OPTIMALISASI BLOCKING DALAM MEMBANGUN DRAMATISASI PADA DRAMA TELEVISI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OPTIMALISASI BLOCKING DALAM MEMBANGUN DRAMATISASI PADA DRAMA TELEVISI"

Transkripsi

1 OPTIMALISASI BLOCKING DALAM MEMBANGUN DRAMATISASI PADA DRAMA TELEVISI Haryo Windratno Program Studi Penyiaran Akademi Komunikasi BSI Jakarta Jl. Kayu Jati V No. 2, Pemuda, Rawamangun Jakarta Timur haryo.hwo@bsi.ac.id Abstract The director is an artist who led the course of a production, a person who is responsible for the final result of a work. Blocking is the placement of an object, place the object in a certain position to have the desired meaning and motivation. Blocking is a player who is placed in front of the camera in the foreground and background to create dimension or depth images. Dramatization is something exaggerated, both pleasure and sadness. Drama requires dramatization to raise a conflict with the appropriate placement of players blocking between foreground and background, so that the resulting visual unimpressed flats or flat, yet dynamic and has a depth image. Key words : blocking, drama,, dramatization Abstraksi Sutradara merupakan pekerja seni yang memimpin jalannya sebuah produksi, seseorang yang bertanggung jawab pada hasil akhir sebuah karya. Blocking merupakan penempatan sebuah benda, menempatkan benda pada posisi tertentu untuk memiliki arti dan motivasi yang diinginkan. Blocking yang dimaksud ialah blocking pemain yang diletakkan di depan kamera di antara latar depan dan latar belakang untuk menciptakan dimensi atau kedalaman gambar. Dramatisasi ialah sesuatu yang dilebihkan, baik kesenangan maupun kesedihan. Drama membutuhkan dramatisasi untuk mengangkat sebuah kon-flik dengan penempatan blocking pemain yang sesuai diantara latar depan dan latar belakang, sehingga visual yang dihasilkan tidak terkesan datar, namun dinamis dan memiliki kedalaman gambar. Kata kunci : bloking, drama, dramatisasi I. PENDAHULUAN Televisi mengalami banyak sekali perubahanperubahan secara signifikan. Dunia televisi mengalami revolusi-revolusi penting sejak hadirnya tekno kapitalis abad ini, yaitu multikanal (multi channel) televisi. Program-program televisi ditopang oleh industri teknologi langsung jadi, tidak perlu proses di laboratorium seperti perekaman film lewat seluloid. Sejalan dengan itu, revolusi dalam bidang drama televisi juga terjadi. Pertama pada aspek estetika dan sains, melahirkan budaya untuk mengeksplorasi teknologi terus menerus, melahirkan penemuan tata cahaya, tata gerak, adegan hingga komposisikomposisi baru. Eksplorasi ini memunculkan format produksi yang beragam pula pada drama televisi, seperti: drama studio, fragmen, sinema elektronik (sinetron) seri, dan juga sinetron lepas, yang karena pendekatan estetiknya menyerupai film maka sering juga disebut film televisi (FTV). FTV kini menjadi program unggulan beberapa stasiun televisi nasional saat ini. Salah satunya SCTV yang merupakan salah satu stasiun televisi yang produktif dalam memproduksi program FTV drama. Drama dapat dianggap sebagai interpretasi kehidupan. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Waluyo (2006: 32) bahwa drama sebagai tiruan (mimetik) terhadap kehidupan, berusaha memotret kehidupan secara riil. Jadi sebagai interpretasi terhadap kehidupan, drama mempunyai kekayaan batin yang tiada tara. Kehidupan yang ditiru oleh penulis drama dalam lakon diberi aksentuasiaksentuasi sesuai dengan sisi kehidupan mana yang akan ditonjolkan oleh penulis. Hal yang ditunjukkan itu akan menentukan konflik yang dibangun. Saptaria (2006: 5), seorang sutradara harus mampu meramu efek-efek dramatis seperti yang dikatakan sutradara harus mampu meramu sejumlah besar efek-efek dramatik yang artistik untuk menggambarkan berbagai perasaan dengan cara yang natural. 75

2 Permainan mekanis cenderung menggunakan polapola yang sudah halus dalam menjiwai peran dan tidak berakibat pada gaya over-acting atau permainan yang dibuat-buat. Tapi drama juga tidak dapat dipisahkan dengan unsur dramatisasi Menurut Waluyo (2006: 39) klasifikasi drama didasarkan atas jenis storeotip dan tanggapan manusia terhadap hidup dan kehidupan. Seorang pengarang drama dapat menghadapi kehidupan ini dari dua sisi yang menggembirakan dan sebaliknya dapat juga dari sisi yang menyedihkan. Dapat juga seseorang memberikan variasi antara sedih dan gembira, mencampurkan dua sikap itu karena dalam kehidupan nyata manusia tidak selalu sedih dan tidak selalu gembira. Pada hal ini, memaksimalkan blocking menjadi salah satu aspek yang menentukan segi dramatisasi sebuah adegan dalam drama. Peran sutradara dapat mengatur blocking pemainnya secara tepat di antara latar depan atau foreground dengan latar belakang atau background. Kreatif interpretatif terhadap kedalaman suatu objek nantinya dapat digunakan untuk mendukung pemaksimalan karakter objek dalam gambar sehingga akan membangun sebuah dramatisasi tanpa mengurangi nilai estetis Mengatur blocking pemain membutuhkan pemikiran yang matang dari seorang sutradara, karena blocking erat hubungannya dengan penempatan kamera dalam menciptakan shot dan juga peralatan teknis lainnya, adanya perbedaan blocking dan shot juga dapat menimbulkan arti yang berbeda dalam kaitannya dengan penggambaran segi dramatisasi kesedihan maupun kebahagiaan atau kegembiraan. II. PEMBAHASAN 2.1. Drama Drama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 275) adalah cerita atau kisah, terutama yang melibatkan konflik atau emosi. Drama juga dapat diartikan mode spesifik dari representatif fiksi dalam pertujukan. Dalam bahasa Yunani klasik drama berarti aksi yang berasal dari kata melakukan. Drama ditampilkan dalam berbagai macam media seperti: teater, film dan televisi. Menurut. Harymawan (1993: 1) drama dibagi membagi tiga arti, pertama: drama adalah kualitas komunikasi, situasi, action, (segala apa yang terlihat dalam pentas) yang menimbulkan perhatian, kehebatan (exciting), dan ketegangan pada pendengar atau penonton. Drama juga dipahami sebagai hidup yang dilukiskan dengan gerak (life presented in action). Jika buku roman menggerakkan fantasi pembaca, maka dalam drama, penonton diajak melihat kehidupan manusia yang diekspresikan secara langsung di muka kita sendiri. Masih dalam arti kedua Mathews dalam Harymawan (1993) drama dipahami sebagai Konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok drama. Sedangkan Brunetierre dalam Harymawan (1993) mengartikan drama sebagai sesuatu yang harus melahirkan kehendak manusia dengan action. Sementara Verhagen dalam Harymawan (1993) mengartikan drama sebagai kesenian melukiskan sifat dan sikap manusia dengan gerak. Bagian drama identik dengan program bernuansa fiktif seperti sinetron, film, telenovela dan sebagainya. Penggarapan program drama cukup sulit karena menyangkut seni peran. Program Acara drama berupa sinetron sampai saat ini masih menjadi primadona hampir di semua stasiun televisi, meskipun sedikit mulai tergeser dengan program-program variety show non-drama berupa hiburan musik, konser dan lain-lain (Setyobudi, 2006: 45) Sutradara Menurut RMA. Harymawan (1993: 63) sutradara adalah karyawan yang mengkoordinasikan segala unsur teater dengan paham, kecakapan, serta daya khayal yang intelegen sehingga mencapai suatu pertunjukkan yang berhasil. Marselli Sumarno (1996: 34) mengartikan sutradara adalah menduduki posisi tertinggi dari segi artistik, Ia memimpin pembuatan film tentang bagaimana yang harus tampak oleh penonton. Sementara pengertian sutradara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah orang yang memberi pengetahuan dan bertanggung jawab atas masalah artistik dan teknis dalam pementasan drama, pembuatan film (2005: 1112). Dalam pemahaman Harymawan tersebut sutradara memiliki pengertian bahwa ia juga memiliki tugas pokok untuk membina kinerjanya dalam merancang sebuah blocking, salah satunya adalah menyusun mise-en-scene (baca: mis ong sen). mise-enscene dipahami segala perubahan yang terjadi pada daerah permainan yang disebabkan oleh perpindahan pemain atau peralatan. Pengertian lain mise-en-scene menurut Pratista (2008: 61) ialah segala hal yang terletak di depan kamera yang akan diambil gambarnya dalam sebuah produksi film. Mise-en-scene berasal dari kata Perancis yang memiliki arti putting in the scene miseen-scene adalah unsur sinematik yang paling mudah kita kenali karena hampir seluruh gambar yang kita lihat dalam film adalah bagian dari unsur ini. 76

3 Menurut Harymawan (1993: 68) mis-en-scene memiliki struktur visual dalam lakon dengan komposisi pentas. Pemberian bentuk ini bisa tercapai dengan 14 macam cara yaitu: sikap pemain, pengelompokan, pembagian tempat kedudukan pelaku, penempatan saat masuk dan keluar, penempatan perabot, posisi dua pemain yang berhadapan, komposisi dengan menggunakan garis dalam penempatan pelaku, ekspresi kontras dalam warna pakaian, efek tata sinar, memperhatikan ruang disekitar pemain, menguatkan/meluangkan kedudukan peranan, memperhatikan latar belakang, keseimbangan dalam komposisi dan dekorasi. Sedangkan asek mise-en-scene masih menurut Pratista (2008) untuk membangun kekuatan film meliputi: a. Setting (latar) Setting adalah seluruh latar bersama segala propertinya. Properti dalam hal ini adalah semua benda tidak bergerak seperti, jendela, perabot, pintu, kursi, lampu, pohon dan sebagainya. Setting yang digunakan dalam sebuah film umumnya dibuat senyata mungkin dengan konteks ceritanya. Fungsi setting adalah untuk menunjukan ruang dan wilayah, petunjuk waktu, petunjuk status sosial, pembangun mood, petunjuk motif tertentu dan pendukung aktif adegan. b. Kostum dan tata rias wajah Kostum adalah segala hal yang dikenakan pemain bersama seluruh asesorisnya. Asesoris kostum termasuk diantaranya, topi, perhiasan, jam. Dalam sebuah film busana tidak hanya sekadar sebagai penutup tubuh semata namun juga memiliki beberapa fungsi sesuai dengan konteks naratifnya. Tata rias dan wajah secara umum memiliki dua fungsi, yakni untuk menunjukan usia dan untuk menggambarkan wajah nonmanusia. c. Pencahayaan Tanpa cahaya, sebuah benda tidak akan memiliki wujud. Tanpa cahaya sebuah film tidak akan terwujud. Seluruh gambar yang ada dalam film bisa dikatakan merupakan hasil manipulasi cahaya. Cahaya membentuk sebuah benda serta dimensi ruang. Tata cahaya dalam film secara umum dapat dikelompokkan menjadi empat unsur, yakni, kualitas, arah, sumber serta warna cahaya. Keempat unsur ini sangat mempengaruhi tata cahaya dalam membentuk suasana serta mood sebuah film. d. Para pemain dan pergerakannya Seorang sineas juga harus mengontrol pemain dan pergerakannya. Seperti kita ketahui karak ter merupakan pelaku cerita yang memotivasi naratif dan selalu bergerak dalam melakukan sebuah aksi. Hal yang perlu dicatat adalah pelaku cerita yang dapat memiliki wujud fisik yang beragam dan tidak selalu berwujud manusia. Adapun pelaku cerita juga dapat dikelompokan menjadi beberapa jenis sesuai tuntutan dan fungsinya dalam sebuah film. Terakhir yang merupakan salah satu kunci utama untuk menentukan keberhasilan film adalah performa seorang pemain. Selanjutnya yang harus disiapkan ialah floor plan. Dalam hal ini Naratama (2004: 113) berpendapat bahwa floor plan adalah deskripsi lokasi syuting yang dibuat dari arah atas (top angle) jawabannya. Lalu floor plan tadi sesuai dengan sudut posisi kamera, termasuk dengan camera movement dan obyek apa saja yang bisa diambil. Semuanya digambarkan secara sketsa dan hanya di atas kertas. Dari floor plan inilah blocking bisa dibuat, yang nantinya untuk untuk ruang gerak penyanyi, figuran, dan juga penata kamera. Gambar yang dibuat tidak perlu bagus, tetapi bisa menjelaskan seluruh kemauan sutradara. Untuk itu, anda juga harus membiasakan diri menggunakan floor plan, agar ide anda dapat dijelaskan dengan mudah Blocking Pengertian blocking menurut Livingston (1969: 54) ialah penempatan pemain dipanggung, diusahakan antara pemain yang satu dengan pemain yang lainnya tidak saling menutupi sehingga penonton tidak dapat melihat pemain yang ditutupi. Bentuk blocking akan berpengaruh pada sebuah komposisi dalam bingkai atau frame, dimana penempatan obyek dalam frame akan membentuk sebuah komposisi. Komposisi adalah penempatan benda-benda dalam bingkai pemotretan dan ingat ada peraturan yang harus dituruti. Menurut Proferes (2006: 34) penentuan blocking dapat dibuat terlebih dahulu dengan menggunakan floor plan atau overhead. Floor plan sama juga dengan pemandangan luas dari lokasi. Meskipun beberapa lokasi tidak dapat sama persis dengan floor plan namun akan membantu sutradara dalam menempatkan pemainnya. Floor plan dapat digunaka sebagai choreograph sebelum adegan diambil menggunakan kamera. Hal ini memungkinkan sutradara untuk mengarahkan pemainnya dengan memperhitungkan sebuah tindakan karakter pemain dan juga semua plot cerita dalam adegan yang diinginkan. Beberapa contoh floor plan atau overhead untuk menempatkan pemain dalam adegan adalah sebagai berikut : 77

4 Gambar 1 : Floor plan Sumber : Proferes, 2005 Blocking yang menghasilkan kompisisi yang baik serta dinamis, akan membentuk sebuah adegan yang memiliki nilai dramatis atau dilebihkan namun tetap natural. Seperti yang diungkapkan Nicholah T. Proferes (2006: 32) dalam menjelaskan sebuah pergerakkan pemain untuk menghasilkan efek dramatisasi ketika adanya pergerakkan yang dinamis antara karakter, kurangnya pergerakan yang dinamis serta karakter yang statis akan menjadi tidak dramatis. 2.4 Dramatisasi Dramatisasi menurut Nicholas T. Proferes (2006: 33) seperti halnya sebuah paragraf dalam prosa, ini mencakup salah satu ide dramatis yang dilebihkan. Menjaga ide dramatisasi akan memberikan beberapa gebrakan dan kekuatan, serta dapat membuat penonton merasa puas. Dalam prosa, ketika kita akan memikirkan ide lainnya kita akan membuat paragraf baru, untuk menjelaskan kepada pembaca lebih lanjut, atau dalam dramatisasi film menjelaskan tentang narrative atau pergantian dramatisasi. Adanya beberapa dramatisasi yang berubah yang diberikan kepada penonton merupakan momen yang paling diutamakan. Dramatisasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memilki arti ialah penyesuaian cerita untuk pertunjukan sandiwara, pendramaan, hal membuat suatu peristiwa menjadi mengesankan atau mengharukan (2005: 276). Pada prinsipnya, dramatisasi cerita adalah memahami dan mengeksplorasi naskah secara sungguh-sungguh, kemudian membuat rencana untuk mementaskan naskah tersebut bersama seluruh pemain. Blocking pemain yang dinamis sangat berpengaruh pada visual yang dramatik, dimana jika seorang pemain yang diletakkan didepan kamera secara statis maka kedinamisan gambar tentunya tidak tercapai, lain halnya jika blocking pemain bergerak sesuai a- degan dalam naskah serta dukungan dari pergerakkan shot yang diambil oleh kamera akan menimbulkan suatu gambar yang dinamis dan memiliki arti dramatisasi. Himawan Pratista (2008:114) menjelaskan secara singkat tentang penempatan obyek pada bingkaiuntuk menghasilkan komposisi yang seimbang antara obyek dan kamera yakni ketika kamera mengambil gambar sebuah obyek, sutradara dapat memilih posisi obyek tersebut dalam bingkainya sesuai tuntutan naratif serta estetik. Sineas bebas meletakkan sebuah obyek dimana pun di dalam bingkai kamera, di tengah, di pinggir, di atas, di bawah, sejauh komposisinya masih seimbang dan menyatu secara visual. Sebuah obyek tidak harus selalu berada di tengah bingkai kamera untuk mencapai komposisi yang seimbang. Obyek lain di sekitar obyek utama juga mampu mempengaruhi komposisi, dan sangat bergantung dari posisi dan pergerakkan obyek itu. Sineas harus selalu memperhitungkan komposisi frame secara menyeluruh terlebih jika obyeknya bergerak serta komposisi kamera berpindah. Penataan blocking selain dapat menimbulkan efek dramatisasi dan dapat juga memberikan kesan gambar yang dinamis, estetis atau artistik serta memiliki kedalaman gambar antar latar depan dan latar belakang serta tidak membosankan karena pemain dan kamera selalu bergerak. Sebuah kerjasama antara sutradara dalam menentukan blocking pemain dengan seorang kamerawan dalam menentukan shot menjadi hal yang penting untuk menimbulkan efek gambar yang dramatis. Perencanaan blocking dapat berawal dari pembuatan story board berdasarkan adegan dalam naskah. Dari story board kemudian dapat dikembang menjadi floor plan denah lokasi produksi, sehingga penempatan cahaya dan kamera dapat direncanakan untuk menghasilkan visual yang diinginkan. Bloking tidak bisa begitu saja dibuat tanpa adanya perencanaan yang optimal. Baik buruknya hasil visualisasi sangat dipengaruhi oleh perencanaan blocking. Guna mendapatkan perencanaan blocking yang baik, tidak hanya diperlukan survei lokasi tapi daya imajinasi juga dibutuhkan dan bisa menambah unsur dramatisir pada produksi drama. Semua perangkat yang digunakan dalam produksi juga harus diperhitungkan sebab bisa mempengaruhi pergerakan obyek. 78

5 Gambar 2 : contoh story board Sumber : konstruksi penulis Dari gambar story board di atas, sangat jelas adegan yang akan dibuat adalah situasi kelas. Penjelasan shot yang ada didalam storyboard kemudian diperjelas dengan pembuatan floor plan sehingga perencanaan tata kamera dan tata cahaya dapat direncanakan dengan baik sebelum pengambilan gambar dilakukan Dengan story board diatas semakin memperjelas perencanaan pengambilan gambar yang bermula dari coretan story board. Penempatan lampu (lighting) dan kamera dari berbagai sudut dapat direncnakan untuk menghasilkan gambar yang diinginkan. Ekspresi pemeran drama harus 77

6 ditampilkan untuk menimpulkan efek dramatis melalui ekspresi senang atau sedih. Berikut tampilan floor plan yang dibuat berdasar dari story board pada gambar 2. Gambar 3 : floor plan Sumber : konstruksi penulis Gambar floor plan diatas semakin memperjelas perencanaan pengambilan gambar yang bermula dari coretan story board. Penempatan lighting dan kamera dari berbagai angle dapat direncnakan untuk menghasilkan gambar yang diinginkan. Ekspresi pemeran drama harus di tampilkan untuk menimpulkan efek dramatis melalui ekspresi senang atau sedih. Proses perencanaan dari story board dan floor plan, kemudian masuk pada tahapan pengambilan gambar yang telah direncanakan sebelumnya. Diharapkan pada tahapan ini, semua yang telah direncanakan sebelumnya dapat direalisasikan, sehingga proses produksi dapat lancar sesuai rencana Gambar 4 : hasil jadi cuplikan hasil shot Sumber : dokumen penulis III. PENUTUP Mewujudkan ide menjadi suatu bentuk karya merupakan sebuah perjalanan panjang dari proses kreatif. Dalam produksinya, drama televisi ini membutuhkan proses pemikiran yaitu pencarian ide, gagasan atau cerita serta proses teknis yaitu komposisi blocking untuk mewujudkan hal-hal tersebut menjadi sebuah karya yang layak untuk disaksikan. Kerja kolektif dengan diskusi-diskusi panjang baik dengan kru dan pemain menjadikan proses kreatif itu berjalan baik. Blocking pemain, properti maupun kamera turut menentukan unsur dramatisasi pemain tidak lepas dari konsep-konsep penyutradraan dan arahan seorang sutradara kepada pemainnya untuk berakting didepan kamera. Kesalahan dalam nemempatkan pemain akan berakibat buruk bagi gambar yang dihasilkan. Perlunya ketelitian dalam memilih penempatan blocking dirasa sangat penting, karena posisi pemain yang baik dan tepat dapat mempermudah menentukan angle kamera sesuai motivasi dan pesan yang ingin disampaikan. DAFTAR PUSTAKA Harymawan, RMA Dramaturgi. Bandung: Rosdakarya. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga Jakarta: Balai Pustaka. Naratama Menjadi Sutradara Televisi dengan Single dan Multi Camera. Jakarta: PT. Grasindo. Pratista, H Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka. Proferes, N.T Film Directing Fundamentals Second Edition : See Your Film Before Shooting. America: Focal Press. Saptaria, Rikrik El Acting Handbook. Bandung: Rekayasa Sains. Setyobudi, C Teknologi Broadcasting TV. Yogyakarta: Graha Ilmu. Waluyo, Herman J Drama; Naskah, Pementasan, dan Pengajarannya. Surakarta: LPP UNS & UNS Press. Gambar diatas merupakan salah satu shot yang dihasilkan berdasarkan story board dan floor plan yang telah direncanakan. Shot tersebut juga memiliki motivasi dan dramatisasi tentang ekspresi para siswa SD dan tokoh utama yang serius dalam mengikuti pelajaran. 79

BAB I PENDAHULUAN. Televisi merupakan sarana hiburan free-to-air yang tidak sedikit masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Televisi merupakan sarana hiburan free-to-air yang tidak sedikit masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Televisi merupakan sarana hiburan free-to-air yang tidak sedikit masyarakat menjadikannya sebagai sarana hiburan utama. Hampir di setiap rumah memiliki televisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fotografi merupakan teknik yang digunakan untuk mengabadikan momen penting dalam kehidupan sehari-hari. Karena melalui sebuah foto kenangan demi kenangan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di antaranya adalah Seni Rupa, Seni Musik, Seni Tari, dan Seni Teater. Beberapa jenis

Lebih terperinci

TEKNIK EDITING II. Pertemuan 2. Yosaphat Danis Murtiharso, S.Sn., M.Sn. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Broadcasting

TEKNIK EDITING II. Pertemuan 2. Yosaphat Danis Murtiharso, S.Sn., M.Sn. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Broadcasting Modul ke: TEKNIK EDITING II Fakultas Ilmu Komunikasi Program Studi Broadcasting www.mercubuana.ac.id Pertemuan 2 Yosaphat Danis Murtiharso, S.Sn., M.Sn LOGIKA EDITING DRAMA Dalam melakukan editing film

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan

BAB II LANDASAN TEORI. Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Yang Relevan Sebelumnya Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Terhadap pentas drama Drakula intelek

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Film 2.1.1 Pengertian Film Kehadiran film sebagai media komunikasi untuk menyampaikan informasi, pendidikan dan hiburan adalah salah satu media visual auditif yang mempunyai jangkauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menyebarkan sebuah motivasi, ide gagasan dan juga penawaran sebuah sudut pandang dibutuhkan sebuah media yang cukup efektif. Menurut Javandalasta (2011:1), dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Drama adalah salah satu bentuk sastra yang diajarkan dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

Lebih terperinci

BAB IV KOMPOSISI PENTAS. STANDAR KOMPETENSI : Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui hakikat Komposisi Pentas

BAB IV KOMPOSISI PENTAS. STANDAR KOMPETENSI : Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui hakikat Komposisi Pentas BAB IV KOMPOSISI PENTAS STANDAR KOMPETENSI : Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui hakikat Komposisi Pentas KOMPETENSI DASAR: Menyebutkan pengertian komposisi Menjelaskan Aspek-aspek motif Komposisi

Lebih terperinci

MENCIPTA TOKOH DALAM NASKAH DRAMA Transformasi dari Penokohan Menjadi Dialog, Suasana, Spektakel

MENCIPTA TOKOH DALAM NASKAH DRAMA Transformasi dari Penokohan Menjadi Dialog, Suasana, Spektakel MENCIPTA TOKOH DALAM NASKAH DRAMA Transformasi dari Penokohan Menjadi Dialog, Suasana, Spektakel Yudiaryani PENDAHULUAN Unsur yang paling mendasar dari naskah adalah pikiran termasuk di dalamnya gagasan-gagasan

Lebih terperinci

TATA ARTISTIK RISTIA KADIASTI

TATA ARTISTIK RISTIA KADIASTI TATA ARTISTIK RISTIA KADIASTI 085643055940 Tata artistik: seni dekorasi panggung Dengan mengedepankan konsep Estetika. Tata Artistik merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dari tata kelola panggung,

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertunjukan drama merupakan sebuah kerja kolektif. Sebagai kerja seni

BAB I PENDAHULUAN. Pertunjukan drama merupakan sebuah kerja kolektif. Sebagai kerja seni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertunjukan drama merupakan sebuah kerja kolektif. Sebagai kerja seni yang kolektif, pertunjukan drama memiliki proses kreatifitas yang bertujuan agar dapat memberikan

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PERKULIAHAN SEMESTER (RPKPS)

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PERKULIAHAN SEMESTER (RPKPS) RENCANA PROGRAM KEGIATAN PERKULIAHAN SEMESTER (RPKPS) Kode / Nama Mata Kuliah : BC37009/ SINEMATOGRAFI Revisi ke : - Satuan Kredit Semester : 3 SKS Tgl revisi : - Jml Jam kuliah dalam seminggu : 150 Menit

Lebih terperinci

JUDUL UNIT : Membaca dan Menafsirkan Naskah

JUDUL UNIT : Membaca dan Menafsirkan Naskah KODE UNIT : TIK.MM02.004.01 JUDUL UNIT : Membaca dan Menafsirkan Naskah DESKRIPSI UNIT : Unit ini menjelaskan keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk membaca naskah, identifikasi elemen dasar yang

Lebih terperinci

BAB I DEFINISI OPERASIONAL. Seni merupakan salah satu pemanfaatan budi dan akal untuk menghasilkan

BAB I DEFINISI OPERASIONAL. Seni merupakan salah satu pemanfaatan budi dan akal untuk menghasilkan 1 BAB I DEFINISI OPERASIONAL A. LATAR BELAKANG MASALAH Seni merupakan salah satu pemanfaatan budi dan akal untuk menghasilkan karya yang dapat menyentuh jiwa spiritual manusia, karya seni merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SD, mulai kelas 1-3 SD, antara umur 5-10 tahun. Selain itu dongeng juga

BAB I PENDAHULUAN. SD, mulai kelas 1-3 SD, antara umur 5-10 tahun. Selain itu dongeng juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dongeng merupakan kisah yang disampaikan dengan cara bercerita. Dongeng biasanya disampaikan dan dibacakan oleh guru TK, SD, mulai kelas 1-3 SD, antara umur

Lebih terperinci

B. Unsur-unsur pembangun drama Unsur dalam drama tidak jauh berbeda dengan unsur dalam cerpen, novel, maupun roman. Dialog menjadi ciri formal drama

B. Unsur-unsur pembangun drama Unsur dalam drama tidak jauh berbeda dengan unsur dalam cerpen, novel, maupun roman. Dialog menjadi ciri formal drama DRAMA A. Definisi Drama Kata drama berasal dari kata dramoi (Yunani), yang berarti menirukan. Aristoteles menjelaskan bahwa drama adalah tiruan manusia dalam gerak-gerik. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Media massa adalah jembatan informasi bagi masyarakat, dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Media massa adalah jembatan informasi bagi masyarakat, dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media massa adalah jembatan informasi bagi masyarakat, dengan media massa masyarakat dapat mengetahui apa saja yang sedang terjadi disekitarnya. Media massa

Lebih terperinci

BAB 5 EVALUASI. 5.1 Camera Person

BAB 5 EVALUASI. 5.1 Camera Person BAB 5 EVALUASI 5.1 Camera Person Sebuah program acara, seorang camera person sangat berperan penting dan bertanggung jawab atas semua aspek saat pengambilan gambar. Seperti pergerakan kamera, ukuran gambar,

Lebih terperinci

SOAL UAS SENI BUDAYA KLS XI TH Kegiatan seseorang atau sekelompok dalam upaya mempertunjukan suatu hasil karya atau produknya kepada

SOAL UAS SENI BUDAYA KLS XI TH Kegiatan seseorang atau sekelompok dalam upaya mempertunjukan suatu hasil karya atau produknya kepada SOAL UAS SENI BUDAYA KLS XI TH 2016 2017 1 Kegiatan seseorang atau sekelompok dalam upaya mempertunjukan suatu hasil karya atau produknya kepada orang laindan secara terorganisir dinamakan a katalog b

Lebih terperinci

BAB III TATA DEKORASI. STANDAR KOMPETENSI : Mahasiswa mampu memahami Unsur-unsur Tata Dekorasi (Scenery)

BAB III TATA DEKORASI. STANDAR KOMPETENSI : Mahasiswa mampu memahami Unsur-unsur Tata Dekorasi (Scenery) BAB III TATA DEKORASI STANDAR KOMPETENSI : Mahasiswa mampu memahami Unsur-unsur Tata Dekorasi (Scenery) KOMPETENSI DASAR : Menyebutkan pengertian Dekorasi Menyebutkan Tujuan dan Fungsi Dekorasi Menyebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di bidang seni, film merupakan suatu fenomena yang muncul secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di bidang seni, film merupakan suatu fenomena yang muncul secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di bidang seni, film merupakan suatu fenomena yang muncul secara spektakuler. Film merupakan cabang seni yang paling muda, tetapi juga yang paling dinamis

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PERKULIAHAN SEMESTER (RPKPS)

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PERKULIAHAN SEMESTER (RPKPS) RENCANA PROGRAM KEGIATAN PERKULIAHAN SEMESTER (RPKPS) Kode / Nama Mata Kuliah : C11.04602 / Cinematography Revisi ke : 1 Satuan Kredit Semester : 2 SKS Tgl revisi : 25 Februari 2014 Jml Jam kuliah dalam

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN. Written by Checked by Approved by valid date. Muhammad Azhari, M.Pd. Tim Verifikasi Prof. Waspodo, Ph.D.

RENCANA PEMBELAJARAN. Written by Checked by Approved by valid date. Muhammad Azhari, M.Pd. Tim Verifikasi Prof. Waspodo, Ph.D. Written by Checked by Approved by valid date Muhammad Azhari, M.Pd. Tim Verifikasi Prof. Waspodo, Ph.D. Mata Kuliah : Pementasan Drama Semester : 5 Kode : 132K5401 Sks : 2 Program Studi : Bahasa Indonesia/ID5A

Lebih terperinci

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN KARYA SENI PERTUNJUKAN KARNAVAL TATA BUSANA TEATER. Oleh: Budi Arianto, S.Pd., M.A. NIP

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN KARYA SENI PERTUNJUKAN KARNAVAL TATA BUSANA TEATER. Oleh: Budi Arianto, S.Pd., M.A. NIP LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN KARYA SENI PERTUNJUKAN KARNAVAL TATA BUSANA TEATER Oleh: Budi Arianto, S.Pd., M.A. NIP 197201232005011001 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA 2014 1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tari adalah gerak-gerak dari seluruh bagian tubuh manusia yang disusun selaras

I. PENDAHULUAN. Tari adalah gerak-gerak dari seluruh bagian tubuh manusia yang disusun selaras 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tari adalah gerak-gerak dari seluruh bagian tubuh manusia yang disusun selaras dengan irama musik serta mempunyai maksud tertentu. Tari juga merupakan ekspresi jiwa

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. ini ketika penulis berproses untuk menciptakan tokoh Pria dengan Baju Kembang

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. ini ketika penulis berproses untuk menciptakan tokoh Pria dengan Baju Kembang BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setiap proses berkarya pasti menemukan kemudahan dan kesulitan, dalam hal ini ketika penulis berproses untuk menciptakan tokoh Pria dengan Baju Kembang Kembang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komunikasi merupakan hal yang paling mendasar dan paling penting dalam interaksi sosial. Manusia berkomunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komunikasi merupakan hal yang paling mendasar dan paling penting dalam interaksi sosial. Manusia berkomunikasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komunikasi merupakan hal yang paling mendasar dan paling penting dalam interaksi sosial. Manusia berkomunikasi sejak dilahirkan didunia, komunikasi tidak hanya berupa

Lebih terperinci

Tahapan Proses Pembuatan Animasi / Pipeline

Tahapan Proses Pembuatan Animasi / Pipeline Tahapan Proses Pembuatan Animasi / Pipeline Animasi Pipeline A. Pengertian Tahapan proses animasi (Animation pipeline) Adalah prosedur atau langkah langkah yang harus dijalani seorang animator ketika membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra pada dasarnya adalah seni bahasa. Perbedaan seni sastra dengan cabang seni-seni yang lain terletak pada mediumnya yaitu bahasa. Seni lukis menggunakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI Guna mendukung pembuatan karya video yang berjudul Sampah Visual maka karya video akan menggunakan beberapa tinjauan pustaka, antara lain: sejarah film, film pendek, mekanisme produksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Kekuatan audio dan visual yang diberikan televisi mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Kekuatan audio dan visual yang diberikan televisi mampu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Televisi adalah media massa yang sangat diminati dan tetap menjadi favorit masyarakat. Kekuatan audio dan visual yang diberikan televisi mampu merefleksikan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tata Artistik Televisi adalah bagian dari krutelevisi, di beberapa stasiun televisi, Tata Artistik masuk kedalam Departemen Artistik atau Art Department. Di dalam departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk kepribadian masing-masing manusia. menarik perhatian setiap manusia sebagai penontonnya, dengan

BAB I PENDAHULUAN. membentuk kepribadian masing-masing manusia. menarik perhatian setiap manusia sebagai penontonnya, dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Televisi memiliki kekuatan untuk mempengaruhi pribadi serta memberikan dampak yang kuat bagi setiap manusia yang menonton. Televisi bahkan dapat menjadi acuan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlibat secara emosional terhadap video yang akan di edit. 1

BAB I PENDAHULUAN. terlibat secara emosional terhadap video yang akan di edit. 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Editor adalah sineas profesional yang bertanggung jawab mengkonstruksi cerita secara indah dari shot-shot yang dibuat berdasarkan skenario dan konsep penyutradaraan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. pertunjukan yang mewakili kesukaan pada lagu-lagu lama, memilih naskah

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. pertunjukan yang mewakili kesukaan pada lagu-lagu lama, memilih naskah BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Tiga Dara adalah proses kerja teater kolektif yang melibatkan banyak unsur dalam berbagai tahapan didalamnya. Mulai dari aplikasi ide pertunjukan yang mewakili

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. telah terencana pada pra-produksi yang tertulis pada bab sebelumnya. Berikut ini

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. telah terencana pada pra-produksi yang tertulis pada bab sebelumnya. Berikut ini BAB IV IMPLEMENTASI KARYA Pada bab ini akan dijelaskan proses produksi dan pasca produksi, seperti yang telah terencana pada pra-produksi yang tertulis pada bab sebelumnya. Berikut ini penjelaskan proses

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Program acara hiburan (entertainment) merupakan tayangan yang hampir dinikmati oleh semua kalangan masyarakat. Saat ini stasiun televisi berlombalomba untuk menyajikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dalam meningkatkan hal tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dalam meningkatkan hal tersebut, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Drama Sebagai Karya Fiksi Sastra sebagai salah satu cabang seni bacaan, tidak hanya cukup dianalisis dari segi kebahasaan, tetapi juga harus melalui studi khusus yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film adalah sarana komunikasi massa yang digunakan untuk menghibur, memberikan informasi, serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, komedi, dan sajian teknisnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berkaitan erat dengan proses belajar mangajar. Seperti di sekolah tempat pelaksanaan pendidikan, peserta didik dan pendidik saling melaksanakan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, terletak di garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra

Lebih terperinci

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN BIDANG STUDI KEAHLIAN : TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI PROGRAM STUDI KEAHLIAN : TEKNIK BROADCASTING KOMPETENSI KEAHLIAN :

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN

SILABUS PEMBELAJARAN Sekolah : SMP Kelas/Semester : IX (sembilan) / I (satu) Mata Pelajaran : Seni Budaya SILABUS PEMBELAJARAN Standar : SENI RUPA 1. Mengapresiasi karya seni rupa 1.1 Mengidentifikasi seni rupa murni yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Menyikapi Kompetensi Dasar tentang Drama pada Kurikulum 2013

HASIL DAN PEMBAHASAN Menyikapi Kompetensi Dasar tentang Drama pada Kurikulum 2013 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dibahas lima hal sesuai dengan hasil penelitian. Lima hal tersebut yaitu 1) pembahasan terhadap upaya menyikapi kompetensi dasar tentang drama pada kurikulum 2013,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat pengetahuan masyarakat. Sekarang ini, media memiliki andil yang. budaya yang bijak untuk mengubah prilaku masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. tingkat pengetahuan masyarakat. Sekarang ini, media memiliki andil yang. budaya yang bijak untuk mengubah prilaku masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Media massa berperan sebagai sumber rujukan di bidang pendidikan dan penyebaran informasi yang cepat. Dalam hal ini, media dapat meningkatkan tingkat pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggal masing-masing dengan kondisi yang berbeda. Manusia yang tinggal di

BAB I PENDAHULUAN. tinggal masing-masing dengan kondisi yang berbeda. Manusia yang tinggal di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi merupakan tempat tinggal seluruh makhluk di dunia. Makhluk hidup di bumi memiliki berbagai macam bentuk dan jenis yang dipengaruhi oleh tempat tinggal masing-masing

Lebih terperinci

Modul ke: Divisi Produksi. Fakultas FIKOM. Andi Fachrudin, M.Si. Program Studi Broadcasting.

Modul ke: Divisi Produksi. Fakultas FIKOM. Andi Fachrudin, M.Si. Program Studi Broadcasting. Modul ke: Divisi Produksi Fakultas FIKOM Andi Fachrudin, M.Si. Program Studi Broadcasting www.mercubuana.ac.id Departemen Operasional Produksi Stasiun televisi sekaligus menjadi provider content merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia saat ini, keberadaan televisi dengan fungsi dan karakteristiknya

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia saat ini, keberadaan televisi dengan fungsi dan karakteristiknya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Televisi sudah menjadi alat komunikasi yang efektif didalam masyarakat Indonesia saat ini, keberadaan televisi dengan fungsi dan karakteristiknya membuat televisi

Lebih terperinci

PENYUTRADARAAN AGUNG WIJAYANTO DALAM MARSINAH MENGGUGAT KARYA RATNA SARUMPAET

PENYUTRADARAAN AGUNG WIJAYANTO DALAM MARSINAH MENGGUGAT KARYA RATNA SARUMPAET PENYUTRADARAAN AGUNG WIJAYANTO DALAM MARSINAH MENGGUGAT KARYA RATNA SARUMPAET SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas

Lebih terperinci

Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sendratasik Fakultas Bahasa Dan Seni Universitas Negeri Surabaya, Arif Hidajad, S. Sn., M. Pd.

Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sendratasik Fakultas Bahasa Dan Seni Universitas Negeri Surabaya, Arif Hidajad, S. Sn., M. Pd. TEKNIK PENYUTRADARAAN PADA NASKAH DRAMA HANYA SATU KALI KARYA HOLWORTHY HALL & ROBERT MIDDLEMASS SADURAN SITOR SITUMORANG SUTRADARA ILHAM AULIA Ilham Aulia 09020134206 Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sendratasik

Lebih terperinci

Bagan 3.1 Proses Berkarya Penulis

Bagan 3.1 Proses Berkarya Penulis A. Pemilihan Ide Pengkaryaan BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN Lingkungan Pribadi Ide Lingkungan Sekitar Kontemplasi Stimulasi Sketsa Karya Proses Berkarya Apresiasi karya Karya Seni Bagan 3.1 Proses

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA BAB IV IMPLEMENTASI KARYA Pada bab ini akan dijelaskan proses, produksi dan pasca produksi dalam pembuatan film AGUS. Berikut ini adalah penjelasan proses pembuatan film yang berjudul AGUS, sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 9 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Kajian Teori 1. Kedudukan Pembelajaran Mengidentifikasi Konflik Teks Drama dengan Menggunakan Metode Numbered Head Together dalam Kurikulum 2013 Mata Pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desain grafis pada awalnya hanya terbatas pada media cetak dwi matra

BAB I PENDAHULUAN. Desain grafis pada awalnya hanya terbatas pada media cetak dwi matra BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENCIPTAAN Desain grafis pada awalnya hanya terbatas pada media cetak dwi matra saja. Karena perkembangan teknologi bahkan sudah masuk ke dunia multimedia (diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah The theatre berasal dari kata Yunani Kuno, Theatron yang berarti seing place atau tempat menyaksikan atau tempat dimana aktor mementaskan lakon dan orangorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju dan arus informasi yang menyajikan kebudayaan barat sudah mulai banyak. Sehingga masyarakat pada umumnya

Lebih terperinci

BAB VII TATA RIAS. STANDAR KOMPETENSI: Mahasiswa dapat memahami hakikat Tata Rias

BAB VII TATA RIAS. STANDAR KOMPETENSI: Mahasiswa dapat memahami hakikat Tata Rias BAB VII TATA RIAS STANDAR KOMPETENSI: Mahasiswa dapat memahami hakikat Tata Rias KOMPETENSI DASAR: Menyebutkan pengertian Tata Rias Menyebutkan Tujuan dan fungsi tata rias Menyebutkan bahan dan Perlengkapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki karakteristik dan sifat yang berbeda-beda. Hal tersebut merupakan representasi psikologis masing-masing orang yang dibangun dari latar belakang

Lebih terperinci

TEKNIK EDITING II. Pertemuan 3. Yosaphat Danis Murtiharso, S.Sn., M.Sn. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Broadcasting

TEKNIK EDITING II. Pertemuan 3. Yosaphat Danis Murtiharso, S.Sn., M.Sn. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Broadcasting Modul ke: TEKNIK EDITING II Fakultas Ilmu Komunikasi Program Studi Broadcasting www.mercubuana.ac.id Pertemuan 3 Yosaphat Danis Murtiharso, S.Sn., M.Sn Struktur Editing Drama STRUKTUR FILM yang baik adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. game berjalan beriringan, dan para desainer saling bersaing secara kreatif. Fakta

BAB I PENDAHULUAN. game berjalan beriringan, dan para desainer saling bersaing secara kreatif. Fakta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inovasi dinamika teknologi dan industri multimedia kini telah berkembang pesat. Industri multimedia seperti desain brand, pembuatan video, dan pembuatan game berjalan

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR UMUM PERUSAHAAN

BAB III PROSEDUR UMUM PERUSAHAAN BAB III PROSEDUR UMUM PERUSAHAAN 3.1. Proses Pelaksanaan Umum Dalam operasional perusahaan setiap bagian divisi pekerjaan haruslah saling mendukung. Dalam perusahaan ini pembagian divisi dilakukan secara

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran sastra di sekolah kini tampak semakin melesu dan kurang diminati oleh siswa. Hal ini terlihat dari respon siswa yang cenderung tidak antusias saat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini film dan kebudayaan telah menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Film pada dasarnya dapat mewakili kehidupan sosial dan budaya masyarakat tempat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Drama sebagai salah satu bagian dari pembelajaran sastra memiliki peranan penting dalam membentuk watak peserta didik yang berkarakter. Peranan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan kata lain, seorang aktor harus menampilkan atau. mempertunjukan tingkah laku yang bukan dirinya sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan kata lain, seorang aktor harus menampilkan atau. mempertunjukan tingkah laku yang bukan dirinya sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membawakan peran atau akting dapat diartikan menampilkan atau mempertunjukan tingkah laku terutama diatas pentas. Berbuat seolaholah, berpura pura menjadi seseorang,

Lebih terperinci

PRODUKSI FILM ANIMASI SEDERHANA

PRODUKSI FILM ANIMASI SEDERHANA PRODUKSI FILM ANIMASI SEDERHANA Oleh : Sutandi, ST, M.Pd Animasi merupakan gambar hidup yang digerakkan dari sekumpulan gambar, yang memuat tentang objek dalam posisi gerak yang beraturan. Objek tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai makhluk hidup selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan batiniah maupun lahiriah. Manusia dalam memenuhi kebutuhannya tidak selalu

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP No. 1.1) : SMP Negeri 2 Gerokgak

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP No. 1.1) : SMP Negeri 2 Gerokgak RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP No. 1.1) Sekolah : SMP Negeri 2 Gerokgak Mata Pelajaran : Seni Budaya / Seni Rupa Kelas/Semester : IX / I Pertemuan ke : 1-2 Alokasi Waktu : 4 x 40 menit Satandar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Program Urban Street Food merupakan program feature yang sudah ada di televisi saat ini. Program Urban Street Food merupakan program food & travel yang dikemas

Lebih terperinci

Produksi AUDIO VISUAL

Produksi AUDIO VISUAL Modul ke: Produksi AUDIO VISUAL Storyboard Shooting board Dorector board Fakultas ILMU KOMUNIKASI Dudi Hartono, S. Komp, M. Ikom Program Studi MARCOMM & ADVERTISING www.mercubuana.ac.id Pendahuluan: Storyboard

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun yang lalu sudah dikenal dan diterapkan khususnya oleh kaum

BAB I PENDAHULUAN. tahun yang lalu sudah dikenal dan diterapkan khususnya oleh kaum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rias wajah bukan merupakan suatu hal baru, karena sejak ribuan tahun yang lalu sudah dikenal dan diterapkan khususnya oleh kaum wanita, dimana setiap bangsa

Lebih terperinci

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN. Karya poster film yang akan dikerjakan oleh penulis terlebih dahulu harus

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN. Karya poster film yang akan dikerjakan oleh penulis terlebih dahulu harus BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN A. PERWUJUDAN KARYA Karya poster film yang akan dikerjakan oleh penulis terlebih dahulu harus dipersiapkan beberapa hal. Poster film tentunya membutuhkan sebuah cerita

Lebih terperinci

JUDUL UNIT : Merancang dan Membuat Rencana Kerja Kamera

JUDUL UNIT : Merancang dan Membuat Rencana Kerja Kamera KODE UNIT : TIK.MM02.006.01 JUDUL UNIT : Merancang dan Membuat Rencana Kerja Kamera DESKRIPSI UNIT : Unit ini mendeskripsikan pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan untuk menginterpretasikan uraian

Lebih terperinci

BAB VIII TATA BUSANA. STANDAR KOMPETENSI: Mampu memahami Hakikat Tata Busana

BAB VIII TATA BUSANA. STANDAR KOMPETENSI: Mampu memahami Hakikat Tata Busana BAB VIII TATA BUSANA STANDAR KOMPETENSI: Mampu memahami Hakikat Tata Busana KOPETENSI DASAR: Menyebutkan pengertian Busana Menyebutkan Tujuan dan Fungsi Busana Menyebutkan perlengkapan Busana Menyebutkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Karya penyutradaraan Beauty and The Beast ini menjadi sebuah proses

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Karya penyutradaraan Beauty and The Beast ini menjadi sebuah proses BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Karya penyutradaraan Beauty and The Beast ini menjadi sebuah proses kreatif yang memberi banyak pelajaran. Bagaimana cara kerja seni drama musikal dan penyutradaraannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya zaman ke arah modern membuat kepopuleran ludruk

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya zaman ke arah modern membuat kepopuleran ludruk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya zaman ke arah modern membuat kepopuleran ludruk sebagai kesenian tradisional Jawa Timur semakin terkikis. Kepopuleran di masa lampau seakan hilang seiring

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta

BAB V PENUTUP. UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 128 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Hasil penelitian pengaplikasian teori Nick Lacey pada empat program acara kuis di stasiun televisi swasta nasional di Indonesia dapat diambil kesimpulan bahwa masing-masing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sinematografi, memanfaatkan pencahayaan dan lensa serta sense of art yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sinematografi, memanfaatkan pencahayaan dan lensa serta sense of art yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dunia perfilman tanah air kini memasuki era baru dalam segi sinematografi, memanfaatkan pencahayaan dan lensa serta sense of art yang dimiliki dari sineas-sineas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Kegiatan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater Zenith

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Kegiatan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater Zenith BAB IV ANALISIS A. Analisis Kegiatan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater Zenith Menurut Saini KM, teater memiliki persamaan-persamaan dengan lembaga pendidikan, baik di dalam hal unsur-unsurnya maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dunia tidak dapat dilepaskan dari aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dunia tidak dapat dilepaskan dari aktivitas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia di dunia tidak dapat dilepaskan dari aktivitas komunikasi karena komunikasi merupakan bagian penting dari sistem dan tatanan kehidupan sosial manusia

Lebih terperinci

INDIKATOR ESENSIAL Menjelaskan karakteristik peserta. didik yang berkaitan dengan aspek fisik,

INDIKATOR ESENSIAL Menjelaskan karakteristik peserta. didik yang berkaitan dengan aspek fisik, NO KOMPETENSI UTAMA KOMPETENSI INTI 1 Pedagogik 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. 2. Menguasai teori belajar dan

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN

SILABUS PEMBELAJARAN SILABUS PEMBELAJARAN Sekolah Kelas / Semester Mata Pelajaran Standar : SMP : VII (Tujuh) / 1 (Satu) : SENI BUDAYA : SENI RUPA 1. Mengapresiasi Karya Seni Rupa 1.1. Mengindentifikasi jenis karya seni rupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat kaitannya karena pada dasarnya keberadaan sastra sering bermula dari persoalan

Lebih terperinci

REVIEW KARYA AUDIO VISUAL VIDEO MUSIK KISAH HATI. Kelompok 3. Disusun Oleh : Devita Nela Sari ( ) Ogy Prabu Santosa ( )

REVIEW KARYA AUDIO VISUAL VIDEO MUSIK KISAH HATI. Kelompok 3. Disusun Oleh : Devita Nela Sari ( ) Ogy Prabu Santosa ( ) REVIEW KARYA AUDIO VISUAL VIDEO MUSIK KISAH HATI Kelompok 3 Disusun Oleh : Devita Nela Sari (1414816) Ogy Prabu Santosa (14148156) FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUS SENI INDONESIA SURAKARTA 2015 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dalam penyampaian pesan. Salah satu media audio visual yaitu film.

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dalam penyampaian pesan. Salah satu media audio visual yaitu film. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perfilman di Indonesia akhir-akhir ini berkembang sangat pesat seiring dengan majunya era globalisasi. Hal ini menunjukkan bahwa di Indonesia memiliki orang-orang kreatif

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia : SDN. 12 Sungai Lareh Kota Padang

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia : SDN. 12 Sungai Lareh Kota Padang 89 Lampiran 2 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Sekolah : SDN. 12 Sungai Lareh Kota Padang Kelas : V Semester : 2 Alokasi Waktu : 6 x pertemuan (12x35 menit) A. Standar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. siswa dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah. Siswa. dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.

BAB 1 PENDAHULUAN. siswa dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah. Siswa. dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Berbicara adalah salah satu aspek keterampilan berbahasa yang dipelajari siswa dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah. Siswa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. berarti berbuat, to act atau to do (Morris dalam taringan, 2000:69). Drama dapat

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. berarti berbuat, to act atau to do (Morris dalam taringan, 2000:69). Drama dapat BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Drama Kata drama berasal dari bahasa Greek, tegasnya dan kata kerja Dran yang berarti berbuat, to act atau to do (Morris dalam taringan,

Lebih terperinci

LAMPIRAN RENCANA PROGRAM PENGAJARAN (RPP)

LAMPIRAN RENCANA PROGRAM PENGAJARAN (RPP) LAMPIRAN RENCANA PROGRAM PENGAJARAN (RPP) Judul Mata Kuliah : Pengetahuan Teater No/ Kode/ SKS Diskripsi Singkat Penyusun : MKK 05101 / 3 SKS : Pemahaman seputar pengetahuan dasar teater seperti asal mula

Lebih terperinci

Program. TatapMuka. Kode MK. Broadcasting A31415EL. Abstract. Kompetensi

Program. TatapMuka. Kode MK. Broadcasting A31415EL. Abstract. Kompetensi MODUL PERKULIAHAN TV PROGRAMMING PRODUKSI PROGRAM TELEVISI Fakultas Ilmu Komunikasi Program Studi Broadcasting TatapMuka 03 Kode MK A31415EL DisusunOleh Gunanto Abstract Kompetensi Pembahasan Suatu program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang terjadi saat ini di dalam komunikasi massa, baik media cetak maupun elektronik di Indonesia ini sudah demikian pesat. Informasi yang bisa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Melihat perkembangan dan kemajuan ilmu teknologi yang semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Melihat perkembangan dan kemajuan ilmu teknologi yang semakin BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat perkembangan dan kemajuan ilmu teknologi yang semakin berkembang pesat dengan adanya sarana media pendidikan dan hiburan yang lebih banyak menggunakan media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PARALLEL EDITING SEBAGAI PENDUKUNG DRAMATIK PADA PENCIPTAAN PROGRAM ACARA REALITY SHOW THE HUNTER EPISODE APA PROFESIMU?

PENGGUNAAN PARALLEL EDITING SEBAGAI PENDUKUNG DRAMATIK PADA PENCIPTAAN PROGRAM ACARA REALITY SHOW THE HUNTER EPISODE APA PROFESIMU? JURNAL PENGGUNAAN PARALLEL EDITING SEBAGAI PENDUKUNG DRAMATIK PADA PENCIPTAAN PROGRAM ACARA REALITY SHOW THE HUNTER EPISODE APA PROFESIMU? SKRIPSI PENCIPTAAN SENI Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai budaya terdapat di Indonesia sehingga menjadikannya sebagai negara yang berbudaya dengan menjunjung tinggi nilai-nilainya. Budaya tersebut memiliki fungsi

Lebih terperinci

KOMPETENSI KEAHLIAN: SILABUS SENI BUDAYA SEMUA KOMPETENSI KEAHLIAN Halaman 1

KOMPETENSI KEAHLIAN: SILABUS SENI BUDAYA SEMUA KOMPETENSI KEAHLIAN Halaman 1 NAMA SEKOLAH : SMK PGRI 0 Jakarta MATA PELAJARAN : Seni Budaya ( SENI MUSIK) KELAS/SEMESTER : X / STANDAR KOMPETENSI : Mengapresiasi karya seni musik KODE KOMPETENSI : SK.. : 6 JAM PELAJARAN ( @ 45 MENIT)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Televisi saat ini telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Televisi saat ini telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Televisi saat ini telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Televisi menampilkan gambar yang menarik dan menghibur, gambar televisi terkadang

Lebih terperinci