Adaptasi Beberapa Varietas Unggul Baru Bawang Merah di Lahan Suboptimal Kabupaten Jeneponto

Transkripsi

1 Adaptasi Beberapa Varietas Unggul Baru Bawang Merah di Lahan Suboptimal Kabupaten Jeneponto Nurjanani Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang Makassar Sulawesi Selatan Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adaptasi beberapa varietas unggul baru bawang merah di lahan suboptimal Kabupaten Jeneponto. Pengkajian dilaksanakan di Kebun Percobaan Jeneponto, Kelurahan Tolo Selatan, Kecamatan Kelara, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan dengan agroekosistem dataran rendah lahan kering. Dilaksanakan mulai bulan Juli sampai September Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dan sebagai perlakuannya adalah varietas bawang merah: Katumi, Mentes, Pikatan, Trisula, dan Pancasona dan diulang tiga kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ke lima varietas yang digunakan beradaptasi dengan baik dilahan suboptimal. Varietas Mentes, Katumi dan Pikatan memiliki daya adaptasi lebih baik dengan produktivitas berturut-turut t/ha, 12.8 t/ha, dan 11,25 t/ha (di atas 10 t/ha). Sedangkan varietas Pancasona dan Trisula produktivitasnya lebih rendah yaitu masing-masing 9,92 t/ha dan 8.96 t/ha. Kata Kunci: Adaptasi, Varietas, Bawang Merah, Suboptimal Pendahuluan Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Tanaman ini dapat dibudidayakan baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah, tergantung kesesuaian varietasnya. Tanaman bawang merah menghendaki tanah yang subur, gembur, banyak mengandung humus, dan mendapat sinar matahari 70% dengan suhu udara sekitar ± 25º-32º C, serta ph 5,5-6,5 (Siswadi, 2006). Kabupaten Jeneponto merupakan salah satu kabupaten yang ditetapkan dalam Permentan 45 tahun 2015 sebagai daerah kawasan pengembangan bawang merah di Sulawesi Selatan. Dataran tinggi Kabupaten Jeneponto tergolong subur dan gembur, namun pengembangan bawang merah di dataran tingginya bersaing dengan komoditas sayuran lainnya dan luas lahan terbatas. Berbeda dengan dataran rendahnya meskipun potensi lahan cukup luas, namun dataran rendah Kabupaten Jeneponto merupakan daerah suboptimal, merupakan lahan yang telah mengalami degradasi yang mempunyai kesuburan rendah dan tidak mampu mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal (Balittanah, 2012). Penanaman bawang merah di dataran rendah Jeneponto dilakukan di lahan sawah tadah hujan setelah panen padi dan hanya pada lahan sawah yang dekat dengan sungai karena air penyiramannya hanya mengandalkan air sungai. Varietas yang ditanam oleh petani masih varietas lama yaitu varietas Bima (90%) dan varietas Bangkok (10%). Pada umumnya petani melakukan budidaya bawang merah menggunakan benih hasil panen sebelumnya, yang disisihkan dari umbi konsumsi atau dari petani penangkar lokal. Produktivitas yang dicapai masih rendah berkisar 6-7 t/ha, namun minat petani untuk menanam bawang merah cukup besar. Hal ini sama seperti daerah sentra pengembangan bawang merah lainnya di Indonesia. Menurut Basuki (2010) sebagian besar petani menanam benih varietas lokal yang dihasilkan sendiri dan membuat benih sendiri dengan cara menyimpan sebagian dari hasil panen bawang konsumsi sebelumnya. Menurut Putrasamedja dan Permadi (2011), 922 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian

2 peningkatan produksi bawang merah dipengaruhi oleh ketersediaan benih bermutu pada saat dibutuhkan petani. Kenyataan di tingkat petani, benih yang umum digunakan adalah benih yang berasal dari umbi konsumsi (Sumarni et al.2005). Benih yang disisihkan dari umbi konsumsi tersebut berkualitas rendah sehingga produktivitasnya rendah (Putrasamedja dan Permadi, 2011). Untuk menunjang program pengembangan bawang merah di Sulawesi Selatan, diperlukan dukungan teknologi, baik dalam hal pengelolaan budidayanya termasuk teknik pangairan, maupun jenis varietas unggul yang berdaya hasil tinggi. Tercatat 14 varietas unggul bawang merah yang telah dilepas oleh Badan Litbang pertanian yaitu: Bima Brebes, Kuning, Kramat-1, Kramat-2, Pikatan, Katumi, Pancasona, Mentes, Maja, Sembrani, Trisula, Agrihort 1 dan Agrihort 2. Setiap varietas memiliki keunggulan masing-masing, ada yang adaptif dataran rendah, adatif dataran tinggi, musim hujan dan kemarau, serta rata-rata memiliki potensi hasil bisa di atas 20 t/ha. Khusus varietas Agrihort 1 dan Agrihort 2 merupakan varietas penghasil biji botani (True seed of shallot/tss) (Liferdi, 2015). Berbagai varietas di atas, memiliki keragaan serta produktivitas yang berbeda bergantung pada kondisi lingkungan daerah penanamannya.. Untuk itu perlu dilakukan pengujian adaptasi beberapa varietas unggul baru bawang merah di dataran rendah suboptimal Kabupaten Jeneponto agar dapat diidentifikasi keunggulan produktivitasnya pada wilayah tersebut. Tujuan kegiatan ini adalah mendapatkan satu atau lebih varietas bawang merah yang berdaptasi baik dengan produktivitas di atas 10 t/ha. Kegiatan ini diharapkan ada satu atau lebih varietas yang beradaptasi baik pada kondisi lahan suboptimal iklim kering di musim kemarau dengan produktivitas di atas 10 t/ha. Metodologi Pengkajian dilaksanakan di Kebun Percobaan Jeneponto, Kelurahan Tolo Selatan, Kecamatan Kelara, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan dengan agroekosistem dataran rendah lahan kering di musim kemarau. Dilaksanakan mulai bulan Juli sampai September Rancangan percobaan yang digunakan adalah Acak Kelompok (RAK) dengan lima perlakuan dan diulang tiga kali. Perlakuannya adalah lima varietas bawang merah yaitu: Katumi, Mentes, Pikatan, Trisula, dan Pancasona. Sebelum penanaman, lahan dibersihkan dari sisa-sisa tanaman sebelumnya, diolah sedalam 30 cm, batunya dikeluarkan lalu dibuat bedengan dengan ukuran lebar 1,2 m, tinggi 20 cm, dan panjang sesuai kondisi lahan. Jarak antar bedengan 40 cm. Aplikasi pupuk dasar 7 hari sebelum tanam. Pupuk dasar adalah pupuk kandang ayam dosis 30 t/haan SP 36 dosis 200 kg/ha. Pupuk susulan terdiri dari Urea 200 kg/ha, KCl 200 kg/ha dan ZA 320 kg/ha yang diaplikasinya dua kali masing-masing setengah dosis pada umur hari setelah tanam (HST) dan HST. Ukuran umbi yang ditanam adalah mempunyai berat 5-10 g per umbi, padat, kulit umbi tidak terkelupas dan warna umbi berkilau. Penanaman dilakukan pada baris yang telah disiapkan dengan jarak 15 cm x 20 cm dengan membenamkan 2/3 umbi.. Pemeliharaan tanaman yang paling utama adalah penyiraman, dilakukan setiap hari dengan sistem curah menggunakan sprinkler 500 mata Nozzle/ha Pemeliharaan lainnya seperti penyiangan dan pengendalian hama penyakit dilakukan sesuai keberadaan hama dan penyakit. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah umbi, berat umbi, dan jumlah produksi umbi per plot. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 923

3 Hasil dan Pembahasan Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa rataan tinggi tanaman lima varietas bawang merah berbeda nyata (Tabel 1). Varietas yang memiliki tinggi ta naman tertinggi adalah Mentes dengan tinggi 32.2 cm dan terendah pada varietas Trisula yaitu 26.5 cm. Jumlah umbi tertinggi pada varietas Katumi yaitu 12.8 umbi/rumpun tapi banyaknya umbi tidak mempengaruhi bobot umbi per rumpun. Bobot umbi per rumpun tertinggi ditunjukkan oleh varietas Mentes yaitu gram. Varietas Mentes dan Katumi memiliki keragaan varietas yang hampir sama dalam hal tinggi tanaman dan jumlah umbi. Namun, berat umbi yang dihasilkan berbeda. Dalam hal ini yang lebih berpengaruh adalah faktor genetik. Adanya interaksi faktor genetik tiap varietas dengan faktor lingkungan yang mendukung mampu mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Berdasarkan karakter varietas yang telah dikemukakan oleh Hidayat, dkk. (2011) Tinggi tanaman varietas Mentes hingga umur panen mampu mencapai 42,07 cm dengan 8-12 anakan per rumpun. Tidak jauh berbeda dengan varietas Pikatan tinggi tanaman hingga 39 cm dengan 5-8 anakan per rumpun. Varietas Trisula mempunyai tinggi tanaman 39,92 cm dan memiliki 5-8 anakan per rumpun. Varietas Pancasona memiliki tinggi tanaman 41,13 cm dan jumlah anakan 3-7 per rumpun. Tidak jauh berbeda dengan varietas lain, Katumi memiliki tinggi tanaman 35 cm dengan 9-11 anakan per rumpun (Sinaga, dkk. 2013). Adanya interaksi faktor genetik tiap varietas dan faktor lingkungan yang mendukung mampu mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Tabel 1. Rataan tinggi tanaman pada 45 HST, jumlah umbi dan berat umbi per rumpun lima varietas bawang merah yang ditanam pada lahan suboptimal, kab. Jeneponto Varietas Rata-rata Tinggi tanaman (cm) jumlah umbi Berat umbi (g) Mentes 32.2 a 12.1 a a Katumi 31.2 ab 12.8 a a Pikatan bc 10.9 ab a Trisula 26.5 c 7.85 c 37.0 b Pancasona c 8.55 bc 59.5 b Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbedanyata pada uji BNJ pada taraf 0.05 Allard (1960) menyatakan bahwa lingkungan yang sering mempengaruhi tanaman adalah lingkungan yang terdapat di sekitar tanaman, tergantung dari gen tanaman menerima respon dari lingkungan tersebut. Gen tanaman terkecuali bila mereka dalam kondisi yang maka tidak ada pengaruh gen terhadap keadaan lingkungan. tidak dapat menyebabkan berkembangnya suatu karakter sesuai. Jika berada dalam kondisi yang tidak sesuai berkembangnya karakteristik dengan mengubah tingkat Menurut Gardner et. al. (1985) dalam Purbiati, dkk. (2010) bahwa daya tumbuh dan pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor luar dan dalam. Faktor dalam salah satunya adalah sifat genetik dari varietas tersebut. Sedangkan faktor luar adalah iklim, suhu, kelembaban, curah hujan, ketersediaan hara dan intensitas sinar matahari. Jumlah produksi umbi tiap varietas disajikan pada Tabel 2. Produksi umbi yang tinggi pada varietas Mentes, Katumi dan Pikatan berturut-turut yaitu 30,6 kg/plot (setara 12,75 t/ha); 29,7 kg/plot (12,38 t/ha) dan 28,7 kg/plot (11,25 t/ha) secara statistika tidak berbeda nyata, tapi berbeda 924 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian

4 nyata dengan produksi varietas Trisula dan Pancasona yaitu masing-masing 21,5 kg/plot (8,96 t/ha) dan 23,8 kg/ plot (9.92 t/ha). Rendahnya produksi varietas Trisula dan Pancasona diduga karena kedua varietas tersebut lebih adaptif musim hujan. Pengalaman Rosliani verietas Tabel 2. Rataan jumlah produksi umbi lima varietas bawang merah yang ditanam pada lahan kering sub optimal, musim kemarau di kab. Jeneponto Varietas Produksi/plot (kg) Produktivitas (t/ha) Katumi 29.7 a Mentes 30.6 a Pikatan 28.7 a 11,25 Trisula 21.5 b 8.96 Pancasona 23.8 b 9.92 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbedanyata pada uji BNJ pada taraf 0.05 Trisula akan menghasilkan banyak anakan (umbi) jika mendapat air yang cukup banyak (konsultasi pribadi). Namun produktivias ke dua varietas Trisula dan Pancasona masih lebih tinggi daripada produktivitas rata-rata yang dicapai petani dengan menanam varietas Bima dan Bangkok yang hanya rata-rata 6-7 t/ha.. Tiap varietas memiliki kemampuan yang berbeda dalam berkompetisi memperebutkan unsur hara yang dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman (Russo, 2008) sehingga mempengaruhi produksi umbi. Varietas Pikatan memiliki rataan jumlah anakan lebih sedikit (9,78) dibandingkan rataan jumlah anakan pada varietas Mentes (10,78), dan Katumi (10,94). Kerapatan tanaman juga berpengaruh terhadap bobot umbi, Wiguna, dkk (2013) mengemukakan bahwa peningkatan densitas berpengaruh terhadap jumlah dan berat umbi yang dihasilkan. Pada densitas tinggi, jumlah tanaman per plot lebih banyak sehingga umbi yang dihasilkan lebih banyak daripada penanaman pada densitas rendah. Menurut Seck & Baldeh (2009) secara umum hasil tanaman per satuan luas tertinggi diperoleh pada densitas tanaman tinggi, tetapi bobot dan ukuran per umbi menurun. Poespodarsono (1988) yang menyatak an bahwa ada dua kemungkinan penyebab suatu varietas beradaptasi dengan baik, yaitu varietas terdiri dari satu macam genotip yang mempunyai susunan genetik sedemikian rupa sehingga mampu mengendalikan sifat morfologi dan fisiologi yang dapat menyesuaikan diri pada lingkungan dan varietas terdiri dari sejumlah genotipe yang berbeda, masing-masing mempunyai kemampuan menyesuaikan diri terhadap perbedaan kisaran lingkungannya. Kesimpulan Varietas unggul baru yang ditanam pada lahan suboptimal musim kemarau, Varietas Mentes, Katumi dan Pikatan memiliki daya adaptasi lebih baik dengan produktivitas berturut-turut t/ha, 12.8 t/ha, dan 11,25 t/ha (di atas 10 t/ha). Sedangkan varietas Pancasona dan Trisula produktivitasnya lebih rendah yaitu masing-masing 9,92 t/ha dan 8.96 t/ha. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 925

5 Daftar Pustaka Balittanah Penelitian Pengelolaan Tanah Mendukung Peningkatan Produktivitas Lahan dan Tanaman Berbasis Efisiensi Karbon. degradasi182 Gardner P.G.,R.B Pearee and T.L. Mitchell Physiology of crop plants. The Iowa State University Press. U.S.A 428 p. Hidayat, I. M., S. Putrasamedja, C. Azmi Laporan Kegiatan: Persiapan Pelepasan Varietas Bawang Merah Umbi dan TSS. Liferdi, L Teknologi Unggulan Mendukung Swasembada Sayuran. Materi Disampaikan dalam acara Workshop Koordinasi Kegiatan Dukungan Pengem-bangan Kawasan Agribisnis Hortikultura di Bogor, Maret Poespodarsono, S., Dasar- Dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Lembaga Sumberdaya Informasi. IPB. Bogor. Purbiati, T. Abdullah U. dan Arry S Pengkajian Adaptasi Varietas Bawang Merah Toleran Hama Penyakit Pada Lahan Kering Di Kalimantan Barat ( Assessment Of Adaptation Of Shallots Varieties Pest Tolerant Disease On Dry Land In West Kalimantan). Russo, VM Plant density and nitrogen fertilizer rate on yield and nutrient content of onion developed from greenhouse-grown transplants. HortSci., vol. 43 no. 6 pp Seck, A & Baldeh, A 2009, Studies on onion bulb yield and quality as influenced by plant density in organic and insentive cropping systems in the Gambia (West Africa), African Crop Science Conference Proceeding, vol. 9, pp Sinaga, E.M., E.S. Bayu., I. Nuriadi, Adaptasi Beberapa Varietas Bawang Merah ( Allium ascalonicum) di Dataran Rendah Medan. Jurn. Online Agroteknologi Vol.1 No. 3. pp Siswadi Budidaya tanaman Sayuran. Citra Aji Parama. Yogyakarta. 44 p. Wiguna, G. Hidayat, IM. dan Azmi C. (2013). Perbaikan Teknologi Produksi Benih Bawang Merah Melalui Pengaturan Pemupukan, Densitas, dan Varietas by Setting Fertilization, Density, and Variety ), J. Hort. 23 (2), Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian

6 Pertanyaan : Nama penanya : Harmi Kode makalah : P104 Judul makalah : Pertanyaan : Tanggapan/ jawaban : Adaptasi Beberapa Varietas Unggul Baru Bawang Merah Di Lahan Sub Optimal Kab Janeponto 1). Lahan sub optimal kabupaten Janeponto, mohon dijelaskan keterbatasannya seperti apa? 2). Apa dasar pemilihan 5 varietas yang diuji? 1). Lahan sub optimal kabupaten Jeneponto memiliki keterbatas dalam hal ketersediaan air karena Jeneponto termasuk wilayah iklim kering dengan type D Ferguson yang curah hujannya hanya 4 bulan (Desembe r-maret), sehingga jika lahan tersebut akan dimanfaatkan di luar musim hujan (April-November) membutuhkan input yang cukup besar. Selain ketersediaan air terbatas, juga tanah diwilayah ini mengandung banyak batu (tanah berbatu sehingga dibutuhkan penaganan yang ekstra yakni sebelum pengolahan tanah, batu-batu yang ada dikeluarkan dari lahan yang akan diolah agar bisa dilakukan pengolahan tanah dengan sempurna baik maual (menggunakan linggis dan cangkul) maupun menggunakan hand tractor. Selanjutnya pemberian pupuk organic harus banyak (20 t/ha) agar dapat menunjang pertrumbuhan dan perkembangan umbi bawang merah. 2) Dasar pemilihan varietas : lima varietas yang ditanam yaitu Katumi, Pikatan, Mentes, Trisula, dan Pancasona merupakan varietas unggul baru Badan Litbang Pertanian yang sudah pernah ditanam di kabupaten Enrekang, Sulsel, namun di tingkat petani varietas tersebut tidak bisa dipertahankan karena petani di kabupaten Enrekang tidak mau menyimpan hasil bawang untuk benih dengan kata lain langsung dijual untuk konsumsi. Oleh karena itu penulis mencoba untuk mengadaptasikan ke lima varietas tersebut di wilayah Jeneponto agar bisa menunjang produksi benih di Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 927