BAB 3 PERUMUSAN INDIKATOR - INDIKATOR BENCANA TSUNAMI DI KOTA PADANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 PERUMUSAN INDIKATOR - INDIKATOR BENCANA TSUNAMI DI KOTA PADANG"

Transkripsi

1 BAB 3 PERUMUSAN INDIKATOR - INDIKATOR BENCANA TSUNAMI DI KOTA PADANG Pada bahagian ini akan dilakukan perumusan indikator indikator dari setiap faktor faktor dan sub faktor risiko bencana yang sudah dirumuskan pada bab terdahulu, Dari indikator inikator bencana tsunami tersebut, kemudian akan dilihat gambaran kondisi dari setiap indikator tersebut di Kota Padang. Pemilihan indikator digunakan dengan memakai berbagai kriteria, seperti dibawah ini: Validitas Dalam hal ini dimaksudkan bahwa indikator-indikator terpilih mewakili konsep faktor dan sub-faktor yang diwakilinya. Ketersediaan Data Indikator yang terpilih dapat terukur oleh data yang tersedia Terukur Indikator yang terpilih harus terukur, oleh karena itu pemilihan indikator cenderung yang bersifat kuantitatif dibandingkan kualitatif 3.1 Indikator faktor Bahaya (Hazard) Dari sub faktor bahaya tsunami yang ada seperti : genangan air, kontaminasi air asin pada lahan pertanian, kerusakan lingkungan dan tumbuhan, maka dalam studi ini yang digunakan adalah genangan air, yang sesuai dengan kriteria pemilihan indikator yang digunakan. Berdasarkan sub faktor genangan air, maka indikator yang dipilih dalam studi ini juga yang sesuai dengan pengaruhnya terhadap genangan air, yaitu: 1. Jarak Rendaman Tsunami 2. Elevasi dari permukaan laut 3. Jarak dari sungai 41

2 Dari analisis ketiga indikator bahaya diatas yang akan dilakukan pada bab 4, akan didapatkan peta kawasan rawan tsunami di Kota Padang. Dari peta bahaya tsunami ini akan dapat terlihat jumlah kelurahan yang tergenang apabila Tsunami terjadi, luas daerah yang tergenang, populasi penduduk yang tinggal di daerah genangan dan lainnya. Gambar. 3.1 Kondisi indikator elevasi di Kota Padang 42

3 Gambar. 3.2 Jarak wilayah Kota Padang dari Pantai Untuk indikator elevasi Kota Padang, dari gambar 3.1 terlihat bahwa terdapat 5 (lima) kecamatan yang mempunyai elevasi sangat rendah dari permukaan laut, yaitu: Kecamatan Padang Selatan, kecamatan Padang Barat, kecamatan Padang Utara, Kecamatan Koto Tangah, dan Kecamatan Bungus Teluk Kabung, sedangkan daerah yang berada di bahagian Timur Kota Padang umumnya berada pada elevasi yang tinggi dari permukaan laut, seperti kecamatan Lubuk Kilangan yang elevasi wilayahnya ada yang mencapai 2000 m diatas permukaan laut. Apabila dilihat dari kedekatannya dengan garis pantai, maka untuk kota Padang juga terdapat 5 (lima) kecamatan yang sebahagian besar wilayahnya berada di dekat pantai, yaitu kecamatan Padang Selatan, kecamatan Padang Barat, kecamatan Padang Utara, kecamatan Koto Tangah dan kecamatan Bungus Teluk Kabung. Kota Padang sendiri wilyahnya dilewati oleh beberapa buah sungai, tetapi yang besar ada 5 43

4 (lima), sungai, yaitu: Batang Kutanji, Batang Arau, Banjir kanal, Batang kandis, dan Batang Aru. 3.2 Indikator faktor Kerentanan (Vulnerability) Faktor kerentanan terdiri dari 3 (tiga) faktor, yaitu: 1. Kerentanan fisik/infrastruktur 2. Kerentanan Sosial 3. Kerentanan Ekonomi. Faktor kerentanan mempunyai bobot yang sama dengan faktor bahaya, karena mempunyai pengaruh yang sama terhadap tingkat risiko. Kerentanan fisik dan kerentanan sosial mempunyai bobot yang sama dan jauh lebih besar dari kerentanan ekonomi, karena keselamatan manusia mempunyai nilai yang jauh lebih tinggi daripada kerugian materi. Pada studi ini indikator kerentanan yang dipakai mengacu kepada yang digunakan oleh Firmansyah (1997) karena indikator bencana yang digunakan bersifat umum dan dapat digunakan untuk bencana tsunami dengan penyesuaian pada indikator ekonomi. Untuk indikator ekonomi, indikator yang digunakan untuk pekerjaan yang rentan adalah nelayan, karena pekerjaan nelayan merupakan pekerjaan yang kena dampak yang besar jika terjadi tsunami. Untuk itu, maka indikator kerentanan yang digunakan dalam studi ini adalah: X v1 : Persentase kawasan terbangun X v2 : Persentase bangunan darurat X v3 : kepadatan penduduk X v4 : Persentase penduduk usia tua dan balita X v5 : Persentase penduduk wanita X v6 : Persentase rumah tangga dengan mata pencaharian sektor rentan X v7 : Persentase rumah tangga miskin 44

5 Indikator kerentanan fisik/infrastruktur ditunjukkan oleh X v1 sampai dengan X v2, kerentanan sosial oleh X v3 sampai dengan X v5, dan kerentanan ekonomi oleh. X v6 sampai dengan X v Kerentanan Fisik/infrastruktur Kerentanan fisik/infrastruktur menggambarkan perkiraan tingkat kerusakan terhadap fisik atau infrastruktur bila ada suatu faktor bahaya (hazard) tertentu. Kerentanan fisik ini berkaitan dengan keberadaan bangunan dan infrastruktur kota. Indikator indikator dari kerentanan fisik/infrastruktur ini adalah sebagai berikut: 1 Persentase kawasan terbangun. Semakin besar persentase kawasan terbangun di perkotaan, maka akan semakin rentan akan bahaya tsunami, karena besaran obyek yang mungkin terkena bahaya tsunami semakin besar. Persentase kawasan terbangun dapat terlihat pada gambar Persentase bangunan semi permanen. Kualitas suatu bangunan merupakan suatu indikator keentanan fisik (ICE,1995:Awotona,1997:154). Kualitas konstruksi bangunan yang dianggap rentan terhadap bahaya berdasarkan data yang ada adalah bangunan semi permanen. Semakin besar persentase bangunan semi permanen di perkotaan, maka akan semakin rentan akan bahaya tsunami. Persentase bangunan semi permanen dapat terlihat pada gambar

6 Gambar.3.3 Kondisi indikator kawasan terbangun di Kota Padang Dari gambar 3.3 terlihat bahwa kondisi lahan terbangun dengan persentase yang tinggi terdapat pada pusat Kota Padang, relatif hanya pada 4 (empat) kecamatan, yaitu Padang Selatan, Padang Barat, Padang Timur, dan Padang Utara. Dari 4(empat) kecamatan ini semuanya berlokasi sangat dekat dengan pantai, kecuali kecamatan Padang Timur. Sedangkan untuk bangunan semi permanen di kota Padang, kebanyakan berlokasi pada pinggiran Kota Padang, seperti pada Kecamatan Koto Tangah, kecamatan Nanggalo, kecamatan Kuranji, kecamatan Lubuk Kilangan, dan Kecamatan Bungus Teluk Kabung. 46

7 Gambar. 3.4 Kondisi indikator bangunan darurat pada daerah penelitian tsunami di Kota Padang Kerentanan sosial kependudukan Kerentanan sosial kependudukan menggambarkan perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan/kesehatan penduduk, bila terjadi bahya tsunami. Kerentanan sosial kependudukan ini berkaitan dengan karakteristik penduduk di wilayah studi. Indikator-indikator dari kerentanan sosial kependudukan ini adalah sebagai berikut: 1. Kepadatan penduduk. Bukti empiris menunjukkan bahwa kejadian tsunami di Aceh tahun 2004, indikator kepadatan penduduk sebagai indikator penting terhadap faktor kerentanan. Semakin padat penduduk di suatu 47

8 kawasan di perkotaan, maka akan semakin rentan akan bahaya tsunami, karena besaran obyek yang mungkin terkena bahya tsunami semakin besar. Persentase kepadatan penduduk dapat terlihat pada gambar 3.5. Gambar.3.5. Kondisi indikator kepadatan penduduk di Kota Padang 2. Persentase penduduk usia tua dan balita Kelompok penduduk usia tua (> 65 tahun ) dan anak usia balita ( < 5 tahun) merupakan kelompok usia penduduk yang rentan terhadap bahaya tsunami. Kelompok usia ini dianggap memiliki kemampuan yang relatif rendah untuk mennyelamatkan diri dari bencana alam (Varley dalam Firmansyah 1998). Persentase penduduk usia tua dan balita dapat terlihat pada gambar

9 Gambar.3.6. Kondisi indikator penduduk usia tua dan balita di Kota Padang 3. Persentase penduduk wanita Kelompok penduduk wanita juga dianggap merupakan kelompok penduduk yang juga rentan terhadap bahaya tsunami, karena juga memiliki kemampuan yang rendah dalam menyelamatkan diri terhadap bahaya alam. Persentase penduduk wanita dapat terlihat pada gambar

10 Gambar. 3.7 Kondisi indikator populasi penduduk wanita di Kota Padang Dari peta indikator sosial kependudukan yang ditunjukkan pada gambar 3.5, dapat disimpulkan bahwa, untuk populasi penduduk yang terbesar terdapat pada Kecamatan Koto Tangah sedangkan untuk populsi terkecil terdapat pada kecamatan Bungus Teluk Kabung. Sedangkan untuk kepadatan penduduk, kecamatan yang terpadat penduduknya di kota Padang adalah kecamatan Padang Timur dengan kepadatan jiwa/km 2, dan yang terkecil kepadatannya adalah kecamatan Bungus Teluk Kabung yaitu 250 jiwa/km 2. (Padang dalam Angka 2006). Populasi penduduk wanita di Kota Padang paling besar berada di kecamatan Kuranji, sedangkan populasi yang terkecil terdapat pada kecamatan Bungus Teluk Kabung. Sedangkan apabila dilihat 50

11 menurut umurnya, maka populasi penduduk usia tua (>65tahun) dan usia balita (dibawah 5 tahun) paling banyak terdapat di kecamatan Koto Tangah dan kecamatan Kuranji Kerentanan ekonomi Kerentanan ekonomi menggambarkan besarnya kerugian atau rusaknya kegiatan kegiatan/sektor ekonomi (proses-proses ekonomi) yang ditimbulkan apabila terjadi bahaya tsunami. Indikator indikator dari kerentanan ekonomi ini adalah sebagai berikut: 1. Persentase rumah tangga yang bekerja di sektor yang rentan. Menurut Jones, sektor sektor ekonomi yang rentan terhadap bencana alam tsunami adalah: sektor jasa dan sektor distribusi (Jones dalam Davidson,1997:54 ): Extractive industries are little depebdent on linkages and interaction at low level of development, fabricative sector are fairly robust and show remarkable ability to recover. Distributive sectors are heavily dependent on lifelines and infrastructure and area likely to be heavely impacted. Service are likely dependent on transportation and communication and area perhaps the most vulnerable of all. Berdasarkan data yang tersedia, maka klasifikasi sektor yang dikelompokkan ke dalam sektor jasa dan sektor distribusi adalah sektor perdagangan, sektor pengangkutan, sektor keuangan, dan sektor jasa.dalam studi ini yang dianggap sebagai pekerjaan yang termasuk pada sektor rentan untuk bencana tsunami adalah nelayan. Persentase rumah tangga yang bekerja pada sektor yang rentan di kota Padang dapat terlihat pada gambar

12 2. Persentase rumah tangga miskin. Kelompok penduduk miskin merupakan kelompok penduduk yang rentan terhadap bahaya tsunami. (Awotona, 1997:10) Pendekatan untuk menentukan persentase penduduk miskin di kota Padang adalah dengan menganggap penduduk dengan mata pencaharian sebagai petani sebagai rumah tangga yang miskin. Persentase penduduk miskin di kota Padang dapat terlihat pada gambar 3.8 Gambar. 3.8 Kondisi indikator nelayan dan penduduk miskin di Kota Padang Dari gambar 3.8 terlihat bahwa untuk indikator ekonomi pekerjaan yang rentan terhadap tsunami di kota Padang, dalam studi ini dilihat dari jumlah penduduk yang bekerja sebagai nelayan. Untuk kota Padang penduduk yang pekerjaannya sebagai nelayan, hanya terdapat pada 6 (enam) kecamatan dan yang terdapat yang terbesar populasinya terdapat pada kecamatan Padang Selatan. Sedangkan untuk populasi penduduk miskin (prasejahtera) terdapat pada hampir semua kecamatan dengan jumlah 52

13 terbesar terdapat pada kecamatan Koto Tangah dan kecamatan Bungus Teluk Kabung. 3.3 Indikator faktor ketahanan/kapasitas Faktor ketahanan/kapasitas merefleksikan kemampuan untuk merespon atau mengatasi dampak bencana tsunami. Faktor ketahanan/kapasitas (dalam terminologi lain disebut faktor emergency response ) terdiri atas dua sub faktor yaitu: 1. Sumber daya Sub faktor ini meliputi : aspek pendanaan, fasilitas/peralatan, dan sumber daya manusia terlatih/terdidik ( misalnya tenaga medis ). 2. Kemampuan mobilitas/aksesibilitas Indikator ketahanan untuk bencana tsunami di kota Padang ini dirumuskan mempunyai indikator yang sama dengan yang digunakan oleh Firmansyah (1998) dan Bombom (2000), hal ini disebabkan karena tingkat pelayanan kesehatan, jaringan jalan, dan pelayanan angkutan umum merupakan indikator ketahananan yang hampir selalu ada untuk setiap daerah, karena merupakan kebutuhan dasar yang dibangun oleh pemerintah setempat. Untuk itu, indikator indikator dari faktor ketahanan/kapasitas ysng digunakan pada studi ini adalah sebagai berikut: 1. Rasio jumlah fasilitas kesehatan terhadap jumlah penduduk 2. Rasio jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk 3. Rasio panjang jalan terhadap jumlah penduduk 4. Rasio jumlah sarana angkutan terhadap jumlah penduduk Indikator-indikator nomor 1 dan 2 menggambarkan komponen dari sub faktor sumber daya, sedangkan indikator indikator nomor 3 dan 4 merupakan gambaran dari komponen sub faktor kemampuan mobilitas/aksessibilitas. 53

14 3.3.1 Sumber daya Sumber daya yang tersedia dapat dalam bentuk uang (pendanaan), peralatan/fasilitas, dan sumber daya manusia terdidik atau terlatih. Indikator- indikator dari sumber daya ini adalah sebagai berikut: 1. Rasio jumlah fasilitas kesehatan terhadap jumlah penduduk. Semakin kecil jumlah fasilitas kesehatan terhadap jumlah penduduk, maka akan semakin kecil jumlah kemampuannya untuk mengatasi dampak bahaya tsunami dan semakin besar risiko terhadap bencana. Fasilitas kesehatan yang diperhitungkan meliputi jumlah rumah sakit, puskesmas,puskesmas pembantu, balai pengobatan, tempat praktek dokter dan apotik. 2. Rasio jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk. Semakin kecil rasio jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk, maka akan semakin kecil kemampuannya untuk mengatasi dampak akan bahaya tsunami, sehingga semakin besar risikonya terhadap bencana. Tenaga kesehatan yang diperhitungkan berdasarkan ketersedian data adalah dokter. Gambaran relatif indikator fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan dapat terlihat pada gambar 3.9. Gambar.3.9 Kondisi indikator fasilitas dan sarana kesehatan di Kota Padang 54

15 Untuk indikator fasilitas kesehatan di Kota Padang dilihat dari ketersediaan rumah sakit, puskesmas, dan puskesmas pembantu. Dari data yang ada diketahui bahwa untuk fasilitas kesehatan yang terbanyak terdapat pada Kecamatan Koto Tangah sedangkan yang paling sedikit terdapat pada Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Sedangkan untuk indikator tenaga kesehatan dilihat dari ketersediaan dokter dan perawat di wilayah tersebut. Untuk Kota Padang junlah tenaga kesehatan yang terbanyak terdapat pada Kecamatan Padang Selatan dan yang terkecil jumlahnya pada Kecamatan Koto Tangah dan Lubuk Begalung Mobilitas/Aksessibilitas Sub faktor mobilitas/aksessibilitas menunjukkan kemampuan untuk berpindah/manuver dalam menyelamatkan diri dengan berpindah dari lokasi bahaya alam atau berpindah untuk mendapatkan bantuan. Indikator indikator dari sub faktor mobilitas/aksessibilitas ini adalah sebagai berikut: 1. Rasio panjang jalan terhadap jumlah penduduk Prasarasana transportasi (dalam hal ini jaringan jalan) perlu dikaitkan dengan jumlah penduduk, karena berkaitan dengan tingkat pelayanan jalan. Hal ini didasari pemikiran bahwa kepadatan penduduk akan menyumbang terhadap kemacaetan jalan, yang selanjutnya akan menghambat pergerakan manusia untuk bertindak cepat dalam rangka menolong atau menyelamatkan diri. Semakin kecil rasio panjang jalan terhadap jumlah penduduk, maka akan semakin kecil jumlah kemampuannya untuk mengatasi dampak bahaya tsunami dan semakin besar risiko terhadap bencana. Gambaran relatif panjang jalan dapat terlihat pada gambar Rasio sarana angkutan terhadap jumlah penduduk. 55

16 Sarana transportasi adalah alat angkut untuk melakukan pergerakan dalam rangka melakukan tindakan darurat. Semakin kecil rasio sarana angkutan terhadap jumlah penduduk, maka akan semakin kecil jumlah kemampuannya untuk mengatasi dampak bahaya tsunami dan semakin besar risiko terhadap bencana. Gambaran relatif sarana angkutan dapat terlihat pada gambar Gambar Kondisi indikator jalan dan sarana angkutan di Kota Padang Untuk indikator rasio panjang jalan terhadap jumlah penduduk, daerah yang memiliki rasio panjang jalan terndah adalah pada kecamatan kecamatan yang terletak pada pusat kota Padang, seperti kecamatan Padang Selatan, Padang Barat, Padang Timur, dan Padang Utara. Ini dikarenakan karena pada wilayah wilayah inilah terdapat konsentrasi penduduk yang besar di kota Padang, sedangkan untuk rasio panjang jalan yang rendah terdapat pada daerah daerah di pinggiran Kota Padang. Kondisi ini hampir mirip dengan rasio sarana transportasi di Kota Padang yang juga mempunyai nilai yang relatif kecil pada kecamatan kecamatan yang terdapat di Pusat Kota Padang. 56

17 3.4 Indikator risiko bencana alam tsunami Analisis bencana alam tsunami mengkombinasikan faktor bahaya, kerentanan dan ketahanan dengan perhitungan nilai dengan bobotnya. Berdasarkan pembahasan pada sub bab 3.1, 3.2, dan 3.3 dapat dihasilkan indikator indikator risiko bencana tsunami. Indikator-indikator ini selanjutnya akan digunakan untuk analisis risiko bencana tsunami di kota Padang, yang akan dilakukan pada bab 4. Pembobotan dilakukan untuk menghasilkan nilai risiko bencana, karena setiap faktor, sub faktor, dan indikator mempunyai konstribusi yang berbeda beda terhadap bencana tsunami tesebut. Pada studi bencana alam yang dilakukan oleh Firmansyah (1998), faktor bahaya (hazard) dan kerentanan (vulnerability) mempunyai bobot yang hampir sama, yaitu 0.37 dan 0.38, sedangkan faktor ketahanan/kapasitas mempunyai bobot 0.25, sedangkan pada studi Bombom (2000), faktor bahaya dan kerentanan mempunyai bobot yang sama, yaitu 0.4, sedangkan faktor ketahanan/kapasitas mempunyai bobot yang lebih kecil, yaitu 0.2. Pada studi ini pembobotan yang dipakai menggunakan nilai bobot yang sama dengan yang digunakan oleh Bombom (2000), karena kondisi Kota Padang yang memang mempunyai potensi bahaya yang tinggi terhadap tsunami dan juga mempunyai tingkat kerentanan yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh persebaran pemukiman dan penduduk dengan kepadatan tinggi serta infrastruktur sebagian besar terletak di sepanjang pesisir pantai kota Padang, ini menunjukkan tingginya tingkat kerentanan (vulnerability) kota terhadap tsunami, sehingga nilai faktor bahaya dan kerentanan yang diambil 0.4 dan nilai kapasitas 0.2. Untuk lengkapnya keterangan mengenai faktor, sub faktor, dan indikator bencana beserta pembobotannya dapat dilihat pada gambar

18 Gambar 3.11 Pembobotan, Faktor, Sub Faktor, dan indikator bencana 58

19 3.5 Kebijakan Mitigasi Tsunami Kota Padang. Tingginya kerentanan Kota Padang terhadap bencana gempa dan tsunami dapat dilihat dari data kejadian gempa di Kota Padang. Selama periode 28 Maret s/d 19 April 2005, telah terjadi kali gempa dan 238 kali diantaranya dirasakan oleh penduduk Kota Padang. Kejadian Gempa bumi Bengkulu pada tanggal 12 dan 13 September 2007 dengan 7,9 dan 7,7 SR telah menimbulkan kerusakan bangunan sebanyak dan kepanikan warga kota Padang. Berdasarkan RTRW Kota Padang tahun 2004 tahun 2013, maka kawasan rawan bencana di Kota Padang ditetapkan tersebar pada bagian Timur dan Selatan Kota Padang, yang meliputi Kecamatan Bungus Teluk kabung, Kecamatan Lubuk Kilangan, dan Kecamatan Lubuk Begalung. Untuk mengurangi dampak dari bencana tersebut di atas, Pemerintah Kota Padang saat ini mengambil langkah-langkah strategis dengan berpedoman kepada program PBB yang sudah diterapkan dalam dekade internasional untuk mengurangi akibat bencana alam atau International Decade for Natural Disaster Reduction (IDNDR) dan yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, salah satu langkah Pemerintah Kota Padang saat ini untuk mengurangi risiko bencana alam (natural disaster) adalah dengan melakukan upaya studi penyusunan Mitigasi Bencana Kota Padang (sedang berlangsung) yang bertujuan untuk mengurangi tingkat risiko bencana yang akan terjadi dan setelah terjadinya bencana sehingga korban manusia dan kerugian harta benda akibat bencana dapat diminimalisasi. Disamping sudah menyiapkan peraturan daerah penanggulangan bencana, Pemko Padang juga sudah memetakan kawasankawasan rawan gempa dan tsunami, penentuan tempat-tempat dan jalur evakuasi. Secara spesifik tujuan penyusunan mitigasi bencana di Kota Padang di antaranya adalah: 59

20 1. Mengetahui sebaran kawasan rawan bencana dan sebaran tingkat risiko bencana melalui pembuatan peta bahaya kota Padang 2. Mengumpulkan dan menganilisis data serta informasi sejarah kejadian dan bencana alam di Kota Padang 3. Merumuskan arahan dan menentukan aturan pemanfaatan lahan sebagai upaya pengurangan tingkat kerawanan bencana dan tingkat risiko/bahaya. Pada saat ini Kota Padang telah memiliki peta bahaya tsunami berdasarkan ketinggian wilayah dan jarak wilayah dari tepi pantai, seperti dapat terlihat pada gambar dibawah ini: Sumber : Bappeda Kota Padang, 2006 Gambar 3.12 Peta Daerah Bahaya Tsunami Kota Padang Dari gambar diatas terlihat bahwa daerah-daerah yang terletak pada wilayah pesisir Kota Padang (bagian Barat Kota Padang) umumnya termasuk pada 60

21 wilayah bahaya tsunami, yang mencakup pada 31 kelurahan pada 6 kecamatan seperti terlihat pada tabel berikut: Tabel Kelurahan yang terletak pada daerah yang Rawan terhadap Tsunami di Kota Padang 61

BAB 4 ANALISIS RISIKO BENCANA TSUNAMI DI KOTA PADANG

BAB 4 ANALISIS RISIKO BENCANA TSUNAMI DI KOTA PADANG BAB 4 ANALISIS RISIKO BENCANA TSUNAMI DI KOTA PADANG Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat risiko bencana tsunami di Kota Padang berdasarkan atas faktor-faktor yang mempengaruhi risiko bencana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TINGKAT RISIKO BENCANA GEMPA BUMI DI WILAYAH KOTA BENGKULU

BAB IV ANALISIS TINGKAT RISIKO BENCANA GEMPA BUMI DI WILAYAH KOTA BENGKULU 135 BAB IV ANALISIS TINGKAT RISIKO BENCANA GEMPA BUMI DI WILAYAH KOTA BENGKULU Pada bab ini akan dilakukan analisis untuk menilai tingkat risiko bencana gempa bumi di Wilayah Kota Bengkulu. Pada bagian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMINDAHAN PUSAT PEMERINTAHAN KOTA PADANG DARI WILAYAH KECAMATAN PADANG BARAT KE WILAYAH KECAMATAN KOTOTANGAH KOTA PADANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMINDAHAN PUSAT PEMERINTAHAN KOTA PADANG DARI WILAYAH KECAMATAN PADANG BARAT KE WILAYAH KECAMATAN KOTOTANGAH KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng/kulit bumi aktif yaitu lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Euro-Asia di bagian utara dan Lempeng Pasifik

Lebih terperinci

BAB IV. Kajian Analisis

BAB IV. Kajian Analisis 97 BAB IV KAJIAN BAB IV ANALISIS Kajian Analisis 4.1 Analisis Karakteristik Kawasan Pesisir 4.1.1 Karakteristik Kebijakan Kawasan Pesisir 4.1.1.1 Keterkaitan Kebijakan Pemanfaatan Ruang/Peraturan Zonasi,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penyusunan penelitian ini dilakukan dengan menentukan tingkat bahaya banjir yang kemudian dilanjutkan dengan menentukan tingkat kerentanan wilayah terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam yang terjadi tidak bisa diprediksi dengan pasti. Diperlukan perencanaan tanggap darurat untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana yang muncul.

Lebih terperinci

PERUMUSAN ZONASI RISIKO BENCANA BANJIR ROB DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR ARIFIN

PERUMUSAN ZONASI RISIKO BENCANA BANJIR ROB DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR ARIFIN PERUMUSAN ZONASI RISIKO BENCANA BANJIR ROB DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR ARIFIN 3607100 020 LATAR BELAKANG Banjir rob melanda 27 desa pesisir Kabupaten Demak Kejadian banjir rob terus

Lebih terperinci

BAB VI BAB KESIMPULAN VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI BAB KESIMPULAN VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 203 BAB VI BAB KESIMPULAN VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI DAN REKOMENDASI Dalam bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan yang didapat dari hasil pembahasan sebelumnya, yang selanjutnya diberikan rekomendasi

Lebih terperinci

MODEL GEOSPASIAL POTENSI KERENTANAN TSUNAMI KOTA PADANG

MODEL GEOSPASIAL POTENSI KERENTANAN TSUNAMI KOTA PADANG MODEL GEOSPASIAL POTENSI KERENTANAN TSUNAMI KOTA PADANG Dian Oktiari 1), Sudomo Manurung 2) 1) Sub Bidang Mitigasi Gempabumi BMKG 2) PT Exsa Internasional ABSTRACT Kota Padang s topography show that there

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan dengan tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah penduduk lebih

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki wilayah yang luas dan terletak di garis khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudera, berada dalam

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota yogyakarta merupakan ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang memiliki luas wilayah sekitar 3.250 Ha atau 32.5 km 2 atau 1,025% dari luas wilayah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 232 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Setelah data dan hasil analisis penelitian diperoleh kemudian di dukung oleh litelature penelitian yang relevan, maka tiba saatnya menberikan penafsiran dan pemaknaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surabaya merupakan kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat dan menyumbang pendapatan Negara yang sangat besar. Surabaya juga merupakan kota terbesar kedua

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang tergolong rawan terhadap kejadian bencana alam, hal tersebut berhubungan dengan letak geografis Indonesia yang terletak di antara

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini dirumuskan dengan menentukan tingkat bahaya banjir kemudian menentukan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir. Penentuan kelas kerentanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam, maupun faktor

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana dan keadaan gawat darurat telah mempengaruhi aspek kehidupan masyarakat secara signifikan, terutama yang berhubungan dengan kesehatan. Berdasarkan data dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Barat memiliki garis pantai sepanjang lebih kurang 375 km, berupa dataran rendah sebagai bagian dari gugus kepulauan busur muka. Perairan barat Sumatera memiliki

Lebih terperinci

Alhuda Rohmatulloh

Alhuda Rohmatulloh Dosen Pembimbing: Dr. ing. Ir. Haryo Sulistyarso Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2012 Alhuda Rohmatulloh 3608100061

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai gambaran umum Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi, yang mencakup mengenai kondisi fisik wilayah yang terdiri dari kondisi geografis,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kawasan Pantai Utara Surabaya merupakan wilayah pesisir yang memiliki karakteristik topografi rendah sehingga berpotensi terhadap bencana banjir rob. Banjir rob ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG merupakan wilayah dengan karateristik geologi dan geografis yang cukup beragam mulai dari kawasan pantai hingga pegunungan/dataran tinggi. Adanya perbedaan karateristik ini menyebabkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN.. TENTANG PEMINDAHAN PUSAT PEMERINTAHAN KOTA PADANG DARI WILAYAH KECAMATAN PADANG BARAT KE WILAYAH KECAMATAN KOTO TANGAH KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Masyarakat Tangguh Bencana Berdasarkan PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gempa bumi sebagai suatu kekuatan alam terbukti telah menimbulkan bencana yang sangat besar dan merugikan. Gempa bumi pada skala kekuatan yang sangat kuat dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 186 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdaasarkan hasil analisis dari tingkat risiko bencana dapat disimpulkan bahaya faktor utama dalam menentukan risiko bahaya gempa bumi di kota bengkulu

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Konsep Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Konsep Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini dirumuskan dengan menentukan tingkat bahaya banjir kemudian menentukan kerentanan wilayah terhadap banjir. Penentuan kelas kerentanan maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan Penelitian tentang analisis tingkat bahaya dan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir banyak dilakukan sebelumnya, tetapi dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Samudera Pasifik yang bergerak kearah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10

BAB 1 : PENDAHULUAN. Samudera Pasifik yang bergerak kearah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak diantara tiga lempeng utama dunia, yaitu Lempeng Samudera Pasifik yang bergerak kearah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10 cm per tahun,

Lebih terperinci

KERENTANAN (VULNERABILITY)

KERENTANAN (VULNERABILITY) DISASTER TERMS BENCANA (DISASTER) BAHAYA (HAZARD) KERENTANAN (VULNERABILITY) KAPASITAS (CAPACITY) RISIKO (RISK) PENGKAJIAN RISIKO (RISK ASSESSMENT) PENGURANGAN RISIKO BENCANA (DISASTER RISK REDUCTION)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. 10 DAFTAR ISI ABSTRAK i KATA PENGANTAR..... ii DAFTAR ISI....iii DAFTAR TABEL....vi DAFTAR GAMBAR..vii BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang Masalah..2 B. Rumusan Masalah....5 C. Tujuan Penelitian.5 D. Manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2004 yang melanda Aceh dan sekitarnya. Menurut U.S. Geological

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2004 yang melanda Aceh dan sekitarnya. Menurut U.S. Geological BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap bencana alam. Salah satu bencana paling fenomenal adalah terjadinya gempa dan tsunami pada tahun 2004 yang melanda

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 3 1.3 Tujuan & Sasaran... 3 1.3.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR Oleh: NUR HIDAYAH L2D 005 387 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam banjir bandang yang terjadi di daerah Batu Busuk Kelurahan Lambuang Bukit Kecamatan Pauh Kota Padang pada Bulan Ramadhan tanggal Selasa, 24 Juli 2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. letaknya berada pada pertemuan lempeng Indo Australia dan Euro Asia di

BAB I PENDAHULUAN. letaknya berada pada pertemuan lempeng Indo Australia dan Euro Asia di BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Provinsi Sumatera Barat merupakan daerah yang rawan bencana, karena letaknya berada pada pertemuan lempeng Indo Australia dan Euro Asia di Samudra Hindia sebelah barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kepulauan Mentawai telah menetapkan visi. Terwujudnya Masyarakat Kepulauan Mentawai yang maju, sejahtera dan

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kepulauan Mentawai telah menetapkan visi. Terwujudnya Masyarakat Kepulauan Mentawai yang maju, sejahtera dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai telah menetapkan visi Terwujudnya Masyarakat Kepulauan Mentawai yang maju, sejahtera dan berkualitas. Dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Padang secara geografis berada dipertemuan patahan Lempeng Indo dan Eurasia yang menyebabkan aktivitas tektonik sangat aktif. Peristiwa gempa September 2009 di

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMINDAHAN PUSAT PE MERINTAHAN KOTA PADANG DARI WILAYAH KECAMATAN PADANG BARAT KE WILAYAH KECAMATAN KOTOTANGAH KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA

Lebih terperinci

Mewujudkan Kota Padang sebagai Kota Pendidikan, Perdagangan dan Pariwisata Yang Sejahtera, Religius dan Berbudaya

Mewujudkan Kota Padang sebagai Kota Pendidikan, Perdagangan dan Pariwisata Yang Sejahtera, Religius dan Berbudaya Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi 3.1. Visi dan misi sanitasi Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, visi dan misi pembangunan jangka menengah adalah visi dan misi kepala daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis kepulauan Indonesia merupakan daerah yang rawan bencana karena termasuk dalam wilayah Pacific Ring of Fire (deretan gunung berapi Pasifik) yang bentuknya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar populasi dunia bermukim dan menjalani kehidupannya di kawasan pesisir (Bird, 2008), termasuk Indonesia. Kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Makassar,

Lebih terperinci

A. PENDAHULUAN 2. Rumusan Masalah 1. Latar Belakang 3. Tujuan Penelitian B. TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN 2. Rumusan Masalah 1. Latar Belakang 3. Tujuan Penelitian B. TINJAUAN PUSTAKA A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Secara garis besar kota Yogyakarta merupakan dataran rendah dimana dari barat ke timur relatif datar dan dari utara keselatan memiliki kemiringan ±1 derajat, serta terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dipaparkan : (a) latar belakang, (b) perumusan masalah, (c) tujuan penelitian, (d) manfaat penelitian, (e) ruang lingkup penelitian dan (f) sistematika penulisan. 1.1. Latar

Lebih terperinci

EVALUASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAERAH RAWAN BANJIR DI KOTA PADANG ABSTRACT

EVALUASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAERAH RAWAN BANJIR DI KOTA PADANG ABSTRACT 1 EVALUASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAERAH RAWAN BANJIR DI KOTA PADANG Andre Cahyana 1, Erna Juita 2, Afrital Rezki 2 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Geografi STKIP PGRI Sumatera Barat 2 Dosen Program

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai karakteristik alam yang beragam. Indonesia memiliki karakteristik geografis sebagai Negara maritim,

Lebih terperinci

Bab 2 Profil Sanitasi Saat Ini

Bab 2 Profil Sanitasi Saat Ini Bab 2 Profil Sanitasi Saat Ini 2.1. Gambaran Wilayah 2.1.1. Geografis, Topografis, Klimatologi dan Geohidrologi Geografis Kota Padang merupakan ibukota Provinsi Sumatra Barat, terletak di pantai barat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Nama Matakuliah Kode / SKS Prasyarat - Status Matakuliah Silabus / Materi Penilaian Bahaya, Kerentanan, dan Evaluasi Risiko Bencana MK 103 I / 3 SKS Wajib 1.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah , I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bencana banjir dikatagorikan sebagai proses alamiah atau fenomena alam, yang dapat dipicu oleh beberapa faktor penyebab: (a) Fenomena alam, seperti curah hujan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bencana gempa bumi yang berkekuatan 8,9 skala Richter yang diikuti

BAB I PENDAHULUAN. Bencana gempa bumi yang berkekuatan 8,9 skala Richter yang diikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana gempa bumi yang berkekuatan 8,9 skala Richter yang diikuti gelombang tsunami yang melanda sebagian besar kawasan pesisir Aceh dan Nias pada hari Minggu tanggal

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN KOTA PADANG

PEMERINTAHAN KOTA PADANG PEMERINTAHAN KOTA PADANG Pembangunan Infrastruktur Kawasan Ramah Disabilitas Disampaikan pada : Seminar Tingkat Tinggi Untuk Kota Inklusif Jakarta, 31 Oktober 2017 Oleh : H. Mahyeldi No Kecamatan Luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dilintasi lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dilintasi lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dilintasi lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik. Pergerakan lempeng tersebut menimbulkan patahan/tumbukan sehingga terjadinya gempa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kerusakan. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan bumi yang

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kerusakan. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan bumi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia disebut sebagai Negara kaya bencana gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi (Prasetya dkk., 2006). Di antara semua bencana alam, gempa bumi biasanya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Tingkat Bahaya Banjir Analisis tingkat bahaya banjir pada penelitian ini berpedoman pada Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian

Lebih terperinci

KAJIAN MITIGASI BENCANA KEBAKARAN DI PERMUKIMAN PADAT (STUDI KASUS: KELURAHAN TAMAN SARI, KOTA BANDUNG)

KAJIAN MITIGASI BENCANA KEBAKARAN DI PERMUKIMAN PADAT (STUDI KASUS: KELURAHAN TAMAN SARI, KOTA BANDUNG) INFOMATEK Volume 18 Nomor 1 Juni 2016 KAJIAN MITIGASI BENCANA KEBAKARAN DI PERMUKIMAN PADAT (STUDI KASUS: KELURAHAN TAMAN SARI, KOTA BANDUNG) Furi Sari Nurwulandari *) Program Studi Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

Imam A. Sadisun Pusat Mitigasi Bencana - Institut Teknologi Bandung (PMB ITB) KK Geologi Terapan - Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - ITB

Imam A. Sadisun Pusat Mitigasi Bencana - Institut Teknologi Bandung (PMB ITB) KK Geologi Terapan - Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - ITB Peta Rawan : Suatu Informasi Fundamental dalam Program Pengurangan Risiko Imam A. Sadisun Pusat Mitigasi - Institut Teknologi Bandung (PMB ITB) KK Geologi Terapan - Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran

PENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah genangan pasang adalah daerah yang selalu tergenang air laut pada waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran rendah di dekat

Lebih terperinci

PEMINTAKATAN TINGKAT RISIKO BENCANA TSUNAMI DI PESISIR KECAMATAN NGADIROJO, KABUPATEN PACITAN

PEMINTAKATAN TINGKAT RISIKO BENCANA TSUNAMI DI PESISIR KECAMATAN NGADIROJO, KABUPATEN PACITAN JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271 1 PEMINTAKATAN TINGKAT RISIKO BENCANA TSUNAMI DI PESISIR KECAMATAN NGADIROJO, KABUPATEN PACITAN Alhuda Rohmatulloh dan Haryo Sulistyarso Program

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode 30 BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif. Metode deskriptif menurut Tika (2005 : 6) adalah metode yang lebih mengarah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu kota pada mulanya berawal dari suatu pemukiman kecil, yang secara spasial mempunyai lokasi strategis bagi kegiatan perdagangan (Sandy,1978). Seiring dengan perjalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan jenis gunungapi tipe strato dengan ketinggian 2.980 mdpal. Gunungapi ini merupakan salah satu gunungapi yang masih aktif di Indonesia. Aktivitas

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geologis, Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan berbagai lempeng tektonik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Analisis Kerentanan 3.1.1 Kerentanan wilayah Secara keseluruhan, diagram alir pada analisis kerantanan wilayah dilakukan berdasarkan diagram alir pada gambar 3.1 Peta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pantai merupakan salah satu kawasan hunian atau tempat tinggal paling penting di dunia bagi manusia dengan segala macam aktifitasnya. Awal tahun

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman Judul Halaman Pengesahan Abstrak Halaman Persembahan Motto

DAFTAR ISI Halaman Judul Halaman Pengesahan Abstrak Halaman Persembahan Motto DAFTAR ISI Halaman Judul... i Halaman Pengesahan... ii Abstrak... iii Halaman Persembahan... iv Motto... v Kata Pengantar... vi Daftar Isi... viii Daftar Tabel... xii Daftar Gambar... xiii Daftar Peta...

Lebih terperinci

Penyebab Tsunami BAB I PENDAHULUAN

Penyebab Tsunami BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana adalah peristiwa/rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii. PENGESAHAN PENGUJI SKRIPSI... iii. PERNYATAAN KEASLIAN... iv. MOTTO...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii. PENGESAHAN PENGUJI SKRIPSI... iii. PERNYATAAN KEASLIAN... iv. MOTTO... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii PENGESAHAN PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN... iv MOTTO... v PERSEMBAHAN... vi KATA PENGANTAR... vii ABSTRAK... ix DAFTAR ISI... x DAFTAR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional (UU RI No 24 Tahun 2007). penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional (UU RI No 24 Tahun 2007). penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan

Lebih terperinci

KAJIAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016

KAJIAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016 KAJIAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016 NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

PILOT SURVEI PENGETAHUAN, SIKAP & PERILAKU KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI BENCANA KOTA PADANG 2013

PILOT SURVEI PENGETAHUAN, SIKAP & PERILAKU KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI BENCANA KOTA PADANG 2013 PILOT SURVEI PENGETAHUAN, SIKAP & PERILAKU KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI BENCANA KOTA PADANG 2013 BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA (BNPB) BADAN PUSAT STATISTIK (BPS) UNITED NATIONS POPULATION FUND (UNFPA)

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian mengenai tingkat bahaya dan kerentanan banjir juga pernah dilaksanakan oleh Lusi Santry, mahasiswa jurusan teknik sipil Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 13 PERENCANAAN TATA RUANG BERBASIS MITIGASI BENCANA GEOLOGI 1. Pendahuluan Perencanaan tataguna lahan berbasis mitigasi bencana geologi dimaksudkan untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perumahan merupakan kebutuhan masyarakat yang paling mendasar, dan dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan rendah

Lebih terperinci

PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN

PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN POSITIVISTIK Merupakan pendekatan penelitian yang bersumber pada fakta dan berlandaskan teori untuk menganalisis obyek spesifik di lapangan. KAUSAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis dan geologis Kota Padang sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Barat memiliki potensi bencana yang sangat beragam seperti banjir, longsor, angin puting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam geologi merupakan kejadian alam ekstrim yang diakibatkan oleh berbagai fenomena geologi dan geofisika. Aktivitas tektonik di permukaan bumi dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. biasa akibat wabah penyakit menular (Depkes, 2007) alam di negara ini juga telah menyebabkan kerugian ekonomi paling sedikit US

BAB 1 PENDAHULUAN. biasa akibat wabah penyakit menular (Depkes, 2007) alam di negara ini juga telah menyebabkan kerugian ekonomi paling sedikit US BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah kesatuan republik Indonesia secara geografis terletak pada daerah yang rawan terhadap rencana alam baik yang berupa tanah longsor, gempa bumi, letusan gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Parker (1992), bencana ialah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif xvii Ringkasan Eksekutif Pada tanggal 30 September 2009, gempa yang berkekuatan 7.6 mengguncang Propinsi Sumatera Barat. Kerusakan yang terjadi akibat gempa ini tersebar di 13 dari 19 kabupaten/kota dan

Lebih terperinci

PETA MIKROZONASI PENGARUH TSUNAMI KOTA PADANG

PETA MIKROZONASI PENGARUH TSUNAMI KOTA PADANG PETA MIKROZONASI PENGARUH TSUNAMI KOTA PADANG Nama : I Made Mahajana D. NRP : 00 21 128 Pembimbing : Ir. Theodore F. Najoan, M. Eng. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL BANDUNG ABSTRAK Pesisir pantai

Lebih terperinci

Apa itu Tsunami? Tsu = pelabuhan Nami = gelombang (bahasa Jepang)

Apa itu Tsunami? Tsu = pelabuhan Nami = gelombang (bahasa Jepang) Bahaya Tsunami Apa itu Tsunami? Tsu = pelabuhan Nami = gelombang (bahasa Jepang) Tsunami adalah serangkaian gelombang yang umumnya diakibatkan oleh perubahan vertikal dasar laut karena gempa di bawah atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sering terjadi bencana, seperti bencana banjir, tanah longsor, kekeringan, gempa bumi, dan lain-lainnya. Bencana yang terjadi di kota-kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang terdapat di permukaan bumi, meliputi gejala-gejala yang terdapat pada lapisan air, tanah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dihuni. Kualitas lingkungan dapat diidentifikasi dengan melihat aspek-spek

BAB 1 PENDAHULUAN. dihuni. Kualitas lingkungan dapat diidentifikasi dengan melihat aspek-spek BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kesejahteraan tercermin dari kualitas lingkungan dan rumah yang dihuni. Kualitas lingkungan dapat diidentifikasi dengan melihat aspek-spek berikut: jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruhnya akibat pengaruh bencana tsunami. Pembangunan permukiman kembali

BAB I PENDAHULUAN. seluruhnya akibat pengaruh bencana tsunami. Pembangunan permukiman kembali BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permukiman kembali masyarakat pesisir di Desa Kuala Bubon Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat merupakan upaya membangun kembali permukiman masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tiga gerakan yaitu gerakan sistem sunda di bagian barat, gerakan sistem pinggiran

BAB I PENDAHULUAN. tiga gerakan yaitu gerakan sistem sunda di bagian barat, gerakan sistem pinggiran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Indonesia berada pada daerah pertemuan dua lempeng tektonik dunia yaitu lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia serta dipengaruhi oleh tiga gerakan

Lebih terperinci

STUDI RISIKO TSUNAMI DI WILAYAH PESISIR SELATAN KABUPATEN MALANG

STUDI RISIKO TSUNAMI DI WILAYAH PESISIR SELATAN KABUPATEN MALANG STUDI RISIKO TSUNAMI DI WILAYAH PESISIR SELATAN KABUPATEN MALANG Arwi Yudhi Koswaraa 1,*), Wahyudi 2), dan Kriyo Sambodho 3) 1) Program Magister Teknik dan Manajemen Pantai, Jurusan Teknik Kelautan, Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aktivitas di kawasan ini menjadi semakin tinggi. Hal ini akan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aktivitas di kawasan ini menjadi semakin tinggi. Hal ini akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kepadatan serta pertumbuhan penduduk yang terpusat di perkotaan menyebabkan aktivitas di kawasan ini menjadi semakin tinggi. Hal ini akan menyebabkan peluang

Lebih terperinci