BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bangunan Utama Bangunan utama merupakan suatu bangunan yang direncanakan di sepanjang sungai atau aliran air untuk membelokkan aliran air ke dalam jaringan irigasi agar dapat dipakai untuk keperluan irigasi. Bangunan utama biasanya dilengkapi dengan kantong lumpur agar bisa mengurangi kandungan sedimen yang berlebihan serta memungkinkan untuk mengukur air yang masuk. Bangunan-bangunan utama terdiri dari: a. Bangunan pengelak yang berfungsi membelokkan air sungai ke jaringan irigasi, dengan jalan menaikkan muka air di sungai. b. Bangunan pengambilan bisa disebut pintu air. Air irigasi dibelokkan melalui bangunan ini dari sungai. c. Bangunan pembilas berfungsi untuk mencegah masuknya bahan irigasi kasar ke dalam jaringan saluran irigasi. d. Kantong lumpur yang akan kita bahas. e. Bangunan pengaturan sungai untuk menjaga agar bangunan tetap berfungsi dengan baik. f. Bangunan pelengkap Kantong Lumpur Kantong lumpur merupakan pembesaran potongan melintang saluran hingga panjang tertentu agar dapat mengurangi kecepatan aliran dan memberi kesempatan kepada sedimen yang masuk ke intake untuk mengendap. (Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama KP 02, 2010:208). Untuk mencegah tumbuhnya vegetasi dan menghindari fraksi pasir, baik berupa angkutan sedimen layang maupun sedimen dasar yang berasal dari sungai melalui intake mengalir ke saluran primer yang mungkin masih

2 mengalir ke saluran sekunder, tersier dan sawah serta agar partikel-partikel yang lebih besar tidak langsung mengendap di hilir pengambilan, maka direncanakan suatu bangunan pelengkap yang dikenal dengan kantong lumpur. Bagian dasar dari saluran biasanya diperdalam atau diperlebar untuk penampungan endapan sedimen dan selalu dibersihkan dalam jangka waktu tertentu. Tampungan ini dibersihkan tiap jangka waktu tertentu (kurang lebih sekali seminggu atau setengah bulan) dengan cara membilas sedimennya kembali ke sungai dengan aliran terkonsentrasi yang berkecepatan tinggi. Sebaiknya posisi kantong lumpur terhadap saluran pembilas dan saluran induk saling berhubungan, dimana saluran pembilas merupakan kelanjutan dari kantong lumpur dan saluran induk/primer mulai dari samping kantong lumpur (lihat Gambar 2.1) dan denah kantong lumpur (lihat Gambar 2.2). saluran primer pintu pengambilan pembilas B kantong lumpur saluran pembilas. L. peralihan garis sedimentasi maksimum tampungan sedimen pembilas Gambar 2.1 Tata letak kantong lumpur *Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Standar Perencanaan Irigasi, KP 02 Jakarta Badan penerbit P.U., 1986.

3 kantong lumpur tanggul banjir pengambilan bukit bendung kolam olak pembilas sungai konstruksi lindungan sungai - bronjong - krib saluran primer kanan pembilas saluran pembilas kantong lumpur saluran primer kiri jembatan Gambar 2.2 Denah kantong lumpur *Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Standar Perencanaan Irigasi, KP 02 Jakarta Badan penerbit P.U., 1986.

4 Bangunan kantong lumpur terdiri dari: a. Kantong lumpur Bentuk penampang melintang kantong lumpur dapat berbentuk persegi panjang maupun trapesium. Ukurannya harus sedemikian rupa, sehingga dapat menampung pasir ataupun lumpur yang diendapkan. Volume kantong ini tergantung pada dua faktor disamping faktor fasilitas lokasi yang tersedia, yaitu: 1) Banyaknya sedimen yang diendapkan. 2) Interval pembilasan bahan endapan. b. Profil basah bebas Ukuran profil basah bebas harus mempunyai luas dan panjang ke hilir yang cukup, sehingga pada akhir bangunan kantong lumpur, konsentrasi pasir/ lumpur serendah mungkin sesuai dengan konsentrasi yang dikehendaki. Dalam perencanaan kantong lumpur, selain memperhatikan efisiensi pengendapan juga harus memperhatikan efisiensi pembilasan, yang mana sangat dipengaruhi oleh penentuan pada dasar kantong. Penentuan dasar kantong lumpur tergantung pada kedua faktor di bawah ini: 1. Kemiringan dasar kantong lumpur Kemiringan dasar kantong harus direncanakan sedemikian rupa, sehingga pada saat pembilasan mendapat tegangan geser minimum untuk menghanyutkan endapan di kantong lumpur. 2. Perbedaan elevasi Perbedaan elevasi pada ambang intake dengan dasar saluran pembuangan hilir bangunan bilas atau dasar sungai tempat saluran pembilas tersebut bermuara. Disamping itu ada pula hal hal yang harus diperhatikan, yaitu: - Diusahakan kecepatan aliran merata, agar terjadi pemerataan sedimen yang mengendap. - Kecepatan aliran di kantong lumpur harus sedemikian rupa agar sedimen yang mengendap tidak tergerus.

5 - Kecepatan aliran tidak boleh kurang dari 0,30 m/detik untuk mencegah tumbuhnya vegetasi atau tumbuhan air. (Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama, KP - 02, 2010:215) Sedimen Perencanaan kantong lumpur bergantung kepada tersedianya data-data yang memadai mengenai sedimen di sungai. Adapun data-data yang diperlukan adalah: a. Pembagian butir b. Penyebaran ke arah vertikal c. Sedimen layang d. Sedimen dasar e. Volume Jika tidak ada data yang tersedia, ada beberapa harga praktis yang bisa dipakai untuk bangunan utama berukuran kecil. Dalam hal ini volume bahan layang yang harus diendapkan diandaikan 0,50 0 / 00 (permil) dari volume air yang mengalir melalui kantong. Ukuran butir yang harus diendapkan bergantung kepada kapasitas angkutan sedimen di jaringan saluran selebihnya. Dianjurkan bahwa sebagian besar (60 70%) dari pasir halus terendapkan partikel-partikel dengan diameter di atas 0,06 0,07 mm Pengujian Sampel Setelah mendapatkan sampel sedimen maka kita melakukan pengujian laboratorium. Adapun pengujian yang dilakukan antara lain: a. Uji berat jenis tanah (specific gravity test) b. Analisa saringan (grain size analysis) c. Kecepatan jatuh partikel (fall velocity)

6 Uji Berat Jenis Tanah (Specific Gravity Test) Berat jenis adalah angka perbandingan antara berat isi butir tanah dan berat isi air suling pada temperatur dan volume yang sama. Berat jenis tanah ini kemudian kita gunakan untuk menentukan sampel tanah yang diuji tersebut termasuk pada jenis tanah tertentu. Prosedur test pada percobaan ini adalah sebagai berikut: a. Siapkan sampel tanah yang akan diuji. b. Keringkan benda uji dalam oven pada temperatur 110 C ± 5 C (230 C ± 9 F) selama 24 jam, setelah itu dinginkan dan kemudian saring dengan saringan no.40 (untuk sampel tanah disturbed). c. Cuci piknometer atau dengan air suling, kemudian dikeringkan dan selanjutnya timbang (W1 gram) d. Masukkan benda uji ke dalam piknometer, kemudian timbang (W2). e. Tambahkan air suling ke dalam piknometer yang berisi benda uji, sehingga piknometer terisi duapertiganya. f. Panaskan piknometer yang berisi rendaman benda uji dengan hati-hati selama 10 menit atau lebih sehingga udara dalam benda uji ke luar seluruhnya. Untuk mempercepat proses pengeluaran udara, piknometer dapat dimiringkan sekali-kali. g. Rendamlah piknometer dalam bak perendam, sampai temperaturnya tetap. Tambahkan air suling secukupnya sampai leher piknometer. Keringkan bagian luarnya, lalu timbang (W3 gram) h. Ukur temperatur isi piknometer atau botol ukur, untuk mendapatkan faktor koreksi (K) yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Daftar faktor koreksi terhadap suhu: Temp. K ( C)

7 Sumber: Modul Penuntun Praktikum Lab. Mekanika Tanah USU i. Kosongkan dan bersihkan piknometer yang akan digunakan. j. Untuk sampel tanah undisturbed, sampel tanah dalam piknometer jangan dibuang. Sampel tanah tersebut dimasukkan ke dalam cawan, lalu dikeringkan di oven untuk mengetahui berat keringnya. k. Isi piknometer dengan air suling yang temperatur sama, kemudian keringkan dan timbang (W4 gram). Dari hasil perhitungan Tabel 2.3 dapat diketahui jenis tanah jika dilihat pada Tabel 2.2 Perhitungan Gs = W 2 W1 ( W 4' W1) ( W 3 W 2)...(2.1) Dimana : Gs = Berat jenis tanah W1 = Berat piknometer kosong W2 = Berat piknometer + sampel tanah kering W3 = Berat piknometer + sampel tanah + air suling W4 = Berat piknometer + air suling W4 = W4 x faktor koreksi suhu (K) Tabel 2.2 Klasifikasi Jenis Tanah : Jenis Tanah Berat Jenis (GS) Kerikil Pasir Lanau organik Lanau non organik Lempung organik Lempung non organik Sumber: Modul Penuntun Praktikum Lab. Mekanika Tanah USU

8 Tabel 2.3. Berat Jenis Partikel Sedimen No. Percobaan I II No. Piknometer 1 2 a. Berat Piknometer (W1) b. Berat Piknometer + Tanah (W2) c. Berat Tanah (W2-W1) d. Berat Piknometer + Tanah + Air (W3) e. Berat Piknometer + Air Sebelum Koreksi (W4) f. Temeratur (ToC) g. Faktor Koreksi h. Berat Piknometer + Air Setelah Koreksi (W4 ) i. Isi Tanah (W2 W1 + W4 W3) Berat Jenis Berat Jenis rata-rata Sumber: Pengujian di Laboratorium Mekanika Tanah USU Maka jenis tanah berdasarkan hasil laboratorium 2,6527 adalah pasir Analisa Saringan (Grain Size Analysis) Sifat-sifat jenis tanah tertentu banyak tergantung pada ukurannya. Besarnya butiran juga merupakan dasar untuk klasifikasi atau pemberian nama pada macam tanah. Prosedur percobaan a. Tanah yang diperiksa, dipanaskan dalam oven dengan suhu (100 ± 5) C selama 24 jam. b. Apabila kondisi tanah bergumpal-gumpal, maka tanah tersebut ditumbuk terlebih dahulu dengan menggunakan palu karet sehingga menjadi butiranbutiran yang lepas dengan tidak mengakibatkan hancurnya butiran tanah tersebut. c. Tanah diaduk merata, kemudian dibagi dengan alat pemisah sampel. d. Contoh tanah tersebut ditimbang beratnya.

9 e. Susun saringan dari yang terbesar sampai pan, yaitu n0.10 ; no.20 ; no.40 ; no.80 ; no.100 ; no.200 dan pan f. Masukkan sampel tanah ke dalam susunan saringan tersebut dan disaring g. Tanah yang terletak pada masing-masing saringan ditimbang. h. Tanah yang lewat saringan no.10 adalah tanah / sample untuk percobaan hydrometer (kecuali pan) Perhitungan Perhitungan berat benda uji tertahan pada masing-masing saringan : % Berat Tertahan = Jumlah Berat Tertahan Berat tanah semula x 100%...(2.2) % Berat Lolos = 100% - % Berat Tertahan...(2.3) Kesimpulan Fraksi kasar yang tertahan pada saringan ukuran 3 inchi, 1 inchi, 3 inchi, dan inchi Fraksi sedang adalah yang tertahan pada saringan no.4 dan no.8 Sedangkan yang tertahan pada saringan no.10, 20, 40, 80, 100 dan 200 termasuk fraksi halus. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 2.4 dan Gambar 2.3

10 Gambar 2.3 Hubungan antara lolos saringan dan diameter butir Tabel 2.4. Hasil grafik lolos saringan dan diameter butir Diameter Hasil Grafik D D D Sumber: Pengujian di Laboratorium Mekanika Tanah USU Kecepatan Jatuh Partikel (Fall Velocity) Tujuan percobaan ini untuk mengetahui kecepatan jatuh partikel sediment. Prosedur percobaan a. Isilah tabung dengan zat cair bersih b. Jatuhkan benda uji dari atas tabung sampai mencapai dasar tabung c. Dengan stopwatch, hitung dan catatlah waktu yang ditempuh benda uji itu mulai dari tanda start sampai ke tanda lintasan akhir d. Ulangi eksperimen sebanyak tiga kali. Sehingga hasilnya dapat kita lihat pada Tabel 2.5 di bawah ini

11 Tabel 2.5. Kecepatan jatuh partikel Percobaa n Waktu Sampel Jatuh I m/det II m/det III m/det Rata-rata = m/det Sumber: Pengujian di Laboratorium Mekanika Tanah USU Dari grafik Hubungan antara diameter saringan dan kecepatan endap untuk air tenang diperoleh mm 2.5. Kondisi-Kondisi Batas Bangunan Pengambilan Yang pertama-tama mencegah masuknya sedimen ke dalam saluran irigasi adalah pengambilan dan pembilas, dan oleh karena itu pengambilan yang direncanakan dengan baik dapat mengurangi biaya pembuatan kantong lumpur yang mahal. Penyebaran sedimen ke arah vertikal memberikan ancar-ancar diambilnya beberapa langkah perencanaan untuk membangun sebuah pengambilan yang dapat berfungsi dengan baik. Partikel-partikel yang lebih halus di sungai diangkut dalam bentuk sedimen layang dan tersebar merata di seluruh kedalaman aliran. Semakin besar dan berat partikel yang terangkut, semakin partikelpartikel itu terkonsentrasi ke dasar sungai, bahan-bahan yang terbesar diangkut sebagai sedimen dasar. Gambar di bawah ini memberikan ilustrasi mengenai sebaran sedimen ke arah vertikal di dua sungai (a) dan (b) ; pada awal (c) dan ujung (d) kantong lumpur (lihat Gambar 2.4).

12 kedalaman air dalam m kedalaman air dalam m kedalaman air dalam m kedalaman air dalam m 0 sungai ngasinan 0 awal kantong lumpur 1.00 a 1.00 C konsentrasi sedimen dalam kg/m³ konsentrasi sedimen dalam kg/m³ 0 sungai brantas 0 ujung kantong lumpur 1.00 b 1.00 d konsentrasi sedimen dalam kg/m³ konsentrasi sedimen dalam kg/m³ 0.07 mm 0.14 mm < 0.32 mm 0.07 mm < 0.14 mm 0.32 mm < 0.75 mm Gambar 2.4 Konsentrasi sedimen ke arah vertikal *Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Standar Perencanaan Irigasi, KP 02 Jakarta Badan penerbit P.U., 1986 Dari gambar tersebut, jelas bahwa perencanaan pengambilan juga dimaksudkan untuk mencegah masuknya lapisan air yang lebih rendah, yang banyak bermuatan partikel-partikel kasar. a. Jaringan Saluran Jaringan saluran direncanakan untuk membuat kapasitas angkutan sedimen konstan atau makin bertambah di arah hilir. Dengan kata lain, sedimen yang memasuki jaringan saluran akan diangkut lewat jaringan tersebut ke sawah-sawah. Dalam kaitan dengan perencanaan kantong lumpur, ini berarti bahwa kapasitas angkutan sedimen pada bagian awal dari saluran primer penting artinya untuk ukuran partikel yang akan

13 diendapkan. Biasanya ukuran partikel ini diambil Ø 0,06 0,07 mm guna memperkecil kemiringan saluran primer. Bila kemiringan saluran primer serta kapasitas angkutan jaringan selebihnya dapat direncanakann lebih besar, maka tidak perlu menambah ukuran minimum partikel yang diendapkan. Umumnya hal ini akan menghasilkan kantong lumpur yang lebih murah, karena dapat dibuat lebih pendek. b. Topografi Keadaan topografi tepi sungai maupun kemiringan sungai itu sendiri akan sangat berpengaruh terhadap kelayakan ekonomis pembuatan kantong lumpur. Kantong lumpur dan bangunan-bangunan pelengkapnya memerlukan banyak ruang yang tidak selalu tersedia. Oleh karena itu, kemungkinan penempatannya harus ikut dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi bangunan utama. Kemiringan sungai harus curam untuk menciptakan kehilangan tinggi energi yang diperlukan untuk pembilasan di sepanjang kantong lumpur. Tinggi energi dapat diciptakan dengan cara menambah elevasi mercu, tapi hal ini jelas akan memperbesar biaya pembuatan bangunan Dasar-Dasar Perencanaan Dimensi Kantong Lumpur Volume Kantong Lumpur Dalam menentukan banyaknya angkutan sedimen dasar yang masuk kejaringan melalui intake, merupakan hal yang sangat sulit untuk menentukan dengan tepat. Karena hal ini sangat tergantung pada konstruski intake itu sendiri. Apabila intake dilengkapi dengan ambang penahan sedimen yang cukup tinggi atau kantong sedimen yang memadai, maka angkutan sedimen dasar yang masuk ke jaringan irigasi melalui intake dapat dianggap kecil dan dapat pula diabaikan.

14 Jika angkutan sedimen dasar yang masuk ke jaringan irigasi diabaikan, maka dalam perencanaan volume di jaringan irigasi, cukup memperhitungkan banyaknya angkutan sedimen layang yang masuk ke jaringan irigasi tersebut. Ada beberapa cara dalam perhitungan konsentrasi sedimen pada aliran yang masuk kejaringan irigasi, antara lain: a. Perhitungan dengan cara langsung Yang dimaksud perhitungan dengan cara langsung adalah perhitungan yang dilakukan dengan pengukuran angkutan sedimen secara langsung di lapangan, yang di ukur keadaan debit sungai sepanjang tahun. b. Perhitungan dengan cara asumsi Banyaknya sedimen yang terbawa oleh aliran masuk dapat ditentukan dari: 1) Pengukuran langsung di lapangan. 2) Rumus angkutan sedimen yang cocok ( Einstein Brown, Meyer Peter Mueller), atau kalau tidak ada data yang andal. c. Kantong lumpur yang ada di lokasi lain yang sejenis. Sebagai perkiraan kasar yang masih harus dicek ketepatannya, jumlah bahan dalam aliran masuk yang akan diendapkan adalah 0,50 0 / 00. Jadi rumus volume kantong lumpur yang diasumsikan adalah sebagai berikut: V = 0,0005 Q T...(2.4) (Disain Note SID Peningkatan Sistem Jaringan Irigasi DI.Aek Sigeaon Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air, 2011:25) Dimana: V = Volume kantong lumpur yang diperlukan (m 3 ) Q = Besarnya debit perencanaan saluran (m 3 /detik) T = Jangka waktu pembilasan (detik)

15 Panjang dan Lebar Kantong Lumpur Dimensi-dimensi L (panjang) dan B (lebar) kantong lumpur dapat diturunkan dari gambar 5. Partikel yang masuk ke kolam pada A, dengan kecepatan endap partikel (w) dan kecepatan air (v) harus mencapai dasar pada C. Ini berakibat bahwa, partikel selama waktu (H/w) yang diperlukan untuk mencapai dasar, akan berjalan (berpindah) secara horizontal sepanjang jarak L dalam waktu L/v (lihat Gambar 2.5). A v w w v C H H L B Gambar 2.5 Skema kantong lumpur Jadi: H w = L v, dengan v = Q H B...(2.5) Dimana: H = Kedalaman aliran saluran (m) W = Kecepatan endapan partikel sedimen (m/detik) L = Panjang kantong lumpur (m) v = Kecepatan aliran air (m/detik) Q = Debit saluran (m 3 /detik) B = Lebar kantong lumpur (m) Persamaan di atas menghasilkan: H w = L Q H B...(2.6) H = L W Q H B...(2.7)

16 H = L w sehingga,...(2.8) H B Q L B = Q......(2.9) W (Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama KP 02,2010:213) Karena sangat sederhana, rumus ini dapat dipakai untuk membuat perkiraan awal dimensi-dimensi tersebut. Untuk perencanaan yang lebih detail, harus dipakai faktor koreksi guna menyelaraskan faktor-faktor yang mengganggu, seperti : - Turbulensi air - Pengendapan yang terhalang - Bahan layang sangat banyak Dimensi kantong lumpur sebaiknya sesuai dengan kaidah bahwa L/B > 8, untuk mencegah agar aliran tidak meander di dalam kantong lumpur. (Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama KP 02, 2010:214). Apabila topografi tidak memungkinkan diturutinya kaidah ini, maka kantong lumpur harus dibagi-bagi ke arah memanjang dengan dindingdinding pemisah (devider wall) untuk mencapai perbandingan antara L dan B ini.

17 Kemiringan Dasar Saluran (I) a. Kemiringan Energi di Kantong Lumpur Selama Eksploitasi Normal (In) Dalam menentukan kemiringan kantong lumpur, kecepatan aliran kantong lumpur pada waktu pengaliran diambil dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a) Kecepatan aliran hendaknya cukup rendah sehingga partikel yang telah mengendap tidak menghambur lagi. b) Untuk mencegah turbulensi yang dapat mengganggu proses pengendapan. c) Kecepatan hendaknya tersebar merata sehingga sedimentasi juga dapat tersebar merata di dalam kantong lumpur. d) Kecepatan tidak boleh kurang dari 0,30 m/detik untuk mencegah tumbuhnya vegetasi. e) Transisi dari saluran ke kantong lumpur dan sebaliknya harus mulus untuk mencegah terjadinya turbulensi. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka kecepatan aliran pada kantong lumpur selama eksploitasi normal ditetapkan v = 0,30 m/detik sehingga kemiringan dasar saluran pada kantong lumpur (i) pada saat eksploitasi normal dapat kita lihat pada Gambar 2.6 di bawah ini. I Saluran h ds Gambar 2.6 Kemiringan kantong lumpur

18 Untuk menentukan kemiringan energi di kantong lumpur selama eksploitasi normal, maka digunakan rumus Strickler sebagai berikut: V n = Ks R n 2/3 I n ½ sehingga,...(2.10) I n = ( ) Vn Ks Rn 2/3...(2.11) Jika debit normal pengambilan adalah Q n, maka: Q n = V n A n...(2.12) Dimana: V n = Kecepatan rata-rata selama ekspolitasi normal (m/detik) I n = Kemiringan energi selama ekspolitasi normal Ks = Koefisien kekasaran Strickler (lihattabel2.6) R n = Jari-jari hidrolis selama eksploitasi normal (m) Q n = Kebutuhan pengambilan rencana (m 3 /detik) A n = Luas basah eksploitasi normal (m 2 ) b. Kemiringan Energi Di Kantong Lumpur Selama Pembilasan (Ib) dengan Kolam Dalam Keadaan Kosong Untuk menentukan kemiringan energi selama pembilasan dengan kolam dalam keadaan kosong, maka digunakan rumus Strickler sebagai berikut: V b = Ks R b 2/3 I b ½ sehingga,...(2.13) I b = ( ) Vb Ks Rb 2/3...(2.14) Jika debit pembilasan adalah Q b, maka: Q b = V b A b...(2.15) Dimana: V b = Kecepatan rata-rata selama pembilasan (m/detik) I b = Kemiringan energi selama pembilasan Ks = Koefisien kekasaran Strickler (lihat Tabel2.6)

19 R b = Jari-jari hidrolis selama pembilasan (m) Q b = Debit untuk membilas (m 3 /detik) Q b = 1,2 Q n A b = Luas basah selama pembilasan (m 2 ) Tabel 2.6. Koefisien Kekasaran Strickler menurut Subarkah (1980:45) Saluran Lama dengan dinding-dinding sangat kasar Lama dengan dinding-dinding kasar Ks Drainase yang akan diberi tanggul dan 40 saluran tersier Draenase baru tanpa tanggul-tanggul 43,5 Primer dan sekunder dengan aliran kurang dari 7,5 m 3 /detik 45-47,50 Terpelihara baik dengan debit lebih 50 dari 10 m 3 /detik Dengan pasangan batu kosongan 50 Dengan dinding pasangan batu belah 60 yang baik dan beton tidak dihaluskan Dengan dinding halus, dinding kayu 90 Untuk keperluan perhitungan pendahuluan, kecepatan rata-rata yang diperlukan selama pembilasan dapat diandaikan sebagai berikut: 1) 1,0 m/detik untuk pasir halus 2) 1,50 m/detik untuk pasir kasar

20 3) 2,0 m/detik untuk kerikil dan pasir kasar Jika kecepatan selama pembilasan semakin tinggi, maka operasi pembilasan menjadi semakin cepat. Namun demikian agar pembilasan dapat dilakukan dengan baik, maka kecepatan aliran harus dijaga agar tetap subkritis atau Fr < 1. Fr = v gh...(2.16) Dimana : v = Kecepatan aliran dalam kantong lumpur (m/detik) g = Percepatan gravitasi, g = 9,8 m/detik 2 h = Tinggi endapan sedimen (m) Kecepatan aliran selama pembilasan dibuat sedemikian tinggi untuk dapat menggeser atau menggerakkan partikel-partikel yang mengendap. Namun demikian kecepatan haruslah di bawah kecepatan superkritis, karena kecepatan superkritis dapat mengurangi efektifitas proses pembilasan. Untuk bahan endapan pasir kasar dengan Ø 0,06 0,07 mm ditetapkan kecepatan aliran di kantong lumpur pada saat pembilasan adalah 1,50 m/detik. Kantong lumpur dipisah dua dengan sebuah dinding penguras untuk efisiensi pembilasan dan kontinuitas pemberian air selama masa pembilasan Kecepatan Endapan (Settling Velocity) Pada umumnya ada dua cara yang dapat ditempuh dalam menentukan kecepatan endapan, yaitu: a) Kecepatan endap (w) dapat di baca dari Gambar 2.7. b) Percobaan tabung pengendap (settling tube experiment).

21 diameter ayak do dalam mm Cara untuk menentukan kecepatan endap dengan percobaan tabung pengendap (menggunakan contoh partikel dari lapangan) merupakan cara yang paling baik dibandingkan cara yang di atas. Hal ini disebabkan karena dengan percobaan lebih mencerminkan kondisi setempat. Untuk menentukan kecepatan endap (w), biasanya berhubungan dengan keadaan suhu di Indonesia dipakai suhu rata-rata 20 0 C. F.B=0.3 F.B=0.7 F.B=0.9 F.B= Ps = 2650 kg/m ³ Pw = 1000 kg/m ³ F.B = faktor bentuk = C a.b (F.B = 0.7 untuk pasir alamiah) c kecil ; a besar ; b sedang a tiga sumbu yang saling tegak lurus Red = butir bilangan Reynolds = w.do/u Red = Red = Red = 0.01 Red = 0.1 Red = 1 Red = 10 Red = t= mm/dt = 0.1 m/dt kecepatan endap w dalam mm/dt-m/dt Gambar 2.7 Hubungan antara diameter saringan dan kecepatan endap untuk air tenang *Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Standar Perencanaan Irigasi, KP 02 Jakarta Badan penerbit P.U., 1986.

22 Pembilasan Kantong Lumpur Selain faktor pengendapan partikel, dalam perencanaan dimensi kantong lumpur juga harus pula dipertimbangkan faktor pembilasan, yaitu pembersihan atau pembuangan endapan sedimen dari tampungan kantong. Jarak waktu atau interval pembilasan kantong lumpur tergantung pada eksploitasi jaringan irigasi. Banyaknya sedimen yang diendapkan, luas tampungan dan tersedianya debit air sungai yang dibutuhkan untuk pembilasan. Untuk tujuan-tujuan perencanaan biasanya diambil interval 1 (satu) atau 2 (dua) minggu. Cara pembilasan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pembilasan secara hidrolis dan secara manual/mekanis. Pembilasan secara hidrolis lebih praktis dan ekonomis dibandingkan cara manual/mekanis. Cara manual/mekanis dipakai jika secara hidrolis tidak mungkin dilakukan. a. Pembilasan Secara Hidrolis Pembilasan secara hidrolis membutuhkan kemiringan energi (beda tinggi muka air) dan debit yang memadai pada kantong guna menggerus atau menggelontor sedimen yang terendap. Kemiringan dasar kantong dan debit pembilasan hendaknya didasarkan pada besarnya tegangan geser yang diperlukan yang akan dipakai untuk menggerus sedimen yang terendap. Tegangan geser yang diperlihatkan tergantung pada tipe sedimen yang bisa berupa: 1) Pasir lepas Dalam hal ini parameter yang terpenting adalah ukuran butiran sedimen.

23 U u.cr = g ( ) dalam m/dt C 2) Partikel-partikel pasir, lanau dan lempung dengan kohesi tertentu. Jika bahan yang mengendap terdiri dari pasir lepas, maka untuk menentukan besarnya tegangan geser yang diperlukan dapat dipakai grafik Shield (lihat Gambar 2.8). Besarnya tegangan geser dan kecepatan geser untuk diameter pasir terbesar yang akan dibilas sebaiknya dipilih di atas harga kritis. Dalam gambar 2.8 ini ditunjukkan dengan kata bergerak (movement) BERGERAK cr :d cr = 800d d > U.cr :: d U.cr SHIELDS cr TIDAK BERGERAK cr dalam N/m d dalam milimeter Ps = kg/m Gambar 2.8 Tegangan geser kritis dan kecepatan geser kritis sebagai fungsi ukuran butiran untuk ρ s = 2650 kg/m 3 (pasir) *Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Standar Perencanaan Irigasi, KP 02 Jakarta Badan penerbit P.U., 1986.

24 nilai banding r0ngga dalam % Jika bahan yang mengendap adalah bahan-bahan kohesif, maka untuk menentukan besarnya gaya geser dapat dipakai grafik yang diturunkan dari USBR oleh Lane (lihat Gambar 2.9) data - ussr (ref.11,lane 1955) 3 2 l empung pas i r an ( kada r pas i r lepas cukup padat pasir non-kohesit <0.2 mm tanah lempung kurus kur ang dar i 50%) padat sangat padat gaya geser dalam N/m2 Gambar 2.9 Gaya tarik (traksi) pada bahan kohesif *Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Standar Perencanaan Irigasi, KP 02 Jakarta Badan penerbit P.U., b. Pembilasan Secara Manual/Mekanis Pembersihan kantong secara menyeluruh jarang dipakai secara manual. Dalam hal-hal tertentu, pembersihan manual dilakukan disamping pembilasan secara hidrolis terhadap bahan-bahan kohesif

25 atau bahan-bahan yang sangat kasar. Pembersihan secara mekanis jarang dilakukan karena alat-alat yang digunakan relatif mahal, seperti mesin pengeruk, pompa pasir, backhoe dan sebagainya. Volume tampungan bergantung banyaknya sedimen (sedimen dasar maupun sedimen layang) yang akan tiba hingga saat pembilasan. (lihat Gambar 2.10). Gambar 2.10 Potongan melintang dan potongan memanjang kantong lumpur yang menunjukkan metode pembuatan tampungan *Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Standar Perencanaan Irigasi, KP 02 Jakarta Badan penerbit P.U., 1986.

26 Pengontrolan Terhadap Berfungsinya Kantong Lumpur Dalam perencanaan dimensi kantong lumpur harus mencakup pengontrolan terhadap efisiensi pengendapan dan efisiensi pembilasan. a. Efisiensi Pengendapan Pengontrolan terhadap efisiensi pengendapan perlu dilakukan untuk dua keadaaan yaitu: 1) Pengontrolan terhadap pengaruh proses pengendapan partikelpartikel dengan kecepatan endap yang berbeda-beda dari kecepatan endap partikel rencana. Untuk keadaan ini dapat dikontrol dengan grafik pembuangan sedimen dari Camp (lihat Gambar 2.11). Grafik ini memberikan efisiensi sebagai fungsi dari dua parameter. Kedua parameter tersebut adalah W V0. Dimana: W W0 dan w = Kecepatan endap partikel-partikel yang ukurannya di luar ukuran partikel yang direncana (m/detik) w 0 = Kecepatan endap rencana (m/detik) V 0 = Kecepatan rata-rata aliran dalam kantong lumpur (m/detik) Dari dari diagram Camp (lihat Gambar 2.11) efisiensi kantong lumpur untuk berbagai diameter sedimen dapat ditentukan. hn w = L Vn...(2.17) hn vn Maka, w =...(2.18) L Dimana : w = Kecepatan endap rencana (m/detik) h n = Kedalaman air rencana (m) v n = Kecepatan aliran (m/detik)

27 efisiensi L = Panjang saluran (m) a. pengaruh aliran turbulensi terhadap sedimentasi aliran masuk aliran keluar 1.0 daerah sedimentasi b.efisiensi sedimentasi partikel-patikel individual untuk aliran turbulensi W Wo W/vo Gambar 2.11 Grafik pembilasan sedimen dari Camp untuk aliran turbulensi (Camp 1945) *Sumber: Departemen Pekerjaan UmumStandar Perencanaan Irigasi, KP 02 Jakarta Badan penerbit P.U., 1986.

28 2) Pengontrolan terhadap pengaruh turbulensi dari air Turbulensi disebabkan oleh tidak tepatnya kecepatan air pada suatu titik aliran. Sedangkan derajat turbulensi merupakan fluktuasi kecepatan terhadap kecepatan rata-rata. Untuk aliran lamier, derajat turbulensi ini sangat kecil bahkan dapat diabaikan. Derajat turbulensi sangat mempengaruhi keadaan suspensi material yang ada dalam kantong lumpur (lihat Gambar 2.11). Shinohara Tsubaki telah meyelidiki dan memberikan kriteria bahwa material akan tetap dalam keadaan suspensi penuh, jika: v w > 5...(2.19) 3 Dimana: v * = Kecepatan geser (m/detik), v * = (ghi) 0,5 g = Percepatan gravitasi), g = 9,8 m/detik 2 h = Kedalaman air (m) I = Kemiringan energi w = Kecepatan endap sedimen (m/detik) Untuk keadaan ini sebaiknya dicek untuk dua kondisi yang berbeda, yaitu: a) Untuk kondisi kantong lumpur dalam keadaaan kosong b) Untuk kondisi kantong lumpur dalam keadaaan penuh b. Efisiensi Pembilasan Efisiensi pembilasan tergantung pada dua hal, yaitu: 1) Terbentuknya gaya geser yang memadai pada permukaan sedimen yang telah mengendap. Untuk keadaan ini di cek dengan grafik Shield (lihat Gambar 2.8). Material bergerak bila τ 0 > τ cr τ 0 = ρ w g R b I b...(2.20)

29 Dimana: τ 0 = Tegangan geser dasar (N/m 2 ) ρ w = Kerapatan jenis air, ρ w = 1000 kg/m 3 g = Percepatan gravitasi, g = 9,8 m/detik 2 R b = Jari-jari hidrolis selama pembilasan (m) I b = Kemiringan energi selama pembilasan 2) Kecepatan yang cukup untuk menjaga agar bahan tetap dalam keadaan suspensi sesudah pembilasan. Untuk keadaan ini dapat dicek dengan kriteria dari Shinohara Tsubaki.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masuk.(sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP-02). potensial yang dapat diairi dari sungai yang bersangkutan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masuk.(sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP-02). potensial yang dapat diairi dari sungai yang bersangkutan. BAB II BAB II-Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA.1. Pengertian Bangunan Hidrolis Bangunan utama dapat didefinisikan sebagai : semua bangunan yang direncakan di sungai atau aliran air untuk membelokkan air

Lebih terperinci

EVALUASI KANTONG LUMPUR DI.AEK SIGEAON PADA BENDUNG AEK SIGEAON KABUPATEN TAPANULI UTARA PROPINSI SUMATERA UTARA

EVALUASI KANTONG LUMPUR DI.AEK SIGEAON PADA BENDUNG AEK SIGEAON KABUPATEN TAPANULI UTARA PROPINSI SUMATERA UTARA EVALUASI KANTONG LUMPUR DI.AEK SIGEAON PADA BENDUNG AEK SIGEAON KABUPATEN TAPANULI UTARA PROPINSI SUMATERA UTARA TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh ujian

Lebih terperinci

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Sungai Cisadane 4.1.1 Letak Geografis Sungai Cisadane yang berada di provinsi Banten secara geografis terletak antara 106 0 5 dan 106 0 9 Bujur Timur serta

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK. 1.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK. 1. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL l HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK jl1 v v111 x xi xu BAB I PENDAHULUAN1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah

Lebih terperinci

MODEL BANGUNAN PENDUKUNG PINTU AIR PAK TANI BERBAHAN JENIS KAYU DAN BAN SEBAGAI PINTU IRIGASI

MODEL BANGUNAN PENDUKUNG PINTU AIR PAK TANI BERBAHAN JENIS KAYU DAN BAN SEBAGAI PINTU IRIGASI MODEL BANGUNAN PENDUKUNG PINTU AIR PAK TANI BERBAHAN JENIS KAYU DAN BAN SEBAGAI PINTU IRIGASI TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan Memenuhi syarat untuk menempuh Colloquium Doctum/ Ujian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan penguapan suhu tanaman akan relatif tetap terjaga. Daerah Irigasi di Sumatera Utara adalah Daerah Irigasi Sungai Ular.

BAB I PENDAHULUAN. dengan penguapan suhu tanaman akan relatif tetap terjaga. Daerah Irigasi di Sumatera Utara adalah Daerah Irigasi Sungai Ular. BAB I PENDAHULUAN I. Umum Air mempunyai arti yang penting dalam kehidupan, salah satunya adalah dalam usaha pertanian. Di samping sebagai alat transportasi zat makanan untuk pertumbuhan, air memegang peranan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HIDROLIS DAN STRUKTUR BENDUNG

BAB V ANALISIS HIDROLIS DAN STRUKTUR BENDUNG BAB V ANALISIS HIDROLIS DAN STRUKTUR BENDUNG 5.1 Uraian Umum 5.1.1 Latar Belakang Pembangunan Bendung Kaligending menjadi bendung permanen untuk melayani areal seluas 948 ha, dengan tinggi mercu m dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No. 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Pemeriksaan material dasar dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pasir Ynag digunakan dalam penelitian ini

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Tinjauan Umum Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara debit aliran air dengan berapa banyak sedimen yang terangkut, berat jenis sedimen, distribusi ukuran

Lebih terperinci

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum . Umum Pada saat memilih suatu bangunan air, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, baik dari segi kriteria tujuan, tinjauan hidraulika, adanya sedimentasi, ketersediaan material pembuatnya, maupun

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Tinjauan Umum Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara debit aliran air dengan berapa banyak sedimen yang terangkut, berat jenis sedimen, distribusi ukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air mempunyai arti yang penting dalam kehidupan, salah satunya adalah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Air mempunyai arti yang penting dalam kehidupan, salah satunya adalah sebagai BAB I Bab I-Pendahuluan PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air mempunyai arti yang penting dalam kehidupan, salah satunya adalah sebagai sumber air baku yaitu air yang dapat berasal dari sumber air

Lebih terperinci

2015 ANALISIS SEDIMEN DASAR (BED LOAD) DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA PADA SUNGAI CIKAPUNDUNG BANDUNG, JAWA BARAT INDONESIA

2015 ANALISIS SEDIMEN DASAR (BED LOAD) DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA PADA SUNGAI CIKAPUNDUNG BANDUNG, JAWA BARAT INDONESIA DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Identifikasi

Lebih terperinci

BAB 1 KATA PENGANTAR

BAB 1 KATA PENGANTAR BAB 1 KATA PENGANTAR Sebagai negara agraria tidaklah heran jika pemerintah senantiasa memberikan perhatian serius pada pembangunan di sector pertanian. Dalam hal ini meningkatkan produksi pertanian guna

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Erosi adalah lepasnya material dasar dari tebing sungai, erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan

Lebih terperinci

BAB VI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA

BAB VI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA BAB VI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA 6.1 UMUM Bendung direncanakan untuk mengairi areal seluas 1.32700 ha direncanakan dalam 1 (satu) sistem jaringan irigasi dengan pintu pengambilan di bagian kiri bendung.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Sungai Sungai adalah suatu alur yang panjang diatas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan dan senantiasa tersentuh air serta terbentuk secara alamiah (Sosrodarsono,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Instalasi Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged Cabang Teluknaga Kabupaten Tangerang. Pemilihan tempat penelitian ini

Lebih terperinci

Cara uji berat jenis tanah

Cara uji berat jenis tanah Standar Nasional Indonesia Cara uji berat jenis tanah ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan.. iii 1 Ruang lingkup.. 1 2 Acuan normatif. 1 3 Istilah

Lebih terperinci

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI Perencanaan Sistem Suplai Air Baku 4.1 PERENCANAAN SALURAN PIPA Perencanaan saluran pipa yang dimaksud adalah perencanaan pipa dari pertemuan Sungai Cibeet dengan Saluran

Lebih terperinci

RC MODUL 1 TEKNIK IRIGASI

RC MODUL 1 TEKNIK IRIGASI RC14-1361 MODUL 1 TEKNIK IRIGASI PENDAHULUAN PENGERTIAN DAN MAKSUD IRIGASI Irigasi: Berasal dari istilah Irrigatie (Bhs. Belanda) atau Irrigation (Bahasa Inggris) diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan

Lebih terperinci

STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI

STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI Spectra Nomor 8 Volume IV Juli 2006: 50-59 STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI Kustamar Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Peredam energi merupakan suatu bagian dari bangunan air yang berguna

Lebih terperinci

PERENCANAAN BENDUNG. Perhitungan selengkapnya, disajikan dalam lampiran. Gambar 2.1 Sketsa Lebar Mercu Bendung PLTM

PERENCANAAN BENDUNG. Perhitungan selengkapnya, disajikan dalam lampiran. Gambar 2.1 Sketsa Lebar Mercu Bendung PLTM PERENCANAAN BENDUNG. Perencanaan Hidrolis Bendung. Lebar dan Tinggi Bendung Lebar bendung adalah jarak antara kedua pangkal bendung (Abutment). Lebar bendung sebaiknya diambil sama dengan lebar rata-rata

Lebih terperinci

Titik pengukuran kecepatan aliran

Titik pengukuran kecepatan aliran BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Pengukuran Kecepatan Aliran Pengukuran kecepatan aliran diukur berdasarkan keadaan aliran pada saat pengambilan sampel sedimentasi.pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Tujuan Lokasi proyek Analisis Curali Hujan Rata-rata Rerata Aljabar 12

1.1 Latar Belakang Tujuan Lokasi proyek Analisis Curali Hujan Rata-rata Rerata Aljabar 12 DAI TAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI v DAFTAR GAMBAR x DAFTAR TABEL xii DAFTAR LAMPIRAN xiv BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 2 1.2 Tujuan 2 1.3 Manfaat

Lebih terperinci

Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang

Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang Kriteria Desain Kriteria Desain Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang Perancang diharapkan mampu menggunakan kriteria secara tepat dengan melihat kondisi sebenarnya dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi Teknis Kriteria perencanaan jaringan irigasi teknis berisi instruksi standard dan prosedur bagi perencana dalam merencanakan irigasi teknis.

Lebih terperinci

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU Sih Andayani 1, Arif Andri Prasetyo 2, Dwi Yunita 3, Soekrasno 4 1 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah Standar Nasional Indonesia Cara uji kepadatan ringan untuk tanah ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BAB V PEMERIKSAAN BERAT JENIS TANAH. 5.1 REFERENSI a. M Das, Braja Mekanika Tanah Jilid I. Jakarta: Erlangga. Bab 1 Tanah dan batuan, Hal

BAB V PEMERIKSAAN BERAT JENIS TANAH. 5.1 REFERENSI a. M Das, Braja Mekanika Tanah Jilid I. Jakarta: Erlangga. Bab 1 Tanah dan batuan, Hal BAB V PEMERIKSAAN BERAT JENIS TANAH 5.1 REFERENSI a. M Das, Braja.1993. Mekanika Tanah Jilid I. Jakarta: Erlangga. Bab 1 Tanah dan batuan, Hal 15-17. 5.2 DASAR TEORI Berat jenis tanah sering juga disebut

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diambil meliputi tanah tidak terganggu (undistrub soil).

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diambil meliputi tanah tidak terganggu (undistrub soil). III. METODE PENELITIAN A. Pekerjaan Lapangan Pekerjaan lapangan yang dilakukan adalah pengambilan sampel tanah. Sampel tanah yang diambil meliputi tanah tidak terganggu (undistrub soil). Sampel tanah diambil

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhdadap

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HASIL

BAB IV ANALISA HASIL BAB IV ANALISA HASIL 4.1 Bendung Tipe bendung yang disarankan adalah bendung pelimpah pasangan batu dengan diplester halus. Bagian bendung yang harus diperlihatkan adalah mercu bendung, bangunan pembilas,

Lebih terperinci

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy. SOAL HIDRO 1. Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang dengan kemiringan dasar saluran 0,015, mempunyai kedalaman air 0,45 meter dan lebar dasar saluran 0,50 meter, koefisien kekasaran Manning

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 21 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Secara umum erosi dapat dikatakan sebagai proses terlepasnya buturan tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhadap perbedaan

Lebih terperinci

BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY)

BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY) VIII-1 BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY) 8.1. Tinjauan Umum Bangunan pelimpah berfungsi untuk mengalirkan air banjir yang masuk ke dalam embung agar tidak membahayakan keamanan tubuh embung.

Lebih terperinci

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN Amelia Ester Sembiring T. Mananoma, F. Halim, E. M. Wuisan Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado Email: ame910@gmail.com ABSTRAK Danau

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH

METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH SNI 03-1742-1989 BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan hubungan antara kadar air dan berat isi tanah dengan memadatkan di dalam

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN TEKNIS BANGUNAN PENANGKAP SEDIMEN PADA BENDUNG INGGE KABUATEN SARMI PAPUA ABSTRAK

STUDI PERENCANAAN TEKNIS BANGUNAN PENANGKAP SEDIMEN PADA BENDUNG INGGE KABUATEN SARMI PAPUA ABSTRAK STUDI PERENCANAAN TEKNIS BANGUNAN PENANGKAP SEDIMEN PADA BENDUNG INGGE KABUATEN SARMI PAPUA Agnes Tristania Sampe Arung NRP : 0821024 Pembimbing : Ir.Endang Ariani, Dipl. H.E. NIK : 210049 ABSTRAK Papua

Lebih terperinci

BAB IV KRITERIA PERENCANAAN PLTM

BAB IV KRITERIA PERENCANAAN PLTM BAB IV KRITERIA PERENCANAAN PLTM 4.1. KRITERIA PERENCANAAN BANGUNAN AIR Dalam mendesain suatu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) diperlukan beberapa bangunan utama. Bangunan utama yang umumnya

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM)

PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM) PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM) M. Kabir Ihsan Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh email: ikhsankb@gmail.com

Lebih terperinci

Stenly Mesak Rumetna NRP : Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : ABSTRAK

Stenly Mesak Rumetna NRP : Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : ABSTRAK STUDI PERENCANAAN TEKNIS BENDUNG DI SUNGAI INGGE DAERAH IRIGASI BONGGO KABUATEN SARMI PAPUA Stenly Mesak Rumetna NRP : 0721017 Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : 210049 ABSTRAK Daerah Irigasi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 17 BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal dan segala referensi yang mendukung guna kebutuhan penelitian. Sumber yang diambil adalah sumber yang berkaitan

Lebih terperinci

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air. 4.4 Perhitungan Saluran Samping Jalan Fungsi Saluran Jalan Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan. Fungsi utama : - Membawa

Lebih terperinci

4.2.4 Pintu. Gambar Grafik Pembilasan Sedimen Camp Untuk Aliran Turbulen (Camp, 1945) BAB IV KRITERIA PERENCANAAN

4.2.4 Pintu. Gambar Grafik Pembilasan Sedimen Camp Untuk Aliran Turbulen (Camp, 1945) BAB IV KRITERIA PERENCANAAN Gambar 4. 16 Grafik Pembilasan Sedimen Camp Untuk Aliran Turbulen (Camp, 1945) Pintu diujung pembilas bawah akan tetap terbuka selama aliran air rendah pada musim kemarau, pintu pembilas ditutup agar air

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Beton Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Metode campuran beton yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengukuran Hidrometri Sungai Perhitungan ini akan menjelaskan langkah-langkah perhitungan Sungai Progo. Perhitungan diambil dari data pada 2 titik tinjauan yaitu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah Pasir ini berada di Kecamatan Pasir Sakti,

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah Pasir ini berada di Kecamatan Pasir Sakti, III. METODE PENELITIAN A. Metode Pengambilan Sampel Lokasi pengambilan sampel tanah Pasir ini berada di Kecamatan Pasir Sakti, Lampung Timur. Pengambilan sampel tanah pasir menggunakan tabung pipa paralon

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari. daerah Karang Anyar, Lampung Selatan.

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari. daerah Karang Anyar, Lampung Selatan. III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan. Gambar 5. Denah Lokasi Pengambilan Sampel Tanah Lempung

Lebih terperinci

GALIH EKO PUTRA Dosen Pembimbing Ir. Abdullah Hidayat SA, MT

GALIH EKO PUTRA Dosen Pembimbing Ir. Abdullah Hidayat SA, MT PEMANFAATAN KEHILANGAN ENERGI PADA BANGUNAN TERJUN SEBAGAI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (studi kasus bangunan terjun (BT2 BT4) pada saluran primer Padi Pomahan, D.I Padi Pomahan, Desa Padi, Kecamatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah lempung lunak ini berada di Rawa Seragi,

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah lempung lunak ini berada di Rawa Seragi, III. METODE PENELITIAN A. Metode Pengambilan Sampel Lokasi pengambilan sampel tanah lempung lunak ini berada di Rawa Seragi, Lampung Timur. Pengambilan sampel tanah menggunakan tabung pipa paralon sebanyak

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengukuran Hidrometri Sungai Perhitungan ini akan menjelaskan langkah-langkah perhitungan Sungai Progo. Perhitungan diambil dari data pada 2 titik tinjauan yaitu

Lebih terperinci

Bab III HIDROLIKA. Sub Kompetensi. Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase

Bab III HIDROLIKA. Sub Kompetensi. Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase Bab III HIDROLIKA Sub Kompetensi Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase 1 Analisis Hidraulika Perencanaan Hidraulika pada drainase perkotaan adalah untuk

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

FAKULTAS TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG LAPORAN PENELITIAN PENGGERUSAN DI HILIR BENDUNG DENGAN MERCU TYPE VLUGTER PENELITI / TIM PENELITI Ketua : Ir.Maria Christine Sutandi.,MSc 210010-0419125901 Anggota : Ir.KanjaliaTjandrapuspa T.,MT 21008-0424084901

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah lempung berpasir ini berada di desa

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah lempung berpasir ini berada di desa III. METODE PENELITIAN A. Metode Pengambilan Sampel Lokasi pengambilan sampel tanah lempung berpasir ini berada di desa Kampung Baru Bandar Lampung. Pengambilan sampel tanah menggunakan karung dan cangkul

Lebih terperinci

PENGARUH SEDIMENTASI TERHADAP SALURAN PEMBAWA PADA PLTMH

PENGARUH SEDIMENTASI TERHADAP SALURAN PEMBAWA PADA PLTMH PENGARUH SEDIMENTASI TERHADAP SALURAN PEMBAWA PADA PLTMH Irma Wirantina Kustanrika, S.T, M.T Jurusan Teknik Sipil, Sekolah Tinggi Teknik PLN irma_wirantina@yahoo.com ABSTRAK Saat ini perkembangan Pembangkit

Lebih terperinci

GORONG-GORONG Anita Winarni Dwi Ratna Komala Novita Priatiningsih

GORONG-GORONG Anita Winarni Dwi Ratna Komala Novita Priatiningsih BANGUNAN IRIGASI GORONG-GORONG Anita Winarni Dwi Ratna Komala Novita Priatiningsih DEFINISI GORONG-GORONG Gorong-gorong adalah bangunan yang dipakai untuk membawa aliran air (saluran irigasi atau pembuang)

Lebih terperinci

Cara Mengukur dan Menghitung Debit Saluran

Cara Mengukur dan Menghitung Debit Saluran Cara Mengukur dan Menghitung Debit Saluran Beberapa waktu lalu sudah dibahas mengenai cara menghitung debit rencana untuk kepentingan perencanaan saluran drainase. Hasil perhitungan debit rencana bukan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan studi eksperimental secara langsung di Sungai Progo, mengenai fenomena angkutan sedimen dasar (bed load) yang terjadi pada sediment transport

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan studi eksperimental secara langsung di Sungai Progo, mengenai fenomena angkutan sedimen dasar (bed load) yang terjadi pada sediment transport

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai untuk meninggikan taraf muka air sungai dan membendung aliran sungai sehingga aliran sungai bisa bisa disadap dan

Lebih terperinci

BAB V STABILITAS BENDUNG

BAB V STABILITAS BENDUNG BAB V STABILITAS BENDUNG 5.1 Kriteria Perencanaan Stabilitas perlu dianalisis untuk mengetahui apakah konstruksi bangunan ini kuat atau tidak, agar diperoleh bendung yang benar-benar stabil, kokoh dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lanau

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lanau 39 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lanau anorganik atau berlempung yang terdapat yang terdapat di Perumahan Bhayangkara Kelurahan

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN BAHAN SUSUN BETON

PEMERIKSAAN BAHAN SUSUN BETON PEMERIKSAAN BAHAN SUSUN BETON 2.1. Umum Beton merupakan hasil campuran Semen Portland (PC), agregar halus (pasir), agregat kasar (krikil), dan air dengan atau tanpa bahan tambah (admixtures) dengan proporsi

Lebih terperinci

BED LOAD. 17-May-14. Transpor Sedimen

BED LOAD. 17-May-14. Transpor Sedimen 1 BED LOAD Transpor Sedimen Transpor Sedimen 2 Persamaan transpor sedimen yang ada di HEC-RAS Ackers and White (total load) Engelund and Hansen Laursen (total load) Meyer-Peter and Müller Beberapa persamaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi III. METODE PENELITIAN A. Sampel Tanah Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi dengan material pasir. Sampel tanah yang akan digunakan adalah dari daerah Belimbing Sari,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal 7 BAB III LANDASAN TEORI A. Gerusan Lokal Gerusan merupakan fenomena alam yang terjadi akibat erosi terhadap aliran air pada dasar dan tebing saluran alluvial. Juga merupakan proses menurunnya atau semakin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat penelitian Penelitian dilakukan di labolatorium hirolika pengairan jurusan teknik sipil fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

STUDI EFEKTIVITAS PEREDAM ENERGI BENDUNG PAMARAYAN-JAWA BARAT DENGAN UJI MODEL FISIK 3 DIMENSI

STUDI EFEKTIVITAS PEREDAM ENERGI BENDUNG PAMARAYAN-JAWA BARAT DENGAN UJI MODEL FISIK 3 DIMENSI STUDI EFEKTIVITAS PEREDAM ENERGI BENDUNG PAMARAYAN-JAWA BARAT DENGAN UJI MODEL FISIK 3 DIMENSI Pribadi Maulana NRP : 0121113 Pembimbing : Maria Christine S.,Ir. M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Tempat yang akan dijadikan penelitian oleh penulis adalah di sungai Cikapundung tepatnya pada saluran Viaduct Bandung Kelurahan Braga Kecamatan Sumur

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN 1. Ruang Lingkup a. Metode ini meliputi pengujian untuk mendapatkan hubungan antara kadar air dan kepadatan pada campuran

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Daftar Isi... 1

DAFTAR ISI. Daftar Isi... 1 DAFTAR ISI Daftar Isi... 1 BAB I STANDAR KOMPETENSI... 2 1.1 Kode Unit... 2 1.2 Judul Unit... 2 1.3 Deskripsi Unit... 2 1.4 Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja... 2 1.5 Batasan Variabel... 3 1.6

Lebih terperinci

ANALISA PENGGUNAAN TANAH KERIKIL TERHADAP PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH UNTUK LAPISAN KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA

ANALISA PENGGUNAAN TANAH KERIKIL TERHADAP PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH UNTUK LAPISAN KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA ANALISA PENGGUNAAN TANAH KERIKIL TERHADAP PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH UNTUK LAPISAN KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA Nurnilam Oemiati Staf Pengajar Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

DESAIN BANGUNAN IRIGASI

DESAIN BANGUNAN IRIGASI DESAIN BANGUNAN IRIGASI 1. JENIS JENIS BANGUNAN IRIGASI Keberadaan bangunan irigasi diperlukan untuk menunjang pengambilan dan pengaturan air irigasi. Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering dijumpai

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Saluran Terbuka Saluran terbuka adalah salah satu aliran yang mana tidak semua dinding saluran bergesekan dengan fluida yang mengalir, oleh karena itu terdapat ruang bebas dimana

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 2. Air yang berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik

III. METODE PENELITIAN. 2. Air yang berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik 26 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan Penetilian 1. Sampel tanah yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa tanah lempung yang berasal dari Kecamatan Yosomulyo, Kota Metro, Provinsi Lampung. 2.

Lebih terperinci

PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO

PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO 6309875 FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS GUNADARMA DEPOK 20 BAB I PENDAHULUAN.. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengukuran Hidrometri Sungai Perhitungan ini akan menjelaskan langkah-langkah perhitungan Sungai Progo. Perhitungan diambil dari data pada 2 titik tinjauan yaitu

Lebih terperinci

Gambar 2.1.Komponen Drainase Sistem Polder yang Ideal

Gambar 2.1.Komponen Drainase Sistem Polder yang Ideal DRAINASE POLDER Drainase sistem polder berfungsi untuk mengatasi banjir yang diakibatkan genangan yang ditimbulkan oleh besarnya kapasitas air yang masuk ke suatu daerah melebihi kapasitas keluar dari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan sesuai, maka diperlukan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan sesuai, maka diperlukan III. METODOLOGI PENELITIAN Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan sesuai, maka diperlukan langkah-langkah sistematis yang harus dilakukan diantaranya adalah : A. Populasi Populasi adalah subyek

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA

BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA 7.1 UMUM Untuk dapat mengalirkan air dari bendung ke areal lahan irigasi maka diperlukan suatu jaringan utama yang terdiri dari saluran dan bangunan pelengkap di jaringan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN

LAMPIRAN 1 DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN LAMPIRAN 1 DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN Tabel Pengujian analisa saringan agregat halus dan kasar Lokasi asal sampel Sungai Progo segmen Kebon Agung II Jenis sampel Sedimen dasar sungai Berat sampel yang di

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Morfologi Sungai Perhitungan ini akan menjelaskan langkah-langkah perhitungan hidrometri dan menentukan tipe morfologi Sungai Progo. Contoh perhitungan diambil

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Morfologi Sungai

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Morfologi Sungai 57 BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Morfologi Sungai Perhitungan ini akan menjelaskan langkah-langkah perhitungan hidrometri dan menentukan tipe morfologi Sungai Progo. Contoh perhitungan diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bendung atau pelimpah adalah bangunan yang melintang sungai yang berfungsi untuk menaikkan elevasi muka air untuk keperluan irigasi, PLTA, dan air bersih dan keperluan

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Tipe Morfologi Sungai Perhitungan berikut ini akan menjelaskan langkah-langkah analisis hitungan hidrometri dari Kali Putih kemudian menentukan jenis atau tipe morfologinya.

Lebih terperinci

BATAS CAIR TANAH (ASTM D )

BATAS CAIR TANAH (ASTM D ) III. BATAS CAIR TANAH (ASTM D 4318-00) I. MAKSUD : Maksud percobaan adalah untuk menentukan batas cair tanah. Batas cair suatu tanah adalah kadar air tanah tersebut pada keadaan batas peralihan antara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Daerah penelitian merupakan daerah yang memiliki karakteristik tanah yang mudah meloloskan air. Berdasarkan hasil borring dari Balai Wilayah

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tinjauan Umum

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tinjauan Umum BAB IV METODE PENELITIAN A. Tinjauan Umum Penelitian ini dilakukan untuk mengetahu perbandingan debit alliran air dengan berapa banyak seedimen yang terangkut, berat jenis sedimen, distribusi ukuran butiran

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. daerah Rawa Sragi, Lampung Timur. Lokasi pengujian dan pengambilan. sampel tanah dapat dilihat pada Gambar 5

METODE PENELITIAN. daerah Rawa Sragi, Lampung Timur. Lokasi pengujian dan pengambilan. sampel tanah dapat dilihat pada Gambar 5 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Bahan sampel tanah yang digunakan adalah tanah lempung yang terdapat di daerah Rawa Sragi, Lampung Timur. Lokasi pengujian dan pengambilan sampel tanah dapat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Sampel tanah yang akan diuji adalah tanah yang diambil dari Desa Rawa

III. METODOLOGI PENELITIAN. Sampel tanah yang akan diuji adalah tanah yang diambil dari Desa Rawa III. METODOLOGI PENELITIAN A. Sampel Tanah Sampel tanah yang akan diuji adalah tanah yang diambil dari Desa Rawa Sragi, Kabupaten Lampung Timur B. Metode Pengambilan Sampel Pada saat pengambilan sampel

Lebih terperinci

6 BAB VI EVALUASI BENDUNG JUWERO

6 BAB VI EVALUASI BENDUNG JUWERO 6 BAB VI EVALUASI BENDUNG JUWERO 6.1 EVALUASI BENDUNG JUWERO Badan Bendung Juwero kondisinya masih baik. Pada bagian hilir bendung terjadi scouring. Pada umumnya bendung masih dapat difungsikan secara

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lanau yang diambil dari Desa

METODE PENELITIAN. Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lanau yang diambil dari Desa III. METODE PENELITIAN A. Sampel Tanah Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lanau yang diambil dari Desa yosomulyo, Kota Metro Timur. Sampel tanah yang diambil adalah tanah terganggu (disturbed soil)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia teknik sipil, teknologi mengenai beton merupakan hal yang wajib untuk dipahami secara teoritis maupun praktis mengingat bahwa beton merupakan salah satu

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN

LAMPIRAN 1 DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN LAMPIRAN 1 DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN Tabel analisis ukuran butiran pada segmen 1 1. Segmen 1 Jembatan Bogem Lokasi asal sampel Jenis sampel Berat sampel yang di uji Sungai Opak pada segmen 1 Jembatan Bogem

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang diambil dari Desa Sumber Agung, Kecamatan Seputih Mataram, Lampung Tengah. Gambar 3. Denah Lokasi

Lebih terperinci

STUDI KECEPATAN JATUH SEDIMEN DI PANTAI BERLUMPUR (STUDI KASUS LOKASI PANTAI BUNGA BATUBARA SUMATERA UTARA)

STUDI KECEPATAN JATUH SEDIMEN DI PANTAI BERLUMPUR (STUDI KASUS LOKASI PANTAI BUNGA BATUBARA SUMATERA UTARA) STUDI KECEPATAN JATUH SEDIMEN DI PANTAI BERLUMPUR (STUDI KASUS LOKASI PANTAI BUNGA BATUBARA SUMATERA UTARA) TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas Dan Memenuhi Syarat Menempuh Ujian Sarjana

Lebih terperinci

JARINGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

JARINGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Definisi Irigasi Irigasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring (Dalam Jaringan/Online) Edisi III, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Lebih terperinci

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI RC14-1361 MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI SISTEM PENGAMBILAN AIR Irigasi mempergunakan air yang diambil dari sumber yang berupa asal air irigasi dengan menggunakan cara pengangkutan yang paling memungkinkan

Lebih terperinci