Bab I PENDAHULUAN. dilansir oleh berbagai media di tanah air. Isi berita tersebut mengenai perilaku seks bebas,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab I PENDAHULUAN. dilansir oleh berbagai media di tanah air. Isi berita tersebut mengenai perilaku seks bebas,"

Transkripsi

1 Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Belum lepas dari ingatan kita akan berbagai kejadian akhir-akhir ini yang menyita perhatian publik, tentang maraknya beragam aksi kenakalan anak dan remaja yang dilansir oleh berbagai media di tanah air. Isi berita tersebut mengenai perilaku seks bebas, pelecehan seks, tindak kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, aksi pencurian, serta pornografi dan porno aksi, yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas. Bahkan menurut sebuah sumber, 75 % dari generasi muda Indonesia sudah terjebak dalam kehidupan bebas yang penuh dengan gemerlapnya penyebaran, penyelundupan dan pemakaian narkoba. 1 Sejumlah kejadian di atas telah mengundang keprihatinan berbagai pihak karena para pelakunya adalah sebagian besar masih berusia anak-anak dan remaja. Dalam konteks yang lain, kita juga berhadapan dengan berbagai perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai etis dan moral yang dilakukan orang-orang dewasa, seperti mewabahnya perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme dalam berbagai sendi kehidupan. Semisal seseorang melakukan korupsi bukan karena ia miskin melainkan karena serakah.di samping itu kenyataan meningkatnya jumlah kasus perceraian di Indonesia juga merupakan realita yang memprihatinkan.kementerian Agama mencatat telah terjadi 212 ribu kasus perceraian setiap tahun di Indonesia.Angka tersebut mediasi.wordpress.com/2011/09/24/8/ 1

2 merupakan angka tertinggi di Asia Pasifik. 2 Sejumlah kenyataan yang disebutkan di atas merupakan bagian dari persoalan karakter yang perlu mendapat perhatian dari berbagai kalangan di Indonesia Perhatian pada pembentukan karakter yang kokoh telah ditekankan oleh para pendiri bangsa sejak kemerdekaan oleh karena dengan karakter yang kokoh maka kuatlah generasi bangsa ke depan. Ir. Sukarno (Presiden I Republik Indonesia) menyebut bahwa pembangunan karakterlah yang membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju dan jaya serta bermartabat. Kalau Character building ini tidak dilakukan maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli atau bangsa yang terus terjajah. 3 Namun berbagai fakta hingga kini menunjukan bahwa bangsa ini masih menghadapi berbagai kesulitan dalam pembangunan karakter dalam seluruh lapisan masyarakat.oleh karena itu dengan melihat realitas moral di atas menyadarkan kita bahwa penguatan pendidikan karakter (character education) dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis karakter yang sudah berada pada tahap sangat mencemaskan. Keinginan untuk memberi penekanan karakter yang baik tidak hanya berlangsung di tengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia. Sejak awal Tahun 1990-an di Amerika Serikat telah muncul gagasan untuk memberi penekanan pada karakter. Kondisi ini dilatarbelakangi oleh kerisauan masyarakat terhadap perilaku buruk di kalangan generasi muda yang disebabkan oleh kesibukan kerja yang tinggi dari orangtua sehingga membuat orangtua tidak memiliki waktu yang cukup dalam membimbing dan mendidik 2 liputan6. com/read/692954/wamenag-212-ribu-perceraian-terjadi-setiap-tahun 3 Sukarno, Pidato Kebangsaan dalam buku Konsep Dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: Rosdakarya, Cet 1, 2012), 01. 2

3 anak dirumah.kondisi ini kemudian diambil alih oleh pemerintah dengan menekankan pembangunan karakter dalam institusi pendidikan sekolah. 4 Selanjutnya gerakan pendidikan karakter menjadi sebuah gerakan yang menyebar ke berbagai tempat dengan istilah yang berbeda-beda. Istilah pendidikan moral lebih populer di Amerika, sementara di Inggris lebih dikenal dengan istilah pendidikan nilai.secara khusus di Indonesia dipakai istilah pendidikan budi pekerti dan pendidikan moral Pancasila. 5 Menyadari akan pentingnya karakter yang kokoh maka pada tahun 2010 pemerintah Indonesia mencanangkan pembangunan karakter sebagai sebuah gerakan nasional dengan nama Gerakan Nasional Pembangunan Karakter. Ruang lingkup sasaran gerakan ini adalah lingkup keluarga, satuan pendidikan, lingkup Pemerintahan, masyarakat sipil, masyarakat politik, dunia usaha dan industri, dan media masa.ini berarti seluruh elemen dalam bangsa dilibatkan dalam gerakan pembangunan karakter. Tentunya dengan harapan seluruh elemen yang menjadi sasaran dapat berpartisipasi dengan baik dalam pembangunan karakter sehingga cita-cita pembangunan gerakan pendidikan karakter dapat terwujud. Kementerian pendidikan nasional merespon dengan mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan karakter dalam seluruh kurikulum pendidikan sekolah pada semua jenjang pendidikan; mulai dari jenjang sekolah dasar hingga ke jenjang perguruan Tinggi. 6 4 Thomas Lickona.Pendidikan karakter, (Character Matters) (Bantul: Kreasi Wacana, 2012), xxvi. 5 Suyata, Pendidikan Karakter: Dimensi Filosofis dalam bukupendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Praktik, (Yogyakarta: UNY Press, 2011), Pemerintah Republik Indonesia, Kebijakan Nasional pembangunan Karakter BangsaTahun , (Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia, 2010),

4 Dari sejumlah ruang lingkup sasaran pembangunan karakter yang disebutkan di atas keluarga memiliki peranan yang sangat besar. Sekalipun dalam konteks negara yang lain, keluarga telah kehilangan fungsi sebagai pendidik utama bagi anak, namun dalam konteks Indonesia, fungsi dan peran keluarga masih memegang peranan yang cukup signifikan sebagai pendidik utama karakter anak. Maka tepatlah bila pembangunan karakter anak pertama-tama harus di mulai dari keluarga. Dikatakan demikian oleh karena dalam realita sebagian besar waktu anak lebih banyak bersama keluarga daripada di lingkungan sekolah ataupun lingkungan lainnya. Apalagi waktu pendidikan karakter yang efektif adalah berlangsung sejak usia kanak-kanak (Teachable moment). Selain itu media pendidikan dalam keluarga sangat kaya karena meliputi aspek keteladanan dan pembiasaan yang berkaitan dengan perilaku keluarga. 7 Dalam bukunya Educating For Character, Lickona melihat keluarga merupakan sumber pendidikan moral yang utama bagi anak. Orangtua adalah guru pertama bagi anak dan memberikan pengaruh paling besar terhadap perkembangan moral anak-anak. Keluarga adalah sekolah kebajikan yang pertama.di sanalah kita belajar tentang kasih, tentang komitmen, tentang pengorbanan dan iman pada sesuatu yang lebih besar daripada diri kita sendiri.keluarga meletakan fondasi moral yang melandasi semua bangunan lembaga sosial. 8 Namun persoalannya adalah apakah para orangtua menyadari peran besar mereka dalam pembangunan karakter bagi anak sehingga praktik pengasuhan kepada 7 Menurut Hadinata, keluarga mencakup pengertian sosiologis seperti keluarga batih Nuclear Family, yang terdiri dari ibu-bapak-anak. Model keluarga lain adalah keluarga besar Extended-Family, yang mana bukan hanya keluarga batih tetapi juga anggota-anggota keluarga dalam garis-garis vertikal (kakek, nenek, paman, bibi, cucu), maupun garis horizontal (kakak, adik, ipar dan sebagainya), N.K.Admaja Hadinata, Dialog dan Edukasi: Keluarga Kristen dalam Masyarakat Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), Thomas Lickona, Mendidik untuk Membentuk karakter (Educating For Character) (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 48. 4

5 anak dilaksanakan secara sengaja dan sistematis dengan tujuan membangun karakter baik pada anak? Sementara dilihat dari peran keluarga yang sangat strategis sebagai institusi awal peletak dasar yang membangun karakter, justru keluarga dapat memainkan peranannya secara maksimal dalam pembangunan karakter anak. Selanjutnya berkaitan dengan karakter, pada umumnya orangtua, juga termasuk orangtua Kristen, mengharapkan anak-anaknya memiliki karakter yang baik. Oleh karena karakter yang baik berkaitan dengan mengetahui yang baik (knowing the good), mencintai yang baik (loving the good) dan melakukan yang baik (doing the good). 9 Tiga komponen ini menjadi ciri dari karakter baik yang menyatu dan terwujud dalam perilaku seseorang sehari-hari dalam waktu dan di tempat apapun. Sementara itu berkaitan dengan nilai-nilai moral, agama (termasuk agama Kristen) sebagai salah satu institusi pertama yang mengajarkan nilai-nilai moral turut berperan dalam proses pembangunan karakter anak. Karena itu dalam membangun karakter baik pada anak, keluarga mengadopsi berbagai nilai moral yang bersumber dari agama.nilai-nilai moral dalam agama yang digunakan keluarga Kristen bersumber dari kehidupan Yesus Kristus dan bermuara pada iman yang diwujudnyatakan dalam berbagai perilaku. Menurut Gill nilai-nilai moral di maksud adalah : hidup kudus, setia, bijaksana, terbuka, bertanggungjawab, jujur, mengampuni, melayani, bersikap adil, bersikap benar, mengasihi, rela berkorban, pendamai, rendah hati, penuh pengharapan, murah hati, berani, sukacita dan berpengharapan Kevin Ryan & Karen E.Bohlin.Building Character In Schools. Practical Ways To Bring Moral Instruction to Life, (San Fransisco: Jossey-Bass, 1999), David W. Gill, Becoming Good. Building Moral Character, (USA: Intervarsity Press, 2000),

6 Selain nilai-nilai moral yang bersumber dari agama, keluarga juga menggunakan nilainilai moral yang ada dalam kehidupan keluarga sehari-hari seperti; nilai-nilai budaya dan ataupun norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Berbicara tentang peranan keluarga sebagai institusi awal dan dasar pembangunan karakter, keberhasilan keluarga (orangtua) dalam proses pembangunan karakter anak dilakukan melalui model pengasuhan orangtua oleh karena berdampak pada karakter yang terbangun pada anak. Karena itu bila model pengasuhan yang dilakukan berkualitas dan utuh maka akan menghasilkan karakter yang kokoh dan membuat anak mampu bertahan (survive) dalam pelbagai persoalan hidup. Sementara proses pembangunan karakter yang tidak berkualitas dan utuh akan membuat anak mudah berubah kearah yang buruk. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa model pengasuhan orangtua menjadi kunci keberhasilan dalam proses pembangunan karakter pada anak. Demikian juga dengan keberadaan keluarga-keluarga kristen yang berada di jemaat GMIT Sontetus Bone. Keluarga-keluarga dimaksud juga merupakan bagian dari keluarga-keluarga yang berkutat dengan proses pembinaan dalam rangka pembangunan karakter anak walaupun dalam konteks yang berbeda. Pengalaman penulis selama melayani jemaat ini sebagai pendeta, seringkali berhadapan dengan persoalan-persoalan sosial dalam jemaat ini, di antaranya kasus KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) antara suami kepada isteri ataupun sebaliknya isteri kepada suami dan kekerasan orangtua kepada anak, kasus-kasus pencurian, kasus pemerkosaan dan konsumsi minuman keras (miras) yang berdampak pada kasus perkelahian antar pemuda. Pada bagian yang lain juga terjadi persoalan kerusakan lingkungan hidup, hal mana nampak 6

7 dari kebiasaan membuka lahan kebun baru dengan aksi menebas dan membakar hutan yang berdampak pada tanah longsor dan ketersediaan air. Sejumlah persoalan tersebut di atas menurut penulis di pengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya faktor pendidikan dan pemaknaan terhadap budaya.faktor-faktor tersebut berdampak pada pola pengasuhan orangtua kepada anak dalam keluarga yang membangun karakter.oleh karena itu menarik untuk mengetahui seperti apakah model pengasuhan para orangtua dalam membangun karakter anak yang berlangsung di jemaat Sontetus Bone dengan pelbagai unsur pembangunan karakter seperti terurai di atas. Berdasarkan gerakan pendidikan karakter yang kembali menjadi penekanan dalam berbagai kontekspendidikan dan proses pembangunankarakter melalui model-model pengasuhan orangtua seperti yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini dilakukan guna mengetahui bagaimanakah model pengasuhan yang dilakukan keluarga-keluarga kristen dalam rangka membangun karakter anak? Dengan alasan-alasan inilah maka penelitian ini diberi judul: Model Pembangunan Karakter Anak Dalam Keluarga Kristendi jemaat GMIT Sontetus Bone. B. Identifikasi masalah. Adapun masalah yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah: 1. Bahwa karakter yang baik merupakan suatu ciri khas seseorang yang mutlak diperlukan dalam kehidupan namun diperoleh melalui sebuah proses pembangunan. 2. Dari seluruh institusi pembangunan karakter seperti agama, sekolah dan lainnya, keluarga merupakan institusi pertama yang memiliki peranan yang penting dalam proses pembangunan karakter anak. 7

8 3. Proses pembangunan karakter anak berlangsung melalui model pengasuhan yang dilakukan oleh orangtua dalam keluarga. Model pengasuhan yang tepat akan menghasilkan karakter yang baik. Namun apakah keluarga (orangtua) melakukan proses pembangunan karakter anak secara sengaja dan terencana dengan baik? C. Rumusan Masalah. Adapun masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah model pengasuhan dalam pembangunan karakter anak di keluarga Kristen dalam Jemaat GMIT Sontetus Bone? 2. Bagaimanakah model pengasuhan dalam pembangunan karakter anak di keluarga Kristen dalam Jemaat GMIT Sontetus Bone bila ditinjau dari teori model-model pengasuhan orangtua untuk pembangunan karakter anak? D. Tujuan Penelitian. Berdasarkan rumusan masalah diatas maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan model pengasuhan dalam pembangunan karakter anak di keluarga Kristen dalam Jemaat GMIT Sontetus Bone? 2. Menganalisis model pengasuhan dalam pembangunan karakter anak di keluarga Kristen dalam Jemaat GMIT Sontetus Bone berdasarkan teori model-model pengasuhan orangtua untuk pembangunan karakter anak. E. Pembatasan Masalah. Mengingat sangat luasnya tema yang berkaitan dengan pendidikan karakter dalam berbagai konteks pelaksanaan pendidikan karakter, di antaranya dalam konteks sekolah dan lembaga agama (gereja), maka penelitian ini dibatasi pada peranan keluarga Kristen 8

9 dalam membangun karakter anak di Jemaat GMIT Sontetus Bone berdasarkan teori model-model pembangunan karakter dalam keluarga. F. Manfaat dan signifikansi Penelitian. Adapun manfaat dan signifikansi yang diperoleh dari penelitian adalah: Keluarga: Dapat memberi pemahaman yang baru tentang peranan dan tanggung jawab keluarga dalam pembangunan karakter anak sehingga keluarga dapat berperan secara optimal demi terciptanya generasi yang berkarakter baik. Gereja Masehi Injili Di Timor dan Gereja di Indonesia pada umumnya: Dapat mengembangkan pengajaran dan bentuk-bentuk pelayanan yang membangun karakter demi terciptanya gereja dan jemaat yang berkarakter baik untuk mengatasi permasalahan karakter baik dalam keluarga Kristen dan Gereja. G. Definisi Operasional Berkaitan dengan topik tulisan ini, perlu di jelaskan beberapa konsep yang bersifat operasional yakni: 1. Karakter. Menurut kamus besar bahasa indonesia, karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. 11 Ryan dan Bohlin mendefinisi kan karakter sebagai tanda atau ciri yang khusus yang dimiliki seseorang yang bersifat individual. 11 Tim Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka 2008). 9

10 2. Pendidikan karakter Lickona mendefinisikan pendidikan karakter sebagai usaha sungguh-sungguh untuk membantu seseorang memahami, peduli dan bertindak dengan landasan inti nilai-nilai etis. 3. Pembangunan karakter. Yang dimaksud dengan pembangunan karakter disini adalah proses, cara, perbuatan membangun. Pembangunan karakter berlangsung melalui cara atau model pengasuhan yang di gunakan orangtua untuk membangun karakter anak sesuai harapan orangtua. 4. Metode. Metode adalah cara yang di gunakan dalam melakukan suatu tindakan. Dalam kaitannya dengan topik tulisan ini, yang maksud metode adalah cara yang di gunakan orangtua dalam mengajari anak tentang nilai-nilai moral yang hendak di tanamkan kepada anak. 5. Model pengasuhan. Yang dimaksud dengan model pengasuhan disini adalah pola atau gaya perilaku pengasuhan yang di lakukan orangtua dalam bentuk mendidik, membimbing, mengajari dan menjelaskan sesuatu kepada orangtua kepada anak. H. Metode Penelitian. 1. Metode. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif yakni pendekatan yang digunakan untuk melihat setting dalam kehidupan yang riil dengan maksud untuk menginvestigasi dan memahami 10

11 fenomena tertentu. 12 Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi yang sistematis, faktual dan akurat mengenai fenomena yang diteliti. Dengan pendekatan ini, diharapkan ada gambaran yang jelas dan terperinci untuk menganalisa apa yang dilihat atau di dengar sebagai hasil penelitian. Metode penulisan deskriptif adalah metode yang biasa digunakan untuk meneliti status kelompok manusia, suatu objek, kondisi dan sistem pemikiran manusia atau suatu peristiwa yang bersifat deskriptif.penelitiannya bersifat penggambaran karena memaparkan semua bentuk perubahan yang membentuk suatu gejala atau memberikan uraian yang deskriptif mengenai suatu realitas sosial yang kompleks hingga diperoleh pemahaman atas realitas tersebut Teknik Pengambilan data. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua teknik yakni: a. Wawancara. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data melalui pertanyaan yang diajukan secara lisan kepada informan yang menjadi objek amatan penelitian. Dalam pada itu, wawancara yang digunakan dalam penelitian ini dimaksudkan agar mendapatkan data yang akurat, faktual dan mendalam tentang topik yang di teliti. Hasil wawancara yang dilakukan menjadi data primer yang di gunakan dalam menganalisa topik penelitian dimaksud sehingga pada akhirnya topik penelitian yang di teliti dapat di pahami. 12 Norman K. Denzin & Yvonna Lincoln, The Sage Hand Book Of Qualitative Research 1, Edisi Ketiga (Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), xviii. 13 Sumardi Suryabrata, Metode Penelitian (Jakarta: Rajawali Press,1990),

12 Dalam kaitanya dengan penelitian ini, wawancara dilakukan secara terstruktur dan mendalam dengan panduan pedoman pertanyaan penelitian.dalam melakukan wawancara, informan yang diwawancarai dapat bersamaan ataupun secara terpisah. Hal ini disebabkan ketiadaan waktu yang cukup bagi pasangan suami istri untuk di wawancarai secara bersamaan dalam satu waktu. b. Observasi Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi tentang tingkah laku manusia dalam realitas.observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap kondisi objek dan lokasi penelitian. 14 Dalam kaitannya dengan penelitian ini, penulis melakukan observasi langsung namun terbatas pada proses pengasuhan yang dilakukan keluarga-keluarga. Untuk maksud ini, penulis menginap beberapa hari bersama dengan beberapa keluarga yang di observasi dengan tujuan mengamati secara langsung aktifitas pengasuhan yang terjadi. Hal ini dilakukan guna melengkapi informasi yang diperoleh terhadap topik penelitian. Hasil observasi yang dilakukan menjadi data pelengkap yang bersifat mendukung data primer yang diperoleh melalui wawancara mendalam sehingga proses analisa terhadap topik penelitian dapat berlangsung secara menyeluruh. Di samping itu keberadaan penulis sebagai pendeta yang pernah melayani jemaat Sontetus Bone selama lima tahun, dalam interaksi bersama jemaat terjadi pengamatan secara langsung terhadap berbagai aktifitas pengasuhan anak oleh keluarga-keluarga Kristen di Sontetus 14 Usman Husadi, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 1998),

13 Bone. Kondisi ini menjadi informasi yang melengkapi hasil penelitian dimaksud. Denganya, data-data yang diperoleh di harapkan dapat menunjang penelitian sehingga proses pengambilan data dan analisa data dapat berlangsung dengan baik. 3. Analisis Data. Adapun data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data hasil wawancara mendalam dan observasi langsung terhadap informan. Data-data tersebut dianalisis dengan menggunakan kajian teoritis berdasarkan teori lima model-model pengasuhan orangtua yang dikembangkan oleh ahli-ahli pendidikan karakter seperti Thomas Lickona, Diana Baumrind, Marlyn Watson dan Marvin Berkowitz. 4. Lokasi penelitian dan sampel. Penelitian ini dilaksanakan di jemaat GMIT Sontetus Bone. Pemilihan tempat ini didasarkan pada letak jemaat yang strategis yakni berada di pinggiran kota Soe, ibukota kabupaten Timor Tengah Selatan sehingga terdapat variasi pemahaman dan juga perilaku yang berkaitan dengan pembangunan karakter anak. Disamping itu, penulis pernah melayani dan bergumul dengan persoalan-persoalan sosial yang berkaitan erat dengan model pengasuhan orangtua yang berdampak pada karakter, di antaranya, kasus KDRT (kekerasan dalam rumah tangga), kasus-kasus pencurian, kasus pemerkosaan, pola konsumsi minuman keras (miras) yang berdampak pada kasus perkelahian antar pemuda. Di samping itu juga terdapat persoalan 13

14 kerusakan lingkungan hidup yang berdampak pada ketersediaan air bersih dan lingkungan yang terjaga kelestariannya. Sejulah persoalan tersebut menurut penulis berakaitan erat dengan pola pengasuhan yang berlangsung dalam keluarga yang berdampak pada karakter seseorang. Berdasarkan sejumlah persoalan tersebut di atas, penulis terdorong untuk memilih jemaat ini sebagai lokasi penelitian guna mengetahui bagaimana pola atau model pengasuhan yang di lakukan keluarga-keluarga Kristen di GMIT Sontetus Bone selama ini. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yakni tahap pertama; prapenelitian, dimulai dari 09 April 04 Mei Sedangkan tahap kedua; penelitian lapangan, dimulai dari bulan Juli-Agustus Berdasarkan hal ini maka yang menjadi unit amatan dalam penelitian ini adalah keluarga-keluarga Kristen di jemaat GMIT Sontetus Bone dengan memperhatikan polulasi jemaat Sontetus Bone sejumlah 180 keluarga maka jumlah keluarga yang menjadi informan dalam penelitian ini berkisar sepuluh sampai duapuluh keluarga dengan jumlah informan sejumlah tiga puluh sampai empat puluh informan. Informan di pilih secara acak dengan mempertimbangkan beberapa hal yakni: pertama, informan yang di teliti adalah orang-orang yang di pandang dapat memberikan informasi berkaitan dengan topik penelitian ini, kedua, informan yang di pilih juga di perhatikan dari keterwakilan tingkat pendidikan, ketiga, informan yang di pilih juga di diperhatikan dari keterwakilan gender dan usia pernikahan dengan melihat padakeluarga-keluarga yang baru memulai melakukan proses pengasuhan dan 14

15 keluarga-keluarga yang telah cukup lama melakukan proses pengasuhan. Hal ini di lihat dari usia dan jumlah anak yang di asuh orangtua. Sementara itu yang menjadi unit analisis penelitian adalah model-model pengasuhan orangtua yang membangun karakter anak. I. Sistematika Penulisan. Adapun tulisan ini akan di bagi dalam beberapa bab yaknibab I Pendahuluan yang meliputi latar belakang, identifikasi masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah, manfaat dan signifikansi penelitian, konsep-konsep, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Selanjutnya bab II berisi landasan teori yang digunakan dalam menganalisis topik dimaksud yakni teori model pengasuhan orangtua untuk pembangunan karakter anak dalam keluarga. Dalam bab III akan di sajikan hasil penelitian lapangan yang meliputi gambaran hasil penelitian di jemaat Sontetus Bone dengan data-data yang menjadi temuan di lapangan. Dalam Bab IV akan di sajikan kajian terhadap hasil penelitian berdasarkan teori model pengasuhan orangtua untuk pembangunan karakter anak dalam keluarga. Pada akhirnya dalam Bab V akan di sampaikan penutup yang meliputi kesimpulan dan saran. 15

BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF TEORI MODEL PENGASUHAN UNTUK PEMBANGUNAN KARAKTER TERHADAP MODEL- MODEL PENGASUHAN OLEH

BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF TEORI MODEL PENGASUHAN UNTUK PEMBANGUNAN KARAKTER TERHADAP MODEL- MODEL PENGASUHAN OLEH BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF TEORI MODEL PENGASUHAN UNTUK PEMBANGUNAN KARAKTER TERHADAP MODEL- MODEL PENGASUHAN OLEH KELUARGA-KELUARGA KRISTEN DI JEMAAT GMIT SONTETUS BONE Dalam bab ini penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Pelayanan kepada anak dan remaja di gereja adalah suatu bidang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Pelayanan kepada anak dan remaja di gereja adalah suatu bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pelayanan kepada anak dan remaja di gereja adalah suatu bidang pelayanan yang penting dan strategis karena menentukan masa depan warga gereja. Semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk memotivasi, membina, membantu, serta membimbing seseorang untuk mengembangkan segala

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. beberapa saran berdasarkan hasil penelitian lapangan dan analisanya.

BAB V PENUTUP. beberapa saran berdasarkan hasil penelitian lapangan dan analisanya. BAB V PENUTUP Dalam bab ini penulis mencoba menarik beberapa kesimpulan dan mengusulkan beberapa saran berdasarkan hasil penelitian lapangan dan analisanya. A. Kesimpulan. Beberapa kesimpulan yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan elemen yang sangat penting dalam perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program pendidikan yang ada diperlukan kerja keras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didik, sehingga menghasilkan peserta didik yang pintar tetapi tidak

BAB I PENDAHULUAN. didik, sehingga menghasilkan peserta didik yang pintar tetapi tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini dinilai sarat dengan muatanmuatan pengetahuan dan tuntutan arus global yang mana mengesampingkan nilai-nilai moral budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. harkat dan martabat bangsa dapat terjaga. Pemerintah telah mencanangkan program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. harkat dan martabat bangsa dapat terjaga. Pemerintah telah mencanangkan program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan hal yang paling dasar dalam pembentukan karakter suatu bangsa, jati diri suatu bangsa dapat diperoleh melalui pendidikan sehingga harkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana untuk menjadikan seseorang atau individu menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas tentang: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Rumusan Masalah, (3) Pembatasan Masalah, (4) Tujuan Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Penegasan Isilah. 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan di perkotaan diperhadapkan dengan sebuah realita kehidupan yang kompleks. Pembangunan yang terus berlangsung membuat masyarakat berlomba-lomba untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut agama dan ras. Pada akhirnya manusia kembali mempertanyakan Apakah

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut agama dan ras. Pada akhirnya manusia kembali mempertanyakan Apakah BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Dunia, tempat hidup manusia selalu mengalami perubahan dan tantangan. Sejak munculnya globalisasi dan modernisasi, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari ketiga hal tersebut terlihat jelas bahwa untuk mewujudkan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Dari ketiga hal tersebut terlihat jelas bahwa untuk mewujudkan negara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak zaman pemerintahan Ir. Soekarno, ada tiga hal penting yang menjadi tantangan. Pertama adalah mendirikan negara yang bersatu dan berdaulat, kedua adalah membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. telah berupaya meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan pendidikan diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. telah berupaya meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan pendidikan diharapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan suatu proses pemuliaan diri yang di dalamnya terdapat tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) 1, mendapat pengaruh yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) 1, mendapat pengaruh yang cukup besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) 1, mendapat pengaruh yang cukup besar dari kebudayaan yang dimiliki oleh warga jemaatnya. Kebudayaan yang dimaksud adalah kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan diakui

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan diakui 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai salah satu proses perubahan pada pembentuk sikap, kepribadian dan keterampilan manusia untuk menghadapi masa depan. Dalam proses pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 3 Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 (Burhanuddin, 2007: 82), mengungkapkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 3 Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 (Burhanuddin, 2007: 82), mengungkapkan bahwa: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan selanjutnya. Dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, pasal 17

Lebih terperinci

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tidak dapat dipungkiri bahwa ada begitu banyak tuntutan, tanggungjawab dan kewajiban yang tidak bisa diabaikan oleh seorang pendeta jemaat. Dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan BAB I PENDAHULUAN Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan Masalah, D. Tujuan Penelitian, E. Manfaat Penelitian, F. Penegasan Istilah A. Latar Belakang Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karakter merupakan kunci kepemimpinan. Istilah karakter dianggap sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan nasional salah satunya yaitu untuk membentuk akhlak/budi pekerti yang luhur, pembentukan akhlak harus dimulai sejak kecil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran, di antaranya: pendidikan dan pelatihan guru, pengadaan sarana dan

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran, di antaranya: pendidikan dan pelatihan guru, pengadaan sarana dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil belajar merupakan salah satu indikator kualitas pendidikan yang langsung dapat diamati. Berbagai upaya dilakukan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cinta kasih, dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. cinta kasih, dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sejak tahun 1920-an Ki Hajar Dewantara telah mengumandangkan pemikiran bahwa pendidikan pada dasarnya adalah memanusiakan manusia dalam artian menjadikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu fenomena yang menarik pada zaman modern di Indonesia adalah pemahaman dan implementasi tentang nilai-nilai moral dalam kehidupan masyarakat kita yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Masyarakat terus berkembang dan berubah menyesuaikan dengan kondisi jaman dan peradaban. Manusia sebagai bagian dari perkembangan jaman adalah faktor penentu keberlangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang dimiliki. Francis Fukuyama dalam bukunya trust

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang dimiliki. Francis Fukuyama dalam bukunya trust BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keterpurukan dan jatuh bangunnya suatu bangsa tergantung pada kualitas sumber daya manusia yang dimiliki. Francis Fukuyama dalam bukunya trust menyatakan bahwa kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Tuhan Allah menyatakan diri sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ketuntasan belajar siswa. Moral merupakan nilai yang berlaku dalam suatu

I. PENDAHULUAN. ketuntasan belajar siswa. Moral merupakan nilai yang berlaku dalam suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terbentuknya moral yang baik merupakan salah satu keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan, hal ini didukung dengan adanya kurikulum 2013 yang menjadikan aspek

Lebih terperinci

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA Darussalam, Banda Aceh

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA Darussalam, Banda Aceh 08/02/2017 Nama Mata Kuliah : Pendidikan Karakter Kode Mata Kuliah : PMA 509 Bobot SKS : 2 (dua) Semester : Ganjil Hari Pertemuan : 1 (pertama) Tempat Pertemuan : Ruang kuliah Koordinator MK : Khairul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Buton dalam kehidupannya terikat kuat oleh tradisi lisan.

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Buton dalam kehidupannya terikat kuat oleh tradisi lisan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Buton dalam kehidupannya terikat kuat oleh tradisi lisan. Tradisi lisan tersebut berupa tuturan yang memberi ciri khas terhadap individu atau kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dimanapun dan kapanpun didunia ini pasti akan mengalami proses pendidikan, di era globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses perubahan atau pendewasaan manusia, berawal dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak biasa menjadi biasa, dari tidak paham menjadi pahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan yang bermula dari seluruh negara di dunia yang dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan early childhood

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah generasi penerus bangsa yang tumbuh dan berkembang untuk melanjutkan perjuangan cita-cita bangsa. Remaja merupakan aset bangsa yang harus dijaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Permasalahan karakter saat ini banyak diperbincangkan. Berbagai persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menjelaskan dengan tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechstaat) dan bukan berdasarkan atas kekuasaan (machstaat).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sesungguhnya memiliki modal besar untuk menjadi sebuah bangsa yang maju, adil, makmur, berdaulat, dan bermartabat. Hal itu didukung oleh sejumlah fakta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibahas. Sebuah perubahan apapun bentuknya, senantiasa akan mengacu

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibahas. Sebuah perubahan apapun bentuknya, senantiasa akan mengacu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kajian tentang pendidikan adalah sebuah kajian yang tidak pernah selesai untuk dibahas. Sebuah perubahan apapun bentuknya, senantiasa akan mengacu pada pendidikan

Lebih terperinci

MATERI I MATERI I. subyek yang ikut berperan

MATERI I MATERI I. subyek yang ikut berperan subyek yang ikut berperan 14 1 7. PERTANYAAN UNTUK DISKUSI Menurut Anda pribadi, manakah rencana Allah bagi keluarga Anda? Dengan kata lain, apa yang menjadi harapan Allah dari keluarga Anda? Menurut Anda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gia Nikawanti, 2015 Pendidikan karakter disiplin pada anak usia dini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gia Nikawanti, 2015 Pendidikan karakter disiplin pada anak usia dini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya disiplin merupakan kebutuhan dasar bagi perkembangan perilaku anak mengingat masa ini merupakan masa yang sangat efektif untuk pembentukan perilaku moral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Erni Purnamasari, 2015 PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP ETIKA PADA SISWA KELAS XI MIA 4 DAN XI IIS 2 SMA NEGERI 14 KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Erni Purnamasari, 2015 PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP ETIKA PADA SISWA KELAS XI MIA 4 DAN XI IIS 2 SMA NEGERI 14 KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa. Atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah perpanjangan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan kewarganegaraan (PKn) menjadi bagian penting dalam suatu pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari keberadaan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang. Keluarga adalah kelompok terkecil dari masyarakat. Setiap anggota dalam

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang. Keluarga adalah kelompok terkecil dari masyarakat. Setiap anggota dalam BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Keluarga adalah kelompok terkecil dari masyarakat. Setiap anggota dalam keluarga memiliki ikatan yang sangat kuat, bahkan disebut sebagai kekerabatan yang sangat mendasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan karakter siswa yang diharapkan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai krisis yang dialami oleh Bangsa Indonesia, baik krisis moral

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai krisis yang dialami oleh Bangsa Indonesia, baik krisis moral BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai krisis yang dialami oleh Bangsa Indonesia, baik krisis moral maupun krisis ekonomi hingga saat ini masih terus berjalan dan seakan-akan susah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ini berpengaruh baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ini berpengaruh baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era global ditandai dengan pengaruhnya yang cukup signifikan terhadap perubahan kehidupan manusia, baik ekonomi, politik dan kebudayaan.tiga dimensi ini berpengaruh

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERUBAHAN MINAT MELAYANI DARI PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL

BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERUBAHAN MINAT MELAYANI DARI PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERUBAHAN MINAT MELAYANI DARI PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL Berdasarkan hasil penelitian yang tertuang dalam bab III, peneliti ingin memberi paparan analisis terhadap perubahan minat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Praktik, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm Fathul Mu in, Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik dan

BAB I PENDAHULUAN. Praktik, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm Fathul Mu in, Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan. Sebagai sebuah proses, ada dua asumsi yang berbeda mengenai pendidikan dalam kehidupan manusia. Pertama, ia bisa

Lebih terperinci

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Misaka Galiza, 2003), hlm Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Misaka Galiza, 2003), hlm Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi telah membuka wawasan dan kesadaran masyarakat yang diikuti dengan munculnya sejumlah harapan dan kecemasan. Harapan dan kecemasan tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat, ia terikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia seutuhnya yang bermanfaat bagi diri, keluarga, masyarakat dan bagi negaranya. Hal ini selaras dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena

Lebih terperinci

Pastoral Remaja Pemuda. Ii Varia Indahyani. Penerbit Joy Publishing

Pastoral Remaja Pemuda. Ii Varia Indahyani. Penerbit Joy Publishing Pastoral Remaja Pemuda Ii Varia Indahyani Penerbit Joy Publishing Pastoral Remaja Pemuda Oleh: (Ii Varia Indahyani) Copyright 2014 by (Ii Varia Indahyani) Penerbit (Joy Publishing) (iivariaindahyani@gmail.com)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wahai orang-orang yang beriman, rukuklah, sujudlah, dan sembahlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wahai orang-orang yang beriman, rukuklah, sujudlah, dan sembahlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wahai orang-orang yang beriman, rukuklah, sujudlah, dan sembahlah Tuhanmu, dan berbuat kebaikan agar kamu beruntung. (Al qur an, surat Al Hajj : 77). Ayat di atas memerintahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Kemiskinan, yang hadir bersama dengan pluralitas agama, adalah konteks kehidupan gerejagereja di Indonesia secara umum, dan gereja-gereja di Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi landasan bagi penampilan perilaku dalam standar nilai dan norma yang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi landasan bagi penampilan perilaku dalam standar nilai dan norma yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karakter adalah sifat pribadi yang relatif stabil pada diri individu yang menjadi landasan bagi penampilan perilaku dalam standar nilai dan norma yang tinggi.

Lebih terperinci

32. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SMP

32. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SMP 32. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SMP KELAS: VII Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan secara keseluruhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat yang berbunyi: Melindungi

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat yang berbunyi: Melindungi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia sejak awal kemerdekaannya telah menetapkan cita cita dan tujuan yang hendak dicapai, sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2000, p.11

BAB I PENDAHULUAN. 2000, p.11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Pandangan tradisional yang mengatakan bahwa keluarga yang ideal adalah keluarga dimana suami berperan sebagai pencari nafkah dan istri menjalankan fungsi pengasuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern dan maju secara tidak langsung menuntut setiap orang untuk mampu bersaing dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagian ini akan menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bagian ini akan menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah BAB I PENDAHULUAN Bagian ini akan menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah yang meliputi: 1) Bagaimana efektivitas kebijakan pendidikan Budi Pekerti pada komunitas Homeschooling sekolah Dolan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin BAB I PENDAHULUAN Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin Gereja dengan Suatu Kajian Pastoral terhadap dampak Psikologis bagi orang-orang yang dikenakan Disiplin

Lebih terperinci

Pendidikan Kasih Sayang dalam Keluarga

Pendidikan Kasih Sayang dalam Keluarga Pendidikan Kasih Sayang dalam Keluarga Oleh : Ir. Rosemarie Sutjiati, M.M. Kasih adalah wujud perhatian dan kepedulian seseorang terhadap orang lain yang diwujudkan dengan pelayanan dan pengorbanan seseorang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pertumbuhan budi pekerti tiap-tiap manusia. Orang tua dapat menanamkan benih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pertumbuhan budi pekerti tiap-tiap manusia. Orang tua dapat menanamkan benih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan terpenting. Sejak timbulnya adab kemanusiaan sampai kini, keluarga selalu mempengaruhi pertumbuhan budi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan

Lebih terperinci

Pentingnya peran saksi dalam pernikahan (Suatu tinjauan terhadap pendampingan saksi nikah di jemaat GMIT Efata Benlutu)

Pentingnya peran saksi dalam pernikahan (Suatu tinjauan terhadap pendampingan saksi nikah di jemaat GMIT Efata Benlutu) Pentingnya peran saksi dalam pernikahan (Suatu tinjauan terhadap pendampingan saksi nikah di jemaat GMIT Efata Benlutu) 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permasalahan Perkawinan ialah ikatan lahir batin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterlibatan ibu rumah tangga dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat. Kompleksnya kebutuhan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Gereja yang ada dan hadir dalam dunia bersifat misioner sebagaimana Allah pada hakikatnya misioner. Yang dimaksud dengan misioner adalah gereja mengalami bahwa dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penuh kedamaian, kesejukan, dan ketenangan lahir batin dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. penuh kedamaian, kesejukan, dan ketenangan lahir batin dalam lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang senantiasa mendambakan suasana lingkungan yang kondusif, penuh kedamaian, kesejukan, dan ketenangan lahir batin dalam lingkungan dimana mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang tidak terlepas dari segi-segi kehidupan manusia. Kesenian juga merupakan cerminan dari jiwa masyarakat. Negara

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 Oleh Drs. H. Syaifuddin, M.Pd.I Pengantar Ketika membaca tema yang disodorkan panita seperti yang tertuang dalam judul tulisan singkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai orang tua kadang merasa jengkel dan kesal dengan sebuah kenakalan anak. Tetapi sebenarnya kenakalan anak itu suatu proses menuju pendewasaan dimana anak

Lebih terperinci

Banyaknya fenomena penyimpangan perilaku yang bisa dilihat secara. setiap hari, membentuk keprihatinan bahwa bangsa ini sedang

Banyaknya fenomena penyimpangan perilaku yang bisa dilihat secara. setiap hari, membentuk keprihatinan bahwa bangsa ini sedang Latar Belakang Masalah Banyaknya fenomena penyimpangan perilaku yang bisa dilihat secara kasat mata setiap hari, membentuk keprihatinan bahwa bangsa ini sedang mengalami krisis moral yang berkelanjutan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, dijumpai berbagai tradisi atau budaya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, dijumpai berbagai tradisi atau budaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, dijumpai berbagai tradisi atau budaya yang menghubungkan dan mengikat anggota masyarakat satu dengan yang lain. Tradisitradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. saat ini, para bapak pendiri bangsa (the founding fathers) menyadari bahwa paling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. saat ini, para bapak pendiri bangsa (the founding fathers) menyadari bahwa paling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang telah mendeklarasikan kemerdekaannya sejak 17 Agustus 1945 memiliki kondisi yang unik dilihat dari perkembangannya sampai saat ini, para

Lebih terperinci

LOYALITAS DAN PERAN AKTIF SISWA DALAM MENDUKUNG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER

LOYALITAS DAN PERAN AKTIF SISWA DALAM MENDUKUNG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER LOYALITAS DAN PERAN AKTIF SISWA DALAM MENDUKUNG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER Wahyu Okta Sulistiani Pascasarjana Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang 65145 E-mail: wahyu.soerati@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penerus, pemuda harus dibina dan dipersiapkan sebaik baiknya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penerus, pemuda harus dibina dan dipersiapkan sebaik baiknya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Generasi muda adalah generasi penerus bangsa. Membangun manusia Indonesia diawali dengan membangun kepribadian kaum muda. Sebagai generasi penerus, pemuda harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara Indonesia. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan manusia yang berkualitas dan berkarakter.

Lebih terperinci

1 Wawancara dengan bpk sumarsono dan remaja di panti asuhan Yakobus

1 Wawancara dengan bpk sumarsono dan remaja di panti asuhan Yakobus BAGIAN IV TINJAUAN KRITIS ATAS UPAYA PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN BAGI REMAJA YANG BERAGAMA KRISTEN DAN NON KRISTEN DIPANTI ASUHAN YAKOBUS YANG SESUAI DENGAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL. 4.1 Pendidikan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang yang merencanakan untuk berkeluarga biasanya telah memiliki impian-impian akan gambaran masa depan perkawinannya kelak bersama pasangannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter dalam mengisi kemerdekaan. Namun, memunculkan jiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter dalam mengisi kemerdekaan. Namun, memunculkan jiwa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan untuk lepas dari tangan penjajah negara asing sudah selesai sekarang bagaimana membangun negara dengan melahirkan generasi-generasi berkarakter dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu fenomena yang ada akhir-akhir ini yang sangat memprihatinkan adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun masal sudah merupakan berita harian di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernilai, penting, penerus bangsa. Pada kenyataannya, tatanan dunia dan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. bernilai, penting, penerus bangsa. Pada kenyataannya, tatanan dunia dan perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas keadaan anak di muka peta dunia ini masih belum menggembirakan. Nasib mereka belum seindah ungkapan verbal yang kerap kali memposisikan anak bernilai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini permasalahan yang terjadi di kalangan remaja semakin beragam. Permasalahan yang muncul tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini permasalahan yang terjadi di kalangan remaja semakin beragam. Permasalahan yang muncul tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini permasalahan yang terjadi di kalangan remaja semakin beragam. Permasalahan yang muncul tidak hanya pada masalah belajar seperti membolos, mencontek,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberian rangsangan pendidikan lebih lanjut (Depdiknas, 2011). Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pemberian rangsangan pendidikan lebih lanjut (Depdiknas, 2011). Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun, yang dilakukan melalui pemberian rangsangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Thomy Sastra Atmaja, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Thomy Sastra Atmaja, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini kecenderungan prilaku menyimpang yang dilakukan oleh seorang anak masih mudah ditemukan. Berbagai kasus kriminal yang pernah terjadi tidak sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pendidikan Nasional adalah agar anak didik menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berahlak mulia. Untuk mewujudkan tujuan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan multikultural menawarkan satu alternatif melalui penerapan strategis dan konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembangunan nasional. Menurut Samani dan Harianto (2011:1) paling tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembangunan nasional. Menurut Samani dan Harianto (2011:1) paling tidak ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak awal kemerdekaan bangsa Indonesia sudah bertekat menjadikan pembangunan karakter bangsa sebagai bahan penting dan tidak dipisahkan dari pembangunan nasional.

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai tanggungjawab dalam

BAB I P E N D A H U L U A N. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai tanggungjawab dalam BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai tanggungjawab dalam mengembangkan kemampuan anak secara optimal. Kemampuan yang harus dikembangkan bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agama. Hal tersebut sangat berkaitan dengan jiwa Nasionalisme bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. agama. Hal tersebut sangat berkaitan dengan jiwa Nasionalisme bangsa Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan budaya, suku, ras dan agama. Hal tersebut sangat berkaitan dengan jiwa Nasionalisme bangsa Indonesia. Berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan utama yang dihadapi bangsa Indonesia adalah minimnya nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan utama yang dihadapi bangsa Indonesia adalah minimnya nilainilai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan utama yang dihadapi bangsa Indonesia adalah minimnya nilainilai karakter yang ada pada diri anak bangsa seperti rasa peduli terhadap etika dan sopan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini dilanda era informasi dan globalisasi, dimana pengaruh dari

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini dilanda era informasi dan globalisasi, dimana pengaruh dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia saat ini dilanda era informasi dan globalisasi, dimana pengaruh dari luar negeri baik yang bersifat positif mupun negatif tidak bisa dibendung lagi. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan (seperti sekolah dan madrasah) yang digunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai

Lebih terperinci

(Dibacakan sebagai pengganti homili pada Misa Minggu Biasa VIII, 1 /2 Maret 2014)

(Dibacakan sebagai pengganti homili pada Misa Minggu Biasa VIII, 1 /2 Maret 2014) (Dibacakan sebagai pengganti homili pada Misa Minggu Biasa VIII, 1 /2 Maret 2014) Para Ibu/Bapak, Suster/Bruder/Frater, Kaum muda, remaja dan anak-anak yang yang terkasih dalam Kristus, 1. Bersama dengan

Lebih terperinci