TANGGUNG JAWAB HUKUM PPAT ATAS PEMBUATAN AKTA JUAL BELI HAK ATAS TANAH BERSERTIPIKAT YANG DIBATALKAN OLEH PENGADILAN (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TANGGUNG JAWAB HUKUM PPAT ATAS PEMBUATAN AKTA JUAL BELI HAK ATAS TANAH BERSERTIPIKAT YANG DIBATALKAN OLEH PENGADILAN (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO"

Transkripsi

1 TANGGUNG JAWAB HUKUM PPAT ATAS PEMBUATAN AKTA JUAL BELI HAK ATAS TANAH BERSERTIPIKAT YANG DIBATALKAN OLEH PENGADILAN (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.1138.K/PDT/2012 JURNAL Oleh R.RAMADIPTA /Mkn FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

2 R.RAMADIPTA 1 TANGGUNG JAWAB HUKUM PPAT ATAS PEMBUATAN AKTA JUAL BELI HAK ATAS TANAH BERSERTIPIKAT YANG DIBATALKAN OLEH PENGADILAN (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.1138.K/PDT/2012 R.RAMADIPTA Abstract Certified land right transfer through transact has to be done by public official, PPAT, in an authentic certificate; in this case, AJB (Sales Contract). When the case above is not done through AJB signed by PPAT, the process of transferring title of ownership of the land from the seller and the buyer cannot be processed in the Land Office. The research used juridical normative method on the prevailing law. The result of the research shows that sales contract on certified land drawn up by PPAT and has been revoked by the Court will be illegal and has no legal force to be used as an authentic certificate in sales contract. It cannot be used for a transferring title, from the seller to a buyer, in the Land Office. PPAT is liable for the revocation of the Sales Contract since it was illegal. The liability is in the form of compensation for the harmed party because of the revocation of the Sales Contract by the Court when the harmed party files the complaint to the Court and accepted by the Court as final and conclusive.. Keywords: PPAT, Sales Contract, Revoked by the Court I. Pendahuluan Tanah merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan sangat kompleks karena menyangkut banyak segi dalam hal kepemilikannya di dalam kehidupan masyarakat. Setiap orang hidup membutuhkan tanah, baik untuk dijadikan tempat tinggal maupun tempat usaha/bisnis dan mengakibatkan nilai tanah secara ekonomi meningkat pula dengan sangat pesat dari waktu ke waktu. 1 Karena nilai ekonomi tanah yang sangat tinggi, maka setiap orang berupaya untuk memperoleh jaminan kepastian hukum atas tanah yang diduduki/ ditempatinya. Oleh karena itu sebagai jaminan kepastian hukum atas hak kepemilikan atas tanah para pemilik tanah melakukan pengurusan pendaftaran tanahnya agar dapat memperoleh sertifikat hak atas tanah tersebut. Dalam pelaksanaan jual-beli hak atas tanah yang bersertipikat, agar jelas pengalihan hak atas tanah tersebut maka pembuatan akta jual-beli hak atas tanah yang bersertipikat tersebut harus dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan Peraturan Pemerintah (PP No Muhammad Yamin Lubis Dan Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, (Bandung : Mandar Maju, 2008), hlm. 18

3 R.RAMADIPTA 2 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah serta menurut PP Nomor. 37 Tahun 1998 juncto PP Nomor.24 Tahun 2016 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). 2 Pasal 37 PP No.24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah berbunyi, "Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual-beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku". Dari ketentuan Pasal 37 PP No.24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa hanya PPAT yang berwenang membuat akta jual beli hak atas tanah yang telah bersertipikat agar dapat diproses pendaftaran akta jual belinya sekaligus balik namanya di kantor pertanahan tempat dimana tanah tersebut berada. Apabila bukan PPAT yang membuat akta jual beli hak atas tanah yang telah bersertipikat tersebut, maka kantor pertanahan sesuai ketentuan hukum yang berlaku tidak dapat melakukan proses pendaftaran akta jual beli tersebut sekaligus juga tidak dapat memproses balik nama hak kepemilikan atas tanah tersebut. 3 Akta PPAT merupakan akta otentik yang pada hakekatnya memuat kebenaran formil dan materil. PPAT berkewajiban untuk membuat akta sebagaimana ketentuan yang telah ditetapkan, serta sebelum proses pembuatan akta PPAT mempunyai kewajiban untuk melakukan pengecekan sertipikat suatu bidang hak atas tanah di kantor pertanahan 4, selain itu PPAT mempunyai kewajiban untuk membacakan akta sehingga isi akta dapat dimengerti oleh para pihak. PPAT juga harus memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak yang 2 Muhammad Ridwan, Hukum Jual Beli Hak Atas Tanah Yang Telah Bersertipikat, (Jakarta : Pustaka Ilmu, 2010), hlm Muhammad Yamin Lubis, Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2003), hlm Jonas Taslim, PPAT Dan Peralihan Hak Atas Tanah (Suatu Analisis Yuridis Normatif), (Bandung : Tarsito, 2009), hlm.11

4 R.RAMADIPTA 3 menandatangani akta. Oleh karena itu para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui isi akta PPAT yang akan ditandatanganinya. 5 Fungsi dan tanggung jawab PPAT serta tanggung jawab pertanahan beranjak dari sistem publikasi negatif dan kewajiban menilai dokumen, maka sebaiknya terdapat pembagian fungsi dan tanggung jawab antar PPAT dan petugas pendaftaran PPAT berfungsi dan bertanggung jawab : 1. Membuat akta yang dapat dipakai sebagai dasar yang kuat bagi pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atau pembebanan hak pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atau pembebanan hak. 2. PPAT bertanggung jawab terhadap terpenuhinya unsur kecakapan dan kewenangan penghadap dalam akta dan keabsahan perbuatan haknya sesuai data dan keterangan yang disampaikan kepada para penghadap yang dikenal atau diperkenalkan. 3. PPAT bertanggung jawab dokumen yang dipakai dasar melakukan tindakan hukum kekuatan dan pembuktiannya telah memenuhi jaminan kepastian untuk ditindaklanjuti dalam akta otentik dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 4. PPAT bertanggung jawab sahnya perbuatan hukum sesuai data keterangan para penghadap serta menjamin otensitas akta dan bertanggung jawab bahwa perbuatannya sesuai prosedur. 6 Dalam pelaksanaan pembuatan akta otentik di bidang pertanahan, PPAT harus memiliki prinsip kehati-hatian, karena akta PPAT merupakan akta otentik di bidang pertanahan, khususnya terhadap akta jual-beli yang merupakan akta otentik yang dijadikan dasar peralihan hak atas tanah yang bersertipikat dari nama penjual kepada nama pembeli. 7 Oleh karena itu setiap akta jual beli yang dibuat oleh PPAT wajib didaftarkan di kantor pertanahan setempat karena merupakan dasar hukum bagi kantor pertanahan untuk melakukan balik nama hak kepemilikan atas tanah tersebut. PPAT harus membacakan akta jual beli yang dibuatnya tersebut kepads para pihak yang terkait/berkepentingan dan 5 Mirwan Amir, Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Oleh PPAT, (Jakarta : Media Ilmu, 2010), hlm Bachtiar Sibarani, Asas-Asas Pendaftaran Hak Atas Tanah, (Surabaya : Ilmu Pustaka, 2011), hlm Pandu Ismanto, Tanah Dan PPAT, (Bandung : Refika Aditama, 2009), hlm.77.

5 R.RAMADIPTA 4 menjelaskan isi akta tersebut kepada mereka. Hal ini dimaksudkan agar para pihak mengerti dan memahami isi akta jual-beli hak atas tanah bersertipikat tersebut. 8 Secara umum tugas pokok dan kewenangan PPAT adalah melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan dan pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Perbuatan hukum yang dimaksud sebagaimana tersebut di atas adalah: a. Jual beli, b. Tukar menukar, c. Hibah, d. Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng) e. Pembagian hak bersama, f. Pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik, g. Pemberian hak tanggungan, h. Pemberian kuasa membebankan hak tanggungan. 9 Apabila PPAT tidak berhati-hati dalam melelaksanakan tugas jabatannya dan tidak mematuhi ketentuan yang berlaku dalam pembuatan akta jual beli tersebut, maka bisa saja terjadi akta tersebut tidak lagi menjadi akta otentik tapi terdegredasi menjadi akta di bawah tangan. 10 Disamping itu akta jual beli tersebut dapat mengandung cacat hukum, dan merugikan salah satu pihak atau pihak lain. Apabila afa pihak yang dirugikan dengan terbitnya akta jual-beli tersebut maka kemungkinan besat pihak yang merasa dirugikan tersebut mengajukan gugatan pembatalan akta jual beli tersebut dan gugatan ganti rugi terhadap PPAT tersebut. 11 Dalam kasus akta jual beli yang dibuat oleh PPAT MP dalam perkara pembuatan akta jual-beli antara PP sebagai pembeli hak atas tanah yang telah bersertipikat hak milik dengan No.459/Menteng milik HNS, pada awalnya HNS sebagai termohon kasasi dahulu penggugat/terbanding mempunyai hubungan 8 Darwanto Gunawan, Membedah Akta PPAT, (Jakarta : Rineka Cipta, 2009), hlm Gustav Pardosi, PPAT Sebagai Pejabat Umum, (Jakarta : Citra Ilmu, 2008), hlm Agus Suwandi, Seluk-Beluk Hukum Pendafftaran Tanah, (Jakarta : Pradnya Paramitha, 2009), hlm Arvian Syarwanto, PPAT Dan Pendaftaran Tanah, (Jakarta : Arvarind, 2011), hlm.46.

6 R.RAMADIPTA 5 hukum dengan PP selaku turut termohon kasasi dahulu tergugat I/turut terbanding I. Termohon kasasi/dahulu penggugat/terbanding mempunyai hutang kepada PP selaku turut termohon kasasi dahulu tergugat I/turut terbanding I sebesar Rp.70 juta rupiah, sebagaimana ternyata dalam akta pengakuan utang No.08 tanggal 16 Maret 2005 yang dibuat dihadapan notaris AH, Notaris di Bogor. Untuk menjamin utang termohon kasasi dahulu penggugat/terbanding kepada PP selaku turut termohon kasasi dahulu tergugat I/turut terbanding I, pihak termohon kasasi dahulu penggugat/terbanding menjaminkan Sertipikat Hak Milik (SHM) No.459/Menteng seluas 250 m2 (duaratus limapuluh meter persegi) yang merupakan tempat tinggal termohon kasasi dahulu penggugat/terbanding, setempat dikenal sebagai jalan Terapi I Blok AE No.6 Rt.01/19, Kelurahan Menteng, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Tanpa sepengetahuan dan ijin HNS selaku termohon kasasi dahulu penggugat/terbanding, PP selaku turut termohon kasasi dahulu tergugat I/turut terbanding I bekerja sama dengan Bank Mandiri selaku pemohon kasasi dahulu tergugat II/pembanding dan PPAT MP selaku turut termohon kasasi dahulu tergugat III/turut terbanding III telah merekayasa seolah-olah telah terjadi hubungan hukum baru antara PP dan HNS, yaitu seolah-olah terjadi transaksi jualbeli hak atas tanah yang telah bersertipikat No.459/Menteng milik HNS antara HNS dan PP dengan pembuatan akta jual-beli yang dibuat oleh PPAT MP dengan No.84/2005 tertanggal 31 Maret Pembuatan akta jual beli (AJB) tersebut dilakukan oleh PPAT MP tanpa sepengetahuan tanpa ijin dan tanpa dihadiri oleh HNS selaku pemilik tanah/penjual. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa AJB No.84/2005 yang dibuat oleh PPAT MP tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku sesuai PP No.37 Tahun 1998 jo PP No.24 Tahun 2016 Tentang Peraturan Jabatan PPAT dan juga PP No.24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.tindakan PPAT MP merupakan perbuatan melawan hukum dan merugikan HNS selaku termohon kasasi dahulu penggugat/terbanding. Permasalahan perbuatan melawan hukum PPAT MP dalam pembuatan Akta Jual-Beli hak atas tanah yang telah bersertipikat disebabkan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan

7 R.RAMADIPTA 6 perundang-undangan yang mengatur tentang pembuatan akta otentik PPAT, khususnya dalam pembuatan AJB. Untuk membahas kasus yang telah diputuskan oleh Majelis Hakim kasasi dengan Putusan No.1138.K/Pdt/2012 tersebut maka penelitian ini megambil judul, Tanggung Jawab Hukum PPAT Atas Pembuatan Akta Jual-Beli Hak Atas Tanah Bersertipikat Yang Dibatalkan Oleh Pengadilan (Studi Putusan Mahkamah Agung No.1138.K/Pdt/2012). Perumusan masalah penelitian ini adalah: 1. Bagaimana legalitas hukum pembuatan akta jual beli hak atas tanah bersertipikat yang dibuat oleh PPAT dan dibatalkan oleh pengadilan? 2. Bagaimana dasar pertimbangan hukum majelis hakim kasasi Mahkamah Agung dalam membatalkan akta jual beli hak atas tanah yang telah bersertipikat yang dibuat oleh PPAT dalam Putusan Mahkamah Agung No.1138.K/Pdt/2012? 3. Bagaimana pertanggung jawaban hukum PPAT terhadap pembuatan Akta jual beli hak atas tanah yang telah bersertipikat yang dibatalkan oleh pengadilan? Sesuai dengan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini ialah : 1. Untuk mengetahui legalitas hukum pembuatan akta jual beli hak atas tanah bersertipikat yang dibuat oleh PPAT dan dibatalkan oleh pengadilan 2. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hukum majelis hakim kasasi Mahkamah Agung dalam membatalkan akta jual beli hak atas tanah yang telah bersertipikat yang dibuat oleh PPAT dalam Putusan Mahkamah Agung No.1138.K/Pdt/ Untuk mengetahui pertanggung jawaban hukum PPAT terhadap pembuatan Akta jual beli hak atas tanah yang telah bersertipikat yang dibatalkan oleh pengadilan II. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah hukum normatif (yuridis normatif). Sumber data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari :

8 R.RAMADIPTA 7 a. Bahan hukum primer, yang terdiri dari peraturan Perundang-Undangan di bidang hukum kepailitan yaitu UUPA No.5 Tahun 1960, PP No.37 Tahun 1998 jo PP No.24 Tahun 2016 Tentang Peraturan Jabatan PPAT, PP No.24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, dan Putusan Mahkamah Agung No.1138.K/PDT/2012 tentang kasus pembatalan akta PPAT yaitu akta jual beli hak atas tanah yang bersertipikat karena mengandung cacat hukum, tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang berkaitan dengan bahan hukum primer, misalnya, buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan, tulisan para ahli, makalah, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini. c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan yang bersifat menunjang bahan hukum primer dan sekunder untuk memberikan informasi tentang bahanbahan sekunder, misamya majalah, surat kabar, kamus hukum, kamus Bahasa Indonesia dan website. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah menggunakan : metode penelitian kepustakaan (library research). Untuk lebih mengembangkan data penelitian ini, dilakukan Analisis secara langsung kepada informan dengan menggunakan pedoman analisis yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. III. Hasil dan Pembahasan Kasus pembatalan akta jual beli hak atas tanah bersertipikat hak milik No.459/Menteng, seluas 250 M2 milik penggugat HNS, proses balik namanya yang dilakukan oleh tergugat IV, Kantor Pertanahan Kota Bogor, dan pengikatan jaminan hak tanggungan atas objek hak atas tanah tersebut yang dibuat secara melawan hukum dan direkayasa oleh tergugat I PP, tergugat II Bank Mandiri, dan tergugat III PPAT MP, digugat oleh penggugat HNS ke Pengadilan Negeri Bogor, karena telah merugikan kepentingannya. Bahwa PPAT hanya mempunyai kewenangan untuk membuat blangko akta tersebut, dan tidak ada kewenangan lain selain akta tersebut, misalnya pembatalan akta PPAT. Dalam kaitan ini akta jual beli hak atas tanah bersertipikat

9 R.RAMADIPTA 8 yang dibuat oleh dan dihadapan PPAT adalah bukti otentik dari PPAT sebagai pejabat umum yang diberikan kewenangan oleh undang-undang dalam hal peralihan hak atas tanah yang telah bersertipikat dengan menjadikan akta jual beli tersebut sebagai dasar hukum proses balik nama di kantor pertanahan setempat.akta jual beli adalah kesepakatan para pihak yakni pihak penjual dan pihak pembeli yang dituangkan dalam akta jual beli tersebut yang merupakan perbuatan atau tindakkan hukum perdata sesuai ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata. Jika akta jual beli tanah bersertipikat yang dibuat oleh dan dihadapan PPAT tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, maka akta jual beli tersebut dapat dijadikan dasar hukum yang sah untuk melakukan perbuatan hukum selanjutnya yaitu proses hukum balik nama di kantor pertanahan setempat. Ketentuan mengenai pembatalan akta PPAT dimuat dalam Pasal 45 ayat (1) huruf g Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah, yang menyatakan bahwa Kepala Kantor Pertanahan menolak untuk melakukan pendaftaran peralihan hak atau pembebanan hak, jika perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) PP 24/1997 dibatalkan oleh para pihak sebelum didaftar oleh Kantor Pertanahan. Pasal 37 ayat (1) PP 24/1997 menyebutkan : Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual-beli, tukar-menukar, hibah, pemasukkan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Kantor Pertanahan ataupun Badan Pertanahan Nasional. Dalam kasus Pembatalan Akta jual beli hak atas tanah yang dibuat oleh dan dihadapan PPAT dalam Putusan Mahkamah Agung No.1138.K/PDT/2012, pembatalan akta jual beli tersebut oleh Pengadilan negeri Bogor, yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jawa Barat dan Mahkamah Agung, didasarkan karena pertimbangan hukum bahwa Akta jual beli tersebut mengandung unsur perbuatan melawan hukum. Akta jual beli yang dibuat oleh PPAT MP tersebut melanggar ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata pada syarat subjektif dimana objek hak atas tanah yang diperjual-belikan tersebut tidak didasarkan kepada prinsip konsensuil

10 R.RAMADIPTA 9 (kesepakatan) antara pihak penjual dan pihak pembeli. Pemilik tanah tidak mengetahui sama sekali pembuatan akta jual beli tersebut, dan pihak pembeli PP yang bertindak melakukan pembuatan akta jual beli tersebut bekerja sama dengan PPAT MP dengan melawan hukum karena tanpa sepengetahuan pemilik tanah HNS. Pembuatan akta jual beli tersebut direkayasa oleh tergugat I PP dan tergugat III PPAT MP dengan melawan hukum. Akta jual-beli hak atas tanah yang dibuat dengan melawan hukum dan cacat hukum tersebut dijadikan dasar proses balik nama di kantor pertanahan kota Bogor. Akibat hukum dari proses balik nama pemilik hak atas tanah dengan dasar hukum akta jual beli yang mengandung cacat hukum tersebut, maka proses balik nama tersebut dibatalkan pula oleh pengadilan. Selain itu dengan dasar akta jual beli dan balik nama dilakukan pengikatan jaminan hak tanggungan di Bank Mandiri. Pengikatan jaminan hak tanggungan atas objek hak atas tanah dengan SHM No.469/Menteng seluas 250 M2 tersebut dilakukan oleh tergugat I PP dan tergugat III Bank Mandiri, juga mengandung cacat hukum. Hal ini disebabkan ketidak berwenangan tergugat I PP dalam hal melakukan pengikatan jaminan hak tanggungan atas objek hak atas tanah tersebut, karena tanah tersebut diperoleh tergugat I PP dengan cara melawan hukum, yaitu dengan merekayasa pembuatan akta jual beli tersebut bersama-sama dengan tergugat III PPAT MP. Oleh karena dasar pertimbangan putusan pengadilan negeri Bogor, yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jawa Barat dan Mahkamah Agung telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seorang PPAT dalam menjalankan tugas dan kewenangan jabatannya tersebut, khususnya berkaitan dengan tata cara pembuatan akta PPAT adakalanya melakukan kesalahan, dan kesalahan tersebut bisa saja menyangkut persyaratan formil maupun materil, misalnya : kesalahan mengenai ketidakwenangan PPAT dalam membuat akta otentik, yang berakibat hilangnya otensitas akta yang dibuatnya, atau kekuatan pembuktian akta tersebut tidak lagi sebagai alat bukti yang lengkap/sempurna, di antara dan bagi pihak-pihak yang berkepentingan, melainkan menjadi akta/surat di bawah tangan, dimana kesalahan tersebut bisa saja dilakukan dengan sengaja maupun tidak disengaja.

11 R.RAMADIPTA 10 Pertanggungjawaban yang diminta kepada PPAT bukan hanya dalam pengertian sempit yakni membuat akta, akan tetapi pertanggungjawabannya dalam arti yang luas, yakni tanggung jawab pada saat fase akta dan tanggung jawab pada saat pasca penandatanganan akta. Tanggung jawab profesi PPAT dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) hal, yaitu tanggung jawab etik dan tanggung jawab hukum. Tanggung jawab hukum ini dapat dibedakan pula menjadi 3 (tiga) macam, yaitu tanggung jawab berdasarkan hukum administrasi, hukum perdata dan hukum pidana. 12 Dalam bidang hukum keperdataan, sanksi merupakan tindakan hukuman untuk memaksa orang menepati perjanjian atau mentaati ketentuan undangundang. Setiap aturan hukum yang berlaku di Indonesia selalu ada sanksi pada akhir aturan hukum tersebut. Pencantuman sanksi dalam berbagai aturan hukum tersebut seperti merupakan kewajiban yang harus dicantumkan dalam tiap aturan hukum. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemberlakuan suatu kaidah-kaidah hukum dapat dipaksakan apabila terdapat sanksi yang menyertainya, dan penegakan terhadap kaidah-kaidah hukum dimaksud dilakukan secara prosedural (hukum acara). Sanksi biasanya diletakkan pada bagian akhir setiap peraturan yang dalam bahasa latin dapat disebut in cauda venenum, artinya di ujung suatu kaidah hukum terdapat sanksi. 13 Hakekat sanksi sebagai suatu paksaan berdasarkan hukum, juga untuk memberikan penyadaran kepada pihak yang melanggarnya, bahwa suatu tindakan yang dilakukannya telah tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, dan untuk mengembalikan yang bersangkutan agar bertindak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, juga untuk menjaga keseimbangan berjalannya suatu aturan hukum. Demikian pula sanksi yang ditujukan bagi seorang PPAT juga merupakan bentuk penyadaran, bahwa PPAT dalam melakukan tugas jabatannya telah melanggar ketentuan-ketentuan sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, dan untuk mengembalikan tindakan PPAT dalam melaksanakan tugas jabatannya untuk tertib sesuai ketentuan yang berlaku. 12 Sudarmanto, Pemalsuan Surat Dan Memasukkan Keterangan Palsu ke dalam Akta Otentik, (Surabaya : Mitra Ilmu, 2010), hlm A.W Widjaja, Etika Administrasi Negara, ( Jakarta : Bumi Aksara, 2010), hlm. 21.

12 R.RAMADIPTA 11 Disamping itu pemberian sanksi terhadap PPAT juga untuk melindungi masyarakat dari tindakan PPAT yang merugikan. Sanksi juga untuk menjaga martabat lembaga PPAT sebagai lembaga kepercayaan karena apabila PPAT melakukan pelanggaran, dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap PPAT. Secara individu sanksi terhadap PPAT merupakan suatu pertaruhan dalam menjalankan tugas jabatannya, apakah masyarakat masih mau mempercayakan pembuatan akta terhadap PPAT yang bersangkutan atau tidak. 14 Akta PPAT merupakan alat membuktikan telah dilakukannya suatu perbuatan hukum, sehingga apabila perbuatan hukum itu batal atau dibatalkan, akta PPAT yang bersangkutan tidak berfungsi lagi sebagai bukti perbuatan hukum tersebut. Apabila perbuatan hukum tersebut dibatalkan sendiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan dalam akta PPAT sedangkan perbuatan hukum itu sudah didaftar di Kantor Pertanahan, maka pendaftaran tanah tidak dapat dibatalkan. Perubahan data pendaftaran tanah menurut pembatalan perbuatan hukun itu harus didasarkan atas alat bukti lain, misalnya putusan Pengadilan atau akta PPAT mengenai perbuatan hukum yang baru. Seorang PPAT dapat bertanggung jawab apabila dapat dibuktikan bahwa PPAT tersebut bersalah. Berkaitan dengan kesalahan yang dilakukan oleh PPAT, maka yang digunakan adalah beroepsfout. Beroepsfout ialah kesalahan yang dilakukan didalam menjalankan suatu jabatan/profesi. Beroepsfout merupakan istilah khusus yang ditujukan terhadap kesalahan yang dilakukan oleh para profesional dengan jabatan-jabatan khusus, seperti Dokter, Advocat, Notaris dan PPAT. Namun istilah kesalahan dalam hal ini sifatnya obyektif dalam pengertian istilah kesalahan ini ditujukan kepada para profesional dalam menjalankan jabatannya. Dalam hal ini untuk mengkaji pengertian kesalahan, hal ini mengacu pada definisi kesalahan pada umumnya, khususnya dalam hukum pidana Ardi Murianto, Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pembuatan Akta Jual Beli, (Jakarta : Pustaka Bangsa Press, 2009), hlm Herlina Suyati Bachtiar, Notaris dan Akta Autentik, (Bandung : Mandar Maju, 2010), hlm. 68

13 R.RAMADIPTA 12 IV. Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan 1. Legalitas hukum pembuatan akta jual beli hak atas tanah bersertipikat yang dibuat oleh PPAT dan dibatalkan oleh pengadilan adalah bahwa sejak tanggal putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap terhadap pembatalan akta jual beli yang dibuat oleh PPAT tersebut maka keberlakuan dari akta jual beli yang dibuat oleh PPAT tersebut menjadi tidak lagi memiliki kekuatan hukum sebagai bukti otentik dalam hal peralihan hak atas tanah bersertipikat. Hal ini disebabkan karena proses pembuatan akta jual beli hak atas tanah bersertipikat tersebut bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku di bidang pembuatan akta jual beli, sehingga bersifat melawan hukum dan cacat hukum. 2. Dasar pertimbangan hukum majelis hakim kasasi Mahkamah Agung dalam membatalkan akta jual beli hak atas tanah yang telah bersertipikat yang dibuat oleh PPAT dalam Putusan Mahkamah Agung No.1138.K/Pdt/2012 adalah bahwa pembuatan akta jual beli tersebut dilakukan oleh PPAT dengan cara melawan hukum sehingga mengandung cacat hukum karena pembuatan akta jual beli hak atas tanah bersertipikat tersebut tanpa sepengetahuan dari pemilik tanah / penjual, sehingga dilakukan dengan cara rekayasa oleh tergugat I PP bersama-sama dengan tergugat III MP selaku notaris/ppat. 3. Pertanggung jawaban hukum PPAT terhadap pembuatan Akta jual beli hak atas tanah yang telah bersertipikat yang dibatalkan oleh pengadilan adalah bahwa notaris bertanggung jawab atas penggantian rugi dari gugatan para pihak yang merasa dirugikan dengan terbitnya akta jual beli yang mengandung unsur perbuatan melawan hukum dan cacat hukum tersebut. Disamping itu PPAT bertanggung jawab secara administratif dalam hal penjatuhan sanski berupa teguran tertulis, skorsing serta pemecatan dari jabatannya karena telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam hal pembuatan akta jual beli hak atas tanah yang bersertipikat tersebut. Selain hukuman administratif pertanggungjawaban PPAT juga dapat dituntut secara pidana yaitu PPAT bertanggung jawab

14 R.RAMADIPTA 13 terhadap tindak pidana pemalsuan surat, menggunakan surat palsu atau memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik sebagaimana termuat di dalam Pasal 262, 263 dan 266 KUH Pidana dengan ancaman hukum pidana maksimal 5 tahun penjara. B. Saran 1. Hendaknya dalam pembuatan akta jual beli PPAT sebagai pejabat umum harus mempedomani ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum jual beli dan juga pembuatan akta jual beli sehingga tidak menyimpang dari ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut agar tidak menimbulkan suatu gugatan secara perdata, tuntutan secara pidana maupun penjatuhan sanksi administratif oleh organisasi PPAT karena telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta jual beli hak atas tanah bersertipikat tersebut. 2. Hendaknya dalam pelaksanaan pemeriksaan gugatan terhadap pembuatan akta jual beli hak atas tanah oleh PPAT yang mengandung unsur perbuatan melawan hukum pengadilan dapat menjatuhkan sanksi disamping pembatalan akta jual beli PPAT juga menjatuhkan sanksi ganti rugi terhadap PPAT yang melakukan pembuatan akta jual beli hak atas tanah bersertipikat tersebut dengan cara melawan hukum, sehingga menimbulkan efek jera terhadap PPAT tersebut. 3. Hendaknya pihak yang dirugikan atas terbitnya akta jual beli hak atas tanah yang bersertipikat oleh PPAT yang mengandung unsur perbuatan melawan hukum dan cacat hukum selain mengajukan secara perdata hendaknya juga melaporkan PPAT tersebut ke pihak yang berwajib dalam hal ini adalah Kepolisian Republik Indonesia untuk meminta pertanggungjawaban PPAT tersebut secara pidana karena telah melakukan pembuatan akta jual beli hak atas tanah dengan cara melawan hukum yaitu tanpa sepengetahuan dari pihak pemilik tanah atau pihak penjual, sehingga akta tersebut dapat dikatakan sebagai akta yang otentik yang memuat keterangan palsu. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 262, 263, dan 266 KUH Pidana dengan ancaman hukuman pidana maksimal 5 tahun penjara.

15 R.RAMADIPTA 14 V. Daftar Pustaka Amir, Mirwan, Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Oleh PPAT, Jakarta : Media Ilmu, 2010 Bachtiar, Herlina Suyati, Notaris dan Akta Autentik, Bandung : Mandar Maju, 2010 Gunawan, Darwanto, Membedah Akta PPAT, Jakarta : Rineka Cipta, 2009 Ismanto, Pandu, Tanah Dan PPAT, Bandung : Refika Aditama, 2009 Lubis, Muhammad Yamin, Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2003 Lubis, Muhammad Yamin Dan Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Bandung : Mandar Maju, 2008 Murianto, Ardi, Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pembuatan Akta Jual Beli, Jakarta : Pustaka Bangsa Press, 2009 Pardosi, Gustav, PPAT Sebagai Pejabat Umum, Jakarta : Citra Ilmu, 2008 Ridwan, Muhammad, Hukum Jual Beli Hak Atas Tanah Yang Telah Bersertipikat, Jakarta : Pustaka Ilmu, 2010 Sibarani, Bachtiar, Asas-Asas Pendaftaran Hak Atas Tanah, Surabaya : Ilmu Pustaka, 2011 Sudarmanto, Pemalsuan Surat Dan Memasukkan Keterangan Palsu ke dalam Akta Otentik, Surabaya : Mitra Ilmu, 2010 Suwandi, Agus, Seluk-Beluk Hukum Pendaftaran Tanah, Jakarta : Pradnya Paramitha, 2009 Syarwanto, Arvian, PPAT Dan Pendaftaran Tanah, Jakarta : Arvarind, 2011 Taslim, Jonas, PPAT Dan Peralihan Hak Atas Tanah (Suatu Analisis Yuridis Normatif), Bandung : Tarsito, 2009 Widjaja, A.W, Etika Administrasi Negara, Jakarta : Bumi Aksara, 2010

ANALISIS YURIDIS AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SEBAGAI DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL JURNAL. Oleh

ANALISIS YURIDIS AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SEBAGAI DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL JURNAL. Oleh ANALISIS YURIDIS AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SEBAGAI DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL JURNAL Oleh AHMAD JUARA PUTRA 137011045/MKn FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam perjalanan hidupnya pasti akan mengalami peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah kejadian, keadaan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan tanah diselenggarakan atas dasar peraturan perundangundangan tertentu, yang secara teknis menyangkut masalah pengukuran, pemetaan dan pendaftaran peralihannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM MEMBUAT AKTA JUAL BELI TANAH BESERTA AKIBAT HUKUMNYA 1 Oleh : Addien Iftitah 2

KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM MEMBUAT AKTA JUAL BELI TANAH BESERTA AKIBAT HUKUMNYA 1 Oleh : Addien Iftitah 2 KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM MEMBUAT AKTA JUAL BELI TANAH BESERTA AKIBAT HUKUMNYA 1 Oleh : Addien Iftitah 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam pelaksanaan administrasi pertanahan data pendaftaran tanah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam pelaksanaan administrasi pertanahan data pendaftaran tanah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam pelaksanaan administrasi pertanahan data pendaftaran tanah yang tercatat di Kantor Pertanahan harus sesuai dengan keadaan atau status sebenarnya mengenai

Lebih terperinci

BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM

BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM NEGERI NO. 14 TAHUN 1982 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN SURAT

Lebih terperinci

LEGALITAS SURAT KETERANGAN TANAH YANG DIKELUARKAN OLEH KEPALA DESA SEBAGAI DASAR TRANSAKSI JUAL BELI TANAH

LEGALITAS SURAT KETERANGAN TANAH YANG DIKELUARKAN OLEH KEPALA DESA SEBAGAI DASAR TRANSAKSI JUAL BELI TANAH LEGALITAS SURAT KETERANGAN TANAH YANG DIKELUARKAN OLEH KEPALA DESA SEBAGAI DASAR TRANSAKSI JUAL BELI TANAH (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 31.PK/TUN/2005) JURNAL Oleh TRI HANDAYANI 127011139 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Negara Indonesia adalah negara hukum. Semua Warga Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Negara Indonesia adalah negara hukum. Semua Warga Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Negara Indonesia adalah negara hukum. Semua Warga Negara Indonesia mempunyai kedudukan yang sama dimuka hukum, dan wajib mematuhi hukum yang berlaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan suatu hal yang erat hubungannya dan tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, karena manusia bertempat tinggal, berkembang biak, serta melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam berbagai hubungan bisnis,

Lebih terperinci

JURNAL KARYA ILMIAH. KEKUATAN HUKUM SERTIPIKAT HAK MILIK SEBAGAI ALAT BUKTI KEPEMILIKAN (STUDI KASUS TANAH DI PENGADILAN NEGERI MATARAM) Cover

JURNAL KARYA ILMIAH. KEKUATAN HUKUM SERTIPIKAT HAK MILIK SEBAGAI ALAT BUKTI KEPEMILIKAN (STUDI KASUS TANAH DI PENGADILAN NEGERI MATARAM) Cover JURNAL KARYA ILMIAH KEKUATAN HUKUM SERTIPIKAT HAK MILIK SEBAGAI ALAT BUKTI KEPEMILIKAN (STUDI KASUS TANAH DI PENGADILAN NEGERI MATARAM) Cover Oleh: I MADE ARIWANGSA WIRYANATHA D1A 111 109 FAKULTAS HUKUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah yang merupakan kebutuhan pokok bagi manusia akan berhadapan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tanah yang merupakan kebutuhan pokok bagi manusia akan berhadapan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak milik atas tanah sangat penting bagi negara, bangsa dan rakyat Indonesia sebagai masyarakat yang sedang membangun ke arah perkembangan industri. Tanah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu perjanjian tertulis merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. 62 Universitas Indonesia

BAB III PENUTUP. 62 Universitas Indonesia BAB III PENUTUP Dalam Bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan yang diajukan dan juga saran sebagai alternatif pemecahan terhadap permasalahan kasus yang lainnya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu organ Negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepemilikan terhadap harta benda baik bergerak maupun tidak bergerak diatur secara komplek dalam hukum di Indonesia. Di dalam hukum perdata, hukum adat maupun

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017 TUGAS DAN KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH DI INDONESIA 1 Oleh : Suci Ananda Badu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 101 kepemilikannya, bertujuan untuk memberikan kepastian hukum terhadap sertipikat hak atas tanah dan perlindungan terhadap pemegang sertipikat hak atas tanah tersebut. Namun kepastian hukum dan perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Cakupan pembagunan nasional ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI NASKAH PUBLIKASI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TANAH YANG SERTIFIKATNYA MASIH DALAM PROSES PEMECAHAN SERTIFIKAT SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. ditarik kesimpulan sebagai berikut bahwa: a. Pertimbangan Hukum Hakim terhadap Tanggung Jawab Notaris/PPAT

BAB IV PENUTUP. ditarik kesimpulan sebagai berikut bahwa: a. Pertimbangan Hukum Hakim terhadap Tanggung Jawab Notaris/PPAT 1 BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dengan pokok permasalahan yang telah dirumuskan pada bab terdahulu, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat terkenal yaitu Ubi Societas Ibi Ius ( dimana ada masyarakat disana

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat terkenal yaitu Ubi Societas Ibi Ius ( dimana ada masyarakat disana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan antara masyarakat dan hukum diungkapkan dengan sebuah istilah yang sangat terkenal yaitu Ubi Societas Ibi Ius ( dimana ada masyarakat disana ada hukum ) 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam masyarakat, individu yang satu senantiasa berhubungan dengan individu yang lain. Dengan perhubungan tersebut diharapkan

Lebih terperinci

BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai

BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai 14 BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA 3.1. Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai Pentingnya kegiatan pendaftaran tanah telah dijelaskan

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan berkembangnya kehidupan manusia dalam bermasyarakat, banyak sekali terjadi hubungan hukum. Hubungan hukum tersebut, baik peristiwa hukum maupun perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akta Tanah (PPAT) yang berlaku saat ini adalah Peraturan Pemerintah (PP)

BAB I PENDAHULUAN. Akta Tanah (PPAT) yang berlaku saat ini adalah Peraturan Pemerintah (PP) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Landasan hukum terhadap eksistensi atau keberadaan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berlaku saat ini adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 1998

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam menjalankan hubungan hukum terhadap pihak lain akan membutuhkan suatu kesepakatan yang akan dimuat dalam sebuah perjanjian, agar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Usaha Pemerintah di dalam mengatur tanah-tanah di Indonesia baik bagi perorangan maupun bagi badan hukum perdata adalah dengan melakukan Pendaftaran Tanah

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website : ALAT BUKTI SURAT DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA PADA PENGADILAN NEGERI TEMANGGUNG (Studi Kasus Putusan No. 45/Pdt.G/2013/PN Tmg) Abdurrahman Wahid*, Yunanto, Marjo Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas

Lebih terperinci

SENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN DENGAN AKTA JUAL BELI FIKTIF. (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten No.50/PDT.G/2012/PN.

SENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN DENGAN AKTA JUAL BELI FIKTIF. (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten No.50/PDT.G/2012/PN. SENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN DENGAN AKTA JUAL BELI FIKTIF (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten No.50/PDT.G/2012/PN.Klt) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

URGENSI PENETAPAN LIMITASI WAKTU PEMERIKSAAN KESESUAIAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DI KANTOR PERTANAHAN SEBELUM PEMBUATAN AKTA OLEH PPAT

URGENSI PENETAPAN LIMITASI WAKTU PEMERIKSAAN KESESUAIAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DI KANTOR PERTANAHAN SEBELUM PEMBUATAN AKTA OLEH PPAT URGENSI PENETAPAN LIMITASI WAKTU PEMERIKSAAN KESESUAIAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DI KANTOR PERTANAHAN SEBELUM PEMBUATAN AKTA OLEH PPAT Nurudin, SH. Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi. 1 Tanah sebagai sumber utama bagi kehidupan manusia yang telah dikaruniakan

Lebih terperinci

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan BAB I 1. Latar Belakang Masalah Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan jaminan kepastian atas transaksi bisnis yang dilakukan para pihak, sifat otentik atas akta yang dibuat oleh

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI Disampaikan dalam kegiatan Peningkatan Wawasan Sistem Manajemen Mutu Konsruksi (Angkatan 2) Hotel Yasmin - Karawaci Tangerang 25 27 April 2016 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada alam demokratis seperti sekarang ini, manusia semakin erat dan semakin membutuhkan jasa hukum antara lain jasa hukum yang dilakukan oleh notaris. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Tanah mempunyai peranan yang penting karena tanah merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan kehidupan.

Lebih terperinci

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA PERSPEKTIF Volume XX No. 3 Tahun 2015 Edisi September HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya e-mail: urip_sts@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembatalan akta..., Rony Fauzi, FH UI, Aditya Bakti, 2001), hlm Ibid., hlm

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembatalan akta..., Rony Fauzi, FH UI, Aditya Bakti, 2001), hlm Ibid., hlm 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk individu mempunyai berbagai macam kebutuhan dalam hidupnya dimana kebutuhan tersebut kadangkala bertentangan dengan kebutuhan dimana

Lebih terperinci

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas-Tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH. guna membantu menguatkan atau mengukuhkan setiap perbuatan hukum atas

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH. guna membantu menguatkan atau mengukuhkan setiap perbuatan hukum atas BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH A. Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam pengelolaan bidang pertanahan di Indonesia, terutama dalam kegiatan pendaftaran tanah, Pejabat Pembuat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar dan penting dalam kehidupan manusia, sehingga dalam melaksanakan aktivitas dan kegiatannya manusia

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan

Lebih terperinci

MANUSUN NAINGGOLAN 1 MANUSUN NAINGGOLAN ABSTRACT

MANUSUN NAINGGOLAN 1 MANUSUN NAINGGOLAN ABSTRACT MANUSUN NAINGGOLAN 1 KEDUDUKAN HUKUM KREDITUR TERHADAP OBJEK HAK TANGGUNGAN ATAS PEMBATALAN AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN OLEH PENGADILAN AKIBAT TIDAK BERWENANGNYA PEMBERI HAK TANGGUNGAN (STUDI PUTUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pilar-pilar utama dalam penegakan supremasi hukum dan atau. memberikan pelayanan bagi masyarakat dalam bidang hukum untuk

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pilar-pilar utama dalam penegakan supremasi hukum dan atau. memberikan pelayanan bagi masyarakat dalam bidang hukum untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi di bidang hukum merupakan profesi luhur atau terhormat ataupun profesi mulia (nobile officium) dan sangatlah berpengaruh di dalam tatanan kenegaraan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan notaris sangat penting ditengah-tengah masyarakat. Notaris memberikan jaminan kepastian hukum pada masyarakat menyangkut pembuatan akta otentik. Akta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan

Lebih terperinci

RESUME TESIS FUNGSI PENGECEKAN SERTIFIKAT SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR

RESUME TESIS FUNGSI PENGECEKAN SERTIFIKAT SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR RESUME TESIS FUNGSI PENGECEKAN SERTIFIKAT SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR Disusun Oleh : RATU ESTER DAMARIS MAKARUNGGALA, S.H. NIM : 12213088 PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 2

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengaturan mengenai Lembaga Notariat diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah, padahal luas wilayah negara adalah tetap atau terbatas 1.

BAB I PENDAHULUAN. tanah, padahal luas wilayah negara adalah tetap atau terbatas 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan hal yang sangat kompleks karena menyangkut banyak segi kehidupan masyarakat. Setiap orang hidup membutuhkan tanah, baik sebagai tempat tinggal maupun

Lebih terperinci

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG 0 KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG (Studi terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor Register 318.K/Pdt/2009 Tanggal 23 Desember 2010) TESIS Untuk Memenuhi Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum faham terhadap pengertian, tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana yang menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL 2.1 Pengertian Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa Inggris disebut act atau deed. Secara etimologi menurut

Lebih terperinci

PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL

PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL Urip Santoso (Dosen Tetap Pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Jln. Darmawangsa Dalam selatan Surabaya) Abstract: Government is a side or party

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan perlindungan hukum menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dalam kehidupan perekonomian sangat berkembang pesat beriring dengan tingkat kebutuhan masyarakat yang beraneka ragam ditandai dengan adanya peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan penurunan nilai rupiah terhadap nilai dolar Amerika yang dimulai sekitar bulan Agustus 1997, telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tanah merupakan salah satu sumber daya alam bagi kehidupan manusia dan merupakan salah satu kekayaan Indonesia yang mempunyai fungsi sosial amat penting bagi

Lebih terperinci

Hal. 1 dari 9 hal. Put. No.62 K/TUN/06

Hal. 1 dari 9 hal. Put. No.62 K/TUN/06 P U T U S A N No. 62 K/TUN/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kehadiran notaris sebagai pejabat publik adalah jawaban dari kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum atas setiap perikatan yang dilakukan, berkaitan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan,

Lebih terperinci

PEMBATALAN HIBAH DAN AKIBAT HUKUMNYA TERHADAP SERTIPIKAT HASIL PERALIHAN HAK AHMAD BUDINTA RANGKUTI ABSTRACT

PEMBATALAN HIBAH DAN AKIBAT HUKUMNYA TERHADAP SERTIPIKAT HASIL PERALIHAN HAK AHMAD BUDINTA RANGKUTI ABSTRACT Ahmad Budinta Rangkuti - 1 PEMBATALAN HIBAH DAN AKIBAT HUKUMNYA TERHADAP SERTIPIKAT HASIL PERALIHAN HAK AHMAD BUDINTA RANGKUTI ABSTRACT On the cancellation of the transfer of right in the form of a grant

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015. AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015. AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2 AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2 ABSTRAK Dilakukannya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah akibat hukum bagi notaris dalam pelanggaran

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB BPN TERHADAP SERTIPIKAT YANG DIBATALKAN PTUN 1 Oleh : Martinus Hadi 2

TANGGUNG JAWAB BPN TERHADAP SERTIPIKAT YANG DIBATALKAN PTUN 1 Oleh : Martinus Hadi 2 TANGGUNG JAWAB BPN TERHADAP SERTIPIKAT YANG DIBATALKAN PTUN 1 Oleh : Martinus Hadi 2 ABSTRAK Secara konstitusional UUD 1945 dalam Pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa Bumi, air, ruang angkasa serta

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM PEMBELI HAK ATAS TANAH BERDASARKAN ALAS HAK YANG BERASAL DARI SURAT KETERANGAN CAMAT

PERLINDUNGAN HUKUM PEMBELI HAK ATAS TANAH BERDASARKAN ALAS HAK YANG BERASAL DARI SURAT KETERANGAN CAMAT HafniCholidaNasution -1 PERLINDUNGAN HUKUM PEMBELI HAK ATAS TANAH BERDASARKAN ALAS HAK YANG BERASAL DARI SURAT KETERANGAN CAMAT (Analisis Kasus PTUN Nomor: 72/G.TUN/2005/PTUN-MDN) HAFNI CHOLIDA NASUTION

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli tanah merupakan suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai tanah (penjual) berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah

Lebih terperinci

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta Nomor: 91/Pdt.G/2009/PN.Ska) Oleh : Dyah Kristiani (12100038)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH AKIBAT HIBAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK AGRARIA 1 Oleh : Cry Tendean 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan tersebut diatur di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Pasal 1 ayat (3). Sebagai konsekuensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga. organ pemerintah yang melaksanakan tugas dan kewenangannya agar

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga. organ pemerintah yang melaksanakan tugas dan kewenangannya agar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga negaranya. Di dalam menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia sangat mendambakan dan menghargai suatu kepastian, terutama sebuah kepastian yang berkaitan dengan hak atas suatu benda yang menjadi miliknya, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Lelang sebagai suatu kelembagaan telah dikenal saat pemerintahan Hindia Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam Staatsblad

Lebih terperinci

Kata Kunci : Pelaksanaan Hibah, Tanah Milik Adat, Kutipan Buku Letter C.

Kata Kunci : Pelaksanaan Hibah, Tanah Milik Adat, Kutipan Buku Letter C. ABSTRAK Hibah merupakan suatu perjanjian cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali antara Pemberi Hibah dengan Penerima Hibah yang dilakukan pada saat Pemberi Hibah masih hidup. Sedangkan hibah tanah milik

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 44 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Badan Pertanahan Nasional Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah Lembaga Pemerintah Non Kementrian yang berada di bawah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia, yang menghendaki adanya alat bukti baginya mengenai hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Setiap orang sangat mendambakan dan menghargai suatu kepastian, apalagi kepastian yang berkaitan dengan hak atas sesuatu benda miliknya yang sangat berharga

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015 KAJIAN YURIDIS PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA AUTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 1 Oleh : Cicilia R. S. L. Tirajoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Boedi Harsono, Hukum Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 560

BAB I PENDAHULUAN. Boedi Harsono, Hukum Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 560 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia. Fungsi tanah begitu penting dan mempunyai arti sendiri, sebab tanah merupakan modal bagi kehidupan

Lebih terperinci

RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU

RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU Disusun Oleh : SIVA ZAMRUTIN NISA, S. H NIM : 12211037 PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai suatu tujuan ekonomi khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan berkembangnya badan hukum.

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak awal didirikannya Republik Indonesia, yang menjadi tujuan utama pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci