BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Dipiro dkk.,2005). Pembiayaan pada penanganan kasus nyeri di Amerika

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Dipiro dkk.,2005). Pembiayaan pada penanganan kasus nyeri di Amerika"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri merupakan alah satu gangguan yang sering dialami oleh banyak orang didunia. Sekitar 50 juta orang Amerika terganggu aktivitasnya karena nyeri (Dipiro dkk.,2005). Pembiayaan pada penanganan kasus nyeri di Amerika meningkat hingga 635 juta dolar Amerika pada tiap tahunnya (IOM, 2011). Hingga saat ini obat pengurang rasa nyeri atau yang sering disebut analgetik merupakan obat yang paling sering digunakan di seluruh dunia. Masyarakat dengan sangat mudah bisa mendapatkan obat-obatan tersebut baik di warung maupun apotek tanpa menggunakan resep dokter. Akan tetapi, obatobatan analgetik tersebut belum tentu aman, terlebih jika digunakan dalam jangka waktu panjang. Di Amerika sekitar 21% angka kejadian toksisitas obat merupakan akibat dari penggunaan obat-obat golongan analgetik non narkotik (Gracia, 2012). Pada saat ini salah satu obat analgetik-antipiretik yang sering digunakan adalah asetaminofen/parasetamol. Parasetamol juga sering digunakan untuk mengatasi nyeri sentral. Menurut Burian dan Geisslinger (2005), dosis NSAID yang dibutuhkan untuk mengatasi nyeri sentral cukup besar. Dosis parasetamol oral yang digunakan untuk mengatasi nyeri sentral adalah 1000 mg. Salah satu efek samping dari parasetamol adalah hepatotoksik. Apalagi jika digunakan dalam dosis besar, potensi efek hepatotoksik yang terjadi juga akan semakin besar.oleh karena itu, penemuan obat analgetik yang relatif aman perlu dilakukan 1

2 2 Senyawa MH2011 {1-(4-aminofenil)-3-(4-hidroksifenil)urea} merupakan salah satu senyawa modifikasi parasetamol yang telah didaftarkan ke ditjen HAKI dengan NPP P dengan Inventor Drs. Hari Purnomo, M. S., Apt dan Maulana Tegar A. N dan memiliki aktivitas analgetik yang lebih poten dibanding parasetamol. Berdasarkan molecullar docking, aktivitas analgetik ini dapat diketahui dari kestabilan ikatan senyawa MH2011 dengan reseptor COX-2. Reseptor COX-2 ini berperan aktif dalam pembentukan prostaglandin sebagai mediator nyeri dari asam arakidonat. Peran dari reseptor COX-2 adalah pada saat pembentukan prostaglandin, native ligand akan berikatan dengan reseptor COX-2 sehingga akan mengaktifkan pembentukan prostaglandin. Dilaporkan bahwa senyawa MH2011 merupakan salah satu modifikasi parasetamol dengan memodifikasi gugus alkil yang terikat pada C karbonil. Gugus alkil (CH 3 ) yang terikat pada C karbonil digantikan oleh gugus amina yang terikat pada aminofenil. Jika dilihat dari hasil molecullar docking senyawa MH2011, senyawa ini memiliki potensi daya analgetik yang kuat, sehingga tidak mustahil jika dilakukan penelitian mengenai efeknya pada susunan syaraf pusat sebagai analgetik sentral. Jika dilihat dari struktur kimia senyawa MH2011 lebih non polar dibandingkan parasetamol dan diketahui nilai log P dari MH2011 lebih besar dibandingkan parasetamol, yaitu masing-masing 2,73 dan 0,28 sehingga kemungkinan besar daya analgetik sentralnya juga lebih baik dibandingkan parasetamol. Hal ini dikarenakan, semakin non polar sebuah senyawa maka kelarutannya dalam darah akan semakin baik dan semakin mudah menembus

3 3 sawar otak. Daya analgetik sentral MH2011 pada nyeri kali ini dievaluasi dengan menggunakan rangsang panas yaitu dengan metode hot-plate. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan dalam pengembangan MH2011 sebagai obat analgetik baru. Tidak mustahil, senyawa baru ini juga mampunyai efek lain selain sebagai analgetik, sehingga perlu dilakukan pengembangan penelitian mengenai efek farmakologi dari senyawa modifikasi parasetamol ini. B. Rumusan Masalah Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah : Apakah MH2011 mempunyai daya analgetik sentral dan berapa ED 50 MH2011 sebagai analgetik pada mencit jantan galur Balb/C dengan metode hot-plate? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya analgetik sentral dari senyawa MH2011 dengan metode hot-platedan mengetahui berapakah nilai ED 50 MH2011 sebagai analgetik sentral pada mencit jantan galur Balb/C. Setelah diketahui ED 50 pada hewan uji, kemudian dosis ED 50 tersebut bisa dikonversikan ke dosis manusia.

4 4 D. TINJAUAN PUSTAKA 1. Nyeri Nyeri dapat didefinisikan sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan. Baik nyeri akut maupun kronis merupakan fungsi pertahanan (survival function), yaitu dengan cara mengarahkan tubuh untuk memberikan refleks dan sikap protektif terhadap jaringan yang rusak sehingga sembuh.nyeri timbul bilamana jaringan sedang tertusuk (Guyton, 1994). Penyebab rasa nyeri adalah rangsangan-rangsangan kimiawi, mekanis, kalor dan listrik, yang dapat mengakibatkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan melepaskan mediator-mediator nyeri. Mediator-mediator penting yang terlibat pada proses terjadinya nyeri adalah histamin, serotonin (5-HT), plasmakinin (antara lain bradikinin) dan prostaglandin. Senyawa-senyawa ini kemudian akan merangsang reseptor nyeri (nosiseptor) yang terletak pada ujung-ujung saraf bebas di kulit, selaput lendir, dan jaringan-jaringan (organ-organ) lain (Tjay dan Rahardja, 2002). Secara klinis, nyeri dapat dikatakan sebagai nyeri nosiseptif jika proses nyeri dipengaruhi oleh adanya aktivasi sistem nosiseptif karena adanya kerusakan jaringan. Menurut Dipiro dkk. (2005) ada 4 tahap terjadinya nyeri, yaitu : a. Stimulasi Sensasi nyeri dimulai dari perangsangan reseptor nyeri oleh rangsangan mekanis, panas, dan kimia. Adanya rangsangan tersebut (noxious stimuli) akan merangsang pelepasan mediator-mediator nyeri antara lain bradikinin, leukotrien,

5 5 serotonin, histamin, prostaglandin, K +,dan substansi P (Dipiro dkk., 2005). Pelepasan satu atau lebih mediator-mediator tersebut tidak hanya akan merangsang ujung saraf nyeri kemosensitif tetapi juga sangat menurunkan ambang untuk stimulasi reseptor nyeri mekanosensitif dan termosensitif (Guyton, 1994). Ambang rasa nyeri adalah intensitas rangsang terkecil yang akanmenimbulkan sensasi nyeri bila rangsang tersebut dikenakan untuk waktu yang lama (Guyton, 1994). b. Transmisi Adanya mediator-mediator nyeri akan mengubah permeabilitas membran neuronal, menyebabkan influks natrium dan efluks (mengeluarkan) kalium, sehingga terjadi depolarisasi membran. Impuls elektrik tersebut kemudian ditransmisikan ke medula spinalis melalui dua macam serabut saraf yaitu serabut A bermielin dan serabut C tidak bermielin. Serabut saraf A bermielin sering terlibat dalam impuls elektrik yang disebabkan oleh rangsang mekanis dan panas. Impuls akan ditransmisikan dari medula spinalis ke bagian dorsal horn. Serabut A akan melepaskan neurotransmiter berupa asam amino seperti glutamat, yang akan mengaktifkan reseptor α-amino-3-hidroksi-5-metilisoxazo-1,4-asam propionat (AMPA) yang berada di dalam medula spinalis (Koda-Kimble dan Young, 2001). Transmisi pada serabut ini kemudian menghasilkan sensasi nyeri yang tajam dan akan memberi sinyal terhadap adanya bahaya atau luka. Respon dari sinyal ini berupa reflek seperti menarik tangan atau kaki untuk menghindari luka yang lebih parah.serabut C tidak bermielin dan ukurannya lebih kecil daripada A.

6 6 Serabut C sering berperan dalam proses menghantarkan impuls rangsang mekanis, panas dan kimia. Serabut C juga berakhir di dorsal horn, melepaskan neurotransmiter berupa asam amino glutamat dan aspartat. Selain itu serabut C ini juga melepaskan peptida lain yaitu substansi P, neurokin A, somatostatin, galakin dan calcitonin gene-related peptide (CGRP). Transmisi impuls melalui serabut C akan menghasilkan nyeri lemah, aching, rasa seperti terbakar dan lokasi nyeri susah ditentukan. Jenis nyeri ini dikenal sebagai nyeri kedua karena muncul setelah nyeri pertama (Koda-Kimble dan Young, 2001). Setelah dorsal horn teraktivasi, kemudian impuls diteruskan ke talamus lalu ke bagian korteks otak dan daerah otak lain untuk diproses. c. Persepsi Nyeri Merupakan persepsi terhadap transmisi impuls nyeri. Pada tahap ini sesorang akan merasakan nyeri atau sakit. Otak mungkin hanya menerjemahkan beberapa jenis signal nyeri, namun perlu diingat bahwa persepsi nyeri tidak hanya melibatkan proses nociceptive tetapi juga proses emosional dan psikologis (Dipiro dkk., 2005). d. Modulasi Modulasi informasi nyeri terjadi sangat cepat. Neuron dari talamus dan otak akan melepaskan neurotransmiter inhibitori, seperti norepinefrin, serotonin, GABA, glisin, endorfin, dan enkefalin, yang akan mengeblok neurotransmiter eksitatori seperti substansi P (Koda-Kimble dan Young, 2001).

7 7 a). Klasifikasi Nyeri Berdasarkan durasinya, nyeri dibagi menjadi : 1. Nyeri akut Nyeri akut adalah nyeri yang disebabkan oleh stimulus nosiseptif karena perlakukan atau proses penyakit atau fungsi abnormal dari otot atau visera. Biasanya nyeri ini mudah dideteksi, lokasinya jelas, dan sebatas kerusakan jaringan. Sensasi nyeri akut akan segera hilang atau berkurang jika penyebabnya dihilangkan. Namun terkadang dalam kasus-kasus tertentu (operasi dan trauma) nyeri yang tidak diobati atau pengobatan yang tidak adekuat dapat menyebabkan takikardi, takipnea, peningkatan tekanan darah, dan penurunan kapasitas paruparu (Koda-Kimble dan Young, 2001), sehingga hal tersebut akan mempengaruhi kenyamanan penderita. 2. Nyeri kronis Nyeri kronik adalah nyeri yang menetap lebih dari satu bulan atau diatas waktu yang seharusnya perlukaan mengalami penyembuhan. Yang termasuk nyeri kronik adalah nyeri persisten yaitu nyeri yang menetap untuk waktu yang lama atau nyeri kambuhan yaitu nyeri yang kambuh dengan interval tertentu. Sensasi nyeri berlangsung lebih dari 3 bulan. Penyebab nyeri ini mungkin neurogenik, nociceptic, psikis, atau idiopatik. Seringkali nyeri ini tetap dirasakan penderita meskipun penyebabnya sudah dihilangkan. Nyeri kronis seringkali menyebabkan penurunan kualitas hidup, keterbatasan fungsional, penurunan spiritual, psikologis, dan kenyamanan juga

8 8 seringkali menimbulkan gangguan nafsu makan, tidur, bahkan depresi. Penderita sering kali merasakan hidupnya tidak bebas dari rasa sakitnya dan mungkin terus terjadi hingga meninggal (Koda-Kimble dan Young, 2001). b). Mengatasi nyeri dengan obat Untuk mengatasi nyeri dengan obat, terdapat beberapa jalur yang kemungkinan dapat ditempuh antara lain sebagai berikut (Mutschler, 1991) : 1) Mencegah stabilisasi reseptor nyeri dengan cara penghambatan sintesis prostaglandin dengan analgetika yang bekerja secara perifer. 2) Mencegah pembentukan rangsang dalam reseptor nyeri dengan memakai anestesi permukaan atau anestesi infiltasi. 3) Menghambat penghantaran rangsang dalam serabut saraf sensorik dengan anestesi konduksi. 4) Meringankan atau meniadakan nyeri melalui kerja dalam sistem saraf pusat atau dengan obat narkosis. 5) Mempengaruhi pengalaman nyeri dengan psikofarmaka (transkuilisia, neuroleptika, antidepresan). 2. Analgetik Analgetik adalah obat atau senyawa yang digunakan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri. Secara umum analgetik dibagi dalam dua golongan, yakni analgetik non-narkotik (misalnya: parasetamol,asetosal) dan analgetik narkotika (misalnya:morfin). Analgetik diberikan kepada penderita untuk mengurangi rasa nyeri.rasa nyeri ini diakibatkan oleh terlepasnya mediator nyeri seperti:

9 9 bradikinin, prostaglandin, dll dari jaringan yang rusak kemudian merangsang reseptor nyeri di ujung saraf perifer ataupun di tempat lain. Penggunaan analgetika yang berlebihan, terutama ketika dipakai dalam periode waktu yang lama, bisa menyebabkan masalah kesehatan seperti penyakit ginjal dan hati (Wilmana, 1995). a. Analgetik narkotik Senyawa-senyawa golongan ini memiliki daya analgetik yang kuat sekali dengan titik kerja di susunan saraf pusat. Analgetik jenis ini umumnya mengurangi kesadaran (sifat yang meredakan dan menidurkan) dan menimbulkan perasaan nyaman (euforia), mengakibatkan toleransi dan habituasi, ketergantungan fisik dan psikis dengan gejala-gejala abstinensi bilapenggunaan dihentikan (Tjay dan Rahardja, 2002). Berdasarkan mekanisme kerjanya, analgetika narkotik dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu (Tjay dan Rahardja, 2002): 1) Agonis opiat, dapat menghilangkan rasa nyeri dengan cara mengikat reseptor opioid pada sistem saraf. Contoh: morfin, kodein, heroin, metadon, petidin, dan tramadol. 2) Antagonis opiat, bekerja dengan menduduki salah satu reseptor opioid pada sistem saraf. Contoh: nalokson, nalorfin, pentazosin, buprenorfin dan nalbufin. 3) Kombinasi, berkerja dengan mengikat reseptor opioid, tetapi tidak mengaktivasi kerjanya dengan sempurna.

10 10 b. Analgetik Non-narkotik Obat-obat ini sering disebut golongan obat analgetika-antipiretik atau Non Steroidal Anti-Inflamatory Drugs (NSAID) (Siswandono dan Soekardjo, 1995) juga dinamakananalgetika perifer, karena tidak mempengaruhi susunan saraf pusat, tidak menurunkankesadaran, ataupun mengakibatkan ketagihan. Semua analgetika perifer memiliki sifat antipiretik yaitu penurunan panas pada kondisi demam. Sebagian besar efek samping dan efek terapinya berdasarkan atas mekanisme penghambatan biosintesis prostaglandin. Mekanisme kerjanya sebagai analgetik yaitu dengan jalan menghambat secara langsung dan selektif enzimenzim yang mengkatalisis biosintesis prostaglandin, seperti siklooksigenase sehingga mampu mecegah stimulasi reseptor nyeri. Obat-obat golongan analgetika ini dapat dibagi menjadi 4 kelompok yaitu : 1).Golongan salisilat : natrium salisilat, asetosal, salisilamid, dan benorilat. 2).Turunan p-aminofenol 3).Turunan pirazolon 4).Turunan antranilat : fenasetin dan parasetamol. : antipirin, aminofenol, dipiron, dan asam difluminat : glafenin, asam mefenamat, dan asam difluminat (Tjay dan Rahardja, 2002) 3. Parasetamol Parasetamol dengan nama kimia N-4-hidroksifenil asetamida bersifat mudah larut dalam air, sangat larut dalam air panas. Larut dalam methanol, etanol, dimetilformamida, etilen diklorida, aseton, etil asetat. Kelarutan baik dalam eter. Praktis tidak larut dalam petroleum eter, pentana, benzena.

11 11 Parasetamol mempunyai aktivitas sebagai analgetik dan antipiretik dengan sedikit efek anti-inflamasi (Chaerun, 2005). Parasetamol bekerja dengan jalan menghambat sintesis prostaglandin pada susunan saraf pusat. Hal ini menerangkan efek analgetik dan antipiretiknya. Efeknya kurang terhadap siklooksigenase perifer, yang mengakibatkan aktivitas anti-inflamasinya lemah. Parasetamol memiliki rumus struktur seperti terlihat pada gambar di bawah ini : Gambar 1. Struktur Kimia Parasetamol BM 151, 16 Parasetamol merupakan obat yang tidak selektif pada penghambatan siklooksigenase 1 dan 2 karena obat ini tidak memiliki aktivitas anti-inflamasi dan tidak termasuk NSAID (Davies, 2004). Obat ini menghambat siklooksigenase 3. Enzim siklooksigenase 3 ini lebih berperan pada proses stimulasi nyeri dan kenaikan suhu tubuh, sehingga obat-obat analgetik-antipiretik cenderung menhambat siklooksigenase 3 (Candrasekharan, 2002). Meskipun tidak tergolong NSAID, beberapa penelitian membuktikan bahwa Parasetamol memiliki efek antinosiseptif, akan tetapi mekanisme seluler efek antinosiseptifnya juga belum diketahui pasti (Mallet dkk., 2008). Parasetamol cepat diabsorpsi dalam saluran cerana. Metabolisme lintas pertama yang bermakana terjadi pada sel lumen usus dan hepatosit. Pada kondisi normal, parasetamol dikonjugasi di hati menjadi bentuk glukoronida atau

12 12 metabolit sulfat yang tidak aktif. Parasetamol dan metabolitnya diekskresikan ke dalam urin. Parasetamol dimetabolisme di hati melalui reaksi fase II (reaksi konjugasi glukoronidasi dan sulfatasi) dengan persentase metabolisme 60-90% yang lebih besar pada fase ini dibandingkan pada fase I (enzim sitokrom P-450, isoenzim CYP2E1). 4. MH2011{1-(4-aminofenil)-3-(4-hidroksifenil)urea} Senyawa MH2011 {1-(4-aminofenil)-3-(4-hidroksifenil)urea} merupakan salah satu senyawa modifikasi parasetamol dan berdasarkan molecullar docking memiliki aktivitas analgetik yang lebih poten dibanding parasetamol. Gambar2.Struktur senyawa 1-(4-aminofenil)-3-(4-hidroksifenil)urea Wujud Warna Bau Rasa Titik lebur : Kristal : hitam mengkilap : tidak berbau : Pahit : C Diketahui bahwa senyawa MH2011 memilki ikatan yang lebih stabil berikatan dengan COX-2 dibandingkan dengan parasetamol, hal ini terlihat dari score docking bahwa senyawa MH2011 memiliki nilai yang lebih rendah yaitu

13 13 (-95,396) daripada parasetamol (-67,4556) untuk berikatan dengan COX2 sehingga dapat dikatakan bahwa senyawa MH2011 lebih mudah berikatan dengan COX-2 dibandingkan dengan parasetamol, dengan kata lain memiliki aktivitas sebagai analgetika yang lebih poten (Purnomo dan Tegar, 2012) Aktivitas analgetik yang lebih poten ini dapat dilihat dari kestabilan ikatan senyawa MH2011 dengan reseptor COX-2. Reseptor COX-2 ini berperan aktif dalam pembentukan prostaglandin sebagai mediator nyeri dari asam arakidonat. Pada saat mengalami luka, dinding sel akan rusak sehingga fosfolipid oleh enzim Fosfolipase-A 2 dapat diubah menjadi asam arakidonat sebagai perkursor terbentuknya prostaglandin. Peran dari reseptor COX-2 adalah pada saat pembentukan prostaglandin, native ligand akan berikatan dengan reseptor COX-2 sehingga akan mengaktifkan pembentukan prostaglandin. Prostaglandin inilah yang akan menjadi mediator nyeri (Neal, 2006). Tabel I. Perbandingan score docking antara parasetamol dengan senyawa MH2011 Score Docking Parasetamol 1-(4-aminofenil)-3-(4- hidroksifenil)urea COX-1 (1EQH) COX-2 (3PGH) COX-2 (6COX) Aktivitas senyawa MH2011 sebagai analgetika juga diperkuat dengan melihat interaksi antara senyawa MH2011dengan COX-2 (6COX). Dengan virtual screening dapat diketahui jumlah ikatan senyawa MH2011 dengan asam amino yang terdapat pada protein COX-2. Pada gambar 3 dan gambar 4 terlihat bahwa senyawa MH2011 memiliki jumlah ikatan asam amino yang lebih banyak (6

14 14 ikatan) dibandingkan parasetamol (5 ikatan) dalam interaksinya terhadap COX-2. Sehingga dengan kata lain senyawa MH2011 memiliki ikatan yang lebih kuat dan lebih stabil dibandingkan parasetamol dalam aktivitasnya sebagai inhibitor kompetitif COX-2. Semakin kuat ikatan antara obat dan reseptor,akan meningkatkan aktivitas obat terhadap reseptor. Gambar 3. Interaksi MH2011 dengan COX-2 (6COX) di MOE Gambar 4. Interaksi parasetamol dengan COX-2 (6COX) di MOE 5. Metode dan penetapan daya analgetik Skrining untuk menetapkan aktivitas analgetik suatu senyawa baru sangat penting dilakukan, tidak hanya untuk mengetahui seberapa besar aktivitas

15 15 senyawa tersebut tetapi juga memungkinkan ditemukannya aktivitas lain, sehingga metode yang digunakan sangat mempengaruhi hasil dan dapat membantu menentukan jenis analgetika pada senyawa tersebut, apakah termasuk golongan narkotik atau non-narkotik. Beberapa metode yangdigunakan untuk pengujian daya analgetik a. Metode Hot-plate Metode ini merupakan metode yang seringkali digunakan untuk mengevaluasi daya analgetika sebuah senyawa. Metode hot-plate pertama kali dikenalkan oleh Eddy dan Leimbach (1953). Rangsang nyeri yang digunakan pada metode ini berupa hot-plate yang panas dengan suhu suhu 55 ± 0,5 ºC dimana kaki mencit diletakkan ke atas hot-plate, maka nanti mencit akan merasakan nyeri panas yang ditandai dengan mencit mengangkat kakinya atau lari diatas hot-plate dan menjilati kakinya (Eddy dan Leimbach, 1953).Respon yang diamati adalah lamanya waktu latensi yaitu waktu yang diperlukan sejak mencit diletakkan diatas hot-plate sampai menggetarkan, menjilati, atau sampai melompat. b. Metode Rangsang Kimia Metode ini merupakan metode pengujian daya analgetik yang disebabkan oleh rangsang kimia. Pada metode ini rangsang kimia akan memberikan rasa nyeri yang disebabkan karena adanya pemberian zat kimia. Zat kimia yang sering digunakan untuk menginduksi respon nyeri adalah senyawa asam, misalnya asam asetat glasial. Metode ini cukup peka untuk pengujian analgetika menggunakan senyawa dengan daya analgetik lemah. Pemberian senyawa analgetik akan mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri sehingga

16 16 respon nyeri akan berkurang. Respon nyeri dari hewan uji ditandai dengan geliat. Frekuensi geliat dalam waktu tertentu menyatakan derajat nyeri yang dirasakan. Senyawa pembanding yang biasa digunakan dalam metode ini adalah analgetik non narkotik, yaitu asetosal atau sodium asetil asetat (Mutschler, 1991). c. Metode Rangsang Mekanis Metode ini sering digunakan, adalah metode Randall-Sellito. Alat yang digunakan adalah analgesimeter yang dirangsang untuk menjalankan uji obat-obat analgesik secara tepat dan cepat pada telapak kaki tikus normal atau yang terkena radang. Alat ini mempunyai prinsip kerja memberikan penambahan tekanan pada kecepatan konstan. Tekanan dikenakan pada telapak kaki tikus. Besarnya tekanan dicatat pada saat tikus merasakan nyeri akibat rangsang tekanan tersebut, yang ditandai dengan tikus menarik telapak kaki untuk melepaskan diri dari penekan (Mutschler, 1991). E. LANDASAN TEORI Senyawa MH2011 merupakan salah satu modifikasi parasetamol yang memiliki aktivitas analgetik yang lebih poten dibandingkan parasetamol. Aktivitas analgetik ini dapat diketahui dari kestabilan ikatan senyawa MH2011 dengan reseptor COX-2. Sedangkan Parasetamol sendiri telah banyak digunakan sebagai analgetik-antipiretik, dan beberapa penelitian menyebutkan Parasetamol memiliki efek antinosiseptif meskipun dengan dosis yang lebih besar. Diketahui bahwa senyawa MH2011 memilki ikatan yang lebih stabil berikatan dengan COX-2 dibandingkan dengan parasetamol, hal ini terlihat dari score docking bahwa senyawa MH2011 memiliki energi yang lebih rendah yaitu

17 17 (-95,396) daripada parasetamol (-67,4556) untuk berikatan dengan COX-2 sehingga dapat dikatakan bahwa senyawa MH2011 membutuhkan energi yang lebih kecil dibandingkan parasetamol untuk berikatan dengan COX-2, dengan kata lain memiliki aktivitas sebagai analgetika yang lebih poten. Selain itu sifat kepolaran dari senyawa MH2011 rendah, dengan demikian kemungkinan senyawa tersebut untuk menembus sawar otak akan lebih tinggi dan aktivitas sebagai analgetik sentral juga akan muncul. F. HIPOTESIS MH2011 mempunyai daya analgetik sentral dengan metode hot-plate pada mencit jantan galur Balb/C.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. juta orang di Amerika terganggu aktivitasnya karena nyeri. Setiap tahun biaya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. juta orang di Amerika terganggu aktivitasnya karena nyeri. Setiap tahun biaya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nyeri merupakan gangguan yang banyak dialami orang di dunia. Sekitar 50 juta orang di Amerika terganggu aktivitasnya karena nyeri. Setiap tahun biaya yang dikeluarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada periode perkembangan obat telah banyak diberikan perhatian untuk mencari kemungkinan adanya hubungan antara struktur kimia, sifat-sifat kimia fisika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membuatya semakin parah. Ambang batas nyeri yang dapat ditoleransi seseorang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membuatya semakin parah. Ambang batas nyeri yang dapat ditoleransi seseorang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Analgetika adalah zat yang bisa mengurangi rasa nyeri tanpa mengurangi kesadaran (Tjay dan Rahardja, 2015). Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang mengganggu,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman saat ini, dimana kehidupan masyarakat semakin dimudahkan dengan perkembangan teknologi, secara tidak langsung mempengaruhi gaya hidup yang serba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan salah satu gangguan yang sering dialami oleh banyak orang didunia. Sekitar 50 juta orang Amerika terganggu aktivitasnya karena nyeri (Dipiro et al.,2005).

Lebih terperinci

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Hal ini, menuntut manusia untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman berkaitan dengan kerusakan jaringan (Tan dan Rahardja, 2007). Rasa nyeri merupakan suatu

Lebih terperinci

turunan oksikam adalah piroksikam (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Piroksikam mempunyai aktivitas analgesik, antirematik dan antiradang kuat.

turunan oksikam adalah piroksikam (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Piroksikam mempunyai aktivitas analgesik, antirematik dan antiradang kuat. BAB 1 PENDAHULUAN Nyeri adalah suatu mekanisme proteksi bagi tubuh yang timbul apabila jaringan mengalami kerusakan. Rasa nyeri sering disertai oleh respon emosional dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri adalah mekanisme protektif untuk menimbulkan kesadaran bahwa telah terjadi kerusakan jaringan (Guyton dan Hall, 2000). Nyeri merupakan salah satu keluhan

Lebih terperinci

Hal ini disebabkan karena penambahan gugus-gugus pada struktur parasetamol tersebut menyebabkan perubahan sifat kimia fisika senyawa, yaitu sifat

Hal ini disebabkan karena penambahan gugus-gugus pada struktur parasetamol tersebut menyebabkan perubahan sifat kimia fisika senyawa, yaitu sifat BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini, kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan mulai meningkat. Tak jarang masyarakat membeli obat-obat bebas dan bebas terbatas yang banyak dijumpai di apotek, sesuai gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring berkembangnya kemajuan di Indonesia saat ini, menyebabkan berbagai macam dampak yang mempengaruhi kehidupan dan tingkah laku yang kemudian akan mengarah pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya, sebagian besar penyakit seringkali menimbulkan rasa nyeri. Walaupun nyeri ini sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi serta memudahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Nyeri, demam dan radang merupakan gejala penyakit yang sering dialami manusia. Adanya rasa nyeri merupakan pertanda dimana terjadi kerusakan jaringan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prostaglandin, bradykinin, dan adrenaline. Mediator-mediator inilah yang akan

BAB I PENDAHULUAN. prostaglandin, bradykinin, dan adrenaline. Mediator-mediator inilah yang akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nyeri adalah sensasi emosional berupa perasaan tidak nyaman pada daerah tertentu. Hal tersebut terjadi akibat adanya suatu kerusakan jaringan. Kerusakan

Lebih terperinci

banyak digunakan tanpa resep dokter. Obat obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen secara kimiawi. Walaupun demikian obatobat ini

banyak digunakan tanpa resep dokter. Obat obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen secara kimiawi. Walaupun demikian obatobat ini BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini, perkembangan modifikasi molekul obat di dunia kefarmasian telah mengalami peningkatan yang cukup pesat. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh obat atau senyawa baru yang lebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat subjektif. Secara umum nyeri dibedakan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Rasa nyeri merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan perasaan bahwa dia pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Nyeri adalah mekanisme protektif untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Analgetik merupakan obat yang sering digunakan untuk mengurangi rasa sakit atau dapat disebut pula sebagai obat penghalang rasa nyeri, misalnya sakit kepala, otot,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Analgetika adalah zat-zat yang memiliki efek mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya

Lebih terperinci

ANALGETIKA. Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid. Analgetika opioid

ANALGETIKA. Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid. Analgetika opioid ANALGETIKA Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid Mengurangi nyeri dan menimbulkan

Lebih terperinci

memodifikasi struktur senyawa obat dengan penambahan gugus yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan gugus tersebut dalam meningkatkan

memodifikasi struktur senyawa obat dengan penambahan gugus yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan gugus tersebut dalam meningkatkan BAB 1 PEDAULUA aat ini perkembangan obat sangat dibutuhkan oleh masyarakat. bat yang tersedia saat ini, terutama obat-obat analgesik sangat umum dan banyak digunakan. ebagian besar penyakit yang timbul

Lebih terperinci

ANALGETIKA. dr. Agung Biworo, M.Kes

ANALGETIKA. dr. Agung Biworo, M.Kes ANALGETIKA dr. Agung Biworo, M.Kes Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid Mengurangi

Lebih terperinci

Menurut Hansch, penambahan gugus 4-tersier-butilbenzoil dapat mempengaruhi sifat lipofilisitas, elektronik dan sterik suatu senyawa.

Menurut Hansch, penambahan gugus 4-tersier-butilbenzoil dapat mempengaruhi sifat lipofilisitas, elektronik dan sterik suatu senyawa. BAB 1 PEDAHULUA Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat. Perkembangan ini terjadi di segala bidang, termasuk bidang farmasi. Hal ini tampak dengan munculnya berbagai produk obat yang digunakan

Lebih terperinci

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI 1.1PENGERTIAN NYERI Nyeri merupakan sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan, kesedihan dan penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi pada akhiran saraf tertentu. Nyeri terjadi sebagai mekanisme

Lebih terperinci

mengakibatkan reaksi radang yang ditandai dengan adanya kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan functio laesa (gangguan

mengakibatkan reaksi radang yang ditandai dengan adanya kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan functio laesa (gangguan BAB 1 PEDAHULUA Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Kemajuan di setiap aspek kehidupan menuntut manusia untuk dapat beradaptasi dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Analgetika, didefinisikan menurut Purwanto dan Susilowati (2000) adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif untuk mengurangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PEDAULUA 1.1 Latar Belakang Masalah yeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan, subjektif dan manifestasi dari kerusakan jaringan atau gejala akan terjadinya kerusakan jaringan (Dipiro et

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rasa nyeri merupakan masalah yang umum terjadi di masyarakat dan salah satu penyebab paling sering pasien datang berobat ke dokter karena rasa nyeri mengganggu fungsi

Lebih terperinci

Para-aminofenol Asetanilida Parasetamol Gambar 1.1 Para-aminofenol, Asetanilida dan Parasetamol (ChemDraw Ultra, 2006).

Para-aminofenol Asetanilida Parasetamol Gambar 1.1 Para-aminofenol, Asetanilida dan Parasetamol (ChemDraw Ultra, 2006). BAB 1 PENDAHULUAN Demam dapat disebabkan gangguan pusat pengaturan suhu tubuh pada hipotalamus dari kerusakan atau ketidakmampuan untuk menghilangkan peningkatan produksi panas. Keadaan suhu tubuh di atas

Lebih terperinci

pada penderita tukak lambung dan penderita yang sedang minum antikoagulan (Martindale, 1982). Pada penelitian ini digunakan piroksikam sebagai

pada penderita tukak lambung dan penderita yang sedang minum antikoagulan (Martindale, 1982). Pada penelitian ini digunakan piroksikam sebagai BAB 1 PENDAHULUAN Kemajuan penelitian beberapa tahun terakhir dalam bidang farmasi maupun kedokteran telah banyak menghasilkan obat baru dengan efek terapi yang lebih baik dan efek samping yang minimal.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri merupakan modalitas sensorik yang memperingatkan tentang suatu tanda trauma atau pun cedera yang terjadi dalam tubuh. Nyeri juga merupakan sensasi enteroceptive

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemakaian obat analgesik sudah merupakan hal yang tidak asing bagi masyarakat pada umumnya. Hal ini dikarenakan sering timbulnya rasa nyeri serta peredaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri menjadi masalah umum yang sering dikeluhkan masyarakat. Secara global, diperkirakan 1 dari 5 orang dewasa menderita nyeri dan 1 dari 10 orang dewasa didiagnosis

Lebih terperinci

Piroksikam merupakan salah satu derivat oksikam, dan merupakan obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang berkhasiat sebagai antiinflamasi,

Piroksikam merupakan salah satu derivat oksikam, dan merupakan obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang berkhasiat sebagai antiinflamasi, BAB 1 PENDAHULUAN Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta pola penyakit di dunia menyebabkan semakin perlunya pengembangan obat baru, di mana obat baru tersebut bertujuan untuk mengurangi rasa

Lebih terperinci

OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI

OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI Oleh dr. Agung Biworo, M.Kes Untuk mahasiswa Prodi Ilmu Keperawatan FK Unlam ANALGETIKA Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Banyaknya permasalahan yang ada pada masyarakat modern menjadi salah satu penyebab timbulnya keluhan sakit kepala atau nyeri. Rasa sakit atau nyeri adalah perasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini perkembangan dibidang industri farmasi berkembang sangat pesat. Hal disertai oleh perkembangan ilmu dan teknologi yang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman. Pada umumnya nyeri berkaitan dengan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri didefinisikan oleh International Association for Study of Pain (IASP) sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan salah satu keluhan yang paling sering dijumpai dalam praktik dokter sehari-hari. Nyeri juga dapat diderita semua orang tanpa memandang jenis kelamin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi

Lebih terperinci

Clinical Science Session Pain

Clinical Science Session Pain Clinical Science Session Pain Disusun oleh : Nurlina Wardhani 1301-1214-0658 William Reinaldi 1301-1214-0503 Preseptor : Arnengsih, dr., Sp.KFR BAGIAN ILMU KESEHATAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkembangnya zaman, pekerjaan semakin sibuk dan berat. Kadang beberapa aktivitas dari pekerjaan memberikan resiko seperti rematik dan nyeri. Nyeri adalah mekanisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Parasetamol atau acetaminofen merupakan nama resmi yang sama dengan senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory drugs (NSAID) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. masyarakat mencari upaya untuk menghilangkannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. masyarakat mencari upaya untuk menghilangkannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Nyeri merupakan penyakit yang dialami oleh semua kalangan. Setiap individu pasti pernah mengalami nyeri pada tingkatan tertentu. Rasa nyeri seringkali timbul

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Struktur asam asetilsalisilat (Departemen Kesehatan RI, 1995).

Gambar 1.1. Struktur asam asetilsalisilat (Departemen Kesehatan RI, 1995). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Analgesik (obat penghilang rasa nyeri) merupakan suatu senyawa yang dalam dosis terapetik dapat meringankan atau menekan rasa nyeri yang timbul tanpa memiliki kerja

Lebih terperinci

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini, pengembangan obat obat baru terus dilakukan dengan upaya untuk meningkatkan potensi obat obatan yang ada. Adanya kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang demikian pesatnya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masih terdapat dalam produk ruahan (Siregar,2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masih terdapat dalam produk ruahan (Siregar,2010). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Baku Bahan baku adalah semua bahan, baik yang berkhasiat (zat aktif) maupun tidak berkhasiat (zat Nonaktif/eksipien), yang berubah maupun tidak berubah, yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, berbagai penyakit menimbulkan rasa nyeri dan hal inilah yang seringkali dikeluhkan oleh seseorang ketika merasa sakit. Kemampuan untuk mendiagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) adalah salah satu jenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) adalah salah satu jenis tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) adalah salah satu jenis tanaman herbal yang biasanya dijadikan sebagai menjadi tanaman hias. Tanaman patah tulang selain tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Nyeri merupakan salah satu aspek yang penting dalam bidang medis, dan menjadi penyebab tersering yang mendorong seseorang untuk mencari pengobatan (Hartwig&Wilson,

Lebih terperinci

penghambat prostaglandin, turunan antranilat dan turunan pirazolinon. Mekanisme kerja NSAID adalah dengan jalan menghambat enzim siklooksigenase

penghambat prostaglandin, turunan antranilat dan turunan pirazolinon. Mekanisme kerja NSAID adalah dengan jalan menghambat enzim siklooksigenase BAB 1 PEDAULUA yeri seringkali merupakan suatu gejala yang berfungsi melindungi tubuh sekaligus sebagai isyarat mengenai adanya gangguan di jaringan seperti peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang

Lebih terperinci

gugus karboksilat yang bersifat asam sedangkan iritasi kronik kemungkinan disebabakan oleh penghambatan pembentukan prostaglandin E1 dan E2, yaitu

gugus karboksilat yang bersifat asam sedangkan iritasi kronik kemungkinan disebabakan oleh penghambatan pembentukan prostaglandin E1 dan E2, yaitu BAB 1 PENDAHULUAN Pada periode perkembangan bahan obat organik telah banyak diberikan perhatian untuk mencari kemungkinan adanya hubungan antara struktur kimia, sifat-sifat kimia fisika dan aktivitas biologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah mekanisme protektif untuk menimbulkan kesadaran terhadap kenyataan bahwa sedang atau akan terjadi kerusakan jaringan (Sherwood, 2014). Selain itu, nyeri

Lebih terperinci

anak didapatkan persebaran data hasil penelitian sebagai berikut :

anak didapatkan persebaran data hasil penelitian sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada penelitian farmakologi tentang efektivitas obat antinyeri parasetamol dan tramadol pada pasien sirkumsisi dengan sampel berjumlah 18 anak didapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri merupakan gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering terjadi. Nyeri timbul jika terdapat rangsang mekanik, termal, kimia, atau listrik yang melampaui

Lebih terperinci

Gambar 1.2. Struktur molekul Asam O-(4-klorobenzoil) Salisilat (Rendy,2006)

Gambar 1.2. Struktur molekul Asam O-(4-klorobenzoil) Salisilat (Rendy,2006) BAB 1 PENDAHULUAN Seringnya rasa sakit atau nyeri yang dirasakan manusia menyebabkan sangat dibutuhkan obat yang lebih poten untuk mengatasi gejala yang timbul. Seiring dengan perkembangan zaman, para

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Uraian Tentang tanaman daun Tempuyung (Sonchus arvensis Linn) 1. Klasifikasi Difisi : Spermatophyta Subdifisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Asterales Suku/Family

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengobatan sakit ringan (minor illnesses), tanpa resep atau intervensi dokter

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengobatan sakit ringan (minor illnesses), tanpa resep atau intervensi dokter BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengobatan sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat untuk tujuan pengobatan sakit ringan (minor illnesses), tanpa resep atau intervensi dokter (Shankar,

Lebih terperinci

inflamasi non steroid turunan asam enolat derivat oksikam yaitu piroksikam (Mutschler, 1991; Gringauz, 1997). Piroksikam digunakan untuk pengobatan

inflamasi non steroid turunan asam enolat derivat oksikam yaitu piroksikam (Mutschler, 1991; Gringauz, 1997). Piroksikam digunakan untuk pengobatan BAB 1 PEDAHULUA Seiring dengan perkembangan zaman, banyak dilakukan pengembangan obat yang bertujuan untuk mendapatkan obat baru yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan pasien. Modifikasi molekul pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, selain menimbulkan penderitaan, nyeri sebenarnya merupakan respon pertahanan. Menurut International

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan kemajuan zaman, penyakit dan infeksi yang menyerang pada manusia semakin berkembang dan menjadi salah satu ancaman terbesar dalam kehidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang para ahli tidak henti-hentinya meneliti mekanisme kerja dari obat

BAB I PENDAHULUAN. sekarang para ahli tidak henti-hentinya meneliti mekanisme kerja dari obat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Parasetamol atau asetaminofen telah ditemukan sebagai obat analgesik yang efektif lebih dari satu abad yang lalu tepatnya pada tahun 1893, tetapi hingga sekarang para

Lebih terperinci

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) RESPON INFLAMASI (RADANG) Radang pada umumnya dibagi menjadi 3 bagian Peradangan akut, merupakan respon awal suatu proses kerusakan jaringan. Respon imun,

Lebih terperinci

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatri, responrespon yang mengantarkan atau reaksi-reaksi yang ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Saat ini pengembangan obat berkembang pesat. Salah satu di antaranya adalah analgesik. Umumnya suatu penyakit diawali dengan rasa nyeri. Nyeri adalah perasaan sensori dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fraktur merupakan kondisi ketika tulang mendapat tekanan yang melebihi kekuatan dari tulang tersebut sehingga menyebabkan terjadinya patah tulang (Atlas of pathophysiology,

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK ETANOL BATANG BRATAWALI (Tinospora crispa (L) Miers) SEBAGAI ANALGETIKA TERHADAP MENCIT BETINA GALUR Swiss Webster

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK ETANOL BATANG BRATAWALI (Tinospora crispa (L) Miers) SEBAGAI ANALGETIKA TERHADAP MENCIT BETINA GALUR Swiss Webster ABSTRAK EFEK EKSTRAK ETANOL BATANG BRATAWALI (Tinospora crispa (L) Miers) SEBAGAI ANALGETIKA TERHADAP MENCIT BETINA GALUR Swiss Webster Elsa Anugerah,2007, Pembimbing I : Kartika Dewi,dr.,M Kes Pembimbing

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Struktur turunan N-arilhidrazon (senyawa A) CH 3

Gambar 1.1. Struktur turunan N-arilhidrazon (senyawa A) CH 3 BAB 1 PENDAHULUAN Seiring berkembangnya penelitian yang mengarah pada penemuan senyawa obat baru melalui jalur sintesis dan kemudian di gunakan untuk mengobati berbagai penyakit yang timbul di masyarakat,

Lebih terperinci

N N. Gambar 1.1. Struktur molekul piroksikam dan O-(3,4- diklorobenzoil)piroksikam.

N N. Gambar 1.1. Struktur molekul piroksikam dan O-(3,4- diklorobenzoil)piroksikam. BAB 1 PEDAHULUA Rasa nyeri merupakan perasaan tidak nyaman yang menyertai kerusakan jaringan dan timbul apabila rangsangan mekanik, termal, kimia atau listrik melampaui nilai ambang nyeri. Rasa nyeri dapat

Lebih terperinci

),parakor (P), tetapan sterik Es Taft, tetapan sterik U Charton dan tetapan sterimol Verloop (Siswandono & Susilowati, 2000). Dalam proses perubahan

),parakor (P), tetapan sterik Es Taft, tetapan sterik U Charton dan tetapan sterimol Verloop (Siswandono & Susilowati, 2000). Dalam proses perubahan BAB 1 PENDAHULUAN Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang farmasi dan obat-obatan, menyebabkan perlunya pengembangan obat baru untuk memenuhi kebutuhan pasar. Salah satu upaya

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANALGETIKA INFUSA DAUN ALPUKAT (Persea americana) PADA MENCIT. TITA NOFIANTI Program Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

AKTIVITAS ANALGETIKA INFUSA DAUN ALPUKAT (Persea americana) PADA MENCIT. TITA NOFIANTI Program Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya AKTIVITAS ANALGETIKA INFUSA DAUN ALPUKAT (Persea americana) PADA MENCIT TITA NOFIANTI Program Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya ABSTRAK Pengujian aktivitas analgetika infusa daun alpukat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri erat kaitannya dengan inflamasi atau radang karena nyeri merupakan respon pertama munculnya peradangan. Nyeri sering terjadi di masyarakat. Nyeri merupakan

Lebih terperinci

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Pendahuluan Dasarnya : neurofarmakologi studi ttg obat yang berpengaruh terhadap jaringan saraf Ruang lingkup obat-obat SSP: analgetik, sedatif, antikonvulsan, antidepresan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radang (Inflamasi) adalah suatu mekanisme proteksi dari dalam tubuh terhadap gangguan luar atau infeksi (Wibowo & Gofir, 2001). Pada keadaan inflamasi jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang The International Association for The Study of Pain menggambarkan rasa sakit sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan dihubungkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Parasetamol merupakan obat penurun panas dan pereda nyeri yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Metabolit Fenasetin ini diklaim sebagai zat antinyeri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakkan jaringan untuk menghancurkan,

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Struktur molekul asam salisilat dan turunannya (Gringauz, 1997 ). O C OH CH 3

Gambar 1.1. Struktur molekul asam salisilat dan turunannya (Gringauz, 1997 ). O C OH CH 3 BAB 1 PENDAHULUAN Radang dan demam merupakan salah satu kendala yang menganggu aktivitas manusia. Radang atau inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap berbagai stimulus yang merugikan berupa stimulus kimia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam adalah kenaikan suhu diatas normal. bila diukur pada rectal lebih dari 37,8 C (100,4 F), diukur pada oral lebih dari 37,8 C, dan bila diukur melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International

BAB I PENDAHULUAN. kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Rasa nyeri merupakan masalah unik, disatu pihak bersifat melindugi badan kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International Association

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saraf pusat tanpa menghilangkan kesadaran. 2,3 Parasetamol umumnya digunakan

BAB I PENDAHULUAN. saraf pusat tanpa menghilangkan kesadaran. 2,3 Parasetamol umumnya digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, parasetamol sebagai antipiretik dan analgesik telah digunakan secara luas karena tersedia sebagai golongan obat bebas dan harganya yang relatif murah.

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK RIMPANG JAHE (Zingiberis rhizoma) SEBAGAI ANALGETIK PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS-WEBSTER

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK RIMPANG JAHE (Zingiberis rhizoma) SEBAGAI ANALGETIK PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS-WEBSTER ABSTRAK EFEK EKSTRAK RIMPANG JAHE (Zingiberis rhizoma) SEBAGAI ANALGETIK PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS-WEBSTER Vanny Aprilyany, 2006, Pembimbing I : Jo.Suherman, dr., MS., AIF Pembimbing II : Rosnaeni,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan nyeri adalah hak dasar manusia tanpa memandang jenis kelamin dan usia. Telah diketahui bahwa transmisi dan persepsi nyeri timbul dan berfungsi sejak kehamilan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan jaringan yang paling sering ditemukan. Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya adalah untuk melokalisir dan merusak agen perusak serta memulihkan jaringan menjadi

Lebih terperinci

Bio Psikologi. Firman Alamsyah, MA

Bio Psikologi. Firman Alamsyah, MA Bio Psikologi Modul ke: Konduksi Neural / Sinapsis: 1. Konsep sinapsis 2. Peristiwa kimiawi pada sinapsis 3. Obat-obatan dan sinapsis Fakultas Psikologi Firman Alamsyah, MA Program Studi Psikologi Konsep

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANALGESIK EKSTRAK DAUN JARUM TUJUH BILAH (Pereskia Bleo K) PADA MENCIT JANTAN (Mus Musculus)

AKTIVITAS ANALGESIK EKSTRAK DAUN JARUM TUJUH BILAH (Pereskia Bleo K) PADA MENCIT JANTAN (Mus Musculus) AKTIVITAS ANALGESIK EKSTRAK DAUN JARUM TUJUH BILAH (Pereskia Bleo K) PADA MENCIT JANTAN (Mus Musculus) Novita Sari, Islamudin Ahmad, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA TROPIS

Lebih terperinci

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid,

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid, BAB 1 PENDAHULUAN Inflamasi merupakan suatu respons protektif normal terhadap kerusakan jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah

Lebih terperinci

parakor (P), tetapan sterik Es Taft, tetapan sterik U Charton dan tetapan sterimol Verloop (Siswandono & Susilowati, 2000). Dalam proses perubahan

parakor (P), tetapan sterik Es Taft, tetapan sterik U Charton dan tetapan sterimol Verloop (Siswandono & Susilowati, 2000). Dalam proses perubahan BAB 1 PENDAHULUAN Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang farmasi dan obat-obatan, menyebabkan perlunya pengembangan obat baru untuk memenuhi kebutuhan pasar. Salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri pascabedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Saat ini nyeri masih menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat saat ini sudah tidak pasif lagi dalam menanggapi situasi sakit maupun gangguan ringan kesehatannya. Mereka sudah tidak lagi segan minum obat pilihan

Lebih terperinci

[FARMAKOLOGI] February 21, Obat Anti Inflamasi Non Steroid ( OAINS ) Pada th/ sistomatis, tidak u/ th/ kausal. Ibuprofen, asam mefenamat,

[FARMAKOLOGI] February 21, Obat Anti Inflamasi Non Steroid ( OAINS ) Pada th/ sistomatis, tidak u/ th/ kausal. Ibuprofen, asam mefenamat, Obat Anti Inflamasi Non Steroid ( OAINS ) Obat anti inflamasi terbagi 2 : 1. Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) Kronis, bekerja di saraf perifer Pada th/ sistomatis, tidak u/ th/ kausal Ex : Ibuprofen,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ataupun infeksi. Inflamasi merupakan proses alami untuk mempertahankan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ataupun infeksi. Inflamasi merupakan proses alami untuk mempertahankan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Terjadinya Inflamasi Inflamasi adalah salah suatu respon terhadap cedera jaringan ataupun infeksi. Inflamasi merupakan proses alami untuk mempertahankan homeostasis tubuh

Lebih terperinci