BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia. Teori Abraham Maslow menggambarkan kebutuhan manusia
|
|
- Harjanti Atmadja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seksualitas adalah aspek kehidupan yang menjadi kebutuhan dasar manusia. Teori Abraham Maslow menggambarkan kebutuhan manusia sebagai hirearki, dan menempatkan seksualitas sebagai kebutuhan fisiologis paling mendasar yang harus dipenuhi untuk mencapai standar derajat kesehatan paling tinggi (Poston, 2009). Seksualitas dialami dan diekspresikan salah satunya melalui sikap seksual (WHO, 2006). Sikap seksual sesorang akan memengaruhi keputusan dan bentuk perilaku seksual yang dipilihnya (Mercer et. al, 2013). Pada narapidana, ekspresi dan pemenuhan kebutuhan seksual mengalami hambatan untuk disalurkan. Kondisi tersebut akan berpengaruh pada kecenderungan keputusan sikap individu (Campbell, 1950). Narapidana yang menjalani masa hukuman di Lapas sering mengalami hambatan dalam beradaptasi terhadap lingkungan penjara maupun dalam upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan, baik kebutuhan biologis maupun psikologis. Cooke, Baldwin, dan Howison (1990), menyatakan bahwa narapidana menghadapi berbagai masalah, tidak hanya dari dalam lapas, tetapi juga dari luar lapas. Narapidana mengalami pidana secara fisik dan pidana secara psikologis, seperti hilangnya kebebasan individu, kasih sayang dari anak atau pasangan. 1
2 Pidana secara psikologis merupakan beban terberat bagi setiap narapidana. Dampak psikologis dari pidana penjara salah satunya adalah lost of heterosexual yaitu hilangnya naluri seks, kasih sayang, rasa aman bersama keluarga (Harsono, 1995). Di antara para narapidana ada yang merasa kurang nyaman karena ruangan sel yang cenderung sempit dan pengap, kebutuhan seks yang tidak tersalurkan, terpisah dari keluarga dan lain sebagainya (Sudirohusodo, 2002). Kondisi tersebut menimbulkan prisonisasi (prizonization). Sykes (1958) dengan Pain of imprisontment theory mengatakan bahwa pada hakikatnya prisonisasi terbentuk sebagai respon terhadap penyesuaian-penyesuaian masalah yang dimunculkan sebagai akibat pidana penjara itu sendiri dengan segala bentuk perampasan (deprivation). Pidana penjara tidak hanya mengakibatkan perampasan kemerdekaan, tetapi juga menimbulkan akibat negatif terhadap hal-hal yang berhubungan dengan dirampasnya kemerdekaan itu sendiri (Arief, 2005). Studi homoseksual di penjara pernah dilakukan oleh Helen M. Eigenberg dalam Laksono (2009) yang menitikberatkan pada proses-proses terjadinya perubahan orientasi seks di penjara pria. Pria yang awalnya memiliki orientasi seks yang heteroseksual berubah menjadi homoseksual. Isolasi yang lama karena disekap dalam penjara itu mengakibatkan efek-efek antara lain; praktek-praktek homoseksual berkembang (Kartini Kartono, 1992). Homoseksualitas di dalam kehidupan masyarakat dianggap sebagai sesuatu yang tabu dan kontroversial, namun di penjara hal itu menjadi biasa. 2
3 Sebuah penelitian empiris di US Amerika menyebutkan bahwa sekitar seperlima dari narapidana laki-laki melaporkan pernah mengalami kekerasan seksual di penjara (Struckman et.al, 1996). Studi yang sama juga dilakukan pada tahanan wanita dan didapatkan hasil 8-27 persen wanita melaporkan hal yang sama saat disurvey (Struckman et.al, 2002). Berdasarkan data Bureu of Justice Statistic (2013) yang dilakukan pada 233 penjara negara, 358 penjara lokal dan 15 penjara khusus yang dilakukan dalam kurun waktu tahun menemukan bahwa 4,0% narapidana pada penjara negeri dan 3,2% pada penjara federal telah menjadi korban seksual oleh sesama narapidana maupun staf selama periode 12 bulan. Penelitian lain menemukan bahwa satu dari 5 narapidana di 14 penjara telah mengalami pelecehan seksual oleh narapidana lainnya selama 6 bulan sebelumnya (Wolff et.al.2010). Penelitian mengenai gambaran perilaku seks narapidana di lembaga pemasyarakatan kelas II A muara padang (Febrian, 2010) menemukan bahwa 57,6% narapidana memiliki tindakan beresiko terhadap penyimpangan seks. Beberapa penelitian yang telah di lakukan sebelumnya menyebutkan bahwa religiusitas memiliki hubungan yang lebih kuat pada sikap positif dibandingkan pada sikap negatif. Religiusitas juga memiliki efek signifikan pada perilaku yang merusak (Starrels & Holm, 2000) serta memberikan efek positif pada masalah perilaku seperti merokok, konsumsi alkohol, diskriminasi, dan aktivitas seksual yang beresiko (Parcel &Dufur, 2001). Selain itu, religiusitas memiliki peran positif dalam pola psikologi, sosial serta perilaku seseorang terutama pada kelompok minoritas dan imigran (Kang dan 3
4 Laura F. Romo, 2011), serta berhubungan dengan menurunnya frekuensi aktivitas seksual serta menurunnya jumlah pasangan untuk melakukan aktivitas seksual (Gold, 2010). Penelitian oleh Atkinson & Bourrat (2011) menunjukkan bahwa tingkat reeligiusitas seseorang akan berpengaruh pada kepercayaan personal, kepercayaan terhadap tuhan dan neraka, serta berhubungan kuat dengan sikap menghindari aktivitas seksual yang menyimpang. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Wirogunan Yogyakarta merupakan Lapas terbesar yang ada di Provinsi DIY dengan total penghuni 313 orang narapidana. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti, pembinaan agama menjadi salah satu program pembinaan utama di Lapas kelas II A Yogyakarta selain pembinaan skill. Berbeda dengan Lapas lain di Indonesia, Lapas kelas II A Yogyakarta tidak memberikan masa cuti kepada narapidana selama menjalani masa hukuman. Kondisi ini tentu akan berefek pada pemilihan sikap oleh narapidana dalam upaya mengadaptasikan kebutuhan seksualnya selama menjalani masa pidana di Lapas. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan tingkat religiusitas dengan sikap seksual narapidana yang tinggal di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. 4
5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut diatas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara tingkat religiusitas narapidana dengan sikap seksual narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta? 1. Tujuan umum dari penelitian ini adalah: C. Tujuan Penelitian Mengetahui hubungan tingkat religiusitas dengan sikap seksual pada narapidana yang tinggal di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Yogyakarta. 2. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:. a. Mengetahui gambaran tingkat religiusitas narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Yogyakarta selama menjalani masa pidana. b. Mengetahui gambaran sikap seksual narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Yogyakarta selama menjalani masa pidana. 3. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan dan memerkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya bidang kesehatan reproduksi untuk kelompok rentan. 5
6 2. Manfaat Praktis a. Bagi pihak Lembaga Pemasyarakatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tingkat religiusitas narapidana, sikap seksual narapidana, serta hubungan antara tingkat religiusitas dan sikap seksual pada narapidana. Selanjutnya, penelitian ini dapat menjadi salah satu acuan bagi Lembaga Pemasyarakatan untuk memprediksikan kemungkinan terjadinya perilaku penyimpangan seksual serta menjadi acuan dalam menentukan kebijakan sebagai bentuk upaya prevensi guna meminimalkan kemungkinan terjadinya perilaku seksual menyimpang pada narapidana. b. Bagi Tenaga Kesehatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan serta fasilitasi kesehatan pada narapidana. c. Bagi Kalangan Akademik Penelitian ini dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya, terutama terkait dengan intervensi spiritual sebagai bentuk pengalihan permasalahan pemenuhan kebutuhan seksual yang dialami oleh narapidana. d. Bagi Peneliti Penelitian ini menjadi pengalaman yang sangat berharga yang melatih peneliti dalam melakukan penelitian ilmiah. Selanjutnya, penelitian ini dapat menjadi langkah awal yang memicu peneliti untuk melakukan penelitian-penelitian selanjutnya. 6
7 4. Keaslian Penelitian Penelitian terkait dengan hubungan tingkat religiusitas dengan sikap telah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Akan tetapi, sejauh pengetahuan peneliti selama ini penelitian yang telah ada berfokus pada masyarakat secara umum, masyarakat korban bencana, maupun remaja sebagai kelompok rentan terhadap sikap seksual menyimpang. Sedangkan, penelitian terkait tingkat religiusitas yang memengaruhi sikap seksual pada narapidana yang tinggal di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini adalah: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Herlina Widya Lestari dari Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Departemen Kriminologi Universitas Indonesia pada tahun 2009 dengan judul Upaya pemenuhan kebutuhan seksual narapidana laki-laki di Rumah Tahanan Negara Klas I Jakarta Pusat. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh oleh peneliti dengan melakukan in depth interview, serta melakukan observasi langsung di lokasi. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka berbagai artikel, hasil penelitian, dan data lain yang relevan. Alat analisis yang digunakan adalah teori hirearki maslow, konsep The Pains Imprisonment Gresham M.Sykes dan konsep konjugal visit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya Rumah Tahanan Negara Klas I Jakarta Pusat untuk memenuhi kebutuhan seksual ditempuh menggunakan 7
8 3 cara, yaitu; upaya formal dengan cara memberikan asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, cuti bersyarat, dan cuti mengunjungi keluarga; informal dengan memberikan kunjungan bagi narapidana dalam rutan; pemenuhan menyimpang yaitu dengan memberikan fasilitas ruang kunjungan yang bisa dipergunakan untuk berhubungan seksual. Asimilasi dan cuti mengunjungi keluarga tidak berjalan optimal. Pemenuhan informal menyimpang, masih ditemukan narapidana menggunakan PSK untuk pemenuhan kebutuhan seksualnya. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah; 1. metode penelitian yang digunakan kualitatif, sedangkan dalam penelitian ini digunakan metode kuantitatif; 2. Sampel yang digunakan dalam penelitian berbeda yaitu di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Yogyakarta; 3. Terdapat vareabel independent berupa pengukuran tingkat religiusitas untuk diketahui hubungannya terhadap pemenuhan kebutuhan seksual. 2. Penelitian yang dilakukan oleh L. Merotte (2012) dengan judul dengan judul Sexuality in Prison: Three Investigation Methods Analysis. Penelitian ini dilakukan di penjara Lille Perancis dengan narapidana lakilaki dan perempuan. Peneliti menggunakan tiga metode dalam pengumpulan data. Metode pertama dengan warga binaan laki-laki yang ditahan kurang dari 1 tahun dengan diberikan kuesioner yang diisi sendiri oleh responden. Metode kedua diberikan kepada warga binaan laki-laki yang ditahan lebih dari 1 tahun, kuesioner dibacakan dan dijelaskan 8
9 maksudnya kepada responden. Metode ketiga dilakukan di penjara wanita untuk mengkaji status pernikahan dan hubungan keluarga dengan interview. Hasil dari penelitian dengan metode pertama menunjukkan bahwa 49% narapidana mengungkapkan mengalami perubahan orientasi seksual, 10% mengalami penurunan minat seksual, terdapat 46% narapidana yang melakukan masturbasi, 20% melakukan masturbasi sekali setiap bulan, dan tidak ada yang melaporkan pernah melakukan hubungan seksual di dalam penjara. Namun, diketahui 5% pernah melakukan tindakan homoseksual. Metode kedua menghasilkan data 80% narapidana menggunakan pornografi untuk menimbulkan fantasi, 25% pernah melakukan perilaku seksual di ruang kunjungan, dan hanya 15% narapidana yang tidak mengalami perubahan orientasi seksual. Metode ketiga menunjukkan hasil 81% narapidana mengalami perubahan orientasi seksual, 62% mengalami penurunan emosi, 19% pernah melakukan hubungan homoseksual di penjara, 47% menyatakan alasan homoseksual dikarenakan tidak ada laki-laki di sekitar mereka, dan 12% pernah melakukan hubungan seksual dengan pasangan mereka di ruang kunjungan. Perbedaan penelitian yang dilakukan adalah; 1. Karakteristik sampel yang digunakan berbeda ditinjau dari lokasi dan budayanya; 2. Terdapat tiga metode yang digunakan dalam penelitian, sementara penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan satu metode yaitu metode kuantitatif dengan kuesioner. 9
10 3. Penelitian yang dilakukan oleh Chau-Kiu Cheung dan Jerf Wai-Keung Yeung (2010) dengan judul Meta-analysis of relationships between religiosity and constructive and destructive behaviors among adolescents. Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara tingkat religiusitas dan perilaku konstruktif atau destruktif pada dewasa. Penelitian dilakukan denagn menganalisis 40 penelitian terkait yang telah ada sebelumnya melalui data base Social Sciences Citation Index, PsyInfo, dan Medline dengan kata kunci Religio AND Involvement AND Adolescents OR Youths AND Behaviors OR Health Outcomes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan agama memiliki hubungan yang positif terhadap perilaku konstruktif dan memiliki hubungan negatif terhadap perilaku destruktif. Penelitian ini menggunakan meta analisis sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan deskriptif korelasional. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah pada vareabel independen yang diukur yaitu tingkat religiusitas. 10
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan ingin memperoleh sesuatu yang ingin diwujudkan dengan melakukan usaha
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan kekurangan dan ingin memperoleh sesuatu yang ingin diwujudkan dengan melakukan usaha (Asmadi,2008). Ada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kebutuhan dasar manusia selain makan, minum, dan tidur adalah kebutuhan seksual. Beberapa tokoh psikologi seperti Abraham Maslow dan Sigmund Freud, menggolongkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki kebutuhan dasar yang harus terpenuhi, salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia memiliki kebutuhan dasar yang harus terpenuhi, salah satu kebutuhan yang harus terpenuhi adalah seksualitas. Seperti yang diungkapkan oleh Abraham Maslow
Lebih terperinciJurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN
PENELITIAN HUBUNGAN LAMANYA MASA TAHANAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL NARAPIDANA NARKOBA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN Ade Gunawati Sandi*, Abdul Halim**, Idawati Manurung** *Alumni Jurusan Keperawatan Poltekkes
Lebih terperinciBuku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda. Jadi singkatnya Seks bisa disebut juga sebagai Jenis kelamin biologis.
BAB 2. SEKSUALITAS Apa itu Seks dan Gender? Sebelum kita melangkah ke apa itu seksualitas, pertanyaan mengenai apa itu Seks dan Gender serta istilah lain yang berkaitan dengan nya sering sekali muncul.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai kalangan pakar pakar ilmu pengetahuan, ilmu hukum, dan juga ilmu
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini, tindak kejahatan korupsi telah menjadi sasaran pembahasan dalam berbagai kalangan pakar pakar ilmu pengetahuan, ilmu hukum, dan juga ilmu psikologi. Korupsi
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. Berdasarkan laporan Statistik Kriminal 2014, jumlah kejadian kejahatan (total crime) di
Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Berdasarkan laporan Statistik Kriminal 2014, jumlah kejadian kejahatan (total crime) di Indonesia pada tahun 2013 adalah 342.084 kasus sehingga dapat ditetapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki berbagai macam kebutuhan dalam menjalani. kehidupannya, banyak tingkah laku manusia yang bisa diterangkan dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki berbagai macam kebutuhan dalam menjalani kehidupannya, banyak tingkah laku manusia yang bisa diterangkan dengan memperhatikan tendensi untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. reproduksi adalah kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, sosial dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Health Organization (WHO), menguraikan bahwa kesehatan reproduksi adalah kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, sosial dan lingkungan serta bukan semata-mata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013). Tingkah laku yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan sebagai peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 10-19 tahun. Remaja juga identik dengan dimulainya
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan manifestasi dari besarnya sistem patriarkhi di mana laki-laki merupakan
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi atau mengarah kepada hal-hal seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Implementasi hak dan kewajiban istri sebagai narapidana tidak dapat
92 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Implementasi hak dan kewajiban istri sebagai narapidana tidak dapat dilakukan sebagaimana mestinya. Seorang narapidana merupakan seseorang yang kehilangan kemerdekaan
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA UPAYA PEMENUHAN KEBUTUHAN SEKSUAL NARAPIDANA LAKI-LAKI DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS I JAKARTA PUSAT TESIS
UNIVERSITAS INDONESIA UPAYA PEMENUHAN KEBUTUHAN SEKSUAL NARAPIDANA LAKI-LAKI DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS I JAKARTA PUSAT TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains
Lebih terperinciKUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON
KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON Disusun oleh: Nama : NIP : LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan satu periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, peneliti dapat
BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Ho diterima dan Ha ditolak. r=
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kriminalitas adalah sebuah permasalahan yang sering disajikan di berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kriminalitas adalah sebuah permasalahan yang sering disajikan di berbagai media, baik itu media elektronik sampai media cetak, yang terjadi baik di kota
Lebih terperinci2005). Hasil 62 survei di 12 negara dan mencakup narapidana menemukan tiap 6
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stres dapat mengenai semua orang dan semua usia. Stres baik ringan, sedang maupun berat dapat menimbulkan perubahan fungsi fisiologis, kognitif, emosi dan perilaku.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagi pembangunan. Ini berarti, bahwa pembinaan dan bimbingan yang. diberikan mencakup bidang mental dan keterampilan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum pembinaan dan bimbingan pemasyarakatan dilakukan melalui pendekatan pembinaan mental (agama, Pancasila, dan sosial masyarakat) meliputi pemulihan harga
Lebih terperinciSEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM
SEX EDUCATION Editor : Nurul Misbah, SKM ISU-ISU SEKSUALITAS : Pembicaraan mengenai seksualitas seringkali dianggap sebagai hal yang tabu tidak pantas dibicarakan dalam komunitas umum bersifat pribadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatakan bahwa setiap orang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya, kesehatan merupakan hak setiap manusia. Hal tersebut sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hanya sesuatu yang bersifat biologis dan fisik, tetapi semata juga merupakan suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku seksual memiliki nilai simbolik yang sangat besar sehingga dapat menjadi barometer masyarakat. Dari dahulu sampai sekarang, seksualitas bukan hanya
Lebih terperinciHUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA
HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA ABSTRACT Chusnul Chotimah Dosen Prodi D3 Kebidanan Politeknik Kebidanan Bhakti
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan pada deskripsi dan analisis data dari hasil penelitian maka pokok bahasan terakhir dari penulisan ini adalah kesimpulan dan saran. Kesimpulan
Lebih terperinciPentingnya Sex Education Bagi Remaja
Pentingnya Sex Education Bagi Remaja Oleh: Diana Septi Purnama, M.Pd dianaseptipurnama@uny.ac.id WWW.UNY.AC.ID Pendidikan seks adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang. Pengetahuan tentang seksualitas ataupun perkembangan seksual yang seharusnya dipahami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Terabaikannya pemenuhan hak-hak dasar warga binaan pemasyarakatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terabaikannya pemenuhan hak-hak dasar warga binaan pemasyarakatan (WBP), baik yang tercantum dalam UU No. 12 tahun 1995, yang didalamnya juga mencamtumkan 10 prinsip
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Sampai saat ini masalah seksualitas masih menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi sesuatu
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia. Menurut World Health Organization (WHO) sehat itu
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah elemen terpenting dalam kehidupan yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Menurut World Health Organization (WHO) sehat itu sendiri dapat diartikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Unwanted pregnancy atau dikenal sebagai kehamilan yang tidak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Unwanted pregnancy atau dikenal sebagai kehamilan yang tidak diinginkan merupakan suatu kondisi dimana pasangan tidak menghendaki adanya proses kelahiran dari suatu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan karakteristik..., Sarah Dessy Oktavia, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa transisi antara masa anak-anak dengan masa dewasa. Remaja dalam beberapa literatur biasanya merujuk pada usia 10-19 tahun. Badan Koordinasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keberadaan komunitas homoseksual ini sebenarnya telah diakui oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan komunitas homoseksual ini sebenarnya telah diakui oleh Indonesia, antara lain dengan adanya Peraturan Menteri Sosial No.8 / 2012 yang memasukan kelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. elektronik setiap tahunnya. Sepanjang tahun 2012 terjadi kejahatan setiap 91
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kejahatan di Indonesia menghiasi berbagai media cetak maupun elektronik setiap tahunnya. Sepanjang tahun 2012 terjadi kejahatan setiap 91 detik,terhitung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa dimana terjadi pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah harapan bangsa, sehingga tak berlebihan jika dikatakan bahwa masa depan bangsa yang akan datang akan ditentukan pada keadaan remaja saat ini. Remaja yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, dimana terjadi perubahan biologis, psikologis, dan sosial (Notoatmodjo, 2007). Salah satu
Lebih terperinciSTRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL
STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Sains Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah kesehatan fisik, mental dan sosial secara menyeluruh dalam semua hal berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsi-fungsi serta proses-prosesnya,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Sifilis bersifat kronik dan sistemik karena memiliki masa laten, dapat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO mendefinisikan, masa remaja (adolescence) di mulai sejak usia 10 tahun sampai 19 tahun. Salah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Pasal
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasar kodratnya, manusia ditakdirkan berpasang-pasangan membangun
BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasar kodratnya, manusia ditakdirkan berpasang-pasangan membangun keluarga melalui pernikahan lalu memiliki keturunan dan terkait dengan kecenderungan seksual
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Harga Diri 2.1.1 Definisi Harga Diri Beberapa ahli mengemukakan pendapat mengenai definisi harga diri diantaranya adalah Rosenberg 1965, dalam Taylor, Shelley E, et al.,2009
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak-anak yang menginjak usia remaja banyak yang melakukan perbuatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak-anak yang menginjak usia remaja banyak yang melakukan perbuatan kriminal yang tidak seharusnya dilakukan. Berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada Psikolog di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara berkembang, remaja merupakan bagian terbesar dalam populasi. Data demografi menunjukkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, sehingga setiap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, sehingga setiap kegiatan manusia atau masyarakat harus berdasarkan pada peraturan yang ada dan norma-norma yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus bangsa yang akan menjadi penopang bagi keberlangsungan bangsa tersebut. Untuk mewujudkan masa depan bangsa yang cerah, diperlukan pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Maryam, 2008). Secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki usia lanjut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari, terus-menerus, dan berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI. Skripsi
HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Rois Husnur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Menurut Clarke-Sweart & Friedman (dalam Hendriati 2006) masa remaja
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Penelitian Menurut Clarke-Sweart & Friedman (dalam Hendriati 2006) masa remaja merupakan masa transisi atau masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Remaja dalam memasuki masa peralihan tanpa pengetahuan yang memadai tentang seksual pranikah. Hal ini disebabkan orang tua merasa tabu membicarakan masalah seksual
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2009 menyebutkan bahwa pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan
BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2009 menyebutkan bahwa pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa untuk meningkatkan kesadaran,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur 10-19 tahun (WHO, 2015 a ). Jumlah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seksualitas merupakan bagian integral dari kepribadian yang tidak dapat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seksualitas merupakan bagian integral dari kepribadian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai salah satu bagian dari kesehatan reproduksi maka
Lebih terperinciPendidikan seksualitas remaja. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH
Pendidikan seksualitas remaja Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH 1 Pokok Bahasan Pendahuluan Alasan pentingnya pendidikan seksualitas remaja Manfaat pendidikan seksualitas remaja Pendidikan seksualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Tindakan kriminalitas merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu hukuman yang akan diberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal dan keberadaannya disadari sebagai sebuah realita di dalam masyarakat dan menimbulkan berbagai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 Perilaku seksual pranikah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang yang terjadi akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Perilaku seksual pranikah ini akan
Lebih terperinciPENDIDIKAN SEKS BAGI REMAJA. Diana Septi Purnama.
PENDIDIKAN SEKS BAGI REMAJA Diana Septi Purnama Email: dianaseptipurnama@uny.ac.id www.uny.ac.id Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gangguan Kesehatan Mental Remaja Kegagalan akademik dan sosial remaja di
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Perilaku seksual dapat diwujudkan dalam
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang menjadi sebuah kebutuhan dan paling penting dalam hidup seseorang agar dapat menjalani kehidupan secara aktif dan produktif. Apabila
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog Jerman Karoly Maria Benkert. Walaupun istilah ini tergolong baru tetapi diskusi tentang seksualitas
Lebih terperinciHUBUNGAN LAMA PERAWATAN PASIEN DENGAN MOTIVASI KEBUTUHAN SEKSUAL LAKI-LAKI USIA TAHUN DI RUMAH SAKIT UMUM ISLAM KUSTATI SURAKARTA
HUBUNGAN LAMA PERAWATAN PASIEN DENGAN MOTIVASI KEBUTUHAN SEKSUAL LAKI-LAKI USIA 21-55 TAHUN DI RUMAH SAKIT UMUM ISLAM KUSTATI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dialami manusia dari waktu ke waktu, bahkan sejak adam dan hawa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia hidup dalam era yang terus berkembang. Semakin hari semakin banyak perubahan dalam bidang apapun. Permasalahan dalam kehidupan yang semakin kompleks
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keseimbangan masukan dan pengeluaran asupan zat gizi. Asupan. ketiga zat gizi tersebut merupakan zat gizi makro yang diperlukan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status gizi merupakan status kesehatan yang dihasilkan dari keseimbangan masukan dan pengeluaran asupan zat gizi. Asupan energi dan zat gizi makro seperti protein
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah HIV merupakan famili retrovirus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia terutama limfosit (sel darah putih) dan penyakit AIDS adalah penyakit yang merupakan
Lebih terperinciSKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Oleh : ROBBI ARSYADANI J
PERBANDINGAN PERSEPSI MAHASISWA DARI LULUSAN BERBASIS UMUM DAN AGAMA TENTANG PERILAKU SEKS PRANIKAH DI LINGKUNGAN SEKITAR UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak yang tergantung menuju masa dewasa. Pada masa remaja individu menjadi mandiri serta terjadi perubahan fisik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Indonesia merupakan negara hukum. Hal itu dibuktikan melalui Undang-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan negara hukum. Hal itu dibuktikan melalui Undang- Undang Dasar 1945 pasal 3 yang berbunyi Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat terjadi pada nilai, norma sosial, serta pola interaksi dengan orang lain. Pada perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tuhan menciptakan jenis manusia menjadi dua yaitu pria dan wanita.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuhan menciptakan jenis manusia menjadi dua yaitu pria dan wanita. Setiap individu, baik pria maupun wanita memiliki peran masing-masing serta mengalami pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Sifat khas remaja mempunyai keingintahuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa remaja ini mengalami berbagai konflik yang semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada umumnya memiliki perilaku yang berbeda-beda sesuai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada umumnya memiliki perilaku yang berbeda-beda sesuai dengan kepribadian masing-masing. Perilaku adalah merupakan perbuatan atau tindakan dan perkataan seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pidana penjara adalah suatu bentuk pidana yang berupa pembatasan gerak yang dilakukan dengan menutup pelaku tindak pidana dalam sebuah Lembaga Pemasyarakatan,
Lebih terperinciKesehatan reproduksi dalam perspektif gender. By : Fanny Jesica, S.ST
Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender By : Fanny Jesica, S.ST DEFINISI KESEHATAN REPRODUKSI K E S P R Suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh, bebas dari penyakit dan kecacatan
Lebih terperincimengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun adalah suatu periode masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi hanya sekedar penjeraan bagi narapidana,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem hukum negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi hanya sekedar penjeraan bagi narapidana, tetapi merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena kejahatan di Indonesia saat ini, digambarkan oleh kondisi over crowded pada sekitar 400 Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) dan Rumah Tahanan Negara (RUTAN).
Lebih terperincimenempati posisi paling tinggi dalam kehidupan seorang narapidana (Tanti, 2007). Lapas lebih dikenal sebagai penjara. Istilah tersebut sudah sangat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat kriminalitas di Indonesia semakin meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2005, diperkirakan kejahatan yang terjadi sekitar 209.673 kasus, sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja adalah harapan bangsa, sehingga tak berlebihan jika dikatakan bahwa masa depan bangsa yang akan datang akan ditentukan pada keadaan remaja saat ini. Remaja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daniati, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Generasi muda merupakan generasi penerus bangsa yang nantinya akan meneruskan estafet kepemimpinan dan membangun negeri ini di masa yang akan datang. Tentu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga mempengaruhi
Lebih terperinciHUBUNGAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN DENGAN STATUS GIZI NARAPIDANA UMUM (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Semarang Tahun 2016)
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 5, Nomor 1, Januari 2017 (ISSN: 2356-3346) http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN DENGAN STATUS GIZI NARAPIDANA UMUM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyandang disabilitas merupakan bagian dari anggota masyarakat yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyandang disabilitas merupakan bagian dari anggota masyarakat yang memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara dan perlu mendapatkan perhatian khusus.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,
10 BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa, terutama kapasitas reproduksi yaitu perubahan alat kelamin dari tahap anak ke dewasa. Masa remaja yang
Lebih terperinciPENGARUH HARAPAN TERHADAP KECENDERUNGAN RESIDIVIS PADA NARAPIDANA DI LAPAS KLAS I MALANG
PENGARUH HARAPAN TERHADAP KECENDERUNGAN RESIDIVIS PADA NARAPIDANA DI LAPAS KLAS I MALANG Laily Lolita Sari_11410129 Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia dapat diibaratkan seperti gunung
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia dapat diibaratkan seperti gunung es yang hanya nampak puncaknya saja di permukaan, namun sebagian besar badan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masa remaja adalah suatu periode dalam hidup manusia. dimana terjadi transisi secara fisik dan psikologis yang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masa remaja adalah suatu periode dalam hidup manusia dimana terjadi transisi secara fisik dan psikologis yang umumnya berlangsung selama periode pubertas hingga dewasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikatakan masa yang paling menyenangkan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dikatakan masa yang paling menyenangkan dan berkesan.masa remaja terjadi setelah masa kanak-kanak dan sebelum masa dewasa (DeBrum dalam Jahja, 2011).
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. sebagian orang, internet merupakan suatu kebutuhan pokok yang tidak bisa
1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Internet menjadi salah satu bagian dari kehidupan masyarakat. Bagi sebagian orang, internet merupakan suatu kebutuhan pokok yang tidak bisa ditinggalkan. Berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki arti tersendiri di dalam hidupnya dan tidak mengalami kesepian.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari hubungannya dengan orang lain. Sebagai makhluk sosial kita memerlukan hubungan interpersonal secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, mengenal lingkungannya, dan mengenal masyarakat di sekitarnya. Remaja mulai memahami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini, anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas, cakupan dari disabilitas terdiri dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Disabilitas adalah evolving process yang didukung oleh proses interaksi antara lingkungan, masyarakat serta kebijakan yang menghambat penyandang disabilitas tidak mampu
Lebih terperinciPengaruh kepramukaan dan bimbingan orang tua terhadap kepribadian siswa kelas I SMK Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2005/2006. Oleh : Rini Rahmawati
Pengaruh kepramukaan dan bimbingan orang tua terhadap kepribadian siswa kelas I SMK Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2005/2006 Oleh : Rini Rahmawati NIM K 7402135 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Lebih terperinciABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA MENGENAI MASTURBASI DI SMP X DI KOTA CIMAHI TAHUN 2010
ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA MENGENAI MASTURBASI DI SMP X DI KOTA CIMAHI TAHUN 2010 Rhandika Adi Nugroho, 2010; Pembimbing I : dr. Dani, M.Kes Pembimbing II : dr. Rimonta F.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. massa baik elektronik maupun non-elektronik yang sepertinya setiap hari tak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini kriminalitas merupakan suatu hal yang kerap terjadi di berbagai tempat. Hal ini dapat di lihat pada lingkungan kita sendiri, dari media massa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan narapidana. Didalam UU No 12/1995 (kitab undang -undang hukum
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu yang ditahan di lembaga permasyarakatan biasanya disebut dengan narapidana. Didalam UU No 12/1995 (kitab undang -undang hukum pidana) tentang permasyarakatan
Lebih terperinci