BAB I PENDAHULUAN. Akselerasi dalam berbagai aspek kehidupan telah mengubah kehidupan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Akselerasi dalam berbagai aspek kehidupan telah mengubah kehidupan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akselerasi dalam berbagai aspek kehidupan telah mengubah kehidupan yang berjarak menjadi kehidupan yang bersatu. Implikasi dari kehidupan yang bersatu inilah yang sekarang disebut globalisasi. 1 Dalam era globalisasi ini, batas nonfisik antar negara semakin sulit untuk membedakannya dan bahkan cenderung tanpa batas (borderless state). Dampak yang sangat terasa dengan terjadinya globalisasi yakni arus informasi begitu cepat sampai di tangan masyarakat. Jadi tidaklah mengherankan, jika berbagai pihak khususnya dikalangan pebisnis berlomba memburu informasi, sebab siapa yang mampu menguasai informasi dengan cepat, maka dialah yang terdepan. Demikian juga halnya arus transportasi dari satu negara ke negara lain dapat begitu cepat dan mudah diakses oleh masyarakat. Hal ini semua tentu berkat dukungan teknologi yang terus digunakan dan dikembangkan oleh para ahlinya. Dengan semakin dekatnya batas antar suatu negara dengan negara lain peluang untuk berinvestasi, terlebih lagi hampir semua negara dewasa ini membuka diri bagi investor asing sangat terbuka luas. Untuk 1. Erman Suparman, Perjanjian Internasional sebagai Model Hukum bagi Pengaturan Masyarakat Global, hlm.1, diakses tanggal 5 Juli 2010.

2 itu, cukup beralasan untuk menarik investor khususnya investor asing (foreign direct investment, FDI) untuk menanamkan modal di negaranya 2. Dinamika kemajuan di era globalisasi dan perdagangan bebas telah membawa dampak yang signifikan terhadap aktivitas di seluruh negara di dunia pada umumnya, khususnya negara berkembang. Perkembangan ekonomi pada umumnya dan penanaman modal asing pada khususnya telah menjadi perhatian bukan hanya dikalangan pemerintah saja, tetapi juga dikalangan masyarakat. Hal ini disebabkan karena pembicaraan berkenaan dengan penanaman modal asing tidak bisa dilepaskan dari peranannya dalam pembangunan ekonomi. Perkembangan perekonomian suatu negara, khususnya negara berkembang seperti Indonesia sangat ditentukan dari tingkat pertumbuhan penanaman modal asing. Penanaman modal asing sangat diharapkan untuk menggerakkan dan meningkatkan perputaran roda perkembangan di Indonesia. Posisi Indonesia sebagai negara berkembang dituntut untuk mengejar ketinggalan di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, pembangunan ekonomi, serta menciptakan masyarakat yang demokratis. Sebagai negara berkembang, Indonesia berada pada posisi yang sangat berkepentingan dalam mengundang investor asing untuk memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, pelaksanaan penanaman modal asing di Indonesia juga mengharapkan manfaat lainnya, seperti alih teknologi dan penciptaan lapangan kerja. Kegiatan penanaman modal asing 2 Sentosa Sembiring, Hukum Investasi,( Bandung : Nuansa Aulia, 2007) hal.18.

3 tersebut sering terjadi sebagai konsekuensi dari berkembangnya kegiatan di bidang ekonomi dan perdagangan. 3 Penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya asing. Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain melalui perbaikan kordinasi instansi Pemerintah Pusat dan daerah, penciptaan birokrasi yang efisien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha. Dengan perbaikan berbagai faktor penunjang tersebut, diharapkan realisasi penanaman modal akan membaik secara signifikan. 4 Penanaman modal dibagi menjadi dua bagian yaitu Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA). Modal asing yang dibawa oleh investor merupakan hal yang sangat penting sebagai alat untuk mengintegrasikan ekonomi global. Selain itu, kegiatan investasi akan memberikan 3 Arbitrase Sebagai Penyelesaian Sengketa dalam Penanaman Modal Asing, hlm.2, di akses tanggal 5 Juli Undang-Undang No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Penjelasan Umum alenia ke-2.

4 dampak positif bagi negara penerima modal, seperti mendorong pertumbuhan bisnis, adanya bantuan teknologi dari investor baik dalam bentuk proses produksi maupun teknologi permesinan, dan menciptakan lapangan kerja. 5 Ada dua perangkat penting yang mengatur mengenai modal asing. Pertama adalah hukum perjanjian, di Indonesia norma hukum perjanjian yang berlaku adalah ketentuanketentuan mengenai perjanjian yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kedua, norma hukum penanaman modal dan norma hukum perusahaan, di Indonesia ketentuan tersebut diatur oleh Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. yaitu: Ada 2 (dua) sifat khas penanaman modal asing menurut Robert Gilpin, a. Perusahaan multi/trans nasional (PMN/PTN) melakukan penanaman modal langsung di negara-negara asing (foreign direct investment, FDI ), melalui pendirian anak atau cabang perusahaan atau pengambilalihan sebuah perusahaan asing, dengan sasaran melakukan pengawasan manajemen terhadap suatu unit produksi di suatu negara asing, yang berbeda dengan penanaman modal portofolio adalah pada pembelian saham dalam perusahaan. b. Suatu PMN ditandai dengan adanya perusahaan induk dan sekelompok anak perusahaan atau cabang perusahaan di berbagai negara dengan suatu penampung bersama sumber-sumber manajemen, keuangan dan teknik dengan integrasi vertikal dan sentralisasi pengambilan keputusan. Ditinjau dari negara yang terkait dalam PMN, maka ada 2 (dua) negara yang terkait yaitu negara asal investasi (home state) dengan negara tuan rumah (host state) atau negara yang merupakan pusat PMN (home country) dengan negara lain yang 5 diakses tanggal 2 Juni 2010.

5 merupakan tempat perusahaan tersebut melakukan operasi atau kegiatannya (host country). 6 Dengan diizinkannya modal asing masuk ke Indonesia, maka selain bersifat komplementer terhadap faktor-faktor produksi dalam negeri, penanaman modal asing harus diarahkan menurut bidang-bidang yang telah ditetapkam prioritasnya oleh pemerintah. Prioritas yang telah ditetapkan itu antara lain: 1. Usaha yang membutuhkan modal swasta yang sangat besar dan/atau teknologi tinggi. 2. Usaha-usaha yang mengelola bahan baku menjadi bahan jadi. 3. Usaha pendirian usaha besar. 4. Usaha yang menciptakan lapangan kerja 5. Usaha yang menunjang penerimaan negara 6. usaha yang menjunjung penghematan devisa 7. usaha yang menunjang penyebaran pembangunan daerah. 7 Indonesia dengan sumber daya alam yang melimpah memerlukan sumber daya manusia dan sumber keuangan (investasi) untuk membangun perekonomian dan mengelola sumber daya alam yang ada. Apalagi di dalam Undang-Undang 6 Medizton.wordpress.com/2009/12, Joint Venture, hal. 2, diakses tanggal 5 agustus Sumantoro, Aspek-aspek Pengembangan Dunia Usaha Indonesia, (Bandung: Bina Cipta, 1977), hal.18.

6 Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah diatur fasilitas atau kemudahan-kemudahan yang diberikan kepada investor. Pemberian kemudahan ini dimaksudkan agar investor, terutama investor asing mau menanamkan modalnya di Indonesia. selain itu, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 mengandung dua kepastian bagi pemodal,yaitu: 1. Kepastian perbaikan iklim investasi dengan berbagai insentif perpajakan, keimigrasian, dan pertanahan. 2. Kepastian kesempatan dan daya saing bagi para investor. Kegiatan penanaman modal merupakan salah satu bentuk transaksi bisnis, yang keberlangsungan dapat dikategorikan sebagai suatu transaksi bisnis internasional (international business transactions) atau hukum perdagangan internasional (international trade law) yang dilangsungkan oleh dan antar warga negara atau badan usaha (business organization) lintas batas negara (cross border), misalnya antara pelaku usaha asing baik badan hukum asing ataupun perorangan warga negara asing. Dalam transaksi bisnis pada umumnya, ditinjau dari segi hukum kontrak, juga megikuti tiga tahap, yaitu tahap persiapan (preparation phase), tahap pelaksanaan (performance phase), dan tahap penegakan hukum kontrak (enforcement phase), dimana dalam setiap tahapan kontrak senantiasa diiringi oleh tiga aspek yaitu budaya (cultural), hukum (legal), dan praktis (practical). Demikian juga kegiatan penanaman modal asing yang diawali dengan perjanjian patungan (joint venture agreement) sampai dengan realisasi kegiatan usaha dan produksi, dan pendirian perusahaan joint venture tiga

7 tahapan kontrak dan tiga aspek dalam transaksi bisnis tersebut, secara mutatis mutandis, berlaku efektif dengan penyesuaian-penyesuaian seperlunya sesuai dengan bidang usaha dilakukannya penanaman modal dan investor yang bersangkutan. 8 Setiap penanaman modal asing yang akan melaksanakan usahanya di Indonesia diharuskan atau diwajibkan untuk melakukan kerjasama patungan karena alasan ekonomi, politik, dan sosial. Serta diharuskan dalam bentuk Perseroan Terbatas berdasarkan hukum Indinesia dan berkedudukan di Indonesia. Berdasarkan Pasal 5 ayat 2, Undang-Undang No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, menyatakan bahwa: Penanaman Modal Asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Perusahaan berbadan hukum yang tepat adalah Perseroan Terbatas (P.T), karena beberapa alasan, yaitu: 9 a. Pertama, modal P.T. terdiri dari saham-saham. P.T. bertujuan untuk akumulasi modal. Apabila P.T. ingin menambah modal, maka P.T. tersebut mengeluarkan saham baru. b. Kedua, hak suara dalam P.T. tergantung kepada besarnya saham yang dimiliki. Biasanya, 1 saham adalah 1 suara. Sehingga jika investor memiliki, umpamanya mayoritas dari saham, maka ia yang mengambil keputusan 8 op cit, hlm.3. 9 Erman Radjagukguk, Hukum Investasi di Indonesia,( Jakarta: Fak.Hukum UI, 2005), hal

8 dalam menjalankan perusahaan dan ia pula yang memegang posisi-posisi kunci dalam perusahaan. Berdasarkan ketentuan ini, suatu perusahaan asing tidak bisa langsung menjalankan kegiatannya dalam rangka penanaman modal di Indonesia. Perusahaan asing tersebut harus mendirikan Perusahaan Terbatas (P.T.) di Indonesia dengan modal yang 100% atau sebagian dikuasainya, bergantung kepada bidang usaha yang terbuka untuk investor asing. Dalam hal ini, pengusaha asing bekerja sama dengan pengusaha Indonesia dalam bentuk perusahaan patungan (Joint Venture Company). 10 Kerjasama patungan (joint venture) merupakan salah satu sarana untuk menarik modal asing, namun pelaksanaannya masih tergantung pada negoisasinegoisasi dari masing-masing peserta, satu dan lain mempunyai kepentingan yang berbeda. Joint venture secara umum dapat diartikan sebagai suatu persetujuan diantara dua pihak atau lebih, untuk melakukan kerjasama dalam suatu kegiatan. Persetujuan yang dimaksud adalah kesepakatan yang didasari atas suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu sebagai berikut: 1. Para pihak sepakat untuk mengikatkan diri; 2. Para pihak cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum; 3. Perbuatan hukum tersebut harus mengenai suatu hal tertentu; 10 Ibid, hlm. 63.

9 4. Persetujuan tersebut harus mengenai sesuatu hal yang tidak bertentangan dengn hukum, kesusilaan, dan ketertiban umum. Sementara itu, kegiatan maksudnya adalah kegiatan dalam bidang bisnis, baik itu menyangkut: 1. Usaha dalam arti kegiatan perdagangan (commerce), yaitu keseluruhan kegiatan jual beli yang dilakukan oleh orang-orang atau badan-badan baik di dalam negeri maupun di luar negeri ataupun antar negara untuk tujuan memperoleh keuntungan; 2. Usaha dalam arti kegiatan industri, yaitu kegiatan memproduksi atau menghasilkan barang atau jasa yang nilainya berguna dari asalnya; 3. Usaha dalam arti kegiatan melaksanakan jasa-jasa (service), yaitu kegiatan yang melaksanakan atau menyediakan jasa-jasa yang dilakukan baik oleh perorangan maupun suatu badan; 11 Kesepakatan antara Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanam Modal Asing (PMA) dituangkan dalam perjanjian Kerjasama Patungan yang selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam membuat Anggaran Dasar perusahaan patungan. Kerjasama patungan merupakan kerjasama yang ideal dan sangat menguntungkan bagi penanaman modal. Karena masing-masing pihak mempunyai kelebihan yang dapat saling melengkapi. Adapun pengelolaan 11 Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis (Jakarta: Rajawali Pers, 2005), hal. 133.

10 kerjasama patungan yang harus diperhatikan adalah strategi, budaya, dan sumber daya manusia. Perusahaan yang satu dengan yang lain sering memiliki budaya dan strategi yang berbeda berdasarkan bidang industri yang ditekuninya, konsumen yang dilayaninya dan kompetisi yang dihadapinya. 12 Dengan dilakukannya kerjasama patungan maka akan memudahkan hubungan dengan pemerintah dan masyarakat lokal. Dasar dibentuknya kerjasama patungan adalah rasa percaya dan timbal balik antara mitra. 13 Akan tetapi, selalu ada kemungkinan terjadinya permasalahan diantara investor. Apabila terjadi permasalahan maka dibuatlah kesepakatan yang mengikat para pihak melalui negoisasi. Apabila kesepakatan dalam negoisasi tidak dapat diselesaikan maka perselisihan dapat diselesaikan melalui arbitrase atau pengadilan. Kerjasama patungan dibuat berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Dan hubungan antara perusahaan patungan dengan masing-masing harus menjunjung tinggi prinsip transparansi dan akuntabilitas. Untuk menghindari permasalahan yang timbul maka perlu dilaksanakan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance dalam perusahaan yang meliputi Transparancy atau keterbukaan, Fairnes atau keadilan, dan Responsibility atau pertanggungjawaban diakses tanggal 15 oktober Ibid. 14 Budiman Ginting, Hukum Investasi Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing (Medan: Pustaka Bangsa, 2007), hal.290.

11 B. Perumusan Masalah Permasalahan dari judul penulisan hukum mengenai Tinjauan Yuridis Kepemilikan Saham Asing Dalam Penanaman Modal Patungan Di Indonesia dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana perkembangan pengaturan penanaman modal di Indonesia? 2. Bagaimana ketentuan kepemilikan saham asing pada perusahaan penanaman modal di Indonesia? 3. Bagaimana pengaturan penanaman modal patungan di Indonesia? C. Tujuan Penulisan Setiap penulisan karya ilmiah memiliki tujuan tertentu, karena dengan adanya tujuan yang jelas maka akan memberikan arah yang jelas pula untuk mencapai tujuan tersebut. Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk memberikan gambaran yang lebih luas tentang perkembangan penanaman modal di Indonesia, asas, tujuan, kebijakan dasar penanaman modal di indonesia, bidang usaha penanaman modal, fasilitas penanaman modal serta hak, kewajiban dan tanggung jawab penanaman modal.

12 2. Untuk menguraikan dan membahas lebih lanjut mengenai kepemilikan saham asing dalam perusahaan penanaman modal. 3. Pembahasan mengenai aspek hukum penanaman modal patungan di Indonesia serta penyelesaian sengketa pada penanaman modal patungan di Indonesia. D. Manfaat Penulisan Calire Setz 15 dalam bukunya menyatakan bahwa titik tolak dari suatu penulisan/karya ilmiah adalah...to discover answers to questions through the application of scientific procedures... yang berarti untuk menemukan jawabanjawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang prosedur penerapan ilmu. Sehingga melalui penulisan suatu karya ilmiah diharapkan dapat menjawab setiap pertanyaan yang ada atas suatu permasalahan. Adapun dalam penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu: 1. Sebagai masukan bagi ilmu pengetahuan serta pendalaman lebih luas kepada masyarakat mengenai aspek kepemilikan saham asing pada perusahaan patungan di Indonesia sebagai suatu kajian ilmiah yang 15 Calira Setz seperti disadur Soerdjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1987), hal. 9.

13 nantinya diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dalam struktur serta sistem penanaman modal di Indonesia. 2. Memberikan gambaran umum dalam kaitan dengan manfaatnya secara praktis tentang penegakan hukum dan perlindungan hukum terhadap aspek penanaman modal khususnya dalam kepemilikan saham asing dalam perusahaan patungan di Indonesia. E. Keaslian Penulisan Adapun penulisan skripsi ini adalah murni hasil karya ilmiah penulis sendiri yang belum pernah dipublikasikan dimanapun juga. Ada beberapa skripsi yang mengangkat masalah penanaman modal asing, tetapi isi yang digunakan tentu saja berbeda. Pada skripsi ini membahas mengenai batasan kepemilikan saham asing dan juga ketentuan Indonesiasi pada pihak asing. Sepanjang yang ditelusuri dan diketahui dari lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan tentang Tinjauan Yuridis Kepemilikan Saham Asing dalam Penanaman Modal Patungan di Indonesia belum pernah ditulis sebelumnya. Dengan demikian, dilihat dari permasalahan serta tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini merupakan karya sendiri yang asli dan bukan jiplakan dari skripsi orang lain yang diperoleh dari pemikiran, referensi buku-buku, makalah-makalah, media elektronik yaitu internet serta bantuan dari berbagai pihak. Bila kemudian hari ditemukan skripsi yang sama dengan skripsi ini maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.

14 F. Tinjauan Kepustakaan Tinjauan Kepustakaan atau kepustakaan studi adalah suatu studi terdahulu yang berkenaan atau memiliki hubungan dengan topik yang ada secara relevan dengan menggunakan berbagai literatur atau bacaan dalam studinya. Adapun tinjauan kepustakaan ini mempunyai beberapa tujuan, yaitu: 1. Memberitahu khalayak/ pembaca tentang studi-studi atau penelitian terkait berkenaan dengan studi/topik yang sedang dilaporkan. 2. Menghubungkan studi-studi dengan dialog yang lebih luas dan berkesinambungan tentang suatu topik dalam pustaka yang diperuntukkan untuk mengisi kekurangan dan memperluas studi-studi sebelumnya. 3. Memberikan kerangka bagi suatu studi dalam pembahasan ataupun penjelesannya secara ilmiah. 4. Sebagai landasan untuk membandingkan suatu studi dengan temuantemuan lain. 16 Adapun yang menjadi kerangka studi atau tinjauan kepustakaan dalam skripsi ini terbagi dalam 3 sub bagian yaitu: 1. Pengertian hukum penanaman modal di Indonesia. 2. Objek dan ruang lingkup kajian hukum penanaman modal. 3. Konsep dasar perusahaan patungan di Indonesia. 16 Mellisa Harahap, FH USU, Kajian Yuridis Tindak Pidana Pencucian Uang dan Implementasinya dalam Praktek, (Medan : 2008), hlm.8-9.

15 1. Pengertian Hukum Penanaman Modal (Hukum Investasi). Hukum Penanaman Modal ( Hukum Investasi) memiliki pengertian yang luas. Istilah investasi atau penanam modal merupakan istilah yang dikenal dalam kegiatan bisnis sehari-sehari maupun dalam bahasa perundang-undangan. Menurut Kamus Hukum Ekonomi, investasi atau penanaman modal adalah aktifitas yang biasanya dilakukan untuk jangka panjang, misalnya berupa pengadaan aktiva tetap perusahaan atau membeli sekuritas dengan maksud untuk memperoleh keuntungan. 17 Menurut Ida Bagus Wyasa Putra, dkk, hukum investasi atau penanaman modal adalah norma-norma hukum mengenai kemungkinan-kemungkinan dapat dilakukannya investasi, syarat-syarat investasi, perlindungan dan yang terpenting mengarahkan agar investasi dapat mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat. 18 Menurut Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan penanaman modal negeri maupun penanaman modal asing untuk melakukan usaha diwilayah Negara Republik Indonesia A.F Elly Erawaty dan J.S. Badudu, Kamus Hukum Ekonomi Indonesia Inggris, (Jakarta: ELIPS, 1996), hal Salim HS & Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia,( Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hal Undang-Undang No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Penjelasan Umum alenia ke-2.

16 Dari berbagai pengertian investasi seperti yang dikutip diatas, makna dari investasi atau penanaman modal adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau badan hukum, menyisihkan sebagian pendapatannya agar dapat digunakan untuk melakukan suatu usaha dengan harapan pada suatu waktu tertentu akan mendapatkan hasil (keuntungan). Hukum penanaman modal terdiri dari penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing. Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yang dimaksud dengan penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Sedangkan Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. 2. Penggolongan, Objek dan Ruang Lingkup Kajian Hukum Penanaman Modal. Secara umum penanaman modal digolongkan dalam dua bentuk kegiatan investasi, yaitu investasi secara langsung (direct investment) dan investasi portfolio ( portfolio investment). Investasi dilakukan secara langsung, dimana investor hadir langsung secara fisik ke tempat tujuan investasi dengan membawa seluruh sumber daya yang dipergunakan, menjalankan usaha dan turut mengendalikan kegiatan investasi yang bersangkutan. Sedangkan investasi portfolio, dimana investor tidak perlu hadir secara fisik. Tujuan utama investor

17 tidak untuk mendirikan perusahaan, melainkan hanya membeli saham atau surat berharga lainnya dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan melalui penjualan kembali saham atau surat berharga tersebut (capital gain). 20 Hal yang diatur dalam hukum penanaman modal adalah hubungan antara investor dengan penerima modal. Status investor dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu investor asing dan investor domestik. Investor asing merupakan penanam modal yang berasal dari luar negeri, sedangkan investor domestik merupakan penanam modal yang berasal dari dalam negeri. Bidang usaha merupakan bidang kegiatan yang diperkenankan atau dibolehkan untuk berinvestasi. Prosedur dan syarat-syarat merupakan tata cara yang harus dipenuhi oleh investor dalam menanamkan investasinya. Negara merupakan negara yang menjadi tempat investasi itu ditanamkan. Biasanya negara yang menerima investasi merupakan negara-negara yang sedang berkembang. 21 Objek kajian merupakan sasaran didalam penyelidikan atau pengkajian hukum investasi. Objek itu dibagi dalam dua macam, yaitu: objek materiil dan objek forma. Objek materiil, yaitu : bahan (materiil) yang dijadikan sasaran dalam penyelidikannya. Objek materiil investasi adalah manusia dan investasi. Objek 20 Budiman Ginting dan Mahmul Siregar, Pengantar Hukum Investasi (Penanaman Modal), Modul Perkuliahan, FH USU, Salim HS & Budi Sutrisno, op cit, hlm.11.

18 forma, yaitu: sudut pandang tertentu terhadap objek materiilnya. Jadi, objek forma hukum investasi adalah mengatur : Hubungan antara investor dengan penerima modal. Hubungan antara investor dengan penerima modal sangat erat karena investor sebagai pemilik uang/modal akan bersedia menanamkan investasinya di negara penerima modal, dan negara penerima modal harus dapat memberikan kepastian hukum, perlindungan hukum, dan rasa aman bagi investor dalam berusaha. Tanpa adanya kepastian dan perlindungan hukum, serta rasa aman, mustahil mereka akan menanamkan investasinya. Setiap investor, khususnya investor asing, selalu menanyakan tentang kepastian dan perlindungan hukum, serta rasa aman tersebut. Negara penerima modal, juga selalu mengatakan bahwa negaranya siap menjamin kepastian, perlindungan hukum, dan rasa aman kepada mereka. 2. Bidang- bidang usaha yang terbuka untuk investasi. Bidang-bidang usaha yang terbuka untuk investasi merupakan bidang usaha yang diperkenankan untuk dilakukan investasi, baik untuk investasi domestik maupun investasi asing. Biasanya, dalam penanaman investasi, khususnya investasi asing, ada beberapa bidang usaha yang tidak diperkenankan sama sekali untuk dilakukan investasi dan ada juga bidang usaha yang diwajibkan untuk melakukan kerja sama antara modal asing dengan modal domestik. 22 Ibid, hlm

19 3. Prosedur dan syarat-syarat dalam melakukan investasi dalam suatu negara. Prosedur dan syarat-syarat merupakan tata cara yang ditentukan oleh negara penerima modal dalam pelaksanaan investasi dalam suatu negara. Biasanya, prosedur dan syarat-syarat itu disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Konsep Dasar Penanaman Modal Asing di Indonesia. Istilah penanaman modal asing merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu, foreign investment. Pengertian penanaman modal asing dapat di baca pada pasal 1 Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yaitu, penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Hal ini sesuai dengan Pasal 5 ayat (2) UU No. 25 Tahun 2007 menyebutkan, penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan diwilayah Negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang. Maka, kegiatan investasi asing tersebut harus dijalankan melalui perusahaan dalam bentuk badan hukum Indonesia dan berkeduduka n di Indonesia dan Perusahaan berbadan hukum secara tegas adalah Perseroan Terbatas (PT). Hal ini berkaitan dalam hal apabila investor asing akan mendirikan Perusahaan Terbatas (PT) di Indonesia dengan modal 100 % atau sebagian, hal ini

20 sangat bergantung kepada bidang usaha yang terbuka untuk investor asing. Ada bidang-bidang usaha yang 100% boleh dimasuki oleh perusahaan asing, tetapi ada pula yang harus bekerjasama dengan perusahaan atau pengusaha Indonesia dalam bentuk perusahaan patungan (Joint Venture). 23 Perjanjian patungan dalam rangka penanaman modal asing di Indonesia, adalah langkah awal untuk membentuk sebuah perusahaan patungan yang diharuskan bagi investor asing yang merencanakan berinvestasi di Indonesia. Ketentuan tersebut merupakan syarat yang ditegaskan pasal 5 ayat 3 Undang-Undang no.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Menurut Peter Mahmud, joint venture merupakan suatu kontrak antara dua perusahaan untuk membentuk satu perusahaan baru, perusahaan baru inilah yang disebut dengan perusahaan joint venture. Sedangkan menurut Erman Radjagukguk, joint venture adalah suatu kerja sama antara pemilik modal nasional berdasarkan perjanjian, jadi pengertian tersebut lebih condong pada joint venture yang bersifat internasional. 24 Berdasarkan pengertian dari kedua tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam joint venture adalah bahwa perusahaan patungan memiliki hubungan kerjasama antara pemilik modal asing dengan nasional, dapat 23 Sujud Margono, Hukum Investasi Asing di Indonesia, (Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2008,) hlm Joint Venture, hlm.1, di akses tanggal 15 Agustus 2010.

21 membentuk perusahaan baru antara pengusaha asing dan nasional, serta pada perusahaan patungan didasarkan pada kontraktual atau perjanjian. Salah satu hal terpenting yang perlu diperhatikan bilamana timbul dan terjadi sengketa sehubungan dan berkaitan dengan pelaksanaan dan realisasi dari perjanjian patungan dan perusahaan patungan tersebut, maka acuan pertama adalah hukum yang berlaku (Applicable Law/Governing Law) dan penyelesaian sengketa (Settlement of Disputes) yang telah disepakati dipilih oleh para pihak dalam perjanjian patungan baik menyangkut pilihan hukum (Choice of Law) maupun pilihan forum (Choice of Forum) yakni hukum mana dan lembaga mana yang akan dipilih dan disepakati para pihak sebelumnya dalam perjanjian patungan yang dimaksud tersebut, yang berwenang dan digunakan dalam menilai dan menyelesaikan sengketa yang timbul berkenaan dengan penanaman modal tersebut, baik sengketa antara investor asing dengan partner lokal maupun antara investor asing dengan pemerintah lokal. 25 G. Metode Penelitian Metode penulisan yang digunakan dalam mencari data guna mendukung penulisan skripsi ini adalah : 1. Jenis Penelitian 25 Http: // / doc/ / makalah, op.cit, hlm : 3-4

22 Dalam menyusun skripsi ini digunakan metode penelitian hukum normatif yang bersifat Deskriptif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hanya dengan mengolah dan menggunakan data-data sekunder. Sedangkan bersifat deskriptif karena penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan secara lengkap dan akurat fenomena atau gejala hukum berupa kepemilikan saham asing di Indonesia. Penelitian bertujuan untuk menemukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum penanaman modal. 2. Sumber data a. Data Sekunder Data-data sekunder meliputi : 1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari : a. Undang-Undang Dasar 1945 b. Peraturan Perundang-undangan : 1. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal; 2. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. c. Peraturan Pemerintah No. 83 Tahun 2001 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing.

23 d. Peraturan Presiden : 1. Peraturan Presiden No.76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan dan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. 2. Peraturan Presiden No.36 tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. 2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku, pendapat pakar hukum, makalah serta bahan-bahan yang berhubungan dengan pemilikan saham asing dalam perusahaan penanaman modal kerjasama patungan. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengumpulan Data dengan cara penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun elektronik, dokumendokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan.

24 4. Analisis Data Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. 26 Metode kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analistis, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. H. Sistematika Penulisan Didalam usaha Penulis untuk menguraikan dan mendeskripsikan serta mempermudah pembahasan dan penjabaran penulisan sajian dalam karya ilmiah ini, maka Penulis membagi karya tulisan ilmiah ini kedalam susunan yang terdiri atas lima bab dan beberapa sub bab tersendiri dalam setiap bab dengan ruang lingkup pertanggungjawaban sebagai berikut : Bab I : PENDAHULUAN Didalam bab pertama yang berisi pendahuluan ini, dipaparkan pengantar untuk dapat memberikan penjelasan singkat dan pengertian tentang ruang lingkup dan jangkauan daripada 26 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hal 24.

25 pembahasan karya ilmiah ini meliputi : latar belakang permasalahan, keaslian penulisan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan pengumpulan data yang digunakan serta sistematika penulisannya sendiri. Bab II : ASPEK HUKUM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA Didalam bab kedua ini akan dibahas mengenai perkembangan hukum penanaman modal di Indonesia, ketentuan-ketentuan mengenai asas, tujuan serta kebijakan dasar penanaman modal di Indonesia, bidang usaha apa saja pada penanaman modal, hak, kewajiban dan tanggung jawab penanaman modal serta fasilitasfasilitas dalam penanaman modal. Bab III :KEPEMILIKAN SAHAM ASING DALAM PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL Didalam bab ketiga ini akan diuraikan lebih lanjut mengenai bentuk-bentuk kerjasama modal, pembatasan kepemilikan saham oleh pihak asing serta ketentuan indonesianisasi saham pihak asing. Bab IV : ASPEK HUKUM PENANAMAN MODAL PATUNGAN DI INDONESIA Pembahasan dalam bab yang keempat ini adalah pembahasan mengenai dasar hukum usaha patungan, bentuk badan usaha patungan, prosedur pendirian usaha patungan, ketentuan

26 pengalihan hak atas saham di Indonesia, serta penyelesaian sengketa di Indonesia. Bab V : KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini, dikemukakan rangkuman dari bab-bab terdahulu sehingga dapat ditarik kesimpulan yang merupakan suatu garis besar dan pemahaman terhadap uraian materi pembahasan serta sumbangsih saran yang diberikan oleh penulis yang diharapkan dapat memberikan masukan terhadap hukum penanaman modal di Indonesia serta kepemilikan saham asing dalam perusahaan patungan di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonominya. Untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonominya. Untuk dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia mempunyai keinginan yang kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonominya. Untuk dapat mewujudkannya terdapat berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penanaman modal juga harus sejalan dengan perubahan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penanaman modal juga harus sejalan dengan perubahan perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan penanaman modal merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam perekonomian nasional demi menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan demi menciptakan masyarakat yang makmur, yang dimana akan diwujudkan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBERIAN INSENTIF KEPADA INVESTOR ASING MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

ANALISIS PEMBERIAN INSENTIF KEPADA INVESTOR ASING MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL ANALISIS PEMBERIAN INSENTIF KEPADA INVESTOR ASING MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL Oleh : Any Prima Andari I Wayan Wiryawan Desak Putu Dewi Kasih Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih arbitrase internasional daripada arbitrase nasional sebagai pilihan forum penyelesaian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG INVESTASI ASING DI BIDANG PARIWISATA. sejak tahun Pada saat itu dikeluarkan Undang-Undang No.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG INVESTASI ASING DI BIDANG PARIWISATA. sejak tahun Pada saat itu dikeluarkan Undang-Undang No. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG INVESTASI ASING DI BIDANG PARIWISATA 2. 1 Pengertian dari Investasi, Investor dan Modal Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, dimana dalam perkembangannya memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan seluruhnya dilaksanakan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang akhir-akhir ini terus berkembang di Indonesia serta derasnya arus transaksi keuangan yang di dorong dengan semakin canggihnya tekhnologi mau

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat menuntut para pelaku ekonomi untuk mempertahankan usahanya. Pelaku usaha yang mengikuti trend

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang

BAB I PENDAHULUAN. yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah. menurut Undang-Undang Pokok Agraria yang individualistic komunalistik

BAB I PENDAHULUAN. menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah. menurut Undang-Undang Pokok Agraria yang individualistic komunalistik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, atas dasar hak menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Amiruddin dan Asikin, Zainal, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006.

DAFTAR PUSTAKA. Amiruddin dan Asikin, Zainal, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006. 143 DAFTAR PUSTAKA Buku Amiruddin dan Asikin, Zainal, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006. Anoraga, Pandji, Perusahaan Multi Nasional: Penanaman Modal Asing, Jakarta:

Lebih terperinci

TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL JOINT VENTURE AGREEMENT

TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL JOINT VENTURE AGREEMENT BAHAN KULIAH TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL JOINT VENTURE AGREEMENT Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 KETENTUAN HUKUM TENTANG USAHA PATUNGAN

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membedakannya dan bahkan cenderung tanpa batas (borderless state). Dampak

BAB I PENDAHULUAN. membedakannya dan bahkan cenderung tanpa batas (borderless state). Dampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era globalisasi ini, batas nonfisik antar negara semakin sulit untuk membedakannya dan bahkan cenderung tanpa batas (borderless state). Dampak yang sangat terasa

Lebih terperinci

UPAYA PENCAPAIAN IKLIM USAHA KONDUSIF BAGI PENANAMAN MODAL (INVESTASI) DALAM KEGIATAN BISNIS PARIWISATA

UPAYA PENCAPAIAN IKLIM USAHA KONDUSIF BAGI PENANAMAN MODAL (INVESTASI) DALAM KEGIATAN BISNIS PARIWISATA UPAYA PENCAPAIAN IKLIM USAHA KONDUSIF BAGI PENANAMAN MODAL (INVESTASI) DALAM KEGIATAN BISNIS PARIWISATA oleh Kezia Frederika Wasiyono I Ketut Sudiarta Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. moyang bangsa Indonesia dikenal sebagai negara maritim. 1

BAB I PENDAHULUAN. moyang bangsa Indonesia dikenal sebagai negara maritim. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ribuan tahun yang lalu pelabuhan-pelabuhan yang ada pada awalnya dibangun di sungai-sungai dan perairan pedalaman, kemudian berkembang secara bertahap, pelabuhan dibangun

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Demi mencapai tujuan tersebut, ini adalah kegiatan investasi (penanaman modal).

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Demi mencapai tujuan tersebut, ini adalah kegiatan investasi (penanaman modal). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan umum merupakan cita-cita luhur yang ingin dicapai setelah lahirnya bangsa Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perdagangan merupakan sektor jasa yang menunjang kegiatan ekonomi antar anggota masyarakat dan antar bangsa. Bagi Indonesia dengan ekonominya yang bersifat terbuka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eksistensi penanaman modal asing di Indonesia bukanlah suatu hal yang baru. Penanaman modal asing sudah terjadi sejak zaman sebelum Indonesia merdeka. Era pengaturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN

Lebih terperinci

KONSEP PENANAMAN MODAL MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis. Dosen Pengampu: Ahmad Munir, SH., MH.

KONSEP PENANAMAN MODAL MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis. Dosen Pengampu: Ahmad Munir, SH., MH. KONSEP PENANAMAN MODAL MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis Dosen Pengampu: Ahmad Munir, SH., MH. Oleh: Eka Yatimatul Fitriyah (15053005) M. Bagus Bahtian (15053016)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh orang pribadi ( natural person) ataupun badan hukum (juridical

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh orang pribadi ( natural person) ataupun badan hukum (juridical 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang sedang membangun. Untuk membangun diperlukan adanya modal atau investasi yang besar. Secara umum investasi atau penanaman modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis global adalah merupakan kegiatan atau aktivitas pemenuhan kebutuhan dengan membeli dan menjual barang dan jasa dari atau ke Negara yang berbeda. Aktivitas global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di pisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan para pelaku ekonomi yang secara terus menerus dari waktu

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM BAGI PENANAM MODAL ASING YANG MELAKUKAN PELANGGARAN KONTRAK DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA

AKIBAT HUKUM BAGI PENANAM MODAL ASING YANG MELAKUKAN PELANGGARAN KONTRAK DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA AKIBAT HUKUM BAGI PENANAM MODAL ASING YANG MELAKUKAN PELANGGARAN KONTRAK DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA Oleh Komang Hendy Prabawa Marwanto Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PT Pelindo II (Persero) Cabang Cirebon adalah salah satu cabang dari PT Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan perusahaan Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pilar utama dari pembangunan perekonomian nasional adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pilar utama dari pembangunan perekonomian nasional adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pilar utama dari pembangunan perekonomian nasional adalah pembangunan industri. Pembangunan industri dewasa ini sedang dihadapkan pada persaingan global yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia bisnis di Indonesia. Terkait dengan

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia bisnis di Indonesia. Terkait dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini sudah harus dapat diterima bahwa globalisasi telah masuk dalam dunia bisnis di Indonesia. Globalisasi sudah tidak dapat ditolak lagi namun saat ini harus dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan. 1 Mengingat prospek

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan. 1 Mengingat prospek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar modal merupakan salah satu sumber pembiayaan perusahaan secara jangka panjang. Keberadaan institusi ini bukan hanya sebagai wahana sumber pembiayaan saja, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menjelang era liberalisasi perdagangan dan investasi, isu penanaman

BAB I PENDAHULUAN. Menjelang era liberalisasi perdagangan dan investasi, isu penanaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menjelang era liberalisasi perdagangan dan investasi, isu penanaman modal (investasi) asing mulai ramai dibicarakan. Hal ini mengingat bahwa untuk kelangsungan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat diceritakan posisi kasusnya berawal dari PT. Prosam Plano yang dalam hal ini adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang, adalah negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang, adalah negara yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara, pemerintah senantiasa dituntut untuk memajukan kesejahteraan umum.untuk mengemban kewajiban ini, pemerintah mempunyai kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Banyak perusahaan lokal dan internasional mencari berbagai kegiatan dalam rangka menanamkan modalnya

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PT. POS INDONESIA (PERSERO) TERHADAP PENGIRIMAN PAKET POS DI SUKOHARJO

TANGGUNG JAWAB PT. POS INDONESIA (PERSERO) TERHADAP PENGIRIMAN PAKET POS DI SUKOHARJO TANGGUNG JAWAB PT. POS INDONESIA (PERSERO) TERHADAP PENGIRIMAN PAKET POS DI SUKOHARJO Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana (S-1) pada Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi yang semakin maju harus menjamin perlindungan dalam dunia usaha. Perkembangan tersebut memunculkan berbagai usaha yang terus berkembang di segala

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, 1 Menimbang : PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, a. bahwa dalam rangka memacu pertumbuhan

Lebih terperinci

BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN

BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan mutu sesuai standar internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan mengakhiri berbagai praktek persaingan tidak sehat. Fungsi regulasi usaha dipisahkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan yang pesat dalam bidang teknologi informasi. ekonomi, sosial, budaya maupun politik mempengaruhi kondisi dunia bisnis dan persaingan yang timbul

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMEBERIAN INSENTIF DAN PEMEBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KONAWE SELATAN i! DITERBITKAN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOYOLALI, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, FINAL PANSUS 15 DES 2011 PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjuta-juta orang yang tersebar di segala penjuru dunia. Internet membantu

BAB I PENDAHULUAN. berjuta-juta orang yang tersebar di segala penjuru dunia. Internet membantu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Internet, jaringan komputer terbesar di dunia pada saat ini digunakan oleh berjuta-juta orang yang tersebar di segala penjuru dunia. Internet membantu mereka sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan moda transportasi massal yang murah, efisien, dan cepat.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan moda transportasi massal yang murah, efisien, dan cepat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat dari gambaran Indonesia yang sangat luas dan menjadi salah satu penduduk terbanyak di dunia sudah pantas bila masyarakat Indonesia sangat membutuhkan moda transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan dalam sektor ekonomi adalah pengembangan pasar modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar modal, merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertimbangkan faktor lingkungan hidup. Melalui CSR perusahaan tidak

BAB I PENDAHULUAN. mempertimbangkan faktor lingkungan hidup. Melalui CSR perusahaan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang CSR (Corporate Social Responsibility) saat ini sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat umum, sebagai respon perusahaan terhadap lingkungan masyarakat. CSR berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan permasalahan penting yang perlu mendapat perhatian, mengingat perjanjian sering digunakan oleh individu dalam aspek kehidupan. Salah satu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perseroan dalam pengertian umum adalah perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan perseroan terbatas adalah salah satu bentuk organisasi usaha atau badan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya suatu perusahaan didirikan dengan tujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya suatu perusahaan didirikan dengan tujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya suatu perusahaan didirikan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan, hal mana sejalan dengan pengertian perusahaan menurut Undang-undang No. 3 Tahun 1982

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBA TENGAH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memperluas investasi pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Rendahnya penerapan corporate governance merupakan salah satu hal yang memperparah terjadinya krisis di Indonesia pada pertangahan tahun 1997. Hal ini ditandai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah

Lebih terperinci

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas penduduk, tingkat pengangguran, keadaan sosial budaya, kemajuan. per kapita ekonomi dan pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. kualitas penduduk, tingkat pengangguran, keadaan sosial budaya, kemajuan. per kapita ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya suatu negara dapat diukur dari perkembangan banyak aspek. Baik dari kondisi penduduk yang meliputi pertumbuhan penduduk dan kualitas penduduk, tingkat

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009 1 PELAKSANAAN CSR (Corporate Social Responsibility) SEBAGAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS (Studi Di PT. Air Mancur Palur) Disusun dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memperluas investasi pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memperluas investasi pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi dan pasar bebas belum berjalan sepenuhnya. Akan tetapi aroma persaingan antar perusahaan barang maupun jasa, baik di dalam negeri maupun antar negara,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 01 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu produk yang diberikan oleh bank dalam membantu kelancaran usaha debiturnya, adalah pemberian kredit dimana hal ini merupakan salah satu fungsi bank yang sangat

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, segala kebutuhan manusia semakin meningkat. Kebutuhan juga

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, segala kebutuhan manusia semakin meningkat. Kebutuhan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, segala kebutuhan manusia semakin meningkat. Kebutuhan juga saat ini semakin mahal. Masyarakat harus memiliki pekerjaan agar mendapat penghasilan

Lebih terperinci

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman sekarang ini pengangkutan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan dengan makin berkembangnya

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG FASILITASI PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia dalam era globalisasi ini sedang giatnya melakukan pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana diberbagai sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat. Oleh karena itu hampir setiap orang pasti mengetahui mengenai peranan bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan bukan Negara Serikat maupun Negara Federal. Suatu bentuk Negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penting untuk dapat mempengaruhi pola perdagangan. Kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. penting untuk dapat mempengaruhi pola perdagangan. Kemampuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pesat dan majunya teknologi internet mempermudah untuk mengakses informasi apapun yang dibutuhkan, termasuk di dalamnya informasi produk. Adanya kemudahan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA DI BIDANG PENANAMAN MODAL ANTARA PEMERINTAH DAN PENANAM MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan. tujuan dri pembangunan itu sendiri. Dalam dunia usaha yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan. tujuan dri pembangunan itu sendiri. Dalam dunia usaha yang selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang yang dilandasi akan kesadaran tentang pentingnya dinamika pertumbuhan ekonomi yang akan meningkat, dimana pertrumbuhan

Lebih terperinci

BAB II. A. Perusahaan. Ada beberapa defenisi perusahaan menurut para ahli hukum, antara lain:

BAB II. A. Perusahaan. Ada beberapa defenisi perusahaan menurut para ahli hukum, antara lain: 31 BAB II HUBUNGAN HUKUM ANTARA ANAK PERUSAHAAN DENGAN INDUK PERUSAHAAN DAN SYARAT-SYARAT SERTA PROSES SUATU BADAN USAHA DISEBUT SEBAGAI PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING A. Perusahaan Ada beberapa defenisi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. Perkembangan asuransi di Indonesia tentunya tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dan teknologi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis waralaba atau franchise sedang berkembang sangat pesat di Indonesia dan sangat diminati oleh para pengusaha karena prosedur yang mudah, tidak berbelit-belit

Lebih terperinci

(The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25 of 2007 regarding the Investment)

(The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25 of 2007 regarding the Investment) DESENTRALISASI PENYELENGGARA PENANAMAN MODAL (SUATU TINJAUAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL) (The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian kerja dalam Bahasa Belanda biasa disebut Arbeidsovereenkomst, dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Pengertian yang pertama disebutkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan hubungan atau pergaulan antar masyarakat memiliki batasan yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan hubungan atau pergaulan antar masyarakat memiliki batasan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara hukum pada prinsipnya mengakui bahwa kehidupan hubungan atau pergaulan antar masyarakat memiliki batasan yang menjamin hak-hak pribadi dan komunal.

Lebih terperinci