II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Kisaran Inang Bemisia tabaci (Gennadius) Bemisia tabaci (Gennadius) digolongkan ke dalam ordo Hemiptera, subordo Sternorrhyncha, superfamili Aleyrodoidea, famili Aleyrodidae (Martin et al. 2000). B. tabaci pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1938 pada tanaman tembakau (Kalshoven 1981). Pada tahun 2001 B. tabaci telah menjadi hama utama terutama pada berbagai jenis tanaman sayuran dan tersebar ke seluruh Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, dan sejak awal tahun 2004 telah pula menjadi hama penting di Bali (Sulandari 2001; Setiawati et al. 2005). Perkembangan B. tabaci terdiri atas empat stadia, yaitu dimulai dari telur, nimfa, pupa dan imago. Telur B. tabaci. bentuknya lonjong (oval), warnanya putih bening ketika baru diletakkan, kemudian kecokelatan menjelang menetas. Telur berdiameter 0,25 mm, dan biasanya diletakkan pada permukaan bawah daun. Jumlah telur yang dihasilkan seekor betina mencapai 28 sampai 300 butir tergantung pada tanaman inang dan suhu lingkungan (Hirano et al., 2002). Pada kapas, B. tabaci. rata-rata bertelur 81 butir pada suhu 26,7ºC atau 72 butir pada suhu 32,2ºC dengan masa inkubasi telur 5 hari (Butler et al., 1983). Stadia telur pada tanaman tomat adalah 6,8 8,7 hari pada suhu 25 0C dan RH 65% (Salas dan Mendoza 1995). Rata-rata stadia telur pada Hibiscus rosa-sinensis kultivar Pink Versicolor adalah 6,3 hari dan Brilliant Red adalah 6,7 hari pada suhu 26,7 0 C dan RH 55% (Liu dan Stansly 1998). Nimfa B. tabaci terdiri dari tiga instar dan instar ke-4 dianggap sebagai transisi dan dinamakan instar ke-4 atau pupa karena peralihan antara dua stadia yang singkat dan sulit untuk dipisahkan (Salas dan Mendoza 1995). Byrne dan Bellows (1991) menyatakan bahwa nimfa instar ke-4 biasanya dikenal sebagai pupa. Nimfa instar satu (panjang + 0,223 mm, lebar + 0,131 mm) berbentuk bulat panjang, berwarna hijau cerah, pada pinggir tubuhnya terdapat bulu bulu halus dan lapisan lilin yang tipis. Nimfa instar 1 yang baru keluar dari telur aktif bergerak dan mengisap cairan makanan pada permukaan bawah daun selama 1-2 hari, dan setelah mendapatkan tempat yang sesuai akan menetap dan tidak bergerak lagi (Badri 1983). Nimfa instar 2 (panjang + 0,283 mm, lebar + 0,178

2 11 mm), nimfa instar 3 (panjang + 0,470 mm, lebar + 0,312 mm) dan nimfa instar 4 (umum disebut pupa) tidak bergerak, berwarna hijau gelap, tungkai tereduksi, pada bagian dorsal terdapat tiga pasang duri (Badri. 1983). Stadia nimfa instar pertama pada tanaman tomat adalah 4,0 hari, nimfa instar kedua dan ketiga pada tanaman tomat adalah 2,7 dan 2,5 hari (Salas dan Mendoza 1995). Rata-rata stadia nimfa instar pertama pada Hibiscus rosa-sinensis kultivar Pink Versicolor adalah 4,2 hari dan kultivar Brilliant Red adalah 4,3 hari pada suhu 26,7 0C dan RH 55% (Liu dan Stansly 1998). Menurut Gameel (1977) perkembangan nimfa secara keseluruhan berlangsung selama hari pada suhu 28 o -32 o C, dan hari pada suhu 20 o -24 o C. Pada suhu lebih tinggi yaitu 30 o -34 o C periode perkembangan lebih cepat, dan sebaliknya menjadi lebih lama apabila suhu mencapai 18 o - 22 o C. Nimfa instar 4 umumnya disebut pupa. Pupa B. tabaci berbentuk bulat panjang berwarna kuning, bagian toraks agak melebar dan cembung, ruas abdomen tampak jelas. Pinggir puparium tidak rata dan pada bagian dorsal terdapat tujuh pasang seta (duri) dan satu pasang pada ujung anal. Vasiform orifice berbentuk segi tiga dan memanjang, operkulum menutupi hampir separuh bagian dari vasiform orifice (Kalshoven 1981). Panjang pupa + 0,613 mm dan lebar + 0,421 mm. Lamanya stadium pupa rata rata 2,51 + 0,16 hari (Badri 1983). Stadia pupa pada tanaman tomat adalah 5,8 hari (Salas dan Mendoza 1995). Imago B. tabaci berwarna kekuningan dan tubuhnya tertutup oleh sekresi seperti tepung lilin yang berasal dari kelenjar lilin yang terletak pada ruas abdomen pertama dan kedua pada imago jantan, sedangkan pada imago betina terletak pada ruas abdomen ke tiga dan ke empat. Sayap depan berwarna putih dan mempunyai pembuluh radial sektor yang bercabang satu dan pembuluh kubitus lurus. Antena tujuh ruas dengan ruas terakhir meruncing dan ditutupi oleh rambut rambut yang halus. Mata majemuk berkembang sempurna (Kalshoven 1981). Imago B. tabaci berukuran 1,0-1,5 mm. Panjang sayap depan + 0,673 mm dan lebar + 0,246 mm, sedangkan panjang sayang belakang + 0,572 dan lebar + 0,209 mm (Badri 1983). Lama hidup imago dipengaruhi oleh lingkungan dan faktor faktor lainnya. Lama hidup imago jantan pada umumnya lebih pendek dibanding

3 12 betina. Lama hidup imago jantan berkisar antara 9,54-17,20 hari, sedangkan betina mencapai 37,75-74,20 hari (Gameel 1977). Tanaman inang adalah tanaman yang dapat memenuhi kebutuhan hidup serangga baik yang berhubungan dengan makanan (kebutuhan gizi) maupun dalam hubungannya dengan perilaku. Serangga yang hidup pada tanaman inang yang sesuai berkembang biak lebih cepat dari pada yang hidup pada tanaman inang yang kurang sesuai (Beck 1965; House 1965). B. tabaci bersifat polifag (Costa dan Brown 1990), sejumlah besar spesies tanaman tahunan dan setahun yang telah dibudidayakan maupun yang belum dibudidayakan sesuai untuk makan dan/atau reproduksi (Bedford et al. 1992; Brown et al. 1992). B. tabaci mempunyai kisaran inang lebih dari 600 spesies tanaman (Greathead 1986) yang berasal dari 63 famili tanaman, dan sebanyak 50% spesies tanaman yang merupakan inang kutukebul berasal dari famili Fabaceae, Asteraceae, Malvaceae, Solanaceae dan Euphorbiaceae (Mound dan Halsey 1978). Di antara famili tersebut 99% spesies tanaman yang merupakan inang kutukebul adalah Fabaceae (Basu 1995). Di Brazil, kutukebul juga telah menginfestasi gulma sebagai inang. Gulma yang menjadi inang kutukebul tersebut adalah: Cleome espinosa (Cleomaceae), Senna obtusifolia (Fabaceae), Herisanthia hemoralis (Malvaceae), Richardia grandiflora, Borreria verticilliata (Rubiaceae), Waltheria indica, W. Rotundifolia (Sterculicaceae), dan Stachytarpheta sanguinea (Verbenaceae) (Lima et al. 2000). Selanjutnya Simmon et al. (2000) melaporkan bahwa inang baru kutukebul di Amerika Serikat adalah: Hyperium perfolatum (Hypericaceae), Valeriana officinalis (Valerianaceae), Tanacetaum parthenium, Echinaceae pallida, E. purpurea (Asteraceae). Henridval et al. (2011) melaporkan kisaran inang B. tabaci yang tumbuh di sekitar pertanaman cabai merah di Indonesia tepatnya di Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta terdiri atas 22 spesies gulma dan lima spesies tanaman budidaya lainnya. Inang tersebut meliputi 13 famili yaitu Amaranthaceae, Araceae, Asteraceae, Brassicaceae, Capparidaceae, Convolvulaceae, Euphorbiaceae, Lamiaceae, Oxalidaceae, Rubiaceae, Papilionaceae, Solanaceae, dan Sterculiaceae. Famili Asteraceae dan Euphorbiaceae merupakan inang dengan

4 13 populasi B. tabaci paling banyak dibandingkan dengan famili lainnya. Gulma A. conyzoides berperan sebagai inang B. tabaci, inang alternatif Geminivirus, dan reservoir parasitoid Eretmocerus sp. Gulma A. boehmerioides hanya berperan sebagai inang B. tabaci dan inang alternatif Geminivirus. Hama B. tabaci dilaporkan telah ada sejak tahun 1800 di Amerika Serikat. Hama ini ditemukan di bagian selatan Amerika dan bermigrasi ke California Utara, dan akhirnya ditemukan pula di bagian barat Amerika dan Canada. Selanjutnya hama ini menyebar ke pulau Caribia, Amerika Serikat dan Amerika Selatan serta Mexico, kemudian menyebar ke Eropa, Afrika, India, Australia (Mc Auslane 2005). Sebelum tahun 1986, hama B. tabaci hanya bersifat sebagai hama sekunder. Pada tahun 1986 di Florida, serangga ini menjadi serangga yang merugikan secara ekonomi. Hama ini berkembang dengan cepat di Amerika Serikat (Texas, Arizona dan California). Pada tahun 1994, ditemukan spesies baru, yaitu B. argentifolii (Mc Auslane 2005). Peranan B. tabaci dalam Penularan Begomovirus Peranan B. tabaci sebagai vektor Begomovirus yang menyebabkan penyakit pada tanaman sayuran termasuk cabai merah sudah banyak dilaporkan. Menurut Cohen dan Berlinger (1986) populasi kutukebul yang sangat rendah sudah dapat menyebabkan kerusakan tanaman, karena merupakan vektor virus tanaman. Pada umumnya hubungan virus dengan vektornya bersifat persisten akan tetapi pada umumnya tidak diturunkan ke generasi berikutnya melalui telur (non transovarial transmission), walaupun diketahui terdapat begomovirus yang dapat diturunkan ke generasi berikutnya, misalnya TYLCV (Czosnek et al. 1988), dan TYLCV-sar (Bosco et al. 2001). Ghanim et al. (1998) dan Ghanim dan Czosnek (2000) melaporkan bahwa TYLCV-Israel mampu ditularkan secara transovarial oleh B. tabaci selama dua generasi dan melalui kopulasi antar individu. Perring (2001) menyatakan bahwa terdapat 7 kelompok biotipe B. tabaci, dan biotipe B yang sangat potensial dalam menularkan begomovirus pada berbagai tanaman budidaya, misal CabLCV pada tanaman kubis dan ToMV pada tanaman tomat (Hunter et al. 1998). Secara alamiah begomovirus tidak menular

5 14 melalui benih tapi hanya menular dengan bantuan serangga B. tabaci dari tanaman satu ke tanaman lainnya. Sulandari (2004) melaporkan bahwa B. tabaci adalah suatu vektor yang sangat efektif, karena pada percobaan di rumah kaca hanya dengan menggunakan satu imago B. tabaci setelah mengisap sumber inokulum selama 48 jam dan melalui periode inokulasi 24 jam sudah dapat menularkan begomovirus penyebab penyakit daun keriting kuning cabai (PepYLCV) sebesar 40%. dan efektifitas penularan meningkat 2 kali apabila digunakan 3 imago. Semakin banyak imago B. tabaci yang digunakan, efektivitas penularan makin meningkat dan masa inkubasinya lebih singkat. Brown (1994) menunjukkan bahwa satu ekor B. tabaci yang telah diberi perlakuan periode makan akuisisi (PMA) selama 48 jam dan periode makan inokulasi (PMI) selama 3 hari, mampu menularkan chino del tomato virus (CdTV) dengan jumlah tanaman terinfeksi 15%. Mehta et al. (1994) melaporkan bahwa satu ekor B. tabaci biotipe B mampu menularkan tomato yellow leaf curl virus-mesir (TYLCV-Mesir), dan efisiensi penularannya meningkat 4 kali jika jumlah serangga ditingkatkan hingga 5 ekor pertanaman. Uzcategui dan Lastra (1978) melaporkan bahwa efisiensi penularan virus oleh B. tabaci yang dipelihara pada suhu o C adalah 93%, sedangkan yang dipelihara pada suhu o C hanya 75%. Hubungan PepYLCV dengan B. tabaci bersifat persisten akan tetapi pada umumnya tidak diturunkan ke generasi berikutnya melalui telur (non transovarial transmission). Periode akuisisi dan inokulasi yang optimal dari B. tabaci untuk menularkan Pep.YLCV adalah 3 sampai 6 jam, memerlukan periode laten di dalam tubuh vektor selama minimal 9 jam dan periode retensinya sampai serangga mati (Sulandari 2004). Untuk PepYLCV di Thailan, periode makan akuisisi imago B. tabaci selama 1 jam merupakan waktu yang optimal untuk penularannya, dan memerlukan periode laten sekitar 10 jam (Samretwanich et al. 2000). Imago B. tabaci betina lebih efektif dalam menularkan PepYLCV dibandingkan yang jantan. Semua tanaman (100%) tertular oleh PepYLCV yang dibawa imago betina dengan masa inkubasi yang lebih pendek (6 sampai 8 hari) sementara yang jantan hanya mampu menularkan sebanyak 60% dengan masa

6 inkubasi yang lebih panjang (10 sampai 18 hari), dan gejala yang ditimbulkannya juga lebih ringan, tanaman cabai tidak menjadi kerdil (Sulandari 2004). 15 Peranan Teknik Budidaya Khususnya Pemanfaatan Tanaman Pembatas Pinggir Untuk Pengendalian Hama dan Konservasi Predator Pengendalian hama secara budidaya atau bercocok tanam bertujuan mengelola lingkungan tanaman sedemikian rupa sehingga menjadi kurang cocok bagi kehidupan dan perkembangan hama serta dapat mengurangi laju peningkatan populasi hama dan kerusakan tanaman. Disamping itu, diusahakan juga agar lingkungan dapat mendorong berfungsinya musuh alami sebagai pengendali hama yang efektif (Untung 2006). Mula mula teknik pengendalian secara bercocok tanam yang diterapkan merupakan teknik yang kurang dilihat perpaduannya dengan teknik-teknik pengendalian hama yang lain seperti pemanfaatan musuh alami. Saat ini dalam rangka sistem PHT teknik pengendalian hama secara bercocok tanam mencakup pengertian yang lebih luas yaitu pengelolaan ekologi lingkungan pertanaman (Pedigo 1991). Untuk meningkatkan keefektifan dan efisiensi hasil pengendalian teknik pengendalian secara bercocok tanam perlu dipadukan dengan teknik-teknik pengendalian hama lainnya sesuai dengan prinsip-prinsip PHT (Untung 2006). Menurut Pedigo (1991) sebagian besar teknik pengendalian secara bercocok tanam berdasarkan sasaran yang akan dicapai dapat dikelompokkan menjadi 4 dan salah satunya adalah mengalihkan populasi hama menjauhi tanaman. Dengan mempelajari sifat preferensi dan kemampuan serangga hama bergerak menjauhi tanaman yang tidak disukai dan menuju ke jenis tanaman yang disenangi dapat diusahakan mengalihkan perhatian hama untuk menjauhi tanaman yang sedang diusahakan. Penanaman tanaman border di sekitar tanaman yang diusahakan, berfungsi menolak atau menghalangi agar hama menjauhi atau tidak sampai ke tanaman yang diusahakan. Penanaman tanaman border dilakukan dengan menanam jenis tanaman bukan inang atau yang tidak disukai oleh hama sasaran di sekeliling tanaman yang diusahakan. Tanaman bukan inang selain berperan sebagai samaran yang membuat tanaman inang sulit ditemukan, juga berperan sebagai penghalang fisik bagi hama untuk menemukan tanaman inang yang diusahakan. Misalnya

7 16 jagung di sekeliling tanaman cabai dapat menghalangi pemencaran trips (Pedigo 1991). Agar diperoleh hasil dengan baik, waktu penanaman tanaman border harus disesuaikan dengan fenologi hama terutama waktu pemunculan fase hidup hama yang merusak tanaman. Disamping itu perlu dipertimbangkan juga postur tinggi tanaman border harus lebih tinggi dari tanaman utama dan kemampuan ketinggian terbang hama sasaran (Untung 2006). Menurut Settle et al. (1996) dan Untung (2006), pemanfaatan tanaman border dapat mendorong stabilitas ekosistem sehingga populasi hama dapat ditekan berada dalam kesetimbangannya. Fenomena ini terjadi karena suatu lahan pertanian yang ditanamai berbagai jenis tanaman dapat meningkatkan keragaman vegetasi yang terdapat di dalam ekosistem, sehingga membuat ekosistem tersebut kurang sesuai bagi serangga hama, dan sebaliknya sesuai bagi musuh alami. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi serangga hama ditemukan lebih tinggi pada pertanaman monokultur dari pada pertanaman polikultur. Tingginya populasi serangga hama pada pertanaman dengan vegetasi yang lebih seragam disebabkan oleh laju kolonisasi serangga hama lebih tinggi dan hambatan fisik (barier) serta kimia yang lebih rendah dalam menemukan tanaman inang (Altieri 1991). Di sisi lain, teknik bercocok tanam seperti penanaman tanaman border dapat mendorong konservasi musuh alami seperti predator. Hal ini terjadi karena pemanfaatan tanaman border merupakan teknik pengendalian hama secara budidaya yang dapat meningkatkan keragaman vegetasi (Untung 2006). Vegetasi yang beragam sangat sesuai bagi kehidupan musuh alami seperti predator yang pada umumnya bersifat generalis. Predator generalis dapat memangsa bermacammacam mangsa yang tersedia dalam waktu yang lama. Selain itu predator juga dapat memelihara reproduksinya dan meningkatkan lama hidup, karena tersedianya nektar dan tepung sari serta mikrohabitat yang sesuai (Andow 1991; Perfecto dan Sediles 1992; Untung 2006). Dengan demikian, pada vegetasi yang beragam populasi predator generalis itu dapat bertahan dalam tingkat yang lebih tinggi dan dalam waktu yang relatif lama, sehingga predator generalis lebih kuat menekan populasi hama (Risch et al. 1983). Norris dan Kogan (2005) menambahkan dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa populasi predator

8 17 dan parasitoid terutama yang generalis pada vegetasi yang beragam relatif stabil, dan bertahan lama, sebab makanan (tepung sari dan nektar) tersedia lebih berkesinambungan serta adanya tempat berlindung dan mikrohabitat yang sesuai. Peranan Predator dalam Pengendalian B. tabaci Menurut Pedigo (1991) predator adalah organisasi yang hidup bebas dan memakan binatang lain, memangsa kadang-kadang secara utuh dan cepat. Istilah predatisme adalah suatu bentuk simbiosis dari dua individu yang salah satu di antara individu tersebut menyerang atau memakan individu lainnya satu atau lebih spesies, untuk kepentingan hidupnya yang dapat dilakukan dengan berulangulang. Individu yang diserang disebut mangsa. Menurut Smith (1978) dan Huffaker et al. (1976) dalam pemanfaatan predator, bisa dilakukan dengan mengintroduksi maupun yang sudah ada di suatu daerah kemudian dikelola untuk mengendalikan serangga hama. Menurut De Bach (1979) dan Untung (2006), populasi hama yang meningkat sehingga menimbulkan kerugian secara ekonomik disebabkan oleh keadaan lingkungan yang kurang memberi kesempatan bagi predator untuk menjalankan fungsi alaminya. Apabila kepada musuh alami dalam hal ini predator kita berikan kesempatan berfungsi, antara lain dengan jalan rekayasa lingkungan seperti introduksi predator, memperbanyak dan melepaskannya, serta mengurangi berbagai dampak negatif terhadap predator, maka predator akan dapat melaksanakan fungsinya dengan baik Serangga predator pada umumnya bersifat polifag atau oligofag. Coppel and Mertins (1977) menyatakan bahwa spesies predator yang polifag kurang tergantung pada kerapatan populasi serangga hama. Walaupun demikian predator yang polifag memiliki kemampuan yang tinggi dalam beradaptasi terhadap lingkungan, dan memiliki kemampuan memencar yang cepat serta mampu beralih mangsa apabila mangsa utama berkurang. Wiedenmann and Smith (1997) menambahkan bahwa predator yang potensial harus mempunyai kemampuan berkompetisi dan menyabar yang tinggi. Pada tanaman semusim, kolonisasi predator dapat terjadi secara periodik. Pada saat di lapangan tidak ada tanaman habitatnya, predator harus mampu menyebar ke tanaman bukan habitatnya. Pada

9 18 saat di lapang ada tanaman maka predator harus mampu dengan cepat dapat mengolonisasi habitat itu. Studi musuh alami Bemisia spp. di Brasil menemukan sekitar 14 spesies predator (Jervis dan Kidd 1996). Dari jenis predator kumbang kubah (lady beetle), Nephaspis hydra Gordon dan Delphastus davidsoni Gordon diketahui pertama kali sebagai pemangsa Bemisia spp. Gerling (1990) menambahkan bahwa ada 19 spesies serangga tercatat sebagai predator yang memangsa B. tabaci yang termasuk pada empat famili yaitu Chrysopidae, Miridae, Anthocoridae dan Stigmaeidae. Setiawati (2005), mengungkapkan beberapa spesies predator yang diketahui efektif terhadap B. tabaci antara lain Coccinella transversalis, Menochilus sexmaculatus, Coenosia attenuate, Delphastus pusillus, Deracocoris pallens, Euscius hibisci, Orius albidipennis, Scymus syriacus. dan Chrysoperla carnea. Dari hasil penelitian eksplorasi musuh alami di Kabupaten Bandung dan Karawang pada tahun 2005 ditemukan beberapa jenis predator dan parasitoid yang mempunyai potensi untuk mengendalikan hama kutukebul (B. tabaci) pada pertanaman sayuran. Jenis predator kutukebul yang ditemukan adalah beberapa spesies dari famili Coccinellidae (Menochilus sexmaculatus, Coccinella transversalis, Harmonia sp., Curinus coerulus dan Delphastus sp.), Paederus fusipes (Coleoptera: Stapilinidae) dan Condilastylus sp. (Diptera). Jenis parasitoid kutukebul yang ditemukan adalah beberapa spesies dari famili Aphelenidae (seperti Eritmoserus sp., Neopompalae sp. dan Encarsia sp.). (Sudrajat 2009). Berdasarkan hasil pengujian skala laboratorium jenis predator yang potensial untuk dikembangkan adalah M. sexmaculatus, C. transfersalis, Harmonia sp., C. coerulus dan Paederus fuscipes, dengan daya pemangsaan rata-rata berkisar 65%. (Muharam dan Setiawati 2007). Keefektifan predator dalam mengendalikan populasi hama dapat diukur dari daya pemangsaannya (Kharboutli dan Mack 1993). Berdasarkan daya pemangsaan tersebut dapat dinilai kemampuan predator dalam mengatur keseimbangan populasi mangsa. Menurut Tarumingkeng (1994), terdapat beberapa faktor yang menentukan tingkat laju pemangsaan (konsumsi) oleh suatu predator terhadap mangsanya, diantaranya adalah preferensi terhadap jenis mangsa tertentu dan

10 kerapatan mangsa hubungannya dengan kemampuan mencari yang tinggi terutama pada saat populasi mangsa rendah (tanggap fungsional). 19 Preferensi Predator terhadap Jenis Mangsa Berbagai spesies predator mempunyai preferensi terhadap mangsa tertentu. Preferensi diartikan sebagai derajat kesukaan predator terhadap mangsa tertentu, yang ditunjukkan oleh jumlah individu mangsa yang dimakan dan terbunuh oleh suatu individu predator dalam satu satuan waktu. Menurut Cineros dan Rosenheim (1998) preferensi dapat merupakan seleksi terhadap satu tipe mangsa terhadap proporsi mangsa yang tersedia dalam satu lingkungan tertentu. Untuk menilai preferensi tersebut dapat digunakan nilai indeks linier pemilihan mangsa yang dapat diduga dengan persamaan yang dikembangkan oleh Houck (1986) sebagai berikut : L i = r i - p i. L i adalah indeks linier pemilihan mangsa, r i adalah proporsi mangsa yang dimangsa oleh predator, dan p i adalah proporsi mangsa yang tersedia (Houck 1986). Secara simetris nilai indeks linier pemilihan mangsa bervariasi antara -1 s/d + 1. Nilai positif menunjukan adanya preferensi (kesukaan) terhadap mangsa tertentu dan nilai negatif menunjukan tidak ada kesukaan (penolakan) terhadap mangsa tertentu atau mangsa relatif dihindari. Beberapa komponen yang berpengaruh pada preferensi terhadap mangsa adalah ketertarikan dan kesesuaian terhadap mangsa, pengenalan terhadap mangsa, keputusan menyerang atau tidak, menangkap serta mengkonsumsi mangsa. Walaupun tingkat penerimaan terhadap dua jenis mangsa sama, tetapi karena kemampuan menghindar dari kedua mangsa tersebut berbeda maka frekuensi pertemuan predator dan mangsa dapat berbeda, akibatnya preferensi terhadap kedua mangsa tersebut berbeda (Cineros dan Rosenheim 1998). Tanggap Fungsional Predator terhadap Mangsa Hubungan antara predator dan mangsa sangat erat dalam kaitannya dengan perubahan kerapatan mangsa. Perubahan kerapatan populasi mangsa dapat mengubah perilaku predator dalam hal pemangsaan dan keefektifan predator dicerminkan oleh intensitas tanggapnya terhadap kerapatan populasi mangsa (Hassel 1966).

11 20 Elseth dan Baumgardner (1981) memperkenalkan dua jenis tanggap predator terhadap perubahan kerapatan populasi mangsa yaitu tanggap fungsional dan tanggap numerik. Tanggap fungsional menunjukkan perubahan jumlah mangsa yang diserang atau dimakan (laju pemangsaan) per individu predator akibat perubahan kerapatan mangsa per satuan waktu (Hassel 1966). Tanggap numerik menunjukkan perubahan kerapatan predator sebagai akibat dari perubahan kerapatan mangsa. Peningkatan kerapatan populasi predator sebagai tanggap terhadap peningkatan kerapatan populasi mangsa. Peningkatan kerapatan mangsa dan predator disebabkan oleh imigrasi atau reproduksi yang meningkat atau keduanya (Brewer 1979). Tanggap fungsional kemudian menjadi salah satu ukuran untuk menentukan keefektivan suatu predator dalam mengendalikan hama atau mengatur keseimbangan populasi hama (Hassell et al. 1977). Tanggap fungsional merupakan aspek penting untuk dipelajari, sehingga diperoleh gambaran tentang kemampuan predator dalam menangani mangsanya (Pervez dan Omkar 2005). Holling (1959) mengidentifikasi tiga macam tipe tanggap fungsional yang menggambarkan hubungan predator-mangsa yaitu; (1) Tanggap fungsional tipe I. (linier) yaitu proporsi mangsa yang dimakan bersifat konstan, sehingga hubungan antara banyaknya mangsa yang dimakan predator dan kerapatan mangsa bersifat linier. Jumlah mangsa yang dimakan meningkat secara proporsional mengikuti peningkatan kerapatan mangsa sampai batas maksimum kemudian mendatar sejalan dengan peningkatan kerapatan mangsa; (2) Tanggap fungsional Tipe II. (hiperbolik) yaitu proporsi mangsa yang dimakan/terbunuh menurun tajam dengan meningkatnya kerapatan populasi mangsa. Jumlah mangsa yang dimakan makin banyak dengan makin meningkatnya populasi mangsa, kemudian pertambahan jumlah mangsa yang dimakan tersebut mulai menurun dan penurunan itu makin cepat sejalan dengan makin meningkatnya populasi mangsa; (3) Tanggap fungsional Tipe III. (sigmoid) yaitu proporsi mangsa yang dimakan/terbunuh awalnya meningkat, tetapi kemudian secara berangsur menurun dengan meningkatnya kerapatan populasi mangsa. Pertambahan jumlah mangsa yang dimakan/terbunuh pada awal menigkatnya lambat dengan meningkatnya populasi

12 21 mangsa, kemudian makin cepat dan lambat kembali dengan meningkatnya populasi mangsa. Untuk memperoleh parameter tanggap fungsional laju pencarian mangsa seketika (a) dan waktu penanganan mangsa (Th) digunakan model persamaan cakram dari Holling (1959) atau persamaan acak dari Rogers (1972). Untuk tanggap fungsioan tipe I adalah: Persamaan cakram Ne = an 0 + b; dan Persaman acak Ne = at.no. Untuk tanggap fungsional tipe II adalah: Persamaan cakram Ne = a.t.n 0 /(1+a.Th.N 0 ); Persamaan acak Ne = N 0 {1 exp[a(th.ne T)]}. Untuk tanggap fungsional tipe III adalah: Persamaan cakram Ne = a.t.n 2 0 /(1+cN 0 +b.th.n 2 0 ); Persamaan acak Ne = N 0 {1 exp [(d+bn 0 )(Th.Ne T)/(1+cN 0 )]}. Ne adalah banyaknya mangsa yang dimakan oleh per individu predator, N 0 banyaknya mangsa yang tersedia, T lama waktu mangsa terpapar pada predator waktu pencarian mangsa, Th waktu penanganan mangsa, a laju pencarian seketika(penyerangan) dan b, c dan d adalah konstan yang diturunkan dari parameter a (Hassell et al. 1977). Persamaan cakram Holling digunakan bila selama percobaan berlangsung, mangsa yang dikonsumsi oleh predator diganti sehingga kepadatan mangsa konstan. Jika mangsa yang dikonsumsi tidak diganti, maka persamaan acak lebih cocok untuk digunakan (Rogers 1972). Tanggap fungsional dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti stadia mangsa, fase pertumbuhan tanaman, cuaca, kehadiran mangsa alternatif dan kompetisi antara predator, disamping itu keragaman fisik dari suatu habitat juga mempengaruhi tanggap fungsional predator terhadap mangsa. Hal ini ada kaitanya dengan habitat sebagai tempat berlindung dan sumber makanan alternatif bagi serangga predator (Horn 1981). Daftar Pustaka Altieri MA Ecology of tropical herbivores in polycultural agroecosystem. P In Price PC, T.M. Lewinsohn, G.W. Fernandes, W. Benson (ed.) Plant-Animals interaction: evolutionary ecology in tropical and temperate regions. John Wiley dan Sons, Inc New York 545p. Andow D.A Vegetational diversity and arthropod population response. Annu.Rev. Entomol. 36:

13 22 Badri I Identification of the Aleyrodid on soybean from two location in west Jafa and some bionomics of Bemisia tabaci Genn. (Homoptera : Aleyrodidae) on three soybean varieties. Biotrop, Seameo-Regional Center for tropical Biology. Bogor, Indonesia. 62 pp. Basu AN Bemisia tabaci (Gennadius): Crop Pest and Principal Whitefly Vector 0f Plant Viruses. New Delhi: Westview Press Beck, S.D Resistance of plants to insects. Ann. Rev. Ent. 10 : Bedford ID, Briddon RW, Markham PG, Brown JK, Rosell RC Bemisia tabaci : biotype characterization and the threat of this whitefly species to agriculture. Proceedings of the 1992 British Crop Protection Conference Pest and Diseases 3 : Bosco D, Mason G, Accotto GP Investigations on transovarial transmission of TYLCV-Sar by Bemisia tabaci (Hemiptera: Aleyrodidae). European Whitefly Symp. Ragusa (Sicilia, Italy), 27th Feb 3 rd March Brewer R Principles of ecology. W.B. Sounders Company, Phyladelphia, London, Toronto. P Brown, JK. Costa HS., Laemmlen F First report of whitefly associated labu silverleaf disorder of Cucurbita in Arizona and of white streaking disorder of Brassica in Arizona and California. Plant Dis. 76: 426. Brown, J.K Current status of Bemisia tabaci as a plant pest and virus vector in agro ecosystems word wide. FAO Plant Prot. Bull. 42: 3 32 Butler, G.D., Jr., T.J. Henneberry, and T.E. Clayton Bemisia tabaci (Homoptera: Aleyrodidae): Development, oviposition, and longevity in relation to temperature. Ann. Entomol. Soc. Amerika 76(2): Byrne DN, Bellows Jr TS Whitefly biology. Annual Review of Entomology 36: Cisneros JJ, Rosenheim JA Changes in the foraging behavior, within plant vertical distribution, and microhabitat selection of a generalist insect predator: an age analysis. Environ. Entomol. 27 (4): Cohen S., dan Berlinger MJ Transmission and host range of tomato yellow leaf curl virus. Phytopathol. 56 : Coppel HC, Mertins JW Biological insect pest suppresion. Springer- Verlag. Berlin, Heidelberg, New York. 314p. Costa HS. dan Brown JK Variability in biological characteristic isozyme patterns and virus transmission among populations of Bemisia tabaci Genn. In Arizona. Phytopathol. 80 : 888.

14 Czosnek H, Ber R, Antignus Y, Cohen S, Nafot N, Zamir D Isolation of tomato yellow leaf curl virus, a begomovirus. Phytopatol. 78: De Bach P Biologycal Control of Insect Pests and Weeds. London: Chapman dan Hall. Elseth GD, Baumgardner KD Population biology. D. van Nostrand Companyy. New York. Cincinnati, Toronto. London. Melbourne. p Gameel, O.J Bemisia tabaci Genn. Pp In J. Kranz, H. Schumutterer and W. Kock. ed. Diseases, pests and weed in tropical crops. Jhn Wiley dan Sons. New York. Gerling D Natural enemies of whitelies; predator and parasitoids. In Whiteflies; Their Bionomics, Pest Status and Management, ed Dgarling, pp Andover; Intercept Ltd. Ghanim M, Morin S, Zeidan M, Czosnek HG Evidence for transovarial transmission of tomato yellow leaf curl virus by is vector, the whitefly Bemisia tabaci. Virol. 240: Ghanim M, Czosnek H tomato yellow leaf curl geminivirus (TYLVC-Is) is transmitted among whiteflies (Bemisia tabaci) in a sex-related manner. Virol. 74: Greathead AH Host plants. Di dalam : Cock MJW, editor. Bemisia tabaci. A literature Survey on the cotton Whitefly with an Annotated Bibliography. Silwood Park, UK : CAB International Institutes, Biological Control. Hlm Hassel MP Evaluation of parasite or redator resposes. J. Anim. Ecol. 35: Hassell MP, Lawton JH, Beddington JR Sigmoid fungtional responses by invertabrate predators and parasitoid. J. Anim Ecol. 46: Hendrival, Hidayat P, Nurmansyah A Kisaran inang dan dinamika populasi Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) di pertanaman cabai merah. J. HPT Tropika. Vol. 11 No. 1: Hirano, K., E. Budiyanto, and S. Winarni Biological characteristics and forecasting outbreaks of the whitefly, Bemisia tabaci, a vector of virus diseases in soybean fields. Diakses Juli Holling CS Some characteristics of simple types of predations and parasitism. Canadian Entomol 91:

15 24 Horn DJ Effect of weedy backgrounds on colonization of collards by green peach aphid, Myzus persicae and its major predators. Environ. Entomol. 10: Houck MA, Prey preference in Stetorus punctum (Coleoptera: Coccinellidae). Environ. Entomol. 15: House H.L Insect nutrition, pp In physiology of insects (2) Academic Press. New York. Rockstein, ed. The Huffaker CBF, Simmonds J, Laing JE, Theoretical and empirical biological control. Pp In Huffaker CBF, Messenger PS (ed.) Theory and practice of biological conrol. Academy Press. Hunter WB, Hiebert E, Webb SE, Tsai JH, Polston JE Location of geminivirus in the whitefly Bemisia tabaci (Homoptera: Aleyrodidae). Plant Dis 82: Jervis M, Kidd N Insect natural enemis, practical Approaches to their study and evaluation. Chapman and Hall. London. 491p. Kalshoven, L.G.E Pests of Crops in Indonesia. Revisi oleh P.A. van der Laan. PT Ichtiar Baroe- van Hoeve. Jakarta. 701 pp. Kharboutli MS, TP Mack Effect of temperatur, humidity, and prey density on feeding rate of the striped earwing (Dermaptera: Labiduridae). Environ. Entomol. 22(5): Lima LHC, Moretzohn MC. Oliveira MRV Survey of Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera : Aleyrodidae) biotype in Brazil using RAPD markers. Genet. Mol. Biol. 23 : 1 5. Liu TX, Stansly PA Life history of Bemisia argentifolii (Homoptera: Aleyrodidae) on Hibiscus rosa-sinensis (Malvaceae). Florida Entomologist 81(3): Martin JH., Mifsud D., Rapisarda C The whiteflies (Hemiptera: Aleyrodidae) of eourope and mediterranean basin. Buletin of Entomological Research. 86: McAuslane HJ Sweetpotato whitefly B Biotype of silverleaf whitefly, Bemisia tabaci (Gennadius) or Bemisia argentifolii Bellows and Perring (Homoptera: Aleyrodidae). Institut of Food and Agricultural Sciences, Universyti of Florida, Gainesville, FL. Diakses Juni 2009.

16 Mehta P, Wyman JA, Nakhla MK, Maxwell DP Transmission of tomato yellow leaf curl geminivirus by Bemisia tabaci (Hemiptera: Aleyrodidae). J. Econ Entomol 87 (5): Mound LA., Halsey SH Whitefly of the world. New York: British Museum of Natural History and Wiley. Di dalam : Perring TM The Bemisia tabaci species complex, Crop Protect. 20 : Muharam A.dan W. Setiawati Teknik Perbanyakan Massal Menochilus sexmaculatus (Coleoptera : Coccinellidae) dalam Pengendalian Bemisia tabaci Vektor Virus Kuning pada Tanaman Cabai. Jurnal Hortikultura.Vol 17.No.4 : Norris FF and Kogan M Ecology of interaction between weeds and arthrophods. Ann. Rev. Entomol. 50: Oliveira MRV, Henneberry TJ, Anderson P History, current status and collaborative research projects for Bemisia tabaci. Crop Protection 20: Pedigo LP Entomologi and pest management. MacMillan Publishing company New York. Collier MacMillan Publishers. London. 646p. Perfecto I, Sediles A Vegetational diversity, ants (Hymenoptera: Formicidae), and herbivorous pest in a neotropical agroecosystem. Environ. Entomol. 21(1): Pervez A, Omkar Functional responses coccinellidae predator: an illustration of a logistic approach. J. Insect Sci 5(5): 1 6. Perring TM The Bemisia tabaci species complex. Crop Prot. 20: Risch SJ., D Andow, MA Altieri Agroecosystem diversisty and pest control data, tentative conclusions and new research directions. Environ. Entomol.12: Rogers DJ Random search and insect population models. J Anim Ecol. 18: Salas J, Mendoza O Biology of the sweetpotato whitefly (Homoptera: Aleyrodidae) on tomato. Florida Entomologist 78(1): Samretwanich K, Chiemsombat P, Kittipakorn K, Ikegami M A new geminivirus associated with a yellow leaf curl disease of pepper in Thailand. Plant Dis 84: Setiawati, W Pengelolaan Terpadu pada Tanaman Cabai Merah dalam Upaya Mengatasi Penyakit Virus Kuning. Makalah disampaikan pada Pertemuan Apresiasi Penerapan Penganggulangan Virus Cabai, Yogyakarta, April

17 26 Settle, W.H., H. Ariawan, E.T. Astuti, W. Cahyana, A.L. Hakim, D. Hindayana, A.S. Lestari, Pajarningsih, Sartanto Managing Tropical Rice Pests Through Conservation of Generalist National Enemies and Alternative Prey. Ecology 77 (7): The Ecological Society of America. Simmon AM, McCutcheon GS, Dufault RJ, Hassell RL, Rushing JW Bemisia argentifolii (Homoptera: Aleyrodidae) attacking species of medicinal herbal plants. Ann. Entomol. Soc. Am. 93 : Smith RF Distory and complexity of integrated pest management in pest control strategies. Smith SH and Pimmentel D.(ed.). Acedemy Press. New York. Sudrajat Eksplorasi Musuh Alami Kutukebul (Bemisia tabaci) di Jawa Barat (Pangalengan, Ciwidae, Lembang dan Krawang) pada Tanaman Sayuran. Laporan Sementara Hasil Penelitian untuk Disertasi S-3. Universitas Padjadjaran. Sulandari S, Hidayat SH, Suseno R, Jumanto H, Sosromarsono S Keberadaan virusgemini pada cabai di DIY. Konggres Nasional dan Seminar Ilmiah PFI ke XVI. Bogor, Agustus Sulandari S Karakterisasi biologi, serologi, dan analisis sidik jari DNA virus penyebab daun keriting kuning cabai [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tarumingkeng, R.C Dinamika Pertumbuhan Populasi Serangga. IPB Press, Bogor. Untung Kasumbogo Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Uzcategui Rcde, Lastra R Transmission and physical properties of the causal agent of mosaic amarillo del tomato (tomato yellow mosaic). Phytopathol. 68: Wiedenmann RN, Smith JW Attributes of natural enemies in ephemeral crop habitat. Biol. Contr. 10:

VI. PEMBAHASAN UMUM Strategi pengendalian B. tabaci dengan Perpaduan Pemanfaatan Tanaman Pembatas Pinggir dan Predator

VI. PEMBAHASAN UMUM Strategi pengendalian B. tabaci dengan Perpaduan Pemanfaatan Tanaman Pembatas Pinggir dan Predator VI. PEMBAHASAN UMUM Strategi pengendalian B. tabaci dengan Perpaduan Pemanfaatan Tanaman Pembatas Pinggir dan Predator Penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) terdiri atas 6 komponen pengendalian yang

Lebih terperinci

IV. PENGARUH TANAMAN PEMBATAS PINGGIR DI PERTANAMAN CABAI MERAH TERHADAP KELIMPAHAN SERANGGA PREDATOR

IV. PENGARUH TANAMAN PEMBATAS PINGGIR DI PERTANAMAN CABAI MERAH TERHADAP KELIMPAHAN SERANGGA PREDATOR IV. PENGARUH TANAMAN PEMBATAS PINGGIR DI PERTANAMAN CABAI MERAH TERHADAP KELIMPAHAN SERANGGA PREDATOR (The Effect of border crops in chillipepper plantation to abundance of predacious insect) Abstrak Pengendalian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Serangga predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan serangga predator sudah dikenal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Imago Bemisia tabaci.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Imago Bemisia tabaci. TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi B. tabaci digolongkan ke dalam ordo Hemiptera, subordo Sternorrhyncha, superfamili Aleyrodoidea, dan termasuk kedalam famili Aleyrodidae (Boror et al. 1996). B.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TANAMAN PEMBATAS PINGGIR DAN PREDATOR COCCINELLIDAE UNTUK PENGENDALIAN

PEMANFAATAN TANAMAN PEMBATAS PINGGIR DAN PREDATOR COCCINELLIDAE UNTUK PENGENDALIAN PEMANFAATAN TANAMAN PEMBATAS PINGGIR DAN PREDATOR COCCINELLIDAE UNTUK PENGENDALIAN KUTUKEBUL Bemisia tabaci (GENNADIUS) (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE), VEKTOR BEGOMOVIRUS PADA PERTANAMAN CABAI MERAH (Capsicum

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PREDATOR UNTUK MENGENDALIKAN KUTU KEBUL (BEMISIA TABACI), VEKTOR PENYAKIT KUNING PADA CABAI DI KABUPATEN TANGGAMUS

PENGGUNAAN PREDATOR UNTUK MENGENDALIKAN KUTU KEBUL (BEMISIA TABACI), VEKTOR PENYAKIT KUNING PADA CABAI DI KABUPATEN TANGGAMUS J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525 184 Sudiono & Purnomo J. HPT Tropika, Vol.1, No.2, 21 Vol. 1, No. 2: 184 189, September 21 PENGGUNAAN PREDATOR UNTUK MENGENDALIKAN KUTU KEBUL (BEMISIA TABACI), VEKTOR PENYAKIT

Lebih terperinci

PERNYATAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Bemisia tabaci (Gennadius) (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE): KISARAN INANG, DINAMIKA POPULASI, DAN KELIMPAHAN MUSUH ALAMI DI AREA PERTANAMAN CABAI MERAH DI KECAMATAN PAKEM, KABUPATEN SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas Kutukebul Pengkoloni Pertanaman Tomat Kutukebul yang dikumpulkan dari pertanaman tomat di daerah Cisarua, Bogor diperbanyak di tanaman tomat dalam kurungan kedap serangga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Begomovirus Kisaran Inang Begomovirus

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Begomovirus Kisaran Inang Begomovirus 5 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Begomovirus Famili Geminiviridae dapat dibedakan menjadi empat genus berdasarkan struktur genom, jenis serangga vektor dan jenis tanaman inang yaitu Mastrevirus, Curtovirus,

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRAIN GEMINIVIRUS DAN SERANGGA VEKTOR B. TABACI DALAM MENIMBULKAN PENYAKIT KUNING KERITING CABAI

HUBUNGAN STRAIN GEMINIVIRUS DAN SERANGGA VEKTOR B. TABACI DALAM MENIMBULKAN PENYAKIT KUNING KERITING CABAI Manggaro, April 2010 Vol.11 No.1:1-7 HUBUNGAN STRAIN GEMINIVIRUS DAN SERANGGA VEKTOR B. TABACI DALAM MENIMBULKAN PENYAKIT KUNING KERITING CABAI Jumsu Trisno 1), Sri Hendrastuti Hidayat 2), Ishak Manti

Lebih terperinci

Kutu Kebul Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) Penyebar Penyakit Virus Mosaik Kuning pada Tanaman Terung

Kutu Kebul Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) Penyebar Penyakit Virus Mosaik Kuning pada Tanaman Terung Kutu Kebul Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) Penyebar Penyakit Virus Mosaik Kuning pada Tanaman Terung Terung merupakan tanaman asli India dan Srilanka, satu famili dengan tomat dan kentang.

Lebih terperinci

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Kehilangan hasil yang disebabkan gangguan oleh serangga hama pada usaha tani komoditas hortikultura khususnya kentang, merupakan

Lebih terperinci

Kajian Potensi Predator Coccinellidae untuk Pengendalian Bemisia tabaci (Gennadius) pada Cabai Merah

Kajian Potensi Predator Coccinellidae untuk Pengendalian Bemisia tabaci (Gennadius) pada Cabai Merah J. Hort. 22(1):77 85, 2012 Kajian Potensi Predator Coccinellidae untuk Pengendalian Bemisia tabaci (Gennadius) pada Cabai Merah Udiarto, BK 1), Hidayat, P 2), Rauf, A 2), Pudjianto 2), dan Hidayat, SH

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

Neraca kehidupan kutukebul Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) pada tanaman cabai dan gulma babadotan pada suhu 25 C dan 29 C

Neraca kehidupan kutukebul Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) pada tanaman cabai dan gulma babadotan pada suhu 25 C dan 29 C Jurnal Entomologi Indonesia Indonesian Journal of Entomology ISSN: 1829-7722 April 2014, Vol. 11 No. 1, 11 18 Online version: http://journal.ipb.ac.id/index.php/entomologi DOI: 10.5994/jei.11.1.11 Neraca

Lebih terperinci

commit to users I. PENDAHULUAN

commit to users I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya jumlah dan tingkat kesejahteraan penduduk, maka kebutuhan akan hasil tanaman padi ( Oryza sativa L.) yang berkualitas juga semakin banyak. Masyarakat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

dan pada bagian pinggir tubuh nimfa terdapat bulu-bulu halus dengan lapisan lilin tipis (Badri 1983). Stadia nimfa instar pertama pada tanaman tomat

dan pada bagian pinggir tubuh nimfa terdapat bulu-bulu halus dengan lapisan lilin tipis (Badri 1983). Stadia nimfa instar pertama pada tanaman tomat TINJAUAN PUSTAKA Bemisia tabaci Biologi dan Taksonomi Kutukebul tembakau (tobacco whitefly) atau kutukebul ubi jalar (sweetpotato whitefly) atau Bemisia tabaci (Gennadius) digolongkan ke dalam ordo Hemiptera,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari

Lebih terperinci

KARAKTERISASI TANAMAN CABAI YANG TERSERANG HAMA KUTU KEBUL (Bemisia tabaci)

KARAKTERISASI TANAMAN CABAI YANG TERSERANG HAMA KUTU KEBUL (Bemisia tabaci) University Research Colloquium 2015 ISSN 2407-9189 KARAKTERISASI TANAMAN CABAI YANG TERSERANG HAMA KUTU KEBUL (Bemisia tabaci) Supiana Dian Nurtjahyani 1), Iin Murtini 2) 1 FKIP, Universitas PGRI Ronggolawe

Lebih terperinci

Kemampuan Pemangsaan Menochilus sexmaculatus F. (Coleoptera: Coccinellidae) terhadap Rhopalosiphum maidis Fitch (Homoptera: Aphididae)

Kemampuan Pemangsaan Menochilus sexmaculatus F. (Coleoptera: Coccinellidae) terhadap Rhopalosiphum maidis Fitch (Homoptera: Aphididae) Perhimpunan Entomologi Indonesia J. Entomol. Indon., April 211, Vol. 8, No. 1, 1-7 Kemampuan Pemangsaan Menochilus sexmaculatus F. (Coleoptera: Coccinellidae) terhadap Rhopalosiphum maidis Fitch (Homoptera:

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

J. Agric. Sci. and Biotechnol. ISSN: Vol. 4, No. 1, Juli 2015

J. Agric. Sci. and Biotechnol. ISSN: Vol. 4, No. 1, Juli 2015 PENGARUH PENGGUNAAN BARIER NET BERWARNA (MERAH DAN PUTIH) TERHADAP POPULASI Bemisia tabaci PADA TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) DI DESA KERTA Made Mika Mega Astuthi 1, I Putu Sudiarta 1 *

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh Periode Makan Akuisisi Serangga Terhadap Penularan Begomovirus

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh Periode Makan Akuisisi Serangga Terhadap Penularan Begomovirus 109 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh Periode Makan Akuisisi Serangga Terhadap Penularan Begomovirus Sepuluh ekor B. tabaci biotipe B dan biotipe non B yang diuji mampu menularkan ketiga strain begomovirus

Lebih terperinci

Jurnal Agrikultura Volume 19, Nomor 3, Tahun 2008 ISSN

Jurnal Agrikultura Volume 19, Nomor 3, Tahun 2008 ISSN Lama hidup, Keperidian, serta Kemampuan Memangsa Curinus coeruleus Mulsant (Coleoptera: Coccinellidae) terhadap Bemisia tabaci gennadius (Homoptera: Aleyrodidae) Agung Triantoro Riyanto 1, Sudarjat 2 1

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODA. Penelitian Kelapa Sawit, Pematang Siantar dengan ketinggian tempat ± 369 m di

BAHAN DAN METODA. Penelitian Kelapa Sawit, Pematang Siantar dengan ketinggian tempat ± 369 m di BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Insektarium Balai Penelitian Marihat, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Pematang Siantar dengan ketinggian tempat ± 369 m di atas

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POPULASI KUTU KEBUL (BEMISIA TABACI GENN.) DAN PENYAKIT KUNING PADA CABAI DI LAMPUNG BARAT

HUBUNGAN ANTARA POPULASI KUTU KEBUL (BEMISIA TABACI GENN.) DAN PENYAKIT KUNING PADA CABAI DI LAMPUNG BARAT Sudiono J. HPT Tropika. & Purnomo ISSN : 1411-7525 Hubungan antara Populasi Kutu Kebul dan Penyakit Kuning pada Cabai di Lampung Barat 115 Vol. 9, No. 2: 115-120, September 2009 HUBUNGAN ANTARA POPULASI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Hasil identifikasi dengan menggunakan preparat mikroskop pada kantung pupa kutukebul berdasarkan kunci identifikasi Martin (1987), ditemukan ciri morfologi B. tabaci

Lebih terperinci

PENGELOLAAN HAMA SECARA HAYATI Oleh : Awaluddin (Widyaiswara)

PENGELOLAAN HAMA SECARA HAYATI Oleh : Awaluddin (Widyaiswara) PENGELOLAAN HAMA SECARA HAYATI Oleh : Awaluddin (Widyaiswara) A. Pendahuluan Konsepsi Integrated Pest Control atau Pengendalian Hama Terpadu (PHT) mulai diperkenalkan pada tahun 1959 yang bertujuan agar

Lebih terperinci

Biologi dan Kemampuan Memangsa Paederus fuscipes Curtis. Bemisia tabaci Gennadius. terhadap. (Homoptera:

Biologi dan Kemampuan Memangsa Paederus fuscipes Curtis. Bemisia tabaci Gennadius. terhadap. (Homoptera: Biologi dan Kemampuan Memangsa Paederus fuscipes Curtis (Coleoptera: Staphylinidae) terhadap Bemisia tabaci Gennadius (Homoptera: Aleyrodidae) Sudarjat 1, Argo Utomo 2 dan Danar Dono 1 1 Jurusan Hama dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga labu-labuan yang sudah popular di seluruh dunia, dimanfaatkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. keluarga labu-labuan yang sudah popular di seluruh dunia, dimanfaatkan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mentimun (Cucumis sativus) merupakan salah satu jenis sayuran dari keluarga labu-labuan yang sudah popular di seluruh dunia, dimanfaatkan untuk kecantikan, menjaga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

Jurnal Agrikultura Volume 19, Nomor 3, Tahun 2008 ISSN

Jurnal Agrikultura Volume 19, Nomor 3, Tahun 2008 ISSN Hubungan antara Kepadatan Populasi Kutu Daun Persik (Myzus persicae Sulz.) dan Tingkat Kerusakan Daun dengan Kehilangan Hasil Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Sudarjat Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b)

BAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan

Lebih terperinci

KELIMPAHAN POPULASI KUTU KEBUL PADA GENOTIPE KEDELAI

KELIMPAHAN POPULASI KUTU KEBUL PADA GENOTIPE KEDELAI KELIMPAHAN POPULASI KUTU KEBUL PADA GENOTIPE KEDELAI Kurnia Paramita Sari, Suharsono, dan A. Kasno Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Jl. Raya Kendalpayak km 8 Kotak Pos 66 Malang 65101 e-mail:

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan 51 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Strain virus PMWaV-2 adalah agen utama penginduksi gejala layu pada tanaman nanas sedangkan strain PMWaV-1 belum diketahui peranannya dalam simtomatologi. 2. Infestasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Populasi Rhopalosiphum maidis Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kutu daun R. maidis mulai menyerang tanaman jagung dan membentuk koloni sejak tanaman berumur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis-Jenis Predator pada Tanaman Padi Hasil pengamatan predator pada semua agroekosistem yang diamati sebagai berikut: 1. Tetragnatha sp. Klas : Arachnida Ordo : Araneae

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

POTENSI PREDATOR FAMILI : COCCINELLIDAE UNTUK MENGENDALIKAN. HAMA TANAMAN CABAI MERAH Thrips parvispinus. Oleh Pasetriyani Eddy Tarman

POTENSI PREDATOR FAMILI : COCCINELLIDAE UNTUK MENGENDALIKAN. HAMA TANAMAN CABAI MERAH Thrips parvispinus. Oleh Pasetriyani Eddy Tarman POTENSI PREDATOR FAMILI : COCCINELLIDAE UNTUK MENGENDALIKAN HAMA TANAMAN CABAI MERAH Thrips parvispinus Oleh Pasetriyani Eddy Tarman Abstrak Salah satu hama pada pertanaman cabai merah yang dapat menurunkan

Lebih terperinci

J. Sains & Teknologi, Desember 2014, Vol.14 No.3 : ISSN POPULASI BEMISIA TABACI GENN. PADA LIMA VARIETAS CABAI

J. Sains & Teknologi, Desember 2014, Vol.14 No.3 : ISSN POPULASI BEMISIA TABACI GENN. PADA LIMA VARIETAS CABAI J. Sains & Teknologi, Desember 2014, Vol.14 No.3 : 285 290 ISSN 1411-4674 POPULASI BEMISIA TABACI GENN. PADA LIMA VARIETAS CABAI Population of Bemisa tabaci Genn. on Five Varieties of Pepper Sri Wahyuni

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

Myzus persicae Sulz. (HEMIPTERA: APHIDIDAE) KEISHA DISA PUTIRAMA FAKULTAS PERTANIAN

Myzus persicae Sulz. (HEMIPTERA: APHIDIDAE) KEISHA DISA PUTIRAMA FAKULTAS PERTANIAN PREFERENSI PREDATOR Menochilus sexmaculatus Fabr. DAN Micraspis lineata Thun. (COLEOPTERA: COCCINELLIDAE) TERHADAP KUTUKEBUL Bemisia tabaci Genn. (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) DAN KUTUDAUN Myzus persicae Sulz.

Lebih terperinci

Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae

Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae Oleh Feny Ernawati, SP dan Umiati, SP POPT Ahli Muda BBPPTP Surabaya Pendahuluan Parasitoid adalah serangga yang memarasit serangga atau binatang arthopoda

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis-Jenis Predator Pada Tanaman Jagung Jenis-jenis predator yang tertangkap pada tanaman jagung dengan sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari adalah sama yakni sebagai

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN JUDUL MATA KULIAH : Ilmu Hama Hutan NOMOR KODE/SKS : SVK 332/ 3(2-3) DESKRIPSI PERKULIAHAN : Hama merupakan bagian dari silvikultur yang mempelajari mengenai binatang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: Vol. 6, No. 3, Juli 2017

E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: Vol. 6, No. 3, Juli 2017 Hubungan Antara Populasi Kutu Kebul (Bemisia tabaci) (Gennadius) ( Hemiptera : Aleyrodidae) dengan Insiden Penyakit Kuning pada Tanaman Tomat (Solanum Lycopersicum Mill.) di Dusun Marga Tengah, Desa Kerta,

Lebih terperinci

Identifikasi Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) dari Beberapa Tanaman Inang dan Perkembangan Populasinya

Identifikasi Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) dari Beberapa Tanaman Inang dan Perkembangan Populasinya Perhimpunan Entomologi Indonesia J. Entomol. Ind., April 2006, Vol. 3, No. 1, 41-49 Identifikasi Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) dari Beberapa Tanaman Inang dan Perkembangan Populasinya YULIANI, PURNAMA

Lebih terperinci

FUNCTIONAL RESPONSE OF PREDATORY BIRD (Lanius sp.) AGAINST MIGRATORY LOCUST (Locusta migratoria manilensis)

FUNCTIONAL RESPONSE OF PREDATORY BIRD (Lanius sp.) AGAINST MIGRATORY LOCUST (Locusta migratoria manilensis) Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, Vol. 15, No., 009: 96 100 RESPONS FUNGSIONAL BURUNG PENTET (Lanius sp.) TERHADAP BELALANG KEMBARA (Locusta migratoria manilensis) FUNCTIONAL RESPONSE OF PREDATORY

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ekologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian-IPB, dan berlangsung sejak Juli sampai Desember 2010. Metode

Lebih terperinci

III. PENGARUH TANAMAN PEMBATAS PINGGIR DI PERTANAMAN CABAI MERAH

III. PENGARUH TANAMAN PEMBATAS PINGGIR DI PERTANAMAN CABAI MERAH III. PENGARUH TANAMAN PEMBATAS PINGGIR DI PERTANAMAN CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) TERHADAP POPULASI KUTUKEBUL Bemisia tabaci (GENNADIUS) (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) DAN INSIDENSI PENYAKIT DAUN KERITING

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PREDASI Amblyseius deleoni DAN Phytoseius sp. RESISTEN SUPRASIDA TERHADAP Brevipalpus phoenicis ABSTRAK

KARAKTERISTIK PREDASI Amblyseius deleoni DAN Phytoseius sp. RESISTEN SUPRASIDA TERHADAP Brevipalpus phoenicis ABSTRAK KARAKTERISTIK PREDASI Amblyseius deleoni DAN Phytoseius sp. RESISTEN SUPRASIDA TERHADAP Brevipalpus phoenicis Bambang Heru Budianto Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto Email :

Lebih terperinci

UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK NIKOTIN FORMULA 1 (PELARUT ETHER) TERHADAP MORTALITAS Aphis gossypii (HOMOPTERA; APHIDIDAE)

UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK NIKOTIN FORMULA 1 (PELARUT ETHER) TERHADAP MORTALITAS Aphis gossypii (HOMOPTERA; APHIDIDAE) AGROVIGOR VOLUME 5 NO. 1 MARET 2012 ISSN 1979 5777 47 UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK NIKOTIN FORMULA 1 (PELARUT ETHER) TERHADAP MORTALITAS Aphis gossypii (HOMOPTERA; APHIDIDAE) Sujak dan Nunik Eka Diana Balai

Lebih terperinci

KISARAN INANG DAN DINAMIKA POPULASI Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) DI PERTANAMAN CABAI MERAH

KISARAN INANG DAN DINAMIKA POPULASI Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) DI PERTANAMAN CABAI MERAH J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525 Hendrival et al. Kisaran Inang dan Dinamika Populasi Bemisia tabaci 47 Vol. 11, No. 1: 47 56, Maret 2011 KISARAN INANG DAN DINAMIKA POPULASI Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera:

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN TOMAT

ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN TOMAT NERACA KEHIDUPAN KUTUKEBUL, Bemisia tabaci (Gennadius) (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.), TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.), DAN GULMA BABADOTAN (Ageratum conyzoides

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Spodoptera exigua (Lepidoptera: Noctuidae) dikenal dengan nama ulat bawang di Indonesia. Kerusakan pada tanaman bawang yaitu daun yang berlubang dan layu. Larva S. exigua

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama

SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL 26 Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama Seminar Nasional Biodiversitas 23 April 26 Grand Inna Muara Hotel

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN UMUM. Komunitas laba-laba pada ekosistem padi sangat penting untuk

BAB VII PEMBAHASAN UMUM. Komunitas laba-laba pada ekosistem padi sangat penting untuk BAB VII PEMBAHASAN UMUM Komunitas laba-laba pada ekosistem padi sangat penting untuk dipahami dalam usaha mengoptimalkan peranan laba-laba sebagai musuh alami yang potensial mengendalikan populasi serangga

Lebih terperinci

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian.

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 343 meter

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi Trialeurodes vaporariorum (Westwood)

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi Trialeurodes vaporariorum (Westwood) TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi Trialeurodes vaporariorum (Westwood) Kutukebul T. vaporariorum merupakan hama utama pada berbagai tanaman hortikultura dan tanaman hias. Kutukebul ini bersifat

Lebih terperinci

TANAMAN INDIKATOR DAN TEKNIK RAPD-PCR UNTUK PENENTUAN BIOTIPE BEMISIA TABACI GENNADIUS (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE)

TANAMAN INDIKATOR DAN TEKNIK RAPD-PCR UNTUK PENENTUAN BIOTIPE BEMISIA TABACI GENNADIUS (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525 1 Vol. 8, No. 1: 1 7, Maret 2008 TANAMAN INDIKATOR DAN TEKNIK RAPD-PCR UNTUK PENENTUAN BIOTIPE BEMISIA TABACI GENNADIUS (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) Purnama Hidayat 1, Noor Aidawati

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

Banda Aceh-Medan, Kampus UNIMAL Cot Tengku Nie, Reuleut, Kabupaten Aceh Utara. Kamper Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680

Banda Aceh-Medan, Kampus UNIMAL Cot Tengku Nie, Reuleut, Kabupaten Aceh Utara. Kamper Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680 Perhimpunan Entomologi Indonesia J. Entomol. Indon., September 2011, Vol. 8, No. 2, 96-109 Keanekaragaman dan Kelimpahan Musuh Alami Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) pada Pertanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat 16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Seperti yang dijelaskan Sudaryanto dan Swastika (2007), bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Seperti yang dijelaskan Sudaryanto dan Swastika (2007), bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting bagi penduduk Indonesia. Seperti yang dijelaskan Sudaryanto dan Swastika (2007), bahwa kedelai merupakan sumber

Lebih terperinci

Dinamika Populasi Bemisia tabaci Genn. dan Jenis Predator yang ditemukan pada tanaman Kedelai Edamame (Glycine max

Dinamika Populasi Bemisia tabaci Genn. dan Jenis Predator yang ditemukan pada tanaman Kedelai Edamame (Glycine max Jurnal ILMU DASAR, Vol.18 No. 2, Juli 2017 : 83-90 83 Dinamika Populasi Bemisia tabaci Genn. dan Jenis Predator yang ditemukan pada tanaman Kedelai Edamame (Glycine max L.) di Kelurahan Mangli Kecamatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Oleh : Umiati, SP dan Irfan Chammami,SP Gambaran Umum Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman perkebunan industry berupa pohon batang lurus

Lebih terperinci

Hama penghisap daun Aphis craccivora

Hama penghisap daun Aphis craccivora Hama Kacang tanah Hama penghisap daun Aphis craccivora Bioekologi Kecil, lunak, hitam. Sebagian besar tdk bersayap, bila populasi meningkat, sebagian bersayap bening. Imago yg bersayap pindah ke tanaman

Lebih terperinci

Keparahan Penyakit Daun Keriting Kuning dan Pertumbuhan Populasi Kutukebul pada Beberapa Genotipe Cabai

Keparahan Penyakit Daun Keriting Kuning dan Pertumbuhan Populasi Kutukebul pada Beberapa Genotipe Cabai ISSN: 0215-7950 Volume 10, Nomor 6, Desember 2014 Halaman 195 201 DOI: 10.14692/jfi.10.6.195 Keparahan Penyakit Daun Keriting Kuning dan Pertumbuhan Populasi Kutukebul pada Beberapa Genotipe Cabai Intensity

Lebih terperinci

BAB VIXX PEMBAHASAN UMUM

BAB VIXX PEMBAHASAN UMUM BAB VIXX PEMBAHASAN UMUM Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada jenis makanan yang sama biologi UBMK pada enam varietas dan galur kapas yang mengandung gen resisten pada umumnya tidak berbeda nyata dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahun 1889, di Yunani (Hirano et al., 2007). B. tabaci juga mampu membentuk

TINJAUAN PUSTAKA. tahun 1889, di Yunani (Hirano et al., 2007). B. tabaci juga mampu membentuk TINJAUAN PUSTAKA Serangga Hama Kutu Putih B. tabaci Genn. B. tabaci pertama kali ditemukan sebagai hama tanaman tembakau pada tahun 1889, di Yunani (Hirano et al., 2007). B. tabaci juga mampu membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang sering ditemui di pasar tradisional dan merupakan komoditas yang dapat dikembangkan untuk perbaikan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI SAMPUL DALAM...

DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv RINGKASAN... v HALAMAN PERSETUJUAN... vii TIM PENGUJI... viii RIWAYAT HIDUP... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Individu betina dan jantan P. marginatus mengalami tahapan perkembangan hidup yang berbeda (Gambar 9). Individu betina mengalami metamorfosis paurometabola (metamorfosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman perkebunan. Akan tetapi banyak juga diantara serangga-serangga

BAB I PENDAHULUAN. tanaman perkebunan. Akan tetapi banyak juga diantara serangga-serangga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekian banyak hewan ciptaan Allah SWT baru sedikit sekali yang sudah diketahui dan dimanfaatkan dengan baik oleh manusia. Masih banyak lagi hewanhewan yang dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum TINJAUAN PUSTAKA Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur diletakkan pada permukaan daun, berbentuk oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena

BAB I PENDAHULUAN. Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena di dalam Al Qur an telah dijelaskan proses penciptaan alam semesta termasuk makhluk hidup yang

Lebih terperinci

Keanekaragaman dan Parasitasi Parasitoid Telur Walang Sangit pada Lanskap Pertanian Berbeda di Lombok Timur

Keanekaragaman dan Parasitasi Parasitoid Telur Walang Sangit pada Lanskap Pertanian Berbeda di Lombok Timur 64 BioWallacea Jurnal Ilmiah Ilmu Biologi Mei 2015 Vol. 1 No. 2, p. 64-68 ISSN: 2442-2622 Keanekaragaman dan Parasitasi Parasitoid Telur Walang Sangit pada Lanskap Pertanian Berbeda di Lombok Timur Aisah

Lebih terperinci

NJD c (%) No. Famili Spesies Tipe gulma gulma b

NJD c (%) No. Famili Spesies Tipe gulma gulma b HASIL DAN PEMBAHASAN Kisaran Inang B. tabaci di Pertanaman Cabai Merah Berdasarkan hasil inventarisasi terhadap gulma yang tumbuh di sekitar pertanaman cabai merah selama musim kemarau dari bulan Juni

Lebih terperinci

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Embriani BBPPTP Surabaya LATAR BELAKANG Serangan hama merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan produksi dan mutu tanaman. Berbagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

EVALUASI PENDAHULUAN KEPEKAAN GALUR-GALUR KACANG TANAH TERHADAP KUTU KEBUL

EVALUASI PENDAHULUAN KEPEKAAN GALUR-GALUR KACANG TANAH TERHADAP KUTU KEBUL EVALUASI PENDAHULUAN KEPEKAAN GALUR-GALUR KACANG TANAH TERHADAP KUTU KEBUL Suharsono, Kurnia Paramita S, Astanto Kasno, dan Trustinah Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Jalan Raya Kendalpayak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. BALITKABI Deskripsi Varietas Unggul Kacang-kacangan dan Umbiumbian. Malang: Agro inovasi

DAFTAR PUSTAKA. BALITKABI Deskripsi Varietas Unggul Kacang-kacangan dan Umbiumbian. Malang: Agro inovasi 39 DAFTAR PUSTAKA BALITKABI. 2011. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-kacangan dan Umbiumbian. Malang: Agro inovasi Berlinger, M.J. 1986. Host plant resistance to Bemisia tabaci. Agric. Ecosystems Environ.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tarigan dan Wiryanta (2003), tanaman cabai dapat diklasifikasikan

I. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tarigan dan Wiryanta (2003), tanaman cabai dapat diklasifikasikan I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Cabai 1.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Menurut Tarigan dan Wiryanta (2003), tanaman cabai dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Sub kelas Ordo Famili

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tomat ( Lycopersicum esculentum Hama dan Penyakit Tomat Hama tanaman tomat Ulat buah

TINJAUAN PUSTAKA Tomat ( Lycopersicum esculentum Hama dan Penyakit Tomat Hama tanaman tomat Ulat buah 3 TINJAUAN PUSTAKA Tomat (Lycopersicum esculentum) Tomat adalah sayuran yang penting dan terkenal secara luas di semua negara berkembang. Tomat termasuk dalam kelompok sayuran yang paling utama berdasarkan

Lebih terperinci

KAJIAN NERACA KEHIDUPAN KUMBANG LEMBING (Epilachna dodecastigma Wied) RIZKI KURNIA TOHIR E

KAJIAN NERACA KEHIDUPAN KUMBANG LEMBING (Epilachna dodecastigma Wied) RIZKI KURNIA TOHIR E KAJIAN NERACA KEHIDUPAN KUMBANG LEMBING (Epilachna dodecastigma Wied) RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 PROGRAM KONSERVASI BIODIVERSITAS TROPIKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran TINJAUAN PUSTAKA Ulat kantong Metisa plana Walker Biologi Hama Menurut Borror (1996), adapun klasifikasi ulat kantong adalah sebagai berikut: Kingdom Phyllum Class Ordo Family Genus Species : Animalia

Lebih terperinci

Warta. Forcipomyia spp.: Sang Penghulu Bunga Kakao

Warta. Forcipomyia spp.: Sang Penghulu Bunga Kakao Forcipomyia spp.: Sang Penghulu Bunga Kakao Fakhrusy Zakariyya 1), Dwi Suci Rahayu 1), Endang Sulistyowati 1), Adi Prawoto 1), dan John Bako Baon 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB.

Lebih terperinci

Icerya purchasi & Rodolia cardinalis

Icerya purchasi & Rodolia cardinalis Pengendalian Hayati Merupakan salah satu cara pengendalian hama yang tertua dan salah satu yang paling efektif. Catatan sejarah: tahun 300-an (abad keempat) petani di Kwantung, Cina, telah memanfaatkan

Lebih terperinci

SILABUS & KONTRAK PEMBELAJARAN

SILABUS & KONTRAK PEMBELAJARAN Silabus Matakuliah Entomologi Pertanian - Sem. Ganjil 2017-2018 Page 1 of 12 SILABUS & KONTRAK PEMBELAJARAN Mata Kuliah Kode Mata Kuliah/ sks : HPT616202 / 3 (2-1) Dosen PJ. : Prof. Dr. Ir. F.X. Susilo,

Lebih terperinci

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Sarjana Pendidikan (S-1)

Lebih terperinci