APLIKASI MINYAK DAUN CENGKIH DAN MINYAK SERAI WANGI SEBAGAI BAHAN AKTIF ANTISERANGGA ALAMI SKRIPSI NUNUNG NURIYAH F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "APLIKASI MINYAK DAUN CENGKIH DAN MINYAK SERAI WANGI SEBAGAI BAHAN AKTIF ANTISERANGGA ALAMI SKRIPSI NUNUNG NURIYAH F"

Transkripsi

1 APLIKASI MINYAK DAUN CENGKIH DAN MINYAK SERAI WANGI SEBAGAI BAHAN AKTIF ANTISERANGGA ALAMI SKRIPSI NUNUNG NURIYAH F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 APPLICATION OF CLOVE LEAF OIL AND CITRONELLA OIL AS AN ACTIVE INGREDIENT IN NATURAL INSECT REPELLENT Meika Syahbana Rusli And Nunung Nuriyah Departement of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia ABSTRACT Insect repellent formula with active ingredient of clove leaf oil and citronella oil has been determined by trial and error method. The formula consists of the active ingredient, rose water, vaseline, distilled water, and tween 80. Parameter tested were emulsion stability test, efficacy test and hedonic test. The results showed that the effectiveness of repellent with active ingredient clove leaf oil and citronella oil is low, but the odor accepted by panelists. Efficacy test showed that the concentration of active ingredient of 2.5%, 5% and 7.5% respectively paralyze flies 0-15% and paralyze mosquitos 8-33%. The higher concentration of active ingredients, causing the higer paralysis percentage of flies and mosquitoes. Hedonic test showed that the formula which contain 5% active ingredient mixture of clove leaf oil and citronella oil has the highest level of preference, by which 77% of panelists accept the formula odor. Keyword : clove leaf oil, citronella oil, insect repellent

3 NUNUNG NURIYAH. F Aplikasi Minyak Daun Cengkih dan Minyak Serai Wangi Sebagai Bahan Aktif Antiserangga Alami. Di bawah bimbingan Meika Syahbana Rusli RINGKASAN Insektisida rumah tangga yang beredar di pasaran mengandung bahan aktif kimia sintetik yang berpotensi mengganggu kesehatan. Umumnya jenis bahan aktif tersebut merupakan senyawa piretroid sintetik yang secara akut menimbulkan gangguan saraf, dan secara kronis berpotensi menimbulkan penyakit kanker. Selain itu, gaya hidup kembali ke alam dan maraknya isu global terkait peduli lingkungan, meningkatkan preferensi konsumen terhadap produk alami. Minyak daun cengkih dan minyak serai wangi termasuk pestisida yang memiliki risiko minimum terhadap manusia, hewan, dan lingkungan, serta termasuk bahan GRAS (generally recognized as safe). Hal ini didukung oleh jumlah produksi minyak daun cengkih Indonesia pada tahun 2010 mencapai 2,457 ton dan minyak serai wangi mencapai 246 ton. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan produk minyak daun cengkih dan minyak serai wangi sebagai bahan aktif antiserangga (antilalat dan antinyamuk). Penelitian ini dilakukan dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan mempersiapkan formula antiserangga alami. Penelitian utama meliputi uji efikasi dan uji hedonik. Uji efikasi bertujuan mengetahui efektivitas antiserangga dalam melumpuhkan lalat dan nyamuk. Uji hedonik bertujuan mengetahui penerimaan atau tingkat kesukaan konsumen terhadap aroma formula antiserangga. Penelitian pendahuluan dilakukan dengan cara trial and error formulasi hingga formula yang dibuat memiliki stabilitas emulsi yang mendekati stabilitas emulsi produk pembanding. Berdasarkan trial and error yang telah dilakukan, formula antiserangga terdiri atas bahan aktif, air mawar, tween 80, vaselin, dan pewangi melati. Air mawar digunakan sebagai bahan pembawa, tween 80 sebagai pengemulsi, vaselin sebagai propellant dan bahan anti busa. Perbandingan tween 80 dengan minyak atsiri adalah 1:1, perbandingan vaselin dengan tween 80 adalah 1: 14.6, dan pewangi melati sebanyak 1%. Adapun teknik emulsifikasi yang dilakukan adalah dengan penambahan air mawar sedikit demi sedikit ke dalam campuran bahan lainnya sekitar 50ml/4 menit menggunakan buret. Uji efikasi dilakukan terhadap lalat dan nyamuk. Efektivitas antiserangga dalam melumpuhkan lalat pada konsentrasi 2.5%, 5% dan 7.5% dengan bahan aktif minyak daun cengkih adalah 0%, 3%, 13%, dengan bahan aktif minyak serai wangi adalah 0%, 2%, 15%, dan dengan bahan aktif campuran kedua minyak tersebut adalah 0%, 2%, 13%. Efektivitas antiserangga dalam melumpuhkan nyamuk pada konsentrasi 2.5%, 5% dan 7.5% dengan bahan aktif minyak daun cengkih adalah 10%, 18%, dan 33%, dengan bahan aktif minyak serai wangi adalah 10%, 17%, 32%, dan dengan bahan aktif campuran kedua minyak tersebut adalah 8%, 18%, 32%. Dengan demikian, semakin tinggi konsentrasi, maka kelumpuhan lalat dan nyamuk semakin meningkat. Hasil analisis sidik ragam menggunakan rancangan acak lengkap menunjukan bahwa perbedaan jenis bahan aktif tidak berpengaruh signifikan terhadap kelumpuhan lalat dan nyamuk. Perbedaan konsentrasi bahan aktif memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kelumpuhan lalat dan nyamuk. Hasil uji lanjut Duncan menunjukan bahwa konsentrasi 2.5% dan 5% memberikan pengaruh yang sama terhadap kelumpuhan lalat dan nyamuk, tapi pada konsentrasi 7.5% pengaruhnya berbeda dengan semua perlakuan konsentrasi, kecuali antiserangga berbahan aktif minyak daun cengkih. Perbedaan setiap tingkat konsentrasi minyak daun cengkih memberikan pengaruh yang berbeda satu sama lain terhadap kelumpuhan nyamuk. Adapun formula yang paling tinggi tingkat kesukaannya dan diterima oleh 77% panelis adalah formula dengan bahan aktif campuran minyak daun cengkih dan minyak serai wangi (1:1) pada konsentrai 5%.

4 APLIKASI MINYAK DAUN CENGKIH DAN MINYAK SERAI WANGI SEBAGAI BAHAN AKTIF ANTISERANGGA ALAMI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh NUNUNG NURIYAH F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

5 Judul Skripsi Nama NIM : Aplikasi Minyak Daun Cengkih dan Minyak Serai Wangi sebagai Bahan Aktif Antiserangga Alami : Nunung Nuriyah : F Menyetujui, Pembimbing, (Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M. Sc. Agr) NIP Mengetahui, Ketua Departemen, (Prof. Dr. Nastiti Siswi Indrasti) NIP Tanggal lulus: 19 Agustus 2011

6 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Aplikasi Minyak Daun Cengkih dan Minyak Serai Wangi sebagai Bahan Aktif Antiserangga Alami adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2011 Yang membuat pernyataan Nunung Nuriyah F

7 Hak cipta milik Nunung Nuriyah, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.

8 BIODATA PENULIS Nunung Nuriyah dilahirkan di Tasikmalaya pada 15 November 1989 sebagai anak pertama dari empat bersaudara, dari pasangan Haerudin dan Epon Fatimah. Penulis menamatkan sekolah dasar di SD Negeri Cirahayu ( ), dan melanjutkan ke MTs Negeri Sukamanah ( ). Pada Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ciawi Tasikmalaya dan melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan mengambil pilihan mayor Teknologi Industri Pertanian. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Bioproses. Selain menjalani aktivitas akademik, penulis juga mengikuti kepanitiaan, dan kompetisi. Pada tahun 2010 penulis mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Gagasan Tertulis yang mendapatkan insentif dari Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (DIKTI). Penulis pernah menjadi finalis dalam lomba karya tulis tentang minyak atsiri pada tahun Selain itu, penulis melaksanakan program praktik lapangan di PT. Indesso Aroma dengan judul Proses Produksi dan Pengawasan Mutu Metil Isoeugenol di PT. Indesso Aroma. Pada masa akhir perkuliahan penulis memperoleh beasiswa Program Peningkatan Akademik dari IPB.

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya berkat karunianya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Aplikasi Minyak Daun Cengkih dan Minyak Serai Wangi sebagai Bahan Aktif Antiserangga Alami. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada : 1. Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M. Sc. Agr. selaku dosen pembimbing yang sudah memberikan arahan, dan bimbingan kepada penulis. 2. Orang tua, paman dan keluarga yang selalu memberikan motivasi, doa dan dukungan yang tulus kepada penulis. 3. Sahabatku Cia, Nita, Ratih, Chaca, Ghilda, Esi, Eci, dan teman-teman TIN 44 semuanya yang selalu saling menyemangati, membantu, dan mendoakan penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, penulis tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, kritik yang membangun sangat diharapkan untuk penulisan selanjutnya. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Bogor, Agustus 2011 Penulis

10 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Insektisida Alami Minyak Daun Cengkih Minyak Serai Wangi Minyak Daun Cengkih sebagai Antiserangga Minyak Serai Wangi sebagai Antiserangga Nyamuk Aedes Aegypti dan Lalat Formula Antiserangga... 7 III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Formulasi Antiserangga Alami Efektivitas dan Penerimaan Antiserangga Alami Analisis Data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Formula Antiserangga Alami Penentuan Bahan Pembawa dan Bahan Pewangi Penentuan Bahan Pengemulsi Penentuan Konsentrasi Tween Emulsifikasi dengan Cara Sonikasi Emulsifikasi dengan Cara Memperpanjang Waktu Pengadukan Penggantian Bahan Tambahan pada Formula Antiserangga Alami Emulsifikasi dengan Cara Penambahan Fasa Air Sedikit Demi Sedikit Efektivitas dan Penerimaan Antiserangga Alami Uji Efikasi Lalat Uji Efikasi Nyamuk... 26

11 4.2.3 Uji Hedonik V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 38

12 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komponen minyak serai wangi... 4 Tabel 2. Komposisi bahan pada tahap penentuan bahan pengemulsi Tabel 3. Komposisi bahan dalam formula dengan perlakuan perbedaan konsentrasi tween Tabel 4. Komposisi bahan formula antiserangga alami Tabel 5. Komposisi bahan dalam formula antiserangga alami yang diujikan di penelitian utama... 12

13 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur kimia eugenol... 4 Gambar 2. Struktur kimia geraniol (a), sitronelal (b) dan sitronelol (c)... 5 Gambar 3. Ruang lingkup penelitian Gambar 4. Diagram alir pembuatan formula antiserangga alami Gambar 5. Stabilitas emulsi kontrol positif atau produk pembanding (Mortein) Gambar 6. Stabilitas emulsi formula antiserangga dalam penentuan jenis bahan pengemulsi Gambar 7. Stabilitas emulsi formula antiserangga alami dengan perlakuan perbedaan konsentrasi tween Gambar 8. Apungan minyak pada formula dengan emulsifikasi melalui proses sonikasi Gambar 9. Stabilitas emulsi dengan perlakuan perbedaan lama waktu pengadukan Gambar 10. Penggumpalan asam stearat Gambar 11. Bentuk bekas semprotan Mortein (a), formula dengan vaselin (b), dan formula tanpa vaselin (c) Gambar 12. Stabilitas emulsi formula dengan teknik penambahan air mawar sedikit demi sedikit Gambar 13. Efektivitas formula antiserangga alami dalam melumpuhkan lalat Gambar 14. Efektivitas antiserangga alami dalam melumpuhkan nyamuk Aedes Aegypti Gambar 15. Persentase nyamuk yang mati dan pingsan dengan bahan aktif minyak daun cengkih Gambar 16. Persentase nyamuk yang mati dan pingsan dengan bahan aktif minyak serai wangi Gambar 17. Persentase nyamuk yang mati dan pingsan dengan bahan aktif campuran minyak daun cengkih dan minyak serai wangi Gambar 18. Tingkat kesukaan aroma mortein Gambar 19. Tingkat kesukaan aroma dengan bahan aktif minyak daun cengkih Gambar 20. Tingkat kesukaan aroma dengan bahan aktif minyak serai wangi Gambar 21. Tingkat kesukaan aroma dengan bahan aktif campuran minyak daun cengkih dan minyak serai wangi Gambar 22. Persentase panelis yang menerima aroma antiserangga alami... 31

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Perhitungan jumlah semprotan standar Lampiran 2. Formulir uji hedonik Lampiran 3. Data stabilitas emulsi peroduk pembanding (Mortein) Lampiran 4. Data stabilitas emulsi formula pada uji coba penentuan jenis bahan... pengemulsi Lampiran 5. Data stabilitas emulsi formula pada uji coba penentuan konsentrasi tween Lampiran 6. Data stabilitas emulsi dengan perlakuan lama pengadukan Lampiran 7. Data stabilitas emulsi dengan cara penambahan air mawar sedikit demi sedikit Lampiran 8. Rata-rata kelumpuhan lalat dan nyamuk pada uji efikasi Lampiran 9. Data hasil uji efikasi lalat Lampiran 10. Analisis sidik ragam uji efikasi lalat Lampiran 11. Data hasil uji efikasi nyamuk Lampiran 12. Analisis sidik ragam uji efikasi nyamuk Lampiran 13. Data hasil uji hedonik Lampiran 14. Dokumentasi penelitian... 52

15 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insektisida rumah tangga yang beredar di pasaran mengandung bahan aktif kimia sintetik yang berpotensi mengganggu kesehatan. Contohnya adalah permetrin, imiprotrin, praletrin, d-aletrin, transflutrin, tetrametrin dan propoksur. Menurut United State Environmental Protection Agency (US EPA) (1977), permetrin adalah jenis insektisida piretroid sintetik dan diklasifikasikan ke dalam bahan yang mungkin karsinogenik, karena menyebabkan kanker terhadap hewan uji di laboratorium. Imiprotrin menurut US EPA (1998) juga termasuk jenis piretroid sintetik. Paparan akut pada tikus menyebabkan gangguan saraf. Menurut Pesticide Action Network North America (PANNA) (2010), praletrin pun termasuk piretroid sintetik yang dapat menyebabkan iritasi kulit dan mata, kesemutan, mati rasa, pusing, diare, air liur berlebihan, cairan paru-paru mengembang, otot berkedut dan kejang. World Health Organization (WHO) (2002), menyatakan bahwa praletrin menyebabkan mutagenesis terhadap sel ovarium hamster cina. Pogoda et al. (1997) mengungkapkan bahwa ada hubungan kuat antara kanker otak pada anak dengan piretroid (permetrin, tetrametrin, aletrin) yang digunakan untuk membunuh kutu. Garey et al. (1998) diacu dalam Wilson dan Sugg (2003), d-trans aletrin dan permetrin berkontribusi dalam disfungsi sistem reproduksi, gangguan mental dan kanker. Menurut PANNA (1997) transflutrin menyebabkan hipertropi hati (peningkatan ukuran sel), degenerasi tubulus proksimal dan karsinoma (tumor). California EPA (1997) dalam dokumen karakterisasi risiko Baygon, menyatakan bahwa propoksur adalah insektisida jenis karbamat. Paparannya dapat menghambat aktivitas kolinesterase dan menyebabkan kanker pada jaringan epitel kandung kemih tikus, sehingga propoksur berpotensi menyebabkan efek yang sama pada manusia. Ancaman bahan aktif kimia sintetik terhadap kesehatan manusia tersebut, memberi peluang untuk pengembangan produk insektisida yang lebih aman. Selain itu, gaya hidup kembali ke alam dan maraknya isu global terkait peduli lingkungan, meningkatkan preferensi konsumen terhadap produk alami dan ramah lingkungan. Minyak atsiri serai wangi pada tahun 1948 dan minyak cengkih pada tahun 1972, telah terdaftar di US EPA sebagai bahan aktif antiserangga. Keduanya termasuk pestisida yang memiliki risiko minimum baik terhadap manusia, hewan, maupun lingkungan. Hal ini didukung oleh Kegley S et al. (2008) yang menyatakan bahwa Food Drug Assotiation mengategorikan minyak atsiri tersebut sebagai bahan GRAS (generally recognized as safe). Selain itu, ketersediaan bahan baku kedua minyak atsiri tersebut cukup besar dan harganya relatif lebih murah. Menurut Dewan Atsiri Indonesia (DAI), pada tahun 2010 jumlah produksi minyak daun cengkih mencapai 2,457 ton. Jumlah produksi minyak serai wangi mencapai 246 ton. Harga minyak daun cengkih pada tanggal 27 Mei 2011 adalah Rp 110, ,000/kg, dan minyak serai wangi Rp 120, ,000/kg. Oleh karena itu, pengembangan produk kedua minyak atsiri tersebut perlu dilakukan, yakni diolah menjadi insektisida rumah tangga alami yang aplikasinya disemprot seperti produk komersil lainnya. Serangga yang menjadi sasaran insektisida rumah tangga yang beredar di pasaran adalah nyamuk, lalat, semut dan kecoa. Umumnya yang paling mengganggu aktivitas sehari-hari adalah nyamuk dan lalat. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui efektivitas minyak daun cengkih dan minyak serai wangi sebagai antinyamuk dan antilalat.

16 1.1 Tujuan Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas minyak daun cengkih dan minyak serai wangi sebagai antiserangga alami. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Membandingkan efektivitas minyak serai wangi dan minyak daun cengkih dalam melumpuhkan nyamuk dan lalat. 2. Mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi bahan aktif minyak serai wangi dan minyak daun cengkih dalam melumpuhkan nyamuk dan lalat. 3. Mengetahui penerimaan konsumen terhadap aroma formula antiserangga.

17 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Insektisida Alami Definisi insektisida menurut US EPA (United State Environmental Protection Agency) yaitu pestisida yang targetnya adalah serangga. Adapun pestisida yaitu zat atau campuran zat yang dimaksudkan untuk mencegah, menghancurkan, memukul mundur, atau mengurangi hama apapun. Minyak daun cengkih dan minyak serai wangi tergolong insektisida nabati. Menurut Kardinan (2002), insektisida nabati mudah terurai di alam (biodegradable), sehingga tidak mencemari lingkungan, relatif aman bagi manusia dan hewan. Contoh insektisida nabati adalah tanaman cengkih yang mengandung eugenol dan serai yang mengandung senyawa sitronelal. Rizal (2008) menyatakan bahwa minyak cengkih bermanfaat sebagai insektisida terhadap nyamuk Culex sp. Serai wangi bermanfaat sebagai insektisida penolak nyamuk Culex sp. dan Aedes aegypti. Menurut Djojosumarto (2000), pengendalian serangga terbang, dapat dilakukan dengan insektisida semprot yang mengandung racun pernapasan atau racun kontak. Serangga sasaran akan mati bila menghirup insektisida yang mengandung racun pernafasan dalam jumlah yang cukup. Adapun racun kontak menyebabkan kematian serangga karena kontak langsung dengan insektisida melalui kulit (jaringan epidermis). Harris (1987) menyatakan bahwa sitronela bersifat racun dehidrasi (desiscant) saat kontak dengan serangga dan mati akibat kehilangan cairan terus menerus. Selain itu, Wilbraham dan Matta (1992) diacu dalam Iffah et al. (2007), menyatakan bahwa minyak cengkih juga mengandung senyawa racun kontak, yaitu eugenol (senyawa fenol) yang mudah terserap kulit. Menurut Huang et al. (2001), eugenol, isoeugenol, dan metil eugenol bersifat racun kontak terhadap serangga Sitophilus zeamais dan Tribolium castaneum. Hal ini didukung oleh pendapat Hart (1990) yang menyatakan bahwa eugenol merupakan senyawa fenol yang memiliki gugus alkohol sehingga dapat melemahkan dan mengganggu sistem saraf. Mutchler (1991) diacu dalam Setyaningrum (2007) menerangkan bahwa mekanisme kerja racun kontak sitronela adalah menghambat enzim asetilkolinesterase, sehingga terjadi fosforilasi asam amino serin pada pusat asteratik enzim bersangkutan. Gejala keracunannya timbul karena adanya penimbunan asetilkolin yang menyebabkan gangguan sistem saraf pusat, kejang, kelumpuhan pernafasan, dan kematian. 2.2 Minyak Daun Cengkih Minyak daun cengkih diperoleh dari penyulingan daun cengkih yang umumnya menggunakan metode distilasi uap dan air. Rendemen minyak daun cengkih yang dihasilkan sebesar 1.73% dan komponen kimianya didominasi oleh eugenol yang berkisar % (Nuryoto et al. 2011). Adapun menurut Ketaren (1985) kandungan eugenol berkisar 70-93%. Rata-rata rendemen minyak daun cengkih di kalangan petani menurut Hernando (1987) adalah 1.37%, menurut Yuhono dan Suhirman (2006) adalah % dan menurut Widyatmoko (1986) adalah 1.45%. Selain itu, komponen kimia lain yang terkandung dalam minyak cengkih menurut Ketaren (1990) adalah betakariofilen, metil salisilat, metil eugenol, cis-isoeugenol, trans-isoeugenol, eugenol asetat, metil n-amil keton, seskuiterpenol dan naftalena. Eugenol merupakan komponen utama minyak daun cengkih dengan rumus molekul C 10 H 12 O 2.. Eugenol merupakan cairan tak berwarna atau kuning pucat, bila kena cahaya matahari berubah

18 menjadi coklat kehitaman (Wiratno 2010). Eugenol memiliki karakteristik senyawa fenol yang stabil, yang struktur kimianya ditunjukkan oleh Gambar 1. Gugus fenol OCH 3 OH Gambar 1. Struktur kimia eugenol (Sastrohamidjojo 2004) 2.3 Minyak Serai Wangi Minyak serai wangi dapat diperoleh melalui proses distilasi uap. Rendemen minyak serai wangi menurut Pandia et al. (2008) adalah 0.94% dengan kadar sitronelal 44.59%. Adapun menurut Sastrohamidjojo (2004), rendemen minyak serai wangi dengan distilasi uap adalah 0.33% dengan kandungan geraniol 39.9% dan hasil distilasi air adalah 0.32% dengan kandungan geraniol 33.7%. Minyak serai wangi mengandung persenyawaan aldehid yaitu sitronelal dan persenyawaan alkohol yaitu geraniol. Minyak serai wangi jawa mengandung geraniol, d-sitronelol dan sitronelal hingga 36%, sitral 0.2%, dan sisanya adalah senyawa isovaleraldehid, metil neptenon, d-sitronelal, isoamil alkohol, nerol, borneol, eugenol, geranil asetat, sitronelil asetat, sitronelil butirat, metil eugenol, disitroneloksida, alkohol-alkohol sekuiterpen, dipenten, campuran rasemik dan l-limonen, serta seskuisitronelal (Ketaren 1986). Komposisi komponen kimia minyak serai wangi ditunjukkan oleh Tabel 1 berikut ini : Tabel 1. Komponen minyak serai wangi Komponen minyak serai wangi Kadar (%) Sitronelal Geraniol Sitronelol Geraniol asetat 3 8 Sitronelil asetat 2 4 L limonen 2 5 Elemol & seskuiiterpen lain 2 5 Elemen & kadinen 2 5 Sumber : Ketaren 1985 Ketaren (1986) menyatakan bahwa sitronelal (C 10 H 16 O) memiliki gugus aldehida dan ikatan etilenik yang reaktif, geraniol (C 10 H 18 O) memiliki dua ikatan etilenik, dan sitronelol (C 10 H 20 O) memiliki gugus hidroksil. Pada suhu kamar, sitronelal berupa cairan berwarna kekuningan yang mudah menguap, bersifat sedikit larut dalam air dan dapat larut dalam alkohol dan eter. Sitronelol

19 berupa cairan tidak berwarna dan berbau mawar, bersifat mudah larut dalam alkohol dan eter, tetapi sedikit larut dalam air. Geraniol berupa cairan tidak berwarna (kuning pucat) larut dalam alkohol dan eter. Struktur kimia senyawa sitronelal, geraniol, dan sitronelol ditunjukan oleh Gambar 2. CH 3 Gugus aldehida Gugus hidroksil OH Ikatan etilenik C O H C OH H 3C CH 3 (a) (b) (c) Gambar 2. Struktur kimia geraniol (a), sitronelal (b) dan sitronelol (c) (Ketaren 1986) 2.4 Minyak Daun Cengkih sebagai Antiserangga Berdasarkan laporan-laporan penelitian, minyak cengkih dapat digunakan untuk mengusir atau melumpuhkan serangga. Minyak cengkih dapat menolak nyamuk dengan dosis 0.1 ml per 30 cm 2 (Trongtokit et al. 2005). Eugenol dapat membunuh larva Aedes aegypti dengan LC 50 sebesar 33 mg/l (Knio 2008) dan dapat membunuh 100% Anopheles stephensi, Aedes aegypti, dan Culex quinquefasciatus dengan dosis 7 l/ha dalam waktu menit (Bhatnagar 1993) diacu dalam (Kegley et al. 2008). Menurut Shola dan Kehinde (2010), uap minyak atsiri kuncup cengkih (Syzygium aromaticum) dapat membunuh serangga jenis kumbang (Callosbruchus maculatus). Minyak atsiri cengkih tersebut mengandung 95.75% eugenol dan 3.75% - kariopilen. Perlakuan konsentrasi minyak kuncup cengkih yang digunakan yaitu 0.1g, 0.2g, 0.3g, 0.4g, dan 0.5g dalam 1g zat pembawa padat (silika gel, alumina, dan kaolin). Tingkat kematian Callosbruchus maculatus dengan konsentrasi tersebut, yaitu 13.33%, 26.77%, % dan 100% dalam durasi pengamatan selama 1 jam. Supriadi (2010) telah membuat formula anti larva nyamuk. Komposisi bahan menurut invensi ini yaitu mengandung bahan aktif minyak cengkih 5-10%, dan minyak kayu manis 5-10%. Bahan pembawanya adalah 1g setil alkohol, 2.5g, asam stearat, 2 g gum arab, 5 ml pengemulsi tween 20, 1 ml trietanolamin, g NaOH dan g KC1 per 100 ml air suling. Wiratno (2010), menyatakan bahwa Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro) Badan Litbang Pertanian telah berhasil membuat beberapa formula pestisida nabati berbahan aktif eugenol dari cengkih yang dikombinasikan dengan senyawa lainnya. Formula tersebut diberi nama CEES, CEKAM, dan Bio- Protector-1 yang berperan aktif sebagai insektisida. Minyak cengkih efektif mengendalikan hama keong mas, dan hama gudang seperti Tribolium castaneum dan hama tanaman seperti Aphis gossypii, Aphis. craccivora, Ferissia virgata, dan Valanga nigricornis. Zeng et al. (2010) juga menyatakan bahwa minyak cengkih dapat mengusir hama gudang yaitu Rhyzopertha dominica, Sitophilus oryzae dan Tribolium castaneum. 2.5 Minyak Serai Wangi sebagai Antiserangga Secara umum, minyak serai wangi digunakan dalam produk antiserangga berkisar antara 0.05% dan 15 %. Aplikasinya dapat dilakukan secara tunggal atau dikombinasikan dengan minyak lavender,

20 cengkih, bawang putih, dan minyak cedar (Barnard 2000). Wahyuningtyas (2004) menyatakan bahwa minyak serai wangi pada konsentrasi 2.5% dapat menolak nyamuk Aedes aegypti Linnaeus. Kiswanti (2009) telah melakukan uji efikasi produk gel penolak nyamuk terhadap 25 ekor nyamuk Culex quinquefasciatus. Hasil penelitiannya menunjukan jumlah nyamuk yang jatuh setelah 6 jam dan dinyatakan mati, pada konsentrasi serai wangi 10% adalah 26,67%, pada konsentrasi 15% adalah 52% dan pada konsentrasi 20% mencapai 60%. Hasil penelitian Sukma (2009), yaitu obat nyamuk elektrik berbahan aktif minyak serai wangi memiliki efektivitas sebagai anti nyamuk Aedes aegypti dengan LC 90 adalah ± 2.30%. Artinya, 90 % nyamuk yang mati dari 25 ekor nyamuk yang diujinya, disebabkan oleh konsentrasi minyak serai wangi sebesar 25,63%. Selain itu, hasil penelitian Pandia et al. (2008) menunjukkan bahwa minyak serai wangi dapat membunuh delapan dari 10 nyamuk Aedes aegypti selama pengamatan 30 menit. Ini dilakukan dengan cara menyemprotkan 10% minyak serai wangi yang dicampurkan dalam air. Rondonuwu dan Langi (2006), menyatakan bahwa pada konsentrasi minyak serai wangi 0.25% cukup untuk membunuh larva nyamuk Aedes spp. dan dapat mencegah nyamuk bertelur, serta memiliki daya penolakan dalam radius kurang dari 1 m. Hasil penelitian Fardaniyah (2007) menunjukan bahwa terjadi penurunan daya hinggap lalat dimulai dari konsentrasi 2.5% dan penurunan jumlah larva yang signifikan pada ikan mas yang dilumuri minyak serai wangi mulai dari konsentrasi 2.5% hingga 40% dibandingkan terhadap kontrol. Lalat yang diuji adalah Lalat Hijau (Chrysomya megacephala [Fab] ) sebanyak 50 ekor. Perlakuan konsentrasi yang digunakan yaitu 0%, 2.5%, 5%, 10%, 20%, 40%, yang masing-masing memiliki daya proteksi 93.6%, 94.2%, 96.6%, 97%, 98.6%, dan 99.8%, dalam pengamatan 1 jam. 2.6 Nyamuk Aedes Aegypti dan Lalat Nyamuk Aedes aegypti L. memiliki morfologi khusus. Nyamuk dewasa berukuran kecil, berwarna hitam dengan bintik-bintik putih di tubuhnya dan cincin-cincin putih 12 dikakinya (Jirakanjanakit dan Dujardin 2005). Ciri khas nyamuk Aedes aegypti dewasa adalah "Lyre Marking" yaitu strip putih keperakan di bagian dorsal, thoraks, dan warna keputihan pada segmen terakhir di kaki belakang (Wijana dan Ngurah 1982). Aedes aegypti adalah vektor alamiah dari virus dengue penyebab demam berdarah. Aedes aegypti termasuk nyamuk "day biter" (aktif menghisap makanan di siang hari), terutama nyamuk yang masih muda (umur 1-8 hari) (Wijana dan Ngurah 1982). Waktu aktif menggigitnya pada pukul dan , serta lebih banyak menggigit di dalam rumah daripada di luar rumah. Aedes aegypti juga dapat menularkan penyakit yellow fever dan chikungunya. Suhu optimum untuk hidupnya berkisar antara 25-27ºC (Cahyati dan Suharyo 2006). Nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan subtropis. Penyebaran Aedes aegypti di Asia Tenggara ditemukan hampir di semua daerah perkotaan dan pedesaan. Selain itu, penyebarannya juga ada di daerah agak gersang seperti India. Aedes aegypti merupakan vektor virus dengue di perkotaan dan populasinya berubah-ubah sesuai dengan curah hujan (Cahyati dan Suharyo 2006). Lalat merupakan salah satu insekta (serangga) ordo diptera yang mempunyai sepasang sayap berbentuk membran. Lalat yang umum dijumpai adalah lalat rumah atau Musca domestica. Lalat dewasa hidup 2-4 minggu pada musim panas dan lebih lama pada musim dingin. Lalat dapat menjadi vektor penularan penyakit saluran pencernaan seperti kolera, tifus, dan disentri. Penularan penyakit dapat terjadi melalui semua bagian dari tubuh lalat seperti bulu badan, bulu pada anggota gerak, muntahan serta kotorannya (Santi 2001).

21 Lalat (Musca domestica) bersifat kosmopolitan dan merupakan vektor (penular) secara mekanis yang menyebarkan berbagai jenis penyakit, seperti virus, bakteri, protozoa, cacing, amuba dan lainnya (Brown 1979 dan Kettle 1984). Lalat memiliki bulu-bulu halus yang terdapat disekujur tubuhnya yang memungkinkan dapat berperan sebagai vektor penyakit, karena perilaku lalat yang suka berpindah-pindah dari suatu makanan (biasanya bahan organik yang membusuk ataupun kotoran) ke makanan lain untuk makan dan bertelur (Levine 1990) diacu dalam Kardinan A (2007). 2.7 Formula Antiserangga Secara umum, formulasi insektisida tersusun atas bahan aktif (active agents), bahan pembawa (carrier), dan bahan pembantu (adjuvant) (Djojosumarto 2008). Formula antiseranggga ini dibuat dari bahan aktif dan bahan pembawa yang berbeda sifat polaritasnya. Minyak atsiri bersifat nonpolar, sedangkan air bersifat polar. Oleh karena itu, formulanya dibuat dalam sistem emulsi minyak dalam air dengan menggunakan pengemulsi. Emulsi adalah dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan lain yang tidak bercampur dalam keadaan biasa. Molekul-molekul kedua cairan tersebut bersifat saling antagonistik karena perbedaan sifat kepolarannya. Emulsi merupakan suatu sistem heterogen yang mengandung dua fasa cairan yaitu fasa terdispersi dan fasa pendispersi yang berbentuk butiran-butiran (droplets) (Suryani et al. 2000). Pemilihan pengemulsi dapat dilakukan dengan mempertimbangkan nilai hidrofil lipofil balance (HLB) yang pada dasarnya merupakan indikasi persentase berat dari bagian hidrofilik molekul pengemulsi nonionik. Nilainya yang semakin tinggi menunjukkan bahwa sifat pengemulsi yang semakin suka pada air (hidrofilik). Kisaran nilai HLB untuk emulsi minyak dalam air (O/W) berkisar antara Polisorbat 80 memiliki nilai HLB 15 (Suryani et al. 2000). Nilai HLB polietilen glikol 40 hidrogenated castor oil adalah 13 ( Chesam 2011). Dengan demikian kedua pengemulsi tersebut dapat digunakan sebagai pengemulsi minyak dalam air. Polisorbat adalah pengemulsi hidrofilik yang memiliki kemampuan kuat sebagai surface-active agents (surfactants) untuk mengurangi tegangan antarmuka dalam air, minyak, dan campuran lainnya untuk meningkatkan kualitas interaksi antar campuran dan menaikkan stabilitas emulsi. Polisorbat atau Polyoxyethylene sorbitan esters adalah hasil pembentukan reaksi sorbitan ester dengan etilen oksida. Sorbitan fatty-acid esters (sorbitan ester) adalah sorbitol turunan dari mono dan digliserida yang sangat larut dalam air dan memiliki rumus molekul C 64 H 124 O 26 (O Brien 2004). Polisorbate 80 adalah jenis surfaktan nonionik dan pengemulsi turunan dari polyoxylated sorbitan dan asam oleat. Wujud polisorbat 80 adalah cairan berwarna kuning jernih. Gugus hidrofilik dalam senyawa ini adalah komponen polieter yang dikenal sebagai polyoxyethylene yang merupakan polimer dari ethylene oxide (Chou 2005). Polyethilenglicol-40 Hydrogenated Castor oil merupakan pengemulsi nonionik dengan HLB 13, berwarna putih sampai kekuningan, dan memiliki rumus molekul C 57 H 110 O 9 (CH 2 CH 2 O)n. Umumnya, PEG-40 Hydrogenated Castor oil ( fixolite ), digunakan untuk emulsi minyak dalam air. Aplikasinya banyak digunakan sebagai agen pengemulsi, agen penstabil, dan agen pengondisian viskositas formula parfum atau kosmetik (Chesam, 2011). Cara penambahan bahan pengemulsi dalam proses emulsifikasi menurut Suryani et al. (2000) dapat dilakukan dengan metode agen dalam air dan metode agen dalam minyak. Teknik agen dalam air biasanya menghasilkan emulsi yang agak berkoarse dengan ukuran partikel yang bervariasi. Emulsi yang terbentuk bisa menjadi tidak stabil. Metode agen dalam minyak biasanya menghasilkan

22 emulsi yang seragam dengan diameter butiran rata-rata adalah 0.5 mikron yang menunjukan tipe emulsi yang paling stabil. Metode agen dalam minyak dilakukan dengan cara melarutkan agen pengemulsi dalam fasa minyak, yang bisa dilakukan dengan dua cara. Pertama campuran agen dalam minyak ditambahkan langsung ke dalam air sehingga terbentuk emulsi minyak dalam air (o/w atau oil in water) secara spontan. Kedua, air ditambahkan langsung ke dalam campuran agen dalam minyak sehingga terbentuk emulsi sistem air dalam minyak (w/o atau water in oil). Penambahan air lebih banyak dapat mengubah tipe w/o menjadi tipe o/w, yang biasa disebut inversi. Teknik emulsifikasi yang tepat bergantung pada jenis dan rasio bahan yang digunakan, fasa terdispersi, medium pendispersi dan pengemulsi. Selain itu, sifat alami minyak dan agen pengemulsi merupakan faktor utama dalam menentukan stabilitas emulsi yang dihasilkan. Cara agar sistem emulsi menjadi stabil dapat dilakukan dengan penyamaan densitas fasa pendispersi dan terdispersi, atau dengan mengurangi ukuran butiran fasa internal menjadi sangat kecil. Salah satu tekniknya adalah dengan pengadukan yang cepat atau dengan sonikasi. Cara lain adalah dengan menggabungkan bahan yang larut dalam air seperti alkohol ke dalam fasa minyak. Alkohol akan keluar dari fasa minyak menuju fasa air ketika minyak terdispersi dalam air, sehingga butiran yang terbentuk akan berkurang volumenya. Etil atau metil alkohol dapat mengurangi viskositas fasa minyak dan juga membantu menghasilkan ukuran partikel yang kecil. Kualitas formula dalam bentuk emulsi dapat menurun akibat terjadinya pembusaan (foaming). Udara akan terperangkap dalam formula membentuk gelembung-gelembung kecil yang akan mempercepat terjadinya oksidasi (Nugraha et al. 2004). Oksidasi tersebut dapat membuat produk cepat rusak. Vaselin menurut (Prasetyo 2011) dapat digunakan untuk menghambat pembentukan busa (defoaming), sebagai agen pendispersi dan agen pembakar (propellant). Penambahan vaselin dapat membuat produk yang disemprotkan memiliki butiran semprotan yang halus, merata, atau berbentuk kabut. International Programme on Chemical Safety dan Commission of the European Communities (2002) menerangkan bahwa vaselin merupakan subtansi yang terdiri atas hidrokarbon jenuh dengan jumlah atom karbon lebih dari 25. Vaselin memiliki suhu leleh o C, densitas 0,9 g/cm 3, dan tidak larut dalam air.

23 III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Juli Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Kimia, Laboratorium Departement of Industrial Technology (LDIT), Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, serta Laboratorium Entomologi Loka Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang (Loka Litbang P2B2) Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi gelas piala, sudip, neraca analitik, pengaduk magnetik, termometer, pemanas, alumunium foil, aspirator, tabung reaksi, buret, sangkar uji nyamuk berukuran 70 cm x 50 cm x 50 cm, sangkar uji lalat berukuran 70 cm x 70 cm x 70 cm, alat semprot formula antiserangga, higrometer, stopwatch, penggaris, pipet volumetrik, bulb, cotton bud, pipet tetes dan sonikator Bransonic Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan aktif yaitu minyak daun cengkih dan minyak serai wangi yang didapatkan dari Kreasi Aroma, bahan pembawa yaitu air mawar, dan bahan tambahan yaitu vaselin, air suling, fixolite (PEG-40 hydrogenated castor oil), tween 80 (polisorbat 80), asam stearat, natrium hidroksida, kalium klorida, trietanolamin dan pewangi melati. Selain itu bahan lain yang digunakan adalah sukrosa dan kapas untuk perawatan serangga yang telah diuji dan produk Mortein Natur Gard sebagai produk pembanding. Serangga uji yang digunakan yaitu nyamuk Aedes aegypti yang diperoleh dari Loka Litbang P2B2 dan lalat yang didapat dengan umpan ikan mati di sekitar tempat sampah asrama putri Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan mempersiapkan formula antiserangga alami. Penelitian utama bertujuan mengetahui efektivitas formula antiserangga alami dalam melumpuhkan lalat dan nyamuk serta mengetahui tingkat kesukaan atau penerimaan konsumen terhadap aroma formula antiserangga alami tersebut. Ruang lingkup penelitian ini ditunjukkan oleh Gambar Formulasi Antiserangga Alami Formulasi antiserangga alami dilakukan dengan cara trial and error, baik dalam menentukan komposisi bahan, maupun teknik emulsifikasinya. Hasil trial and error ini dijadikan dasar dalam formulasi antiserangga alami yang akan diujikan pada penelitian utama. Pemilihan bahan baku. Bahan baku yang diujicobakan dalam penelitian pendahuluan meliputi pemilihan bahan pembawa, pengemulsi, dan pewangi. Bahan pembawa yaitu air dipilih karena sifatnya yang paling aman digunakan, dibandingkan dengan etanol, metanol, atau heksan yang biasa digunakan untuk pelarut minyak atsiri.

24 Gambar 3. Ruang lingkup penelitian Air mawar dipilih, karena aromanya dapat membuat aroma formula antiserangga menjadi lebih wangi. Ini dilakukan setelah trial and error formulasi dengan air suling biasa dibandingkan dengan menggunakan air mawar. Masing-masing dikombinasikan dengan pewangi melati, minyak daun cengkih, dan minyak serai wangi. Pendapat beberapa orang diminta untuk menilai mana yang lebih disukai dari campuran tersebut dan memberikan komentar atau masukan. Pewangi melati juga dipilih berdasarkan trial and error, yaitu mencoba beberapa pewangi seperti minyak atsiri lemon, jeruk purut, kenanga, dan pewangi teh hijau. Berdasarkan trial and error kombinasi aroma formula tersebut, dipilih bahan yang sekiranya akan disukai oleh panelis saat uji hedonik pada penelitian utama. Pengukuran stabilitas emulsi. Nilai stabilitas emulsi diukur dengan cara pengamatan fasa yang terpisah dari sistem emulsi. Prosedurnya yaitu 10 ml cairan emulsi dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Tinggi cairan diukur dengan penggaris sebagai tinggi total. Cairan tersebut disimpan dengan hati-hati dan terhindar dari guncangan. Pengamatan dilakukan secara periodik (per jam, per 3 jam, atau per hari). Tinggi fasa yang terpisah dari sistem emulsi diukur dan dinyatakan dalam persen. Pengukuran stabilitas emulsi dilakukan terhadap semua perlakuan yang diujicobakan. Pengukuran dihentikan ketika stabilitas emulsi yang telah diukur masih jauh dari stabilitas emulsi produk pembanding. Stabilitas emulsi dihitung dengan rumus : Stabilitas emulsi Tinggifasa yang terpisah (mm) Tinggi totalcairan emulsi (mm)- Tinggi fasa yang terpisah (mm) X100% Pengukuran stabilitas emulsi yang pertama kali dilakukan adalah pengukuran stabilitas produk pembanding yang ada di pasaran. Formula antiserangga alami yang dibuat adalah cairan dalam bentuk emulsi. Produk pembanding atau kontrol positif yang dipilih adalah produk yang serupa. Mortein

25 Natur Gard dipilih sebagai kontrol positif, karena bahan pembawanya adalah air dan pada produk ini tercantum mengandung bahan-bahan alami, yaitu natuode robo dan d-limonen, tapi bahan aktifnya sintetik, yaitu esbiotrin, permetrin dan imiprotrin. Setiap hasil trial and error formulasi dalam penelitian pendahuluan ini mengacu pada nilai stabilitas produk pembanding. Penentuan bahan pengemulsi. Pengemulsi yang pertama kali dicoba adalah fixolite atau PEG-40 hydrogenated castor oil karena memiliki HLB 13 yang masuk ke dalam rentang penstabil emulsi minyak dalam air (HLB 8-18). Bahan tambahan agen pengemulsi yaitu vaselin juga dicoba ditambahkan untuk meningkatkan kestabilan emulsi. Selanjutnya etanol 95% sebanyak 20% dicoba ditambahkan sebagai ko-surfaktan. Penggantian bahan pengemulsi pun dilakukan pada trial and error selanjutnya, yaitu fixolite diganti dengan tween 80 (polisorbat 80) yang memiliki HLB 15. Tween 80 ini merupakan pengemulsi yang sifatnya lebih hidrofilik daripada fixolite. Komposisi bahan pada trial and error formulasi tersebut ditunjukkan oleh Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Komposisi bahan pada tahap penentuan bahan pengemulsi Trial and error ke- Bahan Minyak atsiri 5% 5% 5% 5% Fixolite : minyak atsiri 1:1 1:1 1:1 - Vaselin - 2.5% - - Etanol 95% % - Tween 80 : minyak atsiri :1 Air mawar 90% 87.5% 70% 90% Penentuan konsentrasi pengemulsi (tween 80). Hasil trial and error sebelumnya menunjukkan bahwa perbandingan tween 80 dengan minyak atsiri 1:1 dapat membentuk sistem emulsi yang lebih baik daripada trial and error sebelumnya. Tahap ini dilakukan untuk mengetahui apakah pada konsentrasi tween 80 yang lebih rendah dapat membuat sistem emulsi tetap stabil. Perlakuan konsenstrasi tween 80 ditunjukkan oleh Tabel 3. Tabel 3. Komposisi bahan dalam formula dengan perlakuan perbedaan konsentrasi tween 80 Bahan F1 F2 F3 F4 F5 Minyak atsiri 5% 5% 5% 5% 5% Minyak atsiri : tween 80 1:0.2 1:0.4 1:0.6 1:0.8 1:1 Air mawar 94% 93% 92% 91% 90% Trial and error teknik emulsifikasi. Hasil trial and error sebelumnya menunjukkan bahwa formula dengan perlakuan bahan aktif berbanding tween 80 1:0.8 dan 1:1, hasilnya tidak berbeda signifikan, sehingga pada konsentrasi tersebut dilakukan trial and error teknik emulsifikasi, agar didapat formula yang lebih stabil. Trial and error yang dilakukan yaitu dengan cara sonikasi selama ½ sampai 1 jam menggunakan sonikator Bransonic Trial and error selanjutnya yaitu dengan memperpanjang waktu pengadukan menggunakan pengaduk magnetik selama 1, 2 dan 3 jam. Tujuannya adalah agar partikel minyak dan air menjadi kecil sehingga cairan emulsi lebih homogen. Trial and error formula dengan mengganti bahan tambahan. Formulasi dalam trial and error ini mengacu pada pengajuan paten Supriadi (2010). Langkah kerja yang dilakukan yaitu,

26 memanaskan asam stearat terlebih dahulu. Bahan aktif, bahan pewangi, tween 80 dan air mawar dicampur sambil diaduk. Asam stearat yang sudah mencair dimasukkan ke dalam campuran tersebut, kemudian ditambahkan NaOH, KCl dan trietanolamin. Trial and error teknik emulsifikasi dengan penambahan fasa air sedikit demi sedikit. Air mawar ditambahkan sedikit demi sedikit dari buret ke dalam campuran minyak atsiri, pewangi, tween 80 dan vaselin. Katup buret dibuka 1/3-nya, yaitu sekitar 50ml/4 menit. Selain itu, dalam trial and error ini, dilakukan penambahan vaselin yang merujuk pada Prasetyo (2011). Perbandingan vaselin dengan tween 80 yang ditambahkan yaitu 1:14.6. Langkah kerja yang dilakukan adalah : 1. Tween 80, vaselin, dan air suling dicampur, diaduk, dan dipanaskan sampai suhu 60 o C sehingga vaselin mencair dan membentuk campuran homogen. 2. Campuran yang dibuat pada poin 1, dimasukkan ke dalam wadah yang berisi minyak atsiri dan pewangi melati 1 % sambil diaduk. 3. Setelah itu, air mawar dari buret, ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam wadah berisi campuran pada poin 2, sambil diaduk selama 1 jam. Komposisi bahan dalam formula ini ditunjukkan oleh Tabel 4 berikut ini : Bahan Tabel 4. Komposisi bahan formula antiserangga alami. Komposisi Minyak atsiri 5% Pewangi melati 1% Tween 80 : minyak atsiri dan pewangi 1:1 tween 80 : vaselin 14.6 : 1 Air suling 10% Air mawar 77.58% Efektivitas dan Penerimaan Formula Antiserangga Alami Formulasi antiserangga alami. Formulasi antiserangga yang akan diujikan, dilakukan berdasarkan hasil trial and error formulasi yang telah dilakukan pada penelitian pendahuluan. Komposisi bahan pada fomula ini ditunjukkan oleh Tabel 5. Tabel 5. Komposisi bahan dalam formula antiserangga alami yang diujikan dalam penelitan utama Bahan Perlakuan Kontrol F1 F2 F3 F4 Minyak daun cengkih 0% 2.5% 5% 7.5% - Minyak serai wangi 0% % Pewangi melati 1% 1% 1% 1% 1% Tween 80 : minyak atsiri dan 1:1 1:1 1:1 1:1 1:1 pewangi Tween 80 : vaselin 14.6:1 14.6:1 14.6:1 14.6:1 14.6:1 Air suling 10% 10% 10% 10% 10% Air mawar 87.93% 82.75% 77.58% 72.40% 82.75%

27 Tabel 5. Komposisi bahan dalam formula antiserangga alami yang diujikan dalam penelitan Utama (lanjutan) Bahan Perlakuan F5 F6 F7 F8 F9 Minyak serai wangi 5% 7.5% Campuran minyak daun cengkih dan % 5% 7.5% serai wangi (1:1) Pewangi melati 1% 1% 1% 1% 1% Tween 80 : minyak atsiri dan 1:1 1:1 1:1 1:1 1:1 pewangi Tween 80 : vaselin 14.6:1 14.6:1 14.6:1 14.6:1 14.6:1 Air suling 10% 10% 10% 10% 10% Air mawar 77.58% 72.40% 82.75% 77.58% 72.40% Diagram alir pembuatan formula antiserangga alami ditunjukkan oleh Gambar 4 berikut ini. Gambar 4. Diagram alir pembuatan formula antiserangga alami

28 Uji efikasi. Uji efikasi bertujuan mengetahui efektivitas setiap jenis bahan aktif yang digunakan dalam formula antiserangga pada tingkat konsentrasi 2.5%, 5%, dan 7.5%. Uji efikasi ini dilakukan terhadap lalat dan nyamuk Aedes aegypti. Sangkar uji lalat yang digunakan berukuran 70 cm x 70 cm x 70 cm mengacu pada Widiarti et al. (1997). Adapun sangkar uji nyamuk yang digunakan adalah sangkar yang biasa digunakan di Labolatorium Entomologi Loka Litbang P2B2 Ciamis, yaitu berukuran 70 cm x 50 cm x 50 cm. Sebelum pengujian, sangkar uji dibersihkan terlebih dahulu dan dilakukan uji evaluasi ruang. Sebanyak 20 ekor serangga uji yang sudah diberi pakan air gula dimasukkan dan diamati selama 10 menit. Ini dilakukan untuk memastikan bahwa kondisi ruangan sama dengan keadaan ruang penangkaran dan tidak mempunyai pengaruh terhadap kematian serangga uji. Uji efikasi hanya dapat dilanjutkan apabila kematian tidak lebih dari 4% populasi uji pada uji evaluasi ruang (Pusat Perizinan dan Investasi/Komisi Pestisida 2007 diacu dalam Kiswanti, 2009). Uji efikasi setiap perlakuan dilakukan selama 20 menit dengan pengamatan setiap 2 menit terhadap 20 ekor serangga uji. Pengujian dilakukan tiga kali ulangan. Penyemprotan dilakukan empat kali, berdasarkan perhitungan dosis standarnya, yaitu 0.7 gram sesuai yang digunakan di UPKV (Unit Penyelidikan Kawalan Vektor) Universiti Sains Malaysia (Widiarti et al. 1997). Uji efikasi lalat dilakukan pada suhu o C. Uji efikasi nyamuk dilakukan pada suhu o C dengan kelembapan udara 73-86%. Kondisi ini sesuai dengan kondisi standar pengujian yaitu pada suhu 27 o C 2 o C, dan kelembapan 80% 10%. Setelah pengujian, serangga uji yang jatuh dipindahkan ke dalam gelas plastik berisi kapas yang basah dengan air gula (sukrosa 10%) dan ditutup dengan kasa, kemudian didiamkan selama 24 jam untuk memastikan apakah serangga uji tersebut pingsan atau mati (World Health Organization, 2009). Peneraan kadar atau jumlah semprotan standar dilakukan dengan cara penimbangan alat semprot yang sudah diisi formula antiserangga. Formula disemprotkan satu kali. Setelah itu, bobotnya ditimbang. Ini dilakukan sebanyak 10 kali ulangan, dan selisih bobotnya dicatat (dalam gram) sebagai bobot formula yang disemprotkan. Selisih bobot formula setiap ulangan pada peneraan kadar semprotan kurang dari 0.2 gram. Perhitungan jumlah semprotan standar ditentukan dengan rumus : Jumlah semprotan standar 0.7(gram) bobot formula yang disemprotk an (gram) 10 ulangan X 1kali semprotan Contoh perhitungan jumlah semprotan standar dapat dilihat pada Lampiran 1. Persentase efektivitas uji efikasi atau angka kelumpuhan ditentukan dengan rumus: P Q x100% R Keterangan :P = Jumlah serangga pingsan. Q = Jumlah serangga mati. R = Jumlah serangga yang diuji Apabila angka kelumpuhan pada kelompok kontrol melebihi 5 % tetapi kurang dari 15 %, maka angka kelumpuhan pada kelompok perlakuan dikoreksi menurut rumus Abbot, yaitu : Al A - C C x100% Keterangan :Al = angka kelumpuhan (%) setelah dikoreksi A = angka kelumpuhan (%) pada kelompok perlakuan C = angka kelumpuhan (%) pada kelompok kontrol

29 Uji hedonik. Uji hedonik bertujuan mengetahui penerimaan konsumen terhadap aroma formula antiserangga dan mengetahui tingkat kesukaannya pada setiap perlakuan. Uji ini dilakukan oleh 31 orang panelis yang terdiri atas mahasiswa Teknologi Industri Pertanian. Mereka diberi pengarahan terlebih dahulu tentang uji hedonik sebelum melakukan pengujian. Contohnya pengarahan untuk tidak membandingkan antar sampel saat memberikan penilaian, atau sampel dinilai satu per satu. Ini dilakukan untuk menghindari bias. Sampel yang disajikan sebanyak 7 ml dalam botol dan panelis diminta untuk menghirup aromanya dengan cara mengibaskan udara di sekitar mulut botol. Panelis diminta untuk menilai kesan aroma formula antiserangga alami pada tujuh tingkat kesukaan, yaitu sangat tidak suka, agak tidak suka, suka, netral, agak suka, suka dan sangat suka. Setiap sampel diberi kode dengan bilangan acak. Formulir uji hedonik diapat dilihat pada Lampiran 2. Uji hedonik ini mengacu pada Soekarto (1985) yang menyatakan bahwa uji hedonik cocok untuk pengembangan produk baru. Contohnya untuk menemukan atau mengembangkan produk baru dengan mutu yang dapat diterima atau sama atau lebih baik daripada produk yang sudah diketahui. Panel konsumen yang digunakan yaitu antara orang. 3.4 Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis ragam dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) untuk uji efikasi dengan α = 0.05 dan analisis statistika deskriptif untuk data hasil uji hedonik. Data hasil uji efikasi diolah dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) untuk melihat pengaruh perbedaan jenis bahan aktif pada konsentrasi 2.5%, 5%, dan 7.5% terhadap kelumpuhan serangga. Jika hasil uji statistik menunjukan pengaruh yang signifikan, maka dilakukan uji lanjut Ducan. Uji statistik ini dilakukan pada setiap jenis bahan aktif dan setiap konsentrasi. Jenis bahan aktif yang digunakan yaitu minyak daun cengkih, minyak serai wangi, dan campuran kedua minyak tersebut dengan perbandingan 1:1. Konsentrasi yang digunakan yaitu 2.5%, 5%, dan 7.5%. Dengan demikian, dilakukan analisis sidik ragam satu per satu, yaitu analisis sidik ragam pada setiap faktor jenih bahan aktif dengan tiga tingkat perlakuan konsentrasi, dan analisis sidik ragam pada faktor konsentrasi yang sama dengan perlakuan tiga bahan aktif yang berbeda. Perlakuan dalam penelitian ini adalah : A1 = minyak daun cengkih dengan konsentrasi 2.5% A2 = minyak daun cengkih dengan konsentrasi 5% A3 = minyak daun cengkih dengan konsentrasi 7.5% B1 = minyak serai wangi dengan konsentrasi 2.5% B2 = minyak serai wangi dengan konsentrasi 5% B3 = minyak serai wangi dengan konsentrasi 7.5% C1 = Campuran minyak daun cengkih dan minyak serai wangi (1:1) dengan konsentrasi 2.5% C2 = Campuran minyak daun cengkih dan minyak serai wangi (1:1) dengan konsentrasi 5% C3 = Campuran minyak daun cengkih dan minyak serai wangi (1:1) dengan konsentrasi 7.5% Hipotesis analisis sidik ragam untuk pengaruh perbedaan konsentrasi dengan bahan aktif yang sama adalah: Ho = Perbedaan konsentrasi setiap jenis bahan aktif (minyak daun cengkih, minyak serai wangi, atau campuran minyak daun cengkih dan minyak serai wangi) tidak berpengaruh terhadap kelumpuhan lalat atau nyamuk. H1 = Perbedaan konsentrasi setiap jenis bahan aktif (minyak daun cengkih, minyak serai wangi, atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Insektisida Alami. 2.2 Minyak Daun Cengkih

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Insektisida Alami. 2.2 Minyak Daun Cengkih II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Insektisida Alami Definisi insektisida menurut US EPA (United State Environmental Protection Agency) yaitu pestisida yang targetnya adalah serangga. Adapun pestisida yaitu zat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Formula Antiserangga Alami Trial and error formulasi antiserangga alami dilakukan dalam penelitian pendahuluan untuk mempersiapkan komposisi bahan dalam formula antiserangga

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 WAKTU DAN TEMPAT 3.2 ALAT DAN BAHAN 3.3 METODE PENELITIAN

3 METODOLOGI 3.1 WAKTU DAN TEMPAT 3.2 ALAT DAN BAHAN 3.3 METODE PENELITIAN 3 METODOLOGI 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 Mei 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Departement of Industrial Technology (LDIT) dan Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk daerah beriklim tropis yang merupakan tempat endemik penyebaran nyamuk. Dari penelitiannya Islamiyah et al., (2013) mengatakan bahwa penyebaran nyamuk

Lebih terperinci

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu teknologi proses ekstraksi minyak sereh dapur yang berkualitas dan bernilai ekonomis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Tanaman sereh banyak dibudidayakan pada ketinggian dpl.

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Tanaman sereh banyak dibudidayakan pada ketinggian dpl. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sereh adalah tanaman rempah yang keberadaannya sangat melimpah di Indonesia. Tanaman sereh banyak dibudidayakan pada ketinggian 200 800 dpl. Sereh memiliki nama familiar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) pada dekade terakhir menjadi masalah kesehatan global, ditandai dengan meningkatnya kasus DBD di dunia. World Health Organization (WHO)

Lebih terperinci

UJI EFEKTIFITAS MINYAK ATSIRI BUNGA MELATI (Jasminum sambac L) TERHADAP DAYA BUNUH LARVA NYAMUK CULEX (Culex quinquefasciatus)

UJI EFEKTIFITAS MINYAK ATSIRI BUNGA MELATI (Jasminum sambac L) TERHADAP DAYA BUNUH LARVA NYAMUK CULEX (Culex quinquefasciatus) UJI EFEKTIFITAS MINYAK ATSIRI BUNGA MELATI (Jasminum sambac L) TERHADAP DAYA BUNUH LARVA NYAMUK CULEX (Culex quinquefasciatus) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium SBRC LPPM IPB dan Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB mulai bulan September 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara tropis, termasuk Indonesia. Jumlah penderita DBD cenderung meningkat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berbentuk eksperimen semu (Quasi ekspperiment) yaitu meneliti

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berbentuk eksperimen semu (Quasi ekspperiment) yaitu meneliti BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis penelitian Penelitian ini berbentuk eksperimen semu (Quasi ekspperiment) yaitu meneliti efektifitas ekstrak kulit durian (Durio zibethinus Murr) dalam pengendalian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Satu Penentuan Formula Pembuatan Sabun Transparan Penelitian tahap satu merupakan tahap pemilihan formula pembuatan sabun trasnparan. Hasil penelitian tahap satu ini

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan penyakit yang banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis.

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan penyakit yang banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyamuk Aedes aegypti adalah vektor utama dari penyakit Demam Dengue dan merupakan penyakit yang banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Demam Dengue atau

Lebih terperinci

BAB III METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan

BAB III METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan BAB III METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan Penyegar, Unit Pelayanan Terpadu Pengunjian dan Sertifikasi Mutu Barang (UPT. PSMB) Medan yang bertempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu masalah kesehatan yang sangat penting karena kasus-kasus yang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu masalah kesehatan yang sangat penting karena kasus-kasus yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit tropis yang mengancam manusia di berbagai negara tropis dan menjadi salah satu masalah kesehatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenisnya. Oleh karena itu penyakit akibat vector (vector born diseases) seperti

BAB I PENDAHULUAN. jenisnya. Oleh karena itu penyakit akibat vector (vector born diseases) seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis, sangat cocok untuk berkembangnya berbagai flora dan fauna, termasuk vector yang sangat banyak jumlah dan jenisnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga dikenal sebagai arthropod-borne diseases atau sering juga disebut sebagai vectorborne diseases

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty.

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. Menurut Wijana, (1982) Ae. aegypty adalah satu-satunya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. FORMULASI Formulasi antinyamuk spray ini dilakukan dalam 2 tahap. Tahap yang pertama adalah pembuatan larutan X. Neraca massa dari pembuatan larutan X tersebut diuraikan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan sediaan losio minyak buah merah a. Perhitungan HLB butuh minyak buah merah HLB butuh minyak buah merah yang digunakan adalah 17,34. Cara perhitungan HLB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dengue dengan tanda-tanda tertentu dan disebarkan melalui gigitan

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dengue dengan tanda-tanda tertentu dan disebarkan melalui gigitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dengan tanda-tanda tertentu dan disebarkan melalui gigitan nyamuk Aedes spp.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gigitan nyamuk sering membuat kita risau karena. rasanya yang gatal. Akan tetapi nyamuk tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Gigitan nyamuk sering membuat kita risau karena. rasanya yang gatal. Akan tetapi nyamuk tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gigitan nyamuk sering membuat kita risau karena rasanya yang gatal. Akan tetapi nyamuk tidak hanya dapat menyebabkan rasa gatal saja, nyamuk juga mampu menularkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI A. KERANGKA TEORI 1. Definisi dan Bentuk Fogging Fogging merupakan salah satu kegiatan penanggulangan DBD (Demam Berdarah Dengue) yang dilaksanakan pada saat terjadi penularan DBD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu jenis penyakit yang berkembang di daerah tropis. Seluruh wilayah Indonesia mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit

Lebih terperinci

METODE. = hasil pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i µ = nilai rataan umum

METODE. = hasil pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i µ = nilai rataan umum METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Kimia Fisik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan 29 III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan desain Rancangan Acak Lengkap (RAL) berdasarkan prosedur yang direkomendasikan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyamuk merupakan vektor dari beberapa penyakit seperti malaria, filariasis, demam berdarah dengue (DBD), dan chikungunya (Mutsanir et al, 2011). Salah satu penyakit

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. menghasilkan tingkat penolakan yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. menghasilkan tingkat penolakan yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Tingkat penolakan hama kutu beras Hasil penelitian menunjukkan dosis ekstrak daun pandan wangi kering dan daun pandan wangi segar memberikan pengaruh nyata terhadap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

UJI EFEKTIVITAS MINYAK ATSIRI BUNGA KENANGA (Canangium odoratum Baill) TERHADAP DAYA BUNUH LARVA NYAMUK Culex quinquefasciatus SKRIPSI

UJI EFEKTIVITAS MINYAK ATSIRI BUNGA KENANGA (Canangium odoratum Baill) TERHADAP DAYA BUNUH LARVA NYAMUK Culex quinquefasciatus SKRIPSI UJI EFEKTIVITAS MINYAK ATSIRI BUNGA KENANGA (Canangium odoratum Baill) TERHADAP DAYA BUNUH LARVA NYAMUK Culex quinquefasciatus SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue. hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit virus yang

BAB I PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue. hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit virus yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit virus yang berbahaya karena dapat menyebabkan penderita meninggal dalam waktu yang sangat

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN. A. Kategori Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental

BAB II METODE PENELITIAN. A. Kategori Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental 8 BAB II METODE PENELITIAN A. Kategori Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi konsentrasi minyak atsiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami 2 musim, salah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami 2 musim, salah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami 2 musim, salah satunya adalah musim penghujan. Pada setiap musim penghujan datang akan mengakibatkan banyak genangan

Lebih terperinci

Di sampaikan Oleh: Azis Ikhsanudin

Di sampaikan Oleh: Azis Ikhsanudin Di sampaikan Oleh: Azis Ikhsanudin PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Nyamuk Aedes aegypti Vektor Demam Berdarah Usaha proteksi diri terhadap nyamuk Kelambu Repelan Paling digemari masyarakat Praktis Mudah dipakai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

III. METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah III. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). B. Waktu dan Tempat Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DAUN JERUK NIPIS

PEMANFAATAN DAUN JERUK NIPIS PEMANFAATAN DAUN JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia) DANBATANG SERAI (Andropogon nardus L) UNTUK INSEKTISIDA ALAMI PEMBASMI KUTU BERAS (Sitophilus oryzae) NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : NITA OKTAVIA A 420

Lebih terperinci

SISTEM DAUR ULANG ANTI NYAMUK ELEKTRIK DENGAN MENGGUNAKAN KULIT DURIAN (Durio zibethinus Murr) UNTUK PENGENDALIAN NYAMUK AEDES AEGYPTI

SISTEM DAUR ULANG ANTI NYAMUK ELEKTRIK DENGAN MENGGUNAKAN KULIT DURIAN (Durio zibethinus Murr) UNTUK PENGENDALIAN NYAMUK AEDES AEGYPTI SISTEM DAUR ULANG ANTI NYAMUK ELEKTRIK DENGAN MENGGUNAKAN KULIT DURIAN (Durio zibethinus Murr) UNTUK PENGENDALIAN NYAMUK AEDES AEGYPTI Asna Umar, Helina Jusuf, Lintje Boekoesoe 1 asnaumarkesmas@gmail.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang berada di daerah tropis, sehingga. merupakan daerah endemik bagi penyakit-penyakit yang penyebarannya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang berada di daerah tropis, sehingga. merupakan daerah endemik bagi penyakit-penyakit yang penyebarannya 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang berada di daerah tropis, sehingga merupakan daerah endemik bagi penyakit-penyakit yang penyebarannya diperantarai oleh nyamuk, salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus memiliki peran penting dibidang kesehatan. Kedua spesies ini merupakan vektor penyakit demam kuning (yellow fever), demam

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK. Disusun Oleh :

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK. Disusun Oleh : LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK Disusun Oleh : Nama : Veryna Septiany NPM : E1G014054 Kelompok : 3 Hari, Jam : Kamis, 14.00 15.40 WIB Ko-Ass : Jhon Fernanta Sipayung Lestari Nike Situngkir Tanggal Praktikum

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA TEGANGAN PERMUKAAN KELOMPOK 1 SHIFT A 1. Dini Mayang Sari (10060310116) 2. Putri Andini (100603) 3. (100603) 4. (100603) 5. (100603) 6. (100603) Hari/Tanggal Praktikum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan konsentrasi ekstrak daun

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan konsentrasi ekstrak daun 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan konsentrasi ekstrak daun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyakit akibat infeksi virus dengue. Vektor utama dalam penyebaran infeksi virus dengue

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimental dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimental dengan 40 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Konsentrasi ekstrak daun jambu biji merah (Psidium

Lebih terperinci

UJI IDENTIFIKASI ETANOL DAN METANOL

UJI IDENTIFIKASI ETANOL DAN METANOL UJI IDENTIFIKASI ETANOL DAN METANOL Alkohol merupakan senyawa turunan alkana yang mengandung gugus OH dan memiliki rumus umum R-OH, dimana R merupakan gugus alkil. Adapun rumus molekul dari alkohol yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cuaca yang berubah dari musim kemarau ke musim hujan dan sebaliknya merupakan saat-saat yang harus diantisipasi oleh semua pihak termasuk oleh Dinas Kesehatan. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyamuk merupakan vektor penyakit filariasis, demam berdarah dengue, malaria, chikungunya, dan encephalitis. Penyakit-penyakit tersebut dibawa oleh nyamuk melalui cucukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Nyamuk merupakan serangga yang seringkali. membuat kita risau akibat gigitannya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Nyamuk merupakan serangga yang seringkali. membuat kita risau akibat gigitannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyamuk merupakan serangga yang seringkali membuat kita risau akibat gigitannya. Salah satu bahaya yang disebabkan oleh gigitan nyamuk adalah berbagai macam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon I PENDAHULUAN Tanaman kelapa merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life) karena hampir seluruh bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dunia, terdapat 1,23 miliar penduduk di 58 negara yang berisiko tertular filariasis dan membutuhkan terapi preventif. Lebih dari 120 juta penduduk terinfeksi filariasis

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Karakteristik Minyak Atsiri Wangi Hasil penelitian menunjukkan minyak sereh wangi yang didapat desa Ciptasari Pamulihan, Kabupaten Sumedang dengan pengujian meliputi bentuk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disadari. Bahkan telah lama pula disinyalir, bahwa peran lingkungan dalam

BAB I PENDAHULUAN. disadari. Bahkan telah lama pula disinyalir, bahwa peran lingkungan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengaruh lingkungan dalam menimbulkan penyakit pada manusia telah lama disadari. Bahkan telah lama pula disinyalir, bahwa peran lingkungan dalam meningkatkan derajat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan konsentrasi

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan konsentrasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan konsentrasi ekstrak ethanol

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

PROSES EKSTRAKSI MINYAK BUNGA MELATI (JASMINUM SAMBAC) DENGAN METODE ENFLEURASI. Elwina, Irwan, Ummi Habibah *) ABSTRAK

PROSES EKSTRAKSI MINYAK BUNGA MELATI (JASMINUM SAMBAC) DENGAN METODE ENFLEURASI. Elwina, Irwan, Ummi Habibah *) ABSTRAK PROSES EKSTRAKSI MINYAK BUNGA MELATI (JASMINUM SAMBAC) DENGAN METODE ENFLEURASI Elwina, Irwan, Ummi Habibah *) ABSTRAK Minyak melati merupakan salah satu produk minyak atsiri yang paling mahal dan banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular dapat menyebar dengan berbagai cara, salah satunya melalui perantara serangga (vector borne disease). Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 Disusun Ulang Oleh: Dr. Deana Wahyuningrum Dr. Ihsanawati Dr. Irma Mulyani Dr. Mia Ledyastuti Dr. Rusnadi LABORATORIUM KIMIA DASAR PROGRAM TAHAP PERSIAPAN BERSAMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. volatile. Definisi minyak atsiri adalah senyawa yang pada umumnya berwujud

BAB I PENDAHULUAN. volatile. Definisi minyak atsiri adalah senyawa yang pada umumnya berwujud 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak atsiri lazim dikenal dengan nama minyak mudah menguap atau volatile. Definisi minyak atsiri adalah senyawa yang pada umumnya berwujud cair dan diperoleh dari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK METIL ESTER SULFONAT (MES) Pada penelitian ini surfaktan MES yang dihasilkan berfungsi sebagai bahan aktif untuk pembuatan deterjen cair. MES yang dihasilkan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh nyamuk merupakan masalah kesehatan serius dan masih menjadi persoalan akhir-akhir ini. Demam Berdarah, Filariasis, Malaria, Yellow

Lebih terperinci

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM BIOKIMIA. (Uji Pembentukan Emulsi Lipid)

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM BIOKIMIA. (Uji Pembentukan Emulsi Lipid) LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM BIOKIMIA (Uji Pembentukan Emulsi Lipid) Disusun oleh: NAMA : LASINRANG ADITIA NIM : 60300112034 KELAS : BIOLOGI A KELOMPOK : IV (Empat) LABORATORIUM BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN

Lebih terperinci

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2.

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. Mengetahui dan memahami cara menentukan konsentrasi

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Dewan Atsiri Indonesia Indonesian essential oil production

DAFTAR PUSTAKA. Dewan Atsiri Indonesia Indonesian essential oil production DAFTAR PUSTAKA Barnard Dr. 2000. Repellent and toxicant for personal protection. [paper]. Flroida: Global Collaboration for Development of Pesticides for Public health (GCDPP) WHO. Bhatnagar. 1993. dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan untuk membuat sabun transparan berasal dari tiga jenis minyak,

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proteksi Fakultas Pertanian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proteksi Fakultas Pertanian III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proteksi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan pada bulan September 2017. B. Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penularan penyakit pada manusia melalui vektor serangga dikenal sebagai arthropodborne diseases atau sering disebut sebagai vektorborne disease. Penyakit ini merupakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali ditemukan. tahun 1953 di Fillipina. Selama tiga dekade berikutnya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali ditemukan. tahun 1953 di Fillipina. Selama tiga dekade berikutnya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali ditemukan tahun 1953 di Fillipina. Selama tiga dekade berikutnya, kasus demam berdarah dengue/sindrom renjatan dengue ditemukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi di daerah tropis

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi di daerah tropis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi di daerah tropis dan ditularkan lewat hospes perantara jenis serangga yaitu Aedes spesies. DBD adalah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini dibagi dalam dua tahap, yaitu penyiapan aditif dan analisa sifat-sifat fisik biodiesel tanpa dan dengan penambahan aditif. IV.1 Penyiapan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September - Oktober 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September - Oktober 2014 di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September - Oktober 2014 di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium. dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) atau completely randomized

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium. dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) atau completely randomized III. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) atau completely randomized design yang terdiri dari 4 perlakuan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dantujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7)

Lebih terperinci

Obat Pembasmi Serangga

Obat Pembasmi Serangga Kelompok 6 Astrid Olivia Nandika Devita Dwi Arimurti Diah Permatasari Herlani Feliana Suparjo Mutiara Novianti Puji Estianingsih Rachmadani Shanti Astuti Tria Siti Zulaeka Wireni Wiwiek Karina Obat Pembasmi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan konsentrasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN Bahan baku pada penelitian ini adalah buah kelapa segar yang masih utuh, buah kelapa terdiri dari serabut, tempurung, daging buah kelapa dan air kelapa. Sabut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari berikutnya hujan lagi. Kondisi tersebut sangat potensial untuk

BAB I PENDAHULUAN. hari berikutnya hujan lagi. Kondisi tersebut sangat potensial untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki musim hujan, demam berdarah dengue (DBD) kembali menjadi momok menakutkan bagi masyarakat. Lebih-lebih bila kondisi cuaca yang berubah-ubah, sehari hujan,

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. manusia. Nyamuk yang memiliki kemampuan menularkan penyakit ini

BAB l PENDAHULUAN. manusia. Nyamuk yang memiliki kemampuan menularkan penyakit ini BAB l PENDAHULUAN A. Pendahuluan Nyamuk sering dikaitkan dengan masalah kesehatan karena gigitan nyamuk tidak hanya menimbulkan gatal saja tetapi beberapa spesies nyamuk juga dapat menularkan berbagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Identifikasi/determinasi tumbuhan yang di lakukan di Herbarium

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Identifikasi/determinasi tumbuhan yang di lakukan di Herbarium BAB III HASIL DAN EBAHASAN 3.1. Identifikasi Tumbuhan Hasil Identifikasi/determinasi tumbuhan yang di lakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani usat enelitian BiologiLII Bogor Jl. Raya Jakarta Bogor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan di negara yang sedang berkembang, khususnya Indonesia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD), merupakan penyakit yang masih sering

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD), merupakan penyakit yang masih sering I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam berdarah dengue (DBD), merupakan penyakit yang masih sering terjadi di berbagai daerah. Hal ini dikarenakan nyamuk penular dan virus penyebab penyakit ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam visi Indonesia Sehat 2015 yang mengacu pada Millenium. Development Goals (MDG s), lingkungan yang diharapkan pada masa depan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam visi Indonesia Sehat 2015 yang mengacu pada Millenium. Development Goals (MDG s), lingkungan yang diharapkan pada masa depan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam visi Indonesia Sehat 2015 yang mengacu pada Millenium Development Goals (MDG s), lingkungan yang diharapkan pada masa depan adalah lingkungan yang kondusif

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) atau completely randomized design yang

III. METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) atau completely randomized design yang III. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) atau completely randomized design yang terdiri dari 4 perlakuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan pada produk sabun transparan yang dihasilkan berasal dari

Lebih terperinci

I. DASAR TEORI Struktur benzil alkohol

I. DASAR TEORI Struktur benzil alkohol JUDUL TUJUAN PERCBAAN IV : BENZIL ALKL : 1. Mempelajari kelarutan benzyl alkohol dalam berbagai pelarut. 2. Mengamati sifat dan reaksi oksidasi pada benzyl alkohol. ari/tanggal : Selasa, 2 November 2010

Lebih terperinci