PENGENALAN BENTUK PERTUMBUHAN KARANG DAN STRUKTUR RANGKA KAPUR KARANG
|
|
- Sudirman Tan
- 9 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENGENALAN BENTUK PERTUMBUHAN KARANG DAN STRUKTUR RANGKA KAPUR KARANG 1. Pembentukan Terumbu Karang Pembentukan terumbu karang merupakan proses yang lama dan kompleks. Berkaitan dengan pembentukan terumbu, karang terbagi atas dua kelompok yaitu karang yang membentuk terumbu (karang hermatipik) dan karang yang tidak dapat membentuk terumbu (karang ahermatipik). Kelompok pertama dalam prosesnya bersimbiosis dengan zooxanthellae dan membutuhkan sinar matahari untuk membentuk bangunan dari kapur yang kemudian dikenal reef building corals, sedangkan kelompok kedua tidak dapat membentuk bangunan kapur sehingga dikenal dengan non reef building corals yang secara normal hidupnya tidak tergantung pada sinar matahari (Veron, 1986). Pembentukan terumbu karang hermatipik dimulai adanya individu karang (polip) yang dapat hidup berkelompok (koloni) ataupun menyendiri (soliter). Karang yang hidup berkoloni membangun rangka kapur dengan berbagai bentuk, sedangkan karang yang hidup sendiri hanya membangun satu bentuk rangka kapur. Gabungan beberapa bentuk rangka kapur tersebut disebut terumbu. 2. Formasi Terumbu Karang Formasi terumbu karang mengikuti topografi yang dibentuk oleh proses geologi alam. Pemahaman mengenai formasi terumbu karang memberikan informasi kecenderungan bentuk pertumbuhan yang mendominasi suatu zona dengan memperhatikan faktor jarak ekosistem terhadap daratan (pulau) ataupun terhadap laut lepas. Charles Darwin (1842) mengemukakan tiga perbedaaan formasi yang dikenal dengan teori penenggelaman (Subsidence Theory) : a. Terumbu karang tepi (Fringing Reef), yaitu terumbu karang yang terdapat di sepanjang pantai dan dalamnya tidak lebih dari 40 meter. Terumbu ini tumbuh ke permukaan dan ke arah laut terbuka. b. Terumbu karang penghalang (Barrier Reefs), berada jauh dari pantai yang dipisahkan oleh goba (lagoon) dengan kedalaman meter. Umumnya terumbu karang ini memanjang menyusuri pantai
2 c. Atol (atolls), yang merupakan karang berbentuk melingkar seperti cincin yang muncul dari perairan yang dalam, jauh dari daratan dan melingkari gobah yang memiliki terumbu gobah atau terumbu petak. Gambar tersebut dikutip dari White, 1987 dalam Panduan Pembentukan dan Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat Darwin mengemukakan bahwa formasi awal merupakan fringing reefs yang terbentuk di sekitar pulau. Jika pulau tersebut mengalami penurunan permukaan secara tektonik, fringing reefs akan berubah menjadi barrier Reefs. Apabila proses terus berlanjut, maka atolls akan terbentuk. Namun sebagai bahan pemikiran, Daly juga mengemukakan teory bahwa proses penurunan permukaan pulau tidak terjadi melainkan yang terjadi adalah penaikan permukaan. Pada proses penaikan permukaan terus terjadi sehingga daratan (pulau) lambat laun akan menghilang sehingga pada akhirnya membentuk atoll. 3. Bentuk Pertumbuhan Karang Karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan koloni yang berkaitan dengan kondisi lingkungan perairan. Berbagai jenis bentuk pertumbuhan karang dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, hydrodinamis (gelombang dan arus), ketersediaan bahan makanan, sedimen, subareal exposure dan faktor genetik. Berdasarkan bentuk pertumbuhannya karang batu terbagi atas karang Acropora dan non-acropora (English et.al., 1994). Perbedaan Acropora dengan non- Acropora terletak pada struktur skeletonnya. Acropora memiliki bagian yang disebut axial koralit dan radial koralit, sedangkan non-acropora hanya memiliki radial koralit. Skeleton Acropora Skeleton non-acropora Bentuk Pertumbuhan Karang non-acropora terdiri atas : A. Bentuk Bercabang (branching), memiliki cabang lebih panjang daripada diameter yang dimiliki, banyak terdapat di sepanjang tepi terumbu dan bagian atas lereng, terutama yang terlindungi atau setengah terbuka. Bersifat banyak memberikan tempat perlindungan bagi ikan dan invertebrata tertentu.
3 B. Bentuk Padat (massive), dengan ukuran bervariasi serta beberapa bentuk seperti bongkahan batu. Permukaan karang ini halus dan padat, biasanya ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang dan bagian atas lereng terumbu. C. Bentuk Kerak (encrusting), tumbuh menyerupai dasar terumbu dengan permukaan yang kasar dan keras serta berlubang-lubang kecil, banyak terdapat pada lokasi yang terbuka dan berbatu-batu, terutama mendominasi sepanjang tepi lereng terumbu. Bersifat memberikan tempat berlindung untuk hewan-hewan kecil yang sebagian tubuhnya tertutup cangkang. D. Bentuk lembaran (foliose), merupakan lembaranlembaran yang menonjol pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan atau melingkar, terutama pada lereng terumbu dan daerah-daerah yang terlindung. Bersifat memberikan perlindungan bagi ikan dan hewan lain. E. Bentuk Jamur (mushroom), berbentuk oval dan tampak seperti jamur, memiliki banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga pusat mulut. F. Bentuk submasif (submassive), bentuk kokoh dengan tonjolan-tonjolan atau kolom-kolom kecil G. Karang api (Millepora), semua jenis karang api yang dapat dikenali dengan adanya warna kuning di ujung koloni dan rasa panas seperti terbakar bila disentuh
4 H. Karang biru (Heliopora), dapat dikenali dengan adanya warna biru pada rangkanya Bentuk pertumbuhan Acropora sebagai berikut : A. Acropora bentuk cabang (Branching Acropora), bentuk bercabang seperti ranting pohon. B. Acropora meja (Tabulate Acropora), bentuk bercabang dengan arah mendatar dan rata seperti meja. Karang ini ditopang dengan batang yang berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk sudut atau datar. C. Acropora merayap (Encursting Acropora), bentuk merayap, biasanya terjadi pada Acropora yang belum sempurna. D. Acropora Submasif (Submassive Acropora), percabangan bentuk gada/lempeng dan kokoh. E. Acropora berjari (Digitate Acropora), bentuk percabangan rapat dengan cabang seperti jari-jari tangan
5 4. Faktor yang Mempengaruhi Bentuk Pertumbuhan Jenis karang yang dominan di suatu habitat tergantung pada kondisi lingkungan atau habitat tempat karang itu hidup. Pada suatu habitat, jenis karang yang hidup dapat didominasi oleh suatu jenis karang tertentu. Pada daerah rataan terumbu biasanya didominasi karang-karang kecil yang umumnya berbentuk masif dan submasif. Lereng terumbu biasanya ditumbuhi oleh karang-karang bercabang. Karang masif lebih banyak tumbuh di terumbu terluar dengan perairan berarus. Gelombang berpengaruh terhadap perubahan bentuk koloni terumbu. Karang yang hidup di daerah terlindung dari gelombang (leeward zones) memiliki bentuk percabangan ramping dan memanjang, berbeda pada gelombang yang kuat (windward zones) kecenderungan pertumbuhan berbentuk percabangan pendek, kuat, merayap atau submasif. Secara umum ada empat faktor dominan yang mempengaruhi bentuk pertumbuhan, yaitu cahaya, tekanan hidrodinamis (gelombang dan arus), sedimen dan subareal exposure.
6 Perbedaan bentuk pertumbuhan karang tersebut pada akhirnya dijadikan suatu acuan untuk melihat penutupan karang di satu wilayah. Telah dikembangkan beberapa metode pengamatan terumbu karang yang didasarkan pada bentuk pertumbuhan seperti transek menyinggung (Line Intercept Transect), Point Transect dan lain-lain. 5. Struktur Rangka Kapur
7 Bagian-bagian tersebut didefenisikan sebagai berikut : Koralit, merupakan keseluruhan rangka kapur yang terbentuk dari satu polip. Septa, lempeng vertikel yang tersusun secara radial dari tengah tabung, seri septa berbentuk daun dan tajam yang keluar dari dasar dengan pola berbeda pada tiap spesies sehingga menjadi dasar pembagian (klasifikasi) spesies karang. Dalam satu koralit terdapat beberapa lempeng vertikel septa. Konesteum, suatu lempeng horisontal yang menghubungkan antar koralit. Kosta, bagian septa yang tumbuh hingga mencapai dinding luar dari koralit Kalik, bagian diameter koralit yang diukur dari bagian atas septa yang berbentuk lekukan mengikuti bentuk bibir koralit Kolumela, struktur yang berada di tengah koralit. Terdapat empat bentuk kolumela yang sering dijumpai yaitu padat, berpori, memanjang dan tanpa kolumela. Pali, bagian dalam sebelah bawah dari septa yang melebar membentuk tonjolan sekitar kolumela. Membentuk struktur yang disebut paliform. Koralum, merupakan keseluruhan rangka kapur yang dibentuk oleh keseluruhan polip dalam satu individu atau satu koloni. Lempeng dasar, merupakan bagian dasar atau fondasi dari septa yang muncul membentuk struktur yang tegak dan melekat pada dinding. 6. Bentuk-bentuk Koralit Hewan Karang Suatu koralit karang baru dapat terbentuk dari proses budding (percabangan) dari karang. Selain bentuk koralit yang berbeda-beda, ukuran koralit juga berbedabeda. Perbedaan bentuk dan ukuran tersebut memberi dugaan tentang habitat serta cara menyesuaikan diri terhadap lingkungan, namun faktor dominan yang menyebabkan perbedaan koralit adalah karena jenis hewan karang (polip) yang berbeda-beda. Pembagian bentuk koralit sebagai berikut : Placoid, masing-masing koralit memiliki dindingnya masing-masing dan dipisahkan oleh konesteum Cerioid, apabila dinding koralit saling menyatu dan membentuk permukaan yang datar. Phaceloid, apabila koralit memanjang membentuk tabung dan juga mempunyai koralit dengan dinding masing-masing
8 Meandroid, apabila koloni mempunyai koralit yang membentuk lembah dan koralit disatukan oleh dinding-dinding yang saling menyatu dan membentuk alur-alur seperti sungai. Flabello-meandroid, seperti meandroid, membentuk lembah-lembah memanjang, namun koralit tidak memiliki dinding bersama. Dendroid, yaitu bentuk pertumbuhan dimana koloni hampir menyerupai pohon yang dijumpai cabang-cabang dan di ujung cabang biasanya dijumpai kalik utama. Hydnophoroid, koralit terbentuk seperti bukit tersebar pada seluruh permukaan sehingga sangat mudah untuk dikenal. 7. Beberapa Jenis yang Umum di Pulau Seribu A. Famili Acroporidae Hidup berkoloni, hermatipik, Keberadaannya masih melimpah. Hampir semua bentuk koloni yang ditemukan pada karang hermatipik dimiliki oleh famili ini. Koralit berukuran kecil dengan dua siklus septa atau kurang. Kolumella tidak jelas. Genus dari famili ini adalah : Montipora, Anacropora, Acropora, dan Astreopora Acropora sp Koloni sangat umum dijumpai dalam bentuk bercabang, meja dan semak-semak. Bentuk mengerak (encrusting) dan submasif jarang ditemukan. Memiliki dua tipe koralit yaitu axial koralit dan radial koralit. Tidak memiliki kolumella. Dinding koralit terpisah dengan konesteum (koralit memiliki dinding masing-masing). Polip hanya muncul dimalam hari. Montipora sp Umumnya ditemukan dengan bentuk koloni yang submassive, laminar, foliaceous, encrusting, atau branching. Memiliki koralit yang sangat kecil. Tidak memiliki kolumella. Septa menuju kedalam dengan dinding koralit terpisah dengan konesteum tapi juga kadang-kadang menyatu. Koloni memiliki warna coklat keabu-abuan, kadang-kadang warnanya lebih muda disepanjang tepinya. Umumnya terdapat pada daerah intertidal terutama di puncak karang.
9 B. Famili Pocilloporidae Hidup berkoloni dengan tipe terumbu hermatipik. Koloninya adalah submassive dan bercabang. Koralit terbenam, berukuran kecil, memiliki kolemella dan septa tersusun dengan rapi yang selalu menyatu dengan kolumella. Konesteum ditutupi oleh tonjolantonjolan. Pocillopora sp Bercabang tipis, kebanyakan cabangnya saling menyilang dan membentuk lingkaran (melingkar). Verrucae jarang ditemukan atau tidak berkembang. Karang ini biasa ditemukan diatas tubir sehingga pocillopora merupakan karang yang mudah terlihat. Spesies ini ditemukan di seluruh Indo-Pasifik. Jenis ini memiliki koralit yang tenggelam atau struktur internal yang tersembunyi. Kolumella padat yang rendah dengan 2 lingkaran septa yang tidak sama. Konesteum ditutupi oleh granula. Hewan karang (polip) bisa ditemukan pada malam hari. Seriatopora sp Koloni menyerupai semak-semak. Cabang-cabangnya memiliki ketebalan 1,5-4,5 mm dibawah ujungnya, dan 2,5-8 mm didekat dasar dari koloni yang berkembang baik. Cabang-cabang tersebut memiliki besar sudut 30 o -90 o. Bentuk cabang lancip atau memiliki bagian belakang yang kasar. Ujung cabang tajam atau tumpul. Konesteum ditutupi oleh tonjolan-tonjolan. Karang hidup memiliki warna dari coklat muda hingga kuning. Karang ini ditemukan diseluruh Indo-Pasifik. PUSTAKA Birkeland, C., Life and Death of Coral Reef. Universital of Guam. International Thomson Publishing. Singapore. English, S., Wilkinson, C., Baker,V, Survey Manual For Tropical Marine Resources. ASEAN Australia Marine Science Project Living Coastal Resources. Australia. Mapstone, G.M Reef Corals and Sponges of Indonesia: a Video Based Learning Module. Division of Marine Science. United nation Educational Scientific and Cultural Organization. Nedherlands Nybakken, J.W Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologi (alih bahasa dari Marine Biology : An Ecologycal Approach, Oleh : M. Eidman, Koesoebiono, D.G. Bengen, M.Hutomo, dan S. Sukardjo). PT Gramedia. Jakarta. Suharsono Jenis-jenis Karang yang Umum dijumpai di Perairan Indonesia. Puslitbang Oseanologi LIPI. Jakarta. Supriharyono, Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Penerbit Djambatan. Jakarta. Tomascik, T., Mah, J.A., Nontji, A., Moosa, K.M., The Ecologycal of the Indonesian Seas Part II. Periplus Edition. Veron. J.E.N Coral of Australia and The Indofasific. Angus & Robertos. Australia.
PANDUAN PEMANTAUAN TERUMBU KARANG BERBASIS-MASYARAKAT DENGAN METODA MANTA TOW
PANDUAN PEMANTAUAN TERUMBU KARANG BERBASIS-MASYARAKAT DENGAN METODA MANTA TOW Asep Sukmara, Audrie J. Siahainenia, dan Christovel Rotinsulu Proyek Pesisir CRMP Indonesia September 2001 COASTAL RESOURCES
Lebih terperinciKajian Nilai Ekologi Melalui Inventarisasi dan Nilai Indeks Penting (INP) Mangrove Terhadap Perlindungan Lingkungan Kepulauan Kangean
EMBRYO VOL. 5 NO. 1 JUNI 2008 ISSN 0216-0188 Kajian Nilai Ekologi Melalui Inventarisasi dan Nilai Indeks Penting (INP) Mangrove Terhadap Perlindungan Lingkungan Kepulauan Kangean Romadhon, A. Dosen Jurusan
Lebih terperinciKondisi Ekosistem Perairan Kepulauan Spermonde: Keterkaitannya dengan Pemanfaatan Sumberdaya Laut di Kepulauan Spermonde
Kondisi Ekosistem Perairan Kepulauan Spermonde: Keterkaitannya dengan Pemanfaatan Sumberdaya Laut di Kepulauan Spermonde Condition of Spermonde Ecosystem: Its Relationship with the Utilization of Maritime
Lebih terperinciMetode Pemantauan Biologi Untuk Menilai Kesehatan Terumbu Karang dan Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut di Indonesia Versi 1.
Juni 2009 TNC Indonesia Marine Program Laporan No 1/09 Metode Pemantauan Biologi Untuk Menilai Kesehatan Terumbu Karang dan Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut di Indonesia Versi 1.0 Disusun
Lebih terperinciKondisi Oseanografi Perairan Pesisir Lampung
25 John I. Pariwono CRC/URI CRMP NRM Secretariat Ratu Plaza Building 18 th Floor Jl. Jenderal Sudirman 9 Jakarta Selatan 10270, Indonesia www.indomarine.or.id/pesisir/ Phone : (62-21)720 9596 (hunting,
Lebih terperinciBENTUK DUA DIMENSI ATAU DENAH
BENTUK DUA DIMENSI ATAU DENAH Semua bentuk geometrik pada umumnya dapat dibedakan menjadi bentuk membulat, melengkung, persegi, dan tidak beraturan. Membulat mewakili bentuk-bentuk bersisi lengkung, persegi
Lebih terperinciKONDISI UMUM PARAMETER FISIKA PERAIRAN PULAU SEKATAP KELURAHAN DOMPAK KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU
KONDISI UMUM PARAMETER FISIKA PERAIRAN PULAU SEKATAP KELURAHAN DOMPAK KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU LAPORAN PRAKTIK LAPANG OLEH REYGIAN FREILA CHEVALDA PROGRAM STUDI
Lebih terperinciKomposisi Jenis, Kerapatan, Persen Penutupan dan Luas Penutupan Lamun di Perairan Pulau Panjang Tahun 1990 2010
Komposisi Jenis, Kerapatan, Persen Penutupan dan Luas Penutupan Lamun di Perairan Pulau Panjang Tahun 1990 2010 MUHAMMAD ISMAIL SAKARUDDIN SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN
Lebih terperinciAnalisis Potensi Rawan Bencana Alam di Papua dan Maluku (Tanah Longsor Banjir Gempa Bumi - Tsunami)
KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA Laporan Akhir Analisis Potensi Rawan Bencana Alam di Papua dan Maluku (Tanah Longsor Banjir Gempa Bumi - Tsunami) Deputi Bidang Pembinaan Sarana Teknis
Lebih terperinciPanduan Survei dan Pemantauan Populasi Kera Besar
Panduan Survei dan Pemantauan Populasi Kera Besar oleh H. Kühl, F. Maisels, M. Ancrenaz & E.A. Williamson Editor Seri : E.A. Williamson Terbitan Tidak Berkala IUCN Spesies Survival Commission No. 36 International
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Reproduksi Ikan Nila (Oreochromis niloticus, L.) setiap jenis hewan air berbeda-beda, tergantung kondisi lingkungan.
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Keilmuan 1. Reproduksi Ikan Nila (Oreochromis niloticus, L.) Reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan keturunanya sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya
Lebih terperincii Kriteria Perencanaan Banguna n Bangunan Pengatur Debit DAFTAR ISI Kriteria Perencanaan - Bangunan
i Kriteria Perencanaan Banguna n Bangunan Pengatur Debit DAFTAR ISI Kriteria Perencanaan - Bangunan Bangunan Pengatur- Debit ii DAFTAR ISI Hal 1 PENDAHULUAN 1 1.1 Ruang Lingkup................. 1 2 BANGUNAN
Lebih terperinciRingkasan Materi Geografi
Ringkasan Materi Geografi 87 Pelajaran 1 Konsep Geografi Kelas X Semester 1 Standar Kompetensi Memahami konsep, pendekatan, prinsip, dan aspek geografi. A. Pengertian Geografi Kompetensi Dasar Menjelaskan
Lebih terperinciKOPI. Budidaya. Konservasi. Panduan Sekolah Lapangan BERBAGI PENGALAMAN DARI KABUPATEN DAIRI PROVINSI SUMATERA UTARA. M. Candra Wirawan Arief dkk
Panduan Sekolah Lapangan Budidaya KOPI Konservasi BERBAGI PENGALAMAN DARI KABUPATEN DAIRI PROVINSI SUMATERA UTARA M. Candra Wirawan Arief dkk Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Panduan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka konservasi sungai, pengembangan
Lebih terperinciPerpustakaan Nasional RI: data katalog dalam terbitan (KDT)
Perpustakaan Nasional RI: data katalog dalam terbitan (KDT) Yahya, Harun Berpikirlah Sejak Anda Bangun Tidur / Yahya Harun; alih bahasa, Sunarsih ; editor, Nurcholiq Ramdhan, -- Jakarta: Global Cipta Publishing,
Lebih terperinciIlmu Pengetahuan Alam
Heri Sulistyanto Edy Wiyono Ilmu Pengetahuan Alam Untuk SD/MI Kelas IV Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional Hak Cipta pada Departemen Pendidikan Nasional Dilindungi Undang-Undang Ilmu Pengetahuan
Lebih terperinciBENCANA ALAM KARENA GEJALA ALAM
BENCANA ALAM KARENA GEJALA ALAM Bencana alam bisa terjadi karena faktor alam itu sendiri maupun karena ulah manusia. Bencana alam karena faktor alam terjadi murni karena berbagai proses yang terjadi di
Lebih terperinciPENGUKURAN CADANGAN KARBON
Petunjuk Praktis PENGUKURAN CADANGAN KARBON dari tingkat lahan ke bentang lahan Edisi ke 2 Kurniatun Hairiah, Andree Ekadinata, Rika Ratna Sari dan Subekti Rahayu World Agroforestry Centre Petunjuk praktis
Lebih terperinciTata cara perencanaan, pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan alarm kebakaran untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
Kembali SNI 03-3985-2000 Tata cara perencanaan, pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan alarm kebakaran untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung. 1. Ruang lingkup. 1.1. Standar ini mencakup
Lebih terperinciPedoman Tata Cara Restorasi di Kawasan Konservasi
Pedoman Tata Cara Restorasi di Kawasan Konservasi - Hutan Hujan Tropis Pegunungan dan Hutan Monsoon Tropis - Januari 2014 Project on Capacity Building for Restoration of Ecosystems in Conservasion Areas
Lebih terperinciEmpat Alasan Bagus untuk Menjelajahi Laut-Dalam Indonesia
INDEX/SATAL 2010 Empat Alasan Bagus untuk Menjelajahi Laut-Dalam Indonesia Selama musim panas 2010, ilmuwan dari Indonesia dan Amerika Serikat akan bekerja sama dalam sebuah ekspedisi untuk menjelajahi
Lebih terperinciTEKNIK JILID 2 SMK. Suparno
Suparno TEKNIK GAMBAR BANGUNAN JILID 2 SMK Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Hak Cipta pada Departemen
Lebih terperinciKeanekaragaman Jenis Ikan di Sungai Sekonyer Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah
Keanekaragaman Jenis Ikan di Sungai Sekonyer Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Biologi Oleh Febrian Achmad Nurudin
Lebih terperinciKETERAMPILAN PROSES DALAM IPA
SUPLEMEN UNIT 1 KETERAMPILAN PROSES DALAM IPA Mintohari Suryanti Wahono Widodo PENDAHULUAN Dalam modul Pembelajaran IPA Unit 1, Anda telah mempelajari hakikat IPA dan pembelajarannya. Hakikat IPA terdiri
Lebih terperinciKredit Foto: WWF-Canon / Paul FORSTER. WWF-Canon / André BÄRTSCHI. WWF-Canon / Mark EDWARDS. Design and Layout: Aulia Rahman
Kredit Foto: WWF-Canon / Paul FORSTER WWF-Canon / André BÄRTSCHI WWF-Canon / Mark EDWARDS Design and Layout: Aulia Rahman Daftar Isi Daftar Isi Daftar Gambar 2 Daftar Tabel 3 BAB 1 PENDAHULUAN 4 1.1 Latar
Lebih terperinciPENGANTAR SURVEY DAN PEMETAAN 2
PENGANTAR SURVEY DAN PEMETAAN 2 Oleh: Akhmad Syaripudin 2 BAB 1. PENGENALAN ALAT LEVELLING A. Pengertian Waterpass Waterpass (penyipat datar) adalah suatu alat ukur tanah yang dipergunakan untuk mengukur
Lebih terperinciSISTEM AGROFORESTRI DI INDONESIA
Bahan Ajar 1 SISTEM AGROFORESTRI DI INDONESIA Kurniatun Hairiah, Sunaryo dan Widianto TUJUAN Mengenal bentuk-bentuk agroforestri yang ada di Indonesia Memahami evolusi dan proses-proses yang terjadi dalam
Lebih terperinciDEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT BINA SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN. Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan
DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT BINA SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan
Lebih terperinci