kapur dari pembentukan terumbu karang (Barnes & Hughes 1999; Lalli & Parsons 1995; Sumich 1996). Karang dapat berproduksi secara seksual dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "kapur dari pembentukan terumbu karang (Barnes & Hughes 1999; Lalli & Parsons 1995; Sumich 1996). Karang dapat berproduksi secara seksual dan"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Karang Karang tersusun dari bagian lunak dan bagian keras yang berbentuk kerangka kaput. Jaringan hidup binatang karang relatif sederhana dan menyerupai anemon. Tubuh seperti anemon itulah yang disebut sebagai polip dan umumnya berbentuk tabung silinder dengan ukuran diameter yang bervariasi dari satu mm hingga beberapa cm. Ada yang memanjang atau pipih sehingga membentuk skeleton yang menyatu. Mulut polip pada atas bagian silinder dikelilingi oleh banyak tentakel yang dapat dijulurkan keluar dan ditarik masuk. Secara internal struktur pencemaan terdiri dari mulut tems ke stomodeum atau faring yang pendek dan terhubung hingga ke rongga gastovascular. Rongga tersebut terbagi secara longitudinal oleh bagian-bagian yang radial yang disebut mesentri yang menyimpan gonad juga berperan penting pada proses pencemaan. Dalam proses pencemaan di mesentri sisa makanan dikeluarkan melalui mulut yang juga berfungsi sebagai anus (Veron 1986; Mapstone 1990; Suharsono 1996). Bagian lunak dari karang merupakan jaringan polip terdiri dari ectodermis, mesoglea dan gastrodermis (endodermis). Ectodermis mempakan jaringan terluar dan dilengkapi dengan cilia, kantung lendir (mucus) dan sejumlah nematokis. Mesoglea adalah jaringan yang terletak antara ectodermis dan gastrodermis, berbentuk seperti agar-agar Cjelli). Gastrodermis adalah jaringan terdalam yang memuat sel-sel untuk pencemaan dan sebagian besar berisi zooxanthellae (Veron 1986; Mapstone 1990; Suharsono 1996). Pada Gambar 2 menunjukan shvktur kerangka keras dari individu polip yang berbentuk tabung yang berisi lempeng tegak yang menyebar dari tengah rongganya disebut koralit (corallite). Pada koralit terdapat dasar radial yang dipisahkan oleh dinding, pada bagian sebelah dalam yang disebut septa (septo) sedangkan pada bagian luarnya disebut kosta (costae). Pada septa terdapat bagian bergerigi yang menyerupai pilar pada pinggiran bagian dalam, beberapa bagian atau seluruh septanya disebut paliform lobe. Pada tengah koralit terdapat bagian bergerigi halus yang menganh ke dalarn mulut koralit disebut columella. Susunan lempengan horizontal yang menggabungkan satu koralit dengan koralit laimya

2 disebut coenosteum. Pada koralit terdapat suatu lapisan tipis skeleton menyerupai lapisan kertas disebut epitheca (Veron 1986). Pola perhmbuhan karang baht mengukuti pola perhmbuhan spesifik dari spesiesnya, juga dipengaruhi oleh lokasi geogmfik dari koloni tersebut dan faktor lingkungan seperti keterbukaan terhadap cahaya, aksi gelombang dan temperatur serta kelimpahan dari koloni karang disekitamya yang mempengaruhi bentuk pertumbuhan koloni (Barnes 1987; Barnes & Huges 1999; Laili & Parson 1995). Garnbar 2 Struktur kerangka dan polip karang (Stafford-Smith & Veron 2001) Karang menyediakan alga zooxanthellae dengan suatu perlindungan lingkungan dan senyawa-senyawa diperlukan untuk fotosintesis. Termasuk di dalamnya karbon dioksida yang dihasilkan dari respirasi kamng, dan materi anorganik seperti nitrat, fosfat sebagai hasil buangan metabolisme karang. Oksigen yang dihasilkan zooxanthellae dapat membantu karang memindahkan hasil buangan metabolisme. Mereka juga mensuplai karang dengan hasil organik fotosintesis. Senyawa-senyawa tersebut termasuk glukosa, gliserol dan asam amino yang digunakan oleh karang yang membangun bagian-bagian dalam sebuah proses yang menghasilkan protein, lemak dm karbohidrat, seperti proses sintesa pada kalsium karbonat (CaC03). Mutualisme antara metabolisme Cnidaria dan fotosintesis alga adalah kunci utarna produktivitas biologi dan kapasitas sekresi

3 kapur dari pembentukan terumbu karang (Barnes & Hughes 1999; Lalli & Parsons 1995; Sumich 1996). Karang dapat berproduksi secara seksual dan aseksual. Reproduksi secara aseksual dapat tejadi melalui fragmentasi, pelepasan polip dari skeleton dan produksi aseksual dari larvae. Reproduksi seperti ini dibatasi secara geografi oleh asal terumbu, bentuk koloni dan pertumbuhan. Pada reproduksi secara seksual sel- sel gamet akan melekat pada mesenteri-mesenteri biasanya terjadi setiap tahun, musiman, bulanan atau tidak tentu. Pada karang hermaprodit ataupun gonochoris, peristiwa spawning dapat terjadi melalui fertilisasi eksternal sedangkan brooding dapat berlangsung melalui fertilasi internal, keduanya akan menghasilkan planula bersifat teleplanic atauphilopatric (Veron 1995). Umumnya % dari semua karang hermatifik bersifat hermaprodit yang dapat melepaskan (spawner) dan mengerami (brooder) gamet-garnet. Perkembangan gonad dan pelepasan gamet pada karang hermaprodit dapat te qadi secara simultan ataupun berumtan, sehingga membentuk variasi potensi fertilisasi. Spawning berhubungan dengan fekunditas yang tinggi, sedangkan pada brooding nilai fekunditasnya bisa lebih sedikit atau lebih besar dengan perkembangan larva yang lebih baik (Veron 1995). Planula yang telah dilepaskan akan berenang ke arah cahaya, kemudian berenang kembali ke arah dasar, jika kondisi menguntungkan mereka akan menempel dan membentuk suatu koloni ba~. Koloni-koloni tersebut menjadi matang secara seksual pada ukuran minimum. Karang massive Favia doreyensis matang secara seksual pada saat koloni berumur 8 tahun dengan diameter 10 cm. Beberapa yang karang bercabang seperti jenis Acroporu, PociIIiporu, dan Stylophora, mencapai matang seksual pada umur lebih muda (Barnes & Hughes 1999). Pada tingkat spesies, mekanisme reproduksi karang bervariasi secara geografi, ekologi, demografi dan anatomi. Terdapat variasi antara spesies karang ahermatifik dan hermatifik, ukuran polip dan koloni. Variasi-variasi tersebut juga ditentukan oleh komposisi genetik dan distribusi spesies karang (Veron 1995).

4 Keterangan : Taksa karang hermatifik yang membangun terumbu (---) Gambar 3 Kedudukan taksa karang dalam sistem Filum Coelenterata Karang Pembentuk Terumbu Karang Sebagian besar karang keras terumbu merupakan anggota dari kelas Anthozoa dari Filum Cnidaria. Hanya dua farnili yang berasal dari kelas lain yakni Milleporidae dan Stylasteridae dari kelas Hydrozoa. Kelas Anthozoa sendiri terdiri dari dua subkelas yakni Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang dibedakan dari morfologi dan fisiologi (Gambar 3) Fungsi pembentukan terumbu kebanyakan oleh karang pembentuk terumbu (atau karang hermatipik). Karang-karang tersebut membentuk kerangka dari bahan kapur padat atau aragonit. Kelompok karang hermatipik diwakili umurnnya oleh ordo Scleractinia (subkelas Hexacorallia). Dua spesies kelompok hermatipik yang berasal dari ordo Octocorallia yakni Tubipora musica dun Heliopora coerulea, sedangkan dari kelas Hydrozoa yang masuk kelompok hermatipik yakni Millepora sp dan Stylaster roseus (Sorokin 1993). Selanjutnya Schuhmacher dan Zibrowius (1985) dalam Sorokin (1993) menerangkan karang berdasarkan fungsi pembentukan terumbu (hermatipik dan ahermatipik) dan hubungannya dengan alga simbion maka dikelompokan kedalam 4 kelompok yakni : a. Hermatipik-simbion, kebanyakan karang Scleractinia pembentuk terumbu, Octocoral dan Hydrocoral.

5 b. Hermatipik-asimbion, mempakan karang-karang yang pertumbuhannya lambat dan dapat membangun kerangka kapur massive tanpa mengandung zooxanthellae, sehingga mereka bisa hidup pada lingkungan yang gelap misalnya dalam gua, terowongan, daerah terdalam paparan kontinen. Beberapa diantaranya Scleractinia tanpa simbion seperti Tubastrea, Dendrophyllia dan Hydrocoral yakni Stylaster rosacea. c. Ahermatipik-simbion, Scleractinia yang termasuk dalam kelompok ini adalah kelompok Fungi kecil seperti Heferopsammmia dan Diaseris serta karang Lepfoseris (famili Agaricidae) yang berpolip tunggal atau koloninya kecil sehingga tidak dapat dimasukkan ke dalam kelompok pembangun terumbu. Kelompok ini termasuk kebanyakan Octocoral - Alcyonaceae dan Gorgonacea yang mengandung algae simbion tetapi tidak menghasilkan kerangka kapur massive. d. Ahermatipik-asimbion, termasuk Scleractinia dari genera Dendrophyllia dan Tubastrea yang memiliki polip berukuran kecil kecil. Termasuk pula Hexacorallia dari ordo Antipatharia dan Corallimorpharia serta Octocoral yang asimbiotik. Komunitas karang Scleractinia yang hidup dan menempati terumbu karang di lautan pada berbagai kondisi lingkungan. Kondisi yang berbeda antar regional dan area terumbu menyebabkan tingkat keragarnan karang juga bervariasi. Menurut Sorokin (1993), menjelaskan karang hermatipik modem sangat bervariasi dapat di kelompokan menjadi 3 kelompok yakni, sebagai berikut : a. Kelompok karang Oportunis (r-strategist) Karang ini memiliki ukuran koloni dari kecil hingga sedang, yang ditentukan oleh pertumbuhannya, kematangan seksual pada usia muda dan sebagaian besar energinya untuk pemeliharaan keturunannya. Kebanyakan dari karang-karang tersebut matang secara seksual setiap bulan, memiliki kecepatan tumbuh dan berumur pendek. Kelangsungan hidupnya ditingkatkan melalui pemijahan yang intensif sehingga meningkatkan kesempatan rekrutmen dalam kompetisi terhadap substrat dan dapat menggandakan secara vegetatif melalui kepingan percabangannya. Karang-karang oportunis ini dapat bertahan pada

6 berbagai kondisi tekanan fisik seperti ter-expose, salinitas yang rendah akibat pemanasan, polusi, pemananasan dan kekeruhan pada perairan yang dangkal. Beberapa diantaranya merupakan karang Indo-Pasifik seperti Stylopora pistillata, Psmmacora contigua, Pocilopora damircornis, Seriotopora histrix dan beberapa spesies dari Montipora, Acropora dan Pavona. b. Kelompok karang Konservativ (k-strategist) Sebagian besar energi dan karang ini digunakan untuk metabolisme dan pertumbuhannya. Koloni-koloni berumur tua dengan diameter 1-3 m. Karang ini menggunakan sedikit energi untuk perambatan, menanggulangi ketersedian susbtrat dengan membentuk koloni besar dan berumur panjang, dapat hidup puluhan hingga ratusan tahun. Siklus pemijahannya secara periodik setiap tahun seperti karang-karang massive Porites dan Montastrea. c. Kelompok karang Intermediate Umumnya merupakan karang peralihan antara dua tipe yang berlawanan tersebut diatas. Kelompok karang ini dapat hidup pada berbagai lingkungan dengan tipe substrat yang bervariasi. Karang-karang tersebut dengan sedikit spesialisasi dan polipnya aktif sepanjang hari. Secara phenotif mereka termasuk labil, terbentuk pada lingkungan terumbu yang bervariasi dengan banyak adaptasi ecomorph. Kebanyakan spesies itu merupakan genera Acropora, umumnya kelompok Faviid, genera Hydronopora, Galaxea dan Goniopora. Komunitas biotop ini dari terumbu dalam yang kondisi lingkungannya stabil dimana karang yang hidup secara khusus seperti kelompok Agaricid beberapa genera dari Turbinaria, Echinophyllia, Leptoseris dan Diaseris. Tipe Terumbu Karang Menurut Ditlev (1980); CRA (2002), ditinjau dari proses terbentuknya, terumbu karang dapat diklasifikasikan, yaitu : 1. Terumbu tepi (fkinging reefs), terdapat di sepanjang garis pantai dari pulaupulau dan benua, dipisahkan oleh laguna yang dangkal.

7 2. Terumbu penghalang (barrier reefs), terletak sejajar dan jauh dari pantai yang dipisahkan oleh suatu lagon yang dalam. Pada perairan yang dangkal tipe terumbu ini dapat muncul ke permukaan laut. 3. Terumbu cincin (atoll), berbetuk cincin yang melingkari suatu lagoon yang dalam, biasanya terdapat di tengah laut. Atoll terbentuk dari pulau gunung berapi yang mengalami penenggelaman atau kenaikan muka laut. dimana pada pinggirannya memiliki terumpu karang tepi yang tumbuh melingkar dengan lagoon yang dalam ditengahnya. 4. Terumbu karang taka/gosong (patch reefs) mempakan potongan temmbu yang terisolasi dan baru berkembang pada dasar paparan pulau yang datar atau paparan benua. Besamya ukuran bewariasi dan jarang muncul ke permukaan laut, dan biasanya terdapat di antara terumbu karang tepi dan karang penghalang. Faktor Pembatas Pertumbuhan Karang Pertumbuhan, penyebaran dan keanekaragaman karang tergantung kondisi lingkungannya. Kondisi pada kenyataannya tidak selalu tetap, tetapi seringkali bembah karena adanya gangguan baik berasal dari alam atau aktivitas manusia. Gangguan biologis di ekosistem terumbu karang biasanya berupa pemangsaan. Sedangkan faktor lainya dapat berupa faktor fisik-kimia yang diketahui dapat mempengaruhi karang antara lain, cahaya matahari, suhu, salinitas dan sedimen. Karang memerlukan perairan yang jemih untuk menjamin ketersediaan cahaya yang diperlukan untuk fotosintesis zooxanrhellae karang. Setiap jenis karang yang berbeda mempunyai toleransi yang berbeda terhadap tingkat ketersediaan cahaya maksimum dan minimum. Hal ini merupakan penyebab utama variasi struktrur komunitas karang pada berbagai kedalaman. Terumbu karang terdapat di perairan dangkal antara 0-50 meter dengan dasar yang keras dan perairan yang jemih (Veron 1986). Bahkan karang pembentuk terumbu dapat tumbuh pada kedalaman 80 m pada pulau-pulau oceanic dengan perairan jemih, sebaliknya pada perairan yang kemh habitat karang ditemukan pada kedalaman 2 m (Ditlev 1980). Suhu optimum untuk pertumbuhan karang antara 23-29OC, tetapi beberapa karang dapat mentolerir suhu tinggi mencapai 40 C dengan periode

8 waktu yang terbatas (Lalli & Parsons 1995). Di perairan Indonesia, khususnya perairan Teluk Banten yang memiliki ekosistem terumbu karang, tercatat pada tahun memiliki kisaran rata-rata harian 29,6-30,4OC dan kisaran bulanan 28,9-30,8 "C (BBIS 2001) Suhu ekstrim akan mempengaruhi karang batu dalam proses reproduksi, metabolisme dan pembentukan kerangka kapur (Sukamo 1995). Dengan kenaikan suhu sebesar 10 C kegiatan metabolisme organisme yang diukur dengan konsumsi oksigen menjadi dua kali lipat. Beberapa spesies karang dapat bertahan terhadap suhu 14 C tetapi laju kalsifikasinya menjadi sangat menurun. Demikian pula dengan meningkatnya suhu &an menyebabkan metabolisme meningkat sampai mencapai laju kalsifikasi pada titik tertentu dan kemudian menurun sehingga pertumbuhan kerangka juga menurun (Tomascik 1991 ). Suhu diatas 33 C biasanya mendatangkan suatu gejala yang disebut pemutihan karang (bleaching), yaitu keluamya zooxanthellae dari jaringan karang secara paksa oleh hewan karang sehingga wama karang menjadi putih yang bila berlanjut dapat menyebabkan karang mati (Randal & Myers 1983). Pengaruh ENS0 di perairan Indonesia pada tahun 1983 telah meningkatkan suhu 2-3 C dari temperatur normal selama beberapa bulan menyebabkan bleaching yang luas sehingga mengakibatkan kematian karang (Brown & Suharsono 1990 dalam Veron 1995). Salinitas mempakan faktor lain yang membatasi perkembangan terumbu karang. Kisaran salinitas pertumbuhan karang di Indonesia antara (Coles & Jokiel 1992). Terumbu karang tidak terdapat pada perairan dekat muara sungai besar yang menerima masukan air tawar (Sumich 1996). Pergerakan air juga sangat penting untuk transportasi unsur hara, larva dan bahan sedimen. Arus penting untuk penggelontoran dan pencucian limbah dan untuk mempertahankan pola penggerusan dan penimbunan (Tomascik 1991). Pergerakan air dapat memberikan oksigen yang cukup, oleh sebab itu pertumbuhan karang lebih baik pada daerah yang mengalami gelombang yang besar daripada daerah yang tenang dan terlindung (Sukamo et al. 1983) Dari sekian banyak komponen limbah antara lain surfaktan, logam berat, bahan organik beracun dan bahan kimia, unsur hara nitrogen dan fosfor

9 mempakan faktor yang paling rnenentukan kemsakan terumbu karang (Tomascik 1991). Peningkatan konsentrasi unsur hara akan mernacu produktivitas fitoplankton dan alga bentik. Hal ini yang diindikasikan dengan peningkatan chlorophyll-a dan kekeruhan, pada akhimya mernacu populasi hewan filter dan detritus feeder. Pengaruh peningkatan populasi fitoplankton dan kekeruhan, kompetisi alga bentik serta toksitas fosfat secara bersamaan dapat menurunkan jumlah karang (Connell & Hawker 1992). Distribusi Terumbu Karang Distribusi karang secara vertikal dibatasi oleh kedalaman, dimana pertumbuhan, penutupan dan kecepatan tumbuh karang berkurang secara eksponensial dengan bertarnbahnya kedalaman. Faktor utarna yang mempengaruhi sebaran vertikal adalah intensitas cahaya, oksigen, suhu dan kecerahan air (Suharsono 1996). Sedangkan distribusi horizontal karang di dunia dibatasi oleh lintang, yakni antara 35" LU - 32" LS yang tersebar di laut dangkal di daerah tropis hingga subtropis (Suharsono, 1996). Distribusi horizontal terumbu karang memiliki korelasi dengan temperatur Wells (1954) dalam Veron (1995) mencatat keberadaan genera karang di daerah Indo-Pasifik sebagai berikut : a. Kebanyakan genera karang Indo-Pasifik terdistribusi dengan luas dan seragam, tetapi beberapa hanya ada dalam wilayah tertentu, dan genera yang lain terdistribusi luas tapi jarang ditemukan. b. Beberapa genera karang terdistribusi luas tetapi bukan pada habitat temmbu karang yang sebenarnya. c. Terdapat daerah-daerah Indo-Pasifik, dimana terbagi ke dalam kornposisi genera karang tertentu. d. Terdapat hubungan yang jelas antara keanekaragaman kontur genera karang dan temperatur pemukaan air. e. Keanekaragarnan genera karang di luar dari daerah Indo-Pasifik diindikasikan rendah. Veron (1995) menjelaskan lebih jauh mengenai distribusi spesies karang Indo-Pasifik dan membangun hipotesis, diantaranya adalah terdapat sentral keanekaragaman spesies di lndo-pasifik yang telah dibatasi oleh oleh kondisi

10 marginal di daerah terluarnya. Hipotesis lain dikemukakan Rosen (1984) dalam Veron (1995), bahwa batas utama dari distribusi karang adalah lintang dan sebagai kontrol utamanya adalah ternperatur dan iklim; dan secara regional adalah bujur yang dipengaruhi oleh kejadian geotektonik. Selanjutnya Newell (1971) dalam Veron (1995) berpendapat bahwa karang memiliki penyebaran yang kosmopolitan di daerah Indo-Pasifik temtarna ditandai adanya pembatasan secara fisiologi. Tiga daerah besar penyebaran temmbu karang di dunia yaitu Laut Karibia, Laut Hindia dan Indo-Pasifik (Veron 1995; Suharsono 1996). Menurut White (1987) mengemukakan bahwa di Asia Tenggara terdapat 30 % dari seluruh terumbu karang di dunia, pada umumnya berbentuk terumbu karang tepi. Selanjutnya Burke et al. (2002) memperkirakan Indonesia merniliki luas terumbu karang kira-kira km2 atau 51% dari luas terumbu karang yang ada di Asia Tenggara atau setara dengan 18 % dari luas temmbu karang dunia. Distribusi karang di Indonesia lebih banyak terdapat di sekitar pulau Sulawesi, Laut Flores dan Banda. Distribusi karang di sepanjang pantai timur Sumatera dan Kalirnantan Barat dan Selatan dibatasi adanya sedimentasi yang tinggi dibawa oleh aliran sungai. Demikian juga distribusi karang sepanjang pantai utara pulau Jawa dipengamhi adanya sedimentasi yang tinggi. Selanjutnya dikatakan bahwa karang tumbuh dan berkembang dengan baik di daerah Sulawesi pada umumnya dan Sulawesi Utara pada khususnya karena adanya arus lintas Indonesia yang mengalir sepanjang tahun dari lautan Pasifik (Suharsono 1996) Komunitas Karang Scleractinia Bentuk Pertumbuhan Karang Menurut UNEP (1984) karang rnempunyai beberapa bentuk-bentuk perturnbuhan karang yaitu : 1. Bentuk bercabang (branching) Memiliki cabang dengan ukuran lebih panjang dibandingkan ketebalannya, percabangan kecil, pendek atau lebar. 2. Bentuk tanduk (staghorn)

11 Karang bercabang dengan cabang yang tebal dan berbentuk jari. Ujung dari cabangnya memncing, biasanya putih atau pucat dibandingkan cabang yang lain, merniliki lubang yang besar untuk polipnya. 3. Bentuk padat (massive) Berbentuk bongkahan seperti bola dari ukuran telur hingga seukuran mmah. Jika pada bagian tertentu mati maka mereka akan membentuk tonjolan yang tidak beraturan. Pada peraimn yang dangkal jika bagian atas yang mati akan membentuk cincin. Permukaan karang halus atau terdapat tonjolan kecil atau besar seperti tombol. 4. Bentuk kerak (encrusting) Karang yang tumbuh seperti lapisan tipis yang melekat atau mengerak pada permukaan terumbu, memiliki permukaan yang kasar dan keras seperti karang lain, dengan lubang-lubang kecil atau rongga untuk binatang karang. 5. Bentuk meja (tabulate/jlat) Karang yang permukaannya lebar dan rata seperti meja, biasanya dengan sedikit percabangan kecil yang menonjol, ditopang oleh sebuah batang yang tegak di tengahnya atau berhimpitan seperti rak susun atau menempel pada dinding membentuk siku. 6. Bentuk daun yang tegak (erect foliose) Karang tumbuh seperti lembaran yang datar atau berbentuk lempenganlempengan yang berdiri tegak pada terumbu. Lembaran-lembaran tersebut dapat halus, berlipatan atau lipatan yang mengumpul dan berhimpitan. 7. Bentuk mangkok (cup-shape) Karang yang tumbuh pada temmbu berbentuk mangkok atau pot-pot. Karang tersebut tidak sama persis seperti bentuk mangkok yang sempuma sehingga dapat digolongkan sebagai bentuk daun yang menegak (erect foliose). 8. Bentuk jamur (mushroom) Karang yang tumbuh melingkar atau berbentuk oval atau seperti lempengan yang lepas di dasar dan nampak seperti jamur, memiliki tonjolan di punggungnya dari tepi hingga ke bagian tengah mulutnya. Menurut Veron (1986) setiap jenis karang mempunyai respon yang spesifik terhadap karakteristik lingkungannya. Faktor lingkungan seperti

12 kedalaman (ketersedian cahaya), kuat arus dan gelombang dapat mempengaruhi bentuk pertumbuhan karang. Morfologi kerangka karang merupakan hasil jadi dari bentuk-bentuk pertumbuhan koloni karang. Beberapa istilah yang digunakan untuk menggambarkan bentuk pertumbuhan karang yaitu massive (sama dalam semua dimensi), columnar (berbentuk tonggak), encrusting (melekat pada substat atau mengerak), branching (seperti pohon bercabang atau seperti jari-jarii), foliaceous (seperti daun), laminar (seperti lempengan), dan free-living (hidup lepas dari substrat). Sementara itu, English et al. (1997) dan GCRMN dalam C-Nav (2000), menggolongkan karakteristik morfologi karang keras ke dalam kategori penentuan l$eform yaitu bentuk digitate (jari), branching (bercabang), tabulate (meja), encrusting (mengerak), massive (bongkahan padat), submassive, foliose (daun) dan mushrom (jamur). Komunitas Karang pada Biotop Terumbu Struktur dan komposisi komunitas karang pada suatu kawasan terumbu, berbeda-beda mulai dari puncak terumbu, kemiringan terumbu ke arah laut lepas clan pada rataan terumbu yang mengarah ke, daratan (Barnes & Hughes 1999). Adanya keragaman kondisi lingkungan menyebabkan variabilitas phenotif yang sangat tinggi, dan ecomorph &pat terbentuk pada tenunbu yang berbeda atau pa& terumbu yang sama tetapi berbeda zona. Koloni-koloni karang membentuk morfologi yang beragam dalam hal pewarnaan dan ukuran koralitnya (Veron 1995). Adanya keragaman morfologi yang dipengaruhi oleh faktor lingkungannya dapat dilihat pada Gambar 4 berikut. Gambar 4 Adaptasi morfologi karang Pocillopora pada berbagi tipe habitat (Veron 1996).

13 Pada Tabel 1 dan Gambar 5 berikut, karakteristik struktur komunitas karang berdasarkan tutupan karang, indeks keanekaragaman, jumlah genera dan jenis serta kontribusi penutupan oleh bentuk pertumbuhan yang dominan pada berbagai zona terumbu. Tabel 1 Karakteristik struktur komunitas karang pada berbagai zona terumbu di Apo Mindoro Filipina (Ross & Hudgson 1981) Parameter struktur komunitas Zonasi terumbu Jumlah c (%) H' Koloni Genera Spesies Daerah rataan yang terlindung 41,3 0, Rataan terumbu 32,s 1, Puncak terumbu 41,O 1, Rataan tepi terumbu 35,3 2, Tubir bagian atas 46,2 2, Tubir bagian bawah 35,O 2, Penampang tubir 16,O 2, Keterangan : H' = H' genera, berbasis logaritma natural (In) :h L-. I'. TI-'.."I - -2; -1r *a<. i --a?.p-s*, *.a' - Z - W,. I _,'.t6-w~nss i- " x s$omud!a~.o%,~m DStANCE FR)Y SMPE (ml Gambar 5 Zonasi terumbu karang di Apo Mindoro Filipina (Ross & Hudgson, 1981) a Profil tenunbu yang dibagi menjadi 7 biotop. b. Profil total tutupan karang berdasarkan zonasi biotop dan kontribusi penutupan biotop oleh bentuk karang yang dominan. Pada Gambar 6 menunjukkan adanya perbedaaan bentuk ecomorph karang berdasarkan tekanan fisik gelombang pada terumbu di kepulauan Solomon. Biotop terumbu didominasi oleh kebanyakan spesies oportunis yang memiliki percabangan, pecah. pertumbuhan cepat dan mampu bertahan pada saat gelombang Beberapa spesies kunci pada terumbu Indo-Pasifik diantaranya

14 Pocillopora, Millepora dan karang dari famili Acroporidae seperti A. hyacinthus, A. cunaeta, A. humulis, A. digitifera, A. hebes, A. formosa dan A. palifera (Done 1983 dalam Sorokin 1993). Karang yang memiliki bentuk pertumbuhan massive dan merayap seperti Porites, kelompok Faviid seperti Favia, Goniasfreai, karang dari genera Galarea, Pavona, Psammacora dan Plarygyra yang mampu bertahan pada tekanan fisik gelombang Sementara itu pada surf zone di rataan terumbu Atlantik yang ter-expose, karang Sfylophora mamillata, Echinopora gemmaceae, A. pulchra mampu beradaptasi dan bertahan pada periode ter-expose selama 60 jamhulan dengan rentang periode 1-4 jam/hari. Namun demikian karang tersebut tidak dapat menahan aksi gelombang pecah (Ditlev 1978 dalam Sorokin 1993). Keterangan : 1. Zona terlindung dari aksi gelombang; 2. Zona pada laguna di rataan dan zona penompang pada bagian luar tubiu dengan tekanan aksi gelombang tingkat sedang; 3. Zona pada bagian luar yang menghadap angin di bawah pemukaan air pada rataan temmbu dengan tingkat tekanan gelombang yang kuat; 4. Zona pada rataan temmbu yang ter-expose menghadap angin dengan tingkat tekanan gelombang yang maksimum (Morton 1974 dalam Sorokin 1993). Gambar 6 Distribusi ekomorfologi beberapa karang oportunis pada terumbu di kepulauan Solomon berdasarkan pengaruh tingkat tekanan hidrodinamik. Pada zona rataan terumbu yang masih terendam pada saat surut terendah dan berhadapan dengan tekanan gelombang dengan tingkat sedang memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi. Dominasi bentuk columnar (pelat tegak), massive clan daun dari genera Porites, Goniastrea, Galarea, Favia dan

15 Montipora. Selain itu karang yang memiliki percabangan diwakili oleh Acropora, Pocillopora, Seriatopora dan Millepora (Taylor 1968; Grigg 1983; Potts et al dalam Sorokin 1993). Pada bagian luar tubir, dengan kondisi tekanan fisik yang lemah, keragaman spesies dan jumlah total spesies biasanya maksimum, umumnya dihuni oleh koloni-koloni karang massive, pelatlgada dan bentuk daun (Gambar 6). Di zona ini pada karang Indo-Pasifik umumnya Porites, Pectinia, Symphyllia, Coscinarea, Merulina, Montipora, Goniastrea, Hydnophora dun Echinopora (Done 1983; Sheppard 1980, 1982 dalam Sorokin 1993) Namun demikian karang-karang percabangan seperti Pocillopora, SZyZophora, Seriatopora dan kelompok Acropora juga dapat dijumpai pada zona ini. Paktor yang Mengontrol Struktur Komunitas Menurut Sorokin (1993) distribusi taksa karang pada biotop dasar terurnbu merupakan refleksi statik dari struktur komunitas, karena hal ini dianggap sebagai hasil dui proses-proses stochastic dari rekrutmen, pertumbuhan, kemarnpuan bertahan hidup dari individu, dan keseimbangan hubungan sosio-ekologi antara populasi spesifik karang serta antara karang dengan lingkungannya. Faktor-faktor yang mengontrol distribusi karang menurut m ~ adalah g : 1. Vektor gradien tekanan parametet fisik seperti ombak, arus, tinggi pasang, konsentrasi nutrien, cahaya dan kekeruhan air. 2. Faktor-faktor sosial seperti formasi monospesifik, interspesifik karang atau kelompok-kelompok yang bereproduksi secara biseksual. 3. Hubungan-hubungan interorganismik seperti komensalime, simbiosis, antagonisme, pemangsaaan predator. 4. Beberapa kejadian stochastic yang ekstrim seperti badai topan, banjir, serangan Acanfhasfer. 5. Pengamh kerusakan anthropogenic. Lingkungan fisik berperan dalam menentukan komposisi komunitas karang, sedangkan lingkungan biologi berperan dalam membentuk kekayaan jenis. Keanekaragarnan ini bisa tejadi hanya setelah tercapainya keseimbangan suatu seri ekologis; tidak hanya keseimbangan antar organisme karang, tetapi juga antara karang dengan organisme lainnya, termasuk predator dan parasit, dan juga

16 antara organisme lainnya yang mempunyai hubungan langsung dengan karang, seperti keseimbangan antara ikan-ikan herbivora dan alga makro (Veron, 1986). Hubungan Sedimentasi dengan Karang Batu Sedimentasi Sedimen dihasikan oleh proses iklim melalui proses hancuran mekanik dan kimia dari batuan seperti granit atau dari dasar laut dalam bentuk partikel yang dipindahkan oleh udara, air atau es. Partikel-partikel tersebut berasal dari organik dan anorganik (Pinet 2000). Sedimen yang menutupi dasar perairan memiliki berbagai variasi dalam bentuk partikel komposisi ukuran, sumber atau asal sedimen. Material yang lebih besar dan lebih berat akan diendapkan lebih cepat pada daerah yang relatif dekat dengan pantai dibandingkan material halus yang terbawa oleh arus dan gelombang ke laut lepas (Davis 1991). Menurut Neumann dan Pierson (1966), sedimen yang menutupi dasar laut dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok utama yaitu sedimen litoral dan sedimen pelajik. Sediien litoral merupakan endapan dekat pantai yang berasal dari daratan seperti fragmen-hgmen batuan, pasir kasar dan halus, lumpur dan hat. Sedimen pelajik menutupi hampir dua pdrtiga kulit bud terdiri dari sisa-sisa bahan organik maupun debu yang tertiup angin. Sedimen ini terbentuk di laut dan terendapkan di lepas pantai. Pada Tabel 2 dapat diliit klasifikasi sedimen berdasarkan ukuran butiran sedimen dalam skala Wentworth (Pinet 2000; Murdoch & Ascue 1995). Sedangkan klasifikasi sedimen berdasarkan cara pembentukannya atau asal sumber endapan dapat digolongkan ke dalam 5 kategori yaitu sedimen terrigenous, biogenic, authigenic, volcanogenic dan cosrnogenous (Pinet 2000). 1. Sedimen terrigenous Jenis pasir dan lumpur berupa butiran kasar hingga halus yang dihasilkan dari proses iklirn, erosi damtan dan batuan. 2. Sedimen biogenic Tipe kapur dengan komposisi kalsium karbonat dan lumpur silika dari butiran halus hingga kasar yang berasal dari potongan organisme seperti moluska dan hancuran kerangka.

17 3. Sedimen authigenic Partikel dari pengendapan kimia atau reaksi biokimia di dasar laut seperti mangan dan fosfat. 4. Sediien volcanogenic Partikel yang dikeluarkan dari gunung berapi seperti abu. 5. Sedirnen cosrnogenous Partikel sangat halus berasal dari angkasa dan cenderung bercampur dengan sediien terrigenous dan biogenic. Tabel 2 Klasifikasi ukuran butiran sedimen berdasarkan skala Wentworth Ti~e Sedirnen Diameter (mm) Boulder (batu besar) Cobble (batu kecil) Pebble (kerikil) Granule (butiran) Very coarse (pasir sangat kasar) Coarse (pasir kasar) Medium (pasir sedang) Fie (pasir halus) Very fine (pasir sangat halus) Silt (lumpur) Clay (liat) Koloid i Sumber : Pinet (2000); Murdoch dan Ascue (1995). Proses sedimentasi di perairan meliputi rangkaian pelepasan (detachment), penghanyutan (transportation) dan pengendapan (deposition) dari partikelpartikel sedimen. Proses penghanyutan tersebut meliputi 4 cam yaitu butiran dalam bentuk tersuspensi (suspension), melompat (saltation), berputar (rolling) dan menggelinding (sliding). Selanjutnya butiran-butiran tersebut mengendap akibat aliran air yang tidak dapat mempertahankan geraknya (Friedman & Sanders 1978). Selanjutnya Dyer (1986), menjelaskan bahwa proses sedimentasi di perairan dipengaruhi oleh dinamika perairan seperti pasang surut, gelombang, arus menyusur pantai, percampuran massa air akibat perbedaan densitas air tawar dan air laut, proses biologi dan kimia perairan. Selain itu proses sedimentasi juga dipengaruhi oleh sifat-sifat sedimen seperti ukuran, bentuk dan densitas dari butiran sedimen.

18 Faktor penting yang menentukan suatu endapan seamen alami adalah distribusi ukuran partikel dan kondisi-kondisi energi pada beberapa lokasi pengendapan. Interaksi kedua faktor menghasilkan sifat endapan sedimen. Pada garis pantai dipengaruhi oleh gelombang dan tingginya energi suspensi, rnemindahkan semua sedimen halus dan diikuti oleh sebagian besar pasir kasar dan sedang serta gravel yang diendapkan pada pantai dan dekat zona pantai. Pada bagian luar pantai dari zona pantai, penurunan energi gelombang yang disebabkan oleh bertambahnya kedalaman. Penman energi di dasar perairan seiring dengan bertambahnya kedalaman dan secara sistematik penman ukuran butiran menjauhi pantai (Pinet 2000). Pengaruh Sedimentasi Terhadap Karang Keberadaaan sedimen di perairan terumbu karang berasal dari erosi karang itu sendiri secara fisik maupun biologi (carbonat sediment). Selain itu sedimen yang berasal dari daratan (terrigeneous sediment) sebagai akibat aktivitas manusia seperti pembangunan dikawasan pesisir, pertambangan, pembukaan hutan, pembukaan areal tambak dan pertanian. Kondisi perairan yang mengalami sedimentasi menuntut beberapa jenis biota karang meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap tekanan lingkungan untuk mempertahankan hidupnya. Kemampuan karang terhadap pengendapan sedimen pada permukaan koloninya melalui lima mekanisme; penolakan pasif, polip mengembang oleh masuknya air, pergerakan tentakel dan cillia serta produksi mucus. Kemampuan karang untuk menolak sedimen dibatasi oleh ukuran koloni karang dan besarnya ukuran partikel sedimen. Pada koloni yang kecil proses penolakan sedimen lebih efisien dibandingkan dengan koloni yang lebih besar. Pasir dan partikel hdus (<62 pm) adalah partikel yang terbesar yang dapat dipindahkan secara efektif oleh beberapa spesies (Connell & Hawker 1992). Pemindahan tersebut melalui mekanisme polip yang mengembang atau pergerakan tentakel yang ikuti gerakan lemah dari cinia dapat dilihat pada pada Gambar 7 berikut ini.

19 (a) (b) (c) Gambar 7 Mekanisme penolakan sedimen : (a). pergeseran dari bagian atas corallum, (b) pergerakan oleh cillia dan produksi mucus (c) polip yang mengembang (Schuhmacher 1977) Sensitivitas spesies karang terhadap sedimentasi kebanyakan dibatasi oleh karakteristik perangkap partikel dari koloni terhadap partikel dan kemampuan polip individu untuk menolak endapan sedimen. Koloni-koloni karang yang berlapis mendatar dan bentuk pertumbuhan massive mewakili permukaa. besar yang stabil untuk menahan padatan-padatan yang mengendap. Sebaliknya, koloni berlapis tegak dan bentuk bercabang yang tegak lurus kurang mampu menahan sedimen. Koloni-koloni yang cembung dan polip-polip yang tinggi tidak mudah terkena akumulasi sedimen daripada bentuk pertumbuhan lain (Connell & Hawker 1992). Pada Gambar 8 berikut, karang Acropora dan Turbinaria yang berbentuk corong, pada pergerakan masa air yang lambat dapat menjadi perangkap yang mengakurnulasi sedimen pada pusatnya sehingga dapat mematikan jaringan di bawahnya. Tetapi di sisi lain corong semua jaringan karang tetap terpelihara, berfotosintesis dan masih dapat menangkap makanan. Sedangkan pada pergerakan air yang cepat bentuk corong menciptakan pusaran air dan pergantian aliran masa air sehingga dapat melepaskan dan mengosongkan akumulasi sedimen pada karang. Koloni karang berbentuk corong ini dominan di perairan Afrika Selatan terutama pada area dengan pergerakan air yang lambat dan cepat di (Reigl er al. 1996).

20 Arah - arus *z: , re:---. Pusaran air dan arah keluar yang melepaskan sedimen dari pusat corong \ '., - ~. Arah transpor sedimen dari corong daerah akumulasi dan pemindahan sedimen Gambar 8 Model pemindahan sedimen pada karang yang berbentuk corong (Reigl et a/. 1996) Sedimentasi rnengakibatkan pertumbuhan terganggu karena menurunnya ketersediaan cahaya, abrasi dan meningkatnya pengeluaran energi selama penolakan terhadap sedimen. Gangguan penetrasi cahaya akibat kekeruhan yang tinggi yaitu terbatasnya fotosintesis zooxanrhellae dan secara tidak langsung membatasi pertumbuhan karang. Energi yang digunakan untuk pertumbuhan dan reproduksi berkurang karena dipindahkan untuk aktivitas-aktivitas penolakan terhadap sedimen sehingga polip karang tidak dapat menangkap plankton secara efektif (Connell & Hawker 1992). Adanya. partikel sedimen tersuspensi pada karang juga mengakibatkan abrasi pada permukaan karang akibat hilangnya mucus dan mati lemas (Muskatine 1973 dalam Yamazato 1986). Secara mum karang tumbuh di perairan dekat pantai lebih lebih toleran terhadap konsentrasi tinggi sedimen tersuspensi daripada spesies yang hidup di perairan lebih dalam padafiinging reef yang menghadap laut (Pastorok & Bilyard 1985; Robert & Muray 1995 dalam Rehm Team 1997). Karang batu dapat mentolerir masukan sedimen dalam jangka waktu pendek selama beberapa hari, tetapi sedimentasi dan kekeruhan tinggi akan mengurangi jumlah zooxanthellae, polip yang mengembang, atau sekresi mucus yang abnormal. Karang lebih toleran terhadap masukan sedimen dalam waktu pendek daripada pada kondisi kekeruhan tinggi secara terus menerus (Connell & Hawker 1992). Pada Gambar 9 disajikan bagaimana pengaruh sedimentasi terhadap zonasi karang. Sedangkan pada Gambar 10 mendekripsikan diagram pengaruh energi gelombang, kecepatan arus dan kecerahan perairan terhadap sebaran vertikal karang dan bentuk perhmbuhannya.

21 - - 4 Increasing sedimentation Keterangan : Kondisi kesehatan terumbu umumnya memperlihatkan penetapan suatu wnasi karang dimana faktor energi gelombang mengontrol karang yang dominan (A) Suplai aliran sedimen pada permukaan karang dapat menguburlmenutupi terumbu, (B) Pada batas zona forereef; karang dijumpai pada kedalarnan yang lebih dangkal sebagai suatu respon terhadap penurunan tingkat pencahayaan. Demikian juga pada zona-zona backreef kehadirannya merupakan respon terhadap peningkatan masukan sedimen, (C) Zonasi karang yang dibatasi oleh sedimentasi Gambar 9 Pengaruh sedimen terhadap terumbu karang (Birkeland 1997). Gambar 10 Diagram pengaruh energi gelombang dan kejernihan perairan pada zonasi terumbu Karibia (Adey & Burke 1977 dan Grauss et a dazam Birkeland 1997) Sedimen di perairan terumbu karang dapat mempengaruhi kornunitas ekologi dan komposisi terumbu karang (Stafford-Smith 1993 dalam Barnes & Lough, 1999). Beberapa jenis karang memiliki toleransi dengan adanya kekeruhan dan sedimentasi. Hasil penelitian di perairan Tanjung Jati Jepara yang mengalami sedimentasi ditemukan adanya dominasi dari jenis Porites dan Goniopora (Hutomo & Mudjiono 1990). Karang Porites astreoides dan Siderastrea siderea

22 di Karibia merupakan jenis yang toleran terhadap masukan sedimen. Masukan sedimen yang berlangsung selama tiga dekade terakhir yang berasal pemukiman penduduk dan masukan sungai telah merubah struktur komunitas karang Poerto Rico dari karang pembentuk utama terumbu menjadi koloni sekunder yang terpencar dan areanya menjadi tipe hardground. Pada karang Montustrea annularis terjadi penurunan penutupan secara signifikan pada terumbu dengan materi sedimen terrigeneous yang tinggi (Torres & Morelock 2002). Sedimentasi yang terjadi di Thailand pada kawasan Teluk Bang Tao bagian utara yang bersumber dari penambangan timah dan pengerukan di kawasan teluk telah menghasilkan sejumlah tailing dan plume sedimen yang terbawa ke kawasan terumbu karang. Kematian karang urnumnya disebabkan oleh lumpur yang menutupi permukaan karang sehingga mengurangi penutupan karang hidup. Pada daerah tubir di jumpai penutupan karang berkisar %, rataan tepi terumbu berkisar % dan rataan terumbu berkisar 3-6 % (Changsang et al. 1981). Pada Tabel 3 dapat dilihat variasi tingkat dampak terhadap komunitas komunitas karang. Tabel 3 Variasi tingkat dampak sedimentasi terhadap komunitas karang Laju sedimentasi Tingkat Dampak (mg/cm2/hari) Ringan hingga sedang Pengurangan kepadatan Pembahan bentuk tumbuh 1-10 Penurunan laju pertumbuhan Kemungkinan penurunan rekrutmen Kemungkinan penman dalam jumlah spesies Sedang hingga berat Pengurangan kepadatan secara besar-besaran Penman sangat hebat laju pertumbuhan Penu~nan rekrutmen Penu~nan jumlah spesies Kemungkinan invasi oleh spesies oportunis Sangat berat hingga catastrophic Pengurangan kepadatan secara drastis Degradasi hebat dari komunitas Beberapa spesies menghilang > 50 Beberapa koloni karang mati Penurunan secara hebat rekrutmen Regenerasi karang menurun atau terhenti Invasi oleh spesies oportunis Sumber : Pastorok & Bilyard (1985) dalam Connell & Hawker (1992)

23 Hasit penelitian di Guam, suatu komunitas karang yang miskin mendapat masukan sedimen rata-rata mglcrn2ihari ditemukan kurang dari 10 spesies dengan penutupan substrat padat kurang dari 2 %. Sebaliknya pada komunitas yang kaya dengan rata-rata laju sedimentasi 5-32 mglcm2ihari ditemukan lebih dari 100 jenis karang dengan penutupan subtrat padat 12 %. Spesies richness, persentase penutupan dan rata-rata ukuran koloni karang merupakan kebalikan hubungan dengan laju sedimentasi (Connell & Hawker 1992).

macroborer seperti polychae~a, sponge dan bivalva yang mengakibatkan bioerosi PENDAHULUAN

macroborer seperti polychae~a, sponge dan bivalva yang mengakibatkan bioerosi PENDAHULUAN PENDAHULUAN Latar Belakang Terumbu karang mempakan habitat laut yang penting di perairan tropis yang berfungsi sebagai tempat hidup dan berlindung, mencari makan, memijah dan berkembang biak serta sebagai

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem laut dangkal yang terbentuk dari endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang dihasilkan terutama

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terumbu Karang Karang pembentuk terumbu karang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terumbu Karang Karang pembentuk terumbu karang 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terumbu Karang 2.1.1. Karang pembentuk terumbu karang Sebagian besar karang keras merupakan anggota dari kelas Anthozoa dari Filum Cnidaria. Hanya dua famili yang berasal dari

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Wilayah Penelitian Wilayah tempat substrat batu berada bersampingan dengan rumah makan Nusa Resto dan juga pabrik industri dimana kondisi fisik dan kimia perairan sekitar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tercemar adalah plankton. Plankton adalah organisme. mikroskopik yang hidup mengapung atau melayang di dalam air dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tercemar adalah plankton. Plankton adalah organisme. mikroskopik yang hidup mengapung atau melayang di dalam air dan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Plankton Salah satu organisme yang dapat berperan sebagai bioindikator perairan tercemar adalah plankton. Plankton adalah organisme mikroskopik yang hidup mengapung atau melayang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA Oleh: WIDYARTO MARGONO C64103076 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang Ekosistem terumbu karang adalah ekosistem daerah tropis yang memiliki keunikan dan keindahan yang khas yang pemanfaatannya harus lestari. Ekosistem terumbu

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Cara Makan dan Sistem Reproduksi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Cara Makan dan Sistem Reproduksi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Suharsono (1996) menyatakan karang termasuk binatang yang mempunyai sengat atau lebih dikenal sebagai cnidaria (Cnida = jelatang) yang dapat menghasilkan kerangka

Lebih terperinci

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) Benteng, Selayar 22-24 Agustus 2006 TRANSPLANTASI KARANG Terumbu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terumbu adalah serangkaian struktur kapur yang keras dan padat yang berada di dalam atau dekat permukaan air. Sedangkan karang adalah salah satu organisme laut yang tidak

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekosistem Terumbu Karang

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekosistem Terumbu Karang 7 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang 2.1.1 Biologi Karang Terumbu karang (coral reef) merupakan organisme yang hidup di dasar laut dangkal terutama di daerah tropis. Terumbu adalah endapan-endapan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Pulau Karya Tabel 2. Data parameter fisika dan kimia lokasi transplantasi di perairan Pulau Karya bulan September 2010 sampai dengan Juli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan salah satu kawasan pesisir terletak di wilayah bagian utara Jakarta yang saat ini telah diberikan perhatian khusus dalam hal kebijakan maupun

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

B. Ekosistem Hutan Mangrove

B. Ekosistem Hutan Mangrove B. Ekosistem Hutan Mangrove 1. Deskripsi merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh di daerah pasang surut pantai berlumpur. umumnya tumbuh

Lebih terperinci

JAKARTA (22/5/2015)

JAKARTA (22/5/2015) 2015/05/22 14:36 WIB - Kategori : Artikel Penyuluhan SELAMATKAN TERUMBU KARANG JAKARTA (22/5/2015) www.pusluh.kkp.go.id Istilah terumbu karang sangat sering kita dengar, namun belum banyak yang memahami

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem

Lebih terperinci

2.2. Struktur Komunitas

2.2. Struktur Komunitas 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Anemon laut merupakan hewan invertebrata atau hewan yang tidak

2. TINJAUAN PUSTAKA. Anemon laut merupakan hewan invertebrata atau hewan yang tidak 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemon Laut Anemon laut merupakan hewan invertebrata atau hewan yang tidak memiliki tulang belakang. Anemon laut ditemukan hidup secara soliter (individual) dengan bentuk tubuh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan Selat merupakan perairan relatif sempit yang menghubungkan dua buah perairan yang lebih besar dan biasanya terletak di antara dua daratan

Lebih terperinci

Sistematika dan Teknik Identifikasi Karang

Sistematika dan Teknik Identifikasi Karang Sistematika dan Teknik Identifikasi Karang (Oleh: Ofri Johan M.Si.) * Keahlian identifikasi karang hingga ke tingkat spesies masih tergolong langka di Indonesia. Berbeda dengan identifikasi pada ikan karang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekosistem Terumbu Karang Biologi karang

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekosistem Terumbu Karang Biologi karang 5 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang 2.1.1 Biologi karang Terumbu karang merupakan endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang terutama dihasilkan oleh hewan karang dengan

Lebih terperinci

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan ix M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah ini merupakan cabang dari ekologi dan Anda telah mempelajarinya. Pengetahuan Anda yang mendalam tentang ekologi sangat membantu karena ekologi laut adalah perluasan

Lebih terperinci

PENGENALAN BENTUK PERTUMBUHAN KARANG DAN STRUKTUR RANGKA KAPUR KARANG

PENGENALAN BENTUK PERTUMBUHAN KARANG DAN STRUKTUR RANGKA KAPUR KARANG PENGENALAN BENTUK PERTUMBUHAN KARANG DAN STRUKTUR RANGKA KAPUR KARANG 1. Pembentukan Terumbu Karang Pembentukan terumbu karang merupakan proses yang lama dan kompleks. Berkaitan dengan pembentukan terumbu,

Lebih terperinci

KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN

KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN Miswar Budi Mulya *) Abstract The research of living coral reef

Lebih terperinci

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA http://7.photobucket.com Oleh: Rizka Widyarini Grace Lucy Secioputri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perairan Indonesia Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan samudera Hindia dan mempunyai tatanan geografi laut yang rumit dilihat dari topografi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Bintan Pulau Bintan merupakan salah satu pulau di kepulauan Riau tepatnya di sebelah timur Pulau Sumatera. Pulau ini berhubungan langsung dengan selat

Lebih terperinci

Penentuan batas antar komunitas tidak mudah Zona transisi dengan lingkungan tertentu Proses perubahan secara gradual struktur komunitas disebut

Penentuan batas antar komunitas tidak mudah Zona transisi dengan lingkungan tertentu Proses perubahan secara gradual struktur komunitas disebut KOMUNITAS Komunitas beragam struktur biologinya Diversitas meliputi dua aspek : > Kekayaan Jenis > Kemerataan Komunitas memiliki struktur vertikal Variasi Spatial struktur komunitas berupa zonasi. Penentuan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem klasifikasi bagi karang lunak Sinularia dura adalah sebagai berikut

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem klasifikasi bagi karang lunak Sinularia dura adalah sebagai berikut 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karang Lunak Sinularia dura Sistem klasifikasi bagi karang lunak Sinularia dura adalah sebagai berikut : (Hyman, 1940; Bayer 1956 in Ellis and Sharron, 2005): Filum : Cnidaria Kelas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Kondisi alami sampel karang berdasarkan data (Lampiran 1) dengan kondisi tempat fragmentasi memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Erosi adalah lepasnya material dasar dari tebing sungai, erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL Oleh : Nurul Dhewani dan Suharsono Lokakarya Muatan Lokal, Seaworld, Jakarta, 30 Juni 2002 EKOSISTEM LAUT DANGKAL Hutan Bakau Padang Lamun Terumbu Karang 1 Hutan Mangrove/Bakau Kata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Parameter fisika dan kimia perairan sangat mempengaruhi kehidupan biota laut khususnya terumbu karang. Parameter yang tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI CITRA KARANG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN: KASUS FAMILY POCILLOPORIDAE RONI SALAMBUE

IDENTIFIKASI CITRA KARANG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN: KASUS FAMILY POCILLOPORIDAE RONI SALAMBUE IDENTIFIKASI CITRA KARANG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN: KASUS FAMILY POCILLOPORIDAE RONI SALAMBUE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia

Lebih terperinci

KLASIFIKASI CNIDARIA. By Luisa Diana Handoyo, M.Si.

KLASIFIKASI CNIDARIA. By Luisa Diana Handoyo, M.Si. KLASIFIKASI CNIDARIA By Luisa Diana Handoyo, M.Si. Tujuan pembelajaran Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan mampu : Menjelaskan klasifikasi Cnidaria Menjelaskan daur hidup hewan yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Pantai 2.1.1. Pengertian Pantai Pengertian pantai berbeda dengan pesisir. Tidak sedikit yang mengira bahwa kedua istilah tersebut memiliki arti yang sama, karena banyak

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang. Padang lamun berada di daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan

Lebih terperinci

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelecypoda merupakan biota bentik yang digunakan sebagai indikator biologi perairan karena hidupnya relatif menetap (sedentery) dengan daur hidup yang relatif lama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terumbu karang untuk berkembangbiak dan hidup. Secara geografis terletak pada garis

I. PENDAHULUAN. terumbu karang untuk berkembangbiak dan hidup. Secara geografis terletak pada garis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis memiliki iklim tropis dan perairannya lumayan dangkal, sehingga menjadi tempat yang optimal bagi ekosistem terumbu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2) PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Perairan Indonesia. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak diantara samudera

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Perairan Indonesia. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak diantara samudera II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perairan Indonesia Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak diantara samudera Pasifik dan samudera Hindia dan mempunyai tatanan geografi laut yang rumit dilihat dari topografi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA

EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA Tipologi ekosistem laut tropis Mangrove Terumbu Lamun Pencegah erosi Area pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem terbesar kedua setelah hutan bakau dimana kesatuannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini II. TINJAIJAN PliSTAKA Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton adalah organisme mikroskopis yang hidup melayang bebas di perairan. Plankton dibagi menjadi fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton adalah organisme berklorofil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki

Lebih terperinci

COELENTERATA Coilos = rongga Enteron = usus. By Luisa Diana Handoyo, M.Si.

COELENTERATA Coilos = rongga Enteron = usus. By Luisa Diana Handoyo, M.Si. COELENTERATA Coilos = rongga Enteron = usus By Luisa Diana Handoyo, M.Si. COELENTERATA (= CNIDARIA) Cnido = penyengat Multiseluler Tubuh bersimetri radial Diploblastik (ektoderm dan endoderm) Diantara

Lebih terperinci

Parameter Fisik Kimia Perairan

Parameter Fisik Kimia Perairan Parameter Fisik Kimia Perairan Parameter Alat Kondisi Optimum Karang Literatur Kecerahan Secchi disk

Lebih terperinci

REHABILITASI TERUMBU KARANG TELUK AMBON SEBAGAI UPAYA UNTUK MEREDUKSI EMISI CARBON CO

REHABILITASI TERUMBU KARANG TELUK AMBON SEBAGAI UPAYA UNTUK MEREDUKSI EMISI CARBON CO Mangrove REHABILITASI TERUMBU KARANG TELUK AMBON SEBAGAI UPAYA UNTUK MEREDUKSI EMISI CARBON CO TERUMBU KARANG OLEH DANIEL D. PELASULA Pusat Penelitian Laut Dalam LIPI pelasuladaniel@gmail.com PADANG LAMUN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi dan Variasi Temporal Parameter Fisika-Kimiawi Perairan Kondisi perairan merupakan faktor utama dalam keberhasilan hidup karang. Perubahan kondisi perairan dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PENGERTIAN TANAH Pedosfer berasal dari bahasa latin yaitu pedos = tanah, dan sphera = lapisan. Pedosfer yaitu lapisan kulit bumi yang tipis yang letaknya

Lebih terperinci

EKOSISTEM. Yuni wibowo

EKOSISTEM. Yuni wibowo EKOSISTEM Yuni wibowo EKOSISTEM Hubungan Trofik dalam Ekosistem Hubungan trofik menentukan lintasan aliran energi dan siklus kimia suatu ekosistem Produsen primer meliputi tumbuhan, alga, dan banyak spesies

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumberdaya hayati, sumberdaya nonhayati;

TINJAUAN PUSTAKA. Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumberdaya hayati, sumberdaya nonhayati; 5 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Pulau Kecil Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km 2 (dua ribu kilometerpersegi) beserta kesatuan Ekosistemnya. Sumberdaya Pesisir dan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. WILAYAH. NASIONAL. Pantai. Batas Sempadan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Laut Belawan Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia yang berjarak ± 24 km dari kota Medan berhadapan dengan Selat Malaka yang sangat padat lalu lintas kapalnya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau datar yang melintang di barat daya Laut Jawa dan memiliki ekosistem terumbu karang, mangrove dan padang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir)

DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir) DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir) Adipandang Yudono 12 GEOLOGI LAUT Geologi (geology) adalah ilmu tentang (yang mempelajari mengenai) bumi termasuk aspekaspek geologi

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih 17.000 buah pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai hampir

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Tutupan Karang di Pulau Semak Daun Pulau Semak Daun dikelilingi oleh paparan pulau yang cukup luas (island shelf) hingga 20 kali lebih luas dari pulau yang bersangkutan

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan Desa Otiola merupakan pemekaran dari Desa Ponelo dimana pemekaran tersebut terjadi pada Bulan Januari tahun 2010. Nama Desa Otiola diambil

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan hidup rakyat melalui pembangunan di bidang industri, nampak memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan perairan pesisir dan laut karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak pada garis

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

Kondisi Eksisting Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Dok II Kota Jayapura Provinsi Papua

Kondisi Eksisting Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Dok II Kota Jayapura Provinsi Papua The Journal of Fisheries Development, Juli 2015 Volume 2, Nomor 3 Hal : 39-44 Kondisi Eksisting Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Dok II Kota Jayapura Provinsi Papua Triana Mansye Kubelaborbir 1 1 Program

Lebih terperinci

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi ikan adalah adalah pergerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain yang mempunyai arti penyesuaian terhadap kondisi alam yang menguntungkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kalsium karbonat (CaCO3) yang dapat dihasilkan oleh hewan karang bekerjasama

TINJAUAN PUSTAKA. kalsium karbonat (CaCO3) yang dapat dihasilkan oleh hewan karang bekerjasama II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian, Habitat, dan Tipe Terumbu Karang Terumbu karang merupakan ekosistem yang khas perairan tropis. Menurut Timotius (2003), terumbu karang merupakan struktur dasar lautan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau berbintil yang termasuk dalam filum echinodermata. Holothuroidea biasa disebut timun laut (sea cucumber),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

Filum Cnidaria dan Ctenophora

Filum Cnidaria dan Ctenophora Filum Cnidaria dan Ctenophora Filum CTENOPHORA dan CNIDARIA dikelompokkan dalam COELENTERATA (berasal dari kata coelos = rongga tubuh atau selom dan enteron = usus). Coelenterata hidupnya di perairan laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kijing, kaung-kaung, kapal kapalan, kedaung dan kemudi kapal. Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kijing, kaung-kaung, kapal kapalan, kedaung dan kemudi kapal. Menurut 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerang Hijau (Perna Viridis ) Kerang hijau (Perna virisis) memiliki nama yang berbeda di Indonesia seperti kijing, kaung-kaung, kapal kapalan, kedaung dan kemudi kapal. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas garis pantai yang panjang + 81.000 km (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2007), ada beberapa yang

Lebih terperinci

3,15 Very Fine Sand 1,24 Poorlysorted -0,21 Coarse-Skewed. 4,97 Coarse Silt 1,66 Poorlysorted -1,89 Very Coarse-Skewed

3,15 Very Fine Sand 1,24 Poorlysorted -0,21 Coarse-Skewed. 4,97 Coarse Silt 1,66 Poorlysorted -1,89 Very Coarse-Skewed BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sedimen dasar permukaan Hasil analisis sedimen permukaan dari 30 stasiun diringkas dalam parameter statistika sedimen yaitu Mean Size (Mz Ø), Skewness (Sk

Lebih terperinci