BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau GPPH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau GPPH"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau GPPH (Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif) merupakan gangguan psikiatrik yang paling banyak dijumpai pada anak usia sekolah dasar (Kinsborne, 1996). Pada tahun 1902 sindrom hiperaktivitas pada anak sudah mulai dikenal (Goldman dkk., 1998). Anak yang mengalami hiperaktivitas dapat dikaitkan dengan anak yang kurang perhatian, yaitu memiliki kesulitan dalam berkonsentrasi (Guan, 1997). Sebelum tahun 1980 para klinikus yang bukan berasal dari Amerika mengalami kesulitan dalam melakukan diagnosis karena tidak ada kriteria yang jelas. Sekitar tahun 1987, para ahli kesehatan Amerika Serikat memasukkan diagnosis ADHD ini dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-IV) (Goldman dkk., 1998). Menurut DSM-IV, ciri-ciri dari gangguan ini adalah sebuah pola hiperaktivitas-impulsivitas dan/atau inatensi yang tidak sesuai dengan perkembangan anak. Kasusnya bervariasi di beberapa negara diakibatkan oleh beragamnya kriteria diagnosis yang dipakai. Di Amerika Serikat angka kejadiannya 1-12%, Inggris kurang dari 1%, dan Cina berkisar 3-12% (Man, 1992). Sementara di Indonesia, dalam populasi anak sekolah, ada 2-4 % anak menderita ADHD (Zaviera, 2007). Penelitian yang dilakukan Gamayanti (2000) didapatkan prevalensi ADHD pada murid TK nol kecil se-kotamadya Yogyakarta sebesar 6,68%. Setiap kelas sekolah dasar diperkirakan 2-3 anak dengan 1

2 2 ADHD atau 1-2 di antara 10 anak sekolah dasar mengalami ADHD (Wiguna, 2007). Penelitian Saputro (2009) mendapatkan prevalensi ADHD pada anak sekolah dasar di Jakarta dengan menggunakan Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktif (SPPAHI) adalah sebesar 26,2%. Dari data yang ada kasus anak dengan ADHD dapat dibilang cukup besar, namun kesadaran masyarakat akan pentingnya terapi sejak dini masih sangat kurang (Tanjung, 2002). Data kunjungan pasien psikologi di Klinik Tumbuh Kembang RSUP dr. Sardjito tahun 2011 menunjukkan bahwa kasus ADHD merupakan kasus kedua terbesar setelah gangguan emosi dan perilaku. Hal tersebut mendukung pendapat beberapa ahli yang menyatakan bahwa ADHD merupakan salah satu gangguan perkembangan paling sering dijumpai di masa anak (Anglod dkk., 2002; Barkley, 2006). Selain itu ADHD juga merupakan kondisi kesehatan kronik anak (berusia muda sampai sekolah) yang paling sering terjadi dan dijumpai di institusi pelayanan rumah sakit (American Psychiatric Association/APA, 2000; Saputro, 2004). Berdasarkan penelusuran penulis, penelitian yang terkait dengan terapi obat untuk anak ADHD masih sulit ditemukan. Sebagian besar penelitian memiliki fokus pada aspek sosial seperti peran serta orang tua dan guru pada pengobatan anak ADHD dan terapi-terapi non obat lainnya.sebagai seorang farmasis, pengetahuan tentang obat yang tepat digunakan untuk terapi menjadi kebutuhan yang sangat penting, melihat dari banyaknya kasus ADHD yang dialami oleh anak khususnya di Indonesia. Dengan pengetahuan ini, diharapkan

3 3 farmasis dapat memberikan informasi yang sesuai kepada orang tua agar dapat memonitor proses terapi anak sehingga mendapatkan hasil yang maksimal. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah maka timbullah pertanyaan: 1. Bagaimana pola penatalaksanan terapi anak ADHD di RSUP dr. Sardjito? 2. Apakah pola penatalaksanaan terapi obat terhadap anak yang memiliki ADHD di RSUP Dr. Sardjito pada periode 2014 sudah tepat berdasarkan standar terapi pada Standar Pelayanan Medik yang disusun oleh Ikatan Dokter Indonesia edisi 3 cetakan 2 tahun 1998 dan Peraturan Menteri Keseharan (PMK) RI no. 330 tahun 2011 tentang Pedoman Deteksi Dini GPPH pada Anak serta Penanganannya, yang meliputi tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, dan tepat dosis? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pola penatalaksanan terapi anak ADHD di RSUP dr. Sardjito 2. Untuk mengevaluasi pola penggunaan obat pada terapi pasien ADHD di Instalasi Tumbuh Kembang Anak RSUP Dr. Sarjdito selama periode Apakah sudah memenuhi syarat dan ketentuan yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Medik yang disusun oleh Ikatan Dokter Indonesia edisi 3 cetakan 2 tahun 1998 dan PMK no. 330 tahun 2011 tentang Pedoman Deteksi Dini GPPH pada Anak serta Penanganannya, yang meliputi tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat, dan tepat dosis.

4 4 D. Manfaat Penelitian 1. Memberikan gambaran mengenai pola penggunaan obat pada terapi anak dengan ADHD di RSUP Dr. Sardjito. 2. Sebagai bahan evaluasi penggunaan obat pada terapi anak ADHD di RSUP Dr. Sardjito. 3. Bagi peneliti, menambah wawasan dan pengalaman dalam penelitian. 4. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai studi pendahuluan dan referensi untuk penelitian selanjutnya. 5. Meningkatkan kepahaman orang tua terhadap pentingnya terapi ADHD sejak dini dan bagaimana proses terapi yang seharusnya dilakukan. E. Tinjauan Pustaka 1. Penyakit Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah suatu sindrom neuropsikiatri yang paling sering dijumpai pada anak usia prasekolah, meliputi gangguan penyesuaian diri perkembangan perhatian (inatensi), aktivitas berlebih (hiperaktivitas) dan kontrol perilaku kurang (impulsif) keduanya dapat dijumpai bersamaan (Sadock & Sadock, 2007). Prevalensi ADHD di Amerika Serikat adalah 1-12%, Inggris kurang dari 1%, dan Cina berkisar 3-12% (Man, 1992). Penelitian yang dilakukan Gamayanti (2000) didapatkan prevalensi ADHD pada murid TK nol kecil se- Kotamadya Yogyakarta sebesar 6,68%. Setiap kelas sekolah dasar diperkirakan 2-

5 5 3 anak dengan ADHD atau 1-2 dari 10 anak sekolah dasar mengalami ADHD (Wiguna, 2007). Tabel I. Pengelompokan Kondisi Pasien Psikologi di Klinik Tumbuh Kembang RSUP Dr Sardjito tahun 2011 No. Kondisi Jumlah Persentase(%) Gangguan emosi dan perilaku Attention Deficit Hyperactivity Disorder Gangguan perkembangan (bicara, motorik, global delayed, autism, dll) Gangguan kognitif (Mental Retardation, gifted) Gangguan belajar (learning disorder, lambat belajar) Gangguan psikiatrik (cemas, depresi, psikotik, dll) Konsultasi umum Jumlah kunjungan Data kunjungan pasien pada tabel di atas mendukung pendapat beberapa ahli menyatakan bahwa ADHD merupakan salah satu gangguan perkembangan yang paling sering dijumpai di masa anak (Anglod dkk., 2002; Barkley, 2006). Selain itu ADHD juga merupakan kondisi kesehatan kronik anak (berusia muda sampai sekolah) yang paling sering terjadi dan dijumpai di institusi pelayanan rumah sakit (American Psychiatric Association/APA, 2000; Saputro, 2004). Penyebab dari ADHD sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Faktor genetik masih menjadi peran utama yang penting dalam terjadinya gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas pada anak (Wender & Solanto, 1996). Menurut Biederman dkk (1995), dalam Davison dkk., (2006), bila orang tua mengalami ADHD, sebagian anak mereka akan memiliki kemungkinan mengalami gangguan tersebut. Faktor hereditas juga berupa disfungsi wilayah otak yang berhubungan dengan fungsi pelaksana aktivitas dan pengaturan diri

6 6 (Rief, 2008). Ibu hamil yang merokok juga memiliki risiko yang lebih besar anaknya terkena ADHD daripada ibu hamil yang tidak merokok. Penelitian yang dilakukan oleh Environmental Health Perspectives (2006) menemukan bahwa ibu yang merokok selama kehamilan mempunyai potensi berkembangnya ADHD yang lebih parah 2,5 kalinya dibandingkan dengan ibu yang tidak merokok semasa kehamilan (Martin, 2008). Rendahnya tingkat metabolisme glukosa di korteks serebri dan adanya resistensi terhadap hormon tiroid disebut juga dapat menyebabkan terjadinya kelainan minimal otak (minimal brain disfunction) (Kinsborne, 1996). Namun hanya sekitar 5-10 % dari kasus anak-anak ADHD yang penyebabnya merupakan kerusakan otak (Martin, 2008). Hasil penilitian tahun terakhir mendukung adanya pengaruh gangguan perkembangan neurologis yang mempengaruhi timbulnya gejala ADHD. Beberapa tempat di otak yang berfungsi abnormal pada individu ADHD yakni meliputi regio cortex prefontalis, cortex frontalis, cerebellum, corpus callosum dan dua daerah ganglia basalis yaitu globus pallidus dan nucleus caudatus (Castellanos, 2003). Penelitian dari National Institute of Mental Health di USA telah menunjukkan bahwa anak ADHD memiliki area globus pallidus dan nucleus caudatus yang secara bermakna lebih kecil daripada anak pada umumnya. Kedua jaringan ini di otak berfungsi melakukan koordinasi lalu lintas transmisi rangsang saraf pada berbagai area di korteks (Noe dkk., 2000). Hipofungsi dopamin dan noradrenalin juga ditemukan pada anak ADHD, yang mana digunakan untuk komunikasi dalam otak pada area-area di atas. Kedua neurotransmiter ini berperan besar dalam hal atensi, konsentrasi yang

7 7 berhubungan dengan fungsi kognitif misalnya motivasi, perhatian dan keberhasilan belajar seseorang. Gejala impulsivitas dan hiperaktivitas terutama disebabkan oleh hipofungsi dopamin, sedangkan inatensi terutama disebabkan oleh hipofungsi noradrenalin (Stahl, 2000). Faktor lingkungan dikatakan sebagai pemicu munculnya beberapa gejala ADHD pada anak yang telah memiliki faktor bawaan. Beberapa faktor lingkungan tersebut adalah pola asuh yang beresiko terhadap munculnya penyebab ADHD seperti ibu yang merokok, anak terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung zat aditif (penyedap, pewarna, dan pengawat) (Durand dan Barlow, 2006); serta keracunan logam berat pada anak yang sudah tidak bisa ditolerir (Rief, 2008). Seorang anak yang didiagnosa ADHD biasanya memiliki kesulitan dalam berkonsenterasi dalam mengerjakan suatu hal atau sulit menyelesaikan tugas. Seringkali pikiran mereka tampak berada di tempat berbeda dan seolah tidak mendengarkan apa yang sedang dibicarakan oleh orang lain. Mungkin akan sering berpindah dari satu kegiatan ke kegiatan lain tanpa adanya penyelesaian. Ketidakmampuan dalam mengelola dan mengikuti perintah menyebabkan mereka cenderung menghindari aktivitas yang membutuhkan kerja sama dan konsentrasi penuh seperti tugas sekolah atau karya ilmiah. Dalam konteks sosial, gejala yang sering muncul adalah berpindah-pindah topik pembicaraan, tidak mendengarkan orang lain, dan tidak mengikuti detail atau aturan dari suatu permainan maupun aktivitas (APA, 1994).

8 8 Hiperaktivitas dapat ditunjukkan dengan sikap yang gelisah, tidak dapat duduk tenang, berlarian kesana kemari dalam kondisi dan situasi yang tidak tepat (seperti berada dalam kelas), atau berbicara dengan antusiasme tinggi. Gejala yang muncul bervariasi sesuai dengan umur dan tingkat perkembangan individu. Anak-anak usia belum sekolah memiliki keaktifan yang lebih jika dibandingkan dengan anak-anak aktif pada umumnya. Mereka sering melakukan hal-hal tidak terduga seperti melompat dan memanjat perabotan rumah tangga (lemari, meja, kursi), berlarian di dalam ruangan dan sulit untuk berbaur dengan teman sebayanya. Pada anak usia sekolah, mereka memiliki symptom yang serupa namun lebih rendah intensitasnya. Tiba-tiba berdiri saat makan, menonton tv, atau ketika mengerjakan tugas sekolah, dan membuat suara-suara dalam kegiatan yang seharusnya dilakukan dalam kondisi tenang. Di usia remaja dan dewasa, hiperaktivitas dapat berupa sikap gelisah berlebihan dan kesulitan dalam mengikuti aktivitas yang membutuhkan ketenangan (APA, 1994). Permasalahan lain yang timbul akibat ADHD ini antara lain adalah orangtua dan guru pada umumnya sulit untuk memahami dan menerima anak dengan ADHD, guru menganggap anak-anak ini bodoh, malas atau acuh tak acuh di dalam kelas. Hal ini akan semakin parah bila problem perilaku anak semakin menonjol karena ketidakmampuannya mengendalikan diri dan sebagai akibat kompleksitas interaksi. Orangtua menjadi cemas, kecewa dan biasanya bersikap menuntut atau menekan anak. Permasalahan menjadi berputar melingkar seperti lingkaran setan, yang sebenarnya dapat dihindari. Anak dapat diberi pendidikan dan dapat dilatih untuk mengontrol perilakunya, meskipun

9 9 harus dengan pendidikan khusus. Banyak orangtua yang kelelahan, khususnya para ibu, karena berusaha mengatasi perilaku anak-anak mereka, dan mendekati depresi setelah mengetahui bahwa anaknya mengalami ADHD (Flanagen, 2005). Fakta-fakta yang telah disebutkan terkait dengan ADHD menunjukkan bahwa ADHD merupakan jenis gangguan perilaku anak yang memiliki manifestasi khas dan dapat menimbulkan gangguan penyerta yang kompleks. Lingkup yang berhubungan erat dengan kriteria dan karakteristik ADHD di antaranya adalah: 1. ADHD sebagai Gangguan Perkembangan Gangguan perilaku ADHD yang berawal dari masa kanak-kanak justru akan berkembang semakin jelas pada usia-usia selanjutnya (Durand dan Barlow, 2006). Anak dengan ADHD akan mengalami hambatan dalam kemampuan untuk menerima perkembangan dari hal-hal yang sudah pernah ia ketahui tanpa menghilangkan informasi yang lama (Taylor dan Houghton, 2008). Misal, anak ADHD yang mengalami penolakan dan pengabaian di lingkungan sosialnya jika tidak teratasi maka ke depannya dia akan menjadi pribadi yang anti sosial. 2. ADHD sebagai Gangguan Perilaku Maladaptive Maladaptive adalah hambatan penyesuaian diri terhadap lingkungan karena perilaku-perilaku seperti terlalu banyak bergerak, kehilangan perhatian, dan impulsif (Hadman, 1990). Banyak kasus anak-anak ADHD yang tidak sadar

10 10 bahwa ia dikucilkan oleh komunitas dan tidak memiliki pertemanan yang setia (Taylor dan Houghton, 2008). 3. ADHD dan Permasalahan Akademik Anak ADHD sekitar 20-60%-nya juga mengalami gangguan belajar (Rief, 2008). Mereka akan kehilangan perhatian dan konsentrasi pada pelajaran dan beralih pada situasi-situasi umum di lingkungannya seperti gambar di dinding, suara di luar kelas, dan sebagainya (Rief, 2008). Masalah lain yang mungkin muncul adalah kesulitan dalam literasi spesial misalnya sulit membedakan huruf b dengan d, p dengan d, dan w dengan m (Kaufmann dkk., 2000). Kunci dari tindakan yang diambil untuk evaluasi, diagnosis, terapi dan monitoring anak ADHD adalah deteksi sejak dini bagi mereka yang berusia 4-18 tahun dengan aktivitas akademik dan perilaku yang bermasalah serta menunjukkan gejala seperti inatensi, hiperaktif, atau impulsif (AAP, 2011). ADHD adalah gangguan neurobehavioral yang paling sering muncul pada anak dan remaja yaitu mencapai 8% dari populasi (Visser dkk., 2007). Jumlah ini jauh lebih besar dari kapasitas yang dapat ditampung oleh lembaga kesehatan mental. Sekarang semakin banyak tanda-tanda yang dapat dijadikan sebagai diagnosis ADHD bagi anak usia prasekolah (4-5 tahun) dan remaja (Egger dkk., 2006). Acuan yang sering digunakan oleh para profesional dalam diagnosis ADHD adalah DSM-IV. Kriteria-kriteria di dalamnya dibuat berdasarkan konsensus dan penelitian yang dilakukan menyeluruh (APA, 2000). Susunan proses diagnosa dan pemeriksaaan anak ADHD dapat dilihat pada Tabel II.

11 11 Tabel II. Susunan pemeriksaan ADHD berdasarkan PMK no. 330 tentang Pedoman Deteksi Dini GPPH pada Anak serta Penanganannya tahun 2011 Susunan urutan (algorithm) pemeriksaan ADHD : a. Rujukan datang dari sekolah atau keluarga/orang tua b. Penilaian /observasi perilaku anak berdasarkan kuesioner untuk orang tua/guru (SPPAHI, Conner s Teacher Rating Scale/Conner s Parent Rating Scale) c. Dirujuk pada Psikiater anak atau Dokter spesialis anak atau keduanya untuk dilakukan pemeriksaan: 1) Pemeriksaan fisik: - Skrining terhadap keracunan timah hitam, anemia defisiensi Fe, dan defisiensi nutrisi lainnya - Pemeriksaan neurologik lengkap, termasuk tes perseptual motorik untuk menyingkirkan defisit neurologik fokal - Pemeriksaan kelenjar gondok 2) Wawancara riwayat penyakit - Riwayat antenatal dan peri natal - Riwayat perkembangan psikomotorik - Riwayat ritme tidur - Riwayat keluarga - Riwayat sekolah (rapor, skrining potensi-prestasi) - Riwayat medik terutama trauma kepala, infeksi, alergi dan neurologik 3) Pemeriksaan intelegensi, kesulitan belajar dan sindrom otak organik - Tes Intelegensi (Weschler Intelligence Scale for Children) - Tes Woodcock-Johnson 4) Pemeriksaan psikometrik/kognitif-peseptual - Continous Performance Test (Test of Variable of Attention/TOVA) - Wisconsin Card Sort - Stroop Color Word Test 5) Evaluasi situasi rumah untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh lingkungan 6) Apabila hasil pemeriksaan sesuai kriteria diagnosa ADHD (berdasarkan DSM-IV atau PPDGJ III) segera dimulai pengobatan dengan psikostimulan. 7) Pemeriksaan dan monitor efek samping, efektifitas pengobatan setiap 3 bulan. Pengobatan dengan farmakoterapi lain dapat dipertimbangkan. Kriteria gangguan ADHD dalam DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) IV meliputi tipe inatensi, hiperaktif, hiperaktifimpulsif, dan tipe campuran. Tipe inatensi didapat jika terdapat minimal enam dari sembilan kriteria selama jangka waktu enam bulan. Sembilan kriteria tersebut yaitu: 1. Gagal memperhatikan dengan detail 2. Sulit memperhatikan

12 12 3. Tidak mendengarkan 4. Tidak taat instruksi 5. Sulit mengorganisasi tugas-tugas 6. Tidak suka ditugasi 7. Tidak membawa peralatan sekolah 8. Beralih ke stimulus 9. Melupakan aktivitas Tipe hiperaktif bila terdapat enam kriteria selama enam bulan yaitu: 1. Gelisah 2. Tidak tahan di tempat duduk 3. Berlari atau memanjat berlebihan 4. Sulit diam 5. Menunjukkan keinginan untuk pergi atau bergerak 6. Bercakap-cakap berlebihan Tipe hiperaktif-impulsif didapat bila ada minimal enam dari sembilan kriteria yaitu enam dari kriteria hiperaktif ditambah tiga kriteria tambahan, meliputi: 7. Menjawab pertanyaan sebelum selesai dibacakan 8. Tidak sabar menunggu giliran 9. Menyela, mengganggu, memaksakan.

13 13 Tipe campuran jika disimpulkan anak memiliki gangguan inatensi sekaligus hiperaktif-impulsif yang bertahan selama enam bulan atau lebih (Durand dan Barlow, 2006). Pada anak usia prasekolah tanda-tanda adanya symptom terkadang tidak teramati dengan jelas karena mereka belum mendapat pengawasan tambahan/khusus yang akan diperoleh dari sekolah. Meskipun saat ini banyak anak-anak yang sudah mendapat pendidikkan usia dini, biasanya para staf pengajar belum memenuhi standar untuk melakukan pengawasan yang akurat (DuPaul, 2007). Alat ukur yang dapat digunakan untuk diagnosis standar adalah SPPAHI (Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktif Indonesia). SPPAHI adalah daftar tilik yang berisi gejala-gejala klinis GPPH pada anak yang berusia 6-13 tahun yang dapat digunakan oleh guru, dokter, dan orangtua. SPPAHI terdiri dari 35 butir pernyataan ini dikembangkan oleh Dr. dr. Dwijo Saputro, SpKJ(K). Sensitivitas dari SPPAHI adalah 61,3% dan spesifisitasnya sebesar 76,8%. Daftar tilik SPAHHI digunakan untuk memantau perkembangan gejala klinis ADHD yang dinilai dari waktu ke waktu (Saputro, 2004). Kondisi khusus yang terjadi saat gejala ADHD tampak pada masa remaja sangat dianjurkan untuk dilakukan model terapi pengobatan di rumah dengan dukungan penuh dari keluarga (Brito dkk., 2008). 2. Terapi ADHD Terdapat dua metode pengobatan yang sering digunakan yaitu farmakoterapi dan terapi multi modal. Farmakoterapi dengan menggunakan obatobatan stimulan tertentu ternyata efektif mengontrol hiperaktivitas dan

14 14 kekurangan perhatian anak, bahkan mampu memperbaiki perilaku dan hubungan anak dengan keluarga (Kinsborne, 1996). Multi-modal terapi yaitu memadukan farmakoterapi dengan psikoterapi serta metode pendekatan lingkungan, seperti di lingkungan keluarga dan di lingkungan sekolah. Dari hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengobatan multi modal memberikan hasil yang lebih baik (Ialongo dkk., 1983). Dalam PMK RI no. 330 tahun 2011 disebutkan bahwa terapi obat untuk ADHD yang utama adalah golongan psikostimulan. Obat golongan psikostimulan atau stimulan telah lama digunakan dalam pengobatan anak dengan gangguan kurang perhatian dan hiperaktivitas (Sylvester, 1993). Sejak Charles Bradley menemukan amfetamin tahun 1970, sampai sekarang banyak penelitian obat stimulan dilakukan (Chiarello dan Cole, 1987). Pemakaian obat stimulan untuk anak ADHD di Amerika Serikat lebih kurang anak per hari (Greenhill, 1992). Obat-obatan yang sering digunakan pada golongan ini yaitu Amfetamin, Klonidin, Desipramin, Lithium Karbonat, Metilfenidat, dan Pemolin (Wilens dan Biederman, 1992). Metilfenidat merupakan salah satu obat golongan stimulan sistem saraf pusat ringan yang memiliki sistem kerja serupa dengan amfetamin. Obat ini akan melepaskan amin bogenik (noradrenalin, dopamin, dan serotonin) dari vesikel penyimpanan (Novitasari, 2010). Selanjutnya Fanu (2006) menjelaskan bahwa penelitian-penelitian yang menggunakan kontrol telah berhasil menemukan fakta bahwa sekitar 80 % anak-anak yang mengalami ADHD menunjukkan kemajuan yang berarti setelah mendapatkan pengobatan dan perilaku hiperaktifnya menjadi berkurang, dapat memberikan perhatian

15 15 dengan lebih terfokus terhadap tugas sekolah atau aktivitas-aktivitas lainnya. Kombinasi dopamin blocking agent dengan stimulan awalnya dianggap tidak masuk akal, namun pada satu hasil percobaan terdapat peningkatan keuntungan metilfenidat (stimulan) digunakan bersama Thioridazine (dopamin blocking agent) dibanding Metilfenidat sendiri (Klein dkk., 1976). Efek samping penggunaan obat golongan stimulan yang paling sering dilaporkan adalah meurunnya nafsu makan, sulit tidur, ansietas, dan irritability. Beberapa anak juga dilaporkan mengalami nyeri perut dan sakit kepala ringan. Sebagian besar efek samping tidak pernah menjadi masalah besar dan akan hilang dengan penurunan dosis (NIMH, 2015). Obat lain yang bukan golongan stimulan seperti atomoxetine (Strattera) memiliki efek samping yang harus diperhatikan. Studi menunjukkan bahwa anak-anak dan remaja yang mengkonsumsi atomoxetine lebih cenderung memiliki pikiran untuk bunuh diri daripada anakanak dan remaja dengan ADHD yang tidak (FDA, 2005). Efek ini dapat muncul tiba-tiba sehingga sangat penting untuk memperhatikan perilaku anak setiap hari. Tanyakan jika ada orang lain yang menghabiskan banyak waktu dengan anak untuk memberitahu jika mereka melihat perubahan dalam perilakunya. Hubungi dokter segera apabila terlihat perilaku yang tidak biasa. Sementara konsumsi atomoxetine, anak harus sering dibawa ke dokter terutama pada awal pengobatan (NIMH, 2015). Obat-obatan lain yang dapat diberikan pada terapi anak ADHD yaitu golongan antidepresan trisiklik, antridepresan SSRI, antidepresan MAOI, antipsikotik, dan antikonvulsan. Pemberian obat-obat ini selalu dimulai dengan

16 16 dosis rendah, dengan peningkatan dilihat dari perkembangan yang dicapai dan efek samping yang ada (Anonim, 2011). Pada awal pengobatan, biasanya anak dengan diagnosa ADHD tidak langsung diberikan metilfenidat sebagai terapi obat. Intervensi yang pertama dilakukan adalah psikoterapi dan tambahan multivitamin jika perlu sebagai suplemen otak untuk menunjang kinerja anak. Pemberian multivitamin sebagai suplemen diindikasikan dengan dasar memperbaiki perkusor beberapa neurotransmiter pada otak (Arnold & Jensen, 2003). Kekurangan tiamin (vitamin B1) dapat menyebabkan timbulnya ansietas pada anak. Penelitian yang dilakukan oleh Langseth (1978) menyebutkan bahwa defisiensi tiamin dapat meningkatkan frekuensi kesal atau irritation dan hipersensitif terhadap suarasuara. Vitamin B1 bersama dengan B3 dan B6 juga merupakan suatu koenzim dalam sintesis beberapa senyawa kimia seperti serotonin, dopamin, dan norefinefrin yang berperan dalam pembentukan DNA dan sel baru (Barkley, 2001). Asam folat merupakan kelompok vitamin B kompleks yang juga menjadi unsur penting dalam pembentukan DNA dan sel baru terutama sel darah merah. Defisiensi asam folat dalam tubuh dapat menyebabkananemia megaloblastik, kemungkinan adanya neural tube defect (NTD) dan hiperhomosistemia (McLaren dkk., 1991). Evidence based medicine (EBM) adalah proses yang digunakan secara sistematik untuk melakukan evaluasi, menemukan, menelaah/me-review, dan memanfaatkan hasil-hasil studi sebagai dasar dari pengambilan keputusan klinik. Menurut Sackett dkk (2000), Evidence-based medicine (EBM) adalah suatu pendekatan medik yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini untuk

17 17 kepentingan pelayanan kesehatan penderita. Dengan demikian, dalam praktek, EBM memadukan antara kemampuan dan pengalaman klinik dengan bukti-bukti ilmiah terkini yang paling dapat dipercaya. Salah satu syarat utama untuk memfasilitasi pengambilan keputusan klinik yang evidence-based adalah dengan menyediakan bukti-bukti ilmiah yang relevan dengan masalah klinik yang dihadapi, serta diutamakan yang berupa hasil meta-analisis, review sistematik, dan Randomized double blind Controlled clinical Trial (RCT). Berdasarkan Standar Pelayanan Medik yang disusun oleh Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (tahun 1998) pertimbangan terapi pada anak ADHD harus disesuaikan dengan gejala/indikasi yang terjadi. Berikut merupakan ketentuan yang disebutkan di dalamnya: 1. Gangguan Penyesuaian Gangguan Penyesuaian merupakan satu reaksi maladatif terhadap stresor psikososial yang nyata yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari akan tetapi tidak bertaraf malapetaka, yang awal timbulnya dlam waktu kurang dari 3 bln sesudah terjadinya stresor. Tatalaksana terapi: Perawatan di rumah sakit perlu dilakukan jika gangguan tersebut membahayakan diri sendiri atau orang lain. Konsultasi bisa kepada Dokter Spesialis Penyakit Jiwa atau Psikolog. Terapi farmakologi dengan obat-obatan ansiolitik, antidepresan, dan neuroleptik dosis kecil sedangkan non-farmakologi yaitu dengan psikoterapi.

18 18 Lama pengobatan minimal 1 minggu dan masa pemulihannya paling sedikit dua minggu. Outcome terapi yang diharapkan adalah kesembuhan total. 2. Gangguan Hiperkinatik Gambaran utama gangguan ini yaitu kurangnya kemampuan memusatkan perhatian dan aktivitas berlebihan, terjadi pada lebih dari satu situasi (misalnya di rumah, sekolah, atau klinik). Gangguan ini memiliki definisi yang paling dekat dengan ADHD yang dijelaskan dalam DSM-IV dan PMK RI no. 330 tahun 2011 yang menjadi guideline terapi dalam penelitian ini. Tatalaksana terapi: Perawatan di rumah sakit secara rawat jalan dengan konsultasi pada Dokter Spesialis Penyakit Jiwa dan Dokter Spesialis Saraf. Terapi farmakologinya yaitu dengan pemberian Metilfenidat 5-10 mg, antipsikotis dosis rendah (Imipramin, Klomipramin) mg. Terapi non-farmakologisnya adalah terapi perilaku dan konsultasi keluarga dan guru. Masa pemulihan umumnya membutuhkan pengobatan sampai usia remaja/seterusnya dengan outcome terapi sembuh total menjelang remaja, atau muncul gangguan tingkah laku dan gangguan kepribadian antisosial. 3. Gangguan tingkah laku Tatalaksana terapi: Rawat inap di rumah sakit jika membahayakan diri dan lingkungan. Terapi farmakologis yang diberikan yaitu haloperidol 1-6 mg/hari atau imipramin 25-75

19 19 mg/hari, dan Metilfenidat (Ritalin) 2,5-10 mg/hari (bila kondisi ini didasari atau disertai oleh gangguan hiperkinetik. Terapi non farmakologisnya adalah dengan terapi perilaku dan terapi keluarga. Lama perawatan minimal dua minggu dan masa pemulihan paling cepat 6 bulan. Konsultasi dengan dokter spesialis penyakit jiwa, dokter spesialis saraf dan psikolog untuk mendukung proses terapi. Outcome yang diharapkan adalah kesembuhan total atau parsial. 4. Gangguan Emosi Masa Kanak Dibagi menjadi 2 yaitu gangguan cemas perpisahan pada anak dan gangguan cemas berlebihan. Gangguan cemas berlebihan adalah kecemasan atau kekhawatiran yang menyeluruh dan menetap dan bermanifstasi. Tatalaksana terapi: Perawatan rumah sakit rawat jalan disertai konsultasi dengan dokter spesialis penyakit jiwa, dokter spesialis saraf, dokter spesialis anak, dan psikolog. Terapi farmakologisnya adalah pemberian imipramin mg/hari sedangkan terapi non-farmakologisnya yaitu dengan terapi keluarga. Masa pemulihan minimal satu bulan dengan outcome terapi sembuh total. Berdasarkan PMK RI No. 330 tahun 2011 tentang Pedoman Deteksi Dini GPPH pada Anak serta Penanganannya tujuan dari terapi adalah memperbaiki pola perilaku dan sikap anak dalam menjalankan fungsinya seharihari terutama dengan memperbaiki fungsi pengendalian diri dan memperbaiki pola adaptasi dan penyesuaian sosial anak sehingga terbentuk suatu kemampuan adaptasi yang lebih baik dan matang sesuai tingkat perkembangan anak.

20 20 Tabel III. Obat-obat yang digunakan dalam terapi Psikofarmaka pada anak GPPH berdasarkan PMK No. 330 tahun 2011 Jenis Obat Dosis Efek Samping Perhatian Metilfenidat 0,3-0,7 Insomnia, Tidak dianjurkan (sediaan tablet 10 mg/kgbb/hari. penurunan nafsu pada pasien dengan mg, 20 mg) Biasanya dimulai makan dan berat kecemasan tinggi, dengan 5 mg/hari badan, sakit tics motorik, dan dengan dosis kepala, iritabel. riwayat keluarga maksimal 60 mg/hari. dengan sindrom Tourette. Metilfenidat (Slow Release 20 mg) Dosis dimulai dengan 20 mg pada pagi hari dan dapat Insomnia, penurunan nafsu makan dan berat Kerja lambat (1-2 jam setelah pemberian oral), ditingkatkan dengan badan, sakit tidak dianjurkan dosis 0,3-0,7 kepala, iritabel. pada pasien dengan mg/kgbb/hari. kecemasan tinggi, Kadang perlu tics motorik, dan ditambahkan 5-10 mg riwayat keluarga pada pagi dengan sindrom hariuntuk Tourette. mendapatkan efek awal yang lebih cepat.

21 21 Metilfnidat (Extended Release) 1.Sodas (Spheroidal Oral Drug Absorption System) 20 mg. Dosis dimulai dengan 20 mg/hari. Umumnya diberikan Insomnia, penurunan nafsu makan dan berat Tidak dianjurkan pada pasien dengan kecemasan tinggi, satu kali sehari pada badan, sakit tics motorik, dan pagi hari. Dosis kepala, iritabel. riwayat keluarga ditingkatkan sampai dengan sindrom maksimal 60 mg/hari. Tourette. Dosis dimulai dengan 2.Osmotic Release Oral System (OROS) 18 mg dan 36 mg. 18 mg, satu hari sekali di pagi hari dan ditingkatkan hingga 0,3-0,7 Insomnia, penurunan nafsu makan dan berat badan, sakit Tidak dianjurkan pada pasien dengan kecemasan tinggi, tics motorik, dan mg/kgbb/hari. kepala, iritabel. riwayat keluarga dengan sindrom Tourette. 3. Penggunaan Obat Rasional Penggunaan obat dikatakan rasional bila pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat dan dengan harga yang paling murah untuk pasien dan masyarakat (WHO, 1985). Dalam Modul Penggunaan Obat Rasional yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan RI tahun 2011 secara praktis, penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria: a. Tepat Diagnosis Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan terpaksa

22 22 mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut. Akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya. b. Tepat Indikasi Penyakit Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. Antibiotik, misalnya diindikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian, pemberian obat ini hanya dianjurkan untuk pasien yang memberi gejala adanya infeksi bakteri. c. Tepat Pemilihan Obat Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis ditegakkan dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit. d. Tepat Dosis Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentang terapi yang sempit, akan sangat beresiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan. e. Tepat Cara Pemberian Obat Antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian pula antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu, karena akan membentuk ikatan, sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi dan menurunkan efektivtasnya.

23 23 f. Tepat Interval Waktu Pemberian Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis, agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per hari (misalnya 4 kali sehari), semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang harus diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval setiap 8 jam. g. Tepat lama pemberian Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masing-masing. Untuk Tuberkulosis dan Kusta, lama pemberian paling singkat adalah 6 bulan. Lama pemberian kloramfenikol pada demam tifoid adalah hari. Pemberian obat yang terlalu singkat atau terlalu lama dari yang seharusnya akan berpengaruh terhadap hasil pengobatan. h. Waspada terhadap efek samping Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, karena itu muka merah setelah pemberian atropin bukan alergi, tetapi efek samping sehubungan vasodilatasi pembuluh darah di wajah. Pemberian tetrasiklin tidak boleh dilakukan pada anak kurang dari 12 tahun, karena menimbulkan kelainan pada gigi dan tulang yang sedang tumbuh. i. Tepat penilaian kondisi pasien

24 24 Respon individu terhadap efek obat sangat beragam. Hal ini lebih jelas terlihat pada beberapa jenis obat seperti teofilin dan aminoglikosida. Pada penderita dengan kelainan ginjal, pemberian aminoglikosida sebaiknya dihindarkan, karena risiko terjadinya nefrotoksisitas pada kelompok ini meningkat secara bermakna. j. Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin, serta tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau. Untuk efektif dan aman serta terjangkau, digunakan obat-obat dalam daftar obat esensial. Pemilihan obat dalam daftar obat esensial didahulukan dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan dan harganya oleh para pakar di bidang pengobatan dan klinis. Untuk jaminan mutu, obat perlu diproduksi oleh produsen yang menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan dibeli melalui jalur resmi. Semua produsen obat di Indonesia harus dan telah menerapkan CPOB. k. Tepat informasi Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting dalam menunjang keberhasilan terapi. l. Tepat tindak lanjut (follow-up) Pada saat memutuskan pemberian terapi, harus sudah dipertimbangkan upaya tindak lanjut yang diperlukan, misalnya jika pasien tidak sembuh atau mengalami efek samping. m. Tepat penyerahan obat (dispensing) Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser sebagai penyerah obat dan pasien sendiri sebagai konsumen. Pada saat resep dibawa ke apotek atau tempat

25 25 penyerahan obat di Puskesmas, apoteker/asisten apoteker menyiapkan obat yang dituliskan peresep pada lembar resep untuk kemudian diberikan kepada pasien. Proses penyiapan dan penyerahan harus dilakukan secara tepat, agar pasien mendapatkan obat sebagaimana harusnya. Dalam menyerahkan obat juga petugas harus memberikan informasi yang tepat kepada pasien. n. Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan, ketidaktaatan minum obat umumnya terjadi pada keadaan berikut: 1) Jenis dan/atau jumlah obat yang diberikan terlalu banyak 2) Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering 3) Jenis sediaan obat terlalu beragam 4) Pemberian obat dalam jangka panjang tanpa informasi 5) Pasien tidak mendapatkan informasi/penjelasan yang cukup mengenai cara minum/menggunakan obat 6) Timbulnya efek samping (misalnya ruam kulit dan nyeri lambung), atau efek ikutan (urine menjadi merah karena minum rifampisin) tanpa diberikan penjelasan terlebih dahulu. F. Keterangan Empiris Dari penelitian ini diperoleh keterangan empirik mengenai pola penggunaan obat pada terapi anak ADHD yang menjalani rawat jalan di RSUP Dr. Sardjito, dan kesesuaiannya berdasarkan Standar Pelayanan Medik oleh Ikatan Dokter Indonesia tahun 1998 dan PMK RI Nomor 330 tahun 2011 tentang Pedoman Deteksi Dini GPPH pada Anak serta Penanganannya yang meliputi tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat, dan tepat dosis.

Pedologi. Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

Pedologi. Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI Pedologi Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id ADHD (Attention Deficit Hyperactive

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas (GPP/H) atau attention

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas (GPP/H) atau attention BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas (GPP/H) atau attention deficit/ hyperactivity disorder (ADHD) adalah salah satu gangguan neurobehavioral yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah suatu kondisi medis yang ditandai oleh ketidakmampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-undang nomor 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita

Lebih terperinci

Pedologi. Attention-Deficit Hyperactivity Disorder Kesulitan Belajar. Yenny, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Pedologi. Attention-Deficit Hyperactivity Disorder Kesulitan Belajar. Yenny, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Pedologi Attention-Deficit Hyperactivity Disorder Kesulitan Belajar Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Gangguan attention-deficit hyperactivity

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ADHD merupakan istilah berbahasa Inggris kependekan dari Attention Deficit Hiperactivity Disorder (Attention = perhatian, Deficit = kekurangan, Hiperactivity

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manapun dengan berbagai budaya dan sistem sosial. Keluarga merupakan warisan umat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manapun dengan berbagai budaya dan sistem sosial. Keluarga merupakan warisan umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan unit sosial penting dalam bangunan masyarakat di belahan dunia manapun dengan berbagai budaya dan sistem sosial. Keluarga merupakan warisan umat manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analgetik-Antipiretik Analgetik merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri sebenarnya berfungsi sebagai tanda adanya penyakit

Lebih terperinci

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia? Skizofrenia Skizofrenia merupakan salah satu penyakit otak dan tergolong ke dalam jenis gangguan mental yang serius. Sekitar 1% dari populasi dunia menderita penyakit ini. Pasien biasanya menunjukkan gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak dijumpai berbagai macam gangguan psikologis yang terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention Deficit Disorder) atau yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisa jadi akan terus bertahan hingga mereka dewasa. Siswa siswi usia sekolah

BAB I PENDAHULUAN. bisa jadi akan terus bertahan hingga mereka dewasa. Siswa siswi usia sekolah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Banyak gejala gejala penyimpangan yang terjadi diusia sekolah dan bisa jadi akan terus bertahan hingga mereka dewasa. Siswa siswi usia sekolah memiliki perilaku yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dikenal dengan istilah Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dikenal dengan istilah Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Sejak tahun 1990-an, dunia sudah mengenal suatu penyakit yang dikenal dengan istilah Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). ADHD adalah suatu gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) merupakan suatu kondisi medis, yang ditandai oleh hiperaktivitas, ketidakmampuan memusatkan perhatian dan impulsivitas, yang terdapat

Lebih terperinci

Memahami dan membantu anak-anak yang mengalami ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)

Memahami dan membantu anak-anak yang mengalami ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) Memahami dan membantu anak-anak yang mengalami ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) Oleh: H i d a y a t Apakah itu "ADHD"? Sebelumnya para orang tua dan guru menggambarkan anak-anak yang mudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi sebagian besar keluarga sejak di

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi sebagian besar keluarga sejak di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi sebagian besar keluarga sejak di dalam kandungan. Pertumbuhan serta perkembangan anak yang normal menjadi impian setiap

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Kedaruratan Psikiatri Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik

Lebih terperinci

IPAP PTSD Tambahan. Pilihan penatalaksanaan: dengan obat, psikososial atau kedua-duanya.

IPAP PTSD Tambahan. Pilihan penatalaksanaan: dengan obat, psikososial atau kedua-duanya. IPAP PTSD Tambahan Prinsip Umum I. Evaluasi Awal dan berkala A. PTSD merupakan gejala umum dan sering kali tidak terdiagnosis. Bukti adanya prevalensi paparan trauma yang tinggi, (termasuk kekerasan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Saat ini masyarakat dihadapkan pada berbagai penyakit, salah satunya adalah penyakit Lupus, yang merupakan salah satu penyakit yang masih jarang diketahui oleh masyarakat,

Lebih terperinci

Seri penyuluhan kesehatan

Seri penyuluhan kesehatan Seri penyuluhan kesehatan Penyakit Autisme Klinik Umiyah Jl. Lingkar Utara Purworejo, Jawa Tengah, Indonesia Pengertian dan gejala Autisme Autisme adalah salah satu dari sekelompok masalah gangguan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

2011, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Nega

2011, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Nega BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.107, 2011 KEMENTERIAN KESEHATAN. Gangguan Pemusatan dan Hiperaktivitas. Deteksi Dini. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 330/MENKES/PER/II/2011 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan berbagai faktor seperti perubahan pola penyakit dan pola pengobatan,

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan berbagai faktor seperti perubahan pola penyakit dan pola pengobatan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir-akhir ini, biaya pelayanan kesehatan semakin meningkat diakibatkan berbagai faktor seperti perubahan pola penyakit dan pola pengobatan, peningkatan penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran anak dalam suatu lembaga perkawinan merupakan salah satu tujuan bersama dalam pengasuhan pasangan suami istri atau orangtua. Kehadirannya ditunggu-tunggu,

Lebih terperinci

A. Pemeriksaan penunjang. - Darah lengkap

A. Pemeriksaan penunjang. - Darah lengkap A. Pemeriksaan penunjang - Darah lengkap Darah lengkap dengan diferensiasi digunakan untuk mengetahui anemia sebagai penyebab depresi. Penatalaksanaan, terutama dengan antikonvulsan, dapat mensupresi sumsum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan atau gejala penyakit. Ketersediaan obat yang mudah diakses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Depresif Mayor Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing masing individu. Diagnostic

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN RETARDASI MENTAL. Disusun Oleh : Hadi Ari Yanto

LAPORAN PENDAHULUAN RETARDASI MENTAL. Disusun Oleh : Hadi Ari Yanto LAPORAN PENDAHULUAN RETARDASI MENTAL Disusun Oleh : Hadi Ari Yanto 101018 D III KEPERAWATAN STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN 2012 / 2013 RETARDASI MENTAL 1. PENGERTIAN Retardasi mental adalah kemampuan mental

Lebih terperinci

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi. BAB 1 PENDAHULUAN Infeksi pada Saluran Nafas Akut (ISPA) merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Adapun penyebab terjadinya infeksi pada saluran nafas adalah mikroorganisme, faktor lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan manusia merupakan perubahan. yang bersifat progresif dan berlangsung secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan manusia merupakan perubahan. yang bersifat progresif dan berlangsung secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan manusia merupakan perubahan yang bersifat progresif dan berlangsung secara berkelanjutan. Keberhasilan dalam mencapai satu tahap perkembangan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses belajar seumur hidup yang didapatkan baik secara formal maupun nonformal.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses belajar seumur hidup yang didapatkan baik secara formal maupun nonformal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses belajar seumur hidup yang didapatkan baik secara formal maupun nonformal. Pendidikan berlaku untuk semua anak, tanpa memandang jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu penggunaan komputer telah menjadi suatu hal yang diperlukan baik di

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu penggunaan komputer telah menjadi suatu hal yang diperlukan baik di 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi komputer saat ini telah berkembang dengan pesat, oleh karena itu penggunaan komputer telah menjadi suatu hal yang diperlukan baik di perusahaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, masalah kesehatan jiwa banyak terjadi dengan berbagai variasi dan gejala yang berbeda-beda. Seseorang dikatakan dalam kondisi jiwa yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deteksi dini untuk mengetahui masalah atau keterlambatan tumbuh kembang sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian pertumbuhan

Lebih terperinci

JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK. Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ. Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari H2A012001

JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK. Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ. Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari H2A012001 JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Jiwa Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari

Lebih terperinci

Pedologi. Review Seluruh Materi. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi.

Pedologi. Review Seluruh Materi. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi. Pedologi Modul ke: Review Seluruh Materi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Fakultas PSIKOLOGI Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id RETARDASI MENTAL Retardasi mental (mental retardation) adalah keterlambatan

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS DEFINISI Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir. Disebut Bipolar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang tua menginginkan dan mengharapkan anak yang dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan pintar. Anak-anak yang patuh, mudah diarahkan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan

Lebih terperinci

KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO

KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO. 1197/MENKES/ SK/X/2004 PADA RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH WONOGIRI BULAN JUNI 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan adalah ilmu dan seni penyembuhan dalam bidang keilmuan ini mencakup berbagai praktek perawatan kesehatan yang secara kontinu terus berubah untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Definisi gagap yang disetujui belum ada. Menurut World Health Organization (WHO) definisi gagap adalah gangguan ritme bicara dimana seseorang tahu apa yang mau dibicarakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan penyulit medis yang sering ditemukan pada kehamilan yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas baik ibu maupun perinatal. Hipertensi dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari 1. Sampel Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sampel pada penelitian ini sebanyak 126 pasien. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari Juni

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai berusia 18 (delapan belas) tahun. 1. sering ditunjukkan ialah inatensi, hiperaktif, dan impulsif. 2 Analisis meta-regresi

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai berusia 18 (delapan belas) tahun. 1. sering ditunjukkan ialah inatensi, hiperaktif, dan impulsif. 2 Analisis meta-regresi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya pemeliharaan kesehatan anak ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan suatu obat dapat berpengaruh terhadap kualitas pengobatan, pelayanan dan biaya pengobatan. Penggunaan obat merupakan tahap akhir manajemen obat. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan hiperaktif merupakan salah satu kelainan yang sering dijumpai pada gangguan perilaku anak. Namun dalam ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder) dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) merupakan suatu kondisi medis pada anak yang ditandai dengan gejala hiperaktif, impulsif, dan inatentif (Sinn,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggunaan obat ketika pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggunaan obat ketika pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Penggunaan obat yang rasional Menurut WHO penggunaan obat yang rasional diartikan sebagai penggunaan obat ketika pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedih bagi individu maupun anggota keluarga yang dapat menimbulkan. depresi. Depresi merupakan penyakit atau gangguan mental yang

BAB I PENDAHULUAN. sedih bagi individu maupun anggota keluarga yang dapat menimbulkan. depresi. Depresi merupakan penyakit atau gangguan mental yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Gangguan kesehatan dapat menimbulkan perasaan cemas dan sedih bagi individu maupun anggota keluarga yang dapat menimbulkan depresi. Depresi merupakan penyakit atau gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan

Lebih terperinci

TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER)

TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER) TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh

Lebih terperinci

Oleh: Sri Adi Sumiwi PENGGUNAAN OBAT RASIONAL

Oleh: Sri Adi Sumiwi PENGGUNAAN OBAT RASIONAL Oleh: Sri Adi Sumiwi PENGGUNAAN OBAT RASIONAL PENGERTIAN : PENGGUNAAN OBAT RASIONAL (POR): Apabila Pasien menerima pengobatan PENGGUNAAN OBAT RASIONAL, WHY? Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi LAMPIRAN Depresi Teori depresi dalam ilmu psikologi, banyak aliran yang menjelaskannya secara berbeda.teori psikologi tentang depresi adalah penjelasan predisposisi depresi ditinjau dari sudut pandang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai makhluk yang memiliki akal dan pikiran sudah semestinya manusia menjaga kesehatan. Kesehatan adalah suatu kondisi yang stabil dalam sistem badan dan jiwa raga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan terapi, paradigma pelayanan kefarmasian di Indonesia telah bergeser dari pelayanan yang berorientasi pada obat (drug

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagan 1.1. Bagan Penyebab Gangguan Kesulitan Belajar (Sumber: Koleksi Penulis)

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagan 1.1. Bagan Penyebab Gangguan Kesulitan Belajar (Sumber: Koleksi Penulis) BAB 1 PENDAHULUAN Kesehatan dan lingkungan sosial yang baik perlu diperhatikan bagi orangtua untuk anak-anak mereka. Kesehatan dan lingkungan sosial terhubung dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun 2012(RUU KESWA,2012) adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, mental, dan spiritual

Lebih terperinci

SKRIPSI FITRIA ARDHITANTRI K Oleh :

SKRIPSI FITRIA ARDHITANTRI K Oleh : IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS POTENSIAL KATEGORI DOSIS PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT JALAN BAGIAN ANAK RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA PERIODE JANUARI - JUNI 2007 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah

Lebih terperinci

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1197/MENKES/SK/X/2004 PADA RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN

Lebih terperinci

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING Oleh : Sri Tasminatun, M.Si., Apt NIK 173 036 PROGRAM STUDI PROFESI

Lebih terperinci

Gangguan Kurang Perhatian dan Hiperaktifitas pada Anak

Gangguan Kurang Perhatian dan Hiperaktifitas pada Anak Sari Pediatri, Sari Pediatri, Vol. 4, No. Vol. 2, 4, September No. 2, September 2002: 542002-58 Gangguan Kurang Perhatian dan Hiperaktifitas pada Anak Erman Gangguan kurang perhatian dan hiperaktifitas

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Depresi Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala utama afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, dan kekurangan energi yang menuju meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran. Istilah kompulsi menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pneumonia merupakan penyakit yang banyak membunuh anak usia di bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun 2004, sekitar

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS POTENSIAL KATEGORI DOSIS PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT JALAN POLI ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO PERIODE JANUARI JUNI 2007 SKRIPSI Oleh : TRI HANDAYANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan manifestasi gangguan metabolisme glukosa dan lipid, disertai oleh komplikasi

Lebih terperinci

ANAK ADHD PERSISTILAHAN DISORDER. DIOTAK KECIL. OTAK KECIL. 1. ADHD= ATTENSION DEFISIT AND HYPERACTIVITY 2. ADD= ATTENSION DEFISIT DISORDER.

ANAK ADHD PERSISTILAHAN DISORDER. DIOTAK KECIL. OTAK KECIL. 1. ADHD= ATTENSION DEFISIT AND HYPERACTIVITY 2. ADD= ATTENSION DEFISIT DISORDER. ANAK ADHD PERSISTILAHAN 1. ADHD= ATTENSION DEFISIT AND HYPERACTIVITY DISORDER. 2. ADD= ATTENSION DEFISIT DISORDER. 3. MINIMAL BRAIN DISORDER=KETIDAKBERESAN DIOTAK KECIL. 4. MINIMAL BRAIN DEMAGE =KERUSAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah penduduk di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2007 sekitar seperlima

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Indikator WHO 1993 Indikator WHO 1993 adalah suatu metode untuk melihat pola penggunaan obat dan dapat secara langsung menggambarkan tentang penggunaan obat yang tidak sesuai.

Lebih terperinci

KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN YANG MENDAPAT TERAPI ANTIBIOTIK DI PUSKESMAS MENDAWAI PANGKALAN BUN

KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN YANG MENDAPAT TERAPI ANTIBIOTIK DI PUSKESMAS MENDAWAI PANGKALAN BUN ARTIKEL PENELITIAN KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN YANG MENDAPAT TERAPI ANTIBIOTIK DI PUSKESMAS MENDAWAI PANGKALAN BUN Eli Beni Fauziah Mahasiswa Program Studi D-III Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit penyakit (Werner et al., 2010). Saat ini, penyakit infeksi masih menjadi masalah di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia penyakit infeksi menjadi masalah utama dalam bidang kesehatan, sebab penyakit ini mempunyai angka kejadian yang cukup tinggi menyerang masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Drug Related Problems (DRPs) merupakan penyebab kurangnya kualitas pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang menimpa pasien yang

Lebih terperinci

Diagnosis & Tatalaksana Gangguan Depresi & Anxietas di Layanan Kesehatan Primer Dr. Suryo Dharmono, SpKJ(K)

Diagnosis & Tatalaksana Gangguan Depresi & Anxietas di Layanan Kesehatan Primer Dr. Suryo Dharmono, SpKJ(K) Diagnosis & Tatalaksana Gangguan Depresi & Anxietas di Layanan Kesehatan Primer Dr. Suryo Dharmono, SpKJ(K) Yogyakarta, 11 Oct 2014 1 Prevalensi Ganguan Psikiatrik yang lazim di Komunitas dan Pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah, di satu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum

Lebih terperinci

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik Jangan Sembarangan Minum Antibiotik Beragamnya penyakit infeksi membuat kebanyakan orang segera berobat ke dokter meski hanya penyakit ringan. Rasanya tidak puas jika dokter tidak memberi obat apapun dan

Lebih terperinci

EATING DISORDERS. Silvia Erfan

EATING DISORDERS. Silvia Erfan EATING DISORDERS Silvia Erfan Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa ABSTRAK Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan, perabaan, pengecapan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran darah otak berupa tersumbatnya

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dengan karakteristik berupa gangguan pikiran (asosiasi longgar, waham),

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dengan karakteristik berupa gangguan pikiran (asosiasi longgar, waham), BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Skizofrenia adalah suatu kumpulan gangguan kepribadian yang terbelah dengan karakteristik berupa gangguan pikiran (asosiasi longgar, waham), gangguan persepsi (halusinasi), gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering kali luput dari perhatian. Orang sengaja menghindari dan tidak mencari bantuan bagi keluarganya yang

Lebih terperinci

BIPOLAR. Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ

BIPOLAR. Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ BIPOLAR Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ Definisi Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella thypi (S thypi). Pada masa inkubasi gejala awal penyakit tidak tampak, kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta adanya gangguan fungsi psikososial (Sukandar dkk., 2013). Skizofrenia

BAB I PENDAHULUAN. serta adanya gangguan fungsi psikososial (Sukandar dkk., 2013). Skizofrenia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Skizofrenia merupakan sindrom heterogen kronis yang ditandai dengan pola pikir yang tidak teratur, delusi, halusinasi, perubahan perilaku yang tidak tepat serta

Lebih terperinci

SKILL LAB. SISTEM NEUROPSIKIATRI BUKU PANDUAN MAHASISWA TEHNIK KETERAMPILAN WAWANCARA

SKILL LAB. SISTEM NEUROPSIKIATRI BUKU PANDUAN MAHASISWA TEHNIK KETERAMPILAN WAWANCARA SKILL LAB. SISTEM NEUROPSIKIATRI BUKU PANDUAN MAHASISWA TEHNIK KETERAMPILAN WAWANCARA Skill Lab. Sistem Neuropsikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar 2014 PENGANTAR Setelah melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular seperti stroke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular seperti stroke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modernisasi mengakibatkan perubahan pola hidup masyarakat yang cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular seperti stroke (Nufus, 2012). Stroke menjadi

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Attention Deficit Hyperactivity Disorder. disebabkan karena cedera otak ringan atau disebut Minimal Brain Damage

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Attention Deficit Hyperactivity Disorder. disebabkan karena cedera otak ringan atau disebut Minimal Brain Damage BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) 1. Pengertian Attention Deficit Hyperactivity Disorder Penelitian pertama secara sistematis terhadap gangguan yang kini disebut

Lebih terperinci

1. Dokter Umum 2. Perawat KETERKAITAN : PERALATAN PERLENGKAPAN : 1. SOP anamnesa pasien. Petugas Medis/ paramedis di BP

1. Dokter Umum 2. Perawat KETERKAITAN : PERALATAN PERLENGKAPAN : 1. SOP anamnesa pasien. Petugas Medis/ paramedis di BP NOMOR SOP : TANGGAL : PEMBUATAN TANGGAL REVISI : REVISI YANG KE : TANGGAL EFEKTIF : Dinas Kesehatan Puskesmas Tanah Tinggi Kota Binjai PUSKESMAS TANAH TINGGI DISAHKAN OLEH : KEPALA PUSKESMAS TANAH TINGGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Attention deficit/hyperactivity disorder (ADHD) atau gangguan pemusatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Attention deficit/hyperactivity disorder (ADHD) atau gangguan pemusatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention deficit/hyperactivity disorder (ADHD) atau gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas (GPPH) merupakan satu di antara beberapa kondisi kesehatan kronis yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Gangguan Jiwa BAB II TINJAUAN TEORI 2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa Gangguan jiwa merupakan perubahan sikap dan perilaku seseorang yang ekstrem dari sikap dan perilaku yang dapat menimbulkan penderitaan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit BAB IV PEMBAHASAN A. Karakteristik Sampel Penelitian ini bertujuan untuk Rumah Sakit Umum Daerah Lombok untuk melihat gambaran Penerapan Farmasi Klinik rumah sakit sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan adalah peristiwa kodrati bagi perempuan, seorang perempuan akan mengalami perubahan dalam dirinya baik fisik maupun psikologi. Status gizi merupakan hal yang

Lebih terperinci