BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) berasal dari Afrika tropis,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) berasal dari Afrika tropis,"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tanaman Patah Tulang Morfologi Tanaman Patah Tulang Tanaman Patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) berasal dari Afrika tropis, tamanan ini menyukai tempat terbuka yang terkena cahaya matahari langsung. Di Indonesia, ditanam sebagai tanaman pagar, tanaman hias di pot, tanaman obat, atau tumbuh liar. Dapat ditemukan dari dataran rendah sampai ketinggian 600 m. Perdu yang tumbuh tegak ini mempunyai tinggi 2-6 m dengan pangkal berkayu, bercabang banyak, dan bergetah seperti susu yang beracun (Nuryati, 2011). Patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) mempunyai ranting yang bulat silindris berbentuk pensil, beralur halus membujur, dan berwarna hijau. Rantingnya setelah tumbuh sekitar satu jengkal akan segera bercabang dua yang letaknya melintang, demikian seterusnya sehingga tampak seperti percabangan yang terpatah-patah. Daunnya jarang, terdapat pada ujung ranting yang masih muda, kecil-kecil, bentuknya lanset, panjang 7-25 mm, dan cepat rontok. Bunga majemuk, tersusun seperti mangkuk, warnanya kuning kehijauan seperti ranting. Jika masak, buahnya akan pecah dan melemparkan biji-bijinya. Ciri khas tumbuhan patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) adalah tidak memiliki daun dan hanya tersusun atas batang-batang yang mirip tulang belulang. Getah yang dikandung patah tulang terbukti secara empiris mengobati tulang patah (Nuryati, 2011). 65

2 Tanaman patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) juga dikenal dengan nama susuru (Sunda), kayu urip, pacing tawa, tikel balung (Jawa), kayu jaliso, kayu leso, kayu langtolangan, kayu tabar (Madura), patah tulang (Sumatera) (Nuryati, 2011) Sistematik Tanaman Patah Tulang Divisi Sub Divisi Kelas Bangsa Suku Warga : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Asterales : Euphorbiaceae : Euphorbia Jenis : Euphorbia tirucalli (Setiawati,dkk, 2008) Sifat dan Kandungan Kimia Patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) mempunyai bau lemah, rasa mulamula tawar, lama kelamaan timbul rasa kebas di lidah. Mengandung senyawa euphorbone, taraksasterol, laktucerol, euphol, senyawa damar yang menyebabkan rasa tajam ataupun kerusakan pada selaput lendir, bila terkena mata getah patah tulang dapat menyebabkan kebutaan, sesegera mungkin mata dicuci dengan air kelapa atau santan (Arief, 2007). 66

3 2.1.4 Manfaat Tanaman Patah Tulang Bagian tanaman yang paling sering dimanfaatkan untuk obat adalah kulit batang dan ranting dan akarnya dengan beberapa cara manfaat penggunaannya, yaitu: - Mencegah tahi lalat membesar Gosok tahi lalat dengan air jeruk nipis, lalu olesi dengan getah patah tulang. Lakukan beberapa kali sehari dan jangan sampai terkena mata. - Kapalan (clavus) dan kutil Cuci bersih ½ kg dahan dan ranting patah tulang, lalu rebus dengan 4 liter air sampai tersisa 2 liter. Gunakan air rebusan hangat untuk merendam bagian tubuh yang kulitnya menebal atau terdapat kutilnya selama ½ jam. Setelah kulit kering, olesi kutil dengan lendir daun lidah buaya sampai merata. Dengan pengobatan ini, kapalan atau kutil dapat terlepas dengan sendirinya. - Kulit tertusuk duri atau terkena pecahan kaca Olesi kulit atau tubuh yang tertusuk duri dengan getah patah tulang. Getah patah tulang dapat mengeluarkan duri-duri dari kulit. - Sakit gigi Teteskan getah patah tulang pada gigi yang sakit dan berlubang. Lakukan satu sampai dua kali sehari. Hati-hati jangan sampai mengenai gigi yang sehat. - Patah tulang Gosokkan getah patah tulang pada kulit diatas tulang yang patah. Cara lainnya, giling halus ranting patah tulang dan tempelkan hasil gilingan di atas tulang yang patah kemudian balut. Lakukan pengobatan dua kali sehari dengan mengganti pembalutnya. 67

4 - Herpes zoster Tumbuk halus 1 genggam herba patah tulang dan 1 buah bawang putih, lalu tambahkan air dingin. Balurkan hasil tumbukan pada bagian tubuh yang sakit. Lakukan pengobatan tiga kali sehari (Arief, 2007). 2.2 Ekstraksi Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif darisimplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, diluar pengaruh cahaya matahari langsung (Ditjen POM, 1995). Ragam ekstraksi yang tepat bergantung pada tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang diisolasi (Harborne,1984). Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokkan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian kosentrasi pada kesimbangan. Maserasi dilakukan dengan cara pengadukan yang kontinu (terus-menerus). Remaserasi dilakukan dengan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Ditjen, 2000). Metode ekstraksi atau cara ekstraksi dapat dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Tehnik ini biasanya digunakan jika kandungan organik yang ada 68

5 dalam bahan-bahan tumbuhan tersebut cukup tinggi dan telah diketahui jenis pelarut yang dapat melarutkan dengan baik senyawa-senyawa yang akan diekstraksi atau diisolasi. Kelemahan teknik ini yakni adanya kejenuhan konsentrasi larutan penyari (Ditjen, 2000). 2.3 Tinjauan Umum Tentang Nyeri Definisi Nyeri Nyeri adalah sensasi yang penting bagi tubuh, sensasi penglihatan, pendengaran, bau, rasa, sentuhan,dan nyeri merupakan hasil stimulasi reseptor sensorik. Provokasi saraf-saraf sensorik nyeri menghasilkan reaksi ketidaknyamanan, distress, atau menderita (Raylene, 2008) Mekanisme Nyeri Gambar 2.1 Perjalanan Nyeri (Anonim, 2011). Pada Gambar 2.1 menjelaskan tentang perjalanan rangsangan nyeri. Rasa nyeri terjadi akibat rangsangan-rangsangan mekanis, fisik, atau kimiawi yang dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator-mediator nyeri yang letaknya pada ujung-ujung saraf bebas di kulit, selaput lendir, atau jaringan-jaringan (organ-organ) lain. 69

6 Dari tempat ini rangsangan dialirkan melalui saraf-saraf sensoris ke sistem saraf pusat (SSP) melalui sumsum tulang belakang ke thalamus dan kemudian ke pusat nyeri di dalam otak besar, dimana rangsangan dirasakan sebagai nyeri. Otak besar dan otak kecil bersama-sama melakukan reaksi pertahanan dan perlindungan. Mediator-mediator nyeri yang terpenting adalah histamin, serotonin, dan prostagladin, serta ion-ion kalium (Mustchler, 1991; Ganiswara, 1995; Tan dan Rahardja, 2002). Banyak faktor yang mempengaruhi nyeri (Gambar 2.1), antara lain: lingkungan, umur, kelelahan, riwayat nyeri sebelumnya, mekanisme pemecahan masalah pribadi. Sebagian besar rasa nyeri hebat oleh karena: trauma, iskemia atau inflamasi disertai kerusakan jaringan. Hal ini mengakibatkan terlepasnya zat kimia tertentu yang berperan dalam merangsang ujung-ujung saraf perifer. Nyeri dapat diperberat dengan adanya rangsangan dari lingkungan yang berlebihan, misalnya: kebisingan, cahaya yang sangat terang dan kesendirian. Kelelahan juga meningkatkan nyeri sehingga banyak orang merasa lebih nyaman setelah tidur (Willkinson, 2007) Mediator Nyeri Ada beberapa sumber/penghasil senyawa kimia yang terlibat pada pengenalan nyeri, yaitu (1) berasal dari sel-sel yang rusak, (2) disintesis oleh selsel melalui enzim yang diinduksi karena kerusakan jaringan, atau (3) merupakan produk nosiseptor sendiri. Histamin dan kalium yang dilepaskan oleh sel setelah terjadi kerusakan jaringan dapat mengaktivasi dan/atau mensensitisasi nosiseptor. Pada kadar rendah, bradikinin, suatu polipeptida hasil potongan protein plasma, dapat menghasilkan vasodilatasi dan edema, mengakibatkan hiperalgesia (yaitu 70

7 sensitivitas berlebihan terhadap nyeri), pada kadar tinggi, bradikin dapat secara langsung menstimulasi nosiseptor untuk aktif. Prostaglandin dan leukotrien merupakan senyawa yang disintesis di daerah kerusakan jaringan dan dapat mengakibatkan hiperalgesis melalui kerja langsungnya pada nosiseptor atau dengan mensensitisasi nosiseptor terhadap senyawa lain. Senyawa P, suatu neurotransmitter yang dilepaskan dari serabut saraf aferen, juga mengakibatkan pelepasan histamin dan bekerja sebagai vasodilator kuat (Raylene, 2008). Tabel 2.1 Senyawa Aktif Mediator-mediator Nyeri Senyawa Sumber Histamin Dilepaskan oleh sel mast Kalium Dilepaskan oleh sel-sel yang rusak Bradikinin Protein plasma Prostaglandin Asam arakidonat yang dilepaskan oleh sel-sel yang rusak Leukotrien Asam arakidonat yang dilepaskan oleh sel-sel yang rusak Senyawa P Neuron aferen primer Sumber: Field, (1987) Klasifikasi Nyeri Nyeri dapat diklasifikasikan dalam 3 jenis yaitu: 1. Nyeri fisiologis, terjadinya nyeri oleh karena stimulasi singkat yang tidak merusak jaringan, misalnya pukulan ringan akan menimbulkan nyeri yang ringan. Ciri khas nyeri sederhana adalah terdapatnya korelasi positif antara kuatnya stimuli dan persepsi nyeri, seperti semakin kuat stimuli maka semakin berat nyeri yang dialami. 2. Nyeri inflamasi, terjadinya nyeri oleh karena stimuli yang sangat kuat sehingga merusak jaringan. Jaringan yang dirusak mengalami inflamasi dan menyebabkan 71

8 fungsi berbagai komponen nosiseptif berubah. Jaringan yang mengalami inflamasi mengeluarkan berbagai mediator inflamasi, seperti: bradikinin, leukotrin, prostaglandin, purin dan sitokin yang dapat mengaktivasi atau mensensitisasi nosiseptor secara langsung maupun tidak langsung. Aktivasi nosiseptor menyebabkan nyeri, sedangkan sensitisasi nosiseptor menyebabkan hiperalgesia. 3. Nyeri neuropatik adalah nyeri yang didahului dan disebabkan adanya disfungsi primer ataupun lesi pada sistem saraf yang diakibatkan: trauma, kompresi, keracunan toksin atau gangguan metabolik. Akibat lesi, maka terjadi perubahan khususnya pada serabut saraf aferen (SSA) atau fungsi neuron sensorik yang dalam keadaan normal dipertahankan secara aktif oleh keseimbangan antara neuron dengan lingkungannya, sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan. Gangguan keseimbangan tersebut dapat melalui perubahan molekuler sehingga aktivasi SSA (mekanisme perifer) menjadi abnormal yang selanjutnya menyebabkan gangguan fungsi sentral (mekanisme sentral) (Turk dan Flor, 1999; Raylene, 2008). Pengobatan nyeri tidak hanya difokuskan untuk menghilangkan gejala tetapi juga untuk mengatasi penderitaan dan ketidakmampuan yang diakibatkan oleh nyeri tersebut. Pemberian analgetik secara teratur disarankan lebih untuk mencegah munculnya nyeri dari pada meredakan nyeri yang telah terjadi. Rasa nyeri dapat di atasi dengan obat-obat analgetik yang letak dan tempat kerjanya disesuaikan dengan rasa nyeri yang dirasakan, rasa nyeri ringan sampai sedang dapat diobati dengan obat-obat analgetik perifer seperti antalgin tablet (Metampiron) dan nyeri sedang sampai nyeri berat dapat diobati dengan obat-obat analgetik narkotik seperti morfin. 72

9 Berdasarkan proses terjadinya nyeri, maka rasa nyeri dapat dilawan dengan beberapa cara, yaitu: a. merintangi pembentukan rangsangan dalam reseptor-reseptor nyeri perifer, oleh analgetika perifer atau anestetika lokal. b. merintangi penyaluran rangsangan nyeri dalam saraf-saraf sensoris, misalnya dengan anestetika lokal c. blokade dari pusat nyeri dalam sistem saraf pusat dengan analgetika sentral (narkotika) atau anestetika umum (Tan dan Rahardja, 2002). 2.4 Analgetik Definisi Analgetik Analgetik adalah senyawa yang dalam dosis terapeutik digunakan untuk meringankan atau mengurangi rasa nyeri tanpa mempengaruhi kesadaran (Mustchler, 1991; Tan dan Rahardja, 2002; Siswandono dan Soekardjo, 2008 ). Kesadaran akan perasaan sakit terdiri dari dua proses, yakni penerimaan rangsangan sakit di bagian otak besar dan reaksi-reaksi emosional dan individu terhadap perangsang ini. Obat penghalang nyeri (analgetik) mempengaruhi proses pertama dengan mempertinggi ambang kesadaran akan perasaan sakit, sedangkan narkotik menekan reaksi-reaksi psikis yang diakibatkan oleh rangsangan sakit. Pada pengobatan rasa nyeri dengan analgetik, faktor-faktor psikis turut berperan, misalnya kesabaran individu dan daya menerima nyeri. Secara umum analgetik dibagi dalam dua golongan, yaitu analgetik non-narkotik atau integumental analgetik (misalnya asetosal dan parasetamol) dan analgetika narkotik atau analgetik opioid atau viseral analgetik (misalnya morfin) (Mustchler, 1991). 73

10 2.5 Obat-obat Analgetik Analgetik Narkotik Analgetik narkotik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif dan dapat mengurangi rasa sakit yang moderat ataupun berat, seperti rasa sakit yang disebabkan oleh penyakit kanker, serangan jantung akut, sesudah operasi dan kolik usus dan ginjal. Aktivitas analgetik narkotik jauh lebih besar dibanding golongan analgetik non narkotik, sehingga disebut pula analgetik kuat (Siswandono dan Soekardjo, 2008) Morfin Opium atau candu adalah getah Papaver somniferum L. yang telah dikeringkan. Alkaloid asal opium secara kimia dibagi dua golongan: (1) golongan fenantren misalnya morfin dan kodein dan (2) golongan benzilisokinolin, misalnya noskapin dan papaverin (Ganiswara, 1995). Rumus Bangun: Gambar 2.2 Struktur Molekul Morfin (Ditjen POM, 1995). Zat-zat ini memiliki daya menghalangi nyeri yang kuat sekali dengan tingkat kerja yang terletak di Sistem Saraf Pusat. Umumnya mengurangi kesadaran (sifat meredakan dan menidurkan) dan menimbulkan perasaan nyaman 74

11 (euforia), dapat mengakibatkan toleransi dan kebiasaan (habituasi) serta ketergantungan psikis dan fisik (ketagihan adiksi) dengan gejala-gejala abstinensia bila pengobatan dihentikan. Karena bahaya adiksi ini, maka kebanyakan analgetika sentral seperti narkotika dimasukkan dalam Undang- Undang Narkotika dan penggunaannya diawasi dengan ketat oleh Dirjen POM (Ganiswara, 1995) Mekanisme Kerja Morfin Efek analgetik dari morfin dihasilkan oleh adanya pengikatan obat dengan sisi reseptor khas pada sel dalam otak dan spinal cord (Siswandono dan Soekardjo, 2008). Gambar 2.3 Mekanisme Kerja Morfin di Reseptor Opioid (Mycek, 2001). Morfin memperlihatkan efek utamanya dengan berinteraksi dengan reseptor opioid pada SSP dan saluran cerna yang menyebabkan hiperpolarisasi sel saraf, menghambat peletupan saraf dan penghambatan pelepasan transmiter. Morfin bekerja pada reseptor µ (mu) yang memodulisasi presepsi nyeri dalam 75

12 medula spinalis menyebabkan analgesia (menghilangkan nyeri tanpa hilangnya kesadaran) (Mycek, 2001). Antagonis-antagonis morfin adalah zat-zat yang dapat melawan efek-efek samping dari analgetik narkotik tanpa mengurangi kerja analgetiknya dan terutama digunakan pada overdosis atau intoksiaksi dengan obat-obat ini. Zat-zat ini sendiri juga berkhasiat sebagai analgetik, tetapi tidak dapat digunakan dalam terapi, karena dia sendiri menimbulkan efek-efek samping yang mirip dengan morfin, antara lain depresi pernafasan dan reaksi-reaksi psikotis. Yang sering digunakan adalah nalorfin dan nalokson (Mustchler, 1991; Mycek, 2001). Efek morfin terhadap sistem saraf pusat berupa analgesia dan narkosis. Analgesia oleh morfin dan opioid lain sudah timbul sebelum penderita tidur dan seringkali analgesia terjadi tanpa disertai tidur. Morfin dosis kecil (10-15 mg) menimbulkan euforia pada penderita yang sedang menderita nyeri, sedih dan gelisah. Sebaliknya, dosis yang sama pada orang normal seringkali menimbulkan disforia berupa perasaan kuatir atau takut disertai dengan mual, dan muntah. Morfin juga menimbulkan rasa kantuk, tidak dapat berkonsentrasi, sukar berfikir, apatis, aktivitas motorik berkurang, ketajaman penglihatan berkurang, ektremitas terasa berat, badan terasa panas, muka gatal dan mulut terasa kering, depresi nafas dan miosis. Rasa lapar hilang dan dapat muntah yang tidak selalu disertai rasa mual. Dalam lingkungan yang tenang orang yang diberikan dosis terapi (15-20 mg) morfin akan tertidur cepat dan nyenyak disertai mimpi, nafas lambat dan miosis. Antara nyeri dan efek analgetik (juga efek depresi nafas) morfin dan opioid lain terdapat antagonisme, artinya nyeri merupakan antagonis bagi efek analgetik dan efek depresi nafas morfin. Bila nyeri sudah dialami beberapa waktu 76

13 sebelum pemberian morfin, efek analgetik obat ini tidak begitu besar. Sebaliknya bila stimulus nyeri ditimbulkan setelah efek analgetik mencapai maksimum, dosis morfin yang diperlukan untuk meniadakan nyeri itu jauh lebih kecil. Penderita yang sedang mengalami nyeri hebat dan memerlukan morfin dengan dosis besar untuk menghilangkan rasa nyerinya, dapat tahan terhadap depresi nafas morfin. Tetapi bila nyeri itu tiba-tiba hilang, maka kemungkinan besar timbul gejala depresi nafas oleh morfin (Ganiswara, 1995; Tan dan Rahardja, 2002) Analgetik Non- narkotik Analgetik non narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang ringan sampai moderat, sehingga sering disebut analgetik ringan. Analgetik non narkotik bekerja pada perifer dan sentral sistem saraf pusat, obat golongan ini mengadakan potensiasi dengan obat-obat penekan sistem saraf pusat (Siswandono dan Soekardjo, 2008). Adapun obat-obat analgetik, antipiretik dan antiinflamasi yang bekerja disaraf perifer seperti: derivat salisilat, derivat p-aminofenol, derivat pirozolon dan derivat oksikam. Salah satu perlakuan dalam penelitian menggunakan obat analgetik dari metampiron (antalgin) Antalgin (Metampiron) Metampiron adalah derivat metansulfonat dari aminopirin yang larut baik dalam air dan dapat diberikan secara injeksi. Metampiron digunakan sebagai analgetik-antipiretik karena antiinflamasinya lemah, demi keamanan dari obat ini metampiron sebaiknya diberikan bila dibutuhkan analgetik-antipiretiknya (Ganiswara, 1995). 77

14 Rumus Bangun:. H 2 O Gambar 2.4 Struktur Molekul Metampiron (DitjenPOM, 1995). Obat-obat ini dinamakan juga analgetika perifer, karena tidak mempengaruhi Sistem Saraf Pusat, tidak menurunkan kesadaran atau mengakibatkan ketagihan. Semua analgetik perifer juga memiliki kerja antipiretik, yaitu menurunkan suhu badan pada keadaan demam, maka disebut juga analgetik antipiretik. Khasiatnya berdasarkan rangsangannya terhadap pusat pengatur kalor di hipotalamus, yang mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit) dengan bertambahnya pengeluaran kalor dan disertai keluarnya banyak keringat (Ganiswara, 1995). Penggolongan analgetik non-narkotik (perifer) secara kimiawi adalah sebagai berikut: (1) salisilat-salisilat, Na-salisilat, asetosal, salisilamida, (2) Derivat-derivat p-aminofenol: fenasetin dan parasetamol, (3) Derivat-derivat pirozolon: antipirin, aminofenazon, dipiron, fenilbutazon dan turunan-turunannya (4) Derivat-derivat antranilat: glafenin, asam mefenamat, dan asam nifluminat (Tan dan Rahardja, 2002) Mekanisme Kerja Antalgin (Metampiron) Analgetik diberikan kepada penderita untuk menimbulkan efek analgetiknya dengan cara menghambat secara langsung dan selektif enzim-enzim pada sistem saraf pusat yang mengkatalisis biosintesis prostaglandin, seperti 78

15 siklooksigenase, sehingga mencegah sensitasi reseptor rasa sakit oleh mediatormediator rasa sakit, seperti bradikinin, histamin, serotonin, prostasiklin, prostaglandin, ion-ion hidrogen dan kalium yang dapat merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi (Siswandono dan Soekardjo, 2008). Gambar 2.5 Diagram Perombakan Asam Arachidonat (Tan dan Rahardja, 2002). Efek-efek samping yang biasanya muncul adalah menyebabkan agranulositosis, anemia aplastik dan trombositopenia. Pemakaian metampiron jangka panjang harus diperhatikan kemungkinan diskrasia darah dapat menimbulkan hemolisis, udem, tremor, mual, muntah, pendarahan lambung dan ketidakmampuan untuk buang air kecil (anuria) (Ganiswara, 1995) Analgetik-Antipiretik Antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi, analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan juga menurunkan suhu tubuh yang tinggi (Anief, 1995). 79

16 2.6 Metode Pengukuran Nyeri Uji Plantar Tes Infra Red (Metode Hargreaves) Menurut Hargreaves (1988), plantar tes berfungsi untuk melihat respon analgetik terhadap stimuli thermal yang disebabkan oleh obat-obatan yang diberikan kepada hewan dengan sistem terkendali terdiri dari: - Sebuah sumber infra red bergerak - Sebuah panel kaca - Sebuah kontroller Seekor mencit/tikus ditempatkan dalam salah satu dari tiga kamar, setelah diberi obat sumber infra red ditempatkan di bawah lantai kaca dan diposisikan oleh operator langsung di bawah kaki belakang. Uji ini dimulai dengan menekan tombol untuk menyalakan sumber infra red dan memulai digital waktu. Ketika mencit/tikus merasa sakit akan menarik kakinya. Penarikan kaki menyebabkan penurunan mendadak dalam radiasi yang dipantulkan yang mematikan sumber infra red dan menghentikan pencatat waktu reaksi. Penarikan akhir dihitung dengan ketelitian 0,1 detik Uji Hot Plate Telapak kaki mencitsangat sensitif terhadap panas pada suhu tinggi yang tidak merusak kulit. Mencit biasanya merespon dengan melompat, menarik kaki dan menjilat. Waktu yang diperlukan omset untuk terjadinya respon ini diperpanjang waktunya, akibat pemberian obat-obatan sistem saraf pusat tetapi tidak mempengaruhi sistem saraf perifer padahewan yang diberi analgetik perifer dan NSAID (Parmar dan Prakash, 2006). 80

BAB I PENDAHULUAN. Patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) adalah salah satu jenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) adalah salah satu jenis tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) adalah salah satu jenis tanaman herbal yang biasanya dijadikan sebagai menjadi tanaman hias. Tanaman patah tulang selain tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membuatya semakin parah. Ambang batas nyeri yang dapat ditoleransi seseorang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membuatya semakin parah. Ambang batas nyeri yang dapat ditoleransi seseorang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Analgetika adalah zat yang bisa mengurangi rasa nyeri tanpa mengurangi kesadaran (Tjay dan Rahardja, 2015). Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang mengganggu,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada periode perkembangan obat telah banyak diberikan perhatian untuk mencari kemungkinan adanya hubungan antara struktur kimia, sifat-sifat kimia fisika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masih terdapat dalam produk ruahan (Siregar,2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masih terdapat dalam produk ruahan (Siregar,2010). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Baku Bahan baku adalah semua bahan, baik yang berkhasiat (zat aktif) maupun tidak berkhasiat (zat Nonaktif/eksipien), yang berubah maupun tidak berubah, yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkembangnya zaman, pekerjaan semakin sibuk dan berat. Kadang beberapa aktivitas dari pekerjaan memberikan resiko seperti rematik dan nyeri. Nyeri adalah mekanisme

Lebih terperinci

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Hal ini, menuntut manusia untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman saat ini, dimana kehidupan masyarakat semakin dimudahkan dengan perkembangan teknologi, secara tidak langsung mempengaruhi gaya hidup yang serba

Lebih terperinci

mengakibatkan reaksi radang yang ditandai dengan adanya kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan functio laesa (gangguan

mengakibatkan reaksi radang yang ditandai dengan adanya kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan functio laesa (gangguan BAB 1 PEDAHULUA Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Kemajuan di setiap aspek kehidupan menuntut manusia untuk dapat beradaptasi dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman berkaitan dengan kerusakan jaringan (Tan dan Rahardja, 2007). Rasa nyeri merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan salah satu gangguan yang sering dialami oleh banyak orang didunia. Sekitar 50 juta orang Amerika terganggu aktivitasnya karena nyeri (Dipiro et al.,2005).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya, sebagian besar penyakit seringkali menimbulkan rasa nyeri. Walaupun nyeri ini sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi serta memudahkan

Lebih terperinci

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatri, responrespon yang mengantarkan atau reaksi-reaksi yang ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rasa nyeri merupakan masalah yang umum terjadi di masyarakat dan salah satu penyebab paling sering pasien datang berobat ke dokter karena rasa nyeri mengganggu fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri didefinisikan oleh International Association for Study of Pain (IASP) sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring berkembangnya kemajuan di Indonesia saat ini, menyebabkan berbagai macam dampak yang mempengaruhi kehidupan dan tingkah laku yang kemudian akan mengarah pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri merupakan modalitas sensorik yang memperingatkan tentang suatu tanda trauma atau pun cedera yang terjadi dalam tubuh. Nyeri juga merupakan sensasi enteroceptive

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan

Lebih terperinci

tersebut mencapai miliaran rupiah setiap tahun (Setiawati et al., 2008).

tersebut mencapai miliaran rupiah setiap tahun (Setiawati et al., 2008). 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) merupakan salah satu faktor pembatas penting dalam upaya peningkatan produksi sayuran. Serangan OPT terjadi di semua tahap pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Analgetika adalah zat-zat yang memiliki efek mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri menjadi masalah umum yang sering dikeluhkan masyarakat. Secara global, diperkirakan 1 dari 5 orang dewasa menderita nyeri dan 1 dari 10 orang dewasa didiagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Banyaknya permasalahan yang ada pada masyarakat modern menjadi salah satu penyebab timbulnya keluhan sakit kepala atau nyeri. Rasa sakit atau nyeri adalah perasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri adalah mekanisme protektif untuk menimbulkan kesadaran bahwa telah terjadi kerusakan jaringan (Guyton dan Hall, 2000). Nyeri merupakan salah satu keluhan

Lebih terperinci

BAB 2 NYERI. serta termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatori, respon-respon yang

BAB 2 NYERI. serta termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatori, respon-respon yang BAB 2 NYERI Nyeri adalah suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional serta termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatori, respon-respon yang mengantarkan ataupun reaksi-reaksi

Lebih terperinci

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) RESPON INFLAMASI (RADANG) Radang pada umumnya dibagi menjadi 3 bagian Peradangan akut, merupakan respon awal suatu proses kerusakan jaringan. Respon imun,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Uraian Tentang tanaman daun Tempuyung (Sonchus arvensis Linn) 1. Klasifikasi Difisi : Spermatophyta Subdifisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Asterales Suku/Family

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri merupakan gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering terjadi. Nyeri timbul jika terdapat rangsang mekanik, termal, kimia, atau listrik yang melampaui

Lebih terperinci

ANALGETIKA. Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid. Analgetika opioid

ANALGETIKA. Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid. Analgetika opioid ANALGETIKA Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid Mengurangi nyeri dan menimbulkan

Lebih terperinci

Piroksikam merupakan salah satu derivat oksikam, dan merupakan obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang berkhasiat sebagai antiinflamasi,

Piroksikam merupakan salah satu derivat oksikam, dan merupakan obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang berkhasiat sebagai antiinflamasi, BAB 1 PENDAHULUAN Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta pola penyakit di dunia menyebabkan semakin perlunya pengembangan obat baru, di mana obat baru tersebut bertujuan untuk mengurangi rasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemakaian obat analgesik sudah merupakan hal yang tidak asing bagi masyarakat pada umumnya. Hal ini dikarenakan sering timbulnya rasa nyeri serta peredaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANALGESIK EKSTRAK DAUN JARUM TUJUH BILAH (Pereskia Bleo K) PADA MENCIT JANTAN (Mus Musculus)

AKTIVITAS ANALGESIK EKSTRAK DAUN JARUM TUJUH BILAH (Pereskia Bleo K) PADA MENCIT JANTAN (Mus Musculus) AKTIVITAS ANALGESIK EKSTRAK DAUN JARUM TUJUH BILAH (Pereskia Bleo K) PADA MENCIT JANTAN (Mus Musculus) Novita Sari, Islamudin Ahmad, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA TROPIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Nyeri merupakan salah satu aspek yang penting dalam bidang medis, dan menjadi penyebab tersering yang mendorong seseorang untuk mencari pengobatan (Hartwig&Wilson,

Lebih terperinci

turunan oksikam adalah piroksikam (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Piroksikam mempunyai aktivitas analgesik, antirematik dan antiradang kuat.

turunan oksikam adalah piroksikam (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Piroksikam mempunyai aktivitas analgesik, antirematik dan antiradang kuat. BAB 1 PENDAHULUAN Nyeri adalah suatu mekanisme proteksi bagi tubuh yang timbul apabila jaringan mengalami kerusakan. Rasa nyeri sering disertai oleh respon emosional dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat subjektif. Secara umum nyeri dibedakan menjadi

Lebih terperinci

ANALGETIKA. dr. Agung Biworo, M.Kes

ANALGETIKA. dr. Agung Biworo, M.Kes ANALGETIKA dr. Agung Biworo, M.Kes Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid Mengurangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Nyeri, demam dan radang merupakan gejala penyakit yang sering dialami manusia. Adanya rasa nyeri merupakan pertanda dimana terjadi kerusakan jaringan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat saat ini sudah tidak pasif lagi dalam menanggapi situasi sakit maupun gangguan ringan kesehatannya. Mereka sudah tidak lagi segan minum obat pilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengobatan sakit ringan (minor illnesses), tanpa resep atau intervensi dokter

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengobatan sakit ringan (minor illnesses), tanpa resep atau intervensi dokter BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengobatan sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat untuk tujuan pengobatan sakit ringan (minor illnesses), tanpa resep atau intervensi dokter (Shankar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan perasaan bahwa dia pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Nyeri adalah mekanisme protektif untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PEDAULUA 1.1 Latar Belakang Masalah yeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan, subjektif dan manifestasi dari kerusakan jaringan atau gejala akan terjadinya kerusakan jaringan (Dipiro et

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. masyarakat mencari upaya untuk menghilangkannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. masyarakat mencari upaya untuk menghilangkannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Nyeri merupakan penyakit yang dialami oleh semua kalangan. Setiap individu pasti pernah mengalami nyeri pada tingkatan tertentu. Rasa nyeri seringkali timbul

Lebih terperinci

pada penderita tukak lambung dan penderita yang sedang minum antikoagulan (Martindale, 1982). Pada penelitian ini digunakan piroksikam sebagai

pada penderita tukak lambung dan penderita yang sedang minum antikoagulan (Martindale, 1982). Pada penelitian ini digunakan piroksikam sebagai BAB 1 PENDAHULUAN Kemajuan penelitian beberapa tahun terakhir dalam bidang farmasi maupun kedokteran telah banyak menghasilkan obat baru dengan efek terapi yang lebih baik dan efek samping yang minimal.

Lebih terperinci

OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI

OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI Oleh dr. Agung Biworo, M.Kes Untuk mahasiswa Prodi Ilmu Keperawatan FK Unlam ANALGETIKA Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal

Lebih terperinci

5/7/2012. HM Bakhriansyah, MD., M.Sc., M.Med.Ed Bagian Farmakologi PSPD FK UNLAM

5/7/2012. HM Bakhriansyah, MD., M.Sc., M.Med.Ed Bagian Farmakologi PSPD FK UNLAM 5/7/2012 HM Bakhriansyah, MD., M.Sc., M.Med.Ed Bagian Farmakologi PSPD FK UNLAM 1 Analgetika NON STEROID ANTI-INFLAMATORY DRUGS (NSAIDs) Analgetik OPIOID Indikasi 2 5/7/2012 COX-1 COX-2 PGG2 & PGH2 PGE2

Lebih terperinci

banyak digunakan tanpa resep dokter. Obat obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen secara kimiawi. Walaupun demikian obatobat ini

banyak digunakan tanpa resep dokter. Obat obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen secara kimiawi. Walaupun demikian obatobat ini BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini, perkembangan modifikasi molekul obat di dunia kefarmasian telah mengalami peningkatan yang cukup pesat. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh obat atau senyawa baru yang lebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya adalah untuk melokalisir dan merusak agen perusak serta memulihkan jaringan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri erat kaitannya dengan inflamasi atau radang karena nyeri merupakan respon pertama munculnya peradangan. Nyeri sering terjadi di masyarakat. Nyeri merupakan

Lebih terperinci

gugus karboksilat yang bersifat asam sedangkan iritasi kronik kemungkinan disebabakan oleh penghambatan pembentukan prostaglandin E1 dan E2, yaitu

gugus karboksilat yang bersifat asam sedangkan iritasi kronik kemungkinan disebabakan oleh penghambatan pembentukan prostaglandin E1 dan E2, yaitu BAB 1 PENDAHULUAN Pada periode perkembangan bahan obat organik telah banyak diberikan perhatian untuk mencari kemungkinan adanya hubungan antara struktur kimia, sifat-sifat kimia fisika dan aktivitas biologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman. Pada umumnya nyeri berkaitan dengan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi

Lebih terperinci

memodifikasi struktur senyawa obat dengan penambahan gugus yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan gugus tersebut dalam meningkatkan

memodifikasi struktur senyawa obat dengan penambahan gugus yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan gugus tersebut dalam meningkatkan BAB 1 PEDAULUA aat ini perkembangan obat sangat dibutuhkan oleh masyarakat. bat yang tersedia saat ini, terutama obat-obat analgesik sangat umum dan banyak digunakan. ebagian besar penyakit yang timbul

Lebih terperinci

Menurut Hansch, penambahan gugus 4-tersier-butilbenzoil dapat mempengaruhi sifat lipofilisitas, elektronik dan sterik suatu senyawa.

Menurut Hansch, penambahan gugus 4-tersier-butilbenzoil dapat mempengaruhi sifat lipofilisitas, elektronik dan sterik suatu senyawa. BAB 1 PEDAHULUA Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat. Perkembangan ini terjadi di segala bidang, termasuk bidang farmasi. Hal ini tampak dengan munculnya berbagai produk obat yang digunakan

Lebih terperinci

penghambat prostaglandin, turunan antranilat dan turunan pirazolinon. Mekanisme kerja NSAID adalah dengan jalan menghambat enzim siklooksigenase

penghambat prostaglandin, turunan antranilat dan turunan pirazolinon. Mekanisme kerja NSAID adalah dengan jalan menghambat enzim siklooksigenase BAB 1 PEDAULUA yeri seringkali merupakan suatu gejala yang berfungsi melindungi tubuh sekaligus sebagai isyarat mengenai adanya gangguan di jaringan seperti peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Dipiro dkk.,2005). Pembiayaan pada penanganan kasus nyeri di Amerika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Dipiro dkk.,2005). Pembiayaan pada penanganan kasus nyeri di Amerika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri merupakan alah satu gangguan yang sering dialami oleh banyak orang didunia. Sekitar 50 juta orang Amerika terganggu aktivitasnya karena nyeri (Dipiro dkk.,2005).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan salah satu keluhan yang paling sering dijumpai dalam praktik dokter sehari-hari. Nyeri juga dapat diderita semua orang tanpa memandang jenis kelamin,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Berenuk (Crescentia cujete L). a. Sistematika Tumbuhan Kingdom : Plantae Sub kingdom : Tracheobionata Super divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

Para-aminofenol Asetanilida Parasetamol Gambar 1.1 Para-aminofenol, Asetanilida dan Parasetamol (ChemDraw Ultra, 2006).

Para-aminofenol Asetanilida Parasetamol Gambar 1.1 Para-aminofenol, Asetanilida dan Parasetamol (ChemDraw Ultra, 2006). BAB 1 PENDAHULUAN Demam dapat disebabkan gangguan pusat pengaturan suhu tubuh pada hipotalamus dari kerusakan atau ketidakmampuan untuk menghilangkan peningkatan produksi panas. Keadaan suhu tubuh di atas

Lebih terperinci

Hal ini disebabkan karena penambahan gugus-gugus pada struktur parasetamol tersebut menyebabkan perubahan sifat kimia fisika senyawa, yaitu sifat

Hal ini disebabkan karena penambahan gugus-gugus pada struktur parasetamol tersebut menyebabkan perubahan sifat kimia fisika senyawa, yaitu sifat BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini, kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan mulai meningkat. Tak jarang masyarakat membeli obat-obat bebas dan bebas terbatas yang banyak dijumpai di apotek, sesuai gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, selain menimbulkan penderitaan, nyeri sebenarnya merupakan respon pertahanan. Menurut International

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tramadol HCl berikut: Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai Gambar 1. Struktur Tramadol HCl Tramadol HCl dengan rumus molekul C 16 H 25 N 2, HCl

Lebih terperinci

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI 1.1PENGERTIAN NYERI Nyeri merupakan sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan, kesedihan dan penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi pada akhiran saraf tertentu. Nyeri terjadi sebagai mekanisme

Lebih terperinci

DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI

DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI Daya Tahan tubuh Adalah Kemampuan tubuh untuk melawan bibit penyakit agar terhindar dari penyakit 2 Jenis Daya Tahan Tubuh : 1. Daya tahan tubuh spesifik atau Immunitas 2.

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Struktur turunan N-arilhidrazon (senyawa A) CH 3

Gambar 1.1. Struktur turunan N-arilhidrazon (senyawa A) CH 3 BAB 1 PENDAHULUAN Seiring berkembangnya penelitian yang mengarah pada penemuan senyawa obat baru melalui jalur sintesis dan kemudian di gunakan untuk mengobati berbagai penyakit yang timbul di masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fraktur merupakan kondisi ketika tulang mendapat tekanan yang melebihi kekuatan dari tulang tersebut sehingga menyebabkan terjadinya patah tulang (Atlas of pathophysiology,

Lebih terperinci

Clinical Science Session Pain

Clinical Science Session Pain Clinical Science Session Pain Disusun oleh : Nurlina Wardhani 1301-1214-0658 William Reinaldi 1301-1214-0503 Preseptor : Arnengsih, dr., Sp.KFR BAGIAN ILMU KESEHATAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

Kebun Indah, Musuh Alami Datang Karena Ada Refugia

Kebun Indah, Musuh Alami Datang Karena Ada Refugia PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 PROBOLINGGO 67271 Kebun Indah, Musuh Alami Datang Karena Ada Refugia Oleh : Ika Ratmawati, SP POPT Muda (BBPPTP Surabaya)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) a. Klasifikasi bunga rosela Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Kelas : Dycotyledone Ordo : Malvales Famili : Malvaceae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Nyeri erat kaitannya dengan inflamasi atau radang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analgetik-Antipiretik Analgetik merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri sebenarnya berfungsi sebagai tanda adanya penyakit

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANALGETIKA INFUSA DAUN ALPUKAT (Persea americana) PADA MENCIT. TITA NOFIANTI Program Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

AKTIVITAS ANALGETIKA INFUSA DAUN ALPUKAT (Persea americana) PADA MENCIT. TITA NOFIANTI Program Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya AKTIVITAS ANALGETIKA INFUSA DAUN ALPUKAT (Persea americana) PADA MENCIT TITA NOFIANTI Program Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya ABSTRAK Pengujian aktivitas analgetika infusa daun alpukat

Lebih terperinci

hepatotoksisitas bila digunakan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama atau tidak sesuai aturan, misalnya asetosal dan paracetamol

hepatotoksisitas bila digunakan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama atau tidak sesuai aturan, misalnya asetosal dan paracetamol BAB 1 PENDAHULUAN Demam merupakan suatu gejala adanya gangguan kesehatan, terjadi kelainan pada sistem pengaturan suhu tubuh, sehingga suhu tubuh meningkat melebihi batas normal. Peningkatan suhu tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mengganggu

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mengganggu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mengganggu seseorang dan menurunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hal ini dikarenakan keinginan masyarakat untuk kembali menggunakan bahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hal ini dikarenakan keinginan masyarakat untuk kembali menggunakan bahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini pemanfaatan obat tradisional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat cenderung semakin meningkat. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2006 saat harga minyak dunia bergerak naik, jarak pagar

BAB I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2006 saat harga minyak dunia bergerak naik, jarak pagar BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2006 saat harga minyak dunia bergerak naik, jarak pagar (Jatropha curcas) mulai mendapat perhatian khusus pemerintah yang dikembangkan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya kelainan pada tubuh manusia menimbulkan nyeri. Rasa nyeri merupakan mekanisme perlindungan. Rasa nyeri timbul bila ada kerusakan jaringan, dan hal ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Swamedikasi 1. Definisi Swamedikasi Pelayanan sendiri didefinisikan sebagai suatu sumber kesehatan masyarakat yang utama di dalam sistem pelayanan kesehatan. Termasuk di dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, berbagai penyakit menimbulkan rasa nyeri dan hal inilah yang seringkali dikeluhkan oleh seseorang ketika merasa sakit. Kemampuan untuk mendiagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu mekanisme protektif bagi tubuh yang timbul bilamana jaringan dirusak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu mekanisme protektif bagi tubuh yang timbul bilamana jaringan dirusak dan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan (Tjay dan Rahardja, 2007). Nyeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi

Lebih terperinci

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid,

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid, BAB 1 PENDAHULUAN Inflamasi merupakan suatu respons protektif normal terhadap kerusakan jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah

Lebih terperinci

TEORI FENOMENA ORGAN

TEORI FENOMENA ORGAN TEORI FENOMENA ORGAN By: Syariffudin Definisi Teori Fenomena Organ Yaitu sebuah teori untuk menilai fungsi organ organ dalam secara fisiologi maupun secara patalogis dengan didasarkan pada apa yang terlihat

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN MANAJEMEN NYERI PADA LUKA POST OPERASI

SATUAN ACARA PENYULUHAN MANAJEMEN NYERI PADA LUKA POST OPERASI SATUAN ACARA PENYULUHAN MANAJEMEN NYERI PADA LUKA POST OPERASI OLEH ANDITA NOVTIANA SARI FLAMINGO 1 P17420509004 POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG PRODI KEPERAWATAN MAGELANG 2011 SATUAN ACARA PENYULUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prostaglandin, bradykinin, dan adrenaline. Mediator-mediator inilah yang akan

BAB I PENDAHULUAN. prostaglandin, bradykinin, dan adrenaline. Mediator-mediator inilah yang akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nyeri adalah sensasi emosional berupa perasaan tidak nyaman pada daerah tertentu. Hal tersebut terjadi akibat adanya suatu kerusakan jaringan. Kerusakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

Lebih terperinci

menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal

menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ayu et al (2015), tentang hubungan derajat nyeri dismenorea terhadap penggunaan obat anti inflamasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI. Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI Lembar Pengesahan.. i Kata Pengantar. ii Penyataan Orisinalitas Karya dan Laporan.. iv Pernyataan Publikasi Laporan Penelitian. v Daftar Isi vii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL BUNGA CENGKEH (Caryophylli flos) PADA MENCIT BETINA GALUR Swiss-Webster

ABSTRAK. EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL BUNGA CENGKEH (Caryophylli flos) PADA MENCIT BETINA GALUR Swiss-Webster ABSTRAK EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL BUNGA CENGKEH (Caryophylli flos) PADA MENCIT BETINA GALUR Swiss-Webster Fanny Rusaydimanto, 2006, Pembimbing I : Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes. Pembimbing II :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang The International Association for The Study of Pain menggambarkan rasa sakit sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan dihubungkan dengan

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Struktur asam asetilsalisilat (Departemen Kesehatan RI, 1995).

Gambar 1.1. Struktur asam asetilsalisilat (Departemen Kesehatan RI, 1995). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Analgesik (obat penghilang rasa nyeri) merupakan suatu senyawa yang dalam dosis terapetik dapat meringankan atau menekan rasa nyeri yang timbul tanpa memiliki kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah mekanisme protektif untuk menimbulkan kesadaran terhadap kenyataan bahwa sedang atau akan terjadi kerusakan jaringan (Sherwood, 2014). Selain itu, nyeri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. I. PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keadaan demam sejak zaman Hippocrates sudah diketahui sebagai penanda penyakit (Nelwan, 2006). Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rute pemberian oral merupakan rute yang paling digemari dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. Rute pemberian oral merupakan rute yang paling digemari dibandingkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rute pemberian oral merupakan rute yang paling digemari dibandingkan dengan berbagai macam rute pemberian obat lainnya karena pemberiannya mudah sehingga dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan kemajuan zaman, penyakit dan infeksi yang menyerang pada manusia semakin berkembang dan menjadi salah satu ancaman terbesar dalam kehidupan.

Lebih terperinci