PENYU HIJAU: STATUS DAN KONSERVASINYA GREEN TURTLE AND THEIR CONSERVATION

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENYU HIJAU: STATUS DAN KONSERVASINYA GREEN TURTLE AND THEIR CONSERVATION"

Transkripsi

1 J. Pijar MIPA, Vol. III No. 1, Maret 2008 : PENYU HIJAU: STATUS DAN KONSERVASINYA Karnan Program Studi Pendidikan Biologi, PMIPA FKIP Universitas Mataram karnan@telkom.net; kar_nan@yahoo.com Abstrak: Perairan laut Indonesia menjadi habitat 6 jenis penyu dari 7 jenis penyu yang ada di dunia, salah satunya adalah penyu hijau (Chelonia mydas). Penyu hijau memiliki siklus hidup yang unik termasuk melakukan migrasi. Semua jenis penyu yang ada di dunia saat ini berada dalam kondisi yang terancam oleh berbagai hal, di antaranya kehilangan dan kerusakan habitat, penangkapan langsung (direct take), penangkapan tidak langsung (indirect take), penyakit. Saat ini hampir semua negara dan lembaga lembaga resmi dunia secara tegas melarang eksploitasi penyu secara liar. Convention on International Trade of Endangered Species (CITES) telah memasukkan penyu hijau dalam Appendix I yang merupakan daftar hewan dan tumbuhan yang berstatus paling terancam. Oleh karena itu, konservasi terhadap penyu merupakan suatu tindakan yang sangat mendesak untuk dilakukan. Kata kunci: penyu hijau, Chelonia mydas, konservasi GREEN TURTLE AND THEIR CONSERVATION Abstract: Indonesian water is occupied by 6 of 7 species of turtle living in the world, one of them is the green turtle (Chelonia mydas). Green turtle has a unique lifecycle including migration. All turtle species in the world are endangered status caused by many factors such as habitat loss, direct take, indirect take, and diseases. Nowadays, almost all state and the world legal institutions are strictly prohibit illegally exploitations on green turtle. Convention on International Trade of Endangered Species (CITES) put on this species in Appendix I that contain the most endangered animals and plants. Because of this, conservation on this species is urgently required. Key words: green turtle, Chelonia mydas, conservation I. PENDAHULUAN Sejak zaman dahulu penyu telah menjadi makanan kebanggaan bagi manusia. Baik daging maupun telurnya yang memiliki rasa enak dan karenanya telah menjadi komoditas yang diekspor dalam bentuk beku atau yang sudah dikalengkan sebagai bahan untuk pembuatan sop penyu, calipees, dan lain lainnya. Penggunaan yang lain meliputi ekstraksi minyak dari lemak penyu dan pengolahan cangkang, bulu, dan makanan. Banyak penyu ditangkap secara langsung di pantai dengan cara membalikkan tubuhnya (betina), di laut mereka tertangkap dengan jaring insang, pukat, dan tombak. Penyu laut dijumpai di semua laut tropis dan daerah sedang. Mayoritas penyu laut bertempat tinggal di perairan yang dangkal sepanjang pantai dan sekitar pulau, tetapi beberapa diantaranya melakukan migrasi ke tempat yang jauh dan sering dijumpai di laut terbuka. Setelah musim bertelur, beberapa spesies membenamkan dirinya dalam dasar perairan berlumpur di perairan pantai yang dangkal atau melakukan migrasi ke wilayah yang lebih hangat untuk menghindari musim dingin [5]. Penyu diketahui sangat rawan terhadap pemangsaan. Telur umumnya dimakan oleh sebangsa musang, anjing, babi, monyet, kadal varaqnid, kepiting hantu (ghost crabs), semut, dan juga serangan jamur dan bakteri. Ketika sampai di air, pemangsaan umumya dilakukan oleh burung (dibagian permukaan) dan oleh ikan, seperti hiu dan ikanikan predator lainnya, di kolom air. Musuh penyu dewasa yang utama adalah hiu. Ada tujuh spesies penyu laut di dunia, tersebar di daerah tropis dan subtropis. Sebagian besar dapat hidup hampir 100 tahun dan dalam siklus hidupnya memerlukan berbagai tipe habitat, termasuk pantai berpasir, padang lamun, hamparan alga, dan laut terbuka. Karena daerah penyebarannya yang sangat luas dan memiliki berbagai bentuk habitat, maka penyu laut dapat berinteraksi dengan aktivitas manusia dalam setiap tingkatan hidupnya [4]. Perairan laut Indonesia menjadi habitat 6 jenis penyu dari 7 jenis penyu yang ada di dunia. Enam jenis penyu yang ada di Indonesia adalah penyu hijau (green turtle, Chelonia mydas), penyu lengkang (olive ridley, Lepidochelys olivacea), penyu tempayan (loggerhead, Caretta caretta), penyu sisik (hawksbill, Eretmochelys imbricata), penyu belimbing (leatherback, Dermochelys coriacea) dan penyu pipih (flatback, Natator depressus). Semua jenis penyu yang ada di dunia saat ini berada dalam kondisi yang terancam oleh berbagai hal, terutama

2 Bentuk Ikonik Bilangan Bulat Sebagai Komponen Pembelajaran Kontekstual (Ketut Sarjana) penangkapan oleh manusia. Penyu hijau (Chelonia mydas) merupakan salah satu di antara jenis penyu yang jumlahnya paling banyak ditemukan. Data tangkapan penyu dari Western Central Pacific pada tahun 1995 telah dilaporkan dalam buku tahunan Statistik Perikanan FAO yaitu 540 ton utamanya dari Indonesia; data terpisah dilaporkan bahwa penyu hijau (Chelonia mydas) dari Fiji (6 ton pada tahun 1995). Tidak diketahui dengan jelas jumlah penyu yang ditangkap dengan pukat, drift net, dan alat lainnya yang sering menyebabkan kematian pada penyu. Walaupun sudah berada dalam kondisi yang mengkhawatirkan, banyak di antara kita tidak mengerti mengenai status sumberdaya ini di alam. Tulisan ini akan menguraikan tinjauan beberapa aspek biologi, terutama siklus hidup, status dan tingkah laku penyu hijau yang erat kaitannya dengan pengelolaannya. II. PEMBAHASAN 2.1. Deskripsi Penyu hijau (Chelonia mydas) merupakan penyu laut berukuran pertengahan sampai besar. Penyu hijau betina yang siap bertelur (nesting female) memiliki ukuran karapas (carapace) 3 kaki dengan bobot lebih dari 400 pon. Tukiknya berukuran kecil, dengan ukuran panjang karapas 2 inch dan bobot kurang dari 1 ons. Karapas penyu dewasa licin sepanjang marjin (edges) lateral dan posterior dengan sisik yang tidak tidak bersusun (non-overlapping scales). Tukiknya memiliki karapas yang bundar. Warna penyu hijau bervariasi dari hijau ke abu abu ke coklat, dan karapas seringkali ditandai dengan titik titik yang lebih gelap atau loreng loreng. Nama penyu hijau diambil dari warna jaringan lemaknya yang hijau, bukan dari warna eksternalnya. Bagian bawah karapas (plastron) biasanya berwarna putih atau kuning [2] Penyebaran Penyu hijau tersebar luas di perairan tropis dan subtropis. Beberapa wilayah yang dikenal karena penyu laut yang melimpah adalah Teluk Thailand, Malaysia (Sarawak, Sabah), Filipina, Indonesia (Sumatra, Kepulauan Riau, Ka limantan, Sulawesi, Jawa, Madura, Sum bawa, Flores, Irian Jaya, Kepulauan Obi, Ambon, Banda, Maluku), Papua Nugini, Australia (Northern Territory, Queensland), Wake Island, Guam, Northern Mariana Islands, Palau, Micronesia, Mar shall Islands, Line Islands (Jarvis), Kiribati,Tuvalu, Samoa, Cook Islands, Solomon Is lands, Vanuatu, New Caledonia, Fiji, Tonga, French Polynesia (Society Islands, Tuamotu Archipelago, and Marquesas) [5]. Di Indonesia, salah satu lokasi penting yang menjadi tempat persarangan penyu hijau adalah pantai yang ada di Pulau Jawa. Di beberapa tempat di pesisir selatan Pulau Jawa dikenal sebagai habitat penyu untuk bertelur, tetapi disisi lain tempat tersebut juga dikenal sebagai pusat perdagangan penyu dan bagian bagiannya Reproduksi Perilaku penyu ketika bertelur hampir sama. Penyu hijau betina meninggalkan laut untuk bertelur di daratan. Di Virgin Islands, penyu hijau terlihat melakukan persarangan setiap saat sepanjang tahun, akan tetapi puncaknya terjadi bulan Agustus sampai Oktober. Persarangan (nesting) hampir selalu berlangsung pada malam hari. Penyu betina menggali sarangnya di pantai, biasanya dekat tumbuhan yang ada di wilayah tersebut [2]. Penyu menyiapkan sarangnya dengan menggali pasir dan membuatnya dalam bentuk lubang. Telur telurnya ditempatkan dalam lubang yang disiapkan sebelumnya. Setiap ekor betina dapat menghasilkan 110 butir telur, tergantung ukuran tubuhnya. Induk yang berukuran besar dapat menghasilkan 200 butir telur dalam satu lubang. Setelah diletakkan, lubang ditutup dengan pasir yang ada di sekitarnya. Penyu hijau betina akan melepas antara 1 sampai 7 clutch telur setahun. Aktivitas bertelur ini berulang hampir setiap 14 hari. Masa inkubasi penyu disebutkan bermacam macam oleh para peneliti. Cole dan Toller menyebutkan inkubasi berlangsung selama hari. Sementara [6] menyebutkan masa inkubasi berlangsung antara hari, terantung suhu. Setelah itu, anak anak penyu yang menetas (umumnya pada malam hari) akan berhamburan keluar sarang dan masuk ke dalam laut. Mereka bergerak dengan cara yang unik ketika baru pertama kali memasuki laut. Anakanak penyu (tukik) yang baru menetas mencari daerah dengan arah horizontal yang berwarna lebih terang. Vegetasi yang ada memiliki bayangan gelap di daratan dan kombinasi antara sinar bintang dan pantulan sinar bintang dari air laut membuatnya lebih terang, sehingga tukik menuju arah ini, dan akhirnya sampai ke laut. Akan tetapi, akhir akhir ini orang banyak menyalakan lampu di sekitar tempat persarangan penyu. Kondisi ini menyebabkan anakan penyu bergerak dengan arah yang salah, sehingga mereka banyak yang ditabrak oleh kendaraan, dimakan anjing, kucing, dan organisma lainnya. Penyu penyu yang berhasil hidup (survivors) masuk ke perairan laut dan hidup sebagai pelagis. Beberapa spesies penyu umumnya tidak kembali ke perairan pantai sampai benar benar matang secara seksual. Kelulusan hidup (survival) umumnya sangat rendah. Dari sampai ekor anak penyu yang menetas, biasanya hanya satu ekor saja yang mampu tumbuh menjadi penyu dewasa dalam kurun waktu tahun [2]. Sementara [6] menyebutkan kematangan seksual penyu dicapai dalam waktu yang lama, yaitu rata rata tahun Migrasi Pada beberapa populasi, migrasi yang dilakukannya dapat mencapai jarak yang luar biasa [7]. Penyu hijau (C. mydas) dan penyu tempayan (Caretta caretta) sepanjang hidupnya dapat menempuh lebih dari kilometer. Sebagai contoh, penyu hijau yang besarang di Kepulauan Ascension di Atlantik Selatan secara teratur bermigrasi antara pantai tempat bersarang dan tempat makannya di Brazil. Bahkan yang lebih hebat lagi, penyu tempayan yang menempatkan telurnya di pantai Jepang tampak melintasi Samudera Pasifik ke Baja Calofornia sebelum kembali lagi ke Jepang untuk bersarang [7].

3 J. Pijar MIPA, Vol. III No. 1, Maret 2008 : Status Populasi Penyu Penyu memiliki kemampuan menghasilkan telur dalam jumlah yang besar. Meskipun demikian, populasi penyu di dunia saat ini berada dalam kondisi kritis dan terancam. Beberapa jenis penyu laut populasinya menurun tajam. Sebagai contoh, diperkirakan bahwa jumlah penyu belimbing di Lautan Pasifik telah mengalami penurunan lebih dari 95% selama 20 tahun terakhir, dan jumlah penyu tempayan yang melakukan persarangan juga menurun sekitar 80% selama periode yang sama [4]. Diperkirakan ada penyu hijau terbunuh di sekitar kepulauan Indo Australia setiap tahun. Penurunan produksi telur di Sarawak menurun dari butir telur pada tahun 1930 menjadi butir dalam tahun Di Indonesia, penurunan terjadi sepuluh kali lipat sejak tahun 1940an, dan lebih dari setengahnya di French Polynesia. The SSC Marine Turtle Specialist Group telah menilai spesies ini sebagai Endangered. Pemulihan dapat terjadi jika konservasi dilaksanakan dengan pengelolaan yang ketat [6]. Saat ini penyu di seluruh dunia berada dalam ancaman yang serius. Enam dari tujuh spesies penyu yang diketahui berada dalam kondisi terancam bahkan hampir punah sebagaimana yang dinyatakan oleh IUCN World Conservation Union Red List. Ketujuh spesies penyu yang ada dimasukkan dalam Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), yang berarti bahwa perdagangan terhadap spesies tersebut baik berupa bagian bagian tubuhnya maupun produknya dilarang. Penyu laut di alam saat ini benar benar berada dalam kondisi yang sangat membahayakan [12]. Penurunan populasi disebabkan oleh sejumlah faktor, baik oleh faktor alami maupun faktor manusia., baik di darat maupun di lingkuangan laut, di antaranya kehilangan habitat tempat bertelur dan berkembang oleh badai, gelombang laut, perusakan sarang oleh predator dan pemburu gelap (poachers), pengambilan telur, penangkapan penyu untuk diambil daging, bulu, dan cangkangnya, terbunuh secara tidak sengaja ketika penangkapan ikan berlangsung sebagai tangkapan yang tidak diinginkan (bycatch). Di lingkungan laut, bahaya dapat berupa polusi (penyu laut memakan berbagai macam sampah laut seperti kantong plastik, plastik, tar balls, balon), getaran dan gesekan perahu khususnya di perairan pantai. The World Conservation Union (IUCN) memberikan tiga spesies penyu laut dalam kondisi kritis, critically endangered, yaitu penyu belimbing, Kemp s redlly dan penyu sisik. Tiga spesies lainnya yaitu penyu hijau, penyu tempayan dan penyu lengkang berada dalam kondisi endangered [4]. Hasil studi yang dilakukan oleh Mortimer selama tiga tahun ( ) mengindikasikan bahwa populasi penyu hijau di Granitic Islands dan the Amirates group mengalami penurunan seiring dengan dimanfaatkannya pulau tersebut sebagai tempat tinggal penduduk. Eksploitasi yang terorganisir terhadap sumberdaya ini telah membuat penurunan populasi yang drastis di Seychelles [8] Ancaman terhadap populasi penyu hijau Penyu hijau (Chelonia mydas) merupakan salah satu jenis penyu yang paling melimpah dan juga merupakan spesies yang paling sering dijumpai di Indonesia. Akan tetapi, spesies ini merupakan spesies target utama untuk diburu dagingnya dan populasinya turun dengan sangat cepat. Di laut, penyu hijau menghadapi ancaman dari jeratan jaring nelayan dan sampah. Di daratan, telur penyu diambil untuk diperdagangkan dan juga dimakan oleh predator. Beberapa faktor yang dikategorikan sebagai ancaman utama terhadap kelangsungan hidup penyu hijau, bahkan jenis jenis yang lain, yang dinyatakan dalam berbagai sumber [3] Eckert et. al,1999,. [11] U.S. Fish and Wildlife Service, 2007,. [9] Murugan, 2007) dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Kehilangan dan kerusakan habitat Kehilangan atau kerusakan habitat dapat terjadi karena faktor alam maupun faktor manusia. Faktor yang datang dari alam yang tidak dapat dikendalikan oleh manusia seperti badai dan tsunami merupakan faktor yang dapat mempengaruhi struktur pantai sehingga tidak sesuai lagi sebagai tempat untuk bersarangnya penyu. Gempa bumi yang menghancurkan pantai barat Sumatera dan akibat tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 telah meninggalkan dampak terhadap Pulau Andaman dan Nicobar, dan juga sepanjang pantai India, khususnya sepanjang propinsi Tamil Nadu. Akan tetapi, persarangan penyu dilaporkan terjadi lagi di pantai ini setelah peristiwa tsunami tersebut. Kepulauan Andaman dan Nicobar merupakan daerah terparah di India. Perubahan garis pantai terjadi di kedua Kepulauan ini. Di Kepulauan Nicobar, daerah persarangan penyu disapu bersih. Pantai pantai ini dilaporkan dipenuhi oleh sampah yang dapat berpengaruh terhadap populasi penyu yang bersarang. Pembangunan konstruksi di pantai seperti pembangunan jalan raya dan jalan tol, infrastruktur untuk umum, hotel, condominium, kompleks perumahan, bangunan pelindung pantai, semuanya dapat merubah habitat persarangan yang menyebabkan tempat ini tidak sesuai lagi sebagai tempat bersarangnya penyu. Pembangunan yang tidak terkontrol, seperti yang disebutkan diatas, telah menyebabkan kerusakan terhadap kawasan pantai yang biasanya dijadikan kawasan untuk bertelurnya penyu. Adanya sinar lampu jalan dan bangunan merupakan sesuatu yang menarik bagi tukik. Adanya sinar lampu dari sumber ini menyebabkan tukik tidak dapat mencapai laut. Kelompok tukik biasanya kehilangan arah, sehingga dimangsa oleh predator atau bahkan mati karena faktor lain, misalnya terkena sengatan matahari. Kerusakan padang lamun di Indonesia sebagai akibat sedimentasi, pengayaan nutrien, pengembangan wisata yang intensif dan penangkapan ikan yang destruktif juga sangat mengancam kelangsungan hidup penyu hijau. 2. Penangkapan langsung Sebagaidampak dari penangkapan penyu dewasa dan pengambilan terlurnya, populasi penyu hijau di Indonesia

4 Bentuk Ikonik Bilangan Bulat Sebagai Komponen Pembelajaran Kontekstual (Ketut Sarjana) mengalami penurunan sangat tajam dalam beberapa dekade terakhir. Bali merupakan pasar terbesar Asia untuk penyu hijau. Perdagangan penyuhijau di Bali mencapai puncaknya pada tahun 1970an ketika lebih dari individu didaratkan di Bali. Laporan lain menyebutkan bahwa di Bali, diperkirakan ekor penyu ditangkap selama kurun waktu untuk dikonsumsi. Produk produk dari penyu laut (misalnya daging, jaringan adipose, organ organ, darah, telur) merupakan bahan makanan yang umum bagi banyak komunitas di dunia. Akan tetapi ada beberapa bahaya yang dapat timbul karena mengkonsumsi bahan makanan dari penyu tersebut. Bahaya yang dapat timbul adalah yang berkenaan dengan kehadiran bakteri, parasit, biotoksin, dan kontaminan lingkungan. Dampak terhadap kesehatan setelah mengkonsumsi bahan makanan dari penyu yang sudah terinfeksi zoonotic pathogen meliputi diare, vomiting, dan dehidrasi yang luar biasa, yang kadang kadang memerlukan perawatan rumah sakit dan bahkan dapat menimbulkan kematian. [1]. Kandungan logam berat dan senyawa organoklorin yang diukur dalam jaringan penyu laut yang dimakan melebihi nilai ambang batas yang aman berdasarkan standar internasional untuk keamanan pangan yang dapat menimbulkan dampak racun termasuk ganguan saraf, penyakit ginjal, kanker hati, dan berdampak terhadap perkembangan janin dan anak anak. Penyebarluasan informasi ini sangat baik bagi kesehatan serta dapat menunjang program konservasi penyu yang kondisinya terancam punah [1]. 3. Penangkapan tidak langsung Penyu laut merupakan spesies yang tersebar hampir di seluruh bagian dunia. Penyu menempati daerah perairan lepas pantai dan pantai sesuai dengan tingkatan dalam siklus hidupnya. Oleh karena itu, interaksinya dengan kegiatan perikanan dapat terjadi baik di tengah lautan maupun di perairan pantai [4]. Setiap tahun, ribuan penyu hijau tertangkap oleh jaring trawl (trawl nets) yang dipergunakan dalam penangkapan udang. Juga, penyu hijau terjerat oleh jaring insang pada daerah penangkapan ikan di pantai yang secara intensif mempergunakan alat tangkap ini. Mereka umumnya ditangkap ketika berusaha untuk mencapai pantai. Kegiatan perikanan di daerah pantai dapat mempengaruhi migrasi penyu betina yang akan bertelur di pantai, juvenil, penyu dara, dan perkawinan penyu. Beberapa jenis alat tangkap yang potensial dapat menyebabkan penyu tertangkap di pantai adalah pukat (trawl), jaring insang, pancing ulur (pelagic longline), dan set net. Akhir akhir ini perhatian banyak dicurahkan terhadap dampak perikanan di tengah lautan terhadap penyu, terutama penggunaan pancing ulur (pelagic long line). Beberapa terget utma bagi perikanan di tengah lautan ini adalah ikan todak (swordfish, Xiphias gladius) dan beberapa spesies tuna (genus Thunus). Ikan ikan ini memiliki daerah penyebaran sangat luas, dari daerah sedang sampai tropis, dan penyebaran mereka ini tumpang tindih dengan rute migrasi dan daerah tempat mencari makan beberapa penyu laut. Hasil tangkapan penyu sebagai tangkapan yang tidak diinginkan (bycatch) dengan pancing ulur dapat terjadi karena penyu menelan umpan atau terjerat oleh alat tangkap. Longlilne di pasang pada kedalaman yang berbeda sesuai dengan spesies ikan yang menjadi terget saat itu. Tuna yang berukuran besar biasanya berada pada perairan yang lebih dalam ( meter) atau berhubungan dengan massa air yang lebih dingin. Ikan todak dan penyu yang berukuran lebih kecil biasanya dijumpai pada kedalaman yang kurang dari 100 meter. Ada bukti bagi penyu laut bahwa, ketika dalam fase pelagis, ditemukan dalam jumlah besar pada kedalaman di atas 100 meter. Pengetahuan tentang perilaku penyu terutama keberadaan mereka yang berkaitan dengan musim, daerah, dan kedalaman merupakan informasi yang sangat diperlukan sebelum pengoperasian alat dilakukan. Di beberapa negara, telah diterapkan penggunaan alat pelolos penyu (turtle excluder devices, TEDs) untuk menekan tangkapan yang tidak sengaja terhadap penyu ketika melakukann penangkapan ikan. Alat ini dipasang pada pada ujung (cod end) akhir jaring pukat. 4. Penyakit Di beberapa wilayah, penyu hijau menderita karena lemah dan tumor ganas yang mematikan. Penyebab tumor tidak diketahui, namun diduga karena peningkatan polusi oleh zat kimia yang menurunkan sisetm kekebalan, yang menyebabkan mereka menjadi lebih rentan terhadap infeksi yang ditimbulkan oleh herpes seperti virus Konservasi Secara sederhana, konservasi diartikan sebagai suatu kegiatan pengelolaan agar memperoleh manfaatn secara terus menerus dari yang dikelola tersebut (penyu). Mengingat kondisi populasinya yang makin mengkhawatirkan, hampir semua negara dan lembagalembaga resmi dunia secara tegas melarang eksploitasi penyu secara liar. Penyu hijau telah didaftarkan oleh the U.S. Fish and Wildlife Service sebagai spesies yang terancam di seluruh kawasan Karbia. CITES (Convention on International Trade of Endangered Species) telah memasukkan penyu hijau dalam Appendix I yang merupakan daftar hewan dan tumbuhan yang berstatus paling terancam. Semua penyu laut dilindungi secara hukum, yang melarang penangkapan terhadap hewannya sendiri maupun telurnya. Akan tetapi, aturan yang ada sekarang tidak dapat mencegah penangkapan liar yang dilakukan terhadap sumberdaya ini. Bahkan di Virgin Islands, penyu hijau merupakan penyu laut yang paling banyak ditangkap secara liar. Di Amerika Serikat, semua penyu laut dilindungi oleh the Endangered Species Act. Untuk menghentikan penurunan populasi penyu pada masa yang akan datang, sejumlah upaya dilakukan untuk memproteksi dan mempelajari hewan ini [10]. Di Indonesia Semua jenis penyu yang ada telah dilindungi undang undang, yang artinya tidak boleh ditangkap untuk diperdagangkan. Bali merupakan tempat yang paling banyak mengkonsumsi penyu sejak 1970an. Pemanfaatan penyu di Bali terkait dengan upacara keagamaan dan adat. Akan tetapi,

5 J. Pijar MIPA, Vol. III No. 1, Maret 2008 : dalam beberapa tahun terakhir ini telah banyak mengalami penurunan dan perubahan. Konservasi penyu di Bali dilakukan dengan dua cara. Prioritas pertama adalah mencatat jumlah penyu termasuk jenis dan ukurannya yang masuk ke Bali melalui beberapa pelabuhan seperti Tanjung Benoa dan Padang Bai. Prioritas kedua adalah mengembangkan dan mengimplementasikan pendidikan berorientasi Bali (Bali oriented education) dan program peningkatan kesadaran yang dirancang bagi pemakan daging penyu, pedagang penyu dari luar Bali, dan wisatawan baik domestik maupun luar negeri. Semua ini bertujuan untuk mengurangi jumlah konsumsi daging penyu di Bali dengan sistem quota. Di Bali, quota yang ditetapkan oleh Gubernur adalah ekor penyu setahun. Konservasi terhadap penyu dimaksudkan untuk melindungi (protect), mengawetkan (conserve), dan mengelola (managed) penyu dan habitatnya. Secara teknis tentang hal ini dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Mengurangi kematian penyu akibat penangkapan langsung dan tidak langsung. 2. Melindungi, mengawetkan, dan merehabilitasi habitat penyu, kawasan peteluran penyu, kawasan tempat mencari makan (foraging), habitat peristirahatan (resting habitat). 3. Meningkatkan kesadaran masyarakat melalui pendidikan, terutama tentang hal hal yang mengancam kelangsungan hidup penyu, hubungan antara pariwisata, kegiatan perikanan (penangkapan ikan) dan penyu. 4. Mengurangi dan mencegah pembuangan sampah ke laut, terutama di sekitar daerah peteluran penyu. 5.Menambah kerjasama nasional, regional, dan internasional. 6. Melakukan pemantauan dan penelitian. Beberapa pemantauan yang dianggap penting berkaitan dengan pengelolaan penyu adalah : 1. Lokasi persarangan (peteluran) penyu 2. Lokasi perkawinan (breeding), 3. Populalsi dan penyebaran penyu. 4. Kejadian dan dampak dari virus Fibropapilloma (FP) 5. Kerjasama untuk memantau faktor faktor yang dapat mematikan penyu, seperti sampah. 6. Jumlah penyu yang tertangkap sebagai tangkapan yang tidak diinginkan (bycatch), sekaligus untuk memantau keberhasilan dari pendidikan dan penegakan hukum yang berkaitan dengan kegiatan perikanan. Sementara itu, beberapa topik penelitian yang merupakan prioritas untuk dilakukan adalah : 1. Pathology dan epdemiology Fibropapilloma dan parasit lain yang berbahaya. 2. Upaya upaya mengurangi tangkapan penyu sebagai hasil tangkapan yang tidak diinginkan (bycatch). 3. Dampak pariwisata terhadap penyu. 4. Mendeterminasi penyebaran, kemelimpahan, dan status penyu setelah menetas (post hatchling), juvenil, dan dewasa dalam lingkungan laut. Upaya konservasi terhadap penyu akan berhasil jika didukung oleh semua pihak, di antaranya pemburu (penangkap) penyu, masyarakat lokal di sekitar kawasan perteluran penyu, pemimpin agama dan masyarakat, dan pemerintah. III. KESIMPULAN 1. Indonesia merupakan daerah penyebaran penyu yang penting di dunia dimana enam dari tujuh spesies penyu yang ada di dunia dapat ditemukan, dan Indonesia juga merupakan salah satu tempat dimana eksploitasi terhadap penyu terbesar di dunia, terutama penyu hijau (Chelonia mydas) 2. Status penyu hijau di seluruh dunia berada dalam kondisi terancam oleh berbagai hal, antara lain kehilangan habitat (habitat loss), penangkapan langsung (direct take), penangkapan tidak langsung (indirect take), dan penyakit (diseases). 3. Untuk menyelamatkan penyu hijau dari kepunahan, maka tindakan konservasi terhadap spesies ini merupakan tindakan yang sangat mendesak untuk dilakukan. Konservasi terhadap penyu dimaksudkan untuk melindungi (protect), mengawetkan (conserve), dan mengelola (managed) penyu dan habitatnya DAFTAR PUSTAKA [1] Aguirre, A. A, S. C. Gardner, J. C. Marsh, S G. Delgado, C J. Limpus, and W. J. Nichols, 2006, Hazards Associated with the Consumption of Sea Turtle Meatand Eggs: A Review for Health Care Workers and the General Public, EcoHealth. DOI: / s x. pp : [2] Coles, W dan W. Toller, 2002, Green Sea Turtle (Chelonia mydas), Department of Planning and Natural Resources Division of Fish and Wildlife, U.S.V.I. ( [3] Eckert, K. L., K.A. Bjorndal, F. A. Abreu Grobois, dan M. Donnely (Editors). 1999, Research and Management Techniques for Conservation of Sea Turtles. IUCN/SSC marine Turtle Specialist Group Publication No 4. [4] FAO, 2004, Sea Turtle Conservation Concerns and Fisheries Management Challenges And Options. Technical Consultation On Sea Turtles Conservation And Fisheries. Bangkok, Thailand, 29 November 2 December [5] Gomez, E. dan E.F.B. Miclat, 1990, Sea Turtles in René Márquez M. (1990), FAO species catalogue. Vol. 11. Sea turtles of the world. An annotated and illustrated catalogue of sea turtle species known to date. Pp [6] Kemf, K, B. Groombridge, A. Abreu, dan A. Wilson, 2000, Marine Turtles in the Wild, WWF World Wide Fund For Nature (formerly World Wildlife Fund), Gland, Switzerland. [7] Lohmann K.J., J.T. Hester, dan C.M.F. Lohmann, 1999, Long Distance Navigation In Sea Turtles, Ethology Ecology & Evolution 11: [8] Mortimer J.A., Collie J., and Mbindo C. 1996, The status of sea turtle conservation in the Republic of

6 Bentuk Ikonik Bilangan Bulat Sebagai Komponen Pembelajaran Kontekstual (Ketut Sarjana) Seychelles, pp In: IUCN/UNEP. Humphrey S.L. and Salm R.V. (eds.) : Status of sea turtle conservation in Western Indian Ocean Regional Seas Reports and Studie No 165. UNEP, [9] Murugan, A. 2007, The Effect of Tsunami on Sea Turtle Nesting Beaches Along The Coast of India. Suganthi Devadason Marine Research Institute 44 Beach Road, Tuticorin , Tamil Nadu, India. (E mail: muruganrsa@yahoo.co.in). [10] Stegemann and Breisch, 2006 at dec.state.ny.us [11] U.S. Fish and Wildlife Service, 2007, Sea Turtle Conservation Strategy in Walton County, Florida [12] Yeager, B. B, 2004, Saving the Ancient Mariners: The Marine Turtle Conservation Act of 2003, WWF.

HAI NAMAKU PENYU Fakta Tentang Penyu Menurut data para ilmuwan, penyu sudah ada sejak akhir zaman Jura (145-208 juta tahun yang lalu) atau seusia dengan dinosaurus. Penyu termasuk kelas reptilia yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia.

I. PENDAHULUAN. Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia. Menurut para ilmuwan, penyu sudah ada sejak akhir zaman purba (145-208 juta tahun yang lalu) atau

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Sebagian besar perairan laut Indonesia (> 51.000 km2) berada pada segitiga terumbu

Lebih terperinci

Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap

Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap Tri Nurani Mahasiswa S1 Program Studi Biologi Universitas Jenderal Soedirman e-mail: tri3nurani@gmail.com Abstrak Indonesia merupakan negara yang mempunyai

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG

PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG 77 PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG Comparison of Eggs Hatching Success Eretmochelys

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Allah telah menciptakan alam agar dikelola oleh manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Allah telah menciptakan alam agar dikelola oleh manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini banyak kerusakan lingkungan yang terjadi akibat perbuatan manusia. Allah telah menciptakan alam agar dikelola oleh manusia untuk kesejahteraan umat manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyu hijau merupakan reptil yang hidup dilaut serta mampu bermigrasi dalam jarak yang jauh disepanjang kawasan Samudera Hindia, Samudra Pasifik dan Asia Tenggara.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sepanjang khatulistiwa dan km dari utara ke selatan. Luas negara Indonesia

I. PENDAHULUAN. sepanjang khatulistiwa dan km dari utara ke selatan. Luas negara Indonesia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, sekitar 17.508 buah pulau yang membentang sepanjang 5.120 km dari timur ke barat sepanjang

Lebih terperinci

by: Dwi Pitriani 1), Muhammad Fauzi 2), Eni Sumiarsih 2) Abstract

by: Dwi Pitriani 1), Muhammad Fauzi 2), Eni Sumiarsih 2) Abstract The effects of nest cover types on incubation period and hatching rate of Olive Ridley turtle Lepidochelys olivacea in the Turtle Conservation Unit, Pariaman by: Dwi Pitriani 1), Muhammad Fauzi 2), Eni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di bumi ini terdapat berbagai macam kehidupan satwa, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di bumi ini terdapat berbagai macam kehidupan satwa, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di bumi ini terdapat berbagai macam kehidupan satwa, seperti kehidupan satwa terdapat di lautan. Terdapat berbagai macam mekanisme kehidupan untuk bertahan hidup di

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

apendiks.??? diatur. spesies yang terancam punah. terancam punah di dunia.

apendiks.??? diatur. spesies yang terancam punah. terancam punah di dunia. Cites CITES rutin mengadakan (Convention on sidang International dalam penentuan Endengered hewan-hewan Species of Wild yang Fauna and Apendiks dilarang Flora) yaitu untuk 1 adalah : jenis-jenis daftar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. maupun kegiatan manusia yang membahayakan populasinya secara langsung

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. maupun kegiatan manusia yang membahayakan populasinya secara langsung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyu merupakan reptil yang hidup di laut serta mampu bermigrasi dalam jarak yang jauh. Keberadaannya telah lama terancam, baik dari alam maupun kegiatan manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut ditemukan dalam jumlah besar. Daerah-daerah yang menjadi lokasi peneluran di Indonesia umumnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki enam dari tujuh jenis penyu yang ada di dunia. Dari enam jenis penyu, lima jenis diantaranya yaitu penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu hijau

Lebih terperinci

Penetasan Telur Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea Eschscholtz,1829) pada Lokasi Berbeda di Kawasan Konservasi Penyu Kota Pariaman

Penetasan Telur Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea Eschscholtz,1829) pada Lokasi Berbeda di Kawasan Konservasi Penyu Kota Pariaman Penetasan Telur Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea Eschscholtz,1829) pada Lokasi Berbeda di Kawasan Konservasi Penyu Kota Pariaman Eggs Hatching of Olive Ridley Turtles (Lepidochelys olivacea Eschscholtz,1829)

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN DAFTAR ISI xi Halaman HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN PENGESAHAN...i BERITA ACARA... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iv PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS...v ABSTRAK...

Lebih terperinci

Pelestarian Habitat Penyu Dari Ancaman Kepunahan Di Turtle Conservation And Education Center (TCEC), Bali

Pelestarian Habitat Penyu Dari Ancaman Kepunahan Di Turtle Conservation And Education Center (TCEC), Bali ISSN 0853-7291 Pelestarian Habitat Penyu Dari Ancaman Kepunahan Di Turtle Conservation And Education Center (TCEC), Bali Raden Ario, Edi Wibowo, Ibnu Pratikto, Surya Fajar Departement Ilmu Kelautan, Fakultas

Lebih terperinci

STUDI HABITAT PENElURAN PENYU SISIK (Eretmoche/ys imbricata l) DI PULAU PETElORAN TIMUR DAN BARAT TAMAN NASIONAl KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

STUDI HABITAT PENElURAN PENYU SISIK (Eretmoche/ys imbricata l) DI PULAU PETElORAN TIMUR DAN BARAT TAMAN NASIONAl KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA ----------------~------------------------------------------.--------.----- Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia (1993),1(1): 33-37 STUDI HABITAT PENElURAN PENYU SISIK (Eretmoche/ys imbricata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia memiliki kekayaan laut yang sangat berlimpah. Banyak diantara keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

Penangkaran Penyu di Desa Perancak Kab. Jembrana BAB I PENDAHULUAN

Penangkaran Penyu di Desa Perancak Kab. Jembrana BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan daerah kepulauan yang sebagian besar terdapat pesisir pantai. Kondisi tersebut menjadikan pulau Bali sebagai tempat yang cocok untuk kehidupan penyu

Lebih terperinci

C. Model-model Konseptual

C. Model-model Konseptual C. Model-model Konseptual Semua kampanye Pride Rare dimulai dengan membangun suatu model konseptual, yang merupakan alat untuk menggambarkan secara visual situasi di lokasi proyek. Pada bagian intinya,

Lebih terperinci

PENGELOMAN HABITAT DAN SATWA PENYU LAUT (Habitat Management for Sea Turtles)

PENGELOMAN HABITAT DAN SATWA PENYU LAUT (Habitat Management for Sea Turtles) Media Konservasi Vol. I1 (2), Januari 1989 : 33-38 PENGELOMAN HABITAT DAN SATWA PENYU LAUT (Habitat Management for Sea Turtles) ABSTRACT The economic value of sea turtles, their eggs, meats and shells

Lebih terperinci

Tesis. Diajukan kepada Program Studi Magister Biologi untuk Memperoleh Gelar Master Sains Biologi (M.Si) Oleh: Martina Bonsapia NPM:

Tesis. Diajukan kepada Program Studi Magister Biologi untuk Memperoleh Gelar Master Sains Biologi (M.Si) Oleh: Martina Bonsapia NPM: Fekunditas dan Waktu Peneluran Penyu, Kaitannya dengan Pengelolaan Konservasi di Pantai Warebar, Kampung Yenbekaki, Distrik Waigeo Timur, Kabupaten Raja Ampat Tesis Diajukan kepada Program Studi Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan masyarakat Indonesia, 40 juta orang Indonesia menggantungkan hidupnya secara langsung pada keanekaragaman

Lebih terperinci

PEMETAAN KAWASAN HABITAT PENYU DI KABUPATEN BINTAN

PEMETAAN KAWASAN HABITAT PENYU DI KABUPATEN BINTAN PEMETAAN KAWASAN HABITAT PENYU DI KABUPATEN BINTAN Oleh : Dony Apdillah, Soeharmoko, dan Arief Pratomo ABSTRAK Tujuan penelitian ini memetakan kawasan habitat penyu meliputi ; lokasi tempat bertelur dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perairan Indonesia merupakan perairan yang sangat unik karena memiliki keanekaragaman Cetacea (paus, lumba-lumba dan dugong) yang tinggi. Lebih dari sepertiga jenis paus

Lebih terperinci

LOKASI BERTELUR PENYU DI PANTAI TIMUR KABUPATEN MINAHASA PROVINSI SULAWESI UTARA

LOKASI BERTELUR PENYU DI PANTAI TIMUR KABUPATEN MINAHASA PROVINSI SULAWESI UTARA LOKASI BERTELUR PENYU DI PANTAI TIMUR KABUPATEN MINAHASA PROVINSI SULAWESI UTARA (Sea Turtle Nesting Site on the East Coast of Minahasa regency, North Sulawesi) Petros Kasenda 1*, Farnis B. Boneka 1, Billy.

Lebih terperinci

WISATA ALAM BERBASIS MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN PENYU DI PANTAI TEMAJUK KAWASAN PERBATASAN KALIMANTAN BARAT

WISATA ALAM BERBASIS MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN PENYU DI PANTAI TEMAJUK KAWASAN PERBATASAN KALIMANTAN BARAT Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 2 No. 3, Desember 2015: 254-262 ISSN : 2355-6226 E-ISSN : 2477-0299 WISATA ALAM BERBASIS MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN PENYU DI PANTAI TEMAJUK KAWASAN

Lebih terperinci

Journal Of Marine Research. Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman Online di:

Journal Of Marine Research. Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman Online di: Journal Of Marine Research. Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 67-72 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr Pengaruh Pemberian Udang Ebi Dengan Konsentrasi Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA JUNCTO

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin PENDAHULUAN Latar Belakang Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin telah turut menyumbang pada perdagangan ilegal satwa liar dengan tanpa sadar turut membeli barang-barang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Jenis-jenis Penyu Laut di Dunia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Jenis-jenis Penyu Laut di Dunia II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis dan Penyebaran Penyu Laut Penyu laut hidup di lautan sejak 100 juta tahun lalu. Pritchard dan Mortimer (1999) menyatakan bahwa di dunia terdapat delapan jenis penyu laut yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki Indeks Keanekaragaman Hayati(Biodiversity Index) tertinggi dengan 17% spesies burung dari total burung di dunia (Paine 1997). Sekitar 1598 spesies burung ada

Lebih terperinci

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA 73 VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA Pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Kayoa saat ini baru merupakan isu-isu pengelolaan oleh pemerintah daerah, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Timur. Wilayah Kepulauan Derawan secara geografis terletak di 00 51`00-0l

BAB I PENDAHULUAN. Timur. Wilayah Kepulauan Derawan secara geografis terletak di 00 51`00-0l 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Derawan terletak di perairan Kabupaten Berau yang merupakan salah satu dari 13 kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Timur. Wilayah Kepulauan Derawan

Lebih terperinci

SELAMA MASA INKUBASI DI PANTAI PANGUMBAHAN KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT

SELAMA MASA INKUBASI DI PANTAI PANGUMBAHAN KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT IDENTIFIKASI PANAS METABOLISME PADA PENETASAN TELUR PENYU HIJAU Chelonia mydas L., SELAMA MASA INKUBASI DI PANTAI PANGUMBAHAN KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT Oleh Dr. Ir. H. M. Yahya Ahmad, MM.,MA.,ED*

Lebih terperinci

Journal of Tropical Biodiversity and Biotechnology

Journal of Tropical Biodiversity and Biotechnology Journal of Tropical Biodiversity and Biotechnology journal homepage: http://jtbb.or.id Pemanfaatan dan Efektivitas Kegiatan Penangkaran Penyu di Bali bagi Konservasi Penyu Eterna Firliansyah, Mirza D.

Lebih terperinci

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA Materi Penyebaran Komunitas Fauna di Dunia Keadaan fauna di tiap-tiap daerah (bioma) tergantung pada banyak kemungkinan yang dapat diberikan daerah itu untuk memberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil dari Samudera Indonesia hingga Samudera Pasifik yang terdiri dari daratan dan lautan. Indonesia disebut

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya, BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara dengan keanekaragaman hayati yang beragam. Wilayahnya yang berada di khatuistiwa membuat Indonesia memiliki iklim tropis, sehingga

Lebih terperinci

Keywords : Mukomuko, biophysical, turtles

Keywords : Mukomuko, biophysical, turtles STUDI KONDISI BIOFISIK PENYU DI KELURAHAN KOTO JAYA, KECAMATAN KOTA MUKOMUKO, KABUPATEN MUKOMUKO PROPINSI BENGKULU Arik Arianto, Suparno, Harfiandri Damanhuri Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perairan yang mencapai 5,8 juta km 2 dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ini membuat Indonesia memiliki

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh RINI SULISTYOWATI

SKRIPSI. Oleh RINI SULISTYOWATI Peran WWF ( World Wide Fund For Nature ) Dalam Usaha Penyelamatan Penyu Di Bali Indonesia (The Role of WWF ( World Wide Fund For Nature ) In saving destruction of marine turtle in Bali Indonesia) SKRIPSI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... i ii iii iv v vi DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam (Supriatna dan Wahyono, 2000), dan Sumatera merupakan daerah penyebaran primata tertinggi, yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung dalam ilmu biologi adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

HIU TERBESAR JINAK DAN BUKAN KARNIVORA, 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus

HIU TERBESAR JINAK DAN BUKAN KARNIVORA, 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus HIU TERBESAR JINAK DAN BUKAN KARNIVORA, 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus Bertepatan dengan perayaan hari paus internasional yang jatuh pada Selasa (30/8/2016), masyarakat dunia ditantang untuk bisa menjaga

Lebih terperinci

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53 SIARAN PERS Populasi Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon Jakarta, 29 Desember 2011 Badak jawa merupakan satu dari dua jenis spesies badak yang ada di Indonesia dan terkonsentrasi hanya di wilayah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Hiu merupakan ikan yang memiliki kerangka tulang rawan dari subkelas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Hiu merupakan ikan yang memiliki kerangka tulang rawan dari subkelas BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hiu Hiu merupakan ikan yang memiliki kerangka tulang rawan dari subkelas Elasmobranchii. Kelompok Elasmobranchii terdiri dari hiu dan pari memiliki tingkat keanekaragaman yang

Lebih terperinci

KERAGAMAN PENYU DAN KARAKTERISTIK HABITAT PENELURANNYA DI PEKON MUARA TEMBULIH, NGAMBUR, PESISIR BARAT. (Skripsi) Oleh. Brina Wanda Pratiwi

KERAGAMAN PENYU DAN KARAKTERISTIK HABITAT PENELURANNYA DI PEKON MUARA TEMBULIH, NGAMBUR, PESISIR BARAT. (Skripsi) Oleh. Brina Wanda Pratiwi KERAGAMAN PENYU DAN KARAKTERISTIK HABITAT PENELURANNYA DI PEKON MUARA TEMBULIH, NGAMBUR, PESISIR BARAT (Skripsi) Oleh Brina Wanda Pratiwi FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016 ABSTRACT

Lebih terperinci

LAMUN. Project Seagrass. projectseagrass.org

LAMUN. Project Seagrass. projectseagrass.org LAMUN Project Seagrass Apa itu lamun? Lamun bukan rumput laut (ganggang laut), tetapi merupakan tumbuhan berbunga yang hidup di perairan dangkal yang terlindung di sepanjang pantai. Lamun memiliki daun

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang. Padang lamun berada di daerah

Lebih terperinci

Pengertian Pencemaran Laut dan Penyebab Terjadinya Pencemaran Laut

Pengertian Pencemaran Laut dan Penyebab Terjadinya Pencemaran Laut Pencemaran Laut Pengertian Pencemaran Laut dan Penyebab Terjadinya Pencemaran Laut Pencemaran laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan

Lebih terperinci

TINGKAT KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) PULAU DURAI KEPULAUAN ANAMBAS DI LAGOI

TINGKAT KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) PULAU DURAI KEPULAUAN ANAMBAS DI LAGOI TINGKAT KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) PULAU DURAI KEPULAUAN ANAMBAS DI LAGOI Muslim Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, muslim1989.ibrahim@gmail.com Henky Irawan Jurusan

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/PERMEN-KP/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan sebagai habitat mamalia semakin berkurang dan terfragmentasi, sehingga semakin menekan kehidupan satwa yang membawa fauna ke arah kepunahan. Luas hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyuwangi merupakan kabupaten yang berada di ujung paling timur dari Provinsi Jawa Timur yang memiliki kekayaan seni budaya, keberagaman adat tradisi, serta dianugerahi

Lebih terperinci

PENGENDALIAN SUMBERDAYA IKAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM PENANGKAPAN DAN PENGUMPULAN GLASS ELL (SIDAT) DI MUARA SUNGAI CIMANDIRI

PENGENDALIAN SUMBERDAYA IKAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM PENANGKAPAN DAN PENGUMPULAN GLASS ELL (SIDAT) DI MUARA SUNGAI CIMANDIRI PENGENDALIAN SUMBERDAYA IKAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM PENANGKAPAN DAN PENGUMPULAN GLASS ELL (SIDAT) DI MUARA SUNGAI CIMANDIRI Oleh : Tedi Koswara, SP., MM. I. PENDAHULUAN Dalam Peraturan Bupati Nomor 71

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH

KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH Indrawati Yudha Asmara Fakultas Peternakan-Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung-Sumedang

Lebih terperinci

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Tingkat keberhasilan peneluran dan penetasan telur penyu abu-abu

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Tingkat keberhasilan peneluran dan penetasan telur penyu abu-abu V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, simpulan yang dapat ditarik sebagai berikut. 1. Tingkat keberhasilan peneluran dan penetasan telur penyu abu-abu (Lepidochelys olivacea Eschscholtz)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik dan Biologi Pantai 4.1.1 Lebar dan Kemiringan Pantai Pantai Pangumbahan Sukabumi yang memiliki panjang pantai sepanjang ±2,3 km dan di Pantai Sindangkerta

Lebih terperinci

ASPEK BIOLOGI PENYU DI KABUPATEN BINTAN ABSTRACT

ASPEK BIOLOGI PENYU DI KABUPATEN BINTAN ABSTRACT 59 ASPEK BIOLOGI PENYU DI KABUPATEN BINTAN Arief Pratomo, Dony Apdillah, dan Soeharmoko 1) 1) Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang ABSTRACT The research

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

RINGKASAN LAPORAN INVENTARISASI EMISI GAS RUMAH KACA TAHUN 2014

RINGKASAN LAPORAN INVENTARISASI EMISI GAS RUMAH KACA TAHUN 2014 RINGKASAN LAPORAN INVENTARISASI EMISI GAS RUMAH KACA TAHUN 2014 Dalam rangka pelaksanaan kebijakan penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 26% dari bussiness As UsuaIl (BAU) pada tahun 2020, Pemerintah

Lebih terperinci

Depik Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan p-issn: , e-issn:

Depik Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan p-issn: , e-issn: RESEARCH ARTICLE DOI: 10.13170/depik.6.1.5887 Penanganan penyu yang tertangkap rawai tuna di Samudera Hindia Handling of sea turtle caught by tuna longline in Indian Ocea Budi Nugraha 1*, Irwan Jatmiko

Lebih terperinci

ASPEK MORFOLOGI, REPRODUKSI, DAN PERILAKU PENYU HIJAU (Chelonia mydas) Di PANTAI PANGUMBAHAN, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT

ASPEK MORFOLOGI, REPRODUKSI, DAN PERILAKU PENYU HIJAU (Chelonia mydas) Di PANTAI PANGUMBAHAN, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT Aspek Morfologi, Reproduksi, dan... Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Krismono, A.S.N., et al.) ASPEK MORFOLOGI, REPRODUKSI, DAN PERILAKU PENYU HIJAU (Chelonia mydas) Di PANTAI PANGUMBAHAN, KABUPATEN SUKABUMI,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Poduksi perikanan Indonesia (ribu ton) tahun

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Poduksi perikanan Indonesia (ribu ton) tahun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara maritim, dua pertiga wilayahnya merupakan lautan dan luas perairan lautnya mencapai 5.8 juta km 2 termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Tjardhana dan Purwanto,

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: 311-320 ISSN : 2088-3137 HUBUNGAN PERUBAHAN GARIS PANTAI TERHADAP HABITAT BERTELUR PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI PANTAI PANGUMBAHAN UJUNG

Lebih terperinci

Pergerakan. Perilaku Makan

Pergerakan. Perilaku Makan Pergerakan Perilaku duyung umumnya tenang Berenang perlahan (5,4 13,5 knot) Sirip depan untuk mendayung, memutar dan mengurangi kecepatan. Sirip ekor untuk mendorong badan kedepan dan mengatur keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih 17.000 buah pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai hampir

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan cenderung berpusat pada masalah pencemaran dan bencana-bencana

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan cenderung berpusat pada masalah pencemaran dan bencana-bencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wacana Lingkungan Hidup dan pelestarian alam dewasa ini merupakan salah satu isu penting di dunia Internasional. Namun pembahasan mengenai lingkungan cenderung berpusat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

MELACAK PENGEMBARAAN DUGONG DENGAN SATELIT

MELACAK PENGEMBARAAN DUGONG DENGAN SATELIT MELACAK PENGEMBARAAN DUGONG DENGAN SATELIT Dugong (Dugong dugon) adalah hewan mamalia laut yang makanan utamanya adalah lamun ( seagrass). Hewan ini sangat sering diasosiasikan dengan dongeng atau legenda

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM DESKRIPSI PEMBANGUNAN JAVAN RHINO STUDY AND CONSERVATION AREA (Areal Studi dan Konservasi Badak Jawa) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jarak yang jauh di sepanjang kawasan Samudera Hindia, Samudra Pasifik dan

BAB I PENDAHULUAN. jarak yang jauh di sepanjang kawasan Samudera Hindia, Samudra Pasifik dan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Penyu merupakan reptil yang hidup di laut serta mampu bermigrasi dalam jarak yang jauh di sepanjang kawasan Samudera Hindia, Samudra Pasifik dan Asia Tenggara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman primata yang tinggi, primata tersebut merupakan sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di seluruh kawasan Nusantara. Salah satu komoditas perikanan yang hidup di perairan pantai khususnya di

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Ciri Umum dan Jenis Penyu Pengenalan terhadap bagian-bagian tubuh penyu (Gambar 1) beserta fungsinya sangat diperlukan agar dapat melakukan identifikasi terhadap jenis penyu dengan

Lebih terperinci

*) Diterima : 2 April 2007; Disetujui : 25 Agustus 2008

*) Diterima : 2 April 2007; Disetujui : 25 Agustus 2008 Karakteristik Biologi Penyu Belimbing...(Richard Gatot Nugroho Triantoro) KARAKTERISTIK BIOLOGI PENYU BELIMBING (Dermochelys coriacea Vandelli) DI SUAKA MARGASATWA JAMURSBA MEDI, PAPUA BARAT (Biological

Lebih terperinci

LAPORAN PERJALANAN DINAS NOMOR : ST. 602 /BPSPL/T /IX/2016

LAPORAN PERJALANAN DINAS NOMOR : ST. 602 /BPSPL/T /IX/2016 LAPORAN PERJALANAN DINAS NOMOR : ST. 602 /BPSPL/T.400.420/IX/2016 Kepada : Kepala BPSPL Padang Perihal laporan perjalanan dinas : Dalam Rangka Pembinaan Pendataan Penyu di Pantai Barat Kabupaten Tapanuli

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla spp.) tergolong dalam famili Portunidae dari suku Brachyura. Kepiting bakau hidup di hampir seluruh perairan pantai terutama pada pantai yang ditumbuhi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di Malaysia (Semenanjung Malaya) H. syndactylus continensis (Gittin dan Raemaerkers, 1980; Muhammad,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN GLOBAL WARMING - BIODIVERSITAS MAF - BIOLOGI UNAIR 1 DAMPAK PEMANASAN GLOBAL TERHADAP BIODIVERSITAS DAN EKOSISTEM

PENDAHULUAN GLOBAL WARMING - BIODIVERSITAS MAF - BIOLOGI UNAIR 1 DAMPAK PEMANASAN GLOBAL TERHADAP BIODIVERSITAS DAN EKOSISTEM GLOBAL WARMING - BIODIVERSITAS PENDAHULUAN DAMPAK PEMANASAN GLOBAL TERHADAP BIODIVERSITAS DAN EKOSISTEM Drs. MOCH. AFFANDI, M.Si. FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA - SURABAYA Beberapa

Lebih terperinci

PEMELIHARAAN PENYU SISIK DI KAWASAN PANTAI BATU HIU

PEMELIHARAAN PENYU SISIK DI KAWASAN PANTAI BATU HIU BAB II PEMELIHARAAN PENYU SISIK DI KAWASAN PANTAI BATU HIU II.1. Penyu II.1.1. Pengertian Penyu Penyu adalah kura-kura laut, termasuk hewan reptil besar dan berdarah dingin. Menurut Mikrodo (2007) seekor

Lebih terperinci

Maulidil Anshary 1, Tri Rima Setyawati 1, Ari Hepi Yanti 1. korespondensi :

Maulidil Anshary 1, Tri Rima Setyawati 1, Ari Hepi Yanti 1.  korespondensi : Volume: 3 (2): 232 239 Karakteristik Pendaratan Penyu Hijau (Chelonia mydas, Linnaeus 1758) di Pesisir Pantai Tanjung Kemuning Tanjung Api Dan Pantai Belacan Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas DILLLLLL Maulidil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF 10 DECEMBER 1982 RELATING

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diakibatkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah munculnya penyakit yang

I. PENDAHULUAN. diakibatkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah munculnya penyakit yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk negara produksi udang terbesar di dunia, namun produksi tambak udang di Indonesia sejak tahun 1992 mengalami penurunan. Peristiwa penurunan produksi

Lebih terperinci

POTRET KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Oleh: Rony Megawanto

POTRET KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Oleh: Rony Megawanto POTRET KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Oleh: Rony Megawanto Kebijakan nasional kelautan dan perikanan Indonesia diawali dengan perjuangan kewilayahan pasca proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisme laut yang sangat tinggi sehingga menjadikan Indonesia salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN. organisme laut yang sangat tinggi sehingga menjadikan Indonesia salah satu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman organisme laut yang sangat tinggi sehingga menjadikan Indonesia salah satu negara yang masuk ke dalam

Lebih terperinci