III. PENGARUH TANAMAN PEMBATAS PINGGIR DI PERTANAMAN CABAI MERAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. PENGARUH TANAMAN PEMBATAS PINGGIR DI PERTANAMAN CABAI MERAH"

Transkripsi

1 III. PENGARUH TANAMAN PEMBATAS PINGGIR DI PERTANAMAN CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) TERHADAP POPULASI KUTUKEBUL Bemisia tabaci (GENNADIUS) (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) DAN INSIDENSI PENYAKIT DAUN KERITING KUNING (Effect of Border Crops in Chili Pepper (Capsicum annuum L.) on Population of Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) and Incidence of Yellow Leaf Curl Disease) Abstrak Penyakit daun keriting kuning yang disebabkan oleh PepYLCV merupakan salah satu penyakit utama pada pertanaman cabai merah terutama di daerah Jawa Tengah. Pengendalian serangga vektor kutukebul B. tabaci merupakan strategi penting untuk menekan penyakit tersebut. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh jenis tanaman pembatas pinggir terhadap dinamika populasi B. tabaci dan insidensi penyakit daun keriting kuning pada pertanaman cabai merah di lapangan. Perlakuan merupakan kombinasi antara penggunaan sungkup dan tanpa sungkup di pesemaian dengan perlakuan empat jenis pembatas pinggir, yaitu kain sifon, tanaman jagung, tanaman orok-orok dan tanpa tanaman pinggir pada pertanaman cabai di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan sungkup di pesemaian dapat melindungi bibit cabai merah dari B. tabaci dan menunda infeksi begomovirus selama 2 minggu. Kombinasi penggunaan sungkup di pesemaian dan tanaman pembatas pinggir jagung atau orok-orok di lahan pertanaman cabai merah dapat menekan populasi B. tabaci, insidensi penyakit daun keriting kuning cabai dan kehilangan hasil panen cabai merah akibat serangan penyakit tersebut. Rerata populasi imago B. tabaci terendah terdapat pada pertanaman cabai merah dengan perlakuan pembatas pinggir tanaman jagung dan pembatas pinggir tanaman orok-orok berturut-turut ekor dan ekor, sedangkan rerata populasi imago B. tabaci tertinggi terdapat pada petak perlakuan pembatas pinggir kain sifon dan tanpa pembatas pinggir berturut-turut ekor dan ekor. Insidensi penyakit daun keriting kuning dapat ditekan sebesar % dan kehilangan hasil panen cabai merah dapat ditekan sebesar %. Ada korelasi positif antara populasi B. tabaci dengan insidensi penyakit daun keriting kuning (r = 0.925). Terdapat korelasi negatif antara insidensi penyakit daun keriting kuning dengan hasil panen cabai merah (r = ). Kata kunci : B. tabaci, cabai merah, penyakit daun keriting kuning, tanaman pinggir. Abstract Yellow leaf curl disease caused by PepYLCV is considered as the main disease in chilli pepper, especially in Central Java. Controlling its insect vector, B. tabaci, is important to suppress the disease. The objectives of the research were to study the effect of border crops (maize, crotalaria) to population of B. tabaci, incidence of Yellow leaf curl disease and crop yield. Randomize complited design was applied for this experiment. Two kinds of seedlings, with and without

2 28 seedling cover, combined with four kinds of borders i.e. maize, crotalaria (Fabaceae), chiffon fabric and non border. The results showed the use of covered seedling was able to protect the seedling from B. tabaci and delay virus infection for 2 weeks. Population of B. tabaci was significantly lower in plot with combination at border crops (maize, crotalaria) and covered seedling. Population average of B. tabaci imago on chillipepper plant with maize, crotalaria (Fabaceae), chiffon fabric and non border were 23.30, 24.88, and respectively. The lowest Positive correlation between population of B. tabaci and disease incidence was observed (r = 0.925), where as correlation between disease incidence and yield crop was negative (r = ). Key words: B. tabaci, chili pepper, pepper yellow leaf curl disease, border crop. Pendahuluan Di Indonesia kutukebul Bemisia tabaci menjadi hama yang sangat penting terutama pada pertanaman cabai merah sejak tahun 2000, karena menimbulkan kerusakan secara langsung dan juga merupakan vektor Pepper yellow leaf curl begomovirus (PepYLCV) yang menyebabkan penyakit daun keriting kuning cabai (Hidayat et al. 2006). Penyakit daun keriting kuning sekarang menjadi epidemik pada pertanaman cabai di berbagai daerah seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Sumatera Selatan dan Lampung (Sulandari et al. 2006; Hidayat et al. 2006). Perkembangan luas serangan virus kuning di beberapa daerah di Indonesia terutama di pulau Jawa terjadi sangat cepat. Pada tahun 2003 luas serangan virus kuning berkisar antara ha dan pada tahun 2008 meningkat menjadi ha (Ditlin Hortikultura 2009). Kerusakan akibat penyakit daun keriting kuning pada pertanaman cabai sangat berat sehingga kerugian ekonomi dapat mencapai 20 sampai 100% (Sulandari et al. 2006). Penularan PepYLCV hanya terjadi melalui B. tabaci, tidak dapat melalui kontak atau biji (Brown 1994; Aidawati et al. 2002; Jones 2003; Hidayat dan Rahmayani 2007). Oleh karena itu pengendalian terhadap B. tabaci merupakan salah satu strategi untuk menekan insidensi penyakit daun keriting kuning cabai. Upaya pengendalian B. tabaci yang umum dilakukan petani selama ini adalah dengan penggunaan insektisida secara intensif. Penggunaan insektisida yang berlebihan, disamping merupakan pemborosan juga dapat membahayakan manusia dan menimbulkan berbagai kerugian terhadap lingkungan, antara lain terbunuhnya organisme bukan sasaran seperti predator dan parasitoid, dan

3 29 terjadinya resistensi hama terhadap insektisida (Naranjo dan Akey 2005; Lin dan Wang 2005). Dilaporkan oleh Sugiyama (2005) dan Setiawati et al. (2007) bahwa populasi B. tabaci sudah mulai menunjukkan ketahanan terhadap banyak jenis insektisida diantaranya dari golongan organofosfat, karbamat dan piretroid sintetik. Pemanfaatan tanaman pinggir merupakan salah satu alternatif pengendalian yang dapat menekan populasi B. tabaci di pertanaman cabai merah dan aman terhadap lingkungan. Menurut Difanzo et al. (1996) dan Fereres (2000), pemanfaatan tanaman pinggir dapat menekan insidensi penyakit tanaman oleh virus yang ditularkan melalui serangga vektor. Pemanfaatan tanaman jagung sebagai tanaman pinggir di pertanaman kentang dapat menekan insidensi penyakit virus Y kentang (PVY) yang ditularkan oleh kutudaun. Selanjutnya dilaporkan oleh Muthomi et al. (2010), bahwa tanaman jagung yang ditanam dengan jarak 0.5 dan 1 m dari pertanaman kentang dapat menekan populasi kutudaun dan insidensi penyakit virus kentang sampai 48 %. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa pemanfaatan orok-orok (Crotalaria juncea) sebagai tanaman pinggir di pertanaman zucchini dapat menekan populasi kutudaun dan insidensi penyakit virus bercak cincin papaya (PRSV) strain semangka (Roshan dan Cerruti 2011). Pemanfaatan tanaman jagung atau orok-orok sebagai pembatas pinggir pada pertanaman cabai merah untuk pengendalian B. tabaci telah dilakukan oleh para petani di Indonesia terutama di daerah Jawa Tengah. Meskipun demikian dalam cara pelaksanaannya seperti jarak dan waktu tanam antara tanaman pembatas pinggir dan tanaman cabai merah kurang tepat, sehingga hasilnya kurang maksimal. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian secara ilmiah mengenai pengaruh tanaman pembatas pinggir terhadap populasi B. tabaci dan inseidensi penyakit daun keriting kuning cabai serta kelimpahan predator penting. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh tanaman pinggir terhadap dinamika populasi B. tabaci dan tingkat insidensi penyakit daun keriting kuning pada pertanaman cabai merah di lapangan.

4 30 Bahan dan Metode Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2011 sampai Januari 2012 di lahan petani di Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, D.I. Yogyakarta (270 mdpl). Rancangan Percobaan Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 8 perlakuan dengan 3 ulangan. Perlakuan merupakan gabungan perlakuan di pesemaian (disungkup dan tanpa sungkup) dan perlakuan jenis pembatas pinggir (jagung, orok-orok, kain sifon dan tanpa pembatas pinggir) di pertanaman cabai merah di lapangan. Delapan perlakuan yang dibandingkan terdiri atas: 1) Pesemaian disungkup dan pembatas pinggir tanaman orok-orok (S+O); 2) Pesemaian disungkup dan pembatas pinggir tanaman jagung (S+J); 3) Pesemaian disungkup dan pembatas pinggir kain sifon ketinggian 2 m (S+K); 4) Pesemaian disungkup dan tanpa pembatas pinggir (S+T); 5) Pesemaian tanpa sungkup dan pembatas pinggir tanaman orok-orok (N+O); 6) Pesemaian tanpa sungkup dan pembatas pinggir tanaman jagung (N+J); 7) Pesemaian tanpa sungkup dan pembatas pinggir kain sifon ketinggian 2 m (N+K); dan 8) Pesemaian tanpa sungkup dan tanpa pembatas pinggir (N+T). Tata letak percobaan disajikan pada Lampiran 2. Pelaksanaan Percobaan Cabai merah yang ditanam untuk penelitian adalah varietas TM999. Dua jenis pesemaian disiapkan di dekat lahan penanaman cabai yaitu pesemaian disungkup (Lampiran 1a) dan tanpa menggunakan sungkup (Lampiran 1b). Pesemaian disungkup berukuran 4 m x 1.5 m x 1.5 m (panjang x lebar x tinggi) dengan 2 lapis pintu masuk, bagian atasnya ditutup dengan plastik transparan, bagian samping ditutup rapat sampai tanah dengan kain sifon (Lampiran 1a). Pesemaian tanpa sungkup berukuran 4 m x 1.5 m x 1.5 m (panjang x lebar x tinggi), bagian atasnya ditutup dengan plastik transparan, sedangkan bagian samping dibiarkan terbuka (Lampiran 1b). Bibit cabai berumur 10 hari setelah tebar benih (HSTB) dipindahkan ke wadah yang terbuat dari daun pisang (diameter 3 cm, tinggi 4 cm) kemudian dimasukkan ke dalam pesemaian.

5 31 Setiap petak perlakuan berukuran 14 m x 12.5 m dengan jarak antar petak 2 m. Setiap petak terdiri atas 6 bedengan, jarak antar bedengan 60 cm, penanaman dilakukan 2 lajur dengan jarak tanam 50 cm x 60 cm, total terdapat 30 tanaman cabai per bedengan. Tanaman pembatas pinggir jagung atau orok-orok ditanam 2 tahap sepanjang musim tanam cabai merah, yaitu 4 sampai 5 minggu sebelum pindah tanam cabai merah, dan 6 minggu setelah tanam (MST) cabai merah. Pada setiap tahap, tanaman pinggir jagung dan orok-orok terdiri atas 3 baris ditanam mengelilingi petakan tanaman cabai merah. Tanaman jagung ditanam secara zig zag dengan jarak antar tanaman 25 cm dan antar baris 25 cm. Tanaman orok-orok ditanam rapat, tanpa jarak tanam, dengan jarak antar baris 30 cm (Lampiran 1). Bibit cabai merah yang ditanam berumur 25 hari setelah semai. Penanaman cabai merah menggunakan mulsa plastik (bagian bawah warna hitam dan bagian atas warna perak). Pupuk dasar terdiri atas 40ton/ha pupuk kandang dan pupuk buatan TSP 200 kg/ha diberikan sebelum tanam; Urea : 200 kg/ha diberikan 3 kali pada umur 3, 6 dan 9 (MST); ZA : 500 kg/ha diberikan 3 kali pada umur 3, 6 dan 9 (MST) dan KCl : 200 kg/ha diberikan 3 kali pada umur 3, 6 dan 9 (MST). Pemeliharaan tanaman seperti penyiraman dilakukan sesuai dengan kebutuhan tanaman di lapangan, sehingga secara agronomis tanaman dapat tumbuh dengan baik. Penyiangan dilakukan dalam satu musim tanam empat kali atau menurut kebutuhan di lapangan. Pengendalian hama dan penyakit bukan sasaran apabila dianggap perlu digunakan pestisida, maka penggunaan pestisida tersebut diupayakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu tujuan percobaan, sehingga penarikan kesimpulan hasil percobaan tidak mengalami kesalahan. Parameter Pengamatan Pengamatan populasi imago B. tabaci di pesemaian dengan menggunakan perangkap kuning berbentuk silinder dengan diameter 6cm dan panjang 15cm (Lampiran 3a dan 4a)) sebanyak 3 perangkap setiap tempat pesemaian, dan dipasang selama 24 jam/pengamatan. Pengamatan dilakukan sejak tanaman berumur 15 hari setelah semai. Pengamatan di lapangan dilakukan terhadap 10 tanaman contoh per petak perlakuan yang ditentukan secara sistematis. Pengamatan dimulai sejak umur

6 32 tanaman cabai merah 2 MST sampai panen pertama, dengan interval satu minggu. Untuk pengamatan populasi imago B. tabaci digunakan perangkap kuning berbentuk silinder dengan diameter 6 cm dan panjang 15 cm (Lampiran 3a dan 4a) sebanyak 3 perangkap/petak perlakuan, dipasang selama 24 jam/pengamatan. Pengamatan populasi nimfa B. tabaci dilakukan dengan cara mengambil 2 helai daun cabai yang arahnya berlawanan pada tanaman contoh kemudian dihitung jumlah nimfanya dengan bantuan kaca pembesar atau mikroskop binokuler di laboratorium (Lampiran 3b dan 4b). Insidensi penyakit daun keriting kuning dihitung dengan membandingkan proporsi tanaman bergejala dari seluruh tanaman contoh yang diamati (Sulandari et al. 2006). Perkembangan penyakit dihitung berdasarkan AUDPC (Area Under Disease Progress Curve) dengan rumus (Louws et al. 1996): n-1 AUDPC = ( Y i + Y i + 1 ) (t i + 1 t i ) i 2 Keterangan : AUDPC = Kurva perkembangan penyakit Yi + 1 = Data pengamatan ke i + 1 Y i = Data pengamatan ke i t i + 1 = Waktu pengamatan ke i + 1 t i n = Waktu pengamatan ke i = Jumlah pengamatan Persentase penghambatan penyebaran (P) penyakit daun keriting kuning cabai akibat perlakuan dihitung berdasarkan rumus: P = ( 1 AUDPC perlakuan AUDPC kontrol ) x 100% Panen cabai merah dilakukan sebanyak 6 kali dengan interval satu minggu. Buah cabai yang sehat dan busuk baik oleh penyakit maupun lalat buah dipisahkan kemudian masing-masing ditimbang beratnya. Analisis Data Data diolah dengan menggunakan analisis ragam program SAS 90. Jika terdapat perbedaan antar perlakuan, pengolahan dilanjutkan dengan uji jarak

7 33 berganda Duncan pada taraf nyata 5 persen. Hubungan antara kedua parameter dilakukan analisi Korelasi-regresi dengan uji t dan uji F pada taraf nyata 5 %. Hasil dan Pembahasan. Dinamika Populasi B. tabaci di Pesemaian dan Lapangan Jumlah imago B. tabaci pada perangkap kuning di pesemaian terbuka berkisar antara 5 17 ekor/hari sementara di pesemaian yang disungkup tidak satupun imago yang tertangkap (Jumlah imago yang tertangkap = 0)(Gambar 3.1) Jumlah imago / perangkap Waktu pengamatan (HSS) Gambar 3.1 Rerata jumlah imago B. tabaci pada perangkap kuning di pesemaian cabai merah (HSS = hari setelah semai) Data tersebut menunjukkan bahwa kehadiran imago B. tabaci sudah dimulai sejak awal pertumbuhan tanaman (14 HSS) dan pesemaian disungkup dapat melindungi tanaman dari B. tabaci, sehingga infeksi begomovirus tidak terjadi pada saat tanaman masih muda (awal tanam). Dilaporkan oleh Sulandari et al. (2006) bahwa, infeksi Begomovirus sejak awal tanam dapat menyebabkan kerusakan atau kehilangan hasil cabai merah hingga 100 %. Jumlah imago B. tabaci pada perangkap kuning di pertanaman cabai merah dengan pembatas pinggir lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan di pertanaman tanpa pembatas pinggir (Tabel 3.1). Hal tersebut menunjukkan bahwa jagung, orok-orok dan kain kasa efektif mencegah atau mengurangi masuknya imago B. tabaci ke dalam pertanaman cabai merah. Tanaman pinggir jagung dan

8 34 orok-orok lebih efektif dibandingkan dengan pembatas pinggir dari kain sifon dalam menghambat masuknya imago B. tabaci ke pertanaman cabai merah. Fenomena tersebut diduga terjadi karena pembatas pinggir dari kain sifon hanya berperan sebagai penghalang fisik, sedangkan tanaman pinggir seperti jagung dan orok-orok berperan ganda. Tanaman pinggir tersebut berperan sebagai penghalang fisik bagi hama untuk menemukan tanaman inangnya dan berperan sebagai samaran inang yang membuat tanaman inang sulit ditemukan (Perfecto dan Sediles 1992). Nderitu et al. (2008) melaporkan bahwa strategi pemanfaatan tanaman pinggir (border cropping) dalam pengendalian hama dan serangga vektor, berhubungan dengan perilaku aktivitas terbang serangga dalam mencari tanaman inang untuk berkoloni, makan dan reproduksi. Pada saat aktif terbang serangga vektor tidak dapat membedakan antara tanaman inang dan bukan inang secara visual. Setelah sampai di permukaan daun serangga vektor melakukan seleksi kecocokan inang dengan alat mulutnya. Tanaman pinggir di sekeliling tanaman utama dapat menyebabkan serangga vektor menghabiskan sebagian besar waktu untuk melakukan seleksi kecocokan inang pada permukaan daun tanaman pinggir. Dengan demikian dapat menghambat proses makan, kolonisasi dan reproduksi pada tanaman inang termasuk juga kesempatan menularkan virus (Hooks dan Fereres 2006; Damicone et al. 2007). Dinamika populasi imago B. tabaci di pertanaman cabai merah pada semua perlakuan menunjukkan kecenderungan yang sama. Pada awal pertumbuhan tanaman cabai merah, populasi imago B. tabaci rendah, kemudian meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman dan populasi imago B. tabaci mencapai maksimum pada umur tanaman cabai sekitar 8 9 MST, setelah itu populasi imago turun kembali seiring dengan bertambahnya umur tanaman (Tabel 3.1). Fenomena ini terjadi diduga karena adanya hubungan antara perilaku kutukebul dalam memperoleh makanan dengan pertumbuhan vegetatif tanaman yang berkaitan dengan lebar dan kerimbunan tajuk. Kutukebul baik imago maupun nimfanya memperoleh makanannya dari daun tanaman. Di sisi lain di dalam pertumbuhan vegetatif zat-zat makanan lebih dominan ditujukan untuk pertumbuhan batang dan daun. Pada vase generatif pertumbuhan tinggi dan daun tanaman relatif terhenti, dan zat-zat makanan lebih dominan ditujukan untuk

9 35 pembentukan bunga dan buah. Menurut Suwandi et al. (1999) awal fase generatif pertanaman cabai merah di dataran rendah berkisar 8 10 MST. Oleh karena itu, populasi kutukebul tersebut mencapai maksimum pada umur tanaman cabai sekitar 8 9 MST setelah itu menurun kembali. Populasi nimfa B. tabaci yang ditemukan pada daun cabai merah tergolong rendah yaitu kurang dari 3 nimfa per daun (Tabel 3.2). Data tersebut menunjukkan bahwa imago B. tabaci yang tertangkap selama musim tanam kemungkinan adalah populasi B. tabaci yang bermigrasi dan bukan B. tabaci yang mengkoloni tanaman cabai. B. tabaci tergolong serangga yang memiliki kisaran inang yang luas (Oliveira et al. 2001). Indrayani dan Sulistyowati (2005) melaporkan bahwa B. tabaci mempunyai preferensi tinggi terhadap spesies inang yang memiliki trikoma pada permukaan bawah daun, antara lain terung dan kapas, dan sebaliknya kurang menyukai spesies inang yang tidak memiliki trikoma pada permukaan bawah daun. Dalam penularan virus daun keriting kuning cabai, yang sangat berperan adalah imago B. tabaci bukan nimfanya, karena imagonya aktif terbang (mobile) sedangkan nimfanya tidak bergerak (diam di tempat) kecuali instar 1. Oleh karena itu, keberhasilan B. tabaci migrasi masuk ke pertanaman cabai akan menyebabkan tingginya insidensi penyakit daun keriting kuning cabai (Jones 2003). Menurut Hooks dan Fereres (2006) pemanfaatan tanaman pinggir dapat mengurangi jumlah B. tabaci yang migrasi dan mengkoloni pada pertanaman cabai merah. Selain itu, perilaku serangga vektor dalam menularkan virus tanaman biasanya diawali pada bagian pinggir area pertanaman. Dengan demikian, tanaman pinggir berfungsi sebagai samaran bagian pinggir area pertanaman yang diusahakan, sehingga penularan virus sebagaian besar terjadi pada tanaman pinggir, dan pada akhirnya dapat mengurangi insidensi penyakit virus pada pertanaman yang diusahakan (Damicone et al. 2007).

10 32 36 Tabel 3.1 Rerata jumlah imago B. tabaci/perangkap di pertanaman cabai merah pada perlakuan kombinasi antara pesemaian dan jenis pembatas pinggir. Kombinasi Waktu pengamatan (minggu setelah tanam) 2 1 Perlakuan S + K 34.67b 48.33b 59.00b 73.33b 84.33b 91.67b b 96.67b 80.33b 45.67b 21.00d S + O 26.00c 41.00bc 45.67c 65.00c 70.67c 84.00d c 83.67c 71.00c 43.33c 20.00d S + J 26.33c 35.67c 45.00dc 64.67c 70.67c 81.67d c 83.33c 70.33c 41.67d 18.33e S + T 41.67a 59.33a 77.67a 97.33a a a a a 91.33a 58.67a 34.67b N + K 36.33b 46.00b 61.33b 78.67b 82.67b 93.33b b 95.00b 82.00b 46.00b 22.67c N + O 28.33bc 38.00c 48.33c 60.00d 69.00c 88.00c c 81.33c 69.33c 43.33c 20.00d N + J 27.33c 37.33c 43.00d 56.33e 70.67c 87.33c c 82.00c 69.00c 43.00c 21.00d N + T 43.00a 61.33a 79.67a 96.67a a a a a 92.67a 59.00a 36.67a 1 S, pesemaian disungkup N, pesemaian tanpa sungkup. K, kain sifon (ketinggian 2 m) sebagai pembatas pinggir O, tanaman orok-orok sebagai pembatas pinggir J, tanaman jagung sebagai pembatas pinggir; T, tanpa pembatas pinggir. 2 Angka rerata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf 5 %.

11 33 Tabel 3.2 Rerata jumlah nimfa B. tabaci/daun di pertanaman cabai merah pada perlakuan kombinasi antara perlakuan pesemaian dan jenis pembatas pinggir. 2 Kombinasi Waktu pengamatan (minggu setelah tanam) 32 1 Perlakuan S + K 0.70b 1.13a 1.73a 0.87c 1.07c 1.80b 1.80b 1.47b 1.37ab 1.00b S + O 0.17c 0.40b 0.53b 0.40de 0.37d 0.90c 0.80c 0.40d 0.47c 0.33c S + J 0.13c 0.47b 0.43b 0.47d 0.50d 1.03c 0.77c 0.50d 0.53c 0.43c S + T 0.77ab 1.20a 1.43a 1.87a 1.33b 2.83a 2.73a 1.67ab 1.43a 1.20a N + K 0.73ab 1.13a 1.50a 0.83c 1.07c 1.73b 1.43b 1.43b 1.07b 0.90b N + O 0.20c 0.50b 0.37b 0.40de 0.53d 0.90c 0.73c 0.73c 0.53c 0.50c N + J 0.13c 0.40b 0.43b 0.27e 0.47d 0.73c 0.80c 0.77c 0.57c 0.40c N + T 0.83a 1.27a 1.77a 1.13b 1.57a 2.03b 2.93a 1.73a 1.23ab 0.90b 1 S, pesemaian disungkup N, pesemaian tanpa sungkup K, kain sifon (ketinggian 2 m) sebagai pembatas pinggir O, tanaman orok-orok sebagai pembatas pinggir J, tanaman jagung sebagai pembatas pinggir; T, tanpa pembatas pinggir. 2 Angka rerata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf 5 %. 37

12 38 Insidensi Penyakit Daun Keriting Kuning dan Pengaruhnya terhadap Hasil Panen Cabai Merah Gejala penyakit daun keriting kuning cabai mulai tampak sejak awal tanam (2 MST) dan terjadi pada petak perlakuan yang bibitnya berasal dari pesemaian tanpa sungkup, sedangkan pada petak perlakuan yang bibitnya berasal dari pesemaian yang disungkup belum tampak adanya gejala penyakit (Gambar 3.2). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan sungkup di pesemaian dapat menunda insidensi penyakit daun keriting kuning di lapangan. Insidensi penyakit terus meningkat sesuai dengan bertambahnya umur tanaman (pada pengamatan selanjutnya dari 4 12 MST). Pada awal masa panen tingkat insidensinya berkisar 50% sampai 80%. Insidensi penyakit yang terendah terjadi pada kombinasi perlakuan pesemaian disungkup dengan pembatas pinggir tanaman jagung dan orok-orok (S+J dan S+O) masing-masing sebesar 50.56% dan 51.11%, sedangkan yang tertinggi terjadi pada kombinasi perlakuan pesemaian tanpa sungkup dengan pembatas pinggir dari kain sifon dan tanpa pembatas pinggir (N+K dan N+T) masing-masing 81.67% dan 80.56% (Gambar 3.2). Hasil perhitungan nilai AUDPC terlihat bahwa semakin rendah nilai AUDPC semakin tinggi persentase penghambatannya atau penekanan penyakit daun keriting kuning (Tabel 3.3). Nilai AUDPC terendah ( ) dan persentase penghambatan penyakit tertinggi % terdapat pada petak perlakuan kombinasi penggunaan sungkup di pesemaian dan penanaman orokorok atau jagung sebagai pembatas pinggir. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi penggunaan sungkup di pesemaian dan penanaman orokorok atau jagung sebagai pembatas pinggir terbukti dapat menekan insidensi penyakit daun keriting kuning sebesar ( %). Insidensi penyakit tersebut sangat berkaitan dengan aktivitas pergerakan B. tabaci. Analisis regresi korelasi antara populasi imago B. tabaci dan insidensi penyakit daun keriting kuning cabai memperoleh nilai persamaan y = x dengan koefisien determinasi R2 = (F = 35.62;P < 0.001) dan koefisien korelasi r = (t = 5.91; P < 0.001) (Gambar 3.3). Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara populasi imago B. tabaci dengan insidensi penyakit daun keriting kuning. Peningkatan populasi imago B. tabaci dapat menyebabkan

13 39 peningkatan insidensi penyakit. Penelitian penularan Begomovirus pada cabai menunjukkan bahwa insidensi penyakit daun keriting kuning meningkat dengan penggunaan jumlah B. tabaci yang lebih banyak (Rusli et al. 1999). Penelitian lain di daerah Lampung menunjukkan bahwa populasi B. tabaci berpengaruh terhadap insidensi penyakit daun keriting kuning, makin tinggi populasi B. tabaci maka insidensi penyakit pada pertanaman cabai makin tinggi (Sudiono dan Purnomo 2009). 90 Insidensi penyakit kuning (%) S.K S.O S.J S.T N.K N.O N.J N.T 0 2MST 4MST 6MST 8MST 10MST 12MST Umur Tanaman Gambar 3.2 Rerata insidensi penyakit daun keriting kuning cabai (%) pada pertanaman cabai merah dengan kombinasi perlakuan pesemaian dan jenis tanaman pinggir (S = pesemaian disungkup, N = pesemaian tanpa sungkup, K = kain sifon ketinggian 2m sebagai pembatas pinggir, O = tanaman orok-orok sebagai pembatas pinggir; J = tanaman jagung sebagai pembatas pinggir, T = tanpa pembatas pinggir)

14 40 Tabel 3.3 Pengaruh perlakuan terhadap nilai AUDPC dan penekanan penyakit daun keriting kuning (%) di pertanaman cabai pada pengamatan 2 12 minggu setelah tanam. Kombinasi perlakuan AUDPC Penekanan penyakit(%) S + K S + O S + J S + T N + K N + O N + J N + T Insidensi penyakit(%) y = 6.165x R 2 = r = Populasi Imago B. tabaci Gambar 3.3 Regresi populasi B. tabaci dengan insidensi penyakit daun keriting kuning cabai Secara keseluruhan bobot buah cabai merah yang busuk baik oleh serangan lalat buah maupun penyakit berkisar 0.68 ± 0.08 sampai 0.82 ± 0.09 kg dan tidak berbeda nyata pada semua petak perlakuan. Perbedaan bobot buah cabai merah di petak perlakuan semata-mata disebabkan oleh perbedaan insidensi penyakit daun keriting kuning. Bobot buah cabai merah tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan penggunaan sungkup di pesemaian dan tanaman pinggir

15 41 jagung atau orok-orok (S+J dan S+O) di lapangan, sedangkan terendah pada kombinasi perlakuan pembatas pinggir dari kain sifon dan pesemaian cabai terbuka (N+K) (Gambar 3.4). Infeksi PepYLCV dilaporkan dapat menyebabkan penurunan produksi tanaman cabai yang sangat tinggi (Hidayat et al. 2006). Pada penelitian di Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta insidensi penyakit daun keriting kuning sampai 12 MST berkisar antara 50% sampai 81% (Gambar 3.2) dan bobot buah cabai berkisar 8.03 sampai kg/petak (Gambar 3.4). Analisis regresi korelasi terhadap insidensi penyakit daun keriting kuning dan bobot buah cabai memperoleh nilai persamaan P = K dengan koefisien determinasi R2 = (F = 82.60; P < 0.001) (Gambar 3.5) dan koefisien korelasi r = (t = 9.09; P < 0.001). Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara insidensi penyakit daun keriting kuning dengan bobot buah cabai. Peningkatan insidensi penyakit daun keriting kuning dapat menyebabkan penurunan bobot buah cabai hasil panen. Bobot cabai (kg)/petak c 27.56a 27.58a 18.34c 8.03d 23.85b 21.91b 15.66c S+K** S+O S+J S+T N+K N+O N+J N+T Kombinasi perlakuan Gambar 3.4 Rerata bobot buah cabai per petak (kg) pada pertanaman cabai merah dengan kombinasi perlakuan pesemaian dan jenis tanaman pinggir (S = pesemaian disungkup, N = pesemaian tanpa sungkup, K = kain sifon ketinggian 2m sebagai pembatas pinggir, O = tanaman orokorok sebagai pembatas pinggir; J = tanaman jagung sebagai pembatas pinggir, T = tanpa pembatas pinggir, * Angka rerata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada ujung batang menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji Duncan pada taraf 5 % )

16 42 Y = X R 2 = Gambar 3.5 Regresi antara insidensi penyakit daun keriting kuning dengan bobot buah cabai Simpulan Penggunaan sungkup dapat melindungi pesemaian dari serangan B. tabaci dan menunda infeksi virus selama 2 minggu. Penggunaan tanaman pinggir (jagung atau orok-orok) berpengaruh nyata dalam menurunkan populasi B. tabaci dan insidensi penyakit daun keriting kuning cabai. Kombinasi penggunaan sungkup di pesemaian dan tanaman pinggir jagung atau orok-orok di sekeliling pertanaman cabai merah efektif mengendalikan B. tabaci, sehingga insidensi penyakit daun keriting kuning dapat ditekan sebesar % dan kehilangan hasil panen cabai merah dapat ditekan sebesar %. Ada korelasi positif antara populasi B. tabaci dengan insidensi penyakit daun keriting kuning (r = 0.925), dan sebaliknya ada korelasi negatif antara insidensi penyakit daun keriting kuning dengan hasil panen tanaman (r = ). Rerata populasi imago B. tabaci pada pertanaman cabai merah dengan perlakuan pembatas pinggir tanaman jagung, pembatas pinggir tanaman orokorok, pembatas pinggir kain sifon dan tanpa pembatas pinggir berturut-turut ekor, ekor, ekor dan ekor. Rerata insidensi penyakit daun keriting kuning pada pertanaman cabai merah dengan perlakuan pembatas pinggir

17 43 tanaman jagung, pembatas pinggir tanaman orok-orok, pembatas pinggir kain sifondan tanpa pembatas pinggir berturut-turut 50%, 51.56%, 75% dan 80.61%. Rerata hasil panen cabai merah dengan perlakuan pembatas pinggir tanaman jagung, pembatas pinggir tanaman orok-orok, pembatas pinggir kain sifon dan tanpa pembatas pinggir berturut-turut kg/plot, kg/plot, kg/plot dan kg/plot. Daftar Pustaka Aidawati N, Hidayat SH, Suseno R, Sosromarsono S Transmision of an Indonesian isolate of tobacco leaf curl virus (Gemini virus) by Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae) Plant Pathol 18: Brown JK Current status of Bemisia tabaci as a plant pest and virus vector in agro ecosystems word wide. FAO. Plant Prot. Bull. 42: Damicone JP, Edelson JV, Sherwood JL, Myers LD, Motes JE Effects of border crops and intercrops on control 0f cucurbit virus diseases. J. Plants Dis. 91: Difanzo CD, Rogsdale DW, Radcliffe NC, Sencor GA Crop borders reduce potato virus Y incidence in seed potato. Annals of Applied Biology 129: Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura Virus kuning pada cabai. Makalah disampaikan pada Seminar Kelompok Kerja, April 2009 di Yogyakarta. Fereres A Border crops as a culture measure of non-persistently transmitted aphid-borne viruses. Virus Research 71: Hidayat SH, Chatchawankanpanich O, Rusli E, Aidawati N Begomovirus assosiated with pepper yellow leaf curl diseases in West Java, Indonesia. J. Indon. Microbial. 11 (2): Hidayat SH, Rahmayani E Transmission of tomato leaf curl begomovirus by two different species of whitefly (Hemiptera : Aleyrodidae) J. Plant Pathol. 23 (2): Hooks CRR, Fereres Protecting crops from non-persistently aphid transmitted. viruses: Areviev of the barrier plants as a management tool. Virus Research 120: Indrayani IGGA, Sulistyowati E Pengaruh kerapatan bulu daun pada tanaman kapas terhadap kolonisasi Bemisia tabaci Gennadius. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 11 (3):

18 44 Jones D Plant viruses transmitted by whiteflies. Eur. J. Plan. Pathol 10 (9): Lin FC, Hsieh TT, Wang CL Occurrence of whiteflies and their integrated management in Taiwan. Pp In. Proc. of the International Seminar on Whitefly Management and Control Strategy. Taichung Taiwan. Oct 3 8, 2005 Louws, F.J. Mary, K.H. John, F.K. & Cristine, T.S Impact of Reduced Fungicide and Tillage on Blight, Fruit Root and Yield Processing Tomatoes. J. Plant Disease : Muthomi JW, Kinyungu TN, Nderitu JH, Olubayo FM, Kabira JN Effect of maize border crop placement distance on aphid population and aphidtransmitted virus diseases in potato. Journal Entomology 7: Naranjo SE, Akey DH Conservation of natural enemies in Cotton : Comperative selectivity of Acetamiprid in the Management of Bemisia tabaci. Pest. Manag. Sci. 61 (6): Nderitu JH, Kasina M, Malenge F Evaluating border cropping system for management of aphid (Hemiptera : Aphididae) infecting okra (Malfaceae) in Kenya. Journal of Entomology 5: Norris FF, Kogan M Ecology of interaction between weeds and arthrophods. Ann. Rev. Entomol. 50: Oliveira MRV, Henneberry TJ, Anderson P History, current status and collaborative research projects for Bemisia tabaci. Crop Protection 20: Perfecto I, Sediles A Vegetational diversity, ants (Hymenoptera: Formicidae), and herbivorous pest in a neotropical agroecosystem. Environ. Entomol 21(1): Roshan Manandhar, Cerruti RR Hooks Ushing protector plants to reduce the incidence of papaya ringspot virus-watermelon strain in zucchini. Environmental Entomology 40 (2): Rusli ES, Hidayat SH, Suseno R, Tjahjono B Virus gemini pada cabai: Variasi gejala dan studi cara penularan. Buletin Hama dan Penyakit Tumbuhan 11 (1): Setiawati W, Udiarto BK, Soetiarso TA Selektivitas Beberapa Insektisida terhadap Hama Kutu Kebul (Bemisia tabaci Genn.) dan Predator Menochilus sexmaculatus Fabr. Jurnal Hortikultura Vol.17, No. 2, Tahun Sudiono, Purnomo Hubungan antara populasi kutukebul (Bemisia tabaci Genn) dan penyakit kuning pada cabai di Lampung Barat. J. HPT. Tropika 9 (2):

19 45 Sulandari S, Suseno R, Hidayat SH, Harjosudarno J, Sosromarsono S Deteksi dan kajian kisaran inang virus penyebab penyakit daun keriting kuning cabai J. Hayati Vol. 13 (4): 1 6. Sugiyama K Management of whitefly for commercial tomato production in greenhouses in Shizuoka, Japan. In. Proc. of the International Seminar on Whitefly Management and Control Strategy. Taichung, Taiwan. Oct 3 8, pp Suwandi, N. Nurteka dan S. Sahat Bercocok Tanam Sayuran Dataran Rendah. Laporan Balai Penelitian Hortikultura Lembang dan Proyek ATA 395. Lembang :

VI. PEMBAHASAN UMUM Strategi pengendalian B. tabaci dengan Perpaduan Pemanfaatan Tanaman Pembatas Pinggir dan Predator

VI. PEMBAHASAN UMUM Strategi pengendalian B. tabaci dengan Perpaduan Pemanfaatan Tanaman Pembatas Pinggir dan Predator VI. PEMBAHASAN UMUM Strategi pengendalian B. tabaci dengan Perpaduan Pemanfaatan Tanaman Pembatas Pinggir dan Predator Penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) terdiri atas 6 komponen pengendalian yang

Lebih terperinci

IV. PENGARUH TANAMAN PEMBATAS PINGGIR DI PERTANAMAN CABAI MERAH TERHADAP KELIMPAHAN SERANGGA PREDATOR

IV. PENGARUH TANAMAN PEMBATAS PINGGIR DI PERTANAMAN CABAI MERAH TERHADAP KELIMPAHAN SERANGGA PREDATOR IV. PENGARUH TANAMAN PEMBATAS PINGGIR DI PERTANAMAN CABAI MERAH TERHADAP KELIMPAHAN SERANGGA PREDATOR (The Effect of border crops in chillipepper plantation to abundance of predacious insect) Abstrak Pengendalian

Lebih terperinci

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian.

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 343 meter

Lebih terperinci

Penyebaran Penyakit Kuning pada Tanaman Cabai di Kabupaten Tanggamus Dan Lampung Barat

Penyebaran Penyakit Kuning pada Tanaman Cabai di Kabupaten Tanggamus Dan Lampung Barat Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 13 (1): 1-7 ISSN 1410-5020 Penyebaran Penyakit Kuning pada Tanaman Cabai di Kabupaten Tanggamus Dan Lampung Barat The Spread of Yellow Disease of Chili Plant in

Lebih terperinci

Oleh Administrator Kamis, 07 November :05 - Terakhir Diupdate Kamis, 07 November :09

Oleh Administrator Kamis, 07 November :05 - Terakhir Diupdate Kamis, 07 November :09 Tanaman tomat (Lycopersicon lycopersicum L.) termasuk famili Solanaceae dan merupakan salah satu komoditas sayuran yang sangat potensial untuk dikembangkan. Tanaman ini dapat ditanam secara luas di dataran

Lebih terperinci

KEJADIAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN CABAI KECIL YANG DIBUDIDAYAKAN SECARA VERTIKULTUR DI SIDOARJO ABSTRAK

KEJADIAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN CABAI KECIL YANG DIBUDIDAYAKAN SECARA VERTIKULTUR DI SIDOARJO ABSTRAK Jurnal HPT Volume 1 Nomor 4 Desember 2013 ISSN : 2338-4336 30 KEJADIAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN CABAI KECIL YANG DIBUDIDAYAKAN SECARA VERTIKULTUR DI SIDOARJO Fatkur Roziq*, Ika Rochdjatun Sastrahidayat,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b)

BAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan

Lebih terperinci

Jurnal Agrikultura Volume 19, Nomor 3, Tahun 2008 ISSN

Jurnal Agrikultura Volume 19, Nomor 3, Tahun 2008 ISSN Hubungan antara Kepadatan Populasi Kutu Daun Persik (Myzus persicae Sulz.) dan Tingkat Kerusakan Daun dengan Kehilangan Hasil Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Sudarjat Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POPULASI KUTU KEBUL (BEMISIA TABACI GENN.) DAN PENYAKIT KUNING PADA CABAI DI LAMPUNG BARAT

HUBUNGAN ANTARA POPULASI KUTU KEBUL (BEMISIA TABACI GENN.) DAN PENYAKIT KUNING PADA CABAI DI LAMPUNG BARAT Sudiono J. HPT Tropika. & Purnomo ISSN : 1411-7525 Hubungan antara Populasi Kutu Kebul dan Penyakit Kuning pada Cabai di Lampung Barat 115 Vol. 9, No. 2: 115-120, September 2009 HUBUNGAN ANTARA POPULASI

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari

Lebih terperinci

Pengaruh Jarak Tanam dan Ukuran Umbi Bibit terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kentang Varietas Granola untuk Bibit

Pengaruh Jarak Tanam dan Ukuran Umbi Bibit terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kentang Varietas Granola untuk Bibit J. Hort. 18(2):155-159, 2008 Pengaruh Jarak Tanam dan Ukuran Umbi Bibit terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kentang Varietas Granola untuk Bibit Sutapradja, H. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Jl. Tangkuban

Lebih terperinci

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Kehilangan hasil yang disebabkan gangguan oleh serangga hama pada usaha tani komoditas hortikultura khususnya kentang, merupakan

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura KERAGAAN VARIETAS KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN Eli Korlina dan Sugiono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur Jl. Raya Karangploso Km. 4 Malang E-mail korlinae@yahoo.co.id ABSTRAK Kedelai merupakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Serangga predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan serangga predator sudah dikenal

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan milik petani di Desa Dolat Rakyat-

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan milik petani di Desa Dolat Rakyat- 22 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian ini dilaksanakan di lahan milik petani di Desa Dolat Rakyat- Tongkoh, Kabupaten Karo, Sumatera Utara dengan jenis tanah Andosol, ketinggian tempat

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TANAMAN PEMBATAS PINGGIR DAN PREDATOR COCCINELLIDAE UNTUK PENGENDALIAN

PEMANFAATAN TANAMAN PEMBATAS PINGGIR DAN PREDATOR COCCINELLIDAE UNTUK PENGENDALIAN PEMANFAATAN TANAMAN PEMBATAS PINGGIR DAN PREDATOR COCCINELLIDAE UNTUK PENGENDALIAN KUTUKEBUL Bemisia tabaci (GENNADIUS) (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE), VEKTOR BEGOMOVIRUS PADA PERTANAMAN CABAI MERAH (Capsicum

Lebih terperinci

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Masalah yang sering dihadapi dan cukup meresahkan petani adalah adanya serangan hama

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan Waktu dan Tempat Penelitian Rancangan Percobaan ProsedurPenelitian

BAHAN DAN METODE Bahan Waktu dan Tempat Penelitian Rancangan Percobaan ProsedurPenelitian 11 BAHAN DAN METODE Bahan Bahan tanaman yang digunakan adalah benih jagung hibrida varietas BISI 816 produksi PT. BISI International Tbk (Lampiran 1) dan benih cabai merah hibrida varietas Wibawa F1 cap

Lebih terperinci

Keparahan Penyakit Daun Keriting Kuning dan Pertumbuhan Populasi Kutukebul pada Beberapa Genotipe Cabai

Keparahan Penyakit Daun Keriting Kuning dan Pertumbuhan Populasi Kutukebul pada Beberapa Genotipe Cabai ISSN: 0215-7950 Volume 10, Nomor 6, Desember 2014 Halaman 195 201 DOI: 10.14692/jfi.10.6.195 Keparahan Penyakit Daun Keriting Kuning dan Pertumbuhan Populasi Kutukebul pada Beberapa Genotipe Cabai Intensity

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POPULASI KUTU KEBUL (Bemisia tabacigenn) DAN KETERJADIAN PENYAKIT KUNING PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.) DI DATARAN RENDAH.

HUBUNGAN ANTARA POPULASI KUTU KEBUL (Bemisia tabacigenn) DAN KETERJADIAN PENYAKIT KUNING PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.) DI DATARAN RENDAH. 1 HUBUNGAN ANTARA POPULASI KUTU KEBUL (Bemisia tabacigenn) DAN KETERJADIAN PENYAKIT KUNING PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.) DI DATARAN RENDAH. SKRIPSI OLEH: MONICA ANGELA SINGARIMBUN 110301106 AGROEKOTEKNOLOGI-HPT

Lebih terperinci

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. PERENCANAAN TANAM 1. Pemilihan lokasi tanam 2. Sistem tanam 3. Pola tanam 4. Waktu tanam 5. Pemilihan varietas Perencanaan Persyaratan Tumbuh

Lebih terperinci

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ABSTRAK Aksesi gulma E. crus-galli dari beberapa habitat padi sawah di Jawa Barat diduga memiliki potensi yang berbeda

Lebih terperinci

STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN

STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN [STUDY ON THREE EGG PLANT VARIETIES GROWN ON DIFFERENT COMPOSITION OF PLANT MEDIA, ITS EFFECT ON GROWTH

Lebih terperinci

Turnip BP. Desita Salbiah, Agus Sutikno, Boby Pamrianus Turnip Fakultas Pertanian Universitas Riau ABSTRACT

Turnip BP. Desita Salbiah, Agus Sutikno, Boby Pamrianus Turnip Fakultas Pertanian Universitas Riau ABSTRACT Turnip BP PENGARUH JUMLAH BARIS TANAMAN PERANGKAP PADA TANAMAN CABAI MERAH (Capsicum annum L.) UNTUK MENGENDALIKAN SERANGAN KUTU DAUN Aphis gossypii Glover (HOMOPTERA: APHIDIDAE) Influence of amount row

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

*) Dibiayai Dana DIPA Universitas Andalas Tahun Anggaran 2009 **) Staf Pengajar Fakultas Pertanian Univ.Andalas Padang

*) Dibiayai Dana DIPA Universitas Andalas Tahun Anggaran 2009 **) Staf Pengajar Fakultas Pertanian Univ.Andalas Padang PENERAPAN PENGGUNAAN INSEKTISIDA BIORASIONAL UNTUK MENGENDALIKAN HAMA KUTU KEBUL, Bemisia tabaci PENYEBAB PENYAKIT VIRUS KUNING KERITING CABAI DI NAGARI BATU TAGAK, KECAMATAN LUBUK BASUNG, KABUPATEN AGAM,

Lebih terperinci

E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: Vol. 6, No. 3, Juli 2017

E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: Vol. 6, No. 3, Juli 2017 Hubungan Antara Populasi Kutu Kebul (Bemisia tabaci) (Gennadius) ( Hemiptera : Aleyrodidae) dengan Insiden Penyakit Kuning pada Tanaman Tomat (Solanum Lycopersicum Mill.) di Dusun Marga Tengah, Desa Kerta,

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI MACAM BOBOT UMBI BIBIT BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) YANG BERASAL DARI GENERASI KE SATU TERHADAP PRODUKSI

PENGARUH BERBAGAI MACAM BOBOT UMBI BIBIT BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) YANG BERASAL DARI GENERASI KE SATU TERHADAP PRODUKSI PENGARUH BERBAGAI MACAM BOBOT UMBI BIBIT BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) YANG BERASAL DARI GENERASI KE SATU TERHADAP PRODUKSI Effects of Various Weight of Shallot Bulb Derived from First Generation

Lebih terperinci

Kutu Kebul Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) Penyebar Penyakit Virus Mosaik Kuning pada Tanaman Terung

Kutu Kebul Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) Penyebar Penyakit Virus Mosaik Kuning pada Tanaman Terung Kutu Kebul Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) Penyebar Penyakit Virus Mosaik Kuning pada Tanaman Terung Terung merupakan tanaman asli India dan Srilanka, satu famili dengan tomat dan kentang.

Lebih terperinci

Agro inovasi. Kiat Sukses Berinovasi Cabai

Agro inovasi. Kiat Sukses Berinovasi Cabai Agro inovasi Kiat Sukses Berinovasi Cabai 2 AgroinovasI Kiat Sukses Berinovasi Cabai Cabai merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai nilai ekonomis cukup penting. Salah satu faktor yang

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Populasi Rhopalosiphum maidis Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kutu daun R. maidis mulai menyerang tanaman jagung dan membentuk koloni sejak tanaman berumur

Lebih terperinci

Dinamika Populasi Hama Penghisap Daun dan Kejadian Gejala Serangan Geminivirus pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) di Sembalun

Dinamika Populasi Hama Penghisap Daun dan Kejadian Gejala Serangan Geminivirus pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) di Sembalun Dinamika Populasi Hama Penghisap Daun dan Kejadian Gejala Serangan Geminivirus pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) di Sembalun The Population Dinamics of Peast-Sucking Insects And The Incidence of Geminivirus

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 hari

Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 hari Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1 Golongan Bentuk tanaman Tinggi tanaman Umur tanaman : hibrida : tegak : 110-140 cm : mulai berbunga 65 hari mulai panen 90 hari Bentuk kanopi : bulat Warna batang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai

III. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian III. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan Percut

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Anonimous, 2009.Pupuk Hantu untuk Pertanian Organik.www.pencerah.com.25 Januari 2010.

DAFTAR PUSTAKA. Anonimous, 2009.Pupuk Hantu untuk Pertanian Organik.www.pencerah.com.25 Januari 2010. DAFTAR PUSTAKA Anonimous, 2009.Pupuk Hantu untuk Pertanian Organik.www.pencerah.com.25 Januari 2010. Diyansyah, B., 2013. Ketahanan Lima Varietas Semangka Terhadap Inveksi Virus CMV.Diunduh dari pustakapertanian.staff.ub.ac.id.

Lebih terperinci

EVALUASI PENDAHULUAN KEPEKAAN GALUR-GALUR KACANG TANAH TERHADAP KUTU KEBUL

EVALUASI PENDAHULUAN KEPEKAAN GALUR-GALUR KACANG TANAH TERHADAP KUTU KEBUL EVALUASI PENDAHULUAN KEPEKAAN GALUR-GALUR KACANG TANAH TERHADAP KUTU KEBUL Suharsono, Kurnia Paramita S, Astanto Kasno, dan Trustinah Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Jalan Raya Kendalpayak

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PREDATOR UNTUK MENGENDALIKAN KUTU KEBUL (BEMISIA TABACI), VEKTOR PENYAKIT KUNING PADA CABAI DI KABUPATEN TANGGAMUS

PENGGUNAAN PREDATOR UNTUK MENGENDALIKAN KUTU KEBUL (BEMISIA TABACI), VEKTOR PENYAKIT KUNING PADA CABAI DI KABUPATEN TANGGAMUS J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525 184 Sudiono & Purnomo J. HPT Tropika, Vol.1, No.2, 21 Vol. 1, No. 2: 184 189, September 21 PENGGUNAAN PREDATOR UNTUK MENGENDALIKAN KUTU KEBUL (BEMISIA TABACI), VEKTOR PENYAKIT

Lebih terperinci

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PENGARUH JENIS PERANGKAP SINTETIS UNTUK MENGENDALIKAN HAMA KUTU PUTIH Bemisia tabaci Genn. (Homoptera: Aleyrodidae) PADA TANAMAN TEMBAKAU DELI (Nicotiana tabacum L.) SKRIPSI OLEH: MAIMUNAH R. NASUTION

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Agustus sampai November 2014 di Lahan Pertanian Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat Rancangan Percobaan Yijk ijk

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat Rancangan Percobaan Yijk ijk BAHAN DAN METODE 9 Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2007 sampai Juni 2007 di rumah kaca Balai Penelitian Biologi dan Genetika Cimanggu, Bogor, Jawa Barat. Rumah kaca berukuran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

J. Agric. Sci. and Biotechnol. ISSN: Vol. 4, No. 1, Juli 2015

J. Agric. Sci. and Biotechnol. ISSN: Vol. 4, No. 1, Juli 2015 PENGARUH PENGGUNAAN BARIER NET BERWARNA (MERAH DAN PUTIH) TERHADAP POPULASI Bemisia tabaci PADA TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) DI DESA KERTA Made Mika Mega Astuthi 1, I Putu Sudiarta 1 *

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Unit Pelayanan Teknis (UPT), Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pelaksanaannya dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lahan pertanian milik masyarakat Jl. Swadaya. Desa Sidodadi, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: cangkul, parang, ajir,

BAHAN DAN METODE. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: cangkul, parang, ajir, BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dilahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar,

Lebih terperinci

J. Sains & Teknologi, Desember 2014, Vol.14 No.3 : ISSN POPULASI BEMISIA TABACI GENN. PADA LIMA VARIETAS CABAI

J. Sains & Teknologi, Desember 2014, Vol.14 No.3 : ISSN POPULASI BEMISIA TABACI GENN. PADA LIMA VARIETAS CABAI J. Sains & Teknologi, Desember 2014, Vol.14 No.3 : 285 290 ISSN 1411-4674 POPULASI BEMISIA TABACI GENN. PADA LIMA VARIETAS CABAI Population of Bemisa tabaci Genn. on Five Varieties of Pepper Sri Wahyuni

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu dan Laboratorium Ilmu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu dan Laboratorium Ilmu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu dan Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan dilaksanakan dari bulan

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai 3 Juni Juli 2016 di Green House

III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai 3 Juni Juli 2016 di Green House III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai 3 Juni 2016-15 Juli 2016 di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. B. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRAIN GEMINIVIRUS DAN SERANGGA VEKTOR B. TABACI DALAM MENIMBULKAN PENYAKIT KUNING KERITING CABAI

HUBUNGAN STRAIN GEMINIVIRUS DAN SERANGGA VEKTOR B. TABACI DALAM MENIMBULKAN PENYAKIT KUNING KERITING CABAI Manggaro, April 2010 Vol.11 No.1:1-7 HUBUNGAN STRAIN GEMINIVIRUS DAN SERANGGA VEKTOR B. TABACI DALAM MENIMBULKAN PENYAKIT KUNING KERITING CABAI Jumsu Trisno 1), Sri Hendrastuti Hidayat 2), Ishak Manti

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan persawahan Desa Joho, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo dari bulan Mei hingga November 2012. B. Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, Kasihan, Bantul dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN PENGARUH DOSIS PUPUK AGROPHOS DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.) VARIETAS HORISON Pamuji Setyo Utomo Dosen Fakultas Pertanian Universitas Islam Kadiri (UNISKA)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Gedung Meneng, Kecamatan raja basa, Bandar Lampung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

Neraca kehidupan kutukebul Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) pada tanaman cabai dan gulma babadotan pada suhu 25 C dan 29 C

Neraca kehidupan kutukebul Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) pada tanaman cabai dan gulma babadotan pada suhu 25 C dan 29 C Jurnal Entomologi Indonesia Indonesian Journal of Entomology ISSN: 1829-7722 April 2014, Vol. 11 No. 1, 11 18 Online version: http://journal.ipb.ac.id/index.php/entomologi DOI: 10.5994/jei.11.1.11 Neraca

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI DAN FREKUENSI PEMBERIAN PUPUK URIN KELINCI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TOMAT

PENGARUH KONSENTRASI DAN FREKUENSI PEMBERIAN PUPUK URIN KELINCI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TOMAT 1 PENGARUH KONSENTRASI DAN FREKUENSI PEMBERIAN PUPUK URIN KELINCI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill) THE EFFECT APPLICATION OF CONCENTRATION AND FREQUENCY OF RABIT URINE

Lebih terperinci

TEKNIK BUDIDAYA TOMAT

TEKNIK BUDIDAYA TOMAT TEKNIK BUDIDAYA TOMAT 1. Syarat Tumbuh Budidaya tomat dapat dilakukan dari ketinggian 0 1.250 mdpl, dan tumbuh optimal di dataran tinggi >750 mdpl, sesuai dengan jenis/varietas yang diusahakan dg suhu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

KETAHANAN PADI (WAY APO BURU, SINTA NUR, CIHERANG, SINGKIL DAN IR 64) TERHADAP SERANGAN PENYAKIT BERCAK COKLAT (Drechslera oryzae) DAN PRODUKSINYA

KETAHANAN PADI (WAY APO BURU, SINTA NUR, CIHERANG, SINGKIL DAN IR 64) TERHADAP SERANGAN PENYAKIT BERCAK COKLAT (Drechslera oryzae) DAN PRODUKSINYA 8 AGROVIGOR VOLUME 2 NO. 1 MARET 2009 ISSN 1979 5777 KETAHANAN PADI (WAY APO BURU, SINTA NUR, CIHERANG, SINGKIL DAN IR 64) TERHADAP SERANGAN PENYAKIT BERCAK COKLAT (Drechslera oryzae) DAN PRODUKSINYA (THE

Lebih terperinci

Blok I Blok II Blok III 30 cm

Blok I Blok II Blok III 30 cm Lampiran 1. Bagan Lahan Penelitian Blok I Blok II Blok III 30 cm P 0 V 1 P 3 V 3 P 2 V 1 T 20 cm P 1 V 2 P 0 V 1 P 1 V 2 U S P 2 V 3 P 2 V 2 P 3 V 1 B P 3 V 1 P 1 V 3 P 0 V 3 Keterangan: P 0 V 2 P 0 V

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena

BAB I PENDAHULUAN. Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena di dalam Al Qur an telah dijelaskan proses penciptaan alam semesta termasuk makhluk hidup yang

Lebih terperinci

DINAMIKA KEGUGURAN BUNGA DAN BUAH DENGAN STATUS N JARINGAN DAN PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH CPPU PADA TANAMAN LOMBOK (Capsicum annuum L.

DINAMIKA KEGUGURAN BUNGA DAN BUAH DENGAN STATUS N JARINGAN DAN PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH CPPU PADA TANAMAN LOMBOK (Capsicum annuum L. DINAMIKA KEGUGURAN BUNGA DAN BUAH DENGAN STATUS N JARINGAN DAN PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH CPPU PADA TANAMAN LOMBOK (Capsicum annuum L.) The Dynamic of Flower and Fruit Fall by N Tissue Status and CPPU

Lebih terperinci

PENGARUH PENYIMPANAN DAN FREKUENSI INOKULASI SUSPENSI KONIDIA Peronosclerospora philippinensis TERHADAP INFEKSI PENYAKIT BULAI PADA JAGUNG

PENGARUH PENYIMPANAN DAN FREKUENSI INOKULASI SUSPENSI KONIDIA Peronosclerospora philippinensis TERHADAP INFEKSI PENYAKIT BULAI PADA JAGUNG PENGARUH PENYIMPANAN DAN FREKUENSI INOKULASI SUSPENSI KONIDIA Peronosclerospora philippinensis TERHADAP INFEKSI PENYAKIT BULAI PADA JAGUNG Burhanuddin Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Tanaman

Lebih terperinci

Umur 50% keluar rambut : ± 60 hari setelah tanam (HST) : Menutup tongkol dengan cukup baik. Kedudukan tongkol : Kurang lebih di tengah-tengah batang

Umur 50% keluar rambut : ± 60 hari setelah tanam (HST) : Menutup tongkol dengan cukup baik. Kedudukan tongkol : Kurang lebih di tengah-tengah batang Lampiran 1. Deskripsi Jagung Varietas Bisma Golongan : Bersari bebas Umur 50% keluar rambut : ± 60 hari setelah tanam (HST) Umur panen : ± 96 HST Batang : Tinggi sedang, tegap dengan tinggi ± 190 cm Daun

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tuan dengan ketinggian 25 mdpl, topografi datar dan jenis tanah alluvial.

III. BAHAN DAN METODE. Tuan dengan ketinggian 25 mdpl, topografi datar dan jenis tanah alluvial. III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan Percut Sei

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS PUPUK NPK DAN APLIKASI PUPUK DAUN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT CABAI KERITING ( Capsicum annuum L.)

PENGARUH DOSIS PUPUK NPK DAN APLIKASI PUPUK DAUN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT CABAI KERITING ( Capsicum annuum L.) J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 8 Jurnal Agrotek Tropika 6(1): 08-14, 2018 Vol. 6, No. 1: 08 14, Januari 2018 PENGARUH DOSIS PUPUK NPK DAN APLIKASI PUPUK DAUN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT CABAI KERITING

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dan Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

J. Hort. Vol. 24 No. 4, J. Hort. 24(4): , 2014

J. Hort. Vol. 24 No. 4, J. Hort. 24(4): , 2014 J. Hort. 24(4): 346-354, 2014 Pengaruh Perangkap Likat Kuning, Ekstrak Tagetes erecta, dan Imidacloprid Terhadap Perkembangan Vektor Kutukebul dan Virus Kuning Keriting Pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada titik koordinat 5 22 10 LS dan 105 14 38 BT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas Kutukebul Pengkoloni Pertanaman Tomat Kutukebul yang dikumpulkan dari pertanaman tomat di daerah Cisarua, Bogor diperbanyak di tanaman tomat dalam kurungan kedap serangga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bagan Lahan Penelitian. Ulangan I. a V1P2 V3P1 V2P3. Ulangan II. Ulangan III. Keterangan: a = jarak antar ulangan 50 cm.

Lampiran 1. Bagan Lahan Penelitian. Ulangan I. a V1P2 V3P1 V2P3. Ulangan II. Ulangan III. Keterangan: a = jarak antar ulangan 50 cm. Lampiran 1. Bagan Lahan Penelitian V1P2 V3P2 V2P1 V2P3 V1P3 V2P4 V3P3 V3P1 V3P4 Ulangan I U V1P4 V2P2 b V1P1 a V1P2 V3P1 V2P3 V3P4 V2P1 V1P1 V2P2 V3P3 V3P2 Ulangan II V1P3 V2P4 V1P4 V2P1 V3P3 V1P4 V3P1

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

Lampiran 2. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST

Lampiran 2. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST 38 Lampiran 1. Data Tinggi Tanaman (cm) 2 MST Jumlah Rataan V1 20.21 18.41 25.05 63.68 21.23 V2 22.19 22.80 19.40 64.39 21.46 V3 24.56 23.08 21.39 69.03 23.01 V4 24.95 26.75 23.08 74.78 24.93 V5 20.44

Lebih terperinci

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PENGENDALIAN OPT CABAI Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) atau hama dan

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PERCOBAAN

LAPORAN HASIL PERCOBAAN LAPORAN HASIL PERCOBAAN PENGUJIAN LAPANGAN EFIKASI FUNGISIDA RIZOLEX 50 WP (metil tolklofos 50%) (385/PPI/8/2008) TERHADAP PENYAKIT BUSUK DAUN Phytophthora infestans PADA TANAMAN KENTANG Pelaksana : H.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dua yaitu cabai besar (Capsicum annuum L.) dan cabai rawit (Capsicum

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dua yaitu cabai besar (Capsicum annuum L.) dan cabai rawit (Capsicum I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman cabai yang dibudidayakan di Indonesia dikelompokkan menjadi dua yaitu cabai besar (Capsicum annuum L.) dan cabai rawit (Capsicum frutescens L.). Cabai besar dicirikan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC

Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC LAMPIRAN 38 38 Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC Perlakuan Laju pertambahan tinggi (cm) kedelai pada minggu ke- a 1 2 3 4 5 6 7 AUHPGC (cmhari)

Lebih terperinci

INFLUNANCE OF INTER CROPPING BEPPER, TOMATO AND SILVER BLACK PLASTIC MULCH TO THE DEVELOPMENT OF VIRUS VECTOR, VIRUS ATTACK, AND PEPPER YIELD

INFLUNANCE OF INTER CROPPING BEPPER, TOMATO AND SILVER BLACK PLASTIC MULCH TO THE DEVELOPMENT OF VIRUS VECTOR, VIRUS ATTACK, AND PEPPER YIELD Jurnal Pertanian ISSN 2087-4936 Volume 3 Nomor 1, April 2012 59 PENGARUH TUMPANG SARI CABAI+TOMAT DAN MULSA PLASTIK HITAM PERAK TERHADAP PERKEMBANGAN VEKTOR VIRUS, INSIDEN SERANGAN VIRUS, DAN HASIL CABAI

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan dilaksanakan pada bulan Juli

Lebih terperinci

DINAMIKA POPULASI HAMA UTAMA JAGUNG. S. Mas ud, A. Tenrirawe, dan M.S Pabbage Balai Penelitian Tanaman Serealia

DINAMIKA POPULASI HAMA UTAMA JAGUNG. S. Mas ud, A. Tenrirawe, dan M.S Pabbage Balai Penelitian Tanaman Serealia DINAMIKA POPULASI HAMA UTAMA JAGUNG S. Mas ud, A. Tenrirawe, dan M.S Pabbage Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Penanaman jagung secara monokultur yang dilakukan beruntun dari musim ke musim, memperkecil

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN HASIL KENTANG MERAH TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK YANG BERBEDA DI KABUPATEN REJANG LEBONG PENDAHULUAN

KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN HASIL KENTANG MERAH TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK YANG BERBEDA DI KABUPATEN REJANG LEBONG PENDAHULUAN KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN HASIL KENTANG MERAH TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK YANG BERBEDA DI KABUPATEN REJANG LEBONG Ahmad Damiri, Eddy Makruf dan Yartiwi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

Lebih terperinci

PERNYATAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Bemisia tabaci (Gennadius) (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE): KISARAN INANG, DINAMIKA POPULASI, DAN KELIMPAHAN MUSUH ALAMI DI AREA PERTANAMAN CABAI MERAH DI KECAMATAN PAKEM, KABUPATEN SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3 Nomor persilangan : BP3448E-4-2 Asal persilangan : Digul/BPT164-C-68-7-2 Golongan : Cere Umur tanaman : 110 hari Bentuk tanaman : Sedang Tinggi tanaman : 95

Lebih terperinci

II. Materi dan Metode. Pekanbaru. waktu penelitian ini dilaksanakan empat bulan yaitu dari bulan

II. Materi dan Metode. Pekanbaru. waktu penelitian ini dilaksanakan empat bulan yaitu dari bulan II. Materi dan Metode 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan Balai Benih Induk Hortikultura Pekanbaru. waktu penelitian ini dilaksanakan empat bulan yaitu dari bulan Januari-Mei 2013.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Gedung Meneng, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung mulai

Lebih terperinci