Distribusi Penyakit Pulpa berdasarkan Etiologi dan Klasifikasi di RSKGM, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia Tahun

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Distribusi Penyakit Pulpa berdasarkan Etiologi dan Klasifikasi di RSKGM, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia Tahun"

Transkripsi

1 Distribusi Penyakit Pulpa berdasarkan Etiologi dan Klasifikasi di RSKGM, Fakultas Kedokteran Gigi, Tahun Nindya Larasati *, Kamizar, Munyati Usman Department of Conservative Dentistry, Faculty of Dentistry,, Jakarta 10430, Indonesia * Abstrak Latar Belakang: Profil Data Kesehatan Indonesia 2011 mencatat penyakit pulpa dan periapeks urutan ke-7 penyakit rawat jalan di Indonesia. Tujuan: Penelitian ini memberikan informasi distribusi penyakit pulpa dilihat dari etiologi dan klasifikasi di RSKGM, Fakultas Kedokteran Gigi,. Metode: Studi deskritif melalui rekam medik pasien tahun dengan variabel etiologi dan klasifikasi penyakit pulpa. Hasil: Etiologi paling banyak ditemukan disebabkan karies (98.5%) dan penyakit pulpa paling sering ditemukan adalah nekrosis pulpa (45%). Kesimpulan: Kasus penyakit pulpa pada pasien di RSKGM-FKGUI paling banyak disebabkan oleh karies dan penyakit pulpa paling banyak ditemui adalah nekrosis pulpa. Distribution of Pulpal Disease based on Etiology and Classification in RSKGM, Faculty of Dentistry, University of Indonesia Year Abstract Background: Profil Data Kesehatan Indonesia 2011 recorded pulpal and periapical disease as the seventh disease treated in the outpatient in Indonesia. Aim: This study was to provide information about distribution of pulpal disease based on etiology and classification in RSKGM, Faculty of Dentistry, University of Indonesia. Method: Description study from medical record of patients period with variable etiology and classification of pulpal disease. Results: The most found etiology is caries (98.5%) and pulpal disease is necrosis pulp (45%). Conclusion: Pulpal disease in patients of RSKGM-FKGUI is mostly caused by caries and pulpal disease that mostly found is necrosis pulp. Keywords: pulpal disease, etiology, classification Pendahuluan Prevalensi penyakit pulpa di Indonesia masih dapat dikategorikan tinggi. Profil Data Kesehatan Indonesia tahun 2011 mencatat penyakit pulpa dan periapeks terdapat pada urutan ke 7 penyakit rawat jalan di Indonesia pada data tahun Demikian juga data dari Departemen Kesehatan, rumah sakit umum pemerintah daerah DKI Jakarta mencatat kasus penyakit pulpa dan periapeks sebanyak kasus pada 2006, kasus pada 2007,

2 kasus pada 2008, dan kasus pada Namun, masih belum ada data lengkap mengenai distribusi penyakit pulpa. Penyebab penyakit pulpa paling utama adalah karies yang disebabkan oleh bakteri. Karies masih merupakan penyebab utama dari kerusakan gigi. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, prevalensi karies di Indonesia berkisar 90,05% menunjukkan tingginya angka penyakit tersebut. 5 Apabila karies tidak dirawat pada dan denitn gigi, maka bakteri dapat berlanjut ke pulpa. Namun, kelainan pulpa tidak hanya disebabkan oleh karies tetapi juga dapat disebabkan oleh trauma, panas, dan kimia. 6 Trauma dapat berasal dari benturan benda keras, panas dapat berasal dari saat preparasi kavitas, dan kimia dapat berasal dari bahan material pengisi saluran akar. Untuk memudahkan pengambilan data, menurut Ingle klasifikasi penyakit pulpa dibagi menjadi 3 bagian besar, yaitu reversible pulpitis, irreversible pulpitis (acute irreversible pulpitis, chronic irreversible pulpitis, dan chronic hiperplastic pulpitis), dan necrosis pulp. 7 Apabila karies dibiarkan saja tanpa ditangani dan mencapai pulpa, maka dapat menyebabkan perawatan yang lebih lama dan kompleks. RSKGM-FKGUI (Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut) adalah rumah sakit khusus yang digunakan untuk pendidikan dan pelayanan kesehatan gigi milik Fakultas Kedokteran Gigi yang merupakan prasarana untuk mahasiswa Profesi dan Spesialis untuk menyelesaikan pendidikan. 8 Pasien yang dirawat merupakan pasien yang datang berdasarkan kesadaran diri akan kesehatan giginya dan yang dibawa oleh mahasiswa. RSKGM-FKGUI sudah dikenal masyarakat luas dimana hasil penelitian yang didapatkan dapat menjadi perwakilan gambaran keadaan kesehatan pulpa masyarakat sekitar. Berdasarkan data di atas, angka penyakit pulpa masih dapat dikatakan tinggi sehingga penulis tertarik untuk mengetahui distribusi pasien dengan penyakit pulpa yang datang berobat ke RSKGM-FKGUI dengan melihat rekam medik pasien pada tahun Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu rencana tindakan pencegahan dalam program kesehatan gigi dan mulut untuk masyarakat. Dengan mengetahui etiologi dari penyakit pulpa yang dialami pasien, diharapkan dokter gigi dapat membuat rencana pencegahan guna mencegah karies mencapai pulpa dengan meningkatkan kesadaran masyarakat. Dengan memahami klasifikasi penyakit pulpa, dokter gigi dapat membuat rencana perawatan yang sesuai.

3 Tinjauan Teoritis Jaringan Pulpa Pulpa adalah jaringan ikat yang mengandung komponen jaringan seperti substansi interselular, cairan jaringan, sel-sel tertentu, limfatik, pembuluh darah, saraf, odontoblast, fibroblast, dan komponen seluler lainnya. 9 Secara embriologis, jaringan pulpa terbentuk dari central cells-nya dental papilla membuat jaringan pulpa menyerupai jaringan dentin. 9 Meskipun menyerupai jaringan ikat lainnya, pulpa memiliki fungsi dan lingkungan yang spesial. Pulpa memiliki fungsi sebagai formative, sensory, nutritive, dan protective. 9 Pulpa terlibat dalam menjaga, mendukung, dan pembentukan lanjutan dari dentin dikarenakan inner layer dari badan sel odontoblast masih terdapat di sepanjang dinding luar pulpa. 9 Fungsi pulpa sebagai sensorik dikarenakan asosiasi badan sel dengan afferent axon dalam tubulus dentin yang berlokasi di sekitar lapisan odontoblast yang dapat memberikan tanda stimulus sakit saat saat berkontak dengan perubahan suhu, vibrasi, dan kimia. 9 Stimulus sakit tersebut membantu menentukan perlu tidaknya pemberian anastesi saat prosedur perawatan. Pulpa juga berfungsi sebagai pemberi nutrisi untuk dirinya dan dentin, dikarenakan tidak adanya pembuluh darah di dentin. 9 Terakhir, pulpa memiliki fungsi sebagai pelindung dikarenakan pulpa terlibat dalam pembentukan secondary dentin atau tertiary dentin menyebabkan semakin tebalnya penutup pulpa. 9 Selain itu pulpa juga memiliki sel darah putih (WBC) di dalam sistem vaskular dan jaringannya sehingga dapat memicu respon inflamasi dan imun. 9 Gambar 1 Anatomi Gigi

4 Anatomi Pulpa Sumber: Adanya kumpulan jaringan pulpa yang terkumpul di dalam pulp chamber pada gigi terbagi menjadi dua divisi utama: coronal pulp dan radicular pulp. 9 Coronal pulp terletak pada mahkota gigi, dimana apabila terdapat perpanjangan kecil dari coronal pulp disebut pulp horn. 9 Pulp horn tersebut terdapat pada buccal cusp gigi premolar dan mesio-buccal cusp gigi molar pada geligi sulung dan hampir di semua gigi kecuali gigi anterior pada geligi permanen. 9 Regio-regio tersebut harus menjadi pertimbangan saat preparasi kavitas untuk mencegah terjadinya pulpa terekspos. 9 Radicular pulp atau akar pulpa atau pulp canal merupakan bagian dari pulpa yang terletak di akar gigi dan memanjang dari bagian servikal gigi ke setiap apeks gigi. 9 Bagian pulpa ini memiliki lubang terbuka dari pulpa melewati sementum menuju periodontal ligament sekitarnya. 9 Apical foramen merupakan lubang terbuka dari pulpa menuju ke periodontal ligament sekeliling gigi dekat dengan setiap apeks gigi. 9 Apabila terdapat lebih dari satu foramen yang ada pada setiap akar gigi, maka foramen terbesar merupakan apical foramen dan sisanya merupakan accessory foramina. 9 Accessory canal atau lateral canal dapat diasosiasikan dengan pulpa dan merupakan lubang terbuka tambahan dari pulpa ke periodontal ligament. 9 Kanal ini terbentuk ketika Hertwig s epithelial root sheat bertemu dengan pembuluh darah saat pembentukan akar yang kemudian struktur akar tersebut terbentuk di sekeliling pembuluh. 9 Gambar 2 Anatomi Pulpa 9 Zona Mikroskop Pulpa

5 Terdapat empat zona yang terlihat apabila jaringan pulpa dilihat secara mikroskopik: odontoblastic layer, cell-free zone, cell-rich zone, dan central zone. 6 a. Odontoblastic Layer Zona odontoblastik terbentuk dari badan sel odontoblast, dimana proses odontoblastik terjadi di dentin tubulus dan predentin matrix, meluas ke dentin. 6 Merupakan zona paling dekat dengan dentin dan melapisi dinding luar pulpa. 9 Odontoblast pada zona dapat membentuk secondary atau tertiary dentin sepanjang dinding luar pulpa sehingga memungkinkan sel odontoblast untuk kembali ke posisinya dekat dentin yang baru terbentuk. 9 Selain itu, badan sel dari afferent axon dari tubulus dentin dalam dentin terletak di antara badan sel odontoblast. b. Cell-free Zone Cell-free zone atau zone of Weil, merupakan zona yang relatif aselular pada pulpa, terletak ke arah tengah mendekati zona odontoblastik. 6 Zona tersebut terlihat bebas sel apabila dilihat secara visual, namun apabila dilihat dengan low-level microscopic power zona ini memiliki sel dengan jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan zona odontoblastik seperti fibroblast, sel mesenkim, dan makrofag. 6 Komponen utama yang dapat ditemukan pada zona ini adalah capillary plexus, Rachkow nerve plexus, dan substansi dasar. 6 c. Cell-rich Zone Cell-rich zone terletak di tengah mendekati cell-free zone. 6 Zona ini memiliki jumlah sel yang lebih banyak dibandingkan cell-free zone namun tidak sebanyak odontoblastic zone. 9 Komponen utamanya adalah substansi dasar, fibroblast dengan hasilnya seperti collagen fiber, sel mesenkim yang tidak berdiferensiasi, dan makrofag. Selain itu, di zona ini juga terdapat pembuluh vaskular lebih banyak dibandingkan cell-free zone. 9 d. Central Zone Merupakan daerah yang terletak di tengah kamar pulpa. 9 Pada zona ini terdapat banyak sel sehingga menyerupai cell-rich zone dan memiliki pembuluh vaskular dan saraf yang bercabang ke perifer pulpa. 6,9 Etiologi Penyakit Pulpa

6 Menurut Grossman, penyakit pulpa disebabkan oleh bakteri, trauma, panas, dan kimia. 6 Bakteri merupakan penyebab paling umum dari penyakit pulpa. Bakteri atau produknya dapat memasuki pulpa melaluli celah di dentin, dikarenakan karies atau terekspos dari developmental groove, sekitar restorasi, perluasan infeksi, gingiva, atau dari darah. 6 Trauma dapat terjadi pada mahkota atau akar gigi. Trauma pada pulpa dapat disebabkan oleh gaya yang berat dan besar pada gigi terjadi saat olahraga, berkelahi, kecelakaan lalu lintas, atau kecelakaan di rumah. Panas merupakan etiologi yang tidak umum pada injuri pulpa. Adapun panas yang dapat menyebabkan injuri pulpa yaitu panas dari preparasi kavitas, konduksi panas oleh filling, dan panas gesekan saat pemolesan. Penyebab kimia pada injuri pulpa merupakan kasus yang jarang terjadi. Contoh penyebab kimia yang dapat menyebabkan kematian pulpa adalah keberadaan arsenik dalam bubuk semen silikat dan penggunaan pasta desensitisasi yang mengandung paraformaldehyde. Namun, seiring berkembangnya ilmu dental material dan pemahaman reaksi pulpa sekarang banyak material dental fillings yang tidak menyebabkan kerusakan permanen pada pulpa. Semakin dalam kavitas, semakin besar kerusakan yang ditimbulkan, namun pada beberapa kasus pulpa dapat menyembuhkan diri dari injuri tersebut. Prognosis jangka panjang dari restorative filling dideterminasi dari kemampuannya menghambat microleakage dan kontaminasi bakteri pulpa. 6 Respon Inflamasi Saat pulpa terkena injuri, berbagai substansi dilepaskan oleh sel residen yang mendorong neutrophils dan mononuclear leukocytes (monocytes dan T- dan B-lymphocytes) untuk meninggalkan pembuluh darah. 10 Apabila tidak ada atau hanya sedikit bakteri yang terlibat pada injuri, contoh trauma dari preparasi, infiltrasi dari neutrophil akan terbatas dalam mengeleminasi sel-sel inflamasi. Begitu pun sebaliknya, bila bakteri yang terlibat banyak, maka neutrophil akan bergabung dalam jumlah yang besar dan akan memasuki ujung tubulus dentin pada pulpa. Dengan begitu, neutrophil akan berkontribusi untuk perlindungan pulpa dengan menutup difusi dari makromolekul bakteri dan penetrasi dari organisme bakteri. 10 Monosit darah perifer juga akan menginfiltrasi daerah injuri. Begitu masuk ke jaringan, monokosit akan teraktivasi dan berubah menjadi makrofag yang akan melakukan beberapa fungsi penting seperti membunuh bakteri, membersihkan debris selular, mengarahkan antigen, dan menstimulasi perbaikan jaringan dengan angiogenesis dan proliferasi fibroblas. 10

7 Patogenesis Penyakit Pulpa Pulpa bereaksi terhadap iritasi yang mengenainya sebagaimana jaringan ikat lainnya dan dapat mengakibatkan inflamasi dan kematian sel. Tingkat keparahan inflamasi tergantung pada intensitas, durasi, dan keparahan dari kerusakan jaringan serta sistem pertahanan tubuh. 7 Begitu pulpa terekspos oleh karies atau trauma, dapat dikatakan pulpa tersebut telah terinfeksi karena mikroorganisme mendapatkan akses secara langsung ke pulpa. 6 Bakteri merupakan faktor yang paling berpengaruh pada penyakit pulpa dikarenakan dapat mengakibatkan terjadinya karies. Karies sendiri merupakan infeksi bakteri secara lokalisasi dan progresif yang mengakibatkan disintegrasi dari gigi, dimana dimulai dari disolusi enamel dan diikuti invasi bakteri. 11 Karies mulai berkembang di bawah biofilm dari plak gigi ketika lingkungan mendukung pertumbuhan dan metabolisme bakteri kariogenik. Meskipun bakteri dapat memasuki pulpa melalui tubulus dentin, asam dan toxin dapat memasuki pulpa terlebih dahulu. Sehingga, respon inflamasi pulpa lebih kepada toxin dibandingkan bakterinya. Spektrum luas dari reaksi pulpa, dari tidak adanya inflamasi hingga terjadinya abses, berhubungan dengan konsentrasi dari substansi berbahaya tersebut di pulpa. 7 Meskipun substansi dapat masuk dikarenakan dentin terekspos, konsentrasinya tidak cukup tinggi untuk menyebabkan inflamasi menunjukkan bahwa konsentrasi interstitial fluid dari substansi tersebut dapat diatasi pada konsentrasi rendah. 7 Selama tingkat aliran darah normal, mikrosirkulasi dapat bekerja efisien dalam menghilangkan substansi yang bercampur di kamar pulpa. 7 Bakteri menembus dentin dan berkembang dalam tubuli dentin yang permeabel menyebabkan permeabilitas dentin menurun dengan terbentuknya dentin peritubuler dan dentin reparatif yang tidak teratur. Apabila tidak ada perawatan, toksin bakteri yang masuk terlebih dahulu dapat mencapai pulpa dan menyebabkan inflamasi pada pulpa yang vital sehingga dapat menyebabkan nekrosis pulpa bila dibiarkan. 7 Klasifikasi Penyakit Pulpa Banyak sistem klasifikasi penyakit pulpa yang diajukan para pakarnya, namun banyak dari klasifikasi tersebut dibentuk hanya berdasarkan penemuan histologikal. Namun, banyak penelitian yang menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara tanda klinis dan symptom dan histopatologi dari kondisi klinis. 12 Pada istilah umumnya, penemuan secara objektif dan

8 subjektif digunakan untuk mengklasifikasikan patosis yang ditemui, dengan pertimbangan apakah jaringan sehat atau mengalami penyakit. 12 Tabel 1. Klasifikasi penyakit pulpa Ingle 7 Grossman 6 Bergenholtz Normal pulp 1. Reversible pulpitis 1. Healthy pulp 2. Reversible pulpitis Acute 3. Irreversible pulpitis Chronic 2. Pulpitis (Acute/Chronic) 3. Necrotic pulp Acute 2. Irreversible pulpitis Chronic Acute o Hyperplastic Chronic (pulp polyp) 4. Pulp necrosis o Pulp exposure o Hyperplastic (pulp polyp) o Internal resorption 3. Pulp degeneration 4. Necrosis RSKGM FKG UI Hiperemia pulpa 2. Pulpitis akut 3. Pulpitis kronis 4. Pulpitis kronis eksaserbasi akut 5. Pulpitis kronis hiperplastik 6. Nekrosis pulpa Salah satu klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi penyakit pulpa menurut Ingle. Reversible pulpitis adalah kondisi inflamasi ringan-sampai-sedang pada pulpa yang disebabkan oleh stimulus yang merugikan. 6 Reversible pulpitis dapat disebabkan oleh agen yang dapat menyebabkan injuri pada pulpa. Adapun agen tersebut yaitu karies,

9 trauma, dentin yang terekspos pada leher gigi, perawatan restorasi baru, restorasi rusak, stimulus kimia dari makanan manis atau asam atau iritasi dari bahan filling. 6,12 Apabila stimulusnya tidak dihentikan dan dirawat, pulpa akan terus terinflamasi dan dapat berkembang menjadi kondisi irreversible. 7 Irreversible pulpitis merupakan kondisi inflamasi lanjutan apabila pulpa tidak ditangani saat kondisi reversible pulpitis. Irreversible pulpitis dapat dibagi menjadi dua yaitu acute (adanya gejala sakit terhadap suhu terutama pada dingin yang menetap, sharp atau dull, spontaneous atau intermittent pain, localized atau diffuse atau referred pain) dan chronic (tidak adanya gejala klinis namun inflamasi biasanya disebabkan karies, eskavasi karies, trauma, dan lain-lain, dimana apabila dibiarkan gigi dapat menjadi symptomatic atau pulpa menjadi nekrosis). 12 Chronic Hyperplastic pulpitis atau polip pulpa adalah respon proliferatif dari tereksposnya pulpa gigi sulung atau gigi permanen yang belum sempurna. 11 Kelainan ini dicirikan dengan adanya perkembangan jaringan granulasi, yang terkadang diselimuti oleh epitelium dan menyebabkan iritasi rendah jangka panjang terutama saat mengunyah. Polip pulpa biasanya ditemukan pada dewasa muda dan pada gigi geligi sulung dan permanen (mixed dentition). 7 Necrotic pulp terjadi saat persediaan darah ke pulpa tidak ada dan saraf pulpa menjadi tidak fungsional. Setelah pulpa menjadi nekrosis, pulpa tidak akan memberi respon pada tes elektrik dan tes dingin serta terkadang tidak ada rasa sakit (mati rasa), walaupun terkadang dapat terasa sangat sakit pada stimulasi panas. 7,12 Kondisi ini dapat berupa partial atau total, tergantung pada bagian mana yang terkena inflamasi. 6 Metode Penelitian Penelitian merupakan penelitian deskritif. Penelitian dilakukan dengan menggunakan subyek berupa rekam medik Rumah Sakit Kesehatan Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi khususnya pasien dengan diagnosis penyakit pulpa tahun Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Kesehatan Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi (RSKGM-FKGUI) selama bulan September Kriteria inklusi subjek penelitian yaitu pasien yang terdiagnosis penyakit pulpa Kriteria eksklusi subjek yaitu memiliki kelainan/penyakit sistemik, berusia dibawah 15 tahun, dan terdiagnosis penyakit periapikal. Alur penelitian adalah sebagai berikut. Penelitian dimulai setelah surat etik penelitian dikeluarkan. Pengambilan data penelitian dilakukan di RSKGM-FKGUI dengan melihat

10 rekam medik pasien periode tahun 2009 hingga tahun Selanjutnya, data diolah untuk mendapatkan hasil penelitian yang kemudian dilakukan penulisan laporan hasil penelitian. Hasil Penelitian Berdasarkan rekam medik pasien di RSKGM-FKGUI pada periode tahun , didapatkan 5039 pasien yang terdiagnosa memiliki penyakit pulpa dengan jumlah kasus sebanyak 8414 kasus. Tabel 2. Prevalensi Penyakit Pulpa pada Pasien RSKGM-FKGUI Tahun dibandingkan dengan Penyakit Periapeks Jenis Penyakit Jumlah pasien yang dirawat Endodontik Frekuensi Persentase (%) Penyakit pulpa Penyakit periapeks Total Berdasarkan tabel 2 dari 9346 kasus penyakit pulpa dan periapeks hasil observasi yang didapatkan di RSKGM-FKGUI tahun , prevalensi penyakit pulpa sebanyak 8414 kasus (90%) : Selanjutnya perincian distribusi penyakit pulpa untuk tahun 2009, 2010, 2011, 2012, Tabel 3 Distribusi Penyakit Pulpa pada Pasien RSKGMP-FKGUI untuk tiap tahunnya ( ) Tahun Jumlah pasien Frekuensi Persentase (%)

11 Total Berdasarkan tabel 3, didapatkan pada tahun 2009 sebanyak 317 pasien dengan diagnosis penyakit pulpa dengan prevalensi sebanyak 551 kasus (6.6%), tahun 2010 sebanyak 1028 pasien dengan prevalensi sebanyak 1679 kasus (19.9%), tahun 2011 sebanyak 1108 pasien dengan prevalensi sebanyak 1833 kasus (21.8%), tahun 2012 sebanyak 1279 pasien dengan prevalensi sebanyak 2099 kasus (24.9%), dan tahun 2013 sebanyak 1307 pasien dengan prevalensi sebanyak 2252 kasus (26.8%). Selanjutnya dari 8414 kasus penyakit pulpa, dibuat distribusi penyakit pulpa berdasarkan etiologi dan klasifikasi di RSKGM-FKGUI tahun Tabel di bawah ini akan memberikan gambaran distribusi penyakit pulpa berdasarkan etiologi dan frekuensi : Tabel 4 Distribusi Penyakit Pulpa berdasarkan Etiologi pada Pasien RSKGM-FKGUI Tahun Variabel Jumlah Kasus Persentase (%) Etiologi Bakteri Trauma Panas 0 0 Kimia 0 0 Total Berdasarkan tabel 4, didapatkan etiologi penyakit pulpa yang paling banyak adalah kasus yang disebabkan oleh bakteri yaitu 98.5% dari 8414 kasus yang ditemukan. Tabel 5 Distribusi Penyakit Pulpa berdasarkan Klasifikasi pada Pasien RSKGM- FKGUI Tahun Variabel Jumlah Kasus Persentase (%)

12 Klasifikasi Reversible pulpitis Acute irreversible pulpitis Chronic irreversible pulpitis Chronic hyperplastic pulpitis Partial necrosis pulp Necrosis pulp Total Berdasarkan tabel 5, klasifikasi penyakit pulpa, yang paling banyak ditemukan adalah necrosis pulp sejumlah 3791 (45%), lalu reversible pulpitis 3539 (42.1%), chronic irreversible pulpitis 1015 (12.1%), partial necrosis pulp 32 (0.4%), acute irreversible pulpitis 26 (0.3%), dan yang terakhir chronic hyperplastic pulpitis 11 (0.1%). Tabel 6 Distribusi Pasien dengan Penyakit Pulpa berdasarkan Jenis Kelamin di RSKGM-FKGUI Tahun Variabel Jumlah Kasus Persentase (%) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Berdasarkan tabel 6, tercatat distribusi pasien RSKGM-FKGUI dengan penyakit pulpa berdasarkan jenis kelamin dimana didapatkan hasil jumlah pasien laki-laki sebanyak 1932 orang (38.3%) dan pasien perempuan sebanyak 3107 (61.7%). Pembahasan Penelitian mengenai distribusi penyakit pulpa berdasarkan etiologi dan klasifikasi dilakukan di RSKGM-FKGUI. Penelitian dilakukan dengan cara observasi rekam medik

13 pasien di RSKGM-FKGUI pada periode tahun , khususnya dengan diagnosis penyakit pulpa. Didapatkan total pasien dengan penyakit pulpa dan periapeks sebanyak 5834 dari total seluruh pasien RSKGM-FKGUI sebanyak Data penelitian diambil dalam jangka waktu 5 tahun dikarenakan mengikuti Program Pembangunan Pemerintah Indonesia dalam bidang kesehatan yang dilakukan selama 5 tahun. Pengambilan data dilakukan secara manual sehingga dapat memungkinkan adanya data yang terlewat saat proses pengambilan data. Selain itu, pengisian dan pencatatan rekam medik pasien di RSKGM-FKGUI belum digantikan dalam bentuk electronic medical record. Tabel 2 didapatkan prevalensi penyakit pulpa sebanyak 90% dari 9346 untuk kasus campuran antara penyakit pulpa dan periapeks menunjukkan prevalensi penyakit pulpa lebih besar dibandingkan prevalensi penyakit periapeks. Hasil penemuan ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tahun 2007 oleh Putri Indra Lestari sebesar 78.9% dan tahun 2009 oleh Dina Maureen sebesar 84.1% yang juga menunjukkan lebih besarnya prevalensi penyakit pulpa dibandingkan dengan prevalensi penyakit periapeks. 13,15 17 Tabel 3, mengenai distribusi penyakit pulpa pada pasien RSKGMP-FKGUI dari tahun 2009 sampai tahun 2013 terlihat bahwa adanya peningkatan jumlah kasus penyakit pulpa untuk tiap tahunnya. Hal tersebut dapat menggambarkan kemungkinan pasien sudah lebih sadar dan ada kemauan untuk memeriksakan kesehatan gigi dan pulpanya ke dokter gigi. Tampak pada data tabel 4 mengenai distribusi penyakit pulpa berdasarkan etiologi pada pasien RSKGM-FKGUI tahun Dari data terlihat bahwa etiologi yang paling menyebabkan kasus penyakit pulpa adalah karies (98.5%). Karies tersebut disebabkan bakteri yang menyebabkan kerusakan pada gigi. Sesuai dengan literature bahwa penyebab paling umum dari kerusakan pulpa adalah karies, yang merupakan penyebab utama semua kasus penyakit gigi (95%). 18 Demikian juga Bergenholtz mengatakan bahwa karies merupakan penyebab utama dari tanda-tanda sakit dan inflamasi pulpa. 10 Tabel 4, tercatat bahwa selain karies, peneliti juga menemukan adanya etiologi trauma dari rekam medik pasien RSKGM-FKGUI tahun sebesar 1.5%. Menurut Grossman, rendahnya angka tersebut dapat dikarenakan trauma banyak terjadi pada anak-anak dibandingkan dengan orang dewasa. 6 Sejalan dengan peneliti Sharma, keadaan tersebut dikarenakan lebih aktifnya aktivitas anak-anak dibandingkan orang dewasa. 19 Tabel 4, tercatat bahwa tidak ada etiologi panas dan kimia yang ditemukan peneliti dari rekam medik pasien RSKGM-FKGUI tahun Keadaan ini memungkinkan dikarenakan sudah semakin majunya teknologi alat dan bahan material kedokteran gigi. Etiologi panas dapat disebabkan oleh penggunaan instrumen bur saat preparasi gigi dan dekat

14 pulpa. 10 Tabel 5, didapatkan bahwa penyakit pulpa paling banyak adalah necrosis pulp dengan dengan pulpa. Dikarenakan rendahnya konduktivitas thermal dentin, proses preparasi dapat menyebabkan efek dehidrasi. 10 Hal tersebut sudah diatasi dengan adanya pendingin pada hand piece, sehingga saat melakukan proses preparasi panas dari bur dapat diringankan. Dahulu etiologi kimia berasal dari toksisitas material restoratif. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa bahan material restorasi sekarang tidaklah terlalu mengancam kesehatan prevalensi sebesar 45%. Banyaknya distribusi kasus necrosis pulp dapat dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan gigi dan mulut. Pasien rata-rata baru akan berobat ke dokter gigi apabila mengalami rasa sakit yang sangat atau adanya rasa tidak nyaman seperti bau yang dapat disebabkan gangren pulpa. Kemungkinan apabila hanya sebatas sakit ringan seperti reversible pulpitis atau sakit yang dapat dihilangkan dengan obat seperti irreversible pulpitis, pasien lebih memilih merawat dan menyembuhkan diri sendiri sesuai dengan literatur yang dibuat oleh Prof. Dr. Edgar Schäfer. 18 Perilaku ini menyebabkan tidak terawatnya kesehatan gigi dan pulpa sehingga menyebabkan karies dapat terus menyerang ke dalam pulpa mengakibatkan terjadinya necrosis pulp apabila dibiarkan saja dalam waktu lama. Tabel 5, tercatat prevalensi penyakit pulpa terbanyak ke dua adalah reversible pulpitis sebesar 42.1%. Angka tersebut menunjukkan bahwa adanya kemungkinan meningkatnya kesadaran pasien akan kesehatan pulpa. Bila terasa sakit atau nyeri, pasien mau memeriksakan keadaan gigi dan pulpa nya. Hampir seimbangnya angka necrosis pulp dan reversible pulpitis menunjukkan kemungkinan dapat meningkatnya angka reversible pulpitis apabila adanya peningkatan upaya pencegahan. Tabel 6, tercatat distribusi pasien RSKGM-FKGUI dengan penyakit pulpa berdasarkan jenis kelamin dimana didapatkan hasil jumlah pasien laki-laki sebanyak 1932 orang (38.3%) dan pasien perempuan sebanyak 3107 (61.7%). Angka ini menunjukkan bahwa jumlah pasien perempuan lebih banyak dibandingkan jumlah pasien laki-laki. Hasil penelitian sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di Virginia Commonwealth University, US yang mendapatkan hasil jumlah pasien laki-laki sebesar 44.6% dan pasien perempuan sebesar 55.4%. 20 Keadaan ini menunjukkan adanya perbedaan status kesehatan gigi pada suatu populasi berdasarkan jenis kelamin. 20 Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya perbedaan kesadaran untuk berobat, serta adanya perbedaan faktor anatomi dan fisiologi pada perempuan dan laki-laki. 15

15 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di klinik integrasi FKG-UI periode tahun , tercatat dari 8414 kasus penyakit pulpa ditemukan etiologi penyebab penyakit pulpa terbesar (98,5%) adalah karies yang disebabkan oleh bakteri dan klasifikasi penyakit pulpa yang terbanyak adalah nekrosis pulpa (45%). Selain itu, ditemukan bahwa jumlah pasien perempuan (61,7%) lebih banyak dibandingkan pasien laki-laki (38,3%). Saran Pergantian sistem pengisian dan pencatatan data rekam medik pasien RSKGM- FKGUI menjadi electronic medical record guna mencegah kemungkinan terlewatnya data serta pemberian KIE dan DHE yang lebih baik kepada pasien yang datang berobat ke RSKGM-FKGUI. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan penambahan variabel berupa umur dan pekerjaan. Daftar Referensi 1. RI DK. Profil Data Kesehatan Indonesia :Tabel RI DK. Profil Kesehatan Indonesia :Lampiran RI DK. Profil Kesehatan Indonesia :Lampiran RI DK. Profil Kesehatan :Lampiran Pradono J, Soemantri S. Survei Kesehatan Nasional : Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004 Volume 3 :Sudut Pandang Masyarakat Mengenai Status, Cakupan, Ketanggapan Dan Sistem Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan dan Teknologi Kesehatan,; Grossman LI. Grossman s Endodontic Practice. 12th ed. (Chandra BS, Krishna VG, eds.). New Delhi: Wolters Kluwer Health; Ingle JI, Bakland LK, Baumgertner JC. Ingles s Endodontics. 6th ed. BC Decker Inc; Kedokteran Gigi F. Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut. Available at: Accessed October 12, 2014.

16 9. Bath-Balogh M, Fehrenbach MJ. Illustrated Dental Embryology, Histology, and Anatomy. 3rd ed. Elsevier; 2012: Bergenholtz G, Bindslev PH, Reit C. Textbook of Endodontology. 2nd ed. Blackwell Publishing ltd; AAE. American Association of Endodontists : Glossary of Endodontic Terms. 8th ed. American Association of Endodontists; 2012: Cohen S, Hargreaves KM. Cohen s Pathways of the Pulp. 10th ed. Mosby, Inc; 2011: Maureen D. Pola penyebaran penyakit pulpa berdasarkan jenis kelamin, usia, dan kelompok elemen gigi (kajian di klinik integrasi RSGMP FKGUI tahun 2008) Flaitz CM. Pulp Polyp Treatment & Management Available at: Accessed December 12, Lestari PI. Prevalensi dan distribusi frekuensi penyakit pulpa berdasarkan faktor pejamu (manusia) di klinik integrasi RSGMP FKG UI periode bulan Maret-Juni tahun Arfah NS. Prevalensi dan distribusi frekuensi penyakit periapeks berdasarkan faktor pejamu (manusia) di klinik integrasi RSGMP FKG UI periode bulan Maret-Juni tahun Paramitha EA. Pola penyebaran penyakit periapeks berdasarkan jenis kelamin, usia, dan kelompok elemen gigi (kajian di klinik integrasi RSGMP FKGUI tahun 2008) Pulp diseases - Causes. Available at: Accessed October 9, Dua R, Sharma S. Prevalence, causes, and correlates of traumatic dental injuries among seven-to-twelve-year-old school children in Dera Bassi. Contemp. Clin. Dent. 2012;3(1): doi: / x Oertel ER. Prevalence of Pulpal and / or Periradicular Disease in the VCU School of Dentistry Screening Patient Population

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Penyakit pulpa dan periapikal Kondisi normal Sebuah gigi yang normal bersifat (a) asimptomatik dan menunjukkan (b) respon ringan sampai moderat yang bersifat

Lebih terperinci

Distribusi Penyakit Periapikal berdasarkan Etiologi dan Klasifikasi di RSKGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Tahun

Distribusi Penyakit Periapikal berdasarkan Etiologi dan Klasifikasi di RSKGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Tahun Distribusi Penyakit Periapikal berdasarkan Etiologi dan Klasifikasi di RSKGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Tahun 2009-2013 Anka Aliya Matriani*, Kamizar, Munyati Usman Departement of Conservative

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Beer dkk., 2006; Walton dan Torabinejad, 2008). gejalanya, pulpitis dibedakan menjadi reversible pulpitis dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Beer dkk., 2006; Walton dan Torabinejad, 2008). gejalanya, pulpitis dibedakan menjadi reversible pulpitis dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi merupakan salah satu masalah gigi dan mulut yang sering terjadi dan berpotensi untuk menyebabkan masalah gigi dan mulut lainnya. Prevalensi karies gigi di

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK Dokter gigi saat merawat endodontik membutuhkan pengetahuan tentang anatomi dari gigi yang akan dirawat dan kondisi jaringan gigi setelah perawatan

Lebih terperinci

STRUKTUR ANATOMI DAN FUNGSI PULPA

STRUKTUR ANATOMI DAN FUNGSI PULPA STRUKTUR ANATOMI DAN FUNGSI PULPA Disusun oleh: Nathania Astria 021211133059 Christopher 021211133060 Eghia Laditra A 021211133061 Intan Ayu Rizki P 021211133062 Ainani Dwi Hapsary 021211133063 Karissa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Embriologi Gigi Pembentukan gigi dimulai dengan terbentuknya lamina dental dari epitel oral. Lamina dental kemudian berkembang menjadi selapis sel epitel dan berpenetrasi

Lebih terperinci

DENTIN PULPA ENDODONTIK ATAU OPERATIVE DENTISTRY? Hubungan yang sangat erat antara dentin dan pulpa. Perlindungan jaringan pulpa terhadap iritasi luar

DENTIN PULPA ENDODONTIK ATAU OPERATIVE DENTISTRY? Hubungan yang sangat erat antara dentin dan pulpa. Perlindungan jaringan pulpa terhadap iritasi luar PULPO DENTINAL KOMPLEKS Trimurni Abidin,drg.,M.Kes.,Sp.KG DENTIN PULPA ENDODONTIK ATAU OPERATIVE DENTISTRY? Hubungan yang sangat erat antara dentin dan pulpa. Perlindungan jaringan pulpa terhadap iritasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insisif, premolar kedua dan molar pada daerah cervico buccal.2

BAB I PENDAHULUAN. insisif, premolar kedua dan molar pada daerah cervico buccal.2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipersensitivitas dentin merupakan salah satu masalah gigi yang paling sering dijumpai. Hipersensitivitas dentin ditandai sebagai nyeri akibat dentin yang terbuka jika

Lebih terperinci

ENDODONTIC-EMERGENCIES

ENDODONTIC-EMERGENCIES ENDODONTIC-EMERGENCIES (Keadaan darurat endodontik) Keadaan darurat adalah masalah yang perlu diperhatikan pasien, dokter gigi dan stafnya. Biasanya dikaitkan dengan nyeri atau pembengkakan dan memerlukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Penelitian telah dilakukan di RSGM UMY mengenai evaluasi klinis keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida tipe hard setting.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Penelitian telah dilakukan di RSGM UMY mengenai evaluasi keberhasilan perawatan kaping pulpa direk dengan bahan kalsium hidroksida hard setting

Lebih terperinci

FUNGSI JARINGAN PULPA DALAM MENJAGA VITALITAS GIGI. Sartika Puspita *

FUNGSI JARINGAN PULPA DALAM MENJAGA VITALITAS GIGI. Sartika Puspita * FUNGSI JARINGAN PULPA DALAM MENJAGA VITALITAS GIGI Sartika Puspita * * Pogram Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRAK Pulpa memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun bangsa (Taringan, 2006). Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun bangsa (Taringan, 2006). Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi merupakan salah satu penyakit infeksius yang sering terjadi pada manusia dan terdapat di seluruh dunia tanpa memandang usia, ekonomi, maupun bangsa (Taringan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana sebanyak 129,98 juta jiwa merupakan penduduk dengan jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. dimana sebanyak 129,98 juta jiwa merupakan penduduk dengan jenis kelamin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara terbesar di Asia Tenggara serta terdiri dari banyak pulau dan terbagi dalam 34 provinsi. Berdasarkan data sensus penduduk pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mulut yang sering terjadi di Indonesia adalah karies dengan prevalensi karies aktif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mulut yang sering terjadi di Indonesia adalah karies dengan prevalensi karies aktif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan gigi dan mulut di Indonesia khususnya karies cukup tinggi, Kementerian Kesehatan RI (2008) menyatakan bahwa salah satu masalah gigi dan mulut yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. etiologi, pencegahan, diagnosis, dan terapi mengenai pulpa gigi, akar gigi dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. etiologi, pencegahan, diagnosis, dan terapi mengenai pulpa gigi, akar gigi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu endodontik adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari etiologi, pencegahan, diagnosis, dan terapi mengenai pulpa gigi, akar gigi dan jaringan periapikal

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional (sekali waktu), yaitu untuk mengetahui prevalensi karies

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. berdasarkan usia, jenis kelamin, elemen gigi dan posisi gigi. Berikut tabel

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. berdasarkan usia, jenis kelamin, elemen gigi dan posisi gigi. Berikut tabel Hasil Penelitian A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian telah dilakukan di RSGM UMY mengenai evaluasi keberhasilan perawatan kaping pulpa direk dengan bahan kalsium hidroksida

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi dan Etiologi Trauma gigi sulung anterior merupakan suatu kerusakan pada struktur gigi anak yang dapat mempengaruhi emosional anak dan orang tuanya. Jika anak mengalami

Lebih terperinci

PROSES PENYEMBUHAN JEJAS PADA JARINGAN PULPA. Sartika Puspita *

PROSES PENYEMBUHAN JEJAS PADA JARINGAN PULPA. Sartika Puspita * PROSES PENYEMBUHAN JEJAS PADA JARINGAN PULPA Sartika Puspita * * Pogram Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRAK Pulpa gigi dapat

Lebih terperinci

Gambaran Status Karies Gigi Pada Mahasiswa Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Jakarta 1,2008

Gambaran Status Karies Gigi Pada Mahasiswa Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Jakarta 1,2008 Gambaran Status Karies Gigi Pada Mahasiswa Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Jakarta 1,2008 Pendahuluan Penyakit gigi dan mulut termasuk karies gigi merupakan penyakit masyarakat yang diderita oleh 90%

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG LAPORAN KASUS PULPITIS REVERSIBLE Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut RSUD Dr. Adhyatma, MPH Tugurejo Semarang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORETIS. renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya

BAB II TINJAUAN TEORETIS. renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Karies Gigi Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentil dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat

Lebih terperinci

Etiologi Nyeri pada Penyakit Pulpa dan Periapikal serta Mekanismenya 1. Nyeri 1.1 Definisi Nyeri 1.2 Klasifikasi Nyeri

Etiologi Nyeri pada Penyakit Pulpa dan Periapikal serta Mekanismenya 1. Nyeri 1.1 Definisi Nyeri 1.2 Klasifikasi Nyeri Etiologi Nyeri pada Penyakit Pulpa dan Periapikal serta 1. Nyeri 1.1 Definisi Nyeri Nyeri merupakan sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan atau penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi ujung-ujung

Lebih terperinci

DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN Prosedur penegakan diagnosis merupakan tahap paling penting dalam suatu perawatan Diagnosis tidak boleh ditegakkan tan

DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN Prosedur penegakan diagnosis merupakan tahap paling penting dalam suatu perawatan Diagnosis tidak boleh ditegakkan tan Diagnosa Dalam Perawatan Endodonti Trimurni Abidin,drg.,M.Kes.,Sp.KG Departemen Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN Prosedur penegakan diagnosis

Lebih terperinci

Perawatan Endodontik pada anak. Written by Administrator Tuesday, 13 December :46

Perawatan Endodontik pada anak. Written by Administrator Tuesday, 13 December :46 Tujuan dasar dari perawatan endodontik pada anak mirip dengan pasien dewasa, yaitu untuk meringankan rasa sakit dan mengontrol sepsis dari pulpa dan jaringan periapikal sekitarnya serta mengembalikan keadaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental merupakan salah satu bagian terpenting dari diagnosis oral moderen. Dalam menentukan diagnosis yang tepat, setiap dokter harus mengetahui nilai dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya adalah untuk melokalisir dan merusak agen perusak serta memulihkan jaringan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement chemomechanical pada jaringan pulpa, debris pada dentin, dan penggunaan irigasi terhadap infeksi mikroorganisme.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal,

BAB 1 PENDAHULUAN. laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal, laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi pulpa dapat disebabkan oleh iritasi mekanis. 1 Preparasi kavitas yang dalam

Lebih terperinci

GARIS GARIS BESAR PROGRAM PENGAKARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar)

GARIS GARIS BESAR PROGRAM PENGAKARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar) GARIS GARIS BESAR PROGRAM PENGAKARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar) JUDUL MATA KULIAH : PEDODONSIA TERAPAN NOMOR KODE / SKS : KGM / 427 / 2 SKS A. DESKRIPSI SINGKAT : Mata kuliah ini membahas mengenai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi merupakan penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan oleh faktor etiologi yang kompleks. Karies gigi tidak hanya terjadi pada orang dewasa tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi mulai dari email gigi hingga menjalar ke dentin. 1 Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. n = 3990 = 363, sampel 3990 (5%) 2 + 1

BAB V HASIL PENELITIAN. n = 3990 = 363, sampel 3990 (5%) 2 + 1 BAB V HASIL PENELITIAN Survei ini berlangsung selama periode bulan April hingga Juli 2008. Keseluruhan pengambilan data sekunder dari kartu status pasien dilakukan di RSGMP FKG UI dengan subyek survei

Lebih terperinci

Hubungan Usia dan Jenis Kelamin dengan kejadian Karies Gigi Siswa Sekolah Dasar Sumbersari Dan Puger Kabupaten Jember

Hubungan Usia dan Jenis Kelamin dengan kejadian Karies Gigi Siswa Sekolah Dasar Sumbersari Dan Puger Kabupaten Jember Hubungan Usia dan Jenis Kelamin dengan kejadian Karies Gigi Siswa Sekolah Dasar Sumbersari Dan Puger Kabupaten Jember Kiswaluyo Bagian Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mempertahankan gigi selama mungkin di dalam rongga mulut merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu konservasi gigi. Idealnya gigi dalam keadaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gigi Gigi merupakan organ tubuh yang turut berperan dalam proses pencernaan, pengunyahan, dan terutama sebagai estetis dalam pembentukan profil wajah. Gigi terbentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saluran akar menjadi sumber berbagai macam iritan.iritan-iritan yang masuk

BAB I PENDAHULUAN. saluran akar menjadi sumber berbagai macam iritan.iritan-iritan yang masuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit periapikal merupakan suatu keadaan patologis yang terlokalisir pada daerah apeks atau ujung akar gigi. Penyakit periapikal dapat berawal dari infeksi pulpa.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke enam yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke enam yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke enam yang dikeluhkan masyarakat Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2001) dan menempati peringkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estetika merupakan salah satu tujuan dalam perawatan ortodontik dimana seseorang dapat memperbaiki estetika wajah yang berharga dalam kehidupan sosialnya (Monica,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran CAKRADENTA YUDHA POETERA G

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran CAKRADENTA YUDHA POETERA G PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN NEKROSIS PULPA DENGAN ABSES APIKALIS KRONIS ANTARA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DAN NON DIABETES MELLITUS DI RSUD DR. MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gingivitis adalah peradangan pada gingiva, yang merupakan suatu respon imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian didapatkan dari perhitungan jumlah fibroblas dengan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan jumlah

Lebih terperinci

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Distribusi Trauma Gigi Trauma gigi atau yang dikenal dengan Traumatic Dental Injury (TDI) adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras dan atau periodontal karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kementerian Kesehatan Tahun 2010 prevalensi karies di Indonesia mencapai 60

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kementerian Kesehatan Tahun 2010 prevalensi karies di Indonesia mencapai 60 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia penyakit karies gigi serta penyakit gigi dan mulut masih banyak diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa. Menurut Data Kementerian Kesehatan Tahun 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulpitis merupakan salah satu penyakit pulpa (Ingle dkk., 2008) yang cukup banyak terjadi di Indonesia. Data Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang,

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang, merupakan hasil, tanda, dan gejala dari demineralisasi jaringan keras gigi secara kimia, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan meningkatnya gaya hidup dan perubahan pandangan mengenai konsep estetika, masyarakat dewasa ini memilih perawatan ortodontik berdasarkan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor Penyebab Kehilangan Gigi Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan penyakit periodontal. Faktor bukan penyakit seperti gaya hidup dan faktor

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar)

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar) JUDUL MATA KULIAH : Periodonsia I NOMOR KODE/ SKS : PE 142/ 2 SKS GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar) A. DESKRIPSI SINGKAT : Mata Kuliah ini membahas mengenai pengenalan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut - Pendidikan (RSGM-P FKG UI) pada periode 6 Oktober 2008-10 November 2008. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies merupakan masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta

Lebih terperinci

SALIVA SEBAGAI CAIRAN DIAGNOSTIK RESIKO TERJADINYA KARIES PUTRI AJRI MAWADARA. Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M.Si.

SALIVA SEBAGAI CAIRAN DIAGNOSTIK RESIKO TERJADINYA KARIES PUTRI AJRI MAWADARA. Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M.Si. SALIVA SEBAGAI CAIRAN DIAGNOSTIK RESIKO TERJADINYA KARIES PUTRI AJRI MAWADARA 04111004066 Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M.Si. PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cedera pulpa dapat menyebabkan inflamasi pulpa. Tanda inflamasi secara makroskopis diantaranya tumor (pembengkakan), rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (nyeri).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Early Childhood Caries (ECC) Early childhood caries merupakan suatu bentuk karies rampan pada gigi desidui yang disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trauma gigi telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius pada anak disebabkan prevalensi yang tinggi di berbagai negara terutama pada gigi permanen.

Lebih terperinci

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari ANATOMI GIGI Drg Gemini Sari ANATOMI GIGI Ilmu yg mempelajari susunan / struktur dan bentuk / konfigurasi gigi, hubungan antara gigi dgn gigi yang lain dan hubungan antara gigi dengan jaringan sekitarnya

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA. odontoblast. Pada tahap awal perkembangannya, odontoblast juga. pertahanan (Walton & Torabinejad, 2008).

BAB II TINJUAN PUSTAKA. odontoblast. Pada tahap awal perkembangannya, odontoblast juga. pertahanan (Walton & Torabinejad, 2008). BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pulpa Pulpa gigi adalah suatu jaringan lunak yang terletak di daerah tengah pulpa. Jaringan pulpa membentuk, mendukung, dan dikelilingi oleh dentin. Fungsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. terus-menerus, yaitu mencabutkan atau mempertahankan gigi tersebut. Dewasa

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. terus-menerus, yaitu mencabutkan atau mempertahankan gigi tersebut. Dewasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pasien dihadapkan pada dua pilihan ketika mengalami sakit gigi yang terus-menerus, yaitu mencabutkan atau mempertahankan gigi tersebut. Dewasa ini, pasien

Lebih terperinci

HUBUNGAN USIA DAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI SISWA SEKOLAH DASAR SUMBERSARI DAN PUGER KABUPATEN JEMBER. *Kiswaluyo

HUBUNGAN USIA DAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI SISWA SEKOLAH DASAR SUMBERSARI DAN PUGER KABUPATEN JEMBER. *Kiswaluyo HUBUNGAN USIA DAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI SISWA SEKOLAH DASAR SUMBERSARI DAN PUGER KABUPATEN JEMBER *Kiswaluyo *Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan utama dari perawatan saluran akar adalah untuk menghilangkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan utama dari perawatan saluran akar adalah untuk menghilangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari perawatan saluran akar adalah untuk menghilangkan sisa jaringan nekrotik, mikroorganisme dan produk lain sehingga menciptakan kondisi yang menguntungkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.

Lebih terperinci

Jenny Krisnawaty dkk: Apeksifikasi gigi permanen muda insisivus pertama kiri atas yang non-vital

Jenny Krisnawaty dkk: Apeksifikasi gigi permanen muda insisivus pertama kiri atas yang non-vital Jenny Krisnawaty dkk: Apeksifikasi gigi permanen muda insisivus pertama kiri atas yang non-vital 119 Perawatan apeksifikasi pada gigi permanen muda insisivus pertama kiri atas yang non-vital Apexification

Lebih terperinci

Kuretase Periapikal Pada Gigi Insisivus Lateralis Kanan Atas Dengan Nekrosis Pulpa, Disertai Lesi Periapikal

Kuretase Periapikal Pada Gigi Insisivus Lateralis Kanan Atas Dengan Nekrosis Pulpa, Disertai Lesi Periapikal Kuretase Periapikal Pada Gigi Insisivus Lateralis Kanan Atas Dengan Nekrosis Pulpa, Disertai Lesi Periapikal Periapical Curretage On The Right Maxilla Incisivus Lateralis Pulp Necrosis, with Periapical

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas dan kesejahteraan hidup, sehingga diperlukan metode perawatan kebersihan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas dan kesejahteraan hidup, sehingga diperlukan metode perawatan kebersihan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebersihan mulut sangat penting dijaga karena memiliki pengaruh utama dari kualitas dan kesejahteraan hidup, sehingga diperlukan metode perawatan kebersihan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemeliharaan gigi anak merupakan salah satu komponen penting dalam mencegah timbulnya permasalahan lebih lanjut pada rongga mulut. Pencegahan yang dilakukan sejak

Lebih terperinci

ABSTRAK. Aisyah,2012; Pembimbing I : Dr. Savitri Restu Wardhani,dr.SpKK Pembimbing II: dr. Hartini Tiono, M.Kes

ABSTRAK. Aisyah,2012; Pembimbing I : Dr. Savitri Restu Wardhani,dr.SpKK Pembimbing II: dr. Hartini Tiono, M.Kes ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DERMATITIS KONTAK BERDASARKAN USIA, JENIS KELAMIN, GEJALA KLINIK, SERTA PREDILEKSI DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2011- DESEMBER 2011 Aisyah,2012; Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sistemik. Faktor penyebab dari penyakit gigi dan mulut dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sistemik. Faktor penyebab dari penyakit gigi dan mulut dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang tersebar luas di masyarakat Indonesia dan dapat menjadi sumber infeksi yang dapat mempengaruhi beberapa penyakit sistemik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan karena adanya aktivitas suatu jasad renik yang ditandai dengan demineralisasi atau hilangnya mineral

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM FRAKTUR DENTOALVEOLAR PADA ANAK. (Mansjoer, 2000). Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka fraktur

BAB II TINJAUAN UMUM FRAKTUR DENTOALVEOLAR PADA ANAK. (Mansjoer, 2000). Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka fraktur BAB II TINJAUAN UMUM FRAKTUR DENTOALVEOLAR PADA ANAK 2.1 Definisi Fraktur Dentoalveolar Definisi fraktur secara umum adalah pemecahan atau kerusakan suatu bagian terutama tulang (Kamus Kedokteran Dorland

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan hal yang penting dalam kehidupan sehari-hari demi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan hal yang penting dalam kehidupan sehari-hari demi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hal yang penting dalam kehidupan sehari-hari demi mendapatkan generasi bangsa yang kuat. Selain itu kesehatan juga bertujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. seperti semula sehingga dapat berfungsi kembali. Hal ini menunjukkan bahwa

BAB IV PEMBAHASAN. seperti semula sehingga dapat berfungsi kembali. Hal ini menunjukkan bahwa BAB IV PEMBAHASAN Menurut Roberson (2006) tujuan dari restorasi adalah membentuk gigi seperti semula sehingga dapat berfungsi kembali. Hal ini menunjukkan bahwa restorasi setelah perawatan endodontik yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang hidup dengan perilaku dan lingkungan sehat,

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang hidup dengan perilaku dan lingkungan sehat, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesehatan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan gigi dan makanan sehat cenderung dapat menjaga perilaku hidup sehat.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan gigi dan makanan sehat cenderung dapat menjaga perilaku hidup sehat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak sekolah dasar yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi tentang kesehatan gigi dan makanan sehat cenderung dapat menjaga perilaku hidup sehat. Aktivitas anak sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik merupakan suatu faktor penting dalam pemeliharaan gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan umum perawatan ortodontik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mulut adalah penyakit jaringan keries gigi (caries dentis) disamping penyakit gusi.

PENDAHULUAN. mulut adalah penyakit jaringan keries gigi (caries dentis) disamping penyakit gusi. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian perubahan lengkung oklusal akibat kehilangan gigi posterior ini, didapat sebanyak 103 jumlah sampel kemudian dipilih secara purposive sampling dan didapat sebanyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan mulut merupakan hal yang sangat penting dan berpengaruh pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut sering kali menjadi prioritas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA xvii BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembentukan Akar Gigi Pembentukan akar gigi terjadi setelah pembentukan mahkota gigi selesai dengan sempurna dan gigi mulai erupsi. Pembentukan akar dimulai dari proliferasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karies gigi adalah proses perusakan jaringan keras gigi yang dimulai dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Karies gigi adalah proses perusakan jaringan keras gigi yang dimulai dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi adalah proses perusakan jaringan keras gigi yang dimulai dari enamel terus ke dentin. Proses tersebut terjadi karena sejumlah faktor (multiple factors)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan rasio antara laki-laki dan perempuan berkisar 2:1 hingga 4:1.

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan rasio antara laki-laki dan perempuan berkisar 2:1 hingga 4:1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data dari GLOBOCAN memperkirakan, terdapat sekitar 14,1 juta ditemukan kasus kanker baru dan tercatat 8,2 juta jiwa meninggal akibat kanker pada tahun 2012 di seluruh

Lebih terperinci

Perawatan endodontik pada kasus periodontitis apikalis kronis

Perawatan endodontik pada kasus periodontitis apikalis kronis Vol. 63, No. 3, September-Desember 2014 Hal. 99-103 ISSN 0024-9548 Perawatan endodontik pada kasus periodontitis apikalis kronis (Endodontic treatment on chronis apical periodontitis case) Sari Dewiyani

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan secara observasional deskriptif dengan cara pengamatan terhadap hasil radiografi pasien yang telah dilakukan

Lebih terperinci

KEDARURATAN ENDODONSIA. Dwi Kartika Apriyono Bagian Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember

KEDARURATAN ENDODONSIA. Dwi Kartika Apriyono Bagian Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember KEDARURATAN ENDODONSIA Dwi Kartika Apriyono Bagian Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember Abstract Emergency case in endodontic treatments need accuracy diagnostic and treatment

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan restorasi resin komposit pertama sekali diperkenalkan oleh Bowen pada tahun 1962. 1 Resin komposit merupakan suatu bahan restorasi yang memiliki banyak kelebihan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang berkembang dari interaksi antara sel epitel rongga mulut dan sel bawah mesenkim. Setiap gigi berbeda secara anatomi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian selular, termasuk odontoblas yang membentuk dentin. Anatomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian selular, termasuk odontoblas yang membentuk dentin. Anatomi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pulpa Menurut kamus besar Kedokteran Gigi Mosby (2008), pulpa merupakan bagian pusat dari gigi, terdiri dari pembuluh darah, saraf, dan bagian selular, termasuk

Lebih terperinci

BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG. infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi

BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG. infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG Osteomielitis adalah inflamasi yang terjadi pada tulang dan sumsum tulang, infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pulpitis adalah penyebab utama di antara seluruh jenis nyeri yang dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pulpitis adalah penyebab utama di antara seluruh jenis nyeri yang dirasakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulpitis adalah penyebab utama di antara seluruh jenis nyeri yang dirasakan oleh pasien (Kidd dkk., 2003). Kondisi akut penyakit pulpitis menyebabkan nyeri sehingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap 540 kasus perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida melalui hasil radiografi periapikal pasien yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa terdapat gigi tetap. Pertumbuhan gigi pertama dimulai pada

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa terdapat gigi tetap. Pertumbuhan gigi pertama dimulai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gigi merupakan bagian terpenting dalam rongga mulut, karena adanya fungsi gigi yang tidak tergantikan, antara lain untuk mengunyah makanan sehingga membantu pencernaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan kesehatan. Undang-Undang No.36 tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan kesehatan. Undang-Undang No.36 tahun 2009 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehat merupakan hak setiap orang, dan warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang kesehatan menjelaskan bahwa setiap

Lebih terperinci

BPM BLOK BUKU PANDUAN MAHASISWA ENDODONSIA DAN METODOLOGI PENELITIAN SEMESTER III TAHUN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI

BPM BLOK BUKU PANDUAN MAHASISWA ENDODONSIA DAN METODOLOGI PENELITIAN SEMESTER III TAHUN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI BPM BUKU PANDUAN MAHASISWA ENDODONSIA DAN METODOLOGI PENELITIAN SEMESTER III TAHUN AKADEMIK 2012-2013 BLOK 2.3.6 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 1 BUKU PANDUAN

Lebih terperinci

PENTINGNYA OLAH RAGA TERHADAP KEBUGARAN TUBUH, KESEHATAN GIGI DAN MULUT.

PENTINGNYA OLAH RAGA TERHADAP KEBUGARAN TUBUH, KESEHATAN GIGI DAN MULUT. PENTINGNYA OLAH RAGA TERHADAP KEBUGARAN TUBUH, KESEHATAN GIGI DAN MULUT. FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG OLAH RAGA ADALAH SERANGKAIAN GERAK TUBUH YANG TERATUR DAN TERENCANA SERTA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental biasa digunakan untuk membantu menemukan masalah pada rongga mulut pasien. Radiografi melibatkan penggunaan energi sinar untuk menembus gigi dan merekam

Lebih terperinci

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatri, responrespon yang mengantarkan atau reaksi-reaksi yang ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan umum seseorang banyak dipengaruhi oleh kesehatan gigi.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan umum seseorang banyak dipengaruhi oleh kesehatan gigi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan umum seseorang banyak dipengaruhi oleh kesehatan gigi. Kesehatan gigi sangat penting karena berpengaruh pada fungsi pengunyahan, fungsi bicara, kualitas hidup,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Telkom

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Telkom BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dewasa ini, kehidupan manusia dengan aktivitasnya yang beraneka ragam. Maka manusia memerlukan kesehatan dan kebugaran dalam menjalani aktivitasnya tersebut. Mulut

Lebih terperinci