Myzus persicae Sulz. (HEMIPTERA: APHIDIDAE) KEISHA DISA PUTIRAMA FAKULTAS PERTANIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Myzus persicae Sulz. (HEMIPTERA: APHIDIDAE) KEISHA DISA PUTIRAMA FAKULTAS PERTANIAN"

Transkripsi

1 PREFERENSI PREDATOR Menochilus sexmaculatus Fabr. DAN Micraspis lineata Thun. (COLEOPTERA: COCCINELLIDAE) TERHADAP KUTUKEBUL Bemisia tabaci Genn. (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) DAN KUTUDAUN Myzus persicae Sulz. (HEMIPTERA: APHIDIDAE) KEISHA DISA PUTIRAMA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUTT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PREFERENSI PREDATOR Menochilus sexmaculatus Fabr. DAN Micraspis lineata Thun. (COLEOPTERA: COCCINELLIDAE) TERHADAP KUTUKEBUL Bemisia tabaci Genn. (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) DAN KUTUDAUN Myzus persicae Sulz. (HEMIPTERA: APHIDIDAE) KEISHA DISA PUTIRAMA A Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

3 ABSTRAK KEISHA DISA PUTIRAMA. Preferensi Predator Menochilus sexmaculatus Fabr. dan Micraspis lineata Thun. (Coleoptera: Coccinellidae) terhadap Kutukebul Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae) dan Kutudaun Myzus persicae Sulz. (Hemiptera: Aphididae). Dibimbing oleh PURNAMA HIDAYAT. Predator yang sering ditemukan menyerang B. tabaci dan M. persicae adalah M. sexmaculatus dan M. lineata. Informasi mengenai kemampuan pemangsaan dan preferensi predator M. sexmaculatus dan M. lineata terhadap kutukebul B. tabaci dan kutudaun M. persicae masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui preferensi predator terhadap jenis mangsa dan stadia mangsa. Pengujian preferensi terhadap stadia mangsa dilakukan dengan cara memasukkan 1 ekor serangga predator yang telah dipuasakan 14 jam ke dalam cawan petri yang telah diisi mangsa sebanyak 10, 20, dan 40 individu untuk setiap stadia. Stadia B. tabaci yang digunakan adalah nimfa instar I, nimfa instar II, nimfa instar III, dan nimfa instar IV (pupa). Sedangkan stadia M. persicae yang digunakan adalah nimfa instar II, instar III, instar IV, dan imago. Stadia predator yang digunakan adalah larva instar II, larva instar III, larva instar IV, serta imago betina. Pengamatan dilakukan dengan menghitung banyaknya jumlah mangsa yang dimakan oleh predator pada 1, 2, 4, dan 8 jam setelah perlakuan (JSP). Pengujian pemilihan mangsa dilakukan dengan cara yang sama dengan pengujian preferensi. Namun pada pengujian pemilihan mangsa, stadia B. tabaci yang digunakan hanya nimfa instar IV (pupa) serta stadia M. persicae imago. Hasil penelitian menunjukkan bahwa predator M. sexmaculatus dan M. lineata memiliki preferensi yang sama terhadap stadia mangsa yang diujikan. Kedua predator memiliki preferensi paling tinggi terhadap nimfa instar IV untuk mangsa B. tabaci dan stadia imago untuk mangsa M. persicae. Stadia predator yang menunjukkan pemangsaan paling tinggi adalah imago betina M. sexmaculatus yang mampu mengkonsumsi sebanyak 14 individu nimfa instar IV B. tabaci dan 30 individu imago M. persicae dalam 8 jam. Sedangkan larva instar IV predator M. lineata mampu memangsa 22 individu nimfa instar IV B. tabaci dan 19 individu imago M. persicae. M. sexmaculatus lebih menyukai M. persicae dibandingkan dengan B. tabaci, sebaliknya M. lineata menunjukkan preferensi terhadap B. tabaci dibanding M. persicae. Berdasarkan tiga taraf kerapatan mangsa (10, 20, dan 40 individu) yang tersedia, semakin tinggi kerapatan mangsa yang tersedia, pemangsaan oleh predator semakin meningkat.

4 Judul Nama NRP : Preferensi Predator Menochilus sexmaculatus Fabr. dan Micraspis lineata Thun. (Coleoptera: Coccinellidae) terhadap Kutukebul Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae) dan Kutudaun Myzus persicae Sulz. (Hemiptera: Aphididae) : Keisha Disa Putirama : A Disetujui, Pembimbing Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc. NIP Diketahui, Ketua Departemen Proteksi Tanaman Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si. NIP Tanggal lulus :

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Juli 1991 di Belitung dari ibu Tenri Uleng Rivai dan ayah M. Risal Saswitho. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis bersekolah di SMAN 1 Tanjungpinang, kemudian pindah dan melanjutkan pendidikan menengah atas di SMAN 2 Dumai pada tahun 2006 hingga tamat di tahun Selama menjalani pendidikan menengah atas, penulis aktif dalam kegiatan kesiswaan dengan menjabat sebagai Sekretaris Umum OSIS SMAN 2 Dumai pada tahun dan juga aktif menjadi kepala redaksi Majalah Dinding (mading) sekolah. Tahun 2008, penulis diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI). Di tahun yang sama, penulis meraih peringkat 3 dalam Darmasiswa Chevron Riau (DCR). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan baik dalam organisasi maupun terlibat dalam kepanitiaan. Pada tahun pertama kuliah, penulis menjadi anggota aktif International Association of Students in Agricultural and Related Sciences (IAAS). Tahun , penulis aktif sebagai pengurus HIMASITA IPB divisi Public Relation. Selain kegiatan kemahasiswaan, penulis juga aktif mengikuti kegiatan ilmiah mahasiswa dengan menjadi ketua kelompok PKM yang didanai DIKTI pada tahun Penulis juga aktif dalam public speaking selama perkuliahan dengan menjadi Master of Ceremony dalam berbagai kegiatan tingkat departemen dan fakultas.

6 PRAKATA Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Preferensi Predator Menochilus sexmaculatus Fabr. dan Micraspis lineata Thun. (Coleoptera: Coccinellidae) terhadap Kutukebul Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae) dan Kutudaun Myzus persicae Sulz. (Hemiptera: Aphididae) dengan baik. Studi mengenai preferensi telah banyak dilakukan terhadap serangga yang bersifat fitofag. Namun untuk serangga-serangga predator, informasi mengenai preferensi pemangsaan masih sangat terbatas. Hasil dari tugas akhir ini diharapkan dapat menambahkan informasi dan dapat dimanfaatkan sebagai acuan untuk menentukan tindakan pengendalian yang lebih tepat dalam upaya pengendalian kutukebul B. tabaci maupun kutudaun M. persicae. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Punama Hidayat, M.Sc. atas bimbingan, kritik, dan masukan dalam proses penelitian dan penyusunan tugas akhir ini. Kepada dosen penguji tamu, Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, M.Si., yang telah member banyak masukan serta kritik sehingga tugas akhir ini menjadi lebih baik, penulis ucapkan terima kasih. Terima kasih juga penulis sampaikan atas bantuan, kerjasama, dan dukungannya untuk Ibu Aisyah, Mba Atiek, Fiqi Syaripah, M. Karami, Vani, Ari, Ciptadi, Ka Bowo, Ka Basten, Teh Vani, Pak Bagus, dan semua keluarga besar Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, IPB. Kepada Annisa Puspandini dan Yuni Sarianti atas bantuannya penulis juga mengucapkan terima kasih. Rasa terima kasih penulis sampaikan untuk teman-teman Proteksi Tanaman IPB Angkatan 45 (2008) khususnya untuk Sagita Phinantie, Rizky Irawan, Risa Sondari, Rizky Nazarreta, Rizkika Latania, Nia Trikusuma, Meirza Safitri, dan Siti Syarah untuk kebersamaan, dukungan moril, dan semangat yang dibagi bersama. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga Asy Syifa Lizza, Mba Dini, Jeanni, Ela, Fatma, Bunda, Mami, dan Mba Embhan atas kebersamaan dan semangat yang diberikan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibunda tercinta, Tenri Uleng Rivai atas nasehat, doa, dukungan, semangat, dan cintanya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dengan baik. Kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan selama berlangsungnya penulisan tugas akhir ini hingga selesai penulis ucapkan terima kasih. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat. Penulis, Desember 2012 Keisha Disa Putirama

7 v DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Predator dan Preferensi Predator... 3 Biologi Predator M. sexmaculatus... 4 Biologi Predator M. lineata... 5 Biologi KutukebulB. tabaci... 6 Biologi KutudaunM. persicae... 8 BAHAN DAN METODE Tempat danwaktu Bahan danalat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae Perbanyakan M. sexmaculatus dan M. lineata Uji preferensi predator terhadap stadia mangsa Uji preferensi predator terhadap jenis mangsa Analisis data HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh stadia predator dan pemilihan terhadap jenis mangsa Preferensi M. sexmaculatus danm. lineata terhadap stadia mangsa.. 22 Hubungan kerapatan mangsa dan dengan pemangsaan KESIMPULAN Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 34

8 vi DAFTAR TABEL Halaman 1. Daya pemangsaan berbagai stadia predator M. sexmaculatus dan M. lineata pada kerapatan 10 individu/jenis mangsa Daya pemangsaanberbagai stadia predator M. sexmaculatus dan M. lineata pada kerapatan 20 individu/jenis mangsa Dayapemangsaanberbagai stadia predator M. sexmaculatus dan M. lineaae pad akerapatan 40 individu/jenis mangsa... 19

9 vii DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Imago M. sexmaculatus Imago M. lineata Beberapa nimfa dan imago kutukebul B. tabaci Koloni kutudaun M. persicae Tanaman cabai dengan kurungan silindris untuk perbanyakan kutukebul B. tabaci dan kutudaun M. persicae Imago B. tabaci dan berbagai nimfa M. persicae Imago betina M. sexmaculatus dan M. lineata Diagram perlakuan preferensim. sexmaculatus terhadap berbagai stadia mangsa Diagram perlakuan preferensim. lineata terhadap berbagai stadia mangsa Diagram perlakuan preferensi predator terhadap jenis mangsa Pengujian preferensi makan predator Indeks preferensi (Li) predator M. sexmaculatus dan M. lineata terhadap kutukebul B. tabaci pada kerapatan 10 individu/stadia mangsa Indeks preferensi (Li) predator M. sexmaculatus dan M. lineata terhadap kutudaun M. persicae pada kerapatan 10 individu/stadia mangsa Indeks preferensi (Li) predator M. sexmaculatus dan M. lineata terhadap kutukebul B. tabaci pada kerapatan 20 individu/stadia mangsa Indeks preferensi (Li) predator M. sexmaculatus dan M. lineata terhadap kutudaun M. persicae pada kerapatan 20 individu/stadia mangsa Indeks preferensi (Li) predator M. sexmaculatusdanm. lineata terhadap kutukebul B. tabaci pada kerapatan 40 individu/stadia mangsa Indeks preferensi (Li) predator M. sexmaculatus dan M. lineata terhadap kutudaun M. persicae pada kerapatan 40 individu/stadia mangsa Pemangsaan imago betina M. sexmaculatus dan M. lineata terhadap B. tabaci dan M. persicae pada kerapatan berbeda

10 viii DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Uji preferensi larva instar II M. sexmaculatus terhadap berbagai stadia B. tabaci pada kerapatan berbeda Uji preferensi larva instar IV M. sexmaculatus terhadap berbagai stadia B. tabaci pada kerapatan berbeda Uji preferensi larva instar II M. sexmaculatus terhadap berbagai stadia M. persicae pada kera patan berbeda Uji preferensi larva instar III M. sexmaculatus terhadap berbagai stadia M. persicae pada kerapatan berbeda Uji preferensi larva instar IV M. sexmaculatus terhadap berbagai stadia M. persicae pada kerapatan berbeda Uji preferensi larva instar III M. lineata terhadap berbagai stadia M. persicae pada kerapatan berbeda Uji preferensi larva instar III M. sexmaculatus terhadap berbagai stadia B. tabaci pada kerapatan berbeda Uji preferensi imago betina M. sexmaculatus terhadap berbagai stadia B. tabaci pada kerapatan berbeda Uji preferensi larva instar II M. lineata terhadap berbagai stadia B. tabaci pada kerapatan berbeda Uji preferensi larva instar III M. lineata terhadap berbagai stadia B. tabaci pada kerapatan berbeda Uji preferensi larva instar IV M. lineata terhadap berbagai stadia B. tabaci pada kerapatan berbeda Uji preferensi imago betina M. lineata terhadap berbagai stadia B. tabaci pada kerapatan berbeda Uji preferensi imago betina M. sexmaculatus terhadap berbagai stadia M. persicae pada kerapatan berbeda Uji preferensi larva instar II M. lineata terhadap berbagai stadia M. persicae pada kerapatan berbeda Uji preferensi larva instar IV M. lineata terhadap berbagai stadia M. persicae pada kerapatan berbeda Uji preferensi imago betinam. lineata terhadap berbagai stadia M. persicae pada kerapatan berbeda Preferensi larva instar II M. sexmaculatus terhadap nimfa instar IV B. tabaci dan M. persicae pada kerapatan berbeda Preferensi larva instar III M. sexmaculatus terhadap nimfa instar IV

11 ix 19. B. tabaci dan M. persicae pada kerapatan berbeda Preferensi larva instar IV M. sexmaculatus terhadap nimfa instar IV B. tabaci dan M. persicae pada kerapatan berbeda Preferensi imago betina M. sexmaculatus terhadap nimfa instar IV B. tabaci dan M. persicae pada kerapatan berbeda Preferensi larva instar II M. lineata terhadap nimfa instar IV B. tabaci dan M. persicae pada kerapatan berbeda Preferensi larva instar III M. lineata terhadap nimfa instar IV B. tabaci dan M. persicae pada kerapatan berbeda Preferensi larva instar IV M. lineata terhadap nimfa instar IV B. tabaci dan M. persicae pada kerapatan berbeda Preferensi imago betina M. lineata terhadap nimfa instar IV B. tabaci dan M. persicae pada kerapatan berbeda... 58

12 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Predator Menochilus sexmaculatus Fabr. dan Micaspis lineata Thun. (Coleoptera: Coccinellidae) merupakan predator yang berpotensi untuk mengendalikan kutukebul Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae) (Hidayat et al. 2009). Hal yang sama disampaikan oleh Syahrawati dan Hamid (2010) bahwa berdasarkan hasil survei lapang yang dilakukan, predator M. sexmaculatus dan M. lineata merupakan spesies predator yang paling sering ditemukan pada pertanaman yang terserang kutukebul B. tabaci dan kutudaun Myzus persicae Sulz. (Hemiptera: Aphididae). Kesuksesan pengendalian hayati dengan menggunakan predator sebagai musuh alami berkaitan dengan keefektifan serangga predator tersebut. Ciri-ciri dari predator yang efektif adalah (1) memiliki kemampuan tinggi dalam mencari dan menemukan mangsa, terutama saat populasi mangsa rendah, (2) mempunyai kekhususan mangsa, (3) masa perkembangan pendek dengan keperidian yang tinggi, terutama dalam kondisi lingkungan yang berbeda, dan (4) memiliki kemampuan untuk menempati seluruh relung mangsa (Sumiati 2002). Menurut Holling (1959) terdapat lima komponen utama yang memengaruhi pemangsaan oleh predator, yaitu (1) kerapatan populasi mangsa, (2) kerapatan populasi predator, (3) sifat mangsa seperti reaksi terhadap predator, (4) jumlah dan kualitas makanan pengganti yang tersedia untuk predator, dan (5) sifat predator seperti jenis makanan yang disukai dan efisiensi dalam menyerang. Penelitian mengenai preferensi predator M. sexmaculatus dan M. lineata diperlukan untuk mengetahui kecenderungan kedua predator tersebut dalam memangsa. Studi preferensi telah banyak dilakukan terhadap serangga yang bersifat fitofag, namun untuk serangga-serangga yang bersifat predator, informasi mengenai preferensi pemangsaan masih sangat terbatas. Studi mengenai cakupan mangsa esensial coccinellids predator adalah langkah penting untuk mengetahui potensinya sebagai agens pengendali hayati mangsa tertentu (Hodek dan Honek 1996). Informasi mengenai preferensi dan kekhususan mangsa predator dapat

13 mengurangi kemungkinan kegagalan dalam pemanfaatan predator sebagai musuh alami di lahan. 2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui preferensi predator M. sexmaculatus dan M. lineate terhadap kutukebul B. tabaci dan kutudaun M. persicae. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat menambah informasi mengenai preferensi predator M. sexmaculatus dan M. lineata terhadap kutukebul B. tabaci dan kutudaun M. persicae sehingga dapat dijadikan acuan untuk tindakan pengendalian hama yang dilakukan petani.

14 3 TINJAUAN PUSTAKA Predator dan Preferensi Predator Serangga predator merupakan serangga yang memangsa serangga lainnya untuk dijadikan sumber nutrisi. Serangga-serangga yang termasuk predator diantaranya berasal dari ordo Odonata, Hemiptera, Mantodea, Diptera, Coleoptera, Hymenoptera, dan Neuroptera. Pola makan serangga predator dapat bersifat polifag (memangsa berbagai spesies), oligofag (memangsa beberapa spesies), dan monofag (memangsa satu spesies saja) (Roger 1999). Serangga predator pada umumnya bersifat generalis (memangsa beberapa jenis mangsa), termasuk serangga predator dari famili Coccinellidae (Price 1997). Meskipun bersifat generalis, predator akan melakukan seleksi terhadap mangsanya dan seleksi ini belangsung secara alami. Dalam praktek pengendalian hama, serangga predator dapat dimanfaatkan sebagai musuh alami untuk mengendalikan populasi hama. Menurut Jervis dan Kidd (1996) musuh alami seperti predator memiliki peranan penting dalam penekanan populasi serangga hama karena dapat meningkatkan mortalitas hama. Keefektifan predator dalam mengendalikan populasi hama dapat diukur dari daya pemangsaan oleh predator (Roger 1999). Daya pemangsaan oleh predator kemudian dapat digunakan untuk mengukur atau menilai kemampuan predator dalam mengatur keseimbangan populasi mangsa. Menurut teori pencarian makan optimal terdapat dua hal penting yang memengaruhi pemangsaan yang dilakukan predator. Pertama, kesesuaian predator dengan mangsa yang berasosiasi dengan seleksi oleh predator. Seleksi ini bersifat alami, umumnya dipengaruhi oleh pengalaman dari predator dalam memangsa. Kedua, keputusan memangsa atau tidak oleh predator. Predator akan memutuskan untuk memakan mangsa yang dapat memaksimalkan asupan energi yang didapat. Coccinellid predator memiliki cakupan mangsa yang luas dan beragam, namun tidak semua mangsa yang dapat dimakan oleh predator merupakan mangsa yang sesuai untuknya. Dixon (2000) menyatakan bahwa kekhususan mangsa predator, preferensi makan, dan kapasitas pemangsaan untuk memangsa pada

15 4 populasi mangsa yang tinggi adalah tiga hal yang memengaruhi kesesuaian mangsa. Cisneros dan Rosenheim (1998) menyatakan bahwa preferensi merupakan seleksi terhadap proporsi mangsa yang tersedia dalam satu lingkungan tertentu. Preferensi dapat diduga dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Strauss (1979). Indeks linier pemilihan mangsa atau indeks preferensi (L i ) merupakan selisih antara proporsi mangsa yang dimangsa oleh predator (r i ) dan proporsi mangsa yang tersedia (p i ). Komponen yang dapat mempengaruhi preferensi terhadap mangsa adalah ketertarikan dan kesesuaian terhadap mangsa, pengenalan terhadap mangsa, keputusan menyerang atau tidak, dan kemampuan menangkap serta mengkonsumsi mangsa. Biologi Predator Menochilus sexmaculatus Menurut Borror et al. (1996),M. sexmaculatus diklasifikasikan dalam kelas Insekta, ordo Coleoptera, famili Coccinellidae. Predator ini mengalami 4 stadia dalam hidupnya, yaitu telur, larva, pupa, dan imago (metamorfosis sempurna (holometabola)). M. sexmaculatus membunuh mangsanya dengan cara mengunyah semua bagian tubuh mangsanya (Oka 1998). Larva instar pertama berwarna kelabu dan belum banyak berpindah. Larva instar pertama rata-rata berukuran panjang 1.64 mm dan stadia ini berlangsung selama rata-rata 2 hari. Larva instar II berwarna hitam dan memiliki sebuah garis putih vertikal pada bagian dorsal. Larva instar II rata-rata berukuran panjang 3.06 mm. Stadia ini berlangsung selama 1 sampai 2 hari. Larva instar III berukuran panjang rata-rata 6.27 mm berwarna hitam serta memiliki garis jingga vertikal dan horisontal pada bagian dorsal. Stadia larva instar III berlangsung selama 1 sampai 2 hari. Larva instar terakhir berukuran rata-rata 8.25 mm. Lamanya stadia ini adalah 3 sampai 4 hari. Morfologi instar ini sama dengan instar III. Lama perkembangan hidup larva berlangsung selama rata-rata 9.44 hari (Engka 2003) dengan kisaran 9 sampai 10 hari (Mahrub 1991). Periode prapupa berlangsung selama 1 sampai 2 hari dan ditunjukkan dengan keaktifan predator yang menurun, berdiam diri, dan tubuh terlihat mengerut agak melengkung.

16 5 Gambar 1 Imago M. sexmaculatus(irri 2007) Pupa berwarna kehitaman dengan ujung abdomen yang melekat pada tempat dimana proses pembentukan pupa berlangsung. Stadia pupa berlangsung selama 3 sampai 4 hari. Pupa berukuran panjang rata-rata 4.45 mm dan lebar 3.41 mm. Menjelang imago tubuh menjadi berwarna kuning dan kemudian muncul guratanguratan berwarna jingga kemerahan dan pada bagian punggung terdapat bintikbintik hitam. Imago betina memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan imago jantan. Imago jantan berukuran panjang rata-rata 4.27 mm, sedangkan imago betina 5.73 mm. Imago mempunyai sepasang sayap berwarna jingga yang memiliki garis-garis zig-zag dan bintik-bintik berwarna hitam. Biologi Predator Micraspis lineata Menurut Borror et al. (1996), M. lineata diklasifikasikan dalam kelas Insekta, ordo Coleoptera, famili Coccinellidae. Predator ini mengalami 4 stadia dalam hidupnya, yaitu telur, larva, pupa, dan imago. Gambar 2 Imago M. lineata (Shepard 2008)

17 6 Imago serangga ini memiliki sayap berwarna jingga kemerahan dengan garis bulan sabit berwarna hitam pada elitranya. Umumnya baik larva maupun imago serangga ini memangsa kutu-kutuan dan wereng namun apabila tidak menemukan mangsa, M. lineata dapat memanfaatkan polen sebagai makanannya. Anderson dan Hales (1983) menyatakan bahwa M. lineata adalah kumbang yang mampu mencapai nektar di dasar bunga namun tidakberperan dalam membantu proses penyerbukan. Pada tanaman padi, keberadaan predator ini menjadi predator utama wereng coklat. Predator M. lineata mampu memangsa 2.83 wereng batang coklat per hari (Lubis 2005). Sedangkan pada tanaman jagung, predator ini memangsa kutudaun. Telur M. lineata memiliki bentuk yang sama dengan telur Coccinellidae predator lainnya, yaitu berwarna kekuningan pada saat baru diletakkan dan menjadi keabuan saat akan menetas. Stadia telur berlangsung selama 3 sampai 5 hari. Larva instar pertama hidup selama 2.17 ± 0.07 hari. Larva instar kedua 3.87 ± 0.08 hari, instar III selama 3.43 ± 0.10 hari, dan instar IV mampu hidup selama 8.77 ± 0.44 hari. Semua stadia larva berwarna hitam dengan garis vertikal dan horisontal berwarna putih pada bagian dorsal tubuhnya. Pupa berwarna jingga kemerahan dengan garis-garis merah pada bagian tubuhnya. Stadia pupa terjadi selama 5.50 ± 0.64 hari. Lama hidup imago berkisar selama ± 6.07 hari. Siklus hidup M. lineata dari telur hingga menjadi dewasa berlangsung selama ± 6.29 hari hari (Usyati 2010). Biologi Kutukebul Bemisia tabaci B. tabaci tergolong ke dalam kelas Insekta, ordo Hemiptera, subordo Sternorryncha, superfamili Aleyrodoidea, famili Aleyrodidae (Martin et al. 2000). Serangga ini umum disebut kutukebul atau dalambahasa Inggris disebut sebagai whitefly. Kutukebul mengalami metamorfosis paurometabola. B. tabaci telah menjadi hama penting pada berbagai tanaman pertanian di daerah subtropis maupun tropis (Brown et al. 1992). B. tabaci bersifat polifag dengan kisaran inang lebih dari 600 spesies tanaman (Greathead 1986). Inang kutukebul B. tabaci berasal dari famili Fabaceae, Asteraceae, Malvaceae, Solanaceae, dan

18 7 Euphorbiaceae. Kutukebul umumnya hidup di permukaan bagian bawah daun dengan menghisap cairan tanaman. Telur B. tabaci berbentuk bulat panjang dengan tangkai pendek pada salah satu ujungnya. Telur berukuran panjang 0.2 sampai 0.3 mm. Telur umumnya diletakkan di permukaan bawah daun, terutama pada pucuk tanaman. Kutukebul B. tabaci memiliki 4 stadia nimfa yang melekat pada permukaan daun bagian bawah dan tidak berpindah tempat. Nimfa instar I B. tabaci memiliki 3 pasang tungkai serta aktif bergerak selama 1 hingga 2 hari, lalu akan menetap setelah mendapat tempat yang sesuai dan tidak lagi bergerak (Gameel 1977). Menurut Badri (1983), nimfa instar I berbentuk bulat panjang, berwarna hijau cerah dengan panjang tubuh ± 0.22 mm, lebar ± 0.17mm, dan memiliki bulu-bulu halus dengan lapisan lilin tipis pada pinggir tubuhnya. Nimfa instar II memiliki ukuran panjang ± 0.28 mm dan lebar 0.17 mm serta nimfa instar III panjang ± 0.47 mm dan lebar ± 0.31 mm, keduanya berwarna hijau gelap, tungkai tereduksi dan memiliki 3 pasang duri di bagian dorsal tubuhnya. Nimfa instar IV B. tabaci umum disebut sebagai pupa, berbentuk bulat panjang berwarna kuning dengan toraks agak melebar cembung dan ruas abdomen terlihat dengan jelas. Bagian pinggir tubuh dari stadia ini tidak rata, pada bagian dorsal terdapat tujuh pasang duri dan pada bagian anal terdapat satu pasang. Panjang pupa berukuran ± 0.61 mm dan lebarnya ± 0.42 mm. Imago B. tabaci berwarna kekuningan dan tubuhnya tertutup oleh sekresi berupa tepung lilin yang berasal dari kelenjar lilin. Sayap depan berwarna putih, antena sebanyak tujuh ruas dengan ruas terakhir yang meruncing dan ditutupi rambut-rambut halus. Imago berukuran 1.0 sampai 1.5 mm. Gambar 3 Beberapa nimfa dan imago kutukebul B. tabaci (Anonim 2001)

19 8 Rata-rata masa inkubasi telur B. tabaci di Indonesia adalah 5.78 ± 0.21 hari pada suhu 28 sampai 30 C (Badri 1983). Perkembangan nimfa secara keseluruhan berlangsung selama 12 hingga 15 hari pada suhu 28 sampai 32 C. Lama hidup imago jantan umumnya lebih pendek daripada imago betina. Imago jantan lama hidupnya berkisar antara 9.54 hingga hari sedangkan imago betina mencapai hingga hari (Gameel 1977). Imago betina B. tabaci yang hidup pada tanaman cabai dapat menghasilkan ± butir telur pada suhu 25 C sedangkan pada suhu 29 C telur yang dapat dihasilkan sebanyak ± butir (Subagyo 2010). B. tabaci merupakan serangga vektor 111 jenis virus tanaman dari genus Geminivirus (Geminiviridae), Crinivirus (Closteroviridae), dan Carlavirus atau Ipomovirus (Potyviridae) (Jones 2003). Menurut Hidayat et al. (2008), kutukebul berperan sebagai vektor virus pada tanaman tomat dan cabai. Virus Gemini pada tanaman cabai diketahui melibatkan kutukebul B. tabaci sebagai vektor. Kejadian penyakit kuning oleh virus Gemini sangat erat kaitannya dengan vektor kutu kebul (Purnomodan Sudiono 2009). Tingginya serangan virus Gemini ini berkaitan dengan populasi kutukebul (Rusli et al. 1999). Biologi Kutudaun Myzus persicae M. persicae digolongkan dalam kelas Insekta, ordo Hemiptera, superfamili Aphidoidea, dan famili Aphididae (Borror et al. 1996). Kutudaun ini umum disebut sebagai kutudaun persik dalam bahasa Inggris disebut green peach aphid, atau tobacco aphid. Myzus persicae Sulzer (Hemiptera: Aphididae), kutudaun tembakau, merupakan hama kosmopolitan dan merupakan spesies yang bersifat polifag (Kalshoven 1981). Tanaman sayuran yang umumnya diserang oleh kutudaun ini adalah tomat, cabai,dan kubis. Kutudaun umumnya hidup di permukaan bagian bawah daun secara berkelompok. Kutudaun memenuhi kebutuhan nutrisi dengan menghisap cairan tanaman. Kutudaun mengalami metamorfosis paurometabola dan terdapat 3 stadia yaitu telur, nimfa, dan imago dalam perkembangannya. M. persicae berukuran kecil sampai sedang dengan panjang tubuh bervariasi antara 1.2 sampai 2.6 mm (Blackman dan Eastop 2000). Nimfa berwarna

20 9 kekuningan, stadia nimfa terdiri atas 4 stadia dan berlangsung selama ± 6 hari. Imago M. persicae umumnya tidak bersayap, tetapi pada populasi tinggi sering terbentuk imago bersayap. Adanya imago bersayap berfungsi untuk keperluan pemencaran. Imago bersayap selalu berwarna hitam sedangkan imago yang tidak bersayap berwarna kuning, hijau, atau merah (Kalshoven 1981). Imago yang bersayap umumnya berukuran lebih panjang daripada imago yang tidak memiliki sayap. Bentuk seksual M. persicae di daerah subtropis terjadi pada musim gugur. Sedangkan, M. persicae jantan tidak pernah dijumpai di daerah tropis seperti di Indonesia dan reproduksi terjadi secara partenogenesis. Seekor imago dapat menghasilkan 50 keturunan dalam waktu satu minggu pada suhu yang sesuai. Seperti halnya spesies-spesies lain dari famili Aphididae, M. persicae memiliki daya reproduksi tinggi, karena siklus hidupnya pendek dan keperidiannya tinggi. Siklus hidup serangga ini berlangsung selama ± 18 hari. Nimfa dan imago memiliki sepasang tonjolan pada ujung abdomen yang biasa disebut kornikel. Blackman dan Eastop (2000) menyebutkan bahwa lebih dari 100 macam virus dapat ditularkan oleh serangga ini. Gambar 4 Koloni kutudaun M. persicae (Anonim 2001)

21 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari bulan April sampai dengan Oktober Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman cabai merah varietas Laris untuk perbanyakan serangga, berbagai stadia predator M. sexmaculatus dan M. lineata sebagai serangga uji, serta kutukebul B. tabaci dan kutudaun M. persicae berbagai stadia yang digunakan sebagai mangsa dalam pengujian. Alat yang digunakan yaitu kurungan serangga yang terbuat dari plastik mika dan kain kasa untuk pemeliharaan B. tabaci dan M. persicae, botol kaca dan kain kasa untuk mengumpulkan predator, wadah pemeliharaan serangga, serta kuas, jarum mikro, cawan petri berdiameter 15 cm, dan mikroskop stereo Olympus SZ51 untuk pengujian preferensi. Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae untuk dijadikan mangsa diawali dengan penyemaian benih cabai merah pada nampandengan media berupa campuran tanah dan pupuk kompos. Bibit yang berumur 3 minggu dipindahkan ke wadah penanaman yang lebih besar dan dipelihara hingga berumur 2 sampai 3 bulan. Tanaman yang siap digunakan untuk perbanyakan mangsa ditutup dengan kurungan silindris dari plastik mika yang kedua ujungnya terbuat dari kain kasa.perbanyakan B. tabaci dilakukan dengan cara menginfestasikan 20 pasang imago B. tabaci yang diambil dari tanaman kapas dari rumah kaca percobaan Cikabayan.Perbanyakan M. persicae dilakukan dengan menginfestasi 20 imago betina M. persicae yang diambil dari tanaman kubis di daerah Dramaga.

22 11 Gambar 5 Tanaman cabai dengan kurungan silindris untuk perbanyakann kutukebul B. tabacidan kutudaun M. persicae 1.0 mm 1.0 mm Gambar 6 Imago B. tabaci (kiri) dan beberapa nimfa M. persicae (kanan) Tanaman yang telah diinfestasikan B. tabaci dan M. persicae kemudian dipeliharaa hingga populasi kutukebul dan kutudaun tinggi.perawatan tanaman dilakukan dengan penyiraman dan penyiangan tanaman. Perbanyakan M. sexmaculatus dan M.lineata Predator M. sexmaculatus dan M. lineata yang digunakan untuk pengujian diambil dari lahan tanaman jagung, sorghum, dan padi di daerah Dramaga, SituGede, serta kebun percobaan Leuwikopo. Telur yang didapat kemudian dipeliharaa pada cawan petri dan dibiarkan menetas. Larva dari lahan maupun larva yang menetas dari telur ditempatkan pada wadah pemeliharaan hingga berpupa. Imago yang didapat dari lahan maupun hasil pemeliharaan dipelihara dalam cawan petri, dibiarkan berkopulasi, dan menghasilkan telur. Selama pemeliharaan predator diberi pakan berupa nimfa dan imago M. persicae dengan meletakkan daun cabai (bagian pangkal daunnya diberi kapas yang telah dibasahi untuk menjaga kesegaran daun). Semua wadah pemeliharaan dijaga kelembabannya dengan meletakkan kertas buram yang telah dibasahi pada dasar wadah.

23 mm 1.0 mm Gambar 7 Imago betina M. sexmaculatus (kiri) dan M. lineata (kanan) Uji preferensi predator terhadap stadia mangsa Daun cabai yang terinfestasi B. tabaci dan M. persicae diambil dari tanaman inang lalu diamati dibawah mikroskop untuk dihitung dan dibedakan stadianya. Stadia B. tabaci yang digunakan adalah nimfa instar I, instar II, instar III, dan instar IV (pupa). Stadia M. persicae yang digunakan adalah nimfa instar II, instar III, instar IV, dan imago. Perlakuan dilakukan dengan 3 taraf kerapatan mangsa yang berbeda, yaitu 10, 20, dan 40 mangsa per stadia. Stadia predator yang digunakan dalam pengujian adalah larva instar II, instar III, instar IV, dan imago betina (Gambar 8 dan 9). Pengujian dilakukan sebanyak masing-masing 3 ulangan terhadap predator yang telah dipuasakan selama 14 jam.

24 13 Uji preferensi predator M. sexmaculatus terhadap berbagai stadia mangsa Larva instar II predatorm. sexmaculatus Imago betina predator M. sexmaculatus Bemisia tabaci Myzus persicae Bemisia tabaci Myzus persicae Nimfa instar I Nimfa instar II Nimfa instar III Nimfa instar IV (10, 20, dan 40 individu per stadia) Nimfa instar II Nimfa instar III Nimfa instar IV Imago (10, 20, dan 40 individu per stadia) Nimfa instar I Nimfa instar II Nimfa instar III Nimfa instar IV (10, 20, dan 40 individu per stadia) Nimfa instar II Nimfa instar III Nimfa instar IV Imago (10, 20, dan 40 individu per stadia) Larva instar III predatorm. sexmaculatus Larva instar IV predatorm. sexmaculatus Bemisia tabaci Myzus persicae Bemisia tabaci Myzus persicae Nimfa instar I Nimfa instar II Nimfa instar III Nimfa instar IV (10, 20, dan 40 individu per stadia) Nimfa instar II Nimfa instar III Nimfa instar IV Imago (10, 20, dan 40 individu per stadia) Nimfa instar I Nimfa instar II Nimfa instar III Nimfa instar IV (10, 20, dan 40 individu per stadia) Nimfa instar II Nimfa instar III Nimfa instar IV Imago (10, 20, dan 40 individu per stadia) Gambar 8 Diagram perlakuan preferensi M. sexmaculatusterhadap berbagai stadia mangsa 13

25 14 Uji preferensi predator M. lineata terhadap berbagai stadia mangsa Larva instar II predatorm. lineata Imago betina predator M. lineata Bemisia tabaci Myzus persicae Bemisia tabaci Myzus persicae Nimfa instar I Nimfa instar II Nimfa instar III Nimfa instar IV (10, 20, dan 40 individu per stadia) Nimfa instar II Nimfa instar III Nimfa instar IV Imago (10, 20, dan 40 individu per stadia) Nimfa instar I Nimfa instar II Nimfa instar III Nimfa instar IV (10, 20, dan 40 individu per stadia) Nimfa instar II Nimfa instar III Nimfa instar IV Imago (10, 20, dan 40 individu per stadia) Larva instar III predatorm. lineata Larva instar IV predatorm. lineata Bemisia tabaci Myzus persicae Bemisia tabaci Myzus persicae Nimfa instar I Nimfa instar II Nimfa instar III Nimfa instar IV (10, 20, dan 40 individu per stadia) Nimfa instar II Nimfa instar III Nimfa instar IV Imago (10, 20, dan 40 individu per stadia) Nimfa instar I Nimfa instar II Nimfa instar III Nimfa instar IV (10, 20, dan 40 individu per stadia) Nimfa instar II Nimfa instar III Nimfa instar IV Imago (10, 20, dan 40 individu per stadia) Gambar 9 Diagram perlakuan preferensi M. lineataterhadap berbagai stadia mangsa 14

26 15 Pengamatan terhadap pemangsaan yang dilakukan oleh predator dicatat 1, 2, 4, dan 8 JSP (jam setelah perlakuan) pada hari terang antara pukul sampai WIB. Indeks pemilihan mangsa dihitung terhadap pemangsaan total masing-masing stadia mangsa oleh predator dalam 8 jam pemangsaan. Derajat kesukaan (indeks preferensi) dari predator diduga menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Strauss (1979) sebagai berikut: L i = r i p i Keterangan: L = indeks linier pemilihan mangsa i = stadia mangsa yang dimakan r i = proporsi mangsayang dimangsa oleh predator (jumlah mangsa stadia i yang dimakan/total pemangsaan) p i = proporsi mangsa tersedia (jumlah mangsa stadia i yang tersedia/total mangsa tersedia) Uji preferensi predator terhadap jenis mangsa Daun cabai keriting yang terinfestasi B. tabaci dan M. persicae diambil dari tanaman inang lalu diamati dibawah mikroskop untuk dihitung dan dibedakan masing-masing stadianya. Pengujian preferensi predator terhadap jenis mangsa dilakukan dengan metode pilihan (Gambar 11). Stadia mangsa yang digunakan adalah nimfa instar IV (pupa) untuk B. tabaci imago untuk M. persicae. Perlakuan dilakukan dengan 3 taraf kerapatan mangsa yang berbeda, yaitu 10, 20, dan 40 individu untuk setiap jenis mangsa (Gambar 10). Stadia predator yang digunakan dalam pengujian adalah larva instar II, larva instar III, larva instar IV, dan imago betina. Pengujian dilakukan sebanyak masing-masing 3 ulangan terhadap predator yang telah dipuasakan selama 14 jam. Pengujian dilakukan sebanyak masing-masing 3 ulangan. Pemangsaan predator diamati saat 1, 2, 4, dan 8 JSP pada hari terang antara pukul sampai WIB.

27 16 Uji preferensi terhadap jenis mangsa Predator M. sexmaculatus Predator M. lineata Larva instar II Nimfa instar IV B. tabaci Imago M. persicae (Kerapatan 10, 20, dan 40 individu per stadia mangsa) Nimfa instar IV B. tabaci Imago M. persicae (Kerapatan 10, 20, dan 40 individu per stadia mangsa) Larva instar II Larva instar III Nimfa instar IVB. tabaci Imago M. persicae (Kerapatan 10, 20, dan 40 individu per stadia mangsa) Nimfa instar IV B. tabaci Imago M. persicae (Kerapatan 10, 20, dan 40 individu per stadia mangsa) Larva instar III Larva instar IV Nimfa instar IV B. tabaci Imago M. persicae (Kerapatan 10, 20, dan 40 individu per stadia mangsa) Nimfa instar IV B. tabaci Imago M. persicae (Kerapatan 10, 20, dan 40 individu per stadia mangsa) Larva instar IV Imago betina Nimfa instar IV B. tabaci Imago M. persicae (Kerapatan 10, 20, dan 40 individu per stadia mangsa) Nimfa instar IV B. tabaci Imago M. persicae (Kerapatan 10, 20, dan 40 individu per stadia mangsa) Imago betina Gambar 10 Diagram perlakuan preferensi predator terhadap jenis mangsa 16

28 17 Gambar 11 Pengujian preferensi makan predator Analisis data Data preferensi terhadap stadia mangsa diolah dengan menggunakan rumus indeks linier pemilihan mangsa (Strauss 1979). Data diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif dengan melihat nilai indeks preferensi dan kemampuan pemangsaan dari predator.

29 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Stadia Predator dan Pemilihan terhadap Jenis Mangsa Stadia predator yang berbeda akan menunjukkan jumlah pemangsaan yang juga berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa larva instar II predator M. sexmaculatus memangsa 9 nimfa instar IV kutukebul B. tabaci dan 20 imago kutudaun M. persicae pada kerapatan 40 individu per jenis mangsa dalam 8 jam. Instar III M. sexmaculatus sebanyak 11 nimfa instar IV B. tabaci dan 20 imago M. persicae dalam 8 jam. Instar IV mampu memangsa 9 nimfa instar IV B. tabaci dan 25 imago M. persicae dalam 8 jam. Pemangsaan oleh imago betina merupakan pemangsaan yang paling tinggi yaitu sebanyak 14 individu B. tabaci dan 30 M. persicae (Tabel 3). Penelitian yang dilakukan oleh Tambunan (2011) menunjukkan bahwa lama pencarian imago betina predator terhadap nimfa dan imago M. persicae lebih cepat dibandingkan dengan larva instar M. sexmaculatus. Cahyadi (2004) bahwa imago predator membutuhkan lebih banyak nutrisi untuk pematangan reproduksi. Tabel 1 Daya pemangsaan berbagai stadia predator M. sexmaculatus dan M. lineata pada kerapatan 10 individu/jenis mangsa Stadia Predator Jumlah nimfa instar IV B. tabaci yang dimangsa dalam 8 jam pemangsaan Rerata ± SD (individu) Jumlah imago M. persicae yang dimangsa dalam 8 jam pemangsaan Persentase (%) * Rerata ± SD (individu) Persentase (%) M. sexmaculatus Larva instar II 3.00 ± ± Larva instar III 3.67 ± ± Larva instar IV 4.33 ± ± Imago Betina 5.33 ± ± M. lineata Larva instar II 4.33 ± ± Larva instar III 5.33 ± ± Larva instar IV 9.33 ± ± Imago Betina 7.33 ± ± * Persentase dihitung berdasarkan proporsi pemangsaan masing-masing jenis mangsa

30 19 Tabel 2 Daya pemangsaan berbagai stadia predator M. sexmaculatus dan M. lineata pada kerapatan 20 individu/jenis mangsa Stadia Predator M. sexmaculatus Jumlah nimfa instar IV B. tabaci yang dimangsa dalam 8 jam pemangsaan Rerata ± SD (individu) Jumlah imago M. persicae yang dimangsa dalam 8 jam pemangsaan Persentase (%) * Rerata ± SD (individu) Persentase (%) Larva instar II 6.00 ± ± Larva instar III 7.00 ± ± Larva instar IV 8.67 ± ± Imago Betina 9.33 ± ± M. lineata Larva instar II ± ± Larva instar III ± ± Larva instar IV ± ± Imago Betina ± ± * Persentase dihitung berdasarkan proporsi pemangsaan masing-masing jenis mangsa Tabel 3 Daya pemangsaan berbagai stadia predator M. sexmaculatus dan M. lineata pada kerapatan 40 individu/jenis mangsa Predator dan Stadia Predator Jumlah nimfa instar IV B. tabaci yang dimangsa dalam 8 jam pemangsaan Rerata ± SD (individu) Jumlah imago M. persicae yang dimangsa dalam 8 jam pemangsaan Persentase (%) * Rerata ± SD (individu) Persentase (%) M. sexmaculatus Larva instar II 9.00 ± ± Larva instar III ± ± Larva instar IV 9.33 ± ± Imago Betina ± ± M. lineata Larva instar II ± ± Larva instar III ± ± Larva instar IV ± ± Imago Betina ± ± * Persentase dihitung berdasarkan proporsi pemangsaan masing-masing jenis mangsa Stadia larva instar II M. lineata memangsa 19 nimfa instar IV B. tabaci dan 15 imago M. persicae, sedangkan larva instar III mampu mengonsumsi 16 nimfa instar IV B. tabaci serta 17 imago M. persicae. Larva instar IV predator ini menunjukkan kecenderungan yang sama dalam memangsa. Jumlah mangsa yang

31 20 dapat dikonsumsi oleh larva instar IV M. lineata adalah 22 nimfa instar IV B. tabaci dan 19 imago M. persicae. Imago memangsa 21 nimfa instar IV B. tabaci dan 17 imago M. persicae. Stadia predator M. lineata yang paling aktif dalam memangsa adalah larva instar IV (Tabel 3). Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Tambunan (2011), kemampuan pemangsaan larva instar IV M. lineata lebih tinggi dibanding pemangsaan oleh imago. Hal ini disebabkan larva instar empat memerlukan nutrisi yang cukup untuk perkembangan stadia berikutnya, yaitu stadia pra-pupa dan stadia pupa. Nutrisi ini didapat dengan memakan mangsa dalam jumlah yang lebih banyak sebelum predator memulai fase pra-pupa. Pada saat predator menjadi pupa, predator tidak lagi dapat memakan mangsa sehingga dibutuhkan nutrisi yang cukup dan dapat memenuhi kebutuhan predator. Selain itu, menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Tambunan (2011) lama pencarian mangsa oleh larva instar IV M. lineata lebih cepat dibandingkan dengan imago betinanya. Kecepatan waktu untuk menemukan mangsa akan memengaruhi jumlah mangsa yang dapat dikonsumsi oleh predator. Predator dewasa umumnya lebih baik dalam mendeteksi keberadaan mangsa, memiliki mobilitas yang tinggi, dan lebih cepat dalam mengikuti mangsa (Sabelis 1992). Dalam hal pengenalan mangsa, predator pradewasa tidak dapat mengenali mangsa tanpa terjadi kontak dengannya. Predator pradewasa umumnya dapat mengenali mangsa melalui kontak dengan bagian ujung dari tarsus (Roger 1999) atau kontak dengan palpus (Dixon 2000). Malcolm (1992) menyatakan bahwa kemampuan predator seperti kemampuan mencari dan menangkap mangsa mempengaruhi kemampuan predator dalam mengonsumsi mangsa. Larva predator muda memiliki mobilitas yang lebih rendah dibandingkan dengan larva instar akhir dan predator dewasa (Hajek dan Dahlsten 1987). Larva predator lebih tidak selektif dalam situasi pilihan dibandingkan serangga dewasa (Hodek dan Honek 1996). Meskipun larva lebih tidak selektif dalam memilih mangsanya dibandingkan serangga dewasa, larva juga membutuhkan nutrisi spesifik untuk pertumbuhan, perkembangan, dan keaktifan untuk mencari mangsa. Hasil pengujian (Tabel 1-3) juga menunjukkan kecenderungan predator dalam memilih jenis mangsa. Price (1997) menyatakan bahwa predator umumnya

32 21 bersifat generalis dan dapat memangsa beberapa spesies mangsa, namun predator tetap memiliki kesukaan khusus terhadap jenis mangsa tertentu. Tipe atau jenis mangsa yang spesifik dapat memengaruhi pemangsaan oleh predator (Houck 1986). Pengujian dengan metode pilihan menunjukkan bahwa jumlah pemangsaan oleh semua stadia predator M. sexmaculatus terhadap imago kutudaun M. persicae lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah pemangsaan terhadap nimfa instar IV B. tabaci (Lampiran 17-20). Hal ini menunjukkan bahwa predator M. sexmaculatus lebih menyukai kutudaun M. persicae dibandingkutukebul B. tabaci. Hasil yang berbeda diperlihatkan oleh pemangsaan oleh semua stadia predator M. lineata (Lampiran 21-24). Jumlah pemangsaan predator M. lineataterhadapnimfa instar IV kutukebul B. tabaci lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah pemangsaan terhadap imago kutudaun M. persicae. Hal ini menunjukkan bahwa M. lineata lebih menyukai kutukebul B. tabaci dibandingkutudaunm. persicae. Berdasarkan pengujian yang dilakukan oleh Udiarto (2012) diketahui bahwa dalam waktu pemangsaan selama 24 jam, M. sexmaculatus memiliki preferensi paling tinggi terhadap M. persicae, sedangkan M. lineata menunjukkan preferensi tinggi terhadap mangsa B. tabaci. Hal ini menunjukkan bahwa predator melakukan pemilihan secara alami untuk memangsa suatu mangsa tertentu. Kedua predator menunjukkan preferensi terhadap jenis mangsa yang berbeda walaupun predator coccinellid umumnya bersifat generalis. Hal ini seperti yang dikemukaan oleh de Bach (1979) bahwa predator akan menyeleksi kecocokan mangsanya dan seleksi ini berlangsung secara alamiah. Selain itu, preferensi oleh predator juga dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor fisik seperti cahaya, warna, bentuk, dan ukuran mangsa, juga faktor kimia berupa bau yang dihasilkan oleh mangsa (Tarumingkeng 1994). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Udiarto (2012) menunjukkan bahwa predator yang paling berpotensi dalam pengendalian B. tabaci adalah M. lineata. Sebaliknya, dari penelitian oleh Muharam dan Setiawati (2007) diketahui bahwa M. persicae merupakan mangsa yang lebih sesuai (dalam hubungannya dengan kemampuan pemangsaan dan kemampuan oviposisi oleh betina yang lebih tinggi) untuk predator M. sexmaculatus.

33 22 Secara keseluruhan, pemangsaan yang dilakukan oleh predator M. sexmaculatus lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pemangsaan total oleh M. lineata. Hal ini berkaitan dengan ukuran tubuh dari predator dan lama hidup dari predator khususnya stadia imago. Ukuran tubuh dari imago betina M. sexmaculatus lebih besar dibandingkan dengan ukuran tubuh imago betina M. lineata. Serangga dengan ukuran tubuh yang lebih besar akan membutuhkan lebih banyak energi dan nutrisi dibandingkan dengan serangga yang berukuran kecil (Roger 1999). Preferensi M. sexmaculatus dan M. lineata terhadap Stadia Mangsa Kemampuan pemangsaan oleh suatu predator merupakan salah satu komponen penting dalam penggunaan predator sebagai musuh alami hama. Keefektifan predator dalam mengendalikan populasi hama dapat diukur dari daya pemangsaannya (Roger 1999). Semakin tinggi pemangsaan predator terhadap hama maka kemampuan predator untuk mengendalikan populasi hama menjadi lebih tinggi.menurut Holling (1959) terdapat lima komponen utama yang memengaruhi pemangsaan oleh predator, yaitu (1) kerapatan populasi mangsa, (2) kerapatan populasi predator, (3) sifat mangsa seperti reaksi terhadap predator, (4) jumlah dan kualitas makanan pengganti yang tersedia untuk predator, dan (5) sifat predator seperti jenis makanan yang disukai dan efisiensi dalam menyerang. Tipe atau jenis mangsa yang spesifik dapat memengaruhi pemangsaan oleh predator (Houck 1986). Kesukaan predator terhadap mangsa tertentu secara spesifik dapat disebut sebagai preferensi pemangsaan. Tarumingkeng (1994) menegaskan bahwa beberapa faktor yang menentukan laju pemangsaan oleh predator diantaranya adalah preferensi terhadap jenis mangsa tertentu dan kerapatan mangsa. Pemangsaan oleh predator M. sexmaculatus dan M. lineata terhadap stadia mangsa B. tabaci dan M. persicae diketahui dari jumlah mangsa yang dikonsumsi predator (Lampiran 1-16). Jumlah pemangsaan oleh predator kemudian diolah menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Strauss (1979) untuk menghitung nilai indeks preferensi (L i ). Indeks preferensi merupakan indeks penduga untuk melihat kecenderungan predator dalam memilih mangsa untuk dikonsumsi.

34 23 Nilai Indeks Preferensi (Li) Nimfa Instar 1 Nimfa Instar 2 Nimfa Instar 3 Nimfa Instar L2 L3 L4 I Stadia Predator Gambar 12 Indeks preferensi (Li) predator M. sexmaculatus (kiri) dan M. lineata (kanan) terhadap kutukebul B. tabaci pada kerapatan 10 individu/stadia mangsa (L2, L3, L4 = larva instar 2, 3, 4; I = imago betina) L2 L3 L4 I Nimfa Instar 2 Nimfa Instar 3 Nimfa Instar 4 Imago Nilai Indeks Preferensi (Li) L2 L3 L4 I Stadia Predator Gambar 13 Indeks preferensi (Li) predator M. sexmaculatus (kiri) dan M. lineata (kanan) terhadap kutudaun M. persicae pada kerapatan 10 individu/stadia mangsa (L2, L3, L4 = larva instar 2, 3, 4; I = imago betina) L2 L3 L4 I 23

35 24 Nilai Indeks Preferensi (Li) L2 L3 L4 I Stadia Predator 0.30 Nimfa Instar 1 Nimfa Instar 2 Nimfa Instar 3 Nimfa Instar 4 Gambar 14 Indeks preferensi (Li) predator M. sexmaculatus (kiri) dan M. lineata (kanan) terhadap kutukebul B. tabaci pada kerapatan 20 individu/stadia mangsa (L2, L3, L4 = larva instar 2, 3, 4; I = imago betina) L2 L3 L4 I Nimfa Instar 2 Nimfa Instar 3 Nimfa Instar 4 Imago Nilai Indeks Preferensi (Li) L2 L3 L4 I L2 L3 L4 I Stadia Predator Gambar 15 Indeks preferensi (Li) predator M. sexmaculatus (kiri) dan M. lineata (kanan) terhadap kutudaun M. persicae pada kerapatan 20 individu/stadia mangsa (L2, L3, L4 = larva instar 2, 3, 4; I = imago betina) 24

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Serangga predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan serangga predator sudah dikenal

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b)

BAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan)

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Kelompok Peneliti Hama dan Penyakit, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Penelitian dimulai dari bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan pemangsaan Menochilus sexmaculatus dan Micraspis lineata

HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan pemangsaan Menochilus sexmaculatus dan Micraspis lineata HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan pemangsaan Menochilus sexmaculatus dan Micraspis lineata Kemampuan pemangsaan diketahui dari jumlah mangsa yang dikonsumsi oleh predator. Jumlah mangsa yang dikonsumsi M.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Populasi Rhopalosiphum maidis Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kutu daun R. maidis mulai menyerang tanaman jagung dan membentuk koloni sejak tanaman berumur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Imago Bemisia tabaci.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Imago Bemisia tabaci. TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi B. tabaci digolongkan ke dalam ordo Hemiptera, subordo Sternorrhyncha, superfamili Aleyrodoidea, dan termasuk kedalam famili Aleyrodidae (Boror et al. 1996). B.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Kehilangan hasil yang disebabkan gangguan oleh serangga hama pada usaha tani komoditas hortikultura khususnya kentang, merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN PEMANGSAAN PREDATOR

KEMAMPUAN PEMANGSAAN PREDATOR KEMAMPUAN PEMANGSAAN PREDATOR Menochilus sexmaculatus Fab. DAN Micraspis lineata (Thunberg) (Coleoptera: Coccinellidae) TERHADAP KUTUKEBUL Bemisia tabaci (Genn.) (Hemiptera: Aleyrodidae) DAN KUTUDAUN Myzus

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

Hama penghisap daun Aphis craccivora

Hama penghisap daun Aphis craccivora Hama Kacang tanah Hama penghisap daun Aphis craccivora Bioekologi Kecil, lunak, hitam. Sebagian besar tdk bersayap, bila populasi meningkat, sebagian bersayap bening. Imago yg bersayap pindah ke tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Individu betina dan jantan P. marginatus mengalami tahapan perkembangan hidup yang berbeda (Gambar 9). Individu betina mengalami metamorfosis paurometabola (metamorfosis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Hasil identifikasi dengan menggunakan preparat mikroskop pada kantung pupa kutukebul berdasarkan kunci identifikasi Martin (1987), ditemukan ciri morfologi B. tabaci

Lebih terperinci

VI. PEMBAHASAN UMUM Strategi pengendalian B. tabaci dengan Perpaduan Pemanfaatan Tanaman Pembatas Pinggir dan Predator

VI. PEMBAHASAN UMUM Strategi pengendalian B. tabaci dengan Perpaduan Pemanfaatan Tanaman Pembatas Pinggir dan Predator VI. PEMBAHASAN UMUM Strategi pengendalian B. tabaci dengan Perpaduan Pemanfaatan Tanaman Pembatas Pinggir dan Predator Penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) terdiri atas 6 komponen pengendalian yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ekologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian-IPB, dan berlangsung sejak Juli sampai Desember 2010. Metode

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis-Jenis Predator pada Tanaman Padi Hasil pengamatan predator pada semua agroekosistem yang diamati sebagai berikut: 1. Tetragnatha sp. Klas : Arachnida Ordo : Araneae

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian.

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 343 meter

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Seperti yang dijelaskan Sudaryanto dan Swastika (2007), bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Seperti yang dijelaskan Sudaryanto dan Swastika (2007), bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting bagi penduduk Indonesia. Seperti yang dijelaskan Sudaryanto dan Swastika (2007), bahwa kedelai merupakan sumber

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERTANIAN ISBN :

KEMENTERIAN PERTANIAN ISBN : KEMENTERIAN PERTANIAN ISBN :978-979-8304-70-5 ISBN : 978-979-8304-70-5 Modul Pelatihan Budidaya Kentang Berdasarkan Konsepsi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Modul 1 : Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis-Jenis Predator Pada Tanaman Jagung Jenis-jenis predator yang tertangkap pada tanaman jagung dengan sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari adalah sama yakni sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tarigan dan Wiryanta (2003), tanaman cabai dapat diklasifikasikan

I. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tarigan dan Wiryanta (2003), tanaman cabai dapat diklasifikasikan I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Cabai 1.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Menurut Tarigan dan Wiryanta (2003), tanaman cabai dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Sub kelas Ordo Famili

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Penyediaan Koloni Lalat Puru C. connexa untuk Penelitian Lapangan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Penyediaan Koloni Lalat Puru C. connexa untuk Penelitian Lapangan BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian merupakan penelitian lapangan yang dilaksanakan pada bulan April 005 Februari 006. Penelitian biologi lapangan dilaksanakan di salah satu lahan di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun, TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur penggerek batang tebu berbentuk oval, pipih dan diletakkan berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan

Lebih terperinci

(HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT

(HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT TANGGAP FUNGSIONAL PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis REUTER (HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens STÅL. (HEMIPTERA: DELPHACIDAE) RITA OKTARINA DEPARTEMEN PROTEKSI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik kelabu, alluvial atau regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai. Tingkat keasaman

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi E. furcellata (Hemiptera : Pentatomidae) Menurut Kalshoven (1981) E. furcellata diklasifikasikan sebagai berikut : Phylum Klass Ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi Trialeurodes vaporariorum (Westwood)

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi Trialeurodes vaporariorum (Westwood) TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi Trialeurodes vaporariorum (Westwood) Kutukebul T. vaporariorum merupakan hama utama pada berbagai tanaman hortikultura dan tanaman hias. Kutukebul ini bersifat

Lebih terperinci

INTERAKSI POPULASI WERENG BATANG COKELAT

INTERAKSI POPULASI WERENG BATANG COKELAT INTERAKSI POPULASI WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens Stål. (HEMIPTERA: DELPHACIDAE) DENGAN KEPIK PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis Reuter. (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA PADI VARIETAS CIHERANG ZULFIRMAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = pengamatan minggu kedua = Pengamatan minggu berikutnya

BAHAN DAN METODE. = pengamatan minggu kedua = Pengamatan minggu berikutnya BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari April 2005 sampai Februari 2006. Kegiatan ini dibagi dua bagian, yaitu penelitian lapangan dan penelitian laboratorium. Penelitian

Lebih terperinci

ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN TOMAT

ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN TOMAT NERACA KEHIDUPAN KUTUKEBUL, Bemisia tabaci (Gennadius) (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.), TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.), DAN GULMA BABADOTAN (Ageratum conyzoides

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman perkebunan. Akan tetapi banyak juga diantara serangga-serangga

BAB I PENDAHULUAN. tanaman perkebunan. Akan tetapi banyak juga diantara serangga-serangga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekian banyak hewan ciptaan Allah SWT baru sedikit sekali yang sudah diketahui dan dimanfaatkan dengan baik oleh manusia. Masih banyak lagi hewanhewan yang dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang 5 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Trichogrammatidae) Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang bersifatgeneralis. Ciri khas Trichogrammatidae terletak

Lebih terperinci

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila I. Praktikum ke : 1 (satu) II. Hari / tanggal : Selasa/ 1 Maret 2016 III. Judul Praktikum : Siklus Hidup Drosophila melanogaster IV. Tujuan Praktikum : Mengamati siklus hidup drosophila melanogaster Mengamati

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kedelai (Glycines max L. Merril) Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman eksotik yang diperkirakan berasal dari Manshukuw (Cina) yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat 16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R.

KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R. KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R. DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PKMP POTENSI LARVA CHRYSOPIDAE SEBAGAI AGENS PENGENDALIAN HAYATI HAMA KUTU-KUTUAN DAN THRIPS

LAPORAN AKHIR PKMP POTENSI LARVA CHRYSOPIDAE SEBAGAI AGENS PENGENDALIAN HAYATI HAMA KUTU-KUTUAN DAN THRIPS 1 LAPORAN AKHIR PKMP POTENSI LARVA CHRYSOPIDAE SEBAGAI AGENS PENGENDALIAN HAYATI HAMA KUTU-KUTUAN DAN THRIPS Disusun oleh : Yosi Febrianti Bangun A34100005 (2010) Widi Astuti A34100009 (2010) Dian Novitasari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas Kutukebul Pengkoloni Pertanaman Tomat Kutukebul yang dikumpulkan dari pertanaman tomat di daerah Cisarua, Bogor diperbanyak di tanaman tomat dalam kurungan kedap serangga

Lebih terperinci

TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI. Oleh: NURFITRI YULIANAH A

TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI. Oleh: NURFITRI YULIANAH A TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI Oleh: NURFITRI YULIANAH A44103045 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK NURFITRI YULIANAH. Tungau pada Tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Attacus atlas Attacus atlas merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (Chapman, 1969). Klasifikasi A. atlas menurut Peigler (1989) adalah sebagai berikut: Kelas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur TINJAUAN PUSTAKA 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Sarjana Pendidikan (S-1)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum TINJAUAN PUSTAKA Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur diletakkan pada permukaan daun, berbentuk oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

KEBUGARAN PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA BERBAGAI VARIETAS INANG PADI, ASAL POPULASI LABORATORIUM DAN LAPANG FITRINNISYA

KEBUGARAN PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA BERBAGAI VARIETAS INANG PADI, ASAL POPULASI LABORATORIUM DAN LAPANG FITRINNISYA KEBUGARAN PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA BERBAGAI VARIETAS INANG PADI, ASAL POPULASI LABORATORIUM DAN LAPANG FITRINNISYA PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan rayap yang paling luas serangannya di Indonesia. Klasifikasi

Lebih terperinci

Jurnal Agrikultura Volume 19, Nomor 3, Tahun 2008 ISSN

Jurnal Agrikultura Volume 19, Nomor 3, Tahun 2008 ISSN Lama hidup, Keperidian, serta Kemampuan Memangsa Curinus coeruleus Mulsant (Coleoptera: Coccinellidae) terhadap Bemisia tabaci gennadius (Homoptera: Aleyrodidae) Agung Triantoro Riyanto 1, Sudarjat 2 1

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor Kutudaun Aphis craccivora yang dipelihara dan diidentifikasi berasal dari pertanaman kacang panjang, sedangkan A. gossypii berasal dari pertanaman cabai.

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI SAMPUL DALAM...

DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv RINGKASAN... v HALAMAN PERSETUJUAN... vii TIM PENGUJI... viii RIWAYAT HIDUP... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max L. Merril) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max L. Merril) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kedelai (Glycine max L. Merril) Kedelai (Glycine max L. Merril) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi tinggi sebagai sumber protein nabati dan rendah kolesterol dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencernaan dan dapat mencegah kanker. Salah satu jenis sayuran daun yang

BAB I PENDAHULUAN. pencernaan dan dapat mencegah kanker. Salah satu jenis sayuran daun yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sayuran daun merupakan salah satu sumber vitamin dan mineral essensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia, selain itu sayuran daun banyak mengandung serat. Serat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan

BAHAN DAN METODE. Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga, dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api (Setothosea asigna van Eecke) berikut: Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai Kingdom Pilum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan 12 BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Birung Ulu dan Laboratorium Entomologis Hama dan Penyakit Tanaman

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian TINJAUAN PUSTAKA Biologi Kumbang Tanduk (O. rhinoceros). berikut: Sistematika kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insekta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Morfologi Predator S. annulicornis Stadium nimfa yaitu masa sejak nimfa keluar dari telur hingga menjadi imago. Sebagian besar nimfa yang diberi tiga jenis mangsa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitoid yang ditemukan di Lapang Selama survei pendahuluan, telah ditemukan tiga jenis parasitoid yang tergolong dalam famili Eupelmidae, Pteromalidae dan Scelionidae. Data pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Capung

TINJAUAN PUSTAKA. Capung TINJAUAN PUSTAKA Capung Klasifikasi Capung termasuk dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda, klas Insecta, dan ordo Odonata. Ordo Odonata dibagi ke dalam dua subordo yaitu Zygoptera dan Anisoptera. Kedua

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Parasitoid

TINJAUAN PUSTAKA. Parasitoid TINJAUAN PUSTAKA Parasitoid Parasitoid adalah serangga yang stadia pradewasanya menjadi parasit pada atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nektar dan embun madu sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis Serangga Hama pada Tanaman Cabai Berdasarkan hasil pengamatan tanaman Cabai di Tiga Varietas Berbeda selama 10 minggu terdapat 5 famili yakni Famili Aphididae, Famili

Lebih terperinci

POTENSI PREDATOR FAMILI : COCCINELLIDAE UNTUK MENGENDALIKAN. HAMA TANAMAN CABAI MERAH Thrips parvispinus. Oleh Pasetriyani Eddy Tarman

POTENSI PREDATOR FAMILI : COCCINELLIDAE UNTUK MENGENDALIKAN. HAMA TANAMAN CABAI MERAH Thrips parvispinus. Oleh Pasetriyani Eddy Tarman POTENSI PREDATOR FAMILI : COCCINELLIDAE UNTUK MENGENDALIKAN HAMA TANAMAN CABAI MERAH Thrips parvispinus Oleh Pasetriyani Eddy Tarman Abstrak Salah satu hama pada pertanaman cabai merah yang dapat menurunkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Begomovirus Kisaran Inang Begomovirus

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Begomovirus Kisaran Inang Begomovirus 5 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Begomovirus Famili Geminiviridae dapat dibedakan menjadi empat genus berdasarkan struktur genom, jenis serangga vektor dan jenis tanaman inang yaitu Mastrevirus, Curtovirus,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi (Coffea spp.) Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Colombia. Dari total produksi, sekitar 67% diekspor sedangkan

Lebih terperinci

HASIL A. Teknik Penangkaran T. h. helena dan T. h. hephaestus

HASIL A. Teknik Penangkaran T. h. helena dan T. h. hephaestus HASIL A. Teknik Penangkaran T. h. helena dan T. h. hephaestus Langkah awal yang harus dilakukan pada penangkaran kupu-kupu adalah penyiapan sarana pemeliharaan dari stadia telur sampai imago. Bahan, alat

Lebih terperinci

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua BAB IV Hasil Dari Aspek Biologi Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) Selama Proses Habituasi dan Domestikasi Pada Pakan Daun Sirsak dan Teh 4.1. Perubahan tingkah laku Selama proses

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga TINJAUAN PUSTAKA Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga hama utama pada tanaman kopi yang menyebabkan kerugian

Lebih terperinci

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Oleh : Umiati, SP dan Irfan Chammami,SP Gambaran Umum Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman perkebunan industry berupa pohon batang lurus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4 TINJAUAN PUSTAKA Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi Siklus hidup S. litura berkisar antara 30 60 hari (lama stadium telur 2 4 hari, larva yang terdiri dari 6 instar : 20 26 hari, pupa 8

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi dan Morfologi Hama Ulat Api (Setothosea asigna) Klasifikasi Setothosea asigna menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Arthopoda

Lebih terperinci

Endang Sulismini A

Endang Sulismini A Fluktuasi Asimetri Sayap Parasitoid Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae) Asal Pertanaman Kubis di Kecamatan Cibodas, Kabupaten Cianjur dan Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman 8 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan Januari hingga April

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama

SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL 26 Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama Seminar Nasional Biodiversitas 23 April 26 Grand Inna Muara Hotel

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) larva penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci