PENINGKATAN PADAT TANAM RUMPUT LAUT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENINGKATAN PADAT TANAM RUMPUT LAUT"

Transkripsi

1 PENINGKATAN PADAT TANAM RUMPUT LAUT Gracilaria verrucosa PADA SISTEM POLIKULTUR DENGAN IKAN NILA Oreochromis niloticus DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKSI DAN PERBAIKAN LINGKUNGAN AKUAKULTUR AGUSTINA RISKA INDRIYANI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : PENINGKATAN PADAT TANAM RUMPUT LAUT Gracilaria verrucosa PADA SISTEM POLIKULTUR DENGAN IKAN NILA Oreochromis niloticus DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKSI DAN PERBAIKAN LINGKUNGAN AKUAKULTUR adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juli 2012 Agustina Riska Indriyani C

3 ABSTRAK AGUSTINA RISKA INDRIYANI. Peningkatan padat tanam rumput laut Gracilaria verrucosa pada sistem polikultur dengan ikan nila Oreochromis niloticus dalam rangka peningkatan produksi dan perbaikan lingkungan akuakultur. Dibimbing oleh IRZAL EFFENDI dan ERINA SULISTIANI. Rumput laut mampu menyerap limbah nitrogen dan fosfat yang dihasilkan oleh ikan, dan menggunakan kualitas air ini untuk pertumbuhan, serta memperbaiki media hidup ikan nila hingga diperoleh kondisi optimal untuk pertumbuhan dan peningkatan produksi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan padat tanam terbaik rumput laut yang dipelihara bersama ikan nila sebagai upaya peningkatan produksi dan efisiensi lingkungan budidaya. Ikan nila (ukuran 1,8-2,0 gram) ditebar dengan kepadatan tanam 100 ekor/m 3 di akuarium berukuran 90x30x40 cm (81 L) pada media bersalinitas 20 ppt dan dipolikultur bersama rumput laut dengan berbagai kepadatan, yaitu 0, 200, 400, dan 600 gram/m 3. Hasil penelitian menujukkan bahwa peningkatan padat tanam rumput laut (x) mengakibatkan peningkatan laju pertumbuhan harian ikan nila (y), sesuai persamaan y = 2, ,00686x 0, x 2 + 0, x 3, dengan R 2 =76,7%. Perlakuan 0, 200, 400, dan 600 gram/m 3 (x) menghasilkan laju pertumbuhan harian ikan nila (y) 2,03, 2,91, 3,05, dan 3,12 % per hari secara berurutan masing-masing padat tanam (p<0,05), dan memiliki tingkat kelangsungan hidup 72,84, 85,19, 90,12, dan 91,36% secara berurutan (p<0,05). Hasil pengukuran kimia air menunjukkan bahwa peningkatan padat tanam rumput laut akan mengurangi konsentrasi amonium, nitrit, nitrat dan fosfat. Pengurangan unsur hara perlakuan 0, 200, 400, dan 600 gram/m 3 terbesar pada nitrogen dalam bentuk nitrat (NO - 3 ) yaitu 0%, 77,67±0,17, 86,36±0,78, 94,95±2,02. Jadi, padat tanam 600 gram/m 3 rumput laut meningkatkan produksi ikan nila dengan laju pertumbuhan harian 3,12 % per hari dan menghilangkan unsur hara paling besar.

4 ABSTRACT AGUSTINA RISKA INDRIYANI. Increasing of planting density of seaweed (Gracilaria verrucosa) at polyculture system with tilapia (Oreochromis niloticus) for production enhancement and environmental improvement. Supervized by IRZAL EFFENDI and ERINA SULISTIANI. Seaweed can absorb nitrogen and phospat waste generated by fish, and use this nutrient for growth, and also to improve the rearing media of tilapia to optimum condition for growth and enhance production. The objective of this research is to determine the best stocking density of seaweeds which polycultures with tilapia as an effort for increasing the productivity and efficiency of aquaculture. Tilapia ( gram) were reared with stocking density at 100 individual/m 3 in aquarium 90x30x40 cm (81 L) at 20 ppt salinity medium and polycultured with seaweed in different stocking densities are 0, 200, 400, and 600 gram/m 3. The result research showed that the increasing of planting density of seaweed (y) caused increasing the growth rate (x) of tilapia following equation y = x x x 3, with R 2 =76.7%, growth rate of tilapia at different planting density (x) of 0, 200, 400, and 600 gram/m 3 are 2.03, 2.91, 3.05, dan 3.12% per day, respectively and result survival rate 72.84, 85.19, 90.12, dan 91.36% respectively (p<0.05). Result of chemical water showed that increasing stocking density of seaweed can decreasing ammonium, nitrite, nitrate, and phosphate. Nutrient removal at 0, 200, 400, dan 600 gram/m 3 of seaweed, highest at nitrogen when nitrate (NO 3 - ) type are 0, 77.67±0.17, 86.36±0.78, 94.95±2.02% respectively (P<0.05). The conclusion this research is at stocking density 600 gram/m 3 of seaweed can enhance production of tilapia with growth rate 3.12 % per day and can remove the nutrient in nitrate (NO 3 - ) as highest.

5 PENINGKATAN PADAT TANAM RUMPUT LAUT Gracilaria verrucosa PADA SISTEM POLIKULTUR DENGAN IKAN NILA Oreochromis niloticus DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKSI DAN PERBAIKAN LINGKUNGAN AKUAKULTUR AGUSTINA RISKA INDRIYANI C SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

6 Judul : Peningkatan padat tanam rumput laut Gracilaria verrucosa pada sistem polikultur dengan ikan nila Oreochromis niloticus dalam rangka peningkatan produksi dan perbaikan lingkungan akuakultur Nama Mahasiswa : Agustina Riska Indriyani Nomor Pokok : C Progam Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya Departemen : Budidaya Perairan Pembimbing I Disetujui, Pembimbing II Ir. Irzal Effendi, M.Si Ir. Erina Sulistiani, M.Si NIP NIP Diketahui, Kepala Departemen Budidaya Perairan Dr. Odang Carman, M.Sc NIP Tanggal Lulus:

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian yang berjudul Peningkatan padat tanam rumput laut Gracilaria verrucosa pada sistem polikultur dengan ikan nila Oreochromis niloticus dalam rangka peningkatan produksi dan perbaikan lingkungan akuakultur dilaksanakan dengan dasar keinginan penulis untuk mengetahui penyerapan limbah budidaya ikan nila oleh rumput laut dengan sistem polikultur. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Akuatik, SEAMEO BIOTROP. Penulis menyampaikan terimakasih kepada : 1. Ir. Irzal Effendi, M.Si dan Ir. Erina Sulistiani, M.Si yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penyusunan skripsi penelitian ini. Dr. Dedi Jusadi selaku Pembimbing Akademik, Dr. Eddy Supriyono, M. Sc dan Dr. Mia Setiawati, M.Si selaku dosen penguji tamu. 2. Ayahanda Immanuel Buyung Suwandi, Ibunda Th Umi Prasetyowati serta Adek Oktavianus Wisnu Pramudya yang selalu memberikan doa, dukungan moral maupun material. Keluarga besar Tjokro Aminoto dan Ahmad. 3. SEAMEO BIOTROP yang menyediakan fasilitas penelitian. Staff dan karyawan Laboratorium Kultur Jaringan Services Laboratory SEAMEO BIOTROP (Pak Syamsul, S.Si, Pak Dede, Pak Iwan, Pak Iyus, Mbak Rina) serta laboratorium Air dan Udara (Mbak Gita, Pak Dika, Pak Uus). 4. Kakak kelas Matius Aditya Permana Samosir, S.P atas bantuan, dukungan, dan semangat selama menjalani perkuliahan dan penelitian. 5. Anastasia Novi, Sri Bonasi, dan Rosa Bintang teman terdekat di BDP selalu ada saat senang dan duka. BDP PATMO yang memberikan dukungan dan bantuan. 6. Teman-teman di pendamping, KeMaKI yang telah memberikan bekal pengetahuan, dan pendamping Semoga skipsi penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Bogor, Juli 2012 Agustina Riska Indriyani

8 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Semarang pada 21 Agustus 1990, merupakan putri pertama dari pasangan Immanuel Buyung Suwandi dan Theodora Umi Prasetyowati. Tahun 1996 penulis menyelesaikan pendidikan di TK Pojoksari dan melanjutkan pada tingkat sekolah dasar SD Negeri Pojoksari hingga Tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Pangudi Luhur Ambarawa selama tiga tahun dan berakhir pada Pada tahun yang sama melanjutkan di SMA Negeri 1 Salatiga selama 3 tahun dan pada tahun 2008 penulis masuk masa perkuliahan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI masa Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Tahun 2009 penulis resmi diterima di Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Selama masa perkuliahan penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi dan kepanitiaan di kampus. Beberapa kepanitian yang pernah diikuti adalah Natal CIVA IPB sebagai bagian acara, BDP Cup sebagai bagian medis, OMBAK sebagai bagian dekorasi dan masih ada yang lainnya. Organisasi yang pernah diikuti adalah KeMaKI yaitu komunitas Keluarga Mahasiswa Katolik IPB. Penulis juga memperoleh beasiswa PPA dari semester tiga hingga delapan.

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... ii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR LAMPIRAN... vi I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Manfaat Hipotesis... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Nila Oreochromis niloticus Rumput Laut Gracilaria verrucosa Sistem Budidaya Polikultur... 7 III. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Rancangan Percobaan Analisis Data Parameter yang Diukur dan Pengumpulan Data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN i

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Feeding Convertion Ratio (FCR) dan Efisiensi Pemberian Pakan (EPP) ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan Nitrogen dalam air yang dikeluarkan oleh ikan nila Oreochromis niloticus pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan (mg/l) Perubahan kualitas air pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan Konsentrasi protein rumput laut (Gracilaria verrucosa) sebelum dan sesudah perlakuan pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan Perbandingan analisis usaha kegiatan budidaya monokultur dan polikultur rumput laut dan ikan nila ii

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Rumah kaca tempat sistem budidaya polikultur ikan nila dan rumput laut Sistem Top Filter pemeliharaan ikan nila dan rumput laut Penambahan bobot ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan Persamaan penambahan bobot ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan Panjang ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan Persamaan panjang ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan Laju pertumbuhan harian ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan Pertumbuhan bobot relatif ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan Pertumbuhan biomasa rumput laut (Gracilaria verrucosa) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan Persamaan laju pertumbuhan harian Rumput Laut (Gracilaria verrucosa) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan Tingkat kelangsungan hidup ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan Persamaan konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan Konsentrasi nitrit (NO 2 - ) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan Persamaan konsentrasi nitrit (NO 2 - ) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan iii

12 16. Konsentrasi nitrat (NO 3 - ) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan Persamaan konsentrasi nitrat (NO 3 - ) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan Konsentrasi fosfat (PO 4 3- ) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan Persamaan konsentrasi fosfat (PO 4 3- ) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan Daya serap nitrogen (N uptake) pada berbagai padat tanam rumput laut, selama 35 hari pemeliharaan Daya serap fosfat (P uptake) pada berbagai padat tanam rumput laut, selama 35 hari pemeliharaan Tingkat konsumsi oksigen ikan nila (Oreochromis niloticus) pada bobot ikan 1.8 gram, 1.9 gram, dan 2.0 gram dengan kepadatan 100 ekor/m 3 selama 180 menit dalam wadah tertutup Persamaan tingkat konsumsi oksigen ikan nila (Oreochromis niloticus) pada bobot ikan 1.8 gram, 1.9 gram, dan 2.0 gram dengan kepadatan 100 ekor/m 3 selama 180 menit dalam wadah tertutup Tingkat konsumsi oksigen rumput laut (Gracilaria verucosa) pada berbagai padat tanam rumput laut, saat terpapar cahaya matahari ( lux) dan hubungannya dengan waktu selama 180 menit dalam wadah tertutup Persamaan tingkat konsumsi oksigen rumput laut (Gracilaria verucosa) pada berbagai padat tanam rumput laut, saat terpapar cahaya matahari ( lux) dan hubungannya dengan waktu selama 180 menit dalam wadah tertutup Tingkat konsumsi oksigen rumput laut (Gracilaria verucosa) pada berbagai padat tanam rumput laut, saat tanpa terpapar cahaya matahari dan hubungannya dengan waktu selama 180 menit dalam wadah tertutup Persamaan tingkat konsumsi oksigen rumput laut (Gracilaria verucosa) pada berbagai padat tanam rumput laut, saat tanpa terpapar cahaya matahari dan hubungannya dengan waktu selama 180 menit dalam wadah tertutup Tampak fisik kematian ikan nila (Oreochromis niloticus) di wadah pemeliharaan monokultur (a) dan polikultur (b) iv

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Standar pengukuran nitrogen pada rumput laut (Kjeldahl Method) (Aoac,1980) Prosedur pengukuran fosfat pada rumput laut (Wet Ashing) L.L.Reitz, W. H. Smith, and M. P. Plumlee, Animal Science Department, Purdue University, West Lafayette,Ind Penetapan kadar TAN, nitrat (NO 3 - -N), nitrit (NO 2 - -N), dan total fosfat (PO P) Bobot (gram) dan laju pertumbuhan harian (%) Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada minggu ke- 0, 1, 2, 3, 4, Bobot (gram) dan laju pertumbuhan harian (%) Rumput Laut (Gracilaria verrucosa) pada minggu ke- 0, 1, 2, 3, 4, Nilai kelangsungan hidup dan bobot mati ikan nila pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, Nilai bobot, produksi N ikan nila, retensi N rumput laut, dan N di air dengan perlakuan padat tanam yang berbeda Kualitas air (suhu, DO, ph, cahaya) pada media pemeliharaan ikan nila dan rumput laut Analisis ragam bobot total ikan nila (Oreochromis niloticus) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, Analisis ragam laju pertumbuhan harian ikan nila (Oreochromis niloticus) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, Analisis ragam kelangsungan hidup (SR) harian ikan nila (Oreochromis niloticus) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, Analisis ragam pertumbuhan bobot relatif ikan nila (Oreochromis niloticus) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, Analisis ragam FCR ikan nila (Oreochromis niloticus) Analisis ragam Efisiensi pemberian pakan ikan nila (Oreochromis niloticus) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, Analisis ragam laju pertumbuhan rumput laut (Gracilaria verrucosa) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, v

14 16. Penyerapan nitrogen rumput laut (Gracilaria verrucosa) terhadap limbah buangan ikan nila (Oreochromis niloticus) Penyerapan fosfat oleh rumput laut (Gracilaria verrucosa) terhadap limbah buangan ikan nila (Oreochromis niloticus) Analisis ragam konsentrasi protein rumput laut (Gracilaria verrucosa) Analisis ragam jumlah nitrogen yang dikelurakan ikan nila (Oreochromis niloticus) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, Analisis ragam konsentrasi TAN (NH 4 + ) ikan nila (Oreochromis niloticus) dan rumput laut (Gracilaria verrucosa) Analisis ragam konsentrasi nitrit (NO 2 - ) pada pemeliharaan ikan nila (Oreochromis niloticus) dan rumput laut (Gracilaria verrucosa) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, Analisis ragam konsentrasi nitrat (NO 3 - ) pada pemeliharaan ikan nila (Oreochromis niloticus) dan rumput laut (Gracilaria verrucosa) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, Analisis ragam konsentrasi fosfat (PO 4 3- ) pada pemeliharaan ikan nila (Oreochromis niloticus) dan rumput laut (Gracilaria verrucosa) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, Tingkat Konsumsi Oksigen Ikan Nila (Oreochromis niloticus) selama 180 menit perlakuan pada wadah tertutup dan bobot berbeda Tingkat Konsumsi Oksigen Rumput Laut (Gracilaria verrucosa) selama 180 menit perlakuan pada wadah tertutup dan terpapar cahaya matahari Tingkat Konsumsi Oksigen Rumput Laut (Gracilaria verrucosa) selama 180 menit perlakuan pada wadah tertutup dan tanpa terpapar cahaya matahari Peralatan pengukuran harian dan kualitas rumput laut Perhitungan prospek usaha polikultur Perhitungan prospek usaha monokultur vi

15 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila adalah salah satu komoditas unggulan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, dan termasuk dalam ikan ekonomis tinggi. Tahun 2010 produksinya mencapai ton, lebih tinggi 43,54% dibandingkan produksi pada 2009 yang hanya ton (Ferdiansyah 2011). Selain itu, ikan nila mampu dipelihara dalam kisaran salinitas yang lebar, dapat hidup di lingkungan air tawar, air payau, dan air asin. Kadar garam air yang layak untuk kehidupan ikan nila antara 0 35 permil (Mege 1993). Ikan nila yang bersifat euryhaline, menjadi keuntungan tersendiri bagi pembudidaya. Ikan nila air tawar dapat dipindahkan ke air asin dengan proses adaptasi yang bertahap. Kadar garam air dinaikkan sedikit demi sedikit. Proses adaptasi ikan nila terhadap lingkungan bersalinitas dikenal dengan ikan nila salin. Program adaptasi ikan nila ke wadah pemeliharaan bersalinitas, merupakan pengembangan wilayah budidaya, sehingga tidak hanya dapat dipelihara di kolam air tawar tetapi dapat dilakukan di tambak air payau. Hal ini menjadi strategi peningkatan produktifitas ikan nila melalui teknologi perluasan wilayah budidaya intensif khususnya pada lahan darat terbatas sehingga dapat secara kontinyu memenuhi permintaan konsumen yang terus mengalami peningkatan. Ikan membutuhkan energi bagi pertumbuhan dan perkembangan, sumber energi tersebut diperoleh dari makanan. Makanan dicerna dalam tubuh ikan dan digunakan sebagai sumber protein, karbohidrat, lemak maupun mineral lain yang berguna bagi pertumbuhan ikan. Namun, akan terdapat sisa metabolisme yang dikeluarkan ikan berupa feses dan urin mengandung nitrogen dalam bentuk NH 3 yang berbahaya dan mineral fosfat dalam bentuk PO 3-4 yang berbahaya bagi tubuh ikan jika terakumulasi di perairan dalam jumlah yang berlebih. Ikan mengalami penurunan pertumbuhan dan peningkatan kematian saat kondisi perairan dalam keadaan kualitas air berlebih. Oleh karena itu dibutuhkan agen pembersih atau bioremediator seperti alga dan tanaman air di lingkungan budidaya ikan nila yang mampu mengurangi konsentrasi nitrogen dan mineral fosfat di lingkungan budidaya, salah satunya adalah rumput laut. 1

16 Ikan nila dapat dibudidaya bersama rumput laut jenis Gracilaria verrucosa di tambak secara polikultur, karena rumput laut jenis ini mampu hidup di kisaran salinitas lebar 5-25 ppt (Novia 2011) sehingga mampu dibudidaya di tambak payau. Selain itu, G. verrucosa lebih efektif dalam menyerap limbah budidaya dalam bentuk amoniak dan nitrat, berbeda dengan Kappaphycus alvarezzi yang lebih efektif dalam menyerap ortofosfat. Polikultur dilakukan bertujuan untuk saling menguntungkan antara organisme satu dengan yang lainnya dalam satu wadah budidaya yang sering disebut dengan simbiosis mutualisme (integrated multi-trophyc aquaculture) (Zhou et al. 2006), sebagai contoh sistem polikultur rumput laut dan ikan maupun udang. Rumput laut mempunyai peran ekologis dalam wadah pemeliharaan budidaya, yaitu mampu berfotosintesis dan menghasilkan oksigen, serta mampu menyerap nitrogen dalam bentuk NH + 4, NO - 3 dan fosfat dalam bentuk ortofosfat melalui thallus. Rumput laut bersifat seperti tanaman darat, mampu menyerap nitrogen untuk pertumbuhan, penyerapan nitrogen dan fosfat oleh rumput laut dapat mengurangi konsentrasi nitrogen sisa hasil metabolisme ikan maupun udang yang dikeluarkan melalui ginjal atau insang yang dapat membahayakan kehidupan jika terakumulasi dalam jumlah yang besar. Kondisi kualitas air yang optimal dapat meningkatkan pertumbuhan biota secara maksimal. Selain ikan nila, produk akhir yang dihasilkan dalam sistem budidaya polikultur adalah rumput laut. Rumput laut menghasilkan produk bernilai jual tinggi berupa agar yang terkandung di dalam badan talus dan sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan agar-agar. Total produksi pada tahun 2010 sebesar ton berat basah, angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan targetnya yang sebesar ton sehingga capaian target produksi rumput laut secara nasional sebesar 146,48% (Ferdiansyah 2011). Selain itu, sistem polikutur mampu mengatasi permasalahan keterbatasan lahan perikanan dan pemanfaatan tambak udang iddle. Hasil identifikasi lapang di Pantai Utara (Pantura) Jawa terdapat hektar (ha) tambak udang yang kondisinya makin rusak karena degradasi lingkungan dan ha tambak bandeng perlu direvitalisasi. Sepanjang 2012, KKP berupaya merevitalisasi ha tambak udang tidak produktif di Pantura 2

17 Jawa, terutama Jabar dan Banten. Targetnya, ton udang bisa dihasilkan dari program itu. Tambak bandeng yang akan direvitalisasi seluas ha untuk memperoleh tambahan produksi ton. Produksi yang diharapkan sebesar ton rumput laut kering (Utama 2012). Pengembangan sistem akuakultur yang mampu menghasilkan produktifitas tinggi dalam kondisi wilayah terbatas. Sistem ini dapat dilakukan dengan pemanfaatan wilayah laut dan payau, serta memanfaatkan tambak produktif yang tidak terpakai. Oleh karena itu perlu pengembangan lebih lanjut tentang sistem budidaya polikultur ikan nila Oreochromis niloticus dan rumput laut Gracilaria verrucosa dalam peningkatan produksi dan perbaikan lingkungan akuakultur, sehingga dapat diketahui padat tanam rumput laut yang diperlukan agar menciptakan lingkungan budidaya secara optimal dan meningkatkan laju pertumbuhan ikan nila. 1.2 Perumusan Masalah Suatu sistem teknologi dan manajemen budidaya ikan tidak terlepas dari manajemen pemberian pakan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan dan perkembangan. Suplai energi utama pada pemeliharaan ikan nila berasal dari pakan yang diberikan. Pakan yang diberikan masuk ke dalam tubuh dan sebagian terbuang (uneaten feed), pakan yang masuk ke dalam tubuh sebagian akan terserap dan tercerna, sedangkan selebihnya diekskresikan melalui insang dan lubang pengeluaran dalam bentuk amoniak, karbondioksida, mineral, urea, dan H 2 S. Oleh karena itu wadah pemeliharaan akan banyak mengandung nitrogen (N) dalam bentuk amoniak, nitrit maupun nitrat dan mineral fosfat yang dapat merusak kualitas air dan menyebabkan kematian pada ikan nila dalam kondisi berlebih. Konsentrasi nitrogen dalam bentuk TAN yang dapat ditoleransi ikan nila adalah sebesar 2 mg/l dan fosfat pada konsentrasi kisaran 1-5 mg/l pada kondisi perairan air laut (Effendi 1997). Salah satu pengembangan lain dari budidaya ikan nila di air payau adalah kegiatan budidaya bersama dengan rumput laut sebagai bioremediator atau agen penyerap nitrogen dan fosfat pada lingkungan budidaya ikan. 3

18 Rumput laut dapat berfungsi sebagai bioremediator lingkungan, karena memiliki kemampuan menyerap nitrogen dalam bentuk ammonium (NH + 4 ) dan nitrat (NO - 3 ) mineral fosfat dalam bentuk ortofosfat dari lingkungan untuk pertumbuhan yaitu sebagai sumber energi berbentuk protein dan mineral, dan melakukan fotosintesis pada siang hari sehingga meningkatkan oksigen di wadah pemeliharaan. Budidaya ikan nila dapat dilakukan bersama dengan rumput laut G. verrucosa pada media bersalinitas 20 ppt dalam sistem polikultur. Ikan nila BEST mampu dibudidaya pada media bersalinitas 20 ppt (Mege 1993) dan pertumbuhan optimal rumput laut jenis ini terdapat pada kisaran salinitas ppt (Novia 2011). Dengan demikian, dalam sistem polikultur terjadi interaksi antara ikan nila dan rumput laut, yaitu limbah nitrogen dan fosfat yang dikeluarkan ikan nila diserap oleh rumput laut sebagai hara yang mendukung pertumbuhannya, sehingga kualitas air budidaya ikan nila tetap optimal. Hal ini menimbulkan suatu permasalahan yaitu jumlah padat tanam rumput laut yang dapat ditanam sehingga optimal dalam menyerap limbah nitrogen dan fosfat buangan budidaya ikan nila. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jumlah padat tanam rumput laut sehingga diketahui kemampuan rumput laut dalam menyerap limbah (amonium dan nitrat) budidaya ikan nila dan menghasilkan laju pertumbuhan maksimal ikan nila. Penelitian ini dapat diaplikasikan kepada pembudidaya ikan nila O. niloticus dan rumput laut G.verrucosa dalam sistem budidaya polikultur. 1.4 Hipotesis Hipotesis yang diajukan adalah rumput laut dengan kepadatan tinggi mampu menyerap limbah budidaya ikan nila lebih banyak. Pada kepadatan rumput laut yang tinggi, menghasilkan laju pertumbuhan ikan nila yang tinggi. Semakin tinggi padat tanam rumput laut akan semakin memperbaiki lingkungan akuakultur. 4

19 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nila, Oreochromis niloticus Dari segi pertumbuhan, ikan nila tumbuh relatif lebih cepat dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya. Ikan jantan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dan ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan yang betina. Kondisi lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan ikan nila adalah suhu o C, ph 7-8, dan salinitas Bahkan beberapa jenis ikan nila dapat hidup dan toleran sampai dengan salinitas 40 walaupun tidak dapat bereproduksi (Mege, 1993). Beberapa jenis ikan tilapia mempunyai potensi yang dianggap layak untuk dipelihara di lingkungan kondisi kadar garam yang sangat luas, dan toleransi terhadap kadar garam merupakan suatu karakteristik biologi utama spesies tilapia yang dapat dipertimbangkan untuk menilai kelayakan pengembangannya. Lingkungan wadah pemeliharaan ikan nila memiliki siklus yang diawali dengan ikan diberi pakan, kemudian pakan yang tidak termakan, feses, dan hasil metabolisme ikan akan masuk ke wadah pemeliharaan, mikroorganisme akan mendekomposisi bahan organik sehingga mengakibatkan peningkatan total TAN nitrogen (TAN) dan nitrit, keduanya sangat berbahaya bagi ikan pada konsentrasi rendah, selanjutnya TAN diubah menjadi nitrit, nitrat, dan gas nitrogen (Putra 2010). Kebutuhan nutrisi ikan terpenuhi dengan adanya pakan. Komponen pakan yang berkontribusi terhadap penyediaan materi dan energi tumbuh adalah protein, karbohidrat, dan lemak. Kebutuhan ikan terhadap protein dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya ukuran ikan, temperatur air, kadar pemberian pakan, konsentrasi energi dalam pakan yang dapat dicerna dan kualitas protein (Diamahesa 2010). 2.2 Rumput Laut, Gracilaria verrucosa Gracilaria verrucosa memerlukan kualitas air seperti nitrogen dalam bentuk amonia dan nitrat dan fosfat dalam bentuk ortofosfat dalam wadah pemeliharaan untuk menunjang pertumbuhannya. Kualitas air masuk ke dalam jaringan tubuh rumput laut melalui proses difusi yang terjadi pada seluruh bagian 5

20 permukaan tubuhnya. Semakin sering proses difusi terjadi semakin cepat pula proses metabolisme sehingga akan meningkatkan laju pertumbuhan. Proses difusi dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama oleh adanya gerakan air (Doty 1971). Isi dari sel hidup adalah protoplasma yang merupakan suatu larutan. Tubuh tumbuhan dibangun oleh sel-sel tumbuhan yang setiap intinya memiliki dinding sel selulosa. Dinding tersebut umumnya bersifat permeabel sehingga dapat dilewati air dan zat-zat terlarut di dalamnya. Dinding sel alga terdiri dari selulosa dan agar atau karagenan (Novia 2010). Penyerapan nitrat dan nitrit oleh alga dipengaruhi oleh konsentrasi TAN -1 dalam medium. Pada konsentrasi lebih besar dari satu mikrogram N-NH 4 amonium hampir secara sempurna menekan penyerapan nitrat dan nitrit (Paasche dan Kristiansen, 1982). Sebagian besar alga uniselular lebih suka memanfaatkan amonium daripada nitrat. Penelitian Doty (1987) terhadap aliran air yang melewati lokasi Eucheuma menunjukkan bahwa ratio pemanfaatan N/P adalah 8,5 dalam bentuk nitrat, sedangkan penyerapan amonium oleh Eucheuma tidak terdeteksi. Konsentrasi hara pada tanaman lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi hara pada lingkungan. Peristiwa pergerakan kualitas air terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi kualitas air tersebut. Peristiwa tersebut dikenal dengan mekanisme penyediaan hara secara difusi. Proses difusi ini dapat berlangsung karena konsentrasi beberapa ion dalam sitosol dipertahankan tetap rendah. Pengambilan nitrat oleh alga sangat bergantung pada cahaya dibandingkan dengan amonium. Pemanfaatan amonium oleh alga pada daerah kurang cahaya lebih efektif daripada nitrit dan nitrat. Masuknya nitrogen ke dalam jaringan tubuh rumput laut melalui proses difusi yang terjadi pada seluruh bagian thalli rumput laut. Nitrogen yang diserap diproses melalui tahapan fiksasi nitrogen, nitrifikasi, asimilasi, dan denitrifikasi serta amonifikasi ini umumnya dilakukan oleh bakteri sedangkan proses asimilasi dilakukan oleh tumbuhan termasuk alga (Barsanti 2006). Rumput laut membutuhkan nitrogen untuk menunjang pertumbuhan dan reproduksinya. Sebagian besar penyerapan nitrogen oleh rumput laut dilakukan melalui asimilasi nitrogen dalam bentuk TAN. Semakin tinggi padat tanam ikan 6

21 nila semakin banyak pula pakan yang diberikan dan total TAN nitrogen yang dihasilkan juga semakin bertambah. Nitrogen dalam bentuk terlarut ini dapat digunakan sebagai nutrien untuk rumput laut (Sakdiah 2009). 2.3 Sistem Budidaya Polikultur Perkembangan teknologi akuakultur menunjukkan bahwa rumput laut dapat dibudidayakan dengan udang, bandeng, dan ikan nila di tambak. Pengembangan budidaya polikultur dimaksudkan untuk meningkatkan produksi ikan dan rumput laut serta mengefektifkan penggunaan tambak dengan harapan dapat memperbaiki kualitas lingkungan budidaya. Budidaya secara monokultur adalah dengan hanya memelihara rumput laut saja, sedangkan secara polikultur dilakukan bersama ikan, bandeng dan udang. Budidaya ini didasari atas prinsip keseimbangan alam. Rumput laut berfungsi sebagai penghasil oksigen dan tempat berlindung bagi ikan-ikan dan udang dari predator dan sebagai biological filter. Ikan dan udang membuang kotoran yang dapat dipakai sebagai nutrien oleh rumput laut. Rumput laut menyerap CO 2 terlarut hasil respirasi ikan dan udang. Secara umum, kehadiran rumput laut dalam tambak udang atau bandeng berdampak positif. (Sakdiah 2009) 7

22 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan Febuari hingga April 2012 di Rumah Kaca, Laboratorium Kultur Jaringan, Services Laboratory, SEAMEO BIOTROP. 3.2 Rancangan Penelitian Pengolahan Data Rancangan penelitian yang digunakan berupa rancangan acak lengkap (RAL) dilihat dari keadaan tempat penelitian yang homogen, normal, dan adaptif Pelaksanaan Penelitian Persiapan Wadah dan Air Percobaan dilaksanakan di Rumah kaca laboratorium kultur jaringan Services laboratory SEAMEO BIOTROP, dengan menggunakan 12 akuarium dan sistem top filter. Pertama, wadah akuarium berukuran 90x30x40 cm dicuci dengan sabun dan dibilas bersih kemudian dikeringkan sebagai desinfektan wadah, instalasi aerasi dan resirkulasi dipasang sesuai dengan rancangan wadah. Resirkulasi yang digunakan menggunakan sistem top filter dengan kasa sebagai filter fisik. Pompa filter yang digunakan berjenis AMARA. Besar masukan air (inlet) diatur hingga memiliki debit air 0,25 liter per detik sehingga mampu menimbulkan arus optimal cm per detik (Zhou et al. 2006). Air yang digunakan adalah air laut salinitas 35 ppt dicampur dengan air tawar 0 ppt sehingga media bersalinitas 20 ppt, fluktuasi salinitas terjadi karena penguapan dan penyerapan oleh filter, oleh karena itu stabilitas salinitas dilakukan dengan panambahan akuades hingga mencapai volume 81 L. Air bersalinitas 20 ppt yang digunakan didesinfektan terlebih dahulu dengan klorin 15 ppm selama 24 jam dan dinetralkan dengan Na-thiosulfat 7,5 ppm kemudian diaerasi kuat. Berikut ini Gambar 1 dan 2 tempat pemeliharaan ikan nila dan rumput laut serta sistem resirkulasi top filter yang digunakan. 8

23 Gambar 1. Rumah kaca tempat budidaya ikan nila dan rumput laut Gambar 2. Sistem Top Filter pemeliharaan ikan nila dan rumput laut Pengadaptasian Ikan Nila Ikan nila berasal dari Balai Layanan Usaha Karawang berjenis ikan nila BEST berukuran 2-3 cm yang telah dibudidayakan pada media bersalinitas 3-5 ppt, dan ditransportasikan dengan media bersalinitas 0 ppt, sehingga saat di wadah pemeliharaan diadaptasikan ke media 0 ppt selama 14 hari kemudian dilakukan aklimatisasi terhadap salinitas secara bertahap yaitu setiap tiga hari salinitas dinaikkan 5 ppt kemudian dilihat respon adaptasinya. Ikan nila dipelihara dalam media terkontrol pada salinitas 20 ppt dan suhu dipertahankan o C Pengadaptasian Rumput Laut Rumput laut yang digunakan jenis Gracilaria verrucosa berumur satu bulan yang diperoleh dari Desa Langensari, Kecamatan Belanakan, Subang dengan salinitas awal 15 ppt dan dipelihara di tambak ukuran 1 ha dengan metode sebar, kemudian diadaptasikan ke media bersalinitas 20 ppt selama 7 hari. Setelah itu, ditimbang sesuai perlakuan dan dimasukkan ke media pemeliharaan sebelum ikan nila Pemeliharaan Polikultur Ikan Nila dan Rumput Laut Wadah pemeliharaan disinari dengan sinar matahari langsung, sehingga intensitas cahaya sangat bervariatif, intensitas cahaya diukur dengen menggunakan lux-meter. Kegiatan berikutnya adalah pemeliharaan ikan nila bersama rumput laut secara polikultur, untuk mengetahui padat tanam rumput laut yang sesuai, ikan nila yang digunakan pada perlakuan berukuran 1,8-2,0 gram dengan panjang 3-5 cm. Padat tanam ikan nila adalah kepadatan 100 ekor/m 3, setara dengan 27 ekor per 81 L air. Kepadatan rumput laut yang digunakan secara umum adalah 400 gram/m 3 (Zhou et al. 2006) setara dengan 32,4 gram per 81 L 9

24 air. Penelitian utama terdiri dari empat perlakuan yang diulang sebanyak tiga kali, yaitu: Perlakuan 1) Padat tanam rumput laut 0 gram/m ekor/m 3 ikan nila Perlakuan 2) Padat tanam rumput laut 200 gram/m ekor/m 3 ikan nila Perlakuan 3) Padat tanam rumput laut 400 gram/m ekor/m 3 ikan nila Perlakuan 4) Padat tanam rumput laut 600 gram/m ekor/m 3 ikan nila Feeding management yang dilakukan untuk pemeliharaan ikan nila yaitu ikan diberikan pelet udang bintang 581 dengan kandungan protein 38% dan FR 5%. Feeding time diberikan empat kali sehari pada pukul 07.00, 10.00, 13.00, dan WIB. Akuarium diisi air dengan ketinggian ¾ ketinggian akuarium. Media pemeliharaan diambil untuk dianalisis total amonia nitrogen (TAN), nitrit, dan nitrat sebelum biota penelitian dimasukkan. Penanaman bibit dilakukan saat cuaca teduh yaitu pagi hari, bibit yang digunakan sesuai kepadatan masing-masing wadah. Ikan nila dimasukkan setelah rumput laut. Rumput laut ditebar dengan metode sebar kemudian, pompa dari sistem resirkulasi top filter akan mendorong rumpun rumput laut ke arah bagian depan akuarium sehingga suplai cahaya matahari tercukupi dan terdapat aliran air yang mampu menggerakkan rumput laut dengan tanpa mengganggu pemanfaatan ruang pemeliharaan ikan nila Pengamatan Penelitian ini dilaksanakan selama 35 hari. Rumput laut dan ikan nila dipelihara dalam media budidaya bersalinitas 20 ppt (Novia 2011) tanpa aplikasi pupuk. Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan nila dan rumput laut. Pengamatan kualitas air harian adalah suhu dengan menggunakan termometer, cahaya dengan menggunakan lux-meter, DO dengan menggunakan DO-meter Luxtron, dan salinitas dengan menggunakan refraktometer (Lampiran 27), sedangkan pengamatan mingguan meliputi TAN, nitrit, nitrat, dan total fosfat. Analisis proksimat dilakukan pada ikan nila dan rumput laut sebelum perlakuan, dan setelah perlakuan untuk mengetahui nitrogen dan fosfat yang terserap di thallus (Lampiran 1 dan 2). 10

25 3.3 Analisis Data Parameter yang diuji secara ststistik adalah bobot ikan nila dan rumput laut sebelum dan setelah penelitian, laju pertumbuhan ikan nila dan rumput laut, kelangsungan hidup (SR) ikan nila, penyerapan nitrogen dan fosfat rumput laut, penghilangan nutrien atau unsur hara, serta parameter kualitas air TAN, nitrit, nitrat, dan total fosfat, dan kualitas air dianalisis secara deskriptif. Data yang diperoleh diolah pada Microsoft Excel 2007 dan dianalisis ragam ANOVA (P<0,05) program SAS dan korelasi regresi dengan menggunakan Minitab. 3.4 Parameter yang Diukur dan Pengumpulan Data Parameter yang Diukur Laju Pertumbuhan Harian Pertumbuhan harian merupakan pertumbuhan ikan tiap harinya saat pemeliharaan. Laju pertumbuhan harian (LPH) dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Effendi 1997) : [ ] Keterangan : LPH : Laju pertumbuhan harian (% per hari) Wt : Bobot rata-rata ikan pada hari ke-t (gram) Wo : Bobot rata-rata ikan pada saat hari ke-o (gram) t : Lama pemeliharaan (hari) Penyerapan Nitrogen dan Fosfat Menghitung penyerapan nitrogen dan fosfat dalam thallus rumput laut maka dilakukan langkah perhitungan sebagai berikut: sejumlah rumput laut melalui analisis proksimat kadar protein dan mineral fosfat akan diketahui jumlah nitrogen dan fosfat yang terkandung didalamnya (Lampiran 1). Nitrogen yang terkadung dalam thallus (N tissue) sama dengan seper enambelas dari nilai protein yang tertera. Setelah itu maka dilakukan perhitungan (Zhou et al. 2006) : Penyerapan nitrogen = Laju pertumbuhan harian x N tissue 100 Penyerapan fosfat = Laju pertumbuhan harian x P tissue

26 Rasio Konversi Pakan (Feeding Convertion Ratio (FCR)) Rasio konversi pakan merupakan indikator untuk menentukan efektifitas pakan (Effendi 1997). Persamaan yang digunakan untuk mengetahui konversi pakan adalah: ( ) Keterangan : FCR : Feeding convertion ratio Pa : Jumlah pakan yang diberikan (gram) Wi : Bobot rata-rata ikan pada hari ke-i (gram) Wo : Bobot rata-rata ikan pada hari ke-o (gram) Wm : Bobot rata-rata ikan yang mati (gram) Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate) Kelangsungan hidup (Survival Rate) adalah perbandingan antara jumlah total ikan yang hidup pada akhir percobaan dengan jumlah total ikan yang ditanam pada awal percobaan. Persamaan yang digunakan menurut Effendi (1997) adalah: Keterangan: SR : Kelangsungan hidup Ni : Jumlah ikan pada akhir pemanenan No : Jumlah ikan pada awal penebaran Pertumbuhan Bobot Relatif (PBR) Pertumbuhan bobot relatif adalah presentase biomasa ikan akhir dengan awal per biomasa awal. Rumus perumbuhan bobot relatif menurut Effendi (1997): Wt Wo PBR = 100% Wo Keterangan: PBR = Pertumbuhan Bobot Relatif (%) Wo = Bobot ikan yang hidup di awal pengamatan (gram) Wt = Bobot ikan yang hidup di akhir pengamatan (gram) Nutrient Removal (NR) atau penghilangan unsur hara Sejumlah nutrien seperti nitrogen dan fosfat untuk rumput laut yang hilang di wadah pemeliharaan. Hal ini diperoleh dari rumus (Zhou et al. 2006) : NR = 100 x (Ckontrol Cpoli) Ckontrol Keterangan : C = Konsentrasi nutrien (di kontrol maupun polikultur) 12

27 Jumlah Nitrogen dalam Air Jumlah nitrogen yang dikeluarkan ikan nila dengan bobot biomassa tertentu dan dengan pemberian pakan sesuai FR. Hal ini dapat dihitung dengan memiliki data bobot ikan, feeding rate, dan kadar protein dalam pakan. Perhitungan yang diambil berdasarkan Schryver et al. (2008) adalah : N dalam air = Bobot Ikan x FR x Kadar Protein x N dalam Protein x 75% Keterangan : N dalam protein = Seperenambelas dari kadar protein 75% = Nitrogen berasal dari pakan yang terbuang ke air (25% terserap tubuh ikan) Tingkat Konsumsi Oksigen Ikan Nila dan Rumput Laut Tingkat konsumsi oksigen pada ikan nila dan rumput laut diukur dengan merancang sebuah metode atau alat respirometer sederhana. Pengukuran ikan nila dilakukan pada bobot 1,8 gram, 1,9 gram, dan 2,0 gram sebanyak masing-masing 1 ekor pada 6 L media. Wadah berukuran 6 L dipersiapkan dan diisi dengan media bersalinitas 20 ppt, kemudian diaerasi selama 24 jam kemudian aerasi dihentikan dan diukur konsentrasi oksigen awal (jam ke-0), kemudian ikan nila dimasukkan dan konsentrasi oksigen terlarut diukur setiap 30 menit sampai jam ke-3. Hal ini juga berlaku untuk rumput laut dengan bobot pengukuran 200 gram/m 3, 400 gram/m 3, dan 600 gram/m 3, tetapi wadah yang digunakan ada yang ditutup dengan plastik hitam dan ada yang dibiarkan terbuka, bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari sinar matahari terhadap proses fotosintesis dan nilai oksigen terlarut. Penelitian tingkat konsumsi oksigen dilakukan dengan tiga kali ulangan pada setiap percobaan dan masing-masing wadah terdapat satu DO-meter. Wadah yang digunakan berukuran 6 L dengan sistem tertutup untuk menghindari difusi oksigen dari udara. Setiap 30 menit diamati perubahan nilai DO yang terlihat pada layar DO-meter sampai jam ke-3, metode ini menggunakan metode yang, setelah itu dimasukkan ke dalam rumus Pavlovskii (1964), yaitu : O TKO 2 n 1 W x t t 1 O n 2 n V n

28 Keterangan : TKO = Tingkat Konsumsi Oksigen (mg O 2 /gram/jam) O 2 n = Konsentrasi oksigen pada saat t n (mg O 2 /L) V n = Volume air pada t n (L) V n-1 = Volume air pada t n-1 (L) W 1 = Bobot hewan uji pada saat awal (gram) tn = Waktu pengukuran ke-n (jam) Pengumpulan Data Data Bobot dan Panjang Ikan Nila dan Rumput Laut Data bobot ikan nila dan rumput laut diperoleh dengan mengambil semua ikan nila dan rumput laut percobaan pada setiap perlakuan kemudian biota ditimbang. Penimbangan rumput laut dilakukan dengan meniriskan rumput laut dari air hingga air berhenti menetes. Penimbangan dan pengukuran dilakukan di tempat teduh, tidak terkena sinar matahari langsung yang dapat mengakibatkan kekeringan dan kerusakan pada thallus. Penimbangan bobot ikan nila dan rumput laut dilakukan dengan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram (merk ACIS) dan pengukuran panjang dilakukan dengan penggaris dengan ketelitian 0,1 cm pada masing-masing sampel ikan nila. Sampling bobot dan panjang dilakukan pada awal perlakuan dan seminggu sekali selama pemeliharaan Data Kelangsungan Hidup (SR) Ikan Nila Data kelangsungan hidup (SR) ikan nila diperoleh dengan menghitung jumlah ikan nila pada awal dan akhir pemeliharaan serta mengamati jumlah ikan nila yang mati selama pemeliharaan dan dilakukan penimbangan bobot ikan mati Data Analisis Proksimat Data analisis proksimat dilakukan untuk rumput laut dan pakan pada awal sebelum perlakuan, dan setelah perlakuan hanya dilakukan proksimat untuk rumput laut. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar protein dan total fosfat untuk mengetahui jumlah nitrogen serta fosfat limbah budidaya ikan nila yang dapat diserap oleh rumput laut. Analisis kadar protein dengan metode oksidasi, titrasi, dan destilasi dilakukan dengan menggunakan labu kjeldahl dan total fosfat dilakukan pengukuran dengan spektrofotometer (Lampiran 1 dan 2). Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi Pakan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. 14

29 Pengukuran Fisika-Kimia Air Data kualitas air diperoleh dengan melakukan pengukuran harian pada suhu menggunakan termometer, salinitas dengan menggunakan refraktometer, cahaya dengan menggunakan lux-meter, dan DO dengan menggunakan DOmeter, sedangkan untuk, TAN menggunakan metode indofenol dan spektrofotometer (λ=660 nm), nitrit metode asam sulfanilat (λ=543 nm), nitrat metode brucin sulfat (λ=410 nm), dan total fosfat dala air (λ=880 nm), (Lampiran 3) dilakukan pengukuran satu kali dalam satu minggu di Laboratorium Air dan Udara SEAMEO BIOTROP. 15

30 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pertumbuhan Ikan Nila Kegiatan budidaya polikultur ikan nila dan rumput laut memiliki tujuan peningkatan produksi. Gambar 3 dan 4 menunjukkan penambahan bobot total ikan nila yang dipelihara bersama rumput laut maupun tanpa rumput laut. Ikan nila yang dipelihara bersama rumput laut memiliki pertumbuhan yang lebih baik dari monokultur selama 35 hari pemeliharaan. Gambar 3 menunjukkan grafik pertumbuhan bobot ikan nila yang setiap minggu bertambah pada semua perlakuan. Penambahan bobot pada perlakuan ikan nila 100 ekor/m 3 tanpa rumput laut memiliki pertumbuhan bobot paling rendah setiap minggu selama 35 hari pemeliharaan yaitu sebesar 106,90±3,98 gram. Pemeliharaan minggu kedua sampai ketiga menggambarkan penambahan bobot yang relatif kecil dari minggu sebelumnya. Grafik pertumbuhan perlakuan penambahan rumput laut (polikultur) selalu memiliki pertumbuhan yang lebih baik dari perlakuan tanpa rumput laut. Perlakuan dengan kepadatan rumput laut tertinggi 600 gram/m 3 + ikan nila 100 ekor/m 3, selalu memiliki pertumbuhan paling baik diantara perlakuan yang lain yaitu dengan bobot akhir 154,02±1,49 gram, disusul dengan kepadatan 400 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 dengan bobot akhir 145,32±1,11 gram, kemudian perlakuan kepadatan 200 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 memiliki bobot akhir 142,13±1,99 gram. Perlakuan polikultur pada minggu kedua hingga ketiga memiliki pertumbuhan yang relatif kecil dibandingkan dengan minggu sebelumnya maupun setelahnya, sedangkan pada minggu awal hingga minggu kedua memiliki grafik pertumbuhan yang besar pada setiap perlakuan (Lampiran 4). Grafik hubungan antara waktu pemeliharaan terhadap penambahan bobot total ikan nila selama 35 hari pemeliharaan yang diukur setiap minggu, terdapat pada Gambar 3. 16

31 Bobot (gram) Minggu ke- 0 gram/m3 200 gram/m3 400 gram/m3 600 gram/m3 Gambar 3. Biomasa ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. Gambar 4 menunjukkan peningkatan padat tanam rumput laut dari 0, 200, 400, dan 600 gram/m 3 menyebabkan peningkatan bobot ikan nila sejalan dengan persamaan yang terbentuk dari kurva kubik pertumbuhan ikan nila selama 35 hari pemeliharaan adalah bobot nila = 106,9 + 0,3188x 0,000870x 2 + 0,000001x 3 dengan R 2 = 79,7% (Gambar 4) padat tanam rumput laut (x) dan bobot akhir ikan nila (y) dan R 2 menyatakan koefisien determinasi. Berdasarkan persamaan kubik tersebut, maka setiap 1 gram rumput laut akan meningkatkan bobot ikan nila menjadi 107,2 gram selama 35 hari pemeliharaan, dengan nilai korelasi 0,803 dan signifikan (P<0,05). Kecenderungan grafik garis yang terbentuk terjadi peningkatan biomasa ikan yang disebabkan peningkatan padat tanam rumput laut. Bobot (gram) ,02 142,13 145,32 106, Padat tanam rumput laut (gram/m 3 ) Gambar 4. Persamaan biomasa ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. 17

32 Gambar 5 menunjukkan peningkatan panjang ikan nila pada keempat perlakuan setiap minggu. Perlakuan tanpa rumput laut menghasilkan panjang yang relatif lebih kecil setiap minggu. Peningkatan panjang ikan nila paling besar pada keempat perlakuan terdapat pada minggu awal hingga kedua terlihat dari kemiringan garis yang lebih curam dibanding minggu setelahnya. Perlakuan dengan penambahan rumput laut pada kepadatan berbeda memiliki pertumbuhan yang lebih baik dari perlakuan tanpa rumput laut setiap minggu. Namun, pada perlakuan polikultur, panjang ikan nila yang dihasilkan tidak berbeda nyata hingga 35 hari pemeliharaan (P<0,05). Panjang (cm) gram/m3 200 gram/m3 400 gram/m3 600 gram/m Minggu ke- Gambar 5. Panjang ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. Hasil pengukuran panjang ikan nila menghasilkan persamaan kurva kuadratik, yaitu panjang nila= 6, ,001639x 0,000001x 2 (Gambar 6), padat tanam rumput laut (x) dan panjang ikan nila (y). Berdasarkan persamaan kubik tersebut, setiap 1 gram rumput laut (x) akan menghasilkan panjang ikan nila 6,542 cm dengan R 2 =57,2% (pemeliharaan selama 35 hari dan pada kisaran wadah pemeliharaan yang sesuai). Peningkatan padat tanam rumput laut yang digunakan pada awal pemeliharaan berbanding lurus terhadap penambahan panjang ikan nila yang dihasilkan, terlihat dari kurva yang semakin meningkat sejalan dengan peningkatan padat tanam rumput laut. Grafik garis pada Gambar 6 memiliki nilai korelasi 0,729 dan signifikan (P<0,05). 18

33 Grafik model peningkatan panjang ikan nila yang terbentuk selama 35 hari pemeliharaan dengan berbagai kepadatan rumput laut setiap perlakuan, terdapat pada Gambar 6. Panjang (cm) 7,40 7,20 7,00 6,80 6,60 6,40 6,20 6,00 5,80 5,60 7,06 6,96 6,84 6, Padat tanam rumput laut (gram/m 3 ) Gambar 6. Persamaan panjang ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. Laju pertumbuhan harian (LPH) ikan nila adalah penambahan bobot dalam persen (%) ikan nila setiap hari selama pemeliharaan. LPH ikan nila pada kepadatan 100 ekor/m 3 ikan nila tanpa rumput laut memiliki nilai paling kecil dibandingkan perlakuan polikultur, yaitu 2,03±0,40% per hari. Perlakuan dengan kepadatan 200 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 menghasilkan LPH ikan nila yang rendah yaitu 2,91±0,37% per hari, sedangkan perlakuan dengan kepadatan 600 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 menghasilkan LPH yang paling besar yaitu 3,12±0,21% per hari, nilai tersebut tidak jauh berbeda pada perlakuan 400 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 dengan nilai LPH 3,05±0,22% per hari. Hal ini terlihat pada Gambar 7 LPH ikan nila pada perlakuan 200 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3, 400 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3, 600 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3, dan ikan nila 100 ekor/m 3 tanpa rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. Persamaan garis yang terbentuk adalah LPH nila= 2, ,00686x 0, x 2 + 0, x 3, dengan R 2 =76,7% sehingga 1 gram rumput laut menghasilkan laju pertumbuhan harian ikan nila sebesar 2,03% per hari pada kondisi lingkungan budidaya yang sesuai. Grafik garis memiliki kecenderungan 19

34 peningkatan padat tanam rumput laut menyebabkan peningkatan laju pertumbuhan ikan nila sejalan dengan persamaan kubik di atas. Grafik garis Gambar 7 memiliki nilai korelasi cukup erat 0,773 dan signifikan (P<0,05). Laju pertumbuhan harian ikan nila pada perlakuan monokultur dan polikultur yang dipelihara bersama rumput laut dalam satu wadah pemeliharaan selama 35 hari, terdapat pada Gambar 7. Laju pertumbuhan harian (%/hari) 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 2,91 3,05 3,12 2, Padat tanam rumput laut (gram/m 3 ) Gambar 7. Laju pertumbuhan harian ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. Bobot akhir ikan nila yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan berbanding lurus dengan nilai pertumbuhan bobot relatif ikan nila. Pertumbuhan bobot relatif pada perlakuan ikan nila 100 ekor/m 3 tanpa rumput laut menghasilkan nilai yang paling kecil yaitu 105,05±30,26%, nilai ini berbeda nyata terhadap perlakuan polikultur (P<0,05), tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan dengan kepadatan rumput laut paling rendah 200 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 dengan nilai pertumbuhan bobot relatif 174,38±36,42%. Perlakuan dengan kepadatan 600 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 memiliki nilai pertumbuhan bobot relatif paling besar yaitu 198,10±22,88%, nilai ini tidak berbeda nyata terhadap perlakuan dengan kepadatan 400 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 yang memiliki nilai pertumbuhan bobot relatif sebesar 191,04±24,35% (P<0,05). Hal ini terlihat dari Gambar 8 pertumbuhan bobot relatif ikan nila pada perlakuan bobot awal 200 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3, 400 gram/m 3 rumput laut + ikan 20

35 nila 100 ekor/m 3, 600 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3, dan ikan nila 100 ekor/m 3 tanpa rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. Grafik garis pertumbuhan bobot relatif ikan nila selama 35 hari terhadap padat tanam rumput laut yang dipelihara secara polikultur, terdapat pada Gambar 8. Pertumbuhan relatif (%) 250,0 200,0 150,0 100,0 50,0 0,0 198,10 174,38 191,04 105, Padat tanam rumput laut (gram/m 3 ) Gambar 8. Pertumbuhan bobot relatif ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan Pertumbuhan Rumput Laut (Gracilaria verrucosa) Pertumbuhan rumput laut pada ketiga perlakuan polikultur memiliki grafik yang sama, mengalami peningkatan setiap minggu. Berdasarkan grafik yang terbentuk pada Gambar 9 terlihat bahwa perlakuan dengan kepadatan rumput laut paling rendah 200 gram/m 3 + ikan nila 100 ekor/m 3 memiliki grafik garis yang lebih landai. Perlakuan dengan kepadatan rumput laut paling besar 600 gram/m 3 + ikan nila 100 ekor/m 3 memiliki grafik garis yang lebih curam dari perlakuan kepadatan rumput laut paling rendah 200 gram/m 3 + ikan nila 100 ekor/m 3 memiliki arti pertumbuhan rumput laut setiap minggu mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Namun, grafik garis yang terbentuk pada perlakuan tersebut tidak berbeda nyata terhadap perlakuan pada kepadatan 400 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3. Peningkatan pertumbuhan rumput laut pada masing-masing perlakuan dapat dibandingkan pada nilai LPH rumput laut pada Gambar 10. Grafik pertumbuhan rumput laut dapat terlihat pada Gambar 9 pertumbuhan padat tanam rumput laut (G. verrucosa) perlakuan padat tanam 200 gram/m 3 rumput 21

36 laut + ikan nila 100 ekor/m 3, 400 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3, dan 600 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 selama 35 hari pemeliharaan (Lampiran 5). Bobot (gram) 120,0 100,0 80,0 60,0 48,60 40,0 32,40 20,016,20 0,0 55,13 39,60 20,70 75,83 79,07 50,83 55,97 59,00 26,43 28,60 27,70 30,90 Gambar 9. Pertumbuhan biomasa rumput laut (Gracilaria verrucosa) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. 82,70 99,00 70, Minggu ke- 200 gram/m3 400 gram/m3 600 gram/m3 Grafik garis yang terbentuk pada Gambar 10 menjelaskan bahwa penambahan rumput laut akan meningkatkan laju pertumbuhan harian, akan tetapi pada kepadatan rumput laut 400 gram/m 3 adalah titik optimum LPH rumput laut dan akan mengalami penurunan pada kepadatan 600 gram/m 3. Hal ini terlihat dari grafik garis pada Gambar 10 yang membentuk parabola dan titik teratas terdapat pada kepadatan 400 gram/m 3 dan setelah itu mengalami penurunan. Namun, nilai tersebut tidak berbeda nyata antara perlakuan (P<0,05). Laju pertumbuhan harian (LPH) adalah pertumbuhan rumput laut dalam persen (%) setiap hari. Gambar 10 menunjukkan bahwa nilai LPH rumput laut terbesar pada perlakuan dengan 400 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 yaitu, 2,22±0,10% per hari, sedangkan perlakuan dengan kepadatan rumput laut paling rendah 200 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 memiliki nilai LPH 1,84±0,09% per hari dan pada perlakuan dengan kepadatan rumput laut paling besar 600 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 memiliki nilai LPH 2,03±0,34% per hari. Ketiga perlakuan memiliki nilai LPH yang tidak berbeda nyata (P<0,05). Perlakuan 200 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3, 400 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3, dan 600 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 selama 35 hari pemeliharaan. Grafik garis yang terbentuk 22

37 menunjukkan hubungan padat tanam rumput laut pada masing-masing perlakuan terhadap laju pertumbuhan rumput laut pada pemeliharaan bersama ikan nila dengan kepadatan 100 ekor/m 3. Grafik pada Gambar 10 menunjukkan peningkatan padat tanam rumput laut menyebabkan peningkatan laju pertumbuhan rumput laut mengikuti persamaan LPH rumput laut = 0, ,01088x 0,000013x 2 dengan R 2 = 96,4%, yaitu setiap 1 gram rumput laut akan memiliki laju pertumbuhan harian sebesar 0,0056%/hari dipelihara dengan ikan nila kepadatan 100 ekor/m 3 selama 35 hari. Grafik garis memiliki kecenderungan penurunan saat titik kepadatan rumput laut 400 gram/m 3. Grafik garis Gambar 10 memiliki korelasi 0,801 dan signifikan (P<0,05). 3,00 Laju pertumbuhan harian (%/hari) 2,50 2,00 1,50 1,84 2,22 2,03 1, Padat tanam rumput laut (gram/m 3 ) Gambar 10. Laju pertumbuhan harian rumput laut (Gracilaria verrucosa) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan Kelangsungan Hidup Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Nilai kelangsungan hidup ikan nila pada perlakuan budidaya polikultur rumput laut dengan kepadatan 200 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3, kepadatan 400 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3, dan pada kepadatan 600 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan kepadatan ikan nila 100 ekor/m 3 tanpa rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. 23

38 Hal ini terlihat dari Gambar 11 tingkat kelangsungan hidup ikan nila (O. niloticus) selama pemeliharaan 35 hari, nilai kelangsungan hidup tertinggi terdapat pada perlakuan dengan kepadatan rumput laut 600 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 yaitu 91,36±4,28% dan terendah pada perlakuan ikan nila 100 ekor/m 3 tanpa rumput laut yaitu 72,84±2,14%, pada perlakuan 200 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3, dan kepadatan 400 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3, memiliki kelangsungan hidup secara berturut-turut adalah 85,19±2,62% dan 90,12±4,28% (Lampiran 6). Survival rate (%) ,19 90,12 91,36 72,84 b a Padat tanam rumput laut (gram/m 3 ) Gambar 11. Tingkat kelangsungan hidup ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan Feeding Convertion Ratio (FCR) dan Efisiensi Pemberian Pakan (EPP) Nilai konversi pakan menggambarkan efisiensi pakan yang diberikan ke ikan nila dalam menghasilkan bobot akhir. Feeding convertion ratio adalah jumlah pakan yang diberikan (kg) untuk menghasilkan 1 kg bobot tubuh ikan. FCR ikan nila tertinggi terdapat pada perlakuan dengan pemeliharaan ikan nila 100 ekor/m 3 tanpa rumput laut yaitu 4,31±1,60 memiliki arti dalam menghasilkan 1 kg ikan nila dibutuhkan pakan sebanyak 4,31 kg, sedangkan pada kepadatan rumput laut tertinggi 600 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 FCR sebesar 1,87±0,18 memiliki arti dalam menghasilkan 1 kg bobot ikan nila membutuhkan 1,87 kg pakan. Efisiensi pakan merupakan persen tingkat efisiensi pakan untuk pertumbuhan ikan nila. Efisiensi pakan tertinggi diperoleh pada nilai FCR terendah. Jadi pada perlakuan monokultur ikan nila dengan nilai FCR tertinggi 24

39 menghasilkan efisiensi 23,19±3,64% lebih rendah dari perlakuan pemberian rumput laut, dan efisiensi pemberian pakan tertinggi terdapat pada perlakuan 600 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 dengan FCR terendah, nilai EPP yaitu sebesar 53,60±1,84%. FCR dan EPP sangat dipengaruhi dari bobot akhir, bobot awal, bobot mati ikan nila dan total pakan yang diberikan selama pemeliharaan (Lampiran 13 dan 14). Tabel 1. Feeding Convertion Ratio (FCR) dan Efisiensi Pemberian Pakan (EPP) ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan Peforma Ikan nila Padat tanam rumput laut (gram/m 3 ) Bobot Awal (g) 52,13±0,15 51,80±1,41 49,93±0,57 51,67±0,07 Bobot Akhir (g) 106,90±3,98 b 142,13±1,99 a 145,32±1,11 a 154,02±1,49 a Bobot Mati (g) 18,47±1,19 a 11,30±2,56 ab 7,23±4,72 b 7,07±3,49 b Total Pakan (g) 140,5 158,6 167,1 176,7 FCR 4,31±1,60 a 2,06±0,38 b 1,90±0,08 b 1,87±0,18 b EPP (%) 23,19±3,64 b 48,61±4,42 a 52,70±1,46 a 53,60±1,84 a Keterangan : Huruf superscript dibelakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05) Nitrogen yang dikeluarkan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Pakan yang diberikan merupakan sumber nitrogen yang mampu mengurangi kualitas air. Nilai nitrogen yang dikeluarkan ikan nila tergantung dari bobot total ikan nila, semakin besar bobot ikan nila maka semakin banyak pakan yang dikonsumsi dan semakin banyak limbah nitrogen yang dikeluarkan. Pengeluaran nitrogen berasal dari feses, urea, dan insang. Hal ini terlihat dari Tabel 2 pada kepadatan 600 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 memiliki pertumbuhan bobot ikan nila tertinggi sehingga menghasilkan nitrogen tertinggi 3,151±0,10 mg/l, pada perlakuan ikan nila 100 ekor/m 3 tanpa rumput laut memiliki pertumbuhan bobot akhir paling kecil (Gambar 3 dan 4) menghasilkan nitrogen di wadah pemeliharaan sebesar 2,257±0,19 mg/l (Lampiran 7). Pengeluaran nitrogen ikan semakin meningkat sejalan dengan waktu, dan terlihat bahwa perlakuan ikan nila dipelihara bersama rumput laut kepadatan tertinggi akan mengeluarkan nitrogen paling banyak setiap minggu. Berikut disajikan Tabel 2, jumlah nitrogen yang dikeluarkan ikan nila di wadah pemeliharaan ikan nila dan rumput laut berdasarkan peforma ikan nila. 25

40 Tabel 2. Nitrogen dalam air yang dikeluarkan oleh ikan nila Oreochromis niloticus pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan (mg/l). Padat tanam (gram/m 3 ) Minggu ke ± ±0.13 ab 2.148±0.30 ab 2.271±0.13 ab 2.504±0.13 bc ± ±0.02 a 2.235±0.16 ab 2.429±0.17 a 2.797±0.10 b ± ±0.03 a 2.358±0.24 a 2.564±0.32 a 3.151±0.10 a ± ±0.12 b 1.871±0.13 b 1.825±0.24 b 2.257±0.19 c Keterangan : Huruf superscript dibelakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap kolom menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05) Pada minggu ke-6 telah dilakukan pemanenan, sehingga angka N yang dikeluarkan ikan nila sebesar 0 (tidak dilakukan pengukuran) Konsentrasi TAN, Nitrit, dan Nitrat, dan Fosfat Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan konsentrasi nitrogen (TAN, nitrat, dan nitrit) dan fosfat pada perlakuan polikultur ikan nila dan rumput laut dengan budidaya monokultur ikan nila. Kemampuan rumput laut dalam menyerap nitrogen di wadah pemeliharaan mampu mengurangi konsentrasi nitrogen di wadah pemeliharaan. Konsentrasi TAN pada Gambar 12 menunjukkan pada perlakuan ikan nila 100 ekor/m 3 tanpa rumput laut menghasilkan konsentrasi TAN paling tinggi. Setiap minggu konsentrasi TAN pada perlakuan ini semakin meningkat, dan pada minggu kedua menuju minggu ketiga, peningkatan TAN lebih tinggi dari minggu sebelum dan sesudahnya, terlihat dari kemiringan grafik yang lebih curam. Konsentrasi TAN perlakuan tersebut yaitu 2,470±0,3 mg/l selama 35 hari pemeliharaan (Lampiran 20). Konsentrasi TAN pemeliharaan polikultur rumput laut dan ikan nila kepadatan 100 ekor/m 3 lebih rendah dari perlakuan monokultur ikan nila saja. Perlakuan dengan kepadatan rumput laut paling tinggi 600 gram/m 3 + ikan nila 100 ekor/m 3 memiliki konsentrasi TAN terendah setiap minggu yaitu 0,303±0,1 mg/l pada 35 hari pemeliharaan, akan tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan dengan kepadatan 400 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 yaitu 0,369±0,3 mg/l, sedangkan perlakuan dengan kepadatan rumput laut lebih rendah 200 gram/m 3 + ikan nila 100 ekor/m 3 menghasilkan TAN lebih tinggi dari kedua perlakuan sebelumnya yaitu 0,961±0,4 mg/l. Perlakuan polikultur dengan 26

41 perbedaan kepadatan rumput laut yang berbeda memiliki konsentrasi TAN yang tidak berbeda nyata, tetapi ketiga perlakuan tersebut berbeda nyata terhadap perlakuan tanpa rumput laut atau monokultur (P<0,05). 3,5 KonsentrasiTAN (mg/l) 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0-0, gram/m3 200 gram/m3 400 gram/m3 600 gram/m3 Minggu ke- Gambar 12. Konsentrasi TAN di wadah pemeliharaan pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. Hasil pengukuran TAN di wadah pemeliharaan polikultur ikan nila dan rumput laut maupun monokultur ikan nila selama 35 hari pemeliharaan menghasilkan persamaan kubik, TAN = 2,470 0,01051x + 0,000016x 2 0, x 3 dengan R 2 = 92,6%. Berdasarkan persamaan tersebut, setiap 1 gram rumput laut dipelihara bersama ikan nila dengan kepadatan 100 ekor/m 3 akan menghasilkan TAN sebanyak 2,459 mg/l (pada kondisi wadah pemeliharaan yang sesuai). Gambar 13 menunjukkan garis membentuk slope negatif (turun), peningkatan padat tanam rumput laut berbanding terbalik terhadap konsentrasi TAN yang dihasilkan, semakin besar padat tanam rumput laut yang ditanam maka semakin rendah konsentrasi TAN yang dihasilkan. Hal ini terlihat pada 600 gram/m3 rumput laut, konsentrasi TAN jauh lebih rendah dibandingkan pemeliharaan tanpa rumput laut, memiliki korelasi -0,875 dan signifikan (P<0,05). Berikut disajikan grafik garis model dari penambahan rumput laut dengan berbagai kepadatan terhadap konsentrasi TAN selama 35 hari pemeliharaan di wadah budidaya (Gambar 13). 27

42 Konsentrasi TAN (mg/l) 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan Padat tanam rumput laut (gram/m 3 ) Gambar 13. Persamaan konsentrasi TAN di wadah pemeliharaan pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. Konsentrasi nitrit pada Gambar 14 menunjukkan perlakuan kepadatan 100 ekor/m 3 ikan nila tanpa rumput laut memilki konsentrasi nitrit paling tinggi setiap minggu dibandingkan perlakuan polikultur dengan penambahan rumput laut, konsentrasi nitrit perlakuan monokultur sebesar 0,622±0,30 mg/l selama 35 hari pemeliharaan. Minggu keempat konsentrasi nitrit perlakuan tersebut mengalami titik puncak dan penurunan pada minggu kelima. Konsentrasi nitrit polikultur rumput laut dan ikan nila menunjukkan perbedaan lebih rendah dari perlakuan tanpa rumput laut. Perlakuan kepadatan 600 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 menunjukkan konsentrasi nitrit paling rendah selama 35 hari pemeliharaan yaitu 0,087±0,03 mg/l berbeda nyata terhadap ketiga perlakuan yang lain. Perlakuan 200 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 dan 400 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 memiliki nilai nitrit tidak berbeda nyata, secara berturut-turut 0,324±0,12 mg/l dan 0,253±0,17 mg/l. Namun, ketiga perlakuan polikultur ikan nila dan rumput laut berbeda nyata tehadap perlakuan tanpa rumput laut (Lampiran 21). Grafik konsentrasi nitrit (NO - 2 ) hubungan penambahan waktu pemeliharaan dengan konsentrasi nitrit yang dihasilkan selama 35 hari pemeliharaan, terdapat pada Gambar

43 Konsentrasi nitrit (mg/l) 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00-0, Minggu ke- 0 gram/m3 200 gram/m3 400 gram/m3 600 gram/m3 Gambar 14. Konsentrasi nitrit (NO 2 - ) di wadah pemeliharaan pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. Gambar 15 menunjukkan konsentrasi nitrit media pemeliharaan polikultur rumput laut dan ikan nila maupun monokultur ikan nila. Pengukuran nitrit (NO2-) selama 35 hari pemeliharaan menghasilkan persamaan kurva kubik. yaitu Nitrit = 0,6220 0,002595x + 0,000007x 2 0, x 3 dengan R 2 =62,6%. Berdasarkan persamaan kubik tersebut, maka setiap 1 gram rumput laut dipelihara bersama ikan nila kepadatan 100 ekor/m3 akan menghasilkan konsentrasi nitrit di wadah pemeliharaan sebesar 0,619 mg/l (kondisi wadah pemeliharaan sesuai untuk pemeliharaan ikan nila selama 35 hari). Grafik garis membentuk slope negatif dengan nilai korelasi -0,765 yaitu semakin tinggi peningkatan padat tanam rumput laut, konsentrasi nitrit semakin rendah dengan signifikan (P<0,05). Garis pada persamaan kubik Gambar 15 membentuk slope negatif (turun) yang artinya padat tanam rumput laut memiliki nilai berbanding terbalik terhadap konsentrasi nitrit yang dihasilkan. Semakin besar padat tanam rumput laut yang ditanam maka semakin rendah konsentrasi nitrit yang dihasilkan selama 35 hari pemeliharaan bersama ikan nila 100 ekor/m 3, terlihat pada biomasa rumput laut 600 gram/m 3 akan menghasilkan nitrit lebih rendah dibanding tanpa rumput laut (0 gram/m 3 ). Grafik garis menggambarkan hubungan peningkatan padat tanam rumput laut terhadap konsentrasi nitrit di wadah pemeliharaan ikan nila dan rumput laut selama 35 hari, terdapat pada Gambar

44 Konsentrasi nitrit (mg/l) 0,90 0,80 0,70 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00 Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan Padat tanam rumput laut (gram/m 3 ) Gambar 15. Persamaan konsentrasi nitrit (NO 2 - ) di wadah pemeliharaan pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. Konsentrasi nitrat pada Gambar 16 menunjukkan perlakuan ikan nila 100 ekor/m 3 tanpa rumput laut memiliki konsentrasi nitrat selalu lebih tinggi sejalan dengan bertambahnya waktu dibandingkan dengan perlakuan penambahan rumput laut (polikultur). Perlakuan monokultur mengalami peningkatan nitrat sampai minggu ketiga dan terjadi penurunan setelahnya hingga minggu kelima, tetapi nilai tersebut masih lebih besar dari perlakuan polikultur ikan nila dan rumput laut. Konsentrasi nitrat perlakuan monokultur ikan nila adalah 7,319±1,34 mg/l selama 35 hari pemeliharaan. Konsentrasi nitrat perlakuan tanpa rumput laut (monokultur) berbeda nyata terhadap perlakuan polikultur (P<0,05). Konsentrasi nitrat perlakuan dengan kepadatan rumput laut paling besar 600 gram/m 3 + ikan nila 100 ekor/m 3 selalu menghasilkan nilai paling kecil sebesar 0,370±0,22 mg/l dibandingkan dengan perlakuan penambahan rumput laut yang lain. Nilai tersebut tidak berbeda jauh dengan konsentrasi nitrat yang dihasilkan pada perlakuan dengan kepadatan rumput laut 400 gram/m 3 + ikan nila 100 ekor/m 3 sebesar 0,998±0,24 mg/l selama 35 hari pemeliharaan. Perlakuan dengan kepadatan rumput laut 200 gram/m 3 + ikan nila 100 ekor/m 3 menghasilkan nitrat yang memiliki nilai lebih besar dan tidak berbeda nyata dari kedua perlakuan polikultur yang lain (P<0,05), memiliki nilai sebesar 1,635±0,39 mg/l (Lampiran 22). 30

45 12,00 Konsentrasi nitrat (mg/l) 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00-2, Minggu ke- 0 gram/m3 200 gram/m3 400 gram/m3 600 gram/m3 Gambar 16. Konsentrasi nitrat (NO 3 - ) di wadah pemeliharaan pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. Gambar 17 menggambarkan konsentrasi nitrat (NO - 3 ) wadah pemeliharaan budidaya ikan nila dan rumput laut selama 35 hari. Persamaan kurva kubik yang terbentuk pada pemeliharaan ikan nila dan rumput laut terhadap konsentrasi nitrat (NO - 3 ) adalah nitrat = 7,319 0,04945x + 0,000126x 2-0, x 3 dengan R2= 95,7%, sehingga setiap 1 gram rumput laut dipelihara bersama ikan nila dengan kepadatan 100 ekor/m 3 menghasilkan nitrat 7,269 mg/l (kondisi wadah pemeliharaan yang sesuai), yaitu sumbu axis (x) merupakan padat tanam rumput laut yang ditanam dan sumbu ordinat (y) merupakan konsentrasi nitrat yang dihasilkan selama 35 hari pemeliharaan di wadah pemeliharaan. Grafik garis menunjukkan kecenderungan negatif dengan korelasi -0,848 yaitu peningkatan padat tanam semakin menurunkan konsentrasi nitrat di wadah pemeliharaan dan signifikan (P<0,05). Garis persamaan kubik (Gambar 17) menunjukkan slope negatif (turun) memiliki arti bahwa padat tanam rumput laut berbanding terbalik dengan konsentrasi nitrat yang dihasilkan selama 35 hari pemeliharaan, semakin besar padat tanam rumput laut maka semakin rendah konsentrasi nitrat (NO - 3 ) yang dihasilkan. Konsentrasi nitrat pada 600 gram/m 3 akan lebih rendah dari tanpa rumput laut 0 gram/m 3. Konsentrasi nitrat persamaan kubik perlakuan monokultur dan polikultur ikan nila dan rumput laut yang diperlihara bersama selama 35 hari pemeliharaan, terdapat pada Gambar

46 Konsentrasi nitrat (mg/l) 10,0 9,0 8,0 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0 Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan Padat tanam rumput laut (gram/m 3 ) Gambar 17. Persamaan konsentrasi nitrat (NO 3 - ) di wadah pemeliharaan pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. Konsentrasi fosfat perlakuan ikan nila 100 ekor/m 3 tanpa rumput laut pada Gambar 18 terlihat mengalami peningkatan setiap minggu dan memiliki nilai yang lebih besar dari perlakuan yang lain. Peningkatan konsentrasi fosfat perlakuan ini terjadi pada minggu keempat, terlihat dari grafik lebih curam dari minggu sebelumnya. Konsentrasi fosfat perlakuan ini memiliki nilai 6,328±0,48 mg/l selama 35 hari pemeliharaan. Nilai ini tidak berbeda nyata terhadap perlakuan pada kepadatan 200 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 yang memiliki konsentrasi fosfat 5,716±0,58 mg/l. Konsentrasi fosfat pada perlakuan dengan kepadatan rumput laut 600 gram/m 3 + ikan nila 100 ekor/m 3 menghasilkan konsentrasi fosfat lebih rendah dibandingkan perlakuan lain dan bahkan mengalami penurunan pada minggu ketiga hingga kelima, perlakuan ini memiliki nilai fosfat 1,762±0,63 mg/l. Nilai tersebut tidak berbeda nyata terhadap perlakuan dengan kepadatan 400 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 dengan konsentrasi fosfat 3,700±0,56 mg/l (P<0,05) (Lampiran 23). Konsentrasi fosfat di wadah pemeliharaan budidaya ikan nila dan rumput laut secara monokultur maupun polikultur selama 35 hari masa pemeliharaan hubungan antara waktu pemeliharaan dengan konsentrasi fosfat yang dihasilkan, terdapat pada Gambar

47 Konsentrasi fosfat (mg/l) 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0, gram/m3 200 gram/m3 400 gram/m3 600 gram/m3 Minggu ke- Gambar 18. Konsentrasi fosfat (PO 4 3- ) di wadah pemeliharaan pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. Gambar 19 menunjukkan konsentrasi fosfat di wadah pemeliharaan selama 35 hari pemeliharaan ikan nila dan rumput laut. Hasil pengukuran fosfat pemeliharaan ikan nila dan rumput laut secara polikultur menghasilkan persamaan kurva kubik, fosfat = 6,328 0,01745x + 0,000087x 2 0, x 3 dengan R 2 = 71,8%, maka setiap 1 gram rumput laut dipelihara bersama ikan nila dengan kepadatan 100 ekor/m 3 selama 35 hari akan menghasilkan fosfat sebesar 6,310 mg/l (dengan catatan kondisi wadah pemeliharaan yang sesuai dengan pemeliharaan ikan nila), yaitu sumbu axis (x) merupakan padat tanam rumput laut yang dipelihara dan sumbu ordinat (y) adalah konsentrasi fosfat yang ada di wadah budidaya. Grafik garis memiliki kecenderungan negatif yaitu peningkatan padat tanam rumput laut, semakin menurunkan konsentrasi fosfat dengan korelasi -0,709 dan signifikan (P<0,05). Berdasarkan persamaan garis, terbentuk slope negatif (turun) yang memiliki arti padat tanam awal rumput laut akan berbanding terbalik dengan konsentrasi fosfat, semakin besar biomasa rumput laut maka akan semakin kecil konsentrasi fosfat yang dihasilkan selama 35 hari pemeliharaan. Oleh karena itu pada biomasa rumput laut 600 gram/m 3 akan menghasilkan fosfat lebih rendah dari perlakuan tanpa rumput laut 0 gram/m 3. Grafik persamaan dari konsentrasi fosfat di wadah pemeliharaan selama 35 hari pemeliharaan pada perlakuan monokultur dan polikultur ikan nila bersama rumput laut, terdapat pada Gambar

48 Konsentrasi fosfat (mg/l) 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0, Padat tanam rumput laut (gram/m 3 ) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Gambar 19. Persamaan konsentrasi fosfat (PO 4 3- ) di wadah pemeliharaan pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan Penyerapan Nitrogen Peranan rumput laut di wadah pemeliharaan bersama ikan nila adalah menyerap kualitas air nitrogen hasil limbah budidaya ikan nila. Gambar 20 menunjukkan bahwa penyerapan nitrogen terlihat dari laju pertumbuhan harian (LPH) rumput laut dan konsentrasi protein rumput laut. Perlakuan dengan kepadatan rumput laut paling besar 600 gram/m 3 + ikan nila 100 ekor/m 3 menghasilkan penyerapan nitrogen paling besar yaitu 2,965x10 3 ±1,21 µmol/gram per hari, nilai ini tidak berbeda terhadap perlakuan 400 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 yaitu sebesar 2,850x10 3 ±0,62 µmol/gram per hari, sedangkan pada kepadatan rumput laut paling rendah 200 gram/m 3 + ikan nila 100 ekor/m 3, menghasilkan penyerapan nitrogen yang rendah dibanding perlakuan polikultur yang lain, memiliki nilai yaitu 1,986x10 3 ±0,37 µmol/gram per hari (Lampiran 16). Grafik hubungan padat tanam rumput laut terhadap laju penyerapan nitrogen di wadah budidaya selama 35 hari pemeliharaan, berdasarkan nilai laju pertumbuhan harian, terdapat pada Gambar

49 Penyerapan nitrogen ((µmol/g) x10 3 )/hari) 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00-0,50 2,850 2,965 1, Padat tanam rumput laut (gram/m 3 ) Gambar 20. Daya serap nitrogen (N uptake) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan Penyerapan Fosfat Rumput laut (Gracilaria verrucosa) juga mampu melakukan penyerapan terhadap mineral fosfat di wadah pemeliharaan, akan tetapi dalam jumlah yang kecil. Gracilaria verrucosa lebih banyak menyerap unsur N daripada P maupun kualitas air yang lainnya. Gambar 21 menunjukkan bahwa penyerapan fosfat terlihat dari laju pertumbuhan harian (LPH) rumput laut. Perlakuan dengan kepadatan rumput laut paling besar 600 gram/m 3 + ikan nila 100 ekor/m 3 menghasilkan penyerapan fosfat paling tinggi yaitu 0,0068x10 3 ±0,008 µmol/gram per hari, nilai ini tidak jauh berbeda terhadap penyerapan 400 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 yaitu sebesar 0,0063x10 3 ±0.005 µmol/gram per hari, sedangkan pada kepadatan rumput laut paling rendah 200 gram/m 3 + ikan nila 100 ekor/m 3, menghasilkan penyerapan fosfat dengan nilai hampir sama dengan kedua perlakuan polikultur yang lain, yaitu 0,0055x10 3 ±0,002 µmol/gram per hari (Lampiran 17). Berdasarkan grafik garis yang terbentuk pada Gambar 21 memperlihatkan kecenderungan peningkatan laju penyerapan fosfat sejalan dengan peningkatan biomasa rumput laut yang ditanam selama 35 hari pemeliharaan di wadah budidaya. 35

50 Penyerapan fosfat ((µmol/g) x10 3 )/hari) 0,01 0,01 0,01 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,0063 0,0068 0,0055 0, Padat tanam rumput laut (gram/m 3 ) Gambar 21. Daya serap fosfat (P uptake) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan Perubahan kualitas air Hasil penelitian menunjukkan terjadi kehilangan atau perubahan sejumlah kualitas air di wadah budidaya ikan nila dan rumput laut selama pemeliharaan. Tabel 3 menunjukkan bahwa pada perlakuan 600 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 mampu merubah nitrogen dan fosfat lebih banyak dari perlakuan 200 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 dan 400 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3. Hal ini dibuktikan pada perlakuan 600 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 konsentrasi TAN berubah sebesar 87,72±3,53%, nitrat sebesar 94,95±2,02%, nitrit 86,09±2,16%, dan fosfat 72,15±3,24%, lebih besar dari kedua perlakuan polikultur yang lain (Tabel 3), sedangkan perlakuan ikan nila 100 ekor/m 3 tanpa rumput laut tidak ada nitrogen maupun fosfat yang berubah selama 35 hari pemeliharaan. Perubahan kualitas air dalam bentuk nitrogen terbesar perlakuan kepadatan rumput laut yaitu 600 gram/m 3 dalam bentuk nitrat (NO - 3 ) sebesar 94,95±2,02% di wadah pemeliharaan selama 35 hari. Berikut akan disajikan Tabel 3 perubahan kualitas air di wadah pemeliharaan oleh rumput laut, aktifitas mikrobial maupun karena penguapan oleh udara pada perlakuan budidaya ikan nila dan rumput laut yang dipelihara secara monokultur dan polikutur. Perubahan nilai kualitas air di akhir pemeliharaan selama 35 hari terhadap perbedaan padat tanam rumput laut, terdapat pada Tabel 3. 36

51 Tabel 3. Perubahan kualitas air pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. Kualitas air (%) Padat tanam rumput laut (gram/m 3 ) Kontrol TAN 0.00± ± ± ±3.53 Nitrat (NO - 3 ) 0.00± ± ± ±2.02 Nitrit (NO - 2 ) 0.00± ± ± ±2.16 Fosfat (PO 3-4 ) 0.00± ± ± ±3.24 Keterangan : Nilai 0 (nol) pada perlakuan 0 gram/m 3 rumput laut menunjukkan tidak adanya perubahan pengurangan kualitas air di akhir pemeliharaan Konsentrasi Protein Rumput Laut Kemampuan rumput laut (G. verrucosa) dalam menyerap nitrogen di wadah pemeliharaan berkaitan dengan konsentrasi protein dalam talus. Tabel 4 menunjukkan perbedaan kadar protein dalam talus rumput laut di awal dan di akhir penelitian. Perlakuan dengan kepadatan rumput laut lebih besar 600 gram/m 3 + ikan nila 100 ekor/m 3 memiliki konsentrasi protein lebih besar yaitu 24,31%, nilai ini tidak jauh berbeda pada perlakuan dengan kepadatan rumput laut 400 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 yaitu 22,06%, sedangkan perlakuan 200 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 memiliki konsentrasi protein sebesar 18,38%. Ketiga perlakuan tersebut mengalami peningkatan kandungan protein yaitu saat sebelum perlakuan memiliki 1,49% protein dalam talus, hal ini menunjukkan adanya penyerapan nitrogen rumput laut di wadah pemelliharaan yang dikonfersi menjadi protein (P<0,05; Lampiran 18). Tabel 4. Konsentrasi protein rumput laut (Gracilaria verrucosa) sebelum dan sesudah perlakuan pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. Awal (%) Padat tanam rumput laut (gram/m 3 ) Rata-rata Tingkat Konsumsi Oksigen Ikan Nila Oreochromis niloticus dan Rumput Laut Gracilaria verrucosa Tingkat konsumsi oksigen ikan nila berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan nila dalam suatu wadah pemeliharaan. Ikan nila mengambil oksigen terlarut sebagai salah satu sumber energi untuk melakukan metabolisme. Gambar 22 menunjukkan hubungan antara waktu terhadap tingkat konsumsi oksigen ikan nila 37

52 pada bobot yang berbeda. Berdasarkan grafik terlihat bahwa pada umumnya bobot 1,8 gram, 1,9 gram, dan 2,0 gram memiliki tingkat konsumsi oksigen yang tidak jauh berbeda dan memiliki slope yang sama yaitu negatif (turun), semakin besar lama waktu maka semakin rendah tingkat konsumsi oksigen (mg O 2 /gram/jam) ikan nila, dan penurunan tingkat konsumsi oksigen tertinggi pada satu jam pertama. Tingkat konsumsi oksigen ikan nila pada kepadatan 100 ekor/m 3, dengan bobot awal 1,8 gram, 1,9 gram, 2,0 gram secara berturut-turut 0,0059 mg O 2 /gram/jam, 0,0054 mg O 2 /gram/jam, dan 0,0051 mg O 2 /gram/jam (Lampiran 24). 0,030 TKO (mg O2/gram/jam) 0,025 0,020 0,015 0,010 0,005 0, gram 1.9 gram 2.0 gram Waktu (menit) Gambar 22. Tingkat konsumsi oksigen ikan nila (Oreochromis niloticus) pada bobot ikan 1,8 gram, 1,9 gram, dan 2,0 gram dengan kepadatan 100 ekor/m 3 selama 180 menit dalam wadah tertutup. Berdasarkan persamaan linier yang terbentuk pada Gambar 23, yaitu y = -0,0008x + 0,006, maka setiap 1 gram ikan nila akan mengonsumsi oksigen sebanyak 0,0052 mg O 2 /gram/jam, dengan kondisi wadah pemeliharaan yang sesuai. Persamaan linier grafik pada Gambar 24 terlihat memiliki slope negatif (turun), hubungan antara bobot ikan (gram) dengan tingkat konsumsi oksigen mg O 2 /gram/jam yaitu berbanding terbalik semakin besar bobot ikan maka tingkat konsumsi oksigen akan semakin kecil. 38

53 TKO (mg O2/gram/jam) 0,008 0,007 0,006 0,005 0,004 0,003 0,002 0,001 0,000 0, , , ,8 1,9 2 Bobot ikan nila (gram) Gambar 23. Persamaan kurva linier tingkat konsumsi oksigen ikan nila (Oreochromis niloticus) pada bobot ikan 1,8 gram, 1,9 gram, dan 2,0 gram dengan kepadatan 100 ekor/m 3 selama 180 menit dalam wadah tertutup. Rumput laut yang dipelihara bersama dengan ikan nila juga mengalami proses respirasi pada siang hari (terpapar cahaya) maupun malam hari (tidak ada cahaya). Tingkat konsumsi oksigen rumput laut tidak sebesar tingkat konsumsi oksigen ikan nila. Gambar 24 menunjukkan tingkat konsumsi oksigen saat terpapar cahaya matahari ( lux). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat konsumsi oksigen rumput laut saat terpapar cahaya matahari lebih rendah daripada saat tanpa cahaya. Grafik pada Gambar 24 menggambarkan hubungan waktu terhadap tingkat konsumsi oksigen pada masing-masing bobot rumput laut. Rumput laut dengan kepadatan rendah 200 gram/m 3 menghasilkan tingkat konsumsi oksigen lebih tinggi, sedangkan pada kepadatan 400 gram/m 3 dan 600 gram/m 3 menghasilkan konsumsi yang tidak jauh berbeda akan tetapi masih lebih tinggi tingkat konsumsi oksigen 400 gram/m 3 rumput laut. Tingkat konsumsi oksigen rumput laut terpapar cahaya matahari pada kepadatan 200 gram/m 3, 400 gram/m 3, dan 600 gram/m 3 secara berturut-turut 0,0030 mg O 2 /gram/jam, 0,0015 mg O 2 /gram/jam, dan 0,0011 mg O 2 /gram/jam (Lampiran 25). 39

54 TKO (mg O2/gram/jam) 0,007 0,006 0,005 0,004 0,003 0,002 0,001 0, gram/m3 400 gram/m3 600 gram/m Waktu (menit) Gambar 24. Tingkat konsumsi oksigen rumput laut (Gracilaria verucosa) pada berbagai padat tanam, saat terpapar cahaya matahari ( lux) dan hubungannya dengan waktu selama 180 menit dalam wadah tertutup. Gambar 25 menunjukkan persamaan kurva linier yang terbentuk dari perlakuan tingkat konsumsi oksigen rumput laut saat terpapar cahaya matahari, yaitu y = - 0,003x + 0,005, maka pada bobot rumput laut 1 gram akan mengonsumsi oksigen sebanyak 0,002 mg O 2 /gram/jam, yaitu padat tanam rumput laut sebagai sumbu axis (x) dan tingkat konsumsi oksigen rumput laut sebagai sumbu ordinat (y), dan pada kondisi wadah pemeliharaan yang sesuai dan terpapar cahaya matahari yang cukup untuk rumput laut. Berdasarkan grafik pada Gambar 25 menunjukkan slope negatif (turun) pada grafik garis persamaan linier yang terbentuk. Hal ini memiliki arti bobot rumput laut memiliki hubungan berbanding terbalik terhadap tingkat konsumsi oksigen, semakin besar bobot rumput laut maka semakin kecil tingkat konsumsi oksigen yang dihasilkan per bobot rumput laut (gram) per satuan waktu (jam) berdasarkan perhitungan pada wadah tertutup. Intensitas cahaya matahari yang terserap oleh rumput laut mempengaruhi tingkat konsumsi oksigen karena hal ini berkaitan dengan produk oksigen dan karbohidrat yang dihasilkan. Grafik tingkat konsumsi oksigen rumput laut hubungan antara waktu dan tingkat konsumsi oksigen yang dilakukan pengukuran pada suatu wadah tertutup, terdapat pada Gambar

55 0,0035 0,0030 0,0030 TKO (mg O2/gram/jam) 0,0025 0,0020 0,0015 0,0010 0,0005 0,0015 0,0011 0, Padat tanam rumput laut (gram/m 3 ) Gambar 25. Persamaan linier tingkat konsumsi oksigen rumput laut (Gracilaria verucosa) pada berbagai kepadatan, saat terpapar cahaya matahari ( lux) dan hubungannya dengan waktu selama 180 menit dalam wadah tertutup. Rumput laut yang dipelihara bersama dengan ikan nila juga mengalami proses respirasi pada siang hari (terpapar cahaya) maupun malam hari (tidak ada cahaya). Tingkat konsumsi oksigen rumput laut tidak sebesar tingkat konsumsi oksigen ikan nila. Gambar 26 menunjukkan tingkat konsumsi oksigen saat tanpa terpapar cahaya matahari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat konsumsi oksigen rumput laut saat tanpa terpapar cahaya matahari lebih tinggi dibandingkan saat terpapar cahaya. Grafik pada Gambar 26 menggambarkan hubungan waktu terhadap tingkat konsumsi oksigen pada masing-masing bobot rumput laut. Rumput laut dengan kepadatan tinggi 600 gram/m 3 menghasilkan tingkat konsumsi oksigen lebih tinggi, sedangkan pada kepadatan 400 gram/m 3 dan 200 gram/m 3 menghasilkan konsumsi yang tidak jauh berbeda. Tingkat konsumsi oksigen rumput laut tanpa dipapar cahaya matahari pada kepadatan 600 gram/m 3, 400 gram/m 3, dan 200 gram/m 3 secara berturut-turut 0,0046 mg O 2 /gram/jam, 0,0025 mg O 2 /gram/jam, dan 0,0018 mg O 2 /gram/jam (Lampiran 26). Grafik tingkat konsumsi oksigen rumput laut (G. verucosa) pada berbagai kepadatan, saat tanpa terpapar cahaya matahari dan hubungannya dengan waktu selama 180 menit dalam wadah tertutup, terdapat pada Gambar

56 TKO (mg O2/gram/jam) 0,008 0,007 0,006 0,005 0,004 0,003 0,002 0,001 0, gram/m3 400 gram/m3 200 gram/m Waktu (menit) Gambar 26. Tingkat konsumsi oksigen rumput laut (Gracilaria verucosa) pada berbagai kepadatan, saat tanpa terpapar cahaya matahari dan hubungannya dengan waktu selama 180 menit dalam wadah tertutup. Gambar 27 menunjukkan persamaan kurva linier yang terbentuk dari perlakuan tingkat konsumsi oksigen rumput laut saat tanpa terpapar cahaya matahari. Persamaan linier yang terbentuk yaitu y = 0,002x + 0,006, sehingga setiap 1 gram rumput laut akan mengonsumsi oksigen sebanyak 0,008 mg O 2 /gram/jam dengan kondisi yang sesuai untuk wadah pemeliharaan dan tanpa cahaya yang mempengaruhi. Berdasarkan grafik Gambar 27 menunjukkan slope positif (naik), pada persamaan linier memiliki arti bobot rumput laut memiliki hubungan berbanding positif terhadap tingkat konsumsi oksigen, semakin besar bobot rumput laut yang ditanam maka semakin besar tingkat konsumsi oksigen yang dilakukan per gram per satuan waktu perhitungan dalam kondisi tanpa terpapar cahaya matahari. Berikut akan disajikan Gambar 27 persamaan linier tingkat konsumsi oksigen rumput laut (G. verucosa) pada kepadatan 200 gram/m 3, 400 gram/m 3, dan 600 gram/m 3, saat tanpa terpapar cahaya matahari dan hubungannya dengan waktu selama 180 menit dalam wadah tertutup, grafik garis menunjukkan trend atau model yang terbentuk berdasarkan hubungan biomasa rumput laut terhadap tingkat konsumsi oksigen yang dilakukan. 42

57 TKO (mgo2/gram/jam) 0,0045 0,0040 0,0035 0,0030 0,0025 0,0020 0,0015 0,0010 0,0005 0,0000 0,0039 0,0025 0, Padat tanam rumput laut (gram/m 3 ) Gambar 27. Persamaan linier tingkat konsumsi oksigen rumput laut (Gracilaria verucosa) pada berbagai padat tanam, saat tanpa terpapar cahaya matahari dan hubungannya dengan waktu selama 180 menit dalam wadah tertutup. 4.2 Pembahasan Polikultur adalah suatu sistem budidaya bersama dua organisme atau lebih dengan tujuan peningkatan produksi dan pemanfaatan lahan yang terbatas. Sistem budidaya polikultur diindikasikan lebih menguntungkan daripada sistem monokultur. Pemanfaatan kembali limbah buangan dari organisme satu (yaitu ikan atau udang) terhadap organisme lain (yaitu rumput laut) untuk pertumbuhannya menimbulkan interaksi saling menguntungkan atau simbiosis mutualisme (integrated multi-trophic aquaculture) antara keduanya untuk menciptakan lingkungan budidaya yang sesuai. Penelitian ini menggunakan sistem budidaya polikultur pada ikan nila (O. niloticus) dan rumput laut (G. verrucosa) untuk menghasilkan produk secara optimal. Interaksi positif yang terjadi antara kedua organisme tersebut sangat menguntungkan bagi peningkatan pertumbuhan ikan nila dan rumput laut. Hal ini didukung dengan hasil penelitian konsentrasi nitrogen dan fosfat serta perubahan kualitas air pada sistem monokultur dan polikultur oleh rumput laut di wadah selama 35 hari. Perubahan nitrogen dan fosfat yang disebabkan rumput laut di wadah pemeliharaan akan menurunkan konsentrasi kualitas air seperti pada Tabel 3, rumput laut dengan padat tanam lebih tinggi mampu menghilangkan atau merubah konsentrasi nitrogen dan fosfat lebih banyak. Zhou et al. (2006) G. lemaneiformis 43

58 dapat mengurangi jumlah hara nitrogen yang terakumulasi dalam dissoloved inorganic nitrogen (DIN) pada wadah pemeliharaan dapat dihilangkan kurang lebih 90%, dan rumput laut dapat menerima hampir 90% dari amonium yang dipelihara bersama ikan. Hasil penelitian menunjukkan tingkat perubahan kualitas air berupa TAN, nitrit (NO - 2 ), nitrat (NO - 3 ), dan fosfat (PO 3-4 ) pada wadah pemeliharaan budidaya polikultur ikan nila dan rumput laut lebih baik dari perlakuan monokultur. Peningkatan biomasa awal rumput laut akan meningkatkan laju perubahan pengurangan kualitas air di wadah pemeliharaan. Perlakuan dengan kepadatan rumput laut paling tinggi mampu menurunkan kualitas air lebih tinggi dari perlakuan dengan kepadatan rumput laut lebih rendah, yaitu mencapai lebih dari 85% penghilangan nitrogen, dan 72% penghilangan fosfat (Tabel 3). Penelitian sejenis oleh Yang et al. (2006) tentang bioremediasi rumput laut G. lemaneiformis menyatakan bahwa penyerapan nitrogen terbesar dalam bentuk amonium oleh rumput laut. Namun, pada jenis rumput laut G. birdiae nitrogen dalam bentuk nitrat terbuang lebih banyak dari TAN berdasarkan penelitian di Brazil oleh Soriano et al. (2009). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian (Tabel 3) yaitu nitrogen dalam bentuk nitrat terbuang lebih banyak pada semua perlakuan pada setiap minggu, salah satu alasan adalah penyerapan oleh rumput laut. Perbedaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis rumput laut, cahaya dan pergerakan air, dan faktor biologi (umur tanaman dan kemampuan penyimpanan nutrien pada jaringan). Perubahan kualitas air berkaitan erat dengan buangan nitrogen di wadah pemeliharaan oleh ikan nila dengan pemberian pakan secara terkontrol, semakin banyak buangan ikan nila maka semakin banyak yang harus dihilangkan. Buangan nitrogen berasal dari pakan yang tidak termakan dan sisa metabolisme. Ikan dengan bobot yang lebih tinggi akan diberi pakan lebih banyak, dan ikan dengan bobot lebih rendah akan diberikan pakan lebih sedikit (Tabel 2), pada nilai feeding ratio yang sama. Sakdiah (2009) menyatakan nilai ekskresi TAN dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain suhu, bobot, kadar nutrisi, salinitas, dan kadar TAN. Hasil penelitian menunjukkan pada perlakuan 600 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 dengan LPH dan biomasa ikan nila lebih tinggi menghasilkan buangan ikan nila yang lebih tinggi dan pada perlakuan ikan nila 100 ekor/m 3 44

59 tanpa rumput laut menghasilkan bobot yang lebih rendah dan buangan ikan nila lebih sedikit, akan tetapi pada perlakuan monokultur tidak terjadi pengurangan kualitas air di wadah pemeliharaan oleh rumput laut sehingga jumlah nitrogen di wadah pemeliharaan terakumulasi menjadi tinggi. Jumlah nitrogen dipengaruhi oleh sistem metabolisme ikan terhadap pakan dan kualitas air. Lingkungan wadah pemeliharaan ikan nila memiliki siklus yang diawali dengan pemberian pakan pada ikan, kemudian pakan yang tidak termakan, feses, dan hasil metabolisme ikan akan masuk ke wadah pemeliharaan, mikroorganisme akan mendekomposisi bahan organik di dalam sistem sehingga mengakibatkan peningkatan total amonia nitrogen (TAN) dan nitrit dimana keduanya berbahaya bagi ikan pada konsentrasi tinggi, selanjutnya TAN didalam sistem akan diubah menjadi nitrit, nitrat, dan gas nitrogen. Berdasarkan hasil penelitian konsentrasi TAN, nitrit, dan nitrat dalam wadah budidaya bersama rumput laut dan ikan nila jauh berbeda terhadap perlakuan monokultur ikan nila saja. Konsentrasi TAN, nitrit, dan nitrat yang berbeda antara perlakuan polikultur dan monokultur dapat dilihat berdasarkan hasil penelitian. Konsentrasi TAN pada Gambar 12 setiap minggu menunjukkan perbedaan pada perlakuan ikan nila 100 ekor/m 3 tanpa rumput laut dan perlakuan dengan penambahan rumput laut dengan bobot tertentu. Perlakuan polikultur memiliki konsentrasi TAN lebih rendah dari monokultur, karena peranan dari rumput laut dalam menyerap dan menyimpan nitrogen dalam bentuk TAN di wadah pemeliharaan. Perlakuan dengan kepadatan rumput laut paling tinggi 600 gram/m 3 + ikan nila 100 ekor/m 3 memiliki konsentrasi TAN lebih rendah dari perlakuan polikultur yang lain dengan kepadatan rumput laut yang lebih rendah. Penyerapan dan penyimpanan nitrogen dalam bentuk TAN dalam bentuk amonium (NH + 4 ) oleh rumput laut dilakukan diseluruh bagian thallus atau permukaan tubuh dan disimpan pada dinding sel yang terdiri dari karagenan dan agar. Hal tersebut yang mengakibatkan perlakuan 600 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 memiliki konsentrasi TAN lebih rendah, semakin besar bobot rumput laut, semakin luas permukaan thallus maka bidang penyerapan akan semakin optimal dalam mengurangi konsentrasi TAN di wadah pemeliharaan 45

60 dibandingkan dengan rumput laut yang memiliki bobot dan luas permukaan thallus lebih kecil. Hal ini terlihat pada Gambar 13 yang menunjukkan hubungan berbanding terbalik antara biomasa rumput laut terhadap konsentrasi TAN di wadah pemeliharaan. Penyerapan nitrogen oleh rumput laut dalam bentuk amonium dan nitrat (NO - 3 ), oleh karena itu hasil yang ditunjukkan pada Gambar 16, sama dengan Gambar 12, yaitu pada perlakuan polikultur selalu memiliki konsentrasi nitrat lebih baik. Thallus rumput laut Ulva rigida mampu menyerap secara optimal nitrat pada kisaran µmol nitrat (g DM) -1 pada sel (Naldi 2002). Kemampuan menyerap ion dan mineral di wadah pemeliharaan berbeda-beda pada masing-masing jenis rumput laut. Hal ini dipengaruhi oleh jenis rumput laut, cahaya dan pergerakan air, dan faktor biologi (umur tanaman dan kemampuan penyimpanan nutrien pada jaringan). Nitrogen di wadah pemeliharaan tidak hanya berupa TAN tetapi juga dalam bentuk nitrit, melalui bakteri Nitrosomonas TAN diubah menjadi nitrit yang bersifat lebih berbahaya bagi organisme (ikan dan udang). Hasil penelitian (Gambar 14) menunjukkan perbedaan yang signifikan perlakuan polikultur ikan nila dan rumput laut dengan monokultur ikan nila. Pada perlakuan monokultur terjadi peningkatan nitrit setiap minggu, sedangkan pada perlakuan polikultur memperlihatkan konsentrasi nitrit yang lebih rendah. Hal ini membuktikan bahwa rumput laut tetap memberikan pengaruh positif di wadah pemeliharaan, walaupun penyerapan rumput laut terhadap nitrit sangat kecil dibandingkan dengan TAN dan nitrat. Pengaruh rumput laut juga terlihat pada kurva kubik Gambar 15, menjelaskan hubungan berbanding terbalik antara padat tanam rumput laut terhadap konsentrasi nitrit yang dihasilkan, semakin besar padat tanam rumput laut maka semakin memberikan dampak positif terhadap pemeliharaan ikan nila dan rumput laut dengan konsentrasi nitrit lebih rendah. Sebagian besar spesies tanaman air cenderung lebih mudah dalam menyerap nitrogen dalam bentuk NH daripada dalam bentuk NO 3 sebagai + sumber hara nitrogen, hal ini dikarenakan penyerapan dalam bentuk NH 4 + membutuhkan sedikit energi dan karena NH 4 -N tersebar merata di perairan jenuh 46

61 substrat. Selain itu, tekanan tinggi pada ion H + menyebabkan, saat konsentrasi + nitrogen (NH 4 -N) tinggi, nitrogen mudah terserap kedalam thallus rumput laut. Berbeda dengan penyerapan nitrat oleh tanaman air, nitrat diangkut dalam membran plasma dan nitrate reductase activity (nra) secara keseluruhan dipengaruhi oleh ketersediaan NO - 3 di wadah pemeliharaan (Jampeetong 2012). G. verrucosa juga melakukan penyerapan mineral seperti fosfat walaupun dalam jumlah kecil. Naldi et al. (2002) menyatakan penyerapan nutrien pada rumput laut memiliki perbandingan N:P sebesar 20:1 pada keadaan N yang tidak berlebih. Penghilangan fosfat dari perairan tercemar terjadi melalui tiga tahapan yaitu penyerapan substrat (lumpur, tanah), penyerapan oleh tanaman alga, dan pengaruh aktifitas bakteri. Hal ini terlihat dari hasil penelitian pada Gambar 21 penyerapan fosfat oleh rumput laut tidak sebesar penyerapan terhadap nitrogen. Penyerapan fosfat dalam jumlah kecil diduga karena penyerapan nitrogen lebih mendominasi seluruh bagian thallus rumput laut dibandingkan penyerapan fosfat maupun mineral yang lain, pernyataan ini didukung dengan rendahnya konsentrasi nitrogen pada wadah pemeliharaan perlakuan polikultur dibandingkan pada perlakuan monokultur. Konsentrasi fosfat di wadah pemeliharaan (Gambar 18) menunjukkan perbedaan antara perlakuan polikultur dan monokultur. Perlakuan polikultur ikan nila dan rumput laut menunjukkan hasil yang lebih baik dalam mengurangi fosfat di wadah pemeliharaan dari perlakuan monokultur. Perlakuan dengan kepadatan rumput laut lebih tinggi memiliki konsentrasi fosfat lebih rendah dibandingkan perlakuan polikultur yang lain. Peranan rumput laut dalam meningkatkan kualitas lingkungan wadah pemeliharaan, terutama mencegah peningkatan konsentrasi fosfat terlihat pada Gambar 18, perlakuan monokultur memiliki konsentrasi fosfat yang terus meningkat selama 35 hari pemeliharaan. Rumput laut mampu mengurangi fosfat dengan meyerap dan menyimpan di dalam dinding sel sebagai kualitas air yang mampu mendukung pertumbuhan. Secara umum, tanaman darat, tanaman air, jenis alga, dan mikroorganisme membutuhkan mineral fosfat sebagai nutrien yang penting bagi pertumbuhan dan pada jaringannya, meskipun dalam jaringan tersedia dalam jumlah yang lebih sedikit dibanding dengan C dan N, mineral fosfat berfungsi sebagai transformasi 47

62 energi metabolik dan merupakan penyusun fosfolipida yang penting dalam menyusun membran (Iamchaturapatr et al. 2007). Lingkungan pemeliharaan yang sesuai akan mendukung pertumbuhan dari kedua organisme tersebut, sesuai dengan hasil penelitian (Gambar 3 dan 4), bobot ikan nila yang dibudidaya secara monokultur menghasilkan biomasa akhir lebih rendah dari polikultur. Persamaan kubik pada Gambar 4 menjelaskan bahwa setiap 1 gram rumput laut akan meningkatkan bobot ikan nila menjadi 107,2 gram selama 35 hari. Pemeliharaan tanpa rumput laut selalu memiliki pertumbuhan yang lebih rendah dari perlakuan polikultur. Hal ini dapat dilihat dari nilai laju pertumbuhan harian (LPH) ikan nila pada perlakuan tanpa rumput laut menghasilkan LPH rendah 2,03±0,40% per hari, jika dibandingkan dengan perlakuan polikultur 3,12±0,21% per hari pada perlakuan 600 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3. Sakdiah (2009) menyatakan bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan, umur, dan kualitas air. Peningkatan bobot ikan nila merupakan tingkat pemberian pakan yang ditransformasikan menjadi biomassa ikan nila. Pakan yang diberikan dan daya serap energi dari pakan yang sama menjadi penunjang pertumbuhan ikan, sehingga dalam hasil penelitian diduga pada sistem polikultur ikan nila mampu memanfaatkan pakan lebih baik dari monokultur, dan hal ini didukung dengan nilai FCR dan EPP yang lebih baik pada Tabel 1. Feeding convertion ratio (FCR) dan efisiensi pakan menjadi salah satu indikator peningkatan bobot ikan. Sistem polikultur rumput laut dan ikan nila menghasilkan FCR lebih rendah dan EPP lebih tinggi dari monokultur, semakin kecil nilai FCR maka semakin banyak pakan yang dimakan dan terserap oleh tubuh untuk pertumbuhan. Tingkat FCR dan efisiensi pakan akan mempengaruhi jumlah limbah hasil metabolisme ikan nila, semakin rendah efisiensi pakan maka akan semakin banyak limbah nitrogen yang terbuang, hal ini didukung dengan nilai pengeluaran nitrogen ikan nila pada Tabel 2, diduga pada biomassa ikan lebih besar akan menghasilkan limbah nitrogen lebih banyak. Tingkat nafsu makanan ikan nila juga dipengaruhi oleh kualitas air wadah pemeliharaan. Zhou et al. (2006) menyatakan G. lemaneiformis sangat efisien dalam menyerap nutrien dari sistem budidaya polikultur bersama ikan konsumsi. Oleh karena itu kualitas 48

63 air di wadah pemeliharaan polikultur rumput laut dan ikan nila lebih baik dari monokultur serta nafsu makan ikan nila lebih meningkat pada sistem polikultur. Kemampuan rumput laut dalam menyerap nutrien, khususnya nitrogen dan fosfat berdampak positif bagi ikan nila dan rumput laut. Ikan nila mendapatkan kualitas media pemeliharaan yang lebih baik dan rumput laut mendapatkan nitrogen dan fosfat sebagai kualitas air untuk pertumbuhan. Abreu et al. (2011) menyatakan penyerapan nitrogen (amonium, nitrat) di wadah pemeliharaan oleh rumput laut G. vermiculuphylla dilakukan dengan difusi pada seluruh bagian thallus. Jadi, semakin banyak thallus yang mampu menyerap nitrogen akan semakin baik kualitas air dan pertumbuhan rumput laut pada kondisi tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan rumput laut pada kepadatan 400 gram/m 3 dan 600 gram/m 3 lebih baik dari kepadatan 200 gram/m 3 yang terlihat dari nilai LPH masing-masing perlakuan. LPH rumput laut terbesar pada perlakuan dengan 400 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 yaitu, 2,22±0,10% per hari, sedangkan perlakuan dengan kepadatan rumput laut paling rendah 200 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 memiliki nilai LPH 1,84±0,09% per hari. Nilai LPH rumput laut yang dipelihara bersama ikan nila lebih tinggi dari monokultur rumput laut saja, seperti pada hasil penelitian Novia (2011) pada salinitas 15 ppt rumput laut (Gracilaria verrucosa) memiliki LPH tertinggi dengan nilai 1,92±0,501% per hari. Salah satu alasan yang dapat menerangkan penurunan nilai laju pertumbuhan harian rumput laut pada kepadatan 600 gram/m 3 adalah semakin tinggi kepadatan rumput laut dalam suatu wadah pemeliharaan maka kemampuan fotosintesis dan penyerapan nitrogen dan fosfat akan berkurang, sehingga ketersediaan energi untuk pertumbuhan akan berkurang. Selain itu Yang (2006) menyatakan kualitas perairan juga mempengaruhi dalam pertumbuhan rumput laut seperti suhu, pada suhu ekstrim Gracilaria verrucosa akan mengalami penurunan produksi bahkan tidak lagi tumbuh. Sinaga (2010) menyatakan penyerapan nutrien berupa fosfat dan nitrat disebut dengan daya serap total fosfat dan daya serap nitrat. Penyerapan nutrien berlangsung secara difusi melalui seluruh permukaan thallus. Daya serap nutrien oleh rumput laut dapat diukur berdasarkan bobot dan luas permukaan. Masuknya 49

64 nitrogen ke dalam jaringan tubuh rumput laut melalui proses difusi yang terjadi pada seluruh permukaan thallus rumput laut. Nitrogen yang diserap diproses melalui tahapan fiksasi nitrogen, nitrifikasi, asimilasi, dan denitrifikasi serta amonifikasi umumnya dilakukan oleh bakteri sedangkan proses asimilasi dilakukan oleh tumbuhan termasuk alga (Barsanti et al. 2006). Laju pertumbuhan harian (LPH) rumput laut berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan thallus rumput laut. Pertumbuhan thallus rumput laut diduga semakin memperbesar luas permukaan thallus dan luas bidang difusi nitrogen di wadah pemeliharaan. Semakin besar permukaan thallus maka semakin luas permukaan difusi nitrogen, dan penyerapan nitrogen semakin tinggi. Hal ini terlihat dari hasil penelitian, penyerapan nitrogen pada perlakuan dengan kepadatan rumput laut lebih tinggi, yaitu 600 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 dan 400 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 memiliki konsentrasi penyerapan lebih tinggi dari perlakuan 200 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3, nilai penyerapan nitrogen secara berturut-turut sebesar 2,965x10 3 µmol/gram per hari dan 2,850x10 3 µmol/gram per hari serta 1,986x10 3 µmol/gram per hari pada perlakuan 200 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3. Nilai penyerapan nitrogen di wadah pemeliharaan oleh rumput laut dapat digunakan sebagai indikator mengetahui konsentrasi protein dan perubahan kualitas air yang disebabkan oleh rumput laut. Tubuh tumbuhan tersusun oleh selsel yang setiap intinya memiliki dinding sel selulosa bersifat permeable yang dilewati air dan zat terlarut didalamnya termasuk nitrogen. Nitrogen yang terserap akan diubah menjadi asam-asam amino pembentuk protein tersimpan dalam dinding sel selulosa (Barsanti et al. 2006). Oleh sebab itu protein pada rumput laut juga terdapat pada dinding sel selulosa dari tumbuhan. Konsentrasi protein thallus rumput laut pada perlakuan 600 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 lebih tinggi dari perlakuan 400 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 lebih tinggi dari 200 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 berturut-turut adalah 24,31%, 22,06%, dan 18,38%. Hal ini diduga pada padat tanam rumput laut lebih tinggi memiliki luas permukaan dan dinding sel yang tebal dan besar (Sinaga 2010), sehingga penyimpanan nutrien oleh dinding sel lebih banyak. Selain 50

65 melakukan penyerapan nitrogen rumput laut (G. verrucosa) juga melakukan penyerapan terhadap mineral-mineral lain termasuk fosfat. Penyerapan fosfat oleh rumput laut tidak sebesar penyerapan nitrogen terhadap rumput laut, akan tetapi tetap dipengaruhi oleh LPH rumput laut. Penyerapan fosfat perlakuan 600 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 lebih tinggi dari perlakuan 400 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3 lebih tinggi dari 200 gram/m 3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m 3. Kondisi wadah pemeliharaan yang kurang sesuai dapat ditinjau dari ketahanan ikan terhadap media pemeliharaan, ikan nila yang hidup pada wadah pemeliharaan yang sesuai untuk kehidupannya secara umum memiliki tingkat kematian yang rendah dan bobot tubuh yang baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan ikan nila 100 ekor/m 3 tanpa rumput laut menghasilkan tingkat kelangsungan hidup rendah dibanding perlakuan polikultur yaitu sebasar 72,84±2,14%, sedangkan perlakuan polikultur ikan nila dan rumput laut menghasilkan tingkat kelangsungan hidup lebih dari 85%, sesuai dengan kriteria kegiatan budidaya harus memiliki tingkat kelangsungan hidup lebih dari 80%. Rendahnya tingkat kelangsungan hidup ikan nila pemeliharaan secara monokultur disebabkan kualitas air yang kurang mendukung, konsentrasi TAN, nitrit, nitrat dan fosfat yang cenderung lebih tinggi dibanding perlakuan polikultur selama 35 hari pemeliharaan. Penyerapan energi yang berasal dari pakan tidak mampu dimanfaatkan ikan untuk pertumbuhan bobot dan panjang ikan nila, akan tetapi energi tersebut dialihkan untuk melakukan proses adaptasi atau penyesuaian diri ikan nila terhadap lingkungan yang tidak sesuai, sehingga energi yang dibutuhkan berkurang, sehingga ikan akan mengalami kemunduran pertumbuhan bahkan kematian. Oleh karena itu pengontrolan kualitas air dan manajemen pemberian pakan sangat diperlukan dalam kegiatan budidaya. TAN yang tinggi di wadah pemeliharaan dapat mengakibatkan kematian masal pada ikan. Hal ini dapat disebabkan kepadatan ikan yang tinggi + menghasilkan NH 4 dalam jumlah banyak, sementara Nitrosomonas dan Nitrobacter belum berkembang sehingga kadar NH + 4 yang tinggi tersebut akan meracuni ikan itu sendiri. Nitrit juga sangat berpengaruh terhadap kesehatan ikan, 51

66 nitrit yang tinggi dapat mengakibatkan hyperthrophy insang, hyperplasia, meningkatkan kerentanan ikan terhadap penyakit infeksi, dan hemoragi. Berdasarkan Gambar 29 menunjukkan bahwa kematian ikan pada pemeliharaan polikultur (b) diduga karena kompetitor diantara organisme dalam mendapatkan makanan, unsur hara, maupun kualitas media yang cukup, sedangkan pemeliharaan monokultur dikarenakan jamur atau bakteri yang menggerogoti sirip ikan yang timbul karena kualitas air yang tidak mendukung. (a) (b) Gambar 28. Tampak fisik kematian ikan nila (Oreochromis niloticus) di wadah pemeliharaan monokultur (a) dan polikultur (b) Kisaran suhu, DO, cahaya, dan salinitas keempat perlakuan pada tiga kali ulangan memiliki nilai yang tidak jauh berbeda nyata dan masih dalam kisaran maksimum untuk kegiatan budidaya ikan nila dan rumput laut (Lampiran 8). Budiardi (2005) menyatakan selama proses katabolisme makanan berlangsung, energi kimia dari makanan tubuh diubah bentuknya menjadi ATP dan sisanya hilang sebagai panas. Meningkatnya suhu pada umumnya disertai dengan meningkatnya laju metabolisme yang berarti meningkatnya permintaan oksigen oleh jaringan. Secara umum, meningkatnya suhu lingkungan 10 o C menyebabkan meningkatnya laju pengambilan oksigen oleh hewan menjadi dua sampai tiga kali lipat. Pertumbuhan rumput laut secara monokultur biasanya dipengaruhi oleh substrat (endapan), cahaya, temperatur, ketersediaan kualitas air dan kepadatan rumput laut. Berdasarkan data kualitas air yang tertera di Lampiran 8, nilai suhu masih dalam batas toleransi (tidak ekstrim) yaitu sebesar C, sehingga pertumbuhan rumput laut pada penelitian ini tidak terpengaruh oleh faktor suhu. Kemampuan ikan dalam mengonsumsi oksigen sangat ditentukan oleh faktor lingkungan seperti suhu, salinitas, ph, semakin tinggi fluktuasi kualitas air maka akan semakin tinggi kebutuhan oksigen untuk dikonsumsi oleh ikan. 52

67 Pengukuran tingkat konsumsi oksigen ikan dan rumput laut bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan oksigen oleh dua organisme dalam satu wadah pemeliharaan yang sama, sehingga dapat dipastikan terdapat kompetitor oksigen atau tidak. Tingkat konsumsi oksigen ikan nila dengan bobot tertentu mengalami perbedaan. Gambar 23 menunjukkan grafik persamaan linier tingkat konsumsi oksigen ikan nila pada bobot 1,8, 1,9, dan 2 gram yang mengalami penurunan sejalan dengan bertambahnya bobot ikan. Ikan nila dengan ukuran bobot lebih kecil mengonsumsi oksigen lebih banyak per satuan waktu dan bobot, dari ikan nila dengan ukuran bobot lebih besar. Hal ini disebabkan ikan nila yang berukuran lebih kecil membutuhkan banyak energi untuk pertumbuhan dan laju metabolisme tubuh lebih cepat dibandingkan ikan nila yang berukuran besar, karena peredaran darah yang membawa oksigen dan makanan lebih cepat dari ikan nila dengan bobot yang lebih besar. Oleh sebab itu, grafik persamaan linier menunjukkan hubungan berbanding terbalik (slope negatif/turun) antara bobot ikan nila dengan tingkat konsumsi oksigen. Tingkat konsumsi oksigen ikan nila pada berbagai ukuran dapat menentukan konsentrasi oksigen terlarut minimal yang dibutuhkan ikan selama pemeliharaan. Hasil penelitian pada Gambar 23 menunjukkan hubungan antara waktu dan tingkat konsumsi oksigen ikan nila. Penurunan tingkat konsumsi oksigen sejalan dengan bertambahnya waktu selama 180 menit. Hal ini diduga disebabkan oleh berkurangnya konsentrasi oksigen terlarut dan penurunan aktifitas ikan nila menuju pada laju pengambilan oksigen minimal. Selain ikan nila, tumbuhan seperti rumput laut juga mengalami proses respirasi. Respirasi rumput laut terjadi sepanjang hari (pagi, siang, dan malam hari), respirasi pada malam hari lebih tinggi dari siang hari, seperti pada hasil penelitian tingkat konsumsi oksigen rumput laut saat tidak terpapar cahaya matahari lebih tinggi yaitu 0,008 mg O 2 /gram/jam dari terpapar cahaya matahari sebesar 0,002 mg O 2 /gram/jam. Hal ini dikarenakan faktor cahaya sangat menentukan proses fotosintesis yang mampu menghasilkan karbohidrat dan oksigen sehingga siang hari proses respirasi lebih rendah. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan berbanding terbalik antara biomasa rumput laut terhadap tingkat konsumsi oksigen saat terpapar cahaya 53

68 matahari (Gambar 25). Grafik persamaan kurva linier, penurunan nilai tingkat konsumsi oksigen rumput laut sejalan dengan bertambahnya bobot. Hal ini dikarenakan proses respirasi rumput laut dilakukan diseluruh bagian tubuh thallus, sehingga semakin besar bobot rumput laut semakin luas permukaan thallus dan semakin besar bidang respirasi, akan tetapi peranan cahaya matahari dalam proses fotosintesis rumput laut menghasilkan produk berupa oksigen dan karbohidrat, sehingga proses konsumsi oksigen lebih kecil. Gambar 24 menjelaskan hubungan waktu terhadap tingkat konsumsi oksigen pada saat terpapar cahaya matahari. Pada bobot yang lebih kecil tingkat konsumsi oksigen menurun lebih curam sejalan dengan bertambahnya waktu dibandingkan bobot yang lebih besar, yang dikarenakan konsentrasi oksigen di wadah pemeliharaan dan aktifitas rumput laut mengalami penurunan. Fotosintesis yang dilakukan rumput laut saat terpapar matahari diindikasikan juga memberikan pengaruh terhadap tingkat konsumsi oksigen rumput laut. Fotosintesis yang dilakukan di seluruh bagian thallus akan menghasilkan produk akhir oksigen dan karbohidrat. Bobot rumput laut yang lebih besar mampu melakukan fotosintesis lebih tinggi dan menghasilkan oksigen dalam jumlah tertentu, sehingga tingkat konsumsi oksigen akan lebih rendah dari bobot yang lebih kecil. Penelitian selanjutnya untuk mengetahui tingkat konsumsi oksigen pada rumput laut saat tidak terpapar cahaya matahari. Gambar 26 menunjukkan hubungan antara waktu terhadap tingkat konsumsi oksigen rumput laut, penurunan tingkat konsumsi oksigen akan sejalan dengan bertambahnya waktu pengamatan. Gambar 27 menunjukkan hubungan berbanding lurus antara bobot rumput laut terhadap tingkat konsumsi oksigen, semakin besar bobot rumput laut maka laju respirasi lebih tinggi dari bobot kecil sehingga tingkat konsumsi oksigen lebih besar. Persamaan linier pada Gambar 25 dan 27 menunjukkan persamaan yang terbentuk terhadap tingkat konsumsi oksigen rumput laut saat terpapar cahaya matahari (Gambar 25) dan tanpa cahaya matahari (Gambar 27). Persamaan yang terbentuk pada Gambar 25 adalah y = - 0,003x + 0,005 dengan x adalah padat tanam rumput laut dan y adalah tingkat konsumsi oksigen, maka pada bobot rumput laut satu gram akan mengonsumsi oksigen sebanyak 0,002 mg 54

69 O 2 /gram/jam, dan pada kondisi wadah pemeliharaan yang sesuai dan terpapar cahaya matahari yang cukup untuk rumput laut. Persamaan linier yang terbentuk pada Gambar 27 adalah yaitu y = 0,002x + 0,006, sehingga setiap 1 gram rumput laut akan mengonsumsi oksigen sebanyak 0,008 mg O 2 /gram/jam dengan kondisi yang sesuai untuk wadah pemeliharaan dan tanpa cahaya yang mempengaruhi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat konsumsi oksigen rumput laut saat tanpa ada cahaya matahari lebih besar dibanding saat terpapar cahaya matahari pada 1 gram bobot rumput laut per jam, dan terdapat pengaruh cahaya matahari terhadap proses fotosintesis yang menghasilkan karbohidrat dan oksigen di wadah pemeliharaan. Berdasarkan data tingkat konsumsi okesigen ikan nila dan rumput laut, dan dilihat dari data dissolved oxygen (DO) pada Lampiran 8, menunjukkan tidak terjadi kompetitor antara kedua organisme tersebut dalam pengambilan oksigen, karena ketersediaan oksigen masih memenuhi batas kebutuhan organisme. Kegiatan akuakultur, selain berorientasi terhadap perbaikan lingkungan budidaya seperti pemaparan di atas, juga berorientasi terhadap keuntungan yang dihasilkan, prospek usaha akan menjadi faktor layak atau tidak kegiatan akuakultur polikultur ikan nila dan rumput laut diterapkan ke pembudidaya. Berikut akan disajikan prospek usaha monokultur dan polikultur. Asumsi kegiatan budidaya produksi rumput laut dan ikan nila per dua bulan sekali dan dalam satu tahun terdapat empat kali siklus dilakukan di Kabupaten Belanakan Subang. Produksi ikan nila pada skala pendederan yaitu menebar benih ukuran 2 gram dan dipanen pada ukuran 6-8 gram. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam perhitungan usaha ikan nila dan rumput laut adalah sebagai berikut, padat tanam awal ikan nila adalah 100 ekor/m 3 dan padat tanam rumput laut adalah 600 gram/m 3 dengan pemeliharaan selama 35 hari menghasilkan LPH ikan nila 3,12% per hari dan LPH rumput laut 2,03% per hari. Pakan yang diberikan berupa pelet dengan konsentrasi protein 38%, dengan FR 5% tiga kali sehari. Penjualan ikan nila dilakukan pada pedagang di TPI Belanakan Subang dan rumput laut dijual ke pabrik pembuat agar dalam bentuk basah. Analisis usaha dilakukan pada tambak dengan luas 5000 m 2 dan terdapat empat tambak dengan luas yang sama dan harga sewa tanah Rp 5.000/m 2 selama 35 hari pemeliharaan 55

70 tanpa ada pergantian air dan pada musim sedikit hujan. Berikut akan disajikan analisis usaha polikultur ikan nila dan rumput laut dan monokultur ikan nila (Lampiran 28 dan 29). Prospek usaha ditampilkan pada Tabel 5, berdasarkan nilai BEP dan R/C rasio kegiatan budidaya ikan nila secara monokuktur maupun polikultur bersama rumput laut maka kegiatan polikultur lebih menguntungkan. Tabel 5. Perbandingan analisis usaha kegiatan budidaya monokultur dan polikultur rumput laut (G. verrucosa) dan ikan nila (O. niloticus). Analisis Usaha Polikultur Monokultur Biaya Investasi Rp Rp Biaya Tetap Rp /tahun Rp /tahun Biaya Variabel Rp /tahun Rp /tahun Biaya Operasional Rp /tahun Rp /tahun Penerimaan Rp /tahun Rp /tahun Keuntungan Rp /tahun Rp /tahun R/C rasio Rp 1,70 Rp 1,22 BEP harga Rp ,6 Rp ,4 PP 0,4 tahun 1,20 tahun Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan rumput laut memberikan pengaruh positif terhadap pemeliharaan ikan nila secara polikultur, selain mampu menyerap limbah nitrogen di wadah pemeliharaan, rumput laut juga mampu menambah oksigen di wadah pemeliharaan melalui proses fotosintesis yang dilakukan saat ada cahaya matahari. 56

71 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Padat tanam 600 gram/m 3 rumput laut dan padat tebar ikan nila 100 ekor/m 3 memiliki pertumbuhan ikan nila yang paling baik dengan laju pertumbuhan harian 3,12 %/hari, dan mampu menyerap limbah nitrogen sebesar 2,965x10 3 µmol/gram/hari serta fosfat sebesar 0,0068x10 3 µmol/gram/hari. Padat tanam rumput laut 600 gram/m 3 mampu memperbaiki lingkungan akuakultur dengan menyerap unsur hara nitrogen lebih dari 85% dan fosfat sebesar 72%. 6.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan kepadatan maksimal rumput laut yang dapat dipeliharan dengan ikan nila sesuai dengan daya dukung air dan carrying capacity wadah budidaya serta melakukan pengukuran kemampuan penyerapan rumput laut terhadap nitrat dan amonia. Selain itu mengetahui laju fotosintesis dan produksi oksigen rumput laut dalam suatu wadah pemeliharaan bersama ikan nila. 57

72 DAFTAR PUSTAKA Abreu M H, Pereira R, Buschmann, Sousa-Pinto, Yarish Nitrogen uptake responses of Gracilaria vermiculophylla (Ohmi) Papenfuss under combined and single addition of nitrate and TAN. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology 407: Barsanti L, Paolo G Alga : Anatomy, biochemistry, and biotechnology. Boca raton : CRC press, Taylor & Francis Group. Budiardi T, Batara T, Wahjuningrum D Tingkat konsumsi oksigen udang vaname (Litopenaeus vannamei) dan model pengelolaan oksigen pada tambak intensif. Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (1): Ditjen Perikanan Budidaya Penunjuk pengendalian penyakit ice-ice pada budidaya rumput laut. Departemen Kelautan dan Perikanan. Diamahesa W. A Efek suplementasi crude enzim cairan rumen pada pakan ikan nila Oreochromis niloticus berbasis sumber protein nabati. (Skripsi). Departemen Budidaya Wadah pemeliharaan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor. Djafar F Kajian retensi nitrogen dan fosfat rumput laut (Kappaphycus alvarezii) pada berbagai kecepatan aliran air. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Doty M.S Measurement of water movement in references to benthic alga growth. Bot.Mar, XI:32-35 Effendi MI Biologi Perikanan. Yogyakarta, Yayasan Pustaka Nusatama, 163 hlm. Ferdiansyah Pengembangan produk unggulan ikan nila. Artikel. [19 Desember 2011]. Ferdiansyah Peningkatan produksi nasional rumput laut 146,48 persen. Artikel. [19 Desember 2011]. Iamchaturapatr Janjit, Su Won Yi, Jae Seong Rhee Nutrient removals by 21 aquatic plants for vertical free surface-flow (VFS) constructed wetland. Ecological Engineering 29: Jampeetong Arunothai, Brix Hans, Suwasa Kantawanichkul Effect of inorganic nitrogen forms on growth, morphology, nitrogen uptake capacity and nutrient allocation of four tropical aquatic macrophytes (Salvinia cucullata, Ipomoea aquatica, Cyperus involucratus and Vetiveria zizanioides). Aquatic Botany 97:

73 Mege R. A Kajian fisiologis ikan nila merah Oreochromis sp. yang dipelihara pada beberapa kondisi salinitas. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Naldi M, Pierluigi V Nitrate uptake and storage in the seaweed Ulva rigida C. Agardh in relation to nitrate availability and thallus nitrate content in a eutrophic coastal lagoon (Sacca di Goro, Po River Delta, Italy). Journal Experimental Marine Biology and Ecology 269: Novia G. M Pengaruh salinitas yang berbeda terhadap pertumbuhan rumput laut Gracillaria sp. dalam rumah kaca. (Skripsi). Departemen Budidaya Wadah pemeliharaan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor. Paasche E and S. Kristiansen.1982.Nitrogen nutrition of the phytoplankton in the Oslofjord. Estuarine, Coastal and Shelf Science, 14: Patadjai Rahmad Sofyan Pengaruh pupuk TSP terhadap pertumbuhan dan kualitas Rrumput laut Gracilaria gigas Harv.[Tesis].Program Pascasarjana.Institut Pertanian Bogor.Bogor. Pavlovskii E. N Technique for the investigation of fish physiology. Israel Program for Scientific Translation Ltd. Jerussalem. Putra Iskandar Efektivitas penyerapan nitrogen dengan medium filter berbeda pada pemeliharaan ikan nila Oreochromis niloticus dalam sistem resirkulasi. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sakdiah M Pemanfaatan limbah nitrogen udang vaname (Litopenaeus vannamei) oleh rumput laut (Gracilaria verrucosa) pada sistem budidaya polikultur. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Schryver P, Crab R, Defoirdt T, Boon N, Verstraete W The basics of bioflocs technology : the added value for aquaculture. Aquaculture 277: Sinaga I. A. W Pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezi yang diberi pupuk komersil dengan dosis berbeda dalam rumah kaca. (Skripsi). Departemen Budidaya Wadah pemeliharaan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, Bogor. Soriano-Marinho, Nunes S.O, M.A.A Carneiro, D.C. Pereira Nutrients removal from aquaculture wastewater using the macroalga Gracilaria birdiae. Biomass and bioenergy 33: Utama S, Listianingsih W, Peni S P Empat andalan menggejot target. Artikel. Jakarta : Agribisnis Agrina. 59

74 Yang Yu-Feng, Fei Xiu-Geng, Song Jin-Ming, Hu Hai-Yan, Wang Guang-Ce, Chung Ik Kyo Growth of Gracilaria lemaneiformis under different cultivation conditions and its effects on nutrient removal in Chinese coastal waters. Aquaculture 254 : Yigid M. S., A. B. Turker, and S. Bilgin Using TAN nitrogen excretion an as index for evaluating protein quality of prawns in turbot (Psetta maeotica) Nutrition Turkey J vet Anim Sa 29: Zhou Y, Yang Hongsheng, Haiyan Hu, Ying Liu, Yuze Mao, Hua Zhou, Xinling Xu, Fusui Zhang Bioremediation potential of the macroalga Gracilaria lemaneiformis (Rhodophyta) integrated into fed fish culture in coastal waters of north China. Aquaculture 252:

75 L A M P I R A N 61

76 Lampiran 1. Standar pengukuran nitrogen pada rumput laut (Kjeldahl Method) (Aoac,1980) Reagen yang digunakan: 1. Asam Sulfat Pekat 2. Campuran Selenium 3. 50% Larutan NaOH (setiap 100 ml 50% NaOH + 25ml 8% Sodium tiosulfat ditambahkan sebalum digunakan) 4. 2% Asam Boric N HCl 6. Indikator (larutkan 80 ml 0.1% metilen merah dalam 95% ethanol dengan 20 ml 0.1% larutan BCG dalam ethanol 95% atau 0.08 gram MR+0.02 gram Methylene Blue dalam 100 ml ethanol) Prosedur kerja yang dilakukan: 1. Sampel sebanyak gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl. 2. Campuran selenium ditambahkan dan dicampur dengan 20 ml H 2 SO 4 (p) 3. Kemudian ditempatkan di saluran pencampuran sampai larutan menjadi jernih. 4. Secara hati-hati tambahkan air akuades sampai tanda ukur (120ml) 5. Setiap 5 ml sampel diambil dengan pipet dan ditambahkan pada alat penyaring. 6. Larutan NaOH 10 ml ditambahkan ke alat ukur dan dibilas dengan air akuades. 7. Tabung erlenmeyer 100 ml terdiri dari 5 ml asam boric dengan indikatordan ditempatkan dibawah outlet kondensor sampai 30 ml. 8. Larutan yang telah tersaring dititrasi dengan 0.01 N HCl sampai warna berubah dari hijau menjadi pink. 9. Preparasi blanko memiliki prosedur yang sama dengan di atas tanpa menggunakan sampael. Perhitungan : % N=(Volume titration sample-blanko)x14xnormality HClx24x100 Weight of sample (mg) 62

77 Lampiran 2. Prosedur pengukuran fosfat pada rumput laut (Wet Ashing) L.L.Reitz, W. H. Smith, and M. P. Plumlee, Animal Science Department, Purdue University, West Lafayette,Ind 1. ± 1 gram sampel pakan/rumput/ lainnya dimasukkan kedalam erlenmeyer ukuran 125 ml/100 ml ditambahkan 5 ml HNO 3 (p) didiamkan selama 1 jam pada suhu ruang di ruang asam, dipanaskan diatas hot plate dengan temperatur rendah selama 4-6 jam (dalam ruang asam), dibiarkan semalam (sampel ditutup) ml H 2 SO 4 (p) ditambahkan, lalu dipanaskan diatas hot plate sampai larutan berkurang (lebih pekat), biasanya ± 1 jam. 3. Ditambahkan 2-3 tetes larutan campuran HClO 4 : HNO 3 (2:1). Sampel masih tetap diatas hot plate, karena pemanasan terus dilanjutkan sampai ada perubahan warna dari coklat kuning tua kuning muda (biasanya ± 1 jam), setelah ada perubahan warna, pemanasan masih dilanjutkan selama menit. 4. Pindahkan sampel, dinginkan dan tambahkan 2 ml aquades dan 0.6 ml HCl (p), dipanaskan kembali agar sampel larut (±15 menit) kemudian masukkan kedalam labu takar 100 ml, apabila ada endapan disaring dengan glass wool. 5. Hasil pengabuan basah bisa di analisa di AAS atau spektrofotometer untuk analisa berbagai mineral. Tapi sebelumnya dipreparasi dulu dengan faktor pengenceran yang dibutuhkan dan penambahan bahan kimia untuk menghilangkan ion-ion pengganggu (Cl 3 La.7H 2 O) Analisa Fosfor Analisa Ca, Mg, K, Na, Zn, Fe, dll 100 ml 100 ml 0.5 ml + Aquades (up to3 ml) Di dipipet 0.5 ml + 2 ml lar. C ml Cl 3 La.7H 2 O Aquades (5 ml) Di kocok Spektro (λ = 660 nm) AAS divortex Preparasi Larutan 63

78 Larutan A : (Asam Trikhloro acetat= TCA 17%) 17 gram TCA dilarutkan dalam aquadest sampai 100 ml. Larutan B ((NH4) 6 MO 7 O 24.4H 2 O 10%=TAN molibdat 10%) - 10 gram TAN molibdat ditambah 60 ml aquadest - Tambahkan 28 ml H 2 SO 4 pekat secara bertahap - Buat larutan sampai 100 ml dengan menambah aquadest - Dinginkan larutan tersebut dalam suhu kamar Larutan C (dibuat sesaat sebelum analisis) - 10 ml larutan B + 60 ml aquadest + 5 gram FeSO 4.7H 2 O - Buat larutan sampai 100 ml dengan menambah aquadest Larutan standar untuk P - Larutkan gram KH 2 PO 4 dalam aquadest sampai 1000 ml (untuk mendapatkan konsentrasi P=1000 ppm) Perhitungan: BM : KH 2 PO 4 = BA: P = / X 1000 mg X 1000 ml/1000 ml = gram KH 2 PO 4 Larutan pengikat anion-anion pengganggu (Cl 3 La. 7 H 2 O) : - Larutkan gram Cl3La.7H2O dalam aquadest sampai 25 ml - Larutan Cl 3 La. 7 H 2 O berfungsi mengikat anion-anion pengganggu seperti anion sulfat(so 4 ) dan fosfat (PO 4 3- ) Perhitungan : BM Cl 3 La. 7 H 2 O = BA: La = / X 100 gram X 25 ml/1000 ml = Cl 3 La. 7 H 2 O (Konsentrasi La dalam larutan = ppm) Prosedur Kerja Buat konsentrasi larutan standar P = 2,3,4 dan 5 ppm dalam 5 ml sehingga diperlukan : 2 ppm = 2 ppm/25 ppm X 5 ml = 0.4 ml KH 2 PO 4 3 ppm = 3 ppm/25 ppm X 5 ml = 0.6 ml KH 2 PO 4 4 ppm = 4 ppm/25 ppm X 5 ml = 0.8 ml KH 2 PO 4 5 ppm = 5 ppm/25 ppm X 5 ml = 1.0 ml KH 2 PO 4 Masing-masing volume tersebut ditambah 2 ml larutan C dan aquadest sampai volume akhir 5 ml. Filtrat sampel dipipet kedalam tabung (ukuran volume sampel yang dipipet tergantung kadar P pada sampel,oleh karena itu sebelumnya dilakukan pemipetan berbagai volume, kita tetapkan apabila warna sampel ada didalam range warna standar), kemudian di tambah 2 ml larutan C. Baca segera ( 5 menit-2 jam) pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm. Untuk Plasma/Serum; 1ml aquadest + 0,2 ml plasma/serum, kemudian + larutan A Larutan dikocok dengan vortex,disentrifuge 2500 rpm selama 10 menit Filtrat larutan dipipet 3 ml kedalam tabung,kemudian ditambahkan larutan C Baca segera (5menit-2jam) pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm. 64

79 Lampiran 3. Penetapan kadar TAN, nitrat (NO 3 - -N), nitrit (NO 2 - -N), dan total fosfat (PO P) Penetapan kadar TAN dalam air metoda indofenol dengan spektrophotometer (APHA 4500-NH 4 + -F) 1. Sampel uji sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 2. Kemudian ditambahkan 0.5 ml phenol 10%, 0.5 ml nitropruisida, 1 ml Nacitrat, dan 5 tetes larutan kloroks, kocok dan biarkan selama 10 menit. 3. Prosedur di atas dilakukan pada sampel blanko 4. Larutan diukur pada spektrophotometer pada panjang gelombang 60 nm 5. Kurva kalibrasi dibuat pada 0, 0.50, 1.00, 2.5, 5.0 mg/l NH 4 + -N dikerjakan seperti tahap di atas. Penetapan kadar nitrat (NO 3 - -N) dalam air metoda Brucin sulfat dengan spektrofotometer (APHA 4500-NO 3 - -E) 1. Sampel uji sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam tabung pereaksi 2. Larutan NaCl 30% ditambahkan sebanyak 0.5 ml dan 2.5 ml H 2 SO 4 (pa), dan 0.3 ml brucin ditambahkan kemudian kocok perlahan-lahan dan dipanaskan di atas penangas air T=<95 0 C selama 20 menit, diangkat dan didinginkan. 3. Prosedur di atas dikerjakan juga pada sampel blanko 4. Larutan tersebut di ukur pada spektrofotometer pada panjang gelombang 410 nm 5. Kurva kalibrasi dibuat pada 0,0.25, 0.50, 1.0, 2.0 mg/l NO 3 - -N dikerjakan seperti pada tahap di atas. Penetapan kadar nitrit (NO 2 - -N) dalam air metoda asam sulfanilat dengan spektrophotometer (APHA 4500-NO 2 - -F) 1. Sampel uji sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 2. Asam sulfanilat sebanyak 1 ml ditambahkan, dikocok, dan dibiarkan selama 2-8 menit. 3. Nafhtil ethytlen diaminedihidroklorida ditambahkan sebanyak 1 ml, dikocok dan biarkan selama 10 menit, dan tidak dibiarkan selama 2 jam. 4. Prosedur di atas juga dilakukan pada sampel blanko 5. Larutan tersebut diukur pada spektrofotometer panjang gelombang 543 nm 6. Kurva kalibrasi dibuat pada , 0.10, 0.25, 0.50 mg/l NO 2 - -N. Penetapan kadar total fosfat (PO P) dalam air dengan spektrophotometer (APHA 4500-PE) 1. Sampel uji sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 2. H 2 O ditambahkan sebanyak 10 ml, 1 tetes indikator pp ditambahkan dan dinetralkan dengan HCL 1:1, larutan sampel dihimpitkan sampai 50 ml. 3. Larutan campuran (50 ml H 2 SO 4 5 N, 5 ml K 5 BO, 15 ml molibdat, 30 ml Vit C) dibuat sebanyak 100 ml kemudian dimasukkan ke dalam larutan sampel masing-masing sebanyak 8 ml. 4. Diukur pada spektrophotometer pada panjang gelombang 880 nm. 65

80 Lampiran 4. Bobot (gram) dan laju pertumbuhan harian (%) Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada minggu ke- 0, 1, 2, 3, 4, 5. Awal M1 M2 M3 M4 M5 Pertumbuhan harian (%) Perlakuan Rataratratratratratrata Rata- Rata- Rata- Rata- Rata- Total Total Total Total Total Total gram/m 3 49,40 1,830 80,40 3, ,30 4, ,60 4, ,43 5, ,40 6,800 6,96 5,47 3,75 3,24 3,29 200gram/m 3 54,00 2,000 87,30 3, ,60 4, ,90 4, ,63 5, ,59 6,072 6,86 5,05 3,38 2,56 2,59 200gram/m 3 52,00 1,926 77,30 2,863 84,20 3,368 98,80 4, ,73 5, ,40 5,683 5,66 3,44 3,06 2,89 2,75 Rata-rata 51,80 1,919 81,67 3, ,03 4, ,77 4, ,60 5, ,13 6,185 6,49 4,65 3,40 2,90 2,88 400gram/m 3 51,00 1,889 82,50 3,056 99,20 3, ,40 4, ,73 5, ,50 5,860 6,87 4,75 3,41 3,32 3,01 400gram/m 3 49,00 1,815 83,90 3, ,50 4, ,60 4, ,00 5, ,75 5,710 7,68 5,94 4,09 3,59 3,06 400gram/m 3 49,80 1,844 82,00 3, ,50 3, ,30 5, ,01 5, ,72 6,379 7,12 5,02 4,16 3,29 3,08 Rata-rata 49,93 1,849 82,80 3, ,07 3, ,10 4, ,25 5, ,32 5,983 7,22 5,24 3,89 3,40 3,05 600gram/m 3 52,20 1,933 84,00 3,111 98,50 3, ,20 4, ,60 5, ,68 5,680 6,80 4,54 3,34 3,78 2,97 600gram/m 3 50,70 1,878 85,30 3, ,40 4, ,50 5, ,86 6, ,59 6,858 7,43 6,18 4,65 3,82 3,36 600gram/m 3 52,10 1,930 82,50 3, ,50 4, ,50 4, ,72 5, ,78 6,241 6,57 5,37 3,91 3,57 3,02 Rata-rata 51,67 1,914 83,93 3, ,80 4, ,40 4, ,73 5, ,02 6,260 6,93 5,36 3,97 3,72 3,12 0gram/m 3 52,30 1,937 71,60 2,652 85,50 3,563 81,70 3, ,68 5, ,77 5,038 4,49 3,51 2,12 2,71 1,87 0gram/m 3 52,10 1,930 77,60 2,985 93,90 3,612 97,50 4, ,36 5, ,80 6,240 7,45 4,21 2,98 2,62 2,49 0gram/m 3 52,00 1,926 68,20 2,728 82,00 3,417 75,70 3,984 95,32 5,017 95,14 5,007 5,14 3,25 1,80 2,16 1,73 Rata-rata 52,13 1,931 72,47 2,788 87,13 3,530 84,97 4, ,12 5, ,90 5,429 5,69 3,66 2,30 2,50 2,03 66

81 Lampiran 5. Bobot (gram) dan laju pertumbuhan harian (%) Rumput Laut (Gracilaria verrucosa) pada minggu ke- 0, 1, 2, 3, 4, 5 Perlakuan Awal M1 M2 M3 M4 M5 Pertumbuhan harian (%) (gram/m 3 ) Total Total Total Total Total Total ,2 21,0 24,4 27,2 27,52 30,8 6,96 5,47 3,75 3,24 3, ,2 20,2 26,1 28,3 29,7 31,9 6,86 5,05 3,38 2,56 2, ,2 20,9 28,8 30,3 25, ,66 3,44 3,06 2,89 2,75 Rata-rata 16,2 20,7 26,4 28,6 27,7 30,9 6,49 4,65 3,40 2,90 2, ,4 40,6 50,2 51,2 53,45 76,8 6,87 4,75 3,41 3,32 3, ,4 36,0 51,6 53,3 58,6 68,3 7,68 5,94 4,09 3,59 3, ,4 42,2 50,7 63,4 64,8 66,6 7,12 5,02 4,16 3,29 3,08 Rata-rata 32,4 39,6 50,8 56,0 59,0 70,6 7,22 5,24 3,89 3,40 3, ,6 50,4 73,3 75,0 80, ,80 4,54 3,34 3,78 2, ,6 54,8 76,5 79,7 80,2 91,5 7,43 6,18 4,65 3,82 3, ,6 60,2 77,7 82,5 87,21 108,5 6,57 5,37 3,91 3,57 3,02 Rata-rata 48,6 55,1 75,8 79,1 82,7 99 6,93 5,36 3,97 3,72 3,12 67

82 Lampiran 6. Nilai kelangsungan hidup dan bobot mati ikan nila pada minggu ke- 0, 1, 2, 3, 4, 5. Perlakuan (gram/m 3 ) 200 SR (%) 92, 6 M1 M2 M3 M4 M5 Bobo Bobo Bobot Bobot t SR SR SR t SR Mati Mati Mati (%) (%) (%) Mati (%) (g) (g) (g) (g) 4,9 92,6 0 85,2 6, ,8 7,1 81,5 6, ,3 3,3 88,8 5,6 97, 5 4,9 92,6 5,2 85,2 6, ,6 3,7 92, ,6 5, ,2 12, ,5 3,7 90, ,3 3, ,8 8, , ,3 7, ,8 6 77,8 8,8 0 0 Ratarata Ratarata Ratarata Ratarata 96, 3 92, 6 96, 3 2, ,1 17,3 3,9 88,8 1,7 70,4 13,4 2,9 92,6 3,8 74,1 13,2 85, 2 81, 5 88, 8 85, 2 92, 6 92, 6 85, 2 90, 1 96, 3 88, 8 88, 8 91, 3 74, 1 74, 1 70, 4 72, , ,3 85, 2 81, 5 88, 8 85, 2 92, 6 92, 6 85, 2 90, 1 96, 3 88, 8 88, 8 91, 3 74, 1 74, 1 70, 4 72, 8 Bobo t Mati (g)

83 Lampiran 7. Nilai bobot, produksi N ikan nila, retensi N rumput laut, dan N di air dengan perlakuan padat tanam yang berbeda. Peubah Perlakuan (gram/m 3 ) Bobot ikan (gram) 142, , , ,900 Bobot rumput laut (gram) 30,900 70,600 99,000 0,000 N ikan (mg/l) N ikan (gram) 2,500 0,203 2,800 0,227 3,150 0,255 2,260 0,183 TAN (mg/l) Nitrit (mg/l) Nitrat (mg/l) 0,961 0,324 1,635 0,369 0,253 0,998 0,303 0,087 0,370 2,470 0,622 7,319 N air Total (mg/l) 2,920 1,620 0,760 10,411 TAN (gram) 0,078 0,030 0,025 0,200 Nitrit (gram) Nitrat (gram) Total (gram) Retensi N rumput laut (gram/100 gram) Retensi N rumput laut (gram/bobot rumput laut) 0,026 0,132 0,236 2,701±0,08 0,833 0,020 0,080 0,130 3,291±0,17 2,870 0,007 0,299 0,331 3,651±0,15 3,615 0,050 0,592 0,843 0,000 0,000 69

84 Lampiran 8. Kualitas air (suhu, DO, ph, cahaya) pada media pemeliharaan ikan nila dan rumput laut. Perlakuan Parameter (gram/m 3 ) Suhu ( O C) DO (mg/l) ph Cahaya (lux) Salinitas (ppt) ,5-32,0 4,2-8, ,5-30,0 3,9-8, ,0-30,0 4,4-8, Kisaran 23,0-32,0 3,9-8, ,5-32,0 3,9-8, ,0-30,5 5,0-8, ,5-30,2 4,8-7, Kisaran 23,5-32,0 3,9-8, ,0-30,4 4,8-8, ,5-31,0 5,2-8, ,5-30,5 3,9-8, Kisaran 23,0-31,0 3,9-8, ,0-30,3 3,5-7, ,0-30,0 2,8-7, ,0-30,0 3,4-7, Kisaran 23,0-30,0 2,8-7,

85 Lampiran 9. Analisis ragam bobot total ikan nila (Oreochromis niloticus) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, 5 Minggu ke Sumber Keragaman db JK KT F-hit Pr>F Perlakuan 3 247, , ,38* 0,0162 Galat 8 103, , Umum , Perlakuan 3 833, ,863 2,76 0,1113 Galat 8 804, ,545 Umum ,949 Perlakuan , ,278 6,12* 0,0181 Galat 8 878, ,764 Umum ,949 Perlakuan , ,976 25,37* 0,00002 Galat 8 304, ,035 Umum ,213 Perlakuan , , ,48* 0,0038 Galat 8 985, , Umum , Keterangan : * berbeda nyata antara perlakuan pada selang kepercayaan 95% Uji Tukey bobot nila minggu 1 Uji Tukey bobot nila minggu 2 Uji Tukey bobot nila minggu 3 Uji Tukey bobot nila minggu 4 Uji Tukey bobot nila minggu 5 Tukey Grouping Mean N Perlakuan A 83, gram/m 3 A 82, gram/m 3 AB 81, gram/m 3 B 72, gram/m 3 A 109, gram/m 3 A 104, gram/m 3 A 100, gram/m 3 A 87, gram/m 3 A 119, gram/m 3 A 113, gram/m 3 AB 105, gram/m 3 B 84, gram/m 3 A 146, gram/m 3 B 130, gram/m 3 BC 116, gram/m 3 C 105, gram/m 3 A 154, gram/m 3 A 145, gram/m 3 A 142, gram/m 3 B 106, gram/m 3 71

86 Lampiran 10. Analisis ragam laju pertumbuhan harian ikan nila (Oreochromis niloticus) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, 5 Minggu ke Sumber Keragaman db JK KT F-hit Pr>F Perlakuan 3 3,9968 1, ,61 0,2625 Galat 8 6, Umum 11 10,624 Perlakuan 3 5, , ,96 0,0979 Galat 8 4, ,6141 Umum 11 10,3600 Perlakuan 3 5, , ,46* 0,0157 Galat 8 2,1894 0, Umum 11 7, Perlakuan 3 2, , ,20* 0,0014 Galat 8 0,496 0,062 Umum 11 3,13749 Perlakuan 3 2, , ,80* 0,0065 Galat 8 0, ,08611 Umum 11 2, Keterangan : * berbeda nyata antara perlakuan pada selang kepercayaan 95% Uji Tukey laju pertumbuhan harian 1 Uji Tukey laju pertumbuhan harian 2 Uji Tukey laju pertumbuhan harian 3 Uji Tukey laju pertumbuhan harian 4 Uji Tukey laju pertumbuhan harian 5 Tukey Grouping Mean N Perlakuan A 7, gram/m 3 A 6, gram/m 3 A 6, gram/m 3 A 5, gram/m 3 A 5, gram/m 3 A 5, gram/m 3 A 4, gram/m 3 A 3, gram/m 3 A 3, gram/m 3 A 3, gram/m 3 AB 3, gram/m 3 B 2, gram/m 3 A 3, gram/m 3 AB 3, gram/m 3 BC 2, gram/m 3 C 2, gram/m 3 A 3, gram/m 3 A 3, gram/m 3 A 2, gram/m 3 B 2, gram/m 3 72

87 Lampiran 11. Analisis ragam kelangsungan hidup (SR) harian ikan nila (Oreochromis niloticus) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, 5 Sumber Keragaman db JK KT F-hit Pr>F Perlakuan 3 643, ,618 15,65* 0,0010 Galat 8 109,692 13,711 Umum ,549 Keterangan : * berbeda nyata antara perlakuan pada selang kepercayaan 95% Uji Tukey tingkat kelangsungan hidup Tukey Grouping Mean N Perlakuan A 91, gram/m 3 A 90, gram/m 3 A 85, gram/m 3 B gram/m 3 73

88 Lampiran 12. Analisis ragam pertumbuhan bobot relatif ikan nila (Oreochromis niloticus) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, 5 Sumber Keragaman db JK KT F-hit Pr>F Perlakuan , ,241 8,99* 0,0016 Galat , ,62557 Umum ,728 Keterangan : * berbeda nyata antara perlakuan pada selang kepercayaan 95% Tukey Grouping Mean N Perlakuan A 198, gram/m 3 Uji Tukey A 191, gram/m 3 pertumbuhan A 175, gram/m 3 mutlak B 105, gram/m 3 74

89 Lampiran 13. Analisis ragam FCR ikan nila (Oreochromis niloticus) Sumber Keragaman db JK KT F-hit Pr>F Perlakuan 3 12, , ,16* 0,0179 Galat 8 5,5046 0,68807 Umum 11 18,2185 Keterangan : * berbeda nyata antara perlakuan pada selang kepercayaan 95% Uji Tukey FCR Tukey Grouping Mean N Perlakuan A 4, gram/m 3 B 2, gram/m 3 B 1, gram/m 3 B 1, gram/m 3 75

90 Lampiran 14. Analisis ragam Efisiensi pemberian pakan ikan nila (Oreochromis niloticus) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, 5 Sumber Keragaman db JK KT F-hit Pr>F Perlakuan ,65 529,55 8,57* 0,0070 Galat 8 494, ,763 Umum ,754 Keterangan : * berbeda nyata antara perlakuan pada selang kepercayaan 95% Uji Tukey EPP Tukey Grouping Mean N Perlakuan A 53, gram/m 3 A 52, gram/m 3 A 49, gram/m 3 B 25, gram/m 3 76

91 Lampiran 15. Analisis ragam laju pertumbuhan rumput laut (Gracilaria verrucosa) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, 5 Minggu ke Sumber Keragaman db JK KT F-hit Pr>F Perlakuan 2 5,0705 2,5378 3,61 0,0933 Galat 6 4,213 0,7022 Umum 8 9,288 Perlakuan 2 0,1667 0,0833 0,62 0,5713 Galat 6 0,8128 0,1354 Umum 8 0,979 Perlakuan 2 0,2350 0,1175 0,85 0,4716 Galat 6 0,8254 0,1375 Umum 8 1,060 Perlakuan 2 0,1058 0,0529 0,76 0,5093 Galat 6 0,4197 0,0699 Umum 8 0,5256 Perlakuan 2 0, , ,71 0,1453 Galat 6 0, , Umum 8 0, Keterangan : * berbeda nyata antara perlakuan pada selang kepercayaan 95% Uji Tukey LPH rumput laut minggu 1 Uji Tukey LPH rumput laut minggu 2 Uji Tukey LPH rumput laut minggu 3 Uji Tukey LPH rumput laut minggu 4 Uji Tukey LPH rumput laut minggu 5 Tukey Grouping Mean N Perlakuan A 3, gram/m 3 A 3, gram/m 3 A 1, gram/m 3 A 3, gram/m 3 A 3, gram/m 3 A 3, gram/m 3 A 2, gram/m 3 A 2, gram/m 3 A 2, gram/m 3 A 2, gram/m 3 A 1, gram/m 3 A 1, gram/m 3 A 2, gram/m 3 A 2, gram/m 3 A 1, gram/m 3 77

92 Lampiran 16. Penyerapan nitrogen rumput laut (Gracilaria verrucosa) terhadap limbah buangan ikan nila (Oreochromis niloticus) 200 gram/m gram/m gram/m 3 Nitrogen tissue (%) 2,94 3,53 3,89 Nitrogen tissue (µmol/g) x10 3 1,05 1,26 1,39 LPH Rumput Laut (% per hari) 1,84 2,22 2,03 Penyerapan Nitrogen ((µmol/g) x10 3 )/hari) 1,986±0,37 2,850±0,62 2,965±1,21 Retensi nitrogen (µmol x10 3 ) 31,55±1,75 73,8546±17,87 138,828±16,963 Analisis ragam penyerapan nitrogen rumput laut (Gracilaria verrucosa) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, 5 Sumber Keragaman Db JK KT F-hit Pr>F Perlakuan 2 31, , ,13 0,0297 Galat 3 3,3356 1,1118 Umum 5 34,7613 Keterangan : * berbeda nyata antara perlakuan pada selang kepercayaan 95% Uji Tukey Penyerapan nitrogen Tukey Grouping Mean N Perlakuan A 2, gram/m 3 A 2, gram/m 3 A 1, gram/m 3 78

93 Lampiran 17. Penyerapan fosfat oleh rumput laut (Gracilaria verrucosa) terhadap limbah buangan ikan nila (Oreochromis niloticus) 200 gram/m gram/m gram/m 3 P tissue (%) 0,03 0,03 0,03 P tissue (µmol/g) x10^3 0, , , LPH Rumput Laut (% per hari) 1,84 2,22 2,03 P uptake ((µmol/g) x10 3 )/hari) 0,0055±0,002 0,0063±0,005 0,0068±0,008 Retensi P (µmol x10 3 ) 0,0765±0,003 0,192±0,008 0,3078±0,018 Analisis ragam penyerapan fosfat rumput laut (Gracilaria verrucosa) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, 5 Sumber Keragaman Db JK KT F-hit Pr>F Perlakuan 2 0, , ,67 0,1562 Galat 3 0, , Umum 5 0, Keterangan : * berbeda nyata antara perlakuan pada selang kepercayaan 95% Uji Tukey Penyerapan fosfat Tukey Grouping Mean N Perlakuan A 0, gram/m 3 A 0, gram/m 3 A 0, gram/m 3 79

94 Lampiran 18. Analisis ragam konsentrasi protein rumput laut (Gracilaria verrucosa) Sumber Keragaman Db JK KT F-hit Pr>F Perlakuan 2 36, , ,04* 0,0161 Galat 3 2, ,81738 Umum 5 38,48575 Keterangan : * berbeda nyata antara perlakuan pada selang kepercayaan 95% Tukey Grouping Mean N Perlakuan Uji Tukey A 24, gram/m 3 Konsentrasi AB 22, gram/m 3 protein B 18, gram/m 3 80

95 Lampiran 19. Analisis ragam jumlah nitrogen yang dikelurakan ikan nila (Oreochromis niloticus) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, 5 Minggu ke Sumber Keragaman db JK KT F-hit Pr>F Perlakuan 3 0, , ,19* 0,0031 Galat 8 0, , Umum 11 0, Perlakuan 3 0, ,2770 4,09* 0,00492 Galat 8 0, , Umum 11 1,3725 Perlakuan 2 0, ,3099 6,13* 0,0181 Galat 6 0, ,05058 Umum 8 1,3344 Perlakuan 3 1, , ,39* 0,0002 Galat 8 0, ,01751 Umum 11 1,4782 Keterangan : * berbeda nyata antara perlakuan pada selang kepercayaan 95% Uji Tukey N output ikan 2 Uji Tukey N output ikan 3 Uji Tukey N output ikan 4 Uji Tukey N output ikan 5 Tukey Grouping Mean N Perlakuan A 2, gram/m 3 A 2, gram/m 3 AB 2, gram/m 3 B 1, gram/m 3 A 2, gram/m 3 AB 2, gram/m 3 AB 2, gram/m 3 B 1, gram/m 3 A 2, gram/m 3 A 2, gram/m 3 AB 2, gram/m 3 B 1, gram/m 3 A 3, gram/m 3 B 2, gram/m 3 BC 2, gram/m 3 C 2, gram/m 3 81

96 Lampiran 20. Analisis ragam konsentrasi TAN (NH 4 + ) ikan nila (Oreochromis niloticus) dan rumput laut (Gracilaria verrucosa) Minggu Sumber ke- Keragaman db JK KT F-hit Pr>F Perlakuan 3 0, , ,08 0, Galat 8 0, , Umum 11 0, Perlakuan 3 0, , ,47 0, Galat 8 0, , Umum 11 0, Perlakuan 3 0, , ,85* 0, Galat 8 0, ,0185 Umum 11 0, Perlakuan 3 5, , ,06* 0, Galat 8 0, , Umum 11 6, Perlakuan 3 6, , ,69* 0, Galat 8 2, , Umum 11 8, Perlakuan 3 9, , ,19* <, Galat 8 0, , Umum 11 9, Keterangan : * berbeda nyata antara perlakuan pada selang kepercayaan 95% Uji Tukey TAN minggu 0 Uji Tukey TAN minggu 1 Uji Tukey TAN minggu 2 Uji Tukey TAN minggu 3 Uji Tukey TAN minggu 4 Uji Tukey TAN minggu 5 Tukey Grouping Mean N Perlakuan A 0, gram/m 3 A 0, gram/m 3 A 0, gram/m 3 A 0, gram/m 3 A 0, gram/m 3 A 0, gram/m 3 A 0, gram/m 3 A 0, gram/m 3 A 0, gram/m 3 B 0, gram/m 3 B 0, gram/m 3 B 0, gram/m 3 A 1, gram/m 3 B 0, gram/m 3 B 0, gram/m 3 B 0, gram/m 3 A 2, gram/m 3 AB 0, gram/m 3 B 0, gram/m 3 B 0, gram/m 3 A 2, gram/m 3 B 0, gram/m 3 B 0, gram/m 3 B 0, gram/m 3 82

97 Lampiran 21. Analisis ragam konsentrasi nitrit (NO 2 - ) pada pemeliharaan ikan nila (Oreochromis niloticus) dan rumput laut (Gracilaria verrucosa) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, 5 Minggu ke- Sumber Keragaman db JK KT F-hit Pr>F Perlakuan 3 0, , ,66 0, Galat 8 0, , Umum 11 0, Perlakuan 3 0, , ,33 0, Galat 8 0, , Umum 11 0, Perlakuan 3 0, , ,76* 0, Galat 8 0, , Umum 11 0,20988 Perlakuan 3 0, , ,19* 0, Galat 8 0, ,00764 Umum 11 0, Perlakuan 3 0, , ,18* <, Galat 8 0, , Umum 11 1, Perlakuan 3 0, , ,46* 0, Galat 8 0, , Umum 11 0, Keterangan : * berbeda nyata antara perlakuan pada selang kepercayaan 95% Uji Tukey Nitrit minggu 0 Uji Tukey Nitrit minggu 1 Uji Tukey Nitrit minggu 2 Uji Tukey Nitrit minggu 3 Uji Tukey Nitrit minggu 4 Uji Tukey Nitrit minggu 5 Tukey Grouping Mean N Perlakuan A 0, gram/m 3 A 0, grm/m 3 A 0, gram/m 3 A 0, gram/m 3 A 0, gram/m 3 A 0, gram/m 3 A 0, gram/m 3 A 0, gram/m 3 A 0, gram/m 3 A 0, gram/m 3 AB 0, gram/m 3 B 0, gram/m 3 A 0, gram/m 3 AB 0, gram/m 3 B 0, gram/m 3 C 0, gram/m 3 A 0, gram/m 3 B 0, gram/m 3 BC 0, gram/m 3 C 0, gram/m 3 A 0, gram/m 3 AB 0, gram/m 3 AB 0, gram/m 3 B 0, gram/m 3 83

98 Lampiran 22. Analisis ragam konsentrasi nitrat (NO 3 - ) pada pemeliharaan ikan nila (Oreochromis niloticus) dan rumput laut (Gracilaria verrucosa) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, 5 Minggu Sumber ke- Keragaman db JK KT F-hit Pr>F Perlakuan 3 0, , ,87 0, Galat 8 0, , Umum 11 0, Perlakuan 3 9, , ,06 0, Galat 8 12, , Umum 11 21, Perlakuan 3 109, , ,79* 0, Galat 8 16, , Umum , Perlakuan 3 123, , ,89* <, Galat 8 5, , Umum , Perlakuan 3 90, , ,92* 0, Galat 8 35, , Umum , Perlakuan 3 92, , ,78* <, Galat 8 4, , Umum 11 96, Keterangan : * berbeda nyata antara perlakuan pada selang kepercayaan 95% Uji Tukey Nitrat minggu 0 Uji Tukey Nitrat minggu 1 Uji Tukey Nitrat minggu 2 Uji Tukey Nitrat minggu 3 Uji Tukey Nitrat minggu 4 Uji Tukey Nitrat minggu 5 Tukey Grouping Mean N Perlakuan A -0, gram/m 3 A -0, gram/m 3 A -0, gram/m 3 A -0, gram/m 3 A 3, gram/m 3 A 2, gram/m 3 A 1, gram/m 3 A 1, gram/m 3 A 8, gram/m 3 B 2, gram/m 3 B 1, gram/m 3 B 1, gram/m 3 A 9, gram/m 3 B 2, gram/m 3 B 2, gram/m 3 B 2, gram/m 3 A 9, gram/m 3 B 3, gram/m 3 B 3, gram/m 3 B 1, gram/m 3 A 7, gram/m 3 B 1, gram/m 3 B 0, gram/m 3 B 0, gram/m 3 84

99 Lampiran 23. Analisis ragam konsentrasi fosfat (PO 4 3- ) pada pemeliharaan ikan nila (Oreochromis niloticus) dan rumput laut (Gracilaria verrucosa) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, 5 Sumber Keragaman db JK KT F-hit Pr>F Fosfat Perlakuan 3 1, , ,32* 0,0261 pengukuran Galat 8 0, , Umum 11 2, Fosfat Perlakuan 3 1, , ,54 0,2785 pengukuran Galat 8 2, , Umum 11 3, Fosfat Perlakuan 3 11, , ,80* 0,0338 pengukuran Galat 8 6, , Umum 11 18, Fosfat Perlakuan 3 38, , ,78* 0,0138 pengukuran Galat 8 15, , Umum 11 53, Keterangan : * berbeda nyata antara perlakuan pada selang kepercayaan 95% Uji Tukey Fosfat minggu 1 Uji Tukey Fosfat minggu 3 Uji Tukey Fosfat minggu 4 Uji Tukey Fosfat minggu 5 Tukey Grouping Mean N Perlakuan A 4, gram/m 3 AB 3, gram/m 3 AB 3, gram/m 3 B 3, gram/m 3 A 4, gram/m 3 A 2, gram/m 3 A 2, gram/m 3 A 2, gram/m 3 A 4, gram/m 3 AB 3, gram/m 3 AB 3, gram/m 3 B 1, gram/m 3 A 6, gram/m 3 A 5, gram/m 3 A 3, gram/m 3 B 1, gram/m 3 85

100 Lampiran 24. Tingkat Konsumsi Oksigen Ikan Nila (Oreochromis niloticus) selama 180 menit perlakuan pada wadah tertutup dan bobot berbeda Bobot Nila (gram) Waktu (menit) TKO (mg O 2 /gram ikan/jam) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rataan 30 0,0300 0,0163 0,0191 0, ,0049 0,0096 0,0036 0, ,0055 0,0102 0,0024 0,0060 1, ,0043 0,0091 0,0006 0, ,0018 0,0048 0,0018 0, ,0006 0,0042 0,0030 0,0026 TKO 0,0063 0,0073 0,0050 0, ,0230 0,0239 0,0174 0, ,0097 0,0087 0,0032 0, ,0026 0,0043 0,0052 0,0040 1, ,0045 0,0031 0,0006 0, ,0013 0,0049 0,0026 0, ,0032 0,0037 0,0006 0,0025 TKO 0,0059 0,0065 0,0049 0, ,0231 0,0197 0,0065 0, ,0017 0,0071 0,0118 0,0069 2,0 90 0,0046 0,0055 0,0024 0, ,0023 0,0044 0,0047 0, ,0035 0,0044 0,0030 0, ,0046 0,0027 0,0012 0,0028 TKO 0,0054 0,0059 0,0049 0,

101 Lampiran 25. Tingkat Konsumsi Oksigen Rumput Laut (Gracilaria verrucosa) selama 180 menit perlakuan pada wadah tertutup dan terpapar cahaya matahari. Bobot (g) 1,2 2,4 3,6 Waktu (menit) TKO (mg O 2 /gram rumput laut/jam) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rataann 30 0,003 0,007 0,008 0, ,005 0,004 0,004 0, ,004 0,003 0,003 0, ,003 0,002 0,002 0, ,002 0,001 0,001 0, ,000 0,000 0,000 0,000 TKO 0,004 0,004 0,001 0, ,005 0,002 0,002 0, ,001 0,003 0,003 0, ,000 0,003 0,003 0, ,000 0,003 0,003 0, ,001 0,001 0,001 0, ,002 0,000 0,000 0,001 TKO 0,001 0,002 0,002 0, ,004 0,002 0,002 0, ,000 0,004 0,004 0, ,002 0,002 0,002 0, ,001 0,001 0,001 0, ,000 0,000 0,000 0, ,001 0,000 0,000 0,000 TKO 0,001 0,001 0,001 0,001 87

102 Lampiran 26. Tingkat Konsumsi Oksigen Rumput Laut (Gracilaria verrucosa) selama 180 menit perlakuan pada wadah tertutup dan tanpa terpapar cahaya matahari. Bobot (g) 1,2 2,4 3,6 Waktu (menit) TKO (mg O 2 /gr rumput laut/jam) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rataan 30 0,007 0,006 0,004 0, ,002 0,008 0,001 0, ,003 0,000 0,002 0, ,001 0,001 0,001 0, ,001 0,001 0,002 0, ,000 0,001 0,000 0,000 TKO 0,002 0,002 0,001 0, ,005 0,009 0,009 0, ,001 0,002 0,004 0, ,006 0,001 0,001 0, ,003 0,001 0,004 0, ,002 0,002 0,002 0, ,000 0,001 0,001 0,001 TKO 0,003 0,002 0,003 0, ,026 0,017 0,008 0, ,003 0,006 0,011 0, ,005 0,002 0,005 0, ,005 0,003 0,006 0, ,002 0,004 0,001 0, ,000 0,000 0,001 0,000 TKO 0,005 0,004 0,004 0,005 88

103 Lampiran 27. Peralatan pengukuran harian dan kualitas rumput laut Lux-meter Refraktometer DO-meter (luxtron) Timbangan (ACIS) Kualitas rumput laut pada masing-masing perlakuan 600 gram/m gram/m gram/m 3 89

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2 11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011, di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Cibalagung, Bogor. Analisis kualitas

Lebih terperinci

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele.

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele. 17 3. METODE Rangkaian penelitian ini terdiri dari empat tahap penelitian. Seluruh kegiatan dilakukan dalam kurun waktu tahun 2009 sampai dengan 2011 di Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (d/h Loka Riset

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung. Analisis proksimat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Pada Tabel 2 dijelaskan bahwa pada minggu pertama nilai bobot biomasa rumput laut tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2009 sampai dengan bulan September 2009 bertempat di Laboratorium Sistem Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nilem yang digunakan berasal dari Cijeruk. Pada penelitian ini digunakan ikan nilem berumur 4 minggu sebanyak 3.150 ekor dengan ukuran panjang 5,65 ± 0,62

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan dan 2 kali ulangan. Perlakuan yang akan diterapkan yaitu pemakaian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di Balai Benih Ikan Hias (BBIH) Natar, Lampung Selatan. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014, III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014, bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan Universitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. B. Alat dan Bahan Penelitian

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH NITROGEN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) OLEH RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) PADA SISTEM BUDIDAYA POLIKULTUR

PEMANFAATAN LIMBAH NITROGEN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) OLEH RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) PADA SISTEM BUDIDAYA POLIKULTUR PEMANFAATAN LIMBAH NITROGEN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) OLEH RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) PADA SISTEM BUDIDAYA POLIKULTUR MUSLIMATUS SAKDIAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian 2.1.1 Alat dan Bahan Bahan yang akan digunakan pada persiapan penelitian adalah kaporit, sodium thiosulfat, detergen, dan air tawar. Bahan yang digunakan pada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Standar pengukuran nitrogen pada rumput laut (Kjeldahl Method) (Aoac,1980)

Lampiran 1. Standar pengukuran nitrogen pada rumput laut (Kjeldahl Method) (Aoac,1980) L A M P I R A N 61 Lampiran 1. Standar pengukuran nitrogen pada rumput laut (Kjeldahl Method) (Aoac,198) Reagen yang digunakan: 1. Asam Sulfat Pekat 2. Campuran Selenium 3. 5% Larutan NaOH (setiap 1 ml

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat 41 METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian inti. Penelitian pendahuluan terdiri atas 2 tahap yaitu uji nilai kisaran (range value test) dan uji

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus DYAH KESWARA MULYANING TYAS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan dari bulan Maret sampai September 2014 di Laboratorium UPT Kolam Pembenihan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan buatan yang di suplementasi selenium organik dengan dosis yang berbeda, sehingga pakan dibedakan menjadi 4 macam

Lebih terperinci

ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus :

ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus : ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus : DT = Dimana : DT = detention time atau waktu tinggal (menit) V = volume wadah (liter) Q = debit air (liter/detik)

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 31 Oktober 2011 sampai 18 Desember 2011 selama 42 hari masa pemeliharaan di Tambak Balai Layanan Usaha Produksi

Lebih terperinci

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji 13 3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitiaan telah dilaksanakan di perairan Teluk Gerupuk, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (Gambar 2). Jangka waktu pelaksanaan penelitian terdiri

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypopthalmus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM BIOFLOK PADA Feeding Rate YANG BERBEDA

PERTUMBUHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypopthalmus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM BIOFLOK PADA Feeding Rate YANG BERBEDA e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 1 Oktober 2015 ISSN: 2302-3600 PERTUMBUHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypopthalmus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM BIOFLOK PADA Feeding

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2012. Penelitian dilaksanakan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan, mulai bulan Juli hingga November 2009. Pemeliharaan ikan dilakukan di Kolam Percobaan, Departemen Budidaya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 hari di Balai Benih Ikan (BBI) Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Pembuatan pakan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT TEBAR TINGGI DENGAN PENGUNAAN NITROBACTER TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE (Clarias sp.) FENLYA MEITHA PASARIBU

PENGARUH PADAT TEBAR TINGGI DENGAN PENGUNAAN NITROBACTER TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE (Clarias sp.) FENLYA MEITHA PASARIBU PENGARUH PADAT TEBAR TINGGI DENGAN PENGUNAAN NITROBACTER TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE (Clarias sp.) FENLYA MEITHA PASARIBU 110302072 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan 17 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Lapang Pusat Studi Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (PSIK IPB) Ancol Jakarta Utara pada bulan Juli Oktober

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2010. Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Basah bagian Lingkungan. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember 2011, bertempat di laboratorium ikan Clownfish Balai Besar Pengembangan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

KEMAMPUAN SERAP RUMPUT LAUT Gracilaria sp. TERHADAP NITROGEN HASIL BUANGAN LIMBAH BUDIDAYA UDANG WINDU Penaeus monodon DALAM SISTEM POLIKULTUR

KEMAMPUAN SERAP RUMPUT LAUT Gracilaria sp. TERHADAP NITROGEN HASIL BUANGAN LIMBAH BUDIDAYA UDANG WINDU Penaeus monodon DALAM SISTEM POLIKULTUR KEMAMPUAN SERAP RUMPUT LAUT Gracilaria sp. TERHADAP NITROGEN HASIL BUANGAN LIMBAH BUDIDAYA UDANG WINDU Penaeus monodon DALAM SISTEM POLIKULTUR HEDRA AKHRARI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele (Clarias gariepinus) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang banyak dibudidayakan di Indonesia karena permintaannya terus meningkat setiap

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARBON DAN NITROGEN PADA SISTEM BIOFLOK TERHADAP PERTUMBUHAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus)

PERBANDINGAN KARBON DAN NITROGEN PADA SISTEM BIOFLOK TERHADAP PERTUMBUHAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 1 Oktober 2014 ISSN: 2302-3600 PERBANDINGAN KARBON DAN NITROGEN PADA SISTEM BIOFLOK TERHADAP PERTUMBUHAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus)

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan April - Juni 2014. 3.2. Alat dan Bahan 3.2.1.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2009 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit,

Lebih terperinci

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2015 selama 50

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2015 selama 50 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2015 selama 50 hari di Laboratorium Nutrisi dan Pakan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA 825 Pengaruh frekuensi pemberian pakan terhadap... (Moch. Nurdin) PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA Mochamad

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015

Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015 Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015 Pengaruh Salinitas Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila Merah (Oreochromis Niloticus) di

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Metodologi penelitian sesuai dengan Supriyono, et al. (2010) yaitu tahap pendahuluan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan 2.2 Prosedur Kerja Persiapan Wadah Ukuran dan Padat Tebar

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan 2.2 Prosedur Kerja Persiapan Wadah Ukuran dan Padat Tebar II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua perlakuan dan masing-masing menggunakan delapan ulangan, yaitu : 1) Perlakuan A dengan warna

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Pada tahap pendahuluan dilakukan penentuan kemampuan puasa ikan, tingkat konsumsi oksigen,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor Sumedang, Jawa Barat. Penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada tanggal 26 Maret - 25 April 2012 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada tanggal 26 Maret - 25 April 2012 di Laboratorium III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada tanggal 26 Maret - 25 April 2012 di Laboratorium Basah Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2013 sampai dengan Mei 2013 di Laboratorium Nutrisi Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah akuarium dengan dimensi 50 x 30 x 30 cm 3 untuk wadah pemeliharaan ikan, DO-meter, termometer, ph-meter, lakban, stoples bervolume 3 L,

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 75, 100 DAN 125 EKOR/M2 DAN RASIO SHELTER

PENGARUH PADAT PENEBARAN 75, 100 DAN 125 EKOR/M2 DAN RASIO SHELTER PENGARUH PADAT PENEBARAN 75, 100 DAN 125 EKOR/M 2 DAN RASIO SHELTER 1 DAN 0,5 TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LOBSTER AIR TAWAR, Cherax quadricarinatus Erik Sumbaga SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada Bulan April 2013 hingga Mei 2013 bertempat di laboratorium budidaya perikanan Ciparanje Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNPAD.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA TUGAS PENGENALAN KOMPUTER ZURRIYATUN THOYIBAH E1A012065 PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) tiga perlakuan dengan masing-masing tiga ulangan yaitu : 1) Perlakuan A dengan pergantian air

Lebih terperinci

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis

Lebih terperinci

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2010 sampai Mei 2011. Kegiatan penelitian meliputi tahap persiapan, pengamatan laju pertumbuhan Kappaphycus

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Purwodadi Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik RT 01 RW 01 selama 28 hari pada bulan Desember 2016 Januari 2017

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH NITROGEN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) OLEH RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) PADA SISTEM BUDIDAYA POLIKULTUR

PEMANFAATAN LIMBAH NITROGEN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) OLEH RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) PADA SISTEM BUDIDAYA POLIKULTUR PEMANFAATAN LIMBAH NITROGEN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) OLEH RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) PADA SISTEM BUDIDAYA POLIKULTUR MUSLIMATUS SAKDIAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM ADITYA PRIMA YUDHA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI UP (3 CM) DALAM SISTEM RESIRKULASI FHEBY IRLIYANDI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus.

PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus. e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 2 Februari 2015 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga PENDAHULUAN Sektor perikanan budidaya ikan air tawar di Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan melalui ekstensifikasi maupun intensifikasi. Komoditas budidaya ikan air tawar seperti ikan lele, selain

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI

MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTERMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords : Biofilter, Cherax quadricarinatus, Glochidia

ABSTRACT. Keywords : Biofilter, Cherax quadricarinatus, Glochidia Maintenance Juveniles of Freshwater Crayfish (Cherax quadricarinatus) Using Biofilter Kijing Taiwan (Anadonta woodiana, Lea) With System of Recirculation By Yunida Fakhraini 1), Rusliadi 2), Iskandar Putra

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Jl. Peta No. 83, Bandung, Jawa Barat 40232, selama 20 hari pada bulan Maret April 2013. 3.2 Alat dan

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume II, Nomor 1, Maret 2014 Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

Lebih terperinci

GROWTH AND SURVIVAL RATE OF COMMON CARP (Cyprinus carpio L) WITH DIFFERENT BIOFILTER COMBINATION IN RECIRCULATION AQUAPONIC SYSTEM

GROWTH AND SURVIVAL RATE OF COMMON CARP (Cyprinus carpio L) WITH DIFFERENT BIOFILTER COMBINATION IN RECIRCULATION AQUAPONIC SYSTEM GROWTH AND SURVIVAL RATE OF COMMON CARP (Cyprinus carpio L) WITH DIFFERENT BIOFILTER COMBINATION IN RECIRCULATION AQUAPONIC SYSTEM By Fery Cahyo Sulistyono 1), Rusliadi 2), dan Iskandar Putra 2) Laboratory

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan yaitu pada bulan Februari - April 2012. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lingkungan BDP, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan selama 2 bulan pada bulan Februari-April 2015,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan selama 2 bulan pada bulan Februari-April 2015, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan selama 2 bulan pada bulan Februari-April 2015, bertempat di Laboratorium Perikanan Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Prosedur Penelitian Penelitian ini meliputi tahap persiapan bahan baku, rancangan pakan perlakuan, dan tahap pemeliharaan ikan serta pengumpulan data. 2.1.1. Persiapan Bahan Baku

Lebih terperinci

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas Media Litbang Sulteng 2 (2) : 126 130, Desember 2009 1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu ISSN : 1979-5971 PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Hatchery Ciparanje Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran pada bulan April sampai Mei 2013. Tahapan yang

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013, 22 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013, bertempat di Laboratorium Program Studi Budidaya Perairan Fakultas

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE Penelitian tentang budidaya sinodontis dengan densitas yang berbeda ini dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2010 yang bertempat Laboratorium Teknologi dan Manajemen Produksi Akuakultur,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Hatchery Ciparanje Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Waktu pelaksanaan dimulai dari bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN, Pangasius sp.

PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN, Pangasius sp. Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (1): 25 3 (25) 25 Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3 II. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2011 bertempat di Laboratorium Teknik Produksi dan Manajemen Akuakultur, pengambilan data penunjang dilaksanakan

Lebih terperinci

3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Tahapan Penelitian Prosedur Penelitian a. Tahap I 1. Kultur bakteri Serratia marcescens

3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Tahapan Penelitian Prosedur Penelitian a. Tahap I 1. Kultur bakteri Serratia marcescens 9 3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Agustus 2012, bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan dan Laboratorium Nutrisi Ikan, serta di kolam percobaan

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR SB

SIDANG TUGAS AKHIR SB SIDANG TUGAS AKHIR SB 091358 Pengaruh Salinitas terhadap Kandungan Protein dan Pertumbuhan Ikan Bawal Bintang (Trachinotus blochii) Oleh : Hutami Tri Retnani 1508 100 008 Dosen Pembimbing : Dra. Nurlita

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Kolam Budidaya Ikan Ciburial, Sumedang selama kurang lebih dua bulan, yaitu sejak April - Juni 2011. 2.2 Alat dan Bahan 2.2.1 Wadah

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

AKLIMATISASI RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii HASIL KULTUR JARINGAN DENGAN KEPADATAN YANG BERBEDA DALAM AKUARIUM DI RUMAH KACA NIDYA MARISCA

AKLIMATISASI RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii HASIL KULTUR JARINGAN DENGAN KEPADATAN YANG BERBEDA DALAM AKUARIUM DI RUMAH KACA NIDYA MARISCA AKLIMATISASI RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii HASIL KULTUR JARINGAN DENGAN KEPADATAN YANG BERBEDA DALAM AKUARIUM DI RUMAH KACA NIDYA MARISCA TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA DEPARTEMEN BUDIDAYA

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 21 III. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011-Juni 2012. Pemeliharaan ikan dilakukan di Pusat Studi Ilmu Kelautan (PSIK), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian

Lebih terperinci