BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III METODOLOGI PENELITIAN"

Transkripsi

1 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif dan spasial. Analisis kuantitatif yaitu melakukan perhitungan konsentrasi polutan CO dan NO 2 di Terminal Terpadu Amplas menggunakan model SCREEN3. Sementara itu, analisis spasial yaitu memetakan konsentrasi CO dan NO 2 dengan program Surfer 11. Tahapan awal yang dilakukan adalah menghitung jumlah dan jenis kendaraan untuk mendapatkan laju emisi. Selanjutnya laju emisi dan data sekunder berupa data dimensi (panjang dan lebar) Terminal Terpadu Amplas dan data meteorologi dimasukkan ke model SCREEN3 untuk mendapatkan konsentrasi maksimum. Pada saat yang bersamaan dengan perhitungan jumlah dan jenis kendaraan, akan dilakukan pengukuran konsentrasi CO dan NO 2 dan kecepatan angin di lapangan. Data konsentrasi CO dan NO 2 hasil pemodelan akan divalidasi dengan data hasil pengukuran di lapangan menggunakan persamaan Index of Agreement. Kemudian dilakukan visualisasi distribusi konsentrasi CO dan NO 2 dengan menggunakan program Surfer 11. Tahapan penelitian dimulai dari penyusunan latar belakang penelitian, studi literatur, penyusunan metode penelitian, pengumpulan data sekunder, pengambilan data primer, penerapan model SCREEN3 untuk mendapatkan konsentrasi maksimum, uji validitas, dan visualisasi konsentrasi pencemar udara. Untuk lebih jelasnya mengenai tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1 yaitu diagram alir penelitian.

2 Mulai Perumusan Masalah Studi Literatur Penyusunan Metode Penelitian Pengumpulan Data Sekunder Peta layout terminal Intensitas radiasi matahari Panjang dan lebar terminal Arah dan kecepatan angin tahun Program WR-PLOT view Windrose Penentuan Titik Sampling Pengambilan Data Primer Konsentrasi CO dan NO 2 observasi Kecepatan angin Volume kendaraan bermotor Koordinat titik sampling Pengolahan dan Analisa Data dengan Model SCREEN3 Konsentrasi CO dan NO 2 prediksi Validasi model SCREEN3 dengan IOA Visualisasi distribusi konsentrasi CO dan NO 2 dengan Surfer 11 Kesimpulan dan Saran Selesai Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian III-2

3 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di kawasan Terminal Terpadu Amplas Kota Medan yang berada di Jalan Panglima Denai, Kelurahan Timbang Deli, Kecamatan Medan Amplas, Sumatera Utara. Penentuan lokasi penelitian dan penempatan peralatan pengambil contoh uji mengacu pada SNI Titik sampling penelitian berjumlah 6 (enam) titik, yaitu: 1. Titik 1 : Gerbang masuk Terminal Terpadu Amplas; Semua kendaraan yang hendak masuk ke kawasan terminal akan melewati pintu masuk ini, sehingga diperkirakan titik ini merupakan salah satu titik dengan jumlah kendaraan yang besar. 2. Titik 2 : Area parkir kendaraan; Titik ini merupakan pelataran parkir kendaraan seperti angkot dan minibus serta merupakan titik perlintasan kendaraan setelah melewati gerbang masuk terminal. 3. Titik 3 : Area parkir bus AKAP Titik ini merupakan tempat bus AKAP menunggu penumpang dan titik perlintasan kendaraan. Selain itu di titik ini juga terdapat truk yang keluar dari tempat pengujian kendaraan bermotor. 4. Titik 4 : Pelataran bus AKDP; Titik ini merupakan area parkir bus AKDP saat menunggu penumpang. Banyak terdapat kios kecil/warung makan di sekitar titik sampling ini. 5. Titik 5 : Area parkir angkutan kota; Titik ini merupakan pelataran angkutan kota dan merupakan salah satu titik dengan jumlah kendaraan yang besar. 6. Titik 6 : Gerbang keluar Terminal Terpadu Amplas. Setelah mengelilingi kawasan terminal, kendaraan yang ada di terminal akan keluar melewati titik sampling ini.

4 Lokasi penelitian dan titik sampling ini dipilih atas beberapa pertimbangan, yaitu: 1. Terminal Terpadu Amplas merupakan terminal tersibuk di Kota Medan. Terminal ini tidak hanya melayani rute perjalanan dalam provinsi seperti Tebing Tinggi, Siantar, dan lain-lain melainkan juga melayani rute luar provinsi hingga ke Jakarta (Siagian, 2016). Hal ini menunjukkan adanya aktivitas kendaraan bermotor yang tinggi di Terminal Terpadu Amplas yang dapat menyumbangkan polutan ke udara seperti polutan CO dan NO 2 ; 2. Titik-titik tersebut dipilih karena merupakan titik terpadat di sekitar lingkungan terminal sehingga diharapkan dapat mewakili kualitas udara ambien di Terminal Terpadu Amplas; 3. Penentuan titik sampling berdasarkan data windrose yang didapat dari data arah dan kecepatan angin di Kota Medan tahun 2011 hingga tahun Windrose ini mengilustrasikan fluktuasi arah dan kecepatan angin di Kota Medan sehingga dapat digunakan untuk penentuan lokasi penelitian. Hasil windrose menunjukkan arah angin dominan Kota Medan bergerak dari arah utara ke selatan dengan kecepatan 2,1 3,6 m/detik. Lokasi Terminal Terpadu Amplas sendiri berada di daerah selatan Kota Medan, sehingga diperkirakan lokasi ini sesuai untuk dijadikan lokasi penelitian. Gambar windrose dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran II. Lokasi Terminal Terpadu Amplas dapat dilihat pada Gambar 3.2 sedangkan tampak atas Kawasan Terminal Terpadu Amplas yang dilihat dari Google Earth dapat dilihat pada Gambar 3.3. Gambar ini menunjukkan penggunaan lahan di sekitar kawasan Terminal Terpadu Amplas. Peletakan titik sampling dapat dilihat pada Gambar 3.4. III-4

5 Gambar 3.2 Peta Lokasi Terminal Terpadu Amplas Sumber: Bappeda Kota Medan (2007) Gambar 3.3 Tampak Atas Kawasan Terminal Terpadu Amplas Sumber: Google Earth (2017) III-5

6 Keterangan: Titik Sampling Jalan Skala 1 : 2000 Gambar 3.4 Peta Titik Sampling di Terminal Terpadu Amplas Sumber: Dinas Perhubungan Kota Medan (2012) III-6

7 3.2.2 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 3 (tiga) hari yaitu pada hari Selasa, Rabu, dan Kamis tanggal 7-9 Februari 2017 dengan pembagian 1 (satu) hari untuk 2 (dua) titik sampling. Data primer yang diambil adalah konsentrasi CO dan NO 2, kecepatan angin, koordinat titik sampling, serta jumlah dan jenis kendaraan bermotor. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah pada Lampiran VI menjelaskan bahwa untuk mendapatkan data/nilai 1 (satu) jam pada pengambilan sampel manual diperlukan pengukuran konsentrasi CO dan NO 2 pada salah satu interval waktu di bawah ini. Durasi pengukuran di setiap interval adalah 1 (satu) jam. 1. Interval waktu (pagi); 2. Interval waktu (siang); 3. Interval waktu (sore). Berdasarkan Permen LH No.12 Tahun 2010 tersebut, dipilih waktu sampling yaitu waktu pagi dan waktu siang. Waktu dan parameter yang diukur saat sampling dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Titik dan Parameter yang Diukur saat Sampling Hari Titik Titik Koordinat Waktu Parameter 3 o 32 23,40 LU WIB 1. Jumlah dan jenis Titik 1 98 o 43 3,42 BT WIB Ke-1 kendaraan bermotor 3 o 32 23,92 LU WIB Titik 2 2. Konsentrasi CO 98 o 43 6,15 BT WIB 3. Konsentrasi NO 2 3 o 32 23,20 LU WIB Titik 3 4. Kecepatan angin 98 o 43 8,80 BT WIB Ke-2 3 o 32 22,12 LU WIB 5. Suhu Udara Titik 4 98 o 43 7,21 BT WIB 6. Kelembaban Udara 3 o 32 18,63 LU WIB 7. Koordinat titik sampling Titik 5 98 o 43 6,64 BT WIB Ke-3 3 o 32 19,16 LU WIB Titik 6 98 o 43 4,39 BT WIB Pengukuran di lapangan hanya mengambil waktu pagi dan waktu siang disebabkan keterbatasan jam kerja pihak ketiga. Peneliti bekerjasama dengan pihak ketiga yaitu Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kota Medan dalam pengambilan data konsentrasi CO dan NO 2 observasi. Jam kerja III-7

8 karyawan BTKLPP Kota Medan hanya sampai pukul WIB, sehingga durasi pengukuran yang memungkinkan hanya waktu pagi dan waktu siang. 3.3 Variabel Penelitian Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah: 1. Jumlah dan jenis kendaraan di Terminal Terpadu Amplas; 2. Konsentrasi CO dan NO 2 ; 3. Data meteorologi: intensitas radiasi matahari, kecepatan angin, dan kelas stabilitas atmosfer. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Data Primer Pengumpulan data primer yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil sampling langsung di lapangan. Metode sampling yang digunakan adalah grab sampling (pengukuran sesaat). Data primer yang dikumpulkan yaitu: 1. Jumlah dan jenis kendaraan Perhitungan jumlah kendaraan dilakukan secara manual menggunakan alat counter. Klasifikasi jenis kendaraan yang dihitung adalah sepeda motor, angkutan kota, mobil, penumpang, pick-up, minibus, bus, dan truk. 2. Koordinat titik sampling Koordinat titik sampling pemantauan kualitas udara ambien yaitu konsentrasi CO dan NO 2 diketahui dengan menggunakan alat Global Positioning System (GPS). Alat GPS dapat dilihat pada Gambar 3.5. Data ini akan dimasukkan ke program Surfer 11 untuk memvisualisasikan konsentrasi polutan dari Terminal Terpadu Amplas dalam bentuk peta isopleth konsentrasi CO dan NO 2. III-8

9 Gambar 3.5 Global Positioning System 3. Kecepatan angin Kecepatan angin diukur dengan menggunakan anemometer yang ditunjukkan Gambar 3.6. Spesifikasi anemometer yang digunakan adalah: Merk Aliran udara Percepatan udara Akurasi Dimensi Diameter kipas Berat : KRISBOW KW : 0-999,900 ft 3 /menit : 1,00-30,00 m/detik : ±3% ±0,20% m/detik : mm : 27,2 mm : 257 g Gambar 3.6 Anemometer III-9

10 4. Konsentrasi CO dan NO 2 observasi. Prosedur pengukuran karbon monoksida (CO) di udara ambien sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia) :2011 tentang Cara Uji Kadar Karbon Monoksida (CO) Menggunakan Metode Non Dispersive Infra Red (NDIR). Prinsip kerja CO analyzer dapat dilihat pada Tabel 3.2, sementara CO analyzer ditunjukkan oleh Gambar 3.7. Tabel 3.2 Prinsip Kerja CO analyzer Alat Bahan Prinsip Kerja CO analyzer 1. Gas nol (zero gas): N 2 atau He 2. Gas rentang induk: gas standar CO Pengukuran berdasarkan sinar infra merah yang terabsorbsi oleh analit. CO analyzer bekerja berdasarkan kemampuan gas CO menyerap sinar infra merah. Banyaknya intensitas sinar infra untuk kalibrasi merah yang diserap sebanding dengan 3. Gas rentang kerja: konsentrasi CO. gas standar CO untuk uji linieritas Sumber: BSN (2011) Gambar 3.7 CO Analyzer Spesifikasi alat CO analyzer yang digunakan adalah: Merk Prinsip langsung Prinsip deteksi Metode deteksi Aplikasi Dimensi Berat : Quest Technologies Type AQ50000 Pro : Secara kimia : Sensoring : Elektrokimia : Analisa gas : 15 10,5 6 in (38 26,7 15 cm) : 9 kg III-10

11 Peralatan daya : Baterai NiMH rechargeable, AA alkaline, dan AC adapter Kondisi operasi : 0 sampai 50 o C (32 sampai 122 o F) Jadwal kalibrasi : Tahunan Data konsentrasi CO dengan menggunakan alat CO analyzer adalah dalam satuan ppm, sehingga untuk perhitungan validasi data tersebut harus diubah terlebih dahulu ke dalam satuan µg/m 3. Konversi ppm ke dalam µg/m 3 Persamaan (3.1) (BSN, 2011). dilakukan dengan menggunakan C( ppm) M CO 1000 Patm C 3 = (3.1) ( µ g / m ) RT atm Keterangan: C (ppm) = Konsentrasi CO dalam ppm 3 C (µg/m ) = Konsentrasi CO dalam µg/m 3 M CO P atm T atm R = Berat molekul CO (C=12; O=16), g/mol = Tekanan udara pada kondisi STP (Standart Temperature and Pressure), 1 atm = Temperatur udara pada kondisi STP, 298 K = 0,0821 L.atm/mol.K Prosedur pengukuran nitrogen dioksida (NO 2 ) di udara ambien suai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia) :2005 tentang Cara Uji Kadar Nitrogen Dioksida (NO 2 ) Dengan Metode Griess Saltzman Menggunakan Spektrofotometer. Prinsip kerja impinger dapat dilihat pada Tabel 3.3, sementara impinger ditunjukkan oleh Gambar 3.8. Tabel 3.3 Prinsip Kerja Impinger Alat Bahan Prinsip Kerja Impinger 1. Asam sulfanilat 2. Air suling 3. Aquades 4. Asam asetat glacial 5. Larutan penyerap Griess Saltzman 6. Larutan induk nitrit 7. Larutan standar nitrit Gas NO 2 diserap dalam larutan Griess Saltzman sehingga membentuk suatu senyawa azo dye berwarna merah muda yang stabil setelah 15 menit. Konsentrasi larutan ditentukan secara spektrofotometri pada panjang gelombang 550 nm. Sumber: BSN (2005) III-11

12 Gambar 3.8 Impinger Spesifikasi impinger yang digunakan adalah: Nama alat Tipe Merek Kapasitas penghisap Teknologi penghisap Jumlah pompa hisap Pengatur hisapan Lubang hisap Lubang tiup/ukur Dimensi mekanikal Perlengkapan utama Kemampuan operasi : Air Sampler Impinger : ITP-1011 : InScienPro : Maksimum 2 liter udara/menit tanpa beban : Vibrasi katup ganda : 5 unit : Saklar putar bertahap : 5 buah ukuran ¼ inch : 5 buah ukuran ¼ inch : Panjang 51 cm; lebar 21 cm; tinggi 22 cm; berat +/- 5 kg : 5 unit tabung reaksi (impinger); 5 unit pengaman 1 slot selang fleksibel (¼ inch); 1 buah buble flow meter : 24 jam Data Sekunder Data sekunder diperoleh dengan cara mengambil data yang telah tersedia di instansiinstansi terkait. Jenis data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini ditampilkan pada Tabel 3.4. Tabel 3.4 Jenis Data Sekunder yang Diperlukan dalam Penelitian Jenis Data Layout peta dan luas Terminal Terpadu Amplas Data meteorologi 1. Intensitas radiasi matahari 2. Arah dan kecepatan angin di Kota Medan Tahun Instansi Dinas Perhubungan Kota Medan BMKG Sampali Medan BMKG Kota Medan III-12

13 3.5 Teknik Pengolahan Data Data primer dan data sekunder yang telah dikumpulkan selanjutnya akan diolah dengan metode analisis kuantitatif dan spasial Arah dan Kecepatan Angin Data arah dan kecepatan angin di Kota Medan selama 5 tahun terakhir ( ) diperlukan untuk pembuatan windrose menggunakan program WRPLOT VIEW. Windrose ini mengilustrasikan fluktuasi arah dan kecepatan angin di Kota Medan sehingga dapat digunakan untuk penentuan lokasi penelitian. Data arah dan kecepatan angin Tahun dapat dilihat pada Lampiran I dan gambar windrose dapat dilihat pada Lampiran II Perhitungan Laju Emisi CO dan NO 2 per Unit Area Laju emisi per unit area adalah besarnya massa polutan yang dikeluarkan oleh suatu sumber emisi dalam satuan waktu per unit area (EPA, 1995). Laju emisi CO dan NO 2 per unit area didapat dari perhitungan beban emisi dibagi dengan luasan lokasi penelitian dalam hal ini luas Terminal Terpadu Amplas. Sementara itu, beban emisi adalah besarnya massa polutan yang diemisikan ke udara oleh kegiatan lalu lintas per satuan waktu tertentu (Sengkey, dkk., 2011). Beban emisi bergantung pada jumlah dan jenis kendaraan yang ada di Terminal Terpadu Amplas. Faktor emisi dapat digunakan untuk menentukan dan mengetahui beban emisi CO dan NO 2 dari berbagai tipe kendaraan yang dapat dilihat pada Tabel 2.3. Perhitungan beban emisi menggunakan faktor emisi pada Tabel 2.3 merupakan fungsi jarak yang artinya emisi yang dikeluarkan tergantung dari jarak yang ditempuh kendaraan. Untuk lokasi penelitian beban emisi di jalan raya, emisi tergantung pada panjang jalan yang dilewati oleh kendaraan. Sementara untuk penelitian ini, lokasi penelitian berada di terminal, sehingga jarak tempuh kendaraan diibaratkan keliling terminal dengan asumsi kendaraan mengelilingi kawasan terminal saat menunggu penumpang. Perhitungan konsentrasi polutan dengan menggunakan SCREEN3 sumber area mengibaratkan area studi berbentuk persegi panjang. Oleh sebab itu, bentuk III-13

14 Terminal Terpadu Amplas diibaratkan berbentuk persegi panjang seperti ditunjukkan pada Gambar ,5 m 262,6 m Keterangan: Titik Sampling Jalan Skala 1 : 2100 Gambar 3.9 Layout Terminal Terpadu Amplas yang Diibaratkan Persegi Panjang Sumber: Dinas Perhubungan Kota Medan (2012) Perhitungan keliling Terminal Terpadu Amplas menggunakan persamaan: 2 (3.2) Keterangan: p = keliling terminal (m) P = panjang terminal (m) L = lebar terminal (m) III-14

15 Persamaan yang digunakan untuk menghitung beban emisi adalah persamaan (2.1). Setelah mendapatkan beban emisi polutan, langkah selanjutnya adalah menghitung laju emisi polutan per unit area. Laju emisi polutan per unit area dihitung dengan persamaan (Purwanto, 2015): beban emisi Q = (3.3) A Keterangan: Q = laju emisi polutan per unit area (g/jam.m 2 ) A = luas terminal (m 2 ) Luas terminal dapat dihitung dengan persamaan: A = P L (3.4) Perhitungan Konsentrasi CO dan NO 2 dengan model SCREEN3 SCREEN3 adalah model dispersi polutan single-source dari US-EPA yang menggunakan persamaan Gaussian steady-state. Model ini menggunakan data meteorologi kondisi terburuk untuk memprediksi konsentrasi polutan. Artinya kombinasi kecepatan angin dan stabilitas atmosfer yang menghasilkan konsentrasi ground-level maksimum. Sumber emisi polutan dengan menggunakan model SCREEN3 dapat berasal dari sumber titik, flare, volume, dan area. Penelitian ini menggunakan model SCREEN3 sumber area. Output dari hasil running model SCREEN3 adalah kosentrasi maksimum polutan. SCREEN3 mengibaratkan sumber area wilayah studi berbentuk persegi panjang (EPA, 1995). Untuk membuat sebaran polutan CO dan NO 2, input data yang harus dimasukkan ke program SCREEN3 yaitu: 1. Laju emisi (g/s/m 2 ) 2. Ketinggian sumber emisi (dalam hal ini tinggi knalpot kendaraan bermotor = 0,3 m dari permukaan tanah) 3. Panjang area (m) 4. Lebar area (m) III-15

16 5. Pencarian melalui batasan arah angin? Bila tidak maka arah angin relatif terhadap panjang dimensi area (deg). Untuk lebih jelasnya mengenai input data SCREEN3 sumber area dapat dilihat pada Gambar Main Menu Toolbar Buttons Input Window Gambar 3.10 Tampilan Awal Input Data SCREEN3 Sumber Area Keterangan Gambar: 1. Main menu: menunjukkan nama-nama menu. Untuk membuka menu, arahkan mouse ke nama menu lalu klik kiri. Tampilan pilihan menu akan muncul di layar; 2. Toolbar buttons: berisi tombol-tombol pintas untuk menjalankan beberapa perintah menu; 3. Input window: menampilkan jendela source inputs atau jendela options. Disinilah informasi spesifik mengenai sumber pencemar dimasukkan; 4. Help: menunjukkan jendela bantuan; 5. Previous: tombol kembali; 6. Next: tombol lanjut ke tahapan berikutnya. Menu Toolbar Buttons New: membuat projek baru. III-16

17 Open: membuka projek yang telah ada sebelumnya. Print: menampilkan dialog print preview, untuk mencetak projek. Run: menampilkan dialog project status, dimana kita dapat melihat apakah data yang dimasukkan sudah terisi penuh. Inputs: kembali ke halaman pertama dari SCREEN3. Options: kembali ke halaman kedua dari SCREEN3. Graph: untuk menampilkan grafik, yaitu tampilan plot XY konsentrasi ratarata polutan per jam dan per hari. Output: membuka file output. help: menampilkan jendela bantuan. SCREEN3 sumber area juga memerlukan input data berupa data meteorologi (kelas stabilitas atmosfer dan kecepatan angin), karakteristik daerah studi (simple terrain), pilihan penentuan jarak sebaran (automated atau descrete distances), dan tinggi anemometer saat pengukuran. Untuk lebih jelasnya mengenai input data lanjutan SCREEN3 sumber area dapat dilihat pada 3.11, Gambar 3.12, dan Gambar III-17

18 Gambar 3.11 Tampilan Input Data Meteorologi SCREEN3 Sumber Area Gambar 3.12 Tampilan Input Data Automated Distances SCREEN3 Sumber Area III-18

19 Gambar 3.13 Tampilan Input Data Discrete Distances SCREEN3 Sumber Area Metode yang digunakan untuk menentukan kondisi stabilitas atmosfer adalah metode Pasquill-Gifford. Kategori stabilitas atmosfer ditentukan berdasarkan kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari. Kecepatan angin yang diukur adalah pada ketinggian 10 meter di atas permukaan tanah (Noll dan Miller,1997). Kriteria stabilitas atmosfer Pasquill-Gifford dapat dilihat pada Tabel Validasi Model Output dari model SCREEN3 adalah konsentrasi polutan CO dan NO 2 (konsentrasi prediksi). Nilai konsentrasi polutan ini selanjutnya akan divalidasi dengan data konsentrasi CO dan NO 2 observasi. Validasi kedua data tersebut menggunakan persamaan Index of Agreement yang dapat dilihat pada Persamaan 2.4. Hasil uji validasi dengan nilai d antara 0,8-1 menyatakan bahwa data konsentrasi CO dan NO 2 prediksi akurat dengan data konsentrasi CO dan NO 2 observasi, sehingga model SCREEN3 tepat untuk diterapkan di Terminal Terpadu Amplas. Sementara itu, jika nilai d < 0,8 menyatakan bahwa data konsentrasi CO dan NO 2 prediksi tidak akurat dengan data konsentrasi CO dan NO 2 observasi, sehingga model SCREEN3 tidak tepat untuk diterapkan di Terminal Terpadu Amplas. III-19

20 3.5.5 Visualisasi Penyebaran Polutan CO dan NO 2 Pemetaan pola sebaran polutan CO dan NO 2 divisualisasikan dengan program Surfer 11. Output yang didapat adalah peta sebaran konsentrasi polutan dalam bentuk peta isopleth konsentrasi. Koordinat yang digunakan adalah koordinat kartesius tiga arah (XYZ). Tahapannya adalah dengan memasukan data koordinat titik sampling berupa garis bujur (longitude) dan garis lintang (latitude) sebagai sumbu X dan Y, sedangkan konsentrasi CO dan NO 2 di sumbu Z pada program Surfer 11. Program akan mengkalkulasikan data dan merubahnya ke dalam pola spasial dalam bentuk isopleth konsentrasi CO dan NO 2. Peta isopleth konsentrasi CO dan NO 2 selanjutnya akan ditumpangtindihkan (overlay) dengan layout peta Terminal Terpadu Amplas sehingga dapat terlihat titik yang memiliki konsentrasi tertinggi dan terendah. Langkah-langkah pembuatan peta isopleth konsentrasi polutan dengan menggunakan Surfer 11 yaitu: 1. Membuat data XYZ (*.dat) a. Klik File New Worksheet atau klik tombol, lalu masukkan data XYZ, dimana data X dan Y adalah data koordinat titik sampling sedangkan Z adalah konsentrasi polutan. b. Simpan data dengan mengklik File Save atau klik tombol. Pada kotak dialog Save As, pilih format penyimpanan dalam bentuk DAT Data (*.dat). Lalu ketik nama file yang akan disimpan, klik OK. 2. Membuat Grid File (*.grd) a. Klik File New Plot atau pilih tab Plot1. III-20

21 b. Pilih menu Grid Data, lalu kotak dialog Open Data akan terbuka. Pilih data xyz.dat yang telah dibuat sebelumnya. Klik Open. c. Kotak dialog Grid Data akan terbuka. Atur titik koordinat maksimum dan minimum pada Output Grid File, lalu klik OK. 3. Membuat peta isopleth konsentrasi polutan a. Klik Map New Countour Map atau klik tombol pada toolbar. b. Kotak dialog Open Grid akan terbuka. Pilih file grid yang telah dibuat pada langkah sebelumnya. Klik Open. 4. Meng-overlay peta isopleth konsentrasi dengan peta layout Terminal Terpadu Amplas. a. Siapkan peta layout Terminal Terpadu Amplas. b. Pilih kedua peta yang akan di-overlay dengan menggunakan tombol Shift+klik pada kedua peta. c. Klik Map Overlay Maps. Peta akan ter-overlay. III-21

22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah dan Jenis Kendaraan Bermotor di Terminal Terpadu Amplas Pengambilan data jumlah kendaraan bermotor di kawasan Terminal Terpadu Amplas dilakukan pada tanggal 7-9 Februari 2017 di 6 (enam) titik berbeda. Titik-titik pengambilan data tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1. Hari/ Tgl Selasa/ Rabu/ Kamis/ Tabel 4.1 Titik Sampling dan Jumlah Kendaraan Bermotor di Terminal Terpadu Amplas Titik Lokasi Koordinat 1 Gerbang Masuk Terminal 2 Area Parkir Kendaraan 3 Area Parkir Bus AKAP 4 Pelataran Bus AKDP 5 6 Area Parkir Angkutan Kota Gerbang Keluar Terminal 3 o 32 23,40 LU 98 o 43 3,42 BT 3 o 32 23,92 LU 98 o 43 6,15 BT 3 o 32 23,20 LU 98 o 43 8,80 BT 3 o 32 22,12 LU 98 o 43 7,21 BT 3 o 32 18,63 LU 98 o 43 6,64 BT 3 o 32 19,16 LU 98 o 43 4,39 BT Jumlah Kendaraan Pagi (unit/jam) Jumlah Kendaraan Siang (unit/jam) Pengambilan data jumlah kendaraan bermotor dilakukan selama 3 (tiga) hari yaitu hari Selasa, Rabu, dan Kamis. Waktu pengambilan data dilakukan pada waktu pagi yaitu pukul WIB WIB dan waktu siang yaitu pukul WIB WIB. Penelitian ini mengklasifikan kendaraan bermotor yang dihitung di Terminal Terpadu Amplas menjadi 7 (tujuh) kategori yaitu sepeda motor, angkot, mobil, pick-up, minibus, bus, dan truk. Data jumlah dan jenis kendaraan dari hasil pengamatan langsung di lapangan ditunjukkan pada Tabel 4.2.

23 Tabel 4.2 Jumlah dan Jenis Kendaraan Bermotor di Terminal Terpadu Amplas Hari/ Titik Pengamatan Waktu Selasa ( ) Gerbang Masuk Terminal Area Parkir Kendaraan Rabu ( ) Area Parkir Bus AKAP Pelataran Bus AKDP Kamis ( ) Area Parkir Angkutan Kota Gerbang Keluar Terminal Jumlah (unit/jam) Sepeda Motor Jumlah Kendaraan Bermotor (kendaraan/jam) Angkot Mobil Pick-Up Minibus Bus Truk Jumlah (unit/ jam) Pagi Siang Pagi Siang Pagi Siang Pagi Siang Pagi Siang Pagi Siang Pagi Siang Terminal Terpadu Amplas merupakan terminal angkutan umum terbesar yang ada di Kota Medan dengan luas wilayah ± ,625 m 2 (Dishub Kota Medan, 2012). Terminal ini melayani rute perjalanan angkutan umum antar kota hingga antar provinsi, sehingga terdapat banyak angkutan umum yang menaikkan penumpang/barang. Selain didominasi oleh angkutan umum, Terminal Terpadu Amplas juga banyak disinggahi oleh kendaraan lain seperti sepeda motor dan mobil yang hendak mengantarkan penumpang/barang ke terminal Jumlah Kendaraan Bermotor Berdasarkan Lokasi Pengamatan Pengambilan data kendaraan bermotor dilakukan di 6 (enam) titik sampling (lokasi pengamatan). Berdasarkan data pada Tabel 4.2, jumlah kendaraan bermotor yang ada di Terminal Terpadu Amplas pada tiap-tiap lokasi pengamatan dapat dilihat pada Gambar 4.1. Jumlah kendaraan bermotor tersebut diklasifikasikan ke dalam waktu pengamatan pagi dan siang. IV-2

24 Jumlah Kendaraan (unit/jam) Gerbang Masuk Terminal Area Parkir Kendaraan Area Parkir Bus AKAP Pelataran Bus AKDP Area Parkir Angkutan Kota Gerbang Keluar Termianl Selasa 7/2/2017 Rabu 8/2/2017 Kamis 9/2/2017 Lokasi Pengamatan Waktu Pagi Waktu Siang Gambar 4.1 Jumlah Kendaraan Bermotor Berdasarkan Lokasi Pengamatan di Terminal Terpadu Amplas Berdasarkan Gambar 4.1, terlihat bahwa Gerbang Masuk Terminal Terpadu Amplas merupakan titik sampling yang paling banyak dilewati oleh kendaraan bermotor. Jumlah kendaraan bermotor pada waktu pagi di titik sampling ini sebesar 23,89% %. Selanjutnya diikuti oleh Area Parkir Angkutan Kota sebesar 20,84%, Gerbang Keluar Terminal Terpadu Amplas sebesar 17,02%. Kemudian Area Parkir Kendaraan sebesar 15,57%, Area Parkir Bus AKAP sebesar 15,50%, dan titik sampling yang paling sedikit dilewati kendaraan bermotor adalah di Pelataran Bus AKDP yaitu sebesar 7,18%. Jumlah kendaraan bemotor di Gerbang Masuk Terminal Terpadu Amplas pada waktu siang terlihat mengalami penurunan sebesar 2,63% menjadi 21,26%. Begitu pula dengan titik sampling di Area Parkir Kendaraan mengalami penurunan sebesar 1,24% menjadi 14,33%. Berikutnya penurunan jumlah kendaraan bermotor padaa waktu siang juga terjadi di Area Parkir Bus AKAP sebesar 2,62% menjadi 12,88% %, dan jumlah kendaraan bermotor semakin menurun di Pelataran Bus AKDP sebesar 0,,85% menjadi 6,33%. Titik sampling di Area Parkir Angkutan Kota mengalami peningkatan kendaraan bermotor sebesar 0,73 menjadi 21,57% dan Gerbang Keluar Terminal Terpadu Amplas mengalami peningkatan sebesar 6,61% menjadi 23,63%. IV-3

25 Secara keseluruhan, Gerbang Masuk Terminal Terpadu Amplas merupakan titik sampling dengan jumlah kendaraan terbanyak yaitu sebesar 23,89% pada waktu pagi dan 21,26% pada waktu siang. Hal ini disebabkan setiap kendaraan bermotor yang akan memasuki kawasan Terminal Terpadu Amplas akan selalu melewati titik sampling ini, sehingga lalu lintas kendaraan di titik sampling ini pun cenderung lebih padat dari titik sampling lainnya. Sementara itu, Pelataran Bus AKDP merupakan titik sampling dengan lalu lintas kendaraan paling sedikit. Jumlah kendaraan yang melintas pada waktu pagi hanya sebesar 7,18% dan 6,33% pada waktu siang. Hal ini dapat dijelaskan karena mayoritas kendaraan yang melewati titik sampling ini adalah kendaraan umum berjenis angkot, minibus, dan bus. Bila dilihat dari Gambar 4.1, pengamatan waktu pagi cenderung memiliki jumlah kendaraan yang relatif lebih banyak daripada pengamatan waktu siang. Hal ini disebabkan pada waktu pagi hari aktivitas masyarakat baru dimulai, sehingga kebutuhan akan kendaraan umum di pagi hari menjadi lebih tinggi daripada di siang hari. Rata-rata jumlah kendaraan yang masuk ke Terminal Terpadu Amplas pada tahun 2015 tercatat sebanyak 288 unit per jam. Data ini merupakan data perhitungan jumlah kendaraan pada jam-jam sibuk (Dishub UPT Terminal Terpadu Amplas, 2016). Berdasarkan Gambar 4.1, dapat dilihat bahwa jumlah kendaraan yang masuk ke Terminal Terpadu Amplas pada waktu pagi (jam sibuk) sebesar 313 unit per jam. Hal ini menunjukkan data hasil perhitungan jumlah kendaraan pada saat sampling tidak jauh berbeda dengan data sekunder dari Dinas Perhubungan UPT Terminal Terpadu Amplas Jumlah Kendaraan Bermotor Berdasarkan Jenis Kendaraan Terminal adalah tempat angkutan umum untuk menaikkan atau menurunkan penumpang/barang. Namun, kendaraan bermotor di Terminal Terpadu Amplas tidak hanya berupa angkutan umum, melainkan jenis kendaraan bermotor lain seperti sepeda motor, mobil penumpang, atau truk. Penelitian ini mengklasifikan kendaraan bermotor yang dihitung di Terminal Terpadu Amplas menjadi 7 (tujuh) kategori yaitu sepeda motor, angkot, mobil, pick-up, minibus, bus, dan truk. Berdasarkan data pada Tabel 4.2, IV-4

26 jumlah kendaraan yang melintasi Terminal Terpadu Amplas selama penelitian menurut jenisnyaa dapat dilihat pada Gambar (tiga) hari Jumlah kendaraan (unit/jam) Sepeda Motor Angkot Mobil Pick-Up Minibus Bus Truk Jenis Kendaraan Waktu Pagi Waktu Siang Gambar 4.2 Jumlah Kendaraan Bermotor Berdasarkan Jenis Kendaraan di Terminal Terpadu Amplas Berdasarkan Gambar 4.2, terlihat bahwa angkot merupakan jenis kendaraan yang paling mendominasi di Terminal Terpadu Amplas baik pada waktu pagi maupun pada waktu siang. Jumlah angkot padaa waktu pagi sebesar 65,34% dan pada waktu siang sebesar 66,54%, kemudian jumlah sepeda motor pada waktu pagi dan waktu siang sebesar 18,40% dan 18,14%, kemudian jumlah minibus sebesar 4,12% pada waktu pagi dan pada waktu siang sebesar 3,81%. Sementara itu, jumlah mobil pada waktu pagi dan waktu siang berturut-turut sebesar 3,89% dan 3,81%, selanjutnya jumlah pick-up sebesar 2,90% pada waktu pagi dan 2,97 pada waktu siang. Truk merupakan jenis kendaraan yang paling sedikit melintasi Terminal Terpadu Amplas dibandingkan dengan kendaraan lain yaitu sebesar 1,53% pada waktu pagi dan 1,29% pada waktu siang. Dominasi angkot yang terdapat di Terminal Terpadu Amplas sesuai dengan fungsi terminal itu sendiri sebagai tempat angkutan umum untuk menaikkan atau menurunkan penumpang/barang. Angkot sendiri merupakan jenis angkutan umum yang paling sering ditemui di Terminal Terpadu Amplas dibandingkan dengan angkutan umum lainnya seperti minibus dan bus. Berdasarkan data Dinas Perhubungan UPT Terminal Terpadu IV-5

27 Amplas (2016), pada tahun 2015 jumlah angkot yang keluar-masuk terminal tiap harinya mencapai unit. Sementara itu, jumlah minibus sebanyak 514 unit per hari, bus AKDP sebanyak 39 unit per hari, dan bus AKAP sebanyak 10 unit per hari. 4.2 Laju Emisi CO dan NO 2 per Unit Area di Terminal Terpadu Amplas Laju emisi CO dan NO 2 per unit area dihitung berdasarkan perhitungan beban emisi dibagi dengan luas Terminal Terpadu Amplas. Perhitungan beban emisi menggunakan Persamaan (3.3) dimana perhitungan ini bergantung pada jumlah dan jenis kendaraan bermotor, faktor emisi kendaraan, dan keliling terminal. Faktor emisi yang digunakan adalah faktor emisi dari Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2010 yang dapat dilihat pada Tabel 2.3. Keliling Terminal Terpadu Amplas dihitung dengan Persamaan (3.2). Berdasarkan Gambar 3.9 diketahui panjang dan lebar kawasan Terminal Terpadu Amplas berturut-turut adalah 262,6 m dan 175,5 m, sehingga didapat: Keliling terminal = 2 (262,6 m + 175,5 m) = 876,2 m = 0,8762 km 0,88 km Sebelum menghitung laju emisi CO dan NO 2, perlu dihitung beban emisi CO dan NO 2 tiap kendaraan terlebih dahulu. Langkah-langkah perhitungan laju emisi CO dan NO 2 di Terminal Terpadu Amplas adalah: 1. Menghitung beban emisi CO dan NO 2 di Terminal Terpadu Amplas Berikut diberikan contoh perhitungan beban emisi CO dan NO 2 dari jenis kendaraan sepeda motor di titik sampling 1 (satu) yaitu Gerbang Masuk Terminal Terpadu Amplas pada waktu pagi: Diketahui jumlah kendaraan (n) = 83 kendaraan/jam; faktor emisi (FE) CO untuk sepeda motor = 14 g/km; faktor emisi (FE) NO 2 untuk sepeda motor = 0,29 g/km; dan keliling terminal (p) = 0,88 m. Berdasarkan Persamaan (3.3) maka didapat: Beban emisi (BE) CO = n FE p = 83 kendaraan/jam 14 g/km 0,88 km = 1.022,56 g/jam IV-6

28 Beban emisi (BE) NO 2 = n FE p = 83 kendaraan/jam 0,29 g/km 0,88 km = 21,18 g/jam Setelah diketahui semua beban emisi CO dan NO 2 dari masing-masing jenis kendaraan, maka beban tersebut dijumlahkan berdasarkan titik pengambilan sampel. Beban emisi yang didapat diklasifikasikan berdasarkan waktu sampling pagi dan waktu sampling siang. Berikut contoh perhitungan beban emisi CO pada waktu pagi di titik sampling 1 (satu) yaitu Gerbang Masuk Terminal Terpadu Amplas. Diketahui BE sepeda motor = 1.022,56 g/jam; BE angkot = 6.789,11 g/jam; BE mobil = 399,17 g/jam; BE pick-up = 223,87 g/jam; BE minibus = 359,04 g/jam; BE bus = 87,12 g/jam; BE truk = 22,18 g/jam. BE CO total = (1.022, , , , , , ,18) g/jam = 8903,05 g/jam Contoh perhitungan beban emisi NO 2 : Diketahui BE sepeda motor = 21,18 g/jam; BE angkot = 330,79 g/jam; BE mobil = 28,34 g/jam; BE pick-up = 14,08 g/jam; BE minibus = 23,19 g/jam; BE bus = 94,25 g/jam; BE truk = 46,73 g/jam. BE NO 2 total = (21, , , , , , ,73) g/jam = 558,55 g/jam Sehingga didapat total beban emisi CO dan NO 2 pada waktu pagi di titik sampling 1 (satu) yaitu Gerbang Masuk Terminal Terpadu Amplas berturut-turut adalah sebesar 8.903,05 g/jam dan 558,55 g/jam. 2. Menghitung luas Terminal Terpadu Amplas Luas Terminal Terpadu Amplas dihitung dengan menggunakan persamaan (3.5), didapat: A = 262,6 m 175,5 m = ,3 m 2 IV-7

29 3. Menghitung laju emisi CO dan NO 2 per unit area di Terminal Terpadu Amplas Laju emisi per unit area dapat dihitung dengan Persamaan (3.4). Contoh perhitungan laju emisi per unit area untuk polutan CO dan NO 2 pada waktu pagi di titik 1 (satu) yaitu Gerbang Masuk Terminal adalah: 8.903,05 g / jam Q CO = ,3 m = 0, g/jam/m 2 = 5, g/s/m 2 5, g/s/m 2 558,55 g / jam Q NO2 = ,3 m = 0, g/jam/m 2 = 3, g/s/m 2 3, g/s/m 2 Selengkapnya perhitungan laju emisi CO dan NO 2 per unit area tiap-tiap titik sampling dapat dilihat pada Lampiran III. Laju emisi CO dan NO 2 per unit area pada waktu pagi dan waktu siang dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Laju Emisi CO dan NO 2 per Unit Area di Terminal Terpadu Amplas Hari/Tanggal Selasa 07/02/2017 Rabu 08/02/2017 Kamis 09/02/2017 Titik Pengamatan Gerbang Masuk Terminal Area Parkir Kendaraan Area Parkir Bus AKAP Pelataran Bus AKDP Area Parkir Angkutan Kota Gerbang Keluar Terminal Hari/ Waktu Laju Emisi CO (g/s/m 2 ) Laju Emisi NO 2 (g/s/m 2 ) Pagi 5, , Siang 4, , Pagi 3, , Siang 3, , Pagi 3, , Siang 3, , Pagi 1, , Siang 1, , Pagi 5, , Siang 5, , Pagi 4, , Siang 5, , Berdasarkan Tabel 4.3, untuk waktu pagi diperoleh laju emisi CO dan NO 2 yang paling tinggi adalah di Gerbang Masuk Terminal yaitu sebesar 5, g/s/m 2 dan 3, g/s/m 2. Hal ini diakibatkan tingginya jumlah kendaraan pada titik sampling ini dibandingkan dengan titik sampling lain. Setiap kendaraan bermotor yang akan memasuki kawasan Terminal Terpadu Amplas akan selalu melewati titik ini, sehingga lalu lintas kendaraan di Gerbang Masuk Terminal cenderung lebih padat dari titik IV-8

30 lainnya. Sementara itu, Pelataran Bus AKDP merupakan titik pengamatan yang menyumbang laju emisi paling rendah yaitu sebesar 1, g/s/m 2 untuk parameter CO dan 1, g/s/m 2 untuk parameter NO 2. Laju emisi CO dan NO 2 paling tinggi pada waktu siang adalah di Gerbang Keluar Terminal yaitu sebesar 5, g/s/m 2 dan 3, g/s/m 2. Hal ini dapat dijelaskan karena pada waktu siang hari, banyak kendaraan yang keluar dari Terminal Terpadu Amplas terutama angkot. Umumnya di Terminal Terpadu Amplas, pengemudi angkot mempunyai pergantian jam kerja (shift). Adanya pergantian shift pengemudi angkot pada siang hari mengakibatkan angkot yang tadinya terparkir di terminal, keluar untuk mencari penumpang. Sementara itu, laju emisi CO dan NO 2 paling rendah adalah di Pelataran Parkir Bus AKDP yaitu sebesar 1, g/s/m 2 dan 1, g/s/m 2. Berdasarkan pembahasan tersebut, laju emisi CO dan NO 2 berfluktusi sesuai dengan jumlah dan jenis kendaraan bermotor. Menurut Ruktiningsih (2014), semakin tinggi jumlah kendaraan maka emisi CO dan NO 2 yang dikeluarkan juga akan semakin meningkat. Hal ini didukung pula oleh Suhadi (2008) dalam Hodijah (2014) yang menerangkan bahwa jenis dan jumlah kendaraan akan mempengaruhi emisi yang dihasilkan. 4.3 Faktor Meteorologi Faktor meteorologi yang diukur dalam penelitian ini adalah suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, dan intensitas radiasi matahari. Data-data meteorologi berupa suhu udara, kelembaban, dan kecepatan angin didapat dari pengukuran langsung di lapangan selama 3 (hari) di Terminal Terpadu Amplas. Sementara data intensitas radiasi matahari didapat dari Stasiun Klimatologi Sampali Suhu Udara Data suhu udara merupakan data primer yang diambil langsung di lapangan menggunakan hygrotermometer. Tabel 4.4 menunjukkan data suhu udara pada 6 (enam) titik sampling di kawasan Terminal Terpadu Amplas. IV-9

31 Hari/Tanggal Selasa 7/2/2017 Tabel 4.4 Suhu Udara di Terminal Terpadu Amplas Titik Sampling Suhu udara ( o C) Pagi Siang Gerbang Masuk Terminal 33,5 37,3 Area Parkir Kendaraan 34,7 35,7 Rabu Area Parkir Bus AKAP 30,3 32 8/2/2017 Pelataran Bus AKDP 33,6 35,4 Kamis Area Parkir Angkutan Kota 32,2 35,2 9/2/2017 Gerbang Keluar Terminal 33,9 34,5 Rata-rata 33,03 35,02 Berdasarkan Tabel 4.4, dapat dilihat bahwa suhu udara pada waktu pagi di Terminal Terpadu Amplas lebih rendah daripada waktu siang. Suhu udara terendah adalah 30,3 o C hasil pengukuran pagi hari di Area Parkir Bus AKAP dan tertinggi adalah 37,3 o C hasil pengukuran siang hari di Gerbang Masuk Terminal. Sementara itu, suhu udara rata-rata hasil pengukuran pagi hari sebesar 33,03 o C dan hasil pengukuran siang hari sebesar 35,02 o C Kelembaban Udara Pengukuran kelembaban udara di 6 (enam) titik sampling yang tersebar di kawasan Terminal Terpadu Amplas menggunakan hygrotermometer. Hasil pengukuran kelembaban udara dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Kelembaban Udara di Terminal Terpadu Amplas Hari/Tanggal Titik Sampling Kelembaban Udara (%) Pagi Siang Selasa Gerbang Masuk Terminal 55,4 45,7 7/2/2017 Area Parkir Kendaraan 51,7 46,3 Rabu Area Parkir Bus AKAP 60,9 55,0 8/2/2017 Pelataran Bus AKDP 55,7 46,9 Kamis Area Parkir Angkutan Kota 54,8 47,3 9/2/2017 Gerbang Keluar Terminal 55,1 52,0 Rata-rata 55,60 48,87 Tabel 4.5 menunjukkan kelembaban udara pada siang hari lebih rendah daripada kelembaban udara pada pagi hari. Hal ini disebabkan suhu udara pada siang hari relatif lebih tinggi daripada pagi hari. Kenaikan suhu udara akan menurunkan kelembaban di udara. Kelembaban udara terendah adalah 45,7% hasil pengukuran siang hari di Gerbang Masuk Terminal dan tertinggi adalah 60,9% hasil pengukuran pagi hari di IV-10

32 Area Parkir Bus AKAP. Sementara itu, kelembaban udara rata-rata hasil pengukuran pagi sebesar 55,60% dan hasil pengukuran siang sebesar 48,87% Kecepatan Angin Pengukuran kecepatan angin pada penelitian ini menggunakan anemometer. Tabel 4.6 menunjukkan kecepatan angin di 6 (enam) titik sampling yang ada di Terminal Terpadu Amplas. Tabel 4.6 Kecepatan Angin di Terminal Terpadu Amplas Hari/Tanggal Titik Sampling Kecepatan Angin (m/s) Pagi Siang Selasa Gerbang Masuk Terminal 3,16 1,52 7/2/2017 Area Parkir Kendaraan 2,53 2,55 Rabu Area Parkir Bus AKAP 3,55 1,92 8/2/2017 Pelataran Bus AKDP 1,71 1,62 Kamis Area Parkir Angkutan Kota 2,52 2,36 9/2/2017 Gerbang Keluar Terminal 1,61 1,4 Rata-rata 2,51 1,90 Berdasarkan Tabel 4.6, didapat kecepatan angin rata-rata di Terminal Terpadu Amplas adalah 2,51 m/s pada pagi hari dan 1,90 m/s pada siang hari. Kecepatan angin terendah adalah 1,4 m/s hasil pengukuran siang hari di Gerbang Keluar Terminal dan tertinggi adalah 3,55 m/s hasil pengukuran pagi hari di Area Parkir Bus AKAP. Data kecepatan angin ini akan digunakan bersama data intensitas radiasi matahari untuk menentukan kelas stabilitas atmosfer dengan metode Pasquill-Gifford yang tunjukkan Tabel Intensitas Radiasi Matahari Data intensitas radiasi matahari didapat dari Stasiun Klimatologi Sampali yang dapat dilihat pada Lampiran IV. Data yang diambil adalah data intensitas radiasi matahari pada hari yang sama dengan hari sampling yaitu pada tanggal 7-9 Februari Tabel 4.7 menunjukkan data intensitas radiasi matahari dari Stasiun Klimatologi Sampali. IV-11

33 Tabel 4.7 Data Intensitas Radiasi Matahari Per Jam Pada Hari Sampling Hari/ Pukul Intensitas Radiasi Matahari (W/m 2 ) Selasa (07/02/2017) Rabu (08/02/2017) Kamis (09/02/2017) Keterangan: - Data tidak masuk Sumber: BMKG Sampali, 2017 Berdasarkan Tabel 4.7, dapat dilihat bahwa data intensitas radiasi matahari yang disediakan adalah dari pukul WIB hingga pukul WIB. Namun, data yang digunakan hanyalah data pada saat waktu pengamatan langsung di lapangan saja. Data waktu pagi yaitu data pada pukul WIB, sedangkan data waktu siang yaitu data pada pukul WIB. Data yang diambil pada rentang waktu penelitian tersebut adalah data dengan nilai maksimal. Hal ini disebabkan untuk memperkirakan konsentrasi maksimum polutan di udara, sebaiknya menggunakan kondisi udara yang maksimal (Turyanti, dkk., 2016). Tabel 4.8 menunjukkan data intensitas radiasi matahari pada waktu sampling. Hari/Tanggal Selasa 7/2/2017 Rabu 8/2/2017 Kamis 9/2/2017 Tabel 4.8 Data Intensitas Radiasi Matahari Intensitas Radiasi Titik Sampling Matahari (W/m 2 ) Pagi Siang Gerbang Masuk Terminal Area Parkir Kendaraan Area Parkir Bus AKAP Pelataran Bus AKDP Area Parkir Angkutan Kota Gerbang Keluar Terminal Rata-rata Keterangan: - Data tidak masuk Sumber: BMKG Sampali, 2017 Tabel 4.8 menunjukkan intensitas radiasi matahari pada waktu siang lebih tinggi daripada waktu pagi. Intensitas radiasi matahari tertinggi adalah 600 W/m 2 yang diukur pada waktu siang. Sementara intensitas radiasi matahari terendah adalah 40 W/m 2 yang diukur pada waktu pagi. Data intensitas radiasi matahari ini selanjutnya akan diolah bersama data kecepatan angin untuk mendapatkan kelas stabilitas atmosfer. IV-12

34 4.4 Konsentrasi CO dan NO 2 Observasi Pengukuran konsentrasi CO dan NO 2 observasi di Terminal Terpadu Amplas dilakukan di 6 (enam) titik berbeda. Pengukuran dilakukan selama 3 (tiga) hari dengan periode waktu waktu pagi dan waktu siang. Laporan hasil uji kedua parameter tersebut dapat dilihat pada Lampiran V. Hasil uji konsentrasi CO observasi di laboratorium BTKLPP Kota Medan didapat dalam satuan ppm, sedangkan data konsentrasi CO prediksi adalah dalam satuan µg/m 3, maka data tersebut harus dikonversi terlebih dahulu dengan persamaan (3.1). Contoh perhitungan konversi data konsentrasi CO observasi pada titik 1 (satu) waktu pagi adalah: C = = ,46 ( µ g / m ) 0, µg/m 3 Perhitungan konversi data konsentrasi CO observasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran VI. Data konsentrasi CO dan NO 2 observasi dalam satuan µg/m 3 ditampilkan pada Tabel 4.9. Selanjutnya grafik konsentrasi CO dan NO 2 observasi dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan 4.4. Hari/Tanggal Selasa 07/02/2017 Rabu 08/02/2017 Kamis 09/02/2017 Tabel 4.9 Konsentrasi CO dan NO 2 Observasi Titik Pengamatan Gerbang Masuk Terminal Area Parkir Kendaraan Area Parkir Bus AKAP Pelataran Bus AKDP Area Parkir Angkutan Kota Gerbang Keluar Terminal Waktu CO observasi (µg/m 3 ) NO 2 observasi (µg/m 3 ) Pagi ,46 78,07 Siang ,37 110,56 Pagi ,46 68,03 Siang ,00 69,69 Pagi ,91 79,38 Siang ,00 59,60 Pagi ,28 65,67 Siang ,82 70,15 Pagi ,82 66,13 Siang ,91 69,90 Pagi ,46 71,99 Siang ,00 68,70 IV-13

35 Konsentrasi CO (µg/m 3 ) 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5, , ,37 Gerbang Masuk Terminal , , , ,00 Area Parkir Kendaraan Area Parkir Bus AKAP , , ,82 Pelataran Bus AKDP ,91 Area Parkir Angkutan Kota , ,00 Gerbang Keluar Terminal Selasa 7/2/2017 Rabu 8/2/2017 Kamis 9/2/2017 Lokasi Pengamatan Konsentrasi CO observasi pagi (µg/m³) Konsentrasi CO observasi siang (µg/m³) Baku mutu CO 1 jam Gambar 4.3 Konsentrasi CO Observasi di Terminal Terpadu Amplas Berdasarkan Gambar 4.3, terlihat bahwa pola atau tren nilai konsentrasi CO observasi pada waktu pagi dan siang hari mendekati sama. Konsentrasi NO 2 (µg/m 3 ) ,56 78,07 Gerbang Masuk Terminal 69,69 59,60 70,15 69,90 68,03 79,38 65,67 66,13 Area Parkir Kendaraan Area Parkir Bus AKAP Pelataran Bus AKDP Area Parkir Angkutan Kota 68,70 71,99 Gerbang Keluar Terminal Selasa 7/2/2017 Rabu 8/2/2017 Kamis 9/2/2017 Lokasi Pengamatan Konsentrasi NO₂ observasi pagi (µg/m³) Konsentrasi NO₂ observasi siang (µg/m³) Baku mutu NO₂ 1 jam Gambar 4.4 Konsentrasi NO 2 Observasi di Terminal Terpadu Amplas Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, konsentrasi CO dan NO 2 observasi masih berada dalam ambang batas baku mutu, dimana baku mutu udara ambien untuk parameter CO IV-14

36 sebesar µg/m 3 dan parameter NO 2 sebesar 400 µg/m 3. Namun keberadaan parameter tersebut telah menurunkan kualitas udara ambien di sekitar Terminal Terpadu Amplas. Untuk lebih lengkapnya, baku mutu udara ambien nasional dapat dilihat pada Lampiran VII. Berdasarkan Gambar 4.3, diperoleh konsentrasi CO observasi tertinggi hasil pengukuran waktu pagi dan waktu siang adalah di Pelataran Bus AKDP yaitu sebesar ,28 µg/m 3 dan ,82 µg/m 3. Konsentrasi CO observasi terendah hasil pengukuran waktu pagi adalah di Gerbang Masuk Terminal, Area Parkir Kendaraan, dan Gerbang Keluar Terminal yaitu sebesar ,46 µg/m 3. Sementara untuk hasil pengukuran waktu siang, konsentrasi CO observasi terendah adalah di Area Parkir Kendaraan, Area Parkir Bus AKAP, dan Gerbang Keluar Terminal yaitu sebesar ,00 µg/m 3. Tingginya konsentrasi CO observasi di Pelataran Bus AKDP disebabkan adanya bus seperti bus AKDP yang menunggu penumpang sambil menghidupkan mesin namun kendaraan dalam keadaan berhenti. Kondisi ini disebut kondisi idle. Menurut Rao dan Rao (1994) dalam Azwarani (2012), konsentrasi CO akan meningkat sebesar 4-6% saat mesin dalam keadaan idle (diam). Hal ini disebabkan dalam kondisi idle pembakaran dalam mesin tidak sempurna sehingga emisi gas CO yang dihasilkan meningkat (Ramayana, 2014). Gambar 4.4 menunjukkan konsentrasi NO 2 observasi tertinggi hasil pengukuran waktu pagi adalah di Area Parkir Bus AKAP yaitu sebesar 79,38 µg/m 3 dan konsentrasi NO 2 observasi terendah adalah di Pelataran Bus AKDP yaitu sebesar 65,67 µg/m 3. Sementara untuk hasil pengukuran waktu siang, konsentrasi NO 2 observasi tertinggi adalah di Gerbang Masuk Terminal yaitu sebesar 110,56 µg/m 3 dan konsentrasi NO 2 observasi terendah adalah di Area Parkir Bus AKAP yaitu sebesar 59,60 µg/m 3. Tingginya konsentrasi NO 2 observasi di Area Parkir Bus AKAP dan Gerbang Masuk Terminal disebabkan adanya kendaraan bermotor lain selain kendaraan bermotor di terminal yang menyumbang emisi NO 2 ke udara. Lokasi Gerbang Masuk Terminal sendiri berdekatan dengan Jalan Panglima Denai, sehingga kendaraan yang melintasi IV-15

37 jalan tersebut ikut menyumbang emisi NO 2. Sementara itu, di Area Parkir Bus AKAP berdekatan dengan lokasi pengujian kendaraan bermotor (KIR), sehingga aktivitas tersebut turut menyumbang NO 2 ke udara. Lokasi ini memang diperuntukkan untuk lahan parkir bus AKAP, tetapi pada kenyataannya lahan ini dipergunakan sebagai jalur perlintasan kendaraan di Terminal Terpadu Amplas. Hal inilah yang menyebabkan jumlah kendaraan yang menyumbang emisi NO 2 ke udara di kedua titik sampling ini lebih banyak dibandingkan dengan titik sampling lainnya di Terminal Terpadu Amplas. Menurut Wiyandari (2010), konsentrasi NO 2 mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya jumlah kendaraan. Selain berasal dari asap kendaraan bermotor, asap dapur dari tungku masak rumahrumah makan yang terdapat di kawasan Terminal Terpadu Amplas juga mempengaruhi konsentrasi CO dan NO 2 observasi. Hal tersebut dapat dilihat pada dokumentasi saat sampling di Terminal Terpadu Amplas. Menurut Haryanto dan Triyono (2012), proses pembakaran dari tungku masak menimbulkan emisi polutan seperti CO, H 2 S, NO x, SO x, dan partikel debu. Konsentrasi CO observasi rata-rata hasil pengukuran pagi sebesar ,40 µg/m 3 cenderung lebih tinggi dibandingkan hasil pengukuran siang yang sebesar ,68 µg/m 3. Sementara itu, konsentrasi NO 2 observasi rata-rata hasil pengukuran waktu siang sebesar 74,77 µg/m 3 cenderung lebih tinggi daripada hasil pengukuran pagi yang sebesar 71,55 µg/m 3. Walaupun perbedaan konsentrasi NO 2 tersebut tidak terlalu signifikan. Konsentrasi CO dan NO 2 observasi tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah kendaraan melainkan juga oleh faktor meteorologi seperti suhu udara, kelembaban udara, intensitas radiasi matahari, dan kecepatan angin. Konsentrasi CO observasi rata-rata hasil pengukuran pagi lebih tinggi dibandingkan hasil pengukuran siang disebabkan suhu udara saat pengukuran pagi lebih rendah yaitu 33,03 o C dari pengukuran siang yaitu 35,02 o C. Konsentrasi CO berbanding terbalik dengan suhu udara, artinya jika suhu udara rendah maka konsentrasi CO akan meningkat (Habeebullah, 2013; Ramayana, 2014; Novalia, 2014). Lakitan (2002) dalam Novalia (2014) menjelaskan bahwa suhu udara yang tinggi pada siang hari akan mengakibatkan pemuaian udara sehingga terjadi penyebaran polutan yang menyebabkan IV-16

38 konsentrasi CO rendah. Namun, hasil yang berbeda ditunjukkan oleh penelitian Rosa (2015) dan Annisa (2014), dimana konsentrasi CO meningkat seiring dengan meningkatnya suhu. Aprilina (2016) menjelaskan bahwa pada keadaan normal (tidak ada intervensi antropogenik) hubungan antara konsentrasi CO dan suhu udara menunjukkan korelasi positif sedangkan saat ada intervensi antropogenik hubungan antara konsentrasi CO dan suhu udara menjadi tidak konsisten. Intervensi antropogenik adalah adanya emisi polutan yang dihasilkan dari aktivitas manusia seperti dari kegiatan perkantoran, transportasi, dan industri. Konsentrasi CO observasi dipengaruhi oleh intervensi antropogenik yaitu adanya kegiatan transportasi di Terminal Terpadu Amplas. Sementara itu, konsentrasi NO 2 yang lebih rendah di pagi hari dibandingkan dengan siang hari disebabkan sifat NO 2 yang mudah terdeposisi basah jika kelembaban udara tinggi (Cahyono, 2010). Suhu udara yang rendah di waktu pagi di Terminal Terpadu Amplas mengakibatkan kelembaban udara lebih tinggi (53,83%) dibandingkan waktu siang (29,83%). 4.5 Konsentrasi CO dan NO 2 Prediksi dengan Model SCREEN3 Proses perhitungan konsentrasi polutan CO dan NO 2 dengan menggunakan model SCREEN3 sumber area memerlukan beberapa data yaitu: data sumber emisi dan data meteorologi. Data sumber emisi berupa laju emisi, tinggi keluaran emisi, serta panjang dan lebar area terminal. Laju emisi telah dihitung berdasarkan beban emisi tiap-tiap polutan. Tinggi keluaran emisi adalah tinggi knalpot kendaraan dari atas permukaan tanah yaitu 30 cm, sedangkan panjang dan lebar terminal dapat dilihat pada Gambar 3.9. Data meteorologi yang diperlukan berupa kecepatan angin dan kelas stabilitas atmosfer. Penentuan kelas stabilitas atmosfer menggunakan kelas stabilitas atmosfer Pasquill- Gifford yang ditunjukkan Tabel 2.4. Data-data yang dibutuhkan untuk menentukan kelas stabilitas atmosfer dengan menggunakan metode tersebut adalah kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari. Kecepatan angin didapat dari pengukuran langsung di lapangan pada saat sampling. Sementara intensitas radiasi matahari didapat dari data sekunder yang berasal dari Stasiun Klimatologi Sampali Medan yang ditunjukkan Tabel 4.7. IV-17

39 Selanjutnya dapat diketahui kelas stabilitas atmosfer pada saat sampling untuk digunakan dalam perhitungan SCREEN3. Data olahan penentuan kelas stabilitas atmosfer ditunjukkan pada Tabel Hari/Tanggal Selasa 07/02/2017 Rabu 08/02/2017 Kamis 09/02/2017 Hari/Titik Pengamatan Gerbang Masuk Terminal Area Parkir Kendaraan Area Parkir Bus AKAP Pelataran Bus AKDP Area Parkir Angkutan Kota Gerbang Keluar Terminal Sumber:*BMKG Sampali, 2017 Tabel 4.10 Data Meteorologi Waktu Kecepatan Angin (m/s) Intensitas Radiasi Matahari* (W/m 2 ) Kelas Stabilitas Atmosfer** Pagi 3,16 - C Siang 1, A Pagi 2,53 50 C Siang 2, B Pagi 3,55 - C Siang 1, B Pagi 1,71 40 B Siang 1, B Pagi 2,52 - C Siang 2, B Pagi 1, B Siang 1, A Dengan demikian, semua input data yang diperlukan untuk menjalankan model SCREEN3 telah terpenuhi. Berikut ditampilkan aplikasi model SCREEN3 untuk menentukan konsentrasi maksimum CO dan NO 2 di Terminal Terpadu Amplas pada Gambar 4.5. (a) Input data yang berhubungan dengan sumber emisi IV-18

40 (b) Input data yang berhubungan dengan data meteorologi Gambar 4.5 Input Data pada Model SCREEN3 Berdasarkan penerapan model SCREEN3, maka didapat konsentrasi CO dan NO 2 pada permukaan tanah. Hasil simulasi dapat dilihat pada Tabel 4.11 dan Tabel 4.11 Hasil Simulasi Model SCREEN3 Waktu Pagi Hari/Tanggal Lokasi Kecepatan Angin (m/s) Kelas Stabilitas Atmosfer Konsentrasi CO (µg/m 3 ) Konsentrasi NO 2 (µg/m 3 ) Gerbang Masuk Selasa Terminal 3,16 C 308,5 15,54 07/02/2017 Area Parkir Kendaraan 2,53 C 264,8 15,72 Area Parkir Bus Rabu AKAP 3,55 C 191,8 12,73 08/02/2017 Pelataran Bus AKDP 1,71 B 148,3 9,43 Area Parkir Kamis Angkutan Kota 2,52 C 368,8 18,51 09/02/2017 Gerbang Keluar Terminal 1,61 B 397,0 20,34 Rata-rata 279,9 15,91 IV-19

41 Tabel 4.12 Hasil Simulasi Model SCREEN3 Waktu Siang Hari/Tanggal Lokasi Kecepatan Angin (m/s) Kelas Stabilitas Atmosfer Konsentrasi CO (µg/m 3 ) Konsentrasi NO 2 (µg/m 3 ) Gerbang Masuk Selasa Terminal 1,52 A 477,1 22,51 07/02/2017 Area Parkir Kendaraan 2,55 B 207,1 12,79 Area Parkir Bus Rabu AKAP 1,92 B 241,8 13,36 08/02/2017 Pelataran Bus AKDP 1,62 B 120,8 8,75 Area Parkir Kamis Angkutan Kota 2,36 B 336,9 17,29 09/02/2017 Gerbang Keluar Terminal 1,40 A 631,4 33,95 Rata-rata 335,8 18,11 Hasil analisis sebaran polutan menggunakan model SCREEN3 menunjukkan konsentrasi CO dan NO 2 yang sangat bervariasi tergantung pada kondisi stabilitas atmosfernya. Stabilitas atmosfer pada kawasan Terminal Terpadu Amplas bervariasi antara stabilitas agak tidak stabil (C) hingga sangat tidak stabil (A). Hasil pemodelan menunjukkan konsentrasi CO tertinggi pada waktu pagi adalah di Gerbang Keluar Terminal yaitu sebesar 397,0 µg/m 3, sedangkan yang paling rendah adalah di Pelataran Bus AKDP yaitu sebesar 148,3 µg/m 3. Sementara pada waktu siang, konsentrasi CO tertinggi juga berada di Gerbang Keluar Terminal yaitu sebesar 631,4 µg/m 3, sedangkan Pelataran Bus AKDP merupakan titik pengamatan dengan konsentrasi CO terendah yaitu hanya sebesar 120,8 µg/m 3. Konsentrasi NO 2 tertinggi pada waktu pagi adalah di Gerbang keluar Terminal yaitu sebesar 20,34 µg/m 3, sedangkan yang terendah adalah di Pelataran Bus AKDP yaitu sebesar 9,43 µg/m 3. Sementara pada waktu siang, konsentrasi NO 2 tertinggi yaitu berada di Gerbang Keluar Terminal, dimana pada titik pengamatan ini konsentasi NO 2 sebesar 33,95 µg/m 3. Sedangkan konsentrasi NO 2 terendah adalah di Pelataran Bus AKDP yaitu sebesar 8,75 µg/m 3. Tingginya konsentrasi CO dan NO 2 di Gerbang Keluar Terminal baik pada waktu pagi dan waktu siang selain dipengaruhi oleh laju emisi yang tinggi, juga dipengaruhi oleh IV-20

42 kecepatan angin dan stabilitas atmosfer di titik itu. Berdasarkan pengukuran langsung di lapangan, kecepatan angin di Gerbang Keluar Terminal pada waktu pagi dan waktu siang berturut-turut adalah sebesar 1,61 dan 1,40 m/s. Kecepatan angin di titik sampling ini adalah yang terendah dibandingkan dengan titik-titik pengamatan lainnya. Sedangkan stabilitas atmosfernya pada waktu pagi dalam kondisi tidak stabil (B) dan pada waktu siang dalam kondisi sangat tidak stabil (A). Kecepatan angin yang rendah dan kondisi stabilitas atmosfer yang tidak stabil akan meningkatkan konsentrasi polutan di udara (Ocak dan Turalioglu, 2008; Ruhiyat, 2009; Liu, 1999). Konsentrasi CO dan NO 2 rata-rata pada waktu pagi lebih rendah dibandingkan dengan waktu siang. Konsentrasi CO rata-rata pada waktu pagi sebesar 279,9 µg/m 3, sedangkan pada waktu siang 335,8 sebesar µg/m 3. Sementara itu, Konsentrasi NO 2 rata-rata pada waktu pagi sebesar 15,91 µg/m 3, sedangkan pada waktu siang sebesar 18,11 µg/m 3. Penyebab konsentrasi CO dan NO 2 rata-rata hasil pemodelan pada waktu pagi lebih rendah dibandingkan dengan waktu siang adalah faktor meteorogi. Model SCREEN3 memperkirakan konsentrasi polutan di udara dengan mempertimbangkan beberapa faktor meteorologi seperti kecepatan angin dan stabilitas atmosfer. Kecepatan angin rata-rata pada waktu pagi sebesar 2,51 m/s lebih tinggi dibandingkan pada waktu siang yang sebesar 1,90 m/s. Konsentrasi CO dan NO 2 akan menurun seiring dengan peningkatan kecepatan angin (Ocak dan Turalioglu, 2008; Novalia, 2014; Ramayana, 2014; Turyanti, 2016). Hal ini disebabkan gas CO yang terbawa angin akan lebih cepat berada ke daerah yang lebih luas karena terjadi penambahan volume wadah dan tidak diikuti pertambahan kadar gas, maka terjadi penurunan kadar gas CO (Tampubolon, 2011). Kondisi stabilitas atmosfer ditentukan dari pengolahan data kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari dengan metode Pasquill-Gifford. Pada waktu pagi intensitas radiasi matahari lebih rendah dibandingkan waktu siang. Intensitas radiasi matahari pada waktu pagi sebesar 210 W/m 2 dan waktu siang sebesar 405 W/m 2. Sementara itu, polutan di udara akan meningkat jika intensitas radiasi matahari tinggi (Cooper dan Alley, 1994). Hal inilah yang menyebabkan konsentrasi CO dan NO 2 prediksi pada waktu pagi rendah. Berdasarkan metode Pasquill-Gifford, intensitas radiasi matahari IV-21

43 yang rendah dan diikuti dengan kecepatan angin yang tinggi akan meyebabkan kondisi atmosfer menjadi lebih stabil. Semakin stabil kondisi atmosfer maka konsentrasi polutan di sekitar sumber emisi semakin kecil (Ruhiyat, 2009; Liu, 1999). 4.6 Perbandingan Konsentrasi CO dan NO 2 Observasi dengan Konsentrasi CO dan NO 2 Prediksi Perbandingan konsentrasi CO observasi dengan konsentrasi CO prediksi dapat dilihat pada Gambar 4.6. Konsentrasi CO (µg/m 3 ) 20,000 15,000 10,000 5,000 0 pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang Gerbang Masuk Terminal Area Parkir Kendaraan Area Parkir Bus AKAP Pelataran Bus AKDP Area Parkir Angkutan Kota Gerbang Keluar Terminal Selasa 7/2/2017 Rabu 8/2/2017 Kamis 9/2/2017 Lokasi Pengamatan Konsentrasi CO observasi (µg/m³) Konsentrasi CO prediksi (µg/m³) Gambar 4.6 Perbandingan Konsentrasi CO Observasi dengan Konsentrasi CO Prediksi Perbandingan konsentrasi NO 2 observasi dengan konsentrasi NO 2 prediksi dapat dilihat pada Gambar 4.7. Konsentrasi NO 2 (µg/m 3 ) pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang Gerbang Masuk Terminal Area Parkir Kendaraan Area Parkir Bus AKAP Pelataran Bus AKDP Area Parkir Angkutan Kota Gerbang Keluar Terminal Selasa 7/2/2017 Rabu 8/2/2017 Kamis 9/2/2017 Lokasi Pengamatan Konsentrasi NO₂ observasi (µg/m³) Konsentrasi NO₂ prediksi (µg/m³) Gambar 4.7 Perbandingan Konsentrasi NO 2 Observasi dengan Konsentrasi NO 2 Prediksi IV-22

44 Berdasarkan Gambar 4.6 dan Gambar 4.7, terlihat adanya kesenjangan yang cukup jauh antara konsentrasi CO dan NO 2 observasi dengan konsentrasi CO dan NO 2 prediksi. Tingginya konsentrasi CO dan NO 2 observasi (pengukuran langsung di lapangan) dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti laju emisi, transformasi polutan secara kimia di udara, dan lain sebagainya. Laju emisi saat pengukuran langsung di lapangan berasal dari asap kendaraan bermotor dan aktivitas lain di sekitar kawasan Terminal Terpadu Amplas. Laju emisi yang berasal dari asap kendaraan bermotor tidak hanya berasal dari kendaraan bermotor yang ada di kawasan Terminal Terpadu Amplas melainkan juga berasal dari kendaraan bermotor di luar kawasan terminal. Sementara itu, aktivitas lain seperti kegiatan masak-memasak dan pembakaran sampah juga turut menyumbang laju emisi CO dan NO 2 ke udara. Aktivitas-aktivitas tersebut dapat dilihat dalam foto dokumentasi. Kegiatan masak-memasak menimbulkan emisi polutan seperti CO, H 2 S, NO x, SO x, dan partikel debu ke udara (Haryanto dan Triyono, 2012). Sementara gas buang dari pembakaran sampah plastik menyumbang emisi CO, CO 2, NO x, SO x, dan partikulat (Prasetyo dkk, 2015). Selain itu, di udara bebas gas CO dan NO 2 dapat terbentuk dari reaksi dengan zat lain di udara (transformasi kimia). Umumnya kendaraan bermotor di Terminal Terpadu Amplas bergerak dengan kecepatan rendah atau menunggu penumpang dalam keadaan memanaskan mesin kendaraan (idle). Pada keadaan seperti ini, nilai Air Fuel Ratio (AFR) rendah sehingga bahan bakar yang digunakan lebih banyak dari udara. Hal ini memungkinkan terjadinya reaksi CO dengan reaksi (Wardhana, 2004): 2C + O 2 2CO Bila jumlah oksigen cukup, maka akan terjadi reaksi lanjutan: CO + 0,5O 2 CO 2 Reaksi pembentukan CO lebih cepat dari reaksi pembentukan CO 2, sehingga pada akhir proses pembakaran gas CO akan tetap dihasilkan. Apabila pencampuran bahan bakar dan udara tidak rata dan terjadi pada suhu tinggi, maka gas CO akan dihasilkan dengan reaksi: CO 2 + C 2CO IV-23

45 Sementara itu, proses transformasi gas NO 2 di udara mengikuti daur fotolitik NO 2 sebagai berikut (Wiyandari, 2010 dan Wardhana, 2004): NO 2 + sinar matahari NO + O O + O 2 O 3 (ozon) O 3 + NO NO 2 + O 2 Peletakan alat CO analyzer dan impinger saat sampling juga mempengaruhi konsentrasi CO dan NO 2 observasi. Ketinggian probe (sampling inlet) CO analyzer 0,3 m diatas permukaan tanah dan ketinggian probe impinger 0,9 m diatas permukaan tanah seperti terlihat pada Gambar 4.8. Sementara itu, ketinggian sumber emisi (knalpot kendaraan bermotor) berada 0,3 m di atas permukaan tanah, sehingga diasumsikan gas buang kendaraan bermotor langsung diserap oleh kedua alat tersebut. Hal inilah yang menyebabkan konsentrasi CO dan NO 2 observasi jauh lebih tinggi dibandingkan konsentrasi CO dan NO 2 prediksi. Gambar 4.8 Peletakan Alat Sampling Sementara itu, konsentrasi CO dan NO 2 prediksi (hasil model SCREEN3) hanya dipengaruhi oleh laju emisi, kecepatan angin, dan stabilitas atmosfer. Laju emisi hanya dihitung berdasarkan jumlah kendaraan yang ada di Terminal Terpadu Amplas. Model ini mengabaikan sumber emisi lain selain dari kendaraan bermotor yang ada di Terminal Terpadu Amplas atau konsentrasi background lokasi penelitian dan transformasi polutan secara kimia di udara. Hal inilah yang menyebabkan perbedaan konsentrasi yang cukup signifikan antara konsentrasi CO dan NO 2 observasi dengan konsentrasi CO dan NO 2 prediksi. 4.7 Hasil Validasi Model Validasi data menggunakan persamaan Index of Agreement yang ditunjukkan pada Persamaan (2.4). Hasil perhitungan validasi data Index of Agreement untuk parameter CO dan NO 2 dapat dilihat pada Tabel 4.13 dan Tabel IV-24

46 Titik Pengamatan Gerbang Masuk Terminal Area Parkir Kendaraan Area Parkir Bus AKAP Pelataran Bus AKDP Waktu Tabel 4.13 Perhitungan Validasi Index of Agreement untuk Parameter CO Konsentrasi Observasi (Oi) (µg/m 3 ) Konsentrasi Prediksi (Pi) (µg/m 3 ) (Pi Oi) 2 Pi Omean Oi Omean ( Pi Omean + Oi Omean ) 2 Pagi ,46 298, , , , ,19 Siang ,37 476, , , , ,61 Pagi ,46 256, , , , ,89 Siang ,00 206, , , , ,55 Pagi ,91 185, , ,74 95, ,71 Siang ,00 241, , , , ,68 Pagi ,28 148, , , , ,49 Siang ,82 120, , , , ,08 Area Parkir Angkutan Kota Gerbang Keluar Terminal Pagi ,82 357, , , , ,68 Siang ,91 336, , ,94 95, ,61 Pagi ,46 396, , , , ,35 Siang ,00 630, , , , ,46 Jumlah ( ) , ,32 Omean ,54 d 0,18

47 Titik Pengamatan Gerbang Masuk Terminal Area Parkir Kendaraan Area Parkir Bus AKAP Pelataran Bus AKDP Area Parkir Angkutan Kota Gerbang Keluar Terminal Wakt u Tabel 4.14 Perhitungan Validasi Index of Agreement untuk Parameter NO 2 Konsentrasi Observasi (Oi) (µg/m 3 ) Konsentrasi Prediksi (Pi) (µg/m 3 ) (Pi Oi) 2 Pi Omean Oi Omean ( Pi Omean + Oi Omean ) 2 Pagi 78,07 18, ,68 54,40 4, ,68 Siang 110,56 27, ,23 45,86 37, ,23 Pagi 68,03 18, ,90 54,18 5, ,68 Siang 69,69 15, ,39 57,64 3, ,41 Pagi 79,38 15, ,56 57,80 6, ,56 Siang 59,60 16, ,69 56,95 13, ,48 Pagi 65,67 11, ,89 61,72 7, ,86 Siang 70,15 10, ,01 62,55 3, ,01 Pagi 66,13 22, ,56 50,82 7, ,65 Siang 69,90 20, ,17 52,18 3, ,66 Pagi 71,99 24, ,18 48,49 1, ,28 Siang 68,70 41,18 757,35 31,98 4, ,26 Jumlah ( ) , ,78 Omean 73,16 d 0,23

48 Selanjutnya data perhitungan tersebut dimasukkan ke dalam Persamaan (2.4) untuk memvalidasi data konsentrasi CO dan NO 2 prediksi dengan data konsentrasi CO dan NO 2 observasi. Perhitungan uji validasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran VIII. Berdasarkan perhitungan validasi Index of Agreement untuk parameter CO dan NO 2 pada Tabel 4.13 dan Tabel 4.14 didapat d = 0,18 untuk parameter CO dan d = 0,23 untuk parameter NO 2. Menurut Wilmott dalam Rahayu (2012), bila didapat nilai d < 0,7 maka hasil tersebut dikategorikan Kurang Baik. Artinya keakuratan data konsentrasi CO prediksi hanya 18 % dan data konsentrasi NO 2 prediksi hanya 23 %. Hasil ini menunjukkan data konsentrasi CO dan NO 2 prediksi tidak akurat dengan data konsentrasi CO dan NO 2 observasi, sehingga dapat disimpulkan model SCREEN3 tidak tepat untuk diterapkan dalam memprediksi konsentrasi CO dan NO 2 di Terminal Terpadu Amplas. Hal ini dapat disebabkan oleh: 1. Tingginya konsentrasi CO dan NO 2 observasi berasal dari asap kendaraan bermotor yang berada di kawasan Terminal Terpadu Amplas ditambah dengan aktivitas lain yang turut meyumbang emisi CO dan NO 2 ke udara seperti kegiatan masakmemasak, pembakaran sampah, asap rokok, dan sebagainya. Sementara itu, konsentrasi CO dan NO 2 prediksi hanya berasal dari jumlah kendaraan bermotor yang ada di kawasan terminal. 2. Faktor meteorologi yang digunakan pada model SCREEN3 hanya kecepatan angin dan stabilitas atmosfer. Sementara pada pengukuran langsung di lapangan, aspek meteorologi seperti suhu udara, kelembaban udara, intensitas radiasi matahari, dan kecepatan angin turut memengaruhi konsentrasi CO dan NO Adanya transformasi kimia polutan CO dan NO 2 di udara bebas. Saat suhu udara tinggi CO 2 akan terurai menjadi CO dan NO akan berubah menjadi NO 2. Sementara itu, model SCREEN3 mengabaikan transformasi kimia polutan. 4. Pada saat sampling ketinggian probe CO analyzer yaitu 0,3 m di atas permukaan tanah dan probe impinger 0,9 m di atas permukaan tanah. Sementara itu, ketinggian keluaran emisi 0,3 m di atas permukaan tanah, sehingga diasumsikan gas CO dan NO 2 yang dikeluarkan langsung terserap oleh kedua alat tersebut. Hal inilah yang mengakibatkan konsentrasi CO dan NO 2 observasi tinggi.

49 4.8 Hasil Visualisasi Model Pemetaan konsentrasi CO dan NO 2 di Terminal Terpadu Amplas berdasarkan pada perhitungan di 6 (enam) titik sampling yang tersebar di sekitar kawasan terminal. Pemetaan dikategorikan berdasarkan waktu sampling pagi dan siang. Pemetaan konsentrasi CO dan NO 2 pada waktu pagi ditunjukkan Gambar 4.9, sedangkan pada waktu siang dapat dilihat pada Gambar (a) CO Observasi (b) CO Prediksi (a) (b) (c) NO 2 Observasi (d) NO 2 Prediksi Gambar 4.9 Pemetaan Konsentrasi CO dan NO 2 Waktu Pagi di Terminal Terpadu Amplas Gambar 4.9 (a) menunjukkan konsentrasi CO observasi tertinggi pada waktu pagi berada di bagian timur dari Terminal Terpadu Amplas yaitu di titik 4 (empat) yang ditandai dengan warna merah. Titik ini merupakan Pelataran Parkir Bus AKDP. IV-28

50 Konsentrasi CO observasi di titik ini adalah ,28 µg/m 3. Penyebab tingginya konsentrasi CO observasi di titik 4 (empat) adalah adanya bus AKDP yang menghidupkan mesin dalam keadaan kendaraan berhenti (idle). Menurut Rao dan Rao (1994) dalam Azwarani (2012), konsentrasi CO akan meningkat sebesar 4-6% saat mesin dalam keadaan idle (diam). Sementara itu, konsentrasi CO observasi terendah pada waktu pagi adalah di Gerbang Masuk Terminal, Area Parkir Kendaraan, dan Gerbang Keluar Terminal yaitu sebesar ,46 µg/m 3. Gambar 4.9 (c) menunjukkan konsentrasi NO 2 observasi tertinggi pada waktu pagi berada di bagian utara Terminal Terpadu Amplas yaitu di titik 3 (tiga). Titik ini adalah Area Parkir Bus AKAP. Konsentrasi NO 2 observasi pada titik ini sebesar 79,38 µg/m 3. Sementara itu, konsentrasi NO 2 observasi terendah adalah di Pelataran Bus AKDP yaitu sebesar 65,67 µg/m 3. Tingginya konsentrasi NO 2 observasi di titik 3 (tiga) disebabkan lokasinya yang berdekatan dengan tempat pengujian kendaraan bermotor (KIR), sehingga jumlah kendaraan bermotor yang menyumbang NO 2 ke udara bertambah (tidak hanya kendaraan di terminal). Wiyandari (2010) menyatakan bahwa konsentrasi NO 2 mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya jumlah kendaraan. Gambar 4.9 (b) dan (d) menunjukkan konsentrasi CO dan NO 2 prediksi tertinggi pada waktu pagi berada di bagian barat daya dari Terminal Terpadu Amplas yaitu di titik 6 (enam) yang ditandai dengan warna merah. Titik ini merupakan Gerbang Keluar Terminal Terpadu Amplas. Konsentrasi CO prediksi tertinggi di titik 6 (enam) adalah 397 µg/m 3 dan konsentrasi NO 2 prediksi sebesar 20,34 µg/m 3. Sementara itu, konsentrasi CO dan NO 2 prediksi terendah berturut-turut adalah di Pelataran Bus AKDP yaitu sebesar 148,3 µg/m 3 dan 9,43 µg/m 3. Konsentrasi CO dan NO 2 prediksi tertinggi pada waktu pagi berada di bagian barat daya yaitu di titik 6 (enam) disebabkan kecepatan angin pada titik ini lebih rendah dari titik lainnya. Walaupun pergerakan angin dominan cenderung ke arah selatan, rendahnya kecepatan angin di titik 6 (enam) menyebabkan polutan CO dan NO 2 tidak terdispersi dan tetap berada di sekitar titik ini. IV-29

51 (a) CO Observasi (b) CO Prediksi (a) NO 2 Observasi (b) NO 2 Prediksi Gambar 4.10 Pemetaan Konsentrasi CO dan NO 2 pada Waktu Siang di Terminal Terpadu Amplas Gambar 4.10 (a) menunjukkan konsentrasi CO observasi tertinggi pada waktu siang berada pada bagian timur terminal yaitu di titik 4 (empat) yang sebesar ,82 µg/m 3. Titik ini adalah Pelataran Bus AKDP. Pada titik ini sering dijumpai bus AKDP yang dalam kondisi idle (diam) karena memanaskan mesin kendaraan sambil menunggu penumpang. Kondisi seperti ini menurut Rao dan Rao (1994) dalam Azwarani (2012), dapat meningkatkan konsentrasi CO sebesar 4-6%. Sementara itu, konsentrasi CO observasi terendah adalah di Area Parkir Kendaraan, Area Parkir Bus AKAP, dan Gerbang Keluar Terminal yaitu sebesar ,00 µg/m 3. IV-30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan melakukan pengamatan kendaraan yaitu menghitung jenis dan jumlah kendaraan untuk mendapatkan

Lebih terperinci

KAJIAN KONSENTRASI POLUTAN KARBON MONOKSIDA (CO) DAN NITROGEN DIOKSIDA (NO 2 ) DI TERMINAL TERPADU AMPLAS MEDAN DENGAN MODEL SCREEN3

KAJIAN KONSENTRASI POLUTAN KARBON MONOKSIDA (CO) DAN NITROGEN DIOKSIDA (NO 2 ) DI TERMINAL TERPADU AMPLAS MEDAN DENGAN MODEL SCREEN3 KAJIAN KONSENTRASI POLUTAN KARBON MONOKSIDA (CO) DAN NITROGEN DIOKSIDA (NO 2 ) DI TERMINAL TERPADU AMPLAS MEDAN DENGAN MODEL SCREEN3 TUGAS AKHIR Oleh DYAH WULANDARI 120407030 Pembimbing I Prof. Dr. Ir.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Pada tugas akhir ini dilakukan analisis Nitrogen dioksida (NO2) pada proses pembakaran pembuatan genteng keramik di Desa Sidoluhur, Kecamatan Godean, Kabupaten

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Oleh REZA DARMA AL FARIZ PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

TUGAS AKHIR. Oleh REZA DARMA AL FARIZ PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017 PREDIKSI KONSENTRASI KARBON MONOKSIDA (CO) DAN SULFUR DIOKSIDA (SO 2 ) DARI SUMBER TRANSPORTASI DI JALAN S.PARMAN MEDAN MENGGUNAKAN BOX MODEL STREET CANYON TUGAS AKHIR Oleh REZA DARMA AL FARIZ 130407011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Kota Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk 2.191.140 jiwa pada tahun 2014 (BPS Provinsi Sumut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Tingkat pencemaran udara di Kota Padang cukup tinggi. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk di Kota Padang setiap tahun terus meningkat, meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan jumlah transportasi di Kota Padang. Jumlah kendaraan

Lebih terperinci

EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU

EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU Oleh: Imam Yanuar 3308 100 045 Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menerapkan metode kuantitatif dengan cara menghitung jenis dan jumlah kendaraan untuk mendapatkan laju emisi. Selanjutnya laju emisi dimasukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi saat ini menjadi masalah yang sangat penting karena dapat mengindikasikan kemajuan suatu daerah. Transportasi sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Konsep Metodologi Penelitian Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1 Mulai Studi Literatur Penyusunan Metode Penelitian Pengumpulan Data

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR NOMENKLATUR... xiii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

Wisnu Wisi N. Abdu Fadli Assomadi, S.Si., M.T.

Wisnu Wisi N. Abdu Fadli Assomadi, S.Si., M.T. PEMODELAN DISPERSI SULFUR DIOKSIDA (SO ) DARI SUMBER GARIS MAJEMUK (MULTIPLE LINE SOURCES) DENGAN MODIFIKASI MODEL GAUSS DI KAWASAN SURABAYA SELATAN Oleh: Wisnu Wisi N. 3308100050 Dosen Pembimbing: Abdu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Udara merupakan zat yang penting dalam memberikan kehidupan di permukaan bumi. Selain memberikan oksigen, udara juga berfungsi sebagai alat penghantar suara dan bunyi-bunyian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi dalam penelitian ini terdiri dari 4 titik yaitu Titik 1 (Simpang Lima

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi dalam penelitian ini terdiri dari 4 titik yaitu Titik 1 (Simpang Lima 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Lokasi dalam penelitian ini terdiri dari 4 titik yaitu Titik 1 (Simpang Lima Agusalim), Titik 2 (kompleks Universitas Negeri Gorontalo),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

Pemantauan kualitas udara. Kendala 25/10/2015. Hal yang penting diperhatikan terutama ialah aspek pengambilan sampel udara dan analisis pengukurannya

Pemantauan kualitas udara. Kendala 25/10/2015. Hal yang penting diperhatikan terutama ialah aspek pengambilan sampel udara dan analisis pengukurannya Pemantauan kualitas udara Hal yang penting diperhatikan terutama ialah aspek pengambilan sampel udara dan analisis pengukurannya Keabsahan dan keterpercayaannya ditentukan oleh metode dan analisis yang

Lebih terperinci

Elaeis Noviani R *, Kiki Ramayana L. Tobing, Ita Tetriana A, Titik Istirokhatun. Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Dasar Teori Karbon Monoksida (CO)

Elaeis Noviani R *, Kiki Ramayana L. Tobing, Ita Tetriana A, Titik Istirokhatun. Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Dasar Teori Karbon Monoksida (CO) PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGIS (SUHU, KECEPATAN ANGIN) TERHADAP PENINGKATAN KONSENTRASI GAS PENCEMAR CO, NO₂, DAN SO₂ PADA PERSIMPANGAN JALAN KOTA SEMARANG (STUDI KASUS JALAN KARANGREJO

Lebih terperinci

MODUL X CALINE4. 1. Tujuan Praktikum

MODUL X CALINE4. 1. Tujuan Praktikum MODUL X CALINE4 1. Tujuan Praktikum Praktikan mampu menggunakan model Caline4 untuk memprediksi sebaran gas karbon monoksida akibat emisi gas kendaraan bermotor. Praktikan mampu menganalisa dampak dari

Lebih terperinci

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 Pada pengujian periode I nilai NO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan periode II dan III (Gambar 4.1). Tinggi atau rendahnya konsentrasi NO 2 sangat dipengaruhi oleh berbagai

Lebih terperinci

Winardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak

Winardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak Analisis Dispersi Gas Sulfur Dioksida (SO 2 ) Dari Sumber Transportasi Di Kota Pontianak Winardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak win@pplh-untan.or.id Abstrak Pencemaran

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2011 sampai dengan Maret 2012 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2011 sampai dengan Maret 2012 di 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2011 sampai dengan Maret 2012 di Laboratorium Kimia Analitik dan Laboratorium Kimia Anorganik Jurusan

Lebih terperinci

Analisis dan Pemetaan Tingkat Polusi Udara di Zona Pendidikan (Studi Kasus : Wilayah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dan Universitas Jambi)

Analisis dan Pemetaan Tingkat Polusi Udara di Zona Pendidikan (Studi Kasus : Wilayah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dan Universitas Jambi) Analisis dan Pemetaan Tingkat Polusi Udara di Zona Pendidikan (Studi Kasus : Wilayah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dan Universitas Jambi) Vandri Ahmad Isnaini 1, Indrawata Wardhana 2, Rahmi Putri

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 1.1 JENIS PENELITIAN Jenis penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Jenis penelitian deskriptif (Narbuko dan Achmadi, 2008) adalah jenis penelitian yang berusaha

Lebih terperinci

PENCEMARAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN P. H. H. MUSTOFA, BANDUNG. Grace Wibisana NRP : NIRM :

PENCEMARAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN P. H. H. MUSTOFA, BANDUNG. Grace Wibisana NRP : NIRM : PENCEMARAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN P. H. H. MUSTOFA, BANDUNG Grace Wibisana NRP : 9721053 NIRM : 41077011970288 Pembimbing : Ir. Budi Hartanto Susilo, M. Sc Ko-Pembimbing : Ir. Gugun Gunawan,

Lebih terperinci

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO SUMMARY ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO Oleh : Yuliana Dauhi Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi Lampung, Indonesia. Berdasarkan Profil Penataan Ruang Kabupaten dan Kota Provinsi Lampung Tahun

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Kepadatan Lalu Lintas Jl. M.H. Thamrin Jalan M.H. Thamrin merupakan jalan arteri primer, dengan kondisi di sekitarnya didominasi wilayah perkantoran. Kepadatan lalu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian membantu peneliti dalam langkah-langkah memperoleh

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian membantu peneliti dalam langkah-langkah memperoleh III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan dan prosedur yang digunakan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian yang dilakukan. Metodologi penelitian membantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara mempunyai fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup terutama manusia. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil Analisa Bulan November Lokasi/Tahun Penelitian SO2 (µg/m 3 ) Pintu KIM 1 (2014) 37,45. Pintu KIM 1 (2015) 105,85

BAB I PENDAHULUAN. Hasil Analisa Bulan November Lokasi/Tahun Penelitian SO2 (µg/m 3 ) Pintu KIM 1 (2014) 37,45. Pintu KIM 1 (2015) 105,85 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Udara merupakan salah satu faktor penting dalam keberlangsungan hidup semua mahluk hidup terutama manusia. Seiring dengan meningkatnya pembangunan infrastruktur mulai

Lebih terperinci

OP-030 Uji Validasi Program Caline4 terhadap Dispersi Gas NO2 dari Sektor Transportasi di Kota Padang

OP-030 Uji Validasi Program Caline4 terhadap Dispersi Gas NO2 dari Sektor Transportasi di Kota Padang Seminar Nasional Sains dan Teknologi Lingkungan II e-issn -880 Padang, 9 Oktober 06 OP-00 Uji Validasi Program terhadap Dispersi Gas NO dari Sektor Transportasi di Kota Padang Vera Surtia Bachtiar, Siti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lalu lintas kendaraan bermotor di suatu kawasan perkotaan dan kawasan lalu lintas padat lainnya seperti di kawasan pelabuhan barang akan memberikan pengaruh dan dampak

Lebih terperinci

ESTIMASI BESAR KONSENTRASI KARBON MONOKSIDA BERDASARKAN KEGIATAN TRANSPORTASI DENGAN MODEL DFLS

ESTIMASI BESAR KONSENTRASI KARBON MONOKSIDA BERDASARKAN KEGIATAN TRANSPORTASI DENGAN MODEL DFLS 1 ESTIMASI BESAR KONSENTRASI KARBON MONOKSIDA BERDASARKAN KEGIATAN TRANSPORTASI DENGAN MODEL DFLS Agustina Rahayu* dan Arie Dipareza Syafei Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS Kampus ITS Sukolilo, Jl. A.R

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGIS (SUHU, KELEMBABAN, KECEPATAN ANGIN) TERHADAP PENINGKATAN KONSENTRASI GAS PENCEMAR CO

PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGIS (SUHU, KELEMBABAN, KECEPATAN ANGIN) TERHADAP PENINGKATAN KONSENTRASI GAS PENCEMAR CO PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGIS (SUHU, KELEMBABAN, KECEPATAN ANGIN) TERHADAP PENINGKATAN KONSENTRASI GAS PENCEMAR CO (Karbon Monoksida) PADA PERSIMPANGAN JALAN KOTA SEMARANG (STUDI KASUS

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA)

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) EKO SUPRIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

Efisiensi Program Car Free Day Terhadap Penurunan Emisi Karbon

Efisiensi Program Car Free Day Terhadap Penurunan Emisi Karbon Efisiensi Program Car Free Day Terhadap Penurunan Emisi Karbon Oleh: Nicolaus Kanaf 3306 100 081 Pembimbing: Ir. M. Razif, MM Page 1 Latar Belakang Jumlah kendaraan di Indonesia yang tinggi, berdasarkan

Lebih terperinci

Udara ambien Bagian 2: Cara uji kadar nitrogen dioksida (NO 2 ) dengan metoda Griess Saltzman menggunakan spektrofotometer

Udara ambien Bagian 2: Cara uji kadar nitrogen dioksida (NO 2 ) dengan metoda Griess Saltzman menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 2: Cara uji kadar nitrogen dioksida (NO 2 ) dengan metoda Griess Saltzman menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, bumi tempat tinggal manusia telah tercemar oleh polutan. Polutan adalah segala sesuatu yang berbahaya bagi kehidupan makhluk hidup dan lingkungan. Udara

Lebih terperinci

Udara ambien Bagian 10: Cara uji kadar karbon monoksida (CO) menggunakan metode Non Dispersive Infra Red (NDIR)

Udara ambien Bagian 10: Cara uji kadar karbon monoksida (CO) menggunakan metode Non Dispersive Infra Red (NDIR) Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 10: Cara uji kadar karbon monoksida (CO) menggunakan metode Non Dispersive Infra Red (NDIR) ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional 2011 Hak cipta dilindungi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Umum Bab ini berisi tentang metodologi yang akan dilakukan selama penelitian, di dalamnya berisi mengenai cara-cara pengumpulan data (data primer maupun sekunder), urutan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 7 (tujuh) bulan, yaitu pada awal bulan Mei 2008 hingga bulan Nopember 2008. Lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

CONTOH SOAL UJIAN SARINGAN MASUK (USM) IPA TERPADU 2014. Institut Teknologi Del (IT Del) Contoh Soal USM IT Del 1

CONTOH SOAL UJIAN SARINGAN MASUK (USM) IPA TERPADU 2014. Institut Teknologi Del (IT Del) Contoh Soal USM IT Del 1 CONTOH SOAL UJIAN SARINGAN MASUK (USM) IPA TERPADU 2014 Institut Teknologi Del (IT Del) Contoh Soal USM IT Del 1 Pencemaran Udara Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Secara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Secara 37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian 1.1.1 Gambaran Wilayah Penelitian Kota Gorontalo merupakan Ibukota Provinsi Gorontalo. Secara geografis mempunyai luas 79,03 km 2 atau 0,65

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga

I. PENDAHULUAN. bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga merupakan atmosfir

Lebih terperinci

PEMETAAN TINGKAT KEBISINGAN AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI DI JALAN KALIWARON-KALIKEPITING SURABAYA

PEMETAAN TINGKAT KEBISINGAN AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI DI JALAN KALIWARON-KALIKEPITING SURABAYA SEMINAR TUGAS AKHIR PEMETAAN TINGKAT KEBISINGAN AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI DI JALAN KALIWARON-KALIKEPITING SURABAYA Masmulki Daniro J. NRP. 3307 100 037 Dosen Pembimbing: Ir. M. Razif, MM Semakin pesatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jaringan jalan memiliki fungsi yang sangat penting yaitu sebagai prasarana untuk memindahkan/transportasi orang dan barang, dan merupakan urat nadi untuk mendorong

Lebih terperinci

Pemantauan dan Analisis Kualitas Udara

Pemantauan dan Analisis Kualitas Udara Pemantauan dan Analisis Kualitas Udara STANDARDS Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 1995 tentang: Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak KepKaBaPedal No 205/1996 tentang: Pengendalian

Lebih terperinci

ANALISIS KONSENTRASI GAS AMMONIA (NH3) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR

ANALISIS KONSENTRASI GAS AMMONIA (NH3) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR 346/S1-TL/1011-P ANALISIS KONSENTRASI GAS AMMONIA (NH3) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR Oleh: DHONA MARLINDRA 07 174 024 JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan senyawa Tetra Ethyl Lead (TEL) sebagai zat aditif bensin yang

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan senyawa Tetra Ethyl Lead (TEL) sebagai zat aditif bensin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara di Indonesia sebesar 70% disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor yang menyumbangkan hampir 98% timbal ke udara. Emisi tersebut merupakan hasil samping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... i ii iii vi iv xi xiii xiv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

Pemantauan dan Analisis Kualitas Udara. Eko Hartini

Pemantauan dan Analisis Kualitas Udara. Eko Hartini Pemantauan dan Analisis Kualitas Udara Eko Hartini STANDARDS Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 1995 tentang: Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak KepKaBaPedal No 205/1996 tentang:

Lebih terperinci

Tabel 3. Komposisi perjalanan orang di Jabotabek menurut moda angkutan tahun 2000

Tabel 3. Komposisi perjalanan orang di Jabotabek menurut moda angkutan tahun 2000 Tabel 3. Komposisi perjalanan orang di Jabotabek menurut moda angkutan tahun 2000 Moda Perjalanan Orang Harian Seluruh Moda 29,168,330 Non-Motorized of Transport 8,402,771 Motorized of Transport 20,765,559

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18 Body force : 0,5 Momentum : 0,4 Modified turbulent viscosity : 0,3 Turbulent viscosity : 0,3 Turbulent dissipation rate : 0,3 CO : 0,5 Energi : 0,5 Jam ke-4 Pressure velocity coupling : SIMPLE Under

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposisi Atmosfer Komposisi atmosfer secara alamiah adalah gas yang jumlahnya dapat tetap atau berfluktuasi dari waktu ke waktu seiring dengan adanya aktivitas makhluk hidup

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 sampai Maret 2012 di laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 sampai Maret 2012 di laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 sampai Maret 2012 di laboratorium Kimia Analitik dan laboratorium Kimia Anorganik Fakultas

Lebih terperinci

DISPERSI GAS KARBON MONOKSIDA (CO) DARI SUMBER TRANSPORTASI DI KOTA PONTIANAK

DISPERSI GAS KARBON MONOKSIDA (CO) DARI SUMBER TRANSPORTASI DI KOTA PONTIANAK DISPERSI GAS KARBON MONOKSIDA () DARI SUMBER TRANSPORTASI DI KOTA PONTIANAK DISPERSION OF CARBON MONOXIDE () FROM TRANSPORTATION SOURCE IN PONTIANAK CITY Winardi* Program Studi Teknik Lingkungan Universitas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang dan Permasalahan Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 2

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang dan Permasalahan Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 2 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT i ii iii iv v vii ix x xi xii xiii

Lebih terperinci

Studi Kontribusi Kegiatan Transportasi Terhadap Emisi Karbon di Surabaya Bagian Timur. Oleh: Fitri Arini

Studi Kontribusi Kegiatan Transportasi Terhadap Emisi Karbon di Surabaya Bagian Timur. Oleh: Fitri Arini Studi Kontribusi Kegiatan Transportasi Terhadap Emisi Karbon di Surabaya Bagian Timur Oleh: Fitri Arini 3306 100 073 Latar Belakang Masalah Surabaya sebagai kota metropolitan, dagang dan jasa Perkembangan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum Metodologi penelitian adalah suatu cara bagi peneliti untuk mendapatkan data yang dibutuhkan yang selanjutnya dapat digunakan untuk dianalisa sehingga memperoleh kesimpulan

Lebih terperinci

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA Taty Alfiah 1, Evi Yuliawati 2, Yoseph F. Bota 1, Enggar Afriyandi 1 1) Jurusan Teknik Lingkungan, 2) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

POLA SEBARAN OZON SEBAGAI POLUTAN SEKUNDER DI UDARA AMBIEN KAWASAN GAYA MOTOR JAKARTA UTARA

POLA SEBARAN OZON SEBAGAI POLUTAN SEKUNDER DI UDARA AMBIEN KAWASAN GAYA MOTOR JAKARTA UTARA POLA SEBARAN OZON SEBAGAI POLUTAN SEKUNDER DI UDARA AMBIEN KAWASAN GAYA MOTOR JAKARTA UTARA Andhesta Tangari Yono, 1 Dr. Sutanto, M.Si, 1 dan Dra. Ani Iryani, M.Si, 1 1 Kimia, FMIPA UNPAK Jl. Pakuan PO

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dengan luas wilayah 32,50 km 2, sekitar 1,02% luas DIY, jumlah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Program Model Simulasi Program penyebaran polutan dari sumber garis telah dibuat dan dijalankan dengan data masukan konsentrasi awal CO, arah dan kecepatan angin sebagaimana

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR FISIS YANG MEMPENGARUHI AKUMULASI NITROGEN MONOKSIDA DAN NITROGEN DIOKSIDA DI UDARA PEKANBARU

FAKTOR-FAKTOR FISIS YANG MEMPENGARUHI AKUMULASI NITROGEN MONOKSIDA DAN NITROGEN DIOKSIDA DI UDARA PEKANBARU FAKTOR-FAKTOR FISIS YANG MEMPENGARUHI AKUMULASI NITROGEN MONOKSIDA DAN NITROGEN DIOKSIDA DI UDARA PEKANBARU Riad Syech, Sugianto, Anthika Jurusan Fisika FMIPA Universitas Riau Kampus Bina Widya Km 12,5

Lebih terperinci

STUDI TINGKAT KUALITAS UDARA PADA KAWASAN RS. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO DI MAKASSAR

STUDI TINGKAT KUALITAS UDARA PADA KAWASAN RS. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO DI MAKASSAR JURNAL TUGAS AKHIR STUDI TINGKAT KUALITAS UDARA PADA KAWASAN RS. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO DI MAKASSAR Oleh : AYUKO HIRANI SALEH D121 10 265 PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

B A P E D A L Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

B A P E D A L Badan Pengendalian Dampak Lingkungan KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : KEP- 107/KABAPEDAL/11/1997 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN SERTA INFORMASI INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA B A P E D A L Badan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. yang dibutuhkan yang selanjutnya dapat digunakan untuk dianalisa sehingga

III. METODOLOGI PENELITIAN. yang dibutuhkan yang selanjutnya dapat digunakan untuk dianalisa sehingga 19 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum Metodologi penelitian adalah suatu cara bagi peneliti untuk mendapatkan data yang dibutuhkan yang selanjutnya dapat digunakan untuk dianalisa sehingga memperoleh

Lebih terperinci

KONSENTRASI POLUSI UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR PADA RUAS JALAN SAM RATULANGI MANADO

KONSENTRASI POLUSI UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR PADA RUAS JALAN SAM RATULANGI MANADO KONSENTRASI POLUSI UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR PADA RUAS JALAN SAM RATULANGI MANADO F. Jansen 1, S.Sengkey 2 1 Dosen Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi 2 Dosen Politeknik Negeri Manado ABSTRAK

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Emisi Karbondioksida (CO 2 ) yang Dikeluarkan Kendaraan Bermotor di Kota Bogor Tahun 2010 Emisi CO 2 dari kendaraan bermotor dapat diketahui dengan cara terlebih dahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara adalah campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Udarajuga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan fisik kota yang ditentukan oleh pembangunan sarana dan prasarana. Lahan yang seharusnya untuk penghijauan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penghitungan Aspek Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu bagian dari aspek sosial pada Wilayah Pengembangan Tegallega. Permasalahan yang dapat mewakili kondisi kependudukan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT UKUR POLLUTANT STANDARD INDEX YANG TERINTEGRASI DENGAN PENGUKURAN FAKTOR-FAKTOR CUACA SECARA REAL TIME

RANCANG BANGUN ALAT UKUR POLLUTANT STANDARD INDEX YANG TERINTEGRASI DENGAN PENGUKURAN FAKTOR-FAKTOR CUACA SECARA REAL TIME RANCANG BANGUN ALAT UKUR POLLUTANT STANDARD INDEX YANG TERINTEGRASI DENGAN PENGUKURAN FAKTOR-FAKTOR CUACA SECARA REAL TIME Vandri Ahmad Isnaini, Indrawata Wardhana, Rahmi Putri Wirman Jurusan Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

Penyusunan Rencana Aksi Inventarisasi Emisi Kabupaten/Kota Secara Online

Penyusunan Rencana Aksi Inventarisasi Emisi Kabupaten/Kota Secara Online Penyusunan Rencana Aksi Inventarisasi Emisi Kabupaten/Kota Secara Online Disampaikan pada acara Rakernis Ditjen PPKL Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tanggal 22 Maret 2016 oleh: Dr. Asep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume kendaraan, kecepatan kendaraan dan analisis kualitas udara disekitar kemacetan jalan Balaraja Serang. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara yang berada di bumi merupakan komponen yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Penggunaannya akan tidak terbatas selama udara mengandung unsur-unsur

Lebih terperinci

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe)

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe) TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe) Gustina Fitri *) ABSTRAK Simpang Empat Bersinyal Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak negatif bagi kesehatan. Hal ini disebabkan oleh potensi

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak negatif bagi kesehatan. Hal ini disebabkan oleh potensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perkembangan Industri yang pesat di Indonesia tidak hanya memberikan dampak positif bagi pendapatan negara dan kesejahteraan rakyat, tetapi juga memberikan dampak negatif

Lebih terperinci

Gambar 4 Simulasi trajektori PT. X bulan Juni (a) dan bulan Desember (b)

Gambar 4 Simulasi trajektori PT. X bulan Juni (a) dan bulan Desember (b) 9 Kasus 2 : - Top of model : 15 m AGL - Starting time : 8 Juni dan 3 Desember 211 - Height of stack : 8 m AGL - Emmision rate : 1 hour - Pollutant : NO 2 dan SO 2 3.4.3 Metode Penentuan Koefisien Korelasi

Lebih terperinci

STUDI KONTRIBUSI KEGIATAN TRANSPORTASI TERHADAP EMISI KARBON DI SURABAYA BAGIAN BARAT Oleh : Wima Perdana Kusuma

STUDI KONTRIBUSI KEGIATAN TRANSPORTASI TERHADAP EMISI KARBON DI SURABAYA BAGIAN BARAT Oleh : Wima Perdana Kusuma STUDI KONTRIBUSI KEGIATAN TRANSPORTASI TERHADAP EMISI KARBON DI SURABAYA BAGIAN BARAT Oleh : Wima Perdana Kusuma 3306 100 097 Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bandara merupakan salah satu sumber tarikan perjalanan bagi suatu zona. Meningkatnya aktivitas di bandara dapat menyebabkan jumlah perjalanan yang tertarik ke tata

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan di berbagai bidang yang semakin meningkat apabila tidak disertai oleh upaya pengelolaan lingkungan yang baik, maka dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei lapangan untuk mendapatkan data-data primer yang dibutuhkan. Berikut ini adalah bagan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia khususnya pembangunan di bidang industri dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri dan transportasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengamatan untuk mengumpulkan data akan dilaksanakan pada hari Senin dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengamatan untuk mengumpulkan data akan dilaksanakan pada hari Senin dan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu penelitian Untuk jalan perkotaan, volume lalu lintas pada jam puncak lebih tepat untuk digunakan dalam keperluan desain. Berdasarkan survey pendahuluan, pengamatan untuk

Lebih terperinci

PRAKIRAAN KONSENTRASI KARBON MONOKSIDA DENGAN PEMODELAN DELHI FINITE LINE SOURCE (Studi Kasus: Jalan MT. Haryono, Medan)

PRAKIRAAN KONSENTRASI KARBON MONOKSIDA DENGAN PEMODELAN DELHI FINITE LINE SOURCE (Studi Kasus: Jalan MT. Haryono, Medan) PRAKIRAAN KONSENTRASI KARBON MONOKSIDA DENGAN PEMODELAN DELHI FINITE LINE SOURCE (Studi Kasus: Jalan MT. Haryono, Medan) TUGAS AKHIR Oleh EVA TIORILLYS MASHALY 120407002 Pembimbing I Prof. Dr. Ir. Muh.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. untuk mengumpulkan data akan dilaksanakan pada hari senin, hari kamis dan hari

III. METODOLOGI PENELITIAN. untuk mengumpulkan data akan dilaksanakan pada hari senin, hari kamis dan hari III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu penelitian Untuk jalan perkotaan, volume lalu lintas pada jam puncak lebih tepat untuk digunakan dalam keperluan desain. Berdasarkan survey pendahuluan, pengamatan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas udara perkotaan di Indonesia menunjukkan kecenderungan menurun dalam beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi

Lebih terperinci

Udara ambien Bagian 1: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metoda indofenol menggunakan spektrofotometer

Udara ambien Bagian 1: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metoda indofenol menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 1: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metoda indofenol menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat terjadi

Lebih terperinci

Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH 3. Biasanya senyawa ini didapati

Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH 3. Biasanya senyawa ini didapati 1. Amonia (NH3) Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH 3. Biasanya senyawa ini didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Walaupun amonia memiliki sumbangan penting bagi

Lebih terperinci

ABSTRAK ABSTRACT. Kata kunci: Laju emisi CO 2, dispersi CO 2, Transportasi, RSP Unand

ABSTRAK ABSTRACT. Kata kunci: Laju emisi CO 2, dispersi CO 2, Transportasi, RSP Unand PREDIKSI TINGKAT EMISI GAS KARBON DIOKSIDA (CO 2 ) DARI KEGIATAN TRANSPORTASI AKIBAT BEROPERASINYA RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DI KAMPUS UNIVERSITAS ANDALAS LIMAU MANIS Fadjar Goembira, Irma Surianti, Taufiq

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya. Udara

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. langkah 110 cc, dengan merk Yamaha Jupiter Z. Adapun spesifikasi mesin uji

METODOLOGI PENELITIAN. langkah 110 cc, dengan merk Yamaha Jupiter Z. Adapun spesifikasi mesin uji 4 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Pengujian. Spesifikasi motor bensin 4-langkah 0 cc Dalam penelitian ini, mesin uji yang digunakan adalah motor bensin 4- langkah 0 cc, dengan merk Yamaha

Lebih terperinci