PERSEPSI REMAJA TERHADAP PEMBAGIAN PERAN GENDER DALAM KELUARGA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERSEPSI REMAJA TERHADAP PEMBAGIAN PERAN GENDER DALAM KELUARGA"

Transkripsi

1 PERSEPSI REMAJA TERHADAP PEMBAGIAN PERAN GENDER DALAM KELUARGA (Kasus: Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 5 Kota Bogor) RIZQI SUCI LESTARI A PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 67 RINGKASAN RIZQI SUCI LESTARI. PERSEPSI REMAJA TERHADAP PEMBAGIAN PERAN GENDER DALAM KELUARGA. Kasus: Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 5 Kota Bogor. (Di bawah bimbingan AIDA VITAYALA S. HUBEIS). Perubahan fisik dan sosial pada masa remaja, laki-laki dan perempuan harus menemui masa-masa dimana terdapat definisi baru mengenai peran gender mereka, yang merupakan suatu set harapan yang menetapkan bagaimana seharusnya perempuan dan laki-laki berpikir, bertingkah laku, dan berperasaan. Peran gender dalam keluarga yang terdiri dari peran produktif dan peran reproduktif juga megalami perubahan. Peran produktif yang secara tradisional dilakukan oleh laki-laki, sejak dikeluarkannya UU RI No. 7/1984 tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, mulai banyak perempuan yang terjun ke sektor publik menyandang peran produktif. Terjadinya perubahan pada pembagian peran gender dalam keluarga ini mengundang banyak pendapat dari berbagai pihak, akan tetapi jarang sekali diketahui bagaimana pendapat remaja terhadap hal tersebut. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga dan hal-hal apa saja yang berhubungan dengan persepsi remaja tersebut. Persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga dalam penelitian ini didefinisikan sebagai pandangan remaja yang disalurkan melaului pendapat remaja mengenai pembagian peran laki-laki dan perempuan, yang terdiri dari peran produktif dan reproduktif, dalam keluarga. Pandangan tersebut dikelompokkan menjadi: tradisional, transisi dari tradisional ke modern, dan modern. Faktor-faktor yang diduga behubungan dengan persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga dipenelitian ini adalah karakteristik remaja (jenis kelamin, suku bangsa, kegiatan luar sekolah, interaksi dengan media massa, hubungan dengan teman dan keluarga), pola asuh gender terhadap remaja, serta karakteristik orangtua remaja (pendidikan ayah, pendidikan ibu, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, dan penghasilan orangtua). Remaja dalam penelitian ini adalah remaja yang tergolong siswa Sekolah Menengah Umum (SMU). Siswa SMU dipilih karena mereka telah menempuh pendidikan sekolah yang cukup lama (kurang lebih sembilan tahun), sehingga memungkinkan mereka lebih banyak berinteraksi dengan berbagai pihak dan menerima informasi lebih banyak sesuai dengan perkembangan zaman. Siswa SMU dalam penelitian ini adalah siswa SMU Negeri 5 Kota Bogor (SMUN 5 Bogor). Pemilihan SMUN 5 Bogor sebagai lokasi penelitian dilakukan secara sengaja karena siswa SMUN 5 Kota Bogor terdiri dari remaja perempuan dan laki-laki. Penelitian ini menggunakan metode survei yang datanya diambil berupa sampel untuk mewakili populasi. Data yang diambil berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan penyebaran kuesioner kepada 78 responden, dan wawancara mengenai alasan jawaban kuesioner kepada 10 responden. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur yang berkaitan dengan penelitian dan dokumen dari SMUN 5 Bogor. Setelah data dikumpulkan, dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif untuk melakukan uji

3 68 hipotesis penelitian menggunakan alat uji statistik Chi-square dan korelasi Spearman dengan taraf nyata 0,05. Analisis kualitatif disajikan berupa kutipan wawancara atau penjelasan dalam bentuk paragraf. SMUN 5 Bogor merupakan salah satu SMU favorit di Bogor, selain karena letak yang strategis juga karena prestasi kegiatan-kegiatan sekolah yang luar biasa setiap tahunnya. Mayoritas siswa SMUN 5 Bogor yang menjadi responden menganut agama Islam (92 persen) dan terdiri dari suku Sunda (47 persen), Jawa (40 persen), dan lainnya (13 persen). Responden laki-laki maupun perempuan mempunyai minat yang sama di masa depan untuk berkarir, dekat dengan kegiatan yang positif, media massa, keluarga dan teman-temannya. Persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga sebagian besar adalah transisi dari tradisional ke modern. Persepsi remaja yang seperti itu, nantinya akan mengukuhkan konsep peran ganda bagi perempuan. Selain peran ganda, persepsi remaja juga mengandung isu gender lainnya seperti stereotipe. Stereotipe tersebut jika tetap dipercaya oleh remaja pada akhirnya tidak saja akan mengukuhkan konsep peran ganda tapi juga bisa menyebabkan marjinalisasi perempuan, terutama di bidang ekonomi. Karakteristik remaja yang berhubungan secara signifikan dengan persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga adalah interaksi remaja dengan media massa. Artinya, semakin banyak media massa yang digunakan oleh remaja untuk hiburan atau informasi maka semakin modern persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga, dan semakin sedikit media massa yang digunakan oleh remaja untuk hiburan atau informasi, maka semakin tradisional persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga. Karakteristik remaja lainnya (jenis kelamin, suku bangsa, kegiatan luar sekolah, hubungan dengan teman dan keluarga) tidak berhubungan secara signifikan dengan persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga. Artinya, tidak ada perbedaan persepsi peran gender antara remaja yang berbeda jenis kelamin dan berbeda suku bangsa, semakin banyak atau semakin tidak banyak kegiatan remaja maka persepsi peran gender remaja bisa semakin modern dan bisa juga semakin tradisional, semakin dekat atau tidak dekat hubungan remaja dengan keluarga dan teman maka persepsi peran gender remaja bisa semakin modern dan bisa juga semakin tradisional. Pola asuh gender terhadap remaja tidak berhubungan nyata dengan persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga, karena pola asuh gender yang diterapkan oleh orang tua maupun guru seringkali tidak dituruti oleh remaja jika tidak sesuai dengan keinginan remaja tersebut. Karakteristik orang tua remaja yang berhubungan secara signifikan dengan persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga adalah pendidikan ibu. Artinya, semakin tinggi pendidikan ibu maka semakin modern persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga, dan semakin rendah pendidikan ibu, maka semakin tradisional persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga. Karakteristik orang tua remaja lainnya (pendidikan ayah, pekerjaan ayah dan ibu, serta penghasilan orang tua) tidak berhubungan secara signifikan dengan persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga. Artinya, tidak ada perbedaan persepsi peran gender antara remaja yang status pekerjaan ayah

4 atau status pekerjaan ibunya berbeda, semakin tinggi atau semakin rendah pendidikan ayah dan penghasilan orangtua remaja maka persepsi peran gender remaja bisa semakin modern dan bisa juga semakin tradisional. 69

5 70 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian... 6 BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis Gender dan Peran Gender Persepsi terhadap Peran Gender Pembagian Peran dalam Keluarga Remaja Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian Definisis Operasional BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Teknik Pengumpulan Data Teknik Analisis Data BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Gambaran Umum Responden... 32

6 Sebaran Responden Berdasarkan Suku Bangsa Sebaran Responden Berdasarkan Agama Sebaran Responden Berdasarkan Cita-Cita Sebaran Responden Berdasarkan Kegiatan Luar Sekolah Sebaran Responden Berdasarkan Interaksi dengan Media Massa Sebaran Responden Berdasarkan Hubungan dengan Teman Sebaran Responden Berdasarkan Hubungan dengan Keluarga BAB V PERSEPSI REMAJA TERHADAP PEMBAGIAN PERAN GENDER DALAM KELUARGA BAB VI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK REMAJA DENGAN PERSEPSI REMAJA TERHADAP PEMBAGIAN PERAN GENDER DALAM KELUARGA 6.1 Hubungan Antara Jenis Kelamin Remaja dengan Persepsi Remaja Terhadap Pembagian Peran Gender Dalam Keluarga Hubungan Antara Suku Bangsa Remaja dengan Persepsi Remaja Terhadap Pembagian Peran Gender Dalam Keluarga Hubungan Antara Kegiatan Luar Sekolah Remaja dengan Persepsi Remaja Terhadap Pembagian Peran Gender Dalam Keluarga Hubungan Antara Interaksi Remaja Dengan Media Massa dengan Persepsi Remaja Terhadap Pembagian Peran Gender Dalam Keluarga Hubungan Antara Hubungan Remaja Dengan Teman dengan Persepsi Remaja Terhadap Pembagian Peran Gender Dalam Keluarga Hubungan Antara Hubungan Remaja Dengan Keluarga dengan Persepsi Remaja Terhadap Pembagian Peran Gender dalam Keluarga BAB VII HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH GENDER DENGAN PERSEPSI REMAJA TERHADAP PEMBAGIAN PERAN GENDER DALAM KELUARGA 7.1 Pola Asuh Gender terhadap Remaja Hubungan Antara Pola Asuh Gender dengan Persepsi Remaja terhadap Pembagian Peran Gender dalam Keluarga... 53

7 72 BAB VIII HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK ORANG TUA DENGAN PERSEPSI REMAJA TERHADAP PEMBAGIAN PERAN GENDER DALAM KELUARGA 8.1 Hubungan Antara Pendidikan Ayah Remaja dengan Persepsi Remaja terhadap Pembagian Peran Gender dalam Keluarga Hubungan Antara Pendidikan Ibu Remaja dengan Persepsi Remaja terhadap Pembagian Peran Gender dalam Keluarga Hubungan Antara Pekerjaan Ayah Remaja dengan Persepsi remaja terhadap Pembagian Peran Gender dalam Keluarga Hubungan Antara Pekerjaan Ibu Remaja dengan Persepsi Remaja terhadap Pembagian Peran Gender dalam Keluarga Hubungan antara Penghasilan Orangtua Remaja dengan Persepsi Remaja terhadap Pembagian Peran Gender dalam Keluarga BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN 9.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 66

8 73 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Suku Bangsa Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Agama Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Cita-cita dan Jenis Kelamin Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Kegiatan Luar Sekolah dan Jenis Kelamin Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Interaksi dengan Media Massa dan Jenis Kelamin Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Media Massa Yang Digunakan dan Jenis Kelamin Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan dengan Teman dan Jenis Kelamin Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan dengan Keluarga dan Jenis Kelamin Jumlah dan Persentase Remaja SMUN 5 Bogor Berdasarkan Persepsi terhadap Pembagian Peran Gender dalam Keluarga Tahun Jumlah dan Persentase Remaja SMUN 5 Bogor Berdasarkan Jenis Kelamin dan Persepsi terhadap Pembagian Peran Gender dalam Keluarga Tahun Jumlah dan Persentase Remaja SMUN 5 Bogor Berdasarkan Suku Bangsa dan Persepsi terhadap Pembagian Peran Gender dalam Keluarga Tahun Jumlah dan Persentase Remaja SMUN 5 Bogor Berdasarkan Kegiatan Luar Sekolah dan Persepsi terhadap Pembagian Peran Gender dalam Keluarga Tahun Jumlah dan Persentase Remaja SMUN 5 Bogor Berdasarkan Interaksi dengan Media Massa dan Persepsi terhadap Pembagian Peran Gender dalam Keluarga Tahun Jumlah dan Persentase Remaja SMUN 5 Bogor Berdasarkan Hubungan dengan Teman dan Persepsi terhadap Pembagian Peran Gender dalam Keluarga Tahun Jumlah dan Persentase Remaja SMUN 5 Bogor Berdasarkan Hubungan dengan Keluarga dan Persepsi terhadap Pembagian Peran Gender dalam Keluarga Tahun Jumlah dan Persentase Remaja SMUN 5 Bogor Berdasarkan Pola Asuh Gender Tahun

9 Jumlah dan Persentase Remaja SMUN 5 Bogor Berdasarkan Pola Asuh Gender dan Persepsi terhadap Pembagian Peran Gender dalam Keluarga Tahun Jumlah dan Persentase Remaja SMUN 5 Bogor Berdasarkan Pendidikan Ayah dan Persepsi Remaja terhadap Pembagian Peran Gender dalam Keluarga Tahun Jumlah dan Persentase Remaja SMUN 5 Bogor Berdasarkan Pendidikan Ibu dan Persepsi Remaja terhadap Pembagian Peran Gender dalam Keluarga Tahun Jumlah dan Persentase Remaja SMUN 5 Bogor Berdasarkan Pekerjaan Ayah dan Persepsi Remaja terhadap Pembagian Peran Gender dalam Keluarga Tahun Jumlah dan Persentase Remaja SMUN 5 Bogor Berdasarkan Pekerjaan Ibu dan Persepsi Remaja terhadap Pembagian Peran Gender dalam Keluarga Tahun Jumlah dan Persentase Remaja SMUN 5 Bogor Berdasarkan Penghasilan Orang Tua per bulan dan Persepsi Remaja terhadap Pembagian Peran Gender dalam Keluarga Tahun

10 75 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Bagan Kerangka Pemikiran... 22

11 76 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Pertanyaan hubungan dengan teman dan keluarga Pertanyaan pola asuh gender Pernyataan persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga Hasil uji hipotesis karakteristik remaja dengan persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga Hasil uji hipotesis pola asuh gender dengan persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga Hasil uji hipotesis karakteristik orang tua remaja dengan persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga... 72

12 77 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Santrock (2003) mengartikan remaja sebagai seseorang yang berada pada masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional. Perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional yang terjadi berkisar dari perkembangan fungsi seksual, proses berpikir abstrak sampai pada kemandirian. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun dan berakhir antara usia 18 sampai 22 tahun (Santrock, 2003). Ahli perkembangan menggambarkan remaja sebagai masa remaja awal dan akhir. Masa remaja awal kira-kira sama dengan masa sekolah menengah pertama dan mencakup kebanyakan perubahan pubertas, sedangkan masa remaja akhir menunjuk pada kira-kira setelah usia 15 tahun. Dialaminya banyak perubahan fisik dan sosial pada masa remaja, laki-laki dan perempuan harus menemui masa-masa dimana terdapat definisi baru mengenai peran gender mereka, yang merupakan suatu set harapan yang menetapkan bagaimana seharusnya perempuan dan laki-laki berpikir, bertingkah laku, dan berperasaan (Balensky & Clements, 1992 dalam Santrock, 2003). Menurut Meliala (2006), peran gender mencakup peran produktif, reproduktif, sosial dan politik. Peran produktif adalah peran yang dikerjakan untuk memperoleh bayaran atau upah. Peran reproduktif adalah peran yang berhubungan dengan tanggungjawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja yang

13 78 menyangkut kelangsungan keluarga. Peran sosial merupakan aktivitas yang dilakukan pada tingkat komunitas sebagai perpanjangan dari peran reproduktif. Peran politik merupakan peran yang dilakukan pada tingkat pengorganisasian komunitas pada tingkat formal secara politik. Peran produktif dan politik secara tradisional diidentikkan sebagai peran laki-laki karena biasanya dilakukan di luar rumah (sektor publik), sedangkan peran reproduktif diidentikkan sebagai peran perempuan yang umumnya dilakukan di dalam rumah (sektor domestik) (Scanzoni, 1981). Budiman (1981) menyatakan banyak orang percaya bahwa perempuan sudah sewajarnya hidup di lingkungan rumah tangga, melahirkan dan membesarkan anak, memasak dan memberi perhatian kepada suaminya supaya sebuah rumah tangga yang tentram dan sejahtera dapat diciptakan. Laki-laki punya tugas lain, yaitu pergi ke luar rumah untuk mencari makan bagi keluarganya, baik dengan berburu pada jaman dahulu maupun bekerja untuk mendapatkan upah pada zaman sekarang. UU RI no.7/1984 tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan telah membuka peluang bagi perempuan untuk memperoleh pendidikan yang setinggi-tingginya, sehingga banyak perempuan Indonesia tidak mau hanya mengabdikan seluruh waktunya untuk rumah dan anak-anak tanpa mengindahkan minat-minat perempuan. Kurun waktu 2005 hingga 2009, peluang perempuan untuk masuk ke sektor publik didukung oleh Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pemberdayaan Perempuan yang salah satu misinya adalah memajukan tingkat keterlibatan perempuan dalam proses politik dan jabatan publik.

14 79 Secara kuantitatif, jumlah perempuan yang masuk ke sektor publik menyandang peran produktif meningkat. Tahun 2000 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan sebesar 46,77 persen menjadi 48,63 persen tahun 2006 (BPS 2006). Akan tetapi peningkatan partisipasi perempuan di sektor publik ini secara kualitatif tidak mengurangi beban dan rasa tanggungjawab mereka di sektor domestik, terutama perempuan yang telah menikah dan mempunyai anak. Dengan kata lain, tidak memberi beban kepada laki-laki untuk berkontribusi lebih besar dalam peran reproduktif. Atas nama tradisi dan kodrat, perempuan dipandang sewajarnya bertanggungjawab dalam arena domestik. Institusi pendidikan, agama, dan media massa mendukung pula pandangan ini. Oleh karena itu, partisipasi perempuan untuk masuk ke sektor publik menyandang peran produktif pada banyak kasus menyebabkan peran ganda bagi perempuan yang menyebabkan beban ganda. Adanya peran ganda bagi perempuan ini, mengundang banyak pendapat. Pendapat yang tidak setuju mengatakan bahwa peran ganda merupakan salah satu penyebab kegagalan keluarga seperti banyak terjadi di beberapa negara (Megawangi, 1999). Di pihak lain pendapat yang setuju menyatakan bahwa wanita di rumah sebagai tanda adanya diskriminasi, seperti yang sering diungkapkan dalam teori-teori feminisme. Pendapat yang ada dalam masyarakat mengenai peran gender tercermin dalam sikap orangtua dan orang dewasa yang muncul dalam lingkup rumah tangga. Pendapat mengenai peran gender dalam suatu masyarakat akan membentuk pandangan yang bersifat normatif. Pandangan normatif mengenai bagaimana seharusnya hubungan peran antara seorang laki-laki dan seorang

15 80 perempuan yang dikaitkan dengan kultur budaya disebut sebagai gender role ideology (William & Best, 1990). Pandangan mengenai peran gender ini bervariasi dari masa ke masa dan dari satu tempat ke tempat lainnya. Sebagai tumpuan harapan bangsa, remaja yang merupakan generasi muda yang akan menentukan masa depan bangsa, patut mendapat perhatian besar. Pandangan atau pemikiran remaja akan mempengaruhi langkahnya di masa yang akan datang, karena pemikiran remaja setelah dewasa akan membentuk sikap dan kepribadian (Munandar, 1991). Pandangan para remaja didapat dari informasi yang mereka terima, informasi tersebut diberi makna oleh mereka sehingga mereka memperoleh pengetahuan baru. Proses memberi makna pada informasi, sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru disebut persepsi (Rakhmat, 1994). Sejauh ini masih belum banyak diketahui bagaimana persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga serta faktor-faktor apa saja yang dapat membentuk atau mempengaruhi persepsi remaja tersebut. Diketahuinya bagaimana persepsi remaja mengenai pembagian peran gender, maka akan bisa diramalkan apakah peran ganda perempuan yang menyebabkan beban ganda bagi perempuan serta stereotipe peran gender tradisional yang merugikan perempuan dan laki-laki masih akan dilanggengkan atau tidak di masa yang akan datang. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga.

16 Perumusan Masalah Keluarga, khususnya orang tua adalah tempat sosialisasi utama bagi remaja. Sosialisasi ini dapat berupa pengenalan dan penerapan aturan tentang bagaimana seorang remaja berperilaku. Pengenalan dan penerapan aturan tentang bagaimana seseorang berperilaku sesuai dengan jenis kelamin disebut sebagai pola asuh gender (Santrock, 2003). Selain keluarga, remaja juga berinteraksi dengan teman dan media massa. Interaksi tersebut membuat remaja mendapatkan suatu informasi atau pengetahuan mengenai peran gender mereka, sehingga dalam penelitian ini akan diteliti beberapa hal yang dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga? 2. Bagaimana hubungan karakteristik remaja dengan persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga? 3. Bagaimana hubungan pola asuh gender dengan persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga? 4. Bagaimana hubungan karakteristik orang tua remaja dengan persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga?

17 Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengkaji persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga. 2. Mengkaji hubungan karakteristik remaja dengan persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga. 3. Mengkaji hubungan pola asuh gender dengan persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga? 4. Mengkaji hubungan karakteristik orang tua remaja dengan persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga? 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan berguna bagi: 1. Peneliti pihak lain, sebagai rujukan atau perbandingan dalam melakukan penelitian serupa. 2. Pembaca umum, sebagai informasi mengenai persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga dan hal-hal yang berhubungan dengan persepsi remaja tersebut.

18 83 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis Gender dan Peran Gender Menurut Murniati (2004), gender sebagai alat analisis umumnya dipakai oleh penganut aliran ilmu sosial konflik yang justru memusatkan perhatian pada ketidakadilan struktural dan sistem yang disebabkan oleh gender. Gender membedakan manusia laki-laki dan perempuan secara sosial. Gender merupakan interpretasi kultural atas perbedaan jenis kelamin. Gender membagi atribut dan pekerjaan menjadi maskulin dan feminin. Pada umumnya jenis kelamin lakilaki berhubungan dengan gender maskulin, sementara jenis kelamin perempuan berkaitan dengan gender feminin, akan tetapi hubungan itu bukan merupakan korelasi absolut (Rogers, 1980 dalam Susilastuti, 1993). Susilastuti (1993), menyatakan bahwa gender tidak bersifat universal. Ia bervariasi dari masyarakat yang satu ke masyarakat yang lain dan dari waktu ke waktu. Sekalipun demikian, ada dua elemen gender yang bersifat universal. 1. Gender tidak identik dengan jenis kelamin. 2. Gender merupakan dasar dari pembagian kerja di semua masyarakat (Gailey, 1987 dalam Susilastuti 1993). Penelitian Williams dan Best (1990) yang mencakup 30 negara menampilkan semacam konsensus tentang atribut laki-laki dan perempuan. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa sekalipun gender itu tidak universal, akan tetapi generalitas pan-kultural itu ada. Pada umumnya laki-laki dipandang

19 84 sebagai lebih kuat dan lebih aktif, serta ditandai oleh kebutuhan besar akan pencapaian, dominasi, otonomi dan agresi. Sebaliknya perempuan dipandang sebagai lebih lemah dan kurang aktif, lebih menaruh perhatian pada afiliasi, keinginan untuk mengasuh dan mengalah. Menurut Megawangi (1999), pada dasarnya ada dua argumen yang saling bertentangan mengenai pembentukan sifat maskulin dan feminin pada pria dan wanita. Argumen pertama percaya bahwa perbedaan sifat maskulin dan feminin ada hubungannya dengan, bahkan tidak lepas dari, pengaruh perbedaan biologis (seks) pria dan wanita. Perbedaan biologi pria dan wanita adalah alami, begitu pula sifat maskulin dan feminin yang dibentuknya. Oleh karena itu, sifat stereotipe gender sulit untuk diubah. Argumen ini sering disebut mahzab esensial biologis atau orientasi biologis. Argumen kedua percaya bahwa pembentukan sifat maskulin dan feminin bukan disebabkan oleh adanya perbedaan biologis antara pria dan wanita, melainkan sosialisasi atau kulturasi. Penganut mahzab ini tidak mengakui adanya sifat alami maskulin dan feminin (nature), tetapi yang ada adalah sifat maskulin dan feminin yang dikonstruksi oleh sosial budaya melalui proses sosialisasi (nurture). Argumen ini membedakan antara jenis kelamin (seks) yang merupakan konsep nature, dan gender yang merupakan konsep nurture. Pemikiran ini disebut mahzab orientasi kultur. Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan pada proses berikutnya melahirkan peran gender (Fakih, 2006). Santrock (2003) mengartikan peran gender sebagai suatu set harapan yang menetapkan bagaimana seharusnya perempuan dan laki-laki berpikir, bertingkah laku, dan berperasaan. Mugniesyah (2002) dalam Meliala (2006) menjelaskan bahwa peran gender merupakan suatu

20 85 perilaku yang diajarkan pada setiap masyarakat, komunitas dan kelompok sosial tertentu yang menjadikan aktivitas-aktivitas, tugas-tugas dan tanggung jawab tertentu dideskripsikan sebagai peran perempuan dan laki-laki. Peran gender dipengaruhi oleh umur, kelas, ras, etnik, agama dan lingkungan geografi, ekonomi dan politik. Perubahan peran gender sering terjadi sebagai respon terhadap perubahan situasi ekonomi, sumberdaya alam, dan atau politik termasuk perubahan berupa usaha-usaha pembangunan atau penyesuaian program struktural atau oleh kekuatan-kekuatan di tingkat nasional dan global. Peran gender menurut Meliala (2006) adalah peran yang dilakukan perempuan dan laki-laki sesuai status, lingkungan, budaya dan struktur masyarakatnya. Peran gender tersebut mencakup: 1. peran produktif (Peranan yang dikerjakan untuk memperoleh bayaran atau upah). 2. peran reproduktif (Peranan yang berhubungan dengan tanggung jawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan keluarga). 3. peran pengelolaan masyarakat (Aktivitas yang dilakukan pada tingkat komunitas sebagai kepanjangan peranan reproduktif). 4. peran pengelolaan politik (Peranan yang dilakukan pada tingkat pengorganisasian komunitas pada tingkat formal secara politik).

21 Persepsi terhadap Peran Gender Persepsi dalam pengertian psikologi adalah proses pencarian informasi untuk dipahami (Sarwono, 2002). Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan (penglihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya) dan alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi. Dalam ilmu komunikasi, persepsi didefinisikan sebagai proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita (Severin & Tankard 2005). Menurut Rakhmat (1994), persepsi merupakan proses memberi makna pada sensasi (hal yang ditangkap oleh alat indera) sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Selain itu Ia juga menyebutkan persepsi sebagai pengalaman mengenai obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi menurut Rakhmat (1994) ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. Krech dan Curtchfield (1977) dalam Rakhmat (1994) menyebutnya faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, kesiapan mental, suasana emosional, latar belakang budaya dan hal-hal lain yang termasuk faktor-faktor personal seperti karakteristik individu (usia, suku bangsa, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, kepribadian), kebutuhan interpersonal, tindak komunikasi, dan peranan individu. Faktor-faktor struktural yang menentukan persepsi berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu. Beberapa dalil dari Krech dan Curtchfield (1977) dalam Rakhmat (1994) berkaitan dengan faktor-faktor struktural yang menentukan persepsi adalah:

22 87 1. medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. Masa remaja adalah masa perkembangan di mana individu mulai meningkatkan fokus perhatian pada pilihan pekerjaan dan gaya hidup. Adanya karakteristik abstrak, idealis, dan logis dari pemikiran formal operasional, remaja memiliki kapasitas kognitif untuk menganalisa diri mereka dan memutuskan identitas gender apa yang mereka inginkan. 2. sifat-sifat perseptual dan kognitif dari substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Misalnya dalam suatu masyarakat laki-laki dipandang sebagai lebih kuat dan lebih aktif, serta ditandai oleh kebutuhan besar akan pencapaian, dominasi, otonomi dan agresi maka laki-laki lebih cocok untuk melakukan kerja keras mencari uang di luar rumah. Sebaliknya perempuan dipandang sebagai lebih lemah dan kurang aktif, lebih menaruh perhatian pada afiliasi, keinginan untuk mengasuh dan mengalah maka perempuan dianggap lebih cocok untuk di rumah. 3. objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama. Misalnya perempuan melahirkan dan menyusui maka perempuan dianggap lebih pantas merawat dan mengasuh anak dan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh anak dianggap kesalahan ibu. Pandangan laki-laki lebih cocok untuk melakukan peran produktif dan perempuan lebih cocok untuk mengerjakan peran reproduktif secara tradisional sudah ditanamkan dalam benak individu tentang kekhasan perilaku seorang perempuan (feminin) dan kekhasan perilaku seorang laki-laki (maskulin), yang

23 88 oleh Hurlock (1992) disebut dengan peran gender dan yang akhirnya akan membentuk suatu pendapat yang dapat menjadi suatu norma dalam masyarakat. Pendapat yang ada dalam masyarakat mengenai peran gender tercermin dalam sikap orang tua dan orang dewasa yang muncul dalam lingkup keluarga. Pendapat mengenai peran gender yang menjadi norma dalam suatu masyarakat akan membentuk pandangan yang bersifat normatif. Pandangan normatif mengenai bagaimana seharusnya hubungan peran antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang dikaitkan dengan kultur budaya disebut sebagai gender role ideology (William & Best, 1990). Scanzoni (1981) membedakan pandangan peran gender menjadi dua bagian. 1. Peran gender tradisional Pandangan ini membagi tugas secara tegas berdasarkan jenis kelamin. Laki-laki yang mempunyai pandangan peran gender tradisional, tidak ingin perempuan menyamakan kepentingan dan minat diri sendiri dengan kepentingan keluarga secara keseluruhan, sedangkan isteri diharapkan mengakui kepentingan dan minat suami adalah untuk kepentingan bersama. Kekuasaan kepemimpinan dalam keluarga berada ditangan suami. Perempuan secara tradisional tinggal di rumah, setelah menikah perempuan mencurahkan tenaga untuk suami dan keluarga. 2. Peran gender modern Peran gender modern tidak lagi membedakan pembagian tugas yang berdasarkan jenis kelamin secara tegas, kedua jenis kelamin diperlakukan sejajar atau sederajat. Laki-laki mengakui minat dan kepentingan perempuan sama pentingnya dengan minat laki-laki, menghargai kepentingan pasangannya dalam

24 89 setiap masalah rumah tangga dan memutuskan masalah yang dihadapi secara bersama-sama. Perempuan yang berpandangan modern, berusaha memusatkan perhatiannya untuk mencapai minatnya sendiri yang tidak lebih rendah dari minat suami. Pandangan mengenai peran gender bervariasi sepanjang suatu kontinum, dimulai dari pandangan tradisional sampai dengan pandangan modern yang menolak norma-norma yang berlaku secara tradisional dan menerima prinsipprinsip egalitarian atau kesetaraan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pandangan peran gender menurut Hurlock (1992) adalah: 1) orang tua melalui tindakan mempengaruhi perkembangan gender anakanak dan remaja mereka. Tindakan orang tua dalam memperlakukan anaknya sesuai dengan jenis kelamin disebut pola asuh gender (Santrock, 2003). Pola asuh gender yang umum dilakukan orang tua adalah pemberian warna merah muda pada anak perempuan dan pemberian warna biru pada anak laki-laki, selain itu pemberian mainan boneka sebagai lambang pengasuh pada anak perempuan dan perang-perangan sebagai lambang pelindung bagi anak laki-laki. Selama masa transisi menuju masa remaja, orang tua memberikan perlakuan anak laki-laki lebih bebas daripada anak perempuannya. Salah satu perubahan penting dalam model peran gender bagi remaja yang telah muncul beberapa tahun belakangan ini adalah peningkatan jumlah ibu yang bekerja, yang mana akan mempengaruhi perkembangan gender remaja, terutama mengurangi stereotipe mereka tentang peran gender tradisional (Hurlock, 1992).

25 90 2) guru taman kanak-kanak dan sekolah dasar lebih memberikan penguatan positif pada anak perempuan dibanding dengan anak laki-laki dalam memberi instruksi dan aktivitas bermain. 3) teman sebaya merupakan faktor yang penting dalam pembentukan tingkah laku yang sesuai dengan jenis kelamin. Ketika anak perempuan dan anak laki-laki mulai bermain dan membentuk persahabatan dengan teman sebaya dari jenis kelamin yang sama, dimulailah pelajaran tentang jenis kelamin dan tingkah laku tertentu yang berlaku dan diharapkan oleh kelompoknya. Kegagalan bertingkah laku yang sesuai dengan harapan kelompok, sering mengakibatkan ditolaknya anak dari kelompok sebayanya. Kekhawatiran terhadap penolakan ini mendorong anak untuk berusaha menampilkan tingkah laku yang berlaku dalam kelompoknya. 4) media massa, seperti buku cerita anak-anak maupun buku pelajaran, umumnya menggambarkan perempuan dalam peran yang kurang penting ataupun peran feminin yang tradisional, misalnya memasak, berbelanja, membersihkan rumah. Televisi juga cenderung menampilkan acara-acara yang menggambarkan laki-laki sebagai seorang jagoan yang pandai, agresif, rasional dan selalu menjadi pemimpin. Sementara perempuan digambarkan sebagai pihak yang pasif, mudah menangis, kurang mampu mengatur keuangan dan senang bergosip. Pesan dari televisi yang berkaitan dengan masalah jenis kelamin ini meningkatkan dukungan para remaja terhadap pembagian pekerjaan berdasarkan peran gender tradisional.

26 Pembagian Peran Dalam Keluarga Struktur dalam keluarga dianggap dapat menjadikan institusi keluarga sebagai sistem kesatuan. Tiga elemen utama dalam struktur internal keluarga mengacu pada: 1. status sosial keluarga yang biasanya terdiri dari tiga struktur utama yaitu, bapak, ibu, dan anak. Struktur ini dapat pula berupa figur-figur seperti pencari nafkah, ibu rumah tangga, anak balita, anak sekolah, remaja dan lain-lain. Seperti halnya dalam setiap struktur sosial dalam masyarakat, diferensiasi sosial akan selalu ada dimana tiap komponen mempunyai status masing-masing. 2. fungsi atau peran sosial, menggambarkan peran dari masing-masing individu atau kelompok menurut status sosialnya dalam sebuah sistem sosial. Peran sosial juga dapat diartikan sebagai seperangkat tingkah laku yang diharapkan dapat memotivasi tingkah laku seseorang yang menduduki status sosial tertentu. Parsons dan Bales (1956) dalam Megawangi (1999) membagi dua peran orang tua dalam keluarga, yaitu peran instrumental yang diharapkan dilakukan oleh suami atau bapak, dan peran emosional atau ekspresif yang biasanya dipegang oleh figur istri atau ibu. Peran instrumental dikaitkan dengan peran mencari nafkah untuk kelangsungan hidup seluruh anggota keluarga, sedangkan peran emosional ekspresif adalah peran pemberi cinta, kelembutan dan kasih sayang. 3. norma sosial, seperangkat peraturan yang menggambarkan bagaimana sebaiknya seseorang bertingkah laku dalam kehidupan sosialnya. Norma sosial berasal dari dalam masyarakat yang merupakan bagian dari

27 92 kebudayaan. Setiap keluarga mempunyai norma yang spesifik untuk keluarga tersebut. Misalnya norma sosial dalam hal pembagian tugas (kegiatan rumah tangga) yang mengatur tingkah laku setiap anggota dalam keluarganya. Menurut Pogrebin (1983) dalam Supriyantini (2002), kegiatan rumah tangga adalah kegiatan yang mencakup segala aktivitas sehari-hari yang bertujuan mengatur kelancaran kehidupan dalam rumah tangga, seperti mengasuh dan mendidik anak, menyiapkan makanan untuk kesejahteraan seluruh keluarga, merawat rumah dan segala isinya, serta tidak melupakan kegiatan rekreasi sebagai faktor penyeimbang kehidupan keluarga. Landis dan Landis (1970) dalam Supriyantini (2002) menyatakan bahwa kegiatan rumah tangga adalah tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh kedua pasangan suami-isteri, yang menyangkut pada pengelolaan keuangan keluarga, hubungan dengan keluarga asal masing-masing pasangan, pengaturan makanan, perawatan diri dan mengurus pakaian Remaja Santrock (2003) mengartikan remaja sebagai seseorang yang berada pada masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Proses biologis, kognitif, dan sosial saling terjalin secara erat. Proses sosial membentuk proses kognitif, proses kognitif mengembangkan atau menghambat proses sosial, dan proses biologis mempengaruhi proses kognitif. Jika dikaitkan dengan persepsi remaja terhadap peran gender, remaja belajar (proses kognitif) dari orang-orang sekitarnya (proses

28 93 sosial) bagaimana seorang laki-laki dan seorang perempuan (proses biologis) berperilaku. Masa remaja dimulai kira-kira pada usia 10 sampai 13 tahun dan berakhir antara usia 18 sampai 22 tahun (Santrock, 2003). Ahli perkembangan menggambarkan remaja sebagai masa remaja awal dan akhir. Masa remaja awal kira-kira sama dengan masa sekolah menengah pertama dan mencakup kebanyakan perubahan pubertas. Masa remaja akhir menunjuk pada kira-kira setelah usia 15 tahun. Minat pada karir, pacaran, dan eksplorasi identitas seringkali lebih nyata dalam masa remaja akhir ketimbang masa remaja awal. Menurut Soekanto (1991) dalam Herawaty (2000) ciri-ciri remaja adalah seseorang yang mengalami perkembangan fisik yang pesat, mempunyai keinginan yang kuat untuk mengadakan interaksi sosial dengan kalangan lebih dewasa atau lebih matang kepribadinnya, mempunyai keinginan kuat untuk mendapatkan kepercayaan dari kalangan dewasa walaupun tanggungjawab masih belum matang, mulai memikirkan kehidupan secara mandiri, mengalami perkembangan intelektualitas untuk mendapatkan identitas diri, dan menginginkan sistem kaidah dan nilai yang serasi dengan kebutuhan atau keinginan yang tidak selalu sama dengan orang dewasa. Perubahan fisik dan sosial yang dialami selama masa remaja menimbulkan masa-masa dimana terdapat definisi baru mengenai peran gender antara perempuan dan laki-laki (Belansky & Clements, 1992 dalam Santrock 2003). Selain itu, banyaknya perubahan fisik dan sosial yang dialami seseorang pada masa remaja membuat masa remaja seringkali disebut sebagai masa peralihan atau masa puber. Beberapa teori dan penelitian menyatakan bahwa akibat dari masa

29 94 pubertas, anak perempuan dan laki-laki mengalami intensifikasi pada harapanharapan yang berhubungan dengan gender. Hipotesis intensifikasi gender menyatakan bahwa perbedaan psikologis dan tingkah laku antara anak laki-laki dan perempuan menjadi lebih jelas selama masa remaja awal dikarenakan adanya peningkatan tekanan-tekanan sosialisasi masyarakat untuk menyesuaikan diri pada peran gender maskulin dan feminin yang tradisional (Hill & Lynch, 1983 dalam Santrock, 2003). Menurut Soekanto (1990) dalam suatu tinjauan sosiologis, anak dan remaja merupakan salah satu pihak yang berinteraksi dengan pihak-pihak lain. Pihak-pihak tersebut saling mempengaruhi, sehingga terbentuklah kepribadiankepribadian tertentu. Proses saling mempengaruhi melibatkan unsur-unsur yang baik dan benar, serta unsur-unsur lain yang dianggap salah dan buruk. Unsurunsur yang lebih berpengaruh biasanya tergantung dari mentalitas pihak yang menerima, artinya sampai sejauh manakah pihak penerima mampu menyaring unsur-unsur luar yang diterimanya melalui proses pengaruh-mempengaruhi. Proses interaksi yang melibatkan anak dan remaja terjadi melalui proses kegiatan sosialisasi yang bertujuan agar pihak yang dididik atau diajak, mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dan dianut oleh masyarakat. Tujuan akhir adanya sosialisasi tersebut adalah agar manusia bersikap tindak sesuai dengan kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku serta agar yang bersangkutan menghargainya. Proses sosialisasi, khususnya yang tertuju pada anak dan remaja, melibatkan berbagai pihak yang mungkin berperan dan disebut sebagai lingkungan-lingkungan sosial tertentu dan pribadi-pribadi tertentu. Lingkunganlingkungan atau pihak-pihak tersebut menurut Soekanto (1990) adalah orang tua,

30 95 saudara-saudara dan kerabat dekat, kelompok sepermainan, dan kelompok pendidik (sekolah). Tinjauan sosiologis lebih memusatkan perhatian pada lingkungan ini, tanpa mengabaikan peranan pribadi-pribadi yang tidak mustahil mempunyai pengaruh yang lebih besar seperti misalnya, lingkungan tetangga, lingkungan bekerja, lingkungan organisasi, lingkungan masyarakat, dan bagian-bagiannya, maupun negara sebagai lingkungan sosial-ekonomi-politik. Senada dengan Soekanto, Munandar (1991) menyatakan bahwa sistem nilai, sikap, dan kebiasaan yang dibawa remaja mengalami pengolahan dalam kelompok. Sebagai hasilnya, terbentuk sistem nilai, sikap, dan kebiasaan baru yang kemudian diujicobakan dalam lingkungan. Lingkungan sosial yang mempengaruhi remaja adalah orang tua, guru, rekan, dan peristiwa-peristiwa dalam masyarakat. Melalui berbagai macam media massa remaja berkenalan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat, sehingga akan mempengaruhi perkembangan kepribadiannya. 2.2 Kerangka Pemikiran Mengacu pada tinjauan teoritis, remaja merupakan salah satu pihak yang berinteraksi dalam keluarga. Selain berinteraksi dengan anggota keluarga, remaja juga berinteraksi dengan dunia luar seperti teman, guru, bahkan media massa. Dalam proses interaksi tersebut terjadi proses sosialisasi. Tempat sosialisasi utama seseorang, termasuk remaja, adalah keluarga. Umumnya sebuah keluarga terdiri dari status sebagai bapak, ibu, dan anak. Masing-masing status memiliki peran

31 96 yang diatur oleh norma yang spesifik untuk keluarga tersebut, misalnya norma sosial dalam hal pembagian tugas dalam rumah tangga. Peran yang terdapat dalam keluarga selama ini cenderung memisahkan antara peran perempuan dan peran laki-laki. Hal ini diakibatkan oleh interpretasi kultural atas perbedaan gender dan jenis kelamin. Gender membagi atribut dan pekerjaan menjadi maskulin dan feminin. Pada umumnya jenis kelamin lakilaki berhubungan dengan gender maskulin, sementara jenis kelamin perempuan berkaitan dengan gender feminin. Perbedaan ini pulalah yang menjadi dasar adanya pembagian peran gender dalam keluarga yang dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi peran produktif dan peran reproduktif. Peran produktif dalam penelitian ini dibatasi dalam arti peran seseorang sebagai pencari nafkah keluarga dalam bentuk uang, sedangkan peran reproduktif sebagai peran penjaga keseimbangan keluarga agar setiap anggota keluarga terurus dan terpenuhi kebutuhannya. Pembagian peran gender dalam keluarga tidak lepas dari pandangan mengenai siapa yang seharusnya, sebaiknya, pantas atau tidak pantas melakukan peran-peran tersebut. Pandangan peran gender dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi pandangan modern, tradisional dan transisi dari modern ke tradisional. Pandangan mengenai peran gender dalam keluarga yang disalurkan melalui pendapat dalam penelitian ini disebut persepsi terhadap pembagian peran gender dalam keluarga. Persepsi tradisional terhadap pembagian peran gender dalam keluarga adalah pandangan terhadap pembagian peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga, dimana terdapat pembagian tugas secara tegas berdasarkan jenis

32 97 kelamin. Persepsi transisi dari tradisional ke modern terhadap pembagian peran gender dalam keluarga adalah pandangan terhadap pembagian peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga, dimana sudah tidak ada pembagian tugas secara kaku berdasarkan jenis kelamin. Persepsi modern terhadap pembagian peran gender dalam keluarga adalah pandangan terhadap pembagian peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga, dimana tidak ada lagi pembagian tugas yang berdasarkan jenis kelamin secara kaku, kedua jenis kelamin diperlakukan sejajar atau sederajat. Remaja yang merupakan bagian dalam keluarga dan nantinya akan membentuk suatu keluarga, persepsinya terhadap pembagian peran gender dalam keluarga akan mempengaruhi perilakunya saat ini dan di masa yang akan datang. Pengetahuan tentang bagaimana persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga akan memberi gambaran tentang bagaimana pembagian peran gender dalam keluarga di masa yang akan datang, sehingga bisa memberikan jawaban sementara mengenai apakah akan terjadi ketimpangan atau kesetaraan peran antara perempuan dan laki-laki di masa yang akan datang. Rangkaian lima paragraf di atas menjadi dasar dalam pembentukan kerangka pemikiran penelitian (Gambar 1), dimana persepsi remaja mengenai pembagian peran gender dalam keluarga diduga berhubungan dengan beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain karakteristik remaja, pola asuh gender, dan karakterakteristik orang tua remaja.

33 98 Karakteristik remaja: -Jenis kelamin -Suku bangsa -Kegiatan luar sekolah -Interaksi dengan Media Massa -Hubungan dengan teman -Hubungan dengan keluarga Pola Asuh Gender Persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga Karakteristik Orang Tua: -Pendidikan ayah -Pendidikan ibu -Pekerjaan ayah -Pekerjaan ibu -Penghasilan orang tua Keterangan: : Berhubungan. Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran 2.3 Hipotesis Penelitian Agar pelaksanaan penelitian lebih terarah, sehingga dapat menjawab pertanyaan penelitian dan mencapai tujuan penelitian maka dirumuskan hipotesis penelitian. 1. Terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik remaja berupa jenis kelamin, suku bangsa, kegiatan luar sekolah, interaksi dengan media massa, hubungan dengan teman, dan hubungan dengan keluarga dengan persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga.

34 99 2. Terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh gender dengan persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga. 3. Terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik orang tua remaja berupa pendidikan ayah, pendidikan ibu, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, dan penghasilan orang tua dengan persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga. 2.4 Definisi Operasional Batasan istilah untuk variabel-variabel dalam hipotesis atau kerangka pemikiran penelitian didefinisikan sebagai berikut: 1. jenis kelamin yaitu pengkategorian menurut jenis seks responden yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin merupakan data nominal, dimana masing-masing jenis kelamin diberi kode sebagai berikut: 1= laki-laki; 2= perempuan. 2. suku bangsa yaitu nama etnis responden. Suku bangsa merupakan data nominal yang pengkodeannya didasarkan pada etnis terbanyak responden, hingga penggabungan beberapa etnis responden yang sedikit sebagai berikut: 1= sunda; 2= jawa; 3= lainnya. 3. kegiatan luar sekolah yaitu keikutsertaan responden dalam suatu kegiatan/organisasi diluar kegiatan/jadwal belajar sekolah. Kegiatan luar sekolah diukur dari jumlah kegiatan yang diikuti responden yang dibagi menjadi dua kategori, yaitu: tidak banyak ( 4 kegiatan); banyak (> 4 kegiatan).

35 interaksi dengan media massa yaitu media massa yang sering digunakan responden untuk hiburan dan atau informasi, baik media cetak seperti koran, tabloid, majalah, maupun media elektronik seperti televisi, radio, dan internet. Interaksi responden dengan media massa dikategorikan menjadi: rendah ( 2 media massa); sedang (3 sampai 4 media massa); tinggi ( 5 media massa). 5. hubungan dengan teman yaitu kedekatan hubungan responden dengan teman-teman yang dimiliki oleh responden, dapat berasal dari luar sekolah maupun dalam lingkungan sekolah. Hubungan dengan teman diukur dari satu pertanyaan (Lampiran 1, no.1) yang kemudian jawaban diberi skor dan dikategorikan menjadi: biasa saja (skor 1 sampai 2); dekat (skor 3 sampai 4). 6. hubungan dengan keluarga yaitu kedekatan hubungan reponden dengan keluarga inti mereka. Hubungan responden dengan keluarga diukur dari tiga pertanyaan (Lampiran 1, no.2 sampai 4) yang kemudian jumlah skor dari setiap pertanyaan dibagi berdasarkan jumlah pertanyaan yang diisi oleh responden, sehingga didapat rata-rata nilai yang kemudian dikategorikan menjadi hubungan yang: biasa saja (skor 2); dekat (skor > 2) 7. pola asuh gender yaitu segala interaksi antara orang tua dengan responden sejak kecil yang dibedakan sesuai jenis kelamin responden yang mencerminkan segala aturan, nilai, stereotipe orang tua terhadap gender, termasuk pengenalan norma maskulin dan feminin. Pola asuh gender diukur dari sembilan pertanyaan (Lampiran 2), skor terendah untuk

36 101 seluruh pertanyaan adalah sembilan dan skor tertinggi adalah 18. Semakin tinggi skor pola asuh gender responden, maka semakin kuat aturan, nilai, stereotipe orang tua terhadap gender, termasuk pengenalan norma maskulin dan feminin terhadap responden. Pembagian skor terdiri dari: rendah (skor 9 sampai 12); sedang (skor 13 sampai 15); tinggi (skor 16 sampai 18). 8. pendidikan ayah yaitu jenjang pendidikan formal terakhir yang dijalani oleh ayah responden. Pendidikan ayah merupakan data ordinal yang terdiri dari: 1= SD; 2= SMU/sederajat; 3= Perguruan tinggi (PT). 9. pendidikan ibu yaitu jenjang pendidikan formal terakhir yang dijalani oleh ibu responden. Pendidikan ibu merupakan data ordinal yang terdiri dari: 1= SD; 2= SMP/sederajat; 3= SMU/sederajat; 4= PT. 10. pekerjaan ayah yaitu status pekerjaan yang dijalankan oleh ayah responden. Pekerjaan ayah responden merupakan data nominal yang pengkodeannya didasarkan atas status-status pekerjaan ayah responden, dikelompokkan menjadi: 1= wiraswasta; 2= Pegawai Negeri Sipil (PNS); 3= pegawai swasta. 11. pekerjaan ibu yaitu status pekerjaan yang dijalankan oleh ibu responden. Pekerjaan ibu responden merupakan data nominal yang pengkodeannya didasarkan atas status-status pekerjaan ibu responden, dikelompokkan menjadi: 1= ibu rumah tangga; 2= Wiraswasta; 3= PNS; 4= pegawai swasta.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR

BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR Norma dan nilai gender dalam masyarakat merujuk pada gagasan-gagasan tentang bagaimana seharusnya

Lebih terperinci

BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 5.1 Beban Ganda Beban ganda wanita adalah tugas rangkap yang dijalani oleh seorang wanita (lebih dari satu peran) yakni sebagai ibu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci

FENOMENA TAMAN PENITIPAN ANAK BAGI PEREMPUAN YANG BEKERJA. Nur Ita Kusumastuti K Pendidikan Sosiologi Antropologi

FENOMENA TAMAN PENITIPAN ANAK BAGI PEREMPUAN YANG BEKERJA. Nur Ita Kusumastuti K Pendidikan Sosiologi Antropologi FENOMENA TAMAN PENITIPAN ANAK BAGI PEREMPUAN YANG BEKERJA (Studi Kasus TPA Jaya Kartika Desa Ngringo, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar) Nur Ita Kusumastuti K8409045 Pendidikan Sosiologi Antropologi

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka 5 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Konsep Gender Gender merupakan suatu konsep yang merujuk pada peran dan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis, tetapi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah. kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa muda diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah. kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa muda diharapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Masa dewasa muda merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa muda diharapkan memainkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu budaya yang melekat pada diri seseorang karena telah diperkenalkan sejak lahir. Dengan kata lain,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah upaya multi dimensional untuk mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus disertai peningkatan harkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan karir, dalam segala levelnya, kian hari kian mewabah. Dari posisi pucuk pimpinan negara, top executive, hingga kondektur bus bahkan tukang becak. Hingga kini

Lebih terperinci

HASIL. Tabel 20 Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Rata-rata ± Standar Deviasi

HASIL. Tabel 20 Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Rata-rata ± Standar Deviasi 43 HASIL Karakteristik Keluarga Tabel 20 menunjukkan data deskriptif karakteristik keluarga. Secara umum, usia suami dan usia istri saat ini berada pada kategori dewasa muda (usia diatas 25 tahun) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian manusia yang tidak dapat berdiri sendiri, artinya terkait dengan aspek kepribadian yang lain dan harus dilatihkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin banyak wanita yang bekerja di sektor formal. Ada yang sekedar untuk

BAB I PENDAHULUAN. makin banyak wanita yang bekerja di sektor formal. Ada yang sekedar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia, sebagaimana juga yang terjadi di seluruh penjuru dunia, makin banyak wanita yang bekerja di sektor formal. Ada yang sekedar untuk menyambung nafkah dan

Lebih terperinci

2016 ISU FEMINITAS DAN MASKULINITAS DALAM ORIENTASI PERAN GENDER SISWA MINORITAS

2016 ISU FEMINITAS DAN MASKULINITAS DALAM ORIENTASI PERAN GENDER SISWA MINORITAS BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu penyelenggara pendidikan formal yang bertujuan untuk mempersiapkan dan mengasah keterampilan para siswa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada lahan yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman tahunan yang jenis

Lebih terperinci

1Konsep dan Teori Gender

1Konsep dan Teori Gender 1Konsep dan Teori Gender Pengantar Dalam bab ini akan disampaikan secara detil arti dan makna dari Gender, serta konsepsi yang berkembang dalam melihat gender. Hal-hal mendasar yang perlu dipahami oleh

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB V PROFIL GENDER DAN AGEN SOSIALISASI MAHASISWA TPB TAHUN AJARAN 2007/2008. Komposisi mahasiswa TPB IPB menurut jenis kelamin disajikan pada

BAB V PROFIL GENDER DAN AGEN SOSIALISASI MAHASISWA TPB TAHUN AJARAN 2007/2008. Komposisi mahasiswa TPB IPB menurut jenis kelamin disajikan pada 68 BAB V PROFIL GENDER DAN AGEN SOSIALISASI MAHASISWA TPB TAHUN AJARAN 2007/2008 5.1 Karakteristik Individu 5.1.1 Jenis Kelamin Komposisi mahasiswa TPB IPB menurut jenis kelamin disajikan pada Tabel 7.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era modern ini peran wanita sangat dibutuhkan dalam membangun perkembangan ekonomi maupun sektor lain dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri

Lebih terperinci

MASA DEWASA AWAL. Dra. Aas Saomah, M.Si JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

MASA DEWASA AWAL. Dra. Aas Saomah, M.Si JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA MASA DEWASA AWAL Dra. Aas Saomah, M.Si JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Sosial Pada Masa

Lebih terperinci

HASIL. Karakteristik Remaja

HASIL. Karakteristik Remaja HASIL Karakteristik Remaja Jenis Kelamin dan Usia. Menurut Monks, Knoers dan Haditono (1992) kelompok usia remaja di bagi ke dalam empat kategori, yakni usia pra remaja (10-12 tahun), remaja awal (12-15

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. istri, dengan atau tanpa anak. Sedangkan menurut Sumner dan Keller

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. istri, dengan atau tanpa anak. Sedangkan menurut Sumner dan Keller BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Keluarga Keluarga adalah ikatan yang sedikit banyak berlangsung lama antar suami istri, dengan atau tanpa anak. Sedangkan menurut Sumner dan Keller merumuskan keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Psychological well-being (PWB) atau kesejahteraan psikologis merupakan suatu kondisi yang menjadikan individu dapat mengenali, menggali dan memiliki potensi yang khas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Masalah Emansipasi wanita telah memberikan semangat dan dorongan bagi kaum perempuan untuk tampil secara mandiri dalam mencapai segala impian, cita-cita dan memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

(e) Uang saku rata-rata perbulan kurang dari Rp ,- (64,8%) dan sisanya (35,3%) lebih dari Rp per bulan.

(e) Uang saku rata-rata perbulan kurang dari Rp ,- (64,8%) dan sisanya (35,3%) lebih dari Rp per bulan. Laporan Hasil Survey Tentang Kekerasan terhadap Perempuan dan Perilaku Seksual Terhadap Siswa SMA di Klaten Laporan Hasil Survey Tentang Kekerasan terhadap Perempuan dan Perilaku Seksual Terhadap Siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena gay dan lesbi nampaknya sudah tidak asing lagi di masyarakat luas. Hal yang pada awalnya tabu untuk dibicarakan, kini menjadi seolah-olah bagian dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan remaja pada zaman sekarang berbeda dengan zaman pada tahun 90 an. Dimulai tahun 2000 hingga saat ini remaja dalam berperilaku sosial berbeda dalam mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara sedang berkembang kemiskinan adalah masalah utama. Menurut Chambers (1983), kemiskinan yang dialami oleh sebagian besar rakyat di negara sedang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara

Lebih terperinci

MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA!

MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA! MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA! 4 dari 5 laki-laki seluruh dunia pada satu masa di dalam hidupnya akan menjadi seorang ayah. Program MenCare+ Indonesia adalah bagian dari kampanye global

Lebih terperinci

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya perilaku seksual pranikah di kalangan generasi muda mulai mengancam masa depan bangsa Indonesia. Banyaknya remaja yang melakukan perilaku seksual pranikah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum masalah utama yang sedang dihadapi secara nasional adalah sedikitnya peluang kerja, padahal peluang kerja yang besar dalam aneka jenis pekerjaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gender Gender adalah kodrat perempuan yang secara perlahan-lahan tersosialisaiskan secara evolusional dan mempengaruhi biologis masing-masing jenis kelamin merupakan konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru dimana secara sosiologis, remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam penelitian ini, peneliti meneliti mengenai pemaknaan pasangan suami-istri di Surabaya terkait peran gender dalam film Erin Brockovich. Gender sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. wilayahnya masing-masing. Budaya sebagai tuntunan kehidupan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. wilayahnya masing-masing. Budaya sebagai tuntunan kehidupan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap masyarakat menciptakan dan mengembangkan kebudayaan sebagai tuntunan yang memandu kehidupan, sesuai dengan lingkungan sosial dan fisik di wilayahnya masing-masing.

Lebih terperinci

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini banyak terjadi pergeseran peran atau kedudukan antara lakilaki dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi semata-mata

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Perubahan pada masa remaja mencakup perubahan fisik, kognitif, dan sosial. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seperti kesehatan, ekonomi, sosial, maupun politik. Pergeseran peran tersebut terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seperti kesehatan, ekonomi, sosial, maupun politik. Pergeseran peran tersebut terjadi karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa dekade terakhir peran wanita telah bergeser dari peran tradisional menjadi modern. Hal ini terlihat dari peran sosial yang diikuti sebagian wanita dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara sedang berkembang adalah jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN LAMPIRAN LAMPIRAN A Skala Penelitian A-1 SKALA SIKAP SUAMI TERHADAP ISTRI BEKERJA A-2 SKALA KESADARAN KESETARAAN GENDER LAMPIRAN A-1 Skala SIKAP SUAMI TERHADAP ISTRI BEKERJA LAMPIRAN A-2 Skala KESADARAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat Mencapai gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses memberikan manusia berbagai macam situasi yang bertujuan memberdayakan diri. 1 Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian A. 1 Perilaku Seks Sebelum Menikah Masalah seksual mungkin sama panjangnya dengan perjalanan hidup manusia, karena kehidupan manusia sendiri tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Partisipasi Suami dalam Kegiatan Rumah tangga. Jika dikaji secara etimologis, konsep partisipasi dapat ditelusuri melalui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Partisipasi Suami dalam Kegiatan Rumah tangga. Jika dikaji secara etimologis, konsep partisipasi dapat ditelusuri melalui BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Partisipasi Suami dalam Kegiatan Rumah tangga 1. Pengertian Jika dikaji secara etimologis, konsep partisipasi dapat ditelusuri melalui akar katanya dari bahasa Latin, yaitu kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, dimana terjadi perubahan biologis, psikologis, dan sosial (Notoatmodjo, 2007). Salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan Tuhan dan mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alfian Rizanurrasa Asikin, 2014 Bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alfian Rizanurrasa Asikin, 2014 Bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja atau dikenal dengan istilah adolescene adalah suatu transisi proses pertumbuhan dan perkembangan seorang individu dalam keseluruhan hidupnya. Transisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan bagi sumber daya wanita untuk berkarya. Khususnya di kota-kota besar dimana

BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan bagi sumber daya wanita untuk berkarya. Khususnya di kota-kota besar dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang serba kompetitif menuntut dunia usaha memberi lebih banyak ruang bagi sumber daya manusia untuk berkarya. Situasi dan kondisi demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang, kehidupan seksual dikalangan remaja sudah lebih bebas dibanding dahulu. Terbukanya saluran informasi seputar seks bebas beredar dimasyarakat

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa digunakan oleh manusia untuk berinteraksi dengan orang lain. Bahasa adalah alat untuk mengungkapkan pikiran, keinginan, pendapat, dan perasaan seseorang kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya tergantung pada keunggulan teknologi, sarana dan prasarana, melainkan juga tergantung pada kualitas

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego Buay Subing di Desa Labuhan Ratu Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kehidupan masyarakat tersebut merupakan fenomena sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. pada kehidupan masyarakat tersebut merupakan fenomena sosial yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan, perubahanperubahan pada kehidupan masyarakat tersebut merupakan fenomena sosial yang wajar, oleh karena setiap

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Pada bab ini akan membahas dan menjelaskan hasil dan analisis pengujian

BAB 6 PEMBAHASAN. Pada bab ini akan membahas dan menjelaskan hasil dan analisis pengujian BAB 6 PEMBAHASAN Pada bab ini akan membahas dan menjelaskan hasil dan analisis pengujian terhadap hipotesis yang telah diajukan. Penjelasan secara diskripsi tentang hasil pnelitian ini menekankan pada

Lebih terperinci

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jepang merupakan negara maju yang terkenal dengan masyarakatnya yang giat bekerja dan juga dikenal sebagai negara yang penduduknya masih menjunjung tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. calon mahasiswa dari berbagai daerah Indonesia ingin melanjutkan pendidikan mereka ke

BAB I PENDAHULUAN. calon mahasiswa dari berbagai daerah Indonesia ingin melanjutkan pendidikan mereka ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan manusia dari generasi ke generasi untuk menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun , pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun , pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009, pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia (SDM) Indonesia. Hal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang, yaitu suatu periode yang berada dalam dua situasi antara kegoncangan, penderitaan, asmara dan

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci: perempuan, bekerja, sektor publik, adat

Abstrak. Kata kunci: perempuan, bekerja, sektor publik, adat Judul : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Perempuan Bali untuk Bekerja di Sektor Publik (Studi Kasus di Desa Adat Kerobokan Kuta Utara Kabupaten Badung). Nama : Ni Putu Devi Ekayanti Ningsih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara berkembang, remaja merupakan bagian terbesar dalam populasi. Data demografi menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Membeli 1. Pengertian Perilaku Membeli Perilaku adalah semua respon (reaksi, tanggapan, jawaban; balasan) yang dilakukan oleh suatu organisme (Chaplin, 1999). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Definisi Kepuasan Pernikahan Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pola Penggunaan Jejaring Sosial

TINJAUAN PUSTAKA. Pola Penggunaan Jejaring Sosial 5 TINJAUAN PUSTAKA Pola Penggunaan Jejaring Sosial Internet merupakan jaringan dunia terbesar yang menghubungkan berbagai jaringan komputer dengan berbagai jenis komputer di seluruh dunia. Jaringan-jaringan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir 59 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Responden Responden dalam penelitian ini adalah para pemilih pemula yang tercatat dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir Tengah

Lebih terperinci

PERILAKU ANTISOSIAL REMAJA DI SMA SWASTA RAKSANA MEDAN

PERILAKU ANTISOSIAL REMAJA DI SMA SWASTA RAKSANA MEDAN PERILAKU ANTISOSIAL REMAJA DI SMA SWASTA RAKSANA MEDAN Dewi S Simanullang* Wardiyah Daulay** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan **Dosen Departemen Jiwa dan Komunitas Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi,

BAB I PENDAHULUAN. pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perempuan single parent adalah perempuan yang telah bercerai dengan pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi, membimbing, dan merawat

Lebih terperinci

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT Agustina Tri W, M.Pd Manusia dilahirkan o Laki-laki kodrat o Perempuan Konsekuensi dg sex sbg Laki-laki Sosial Konsekuensinya dg sex sbg Perempuan 2 Apa Pengertian

Lebih terperinci

Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam

Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Apakah Gender itu? Pengertian awal: Pembedaan ketata-bahasaan (gramatical) penggolongan kata benda menjadi feminin,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Valentina, 2013). Menurut Papalia dan Olds (dalam Liem, 2013) yang dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. Valentina, 2013). Menurut Papalia dan Olds (dalam Liem, 2013) yang dimaksud BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan yang terjadi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan baik itu secara biologis

Lebih terperinci

PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS

PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS Juliana S.R. Marpaung*, Setiawan ** * Mahasiswa Fakultas Keperawatan ** Dosen Departemen Keperawatan Dasar dan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Untuk beberapa orang bekerja itu merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembinaan dan pengembangan generasi muda terus-menerus ditingkatkan sejalan

I. PENDAHULUAN. Pembinaan dan pengembangan generasi muda terus-menerus ditingkatkan sejalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembinaan dan pengembangan generasi muda terus-menerus ditingkatkan sejalan dengan proses pembangunan nasional yang terus digalakkan. Salah satu wadah dari pembinaan dan

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia 1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang diselenggarakan di dalamnya.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah 7 TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah Duvall (1971) menyatakan bahwa kesiapan menikah adalah laki-laki maupun perempuan yang telah menyelesaikan masa remajanya dan siap secara fisik, emosi, finansial, tujuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja sebagai periode dari kehidupan manusia merupakan suatu konsep yang relatif baru dalam kajian psikologi. Istilah remaja dikenal dengan istilah adolesence, berasal

Lebih terperinci

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

(Elisabeth Riahta Santhany) ( ) 292 LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMBERITAHUAN AWAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL JAKARTA Saya mengucapkan terima kasih atas waktu yang telah saudara luangkan untuk berpartisipasi dalam penelitian

Lebih terperinci