ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT DI DESA CIBURUY KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT DI DESA CIBURUY KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR"

Transkripsi

1 ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT DI DESA CIBURUY KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI JERIKHO ESVANDIARI SITUMEANG H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian II TINJAUAN PUSTAKA Pertanian Pangan Organik dan Budidaya Padi Organik Kajian Analisis Pendapatan Usahatani Komoditas Padi. 19 III KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Produksi Teori Penerimaan Teori Biaya Teori Pendapatan Teori Efisiensi Biaya Usahatani Kerangka Pemikiran Operasional IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Responden Metode Analisis Data Analisis Usahatani V GAMBARAN UMUM DESA CIBURUY Wilayah, Topografi, dan Demografi Desa Ciburuy Profil Umum dan Kegiatan Usaha Gapoktan Silih Asih Budidaya Padi Sehat Persiapan Benih dan Persemaian Pengolahan Lahan Penanaman Perawatan dan Pemeliharaan Pemanenan Karakteristik Responden Umur Tingkat Pendidikan Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pekerjaan Istri/Suami Petani iii v vi i

3 5.4.4 Status Usahatani Ukuran Usahatani dan Status Kepemilikan Lahan VI HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Usahatani Padi Sehat Analisis Penggunaan Input dan Output Usahatani Benih Pupuk Pupuk Kimia Pupuk Organik Pestisida Tenaga Kerja Produksi Kotor Analisis Biaya Usahatani Benih Pupuk Pupuk Kimia Pupuk Organik Pestisida Tenaga Kerja Tenaga Kerja Dalam Keluarga Tenaga Kerja Luar Keluarga Pemanenan Pengairan (Irigasi) Alat Pertanian Bagi Hasil, Sewa, dan Pajak Lahan Total Biaya Usahatani Analisis Penerimaan Usahatani Analisis Pendapatan Usahatani Analisis Efisiensi Biaya Usahatani VII KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ii

4 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Perkembangan Volume dan Nilai ekspor Komoditi Pertanian Indonesia pada Tahun Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia Sesuai Sensus Penduduk Indonesia Tahun Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Berbagai Jenis Tanaman Pangan Indonesia Tahun Perkembangan Produksi Padi di Indonesia Menurut Pulau/Provinsi Tahun Luas Tanam dan Luas Panen Tanaman Padi di Indonesia Menurut Pulau/Provinsi Tahun Penggolongan Penduduk Berdasarkan Jenis Mata Pencaharian di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Tahun Penggolongan Petani Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Tahun Penggolongan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Tahun Penggolongan Responden Petani Padi Sehat Berdasarkan Umur di Desa Ciburuy Tahun Penggolongan Responden Petani Padi Sehat Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Ciburuy Asih Tahun Penggolongan Istri/Suami Responden Petani Padi Sehat Berdasarkan Umur di Desa Ciburuy Asih Tahun Penggolongan Istri/Suami Responden Petani Padi Sehat Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Ciburuy Tahun Penggolongan Istri/Suami Responden Petani Padi Sehat Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Desa Ciburuy Tahun Penggolongan Responden Petani Padi Sehat Berdasarkan Status Usahatani di Desa Ciburuy Tahun Penggolongan Responden Petani Padi Sehat Berdasarkan Ukuran Usahatani di Desa Ciburuy Tahun Penggolongan Responden Petani Padi Sehat Berdasarkan iii

5 Status Kepemilikan Lahan di Desa Ciburuy Tahun Jumlah Penggunaan Input dan Output yang Dihasilkan per Hektar Lahan Usahatani Padi Sehat di Desa Ciburuy pada Musim Tanam 2010/ Sebaran Penggunaan Varietas Benih pada Responden Petani Padi Sehat di Desa Ciburuy pada Musim Tanam 2010/ Perbandingan Rata-Rata Produktivitas Benih Varietas IR64 dan Ciherang Berdasarkan Kelompok Luas Lahan Garapan Usahatani Padi Sehat pada Musim Kemarau I Periode Musim Tanam 2010/ Penggolongan Responden Petani Padi Sehat Berdasarkan Momentum Penggunaan Pestisida di Desa Ciburuy pada Musim Tanam 2010/ Rata-Rata Jumlah Penggunaan Tenaga Kerja Masing-masing Petani per Hektar Lahan Usahatani Padi Sehat Berdasarkan Kegiatan di Desa Ciburuy pada Musim Tanam 2010/ Persentase Penggunaan Jenis Alat Pertanian Berdasarkan Ukuran Usahatani Padi Sehat di Desa Ciburuy pada Musim Tanam 2010/ Total Biaya per Hektar Lahan Usahatani Padi Sehat Berukuran Luas dan Sempit di Desa Ciburuy pada Musim Tanam Musim Tanam 2010/ Rekapitulasi Penerimaan, Biaya, Pendapatan, dan Efisiensi Biaya Usahatani Padi Sehat Berukuran Luas dan Sempit di Desa Ciburuy pada Musim Tanam 2010/ iv

6 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kurva Produk Total, Produk Rata-Rata dan Produk Marjinal Grafik Penerimaan Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Bentuk Kemasan Beras SAE dan Si Gemar Berbagai Macam Sarana dan Alat Produksi Pertanian yang Dijual di KKT Lisung Kiwari Lahan Persemaian Benih Padi Kegiatan Pemerataan Tanah (Nyorongan) Rangkaian Kegiatan Pencaplakan Sistem Tanam Legowo Rangkaian Tahap Pemanenan Pola Tanam Padi Semi Organik di Desa Ciburuy Musim Tanam 2010/ v

7 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Potensi Pengembangan Usahatani Padi Sawah Organik Di Kabupaten Bogor Perhitungan Pendapatan Usahatani Padi Sehat Peta Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Hasil Uji Statistik Signifikansi Perbedaan Total Biaya Usahatani per Hektar Lahan antara Usahatani Padi Sehat Berukuran Luas dan Sempit pada Musim Tanam 2010/ Total Biaya per Hektar Lahan Usahatani Padi Sehat Berukuran Luas dan Sempit di Desa Ciburuy pada Musim Tanam 2010/ vi

8 RINGKASAN JERIKHO ESVANDIARI SITUMEANG. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sehat di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANNA FARIYANTI). Sektor pertanian memiliki peranan penting bagi perekonomian masyarakat Indonesia. Pangan merupakan salah satu subsektor pertanian yang merupakan kebutuhan pokok dan paling dasar manusia untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Padi merupakan komoditas yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia karena beras yang merupakan produk utama dari komoditas padi adalah makanan pokok hampir seluruh masyarakat Indonesia. Terdapat dua sistem budidaya padi, yaitu dengan cara konvensional (anorganik) dan organik. Gaya hidup sehat masyarakat dunia dengan slogan Back to Nature menyebabkan permintaan akan pangan berbahan organik, terutama beras organik pun semakin meningkat. Desa Ciburuy merupakan sentra produksi padi sehat (semi organik) di Kabupaten Bogor. Sistem budidaya padi sehat sudah mulai diterapkan sejak tahun Akan tetapi, data Demografi Desa Ciburuy bulan November tahun 2011 dari penduduk Desa Ciburuy yang berprofesi sebagai petani, tercatat hanya 52 orang (3,67 persen) di antaranya yang aktif melakukan usahatani padi sehat dan rata-rata menggarap lahan seluas 0,34 hektar dengan ukuran usahatani antara 0,1 sampai dengan satu hektar. Hal ini tentu menimbulkan beberapa pertanyaan, di antaranya mengapa jumlah petani padi sehat di Desa Ciburuy masih relatif sedikit? Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan para petani tidak mengembangkan kegiatan usahatani padi sehat di Desa Ciburuy? Apakah usahatani padi sehat di Desa Ciburuy tidak menguntungkan dan tidak efisien dari segi biaya bagi petani? Apakah terdapat perbedaan pendapatan dan efisiensi biaya yang signifikan antarpetani padi sehat berdasarkan ukuran usahatani? Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis keragaan usahatani padi sehat berukuran usahatani luas dan sempit di Desa Ciburuy serta menganalisis pendapatan dan efisiensi biaya usahatani padi sehat berukuran usahatani luas dan sempit di Desa Ciburuy. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Petani yang menjadi responden adalah para petani yang tergabung dalam Gapoktan Silih Asih. Jumlah petani yang saat masa penelitian masih aktif berusahatani padi sehat adalah 52 orang dari lima kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan Silih Asih. Analisis usahatani dilakukan dengan cara membandingkan keragaan usahatani (penggunaan input dan output yang dihasilkan) yang dilakukan oleh kelompok petani berukuran usahatani luas dengan kelompok petani yang berukuran usahatani sempit serta menganalisis total biaya, penerimaan, pendapatan, dan efisiensi biaya usahatani dengan menggunakan R/C Rasio. Usahatani padi sehat merupakan kombinasi antara penggunaan input produksi berbahan dasar kimia dan organik dalam kegiatan usahataninya. Usahatani ini dimulai sejak tahun 2001 memiliki pola tanam rata-rata monokultur dengan lima kali musim tanam dalam dua tahun. Berdasarkan analisis penggunaan

9 input dan biaya usahatani, penggunaan input produksi usahatani padi sehat berukuran luas lebih sedikit daripada yang berukuran sempit. Input produksi usahatani padi sehat berukuran luas yang penggunaannya di bawah standar adalah pupuk kimia, sedangkan input produksi usahatani padi sehat berukuran sempit yang penggunannya di bawah adalah pupuk organik. Kemudian produktivitas usahatani padi sehat berukuran luas lebih besar (15.497,92 kg/ha/tahun) daripada yang berukuran sempit (14.969,79 kg/ha/tahun) walaupun produktivitas usahatani padi sehat berukuran luas dan sempit masih di bawah standar produktivitas usahatani padi sehat.. Analisis perbandingan total biaya usahatani menunjukkan bahwa total biaya yang dikeluarkan dan diperhitungkan petani padi sehat berukuran usahatani luas dan sempit pada musim tanam 2010/2011 tidak berbeda signifikan. Total biaya usahatani padi sehat berukuran usahatani luas pada musim tanam 2010/2011 rata-rata sebesar Rp ,53/ha/tahun. Sedangkan total usahatani padi sehat berukuran usahatani sempit pada musim tanam 2010/2011 rata-rata sebesar Rp ,54 per hektar per tahun. Berdasarkan analisis pendapatan, pendapatan atas biaya tunai usahatani padi sehat berukuran luas lebih besar (Rp ,40) daripada petani berukuran sempit (Rp ,37). Sedangkan pendapatan atas biaya total usahatani menunjukkan bahwa kedua ukuran usahatani mengalami kerugian, yaitu petani berukuran usahatani luas mengalami kerugian sebesar Rp ,20 dan petani berukuran usahatani sempit mengalami kerugian sebesar Rp ,28 pada tahun 2010 sehingga secara keseluruhan usahatani padi sehat merugikan bagi petani. Berdasarkan analisis efisiensi biaya, R/C Rasio usahatani padi sehat berukuran usahatani di atas dan sempit lebih kecil dari satu, dimana petani berukuran usahatani luas memiliki R/C Rasio senilai 0,96 dan petani berukuran usahatani sempit memiliki R/C Rasio senilai 0,89. Hal ini berarti setiap Rp1,00 biaya yang dikeluarkan justru menghasilkan penerimaan hanya sebesar Rp0,96 bagi petani padi sehat berukuran usahatani luas dan sebesar Rp0,89 bagi petani padi sehat sempit. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa usahatani padi sehat tidak efisien dari segi biaya.

10 ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT DI DESA CIBURUY KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR JERIKHO ESVANDIARI SITUMEANG H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

11 Judul Skripsi Nama NIM : Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sehat di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor : Jerikho Esvandiari Situmeang : H Menyetujui, Pembimbing Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si. NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus:

12 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sehat di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Maret 2012 Jerikho Esvandiari Situmeang H

13 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 29 Juli Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Almarhum Bapak Deli Situmeang dan Ibunda Ritawaty Siagian. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Kalam Kudus Medan pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SMP Kalam Kudus Medan. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Santo Thomas I Medan diselesaikan pada tahun Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada Departemen Sosial, Lingkungan, dan Kemasyarakatan periode tahun 2009 dan pengurus Bidang Pelayanan Kuliah Kerja Praktek Komisi Pelayanan Khusus Persekutuan Mahasiswa Kristen Institut Pertanian Bogor periode kepengurusan tahun 2009/2010.

14 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sehat di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan menganalisis keragaan usahatani padi sehat ukuran usahatani luas dan sempit di Desa Ciburuy serta menganalisis pendapatan dan efisiensi biaya usahatani padi sehat ukuran usahatani luas dan sempit di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Penulisan skripsi ini merupakan hasil maksimal dari penelitian yang sudah dilakukan oleh penulis. Skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, Maret 2012 Jerikho Esvandiari Situmeang

15 UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si. selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS dan Ir. Harmini, M.Si. selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 3. Alm. bapak (Deli Situmeang), mamak (Ritawaty Siagian), kakak (Ai), adik (Uteng), serta semua keluarga besar yang tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih, doa, materi, dan dukungan yang diberikan. Semoga ini menjadi persembahan yang terbaik. 4. Bapak Sukri, yang bersedia meluangkan waktu dan tenaga untuk membantu penulis mengantarkan dan sebagai mediator ke responden-responden petani. 5. Ibu Eka, pihak Penyuluh Pertanian Lapangan Desa Ciburuy atas waktu dan kesabarannya dalam setiap pemaparan dan pemberian informasi. 6. Semua responden petani padi sehat untuk waktu dan dukungannya untuk memaparkan setiap data dan informasi yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini. 7. Ruth Caroline Marpaung, Christini Lubis, Margaretta Seftiana, dan Liber Damanik untuk bantuan pengurusan konsumsi seminar sehingga meringankan beban penulis dalam persiapan seminar. 8. Teman-teman Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB, khususnya Kopelkhu atas semangat serta dukungan yang diberikan. 9. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Agribisnis angkatan 44 atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Bogor, Maret 2012 Jerikho Esvandiari Situmeang

16 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia sudah mengetahui bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 13 ribu pulau dan semuanya beriklim tropis. Iklim tersebut membuat Indonesia menjadi negara yang memiliki lahan subur sehingga sektor pertanian merupakan sektor yang pada umumnya menjadi sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia yang berjumlah kurang lebih 240 juta jiwa. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2009), 74,68 persen dari keseluruhan luas lahan di Indonesia digunakan untuk pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki peranan penting bagi perekonomian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian juga merupakan sektor yang dituntut untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan bernilai ekonomis agar dapat bersaing dengan produk sejenis dalam perdagangan internasional. Sejak masa kolonial hingga saat ini Indonesia tidak dapat lepas dari sektor pertanian. Sektor pertanian memiliki peran penting dan strategis dalam pembangunan nasional Indonesia, terutama dalam hal pengembangan sosial dan ekonomi masyarakat. Priyohutomo (2010) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi Indonesia akan dipengaruhi oleh peran sektor pertanian, dimana sektor pertanian merupakan sektor unggulan dalam penyusunan strategi pembangunan nasional. Hal tersebut sejalan dengan prioritas pembangunan ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu II dimana salah satunya adalah Revitalisasi Pertanian dan Pedesaan. Pertanian Indonesia menyediakan lapangan pekerjaan bagi sekitar 44,3 persen penduduk Indonesia (BPS 2002). Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) dari hasil pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan atas dasar harga konstan 2000 adalah sebesar 284,6 triliun rupiah pada tahun 2008 dan 296,4 triliun rupiah pada tahun 2009 atau mengalami pertumbuhan sebesar 4,1 persen. Sedangkan peranan sektor pertanian terhadap PDB Indonesia tahun 2009 tumbuh dari 14,5 persen menjadi 15,3 persen sehingga sektor pertanian berada pada urutan kedua kontribusi PDB terbesar di Indonesia setelah sektor industri pengolahan 1. 1 Balai Besar Pelatihan Pertanian Lembang Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap PDB. [Diakses tanggal 3 Maret 2012]

17 Adapun subsektor pertanian Indonesia antara lain: subsektor pangan, subsektor hortikultura, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, subsektor perikanan, dan subsektor kehutanan. Pada Tabel 1 digambarkan volume dan nilai ekspor-impor sektor pertanian pada tahun 2007 sampai dengan Tabel 1. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Komoditi Pertanian Indonesia pada Tahun Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Sub Sektor Volume (ton) Nilai (US$) Volume (ton) Nilai (US$) Volume (ton) Nilai (US$) Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan Sumber: Pusat Data dan Informasi Pertanian (2009) Tabel 1 menunjukkan bahwa subsektor pangan merupakan penyumbang volume ekspor terbesar kedua setelah subsektor perkebunan. Akan tetapi, besarnya volume ekspor tersebut tidak sejalan dengan besarnya nilai ekspor. Nilai ekspor di subsektor pangan cenderung yang paling kecil di antara subsektor pertanian lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa produk-produk yang dihasilkan dari subsektor pangan merupakan produk tanpa nilai tambah yang optimal. Dengan volume produksi yang besar, subsektor pangan berpotensi sebagai penunjang kemajuan perekonomian bangsa. Pangan merupakan kebutuhan pokok dan paling dasar manusia untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, semua manusia di dunia berhak untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Beberapa aturan mengenai pemenuhan kebutuhan pangan tersebut antara lain terdapat pada kesepakatan antar-negara-negara di dunia dalam Human Right Declaration pada tahun 1984 di Paris, Perancis dan World Confrence on Human Right 1993 di Wina, Austria. Kedua aturan tersebut menyatakan bahwa setiap individu berhak untuk memperoleh pangan yang cukup. Secara tidak langsung, aturan tersebut mewajibkan setiap negara untuk menyediakan kebutuhan pangan setiap warga negaranya sesuai dengan kebutuhan. Peraturan mengenai hak warga negara di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pangannya tertuang dalam Undang-Undang 2

18 Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan yang bertujuan menyediakan pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia, menciptakan perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab, dan mewujudkan tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar sesuai dengan kebutuhan masyarakat 2. Selain karena produk yang dihasilkan oleh subsektor pangan merupakan kebutuhan primer bagi manusia, subsektor pangan merupakan subsektor yang paling strategis bila dilihat dari berbagai aspek. Aspek pertama, subsektor pangan berperan sebagai subsektor yang secara tidak langsung mengurangi kemiskinan. Peran ini dapat dilihat dari beberapa dimensi. Dimensi pertama adalah kontribusi subsektor pangan dalam kemiskinan Indonesia. Lebih dari 60 persen penduduk Indonesia bergantung pada pertanian pangan. Oleh karena itu, meningkatkan produktivitas subsektor pangan secara tidak langsung akan mengurangi tingkat kemiskinan. Dimensi kedua, kontribusi subsektor pangan dalam penyerapan tenaga kerja. Subsektor pangan merupakan subsektor yang paling dominan dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Aspek kedua, subsektor pangan berperan sebagai subsektor yang secara tidak langsung mencegah kelaparan dan kekurangan gizi dengan cara meningkatkan produksi pangan dan memberikan kemudahan untuk memperoleh pangan. Aspek ketiga, subsektor pangan secara tidak langung berperan dalam menentukan kelestarian lingkungan hidup. Baik dan buruknya pengaruh ekstentifikasi subsektor pangan terhadap lingkungan hidup akan ditentukan oleh poin-poin yang dilakukan untuk mengembangkan subsektor pangan tersebut. Hal ini disebabkan karena produktivitas subsektor pangan memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap lingkungan 3. Peningkatan populasi tertinggi penduduk Indonesia terjadi pada tahun 1980, yaitu sebesar 23,72 persen dari jiwa pada tahun 1971 menjadi jiwa pada tahun Sepuluh tahun kemudian pada tahun 1990, populasi kembali meningkat sebesar 21,62 persen menjadi sebesar jiwa. Penurunan laju pertumbuhan populasi menurun dengan signifikan dimulai 2 Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan. 3 Majalah Pangan Roadmap Menuju Ketahanan Pangan: Peran serta Strategis Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. [Diakses tanggal 25 Mei 2011] 3

19 pada tahun 1995 dengan laju pertumbuhan hanya sebesar 8,57 persen menjadikan jumlah penduduk sebesar jiwa. Laju pertumbuhan yang kecil terus berlanjut hingga tahun Dengan jumlah penduduk Indonesia sebesar jiwa pada tahun 2010 menjadikan Indonesia sebagai negara dengan tingkat populasi terbesar keempat di dunia 4. Tabel 2 menunjukkan perkembangan jumlah penduduk Indonesia. Tabel 2. Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia Sesuai Sensus Penduduk Indonesia Tahun Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) Laju Pertumbuhan Penduduk (%) , , , , , * ,57 Sumber: Badan Pusat Statistik (2010) Keterangan: *Proyeksi Menurut Nafis (2011), negara-negara berkembang dengan peningkatan jumlah penduduk yang tinggi akan berdampak negatif pada sektor ekonomi, sosial, kesehatan, dan yang paling utama adalah pemenuhan kebutuhan akan pangan. Oleh karena itu, kebijakan yang terkait dengan pangan di Indonesia menjadi prioritas utama. Hal ini dapat dibuktikan dengan jumlah alokasi APBN tahun 2011 untuk belanja modal (dimana belanja modal difokuskan untuk pengadaan infrastruktur dasar pendukung pertumbuhan ekonomi dan sektor pertanian dalam rangka program ketahanan pangan) sebesar Rp121 triliun atau sebesar 9,84 persen dari total keseluruhan APBN tahun Jenis tanaman pangan yang dibudidayakan di Indonesia antara lain padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar. 4 CIA World Factbook Indonesia. [Diakses tanggal 13 Maret 2012] 5 Getar Merdeka Alokasi Belanja APBN 2011 Jadi Rp 1229,5 Triliun. [Diakses tanggal 26 mei 2011] 4

20 Padi merupakan komoditas yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia karena beras yang merupakan produk utama dari komoditas padi adalah makanan pokok hampir seluruh masyarakat Indonesia. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3, luas panen padi merupakan yang terluas di antara luas panen komoditas padngan lainnya. Hal ini disebabkan karena beras merupakan sumber karbohidrat dan energi paling utama bagi penduduk Indonesia. CIA World Fact Book (2006) menyatakan bahwa 99 persen penduduk Indonesia menggunakan beras sebagai sumber makanan pokok. Oleh karena itu dalam rangka memenuhi kebutuhan utama masyarakat Indonesia tersebut, pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mengarah pada pemenuhan kebutuhan pangan nasional difokuskan pada penyediaan komoditas beras dalam jumlah yang cukup bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain karena kebutuhan beras sebagai kebutuhan pokok, menanam padi juga merupakan budaya masyarakat Indonesia sebagai negara beriklim tropis sehingga mendukung budidaya padi dari faktor alam, yaitu iklim dan cuaca. Dukungan faktor alam tersebut diakibatkan oleh posisi Indonesia yang secara geografis terletak di sepanjang garis khatulistiwa sehingga hampir semua lahan di semua daerah di Indonesia bisa ditanami padi. Itulah sebabnya komoditas padi merupakan komoditas pertanian yang paling penting di Indonesia. Tabel 3 menunjukkan luas panen, produktivitas, dan produksi berbagai jenis tanaman pangan Indonesia. Tabel 3. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Berbagai Jenis Tanaman Pangan Indonesia Tahun 2010 Jenis Tanaman Pangan Luas Panen (ha) Produktivitas (ku/ha) Produksi (ton) Padi , Jagung , Kedelai , Kacang Tanah , Kacang Hijau , Ubi Kayu , Ubi Jalar , Sumber: Pusat Data dan Informasi Pertanian (2012) 5

21 Pulau Jawa merupakan pulau dengan produktivitas padi terbesar di Indonesia. Dari tahun ke tahun, jumlah produktivitas padi dari luar Pulau Jawa pun masih lebih kecil dibandingkan dengan jumlah produktivitas di Pulau Jawa sendiri. Data tersebut mengindikasikan bahwa Pulau Jawa merupakan pulau yang secara teknis (cuaca dan iklim serta kesuburan lahan) mendukung pembudidayaan padi. Di Pulau Jawa sendiri, dari keenam provinsi yang ada di Pulau Jawa, Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang paling tinggi produksi padinya. Tabel 4 menunjukkan produksi padi di Indonesia menurut pulau/provinsi. Tabel 4. Perkembangan Produksi Padi di Indonesia Menurut Pulau/Provinsi Tahun Tahun Pulau/Provinsi (ton GKG) * Sumatera Jawa D.K.I. Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur Bali & Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku & Papua Jumlah Luar Jawa Total Sumber: Pusat Data dan Informasi Pertanian (2012) Keterangan: *Proyeksi Selanjutnya, sentra produksi padi di Indonesia terdapat pada Provinsi Jawa Barat. Luas tanam dan luas panen padi di Provinsi Jawa Barat merupakan yang paling besar di Indonesia. Terdapat beberapa kabupaten/kota yang penduduknya membudidayakan padi di Jawa Barat, antara lain: Bogor, Sukabumi, Bandung, 6

22 Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon, Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, Bekasi, Depok, Cimahi, dan Banjar 6. Produktivitas padi sawah dan ladang di Kabupaten Bogor adalah sebesar ton pada tahun Tabel 5 menunjukkan luas tanam dan luas panen tanaman padi di Indonesia menurut pulau/provinsi. Tabel 5. Luas Tanam dan Luas Panen Tanaman Padi di Indonesia Menurut Pulau/Provinsi Tahun 2010 Luas Tanam Luas Panen Pulau/Provinsi (Hektar) (Hektar) Sumatera Jawa D.K.I. Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur Bali & Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku & Papua Jumlah Luar Jawa Total Sumber: Pusat Data dan Informasi Pertanian (2012) Terdapat dua sistem budidaya padi, yaitu dengan cara konvensional (anorganik) dan organik. Sistem budidaya padi dengan cara konvensional yaitu sistem penanaman dengan menggunakan bahan-bahan kimia dalam proses budidayanya, contohnya menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Sistem budidaya dengan cara konvensional sudah menjadi kebiasaan para petani. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan zaman, sistem budidaya padi dengan cara 6 Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat Luas Tanam Padi Sawah dan Padi Ladang Provinsi Jawa Barat. [Diakses tanggal 21 November 2011] 7

23 organik mulai diterapkan. Penerapan sistem tersebut disebabkan oleh perubahan gaya hidup masyarakat yang lebih mengutamakan kesehatan dan kelestarian lingkungan hidup. Gaya hidup sehat masyarakat dunia dengan slogan Back to Nature merupakan tren baru pada abad 21 sehingga segala sesuatu yang dikonsumsi mulai diusahakan berbahan dasar organik. Meningkatnya kesadaran akan pentingnya kesehatan dan kelestarian lingkungan menyebabkan masyarakat lebih selektif dalam memilih pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Permintaan akan pangan berbahan organik, terutama beras organik pun semakin meningkat. Para petani dan pemerintah daerah pun mulai menyadari adanya peluang pasar organik yang besar dan menguntungkan sehingga beberapa pemerintah daerah yang salah satunya adalah Pemerintah Kabupaten Bogor mulai menyusun berbagai program terkait produksi pangan berbahan dasar organik, salah satunya adalah Program Peningkatan Produktivitas Beras Nasional dengan memanfaatkan local spesific. Hal ini maksudnya adalah mengintensifkan lahan sawah yang semakin sempit di Kabupaten dan Kota Bogor untuk produksi beras organik sehingga berdaya saing lebih 7. Terdapat sebelas dari 40 kecamatan di Kabupaten Bogor yang memiliki potensi pengembangan usahatani padi sawah organik. Sebagaimana yang ditunjukkan dalam Lampiran 1, di beberapa kecamatan ada beberapa desa yang di setiap desanya memiliki beberapa kelompok tani padi sawah organik. Kelompokkelompok tani tersebut merupakan objek program Pemerintah Kabupaten Bogor dalam mendukung pengembangan potensi padi organik. Sampai saat ini desa-desa di Kabupaten Bogor belum ada yang tercatat berhasil menerapkan sistem budidaya padi murni organik, tetapi masih semi organik. Istilah padi yang dibudidayakan secara semi organik tersebut dinamakan padi sehat. Oleh karena itu, dalam masa transisi dari sistem budidaya anorganik ke organik, produk beras yang dihasilkan dari sistem budidaya padi semi organik dinamakan beras sehat. Kelompok Tani Silih Asih yang berlokasi di Desa Ciburuy merupakan kelompok tani yang memiliki lahan pertanian padi sehat paling luas dari 26 7 Pemerintah Kota Bogor Kota Bogor Rintis Beras Sehat Melalui Pengembangan Sawah Organik. [Diakses tanggal 21 November 2011] 8

24 kelompok tani yang menjadi objek program pengembangan potensi padi organik Kabupaten Bogor. Kelompok Tani Saung Kuring juga merupakan kelompok tani yang berlokasi di Desa Ciburuy dan membudidayakan padi sehat. Oleh karena itu, data tersebut secara tidak langsung menginformasikan bahwa Desa Ciburuy merupakan sentra produksi padi sehat di Kabupaten Bogor sehingga dijadikan teladan bagi desa-desa bahkan kecamatan lain di Kabupaten Bogor dalam pengembangan potensi padi organik. 1.2 Perumusan Masalah Pihak Departemen Pertanian dan Kehutanan Pemerintah Kabupaten Bogor menyatakan bahwa budidaya padi secara murni organik masih belum berkembang di Kabupaten Bogor. Hal ini disebabkan karena adanya risiko yang dihadapi petani dalam proses transisi dari budidaya padi secara konvensional (anorganik) menjadi organik. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Bogor, khususnya Dinas Pertanian dan Kehutanan akan sangat mendukung apabila ada petani atau sekelompok petani yang ingin mengembangkan budidaya padi secara organik. Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong diklaim Departemen Pertanian dan Kehutanan Pemerintah Kabupaten Bogor sebagai produsen padi sehat yang paling berkembang di Kabupaten Bogor. Padi sehat merupakan padi yang dibudidayakan dengan sistem budidaya semi organik, yaitu mengkombinasikan input-input berbahan dasar kimia dan berbahan dasar organik dalam proses budidayanya. Gapoktan Silih Asih merupakan satu-satunya gapoktan yang menaungi para petani, baik padi sehat maupun usahatani lainnya di Desa Ciburuy. Sistem budidaya padi sehat sudah mulai diterapkan sejak tahun 2001 yang didukung oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan Pemerintah Kabupaten Bogor dan lembaga lain seperti Lembaga Pertanian Sehat (LPS) yang berada di bawah naungan Dompet Dhuafa. Beberapa program dan kebijakan terkait permodalan, kemitraan, penyediaan input-input produksi, dan sebagainya yang bertujuan untuk mendukung kegiatan usahatani padi sehat telah disusun oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan Pemerintah Kabupaten Bogor. Beras SAE (Sehat, Aman, dan Enak) dan Si Gemar yang merupakan produk dari usahatani padi sehat sudah cukup populer di Kabupaten Bogor. Akan tetapi, data Demografi Desa Ciburuy bulan November tahun 2011 menunjukkan bahwa dari penduduk desa yang 9

25 berprofesi sebagai petani, tercatat hanya 52 orang (3,67 persen) diantaranya yang aktif melakukan usahatani padi sehat dan rata-rata menggarap lahan seluas 0,34 hektar dengan ukuran usahatani antara 0,1 sampai dengan satu hektar. Hal ini tentu menimbulkan beberapa pertanyaan, di antaranya: 1. Mengapa jumlah petani padi sehat di Desa Ciburuy masih relatif sedikit? Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan para petani tidak mengembangkan kegiatan usahatani padi sehat di Desa Ciburuy? Apakah usahatani padi sehat di Desa Ciburuy merugikan dan tidak efisien dari segi biaya bagi petani? 2. Apakah terdapat perbedaan pendapatan dan efisiensi biaya yang signifikan antarpetani padi sehat berdasarkan ukuran usahatani? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis keragaan usahatani padi sehat ukuran usahatani luas dan sempit di Desa Ciburuy. 2. Menganalisis pendapatan dan efisiensi biaya usahatani padi sehat ukuran usahatani luas dan sempit di Desa Ciburuy. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak. Bagi para petani, penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperdalam pengetahuan para petani tentang kegiatan usahatani yang mereka lakukan sehingga menghasilkan pertimbangan keputusan yang bijaksana dan tepat dalam rangka meningkatkan produksi dan pendapatan. Meningkatnya pendapatan usahatani padi sehat secara tidak langsung akan meningkatkan kesejahteraan petani itu sendiri. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan sebagai media informasi tentang masalah-masalah potensial yang dihadapi petani dalam usahatani padi sehat sehingga dapat mengeluarkan kebijakan dan program yang tepat untuk mendukung petani dalam hal permodalan, kemitraan, dan penyediaan input-input produksi yang tepat guna bagi petani. Bagi investor, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bagian referensi untuk memproyeksikan kondisi investasinya dalam beras sehat bahkan murni organik di masa depan. Bagi pembaca, penelitian ini 10

26 diharapkan sebagai penambah wawasan tentang padi sehat serta permasalahan dalam budidayanya. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk pengembangan penelitian mengenai usahatani padi anorganik, sehat, maupun organik. Bagi penulis, penelitian ini sebagai implementasi ilmu yang telah didapatkan di bangku kuliah untuk menganalisis dan memecahkan permasalahan yang ditemukan sesuai dengan bidang ilmu. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Komoditas yang diteliti pada penelitian ini adalah komoditas padi yang dibudidayakan secara semi organik atau yang dikenal dengan padi sehat. Substansi penelitian ini dibatasi hanya pada analisis pendapatan dan efisiensi biaya (penerimaan yang dihasilkan setiap biaya yang dikeluarkan) usahatani padi sehat pada musim tanam 2010/2011. Responden petani padi sehat yang termasuk dalam penelitian ini berlokasi di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. 11

27 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertanian Pangan Organik dan Budidaya Padi Organik Teknologi pertanian yang semakin mutakhir dan dapat diperbaharui (renewable) menimbulkan perubahan yang signifikan dalam kegiatan usahatani, khususnya tanaman pangan. Menurut Andoko (2002), peran serta teknologi pertanian dalam kegiatan usahatani menjadikan pertanian tradisional berubah menjadi pertanian modern. Perubahan yang ditimbulkan dalam pertanian modern dapat berupa perubahan yang positif dan negatif. Perubahan yang positif dari pertanian modern adalah yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tanaman dengan berbagai cara, antara lain penggunaan benih/bibit unggul, penggunaan pupuk kimia yang menyebabkan lahan menjadi subur, dan pembasmian hama dan penyakit tanaman menggunakan pertisida kimia. Selain perubahan positif, pertanian modern juga menyebabkan perubahan negatif dalam jangka panjang. Dampak negatif dari penggunaan benih/bibit unggul berkaitan dengan keanekaragaman hayati, yaitu tersingkirnya bahkan punahnya jenis tanaman lain akibat penanaman dan pengembangan hanya varietas-varietas yang menguntungkan secara ekonomis. Selanjutnya, dampak negatif penggunaan pupuk kimia secara berkesinambungan adalah perusakan tanah dalam jangka panjang, yaitu struktur tanah yang secara alami gembur menjadi sangat keras. Dampak negatif selanjutnya adalah penggunaan pestisida kimia. Penggunaan pestisida kimia yang awalnya bertujuan hanya untuk membasmi hama ternyata turut membasmi organisme yang bukan menjadi target penyemprotannya, yaitu organisme yang berjasa menguraikan serasah dedaunan menjadi tanah yang kaya bahan organik sehingga membuat tanah tetap subur dan gembur. Selain itu, penggunaan pestisida kimia dalam proses budidaya tanaman pangan dapat menyebabkan keracunan bagi manusia yang mengkonsumsinya. Keracunan tersebut dapat berupa timbulnya penyakit kanker, stroke, bahkan kebutaan baik bagi orang yang mengonsumsi tanaman hasil semprotan pestisida kimia maupun petani yang terlibat langsung dalam kegiatan penyemprotan dengan pestisida kimia. Oleh karena adanya dampak negatif akibat penggunaan bibit unggul, pupuk, dan pestisida kimia, manusia pun berusaha mengembangkan teknik

28 budidaya yang aman, baik untuk lingkungan maupun manusia sebagai konsumen produk tanaman pangan. Teknik budidaya tersebut kemudian dikembangkan dengan cara organik (pertanian organik), yaitu teknik budidaya yang menggunakan input-input yang berbahan dasar organik. Input-input yang digunakan dalam teknik budidaya organik misalnya benih varietas lokal yang relatif masih alami, pupuk organik (seperti kandang, kompos, dan lain-lain), serta pestisida nabati. Oleh karena itu, produk pangan yang dibudidayakan secara organik terbebas dari residu zat berbahaya. Pertanian pangan organik merupakan suatu sistem budidaya tanaman yang bertujuan untuk mendaur ulang hara secara alami yang berasal dari limbah tanaman (pupuk kompos), ternak (pupuk kandang), dan limbah lainnya yang mampu meningkatkan kesuburan dan memperbaiki struktur tanah (Sutanto 2002). Mekanisme sistem budidaya organik adalah mentransfer unsur hara dari sisa tanaman, kompos, dan pupuk kandang ke dalam tanah melalui proses mineralisasi. Dengan kata lain, unsur hara didaur ulang melalui beberapa tahapan sehingga menghasilkan bentuk senyawa organik yang dapat diserap oleh tanaman. Oleh karena itu, terdapat perbedaan yang signifikan antara sistem budidaya organik dengan sistem budidaya konvensional (anorganik). Mekanisme sistem budidaya konvensional adalah memberikan unsur hara secara cepat dan langsung dalam bentuk larutan sehingga segera diserap dalam takaran dan waktu pemberian yang sesuai dengan kebutuhan tanaman tanpa melalui beberapa tahapan. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan sistem budidaya organik antara lain bentuk bahan yang susah untuk diperoleh (bulkiness), takaran bahan organik yang harus dalam jumlah banyak, dan persaingan dengan kepentingan lain di luar bidang pertanian untuk memperoleh bahan-bahan organik dalam jumlah yang cukup sehingga menyebabkan biaya yang lebih tinggi untuk memperoleh input-input organik daripada input-input kimia. Oleh karena itu, pertanian organik belum dapat diterapkan secara murni. Diperlukan masa transisi dalam perubahan dari sistem budidaya konvensional menjadi sistem budidaya organik. Hal-hal yang dilakukan dalam masa transisi tersebut misalnya adalah tetap menggunakan pupuk kimia pada tahap awal penerapan sistem budidaya organik, terutama pada tanah yang miskin unsur hara. Seiring dengan berjalannya 13

29 waktu dan proses pembangunan kesuburan tanah melalui penggunaan pupuk organik yang berkesinambungan, secara perlahan penggunaan pupuk kimia berkadar hara tinggi dapat dikurangi dan digantikan dengan pupuk organik. Perpaduan budidaya organik dan konvensional disebut dengan Sistem Gizi Tanaman Terpadu/SGTT (Integrated Plant Nutrient System/INPS) atau dapat juga disebut sebagai Pengelolaan Gizi/Nutrisi Terpadu. Sistem ini sudah mulai dikembangkan oleh badan dunia FAO (Food Association Organization) dan diterapkan di beberapa negara di kawasan Asia dan Pasifik. Salah satu komoditas dalam tanaman pangan yang telah banyak dibudidayakan secara organik di Indonesia adalah tanaman padi. Menurut Andoko (2002) tidak terdapat banyak perbedaan dalam membudidayakan padi secara organik maupun konvensional. Perbedaannya hanya terdapat pada pemilihan varietas dan penggunaan pupuk dasar. Varietas benih/bibit yang digunakan dalam budidaya padi secara organik adalah benih/bibit non-hibrida. Tujuan penggunaan benih/.bibit non-hibirda adalah untuk mempertahankan keanekaragaman hayati. Selain itu, varietas benih/bibit non-hibrida memungkinkan untuk ditanam secara organik karena varietas benih/bibit non-hibrida dapat hidup dan berproduksi optimal pada kondisi yang alami sedangkan benih/bibit hibrida dikondisikan untuk dibudidayakan secara anorganik, antara lain harus menggunakan pupuk kimia dan harus menggunakan pestisida kimia dalam pemberantasan hama dan penyakit. Langkah-langkah budidaya padi secara organik antara lain adalah sebagai berikut (Andoko 2002): 1. Pemilihan Varietas Padi hibrida kurang cocok untuk ditanam secara organik karena diperoleh melalui proses pemuliaan di laboratorium. Walaupun merupakan varietas unggul tahan hama dan penyakit tertentu, padi hibrida pada umumnya hanya dapat tumbuh dan berproduksi optimal bila disertai dengan aplikasi pupuk kimia dalam jumlah banyak. Varietas padi yang cocok ditanam secara organik hanyalah jenis atau varietas alami, antara lain rojolele, mentik, pandan, dan lestari. 2. Pembenihan 14

30 Pembenihan merupakan salah satu tahap dalam budidaya padi karena umumnya ditanam dengan menggunakan benih yang sudah disemaikan terlebih dahulu di tempat lain. Dalam penyeleksian benih, perlu diperhatikan kualitas benih. Spesifikasi benih yang bermutu adalah jenis yang murni, bernas, kering, sehat, bebas dari penyakit, dan bebas dari campuran biji rerumputan yang tidak dikehendaki. Penggunaan benih yang ideal pada setiap hektar tanah yang akan ditanami 30 kg. 3. Penyiapan Lahan Penyiapan lahan pada dasarnya adalah pengolahan tanah sawah hingga siap untuk ditanami. Prinsip pengolahan tanah adalah pemecahan bongkahanbongkahan tanah sawah sedemikian rupa hingga menjadi lumpur lunak dan sangat halus. Selain kehalusan tanah, ketersediaan air yang cukup harus diperhatikan. Pembajakan sawah dapat menggunakan traktor atau cara tradisional dengan tenaga hewan (biasanya memanfaatkan kerbau). Pembajakan sawah dengan kedua cara tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu pembalikan tanah. Akan tetapi, menurut pengalaman padi organik, cara pembajakan tradisional memberikan hasil yang lebih baik. 4. Penanaman Syarat bibit yang baik untuk dipindahkan ke lahan penanaman adalah memiliki tinggi sekitar 25 cm, memiliki 5 sampai dengan 6 helai daun, batang bawah besar dan keras, bebas dari hama dan penyakit, serta berjenis varietas seragam. Umur bibit berpengaruh terhadap produktivitas. Umur terbaik varietas genjah (100 sampai dengan 115 hari) untuk dipindahkan adalah 18 sampai dengan 21 hari, varietas sedang (sekitar 130 hari) adalah 21 sampai dengan 25 hari, dan varietas dalam (sekitar 150 hari) adalah 30 sampai dengan 45 hari. Jarak tanam di lahan pun mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas padi. Penentuan jarak tanam sendiri dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu sifat varietas dan kesuburan tanah. Bila varietas memiliki sifat merumpun tinggi maka jarak tanamnya harus lebih lebar dari padi yang memiliki sifat merumpun rendah. Sementara bila tanah sawah lebih subur, jarak tanam harus lebih lebar dibandingkan dengan tanah sawah kurang subur. 15

31 5. Penyulaman Penyulaman merupakan penggantian bibit yang tidak tumbuh, rusak, dan mati dengan bibit baru. Penyulaman sebaiknya dilakukan maksimal dua minggu setelah tanam untuk mencegah pertumbuhan padi yang tidak serentak. 6. Pengolahan Tanah Ringan Pengolahan tanh ringan biasanya dilakkukan sekitar dua puluh hari setelah tanam. Tujuan pengolahan tanah ringan adalah menukar udara, yaitu memasukkan oksigen ke dalam tanah dan menguapkan gas-gas yang terbentuk dalam keadaan anaerobik di dalam tanah. 7. Penyiangan Penyiangan pertama dilakukan seminggu setelah pengolahan lahan ringan. Tujuan penyiangan adalah memberantas tanaman liar atau tanaman pengganggu (gulma) yang masih tumbuh seiring pertumbuhan padi. Pertumbuhan tanaman tersebut menyebabkan timbulnya persaingan dengan tanaman padi dalam memperoleh zat hara dari tanah. Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma dan membuangnya ke luar areal sawah atau dipendam dalam lumpur sawah sedalam-dalamnya. Dalam satu musim tanam, dilakukan tiga kali penyiangan, yaitu pada saat tanaman berumur empat minggu, 35 hari, dan 55 hari. 8. Pemasukan dan Pengeluaran Air Teknik penggenangan sawah dilakukan dengan menyesuaikan ketinggian air dengan fase pertumbuhan tanaman. Pada fase awal pertumbuhan, sawah harus digenangi air setinggi 2 sampai dengan 5 cm dari permukaan tanah selama 15 hari. Pada fase pembentukan anakan, ketinggian air perlu ditingkatkan dan dipertahankan antara 3 sampai dengan 5 cm. Pada masa bunting, ketinggian genangan air ditingkatkan kembali sampai sekitar 10 cm karena pada masa ini air sangat dibutuhkan dalam jumlah banyak. Pada fase pembungaan, ketinggian air dipertahankan antara 5 sampai dengan 10 cm. Bila mulai tampak keluar bunga, sawah perlu dikeringkan selama 4 sampai dengan 7 hari agar pembungaan berlangsung secara serentak. Pada saat bunga 16

32 muncul serentak, air segera dimasukkan kemballi dengan ketinggian tetap 5 sampai dengan 10 cm. Sedangkan pengeringan sawah dilakukan hanya pada fase sebelum bunting selama 4 sampai dengan 5 hari dan fase pemasakan biji hingga saat padi dipanen. Tujuan utama pengeringan sawah adalah untuk memperbaiki aerasi tanah, memacu pertumbuhan anakan, meningkatkan suhu dalam tanah, meningkatkan perombakan bahan organik oleh jasad renik, mencegah terjadinya busuk akar, serta mengurangi populasi berbagai hama. 9. Pemupukan Kegiatan pemupukan dibagi ke dalam dua jenis, yaitu pemupukan dasar dan pemupukan susulan. Pemupukan dasar dilakukan bersamaan dengan kegiatan pembajakan kedua. Jenis pupuk organik yang digunakan sebagai pupuk dasar berupa pupuk kandang atau kompos matang sebanyak 5 ton /ha. Pemupukan susulan pada budidaya padi secara organik dilakukan tiga kali selama satu musim tanam. Pemupukan susulan tahap I dilakukan saat tanaman berumur sekitar 15 hari dengan menggunakan jenis pupuk kandang matang sebanyak 1 ton/ha atau kompos fermentasi sebanyak 05 ton/ha. Pemupukan susulan tahap II dilakukan seminggu sekali saat tanaman berumur 25 sampai dengan 60 hari dengan menggunakan jenis pupuk organik cair buatan sendiri dengan unsur N yang tinggi sebanyak 1 liter pupuk dilarutkan dalam 17 liter air. Pemupukan susulan tahap III dilakukan seminggu sekali saat tanaman memasuki fase generatif atau pembentukan buah, yaitu setelah tanaman berumur 60 hari dengan menggunakan pupuk organik cair buatan sendiri dengan unsur P dan K tinggi sebanyak 2 sampai dengan 3 sendok makan pupuk P organik dicampurkan dalam 15 liter pupuk K organik. 10. Pemberantasan Hama dan penyakit Pemberantasan hama dan penyakit padi organik perlu dilakukan secara terpadu antara teknik budidaya, biologis, fisik (perangkap atau umpan), dan kimia (pestisida organik/nabati). Selanjutnya, jenis-jenis gulma, hama, dan penyakit yang biasa menyerang tanaman padi, baik yang anorganik maupun organik adalah sebagai berikut (Andoko 2002): 17

33 1. Jajagoan (Echinochloa crus-galli), merupakan sejenis rumput berbatang bulat, sering dijumpai pada tanaman padi di lahan basah, dan mampu menghasilkan biji dengan pertumbuhan yang sangat baik (terutama bila tanah banyak mengandung unsur Nitrogen). Saat masih muda, rumput ini seruppa dengan tanaman padi sehingga sulit dibedakan. Pada tanaman padi di bawah umur 60 hari, jajagoan menjadi gulma yang sangat serius. 2. Sunduk gangsir (Digtaria ciliaris), merupakan sejenis rumput berbatang bulat, sering dijumpai pada tanaman padi di lahan agak kering, dan mampu bertahan hidup dalam kondisi agak ekstrim. 3. Teki (Cyperus rotundus), merupakan sejenis rumput berbatang segitiga dan berumbi, memperbanyak hanya menggunakan batang bawah (umbi) walaupun menghasilkan biji, mampu tumbuh dan berkembang dalam berbagai kondisi tanah dan lingkungan, dan umbinya mampu bertahan hidup walaupun di areal persawahan yang tergenang atau kekeringan dalam waktu lama. 4. Eceng, merupakan tanaman berdaun lebar dan bersifat annual, sering dijumpai pada tanaman padi sawah, memperbanyak dengan biji, dan hidup di berbagai tempat basah atau genangan air. Pembudidayaan padi secara organik tidak terlepas dari serangan hama dan penyakit. Hama-hama tersebut tergolong hama penting karena serangannya dapat merugikan petani. Jenis hama-hama tersebut antara lain adalah sebagai berikut: 1. Wereng, merupakan serangga kecil yang pada saat dewasa menghisap cairan pada pangkal batang dan buir padi yang masih lunak sehingga padi yang terserang menjadi layu, menguning, dan akhirnya mati. Jenis-jenis wereng yang menyerang padi antara lain: wereng cokelat (Nilaparvata lugens), wereng hijau (Nephotettix virescens), wereng zig-zag (Deltocephalus dorsalis), dan wereng putih (Cofana spectra). 2. Walang sangit (Leptocorisa oratorius), merupakan bertubuh ramping dengan tungkai dan antena memanjang dan menghisap setiap bulir padi, baik yang baru berisi maupun lama berkali-kali sehingga warnanya menjadi kecokelatan dan hampa. 3. Penggerek batang, menyerang padi pada saat masih muda dengan tanda daun termuda mengering dan mudah dicabut (sundep), dan menyerang padi pada 18

34 saat berada pada fase berbunga dengan tanda batang terpotong sehingga malai menjadi kering (beluk). Jenis-jenis penggerek batang yang menyerang padi antara lain: penggerek batang bergaris (Chilo supressalis), penggerek batang kuning (Tryporyza incertulas), dan penggerek batang merah jambu (Sesamia inferens). 4. Ganjur (Orseolia oryzae), merupakan serangga berbentuk nyamuk berwarna kemerahan yang memakan bagian padi di antara dasar titik timbuj dan pucuk tanaman sehingga seludang daun di sekelilingnya menjadi tumbuh berongga. 5. Tikus (Rattus argentiventer), merupakan binatang bersifat jera hama, yaitu tidak akan memangsa umpan beracun lagi bila pernah memangsanya dan menyerang tanaman padi mulai dari yang masih di persemaian, stadia vegetatif, maupun setelah membentuk biji. Sedangkan jenis-jenis penyakit yang sering menyerang padi antara lain sebagai berikut: 1. Bercak cokelat, disebabkan oleh cendawan Helmintosporium oryzae yang mengakibatkan kehilangan hasil sampai 50 persen dan kualitas bijinya rendah. Gejala serangannya antara lain timbul bercak-bercak cokelat seperti biji wijen pada daun atau gabah. 2. Blast, disebabkan oleh cendawan Pyricularia oryzae yang dipicu oleh penggunaan pupuk N terlalu tinggi dengan curah hujan dan kelembaban yang tinggi. Gejala serangannya antara lain muncul bercak berbentuk seperti mata pada daun padi. 3. Tungro, disebabkan oleh virus tungro yang dibawa oleh hama wereng yang mengakibatkan padi menjadi kerdil dan daun bewarna kuning atau jingga. 2.2 Kajian Analisis Pendapatan Usahatani Komoditas Padi Penelitian Anshori (2010) menggunakan analisis usahatani yang terdiri dari biaya, pendapatan, dan efisiensi pendapatan usahatani padi ketan putih dan non ketan. Secara umum kegiatan usahatani padi ketan putih dan usahatani padi non ketan mulai dari kegiatan pengolahan tanah hingga panen keduanya hampir sama, namun perbedaan terletak pada kegiatan budidaya yang lebih banyak pada usahatani padi ketan putih, seperti kegiatan pemberian pupuk dan pestisida yang lebih sering dilakukan daripada usahatani padi non ketan. Hasil penelitian 19

35 menunjukkan bahwa usahatani padi ketan putih dan non ketan menguntungkan bagi petani dan efisiensi dari segi pendapatan. Fatullah (2010) membandingkan antara analisis usahatani padi konvensional dan padi sehat dengan menggunakan analisis usahatani yang terdiri dari biaya, pendapatan, dan efisiensi pendapatan usahatani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan dalam proses budidaya padi sehat lebih banyak daripada padi konvensional, yaitu terdapat kegiatan tambahan seperti kegiatan persiapan benih, pembuatan pupuk kompos, pembuatan pestisida nabati, dan pembuatan pupuk cair. Jika dilihat dari segi keuntungan, maka keuntungan usahatani padi sehat lebih besar daripada keuntungan usahatani padi konvensional, sedangkan jika dilihat dari segi efisiensi pendapatan, maka usahatani padi konvensional lebih efisien daripada usahatani padi sehat. Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa usahatani padi sehat menghasilkan keuntungan bagi petaninya. Sementara menurut Lubis (2009), usahatani padi sehat memiliki risiko yang bersumber dari risiko produksi dan risiko harga. Berdasarkan hasil analisis, risiko produksi pada usahatani padi sehat memiliki dampak besar walaupun probabilitas terjadinya risiko kecil, sedangkan risiko penerimaan memiliki dampak yang kecil tetapi probabilitas terjadinya risiko besar. Hal ini menunjukkan bahwa petani padi sehat sering menghadapi risiko penerimaan yang dapat menurunkan tingkat pendapatan walaupun dampaknya kecil. Mulyaningsih (2010) membandingkan kegiatan usahatani padi SRI dan konvensional dengan menggunakan analisis usahatani yang terdiri dari biaya, pendapatan, dan efisiensi usahatani. Untuk analisis efisiensi usahatani, selain menggunakan nilai B/C juga menggunakan nilai return to family labour dan return to land. Tidak hanya itu penelitian tersebut juga menambahkan analisis risiko tenaga kerja (standar deviasi). Usahatani padi SRI dalam kegiatan teknis budidayanya memiliki pekerjaan yang lebih banyak dan intensif daripada kegiatan pada usahatani padi konvensional, kegiatan yang hanya dilakukan oleh petani padi SRI adalah adanya kegiatan seleksi benih, pembuatan kompos, dan pengaturan air secara berselang. Berdasarkan analisis penggunaan input dan biaya usahatani, penggunaan input pada usahatani SRI yang paling besar yaitu pada penggunaan 20

36 tenaga kerja dan pengadaan kompos. Sedangkan pada usahatani padi konvensional input paling besar dicurahkan untuk tenaga kerja, pengadaan pestisida, dan pupuk. Sehingga biaya input tersebut memiliki proporsi yang cukup besar pada biaya total kedua usahatani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik usahatani padi SRI dan konvensional menguntungkan bagi petani dengan perbandingan usahatani padi SRI memberikan keuntungan lebih besar bagi petaninya daripada petani padi konvensional. Selain itu, bila ditinjau dari segi efisiensi pendapatan, baik usahatani padi SRI dan konvensional efisien dengan perbandingan usahatani padi SRI lebih efisien daripada padi konvensional. Nafis (2011) menggunakan analisis pendapatan usahatani dan R/C Rasio untuk melihat efisiensi usahatani padi organik. Usahatani padi organik dibagi dalam dua kelompok responden, yaitu usahatani padi organik tersertifikasi dan usahatani padi organik non-sertifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani padi organik menguntungkan bagi petani dengan perbandingan keuntungan yang diterima oleh petani padi organik tersertifikasi lebih besar daripada petani padi organik non-sertifikasi. Selain itu, bila ditinjau dari segi efisiensi pendapatan, usahatani padi organik efisien dengan perbandingan pendapatan usahatani padi organik tersertifikasi lebih efisien daripada pendapatan usahatani padi organik non-sertifikasi. Penelitian Anshori (2010), Fatullah (2010), Lubis (2009), Mulyaningsih (2010), dan Nafis (2011) memiliki beberapa persamaan dengan penelitian ini. Anshori (2010), Fatullah (2010), Lubis (2009), Mulyaningsih (2010), Nafis (2011), dan penelitian ini meneliti komoditas yang sama, yaitu padi. Akan tetapi, Anshori (2010) membandingkan antara spesies padi ketan putih dan non ketan, Fatullah (2010) membandingkan antara usahatani padi sehat dan konvensional, Lubis (2009) menganalisis risiko produksi dan penerimaan usahatani padi sehat, Mulyaningsih (2010) membandingkan antara padi dengan sistem usahatani SRI dan konvensional, Nafis (2011) membandingkan antara petani padi organik tersertifikasi dengan petani padi organik non-sertifikasi, sedangkan penelitian ini membandingkan usahatani padi sehat yang dilakukan oleh petani berukuran luas dan sempit. Anshori (2010), Fatullah (2010), Mulyaningsih (2010), Nafis (2011), dan penelitian ini menggunakan alat analisis yang sama dalam menganalisis 21

37 usahatani, yaitu terdiri dari biaya, pendapatan, dan efisiensi, dimana secara keseluruhan penelitian Anshori (2010), Fatullah (2010), Mulyaningsih (2010), dan Nafis (2011) menunjukkan bahwa usahatani padi menguntungkan bagi petani. Penelitian Fatullah (2010), dan penelitian ini memiliki persamaan dalam lokasi penelitian, yaitu di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, dan objek penelitian, yaitu pendapatan usahatani padi sehat. Perbedaannya terdapat pada metode penelitian dimana Fatullah (2010) membandingkan antara sistem usahatani padi sehat dan konvensional, Lubis (2009) sedangkan penelitian ini membandingkan antara usahatani padi sehat berukuran luas dan usahatani padi sehat berukuran sempit. Selain itu, Fatullah (2010) mengambil sampel sebagai responden sebanyak 30 petani secara purposive (sengaja), yang terbagi menjadi 15 responden petani padi sehat dan 15 responden petani padi konvensional, sedangkan penelitian ini mengambil sampel sebagai responden sebanyak 35 petani secara simple random sampling (pengacakan sederhana), yang terbagi menjadi delapan responden petani padi sehat berukuran luas dan 27 responden petani padi sehat berukuran sempit. Perbedaan selanjutnya, Fatullah (2010) menggunakan data usahatani hanya pada satu musim tanam, yaitu musim tanam I periode musim tanam 2009, sedangkan penelitian ini menggunakan data usahatani tiga musim tanam selama periode musim tanam 2010/2011. Perbedaan penelitian Anshori (2010), Mulyaningsih (2010), dan Nafis (2011) dengan penelitian dapat dilihat selain dari spesies padi yang diteliti juga dari lokasi penelitian. Anshori (2010) membandingkan usahatani padi ketan putih dan non ketan di Desa Jatimulya, Kecamatan Compreng, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat; Mulyaningsih (2010) membandingkan sistem usahatani sistem SRI dengan usahatani konvensional di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat; Nafis (2011) membandingkan usahatani padi organik tersertifikasi dan non-sertifikasi di Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi jawa Barat; sedangkan penelitian ini meneliti usahatani padi sehat berdasarkan skala usahatani di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. 22

38 III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Produksi Produk total (TP) adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Jika jumlah semua input kecuali satu faktor bernilai konstan, maka produksi total akan berubah menurut jumlah faktor variabel yang digunakan. Kemudian, jika produk total dibagi dengan jumlah unit faktor variabel yang digunakan untuk memproduksinya, maka akan dihasilkan produk rata-rata (AP). Produk marjinal (MP) adalah perubahan dalam produk total sebagai akibat penambahan penggunaan input variabel sebanyak satu unit. (Lipsey et al 1995). Gambar 1 akan menunjukkan kurva produksi total. y TP AP 0 Keterangan: TP = Produk total AP = Produk rata-rata MP = Marjinal produk y = Output x = Input x 1 x 2 x MP Gambar 1. Kurva Produk Total, Produk Rata-Rata, dan Produk Marjinal Sumber: Lipsey et al (1995) (dimodifikasi) Gambar 1 menunjukkan bahwa kurva produk total pada saat penggunaan input sebesar 0 sampai dengan x 1 akan meningkat dengan laju peningkatan yang meningkat, dimana penggunaan input sebesar x 1 akan menyebabkan produktivitas rata-rata maksimum. Sementara itu, kurva produk total pada saat penggunaan

39 input sebesar x 1 sampai dengan x 2 juga akan meningkat tetapi laju peningkatannya semakin menurun. Kemudian penggunaan input yang lebih besar dari x 2 justru akan menyebabkan kurva produk total menurun sehingga produk marjinal bernilai negatif. Oleh karena itu, penggunaan input yang akan menghasilkan produksi optimum adalah sebesar antara x 1 dan x 2, dimana jumlah penggunaan input sebesar x 2 akan menghasilkan produksi yang maksimum. Menurut Hernanto (1996), usahatani terdiri dari beberapa bagian yang dalam hal ini sebagai input usahatani, antara lain: 1. Lahan, yaitu tanah usahatani yang di atasnya tumbuh tanaman. Jenis-jenisnya yaitu kolam, tambak, sawah,dan tegalan. Selain itu, terdapat juga tanaman setahun dan tahunan. 2. Bangunan yang berupa rumah petani, gudang dan kandang, lantai jemur, dan lain-lain. 3. Alat-alat pertanian seperti cangkul, parang, garpu, linggis, sprayer, traktor, pompa air, dan lain-lain. 4. Pencurahan kerja untuk mengolah tanah, menanam, memelihara, dan lain-lain. 5. Kegiatan petani yang menetapkan rencana usahataninya, mengawasi jalannya usahatani, dan menikmati hasil usahataninya. Suratiyah (2009) dan Hernanto (1996) memaparkan beberapa faktor yang berpengaruh dalam usahatani, antara lain adalah sebagai berikut: 1. Faktor Alam Faktor alam dalam usahatani merupakan faktor penting, sehingga dalam batas tertentu petani sebagai pelaku usahatani harus menyesuaikan kegiatan usahataninya dengan kondisi alam. Hal ini disebabkan oleh karakteristik usaha pertanian yang sangat peka terhadap pengaruh alam. Faktor alam pun dibedakan menjadi dua, yaitu faktor lingkungan alam sekitarnya dan faktor tanah. Faktor alam sekitar yaitu iklim yang berkaitan dengan ketersediaan air, suhu, dan lain sebagainya. Iklim menjadi faktor penentu komoditas yang ditanam di suatu daerah, karena setiap komoditas pertanian memiliki spesifikasi yang berbeda untuk dapat tumbuh, salah satunya kecocokan dengan iklim di lokasi usahtani. Selain itu, iklim juga berpengaruh terhadap cara mengusahakan serta teknologi yang akan digunakan. Faktor alam yang lain 24

40 adalah tanah. Tanah juga merupakan faktor produksi yang penting karena tanah merupakan tempat tumbuhnya tanaman, ternak, dan usahatani keseluruhannya. Jenis-jenis tanah yang terkait dengan kesuburan, lokasi, luas, dan kemiringan akan mempengaruhi produktivitas tanaman. Tentu saja faktor tanah tidak terlepas dari pengaruh alam sekitarnya. 2. Faktor Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usahatani keluarga (family farms), khususnya tenaga kerja petani beserta anggota keluarganya. Rumah tangga tani yang umumnya sangat terbatas kemampuannya dari segi modal, peranan tenaga kerja keluarga sangat menentukan. Baik pada usahatani keluarga maupun perusahaan pertanian, peranan tenaga kerja belum sepenuhnya dapat diganti dengan teknologi yang menghemat tenaga. Hal ini dikarenakan selain mahal, juga ada hal-hal tertentu yang memang tenaga kerja manusia tidak dapat digantikan dengan teknologi. 3. Faktor Modal dan Peralatan Tanah serta alam sekitarnya dan tenaga kerja adalah faktor produksi asli, sedangkan modal dan peralatan merupakan substitusi faktor produksi tanah dan tenaga kerja. Dengan modal dan peralatan, faktor produksi tanah dan tenaga kerja dapat memberikan manfaat yang jauh lebih baik bagi manusia. Selain itu, dengan modal dan peralatan, penggunaan tanah dan tenaga kerja dapat dihemat. 4. Faktor Manajemen Faktor produksi usahatani pada dasarnya adalah tanah dan alam sekitarnya, tenaga kerja, modal, serta peralatan. Akan tetapi, harus ada yang mengatur penggunaan faktor-faktor produksi tersebut agar dapat bersinergi dengan baik sehingga mencapai tujuan usahatani. Manajemen sebenarnya melekat pada tenaga kerja, dan petani merupakan pihak yang berperan sebagai manajer. Untuk meraih keberhasilan usahatani sangat ditentukan oleh pengambilan keputusan yang berdasarkan pada tujuan-tujuan usahatani, permasalahan, serta kondisi yang jelas, fakta dan data yang aktual, serta analisis yang tepat dan akurat. Oleh karena itu, kemampuan, pengetahuan 25

41 keterampilan, dan pengalaman petani yang memadai sangat diperlukan dan sangat menentukan keberhasilan usahataninya Teori Penerimaan Nicholson (1995) mendefinisikan penerimaan sebagai hasil penjualan keluaran (output) sejumlah tertentu dengan harga pasar per unit. Grafik penerimaan digambarkan dalam Gambar 2. P TR P1 TR1 0 Q1 Keterangan: TR = Penerimaan total P = Harga pasar per unit Q = Keluaran (output) Gambar 2. Grafik Penerimaan Sumber: Nicholson (1995) Q Gambar 2 menunjukkan bahwa jika produsen berhasil menjual output sebanyak Q1 dengan harga per satuannya sebesar P1, maka produsen tersebut akan memperoleh penerimaan sebesar luas daerah 0 P1 TR1 Q1. Hal ini diasumsikan dalam keadaan linear, yang artinya harga satuan output yang dijual tetap, sehingga semakin banyak jumlah hasil produksi yang dijual dengan harga jual tertentu, semakin besar penerimaan yang diperoleh produsen. Penerimaan total usahatani dapat didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual (Soekartawi et al. 1986). Atau dengan kata lain, penerimaan usahatani merupakan seluruh pendapatan yang diperoleh dari usahatani selama satu periode (Suratiyah 2009). Pinjaman uang untuk keperluan usahatani tidak termasuk penerimaan 26

42 usahatani. Sedangkan Hernanto (1996) menyatakan penerimaan usahatani merupakan penerimaan dari semua sumber usahatani yang meliputi jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil, dan nilai penggunaan rumah dan yang dikonsumsi. Oleh karena itu, penerimaan usahatani dapat dibagi menjadi dua, yaitu penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan sejumlah nilai uang yang diterima petani atas penjualan hasil produk usahataninya, sedangkan penerimaan tidak tunai merupakan nilai hasil produk usahatani yang tidak dijual, tetapi dikonsumsi sendiri, disimpan sebagai persediaan atau aset petani, dan lain sebagainya sehingga tidak menghasilkan dalam bentuk uang. Jika penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai, maka akan didapatkan nilai penerimaan total usahatani. Soeharjo dan patong (1973) membagi wujud penerimaan usahatani menjadi tiga hal, antara lain sebagai berikut: 1. Hasil penjualan tanaman, ternak, ikan, atau produk yang akan dijual. 2. Produk yang dikonsumsi petani dan keluarganya selama melakukan kegiatan. Seandainya konsumsi produk ini ditunda bisa ditunda sampai jangka waktu produksi selesai, maka bentuknya tidak berbeda dengan produk yang dijual maupun yang akan dijual. 3. Kenaikan nilai inventaris, yaitu kenaikan nilai benda-benda inventaris yang dimiliki petani Teori Biaya Biaya total (TC) adalah biaya total untuk menghasilkan tingkat output tertentu. Biaya total dibagi menjadi dua bagian, yaitu biaya tetap total (Total Fixed Cost=TFC) dan biaya variabel total (Total Variabel Cost=TVC). Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah meskipun output berubah. Sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang berkaitan langsung dengan output, yaitu bertambah besar seiring peningkatan produksi, dan sebaliknya semakin berkurang seiring penurunan produksi. Klasifikasi biaya usahatani menjadi biaya tetap dan variabel tersebut dijelaskan dalam formulasi (Lipsey et al 1995): 27

43 keterangan: TC = Biaya total TFC = Biaya tetap TVC = Biaya variabel,, = Harga satuan input variabel,,,, = Jumlah penggunaan input variabel,, Formulasi tersebut menunjukkan bahwa biaya tetap nilainya tetap pada setiap periode produksi sedangkan biaya variabel nilainya ditentukan oleh jumlah penggunaan input variabel, dimana jumlah penggunaan dan harga input variabel tidak selalu sama di setiap periode produksi. Oleh karena itu, peningkatan dan penurunan biaya total dipengaruhi oleh peningkatan dan penurunan jumlah biaya variabel usahatani. Menurut Soeharjo dan Patong (1973), pengeluaran usahatani secara umum meliputi biaya tetap dan biaya variabel; serta pengeluaran usahatani tunai dan yang diperhitungkan. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran yang dibayarkan dengan uang, seperti biaya pembelian sarana produksi dan biaya untuk membayar tenaga kerja. Pengeluaran yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani bila bunga modal dan niai kerja keluarga diperhitungkan. Modal yang digunakan petani diperhitungkan sebagai modal pinjaman pinjaman meskipun modal tersebut milik petani sendiri. Kerja keluarga dinilai berdasarkan upah yang berlaku pada waktu anggota keluarga menyumbangkan kerja dan pada tempat mereka bekerja. Selain berwujud biaya tetap dan biaya variabel, pengeluaran juga mencakup penurunan nilai inventaris usahatani. Nilai inventaris berkurang karena hilang, rusak, atau karena penyusutan. Penyusutan terjadi karena pengaruh umur atau karena dipakai, contohnya gedung-gedung, traktor, bajak, cangkul, dan lain sebagainya. Menurut Dillon et al. (1986), pengeluaran tunai usahatani didefinisikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Pengeluaran usahatani sering juga disebut sebagai biaya usahatani. Pengeluaran total usahatani didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam proses produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja dalam keluarga petani. Bunga pinjaman dan pembayaran pinjaman pokok tidak termasuk pengeluaran usahatani. Sedangkan Hernanto (1996) menyatakan 28

44 pengeluaran usahatani adalah semua biaya operasional dengan tanpa memperhitungkan bunga dari modal usahatani dan nilai kerja pengelola usahatani yang meliputi pengeluaran tunai, penyusutan benda fisik, pengurangan nilai inventaris, dan nilai tenaga kerja yang tidak dibayar. Soekartawi (2002) mengklasifikasikan biaya usahatani menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap atau biaya variabel (varieble cost). Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan tanpa dipengaruhi oleh besar-kecilnya jumlah produksi, bahkan berjalan atau tidaknya usahatani. Sedangkan biaya tidak tetap atau biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya dipengaruhi oleh jumlah produksi. Biaya ini dapat berubah sesuai dengan jumlah produksi yang ingin dihasilkan. Selain itu, pengeluaran usahatani juga dapat diklasifikasikan sebagai pengeluaran tunai dan tidak tunai (pengeluaran yang diperhitungkan). Pengeluaran tunai merupakan pengeluaran yang dibayarkan dengan uang, sedangkan pengeluaran tidak tunai merupakan pengeluaran yang diperhitungkan secara tidak langsung karena tidak dilakukan secara verbal. Contoh pengeluaran tidak tunai atau pengeluaran yang diperhitungkan adalah penyusutan sarana produksi, gaji untuk tenaga kerja dalam keluarga petani, dan lain sebagainya Teori Pendapatan Pendapatan disebut juga sebagai laba. Laba adalah selisih antara penerimaan dan biaya. Pendapatan dijelaskan dalam formulasi (Nicholson 1995): keterangan: = Pendapatan total TR = Penerimaan total TC = Biaya total = Harga jual output per unit = Keluaran (output) TFC = Biaya tetap,, = Harga satuan input variabel,,,, = Jumlah penggunaan input variabel,, Formulasi tersebut menunjukkan bahwa pendapatan akan bernilai postitif (menguntungkan) jika penerimaan total lebih besar daripada biaya usahatani. 29

45 Sedangkan jika penerimaan total lebih kecil daripada biaya total usahatani, maka pendapatan usahatani akan bernilai negatif (merugikan). Peningkatan dan penurunan penerimaan total dipengaruhi oleh peningkatan dan penurunan jumlah output yang dijual dan harga satuannya, sedangkan peningkatan dan penurunan biaya total dipengaruhi oleh peningkatan dan penurunan jumlah penggunaan input variabel dan harga satuannya. Soekartawi (2002) mendefinisikan usahatani sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki dan/atau kuasai sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input). Usahatani pada skala usaha yang luas umumnya bermodal besar, berteknologi tinggi, manajemennya modern, dan lebih bersifat komersial. Sedangkan usahatani skala kecil umumnya bermodal pas-pasan, teknologinya tradisional, lebih bersifat usahatani sederhana dan sifat usahanya subsisten, serta lebih berorientasi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Berusahatani sebagai suatu kegiatan untuk memperoleh produksi di lapangan pertanian pada akhirnya akan dinilai dari biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh. Selisih keduanya merupakan pendapatan dari kegiatan usahataninya. Karena dalam kegiatan itu bertindak seorang petani yang berperan sebagai pengelola, sebagai pekerja, dan sebagai penanam modal pada usahanya sekaligus, maka pendapatan itu dapat digambarkan sebagai balas jasa dari kerjasama faktor-faktor produksi (Soeharjo dan Patong 1973). Pendapatan usahatani dapat juga disebut dengan pendapatan bersih usahatani. Hal ini karena pendapatan usahatani diperoleh dari selisih antara total penerimaan usahatani dengan total pengeluaran tunai usahatani. Dari pendapatan usahatani kemudian dapat diperoleh penghasilan bersih usahatani dengan cara mengurangkan pendapatan bersih usahatani dengan pengeluaran nontunai usahatani. Penghasilan bersih usahatani dapat juga disebut dengan keuntungan yang diperoleh petani atas usahataninya. Semakin besar penghasilan bersih usahatani berarti semakin baik 30

46 pelaksanaan teknis usahatani tersebut sehingga secara tidak langsung menghasilkan kesejahteraan bagi petani. Analisis pendapatan mempunyai kegunaan bagi petani maupun bagi pemilik faktor produksi. Dua tujuan utama analisis pendapatan antara lain menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan mrnggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Bagi seorang petani, analisis pendapatan memberikan bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau tidak. Indikator kesuksesan suatu usahatani dapat dilihat dari kondisi pendapatan sebagai berikut (Soeharjo dan patong 1973): 1. Cukup untuk membayar semua pembelian sarana produksi, termasuk biaya angkutan dan biaya administrasi yang mungkin melekat pada pembelian tersebut. 2. Cukup untuk membayar bunga modal yang ditanamkan, termasuk pembayaran sewa tanah dan pembayaran dana depresiasi modal. 3. Cukup untuk membayar upah tenaga kerja yang dibayar atau bentuk-bentuk upah lainnya untuk tenaga kerja yang tidak diupah. Kegiatan usahatani bertujuan untuk mencari produksi di bidang pertanian yang pada akhirnya akan dinilai dengan uang untuk diperhitungkan dari nilai produksi setelah dikurangi atau memperhitungkan biaya yang telah dikeluarkan. Pendapatan usahatani yang didapatkan akan mendorong petani untuk dapat mengalokasikannya dalam berbagai kegunaan atau keperluan petani itu sendiri, misalnya biaya produksi periode selanjutnya, tabungan, dan pengeluaran lain untuk memenuhi kebutuhan keluarga (Hernanto 1996) Teori Efisiensi Biaya Usahatani Sejalan dengan bagaimana cara pendapatan usahatani didapatkan, maka salah satu ukuran efisiensi pendapatan usahatani adalah nilai rasio imbangan penerimaan dan biaya (Rasio R/C). Menurut Soekartawi (2002), R/C adalah singkatan dari Return Cost Ratio, atau dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Rasio R/C menunjukkan bahwa berapa satuan mata uang penerimaan yang dihasilkan setiap satu satuan mata uang yang digunakan untuk biaya produksi dalam usahatani. Oleh karena itu, semakin tinggi rasio R/C berarti semakin besar penerimaan yang dihasilkan setiap satu satuan pengeluaran 31

47 sehingga semakin efisien. Secara teoritis, dengan rasio R/C = 1, keuntungan usahatani berada pada titik impas, yaitu tidak mengalami baik keuntungan maupun kerugian. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Setiap petani padi sehat di Desa Ciburuy telah diberikan suatu standar dalam membudidayakan padinya sehingga setiap produk beras dari padi yang dihasilkan telah disertifikasi oleh Departemen Kesehatan sebagai beras bebas residu pestisida kimia. Sertifikasi tersebut mengindikasikan bahwa produk beras dari Desa Ciburuy bukan merupakan beras konvensional biasa, tetapi beras yang memiliki nilai tambah dibandingkan beras-beras lain yang beredar di pasar. Oleh karena itu, menjadi suatu hal yang wajar apabila harga beras sehat yang dihasilkan dari Desa Ciburuy lebih mahal daripada beras konvensional. Akan tetapi, walaupun petani padi sehat di Desa Ciburuy diklaim sebagai produsen padi sehat yang paling berkembang di Kabupaten Bogor dan dengan semua keunggulan yang diperoleh akibat nilai tambah produknya, tidak semua petani di Desa Ciburuy merasakan kesejahteraan yang memadai. Hal ini tentu berhubungan terhadap pendapatan usahatani padi sehat yang dilakukan oleh para petani. Pendapatan usahatani dapat dikatakan suatu bentuk imbalan atas usahatani yang dilakukan oleh petani. Oleh karena itu, besar atau kecilnya nilai pendapatan suatu usahatani merupakan suatu ukuran kesuksesan suatu keragaan usahatani yang kemudian berkaitan dengan kesejahtaeraan petani selaku pemilik, pengelola, dan koordinator usahatani. Untuk menganalisis pendapatan usahatani padi sehat, hal yang perlu dilakukan terlebih dahulu adalah menganalisis bagaimana keragaan usahatani padi sehat yang dilakukan oleh para petani padi sehat. Hal ini tentu disesuaikan dengan standar yang diterapkan gapoktan dalam mebudidayakan padi sehat. Dari analisis keragaan usahatani tersebut akan dihasilkan beberapa informasi, antara lain struktur penerimaan dan pengeluaran usahatani. Struktur penerimaan dan pengeluaran usahatani tersebut kemudian dianalisis menurut klasifikasinya sehingga akan dihasilkan informasi pendapatan usahatani. Hasil analisis pendapatan usahatani bisa saja menyimpulkan bahwa pendapatan usahatani kurang optimal. Pendapatan usahatani dapat dioptimalkan dengan menganalisis efisiensi pendapatan. Salah satu cara untuk menganalisis 32

48 efisiensi pendapatan adalah dengan melihat R/C rasio. Nilai ini menunjukkan jumlah penerimaan usahatani yang diperoleh setiap satu satuan pengeluaran yang dikeluarkan petani untuk usahatani sehingga dengan analisis lebih lanjut yang menggunakan nilai ini dapat menentukan efisiensi pendapatan suatu usahatani. Selain itu, nilai R/C rasio juga mengindikasikan nilai ekonomi (tingkat keuntungan) suatu usahatani, karena semakin tinggi nilai R/C rasio maka semakin besar keuntungan petani. Analisis nilai R/C rasio dilakukan dengan dua cara, yaitu menganalisis nilai R/C rasio ukuran usahatani luas dan menganalisis nilai R/C rasio ukuran usahatani sempit. Setelah tingkat efisiensi diketahui, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis hal-hal yang perlu dilakukan untuk mencapai atau meningkatkan efisiensi usahatani bila diketahui pendapatan usahatani tersebut tidak efisien. Dalam hal ini jelas perlu diketahui bagaimana keragaan usahatani yang baik sehingga akan kembali lagi kepada analisis keragaan usahatani setelah menemukan strategi pengembangan untuk meningkatkan efisiensi usahatani. Adapun bagan kerangka operasional dapat dilihat pada Gambar 3. 33

49 Analisis keragaan usahatani padi sehat di Desa Ciburuy Penerimaan usahatani Pengeluaran usahatani Pendapatan usahatani Analisis efisiensi biaya usahatani dengan menggunakan R/C rasio Analisis R/C rasio ukuran usahatani luas Analisis R/C rasio ukuran usahatani sempit Tidak efisien Efisien Efisien Tidak efisien Pengembangan usahatani Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sehat di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor 34

50 IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Ciburuy merupakan sentra produksi beras sehat yang paling berkembang di Kabupaten Bogor sejak tahun Selain itu, Desa Ciburuy merupakan satu-satunya desa di Kabupaten Bogor yang telah mendapatkan sertifikasi beras sehat tanpa residu kimia dari Dinas Kesehatan sehingga peneliti menganggap bahwa petani di Desa Ciburuy merupakan petani yang berkompeten dalam hal budidaya padi sehat daripada petani padi sehat lain di lokasi yang berbeda. Pengumpulan dan analisis data di lokasi penelitian dilakukan selama tiga bulan, yaitu dimulai pada bulan Juli 2011 sampai dengan bulan September Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani responden padi sehat yang tergabung dalam Gapoktan Silih Asih dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disediakan. Data kualitatif dan kuantitatif yang diperoleh dari hasil wawancara dengan petani responden menggunakan data usahatani yang dilakukan pada periode musim tanam 2010/2011. Sedangkan data sekunder diperoleh dengan cara mempelajari buku-buku yang relevan dengan topik analisis pendapatan usahatani, studi literatur-literatur berupa hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan komoditas padi organik dan sehat serta yang terkait dengan analisis pendapatan usahatani. Selain itu, data sekunder juga diperoleh dari artikel yang berasal dari media cetak dan elektronik (internet). Data-data sekunder yang bersifat kuantitatif juga diperoleh dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Pemerintah Kabupaten Bogor tentang potensi pengembangan padi sawah organik di Kabupaten Bogor pada tahun 2011, data Gapoktan Silih Asih tentang pengusahaan padi sehat, dan data dari jurnal ilmiah yang dipublikasi di internet.

51 4.3 Metode Pengambilan Responden Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara langsung melalui kuesioner dengan petani responden padi sehat yang tergabung dalam Gapoktan Silih Asih. Penetapan responden dilakukan dengan metode simple random sampling (pengacakan sederhana) dari seluruh petani padi sehat yang tergabung dalam Gapoktan Silih Asih dan masih aktif berusahatani padi sehat saat masa penelitian di lokasi penelitian. Jumlah petani yang saat masa penelitian masih aktif berusahatani padi sehat adalah 52 orang dari lima kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan Silih Asih. Dari total 52 petani tersebut akan dipilih sebanyak 35 petani sebagai responden dengan metode simple random sampling (pengacakan sederhana) untuk memperoleh keterangan-keterangan yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. 4.4 Metode Analisis Data Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis secara kualitatif dilakukan untuk mendeskripsikan gambaran umum lokasi penelitian dan karakteristik petani responden padi sehat yang tergabung dalam Gapoktan Silih Asih. Sedangkan analisis secara kuantitatif dilakukan pada analisis penerimaan usahatani, penggunaan input usahatani beserta biayanya, pendapatan usahatani, dan analisis efisiensi pendapatan usahatani (R/C Rasio). Data primer yang telah diperoleh dari hasil wawancara dengan petani responden diolah dengan bantuan komputer, yaitu kalkulator dan program Microsoft Excel Hasil pengolahan data primer disajikan dalam bentuk tabel yang diinterpretasikan kemudian dilakukan pembahasan Analisis Usahatani Analisis usahatani dilakukan dengan cara membandingkan kegiatan usahatani yang dilakukan oleh kelompok petani berukuran usahatani luas dengan kelompok petani yang berukuran usahatani sempit. Pengelompokan dilakukan dengan cara mengelompokkan ke-35 responden petani menjadi dua kelompok, yaitu kelompok petani berukuran usahatani luas dan kelompok petani berukuran usahatani sempit. Karena, rata-rata luas lahan yang digarap ke-35 responden petani adalah 0,34 hektar, maka petani yang termasuk ke dalam kelompok petani berukuran usahatani luas adalah petani yang menggarap lahan seluas lebih dari 36

52 0,34 hektar, sedangkan petani yang termasuk ke dalam kelompok petani berukuran usahatani sempit adalah petani yang menggarap lahan seluas kurang dari atau sama dengan 0,34 hektar. Pengolahan dalam menganalisis usahatani dibedakan menjadi dua yaitu dengan cara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan data dengan cara kualitatif dilakukan untuk menggambarkan keragaan usahatani padi sehat, yaitu metode penanaman dan jenis-jenis input yang digunakan. Sedangkan pengolahan data dengan kuantitatif digunakan untuk menganalisis pendapatan dan efisiensi biaya usahatani dengan R/C Rasio, yaitu membandingkan jumlah penerimaan dan pengeluaran sehingga dari hasil R/C Rasio akan ditentukan tidak hanya efisiensi, tetapi juga tingkat keberhasilan keuntungan usahatani yang dijalankan. Oleh karena itu, data yang dibutuhkan dalam analisis kuantitatif adalah data tentang penerimaan, jenis dan jumlah input yang digunakan, serta pengeluarannya. Analisis penerimaan usahatani digunakan untuk mengetahui jumlah penerimaan yang diperoleh dalam usahatani padi sehat. Soekartawi (2002) memformulasikan penerimaan usahatani sebagai perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual, atau dapat dituliskan sebagai berikut: keterangan: TR = Penerimaan total usahatani (Rp/tahun) Y = Total hasil produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani (kg/tahun) Py = Harga jual produk y per unit (Rp/kg). Analisis biaya usahatani digunakan untuk mengetahui jumlah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam usahatani padi sehat. Analisis biaya usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu analisis biaya tunai dan biaya tidak tunai (pengeluaran yang diperhitungkan). Biaya tunai pada usahatani padi sehat antara lain biaya benih padi, pupuk pabrik, pestisida/obat-obatan, iuran pengairan, sewa alat pertanian (baik berupa traktor maupun kerbau), sewa lahan, pajak tanah, dan upah tenaga kerja luar keluarga. Sedangkan biaya tidak tunai padi sehat antara lain biaya pupuk organik (baik berupa kompos maupun kandang), upah tenaga kerja dalam keluarga, dan penyusutan alat-alat pertanian bagi petani yang memliki alat-alat pertanian. 37

53 Biaya tunai dan tidak tunai tersebut juga dibedakan juga menjadi dua bagian, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Jumlah biaya tetap tidak dipengaruhi oleh jumlah produksi yang diperoleh, misalnya biaya pajak tanah dan penyusutan alat-alat pertanian, sedangkan jumlah biaya variabel sangat ditentukan oleh jumlah produksi, misalnya biaya benih padi, pupuk pabrik, pupuk organik (baik berupa kompos maupun kandang), pestisida/obat-obatan, iuran pengairan, sewa alat pertanian (baik berupa traktor maupun kerbau), sewa lahan, dan upah tenaga kerja baik luar keluarga maupun dalam keluarga. Penentuan biaya tetap dan biaya variabel suatu pengeluaran tergantung pada petani itu sendiri. Terdapat beberapa petani yang iuran pengairannya tetap (tidak tergantung pada jumlah produksi) tetapi ada juga beberapa petani yang iuran pengairannya sesuai dengan jumlah produksi yang dihasilkan pada suatu musim tanam. Menurut Suratiyah (2002), perhitungan penyusutan alat-alat pertanian pada dasarnya bertolak pada harga pembelian sampai dengan alat tersebut dapat memberikan manfaat. Nilai penyusutan dapat dihitung berdasarkan metode garis lurus sebagai berikut: ( ) ( ) ( ) Pengeluaran total (biaya total) merupakan jumlah dari biaya tetap dan biaya variabel sehingga dapat diformulasikan sebagai berikut (Soekartawi 2002): keterangan: TC = Pengeluaran total usahatani (Rp/tahun) TFC = Biaya tetap usahatani (Rp/tahun) TVC = Biaya variabel usahatani (Rp/tahun). Analisis pendapatan usahatani digunakan untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani padi sehat. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara semua penerimaan (revenue) dan biaya total, baik biaya total yang bersifat tunai maupun tidak tunai, sehingga dapat diformulasikan sebagai berikut (Soekartawi 2002): 38

54 keterangan: TR TC = Pendapatan usahatani (Rp/tahun) = Penerimaan total usahatani (Rp/tahun) = Pengeluaran total usahatani (Rp/tahun) Analisis Efisiensi Biaya Usahatani Nilai pendapatan usahatani belum mencerminkan efisiensi usahatani berdasarkan pendapatannya. Terdapat beberapa analisis yang bisa dilakukan untuk menganalisis tingkat efisiensi pendapatan usahatani padi sehat, salah satunya adalah dengan menganalisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio). Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio) menunjukkan penerimaan yang diperoleh petani dari setiap rupiah pengeluaran yang dikeluarkan untuk usahatani padi sehat sebagai manfaat. Pernyataan tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut (Hernanto 1996): ( ) ( ) Kriteria keputusan yang digunakan untuk menilai hasil analisis R/C rasio tersebut adalah sebagai berikut: Jika nilai R/C rasio > 1, maka berarti usahatani menghasilkan keuntungan Jika nilai R/C rasio = 1, maka berarti usahatani berada pada titik impas, yaitu tidak menghasilkan keuntungan dan tidak mengalami kerugian. Jika nilai R/C rasio < 1, maka berarti usahatani mengalami kerugian. Oleh karena itu, nilai R/C rasio > 1 berarti usahatani efisien, karena setiap biaya sebesar Rp1,00 yang dikeluarkan untuk usahatani padi sehat akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan (lebih besar dari Rp1,00). Sebaliknya, nilai R/C rasio < 1 berarti usahatani tidak efisien, karena setiap biaya sebesar Rp1,00 yang dikeluarkan untuk usahatani padi sehat akan menghasilkan penerimaan yang lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan (lebih kecil dari Rp1,00). Kemudian nilai R/C = 1 berarti usahatani berada dalam titik impas, karena jumlah biaya yang dikeluarkan untuk usahatani padi sehat akan menghasilkan penerimaan yang sama dengan biaya yang dikeluarkan. Pendapatan usahatani dan nilai R/C rasio dapat diperoleh dengan menentukan terlebih dahulu nilai penerimaan (revenue) usahatani dan pengeluaran (cost) usahatani. Perhitungan pendapatan dibedakan menjadi pendapatan atas 39

55 biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari selisih antara total penerimaan usahatani padi sehat dan pengeluaran tunai, sedangkan pendapatan atas biaya total diperoleh dari selisih antara total penerimaan dan total pengeluaran. Total penerimaan diperoleh dari penjumlahan antara penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai, sedangkan total pengeluaran diperoleh dari penjumlahan antara pengeluaran tunai dan pengeluaran tidak tunai (yang diperhitungkan). 40

56 V GAMBARAN UMUM DESA CIBURUY 5.1 Wilayah, Topografi, dan Demografi Desa Ciburuy Desa Ciburuy merupakan suatu desa di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Letaknya berada di wilayah pembangunan Bogor Tengah. Secara geografis, Desa Ciburuy yang berada pada ketinggian meter di atas permukaan laut ini berbatasan dengan beberapa desa yang juga termasuk dalam wilayah kecamatan Cigombong. Secara topografi, Desa Ciburuy terletak paling bawah di antara desa lain yang berbatasan dengan desa tersebut. Akibatnya, Desa Ciburuy sulit untuk menerapkan budidaya padi secara murni organik karena desa lain di sekitarnya yang terletak lebih tinggi daripada Desa Ciburuy belum masih menerapkan budidaya padi secara konvensional. Desa Ciburuy berbatasan dengan Desa Ciadeg di sebelah utara, Desa Cigombong di sebelah selatan, Desa Cisalada di sebelah barat, dan Desa Srogol di sebelah timur. Curah hujan di Desa Ciburuy pada tahun 2011 tercatat sebesar 23,1 milimeter per tahun dengan suhu rata-rata 30 derajat Celcius. Desa Ciburuy memiliki luas wilayah 160 hektar. Dari luas lahan sejumlah tersebut, 53 hektar di antaranya merupakan lahan sawah. Lahan sawah tersebut terdiri dari dua hektar sawah irigasi teknis, 30 hektar sebagai sawah irigasi sederhana, dan 21 hektar sawah tadah hujan. Data pada bulan November tahun 2011 menunjukkan bahwa total jumlah penduduk di Desa Ciburuy adalah sebanyak orang yang terdiri dari kepala keluarga. Dari jumlah total penduduk tersebut, orang di antaranya berjenis kelamin laki-laki, sedangkan orang selebihnya merupakan penduduk berjenis kelamin perempuan. Sebagian besar mata pencaharian penduduk Desa Ciburuy bergerak dalam bidang pertanian. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk yang berprofesi sebagai petani, yaitu sebanyak orang (52,7%). Selanjutnya, sebanyak 306 orang (11,39%) penduduk Desa Ciburuy berwirausaha, yaitu terdiri dari usaha skala rumah tangga dan menengah. Jumlah penduduk yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil adalah 24 orang (0,9%), yang berprofesi sebagai karyawan swasta sebanyak 614 orang (22,85%), yang berprofesi sebagai tukang ojek sebanyak 259 orang (9,64%), yang berprofesi sebagai pengemudi sebanyak 30 orang (1,12%), sebanyak dua orang (0,07%) berprofesi sebagai dokter, sebanyak dua orang (0,07%) berprofesi sebagai bidan

57 dan sisanya sebanyak 34 orang (1,26%) berprofesi sebagai paraji/dukun. Jenis mata pencaharian penduduk Desa Ciburuy tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Penggolongan Penduduk Berdasarkan Jenis Mata Pencaharian di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Tahun 2011 Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%) Petani ,70 Wirausahawan ,39 Pegawai Negeri Sipil 24 0,90 Karyawan Swasta ,85 Tukang Ojek 259 9,64 Pengemudi 30 1,12 Dokter 2 0,07 Bidan 2 0,07 Paraji/Dukun 34 1,26 Total ,00 Sumber: Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Pemerintah Kabupaten Bogor (2011) Sebagian besar penduduk Desa Ciburuy yang berprofesi di bidang pertanian merupakan pemilik lahan, yaitu berjumlah 920 orang (64,97%). Sedangkan sisanya merupakan petani penggarap, yaitu sebanyak 350 orang (24,72%), dan buruh tani sebanyak 146 orang (10,31%). Tabel 7 menunjukkan jumlah petani di Desa Ciburuy berdasarkan status kepemilikan lahan sawahnya. Tabel 7. Penggolongan Petani Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Tahun 2011 Status Kepemilikan Lahan Jumlah (orang) Persentase (%) Pemilik ,97 Petani Penggarap ,72 Buruh Tani ,31 Total ,00 Sumber: Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Pemerintah Kabupaten Bogor (2011) Sebanyak 780 (8,45%) orang penduduk Desa Ciburuy belum sekolah, sebanyak orang (32,45%) mengikuti pendidikan formal sampai tingkat SD/sederajat, sebanyak orang (42,30%) mengikuti pendidikan formal 42

58 sampai tingkat SMP/sederajat, dan sebanyak orang (15,66%) mengikuti pendidikan formal sampai tingkat SMA/sederajat. Selanjutnya, sebanyak 20 orang (0,22%) mengikuti pendidikan formal sampai tingkat D1, sebanyak 19 orang (0,2%) mengikuti pendidikan formal sampai tingkat D2, sebanyak tujuh orang (0,08%) mengikuti pendidikan formal sampai tingkat D3, sebanyak sembilan orang (0,1%) mengikuti pendidikan formal sampai tingkat D4, sebanyak 18 orang (0,19%) mengikuti pendidikan formal sampai tingkat S1, sebanyak 12 orang (0,13%) mengikuti pendidikan formal sampai tingkat S2, dan sebanyak 20 orang (0,22%) mengikuti pendidikan formal sampai tingkat S3. Kesimpulannya, penduduk Desa Ciburuy sebagian besar mengikuti pendidikan formal sampai dengan tingkat SMP. Tabel 8 menunjukkan tingkat pendidikan penduduk Desa Ciburuy. Tabel 8. Penggolongan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Tahun 2011 Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) Belum sekolah 780 8,45 Tamat SD/sederajat ,45 Tamat SMP/sederajat ,30 Tamat SMA/sederajat ,66 Tamat D1 20 0,22 Tamat D2 19 0,20 Tamat D3 7 0,08 Tamat D4 9 0,10 Tamat S1 18 0,19 Tamat S2 12 0,13 Tamat S3 20 0,22 Total ,00 Sumber: Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Pemerintah Kabupaten Bogor (2011) Terdapat beberapa sarana dan prasarana di Desa Ciburuy. Untuk sarana pendidikan, terdapat 64 unit sekolah dari tingkat Taman Kanak-kanak, sampai dengan Sekolah Menengah Atas, baik negeri maupun swasta. Selain itu juga terdapat pondok pesantren, TPA, PAUD, dan tempat kursus, yaitu kursus menjahit 43

59 dan kursus komputer. Kantor kepala desa merupakan satu-satunya sarana pemerintahan di Desa Ciburuy. Untuk prasarana wilayah, Desa Ciburuy memiliki dua unit menara penampungan air, dua unit terminal air PDAM, empat unit pompa air umum, dan dialiri sebanyak empat sungai/kali. Untuk prasarana perhubungan, terdapat satu unit stasiun kereta api yang menghubungkan ke arah Sukabumi maupun ke arah Bogor, dimana stasiun ini sebenarnya milik Kecamatan Cigombong. Untuk prasarana perekonomian, Desa Ciburuy memiliki tiga unit toko pupuk/alat pertanian, satu unit toko kelontong, empat unit toko foto kopi, empat unit kios (pasar), sepuluh unit warung nasi, tiga unit warung masakan tradisional, satu unit kantor pos, dan tiga unit toserba. Prasarana pertanian di Desa Ciburuy adalah berupa satu unit dam, dan satu unit saluran irigasi. Selanjutnya, untuk prasarana kesehatan, Desa Ciburuy memiliki empat unit balai pengobatan, satu unit poliklinik, empat unit rumah bersalin, dan sepuluh unit posyandu. Sarana dan prasarana tersebut sudah cukup memadai untuk menunjang aktivitas sosial, budaya, dan perekonomian penduduk. 5.2 Profil Umum dan Kegiatan Usaha Gapoktan Silih Asih Gapoktan Silih Asih merupakan gabungan dari kelompok-kelompok tani yang berlokasi di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor. Kecamatan Cigombong khususnya Desa Ciburuy ini bukanlah merupakan desa yang menjadikan pertanian sebagai fokus utama kegiatan perekonomiannya, akan tetapi usaha yang bergerak di sektor pertanian di desa ini menjadi salah satu usaha pilihan bagi masyarakat. Data tahun 2006 menunjukkan bahwa total keluarga tani di Gapoktan Silih Asih berjumlah 515 orang. Tingkat pendidikan petani yang rendah serta luas kepemilikan lahan yang sempit, yaitu antara sampai dengan meter persegi, merupakan permasalahan umum usahatani di Desa Ciburuy. Terdapat sembilan kelompok tani yang menjadi binaan Gapoktan Silih Asih antara lain Silih Asih, Saung Kuring, Lisung Kiwari, Tunas Inti, Manunggal Jaya, Silih Asih Fish Farm, Bibilintik, Taruna Tani Silih Asih, dan Kelompok Wanita Tani Motekar. Dari kesembilan kelompok tani tersebut, lima di antaranya (Silih Asih, Saung Kuring, Lisung Kiwari, Tunas Inti, dan Manunggal Jaya) merupakan kelompok tani yang bergerak di bidang pangan, terutama beras sehat. 44

60 Selanjutnya, Silih Asih Fish Farm merupakan kelompok tani yang bergerak di bidang perikanan, sedangkan Bibilintik merupakan kelompok tani yang bergerak di bidang peternakan. Data tahun 2006 menunjukkan bahwa luas lahan pertanian yang digunakan oleh Gapoktan Silih Asih adalah 74 hektar, dimana hampir seluruhnya (90%) diusahakan untuk komoditas padi sawah, dan 16 hektar kolam yang digunakan untuk usaha di bidang perikanan. Selain itu, sebagai pendukung kegiatan pembiayaan maupun pemasaran para petani yang etrgabung dalam Gapoktan Silih Asih, terdapat sebuah koperasi yang dinamakan dengan Koperasi Kelompok Tani (KKT) Lisung Kiwari. Jenis-jenis usahatani yang terdapat pada Gapoktan Silih Asih dinamakan dengan program Gemar Paket A. Adapun Program Gemar Paket A antara lain pemasaran beras sehat, perdagangan sarana dan alat produksi pertanian, budidaya jagung, penggemukan domba, pembenihan lele, pembesaran lele, pembenihan nila, pembesaran nila, penangkaran benih padi, dan budidaya jamur tiram. 1. Pemasaran Beras Sehat Gabah padi sehat diperoleh dari hasil panen petani anggota kelompok tani yang tergabung dalam gapoktan yang dibudidayakan tanpa menggunakan pestisida kimia. Gabah-gabah tersebut kemudian diproses sehingga menjadi beras yang siap untuk dipasarkan. Produk beras sehat yang siap untuk dipasarkan tersebut diberi merk Beras SAE dan Beras Si Gemar dengan harga jual Rp55.000,00 per kemasan lima kilogram. Pihak yang sering menjadi target pasar dinas instansi/lembaga pemerintah, pengusaha/usaha, koperasi, ataupun pihak individu lainnya. Program tersebut berdampak positif bagi petani. Di samping petani mendapatkan kepastian akan pemasaran gabah yang dihasilkan, petani juga menjadi lebih fokus sebagai produsen beras sehat. Menurut pihak Badan Penyuluh Pertanian Perikanan dan Kehutanan yang bertugas khusus di Gapoktan Silih Asih mengklaim bahwa produktivitas gabah basah mencapai enam sampai tujuh ton per hektar. Gambar 4 menunjukkan bentuk kemasan beras sehat yang dijual di KKT Lisung Kiwari. 45

61 Gambar 4. Bentuk Kemasan Beras SAE dan Si Gemar 2. Perdagangan Sarana dan Alat Produksi Pertanian Dalam program ini, gapoktan berperan sebagai penyedia sarana dan alat produksi pertanian yang terjangkau bagi petani anggota kelompok tani yang tergabung dalam gapoktan. Sarana dan alat produksi pertanian yang disediakan oleh gapoktan antara lain pupuk urea, phonska, OFER (Organic Fertilizer), Pasti (Pestisida Nabati), dan sebagainya. Untuk bidang perikanan, gapoktan menyediakan pakan ikan. Semua sarana dan alat produksi pertanian tersebut disediakan oleh gapoktan dengan tujuan meringankan beban petani, baik dari segi biaya produksi, jumlah, dan akses untuk memperoleh sarana dan alat produksi pertanian tersebut. Oleh karena itu, petani dapat memperoleh sarana dan alat produksi pertanian yang mereka butuhkan untuk kegiatan usahatani secara tunai maupun kredit. Gambar 5 menunjukkan berbagai sarana dan alat produksi pertanian yang dijual di KKT Lisung Kiwari. Gambar 5. Berbagai Macam Sarana dan Alat Produksi Pertanian yang Dijual di KKT Lisung Kiwari 46

62 3. Budidaya Jagung Pada kegiatan usahatani ini, gapoktan selain berfungsi sebagai lembaga keuangan yang menyediakan modal bagi petani, juga mempunyai tujuan untuk mengembangkan areal tanam dan panen pada lahan tertentu dan bagi petani yang sudah terbiasa menanam jagung tanpa mengganggu upaya peningkatan produksi padi sawah. 4. Penggemukan Domba Dalam usahatani penggemukan domba, Gapoktan Silih Asih membantu peternak dalam pemodalan untuk pengadaan bakalan (bibit domba/domba muda) dan pengadaan induk muda baik secara tunai maupun kredit. Total peternak yang memanfaatkan usaha ini sampai dengan tahun 2011 adalah sebanyak 44 orang, dimana sebagian besar peternak domba ini juga merupakan petani padi sehat. 5. Pembenihan Lele Dalam budidaya pembenihan lele, Gapoktan Silih Asih berfungsi sebagai penyedia modal pinjaman bagi para peternak untuk pengadaan induk ikan lele, pakan, dan alat-alat yang dibutuhkan untuk proses pembenihan. Pembenihan lele terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan benih lele dalam usaha pembesaran lele, baik di Desa Ciburuy maupun di lokasi lain. 6. Pembesaran Lele Selain berfungsi sebagai penyedia modal pinjaman bagi para peternak untuk pengadaan benih lele, Gapoktan Silih Asih juga berperan sebagai koordinator peternak dalam memasarkan lele hasil budidaya pembesaran. Menurut pihak Badan Penyuluh Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) di Gapoktan Silih Asih, usaha ini terus dilakukan, akan tetapi penyediaan modal untuk usaha ini akan dibatasi. 7. Pembenihan Nila Kegiatan gapoktan dalam usaha pembenihan nila ini meliputi penyediaan modal pinjaman untuk pengadaan induk ikan nila serta pemasaran benih nila. Benih ikan nila dipasarkan tidak hanya di Desa Ciburuy tetapi juga di lokasi lain. 8. Pembesaran Nila 47

63 Gapoktan Silih Asih membantu pemodalan peternak untuk pengadaan benih nila, pakan, dan alat-alat yang dibutuhkan dalam proses budidaya pembesaran nila. Selain itu, gapoktan juga mengkoordinasikan para peternak dalam hal pemasaran ikan nila yang siap untuk dikonsumsi. Sama seperti usaha budidaya lele, usaha budidaya nila juga akan terus dilakukan, tetapi penyediaan modal untuk usaha ini akan dibatasi. 9. Penangkaran Benih Padi Fokus utama penyediaan modal gapoktan untuk para petani pada usaha ini adalah untuk biaya pendaftaran, pengadaan sarana dan alat produksi pertanian, pengadaan benih padi, biaya garap, biaya tanam, biaya pemeliharaan, seleksi, uji laboratorium, pengolahan, dan pengemasan. Kegiatan penangkaran benih padi ini akan menghasilkan benih padi bermutu yang tahan terhadap penyakit tungro (biasa disebut benih padi berlabel ungu/biru). Benih tersebut kemudian dipasarkan kepada para petani anggota kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan Silih Asih dan ke lokasi lainnya di luar gapoktan. 10. Budidaya Jamur Tiram Dalam usaha budidaya jamur tiram, gapoktan berperan sebagai penyedia modal pinjaman bagi petani untuk perbaikan satu unit kumbung (rumah produksi jamur tiram), pembangunan satu unit kumbung, dan pengadaan 5000 unti baglog (media tanam jamur tiram) dan alat penyemprot. 5.3 Budidaya Padi Sehat Gapoktan Silih Asih sebagai satu-satunya gapoktan di Desa Ciburuy memiliki standart operational procedure (SOP) dalam proses budidaya padi sehat. SOP tersebut disusun sedemikian rupa dengan tujuan memposisikan produk beras yang berasal dari Desa Ciburuy sebagai beras sehat yang bebas dari residu bahan kimia. Beberapa SOP budidaya padi sehat tersebut adalah pengurangan jumlah penggunaan pestisida kimia dan pengurangan jumlah penggunaan pestisida kimia yang diikuti dengan penggunaan pupuk organik. Pengurangan jumlah penggunaan pestisida bertujuan untuk menghindari ketergantungan petani terhadap penggunaan pestisida kimia, sedangkan pengurangan jumlah penggunaan pestisida kimia yang diikuti dengan penggunaan pupuk organik dapat 48

64 meningkatkan unsur hara tanah dalam jangka panjang sehingga akan meningkatkan produktivitas lahan. Oleh karena itu, para petani padi sehat menggunakan pupuk kompos jerami sisa panen dan/atau OFER (Organic Fertilizer) yang dibuat sendiri. Selain tentang penggunaan pupuk kimia, penggunaan pestisida kimia sama sekali tidak diperbolehkan. Sebagai penggantinya, petani menggunakan pestisida nabati bermerk PASTI yang diperoleh dari hasil kemitraan dengan Lembaga Pertanian Sehat (LPS) sehingga pestisida nabati ini dapat dengan mudah dibuat, diperoleh, dan dijual di koperasi gapoktan. SOP selanjutnya adalah tentang penggunaan jenis varietas benih dan jumlah yang akan ditanam, cara pembuatan dan pemakaian pupuk organik dan pestisida nabati, aturan tanam, hingga penjualan. SOP tersebut terbentuk atas kemitraan gapoktan dengan Lempbaga Pertanian Sehat (LPS) dan Dinas Pertanian Pemerintah Kabupaten Bogor. Tahapan budidaya padi pada dasarnya adalah persiapan benih dan persemaian, persiapan lahan, penanaman, perawatan dan pemeliharaan, serta pemanenan. Penjelasan tahapan-tahapan tersebut sesuai dengan SOP budidaya padi sehat adalah sebagai berikut Persiapan Benih dan Persemaian Dalam kegiatan ini, petani memilih varietas benih yang akan ditanam. Pemilihan varietas benih biasanya telah disepakati oleh semua anggota kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan Silih Asih. Kesepakatan pemilihan varietas benih berdasarkan pertimbangan tingkat ketahanan benih terhadap serangan hama dan penyakit padi dan telah diuji kualitasnya oleh pemerintah. Varietas benih yang memiliki tingkat ketahanan yang baik terhadap berbagai macam hama dan penyakit padi biasanya yang berlabel biru, yaitu benih padi yang tahan terhadap penyakit tungro, antara lain seperti Ciherang, Bondoyudo, Situ Bagendit, Inpari, IR64, Sintanur, Hibrida, Mikongga, dan Pandan Wangi. Setelah varietas benih dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah memilih benih yang bernas. Benih yang telah diperoleh direndam ke dalam larutan disinfektan (larutan garam atau abu dapur). Komposisi bahan larutan disinfektan tersebut adalah satu sendok garam atau tiga sendok abu dapur setiap satu liter air. Benih yang dipilih untuk disemai adalah benih yang tenggelam. Benih yang sudah 49

65 direndam selanjutnya dilakukan pemeraman. Selanjutnya, benih yang terpilih direndam lagi dengan air bersih. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit dan merangsang perkecambahan yang merata pada benih padi. Kemudian benih padi siap untuk disemai di lahan persemaian. Selain dengan cara tersebut, petani juga memperoleh benih dengan cara memilih benih yang bernas dari lahan pertanian mereka sendiri sehingga cara tersebut lebih hemat biaya produksi. Kriteria lahan yang baik sebagai lahan persemaian adalah lahan yang aman dan mudah pemeliharaannya. Proses pembibitan berlangsung selama 12 sampai dengan 20 hari sampai benih sudah menjadi bibit yang siap untuk ditanam. Selama proses pembibitan, petani menambahkan pupuk kompos sebagai pelengkap. Gambar 6 menunjukkan kondisi lahan persemaian benih padi. Gambar 6. Lahan Persemaian Benih Padi Pengolahan Lahan Pengolahan lahan bertujuan untuk memberantas gulma yang tumbuh di lahan yang akan ditanam, menggemburkan tanah, memperbaharui aerasi tanah, memudahkan pangaturan air, dan mengatur jarak tanam. Sebelum melakukan pengolahan lahan, petani melakukan penyebaran jerami sisa hasil panen sebelumnya ke lahan sehingga akan mengalami pembusukan dengan sendirinya. Selain itu, petani juga menambahkan pupuk kompos yang diberikan dengan komposisi kurang lebih sebanyak dua ton per hektar lahan sawahnya. Tahap-tahap pengolahan tanah antara lain sebagai berikut: 50

66 1. Perbaikan Pematang (Mopokan) Kegiatan perbaikan pematang yaitu meremajakan pematang dengan membongkar pematang sampai ke dasar lahan dengan menggunakan cangkul kemudian menimbun kembali dengan tanah yang sudah diolah (dibajak) sehingga pematang kembali rapi. Hal ini dilakukan untuk menutup lubang hama dan mencegah terjadinya kebocoran saluran air. 2. Ngongkolongan Kegiatan ngongkolongan yaitu mencangkul batas petakan yang berbatasan dengan petakan di atasnya. Tanah hasil cangkulan batas petakan dipindahkan ke bagian tengah lahan. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mempermudah proses pembajakan. 3. Pembajakan Lahan Kegiatan pembajakan lahan bertujuan untuk mempercepat proses pembusukan sisa tanaman dengan merotasi tanah. Pembajakan lahan dilakukan dengan bantuan kerbau atau traktor, tergantung kondisi geografis lahan, yaitu dari segi luas dan posisi lahan. 4. Nampingan dan Mengaru Kegiatan nampingan hampir sama seperti mopokan. Nampingan dilakukan dengan cara memecah setengah tanah pematang bagian dalam petakan dan menggantinya dengan tanah hasil pembajakan. Sedangkan mengaru merupakan kegiatan penghausan tanah hasil pembajakan untuk menyempurnakan sistem perakaran yang kedap air. 5. Nguyab Nguyab yaitu kegiatan membersihkan sisa tanaman pascapembajakan lahan dengan cara membenamkannya ke dalam lahan. 6. Pemerataan Tanah (Nyorongan) Kegiatan nyorongan merupakan upaya untuk meratakan permukaan petakan lahan sehingga sistem irigasi di dalam petakan tersebar merata ke seluruh lahan. Alat yang digunakan dalam kegiatan ini dinamakan sorongan. Kegiatan pemerataan tanah (nyorongan) ditunjukkan dalam Gambar 7. 51

67 Gambar 7. Kegiatan Pemerataan Tanah (Nyorongan) 7. Pembuatan Drainase Pembuatan drainase bertujuan untuk mempermudah proses pengaturan aliran air di dalam petakan. Pembuatan drainase dilakukan dengan cara membuat semacam parit di dalam petakan Penanaman Sebelum melakukan penanaman, perlu dilakukan pencaplakan. Pencaplakan merupakan pembuatan garis-garis tanam padi di lahan sawah untuk menentukan barisan dan jarak tanam. Pencaplakan dilakukan dengan menggunakan alat yang dinamakan dengan garokan. Rangkaian kegiatan pencaplakan digambarkan dalam Gambar 8. Gambar 8. Rangkaian Kegiatan Pencaplakan Bibit yang berumur 12 sampai dengan 20 hari diperoleh dari lahan persemaian benih. Bibit dipindahtanamkan dari lahan persemaian ke lahan benih yang sudah mengalami pengolahan. Teknik penanaman adalah ditanam secara 52

68 dangkal dan tunggal di sepanjang garis yang dihasilkan dari proses pencaplakan. Jumlah bibit yang ditanam adalah berkisar antara dua hingga tiga rumpun. Menurut SOP budidaya padi sehat, petani padi sehat dihimbau untuk menggunakan sistem tanam bernama legowo. Sistem tanam legowo adalah sistem tanam dimana jarak tanam antarpadi di satu barisan berjarak 12,5 sentimeter, jarak tanam dengan padi di barisan lainnya berjarak 25 sentimeter, dan jarak tanam dengan padi di kelompok barisan padi lainnya berjarak 50 sentimeter. Penerapan sistem tanam legowo mempermudah proses pemberian pupuk sehingga penyebaran pupuk menjadi lebih merata, penggunaan pupuk menjadi efisien, pertumbuhan padi menjadi lebih baik, dan peningkatan jumlah anakan tanaman padi. Bentuk sistem tanam legowo di lahan sawah digambarkan dalam Gambar 9. Gambar 9. Sistem Tanam Legowo Perawatan dan Pemeliharaan Tahap perawatan dan pemeliharaan merupakan tahap penting yang harus diperhatikan petani dalam memantau perkembangan pertumbuhan tanaman padi yang dibudidayakan. Tahap perawatan dan pemeliharaan terdiri dari penyaingan dan penyulaman, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit tanaman, pemeliharaan pematang, dan pengaturan air atau irigasi. 1. Penyiangan dan Penyulaman Kegiatan penyaingan yaitu menyiangi (memberantas) rumput pengganggu yang tumbuh di sekitar tanaman padi dengan cara membenamkannya ke dalam tanah di antara barisan tanaman. Sedangkan kegiatan penyulaman yaitu 53

69 menanam kembali bibit yang hilang di lahan dengan bibit baru. Kegiatan penyulaman bertujuan untuk menjaga jumlah populasi padi agar tetap optimal. Pada saat proses penyiangan dan penyulaman, saluran air di petakan ditutup sehingga kondisi air di dalam petakan tidak tergenang. Hal ini bertujuan untuk mencegah pertumbuhan gulma dan mengurangi persaingan tanaman padi dalam memperoleh unsur hara dalam tanah. Kegiatan penyiangan dan penyulaman dilakukan minimal sebanyak dua kali, yaitu saat tanaman padi berumur antara 20 sampai dengan 25 hari setelah tanam dan antara 35 sampai dengan 40 hari setelah tanam. 2. Pemupukan Kegiatan pemupukan dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pemupukan dasar, pemupukan susulan pertama, dan pemupukan susulan kedua. Pemupukan dasar dilakukan sebelum tahap pengolahan lahan, pemupukan susulan pertama dilakukan saat tanaman padi berumur antara 20 sampai dengan 25 hari setelah tanam, dan pemupukan susulan kedua dilakukan saat tanaman padi berumur antara 45 sampai dengan 50 hari setelah tanam. Masa ini disebut juga masa pramoria, yaitu umur varietas dikurangi 65 hari. Pemupukan dasar dilakukan dengan menggunakan pupuk kompos dengan komposisi sebanyak dua ton per hektar. Pupuk kompos dapat diperoleh dari jerami sisa hasil panen sebelumnya, kotoran ternak, atau dibeli di koperasi gapoktan. Selanjutnya, pemupukan susulan pertama dan kedua dilakukan dengan tujuan memberikan tambahan unsur hara pada tanah. Oleh karena itu, pemupukan susulan pertama dilakukan dengan menggunakan kombinasi beberapa pupuk kimia, seperti Urea dan Phonska (NPK). Akan tetapi, para petani mengombinasikan dua sampai tiga jenis pupuk tersebut, bahkan mayoritas hanya menggunakan pupuk Phonska saja. 3. Pengendalian Hama dan penyakit Upaya pengendalian hama dan penyakit tanaman padi diwujudkan dalam empat kultur. Empat kultur tersebut meliputi kultur teknis, kultur mekanis, kultur biologis, dan kultur kimia. Wujud pengendalian hama dan penyakit dalam kultur teknis yaitu memperbaiki teknik berbudidaya padi sehat, misalnya menerapkan sistem tanam legowo. Penerapan pola tanam legowo 54

70 mengakibatkan permukaan tanah yang menjadi titik tanam padi menjadi kelihatan sehingga pergerakan hama di permukaan tanah dapat terlihat. Kondisi tersebut mengakibatkan lahan menjadi tempat yang tidak kondusif bagi perkembangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Wujud pengendalian hama dan penyakit dalam kultur mekanis yaitu melakukan pembersihan terhadap hama dan penyakit yang muncul, misalnya menyusun perangkap tikus, memungut siput, dan sebagainya. Wujud pengendalian hama dan penyakit dalam kultur biologis yaitu memanfaatkan kemampuan tanaman yang ada untuk melawan atau mempertahankan diri dari hama dan penyakit. Misalnya menggunakan varietas benih padi yang tahan terhadap serangan penyakit tungro. Selanjutnya wujud pengendalian hama dan penyakit dalam kultur kimia yaitu dengan memberikan dukungan dari unsur luar tanah untuk mengatasi hama dan penyakit. Misalnya dengan menggunakan pestisida nabati. Pestisida dapat diperoleh di koperasi maupun dibuat sendiri oleh petani dari bahan-bahan alami, misalnya daun picung, daun mimba, kacang babi, daun tuba, dan sebagainya. 4. Pemeliharaan Pematang Kegiatan pemeliharaan pematang yaitu pembersihan rumput dan tanaman pengganggu lainnya di bagian pinggir petakan sawah. Kegiatan pemeliharaan pematang biasanya dilakukan bersamaan dengan kegiatan penyianagan dan penyulaman. 5. Pengaturan Air atau Irigasi Kegiatan pengaturan air atau irigasi dilakukan dengan tujuan menyesuaikan kapasitas air yang berada di dalam petakan lahan berdasarkan kebutuhan petani di setiap tahap budidaya. Pada tahap penanaman, air sebaiknya menggenangi saluran tengah dan pinggir petakan, sedangkan pada saat melakukan penyiangan dan pemupukan saluran air ditutup sehingga mengakibatkan air di dalam petakan lahan menjadi tetap ada namun tidak tergenang. Selanjutnya, saat tanaman padi sedang dalam masa bunting, kapasitas air di petakan lahan sebaiknya ditingkatkan. Pada tahap pemanenan, air di dalam petakan lahan sebaiknya dikeringkan, terhitung 20 hari sebelum panen. 55

71 5.3.5 Pemanenan Tahap pemanenan sebaiknya dilakukan di waktu yang tepat, sesuai dengan spesifikasi varietas masing-masing padi untuk mendapatkan kualitas beras yang baik. Pemanenan dilakukan apabila 90% padi yang ada di petakan lahan telah menguning. Alat yang digunakan untuk memotong batang padi biasanya dinamakan sabit. Sedangkan alat yang digunakan untuk merontokkan bulir-bulir gabah dari tanaman padi memiliki spesifikasi alas yang lebar agar gabah tidak tercecer dan menggunakan karung yang baik agar tidak bocor saat memasukkan gabah ke dalam karung. Hal tersebut dilakukan untuk meminimalkan kerugian petani saat panen akibat banyak gabah yang tercecer sia-sia dalam proses pemanenan. Setelah proses pemanenan, selanjutnya gabah dijemur untuk kemudian diproses menjadi beras. Gambar 10. Rangkaian Tahap Pemanenan 5.4 Karakteristik Responden Variabel yang dijadikan kriteria untuk melihat karakteristik responden petani padi sehat adalah umur, tingkat pendidikan, umur dan pekerjaan istri/suami, status usahatani, dan luas lahan serta status kepemilikan lahan Umur Petani padi sehat yang menjadi responden memiliki umur antara 30 tahun sampai dengan 89 tahun pada tahun Jumlah petani responden yang berada pada kelompok umur 30 tahun sampai dengan 49 tahun adalah sebanyak lima orang (14,29%). Sebagian besar petani responden berada pada kelompok umur 50 tahun sampai dengan 69 tahun, yaitu sejumlah 25 orang (71,43%), sedangkan jumlah petani responden yang berada pada kelompok umut 70 tahun sampai dengan 89 tahun sebanyak lima orang (14,29%). Penggolongan petani responden berdasarkan umur tersebut dapat dilihat pada Tabel 9. 56

72 Tabel 9. Penggolongan Responden Petani Padi Sehat Berdasarkan Umur di Desa Ciburuy Tahun 2011 Kelompok Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) , , ,29 Total ,00 Tabel 9 menunjukkan bahwa petani padi sehat di Desa Ciburuy rata-rata berada pada kelompok umur antara 50 tahun sampai dengan 69 tahun yang merupakan kelompok umur menengah di antara kelompok umur petani responden lainnya. Bila dihubungkan dengan usia produktif yang menururt Badan Pusat Statistik (2011) berada pada rentang 15 tahun sampai dengan 64 tahun, maka sebagian besar petani padi sehat di Desa Cibury termasuk golongan penduduk berusia produktif. Semakin muda seorang petani tentu akan semakin produktif. Hal ini berhubungan dengan tenaga yang dihasilkan oleh seorang petani yang lebih muda akan lebih besar daripada tenaga yang dihasilkan oleh seorang petani yang lebih tua. Petani yang lebih tua akan mengalami penurunan kinerja yang merupakan sifat alami tubuh manusia yang akan mengalami penurunan kemampuan sebagai akibat dari faktor usia Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikaan formal responden petani padi sehat di Desa Ciburuy dimulai dari tingkat SD (enam tahun) sampai dengan SMA (12 tahun). Tetapi, ada satu orang responden petani padi sehat (2,86%) yang tidak mengikuti pendidikan formal. Ada juga beberapa petani yang tidak menyelesaikan di setiap tahap jenjang pendidikan, misalnya sempat menjalani pendidikan SD tetapi hanya tiga tahun, tidak menuntaskan sampai enam tahun. Jumlah responden petani padi sehat yang tidak menuntaskan SD (pendidikan formal di bawah enam tahun) adalah sebanyak enam orang (17,14%). Dari enam orang responden tersebut, tiga orang hanya mengikuti pendidikan formal selama tiga tahun, dua orang mengikuti pendidikan formal selama empat tahun, dan satu orang mengikuti pendidikan formal selama lima tahun. Sedangkan jumlah responden petani padi sehat yang 57

73 menuntaskan sampai tingkat SD (pendidikan formal enam tahun) adalah sebanyak 24 orang (68,57%). Selanjutnya, ditemukan satu orang (2,86%) responden petani padi sehat yang tidak menuntaskan SMP (pendidikan formal tujuh atau delapan tahun), yaitu hanya mengikuti pendidikan formal selama delapan tahun. Jumlah yang serupa juga ditemukan pada kelompok tingkat pendidikan yang menuntaskan sampai tingkat SMP (pendidikan formal sembilan tahun), yaitu satu orang (2,86%). Sementara itu, dua orang (5,71%) responden petani padi sehat sisanya berhasil mengikuti pendidikan formal sampai dengan tingkat SMA (pendidikan formal 12 tahun). Penggolongan responden petani padi sehat berdasarkan tingkat pendidikan tersebut dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 10. Tabel 10. Penggolongan Responden Petani Padi Sehat Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Ciburuy Tahun 2011 Kelompok Tingkat Pendidikan Formal Jumlah (orang) Persentase (%) Tidak sekolah 1 2,86 Di bawah 6 tahun 6 17,14 6 tahun (SD) 24 68,57 7 tahun atau 8 tahun 1 2,86 9 tahun (SMP) 1 2,86 12 tahun (SMA) 2 5,71 Total ,00 Dari Tabel 10 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden petani padi sehat hanya mengikuti pendidikan formal sampai dengan tingkat SD (enam tahun). Bahkan, sebagian besar dari selebihnya responden petani padi sehat tidak menuntaskan SD (pendidikan formal di bawah enam tahun). Tingkat pendidikan formal yang diikuti petani berhubungan dengan teknik petani dalam menjalankan usahataninya. Hal ini tentu terkait dengan tingkat efisiensi usahatani yang dilakukan oleh masing-masing petani. Selain dari pengalaman, budaya, dan beberapa pelatihan dan penyuluhan yang telah diikuti, tingkat pendidikan formal mempengaruhi pola pikir petani sebagai manajer dalam usahataninya untuk merencanakan, mengkoordinasikan, dan memutuskan tentang penggunaan input- 58

74 input produksi, teknis pelaksanaan, mengatasi hama dan penyakit, dan lain sebagainya Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pekerjaan Istri/Suami Petani Dari ke-35 responden petani padi sehat Desa Ciburuy, terdapat tiga responden yang sudah tidak memiliki istri/suami lagi. Satu di antara tiga responden petani padi sehat yang sudah tidak memiliki istri/suami lagi tersebut berjenis kelamin perempuan. Jadi, di antara 35 responden petani padi sehat, terdapat 32 istri/suami dari masing-masing responden. Jika dilihat berdasarkan umur, maka dari ke-32 istri/suami responden padi sehat tersebut memiliki umur antara 25 tahun sampai dengan 75 tahun. Oleh karena itu, istri/suami responden tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok umur, antara lain kelompok umur 25 tahun sampai dengan 41 tahun, 42 tahun sampai dengan 59 tahun, dan 60 tahun sampai dengan 75 tahun. Jumlah petani responden yang berada pada kelompok umur 25 tahun sampai dengan 41 tahun adalah sebanyak tujuh orang (21,88%), yang berada pada kelompok umur 42 tahun sampai dengan 59 tahun adalah sebanyak 20 orang (62,5%), sedangkan yang berada pada kelompok umur 60 tahun sampai dengan 75 tahun adalah sebanyak lima orang (15,63%). Tabel 11 menunjukkan penggolongan istri/suami responden petani padi sehat berdasarkan umur. Tabel 11. Penggolongan Istri/Suami Responden Petani Padi Sehat Berdasarkan Umur di Desa Ciburuy Tahun 2011 Kelompok Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) , , ,63 Total ,00 Jika dilihat berdasarkan tingkat pendidikan, maka istri/suami responden padi sehat di Desa Ciburuy mengikuti pendidikan formal dari mulai tiga tahun sampai dengan 12 tahun. Akan tetapi, terdapat satu orang (3,13%) istri dari responden petani padi sehat yang tidak mengikuti penndidikan formal sama sekali, yaitu istri dari seorang responden petani yang tidak mengikut pendidikan formal 59

75 juga. Oleh karena itu, istri/suami responden petani padi sehat dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok tingkat pendidikan, antara lain tidak sekolah (tidak mengikuti pendidikan formal), pendidikan formal di bawah enam tahun (tidak menuntaskan tingkat SD), pendidikan formal enam tahun (hanya menuntaskan sampai tingkat SD), pendidikan formal sembilan tahun (menuntaskan sampai tingkat SMP), dan pendidikan formal 12 tahun (menuntaskan sampai tingkat SMA). Jumlah istri/suami responden padi sehat yang mengkuti pendidikan formal di bawah enam tahun adalah sebanyak tiga orang (9,38%). Dari ketiga orang tersebut, masing-masing mengikuti pendidikan formal selama tiga tahun, empat tahun, dan lima tahun. Selanjutnya, jumlah istri/suami responden petani padi sehat yang mengikuti pendidikan formal enam tahun adalah sebanyak 24 orang (75%), sedangkan yang mengikuti pendidikan formal sembilan tahun adalah sebanyak satu orang (3,13%) dan yang mengikuti pendidikan formal 12 tahun adalah sebanyak tiga orang (9,38%). Tabel 12 menunjukkan penggolongan istri/suami responden petani padi sehat berdasarkan tingkat pendidikan. Tabel 12. Penggolongan Istri/Suami Responden Petani Padi Sehat Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Ciburuy Tahun 2011 Kelompok Tingkat Pendidikan Formal Jumlah (orang) Persentase (%) Tidak sekolah 1 3,13 Di bawah 6 tahun 3 9,38 6 tahun (SD) 24 75,00 9 tahun (SMP) 1 3,13 12 tahun (SMA) 3 9,38 Total ,00 Tabel 13 menunjukkan penggolongan istri/suami responden petani padi sehat. Jika dilihat dari jenis pekerjaan, maka istri/suami responden petani padi sehat memiliki enam jenis pekerjaan, antara lain sebagai ibu rumah tangga, petani, pedagang, buruh pabrik, guru, dan pensiunan PNS. Jumlah istri responden petani yang memiliki kegiatan sebagai ibu rumah tangga adalah sebanyak 22 orang (68,75%). Ibu rumah tangga yang dimaksud dalam hal ini adalah seorang istri 60

76 responden petani padi sehat yang kegiatan sehari-harinya hanya mengurus dan memenuhi kebutuhan rumah tangga petani tanpa pekerjaan sampingan lainnya. Selanjutnya, sebanyak empat orang (12,5%) istri/suami padi sehat menjalani jenis pekerjaan sebagai seorang petani. Pada umumnya istri dari responden petani padi sehat yang berprofesi sebagai petani merupakan sebagai tenaga kerja dalam keluarga bagi usahatani suaminya yang berprofesi sebagai petani padi sehat. Selain itu, terdapat istri/suami responden petani padi sehat yang berprofesi sebagai pedagang, yaitu sebanyak tiga orang (9,38%). Jenis pekerjaan lainnya yang dilakukan oleh para istri/suami responden petani padi sehat adalah buruh pabrik sebanyak satu orang (3,13%), guru sebanyak satu orang (3,13%), dan pensiunan PNS, dalam hal ini adalah PJKA sebanyak satu orang (3,13%). Tabel 13 menunjukkan penggolongan istri/suami responden petani padi sehat berdasarkan jenis pekerjaan. Tabel 13. Penggolongan Istri/Suami Responden Petani Padi Sehat Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Desa Ciburuy Tahun 2011 Kelompok Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%) Ibu rumah tangga 22 68,75 Petani 4 12,50 Pedagang 3 9,38 Buruh pabrik 1 3,13 Guru 1 3,13 Pensiunan PNS 1 3,13 Total ,00 Dari ketiga variabel karakteristik istri/suami responden petani padi sehat, yaitu umur, tingkat pendidikan, dan pekerjaan dapat disimpulkan bahwa 32 istri/suami dari 35 responden petani padi sehat berumur rata-rata 42 tahun sampai dengan 52 tahun (62,5%). Istri/Suami responden petani padi sehat rata-rata hanya mengikuti pendidikan formal hanya selama enam tahun atau menuntaskan hanya sampai tingkat SD (75%). Satu orang suami responden petani padi sehat berprofesi sebagai pensiunan PJKA, sedangkan ke-31 sisanya sebagian besar berprofesi sebagai ibu rumah tangga (68,75%). 61

77 5.4.4 Status Usahatani Berdasarkan status usahatani yang dilakukan, sebagian besar responden petani padi sehat menyatakan bahwa usahatani yang mereka lakukan merupakan pekerjaan utama, yaitu sebanyak 29 orang (82,86%). Sedangkan jumlah responden petani yang menyatakan bahwa usahatani padi sehat yang mereka lakukan merupakan pekerjaan sampingan adalah sebanyak enam orang (17,14%). Dari keenam orang responden petani yang menyatakan bahwa usahataninya sebagai pekerjaan sampingan tersebut, dua orang (5,71%) di antaranya berprofesi sebagai karyawan, dua orang (5,71%) berikutnya berprofesi sebagai buruh bangunan, satu orang (2,86%) berprofesi sebagai pedagang, dan satu orang (2,86%) terakhir berprofesi sebagai supir. Tabel 14 menunjukkan penggolongan responden petani padi sehat berdasarkan status usahatani. Tabel 14. Penggolongan Responden Petani Padi Sehat Berdasarkan Status Usahatani di Desa Ciburuy Tahun 2011 Jumlah Persentase Kelompok Status Usahatani (orang) (%) Pekerjaan utama 29 82,86 Pekerjaan Sampingan Karyawan 2 5,71 Buruh bangunan 2 5,71 Pedagang 1 2,86 Supir 1 2,86 Total , Ukuran Usahatani dan Status Kepemilikan Lahan Jika dilihat berdasarkan ukuran usahatani, maka responden petani padi sehat menggarap lahan sawah dengan luas mulai dari 0,1 hektar sampai dengan satu hektar. Rata-rata luas lahan yang digarap oleh ke-35 responden petani adalah 0,34 hektar. Oleh karena itu, berdasarkan ukuran usahatani, responden petani padi sehat dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu responden petani padi sehat sempit, yaitu yang menggarap lahan usahatani padi sehat seluas 0,1 hektar sampai dengan 0,33 hektar dan responden petani padi sehat luas, yaitu yang menggarap lahan usahatani padi sehat seluas 0,34 hektar sampai dengan satu hektar. Jumlah responden petani padi sehat yang menggarap lahan sawah seluas 0,1 hektar 62

78 sampai dengan 0,33 hektar adalah sebanyak 27 orang (77,14%). Dari ke-27 orang tersebut, sebanyak 15 orang (42,86%) responden petani padi sehat menggarap lahan sawah seluas 0,3 hektar. Selanjutnya, jumlah responden petani padi sehat yang menggarap lahan sawah seluas 0,34 hektar sampai dengan satu hektar adalah sebanyak delapan orang (22,86%). Penggolongan responden petani padi sehat berdasarkan luas lahan tersebut dapat ditunjukkan pada Tabel 15. Tabel 15. Penggolongan Responden Petani Padi Sehat Berdasarkan Ukuran Usahatani di Desa Ciburuy Tahun 2011 Kelompok Luas Lahan (hektar) Jumlah (orang) Persentase (%) 0,10-0, ,14 0,31-1, ,86 Total ,00 Selanjutnya, berdasarkan status kepemilikan lahan yang digarap, semua atau 35 orang responden petani padi sehat menggarap lahan milik orang lain, dengan sistem bagi hasil (paroh) mendominasi, yaitu sebanyak 33 orang (94,29%) sedangkan sistem sewa lahan, yaitu hanya sebanyak dua orang (5,71%). Akan tetapi, dari keseluruhan responden petani padi sehat yang menggarap lahan milik orang lain, ada satu orang responden petani padi sehat yang mengkombinasikan usahataninya yang menggarap milik orang lain dengan menggarap lahan milik pribadi. Tabel 16 menunjukkan penggolongan responden petani padi sehat berdasarkan sistem sewa lahan yang digarap bukan milik. Tabel 16. Penggolongan Responden Petani Padi Sehat Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan di Desa Ciburuy Tahun 2011 Jumlah Persentase Sistem Sewa Lahan (orang) (%) Bagi Hasil 33 94,29 Sewa Lahan 2 5,71 Total ,00 63

79 VI HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis usahatani padi sehat di Gapoktan Silih Asih pada musim tanam 2010 dilakukan dengan cara mengidentifikasi penggunaan sumber daya (input) dan keluaran (output) yang dihasilkan selama musim tanam 2010/2011. Selanjutnya, dilakukan analisis biaya, penerimaan, serta pendapatan dengan menghitung tingkat pendapatan usahatani. Kemudian untuk menentukan efisiensi biaya usahatani, dilakukan analisis perbandingan antara penerimaan dan biaya (R/C rasio). 6.1 Analisis Usahatani Padi Sehat Budidaya padi sehat di Desa Ciburuy pertama sekali dimulai pada tahun 2001, dimana dalam masa transisinya petani yang awalnya melakukan kegiatan budidaya usahatani padi konvensional (anorganik) langsung mengubah sistem budidaya menjadi sehat tanpa pemberaan terlebih dahulu. Perubahan ini didukung oleh LPS (Lembaga Pertanian Sehat) yang membantu dalam hal pembiayaan petani untuk mengubah sistem budidaya padi dari anorganik menjadi sehat. Pada masa awal transisi, petani mengalami penurunan produktivitas yang tajam, yaitu hanya sekitar satu sampai dengan dua ton gabah per hektar, tetapi mulai tahun 2007 produktivitas kembali stabil dengan rata-rata produktivitas sebesar lima ton per hektar. Sistem budidaya padi sehat merupakan kombinasi antara sistem budidaya padi anorganik (konvensional) dan organik. Indikator kombinasi sistem budidaya anorganik dan organik tersebut dapat dilihat dari input-input produksi yang digunakan. Ada beberapa input produksi yang masih menggunakan bahan-bahan kimia atau masih menggunakan sistem konvensional sehingga tidak memenuhi standar organik dan ada pula beberapa input yang telah menggunakan bahanbahan organik. Kandungan organik ideal di dalam tanah untuk menghasilkan produk organik adalah empat sampai dengan lima persen. Sedangkan rata-rata kandungan organik dalam tanah yang digarap petani Desa Ciburuy adalah satu persen. Menurut keterangan beberapa petani, kegiatan usahatani pada umumnya dilakukan sebanyak lima kali musim tanam dalam dua tahun. Itulah sebabnya, ada

80 beberapa petani yang pada tahun 2010 melakukan kegiatan usahatani sebanyak tiga kali musim tanam, tetapi ada beberapa petani juga yang melakukan kegiatan usahatani hanya dua kali musim tanam dalam satu tahun. Dari ke-35 responden petani, terdapat 16 orang yang melakukan kegiatan usahatani hanya sebanyak dua kali pada tahun Oleh karena waktu pelaksanaan kegiatan usahatani berbedabeda di tiap musim tanam pada masing-masing petani, maka penentuan musim tanam dilakukan dengan cara membagi tahun 2010 menjadi tiga bagian, yaitu musim kemarau I, musim kemarau II, dan musim hujan. Musim kemarau I diasumsikan sebagai musim tanam pertama, yaitu antara bulan Maret 2010 sampai dengan bulan Juni Musim kemarau II diasumsikan sebagai musim tanam kedua setelah musim kemarau I, sehingga musim kemarau II terjadi di pertengahan tahun, yaitu antara bulan Juli 2010 sampai dengan bulan Oktober Selanjutnya, musim hujan diasumsikan sebagai musim tanam ketiga setelah musim kemarau II, sehingga musim hujan terjadi di akhir tahun, yaitu antara bulan November 2010 sampai dengan bulan Februari Para petani yang melakukan kegiatan usahatani hanya dua kali dalam setahun ditentukan pada musim kemarau I dan musim hujan. Pola tanam rata-rata padi sehat di Desa Ciburuy ditunjukkan pada Gambar 11. Musim Kemarau I Musim Kemarau II Musim Hujan 1,0 ha Bulan Gambar 11. Pola Tanam Padi Sehat di Desa Ciburuy Musim Tanam 2010/ Analisis Penggunaan Input dan Output Usahatani Jumlah penggunaan input dan output yang dihasilkan dalam usahatani padi sehat Desa Ciburuy ditunjukkan secara rinci dalam Tabel

81 Tabel 17. Jumlah Penggunaan Input dan Output yang Dihasilkan per Hektar Lahan Usahatani Padi Sehat di Desa Ciburuy pada Musim Tanam 2010/2011 Ukuran Usahatani Luas Ukuran Usahatani Sempit Output/Input Musim Kemarau I Musim Kemarau II Musim Hujan Total Musim Kemarau I Musim Kemarau II Musim Hujan Satuan Produksi Kotor 5.737, , , , , , , ,79 kg/ha Bibit/Benih 34,84 24,50 34,84 94,18 53,08 52,54 53,08 158,70 kg/ha Pupuk Kimia 207,88 225,00 207,88 640,76 298,85 275,62 298,85 873,32 kg/ha Pupuk Kandang 675, ,00 675, ,00 390,74 227,45 390, ,93 kg/ha Pupuk Kompos 1.960, , , , , , , ,71 kg/ha Pupuk Organik Kemasan ,62 318,63 123,46 642,71 kg/ha Pestisida 6,98 7,50 8,85 23,33 1,28 1,28 1,28 3,84 liter/ha Tenaga Kerja Dalam Keluarga Tenaga Kerja Luar Keluarga 25,98 13,93 18,56 58,47 61,91 38,95 43,43 144,29 HOK/ha 85,52 76,79 60,73 223,04 79,36 56,91 58,17 194,44 HOK/ha Total 66

82 Analisis penggunaan input dan output dilakukan dengan cara membandingkan penggunaan input dan output yang dikeluarkan oleh kelompok petani yang berukuran usahatani luas dan sempit. Selain itu juga membandingkan penggunaan input dan output yang dihasilkan oleh usahatani padi sehat berukuran luas dan sempit dengan standar penggunaan input dan output padi sehat. Yang termasuk dalam kelompok petani yang berukuran usahatani luas adalah petani yang dalam kegiatan usahataninya menggarap lahan seluas 0,34 hektar sampai dengan satu hektar. Sedangkan yang termasuk dalam kelompok petani yang berukuran usahatani sempit adalah petani yang dalam kegiatan usahataninya menggarap lahan seluas 0,1 hektar sampai dengan 0,33 hektar. Oleh karena itu, rata-rata luas lahan kelompok petani yang berukuran usahatani luas adalah sebesar 0,62 hektar, sedangkan rata-rata luas lahan kelompok petani yang berukuran usahatani sempit adalah sebesar 0,26 hektar Benih Terdapat sepuluh jenis varietas benih yang digunakan oleh petani padi sehat. Kesepuluh variates tersebut antara lain Ciherang, Bondoyudo, Situ Bagendit, Inpari 7, Inpari 9, IR64, Sintanur, Hibrida, Mikongga, dan Pandan Wangi. Varietas benih yang paling sering digunakan oleh petani adalah varietas Ciherang (41,11 %). Penggunaan benih varietas ini dilakukan atas dasar SOP yang ditetapkan oleh Gapoktan Silih Asih kepada petani anggota kelompok tani terkait penggunaan varietas benih. Standar penggunaan benih dalam usahatani padi sehat adalah 25 kg/ha/musim tanam, berarti dengan asumsi tiga kali musim tanam dalam setahun, standar penggunaan benih usahatani padi sehat adalah 75 kg/ha/tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan benih pada musim tanam 2010/2011 oleh petani padi sehat berukuran usahatani luas lebih sedikit, yaitu sebesar 94,18 kg/ha/tahun, daripada petani padi sehat berukuran usahatani sempit, yaitu sebesar 158,70 kg/ha/tahun. Angka tersebut juga mengindikasikan bahwa jumlah penggunaan benih oleh petani padi sehat berukuran usahatani luas dan petani padi sehat berukuran usahatani sempit di atas standar penggunaan benih. Tabel 18 menunjukkan secara rinci sebaran penggunaan varietas benih pada responden petani padi sehat di Desa Ciburuy selama periode musim tanam 2010/

83 Tabel 18. Sebaran Penggunaan Varietas Benih pada Responden Petani Padi Sehat di Desa Ciburuy pada Musim Tanam 2010/2011 No. Varietas Usahatani Luas Usahatani Sempit Total Jumlah (kali) Persentase (%) Jumlah (kali) Persentase (%) Jumlah (kali) Persentase (%) 1 Ciherang 4 22, , ,11 2 Bondoyudo 2 11,11 3 4,17 5 5,56 3 Situ Bagendit 2 11, , ,11 4 Inpari 7 1 5,56 1 1,11 5 Inpari 9 1 5,56 5 6,94 6 6,68 6 IR , , ,00 7 Sintanur 2 22,22 1 1,39 3 3,33 8 Hibrida ,78 2 2,22 9 Mikongga 2 11,11 2 2,78 4 4,44 10 Pandan Wangi ,56 4 4,44 Total Tabel 18 menunjukkan bahwa petani padi sehat berukuran luas sebagian besar (33,33%) menggunakan benih varietas IR64, sedangkan petani padi sehat berukuran sempit sebagian besar (45,83%) menggunakan benih varietas Ciherang. Jika dilihat dari segi produktivitas benih, maka setiap satu kilogram penggunaan benih oleh petani padi sehat berukuran usahatani luas akan menghasilkan produksi kotor sebesar 177,18 kg, sedangkan setiap satu kilogram penggunaan benih oleh petani padi sehat berukuran usahatani sempit akan menghasilkan produksi kotor sebesar 170,77 kg/ha/tahun. Tabel 19 akan membuktikan bahwa produktivitas benih varietas IR64 lebih besar daripada produktivitas benih varietas Ciherang. Tabel 19. Perbandingan Rata-Rata Produktivitas Benih Varietas IR64 dan Ciherang Berdasarkan Kelompok Luas Lahan Garapan Usahatani Padi Sehat pada Musim Kemarau I Periode Musim Tanam 2010/2011 Kelompok Luas Lahan (m 2 ) Rata-Rata Produktivitas Benih (kg produksi kotor/kg benih) IR64 Ciherang ,67 88, ,63 119, ,22 87,50 Rata-Rata 161,17 98,50 68

84 Tabel 19 menunjukkan bahwa rata-rata produktivitas benih varietas IR64 lebih besar daripada rata-rata produktivitas benih varietas Ciherang. Setiap satu kilogram penggunaan benih varietas IR64 akan menghasilkan produksi kotor sebesar 161,17 kg, sedangkan setiap satu kilogram penggunaan benih varietas Ciherang akan menghasilkan produksi kotor sebesar 98,5 kg. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas benih varietas IR64 (varietas benih yang sebagian besar digunakan oleh petani padi sehat berukuran usahatani luas) lebih baik daripada kualitas benih varietas Ciherang (varietas benih yang sebagian besar digunakan oleh petani padi sehat berukuran usahatani sempit) sehingga petani padi sehat berukuran luas tidak perlu menggunakan jumlah benih sebanyak jumlah penggunaan benih petani padi sehat berukuran sempit dalam satu hektar lahan Pupuk Menurut SOP budidaya padi sehat, petani padi sehat harus menggunakan pupuk dari bahan organik sebagai tambahan dari pupuk kimia. Jenis pupuk kimia yang digunakan oleh petani padi sehat adalah urea dan Phonska. Sedangkan pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kompos yang terbuat dari jerami, pupuk kandang, dan pupuk organik kemasan bermerk OFER (Organic Fertilizer). Pupuk urea digunakan untuk memenuhi unsur N di dalam tanah. Pupuk Phonska digunakan untuk memenuhi kandungan unsur P (Phosphor) di dalam tanah, karena dalam pupuk Phonska mengandung 15 persen unsur N, 15 persen unsur P, dan 15 persen unsur K. Selain dari pupuk Phonska, unsur K juga diperoleh dari penggunaan pupuk organik, baik pupuk kandang maupun pupuk kompos jerami. Jika dilihat dari penggunaan pupuk yang digunakan oleh kedua ukuran usahatani, maka dapat ditunjukkan bahwa jumlah penggunaan pupuk kimia dalam satu hektar lahan oleh petani padi sehat berukuran usahatani luas lebih kecil dan di bawah standar penggunaan pupuk kimia daripada petani padi sehat berukuan usahatani sempit, sedangkan jumlah penggunaan pupuk organik dalam satu hektar lahan oleh petani padi sehat berukuran usahatani luas lebih besar dan di atas standar penggunaan pupuk organik daripada petani padi sehat berukuran usahatani sempit. Hal ini menunjukkan bahwa pupuk kimia merupakan pupuk substitusi bagi pupuk organik. Jadi, petani padi sehat yang memiliki persediaan pupuk 69

85 organik dalam jumlah cukup menggunakan pupuk kimia dalam jumlah yang relatif lebih kecil, sedangkan petani padi sehat yang tidak memiliki persediaan pupuk organik dalam jumlah cukup menggunakan pupuk kimia untuk memenuhi kekurangan unsur hara Pupuk Kimia Standar penggunaan pupuk kimia dalam usahatani padi sehat adalah 100 kg/ha/musim tanam untuk pupuk kimia jenis urea dan 200 kg/ha/musim tanam untuk pupuk kimia jenis Phonska (NPK), berarti dengan asumsi tiga kali musim tanam dalam setahun, standar penggunaan pupuk kimia usahatani padi sehat adalah 300 kg/ha/tahun untuk pupuk kimia jenis urea dan 600 kg/ha/tahun untuk pupuk kimia jenis Phonska (NPK). Jika ditotalkan, maka jumlah standar penggunaan pupuk kimia padi sehat adalah 900 kg/ha/tahun. Penggunaan pupuk kimia pada musim tanam 2010/2011 oleh petani padi sehat berukuran usahatani luas lebih sedikit, yaitu sebesar 640,76 kg/ha/tahun, daripada petani padi sehat berukuran usahatani sempit, yaitu sebesar 873,32 kg/ha/tahun. Angka tersebut menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kimia oleh petani padi sehat berukuran usahatani luas di bawah standar penggunaan pupuk kimia, sedangkan penggunaan pupuk kimia oleh petani padi sehat berukuran sempit di atas standar penggunaan pupuk kimia. Hal ini disebabkan karena mayoritas petani padi sehat berukuran usahatani luas telah menerapkan sistem tanam legowo, dimana jarak tanam antarpadi di satu barisan berjarak 12,5 sentimeter, jarak tanam dengan padi di barisan lainnya berjarak 25 sentimeter, dan jarak tanam dengan padi di kelompok barisan padi lainnya berjarak 50 sentimeter. Penerapan sistem tanam legowo menyebabkan jarak tanam relatif lebih besar sehingga mempermudah petani dalam proses pemberian pupuk kimia. Kemudahan yang didapat dalam proses pemberian pupuk kimia menyebabkan pupuk kimia tersebar merata sehingga penggunaannya lebih efisien Pupuk Organik Standar penggunaan pupuk organik dalam usahatani padi sehat adalah kg/ha/musim tanam, berarti dengan asumsi tiga kali musim tanam dalam setahun, standar penggunaan pupuk organik usahatani padi sehat adalah kg/ha/tahun. Penggunaan pupuk organik pada musim tanam 2010/2011 oleh 70

86 petani padi sehat berukuran usahatani luas lebih banyak, yaitu sebesar 8.020,14 kg/ha/tahun, daripada petani padi sehat berukuran usahatani sempit, yaitu sebesar 5.152,64 kg/ha/tahun. Angka tersebut menunjukkan bahwa penggunaan pupuk organik oleh petani padi sehat berukuran usahatani luas di atas standar penggunaan pupuk organik, sedangkan penggunaan pupuk organik oleh petani padi sehat berukuran sempit di bawah standar penggunaan pupuk organik. Hal ini disebabkan karena jenis pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kompos yang berasal dari jerami sisa hasil panen pada musim tanam sebelumnya. Semakin luas lahan yang digarap untuk usahatani padi sehat akan semakin banyak jumlah jerami yang dikumpulkan, sehingga semakin banyak pula kompos yang dihasilkan untuk digunakan sebagai pupuk organik di musim tanam berikutnya. Selain itu, mayoritas petani padi sehat berukuran usahatani luas melakukan tiga kali pemupukan dalam satu musim tanam yang menggunakan pupuk organik, sedangkan petani padi sehat berukuran usahatani sempit mayoritas hanya melakukan dua kali pemupukan dalam satu musim tanam Pestisida Jenis pestisida/obat-obatan yang digunakan petani adalah pestisida nabati kemasan bermerk PASTI. Tidak semua petani khususnya responden, yang menggunakan pestisida sebagai sarana yang selalu digunakan di setiap musim tanam. Oleh karena itu, tidak ada ketentuan yang baku tentang standar penggunaan pestisida untuk setiap hektar lahan usahatani padi sehat per musim tanam. Penggunaan pestisida bagi beberapa petani hanya dilakukan saat padi terserang hama dan penyakit saja. Selain itu, beberapa petani juga tidak pernah menggunakan pestisida walaupun padi mereka terserang hama dan penyakit. Sebanyak empat orang (11,43%) responden petani padi sehat selalu menggunakan pestisida di setiap musim tanam. Menurut keterangan para petani, penggunaan pestisida berfungsi sebagai tindak pencegahan terhadap timbulnya hama dan penyakit. Sedangkan 18 orang (51,43%) responden petani padi sehat menggunakan pestisida hanya saat padi terserang hama dan penyakit saja. Sisanya sebanyak 13 orang (37,14%) responden petani padi sehat tidak pernah menggunakan pestisida sama sekali walaupun padi terserang hama dan penyakit. 71

87 Kesimpulannya, sebagian besar responden petani padi sehat menggunakan pestisida hanya saat padi terserang hama dan penyakit saja. Tabel 20 menunjukkan penggolongan responden petani padi sehat berdasarkan momentum penggunaan pestisida. Tabel 20. Penggolongan Responden Petani Padi Sehat Berdasarkan Momentum Penggunaan Pestisida di Desa Ciburuy pada Musim Tanam 2010/2011 No Momentum Penggunaan Pestisida Selalu menggunakan pestisida Saat terserang hama dan penyakit saja Tidak pernah menggunakan pestisida Ukuran Usahatani Luas Jumlah (orang) Persentase (%) Ukuran Usahatani Sempit Jumlah (orang) Persentase (%) 1 12, , , , , ,44 Total 8 100, Penggunaan pestisida pada musim tanam 2010/2011 oleh petani padi sehat berukuran usahatani luas lebih banyak, yaitu sebesar 23,33 liter/ha/tahun, daripada petani padi sehat berukuran usahatani sempit, yaitu sebesar 3,84 liter/ha/tahun. Hal ini disebabkan karena sesuai dengan Tabel 20 yang menunjukkan bahwa persentase jumlah petani padi sehat berukuran usahatani luas yang selalu menggunakan pestisida lebih besar, yaitu sebesar 12,5 persen, daripada persentase jumlah petani padi sehat berukuran usahatani sempit, yaitu sebesar 11,11 persen. Selain itu, persentase jumlah petani padi sehat berukuran usahatani di atas rata yang tidak pernah menggunakan pestisida jauh lebih kecil, yaitu sebesar 12,5 persen, daripada persentase jumlah petani padi sehat berukuran usahatani sempit, yaitu sebesar 44,44 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa petani berukuran usahatani luas lebih menyadari akan pentingnya menggunakan pestisida sebagai alat pencegah terjadinya risiko produksi yang dihadapi seperti hama dan penyakit Tenaga Kerja Terdapat beberapa kegiatan dalam usahatani padi sehat yang membutuhkan tenaga kerja. Kegiatan tersebut antara lain perbaikan pematang (mopokan), pembajakan lahan, pembuatan drainase, pemerataan tanah (nyorongan), penanaman, penyiangan I dan II, dan pemupukan I, II, bahkan ada 72

88 beberapa responden petani yang sampai pemupukan III. Tabel 21 menunjukkan rata-rata penggunaan tenaga kerja yang dibutuhkan di setiap kegiatan dalam usahatani padi sehat pada musim tanam 2010/2011. Tabel 21. Rata-Rata Jumlah Penggunaan Tenaga Kerja Masing-masing Petani per Hektar Lahan Usahatani Padi Sehat Berdasarkan Kegiatan di Desa Ciburuy pada Musim Tanam 2010/2011 No. Kegiatan Jumlah Tenaga Kerja Setiap Musim Tanam (HOK/ha) Kemarau I Kemarau II Hujan Total 1 Perbaikan Pematang 7,40 9,38 7,49 24,27 2 Pembajakan Lahan 6,31 6,63 6,34 19,28 3 Pembuatan Drainase 1,43 1,13 1,49 4,05 4 Pemerataan Tanah 3,00 2,63 2,86 8,49 5 Penanaman 11,93 12,28 11,90 36,11 6 Penyiangan 10,4 11,44 10,52 32,36 7 Pemupukan 2,65 2,75 2,63 8,03 Total 43,12 46,24 43,23 132,59 Standar penggunaan tenaga kerja dalam usahatani padi sehat adalah 25 HOK/ha/musim tanam untuk tenaga kerja pria, dan 71 HOK/ha/musim tanam untuk tenaga kerja wanita. Berarti dengan asumsi tiga kali musim tanam dalam setahun, standar penggunaan tenaga kerja usahatani padi sehat adalah 75 HOK/ha/tahun untuk tenaga kerja pria dan 213 HOK/ha/tahun untuk tenaga kerja wanita. Jika ditotal, maka standar penggunaan tenaga kerja usahatani padi sehat adalah 288/ha/tahun. Penggunaan tenaga kerja pada musim tanam 2010/2011 oleh petani padi sehat berukuran usahatani luas lebih sedikit, yaitu sebesar 281,51 HOK/ha/tahun, daripada petani padi sehat berukuran usahatani sempit, yaitu sebesar 338,73 HOK/ha/tahun. Angka tersebut menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja oleh petani padi sehat berukuran usahatani luas dan petani padi sehat berukuran usahatani sempit di atas standar penggunaan tenaga kerja. Selain itu, jika melihat perbandingan ukuran usahatani terhadap selisih penggunaan tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga, maka baik petani yang berukuran usahatani luas dan petani yang berukuran usahatani sempit cenderung menggunakan tenaga kerja luar keluarga lebih banyak, yaitu masing-masing sebesar 223,04 HOK/ha/tahun dan 194,44 HOK/ha/tahun, daripada tenaga kerja 73

89 dalam keluarga, yaitu masing-masing sebesar 58,47 HOK/ha/tahun dan 114,29 HOK/ha/tahun. Selain itu, dapat dilihat juga bahwa penggunaan tenaga kerja luar keluarga oleh petani yang berukuran usahatani luas relatif lebih banyak daripada petani yang berukuran usahatani sempit atau sebaliknya, petani yang berukuran usahatani sempit lebih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga daripada petani yang berukuran usahatani luas. Hal ini disebabkan karena luas lahan yang digarap oleh petani padi sehat berukuran usahatani luas lebih luas daripada luas lahan yang digarap oleh petani padi sehat berukuran usahatani sempit, sedangkan jumlah anggota keluarga baik petani padi sehat berukuran usahatani luas maupun sempit yang ikut serta dalam kegiatan usahatani tidak berbeda. Oleh karena itu, petani padi sehat berukuran usahatani luas memerlukan lebih banyak tenaga kerja luar keluarga dalam kegiatan usahataninya Produksi Kotor Produksi atau hasil panen yang dihasilkan petani padi sehat di Desa Ciburuy adalah berupa gabah. Setiap gabah yang dihasilkan oleh para petani ditampung (dibeli) oleh Koperasi Lisung Kiwari yang merupakan koperasi sekaligus lembaga keuangan Gapoktan Silih Asih. Jenis gabah yang biasanya dijual berupa gabah kering panen (GKP). Standar tingkat produktivitas gabah dalam usahatani padi sehat adalah sebesar kg/ha/musim tanam, berarti dengan asumsi tiga kali musim tanam dalam setahun, standar tingkat produktivitas gabah dalam usahatani padi sehat adalah kg/ha/tahun. Selama musim tanam 2010/2011, petani padi sehat berukuran usahatani luas memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi, yaitu sebesar ,92 kg/ha/tahun, daripada petani padi sehat berukuran usahatani sempit, yaitu sebesar ,79 kg/ha/tahun. Hal ini disebabkan oleh penggunaan teknologi oleh petani padi sehat berukuran usahatani luas lebih optimal daripada petani padi sehat sempit. Misalnya, penggunaan oven untuk mengeringkan gabah hasil panen saat musim hujan dan penerapan sistem tanam legowo yang secara tidak langsung meningkatkan produktivitas padi. Selain itu, angka tersebut juga menunjukkan bahwa tingkat produktivitas usahatani padi sehat baik oleh petani ukuran usahatani luas maupun sempit masih berada di bawah standar tingkat produktivitas padi sehat. 74

90 6.2 Analisis Biaya Usahatani Benih Terdapat beberapa cara petani dalam memperoleh benih, yaitu dibeli dari koperasi, diperoleh gratis atau 50 persen dari pemilik lahan (bagi petani penggarap), membuat sendiri dari hasil panen musim tanam sebelumnya, dan hibah dari pemerintah. Perolehan benih gratis atau 50 persen dari pemilik lahan merupakan salah satu kesepakatan sistem bagi hasil antara pemilik lahan dan perani penggarap, sehingga seluruh atau 50 persen biaya untuk benih pada bagian sewa lahan. Oleh karena itu, biaya untuk benih yang digolongkan dalam biaya tunai antara lain benih yang dibeli dari koperasi dan yang diperoleh gratis dari pemilik lahan. Sedangkan biaya untuk benih yang digolongkan dalam biaya tidak tunai (biaya yang diperhitungkan) antara lain benih yang dibuat sendiri dari hasil panen musim tanam sebelumnya dan benih yang diperoleh gratis dari hibah pemerintah. Rata-rata biaya penggunaan benih untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran luas pada musim kemarau I, II, dan musim hujan berturut-turut adalah sebesar Rp ,14; Rp ,73; dan Rp ,92 per hektar. Jadi, ratarata biaya penggunaan benih yang dikeluarkan petani berukuran usahatani luas untuk setiap hektar lahan pada musim tanam 2010/2011 adalah sebesar Rp ,79/ha/tahun. Sedangkan rata-rata biaya penggunaan benih untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran sempit pada musim kemarau I, II, dan musim hujan berturut-turut adalah sebesar Rp ,50; Rp ,72; dan Rp ,04 per hektar. Jadi, rata-rata biaya penggunaan benih yang dikeluarkan petani berukuran usahatani sempit untuk setiap hektar lahan pada musim tanam 2010/2011 adalah sebesar Rp ,26/ha/tahun Pupuk Pupuk kimia diperoleh petani dengan cara membeli dari koperasi atau dari pemilik lahan, yaitu sebesar 50 persen atau bahkan 100 persen, sebagai bagian dari kesepakatan sistem sewa lahan yang berdasarkan pada sistem bagi hasil. Sedangkan pupuk organik berupa pupuk kompos dan pupuk kandang tidak dibeli, melainkan dibuat sendiri oleh petani dengan memanfaatkan bahan-bahan yang sudah tersedia di lingkungan sekitar. Oleh karena itu, harga per kilogram pupuk 75

91 organik jenis kandang diasumsikan sebesar Rp500,00/kg, sedangkan pupuk organik jenis kompos jerami diasumsikan sebesar Rp1.000,00/kg. Petani yang menggunakan pupuk organik kemasan bermerk OFER dapat memperolehnya dengan cara membeli dari koperasi. Selain membeli dari koperasi, terdapat juga petani yang memperoleh pupuk organik OFER dari hibah pemerintah. Oleh karena itu, biaya untuk pupuk yang digolongkan dalam biaya tunai antara lain pupuk kimia dan pupuk organik kemasan bermerk OFER yang dibeli dari koperasi. Sedangkan biaya untuk pupuk yang digolongkan dalam biaya tidak tunai (biaya yang diperhitungkan) adalah pupuk organik berupa pupuk kompos dan pupuk kandang serta pupuk organik kemasan bermerk OFER yang diperoleh dari hibah pemerintah Pupuk Kimia Rata-rata biaya penggunaan pupuk kimia yang dikeluarkan petani untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran luas pada musim kemarau I, II, dan musim hujan berturut-turut adalah sebesar Rp ,61; Rp ,00; dan Rp ,05 per hektar. Jadi, rata-rata biaya pupuk kimia yang dikeluarkan petani untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran luas pada musim tanam 2010/2011 adalah sebesar Rp ,66/ha/tahun. Sedangkan rata-rata biaya penggunaan pupuk kimia yang dikeluarkan petani untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran sempit pada musim kemarau I, II, dan musim hujan berturutturut adalah sebesar Rp ,33; Rp ,06; dan Rp ,77 per hektar. Jadi, rata-rata biaya pupuk kimia yang dikeluarkan petani untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran sempit pada musim tanam 2010/2011 adalah sebesar Rp ,16/ha/tahun Pupuk Organik Rata-rata biaya penggunaan pupuk organik yang diperhitungkan petani untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran luas pada musim kemarau I, II, dan musim hujan berturut-turut adalah sebesar Rp ,44; Rp ,00; dan Rp ,44 per hektar. Jadi, rata-rata biaya pupuk organik yang diperhitungkan petani untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran luas pada musim tanam 2010/2011 adalah sebesar Rp ,88/ha/tahun. Sedangkan rata-rata biaya penggunaan pupuk organik yang diperhitungkan petani untuk 76

92 setiap hektar lahan usahatani berukuran sempit pada musim kemarau I, II, dan musim hujan berturut-turut adalah sebesar Rp ,50; Rp ,36; dan Rp ,87 per hektar. Jadi, rata-rata biaya pupuk organik yang diperhitungkan petani untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran sempit pada musim tanam 2010/2011 adalah sebesar Rp ,73/ha/tahun Pestisida Di kalangan petani, pestisida nabati diperoleh dengan dua cara, yaitu dengan membeli dari koperasi dan diperoleh dari hibah pemerintah. Oleh karena itu, biaya untuk pestisida yang tergolong dalam biaya tunai adalah pestisida yang diperoleh dengan membeli dari koperasi, sedangkan biaya untuk pestisida yang tergolong dalam biaya tidak tunai (biaya yang diperhitungkan) adalah pestisida yang diperoleh dari hibah pemerintah. Rata-rata biaya penggunaan pestisida untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran luas pada musim kemarau I, II, dan musim hujan berturut-turut adalah sebesar Rp ,00; Rp ,00; dan Rp ,00 per hektar. Jadi, rata-rata biaya penggunaan pestisida yang dikeluarkan petani berukuran usahatani luas untuk setiap hektar lahan pada musim tanam 2010/2011 adalah sebesar Rp ,00/ha/tahun. Sedangkan rata-rata biaya penggunaan pestisida untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran sempit pada musim kemarau I, II, dan musim hujan berturut-turut adalah sebesar Rp38.451,18; Rp38.422,46; dan Rp38.451,18 per hektar. Jadi, rata-rata biaya penggunaan pestisida yang dikeluarkan petani berukuran usahatani sempit untuk setiap hektar lahan pada musim tanam 2010/2011 adalah sebesar Rp ,82/ha/tahun Tenaga Kerja Biaya untuk tenaga kerja yang digolongkan dalam biaya tunai adalah tenaga kerja luar keluarga. Sedangkan biaya untuk tenaga kerja yang digolongkan dalam biaya tidak tunai (biaya yang diperhitungkan) adalah tenaga kerja dalam keluarga. Oleh karena itu, rata-rata upah yang diberikan untuk tenaga kerja dalam keluarga setiap HOK disamakan dengan rata-rata upah yang diberikan untuk tenaga kerja luar keluarga. 77

93 Tenaga Kerja Dalam Keluarga Rata-rata biaya penggunaan tenaga kerja dalam keluarga yang diperhitungkan petani untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran luas pada musim kemarau I, II, dan musim hujan berturut-turut adalah sebesar Rp ,67; Rp ,86; dan Rp ,19 per hektar. Jadi, rata-rata biaya tenaga kerja dalam keluarga yang diperhitungkan petani untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran luas pada musim tanam 2010/2011 adalah sebesar Rp ,72/ha/tahun. Sedangkan rata-rata biaya penggunaan tenaga kerja dalam keluarga yang diperhitungkan petani untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran sempit pada musim kemarau I, II, dan musim hujan berturut-turut adalah sebesar Rp ,50; Rp ,36; dan Rp ,87 per hektar. Jadi, rata-rata biaya tenaga kerja dalam keluarga yang diperhitungkan petani untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran sempit pada tahun 2010 adalah sebesar Rp ,73/ha/tahun Tenaga Kerja Luar Keluarga Rata-rata biaya penggunaan tenaga kerja luar keluarga yang dikeluarkan petani untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran luas pada musim kemarau I, II, dan musim hujan berturut-turut adalah sebesar Rp ,55; Rp ,29; dan Rp ,26 per hektar. Jadi, rata-rata biaya tenaga kerja luar keluarga yang dikeluarkan petani untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran luas pada musim tanam 2010/2011 adalah sebesar Rp ,10/ha/tahun. Sedangkan rata-rata biaya penggunaan tenaga kerja luar keluarga yang dikeluarkan petani untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran sempit pada musim kemarau I, II, dan musim hujan berturut-turut adalah sebesar Rp ,91; Rp ,57; dan Rp ,46 per hektar. Jadi, rata-rata biaya tenaga kerja luar keluarga yang dikeluarkan petani untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran sempit pada musim tanam 2010/2011 adalah sebesar Rp ,94/ha/tahun Pemanenan Kegiatan pemanenan merupakan kegiatan yang dimulai saat pemotongan padi yang sudah siap untuk dipanen sampai pengangkutan ke sisi jalan sehingga gabah siap untuk diangkut, baik ke gudang penyimpanan, tempat penjemuran, 78

94 atau tempat penggilingan. Kegiatan ini tidak termasuk dalam input tenaga kerja karena perhitungan biaya tenaga kerja yang melakukan kegiatan pemanenan tidak berdasarkan satuan HOK, tetapi satuan berat produksi gabah (hasil panen) petani. Biasanya untuk setiap kilogram gabah basah yang dipanen, para petani membayar upah pekerja sebesar Rp200,00 sampai dengan Rp300,00 per kilogram. Oleh karena itu, jika dilihat berdasarkan penggolongan biaya, maka biaya pemanenan digolongkan dalam komponen biaya tunai. Rata-rata biaya pemanenan untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran luas pada musim kemarau I, II, dan musim hujan berturut-turut adalah sebesar Rp ,00; Rp ,00; dan Rp ,17,00 per hektar. Jadi, rata-rata biaya pemanenan yang dikeluarkan petani berukuran usahatani luas untuk setiap hektar lahan pada musim tanam 2010/2011 adalah sebesar Rp ,17/ha/tahun. Sedangkan rata-rata biaya pemanenan untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran sempit pada musim kemarau I, II, dan musim hujan berturut-turut adalah sebesar Rp ,11; Rp ,23; dan Rp ,36 per hektar. Jadi, rata-rata biaya pemanenan yang dikeluarkan petani berukuran usahatani sempit untuk setiap hektar lahan pada musim tanam 2010/2011 adalah sebesar Rp ,70/ha/tahun. Bila dibandingkan biaya pemanenan antara petani padi sehat berukuran usahatani luas dan sempit, maka dapat dilihat bahwa rata-rata biaya pemanenan per hektar oleh petani yang berukuran usahatani luas lebih besar daripada petani yang berukuran usahatani sempit. Hal ini disebabkan oleh jumlah gabah (hasil panen) setiap hektar lahan yang dihasilkan oleh petani padi sehat berukuran usahatani luas lebih banyak daripada petani padi sehat berukuran usahatani sempit Pengairan (Irigasi) Terdapat berbagai macam cara petani dalam membiayai iuran pengairan (irigasi). Cara-cara tersebut dilakukan sesuai dengan kesepakatan petani dengan pihak yang mengatur pengairan. Cara pertama yang dilakukan petani adalah pembayaran secara tunai. Besarnya jumlah pembayaran iuran pengairan adalah sebesar antara Rp7.500,00 sampai dengan Rp50.000,00 per musim tanam. Besarnya jumlah tersebut dipengaruhi oleh luas lahan yang digarap petani, 79

95 sehingga semakin luas lahan yang digarap, semakin besar biaya pengairannya. Cara pembayaran kedua adalah dibayar oleh pemilik lahan. Cara pembayaran seperti ini berlaku bagi petani yang menggarap lahan milik orang lain dengan sistem paroh atau bagi hasil. Kesepakatan dari sistem ini biasanya pemilik lahan menanggung biaya pengairan sehingga petani penggarap tidak perlu membayar biaya pengairan lagi. Oleh karena itu, petani yang biaya pengairannya melakukan cara pembayaran yang ditanggung oleh pemilik lahan memperhitungkan biayanya ke komponen sewa lahan sehingga biaya pengairan dihitung dengan merataratakan biaya pengairan dari petani responden lain. Cara pembayaran selanjutnya adalah membayar dengan gabah basah. Cara pembayaran seperti ini merupakan cara pembayaran pengairan dimana petani membayar pihak pengatur pengairan dengan menyerahkan sejumlah tertentu gabah basah hasil panen. Jumlah gabah yang diserahkan adalah antara lima sampai dengan 60 kg gabah basah, yang besarnya tergantung dari luas lahan yang digarap oleh petani. Semakin luas lahan yang digarap petani, maka semakin banyak jumlah gabah basah yang diserahkan oleh petani kepada pihak pengatur irigasi. Rata-rata biaya pengairan untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran luas pada musim kemarau I, II, dan musim hujan berturut-turut adalah sebesar Rp72.439,50; Rp ,50; dan Rp68.241,99 per hektar. Jadi, rata-rata biaya pengairan yang dikeluarkan petani berukuran usahatani luas untuk setiap hektar lahan pada musim tanam 2010/2011 adalah sebesar Rp ,99/ha/tahun. Sedangkan rata-rata biaya pengairan untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran sempit pada musim kemarau I, II, dan musim hujan berturut-turut adalah sebesar Rp ,71; Rp ,39; dan Rp97.383,67 per hektar. Jadi, ratarata biaya pengairan yang dikeluarkan petani berukuran usahatani sempit untuk setiap hektar lahan pada tahun 2010 adalah sebesar Rp ,77/ha/tahun. Bila dibandingkan biaya pengairan antara petani padi sehat berukuran usahatani luas dan sempit, maka dapat dilihat bahwa rata-rata biaya pengairan per hektar oleh petani yang berukuran usahatani luas lebih kecil daripada petani yang berukuran usahatani sempit. Hal ini disebabkan oleh penentuan besarnya iuran pengairan yang tidak dibatasi oleh ketentuan luas lahan yang jelas sehingga petani 80

96 padi sehat yang menggarap lahan yang relatif lebih luas cenderung lebih hemat dalam biaya pengairan Alat Pertanian Alat pertanian yang membutuhkan biaya operasional untuk menggunakannya di tiap musim tanam adalah traktor atau kerbau. Traktor atau kerbau ini digunakan merupakan alat pertanian yang hampir semua petani menggunakannya dalam kegiatan pembajakan lahan. Bagi para petani yang tidak memiliki kerbau atau traktor maka dapat menyewa baik dari petani lain yang memiliki maupun dari koperasi. Biaya untuk menyewa traktor dan operatornya adalah sebesar antara Rp ,00 sampai dengan Rp ,00 per hari. Sedangkan biaya untuk menyewa kerbau adalah sebesar antara Rp60.000,00 sampai dengan Rp75.000,00 per hari. Berdasarkan data yang diperoleh, tidak ada petani responden yang memiliki traktor, akan tetapi ada satu orang responden yang memiliki kerbau. Setelah dilakukan perhitungan, maka biaya penyusutan kerbau pembajak lahan adalah Rp ,00 per tahun. Bila dihitung per hari, maka biaya penyusutan kerbau sebesar Rp684,93 per hari. Tetapi apabila dihitung berdasarkan banyaknya musim tanam per tahun, maka bagi petani yang melakukan tiga kali musim tanam dalam setahun akan memperhitungkan biaya penyusutan kerbau sebesar Rp83.333,33 per musim tanam. Sedangkan petani yang melakukan dua kali musim tanam akan memperhitungkan biaya penyusutan kerbau sebesar Rp ,00 per musim tanam. Semakin luas lahan yang digarap petani, maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk membajak lahan. Jumlah hari yang dibutuhkan petani untuk membajak lahan dengan menggunakan traktor adalah antara satu sampai dengan empat hari, sedangkan jumlah hari yang dibutuhkan petani untuk membajak lahan dengan menggunakan kerbau adalah dua sampai dengan 13 hari. Biaya alat pertanian yang digolongkan dalam biaya tunai adalah biaya sewa alat pertanian, sedangkan biaya alat pertanian yang digolongkan dalam biaya tidak tunai (yang diperhitungkan) adalah biaya penyusutan alat pertanian yang dimiliki sendiri. Petani dengan ukuran usahatani luas memiliki persentase penggunaan traktor yang lebih kecil daripada petani berukuran usaha sempit, begitu juga dengan persentase penggunaan kerbau dimana persentase penggunaan kerbau oleh 81

97 petani berukuran usahatani luas lebih besar daripada petani berukuran usahatani sempit. Hal ini mengindikasikan bahwa petani berukuran usahatani luas tidak memiliki kecenderungan dalam memilih jenis alat pertanian, khususnya traktor atau kerbau. Sedangkan petani berukuran usahatani sempit cenderung lebih memilih menggunakan traktor daripada kerbau. Persentase penggunaan jenis alat pertanian dijelaskan pada Tabel 22. Tabel 22. Persentase Penggunaan Jenis Alat Pertanian Berdasarkan Ukuran Usahatani Padi Sehat di Desa Ciburuy pada Musim Tanam 2010/2011 Jenis Alat Ukuran Usahatani Luas Ukuran Usahatani Sempit No. Pertanian Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Traktor 4 50, ,89 2 Kerbau 4 50, ,11 Total 8 100, ,00 Rata-rata biaya penggunaan alat pertanian untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran luas pada musim kemarau I, II, dan musim hujan berturutturut adalah sebesar Rp ,83; Rp ,00; dan Rp ,83 per hektar. Jadi, rata-rata biaya penggunaan alat pertanian yang dikeluarkan petani berukuran usahatani luas untuk setiap hektar lahan pada musim tanam 2010/2011 adalah sebesar Rp ,66/ha/tahun. Sedangkan rata-rata biaya penggunaan alat pertanian untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran sempit pada musim kemarau I, II, dan musim hujan berturut-turut adalah sebesar Rp ,11; Rp ,29; dan Rp ,11 per hektar. Jadi, rata-rata biaya penggunaan alat pertanian yang dikeluarkan petani berukuran usahatani sempit untuk setiap hektar lahan pada musim tanam 2010/2011 adalah sebesar Rp ,51/ha/tahun. Bila dibandingkan biaya penggunaan alat pertanian antara padi sehat berukuran usahatani luas dan sempit, maka dapat dilihat bahwa rata-rata biaya penggunaan alat pertanian per hektar oleh petani padi sehat berukuran usahatani luas lebih kecil daripada petani padi sehat berukuran usahatani sempit. Hal ini sesuai dengan Tabel 22 dimana persentase jumlah petani padi sehat berukuran usahatani luas yang menggunakan traktor lebih kecil, yaitu sebesar 50 persen, daripada persentase jumlah petani padi sehat berukuran usahatani sempit, yaitu sebesar 88,89 persen. Berdasarkan data juga terdapat informasi bahwa 82

98 penggunaan alat pertanian jenis traktor lebih mahal daripada jenis kerbau sehingga penggunaan alat pertanian jenis traktor akan menyebabkan biaya penggunaan alat pertanian lebih mahal daripada penggunaan jenis alat pertanian jenis kerbau Bagi Hasil, Sewa, dan Pajak Lahan Paroh (bagi hasil) merupakan kelembagaan yang berkembang di Desa Ciburuy. Besarnya persentase pembagian hasil panen yang menjadi bagian pemilik lahan adalah antara 40 persen sampai dengan 50 persen. Selain menggunakan sistem sewa lahan bagi hasil, terdapat dua petani responden yang menyewa lahan milik PT KAI dan dikenakan tarif sebesar Rp50.000,00 dan Rp ,00 per tahun. Petani responden yang menyewa lahan dari PT KAI tersebut merupakan pensiunan dan janda pensiunan dari PT KAI. Oleh karena itu, biaya sewa lahan bagi petani yang menggunakan sistem bagi hasil dikategorikan sebagai biaya variabel, sedangkan biaya sewa lahan bagi petani yang menyewa dari PT KAI dikategorikan sebagai biaya tetap. Kemudian biaya pajak bagi petani yang memiliki lahan adalah sebesar Rp ,00 per hektar setiap tahun. Selain itu, petani yang memiliki lahan juga dikenakan biaya retribusi untuk anggaran pengeluaran dan pendapatan Desa Ciburuy sebesar 50 persen dari pajak tanah tersebut. Oleh karena itu, biaya sewa lahan dan pajak lahan digolongkan dalam biaya tunai. Rata-rata biaya bagi hasil untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran luas pada musim kemarau I, II, dan musim hujan berturut-turut adalah sebesar Rp ,26; Rp ,77; dan Rp ,93 per hektar. Jadi, rata-rata biaya bagi hasil yang dikeluarkan petani berukuran usahatani luas untuk setiap hektar lahan pada musim tanam 2010/2011 adalah sebesar Rp ,96/ha/tahun. Sedangkan rata-rata biaya bagi hasil untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran sempit pada musim kemarau I, II, dan musim hujan berturut-turut adalah sebesar Rp ,19; Rp ,69; dan Rp ,21 per hektar. Jadi, rata-rata biaya bagi hasil yang dikeluarkan petani berukuran usahatani sempit untuk setiap hektar lahan pada musim tanam 2010/2011 adalah sebesar Rp ,10/ha/tahun. 83

99 Bila dibandingkan biaya sewa lahan antara petani padi sehat berukuran usahatani luas dan sempit, maka dapat dilihat bahwa rata-rata biaya sewa lahan per hektar oleh petani yang berukuran usahatani luas lebih besar daripada petani yang berukuran usahatani sempit. Hal ini disebabkan oleh sistem sewa lahan bagi hasil, dimana membagi keuntungan petani. Petani padi sehat berukuran usahatani luas memiliki keuntungan yang lebih besar daripada petani padi sehat sempit sehingga keuntungan petani padi sehat luas yang dibagi sebagai pembayaran sewa lahan pun lebih besar daripada petani padi sehat sempit. Selanjutnya, biaya sewa lahan hanya terdapat pada usahatani padi sehat berukuran sempit. Rata-rata biaya sewa lahan untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran sempit pada musim kemarau I, II, dan musim hujan berturut-turut adalah sebesar Rp40.123,46; Rp58.823,53; dan Rp40.123,46 per hektar. Jadi, ratarata biaya sewa lahan yang dikeluarkan petani berukuran usahatani sempit untuk setiap hektar lahan pada musim tanam 2010/2011 adalah sebesar Rp ,44/ha/tahun. Berdasarkan data yang diperoleh, dari ke-35 petani responden padi sehat, hanya terdapat satu yang menggarap lahan milik sendiri, yaitu seluas 0,4 hektar. Itupun dikombinasikan dengan menggarap lahan milik orang lain yang disewa seluas 0,6 hektar. Oleh karena itu, petani responden tersebut digolongkan dalam petani berukuran usahatani luas. Jika dirata-ratakan, maka rata-rata biaya pajak lahan untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran luas pada musim kemarau I, II, dan musim hujan berturut-turut adalah sebesar Rp20.000,00; Rp80.000,00; dan Rp20.000,00 per hektar. Jadi, rata-rata biaya pajak lahan yang dikeluarkan petani berukuran usahatani luas untuk setiap hektar lahan pada musim tanam 2010/2011 adalah sebesar Rp ,00/ha/tahun Total Biaya Usahatani Total biaya tunai usahatani merupakan penjumlahan dari keseluruhan biaya-biaya, baik yang dikeluarkan maupun yang diperhitungkan oleh petani di setiap musim tanam. Pada penelitian ini, total biaya usahatani adalah penjumlahan dari keseluruhan biaya-biaya, baik biaya tunai maupun biaya tidak tunai (yang diperhitungkan) oleh petani padi sehat di Desa Ciburuy selama musim tanam 84

100 2010/2011. Komponen-komponen biaya tunai dan biaya tidak tunai kemudian dikategorikan lagi menjadi biaya variabel dan biaya tetap. Total biaya yang dikeluarkan dan diperhitungkan petani padi sehat berukuran usahatani luas pada musim tanam 2010/2011 rata-rata sebesar Rp ,53/ha/tahun. Struktur biaya total juga menunjukkan bahwa biaya tunai lebih besar daripada biaya tidak tunai (yang diperhitungkan). Biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani padi sehat berukuran luas pada musim tanam 2010/2011 adalah sebesar Rp ,93/ha/tahun atau 77,89 persen dari biaya total, sedangkan sisanya sebesar Rp ,60 per hektar per tahun atau 22,11 persen dari biaya total merupakan biaya tidak tunai yang diperhitungkan oleh petani. Penggunaan biaya yang dikeluarkan dan diperhitungkan petani padi sehat berukuran usahatani luas sebagian besar dialokasikan untuk biaya bagi hasil, yaitu sebesar 43 persen dari biaya total. Hal ini disebabkan karena semua petani menggarap lahan dan menerapkan paroh (bagi hasil), dimana bagi hasil ini menyebabkan sekitar 40 sampai dengan 50 persen keuntungan petani diserahkan ke pemilik. Selain itu, penggunaan biaya yang dikeluarkan dan diperhitungkan petani padi sehat berukuran usahatani luas terbesar setelah bagi hasil adalah pembuatan pupuk organik berupa kandang dan kompos, yaitu sebesar 18,56 persen dari biaya total. Hal ini wajar dikarenakan adanya SOP dari Gapoktan Silih Asih tentang program padi sehat yang mewajibkan petaninya menggunakan pupuk organik dengan proporsi yang lebih besar daripada pupuk kimia. Akan tetapi, pupuk organik berupa kandang dan kompos ini termasuk dalam biaya tidak tunai sehingga dalam pelaksanaannya biaya pupuk kandang dan kompos ini tidak memberatkan petani secara tunai. Sedangkan total biaya yang dikeluarkan dan diperhitungkan petani padi sehat berukuran usahatani sempit pada musim tanam 2010/2011 rata-rata sebesar Rp ,54 per hektar per tahun. Dalam struktur biaya total juga diketahui bahwa biaya tunai lebih besar daripada biaya tidak tunai (yang diperhitungkan). Biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani padi sehat berukuran sempit pada musim tanam 2010/2011 adalah sebesar Rp ,89/ha/tahun atau 77,23 persen dari biaya total, sedangkan sisanya sebesar Rp ,65/ha/tahun atau 22,77 persen 85

101 dari biaya total merupakan biaya tidak tunai yang diperhitungkan oleh petani. Tabel 23 akan menunjukkan secara rinci struktur biaya usahatani padi sehat berukuran luas dan sempit. Tabel 23. Total Biaya per Hektar Lahan Usahatani Padi Sehat Berukuran Luas dan Sempit di Desa Ciburuy pada Musim Tanam 2010/2011 Jenis Biaya Ukuran Usahatani Luas Jumlah (Rp/ha/tahun) Persentase (%) Ukuran Usahatani Sempit Jumlah (Rp/ha/tahun) Persentase (%) Biaya Tunai ,93 77, ,89 77,23 Biaya Variabel ,68 71, ,36 69,96 Benih ,78 1, ,91 2,39 Pupuk kimia ,67 3, ,79 4,88 Pupuk organik ,85 1,79 Pestisida ,00 1, ,96 0,31 Upah tenaga kerja luar keluarga ,27 22, ,75 19,63 Bagi hasil ,96 43, ,10 40,96 Biaya Tetap ,26 6, ,53 7,27 Pengairan ,59 0, ,77 0,83 Alat pertanian ,67 5, ,32 6,06 Sewa lahan ,44 0,38 Pajak lahan ,00 0, Biaya Tidak Tunai ,60 22, ,65 22,77 Biaya Variabel ,60 22, ,45 22,69 Benih ,35 0,31 Pupuk organik ,89 18, ,88 12,77 Pestisida ,85 0,01 Upah tenaga kerja dalam keluarga ,71 3, ,37 9,60 Biaya Tetap ,20 0,08 Penyusutan alat pertanian ,20 0,08 Total Biaya ,53* ,54* 100 Keterangan: *Tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5 persen Tabel 23 menunjukkan bahwa biaya total usahatani per hektar lahan pada periode musim tanam 2010/2011 antara usahatani padi sehat berukuran luas dan sempit tidak berbeda signifikan pada taraf nyata lima persen. Hal ini dapat dibuktikan dengan uji statistik yang hasilnya ditunjukkan pada Lampiran 4. 86

102 Selanjutnya, bila dibandingkan maka terdapat persamaan bahwa penggunaan biaya yang dikeluarkan oleh petani padi sehat berukuran usahatani luas dan sempit sebagian besar dialokasikan untuk biaya bagi hasil, upah tenaga kerja, dan pembuatan pupuk organik berupa kandang dan kompos. Hal ini menunjukkan bahwa biaya pupuk organik sebagai biaya variabel relatif mahal bagi petani. Petani yang bisa membuat pupuk kompos jerami sendiri dan/atau memiliki peternakan sendiri sehingga bisa membuat pupuk kandang tidak akan merasa terbebani secara tunai. Akan tetapi, bagi petani yang tidak bisa membuat pupuk kompos jerami sendiri dan tidak memiliki peternakan sendiri tentu harus membeli pupuk organik dari pasar, sehingga biaya pupuk organik tersebut menjadi biaya tunai yang relatif besar. Itulah sebabnya petani padi sehat di Desa Ciburuy masih relatif sedikit. Selain itu, struktur biaya pada kedua ukuran usahatani menunjukkan bahwa biaya tunai lebih besar daripada biaya tidak tunai. Walaupun hanya terdapat sedikit perbedaan, persentase biaya tunai terhadap biaya total petani padi sehat berukuran usahatani luas lebih besar daripada persentase biaya tunai terhadap biaya total petani padi sehat berukuran usahatani sempit. Artinya, dalam pengadaan input usahatani, petani padi sehat berukuran usahatani luas secara finansial memiliki tingkat ketergantungan yang lebih besar terhadap ketersediaan biaya tunai dibandingkan dengan petani padi sehat berukuran usahatani sempit. 6.3 Analisis Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani merupakan nilai total produksi yang dihasilkan oleh petani dalam suatu usahatani. Dalam penelitian ini, penerimaan usahatani merupakan nilai dari produksi kotor (hasil panen) yang diperoleh petani baik yang dijual maupun yang dikonsumsi sendiri setelah dikurangi dengan biaya-biaya lainnya. Berdasarkan data yang diperoleh, harga jual gabah sehat per kilogram pada musim tanam 2010/2011 bervariasi tiap petani, yaitu di antara Rp1.200,00 sampai dengan Rp2.700,00 per kilogram. Harga jual gabah yang rendah terjadi pada musim hujan, dimana saat pemanenan berat gabah menjadi meningkat serta kualitas gabah menurun akibat musim hujan. Kondisi ini mengakibatkan harga gabah turun jauh di bawah harga normal. 87

103 Terdapat tiga orang petani responden yang tidak menjual (mengkonsumsi) hasil panennya dan ketiga petani responden tersebut termasuk dalam kelompok petani berukuran usahatani sempit. Oleh karena itu, dalam struktur penerimaan, petani yang menjual hasil panennya digolongkan ke dalam penerimaan tunai, sedangkan petani yang tidak menjual (mengkonsumsi) hasil panennya digolongkan ke dalam penerimaan tidak tunai (yang diperhitungkan). Rata-rata penerimaan untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran luas pada musim kemarau I, II, dan musim hujan berturut-turut adalah sebesar Rp ,00; Rp ,00; dan Rp ,33 per hektar. Jadi, rata-rata nilai total produksi yang diterima petani berukuran usahatani luas untuk setiap hektar lahan pada musim tanam 2010/2011 adalah sebesar Rp ,33/ha/tahun. Sedangkan rata-rata penerimaan untuk setiap hektar lahan usahatani berukuran sempit pada musim kemarau I, II, dan musim hujan berturut-turut adalah sebesar Rp ,12; Rp ,33; dan Rp ,18 per hektar. Jadi, rata-rata nilai total produksi yang diterima petani berukuran usahatani sempit untuk setiap hektar lahan pada musim tanam 2010/2011 adalah sebesar Rp ,63/ha/tahun. 6.4 Analisis Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani merupakan nilai dari selisih antara penerimaan usahatani dan biaya usahatani. Jika nilai pendapatan usahatani positif, maka dapat dikatakan kegiatan usahatani tersebut menguntungkan. Pada penelitian ini, pendapatan usahatani dianalisis dengan menggunakan konsep pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan total. Pendapatan atas biaya tunai merupakan selisih antara total penerimaan usahatani dengan total biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan total merupakan selisih antara total penerimaan usahatani dengan total biaya usahatani, baik yang tunai maupun yang tidak tunai (yang diperhitungkan). Pendapatan total usahatani padi sehat baik yang berukuran luas maupun sempit selama musim tanam 2010/2011 bernilai negatif, dan pendapatan total usahatani padi sehat berukuran usahatani luas lebih besar, yaitu sebesar Rp ,20/ha/tahun daripada berukuran usahatani sempit, yaitu sebesar Rp ,91/ha/tahun. Bila dikaji, hal ini disebabkan karena penerimaan total usahatani padi sehat berukuran luas lebih besar daripada penerimaan total 88

104 usahatani padi sehat berukuran sempit, sedangkan biaya total usahatani padi sehat berukuran luas lebih kecil daripada biaya total usahatani padi sehat berukuran sempit. Kemudian dapat dilihat juga bahwa pendapatan atas biaya tunai usahatani pada kedua ukuran usahatani bernilai positif, dan sejalan dengan pendapatan total usahatani, pendapatan atas biaya tunai usahatani padi sehat berukuran luas lebih besar, yaitu sebesar Rp ,40/ha/tahun daripada pendapatan atas biaya tunai usahatani padi sehat berukuran sempit, yaitu sebesar Rp ,74/ha/tahun. Pendapatan total usahatani yang bernilai negatif dan pendapatan atas biaya tunai usahatani yang bernilai positif mengindikasikan bahwa petani padi sehat baik yang berukuran usahatani luas maupun sempit akan mendapatkan keuntungan bila semua biaya tidak tunai (yang diperhitungkan) tidak dibayarkan. Artinya, secara tunai petani padi sehat mengalami keuntungan walaupun sedikit jumlahnya, sedangkan pada kenyataannya apabila semua biaya total diperhitungkan, maka petani padi sehat baik yang berukuran luas maupun sempit mengalami kerugian. 6.5 Analisis Efisiensi Biaya Usahatani Analisis efisiensi biaya usahatani yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Rasio). Analisis imbangan penerimaan dan biaya tersebut kemudian diuraikan menjadi analisis imbangan penerimaan dan biaya tunai (R/C Rasio atas biaya tunai) dan imbangan penerimaan dan biaya total (R/C Rasio atas biaya total). Nilai R/C Rasio atas biaya total usahatani padi sehat baik yang berukuran luas maupun sempit selama musim tanam 2010/2011 adalah lebih kecil dari 1, dimana nilai R/C Rasio atas biaya total usahatani padi sehat berukuran luas adalah 0,96, sedangkan nilai R/C Rasio atas biaya total usahatani padi sehat berukuran sempit adalah 0,89. Artinya, setiap Rp1,00 biaya total yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp0,96 bagi petani padi sehat berukuran usahatani luas dan Rp0,89 bagi petani padi sehat berukuran usahatani sempit. Kemudian dapat dilihat juga bahwa R/C Rasio atas biaya tunai usahatani pada kedua ukuran usahatani bernilai lebih besar dari 1, dimana nilai R/C Rasio atas biaya tunai usahatani padi sehat berukuran luas adalah 1,23, sedangkan nilai R/C Rasio atas biaya tunai usahatani padi sehat berukuran sempit adalah 1,16. Artinya, 89

105 setiap Rp1,00 biaya total yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp1,23 bagi petani padi sehat berukuran usahatani luas dan Rp1,26 bagi petani padi sehat berukuran usahatani sempit. R/C Rasio atas biaya total usahatani yang bernilai lebih kecil dari 1 dan R/C Rasio atas biaya tunai usahatani yang bernilai lebih besar dari 1 mengindikasikan bahwa petani padi sehat baik yang berukuran usahatani luas maupun sempit akan mendapatkan keuntungan bila semua biaya tidak tunai (yang diperhitungkan) tidak dibayarkan. Artinya, secara tunai biaya usahatani padi sehat efisien, sedangkan pada kenyataannya apabila semua biaya total diperhitungkan, maka biaya usahatani padi sehat, baik yang berukuran luas maupun sempit tidak efisien. Tabel 23 menunjukkan secara rinci jumlah penerimaan, biaya, pendapatan, dan efisiensi biaya usahatani padi sehat selama musim tanam 2010/2011. Tabel 24. Rekapitulasi Penerimaan, Biaya, Pendapatan, dan Efisiensi Biaya Usahatani Padi Sehat Berukuran Luas dan Sempit di Desa Ciburuy pada Musim Tanam 2010/2011 Ukuran Usahatani (Rp/ha) Uraian Luas Sempit Penerimaan Tunai Usahatani , ,06 Penerimaan Tidak Tunai Usahatani ,57 Total Penerimaan Usahatani , ,63 Biaya Tunai Usahatani , ,89 Biaya Tidak Tunai Usahatani , ,65 Total Biaya Usahatani , ,54 Pendapatan Atas Biaya Tunai , ,74 Pendapatan Usahatani , ,91 R/C Rasio Atas Biaya Tunai 1,23 1,16 R/C Rasio 0,96 0,89 90

106 VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Penelitian pendapatan usahatani padi sehat di Desa Ciburuy ini menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain sebagai berikut: 1. Keragaan usahatani padi sehat ukuran usahatani luas berbeda dengan usahatani padi sehat ukuran usahatani sempit. Penggunaan input produksi usahatani padi sehat berukuran luas lebih sedikit daripada usahatani berukuran sempit. Input produksi usahatani padi sehat berukuran luas yang penggunaannya di bawah standar adalah pupuk kimia, sedangkan input produksi usahatani padi sehat berukuran sempit yang penggunannya di bawah standar adalah pupuk organik. Kemudian produktivitas usahatani padi sehat berukuran luas lebih besar daripada yang berukuran sempit walaupun produktivitas usahatani padi sehat berukuran luas dan sempit masih di bawah standar produktivitas usahatani padi sehat. 2. Usahatani padi sehat baik ukuran usahatani luas maupun sempit secara total merugikan bagi petani, sedangkan secara tunai usahatani padi sehat baik ukuran usahatani luas maupun sempit menguntungkan walaupun relatif sedikit jumlahnya. Jika ditinjau dari segi biaya, secara total biaya usahatani padi sehat baik ukuran luas maupun sempit tidak efisien, sedangkan secara tunai biaya usahatani padi sehat baik ukuran luas maupun sempit efisien. Faktor yang menyebabkan usahatani padi sehat tidak berkembang di Desa Ciburuy adalah besarnya biaya yang dibutuhkan untuk memperoleh pupuk organik sehingga jumlah petani yang melakukan kegiatan usahatani padi sehat di Desa Ciburuy relatif sedikit. 7.2 Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka terdapat beberapa saran yang berkaitan dengan usahatani padi sehat, yaitu: 1. Dalam rangka meningkatkan produktivitas, perlu dilakukan peningkatan input-input yang penggunaannya masih di bawah standar, yaitu pupuk kimia bagi petani padi sehat berukuran usahatani luas dan pupuk organik bagi petani padi sehat berukuran usahatani sempit.

107 2. Dalam rangka meningkatkan pendapatan usahatani padi sehat, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan penerimaan dan menekan biaya usahatani. Peningkatan penerimaan dilakukan dengan cara meningkatkan produktivitas dan meningkatkan harga jual gabah kering panen (GKP) dari petani, sedangkan biaya usahatani dapat ditekan dengan cara mengurangi penggunaan input yang melebihi standar seperti benih, pupuk kimia (bagi usahatani padi sehat berukuran sempit), pupuk organik (bagi usahatani padi sehat berukuran luas), dan tenaga kerja. Upaya peningkatan penerimaan dan penekanan biaya usahatani tersebut dapat dilakukan maksimal berkat kemitraan antara petani dengan gapoktan. 92

108 DAFTAR PUSTAKA Andoko A Budi Daya Padi Secara Organik. Jakarta: Penebar Swadaya. Anshori A Analisis Usahatani Padi Jenis Padi Ketan Putih (Oryza Sativa Glutinosa) (Studi Kasus Desa Jatimulya, Kecamatan Compreng, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik Penduduk Indonesia menurut Provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, 2000, dan Jakarta: Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik Istilah Statistik. [Diakses pada tanggal 7 Desember 2011] Dillon J.L., Hardakaer J. Brian Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Soekartawi, Soeharjo A, penerjemah; Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Terjemahan dari: Farm Management Research for Small Farmer Development. Fatullah A Analisis Sistem Usahatani Padi Sehat (Studi Perbandingan, Kasus: Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Hernanto F Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya. Lipsey, R.G, Courant P.N, Purvis D.D, Steiner P.O Pengantar Mikroekonomi Jilid 1. Wasana J, Kirbrandoko, penerjemah; Jakarta: Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Economics 10th ed. Lubis A.N Manajemen Risiko Produksi dan Penerimaan Padi Semi Organik (Studi: Petani Gabungan Kelompok Tani Silih Asih di Desa Ciburuy, Kec. Cigombong, Kab. Bogor) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Mulyaningsih A Analisis pendapatan Usahatani Padi Organik Metode SRI (System of Rice Intensification) Studi Kasus Desa Cipeuyeum Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Nafis F Analisis Usahatani Padi Organik dan Sistem Tataniaga Beras Organik di Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

109 Nicholson W Teori Mikroekonomi: Prinsip Dasar dan Perluasan. Wirajaya D, penerjemah; Jakarta: Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Microeconomic Theory Basic Principles and Extensions. Priyohutomo R Strategi Pengembangan Usaha Karet Alam Olahan (Kasus PT Kaliduren Estates Perkebunan Tugu/Cimenteng Desa Langkap Jaya Kecamatan Lengkong Kabupaten Sukabumi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. [Pusdatin] Pusat Data dan Informasi Pertanian Volume dan Nilai Ekspor Komoditi Pertanian. Jakarta: Departemen Pertanian. [Pusdatin] Pusat Data dan Informasi Pertanian Basis Data Statistik Pertanian. Jakarta: Departemen Pertanian. Rusdiana S., Praharani L Karakteristik Sosial Ekonomi Pemeliharaan Kerbau di Desa Lengkong Kulon, Banten [makalah seminar]. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. 1&ved=0CCIQFjAA&url=http%3A%2F%2Felib.pdii.lipi.go.id%2Fkatalo g%2findex.php%2fsearchkatalog%2fdownloaddatabyid%2f278140%2 F _2010_7277.pdf&ei=FkRzT8YUh9StB8KToNsN&usg=AFQjCNEceAnyd Q2OJ3toK2gVXjBIkbi_5A&sig2=Lyt_PZ5Op697ymA85dq17w [Diakses pada tanggal 5 Februari 2012]. Soeharjo A., Patong D Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Soekartawi Analisis Usahatani. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Suratiyah K Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya. Sutanto R Penerapan Pertanian Organik. Yogyakarta: Kanisius. Sutanto R Pertanian Organik. Yogyakarta: Kanisius. 94

110 LAMPIRAN

111 Lampiran 1. Potensi Pengembangan Usahatani Padi Sawah Organik di Kabupaten Bogor No. Kecamatan Desa Poktan Luas Lahan (ha) Potensi Pengembangan (ha) 1 Cijeruk Sukaharja Rahayu Cijeruk Cipicung Medal Jaya Produktivitas 3 Cijeruk Cibalung Wanti Asih ku GKP/ha 4 Cigombong Ciburuy Silih Asih Cigombong Pasirjaya 6 Cigombong Ciburuy Harapan Maju Saung Kuring Cigombong Cisalada Dukuh Jaya Cigombong Tugujaya Suka Galih Jonggol Singasari Mekartani I Jonggol Sukanegara Sari Alam Makmur Klapanunggal Ligarmukti Gemalmis Cariu Cariu Pringgodani ku GKG/ha 13 Dramaga Sukadamai Harapan ku GKG/ha 14 Dramaga Purwasari Mekar Sari ,8 ku GKG/ha 15 Sukajaya Cisarua Bukit Tani Sukajaya Pasirmadang Gunungkemang Sukajaya Kiarasari Tunasmekarsari Tamansari Pasireurih Karya Tani ku GKG/ha 19 Tamansari Sukajadi Harapan Maju I Tamansari Sukaresmi Hegar Manah Ciawi Cileungsi Bina Sejahtera Ciawi Pandansari Peundeuy Lebak Ciawi Cibedug Babakan Ciawi Jambuluwuk Cukanggaleuh Leuwiliang Karehkel Mitra Tani Leuwisadeng Sadeng Kolot Saluyu Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Pemerintah Kabupaten Bogor (2011) 96

112 Lampiran 2. Perhitungan Pendapatan Usahatani Padi Sehat Kode Jenis Variabel Cara Perhitungan A B Penerimaan Tunai Penerimaan Tidak Tunai C Penerimaan Total A + B D E Pengeluaran Tunai Pengeluaran Tidak Tunai (yang Diperhitungkan) F Pengeluaran Total D + E G H Pendapatan atas Biaya Tunai Pendapatan atas Biaya Total Harga gabah basah (Rp/kg) x Hasil panen yang dijual (kg) Harga gabah basah (Rp/kg) x Hasil panen yang dikonsumsi (kg) Benih padi, Pupuk pabrik, Pestisida/Obatobatan yang dibeli, Iuran pengairan, Sewa alat pertanian (baik berupa traktor maupun kerbau), Sewa lahan, Pajak tanah, dan Upah tenaga kerja luar keluarga Pupuk organik (baik berupa kompos, kandang, maupun yang diperoleh dari hibah pemerintah), Pestisida/Obat-obatan yang diperoleh dari hibah pemerintah, Upah tenaga kerja dalam keluarga, dan Penyusutan alat-alat pertanian bagi petani yang memliki alat-alat pertanian. C D C F I Pendapatan Tunai A D Sumber: Mulyaningsih (2011) 97

113 Lampiran 3. Peta Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor 98

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan sumber bahan makanan pokok bagi sebagian masyarakat Indonesia. Apalagi setelah adanya kebijakan pembangunan masa lalu, yang menyebabkan perubahan sosial

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertanian Pangan Organik dan Budidaya Padi Organik

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertanian Pangan Organik dan Budidaya Padi Organik II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertanian Pangan Organik dan Budidaya Padi Organik Teknologi pertanian yang semakin mutakhir dan dapat diperbaharui (renewable) menimbulkan perubahan yang signifikan dalam kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini pertanian organik menjadi suatu bisnis terbaru dalam dunia pertanian Indonesia. Selama ini produk pertanian mengandung bahan-bahan kimia yang berdampak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto per Triwulan Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 (Miliar Rupiah)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto per Triwulan Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 (Miliar Rupiah) 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian selama ini memberikan sumbangan yang cukup besar untuk pembangunan nasional, seperti dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto), penyerapan tenaga kerja,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi suatu keharusan, agar produksi dapat menunjang permintaan pangan yang

I. PENDAHULUAN. menjadi suatu keharusan, agar produksi dapat menunjang permintaan pangan yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok terpenting bagi manusia yang harus dipenuhi agar bisa bertahan hidup. Perkembangan pertanian sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahan baku pangan, dan bahan lain. Ketersediaan pangan yang cukup jumlahnya,

I. PENDAHULUAN. bahan baku pangan, dan bahan lain. Ketersediaan pangan yang cukup jumlahnya, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. [Diakses Tanggal 28 Desember 2009]

I PENDAHULUAN.  [Diakses Tanggal 28 Desember 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian semakin penting karena sebagai penyedia bahan pangan bagi masyarakat. Sekarang ini masyarakat sedang dihadapkan pada banyaknya pemakaian bahan kimia di

Lebih terperinci

EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI

EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI OKTIARACHMI BUDININGRUM H34070027 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ini belum mampu memenuhi kebutuhannya secara baik, sehingga kekurangannya

I. PENDAHULUAN. ini belum mampu memenuhi kebutuhannya secara baik, sehingga kekurangannya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prospek pengembangan beras dalam negeri cukup cerah terutama untuk mengisi pasar domestik, mengingat produksi padi/beras dalam negeri sampai saat ini belum mampu memenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian organik merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian yang mendapat perhatian besar masyarakat di negara maju maupun negara berkembang seiring dengan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas padi memiliki arti strategis yang mendapat prioritas dalam pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat Indonesia, baik di pedesaan maupun

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A14104684 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki peranan penting

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terpadat keempat setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Setiap tahunnya jumlah penduduk di Indonesia terus meningkat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada abad 21 ini masyarakat mulai menyadari adanya bahaya penggunaan bahan kimia sintetis dalam bidang pertanian. Penggunaan bahan kimia sintesis tersebut telah menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan pada sektor pertanian. Di Indonesia sektor pertanian memiliki peranan besar dalam menunjang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg) I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan produksi pertanian. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional dapat dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan gizi masyarakat. Padi merupakan salah satu tanaman pangan utama bagi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Geografis Kecamatan Cigombong Kecamatan Cigombong adalah salah satu daerah di wilayah Kabupaten Bogor yang berjarak 30 km dari Ibu Kota Kabupaten, 120 km

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan

Lebih terperinci

SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN Indratmo Soekarno Departemen Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung, email: indratmo@lapi.itb.ac.id, Tlp

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara luas Indonesia dikenal dengan sebutan negara agraris. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), negara agraris adalah negara dengan sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian bangsa. Sektor pertanian telah berperan dalam pembentukan PDB, perolehan

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Pembangunan pertanian masih mendapatkan

Lebih terperinci

DASAR DASAR AGRONOMI MKK 312/3 SKS (2-1)

DASAR DASAR AGRONOMI MKK 312/3 SKS (2-1) DASAR DASAR AGRONOMI MKK 312/3 SKS (2-1) OLEH : PIENYANI ROSAWANTI PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA 2016 PENGERTIAN-PENGERTIAN DALAM AGRONOMI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya 1-1,5 ton/ha, sementara jumlah penduduk pada masa itu sekitar 90 jutaan sehingga produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keharusannya memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Berdasarkan Sensus

I. PENDAHULUAN. keharusannya memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Berdasarkan Sensus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Peranan sektor pertanian tanaman pangan di Indonesia sangat penting karena keharusannya memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Berdasarkan Sensus Penduduk 2010,

Lebih terperinci

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA 6.1 Motif Dasar Kemitraan dan Peran Pelaku Kemitraan Lembaga Petanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pupuk Kompos Pupuk digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertanian Anorganik Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang menggunakan varietas unggul untuk berproduksi tinggi, pestisida kimia, pupuk kimia, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor

I. PENDAHULUAN. bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris di mana sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor pertanian pula berperan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di sektor pertanian suatu daerah harus tercermin oleh kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak ketahanan pangan. Selain

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dalam arti sempit dan dalam artisan luas. Pertanian organik dalam artisan sempit

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dalam arti sempit dan dalam artisan luas. Pertanian organik dalam artisan sempit II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pertanian Padi Organik dan Padi Konvensional Ada dua pemahaman tentang pertanian organik, yaitu pertanian organik dalam arti sempit dan dalam artisan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar yang memberikan kontribusi sebesar 22,74 persen dibandingkan sektor-sektor lainnya, walaupun terjadi sedikit penurunan

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan Zat Gizi Komoditas Kedelai. Serat (g) Kedelai Protein (g) Sumber: Prosea 1996 ( Purwono: 2009)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan Zat Gizi Komoditas Kedelai. Serat (g) Kedelai Protein (g) Sumber: Prosea 1996 ( Purwono: 2009) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komoditas kedelai merupakan jenis barang yang termasuk ke dalam kebutuhan penting bagi masyarakat Indonesia yaitu sebagai salah satu makanan pangan selain beras,

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan penduduk yang melaju dengan cepat perlu diimbangi dengan kualitas dan kuantitas makanan sebagai bahan pokok, paling tidak sama dengan laju pertumbuhan penduduk.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lainnya, baik dalam bentuk mentah ataupun setengah jadi. Produk-produk hasil

I. PENDAHULUAN. lainnya, baik dalam bentuk mentah ataupun setengah jadi. Produk-produk hasil I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan iklim tropis yang sangat cocok untuk pertanian. Sebagian besar mata pencaharian penduduk Indonesia yaitu sebagai petani. Sektor

Lebih terperinci

7. Pencapaian Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi

7. Pencapaian Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi 7. Pencapaian Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Komoditi padi sebagai bahan konsumsi pangan pokok masyarakat, tentunya telah diletakkan sebagai prioritas dan fokus kegiatan program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata

I. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia dikenal sebagai negara agraris dan memiliki iklim tropis yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata pencaharian utama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian dalam arti luas mencakup perkebunan, kehutanan, peternakan dan

I. PENDAHULUAN. pertanian dalam arti luas mencakup perkebunan, kehutanan, peternakan dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah dunia pertanian mengalami lompatan yang sangat berarti, dari pertanian tradisional menuju pertanian modern. Menurut Trisno (1994), ada dua pertanian yaitu pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peran pertanian antara lain adalah (1) sektor pertanian menyumbang sekitar 22,3 % dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pertanian Organik Ada dua pemahaman umum tentang pertanian organik menurut Las,dkk (2006)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi wilayah (Badan Litbang Pertanian

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1. Keragaan Usahatani Padi Keragaan usahatani padi menjelaskan tentang kegiatan usahatani padi di Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya, Kecamatan Indramayu, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah terbukti memiliki peranan penting bagi pembangunan perekonomian suatu bangsa. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor-sektor yang berpotensi besar bagi kelangsungan perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor-sektor yang berpotensi besar bagi kelangsungan perekonomian I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus mampu mengantisipasi persaingan ekonomi yang semakin ketat di segala bidang dengan menggali sektor-sektor yang

Lebih terperinci

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8%

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8% VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis di Provinsi Jawa Barat Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh pada Tabel 16 menunjukkan bahwa model yang

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi manfaat tidak saja digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga sebagai bahan baku industri

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tinjauan Agronomis Padi merupakan salah satu varietas tanaman pangan yang dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sering disebut sebagai negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida 5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida Berdasarkan hasil perhitungan terhadap rata-rata penerimaan kotor antar varietas padi terdapat perbedaan, kecuali antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat dominan dalam pendapatan masyarakat di Indonesia karena mayoritas penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan sandang dan papan. Pangan sebagai kebutuhan pokok bagi kehidupan umat manusia merupakan penyedia

Lebih terperinci