BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Harga Diri Definisi Harga Diri Beberapa ahli mengemukakan pendapat mengenai definisi harga diri diantaranya adalah Rosenberg 1965, dalam Taylor, Shelley E, et al.,2009 yang menyatakan bahwa harga diri adalah hasil evaluasi tentang diri kita sendiri. Artinya, kita tidak hanya menilai seperti apa diri kita tetapi juga menilai kualitas-kualitas diri kita. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Coopersmith, yaitu harga diri adalah evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima, menolak,dan indikasi kepercayaan individu terhadap kemampuan, keberartian, kesuksesan, dan keberhargaan. Dalam istilah singkatnya, harga diri merupakan personal judgement. Selain Rosenberg dan Coopersmith, ahli lain yang mendefinisikan harha diri adalah Stuart dan Laraia pada tahun 1998 yang berpendapat bahwa harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga. Pengertian serupa juga dikemukakan oleh Crocker 8

2 9 & Wolfe pada tahun 2001, bahwa harga diri adalah keseluruhan pandangan diri yang menyangkut perasaan berharganya sebagai seorang manusia. Potter &Perry 2005 menambahkan harga diri adalah rasa dihormati, diterima, kompeten, dan bernilai. Orang dengan harga diri rendah sering merasa tidak dicintai dan sering mengalami depresi dan ansietas. Harga diri berfluktuasi sesuai dengan kndisi sekitarnya, meskipun inti dasar dari perasaan negatif dan positif dipertahankan. Baumeister, Tice, & Hutton mendefinisikan harga diri sebagai penilaian keseluruhan terhadap diri sendiri baik afektif maupun kognitif secara spesifik. Tingginya harga diri dilihat ketika seseorang merasa senang dan merasa memiliki kualitas-kualitas positif sedangkan dikatakan harga diri yang rendah ketika seseorang memiliki rasa ambivalen dan kurang yakin bahwa mereka memiliki kualitas positif. Pada dasarnya, keseluruhan pendapat para ahli harga diri memiliki makna yang senada. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa harga diri adalah penilaian individu terhadap kualitas dirinya sendiri yang berfluktuasi dengan kondisi sekitarnya. Penilaian ini bisa positif maupun negatif tergantung sejauh mana memandang kualitasnya. Jika individu memandang dirinya positif, ini diartikan dengan harga diri yang tinggi sedangkan negatif disebut dengan harga diri yang rendah.

3 Karakteristik Harga Diri Harga diri dapat dinilai dengan melihat bagaimana individu menilai dan mengevaluasi dirinya. Penilaian ini selanjutnya akan mempengaruhi perilaku individu dalam bertingkah laku. Penilaian ini terbagi atas 2 jenis yaitu harga diri yang tinggi dan rendah. Penilaian ini dibedakan berdasarkan karakteristiknya. Rossenberg dan Owens (dalam Larasati 2012) menjabarkan karakteristik masing-masing lebih rinci sebagai berikut: Tabel 1. Karakteristik Individu dengan Harga Diri Tinggi dan Rendah Harga diri tinggi Merasa puas dengan dirinya. Bangga menjadi diri sendiri. Harga diri rendah Merasa tidak puas dengan dirinya. Ingin menjadi orang lain atau berada diposisi orang lain. Lebih sering mengalami rasa senang dan bahagia. Menanggapi pujian dan kritik sebagai masukan. Dapat menerima kegagalan dan bangkit dari kekecewaan akibat gagal. Memandang hidup secara positif dan dapat mengambil sisi positif dari kejadian yang dialami. Lebih sering mengalami emosi yang negatif ( stress, sedih, marah). Sulit menerima pujian, tetapi terganggu oleh kritik. Sulit menerima kegagalan dan kecewa berlebihan saat gagal. Memandang hidup dan berbagai kejadian dalam hidup sebagai hal yang negatif.

4 11 Menghargai tanggapan orang lain Menganggap tanggapan orang lain sebagai umpan balik untuk sebagai kritikan yang mengancam. memperbaiki diri. Menerima peristiwa negatif yang terjadi pada diri dan berusaha memperbaikinya Mudah untuk berinteraksi, berhubungan dekat dan percaya pada orang lain Berani mengambil resiko Bersikap positif pada orang lain atau institusi yang terkait dengan dirinya Membesar-besarkan peristiwa negatif yang pernah dialaminya. Sulit untuk berinteraksi, berhubungan dekat dan percaya pada orang lain Menghindar dari resiko Bersikap negatif (sinis) pada orang lain atau institusi yang terkait dengan dirinya Optimis Berpikir konstruktif (dapat mendorong diri sendiri) Pesimis Berpikir tidak dapat membangun (merasa tidak dapat membantu diri sendiri) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri Setiap individu dapat memiliki harga diri yang berbeda-beda terutama pada masa remaja sampai dewasa. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi harga diri pada seseorang, diantaranya:

5 12 a. Faktor pengalaman Pengalaman merupakan suatu bentuk emosi, perasaan, tindakan, dan kejadian yang pernah dialami,dirasakan seseorang sehingga meninggalkan kesan dalam hidup seseorang (Yusuf 2000). Pengalaman yang menyenangkan akan berpengaruh terhadap harga diri tinggi dan rendah. b. Faktor gender atau jenis kelamin Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya tentang perbedaan harga diri berdasarkan jenis kelamin menunjukkan hasil bahwa remaja pria memiliki harga diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja wanita. Menurut Baumastier dan Pipher (dalam Haryono 2013) menyebutkan wanita cenderung memiliki harga diri negatif dibandingkan dengan pria. Hal ini disebabkan karena pengaruh stereotipe masyarakat yang memandang pria harus kelihatan tangguh dan mengekpresikan emosi.crain (dalam Haryono 2013) menambahkan bahwa laki-laki akan memiliki harga diri lebih tinggi bila memiliki fisik yang diinginkan, sedangkan wanita lebih kearah tingkah laku ataupun bersosialisasi akan meningkatkan nilai harga diri. c. Faktor fisik Fakktor fisik yang dapat mempengaruhi harga diri diantaranya adalah penampilan wajah, bentuk tubuh, warna kulit, dan lain-lain. Beberapa

6 13 orang cenderung memiliki harga diri yang tinggi apabila wajah dan bentuk tubuh yang dimiliki terlihat menarik. d. Faktor lingkungan Faktor lingkungan mencakup lingkungan keluarga dan teman sebaya. Misalnya jika orang tua mampu menerima kemampuan anaknya sebagaimana yang ada, maka anak akan dapat menerima dirinya sendiri. Semakin dewasa seseorang, maka semakin banyak pula orangorang di lingkungan sosialnya yang mempengaruhi pembentukan harga dirinya. e. Faktor status ekonomi Status ekonomi merupakan suatu yang mendasari perbuatan seseorang untuk memenuhi dorongan sosial yang memerlukan dukungan finansial yang berpengaruh pada kebutuhan hidup sehari-hari (Coopersmith, 1998). Status ekonomi yang memadai akan berpengaruh terhadap harga diri tinggi sedangkan yang tidak memadai akan berpengaruh terhadap harga diri rendah. f. Faktor tingkat intelegensi Semakin tingi tingkat intelegensi seseorang, maka semakin tinggi pula harga dirinya. Tingkat intelegensi berbanding lurus dengan harga diri seseorang. g. Faktor ras atau kebangsaan Seseorang dari kaum minoritas akan memiliki harga diri yang rendah saat berada ditengah ras mayoritas. Misalnya adalah seorang siswa

7 14 berkulit hitam akan memiliki harga diri yang lebih rendah saat bersekolah di sekolah mayoritas siswanya berkulit putih. h. Faktor urutan keluarga Anak tunggal cenderung memiliki harga diri lebih tinggi daripada anak-anak yang memiliki saudara kandung. Selain itu, anak laki-laki sulung yang memiliki adik kandung permpuan cenderung memiliki harga diri yang lebih tinggi. Coopersmith (1967, dalam Emil 2003) mengemukakan bahwa ada 4 faktor terpenting (critical factors) yang mempengaruhi harga diri, yaitu: a. Banyaknya dukungan, kepedulian, perhatian yang diterima oleh individu dari orang-orang terdekat dan terpenting dalam hidupnya b. Sejarah keberhasilan individu dan keterkaitan dengan komunitas di masyarakat c. Pengalaman hidup dan cara individu menginterpretasikan atau menasirkannya kedalam kehidupan saat ini d. Sikap individu dalam merespon evaluasi Komponen Harga Diri Felker (Ramadhan 2012) menyatakan bahwa terdapat tiga komponen harga diri, yaitu:

8 15 a. Perasaan diterima (Feeling of Belonging) Perasaan individu bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu kelompok dan dirinya diterima seperti dihargai oleh anggota kelompoknya. Kelompok ini dapat berupa keluarga kelompok teman sebaya, atau kelompok apapun. Individu akan memiliki penilaian yang positif tentang dirinya apabila individu tersebut merasa diterima dan menjadi bagian dalam kelompoknya. Namun individu akan memilliki penilaian negatif tentang dirinya bila perasaan tidak diterima, misalnya perasaan seseorang pada saat menjadi anggota kelompok tertentu. b. Perasaan mampu (Feeling of Competence) Perasaan dan keyakinan individu akan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri dalam mencapai suatu hasil yang diharapkan, misalnya perasaan seseorang pada saat mengalami keberhasilan atau kegagalan. c. Perasaan Berharga (Feeling of Worth) Perasaan ketika individu merasa dirinya berharga atau tidak, dimana perasaan ini banyak dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu. Perasaan yang dimiliki individu yang sering kali ditampilkan dan berasal dari pernyataan-pernyataan yang sifatnya pribadi seperti pintar, sopan, tampan atau cantik, baik dan lain sebagainya.

9 Aspek Harga Diri Brown (Christia 2007), mengemukakan beberapa aspek harga diri, diantaranya: a. Global self esteem Variabel keseluruhan dalam diri individu secara keleluruhan dan relatif menetap dalam berbagai waktu dan situasi. b. Self evaluation Cara seseorang dalam mengevaluasi variabel dan atribusi yang terdapat pada diri mereka. Misalnya ada seseorang yang kurang yakin akan kemampuannya di sekolah, maka bisa dikatakan bahwa ia memiliki harga diri rendah dibidang akademis, sedangkan seseorang yang berpikir bahwa ia terkenal dan cukup disukai oleh orang lain, maka bisa dikatakan memiliki harga diri tinggi. c. Emotion Keadaan emosi sesaat terutama sesuatu yang muncul sebagai konsekuensi positif dan negatif. Hal ini terlihat ketika seseorang menyatakan bahwa pengalaman yang terjadi pada dirinya meningkatkan atau menurunkan harga diri mereka. Misalnya seseorang memiliki harga diri yang tinggi karena mendapat promosi jabatan, atau seseorang memiliki harga diri yang rendah setelah mengalami perceraian.

10 Dimensi Harga Diri Coopersmith dalam Meliala 2009 mengemukakan bahwa harga diri memiliki beberapa dimensi. Pertama adalah significance, yang merupakan penerimaan, perhatian, dan kasih sayang yang diterima dari orang lain. Penerimaan ditandai oleh kehangatan, respon positif, ketertarikan, serta rasa suka terhadap individu apa adanya. Perwujudan dari rasa penghargaan serta ketertarikan tersebut secara umum dikategorikan dengan istilah penerimaan (acceptance) dan popularitas (popularity), dan kebalikannya adalah penolakan serta isolasi. Dampak utama dari perlakuan serta perwujudan kasih sayang tersebut adalah tumbuhnya perasaan dihargai yang merupakan refleksi dari penghargaan yang diterima dari orang lain. Semakin banyak orang menunjukkan sikap serupa terhadap mereka, dan semakin sering hal itu terjadi, maka akan semakin besar pula kemungkinan tumbuhnya pemahaman yang positif akan diri mereka. Dimensi yang kedua adalah power, yang merupakan kekuatan. Hal ini diartika sebagai kemampuan seseorang untuk mempengaruhi terjadinya sesuatu dengan mengendalikan sikap dirinya maupunorang lain. Secara umum pengaruhnya dapat dilihat dari pengakuan dan penghargaan yang diterima dari orang lain serta sejauh mana orang lain menghargai hak dan ide-idenya. Competence adalah dimensi yang ketiga dari harga diri. Dimensi ini merupakan tingkat dimana penampilan adau performansi yang tinggi dalam pelaksanaan tugas-tugas yang bervariasi. Dimensi yang terakhir

11 18 adalah virtue, yang merupakan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip etis, moral, dan agama. Individu mematuhi pri prinsip-prinsip etis, moral, dan agama yang telah diteriamanya dan diinternalisasi. Kepatuhan-kepatuhan tersebut menimbulkan sikap positif terhadap keberhasilan Pembagian Masa Dewasa Masa dewasa biasanya dimulai sejak usia 18 tahun hingga kira-kira usia 40 tahun dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu bersamaan dengan masalah-masalah penyesuaian diri dan harapan-harapan terhadap perubahan tersebut (Jahja,2011). Elizabeth B. Hurlock membagi masa dewasa menjadi tiga bagian, yaitu: a. Masa Dewasa Awal ( Masa Dewasa Dini/ Young Adult) Masa dewasa awal (21-40 tahun) merupakan masa pencarian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi sosial, komitmen, dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru. b. Masa Dewasa Madya (Middle Adulthood) Masa dewasa Madya berlangsung dari umur 41 hingga 60 tahun. Ciri-ciri yang menyangkut pribadi dan sosial antara lain; masa dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya untuk memasuki ciri yang baru.

12 19 c. Masa Dewasa Lanjut (Masa Tua/Older Adult) Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai dari umur 60 tahun hingga akhir hayat, yang ditandai dengan adanya perubahan fisik dan psikologis yang semakin menurun. 2.2 Narapidana Narapidana berasal dari dua kata, yaitu Nara dan Pidana. Nara berarti orang, dan pidana adalah hukuman dan kejahatan (pembunuhan, perampokan, narkoba, korupsi, pencurian, dan lain-lain), sehingga menurut asal katanya, narapidana merupakan orang yang melakukan kejahatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, narapidana adalah orang hukuman atau orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak pidana. Sedangkan dalam UU No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS. Dalam KUHP Pasal 21 dirincikan bahwa seseorang dipidana sebagai pembuat tindak pidana (narapidana), adalah setiap orang yang: a. Melakukan sendiri tindak pidana b. Melakukan tindak pidana dengan perantaraan alat atau menyuruh orang lain yang tidak dapat dipertanggungjawabkan; c. Turut serta melakukan; atau d. Memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman kekerasan, atau

13 20 penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, memancing orang lain supaya melakukan tindak pidana. Menurut ilmu kriminologi (dalam Siregar 2013), tindak pidana dibagi kedalam penggolongan pelaku tindak pidana (narapidana) sesuai dengan perbuatan-perbuatan yang dilakukan yaitu narapidana baru atau pelanggar hukum bukan residivis (mono deliquent) dan residivis Narapidana Baru Narapidana adalah manusia yang tengah mengalami krisis, tengah berada di persimpangan jalan, tengah mengalami disosialisasi dengan masyarakat, tengah merencanakan kehidupan baru setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan/ Rutan. Tepat sekali jika narapidana harus mengenal diri sendiri, agar mampu memutuskan dan melakukan tindakan untuk mengubah diri sendiri, agar mempunyai kemauan untuk melakukan perubahan (Harsono 1995). Narapidana baru merupakan pelanggar hukum bukan residivis yang mempunyai istilah khusus yaitu, mono deliquent atau first offenders. Tiada seorang pun dapat dipidana atau dikenakan tindakan, kecuali perbuatan yang dilakukan telah ditetapkan sebagai tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat perbuatan itu dilakukan.

14 Residivis Residivis atau pelaku tindak pidana yang berulang berasal dari bahasa Perancis yang terdiri dari 2 kata yaitu Re dan Cado. Re berarti lagi, dan Cado berarti jatuh, sehingga berdasarkan asal katanya dapat didefinisikan bahwa residivis adalah jatuh lagi untuk kedua kalinya. Dalam KUHP tahun 2012 dalam pasal 24 paragraf 6 tertera bahwa residivis yang melakukan pengulangan tindak pidana lagi dalam waktu 5 (lima) tahun sejak: a. Menjalani seluruh atau sebagian pidana pokok yang dijatuhkan; b. Pidana pokok yang dijatuhkan telah dihapuskan; atau c. Kewajiban menjalani pidana pokok yang dijatuhkan belum daluarsa Lembaga Pemasyarakatan Menurut UU RI No. 12 Tahun 1995 Lembaga Pemasyarakatan merupakan tempat pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan (Pasal 6 ayat 1). Lembaga ini merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana (Pasal 1 ayat 1). Pembinaan dimaksud dilakukan terhadap narapidana baik dewasa maupun anak didik. Dahulu Lembaga Pemasyarakatan mempunyai nama yang dikenal dengan penjara, namun telah diubah berdasarkan pearuran perundang-undangan. Dikatakan Pemasyarakatan karena merupakan lembaga dengan sistem suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat

15 22 untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab (Pasal 1 ayat 2). Lembaga Pemasyarakatan atau yang lebih dikenal dengan lapas didirikan disetiap ibukota kabupaten atau kotamadya (Pasal 4 ayat 1) Dampak Psikologis Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Harsono (1995) mengatakan bahwa narapidana sebenarnya tidak hanya dihukum secara fisik, namun juga secara psikologis. Hukuman psikologis ini bahkan lebih berat dibanding fisik sehingga memerlukan perhatian ekstra. Harsono (1995) menyatakan ada beberapa dampak psikologis yang dialami narapidana di Lapas, yaitu: a. Loos of personality Seorang narapidana diselam dipidana akan kehilangan kepribadian diri, identitas diri akibat peraturan dan tata cara hidup di Lapas terutama karena selama menjalani pidana, semua diperlakukan sama tanpa memandang perbedaan kebutuhan antar narapidana. b. Loos of security Selama proses pemidanaan, narapidana selalu mendapat pengawasan dari petugas. Seseorang yang terus menerus diawasi akan merasa kurang aman, merasa selalu dicurigai, dan merasa selalu tidak dapat

16 23 berbuat sesuatu atau bertindak, karena takut kalau tindakannya merupakan suatu kesalahan yang dapat berakibat hukum dan dikenakan sanksi. c. Loos of liberty Pidana hilang kemerdekaan telah merampas berbagai kemerdekaan individual, misalnya kemerdekaan berpendapat, membaca surat kabar dengan leluasa, melakukan hobi, dan masih banyak lagi. Keadaan yang demikian menyebabkan narapidana menjadi tertekan jiwanya. d. Loos of personal communication Kebebasan untuk berkomunikasi dengan siapa pun juga terbatasi. Keterbatasan ini ddisebabkan karena setiap pertemuan dengan relasi dan keluarga pasti mendapat mengawasan dan keterbatasan watu berdasarkan aturan. e. Loos of good and service Narapidana juga merasakan kehilangan akan pelayanan. Dalam Lapas, narapidana harus mampu mengurus dirinya sendiri. Hilangnya pelayanan menyebabkan narapidana kehilangan rasa affection, kasih sayang yang biasanya didapat di rumah. Hal ini menyebabkan sesorang menjadi garang, cepat marah, atau melakukan hal-hal lain sebagai kompetensi kejiwaannya. f. Loos of heterosexual Selama menjalani pidana, narapidana ditempatkan disetiap blok sesuai dengan jenis kelaminnya. Penempatan ini menyebabkan narapidana

17 24 merasa bahwa naluri seks, kasih sayangnya terampas hal ini juga bisa menimbulkan penyimpangn seksual seperti lesbian, homoseks, masturbasi, dan lain-lain. g. Loos of prestige Narapidana kehilangan harga dirinya. Bentuk- bentuk perlakuan dari petugas terhadap narapidana telah membuat narapidana merasakan terampasnya harga diri. Misalnya, penyediaan tempat mandi yang terbuka untuk mandi bersama-sama, WC yang terbuka, kamar tidur (sel) yang hanya berpintu terali besi. h. Loos of belief Hilangnya kepercayaan pada narapidana disebabkan karena hilangnya rasa percaya diri mereka akibat tidak adanya rasa aman dan berbagai perampasan kemerdekaan. i. Loos of creativity Pemidanaan di Lapas juga menyebabkan narapidana mengalami kehilangan kreativitas, seperti ide-ide, gagasan, imajinasi, bahkan impian dan juga ideal dirinya. 2.3 Harga Diri Narapidana Narapidana adalah manusia yang sedang menjalani pembinaan dan kurungan di Lembaga Pemasyarakatan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan berdasarkan berat dan jenis kejahatan yang telah dilakukan oleh sesorang. Hukuman kurungan ini membuat narapidana menjadi seseorang berada

18 25 di dalam komunitas tersendiri dan terpisah dari kehidupan normal yang sebelumnya dijalani. Status sebagai narapidana merupakan bagian kehidupan yang rumit dan butuh adaptasi keseluruhan aspek diri sehingga sering menimbulkan dampak buruk pada diri. Dampak yang paling sering terjadi adalah pada psikologis narapidana. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Harsono, bahwa salah satu dampak psikologis pada narapidana adalah loos of prestige dikarenakan lapas adalah tempat yang memiliki aturan yang merampas harga dirinya. Hidayat (2009) melalui penelitiannya menyatakan bahwa narapidana merasa dirinya telah ditolak oleh keluarga bahkan masyarakat, sehingga kompensasi yang dilakukan adalah menarik diri dari lingkungannya dan cenderung menolak untuk berintreaksi dengan orang lain. Narapidana juga cenderung menyendiri dan mengurung diri karena hal itulah yang membuat mereka nyaman. Tindakan menarik diri yang dilakukan oleh individu merupakan salah satu karakteristik seeorang yang memiliki harga diri rendah. Penelitian yang yang sejalan dengan hasil harga diri, yaitu konsep diri narapidana remaja putri di lapas anak Medan oleh Siregar, K (2008) juga menunjukkan hasil yang sejalan. Narapidana merasa bahwa tidak akan berguna lagi setelah keluar dari lapas. Perasaan tidak berguna merupakan tanda seseorang mengalami harga diri rendah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harga Diri 1. Pengertian Harga Diri Menurut Coopersmith (1967 ; dalam Sert, 2003; dalam Challenger, 2005; dalam Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.A. Penyesuaian Diri terhadap Pensiun II.A.1. Penyesuaian diri Calhoun dan Acocella (1990) menyatakan bahwa penyesuaian diri merupakan interaksi individu yang kontinu dengan diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Tindakan kriminalitas merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu hukuman yang akan diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari paksaan fisik, orang yang tidak dirampas hak-haknya, orang yang

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari paksaan fisik, orang yang tidak dirampas hak-haknya, orang yang BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Manusia selain makhluk sosial juga merupakan makhluk yang bebas yang terlepas dari paksaan fisik, orang yang tidak dirampas hak-haknya, orang yang terlepas dari tekanan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil BAB II URAIAN TEORITIS Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pemasyarakatan ini merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pemasyarakatan ini merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lembaga Pemasyarakatan ini merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Penghuni lapas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan kemudian dipertahankan oleh individu dalam memandang dirinya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Harga Diri 1.1. Pengertian harga diri Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima, menolak, dan indikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional. Pada masa ini, individu

Lebih terperinci

Hubungan antara Social Support dengan Self Esteem pada Andikpas di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandung

Hubungan antara Social Support dengan Self Esteem pada Andikpas di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Hubungan antara Social Support dengan Self Esteem pada Andikpas di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandung 1 Haunan Nur Husnina, 2 Suci Nugraha 1,2 Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dari anak-anak menuju dewasa, dimana terjadi kematangan fungsi fisik, kognitif, sosial, dan emosional yang cepat pada laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik artinya orang tersebut memiliki kecerdasan emosional. Bar-On (1992,

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik artinya orang tersebut memiliki kecerdasan emosional. Bar-On (1992, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Goleman (2001) kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu berinteraksi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Sebagai anggota masyarakat, individu harus mematuhi norma-norma yang berlaku, agar tercapai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. gambaran harga diri (self esteem) remaja yang telah melakukan seks di luar nikah

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. gambaran harga diri (self esteem) remaja yang telah melakukan seks di luar nikah BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai gambaran harga diri (self esteem) remaja yang telah melakukan seks di luar nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan suatu periode transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa (Santrock, 2012). Remaja merupakan usia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

MENGELOLA STRESS DAN MENGENDALIKAN EMOSI. dr Gunawan Setiadi Tirto Jiwo, Pusat Pemulihan dan Pelatihan Gangguan Jiwa

MENGELOLA STRESS DAN MENGENDALIKAN EMOSI. dr Gunawan Setiadi Tirto Jiwo, Pusat Pemulihan dan Pelatihan Gangguan Jiwa MENGELOLA STRESS DAN MENGENDALIKAN EMOSI dr Gunawan Setiadi Tirto Jiwo, Pusat Pemulihan dan Pelatihan Gangguan Jiwa STRESS Segala kejadian (masa lalu/ masa datang) yang menimbulkan perasaan tidak enak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja (adolescence) sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam tata urutan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Undang- Undang dasar 1945 hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Berdasarkan laporan Statistik Kriminal 2014, jumlah kejadian kejahatan (total crime) di

Bab I Pendahuluan. Berdasarkan laporan Statistik Kriminal 2014, jumlah kejadian kejahatan (total crime) di Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Berdasarkan laporan Statistik Kriminal 2014, jumlah kejadian kejahatan (total crime) di Indonesia pada tahun 2013 adalah 342.084 kasus sehingga dapat ditetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri pada dasarnya adalah kemampuan dasar untuk dapat menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) menyatakan bahwa kepercayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kalangan pakar pakar ilmu pengetahuan, ilmu hukum, dan juga ilmu

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kalangan pakar pakar ilmu pengetahuan, ilmu hukum, dan juga ilmu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini, tindak kejahatan korupsi telah menjadi sasaran pembahasan dalam berbagai kalangan pakar pakar ilmu pengetahuan, ilmu hukum, dan juga ilmu psikologi. Korupsi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Self-Esteem 2.1.1 Pengertian Self-Esteem Menurut Rosenberg (dalam Mruk, 2006), Self-Esteem merupakan bentuk evaluasi dari sikap yang di dasarkan pada perasaan menghargai diri

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA KONSEP KEGIATAN. penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih

BAB II KERANGKA KONSEP KEGIATAN. penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih BAB II KERANGKA KONSEP KEGIATAN 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Percaya Diri Percaya Diri (Self Confidence) adalah meyakinkan pada kemampuan dan penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumtif 2.1.1 Definisi Perilaku Konsumtif Menurut Fromm (1995) perilaku konsumtif merupakan perilaku yang ditandai oleh adanya kehidupan berlebihan dan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menimbulkan stress. Keinginan untuk mendapatkan penerimaan (acceptance)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menimbulkan stress. Keinginan untuk mendapatkan penerimaan (acceptance) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penolakan Sosial 2.1.1 Konsep Penolakan Sosial Penolakan merupakan keadaan yang sangat umum dan berpotensi untuk menimbulkan stress. Keinginan untuk mendapatkan penerimaan (acceptance)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Ayah 1. Definisi Peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun informal (Supartini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. timbul berbagai macam bentuk-bentuk kejahatan baru. Kejahatan selalu

BAB I PENDAHULUAN. timbul berbagai macam bentuk-bentuk kejahatan baru. Kejahatan selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini kejahatan semakin berkembang sesuai dengan perkembangan zaman terutama dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga timbul berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga yang dialami oleh Lisa. Lisa disiram air keras oleh suaminya sendiri

BAB I PENDAHULUAN. tangga yang dialami oleh Lisa. Lisa disiram air keras oleh suaminya sendiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan dalam rumah tangga akhir-akhir ini banyak dibicarakan baik dalam media cetak maupun media elektronik. Seperti kasus kekerasan rumah tangga yang dialami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Fenomena remaja yang terjadi di Indonesia khususnya belakangan ini terjadi penurunan atau degredasi moral. Dalam segala aspek moral, mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahap-tahap perkembangan mulai dari periode pranatal sampai pada masa usia lanjut

BAB I PENDAHULUAN. tahap-tahap perkembangan mulai dari periode pranatal sampai pada masa usia lanjut BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Penelitian Perubahan terjadi pada manusia seiring dengan berjalannya waktu melalui tahap-tahap perkembangan mulai dari periode pranatal sampai pada masa usia lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama seperti halnya tahap-tahap perkembangan pada periode sebelumnya, pada periode ini, individu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang pelatihan berpikir optimis untuk meningkatkan harga diri pada remaja di panti asuhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan yang dianut oleh penduduknya. Masing-masing agama memiliki pemuka agama. Peranan pemuka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pidana penjara termasuk salah satu jenis pidana yang kurang disukai, karena

I. PENDAHULUAN. Pidana penjara termasuk salah satu jenis pidana yang kurang disukai, karena I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pidana penjara termasuk salah satu jenis pidana yang kurang disukai, karena dilihat dari sudut efektivitasnya maupun dilihat dari akibat negatif lainnya yang menyertai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja pada umumnya memang senang mengikuti perkembangan trend agar tidak ketinggalan jaman. Seperti yang dikutip dari sebuah berita alasan remaja menyukai belanja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia memerlukan norma atau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Normative Social Influence 2.1.1 Definisi Normative Social Influence Pada awalnya, Solomon Asch (1952, dalam Hogg & Vaughan, 2005) meyakini bahwa konformitas merefleksikan sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. Kenakalan Remaja 1. Pengertian Kenakalan Remaja Kenakalan remaja (juvenile delinquency) mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keseluruhan, termasuk karakteristik fisik dan fungsional dan sikap. terhadap karakteristik tersebut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keseluruhan, termasuk karakteristik fisik dan fungsional dan sikap. terhadap karakteristik tersebut. 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body Image Menurut Schilder (dalam Carsini, 2002), body image adalah gambaran mental yang terbentuk tentang tubuh seseorang secara keseluruhan, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencapai tujuan. Komunikasi sebagai proses interaksi di antara orang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencapai tujuan. Komunikasi sebagai proses interaksi di antara orang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi sosial harus didahului oleh kontak dan komunikasi. Komunikasi sebagai usaha untuk membuat satuan sosial dari individu dengan mengunakan bahasa atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupuan psikologis, yang tentunya bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pasal 3 UU Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Sebelum dikenal istilah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sugiyono (2008:119) mengemukakan bahwa metode komparatif atau ex post facto

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sugiyono (2008:119) mengemukakan bahwa metode komparatif atau ex post facto BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, karena dalam proses penelitiannya menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran baru mengenai pemidanaan yang tidak lagi sekedar penjeraan tapi juga merupakan suatu usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Orang Tua 1. Pengertian Orang tua adalah orang yang lebih tua atau orang yang dituakan, terdiri dari ayah dan ibu yang merupakan guru dan contoh utama untuk anakanaknya karena

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun. Menurut Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemasyarakatan mengalami keadaan yang jauh berbeda dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemasyarakatan mengalami keadaan yang jauh berbeda dibandingkan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya seseorang yang melanggar norma hukum lalu dijatuhi hukuman pidana dan menjalani kesehariannya di sebuah Lembaga Pemasyarakatan mengalami keadaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak kejahatan atau perilaku kriminal selalu menjadi bahan yang menarik serta tidak habis-habisnya untuk dibahas dan diperbincangkan, masalah ini merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi Merokok 1. Definisi frekuensi Frekuensi berasal dari bahasa Inggris frequency berarti kekerapan, keseimbangan, keseringan, atau jarangkerap. Smet (1994) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak termasuk golongan dewasa dan juga bukan golongan anak-anak, tetapi remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak termasuk golongan dewasa dan juga bukan golongan anak-anak, tetapi remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah suatu periode dalam perkembangan individu yang mengalami perubahan dari masa anak-anak menuju dewasa. Remaja memiliki arti yang khusus, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1996). Mahasiswa yang dimaksud adalah individu yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bebas terlepas dari paksaan fisik, individu yang tidak diambil hak-haknya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bebas terlepas dari paksaan fisik, individu yang tidak diambil hak-haknya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain mahluk sosial juga merupakan mahluk individual yang bebas terlepas dari paksaan fisik, individu yang tidak diambil hak-haknya, individu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada rentang usia remaja, yaitu berkisar antara 12-15 tahun (Lytha, 2009:16). Hurlock (1980:10) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup, artinya secara fisik individu akan terus tumbuh namun akan berhenti

Lebih terperinci

PROFIL NARAPIDANA BERDASARKAN HIERARKI KEBUTUHAN ABRAHAM MASLOW. Skripsi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

PROFIL NARAPIDANA BERDASARKAN HIERARKI KEBUTUHAN ABRAHAM MASLOW. Skripsi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta PROFIL NARAPIDANA BERDASARKAN HIERARKI KEBUTUHAN ABRAHAM MASLOW Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tentunya mengharapkan kehidupan di masa yang akan datang dapat dilalui dengan baik dan mendapatkan kualitas hidup yang baik. Namun dalam prosesnya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya berdasarkan cara berpakaian, cara berjalan, cara duduk, cara bicara, dan tampilan

Lebih terperinci

KEBUTUHAN HARGA DIRI DAN KONSEP DIRI NIKEN ANDALASARI

KEBUTUHAN HARGA DIRI DAN KONSEP DIRI NIKEN ANDALASARI 1 KEBUTUHAN HARGA DIRI DAN KONSEP DIRI NIKEN ANDALASARI Apakah harga diri atau self esteem itu? Coopersmith (Gilmore, 1974) mengemukakan bahwa:.self esteem is a personal judgement of worthiness that is

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks dimana individu baik laki-laki maupun perempuan mengalami berbagai masalah seperti perubahan fisik, perubahan emosi,

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan)

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai

BAB II KAJIAN TEORI. karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai BAB II KAJIAN TEORI A. Kepuasan Kerja 1. Pengertian Kepuasan Kerja Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari tempat kerjanya. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat

Lebih terperinci