak membahayakan kesehatan manusia ketika dikonsumsi. Limbah agar-agar juga memiliki kekurangan, yaitu adanya kandungan logam berat, senyawa organik beracun dan jasad mikroba patogen (Saeni 1997 diacu dalam Saputra 2008). Menurut Basmal et al. (2005), limbah agar-agar juga mengandung selulosa yang ditemukan bersama-sama dengan bahan lain, yakni lignin, hemiselulosa, dan pektin serta bahan-bahan anorganik lainnya. Kandungan selulosa pada dinding sel rumput laut sebesar 30%. Selulosa merupakan polimer alami yang tersusun dari sejumlah unit anhidroglukopiranosa. Selulosa juga merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman dan hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam, melainkan berikatan dengan bahan lain yaitu lignin dan hemiselulosa yang membentuk suatu lignoselulosa, namun kandungan selulosa dalam limbah agar-agar ini sulit terdekomposisi secara alami dalam tanah. 2.2 Tailing Tailing adalah sisa pengolahan bahan tambang yang dihasilkan dari kegiatan penambangan. Tailing emas berupa bubuk batuan yang berasal dari batuan mineral yang telah digerus sedemikian rupa hasil pemisahan tembaga, emas dan perak di pabrik pengolahan (Boul 1981). Tailing pertambangan umumnya berkomposisi sekitar 50% lumpur batuan dan 50% air sehingga berwujud slurry (bubur). Pembuangan tailing ini menimbulkan resiko yang signifikan bagi lingkungan sekitarnya. Menurut Green dan Renault (2007), tailing menyebabkan kontaminasi terhadap lingkungan, rusaknya vegetasi lokal, meningkatnya keasaman tanah, erosi, menurunnya jumlah mikroba tanah, hilangnya kesuburan tanah, tanaman keracunan dan kontaminasi rantai makanan. Menurut Conesa et al. (2005), tailing biasanya memiliki kondisi yang tidak menguntungkan untuk pertumbuhan vegetasi alami, seperti ph rendah, konsentrasi logam beracun, rendahnya kapasitas retensi air, dan rendahnya nutrisi untuk tanaman. Menurut CSR/FAO (1983) diacu dalam Juhaeti (2005), tailing merupakan tanah yang miskin hara. Kandungan nitrogen tanah tergolong sangat rendah karena nilai N < 0,1% sedangkan kandungan fosfor medium. Sifat fisik

20 7 tailing yang merupakan masalah bagi pertumbuhan tanaman adalah tekstur, agregasi dan struktur, densitas dan infiltrasi, kompaksi, daya pegang dan stabilitasnya. Ukuran partikel tailing relatif kecil dan seragam berupa pasir halus berukuran 0,25-1,10 mm. Selain itu, sifat kimia tailing seperti status hara yang rendah, kandungan logam berat seperti Cd, Hg, Pb, As juga dapat menyebabkan kerusakan pada lingkungan. Logam berat adalah unsur logam yang memiliki berat jenis lebih dari 5, memiliki nomor atom dan serta dapat membentuk garam dalam suasana asam. Golongan logam berat diantaranya yaitu Hg, Cd, Pb, Cu, Cr, Zn, Ni, dan As. Diantara logam-logam berat tersebut yang bersifat racun adalah Hg, Pb, dan Cd. Secara alami logam berat di dalam tanah dapat mengikat unsur hara tanaman, sehingga unsur tersebut menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Selain itu logam berat di dalam tanah dapat terserap memasuki sistem jaringan tanaman sehingga produk yang dihasilkannya terkontaminasi (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 1998). Menurut Tordoff et al. (2000), sifat-sifat kimia logam dianggap sebagai faktor yang paling menghambat pertumbuhan tanaman. Tanah yang mengandung logam dan rendah akan unsur hara dapat sangat membatasi pertumbuhan tanaman. Logam menghalangi pertumbuhan akar yang selanjutnya mengakibatkan kekeringan pada tanaman. 2.3 Revegetasi Lahan Tambang Revegetasi pada lahan terbuka perlu diterapkan untuk memperbaiki lahan yang labil dan mengurangi erosi tanah, dalam jangka waktu yang panjang dapat pula memperbaiki kondisi iklim mikro, estetika dan meningkatkan kondisi lahan ke arah yang lebih protektif dan konservatif. Kunci utama keberhasilan revegetasi adalah pemilihan jenis pohon yang tepat. Upaya untuk menunjang kegiatan revegetasi perlu diperhatikan daya adaptibilitas pohon, kecepatan tumbuh pohon, pengetahuan mengenai teknik silvikultur, dan penggunaan pupuk (Sudarmonowati et al. 2009). Menurut Arienzo et al. (2003), tanaman hijau telah digunakan dalam beberapa tahun terakhir sebagai alat stabilisasi untuk mengurangi kadar logam dari tanah yang terkontaminasi. Penggunaan tanaman hijau juga bertujuan untuk memperbaiki karakteristik kimia dan biologi tanah yang terkontaminasi yakni

21 8 dengan meningkatkan kandungan bahan organik, kapasitas tukar kation dan aktivitas biologis. Tingkat toleransi tanaman terhadap kontaminan harus diketahui terlebih dahulu dan pemilihan spesies yang tepat sangatlah penting dalam kegiatan revegetasi, dengan kata lain tanaman harus dapat menunjukkan toleransi terhadap logam yang terakumulasi dalam tanah. 2.4 Deskripsi Mahoni (Swietenia macrophylla, King) Menurut Mayhew dan Newton (1998) diacu dalam Brown et al. (2003), jenis Swietenia macrophylla, King tumbuh pada musim kering maupun musim basah di hutan hujan tropis dan dapat tumbuh pada berbagai macam kondisi tanah. Jenis ini merupakan asli Meksiko (Yucatan), bagian tengah dan Utara Amerika Selatan (wilayah Amazona). Penanaman secara luas terutama di Asia bagian Selatan dan Pasifik, juga dikenal di Afrika Barat. Mahoni jenis ini dapat tumbuh baik pada tipe iklim A sampai D, yaitu pada suhu panas hingga suhu sedang dengan ketinggian lahan bervariasi antara meter di atas permukaan laut dengan curah hujan mm per tahun (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan 2001). Menurut Pennington (2002) diacu dalam Brown et al. (2003), pohon ini berumur panjang, cepat tumbuh, daun pohon dapat mencapai ketinggian hingga 50 m dengan batang berdiameter 3 m. Swietenia macrophylla, King yang terkenal dengan nama mahoni daun besar atau lebar ini termasuk dalam genus Swietenia dan famili Meliaceae. Jenis ini tergolong pohon yang mampu mengadakan pemangkasan alami, memiliki tajuk rapat, lebat, dan daunnya berwarna hijau tua (Samingan 1982). Kayu mahoni ini termasuk bahan mebel bernilai tinggi karena dekoratif dan mudah dikerjakan (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan 2001). Menurut Brown et al. (2003), spesies ini menghasilkan kayu keras yang berharga. Mahoni merupakan salah satu tanaman yang paling banyak ditanam di lahan reklamasi bekas area tambang. Hal ini dikarenakan mahoni selain memiliki nilai ekonomis, tanaman ini juga sangat cocok dijadikan sebagai tanaman penyangga yang memiliki perakaran yang kuat sehingga hutan dapat terhindar dari bahaya erosi bila musim penghujan tiba. Tanaman mahoni memperlihatkan pertumbuhan yang baik pada tanah-tanah yang keras sekalipun, serta sering

22 9 digunakan pada kegiatan agroforestry (suatu sistem penggunaan lahan) untuk meningkatkan kualitas tanah dan sebagai tanaman turus jalan (Samingan 1982). 2.5 Pupuk kompos Pupuk adalah zat yang berisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis terserap tanaman dari tanah (Lingga 1998). Pupuk merupakan bahan yang mengandung sejumlah nutrien yang diperlukan bagi tanaman. Pemupukan adalah upaya pemberian nutrien kepada tanaman guna menunjang kelangsungan hidupnya (Sutejo 2002 diacu dalam Saputra 2008). Pupuk secara umum dibagi menjadi dua berdasarkan asalnya, yaitu pupuk alam (organik) seperti pupuk kandang, pupuk kompos, pupuk humus, dan pupuk hijau, serta pupuk buatan (anorganik) seperti pupuk N (urea), pupuk P (TSP) dan pupuk K (KCl) (Lingga 1998). Kompos adalah salah satu jenis pupuk organik alami, tersusun atas bahan-bahan organik yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antar mikroorganisme (bakteri pembusuk) yang bekerja di dalamnya. Bahan-bahan organik tersebut seperti dedaunan, rumput, jerami, sisa-sisa ranting dan dahan, kotoran hewan, dan rontokan bunga. Kompos dapat memperbaiki struktur tanah dengan cara meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) sehingga unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman juga akan meningkat. Selain itu, dapat pula meningkatkan daya serap tanah terhadap air dan zat hara sehingga zat hara dalam tanah tidak terbawa air (Samekto 2006). Kandungan unsur hara kompos secara umum dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pertanian Nomor 02 dijelaskan bahwa kandungan pupuk organik harus mempunyai nilai minimal yakni kadar logam As<12 ppm, Hg<1%, Cd<10%, ph 4-8, P2O5<5%, K2O<5%, Zn maksimal 0,5%, Cu 0,5%, Co 0,002%, Bo 0,25%, dan Mo 0,001% (PERMEN Pertanian 2006). FAO telah menetapkan kriteria dasar untuk pupuk organik yakni kandungan unsur makro harus mempunyai nilai minimum N (12%), P (8%), dan K (6%) disamping kandungan unsur mikro seperti Fe, Cu, Zn, Mn, dan sebagainya (Sastrawijaya 2000 diacu dalam Saputra 2008).

23 10 Tabel 2 Kandungan unsur hara kompos secara umum Mineral Kandungan N (%) 1,33* P (%) 0,83* K (%) 0,36* Ca (%) 5,61* Mg (%) 0,10* Fe (ppm) ** Al (ppm) ** Mn (ppm) ** Cu (ppm) 65* Zn (ppm) 285* *Djuarnani et al. (2004) diacu dalam Samekto (2006) **Musnamar (2003)

24 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2010 sampai bulan Juli Sampel tailing diambil dari Gunung Pongkor, Desa Nungul, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pembuatan agar-agar untuk memperoleh limbah agar-agar dilakukan di Laboratorium Diversifikasi dan Formulasi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pengujian proksimat limbah agar-agar dilakukan di Laboratorium Biokimia, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Pengujian mineral limbah agar-agar dan unsur hara tailing dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor. Pengamatan pertumbuhan semai mahoni (Swietenia macrophylla, King) dilakukan di rumah kaca, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut Gracilaria sp., pupuk kompos, tailing tambang emas PT ANTAM UBPE Pongkor, semai mahoni (Swietenia macrophylla, King) umur 3 bulan, air, dan NaOH. Semai mahoni yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Semai mahoni (Swietenia macrophylla, King) (koleksi pribadi) Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Atomic Absorption Spechtrophotometer (AAS) merek Shimadzu tipe AA 680, timbangan, beaker glass, termometer, pengaduk, kain belacu, kompor, kaliper, mistar 50 cm, sendok, plastik polybag, ajir, pisau, penyiram tanaman, dan kertas label.

25 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap yaitu, penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan limbah agar-agar, analisis proksimat limbah agar-agar, analisis mineral limbah agar-agar, analisis mineral tailing murni serta penentuan konsentrasi pupuk limbah agar-agar dan pupuk kompos terbaik. Penelitian utama meliputi pengujian kembali konsentrasi terbaik yang diperoleh dari penelitian pendahuluan dengan memvariasikan konsentrasinya serta analisis mineral tailing setelah perlakuan Penelitian pendahuluan Penelitian pendahuluan ini diawali dengan membuat agar-agar untuk memperoleh ampas (limbah) agar-agar. Selanjutnya dilakukan analisis proksimat untuk mengetahui komposisi kimia yang terkandung dalam limbah agar-agar serta dilakukan pula analisis mineral untuk mengetahui kandungan mineral yang dimiliki limbah agar-agar. Setelah itu dilakukan analisis mineral tailing murni untuk mengetahui banyaknya unsur hara yang terkandung di dalamnya serta dilakukan penentuan konsentrasi pupuk limbah agar-agar dan pupuk kompos terbaik untuk diuji kembali pada penelitian utama Pembuatan agar-agar Prosedur kerja pembuatan agar-agar adalah sebagai berikut: Gracilaria sp. kering dicuci dengan air untuk menghilangkan kotoran dan benda asing yang menempel, kemudian direndam dengan NaOH 0,01% yang telah dilarutkan dalam air dengan perbandingan rumput laut dan air 1:2. Perendaman ini dilakukan selama 24 jam agar rumput laut menjadi lunak sehingga memudahkan proses ekstraksi dan untuk meningkatkan kekuatan gel. Setelah itu, Gracilaria sp. dibilas kembali dengan air untuk menghilangkan residu NaOH. Selanjutnya rumput laut dipotong kecil-kecil dan dimasukkan ke dalam beaker glass berisi air untuk dilakukan proses ekstraksi dengan perbandingan rumput laut dan air 1:40. Proses ekstraksi dilakukan pada suhu C selama 3-4 jam dengan pengadukan hingga rumput laut hancur dan membentuk bubur. Proses ekstraksi dilakukan untuk mengeluarkan gel yang terkandung dalam rumput laut. Setelah itu hasil proses ekstraksi disaring dengan kain belacu untuk memisahkan filtrat dan residu.

26 13 Residu atau ampas inilah yang disebut sebagai limbah agar-agar. Proses pembuatan agar-agar dapat dilihat pada Gambar 3. Gracilaria sp. kering Pencucian dengan air Perendaman dengan NaOH 0,01% Pencucian dengan air Pemotongan Pengekstraksian dengan air 1:40 Penyaringan Gambar 3 Diagram alir proses pembuatan agar-agar (*Modifikasi metode Imeson 2010) Analisis proksimat limbah agar-agar Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia suatu bahan, termasuk di dalamnya analisis kadar air, lemak, protein, dan abu. Limbah agar-agar

27 14 1. Analisis kadar air (AOAC 2005) Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 o C selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan. Sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 o C selama 5 jam atau hingga beratnya konstan. Setelah selesai, cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali. Perhitungan kadar air : Kehilangan berat (g) = berat sampel awal (g) berat setelah dikeringkan (g) Kadar air (berat basah) = 2. Analisis kadar lemak (AOAC 2005) Kehilangan berat (g) Berat sampel awal (g) 100 % Contoh seberat 5 gram (W 1 ) dimasukkan ke dalam kertas saring pada kedua ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W 2 ) dan disambungkan dengan tabung Soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung Soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (n-heksana). Kemudian dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W 3 ). Perhitungan kadar lemak: % Kadar lemak = W W W 100 %

28 15 Keterangan : W 1 W 2 W 3 = Berat sampel (gram) = Berat labu lemak kosong (gram) = Berat labu lemak dengan lemak (gram) 3. Analisis kadar protein (AOAC 1980 dengan modifikasi pada rumus) Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0.25 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan 0.25 gram selenium dan 3 ml H 2 SO 4 pekat. Contoh didestruksi pada suhu 410 o C selama kurang lebih 1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin, ke dalam labu Kjeldahl ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40 %, kemudian dilakukan proses destilasi dengan suhu destilator 100 o C. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer 125 ml yang berisi campuran 10 ml asam borat (H 3 BO 3 ) 2 % dan 2 tetes indikator bromcherosol green-methyl red yang berwarna merah muda. Setelah volume destilat mencapai 40 ml dan berwarna hijau kebiruan, maka proses destilasi dihentikan. Lalu destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut : % N = ( ), 100 % *) Faktor koreksi alat = 2,5 % Kadar Protein = % N faktor konversi *) Faktor Konversi = 6,25 4. Analisis kadar abu (AOAC 2005) Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 105 o C, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api hingga tidak berasap lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 o C selama 1 jam, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan.

29 16 Kadar abu ditentukan dengan rumus: Berat abu (g) = berat sampel dan cawan akhir (g) berat cawan kosong (g) Kadar abu (berat basah) = Analisis mineral limbah agar-agar Berat abu (g) Berat sampel awal (g) 100 % Analisis mineral limbah agar-agar meliputi uji nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), natrium (Na), belerang (S), besi (Fe), aluminium (Al), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), dan boron (B). Analisis ini menggunakan metode atomic absorption spectrophotometry (AAS) Analisis mineral tailing murni Analisis mineral tailing murni meliputi uji kandungan debu, pasir, liat, ph, Kapasitas Tukar Kation (KTK), karbon organik (C-organik), nitrogen total (N-total), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), seng (Zn), besi (Fe), arsen (As), kadmium (Cd), tembaga (Cu), timbal (Pb), merkuri (Hg), dan selenium (Se). Analisis ini menggunakan metode atomic absorption spectrophotometry (AAS) Penentuan konsentrasi pupuk terbaik Penentuan konsentrasi pupuk limbah agar-agar dan pupuk kompos yang akan digunakan pada penelitian pendahuluan yakni dengan mengamati pertumbuhan semai mahoni (tinggi dan diameter batang) yang diberi pupuk limbah agar-agar dan pupuk kompos masing-masing dengan konsentrasi 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5%. Penentuan konsentrasi pupuk untuk pengujian penelitian pendahuluan ini melalui tahapan penyiapan media tanam, penginkubasian media tanam, penyapihan semai mahoni, pemeliharaan semai mahoni, dan pengamatan semai mahoni selama 3 minggu. 1. Tahapan penyiapan media tanam Pupuk limbah agar-agar dan pupuk kompos masing-masing ditimbang sebanyak 10, 20, 30, 40, dan 50 gram. Selanjutnya tailing ditimbang sebanyak 1 kg untuk setiap polybag. Polybag yang digunakan yaitu sebanyak 11 buah, termasuk polybag untuk kontrol. Tailing dan pupuk perlu dicampur dan

30 17 diinkubasi selama 1 bulan sebelum digunakan untuk media tanam semai mahoni agar tailing dan pupuk menjadi homogen serta kadar racun pada tailing menjadi berkurang. Selama proses penginkubasian, seluruh polybag harus disiram setiap hari sebanyak dua kali yaitu pada pagi dan sore hari. 2. Tahapan penyapihan semai mahoni Semai mahoni dikeluarkan dari media tanam awal dan akarnya dilapisi dengan tanah asalnya. Kemudian dibuat lubang tanam kecil di atas permukaan tailing dengan menggunakan kayu kecil. Setelah itu semai mahoni ditanam ke dalam tailing. Penyapihan semai ini hanya boleh dilakukan pada pagi hari atau sore hari. 3. Pemeliharaan dan pengamatan semai mahoni Pemeliharaan semai mahoni dilakukan dengan menyiramnya setiap hari pada pagi dan sore hari di rumah kaca. Pengamatan terhadap tinggi dan diameter semai mahoni dilakukan setiap 1 minggu sekali. Pengukuran tinggi dilakukan dengan menggunakan mistar 50 cm dan diamati mulai dari permukaan tailing (separuh tinggi polybag) hingga mencapai titik tumbuh pucuk daun. Sementara itu pengukuran diameter dilakukan dengan menggunakan kaliper dan diamati 10 cm dari atas permukaan tailing, yang telah ditandai agar setiap pengukuran diameter dilakukan pada titik dan arah yang sama. Konsentrasi terbaik ditentukan berdasarkan tinggi dan diameter batang yang paling besar. Tahapan penanaman semai mahoni dapat dilihat pada Gambar 4. Penimbangan pupuk dan tailing Pencampuran pupuk dan tailing Penginkubasian pupuk dan tailing selama 1 bulan Penyapihan semai mahoni Gambar 4 Diagram alir penanaman semai mahoni

31 Penelitian utama Penelitian utama meliputi pengujian kembali konsentrasi pupuk limbah agar-agar dan pupuk kompos terbaik berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan. Konsentrasi pupuk yang diuji divariasikan dengan konsentrasi yang lebih spesifik diantara dua konsentrasi terbaik dari pupuk limbah agar-agar dan pupuk kompos yang diperoleh dari penelitian pendahuluan. Penanaman semai mahoni dilakukan dengan metode yang sama seperti pada penelitian pendahuluan. Pengamatan penelitian utama ini dilakukan selama 12 minggu. Masing-masing perlakuan mempunyai ulangan yang jumlahnya ditentukan dengan menggunakan persamaan (t-1) (r-1) 15, dimana r adalah jumlah ulangan dan t adalah jumlah perlakuan sehingga penelitian ini dilakukan dengan 4 ulangan. Setelah itu dilakukan kembali analisis mineral tailing dengan metode AAS dari perlakuan yang menghasilkan tinggi dan diameter terbaik. 3.4 Analisis Data Hasil yang diperoleh dari pengukuran terhadap nilai laju pertumbuhan yang meliputi parameter tinggi dan diameter semai mahoni selanjutnya dicari nilai rata-ratanya. Nilai rata-rata tersebut dihitung menggunakan rumus seperti di bawah ini: n x n i 1 X i Keterangan : X = Nilai rata-rata n = Jumlah data Xi = Nilai X ke-i Analisis terhadap hubungan perlakuan pupuk limbah agar-agar dan pupuk kompos melalui uji ragam (ANOVA) single factorial atau Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor. ANOVA single factorial digunakan untuk parameter tinggi dan diameter tanaman dengan faktor yang berpengaruh adalah konsentrasi pupuk limbah agar-agar dan pupuk kompos. Persamaan umum model rancangan ANOVA single factorial dapat dilihat sebagai berikut: Y ij = µ i + ε i j

32 19 Keterangan : Y ij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ i = Rataan umum perlakuan ke-i ε i jk = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j

33 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Lingkungan Pemeliharaan dan pengamatan semai mahoni dalam penelitian ini dilakukan di rumah kaca. Rumah kaca digunakan untuk melindungi tanaman dari suhu panas dan dingin yang berlebihan, melindungi tanaman dari badai debu, mencegah hama, dan memudahkan saat dilakukan pengukuran. Selain itu pengontrolan cahaya dan suhu dapat merubah tanah tak subur menjadi subur. Kondisi lingkungan yang optimal bagi suatu tanaman akan mempengaruhi optimalisasi pertumbuhan tanaman tersebut. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan merupakan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap metabolisme tumbuhan untuk melakukan pertumbuhan (Brady 1990). Rumah kaca yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Rumah kaca Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, IPB (koleksi pribadi) Kondisi lingkungan rumah kaca tersebut memiliki rata-rata suhu harian 31,67 0 C dan kelembaban udara (RH) 66,58%. Daerah Bogor memiliki kisaran suhu rata-rata 29 0 C sampai 34 0 C sehingga cocok dijadikan sebagai tempat tumbuh pohon mahoni. Kondisi suhu ini dapat mendukung pertumbuhan semai mahoni karena semai mahoni jenis Swietenia macrophylla, King dapat tumbuh baik pada tipe iklim A sampai D, yaitu pada suhu panas hingga suhu sedang (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan 2001). Kondisi suhu di rumah kaca harus sesuai dengan kondisi suhu yang dibutuhkan oleh semai mahoni. Hal ini dikarenakan pohon memiliki kisaran suhu

34 21 pertumbuhan optimum sendiri. Jika suhu melampaui batas maksimum dan minimum dari kisaran suhu optimumnya, maka pertumbuhan dan perkembangan pohon akan terhenti. Suhu mempunyai pengaruh besar terhadap proses metabolisme pohon. Suhu lingkungan memiliki beberapa pengaruh terhadap reaksi fisiologis suatu tanaman misalnya laju difusi gas dan zat cair dalam tanaman, kelarutan zat, kecepatan reaksi, sistem absorbsi mineral dan air, serta respirasi suatu tanaman. Peningkatan suhu akan menyebabkan peningkatan reaksi fisiologis tersebut. Relative Humadity (RH) atau kelembaban juga berpengaruh terhadap evapotranspirasi dari tanaman, bila RH meningkat maka evapotranspirasi akan menurun begitu pula sebaliknya bila RH menurun (Gardner et al. 1991). 4.2 Komposisi Kimia Limbah Agar-Agar Analisis proksimat limbah agar-agar yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi uji kadar air, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia yang terkandung dalam limbah agar-agar. Komposisi kimia limbah agar-agar hasil uji proksimat dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisi kimia limbah agar-agar Komposisi Jumlah (%) (bb) Air 90,11 Lemak 0,53 Protein 0,66 Abu 0,19 Keterangan: bb = berat basah Berdasarkan hasil analisis proksimat pada Tabel 3, limbah agar-agar mengandung kadar air sebesar 90,11% (bb). Jumlah kadar air tersebut tidak berbeda jauh dengan kadar air limbah agar-agar hasil penelitian Riyanto et al. (1998) diacu dalam Riyanto dan Wilakstanti (2006), yaitu sebesar 80-84%. Tingginya kadar air tersebut dipengaruhi oleh jenis rumput laut yang digunakan dan tingkat kekeringan sampel yang digunakan saat analisis. Kadar air yang tinggi pada limbah agar-agar ini sangat baik untuk tanaman. Hal ini dikarenakan pupuk yang mengandung kadar air tinggi dapat melapisi tanah secara fisik sehingga tidak mudah terkikis dan akar tanaman menjadi terlindungi.

35 22 Selain itu dapat pula meningkatkan daya ikat terhadap unsur hara sehingga unsur hara dalam tanah tidak mudah terbawa air (Samekto 2006). Kadar lemak limbah agar-agar, yaitu sebesar 0,53% (bb). Jumlah kadar lemak tersebut tidak berbeda jauh dengan kadar lemak limbah agar-agar hasil penelitian Riyanto et al. (1998) diacu dalam Riyanto dan Wilakstanti (2006), yaitu sebesar 0,1-0,2%. Rendahnya kadar lemak dalam limbah agar-agar dikarenakan rumput laut mengandung sedikit lemak. Kadar protein limbah agar-agar sebesar 0,66% (bb). Jumlah kadar protein tersebut sesuai dengan kadar lemak limbah agar-agar hasil penelitian Riyanto et al. (1998) diacu dalam Riyanto dan Wilakstanti (2006), yaitu sebesar 0,5-0,8%. Sama halnya dengan kadar lemak, kadar protein yang rendah dikarenakan rumput laut mengandung sedikit protein, namun kadar protein limbah agar-agar yang sedikit ini sangat dibutuhkan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Protein dapat digunakan sebagai sumber karbon, energi dan nitrogen (Nautiyal 1999 diacu dalam Widyati 2007). Kadar abu limbah agar-agar, yaitu sebesar 0,19% (bb). Jumlah kadar abu tersebut agak berbeda dengan kadar abu limbah agar-agar hasil penelitian Riyanto et al. (1998) diacu dalam Riyanto dan Wilakstanti (2006), yaitu sebesar 2-3%. Perbedaan kadar abu tersebut diduga dikarenakan perbedaan teknik pengabuan, spesies rumput laut yang digunakan dan habitat spesies tersebut. Rendahnya kadar abu juga diduga dikarenakan sebagian besar kandungan mineral rumput laut terkandung pada agar-agar yang dihasilkan. Hasil penelitian Wilakstanti (2000) dan Riski (2001) diacu dalam Riyanto dan Wilakstanti (2006) menunjukkan bahwa tepung yang dibuat dari ampas rumput laut pengolahan agaragar kertas memiliki komposisi kimia kadar abu sebesar 15,30%. Kadar abu yang rendah dalam limbah agar-agar menunjukkan bahwa ternyata limbah agar-agar masih mengandung mineral sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pupuk. 4.3 Kandungan Mineral Limbah Agar-Agar Analisis mineral limbah agar-agar ini dilakukan untuk mengetahui komposisi atau kandungan mineral yang terdapat dalam limbah agar-agar. Analisis ini dilakukan dengan metode Atomic Absorption Spectrophotometry

36 23 (AAS). Mineral yang dianalisis, yaitu nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), natrium (Na), sulfur (S), besi (Fe), aluminium (Al), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), dan boron (B). Komposisi mineral limbah agar-agar berdasarkan uji AAS dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Komposisi mineral limbah agar-agar Mineral Kandungan Kandungan unsur hara kompos secara umum N (%) 5,30 1,33* P (%) 0,24 0,83* K (%) 6,04 0,36* Ca (%) 5,81 5,61* Mg (%) 1,06 0,10* Na (%) 1,26 - S (%) 1,17 - Fe (ppm) ** Al (ppm) ** Mn (ppm) ** Cu (ppm) 18 65* Zn (ppm) * B (ppm) *Djuarnani et al. (2004) diacu dalam Samekto (2006) **Musnamar (2003) Berdasarkan hasil analisis mineral pada Tabel 4, ternyata limbah agar-agar memiliki kandungan yang jumlahnya lebih banyak daripada kandungan mineral kompos seperti yang disebutkan dalam Djuarnani et al. (2004) diacu dalam Samekto (2006). Mineral tersebut yaitu nitrogen (N), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), besi (Fe), dan mangan (Mn). Tingginya kandungan unsur hara tersebut diduga dikarenakan habitat rumput laut yang berada di laut. Laut kaya akan mineral sehingga rumput laut yang memiliki kemampuan dalam menyerap mineral secara difusi melalui thallusnya akan mengakumulasi mineral tersebut di dalam jaringannya (TROBOS 2006 diacu dalam Saputra 2008). Tingginya unsur hara dalam limbah agar-agar sangat dibutuhkan oleh tanaman dan baik untuk tanah. Hal ini dikarenakan unsur nitrogen yang terkandung dalam limbah agar-agar dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, unsur kalium dapat membantu proses asimilasi tanaman, unsur magnesium dapat menyusun klorofil, dan unsur kalsium dapat mengendalikan ph tanah yang asam (Samekto 2006). Sementara itu unsur besi dapat membantu pertumbuhan tanaman

37 24 dan pembentukan hijau daun, serta unsur mangan dapat membantu kelancaran proses asimilasi dan pembentukan enzim (Lingga 1998). Hasil analisis mineral limbah agar-agar juga menunjukkan bahwa limbah agar-agar mengandung fosfor (P), tembaga (Cu) dan seng (Zn) yang lebih sedikit dibandingkan kandungan unsur hara kompos menurut Djuarnani et al. (2004) diacu dalam Samekto (2006). Rendahnya unsur fosfor yang terkandung dalam limbah agar-agar dapat menyebabkan warna daun tanaman seluruhnya berubah menjadi kelewat tua, berwarna mengkilap dan kemerahan. Rendahnya unsur tembaga dapat menyebabkan ujung daun tanaman menjadi layu secara tidak merata dan terkadang mengalami klorosis. Sementara itu rendahnya unsur seng dapat menyebabkan warna daun menjadi kekuningan, daun menjadi berlubang, mengering lalu mati (Lingga 1998). 4.4 Kandungan Mineral Tailing Murni Analisis karakteristik media tanam tailing dilakukan karena karakteristik media tanam merupakan indikator yang sangat penting untuk mengetahui tingkat kesuburan media yang akan digunakan. Analisis karakteristik media tanam tailing dalam penelitian ini hanya meliputi sifat fisik dan kimia tailing. Sifat fisik yang dianalisis hanya meliputi tekstur tanah, hal ini dikarenakan tekstur tanah merupakan faktor penting untuk menunjang pertumbuhan tanaman dan menjadi indikator tersedianya unsur hara dan air dalam tanah (Basuki 2006). Tekstur tanah yang dianalisis terdiri atas kandungan debu, liat, dan pasir sedangkan sifat kimia meliputi derajat kemasaman tanah (ph), Kapasitas Tukar Kation (KTK), C-organik, N-total, fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), seng (Zn), timbal (Pb), dan besi (Fe). Karakteristik media tanam tailing hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan hasil analisis mineral pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa kandungan unsur hara makro dan mikro pada tailing terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit dan belum memenuhi standar sifat kimia tanah yang baik menurut Pusat Penelitian Tanah (1983), kecuali unsur magnesium, seng dan besi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Conesa et al. (2005), yaitu tailing biasanya memiliki kondisi yang tidak menguntungkan, yaitu mengandung ph dan nutrisi untuk tanaman yang rendah. Rendahnya kandungan unsur hara makro dan

38 25 Tabel 5 Karakteristik media tanam tailing murni PT Antam UBPE Pongkor Sifat Kandungan Standar Sifat Kimia Tanah (Pusat Penelitian Tanah 1983) Fisik: Pasir (%) 50,3 - Debu (%) 38,4 - Liat (%) 11,3 - Kimia: ph 6,6 7 KTK (me/100 gr) 7, C-organik (%) 0, N-total (%) 0,03 0,21-0,5 P (ppm) 3, K (me/100 gr) 0, Ca (me/100 gr) 1, Mg (me/100 gr) 1,07 1,1-2,0 Zn (ppm) 34, Fe (ppm) 60, unsur hara mikro pada tailing dikarenakan tailing berasal dari batuan mineral yang diambil dari lapisan tanah yang berada jauh di bawah permukaan tanah. Lapisan tanah tersebut mengandung sedikit bahan organik, berbeda dengan permukaan tanah yang mengandung bahan organik lebih banyak. Tekstur tanah merupakan tingkat kehalusan atau kekasaran suatu tanah. Tekstur tailing PT ANTAM UBPE Pongkor terdiri dari fraksi pasir sebesar 50,3%, debu sebesar 38,4%, dan liat sebesar 11,3%. Tekstur tailing yang didominasi pasir ini disebabkan tailing merupakan limbah pertambangan yang berasal dari batuan mineral yang telah mengalami penggerusan sehingga teksturnya akan jauh berbeda dengan tanah pada umumnya. Kondisi tailing yang didominasi oleh fraksi pasir ini memiliki pori-pori yang besar sehingga tailing memiliki kemampuan yang rendah dalam menyimpan air dan selanjutnya menyebabkan rendahnya bahan organik dan kapasitas tukar kation dalam tanah (Nurtjahya et al. 2007). Derajat kemasaman tanah (ph) juga merupakan salah satu faktor tingkat kesuburan tanaman (Lingga 1998). Derajat kemasaman tanah (ph) tailing, yaitu 6,6. Kemasaman tanah ini dipengaruhi oleh adanya proses kimiawi pemisahan emas dari batuan mineral dalam proses pertambangan, namun tailing

39 26 ini masih berpotensi untuk digunakan sebagai media tanam tanaman karena tanaman dapat tumbuh baik pada ph 6-7. Unsur P, Ca, dan Mg dapat tersedia dalam jumlah cukup dan unsur hara juga dapat mudah diserap tanaman pada ph tanah yang netral (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1991). Kapasitas Tukar Kation (KTK) suatu tanah adalah suatu kemampuan koloid tanah dalam menjerap dan mempertukarkan kation. Pertukaran kation merupakan suatu proses bolak-balik (reversible) antara kation-kation yang dipertukarkan. Kation-kation tersebut antara lain Ca 2+, Mg 2+, H +, K +, Na +, NH 4+, dan lain-lain. KTK pada tailing yaitu sebesar 7,78 me/100 gr. Nilai KTK ini tergolong sangat rendah karena standar KTK tanah yaitu sekitar me/100 gr (Pusat Penelitian Tanah 1983). Rendahnya kadar bahan organik pada tanah merupakan salah satu penyebab rendahnya KTK pada tailing ini. Rendahnya KTK dapat menyebabkan kation tanah seperti Ca, Mg, K serta kation lainnya yang sangat diperlukan oleh tanaman menjadi mudah tercuci (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 1998). Kandungan C-organik adalah karbon organik yang dapat menyediakan unsur hara yang cukup bagi tanah (Lingga 1998). Kandungan C-organik pada tailing yaitu sebesar 0,08%. Kandungan C-organik ini tergolong sangat rendah karena standar kandungan C-organik tanah yaitu sekitar 2-3% (Pusat Penelitian Tanah 1983). Kandungan C-organik kurang dari 1% dapat menyebabkan tanah tidak mampu menyediakan unsur hara yang cukup karena rendahnya C-organik menyebabkan rendahnya kapasitas tukar kation (Bertham 2002). Selain itu unsur hara yang diberikan melalui pupuk tidak mampu dipegang oleh komponen tanah sehingga unsur hara dapat mudah tercuci, agregasi tanah melemah, unsur hara mikro mudah tercuci, dan daya mengikat air menurun. Tanah dengan kandungan C-organik rendah juga dapat menyebabkan kebutuhan pemupukan nitrogen makin meningkat karena efisiensinya yang merosot akibat tingginya tingkat pencucian (Lingga 1998). Kandungan N-total adalah nitrogen total yang merupakan unsur makro penting bagi tanaman untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, khususnya batang, cabang, dan daun. Kandungan N-total pada tailing yaitu sebesar 0,03%. Kandungan N-total ini tergolong

40 27 sangat rendah karena standar kandungan N-total tanah yaitu sekitar 0,21-0,5% (Pusat Penelitian Tanah 1983). Kandungan N-total ini sesuai dengan pernyataan CSR/FAO (1983) diacu dalam Juhaeti (2005), yaitu kandungan nitrogen tailing PT ANTAM UBPE Pongkor tergolong sangat rendah yaitu kurang dari 0,1%. Kekurangan nitrogen dapat menyebabkan tanaman menjadi kerempeng, pertumbuhannya tersendat-sendat, terjadi pengeringan mulai dari bawah menjalar ke bagian atas, jaringannya mati, mengering lalu meranggas (Lingga 1998). Fosfor (P) merupakan unsur makro yang penting bagi tanaman untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar benih dan tanaman muda, juga sebagai bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein tertentu, dan membantu asimilasi (Lingga 1998). Kandungan fosfor pada tailing yaitu sebesar 3,2 ppm. Kandungan fosfor ini tergolong sangat rendah karena standar kandungan fosfor pada tanah yaitu sekitar ppm (Pusat Penelitian Tanah 1983). Rendahnya kandungan fosfor dikarenakan baik pada tanah alkalin maupun masam, fosfor membentuk senyawa-senyawa kompleks sehingga ketersediaan fosfor dalam tanah menjadi rendah (Rivaie et al. 2008). Tanah yang kekurangan fosfor dapat menyebabkan warna daun tanaman seluruhnya berubah menjadi kelewat tua, berwarna mengkilap dan kemerahan. Selain itu tepi daun, cabang, dan batang terdapat warna merah ungu yang lambat laun berubah menjadi kuning (Lingga 1998). Menurut Kirkman et al. (1994), kalium (K) merupakan unsur makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak setelah N dan P, dan berperan dalam pembentukan protein dan karbohidrat pada tanaman serta memperkuat tubuh tanaman agar daun tidak mudah gugur. Kandungan kalium pada tailing yaitu sebesar 1,98 me/100 gr. Kandungan kalium ini tergolong sangat rendah karena standar kandungan kalium pada tanah yaitu sekitar me/100 gr (Pusat Penelitian Tanah 1983). Tanah yang kekurangan kalium dapat menyebabkan daun mengerut secara tidak merata terutama pada daun tua, serta timbul bercak-bercak berwarna merah cokelat, mengering lalu mati (Lingga 1998). Kalsium (Ca) merupakan unsur makro yang dapat mempengaruhi keberadaan mikroba tanah dan menguraikan bahan organik serta mengikat

41 28 bahan organik dan fraksi liat dalam tanah (Lingga 1998). Kandungan kalsium pada tailing yaitu sebesar 1,98 me/100 gr. Kandungan kalsium ini tergolong rendah karena standar kandungan kalsium pada tanah yaitu sekitar 6-10 me/100 gr (Pusat Penelitian Tanah 1983). Rendahnya kandungan kalsium pada tanah dapat menyebabkan tepi-tepi daun muda mengalami klorosis yang lambat laun menjalar diantara tulang-tulang daun, kuncup-kuncup menjadi mati, perakaran menjadi kurang sempurna, dan daun yang muncul juga akan mengalami perubahan warna (Lingga 1998). Magnesium (Mg) merupakan unsur mikro yang dapat membentuk hijau daun secara sempurna dan memegang peranan utama dalam transportasi fosfat dalam tanaman (Lingga 1998). Kandungan magnesium pada tailing yaitu sebesar 1,07 me/100 gr. Kandungan magnesium ini tergolong cukup karena standar kandungan magnesium pada tanah yaitu sekitar 1,1-2,0 me/100 gr (Pusat Penelitian Tanah 1983). Zinc (Zn) atau seng merupakan unsur mikro yang memberikan dorongan terhadap pertumbuhan tanaman karena diduga seng berfungsi sebagai pembentuk hormon tubuh (Lingga 1998). Kandungan zinc pada tailing yaitu sebesar 34,6 ppm. Kandungan zinc ini tergolong sedang atau cukup karena standar kandungan zinc pada tanah yaitu sekitar ppm (Pusat Penelitian Tanah 1983). Besi (Fe) merupakan unsur mikro yang berperan dalam pernapasan tanaman dan pembentukan hijau daun (Lingga 1998). Kandungan besi pada tailing yaitu sebesar 60,1 ppm. Kandungan besi ini tergolong sedang atau cukup karena standar kandungan besi pada tanah yaitu sekitar ppm (Pusat Penelitian Tanah 1983). Rendahnya kandungan unsur hara pada tailing ini dikarenakan rendahnya bahan organik di dalam tailing dan tekstur tailing yang didominasi oleh fraksi pasir. Kondisi ini menyebabkan rendahnya kapasitas tukar kation sehingga kationkation yang larut air, dipertukarkan, dan dapat terserap oleh tanaman hanya sedikit. Hal tersebutlah yang menyebabkan pertumbuhan semai mahoni terhambat.

42 29 Analisis mineral ini tidak hanya untuk menguji unsur hara yang terkandung di dalam tailing, namun juga untuk menguji logam berat yang terkandung di dalamnya. Kandungan logam berat perlu diuji karena logam berat digunakan dalam proses pemisahan emas dari batuan mineral dan keberadaan logam berat pada tanah juga turut mempengaruhi kehidupan tanaman. Kandungan logam berat tailing PT Antam UBPE Pongkor dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Kandungan logam berat tailing murni PT Antam UBPE Pongkor Parameter Kandungan (mg/kg) As <0,005 Cd <0,005 Cu 1,4 Pb 0,6 Hg 26,3 Se <0,005 Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa ternyata tailing mengandung beberapa jenis logam berat, yaitu arsen (As), kadmium (Cd), tembaga (Cu), timbal (Pb), merkuri (Hg), dan selenium (Se). Arsen (As) merupakan salah satu hasil sampingan dari proses pengolahan bijih logam non-besi terutama emas, yang mempunyai sifat sangat beracun dengan dampak merusak lingkungan. Arsen yang terkandung dalam tailing, yaitu kurang dari 0,005 mg/kg. Kandungan arsen dalam jumlah ini tidak membahayakan pertumbuhan tanaman karena batas maksimum arsen dalam tanah, yaitu sebesar 10 mg/kg (PERMEN Pertanian 2006). Kadmium (Cd) merupakan hasil sampingan dari pengolahan bijih logam seng (Zn) yang digunakan sebagai pengganti seng. Kadmium bersifat lebih mobil di dalam tanah dan mudah diserap tanaman dibandingkan dengan timbal sehingga keberadaannya dalam tanah cukup membahayakan tanaman (Sukreeyapongse et al. 2002). Kadmium yang terkandung dalam tailing, yaitu kurang dari 0,005 mg/kg. Kandungan kadmium dalam jumlah ini tidak membahayakan pertumbuhan tanaman karena batas kadar kadmium pada tanah, yaitu antara 0,1-1mg/kg (Darmono 2006). Kandungan tembaga (Cu) dalam tailing, yaitu 1,4 mg/kg. Kandungan tembaga dalam jumlah ini tidak membahayakan pertumbuhan tanaman karena

43 30 batas maksimum kandungan tembaga dalam tanah, yaitu sebesar 10 mg/kg dapat menjadi racun terhadap tanaman (Lasat 2007). Kandungan timbal (Pb) pada tailing yaitu sebesar 0,6 ppm. Kandungan ini tergolong rendah karena standar kandungan timbal pada tanah yaitu sekitar ppm (Pusat Penelitian Tanah 1983). Keberadaan timbal yang tinggi dapat mengancam kesehatan tanaman karena timbal mempunyai kelarutan yang rendah dan relatif bebas dari degradasi oleh mikroorganisme, maka timbal cenderung terakumulasi dan tersedimentasi dalam tanah sehingga akan tetap mudah mencemari rantai makanan dan pada metabolisme manusia, sampai jauh di masa datang (Davies 1990 diacu dalam Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 1998). Merkuri merupakan logam berat yang paling beracun terhadap organisme hidup diantara unsur-unsur logam berat lainnya (Suwandi et al. 1997). Kandungan merkuri (Hg) dalam tailing, yaitu 26,3 mg/kg. Kandungan merkuri yang tinggi dalam tailing dikarenakan merkuri digunakan pada proses pemisahan emas dari batuan mineral. Merkuri digunakan dalam pertambangan emas untuk mengikat emas dari hasil penggerusan (Setiabudi 2005). Kandungan merkuri dalam jumlah ini dapat sangat membahayakan pertumbuhan tanaman. Hal ini dikarenakan batas maksimum kandungan merkuri dalam tanah, yaitu sebesar 1 mg/kg (PERMEN Pertanian 2006). Kandungan merkuri yang tinggi dapat mengurangi jumlah klorofil pada tanaman, mengurangi pertumbuhan tanaman, merusak pertumbuhan akar dan fungsinya, merusak daun dan menurunkan produksi, dan mematikan tanaman. Sementara itu kandungan selenium dalam tailing, yaitu kurang dari 0,005 mg/kg. Selenium dalam jumlah berlebihan tidak akan menimbulkan kerusakan pada tanaman (Herman 2006). Keberadaan logam berat dalam tailing ini sesuai dengan penelitian CSR/FAO (1983) diacu dalam Juhaeti (2005), bahwa tailing PT ANTAM UBPE Pongkor mengandung logam berat seperti Cd, Hg, Pb, As yang dapat menyebabkan kerusakan pada lingkungan. Keberadaan logam berat tersebut sangat membahayakan kelangsungan hidup semai mahoni. Hal ini dikarenakan secara alami logam berat yang terdapat di dalam tanah dapat mengikat unsur hara tailing yang telah diberi pupuk, sehingga unsur tersebut menjadi tidak tersedia dalam tanah dan dapat mengganggu pertumbuhan semai mahoni yang ditanam.

44 31 Keberadaan logam berat dalam tailing tersebut masih memungkinkan semai mahoni dapat hidup. Hal ini dikarenakan semai mahoni tergolong jenis pohon yang dapat bertahan dengan adanya kandungan logam berat dalam tanah, namun dalam pertumbuhannya semai mahoni tetap menunjukkan indikasi adanya keracunan logam berat, yakni pertumbuhan yang lambat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Tordoff et al. (2000), bahwa logam berat menghalangi pertumbuhan akar yang selanjutnya mengakibatkan kekeringan pada tanaman, oleh karena itulah untuk mengurangi keracunan logam berat tersebut dalam penelitian ini dilakukan penginkubasian terlebih dahulu terhadap tailing sebelum dilakukan penyapihan semai mahoni, yakni dengan tujuan agar kandungan logam beracun tersebut dapat terbawa oleh air penyiraman setiap harinya sehingga jumlah kandungan logam berat akan berkurang. 4.5 Penentuan Konsentrasi Pupuk Terbaik Penentuan konsentrasi pupuk terbaik ini dilakukan untuk diuji lebih lanjut pada penelitian utama. Penentuan konsentrasi pupuk terbaik ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi pupuk yang tepat untuk pertumbuhan semai mahoni dengan melihat ketahanan dan pertumbuhan semai mahoni yang paling baik dari tiap konsentrasi yang diuji. Jenis pupuk yang digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan semai mahoni (Swietenia macrophylla, King) pada penelitian ini disajikan pada Gambar 6. (a) Gambar 6 Jenis pupuk yang digunakan dalam penelitian (a) Limbah agaragar (b) Pupuk kompos Berdasarkan hasil analisis kandungan mineral tailing dapat dilihat bahwa ternyata tailing sebagai media tanam semai mahoni memiliki unsur hara yang jumlahnya sangat sedikit. Hal tersebut dapat menyebabkan pertumbuhan semai (b)

2 TINJAUAN PUSTAKA. 0 C, dan dapat mencair pada suhu dibawah 100

2 TINJAUAN PUSTAKA. 0 C, dan dapat mencair pada suhu dibawah 100 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agar-Agar Menurut Romero et al. (2008), agar-agar merupakan dinding sel polisakarida yang diperoleh dari hasil ekstraksi alga merah (Rhodophyceae) kelompok Agarophyte, salah satunya

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5 Rumah kaca Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, IPB (koleksi pribadi)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5 Rumah kaca Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, IPB (koleksi pribadi) 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Lingkungan Pemeliharaan dan pengamatan semai mahoni dalam penelitian ini dilakukan di rumah kaca. Rumah kaca digunakan untuk melindungi tanaman dari suhu panas dan

Lebih terperinci

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g) LAMPIRAN 42 Lampiran 1. Prosedur Analisis mutu kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC, 1984) Cawan porselen kosong dan tutupnya dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 100 o C.Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2010 bertempat di Laboratorium Karakteristik dan Penanganan Hasil Perairan untuk preparasi sampel; Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 17 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juli 2012. Karakterisasi limbah padat agar, pembuatan serta karakterisasi karbon aktif dilakukan di Laboratorium Karakterisasi

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian 15 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Hasil Perairan (preparasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 12 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Hasil Perairan (preparasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan selama dua bulan pada bulan Maret 2011 sampai dengan April 2011 di Laboratorium Pengelolaan Limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 20 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2011 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium biokimia, Departemen Teknologi Hasil Perairan,

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Produksi Volatil Fatty Acids (VFA), NH 3 dan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Produksi Volatil Fatty Acids (VFA), NH 3 dan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Produksi Volatil Fatty Acids (VFA), NH 3 dan Protein Total Fodder Jagung Hidroponik pada Umur Panen Berbeda Secara In Vitro telah dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambahkan ke tanah dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara. Bahan pupuk yang paling awal digunakan adalah kotoran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Unsur Hara Lambang Bentuk tersedia Diperoleh dari udara dan air Hidrogen H H 2 O 5 Karbon C CO 2 45 Oksigen O O 2

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 15 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012. Preparasi bahan baku, perhitungan rendemen, dan analisis morfometrik dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos LAMPIRA 30 Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC 1984) Cawan alumunium kosong dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada temperatur 100 o C. Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui percobaan rumah kaca. Tanah gambut berasal dari Desa Arang-Arang, Kecamatan Kumpeh, Jambi, diambil pada bulan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap: Tahap pertama adalah pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas Teknobiologi, Universitas

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Mei 2011 bertempat di Laboratorium Biologi Mikro 1 untuk identifikasi keong ipong-ipong, Departemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian. Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian. Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan sampel yaitu, di sekitar kampus Universitas Pendidikan Indonesia,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang sungai Kali Pucang, Cilacap. Sampel yang diambil berupa tanaman

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pembuatan pupuk cair dan karakteristik pupuk cair ini dilaksanakan dari bulan November sampai Desember 200 yang dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel Tanaman wortel Wortel Lampiran 2. Gambar potongan wortel Potongan wortel basah Potongan wortel kering Lampiran 3. Gambar mesin giling tepung 1 2 4 3 5 Mesin Giling

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Bandar Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Farm dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi, pada tanggal 28 September sampai tanggal 28 November 2016.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang bertempat di Laboratorium Pengolahan Limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990).

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). LAMPIRAN 74 Lampiran 1. Klasifikasi fraksi tanah menurut standar Internasional dan USDA. Tabel kalsifikasi internasional fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). Fraksi Tanah Diameter (mm) Pasir 2.00-0.02

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 14 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium Pengolahan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Bagan Penelitian. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Lampiran 1. Bagan Penelitian. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Bagan Penelitian K5 K7 K0 B T K2 K5 K1 K7 K4 K6 K6 K2 K4 K4 K0 K7 K1 K6 K2 K0 K1 K5 Lampiran 2. Formula Media NA Cair (Rao, 1982). Nama Bahan Jumlah Pepton 5 g Beef Ekstrak 3 g NaCl

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai Oktober 2011, dan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Kompos Cacing Tanah (CASTING) Kompos Cacing Tanah (CASTING) Oleh : Warsana, SP.M.Si Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Syarat Tumbuh Tanaman Selada (Lactuca sativa L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Syarat Tumbuh Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Syarat Tumbuh Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) Tanaman selada (Lactuca sativa L.) merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam famili Compositae. Kedudukan tanaman selada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 12 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2012. Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel dari Balai Riset Pengembangan Budidaya Laut Lampung.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008).

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas mikroorganisme. Bahan organik merupakan sumber energi dan bahan makanan bagi mikroorganisme yang hidup

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium pengolahan limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Jahe Iklim Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian 200-600 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata berkisar 2500-4000 mm/ tahun. Sebagai

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Perlakuan Penelitian ini terdiri dari enam perlakuan yang masing-masing diberi 3 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan berupa perendaman dengan dosis relhp berbeda yaitu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengujian kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas kimia telur dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Dalam beberapa tahun terakhir ini, sistem berkelanjutan yang berwawasan lingkungan sedang digalakkan dalam sistem pertanian di Indonesia. Dengan semakin mahalnya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN III. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2014 di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Laboratorium Nutrisi dan Kimia serta Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus September

III. METODE PENELITIAN. Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus September 14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

Nur Rahmah Fithriyah

Nur Rahmah Fithriyah Nur Rahmah Fithriyah 3307 100 074 Mengandung Limbah tahu penyebab pencemaran Bahan Organik Tinggi elon Kangkung cabai Pupuk Cair Untuk mengidentifikasi besar kandungan unsur hara N, P, K dan ph yang terdapat

Lebih terperinci

Pemanfaatan: pangan, farmasi, kosmetik. Komoditas unggulan. total luas perairan yang dapat dimanfaatkan 1,2 juta hektar

Pemanfaatan: pangan, farmasi, kosmetik. Komoditas unggulan. total luas perairan yang dapat dimanfaatkan 1,2 juta hektar Komoditas unggulan Pemanfaatan: pangan, farmasi, kosmetik diperkirakan terdapat 555 species rumput laut total luas perairan yang dapat dimanfaatkan 1,2 juta hektar luas area budidaya rumput laut 1.110.900

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar

I. PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tragedi lumpur Lapindo Brantas terjadi pada tanggal 29 Mei 2006 yang telah menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar Desa Renokenongo (Wikipedia,

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Penelitian

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Penelitian 3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Oktober 2009. Pengujian proksimat bahan baku dilakukan di Laboratorium Biokimia, Pusat Antar Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan zat gizi yang lengkap dalam menu makanan yang sehat dan seimbang

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan zat gizi yang lengkap dalam menu makanan yang sehat dan seimbang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran bagi manusia sangat erat hubungannya dengan kesehatan, sebab sayuran banyak mengandung vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh terutama adanya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk susu kedelai bubuk komersial, isolat protein kedelai, glucono delta lactone (GDL), sodium trpolifosfat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang memiliki prospek pengembangan cukup cerah, Indonesia memiliki luas areal

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

MATERI METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

MATERI METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. III. MATERI METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari 2015. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pasca Panen dan Laboratorium Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 aktu dan Tempat Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Metode Pengolahan terhadap Kandungan Mineral Keong Matah merah (Cerithidea obtusa) dilaksanakan dari bulan Februari-Mei 2011

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah hutan di Indonesia pada umumnya berjenis ultisol. Menurut Buckman dan Brady (1982), di ultisol kesuburan tanah rendah, pertumbuhan tanaman dibatasi oleh faktor-faktor yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai Oktober 2011 di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Bahan Alat Peubah yang Diamati

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Bahan Alat Peubah yang Diamati MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 sampai Februari 2011 di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi untuk tahap pembuatan biomineral,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

II. BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 15 II. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilaksanakan terdiri atas dua percobaan yaitu percobaan inkubasi dan percobaan rumah kaca. Percobaan inkubasi beserta analisis tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang TINJAUAN PUSTAKA Kompos Kulit Buah Kakao Ada empat fungsi media tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang tersedia bagi tanaman,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Sampel yang digunakan berjumlah 24, dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan bulan Maret 2010 sampai dengan bulan Maret 2011. Pengambilan sampel urin kambing Etawah dilakukan pada bulan Maret sampai

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. perlakuan berbeda sebagai bahan pakan alternatifdilaksanakan pada bulan Maret

BAB III MATERI DAN METODE. perlakuan berbeda sebagai bahan pakan alternatifdilaksanakan pada bulan Maret 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang evaluasi komposisi nutrisi kulit ubi kayu dengan perlakuan berbeda sebagai bahan pakan alternatifdilaksanakan pada bulan Maret 2016 sampai dengan bulan Mei

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

TARIF LINGKUP AKREDITASI

TARIF LINGKUP AKREDITASI TARIF LINGKUP AKREDITASI LABORATORIUM BARISTAND INDUSTRI PALEMBANG BIDANG PENGUJIAN KIMIA/FISIKA TERAKREDITASI TANGGAL 26 MEI 2011 MASA BERLAKU 22 AGUSTUS 2013 S/D 25 MEI 2015 Bahan Atau Produk Pangan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.3 Metode Penelitian. 3.1 Waktu dan Tempat

3 METODOLOGI. 3.3 Metode Penelitian. 3.1 Waktu dan Tempat 10 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan. Bahan penelitian berupa hasil samping produksi karagenan diperoleh dari PT. Araminta Sidhakarya, Tangerang. Fermentasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan November 2011 di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan menguntungkan untuk diusahakan karena

Lebih terperinci