BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian berupa analisis hubungan pengetahuan, sikap, tindakan dan rutinitas dengan keberadaan jentik akan dijabarkan dalam bab ini. Penelitian dilakukan di Kecamatan Godean dengan 3 kelurahan, yaitu Kelurahan Sidoarum, Sidoagung, dan Sidoluhur. Penelitian dilaksanakan periode waktu Mei hingga Juni 2015 dengan jumlah responden sebanyak 115 responden memenuhi kriteria inklusi Karakteristik Responden Karakteritik responden yang dibahas dalam penelitian ini berupa jenis kelamin, status perkawinan, usia, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan. Tabel4.1. Distribusi Data Karakteristik Responden Karakteristik Responden Jenis Kelamin Laki laki Perempuan Status Pernikahan Lajang Menikah Usia tahun tahun tahun tahun tahun >65 tahun Pendidikan Tidak bersekolah SD SMP/Sederajat SMA/Sederajat Diploma Sarjana Pascasarjana n(%) 45(39,1%) 70(60,9%) 3(2,6%) 112(97,4%) 6(5,2%) 25(21,7%) 37(32,2%) 32(27,8%) 10(8,7%) 5(4,3%) 0(0%) 16(13,9%) 22(19,1%) 55(47,8%) 9(7,8%) 13(11,3%) 0(0%) 29

2 30 Tabel4.1. Distribusi Data Karakteristik Responden(lanjutan) Karakteristik Responden n(%) Pekerjaan Buruh 18(15,7%) Petani 3(2,6%) Pedagang 22(19,1%) Pegawai Swasta 11(9,6%) PNS 4(3,5%) Pensiunan 4(3,5%) Ibu RT 44(38,3%) Lainnya 9(7,8%) Pendapatan < 1 juta 63(57,3%) 1-3 juta 37(33,6%) 3-5 juta 7(6,4%) 5-7 juta 1(0,9%) >7 juta 2(1.8%) Total responden 115(100%) Jenis Kelamin dan Status Pernikahan Jenis kelamin dan status pernikahan adalah 2 hal yang berkitan erat dengan karakteristik setiap individu. Jenis kelamin terdiri dari laki laki dan perempuan, sedangkan status pernikahan terdiri dari menikah dan lajang. Berdasarkan Tabel 4.1 dari 115 responden yang berpartispasi dalam penelitian tersebut terdiri dari 45 responden laki laki dengan persentase 39,1% dan 70 responden perempuan dengan persentase 60,9%. Hasil ini menunjukkan perempuan lebih banyak menjadi responden dibandingkan laki laki. Peneliti berasumsi hal ini terjadi dikarenakan penelitian yang bersifat accidental sampling dengan menemui sampel langsung ke rumah. Penelitian yang berlangsung dalam hari aktif kerja lebih banyak dibanding hari liburan menyebabkan penemuaan sampel yang bersedia menjadi responden lebih banyak perempuan dikarenakan laki laki lebih aktif dalam bekerja dan tidak berada dirumah. Status pernikahan yang berhasil didapat dari penelitian tersebut terdiri dari 2,6% responden berstatus lajang dan 97,4% responden berstatus menikah. Kriteria inklusi yang mengharuskan responden berusia diatas 17 tahun menjadi

3 31 batasan dalam pemilihan responden. Usia > 17 tahun memiliki kemungkinan lajang lebih rendah dibandingkan usia <17 tahun. Hasil ini sejalan dengan penelitian Hertog (2006) dikutip dari Maemunah (2008), menyatakan usia 18,8 tahun merupakan usia kawin di Jawa Tengah (40). Hal inilah yang menyebabkan responden terbanyak dalam penelitian ini berada dalam status menikah Usia Usia merupakan batasan waktu yang telah diperoleh sejak lahir hingga penelitian tersebut dilakukan yang dinyatakan dalam tahun (41). Usia besar dari 10 tahun dinamakan remaja, tahun dinamakan dewasa dan besar 40 tahun dinamakan usia madya (41). Usia responden yang mendominasi dalam penelitian ini berdasarkan tabel 4.1 adalah usia dewasa dan usia madya dengan rentang usia 18 tahun. Usia dewasa dan madya memungkinkan seseorang untuk berpengalaman lebih baik dibandingkan dengan mereka yang berusia remaja atau lebih kecil, namun usia tidak bisa menjadi patokan seseorang memiliki pengetahuan, sikap, dan tindakan yang baik dalam melakukan sesuatu hal Tingkat Pendidikan Pendidikan adalah usaha dalam pengembangan kemampuan dan kepribadian yang berlangsung seumur hidup baik di dalam maupun di luar sekolah (42). Menurut Redja Mudyaharjo (2001) dikutip dari Eka (2009) pendidikan merupakan suatu kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan yang dilakukan secara sadar oleh keluarga, masyarakat, maupun pemerintah (43). Pendidikan memiliki tingkatan yang berjalan secara bertahap dari pendidikan terbawah hingga tertinggi. Tingkatan pendidikan dalam penelitian ini dibagi dalam beberapa kategori diantaranya tidak bersekolah, SD, SMP/sederajat, SMA/sederajat, Diploma, Sarjana, dan Pascasarjana. Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa tingkat pendidikan yang mendominasi adalah tingkat pendidikan SMA. Hasil tabel 4.1 juga menunjukkan

4 32 keberagaman dalam tingkat pendidikan responden Kecamatan Godean. Keberagaman ini sangat memungkinkan hasil yang didapat sangat mewakili populasi di Kecamatan Godean, karena akan mampu memperlihatkan hasil yang beragam dan baik untuk di analisis. Widiastuti (2005) dikutip dari Eka (2009) menyatakan bahwa masyarakat yang berpendidikan tinggi lebih berorientasi pada tindakan preventif, mengetahui lebih banyak tentang masalah kesehatan dan dengan status kesehatan yang lebih baik (43) Pekerjaan Kategori pekerjaan yang dilakukan pengambilan data oleh peneliti diantaranya buruh, petani, pedagang, pegawai swasta, PNS (pegawai negeri sipil), pensiunan, ibu rumah tangga, dan profesi lain lain. Hasil data ini menunjukkan dari 115 responden yang ada pekerjaan responden tertinggi adalah ibu rumah tangga, dan pekerjaan responden terendah adalah petani. Ibu rumah tangga menjadi responden tertinggi dalam penelitian ini dikarenakan kebiasaan ibu rumah tangga yang beraktivitas di rumah memudahkan peneliti untuk menemukan ibu rumah tangga sebagai sampel target. Hasil yang menunjukkan responden terendah adalah petani dikarenakan penelitian yang dilakukan pada jam aktivitas pertanian sedang berlangsung, sehingga ibu rumah tangga yang beraktivitas di rumah adalah sampel yang paling memungkinkan untuk ditemui secara accident (kebetulan) dan petani adalah sampel yang hanya akan bisa ditemui saat penelitian dilakukan pada malam hari Pendapatan Pendapatan terdiri dari berbagai macam tingkatan, mulai dari pendapatan terendah hingga tertinggi. Peneliti mengkategorisasi nilai pendapatan mulai dari kurang dari 1 juta, 1-3 juta, 3-5 juta, 5-7 juta, dan 7 juta. Dominasi pendapatan responden di Kecamatan Godean adalah kurang dari 1 juta. Hasil penelitian ini sejalan dengan pekerjaan responden yang didominasi oleh kalangan menengah ke bawah karena didasari oleh pendapatan merupakan

5 33 suatu hasil yang didapatkan dari penyerahan barang atau jasa yang biasa disebut pekerjaan (44). Responden yang kebanyakan Ibu rumah tangga biasanya hanya melakukan aktivitas rumahan dalam membantu penghasilan suami, dan mereka yang petani sangat bergantung terhadap keadaan iklim dan musiman dalam pengolahan pertanian. Sebagian petani yang menjadi responden juga bukanlah orang yang memiliki persawahan didaerah tersebut, namun adalah buruh tani dalam persawahan orang lain sehingga penghasilan yang mereka dapatkan relatif rendah. Buruh dan pedagang juga mendominasi dalam pekerjaan masyarakat di Kecamatan Godean, hal ini berkaitan dengan letak strategis Kecamatan Godean yang memiliki sebuah pasar tradisional yang disebut pasar Godean yang banyak menampung pedagang serta beberapa perusahaan kecil mulai dari batu bata, genteng yang banyak menampung buruh buruh pekerja. Dominasi pekerjaan menengah kebawah inilah yang sejalan dengan pendapatan responden yang juga relatif rendah Tingkat Pengetahuan, Sikap, Tindakan, Rutinitas dan Keberadaan Jentik Gambaran hasil persentase tingkat pengetahuan, sikap, tindakan, rutinitas dan keberadaan jentik ditunjukkan pada tabel dibawah ini. Tabel 4.2 Distribusi Data Tingkat Pengetahuan, Sikap, Tindakan, Rutinitas dan Keberadaan Jentik Variabel Independen Pengetahuan Baik Sedang Buruk n(%) 62(53,9%) 50(43,5%) 3 (2,6%)

6 34 Tabel 4.2 Distribusi Data Tingkat Pengetahuan, Sikap, Tindakan, Rutinitas dan Keberadaan Jentik (lanjutan) Variabel Independen n(%) Sikap Positif 102(88,7%) Negatif 13 (11,3%) Tindakan Positif 101(87,8%) Negatif 14 (12,2%) Rutinitas Positif 67 (58,3%) Negatif 48 (41,7%) Keberadaan Jentik Ada 21 (18,3%) Tidak ada 94 (81,7%) Total Responden 115(100%) Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai DBD Tingkat pengetahuan merupakan suatu hal untuk mengukur seberapa jauh seseorang mampu untuk memahami, mendalami dan memperdalam perhatian dalam menghadapi konsep konsep baru (23). Tabel 4.2. menujukkan terdapat 3 kategori baik dan buruk dalam segi pengetahuan. Hasil menunjukkan kategori pengetahuan baik lebih banyak sekitar 9 responden dibandingkan kategori sedang dan buruk. Nilai pengetahuan kategori baik dengan jumlah 62 responden dengan persentase 53,9%, nilai pengetahuan kategori sedang jumlah 50 responden dengan persentase 43,5% buruk dan kategori buruk dengan jumlah 3 responden dengan persentase 2,6%. Hal ini sejalan dengan tingkat pendidikan responden yang semuanya pernah mendapat pendidikan sekolah. Tabel 4.3 Distribusi Data Frekuensi dan Persentase Pengetahuan Responden Tiap Pernyataan Pengetahuan Mengenai DBD Pernyataan Benar n(%) 1. DBD disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypty 114(99,1%)

7 35 Tabel 4.3 Distribusi Data Frekuensi dan Persentase Pengetahuan Responden Tiap Pernyataan Pengetahuan Mengenai DBD (lanjutan) Pernyataan 2. Siklus hidup nyamuk selama satu minggu 3. Nyamuk berkembang biak di air menggenang 4. DBD tidak mengenal usia 5. Wabah DBD dimulai saat cuaca panas 6. DBD merupakan penyakit seperti flu 7. Tanda dan gejala DBD adalah demam tinggi, mengigil (rasa dingin), sakit kepala yang hebat, sakit pada otot dan sendi 8. DBD menular melalui darah 9. Siklus penularan DBD adalah manusia-nyamukmanusia 10. Waktu nyamuk menularkan DBD 11. Cara menanggulangi DBD 12. Abate untuk membunuh larva nyamuk 13. Gerakan 3M 14. Vaksin untuk DBD 15. Parasetamol sebagai pilihan untuk DBD 16. DBD menimbulkan kematian Benar n(%) 93 (80,9%) 108(93,9%) 113(98,3%) 66(57,4%) 46(40%) 108(93,9%) 66(57,4%) 92(80%) 59(51,3%) 109(94,8%) 100(87%) 112(97,4%) 75(65,2%) 67(58,3%) 110(95,7%) Hasil Tabel 4.3 memperlihatkan lebih dari 100 responden memiliki pengetahuan yang benar mengenai DBD disebabkan oleh nyamuk Aedes aeqypti, nyamuk berkembang biak di air menggenang, DBD tidak mengenal usia, tanda dan gejala DBD, cara menanggulangi DBD, ABATE untuk

8 36 membunuh larva nyamuk, gerakan 3M dan DBD menimbulkan kematian. Beberapa hal ini dapat dipahami responden karena hal ini biasanya telah diajarkan pada tngkat sekolah dasar. Hal ini sejalan dengan responden yang seluruhnya pernah menempuh pendidikan SD (Sekolah Dasar). Pengetahuan yang paling sedikit diketahui responden yaitu DBD merupakan penyakit seperti flu yaitu hanya sebanyak 46(40%) responden menjawab benar. Hal ini sesuai dengan konsep bahwa kebanyakan tenaga kesehatan seperti Dokter sering salah dalam diagnosa dikarenakan DBD memiliki kecenderungan gejala awal seperti flu dan tipes (45). Keadaan ini juga terdapat pada responden yang mengikuti penelitian ini, sebagian besar dari mereka juga salah membedakan antara flu dan juga DBD. Sebagian besar responden beranggapan bahwa DBD tidak memiliki gejala seperti flu. Keadaan ini mengakibatkan banyak dari mereka yang terlambat dalam penanganan pertama DBD, dan banyak dari masyarakat di Kecamatan Godean yang mengalami keparahan hingga kematian di Kecamatan Godean. Pengetahuan masyarakat tentang waktu penularan yang dilakukan nyamuk juga termasuk minim hampir dari setengah responden salah dalam menjawab. Responden yang menjawab salah beranggapan bahwa nyamuk penularan virus dengue hanya beraktivitas pada pagi hari. Hasil ini bertentangan dengan konsepnya bahwa nyamuk aedes aegypti melakukan penularan pada siang (pukul ) sampai petang hari (pukul ) (46). Kesalahan informasi ini dapat terjadi dikarenakan penyerapan masyarakat terhadap informasi yang ada tidak terlalu sempurna, ataupun biasnya pengetahuan warga yang hanya mendapatkan info secara tidak langsung dari televisi, radio ataupun pembicaraan warung kopi (47) Sikap Responden Mengenai DBD Hasil penelitian yang terdapat pada Tabel 4.2 terkait sikap responden baik yaitu 102 responden dengan persentase 88,7% dan buruk yaitu dengan 13 responden dengan persentase 11,3%. Hasil penelitian terkait sikap responden menunjukkan jumlah responden dengan sikap baik dalam pencegahan demam

9 37 berdarah dengue mendominasi jumlah responden. Tabel 4.4.Distribusi Data Pernyataan Sikap Mengenai DBD Frekuensi dan Persentase Sikap Responden Tiap Pernyataan Positif n(%) 1. Pentingnya (fogging)untuk mencegah DBD 2. Tanggungjawab pencegahan DBD oleh petugas kesehatan dan pemerintah daerah 3. Pemberantasan larva nyamuk adalah tindakan sia- sia 4. Pengobatan DBD dengan segera tidak perlukan sebab tidak ada obat yang menyembuhkannya 5. Peran masyarakat paling penting dalam penanggulangan DBD 6. Pengurasan bak mandi adalah sia- sia 7. Penaburan bubuk abate dirasa tidak perlu 8. Tidak ada waktu dalam penguburan barang bekas 9. Pentingnya gerakan 3M dalam mencegah DBD 10. Ketakutan terhadap DBD 110(95,7%) 80 (69,6%) 101(87,8%) 100(87%) 114(99,1%) 104(90,4%) 93(80,9%) 103(89,6%) 113(98,3%) 101(87,8%) Tabel 4.4 memperlihatkan hasil jawaban sikap responden terhadap pertanyaan sikap yang diberikan yaitu > 80 responden menjawab positif setiap pertanyaan. Pernyataan sikap yang paling banyak positif yaitu pertanyaan ke 5 tentang masyarakat memiliki peranan penting dalam penggulangan DBD dengan responden menjawab setuju.hal ini mengindikasikan hampir seluruh

10 38 responden setuju untuk sikap masyarakat memiliki peranan paling penting dalam penanggulangan DBD. Kesalahan sikap terbanyak yaitu terjadi pada sebagian responden yang beranggapan bahwa pencegahan DBD adalah tanggung jawab petugas kesehatan dan pemerintah daerah. Peneliti berasumsi responden bersikap seperti ini dikarenakan masih kurangnya kesadaran responden untuk menjadi garda terdepan dalam pengatasan DBD. Hal ini dapat muncul dari responden responden yang berfikiran pemerintah adalah tonggak awal dan yang paling bertanggungjawab dalam pengatasan setiap permasalahan masyarakat. Sikap responden seperti ini pada dasarnya bertentangan dengan konsep bahwa peran serta masyarakat sangat diperlukan dan menjadi hal utama dalam pemutusan rantai penularan penyakit DBD. Peran serta dapat terwujud dan bergantung dengan adanya sikap pada masing masing individu (48) Tindakan Responden Mengenai DBD Tindakan merupakan suatu bentuk nyata dari perilaku yang sifatnya terbuka, aktif dan dapat diamati secara langsung (23) Hasil penelitian pada Tabel 4.2 menunjukkan tindakan responden yang positif terdiri dari 101 responden dengan persentase 87,8% dan tindakan negatif responden terdiri dari 14 responden dengan persentaase 12,2%. Responden dengan tindakan positif jauh lebih besar dari pada responden dengan tindakan negatif. Hasil mengindikasikan responden penelitian memiliki tindakan baik dan melakukan tindakan tersebut dalam bentuk bukti data hasil jawaban pertanyaan. Tindakan baik responden warga Kecamatan Godean hadir dari kerjasama intensif para jumantik dengan RT setempat. Program jumantik yang berjalan setiap minggunya untuk mendata dan sekaligus memberikan pengarahan, sedikit demi sedikit membawa perubahan baik pada tindakan aktif atau perilaku masyarakat Kecamatan Godean. Tindakan baik responden juga muncul dengan mulai sadarnya responden bahwa keparahan DBD atau endemic DBD yang telah melekat pada Kecamatan Godean harus segera di hapuskan.

11 39 Tabel 4.5.Distribusi Data Frekuensi dan Persentase Tindakan Responden Tiap Pernyataan Tindakan Mengenai DBD Pernyataan Positif n(%) 1. Penutupan dengan segera tempat penampungan air 2. Pembersihan bak penampungan air terdapat terdapat jentik jentik 3. Pemeriksaan terhadap sampah dan limbah yang menghambat aliran air di sekitar rumah 4. Pembuangan ke tempat sampah 5. Partisipasi dalam pencegahan DBD. 6. Pemeriksaan jentik nyamuk di tempat penampungan air 7. Pemeriksaan dan pembersihan saluran air/talang air ketika musim hujan. 110(95,7%) 113(98,3%) 109(94,8%) 101(87,8%) 102(88,7%) 107(93%) 93(80,9%) Tabel 4.5 menunjukkan hasil sebaran penyataan yang sangat positif. Besar dari 90 responden melakukan tindakan positif PSN-DBD, mulai dari menutup penampungan air, pengatasan keberadaan jentik, memeriksa dan mengatasi sampah sebagai salah satu perkembangan jentik baik itu yang menumpuk ataupun yang mengganggu setiap aliran air yang ada. Tindakan terbanyak dilakukan responden adalah penutupan segera tempat penampungan air 110(95,7%). Tindakan ini adalah tindakan yang paling mudah dan biasa dilakukan responden. Tempat penampungan air yang banyak memiliki penutup mengharuskan responden secara tidak langsung untuk terbiasa dalam menutupnya kembali setelah penggunaan.

12 40 Pemeriksaan Jentik nyamuk di tempat penampungan air adalah salah satu tindakan positif yang banyak dilakukan oleh masyarakat di Kecamatan Godean. Hal ini terjadi lewat peran sentral Jumantik (Juru Pengamat Jentik). Tugas khusus jumantik untuk melakukan pelaporan setiap bulan ke Puskesmas, mengharuskan Jumantik untuk selalu intensif melakukan pemantauaan jentik. Keadaan ini menyebakan frekuensi pertemuan jumantik dan warga sangatlah tinggi. Kegiatan jumantik dalam melakukan pengamatan dirumah warga mengakibatkan warga lebih memahami apa yang harus dilakukan. Hal inilah yang menjadikan warga terbiasa untuk melakukan pemantauaan jentik. Pembersihan dan pemeriksaan saluran air atau talang ketika musim hujan adalah tindakan paling minim yang dilakukan responden di Kecamatan Godean. Keadaan ini terjadi karena saluran air dan talang yang susah untuk dijangkau. Beberapa dari responden memaparkan bahwa saluran air mereka ada yang dikubur ditanah, ataupun di pasang diatas atap. Untuk saluran air seperti selokan ataupun got kebanyakan dari warga di Kecamatan Godean tidak memiliki saluran air didepan rumah. Keadaan ini mengakibatkan warga hanya melakukan pembersihan atau pemeriksaan jika terjadi sumbatan saja Rutinitas Responden dalam Penanganan DBD Kategorisasi dalam penentuan data rutinitas responden dalam penelitian terdiri dari kategori positif dan negatif. Hasil penelitian yang terdapat pada Tabel 4.2 menunjukkan rutinitas responden dalam pemberantasan sarang nyamuk dengan kategori responden positif adalah 67 responden dengan persentase 58,3% dan kategori responden negative adalah 48 responden dengan 41,7 %. Tabel 4.6.Distribusi Frekuensi dan Persentase Rutinitas Responden Tiap Pernyataan Rutinitas Mengenai DBD Pernyataan Positif n(%) 1. Kegiatan pembersihan rumah 1 kali seminggu 90(78,3%)

13 41 Tabel 4.6.Distribusi Frekuensi dan Persentase Rutinitas Responden Tiap Pernyataan Rutinitas Mengenai DBD (lanjutan) Pernyataan Positif n(%) 2. Kegiatan menguras bak mandi/wc 1 kali seminggu 3. Kegiatan menguras drum/ember 1 kali seminggu 4. Penguburan barang bekas 5. Pembuangan barang bekas 6. Pemanfaatan dan pengolahan barang bekas 7. Penutupan tempat penampungan air 8. Penutupan tempat penampungan air oleh keluarga 9. Pemakaiaan bubuk abate dalam jangka waktu 3 bulan 10. Pembersihan talang/saluran air 1 minggu sekali 11. Pembersihan angin-angin/ventilasi rumah 1 minggu sekali 112(97,4%) 108(93,9%) 94(81,7%) 93(80,9%) 68(59,1%) 108(93,9%) 107(93%) 51(44,3%) 74(64,3%) 78(67,8%) Hasil data pada Tabel 4.6 menunjukkan bentuk tindakan berkelanjutan yang dilakukan responden di Kecamatan Godean. Hasil ini menunjukkan bentuk tindakan berkelanjutan (rutinitas) yang paling banyak dilakukan oleh responden di kecamatan Godean adalah melakukan kegiatan menguras bak mandi/wc, ember 1 kali dalam seminggu dengan 112(97,4%), 108(93,9%) responden dan penutupan tempat penampungan air dengan 108(93,9%) responden. Peneliti berasumsi sebuah kegiatan berkelanjutan itu akan selalu hadir dari suatu kebiasaan dan mudah untuk dilakukan. Asumsi ini membawa peneliti untuk

14 42 menyimpulkan kegiatan menguras bak mandi/wc ini adalah hal yang lumrah dan mudah untuk dilakukan sehingga sebagian responden bertindak positif dengan melakukan hal ini. Penggunaan bubuk Abate 3 bulan sekali adalah rutinitas positif yang paling rendah dilakukan responden di Kecamatan Godean, yaitu sebanyak 51(44,3%) responden. Sebagian besar dari responden masih khawatir penggunaan air bersamaan dengan pemberian bubuk abate, sehingga cara cara mudah seperti menguras dan melakukan penutupan tempat penampungan air lebih menjadi pilihan masyarakat di Kecamatan Godean. Pemanfaatan dan pengolahan barang bekas juga menjadi rutinitas yang rendah yang dilakukan mayarakat di Kecamatan Godean, membuang barang bekas adalah rutinitas yang lebih mereka sukai. Tidak terdapat bimbingan dan sarana pengolahan serta kesibukan kerja ataupun mengurus rumah tangga mengakibatkan kegiatan pemanfaatan dan pengolahan sangat sedikit dilakukan Keberadaan Jentik Keberadaan jentik menjadi salah satu variabel penentu dan titik ukur dalam penelitian yang dilakukan. Keberadaan jentik di suatu daerah atau tempat mengindikasikan terdapatnya populasi nyamuk yang berpotensi terhadap timbulnya kejadian demam berdarah dengue (6). Keberadaan jentik pada suatu rumah dalam penelitian tersebut di kategorisasi menjadi 2 yaitu ada dan tidak ada. Hasil penelitian yang terdapat pada Tabel 4.2 menunjukkan 21 (18,3%) rumah responden ada jentik dan 94(81,7%) rumah responden tidak ada jentik atau bebas jentik. Hasil penelitian dari Parida,dkk (2012) didapatkan nilai rumah responden terdapat jentik yang lebih rendah, yaitu 5 (5%) rumah ada jentik dan 95 (95%) rumah tidak terdapat jentik (49). Keberadaan jentik di Kecamatan Godean ini termasuk tinggi, peneliti berasumsi banyak hal menyebabkan keberadaan jentik di Kecamatan Godean masih tergolong tinggi diantaranya ada warga yang memiliki pengetahuan yang baik namun tidak mampu untuk melakukan tindakan yang baik, banyak warga yang masih bersikap dengan beranggapan bahwa peran serta dalam pengatasan

15 43 keberadaan jentik adalah tugas dari pemerintah, masih adanya warga yang melakukan tindakan baik namun tidak mampu untuk mempertahankan keberlanjutan dan konsistensi tindakan baik tersebut, karena pada dasarnya tindakan baik tidak akan berefek banyak jika frekuensi tindakan sangat rendah Distribusi Kontainer Positif Jentik Kontainer Positif Jentik Kontainer Negatif Jentik Gambar 4.1. Data Kontainer kecamatan Godean Gambar 4.1 menunjukkan kontainer yang diperiksa sebanyak 231 kontainer. Dari 231 kontainer ditemukan kontainer positif jentik dengan 23 kontainer. Persentase nilai yang didapatkan yaitu 10% kontainer positif jentik dan 90% kontainer negatif jentik. Perbandingan penemuan jentik dengan semua kontainer yang diperiksa menunjukkan nilai 1/9,9. Hasil ini memperlihatkan bahwa lebih kurang dari setiap 10 kontainer yang diperiksa terdapat 1 kontainer positif jentik dan 9 kontainer negatif jentik. Kontainer adalah hal paling memungkinkan untuk menunjukkan keberadaan jentik. Masih adanya jentik pada kontainer haruslah menjadi perhatian serius. Tanpa adanya perhatian dalam pengguanaan kontainer secara tepat dapat mengakibatkan keberadaan jentik menjadi tidak terkontrol. Pengurangan penggunaan kontainer ataupun penggunaan kontainer secara bijaksana dan sesuai dengan cara pencegahan demam berdarah dengue akan dapat memperkecil keberadaan jentik. Kegiatan penutupan kontainer berisi air, pengurasan kontainer secara berkelanjutan, pemberian bubuk abate dan tindakan

16 44 tindakan positif lainnya akan mampu untuk mengurangi dan menekan keberadaan jentik pada kontainer Indikator Keberhasilan Pencegahan DBD ( ABJ, HI, CI, dan BI ) INDIKATOR KEBERHASILAN PENCEGAHAN DBD % 80.00% 60.00% 40.00% 20.00% 0.00% 81.74% 18.26% 9.96% 20% ABJ HI CI BI Gambar 4.2.Nilai ABJ, HI, CI, dan BI Kecamatan Godean Ket: Merah = ABJ, Kuning = HI, Hijau = CI, dan Biru= BI. Hasil gambar 4.1. menunjukkan persentase indikator keberhasilan pencegahan Demam Berdarah Dengue. Indikator ini dinilai dengan mengolah data persentase antara kontainer postif jentik terhadap seluruh kontainer yang diperiksa yang disebut CI, data persentase antara rumah positif larva terhadap seluruh rumah yang diperiksa yang disebut HI serta data persentase jumlah kontainer positif jentik dalam seratus rumah/ sebanyak rumah yang di periksa menjadi responden inklusi (50). Nilai angka bebas jentik (ABJ) yang didapat adalah 81,73%. Hasil ini menunjukkan nilai yang <95% yang menandakan bahwa angka bebas jentik yang sangat rendah dan memungkinkan tingginya keberadaan vektor disuatu daerah. Nilai ABJ yang baik dalam langkah pencegahan DBD adalah > 95% (18). Nilai HI, CI, dan BI berturut turut adalah 18,26%, CI 9,95%, dan BI 20% dan termasuk dalam kategori kepadatan jentik sedang (38). Nilai HI > 5% dan atau BI >20% menandakan lokasi tersebut sensitive terhadap infeksi dengue dan

17 45 diperlukan sebuah tindakan dan langkah langkah pencegahan yang lebih memadai (19). Berdasarkan hal tersebut disimpulkan Kecamatan Godean termasuk kategori tempat dengan kepadatan jentik sedang dan memiliki angka bebas jentik yang rendah serta memiliki kerentanan infeksi dengue. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Prasetyowati,dkk (2014) yang memperlihatkan kerentanan infeksi dengue dan kemungkinan tingginya keberadaan vektor DBD dengan data hasil HI 29,8%, BI 47,7%, CI 61,4%, dan ABJ 70,2% (51). 4.5 Hubungan Usia, Pendidikan, Pekerjaan dan Pendapatan terhadap Tindakan PSN DBD Tabel 4.7 Distribusi data hubungan usia, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan terhadap tindakan PSN DBD Variabel Usia Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Kategori 17-25tahun 26-35tahun 36-45tahun 46-55tahun 56-65tahun >65 tahun Rendah Menengah Tinggi Bekerja Tidak Bekerja >UMK <UMK Positif (n%) 3(50%) 22(88%) 35(94,60%) 27(84,37%) 9(90%) 5(100%) 15(93,75%) 67(87%) 19(86,36%) 54(80,60%) 47(97.91%) Tindakan Negatif (n%) 3(50%) 3(12%) 2(5,40%) 5(15,63%) 1(10%) 0(0%) 1(6,25%) 10(13%) 3(13,64%) 13(19,40) 1(2,09%) Total Nilai (sig) 6(100%) 25(100%) 37(100%) 32(100%) 0,305 10(100%) 5(100%) 16(100%) 77(100%) 0,539 22(100%) 67(100%) 48(100%) 0,005 49(92,45%) 4(7,55%) 52(83,87%) 10(16,13) Jumlah 101(87,83%) 14(12,17%) 115(100%) 53(100%) 62(100%) 0, Hubungan antara Usia dengan Tindakan PSN DBD Tabel 4.7 menunjukkan hasil pengujian hubungan antara variabel umur

18 46 terhadap tindakan PSN - DBD. Pengujian dengan pilihan uji spearman s rho. Hasil penelitian signifikansi > 0,05 bermakna H 0 di terima, sedangkan signifikansi < 0,05 bermakna H 0 ditolak. H 0 diterima menandakan tidak terdapatnya hubungan sedangkan H 0 ditolak mengindikasikan terdapatnya hubungan yang bermakna (30). Hasil Tabel 4.7. menunjukkan nilai signifikansi >0,05 yaitu 0,305. Hasil analisis ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ni nyoman dan I Made (2014) yang menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,368 yang berarti > 0.05 manadakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan tindakan PSN DBD (52). Hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan konsep yang ada. Teori Green dalam kutipan Kristin,dkk menyebutkan bahwa umur merupakan suatu faktor predisposisi terjadinya perubahan perilaku. Dengan perbedaan usia akan mempengaruhi seseorang dalam melakukan perilaku kesehatan. Semakin matang usia seseorang akan menyebabkan seseorang mampu berfikir lebih baik. Dengan kematangan usia pulalah seseorang akan mampu untuk memiliki perilaku yang terbaik untuk mencapai tujuan yang baik (53). Konsep ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Monintja (2015) yang menunjukkan nilai signifikansi < 0.05 yaitu sebesar 0,011 yang menadakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan tindakan PSN DBD (54). Hasil penelitian yang menunjukkan makna berbeda dengan konsep yang ada disebabkan berbagai faktor. Dilihat dari kelompok usia tahun dibandingkan dengan kelompok usia dibawah yaitu kelompok usia tahun memperlihatkan kelompok usia tahun memiliki tindakan negatif yang lebih tinggi, yaitu dengan persentase 15,62% responden lebih tinggi dibandingkan kelompok usia tahun yang hanya 5,40% responden. Hasil pendalaman data didapatkan bahwa dari 15,62% responden tersebut 9,37% diantaranya memiliki pengetahuan yang kurang maksimal atau sedang hingga buruk dan 6,25% diantaranya berpengetahuan baik namun bekerja sebagai buruh dan pedagang yang begitu menyita waktu.

19 47 Pengetahuan yang buruk akan menghalangi seseorang untuk mampu bertindak positif, ketidakpahaman akan sesuatu tindakan akan berefek terhadap keengganan dalam melakukan tindakan tersebut, hal inilah yang menyebabkan mereka dengan usia lebih tinggi tetap tidak mampu bertindak positif dikarenakan kurangnya pengetahuan terkait tindakan positif tersebut. Pekerjaan sebagai buruh dan pedagang adalah pekerjaan yang hampir tidak mengenal hari libur dan juga sangat terpatok rutinitas waktu. Buruh merupakan pekerjaan yang hamper menghabiskan separuh hari untuk bekerja dikarenakan target-target perusahaan yang mengharuskan buruh bekerja maksimal. Pedagang juga memperlihatkan hal yang sama, pekerjaan sebagai pedagang mampu menghabiskan waktu mulai dari persiapan, perencanaan, pengadaan, proses jual beli, perhitungan untung rugi, evaluasi dan hal lain yang berlangsung sepanjang hari. Faktor faktor inilah yang masih menyebabkan seseorang meskipun memiliki kematangan usia, dengan adanya pengetahuan yang buruk dan kesibukan yang tidak bisa ditoleransi menyebabkan tindakan positif yang dilakukan menjadi terhambat Hubungan antara Pendidikan terhadap Tindakan PSN DBD Tabel 4.7 menunjukkan hasil pengujian hubungan antara variabel pendidikan terhadap Tindakan PSN DBD. Pengujian dengan pilihan uji spearman s rho. Hasil penelitian signifikansi > 0,05 bermakna H 0 di terima, sedangkan signifikansi < 0,05 bermakna H 0 ditolak. H 0 diterima menandakan tidak terdapatnya hubungan sedangkan H 0 ditolak mengindikasikan terdapatnya hubungan yang bermakna (30). Hasil penelitian pada tabel 4.7 menunjukkan nilai signifikansi >0,05 yaitu 0,539. Hal ini menandakan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan terhadap tindakan PSN-DBD. Muttia (2013) dalam penelitiannya menunjukkan hal yang berbeda, dimana dari hasil penelitian didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,033 yang berarti terdapat hubungan antara pendidikan dengan tindakan PSN-DBD (55). Cahyo (2006) dikutip dari Nia dan Yuli dalam penelitiannya memperlihatkan hasil yang sejalan dengan Muttia (2013) yang

20 48 menunjukkan bahwa adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan praktik pencegahan penyakit (56). Latar belakang pendidikan yang tinggi pada dasarnya akan membawa seseorang untuk dapat meningkatkan perilaku dan sikapnya. Notoatmodjo(2013) dalam Nia dan Yuli menyatakan hal yang sama bahwa tindakan merupakan sebuah respon internal setelah adanya pemikiran, tanggapan, sikap batin dan wawasan (56). Semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin mudah dalam menerima dan mengembangkan pengetahuan dan tekhnologi sehingga mampu untuk bertindak positif dengan kematangan pengetahuan yang dimilikinya (57). Hasil penelitian yang bertolak belakang dengan konsep yang ada tersebut dapat disebabkan berbagai faktor. Tabel 4.7 menunjukkan terdapat responden dengan pendidikan sedang tetap bertindak negative sebesar 13%. Hasil ini menunjukkan hasil yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan rendah dengan tindakan negative hanya 6,25%.Pendalaman data yang dilakukan dari 13% responden tersebut 6,5% responden belum berpengetahuan baik. 6,5% responden lainnya berpengetahuan baik namun bekerja sebagai buruh dan pedagang. Pendidikan yang tinggi belum menjamin seseorang memiliki pengetahuan yang cukup.pengetahuan yang tinggi biasanya dipengaruhi oleh pendidikan yang tinggi, namun tidak semua mereka yang berpendidikan tinggi yang mampu mengetahui banyak hal. Fokus pendidikan berbeda dapat menyebabkan perbedaan pengetahuan seseorang. Berkaitan dengan DBD, Mereka yang lulusan SMA kemungkinan memiliki fokus pembelajaran yang lebih baik terkait DBD dibandingkan dengan mereka yang lulusan SMK. Hal ini dapat terjadi dikarenakan focus keilmiahan lebih banyak diajarkan pada lembaga SMA dibandingkan SMK yang lebih berfokus pada keterampilan siswanya. Lingkungan komunikasi dan fokus pembelajaran inilah yang menyebabkan perbedaan pengetahuan diantara responden.

21 49 Faktor kesibukan kerja seperti pekerjaan pekerjaan yang menyita waktu seperti buruh dan pedagang juga tidak dapat dipisahkan dari faktor pemungkin seseorang meskipun berpendidikan tinggi dan berpengetahuan baik tetap tidak mampu untuk bertindak positif. Tabel 4.7 juga menunjukkan responden dengan pendidikan rendah mampu untuk bertindak positif sebesar 93,75%. Pendalaman data yang dilakukan didapatkan bahwa dari 93,75% responden tersebut, 43,75% responden memiliki pengetahuan baik dan 56,25% responden lainnya berpengetahuan sedang hingga buruk namun bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pendidikan yang rendah belum tentu menyebabkan seseorang memiliki pengetahuan yang rendah. Pengetahuan dapat dihasilkan dari banyak hal, mulai dari tempat bekerja, interaksi sosial di masyarakat dan berbagai program penyuluhan. Hal ini menandakan bahwa meskipun seseorang berpendidikan rendah, namun dengan pengetahuannya yang baik seseorang tersebut tetap mampu untuk bertindak positif. Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga adalah pekerjaan yang memungkinkan seseorang untuk selalu berinteraksi dengan jumantik. Kegiatan tindakan PSN- DBD yang dilakukan jumantik setiap minggunya dirumah rumah warga secara tidak langsung membawa ibu rumah tangga yang selalu ada dirumah untuk bertindak positif dalam PSN DBD tanpa disadarinya. Hasil ini menyimpulkan bahwa meskipun seseorang berpendidikan rendah dan berpengetahuan buruk tetap akan mampu untuk bertindak positif PSN-DBD saat profesinya selalu berada dirumah dan selalu berinteraksi dengan jumantik Hubungan antara Pekerjaan Terhadap Tindakan PSN DBD Tabel 4.7 menunjukkan hasil pengujian hubungan antara variabel pekerjaan terhadap Tindakan PSN - DBD. Pengujian dengan pilihan uji spearman s rho. Hasil penelitian signifikansi > 0,05 bermakna H 0 di terima, sedangkan signifikansi < 0,05 bermakna H 0 ditolak. H 0 diterima menandakan tidak terdapatnya hubungan sedangkan H 0 ditolak mengindikasikan terdapatnya

22 50 hubungan yang bermakna (30). Hasil analisis data menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,010 disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan tindakan PSN- DBD. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Muttia (2013) yang menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan terhadap perilaku PSN-DBD pada ibu dengan nilai signifikansi 0,021 (55). Notoadmodjo dalam Monintja(2015) dengan konsepnya menyatakan hal yang sejalan dengan penelitian ini mengatakan bahwa pekerjaan memiliki pengaruh terhadap pengetahuan seseorang. Lingkungan pekerjaan memberikan pembelajaran tersendiri terhadap seseorang sehingga seseorang tersebut memiliki pengalaman dan pengetahuan yang baik secara langsung maupun tidak langsung (54). Banyak faktor yang menyebabkan seseorang mampu untuk bertindak positif dalam PSN-DBD. Pendalaman data yang dilakukan peneliti menemukan sebuah hasil bahwa dari 67 responden yang aktif bekerja 80,60% memiliki tindakan positif terhadap PSN DBD. Dari 80,60% responden tersebut sebagian besar memiliki pendidikan sedang hingga tinggi dan memiliki pengetahuan yang baik mengenai DBD. Hasil ini semakin menunjukkan bahwa mereka yang bekerja adalah mereka yang memiliki pendidikan sedang- tinggi dan pengetahuan yang baik sehingga mampu untuk melakukan tindakan positif. Faktor lainya yang memungkin responden yang bekerja memiliki tindakan positif adalah pengetahuan yang tinggi yang berasal dari pengalaman dengan interaksi yang terjadi antara responden saat bekerja dengan banyak kalangan sehingga pertukaran informasi lebih baik lagi dan didapatkanlah pengetahuan yang maksimal sehingga tindakan positif dapat terbentuk dengan sangat baik. Hasil berbeda didaptkan oleh penelitian Monintja (2015) yang meneliti tentang hubungan antara karakteristik individu, pengetahuan dan sikap dengan tindakan PSN DBD masyarakat Kelurahan Malalayang I Kecamatan Malalayang Kota Manado yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan tindakan PSN DBD. Harmani dan Harmal

23 51 (2013) dikutip dari Monintja (2015) memperlihatkan hal yang sama yang menunjukkan tidak terdapat hubungan antara karakteristik ibu terhadap perilaku pencegahan penyakit DBD di Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat, dibuktikan dengan nilai signifikansi > 0,05 yaitu 0,499 (54). Tabel 4.7 juga menunjukkan masih adanya mereka yang bekerja namun tetap memiliki tindakan negatif. Terdapat responden aktif bekerja memiliki tindak negatif PSN-DBD sebesar 19,40% responden. Dari hasil pendalaman data didapatkan bahwa 8,95% responden diantaranya berpengetahuan sedang dan buruk sehingga tidak mengetahui secara maksimal mengenai demam berdarah dengue. Pengetahuan yang maksimal adalah hal yang sangat penting yang akan membawa seseorang untuk melakukan tindakan yang tepat. Dan 10,45% responden lainnya memiliki pengetahuan baik namun memilliki pekerjaan yang hampir tidak mengenal hari libur dan juga sangat terpatok rutinitas waktu yaitu sebagai buruh dan pedagang. Keadaan pekerjaan seperti inilah yang menyebabkan seseorang dengan status bekerja dan memiliki pengetahuan baik tetap tidak mampu untuk melakukan tindakan positif dikarenakan kesibukan dalam pekerjaannya. Hal lain yang perlu menjadi perhatian dari hasil penelitian pada tabel 4.7 menunjukkan diantara responden dengan status tidak bekerja terdapat (97,91%) memiliki tindakan positif. Pendalaman data dari (97,91%) responden tersebut hampir seluruhnya berpendidikan tinggi dan (51,06%) lainnya berpengetahuan tinggi. Hasil ini jelas memperlihatkan bahwa meskipun seseorang tidak bekerja belum tentu seseorang tersebut tidak memiliki pendidikan dan pengetahuan yang baik sehingga upaya tindakan positif tetap mampu dilakukan. Kesimpulannya, bahwa pekerjaan memiliki hubungan terhadap tindak postif seseorang dalam PSN DBD, namun ada berbagai faktor yang menyebabkan beberapa diantaranya menghasilkan hal yang berbeda.

24 Hubungan Antara Pendapatan Terhadap Tindakan PSN DBD Tabel 4.7 menunjukkan hasil pengujian hubungan antara variabel pendapatan terhadap Tindakan PSN - DBD. Pengujian dengan pilihan uji spearman s rho. Hasil penelitian signifikansi > 0,05 bermakna H 0 di terima, sedangkan signifikansi < 0,05 bermakna H 0 ditolak. H 0 diterima menandakan tidak terdapatnya hubungan sedangkan H 0 ditolak mengindikasikan terdapatnya hubungan yang bermakna (30). Hasil penelitian menunjukkan nilai signifikansi >0.05 yaitu 0,163 yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pendapatan dengan tindakan PSN- DBD. Hasil yang sama juga diapaparkan Muttia (2013) yang menunjukkan nilai signifikansi >0.05 yaitu 0,150 hasil ini berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara pendapatan terhadap tindakan PSN DBD (55). Tabel 4.7 memperlihatkan bahwa mereka dengan pendapatan >UMK bertindak positif lebih besar dibandingkan dengan mereka yang berpendapatan <UMK yaitu sebesar 92,45% berbanding 83,87%. Pendapatan yang tinggi membawa seseorang untuk dapat bertindak maksimal dalam tindakan PSN- DBD. Kesanggupan membeli alat dan bahan yang berfungsi untuk memaksimal tindakan PSN-DBD menyebabkan seseorang dengan pendapatan baik akan mampu untuk bertindak positif lebih baik. Tabel 4.7 juga memperlihatkan masih tingginya persentase responden bertindak positif meskipun berpendapatan <UMK, yaitu sebesar 83,87%. Banyak faktor diluar pendapatan yang menyebabkan seseorang dengan pendapatan rendah tetap mampu bertindak positif. Pendalaman data yang dilakukan peneliti dari sekitar 83,87% responden tersebut sebagian besar responden dengan pendidikan sedang hingga tinggi. Pendidikan sedang hingga tinggi adalah pendidikan yang tealh melewati pendidikan dasar. Berbagai macam pengalaman pendidikan kesehatan telah ditempuh oleh mereka yang telah memasuki jenjang pendidikan sedang hingga tinggi. Mico dan Ross(1975) dikutip dari Machfoedz dan Eko (2005) menyatakan bahwa pendidikan kesehatan adalah sebuah penerapan ilmu dalam merubah perilaku kesehatan (58).

25 53 Jadi meskipun seseorang tidak memiliki pendapatan yang besar namun dengan pendidikan kesehatan yang baik akan tetap mampu membawa seseorang untuk berprilaku positif untuk kesehatan yang lebih baik. Faktor lain yang menyebabkan tidak ada hubungan antara pendapatan dan tindakan PSN-DBD adalah sebagian besar dari tindakan positif PSN-DBD adalah kegiatan yang tidak memerlukan biaya. Hal ini mengindikasikan bahwa kurangnya ketersediaan biaya seseorang tidak akan menghalangi untuk bertindak positif dalam PSN-DBD. Mereka yang memiliki biayapun belum tentu mampu melakukan tindakan positif, karena kembali konsep bahwa perilaku positif akan hadir dari motivasi dan niat, dan biaya hanyalah sebagai pendukung maksimalnya sebuah tindakan. 4.6 Hubungan Pengetahuan, Sikap, Tindakan, Rutinitas terhadap Keberadaan Jentik Tabel 4.8 Distribusi data hubungan Pengetahuan, Sikap, Tindakan, Rutinitas Variabel terhadap Keberdaan Jentik Kategori Pengetahuan Baik Sedang Buruk Sikap Positif Negatif Tindakan Positif Negatif Rutinitas Positif Negatif Keberadaan Jentik Ada Tidak Ada (n%) (n%) 11(17,74%) 51(82,26%) 10(20%) 40(80%) 0(0%) 3(100%) 17(16,66%) 85(83,34%) 4(30,77%) 9(69,23%) 13(12,87%) 88(87,13%) 8(57,14%) 6(42,86%) 11(16,42%) 56(83,58%) 10(20,84%) 38(79,16%) Total 62(100%) 50(100%) 3(100%) 102(100%) Jumlah 21(18,26%) 94(81,74%) 115(100%) Nilai (Signifikansi) 0,977 13(100%) 0, (100%) 14(100%) 0,000 67(100%) 48(100%) 0, Hubungan antara pengetahuan dengan keberadaan jentik Tabel 4.8 menunjukkan hasil pengujian hubungan antara variabel pengetahuan terhadap keberadaan jentik. Pengujian dengan pilihan uji spearman s rho. Hasil penelitian signifikansi > 0,05 bermakna H 0 di terima, sedangkan signifikansi < 0,05 bermakna H 0 ditolak. H 0 diterima menandakan tidak terdapatnya hubungan sedangkan H 0 ditolak mengindikasikan terdapatnya

26 54 hubungan yang bermakna (30). Hasil penelitian menunjukkan nilai signifikansi > 0,05 yaitu 0,977. Nilai signifikansi > 0,05 menandakan Ho diterima dan disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan keberadaan jentik. Hasil penelitian ini sejalan dengan Al Richa Nasir 2014 yang memiliki nilai signifikansi > 0,05 yaitu 0,309 (42). Penelitian lain oleh Rajabasa, Bandar Lampung diperoleh nilai signifikansi > 0,05 yaitu 0,325. Hasil penelitian Yudhaastuti dan Anny (2005) dikutip dari Aisah,dkk memperlihatkan hasil yang berbeda dimana terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan keberadaan jentik dengan nilai signifikansi =0,001 atau < 0,05 (25). Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan keberadaan jentik disebabkan berbagai faktor. Tabel 4.8 memperlihatkan mereka dengan pengetahuan buruk memiliki persentase lebih besar tidak terdapat jentik dibandingkan dengan mereka yang berpengetahuan sedang hingga baik dengan persentase 100%. Pendalaman data yang dialkuakn peneliti sebagian besar diantaranya memiliki tindakan positif. Tabel 4.8 juga menunjukkan terdapat 17,74% responden dengan pengetahuan baik namun terdapat jentik, pendalaman data yang dialkuakn didapatkan bahwa sebagian besar memiliki tindakan dan rutinitas yang negatif. Pengetahuan tertentu tentang kesehatan mungkin penting sebelum tindakan kesehatan pribadi terjadi, tetapi hal tersebut tidak akan terjadi tanpa dukungan motivasi yang tinggi untuk bertindak atau dasar pengetahuan yang cukup untuk menunjang hal tersebut (5). Keadaan tersebut memungkinkan seseorang yang berpengetahuan tidak baik mampu melakukan sebuah tindakan yang lebih baik dalam pemberantasan keberadaan jentik dibandingkan yang berpengetahuan baik karena didasari oleh niat dan motivasi. Hal lain yang mendasari adalah bahwa pengetahuan hakekatnya dibentuk dari pengalaman yang berulang ulang, namun memiliki pengetahuan tentang sesuatu hal bukan berarti mengerti akan sesuatu tersebut (59). Seseorang dengan pengetahuan baik tentang DBD belum tentu mampu untuk bertindak baik dalam pengatasan keberadaan jentik karena tidak memahami apa yang harus dilakukan dan

27 55 bagaimana cara pengatasan yang tepat dalam mengurangi keberadaan jentik. Penanggulangan DBD harus dimulai dengan pengatasan keberadaan jentik. Langkah awal terpenting yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah memiliki pengetahuan yang cukup dan juga mampu memahami apa yang diketahui sehingga masyarakat lebih tepat dalam mengambil tindakan pencegahan demam berdarah dengue melalui pemberantasan keberadaan jentik. Puskesmas dengan program jumantik (juru pemantau jentik) atau program edukasi diharapkan mampu berperan penting dalam pemberian informasi yang tepat dan memberikan pemahaman yang sesuai sehingga masyarakat sebagai garda terdepan dalam pengatasan demam berdarah dengue mampu melakukan hal yang seharusnya Hubungan antara Sikap dengan Keberadaan Jentik Tabel 4.8 menunjukkan hasil pengujian hubungan antara variabel sikap terhadap keberadaan jentik. Pengujian dengan pilihan uji spearman s rho. Hasil penelitian signifikansi > 0,05 bermakna H 0 di terima, sedangkan signifikansi < 0,05 bermakna H 0 ditolak. H 0 diterima menandakan tidak terdapatnya hubungan sedangkan H 0 ditolak mengindikasikan terdapatnya hubungan yang bermakna (30). Hasil analisis hubungan antara sikap dengan keberadaan jentik di kecamatan Godean. Hasil penelitian menunjukkan nilai signifikansi > 0,05 yaitu 0,219. Nilai signifikansi > 0,05 menandakan Ho diterima dan disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan keberadaan jentik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Jochlin dan Zaenal (2015) dimana nilai signifikansi yang didapat > 0,05 yaitu 0,075 sehingga keputusan Ho diterima. Hal ini berarti sejalan bahwa tidak ada hubungan antara sikap dengan keberadaan jentik penular DBD. Penelitian Ririh dan Anny (2005) dikutip dari Jochlin dan Zaenal (2015) menunjukkan hal yang sama dengan menyatakan bahwa tidak ada hubungan antar sikap dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aeqypti di kelurahan Wonokusumo dengan nilai p Value (0,113) (5). Tidak terdapat hubungan antara sikap terhadap keberadaan jentik

28 56 disebabkan oleh berbagai faktor. Tabel 4.8 menunjukkan responden yang bersikap positif masih ada 16,66% responden dengan terdapat jentik. Pendalaman data yang dilakukan bahwa dari 16,66% responden tersebut didapatkan bahwa 6,86% responden diantaranya memiliki pengetahuan yang sedang hingga buruk, dan 6,86% responden dengan tindakan yang negatif, dan 2,94% responden lainnya menunjukkan hal sebaliknya. Hasil ini memperlihatkan bahwa mereka yang memiliki sikap yang positif belum tentu akan memiliki pengetahuan yang baik sehingga tidak mengetahui tindakan positif yang seharusnya dilakukan. Begitu juga dengan mereka yang memiliki sikap yang baik namun tidak mampu untuk bertindak positif, karena pada dasarnya sebuah tindakan positif tidak cukup hanya dengan pengetahuan yang baik dan sikap positif, harus selalu ada tindakan yang akan dapat hadir dari mereka yang memiliki niat dan motivasi. Azwar (2008) mendefenisikan sikap sebagai bentuk predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial,atau secara sederhana dapat didefenisikan sebagai respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan (26). Sikap juga dapat disimpulkan sebagai suatu respon seseorang dengan disertai adanya persaan tertentu terhadap suatu objek atau situasi (23).Perasaan ini akan mendasari seseorang untuk mengatakan sebuah opini dari pada keadaan sebenarnya, sehingga hal ini mengakibatkan banyak kejanggalan sikap yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya di lakukan (23). Sikap responden adalah sesuatu hal yang tertutup, jadi meskipun responden setuju terhadap sikap positif dalam pengatasan keberadaan jentik namun belum tentu responden mampu melakukan sikap yang sesuai dengan yang disetujui (18). Dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya sikap yang merupakan faktor predisposisi sebuah tindakan akan membawa seseorang untuk mampu bertindak positif dan menghasilkan pemberantasan keberadaan jentik sehingga keberadaan jentik dapat di kurangi. Namun tetap terdapat berbagai hal yang menyebabkan sikap tidak berhubungan dengan keberadaan jentik. Mulai dari faktor pengetahuan yang kurang maksimal(sedang hingga buruk), tindakan yang buruk

29 57 yang bertolak belakang dengan sikap dan faktor sikap yang selalu hadir berdasarkan opini menjadikan dasar yang buruk dalam pemberantasan keberadaan jentik. Sehingga meskipun seseorang telah memiliki sikap positif namun keberadaan jentik tetap tidak dapat dicegah Hubungan antara Tindakan dengan Keberadaan Jentik Tabel 4.8 menunjukkan hasil pengujian hubungan antara variabel tindakan terhadap keberdaan jentik. Pengujian dengan pilihan uji spearman s rho. Hasil penelitian signifikansi > 0,05 bermakna H 0 di terima, sedangkan signifikansi < 0,05 bermakna H 0 ditolak. H 0 diterima menandakan tidak terdapatnya hubungan sedangkan H 0 ditolak mengindikasikan terdapatnya hubungan yang bermakna (30). Hasil analisis hubungan antara tindakan dengan keberadaan jentik di kecamatan Godean menunjukkan nilai signifikansi < 0,05 yaitu 0,000 disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tindakan dengan keberadaan jentik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yudhastuti dan Anny (2005) yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara tindakan responden dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aeqypti. Nilai signifikansi yang didapat adalah < 0,05 dengan hasil yaitu p= 0,001 (6). Hasil penelitian Aisah et al menunjukkan nilai signifikansi < 0,05 mempertegas kesimpulan bahwa adanya hubungan antara tindakan dengan keberadaan jentik (25). Perilaku aktif atau tindakan pada dasarnya adalah sesuatu yang dapat dipelajari (23). Notoatmodjo(1993) dikutip dari Yudhastuti dan Anny (2005) menyatakan perilaku atau tindakan masyarakat memiliki peranan penting dalam mempengaruhi lingkungan (6). Tindakan yang baik dalam pencegahan DBD akan mengurangi tingkat keberadaan jentik, dan tindakan buruk dalam pencegahan DBD akan mempertinggi tingkat keberadaan jentik. Penyelidikan penyelidikan epidemiologis yang meningkat pada beberapa tahun terakhir ini juga membuktikan bahwa terdapat hubungan antara tindakan seseorang terhadap peningkatan angka dan penyebaran penyakit (60). Hasil penelitian hubungan pengetahuan dan sikap dengan keberadaan jentik yang menunjukkan tidak adanya hubungan diantara keduanya,

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) merupakan penyakit akut bersifat endemik yang di sebabkan oleh virus dengue yang masuk ke peredaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Padukuhan VI Sonosewu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Padukuhan VI Sonosewu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Gambaran Umum Padukuhan VI Sonosewu Penelitian ini mengambil lokasi di Padukuhan VI Sonosewu pada bulan Mei Agustus 2017. Padukuhan VI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lancarnya transportasi (darat, laut dan udara), perilaku masyarakat yang kurang sadar

BAB I PENDAHULUAN. lancarnya transportasi (darat, laut dan udara), perilaku masyarakat yang kurang sadar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, karena jumlah penderita penyakit DBD cenderung meningkat dari tahun ke

Lebih terperinci

Fajarina Lathu INTISARI

Fajarina Lathu INTISARI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT DBD DI WILAYAH KELURAHAN DEMANGAN YOGYAKARTA Fajarina Lathu INTISARI Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama hampir dua abad, penyakit Demam Berdarah Dengue dianggap sebagai penyakit penyesuaian diri seseorang terhadap iklim tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis. BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat baik fisik, mental, spiritual maupun sosial yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis. Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah tropis dan sub tropis, dan menjangkit

Lebih terperinci

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui 1 BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (Dengue Hemorrhagic Fever) atau lazimnya disebut dengan DBD / DHF merupakan suatu jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus

Lebih terperinci

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Lampiran 1 PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Responden yang saya hormati, Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Probo Adi Saputro NIM : 20130320119 Alamat : Pangukan Tridadi Sleman RT/RW 003/010 Adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai

BAB I PENDAHULUAN. virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Denge (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai pembawa virus. Penyakit ini dapat

Lebih terperinci

UMUM 1. Nama:.. 2. Tanggal Lahir:. 3. Jenis Kelamin: Laki-laki/Perempuan 4. Kelas: 5. Sekolah: SDN Cibogo. Universitas Kristen Maranatha

UMUM 1. Nama:.. 2. Tanggal Lahir:. 3. Jenis Kelamin: Laki-laki/Perempuan 4. Kelas: 5. Sekolah: SDN Cibogo. Universitas Kristen Maranatha 64 GAMBARAN PENGETAHUAN SIKAP DAN PERILAKU SISWA-SISWI KELAS LIMA DAN ENAM TERHADAP PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI SDN CIBOGO KELURAHAN SUKAWARNA KECAMATAN SUKAJADI KOTA BANDUNG PERIODE JUNI-AGUSTUS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes

BAB I PENDAHULUAN. Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang telah terinfeksi salah satu dari empat subtipe virus dengue (Sulehri, et al.,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan dampak sosial dan ekonomi. Jumlah kasus yang dilaporkan cenderung

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs)

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs) poin ketiga yaitu menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua

Lebih terperinci

BAB I. dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut

BAB I. dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui berbagai media. Penyakit jenis ini merupakan masalah kesehatan yang besar di hampir semua negara berkembang

Lebih terperinci

SUMMARY HASNI YUNUS

SUMMARY HASNI YUNUS SUMMARY HUBUNGAN KEGIATAN SURVEY JENTIK SEBELUM DAN SETELAH ABATESASI TERHADAP ANGKA BEBAS JENTIK DI KELURAHAN BOLIHUANGGA KABUPATEN GORONTALO TAHUN 2013 HASNI YUNUS 811409153 Program Studi Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16 HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PELAKSANAAN PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DENGAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN TALISE KECAMATAN PALU TIMUR KOTA PALU 1) DaraSuci 2) NurAfni Bagian Epidemiologi

Lebih terperinci

SKRIPSI PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP JUMANTIK KECIL SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN PELATIHAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI MIN KETITANG

SKRIPSI PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP JUMANTIK KECIL SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN PELATIHAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI MIN KETITANG SKRIPSI PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP JUMANTIK KECIL SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN PELATIHAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI MIN KETITANG Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan di 436 kabupaten/kota dari 497 kabupaten/kota sebesar 88%. Angka kesakitan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan di 436 kabupaten/kota dari 497 kabupaten/kota sebesar 88%. Angka kesakitan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia, DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 45 tahun terakhir, sejak tahun 1968 sampai saat ini dan telah menyebar di 33 provinsi dan di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional. Instrumen yang digunakan berupa kuisioner serta formulir ABJ. Kuisioner untuk mengetahui tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah

BAB I PENDAHULUAN. dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah tropisdan sub tropis, dan menjangkit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di sebagian kabupaten/kota di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae yang mempunyai empat serotipe,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit yang keberadaannya sudah ada sejak lama, tetapi kemudian merebak kembali. Chikungunya berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia yang jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

Lebih terperinci

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA 1 BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah World Health Organization (WHO) memperkirakan penduduk yang terkena DBD telah meningkat selama 50 tahun terakhir. Insiden DBD terjadi baik di daerah tropik

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyakit akibat infeksi virus dengue yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan Peneitian Penelitian ini merupakan penelitian cross- sectional dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian menggunakan instrument berupa kuesioner dan formulir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dengan kasus 58 orang anak, 24 diantaranya meninggal dengan Case Fatality Rate (CFR) = 41,3%. Sejak itu

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN KUESIONER PENELITIAN LAMPIRAN I PENGARUH KARAKTERISTIK IBU TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA KELUARGA DI KELURAHAN SEMULA JADI KECAMATAN DATUK BANDAR TIMUR KOTA TANJUNG BALAI

Lebih terperinci

BERHARAP, JATIM (INDONESIA) BEBAS DEMAM BERDARAH Oleh : Zaenal Mutakin

BERHARAP, JATIM (INDONESIA) BEBAS DEMAM BERDARAH Oleh : Zaenal Mutakin BERHARAP, JATIM (INDONESIA) BEBAS DEMAM BERDARAH Oleh : Zaenal Mutakin Datangnya hujan setelah lama kemarau, tentu menjadi anugerah tersendiri bagi berbagai lapisan masyarakat. Udara yang sebelumnya panas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopictus

Lebih terperinci

5. TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PEMBERANTASAN PENYAKIT DBD (Studi Kasus Kabupaten Indramayu)

5. TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PEMBERANTASAN PENYAKIT DBD (Studi Kasus Kabupaten Indramayu) 5. TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PEMBERANTASAN PENYAKIT DBD (Studi Kasus Kabupaten Indramayu) 5.1. PENDAHULUAN Sebagian besar perkotaan di Indonesia merupakan wilayah endemik

Lebih terperinci

Keywords : Mosquito breeding eradication measures, presence of Aedes sp. larvae.

Keywords : Mosquito breeding eradication measures, presence of Aedes sp. larvae. HUBUNGAN ANTARA TINDAKAN PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DENGAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK AEDES sp. DI KELURAHAN MALALAYANG SATU KECAMATAN MALALAYANG KOTA MANADO TAHUN 2015 Shintia Talib*, Woodfoord.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan. keluarga dengan melaksanakan pembangunan yang berwawasan kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan. keluarga dengan melaksanakan pembangunan yang berwawasan kesehatan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan melaksanakan pembangunan yang berwawasan kesehatan, memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam berdarah dengue menjadi masalah kesehatan yang sangat serius di Indonesia. Kejadian demam berdarah tidak kunjung berhenti walaupun telah banyak program dilakukan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP) PENYULUHAN KESEHATAN DEMAM BERDARAH DENGUE

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP) PENYULUHAN KESEHATAN DEMAM BERDARAH DENGUE SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP) PENYULUHAN KESEHATAN DEMAM BERDARAH DENGUE Cabang Ilmu : Kuliah Kerja Nyata Topik : Pengenalan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Hari/Tanggal : Jumat, 17 Januari 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus. BAB I PENDAHULUAN 1.4 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, yang masuk keperedaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus aedes

Lebih terperinci

Skripsi ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: DIAH NIA HERASWATI J

Skripsi ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: DIAH NIA HERASWATI J FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINDAKAN KEPALA KELUARGA DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI DESA GONDANG TANI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GONDANG KABUPATEN SRAGEN Skripsi ini Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit bermunculan. Selain Demam Berdarah (DB) juga muncul penyakit. bagian persendian (arthralgia) (Arini, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. penyakit bermunculan. Selain Demam Berdarah (DB) juga muncul penyakit. bagian persendian (arthralgia) (Arini, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cuaca atau iklim yang tidak menentu menyebabkan berbagai penyakit bermunculan. Selain Demam Berdarah (DB) juga muncul penyakit chikungunya yang juga ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. anak-anak.penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini masih

BAB 1 PENDAHULUAN. anak-anak.penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini masih BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan masyarakat yang cenderung semakin luas penyebarannya, sejalan dengan meningkatnya arus transportasi dan kepadatan penduduk adalah penyakit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Kelurahan Kayubulan Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang pada saat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Aedes,misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Aedes,misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat 129 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) termasuk salah satu penyakit yang tersebar di kawasan Asia Tenggara dan sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

SARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN

SARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan mencapai derajat

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA DI PASEBAN BARAT JAKARTA PUSAT TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA DI PASEBAN BARAT JAKARTA PUSAT TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1. Kuesioner Penelitian PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA DI PASEBAN BARAT JAKARTA PUSAT TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN Saat ini kami dari Bagian

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK DI RT 3 RW 4 DESA KEMBANGBAHU KECAMATAN KEMBANGBAHU KABUPATEN LAMONGAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK DI RT 3 RW 4 DESA KEMBANGBAHU KECAMATAN KEMBANGBAHU KABUPATEN LAMONGAN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK DI RT 3 RW 4 DESA KEMBANGBAHU KECAMATAN KEMBANGBAHU KABUPATEN LAMONGAN Dian Nurafifah.......ABSTRAK....... Setiap wilayah yang terdapat nyamuk

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh vektor masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam Berdarah Dengue

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma pembangunan kesehatan yang harus lebih mengutamakan upaya promotif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU TERHADAP DEMAM BERDARAH PADA MASYARAKAT DI CIMAHI TENGAH

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU TERHADAP DEMAM BERDARAH PADA MASYARAKAT DI CIMAHI TENGAH Lampiran 1 50 KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU TERHADAP DEMAM BERDARAH PADA MASYARAKAT DI CIMAHI TENGAH Nama Alamat Umur Status dalam keluarga Pekerjaan Pendidikan terakhir :.. :..

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Penyakit ini ditemukan nyaris di

Lebih terperinci

INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE

INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE I. Kondisi Umum Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di sebagian kabupaten/kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes

BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes aegypti dan Aedes albopictus) dan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Keadaan rumah yang bersih dapat mencegah penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Keadaan rumah yang bersih dapat mencegah penyebaran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring bertambahnya waktu maka semakin meningkat juga jumlah penduduk di Indonesia. Saat ini penduduk Indonesia telah mencapai sekitar 200 juta lebih. Hal

Lebih terperinci

WALI KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH

WALI KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH SALINAN WALI KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA PALU, Menimbang

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI DESA LEMAH IRENG KECAMATAN KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN 2011

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI DESA LEMAH IRENG KECAMATAN KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN 2011 TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI DESA LEMAH IRENG KECAMATAN KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN 2011 Dedi Herlambang ABSTRAK Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epidemiologi perubahan vektor penyakit merupakan ancaman bagi kesehatan manusia, salah satunya adalah demam berdarah dengue (DBD). Dengue hemorraghic fever (DHF) atau

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghujan disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan ke manusia melalui vektor nyamuk

BAB I PENDAHULUAN. penghujan disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan ke manusia melalui vektor nyamuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat di Indonesia. Penyakit ini sering terjadi pada saat memasuki musim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) termasuk penyakit utama pada negara tropis dan subtropis. DBD terjadi akibat gigitan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Chikungunya merupakan suatu penyakit dimana keberadaannya sudah ada sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut sejarah, diduga penyakit

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 157 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) dengan metode COMBI di laksanakan untuk pertama kalinya di Kota Pekanbaru dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat Indonesia, disamping mulai meningkatnya masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat Indonesia, disamping mulai meningkatnya masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program kesehatan di Indonesia adalah pemberantasan penyakit menular dan penyakit tidak menular. Penyakit menular masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap individu masyarakat yang harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk memproteksi masyarakatnya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi virus dengue merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara tropis maupun subtropis. Penyakit ini dapat menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Penyakit

Lebih terperinci

GAMBARAN PERILAKU KELUARGA TENTANG UPAYA PENCEGAHAN DBD DI DESA LUHU KECAMATAN TELAGA KABUPATEN GORONTALO TAHUN Ade Rahmatia Podungge

GAMBARAN PERILAKU KELUARGA TENTANG UPAYA PENCEGAHAN DBD DI DESA LUHU KECAMATAN TELAGA KABUPATEN GORONTALO TAHUN Ade Rahmatia Podungge Summary GAMBARAN PERILAKU KELUARGA TENTANG UPAYA PENCEGAHAN DBD DI DESA LUHU KECAMATAN TELAGA KABUPATEN GORONTALO TAHUN 2013 Ade Rahmatia Podungge NIM : 841 409 002 Program Studi Ilmu Keperawatan Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor pembawanya.

Lebih terperinci

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes Volume VIII Nomor 1, Januari 2017 ISSN (p) -- ISSN (e)

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes Volume VIII Nomor 1, Januari 2017 ISSN (p) -- ISSN (e) PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM UPAYA PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK PADA KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE Muammar Faiz Naufal Wibawa (Prodi Kesehatan Lingkungan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya) Tuhu Pinardi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue atau yang lebih dikenal dengan singkatan DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan merupakan vector borne disease

Lebih terperinci

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang telah membawa virus Dengue dari penderita lainnya. Nyamuk ini biasanya aktif

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang telah membawa virus Dengue dari penderita lainnya. Nyamuk ini biasanya aktif Definisi DBD Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk aedes aegypti betina lewat air liur gigitan saat menghisap darah manusia.

Lebih terperinci

PENINGKATKAN KEMANDIRIAN DASA WISMA KELURAHAN SEKARAN DALAM PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE

PENINGKATKAN KEMANDIRIAN DASA WISMA KELURAHAN SEKARAN DALAM PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE PENINGKATKAN KEMANDIRIAN DASA WISMA KELURAHAN SEKARAN DALAM PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE Yuni Wijayanti Prodi IKM UNNES, yuniwija@gmail.com Abstrak Untuk memutuskan rantai penularan penyakit demam

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 51 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI,

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 51 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 51 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dangue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Diantara kota di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di seluruh Indonesia, serta sering menimbulkan

Lebih terperinci

Volume 1 No. 1 June 2017 ISSN: E-ISSN:

Volume 1 No. 1 June 2017 ISSN: E-ISSN: PENYULUHAN KESEHATAN TENTANG DEMAM BERDARAH DAN PEMERIKSAAN SARANG NYAMUK (PSN) DI DUSUN GEBANG DESA GISIK CEMANDI, SEDATI SIDOARJO Wiwik Afridah, Muslikha Nourma, Friska Ayu Program Studi Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit DBD banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama jumlah penderita DBD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sejenis nyamuk yang biasanya ditemui di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sejenis nyamuk yang biasanya ditemui di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aedes aegypti merupakan sejenis nyamuk yang biasanya ditemui di kawasan tropis. Aedes aegypti adalah salah satu spesies vektor nyamuk yang paling penting di dunia karena

Lebih terperinci

KUESOINER KECAMATAN :... NAMA SEKOLAH : SD... ALAMAT SEKOLAH :... WILAYAH PUSKESMAS :... TGL. SURVEY :... PETUGAS :...

KUESOINER KECAMATAN :... NAMA SEKOLAH : SD... ALAMAT SEKOLAH :... WILAYAH PUSKESMAS :... TGL. SURVEY :... PETUGAS :... 235 Lampiran 1. KUESOINER EFEKTIFITAS MEDIA KARTU BERGAMBAR DAN LEAFLET PADA PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DOKTER KECIL DALAM PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DI KELURAHAN HELVETIA

Lebih terperinci

I. IDENTITAS RESPONDEN

I. IDENTITAS RESPONDEN LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN PENGARUH KEPADATAN JENTIK PENGETAHUAN DAN PRAKTIK PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KECAMATAN SIANTAR TIMUR KOTA PEMATANG SIANTAR TAHUN

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pedoman Wawancara dan Pedoman Observasi PEDOMAN WAWANCARA (UNIT PELAKSANA)

Lampiran 1. Pedoman Wawancara dan Pedoman Observasi PEDOMAN WAWANCARA (UNIT PELAKSANA) Lampiran 1. Pedoman Wawancara dan Pedoman Observasi PEDOMAN WAWANCARA (UNIT PELAKSANA) UNIT :... NAMA SISTEM INFORMASI :... Petunjuk Wawancara: 1. Ucapan terimakasih kepada informan atas kesediaannya diwawancarai.

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN BANYUWANGI 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI, Menimbang :a. bahwa Demam Berdarah

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) DALAM MEMBUNUH LARVA Aedes aegypti

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) DALAM MEMBUNUH LARVA Aedes aegypti EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) DALAM MEMBUNUH LARVA Aedes aegypti Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memproleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang angka kejadiannya masih tinggi di Indonesia bahkan di seluruh dunia. Pada tahun 2011, menurut World Health Organization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Haemorraghic Fever

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Haemorraghic Fever BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal Program Pemberantasan Penyakit menitik beratkan kegiatan pada upaya mencegah berjangkitnya penyakit, menurunkan

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakitnya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) yang masih menjadi

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: INDRIANI KUSWANDARI

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: INDRIANI KUSWANDARI HUBUNGAN PERILAKU IBU TENTANG PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK USIA SD DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KASIHAN I BANTUL NASKAH PUBLIKASI Diajukan Guna Melengkapi Sebagian

Lebih terperinci

13 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

13 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan PENDAHULUAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT DBD Riska Ratnawati (Prodi Kesehatan Masyarakat) STIKes Bhakti Husada Mulia Madiun ABSTRAK Penyakit Demam Berdarah Dengue

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Ratna Sari Dewi STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis:

PENDAHULUAN. Ratna Sari Dewi STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis: FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MASYARAKAT DALAM PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK DEMAM BERDARAH DENGUE DI DESA RANTAU RASAU II KECAMATAN RANTAU RASAU TAHUN 2015 Ratna Sari Dewi STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi

Lebih terperinci

HUBUNGAN PELAKSANAAN PSN 3M DENGAN DENSITAS LARVA Aedes aegypti DI WILAYAH ENDEMIS DBD MAKASSAR

HUBUNGAN PELAKSANAAN PSN 3M DENGAN DENSITAS LARVA Aedes aegypti DI WILAYAH ENDEMIS DBD MAKASSAR HUBUNGAN PELAKSANAAN PSN 3M DENGAN DENSITAS LARVA Aedes aegypti DI WILAYAH ENDEMIS DBD MAKASSAR Relationship Implementation of Mosquito Nest Eradication With Density Aedes aegypti Larvae in DBD Endemic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI DESA ANTIGA, WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANGGIS I

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI DESA ANTIGA, WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANGGIS I GAMBARAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI DESA ANTIGA, WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANGGIS I Made Suryahadi Sandi 1, Komang Ayu Kartika 2 1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Dari hasil penelitian dapat digambarkan bahwa keadaan lokasi penelitian sebagai berikut: 4.1.1Gambaran Umum a. Keadaan Geografi Puskesmas Telaga Biru adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan family Flaviviridae. DBD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering muncul pada musim hujan ini antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular

BAB I PENDAHULUAN. kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat penting di Indonesia dan sering menimbulkan suatu kejadian luar biasa

Lebih terperinci

KEPADATAN JENTIK Aedes aegypti sp. DAN INTERVENSI PENGENDALIAN RISIKO PENULARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA PADANG TAHUN 2015

KEPADATAN JENTIK Aedes aegypti sp. DAN INTERVENSI PENGENDALIAN RISIKO PENULARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA PADANG TAHUN 2015 KEPADATAN JENTIK Aedes aegypti sp. DAN INTERVENSI PENGENDALIAN RISIKO PENULARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA PADANG TAHUN 2015 Aidil Onasis (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang) ABSTRACT

Lebih terperinci