EFEKTIVITAS PROGRAM REHABILITASI POST OPERATIF CEDERA LUTUT DALAM MENINGKATKAN RANGE OF MOTION PASIEN DI JOGJA SPORTC CLINIC SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFEKTIVITAS PROGRAM REHABILITASI POST OPERATIF CEDERA LUTUT DALAM MENINGKATKAN RANGE OF MOTION PASIEN DI JOGJA SPORTC CLINIC SKRIPSI"

Transkripsi

1 EFEKTIVITAS PROGRAM REHABILITASI POST OPERATIF CEDERA LUTUT DALAM MENINGKATKAN RANGE OF MOTION PASIEN DI JOGJA SPORTC CLINIC SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Olahraga Oleh: Nu man Saifuddin Abdurrahman PROGRAM STUDI ILMU KEOLAHRAGAAN FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017

2

3

4

5 MOTTO Orang hebat bukanlah orang yang tidak perah jatuh, namun orang hebat ialah orang yang selalu bangkit saat dia jatuh. - Mario Teguh - Carilah bekal kalian, dan sebaik-baik bekal adalah ketakwaan - Qs.Al-Baqarah : jika kamu berada di sore hari jangan tunggu pagi hari, dan jika kamu berada di pagi hari jangan tunggu sore hari, gunakanlah kesehatanmu untuk (persiapan saat) sakitmu dan kehidupanmu untuk kematianmu. - HR.Bukhari, Hadits arbain: 40 - Hidup ini seimbang, Tuan. Barang siapa hanya memandang pada keceriaannya saja, dia orang gila. Barang siapa memandang pada penderitaannya saja, dia sakit. - Pramoedya Ananta Toer,Child of All Nations Jika kamu meninggalkan rumah, berpikirlah bahwa kamu memiliki banyak lawan yang menanti. Tingkah lakumulah yang mengundang masalah bagi mereka. - Gichin Funakoshi Pedang yang tumpul adalah pedang yang tidak pernah tergores dan ilmu yang paling buruk adalah ilmu yang disimpan sendiri. - Nu man Saifuddin Abdurrahman ii

6 PERSEMBAHAN Skripsi ini penulis persembahkan untuk: 1. Kedua orang tua penulis yang selalu mengasuh dan mendoakan dengan penuh kasih sayang dan tanpa pamrih Agus sukristiono, S.S (bapak), Kuntiah (ibu). 2. Saudara-saudara penulis yang selalu mengingatkan degan sabar dan menghibur disaat jenuh, (kakak)yazi,(adik) izza, ulya, inna, dan mida. 3. Keluarga besar Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta. 4. Keluarga besar Prodi IKOR 2011 Universitas Negeri Yogyakarta. 5. Keluarga besar UKM Karate INKAI UNY. 6. Sahabat-sahabat penulis yang tdak lelah menghibur dan mmberikan motivasi Hazmi,Emma, Santi, Rizkiadi, Ifan, Fajar, Brama, Imron, Restu, Haryanto, Zein, Fakhri 7. Lita Tafia Nur Azizah yang selalu member dukungan, semangat, dan motivasi dalam pembuatan skripsi ini. iii

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat, rahmat, dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulisan skripsi ini tidak dapat berjalan lancar, oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Sutrisna Wibawa, M.Pd. selaku Rektor Universitas Negeri Yogyakarta atas kesempatan yang diberikan kepada peneliti untuk menempuh studi hingga peneliti dapat menyelesaikan studi. 2. Prof. Dr. Wawan Sundawan Suherman, M.Ed. selaku Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta atas kesempatan yang diberikan kepada peneliti untuk menempuh studi hingga peneliti dapat menyelesaikan studi dan memberikan izin penelitian. 3. dr. Prijo Sudibjo, M.Kes, Sp.S. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Pendidikan Kesehatan Rekreasi Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta yang selalu memberikan dukungan dan semangat dalam pembuatan skripsi. 4. Dr. dr. BM. Wara Kushartanti, M.S, AIFO. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan motivasi tanpa lelah dalam penyusunan skripsi ini. 5. Dr. Widiyanto, S.Or, M.Kes. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan dukungan baik secara moril dan materiil selama masa perkuliahan. 6. dr. M. Ikhwan Zein, Sp.KO selaku CEO Jogja Sports Clinic, yang telah membeikan izin untuk melakukan penelitian di Jogja Sports Clinic. iv

8 7. Bapak Ibu Dosen dan Karyawan FIK UNY yang telah memberikan bantuan dan saran kepada peneliti. 8. Rekan-rekan terapis dan karyawan Jogja Sports Clinic, Harun, Anggita Isnabila W, Anita Rusyana Dewi, Santi Pradhista, Zuhhad, Fatkhur, dan Tiro, yang telah membantu dalam proses pengambilan data skripsi. 9. Pasien-pasien rehab Jogja Sports Clinic yang telah bersedia menjadi informan dalam pengambilan data skripsi. 10. Rekan-rekan IKOR FIK UNY angkatan 2011 yang selalu memberi semangat dan warna indah dalam proses perkuliahan hingga akhir. 11. Semua pihak yang telah membantu peneliti selama penyusunan skripsi ini. Yogyakarta, 8 Juni 2017 Penulis v

9 ABSTRAK EFEKTIFITAS PROGRAM REHABILTASI POST OPERATIF CEDERA LUTUT DALAM MENINGKATKAN RANGE OF MOTION PASIEN DI JOGJA SPORTS CLINIC Oleh : Nu man Saifuddin Abdurrahman Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa tingkat efektifitas pemberian program rehabilitasi post operatif cedera lutut terhadap peningkatan range of motion pasien cedera lutut di Jogja Sports Clinic. Desain penelitian ini adalah penelitian survey dari data medical record pasien JSC. Menggunakan teknik dokumentasi karena penelitian ini menggunakan data sekunder tentang program rehab dan Range Of Motion (ROM) pasien sebagai hasil rehabilitasi. Sedangkan subyek penelitian ini adalah data medical record dari 11 pasien cedera lutut post operatif JSC pada bulan September 2016 s/d februari 2017 yang sudah melakukan rehab 5sesi di JSC. Instrument yang digunakan adalah goniometer, sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah data rasio dengan uji normalitas menggunakan ujji-t berpasangan karena hanya dua kelompok yang diuji. Uji-t menggunakan taraf signifikansi 5%, sehingga jika nilai p < 0,05 maka ada perbedaan signifikan, selanjutnya jika p > 0,05 maka tidak ada perbedaan signifikan. Hasil uji-t data fleksi pada perlakuan program rehabilitasi cedera lutut diperoleh nilai sebesar -6,629 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000, ekstensi pada perlakuan stretching dan terapi latihan pembebanan diperoleh nilai sebesar 3,331 dengan nilai signifikansi sebesar 0,008, maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan antara pretest dan posttest ROM fleksi dan ekstensi pada program rehabilitasi cedera lutut, dan terdapat perubahan yang signifikan dilihat dari prosentase perubahan pretest dan posttest pada fleksi 8,26% dan P = 0,00 nilai P 0,05, sedangkan pada gerakan ekstensi prosentase perubahan pretest dan posttest -19,15% dan P = 0,008 dengan nilai P 0,05 sehingga diketahui terdapat peningkatan pada ROM pasien dan program rehabilitasi post operatif cedera lutut dapat dinyatakan efektif untuk meningkatkan ROM. Kata kunci : program rehabilitasi, cedera lutut, ROM vi

10 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv HALAMAN MOTTO... v HALAMAN PERSEMBAHAN... vi ABSTRAK... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xiii BAB I. PENDAHULUAN... 1 a. Latar Belakang Masalah... 1 b. Identifikasi Masalah... 8 c. Pembatasan Masalah... 9 d. Rumusan Masalah... 9 e. Tujuan Penelitian f. Manfaat Penelitian BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori Cedera Lutut Terapi Modalitas Fisioterapi Stretching Terapi Latihan Profil Klinik Terapi Olahraga Jogja Sports Clinic B. Penelitian yang Relevan C. Kerangka Berpikir D. Hipotesis BAB III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian B. Tempt dan Waktu Penelitian C. Definisi Operasional Penelitian D. Subyek Penelitian D. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data E. Teknik Analisis Data vii

11 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi dan Subyek Penelitian B. Deskripsi Data Penelitian C. Uji Persyaratan Data Penelitian BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian B. Implikasi C. Keterbatasan Penelitian D. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Tulang Penyusun Sendi Lutut Gambar 2. Ligament Sendi Lutut Gambar 3. Ligamen Popliteum dan acruatum Gambar 4. Ligament Sendi Lutut Gambar 5. Ligame Collaterale Laterale /Fibulae Gambar 6. Ligament cruciatum anterius Gambar 7. Ligament cruciatum posterius dan anterius Gambar 8. Ligament transversum genus Gambar 9. Ligament transversum genus Gambar 10. Ligament transversum genus Gambar 11.Meniscus Gambar 12.Kerangka Berpikir Gambar 13.Goniometer Gambar 14.Posisi Pengukuran ROM Sendi Lutut Gambar 15. Cara mengukur ROM fleksi lutut Gambar 16.Cara Pengukuran ROM Sendi Lutut ekstensi Gambar 13.Posisi Pengukuran ROM Sendi Lutut Gambar 13.Posisi Pengukuran ROM Sendi Lutut ix

13 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Stretching Lutut Tabel 2. Terapi latihan untuk cedera lutut yaitu ROM Exc. Pain Free Tabel 3. Hasil Analisis Deskriptif Data Perlakuan Program Rehab Saat Pretes dan posttestt Tabel 4. Perbandingan rerata pretest dan posttest Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Data program rehabilitasi cedera lutut Tabel 6. Hasil Uji t-pretest-postest x

14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan aktivitas yang dapat memberikan manfaat bagi kesehatan fisik maupun mental baik olahraga yang bersifat prestasi ataupun rekreasi. Meskipun demikian, olahraga yang dilakukan tanpa mengindahkan kaidah-kaidah kesehatan dapat menimbulkan dampak yang merugikan bagi tubuh seperti cedera olahraga. Menurut (Novita Intan Arovah, 2010), cedera muskuloskeletal adalah hal yang paling umum terjadi pada aktivitas olahraga yaitu mencapai 80% dari semua kasus cedera olahraga. Cedera merupakan salah satu hambatan bagi atlet dalam meraih prestasi olahraga. Cedera olahraga salah satunya dapat timbul karena faktor kurang pemanasan (warming up) dan peregangan (stretching) saat melakukan olahraga (M. Muhyi Faruq, 2009: 28), selain kurangnya pemanasan dan peregangan, cedera olahraga juga bisa terjadi saat kontak fisik dengan lawan, seperti halnya pada beberapa cabang olahraga seperti basket, futsal, olahraga beladiri, rugby, hockey, dan sepakbola. Cedera pada sepakbola memiliki tiga faktor yang menyebabkan cedera, yaitu riwayat cedera, kondisi sepatu, dan kurangnya pemanasan sebelum latihan atau bertanding (McKay, 2001: 103). Cedera merupakan masalah yang sulit dihindari oleh olahragawan, baik dalam kompetisi maupun disaat latihan. Prevalensi cedera sebesar 1

15 86% pada olahragawan didapatkan pada penelitian pendahuluan, dan 73,5% dari cedera tersebut tidak sembuh sempurna (litbang KONI DIY, 2008). Cedera yang paling sering dialami pada kelompok prestasi adalah sepakbola, yakni cedera ACL atau cedera lutut. Menurut American Academy of Orthopedic Surgeons (AAOS : 2012) cedera ligamen adalah cedera jaringan yang paling sering terjadi. Sekitar cedera ACL terjadi setiap tahun di Amerika dan lebih dari empat juta operasi lutut dilakukan diseluruh dunia tiap tahunnya. Cedera ACL adalah cedera yang paling sering terjadi setelah ankle sprain pada atlet tingkat mahasiswa dan angka kejadian cedera ACL meningkat sekitar 1,3% pertahun pada populasi ini (Hoffman et al, 2007). Anterior Cruciate Ligament (ACL) adalah ligamen yang terdapat pada sendi lutut. Ligamen ini berfungsi sebagai stabilisator yang mencegah pergeseran ke depan yang berlebih dari tulang tibia terhadap tulang femur yang stabil, atau mencegah pergeseran ke belakang yang berlebih tulang femur terhadap tulang tibia yang stabil. Setiap cedera yang terjadi pada ACL berpotensi menimbulkan gangguan kestabilan pada sendi lutut. Cedera ACL adalah cedera lutut yang paling sering dialami oleh atlet, cedera ini umumnya terjadi pada olahraga yang melibatkan gerakangerakan zig-zag, perubahan arah gerak, dan perubahan kecepatan yang mendadak (akselerasi-deselerasi) seperti sepakbola, basket, bola voli, dan futsal. Mayoritas cedera yang terjadi adalah non-kontak dengan mekanisme lutut twisting (puntiran) sehingga bagian dalam dari ligamen 2

16 terkena dampak serius. Situasi ini sering terjadi ketika atlet menggiring bola atau salah posisi lutut ketika mendarat. Trauma juga dapat menyebabkan robeknya ACL, terutama trauma langsung pada lutut dengan arah gaya dari samping (Zein, 2013). Cedera persendian, terutama pada bagian lutut beresiko tinggi terhadap orang yang melakukan aktivitas fisik karena jumlah penderitanya semakin meningkat pada olahraga prestasi ataupun olahraga rekreasi. Cedera ektremitas bawah adalah cedera yang paling sering terjadi pada berbagai aktivitas fisik. Menurut survey yang dilakukan oleh National Collage Athletic Association (NCAA), cedera ektremitas bawah adalah yang paling sering terjadi pada kasus cedera cabang olahraga sepakbola yang mencapai 65,6% kasus di dunia (National Collage Athletic Association : 2012). Cedera lutut pada anak-anak dan atlet remaja kemungkinan diakibatkan oleh beberapa faktor antara lain, cedera akut, cedera traumatis, terkilir atau jatuh yang tidak disengaja, cedera lama atau kronis, dan cedera berlebihan yang terjadi berulang-ulang. Terkadang cedera lutut terjadi akibat gabungan dari faktor-faktor tersebut. Seorang atlet yang memiliki permasalahan kronis yang tiba-tiba menjadi lebih buruk karena suatu peristiwa traumatis akut.(??????) Cedera ini dapat mengakibatkan berbagai gejala termasuk nyeri, ketidakseimbangan, pembengkakan, dan kekakuan. (American Orthopedic Society for Sports Medicine, 2013) 3

17 Penanganan cedera lutut yang kurang tepat beresiko mengalami cedera kembali, kecacatan dan tidak bisa kembali ke lapangan atau tidak bisa berprestasi lagi. Penanganan cedera memiliki berbagai macam cara, yaitu dengan pengobatan medis dan non medis. Pengobatan medis meliputi rehabilitasi terapi olahraga, terapi penanganan menggunakan pengobatan alternatif dan olahraga. Terapi menjadi pilihan untuk penyembuhan pasca cedera yang dialami atlet tersebut, seperti halnya terapi massage, terapi herbal, hydrotherapy, thermotherapy, coldtherapy, excersise therapy, manual therapy, terapi yoga, terapi pernapasan, dan lain-lain (Ali Satia Graha, 2009: 2). Pengetahuan dan data penyembuhan cedera ligamen masih sedikit sedangkan proses penyembuhan cedera tersebut memiliki jangka waktu yang panjang dan tidak bisa diprediksi. Cedera ini dapat menjadi lebih berbahaya karena perubahan fisiologis dan struktur penyusunnya akibat cedera yang mengakibatkan proses penyembuhannya menjadi tidak sempurna sehingga tidak dapat kembali dalam keadaan normalnya. Penyembuhan yang tidak sempurna menghasilkan ligamen yang lemah, memungkinkan terjadi pengulangan cedera. Siklus cedera ligamen yang lemah menyebabkan ketidakstabilan sendi, berkurangnya fungsi, dan akhirnya berdampak pada Osteoarthritis (OA) pada bagian sendi yang terkena (Fleming et al, 2005). Perkembangan pengobatan di dunia olahraga saat ini sangat membantu untuk mengatasi berbagai hal mengenai masalah cedera 4

18 olahraga, salah satunya pengobatan alternatif sebagai upaya preventif dan rehabilitatif. Menurut Harun (2015), untuk penanganan cedera lutut secara optimal, maka dibutuhkan suatu terapi/latihan yang bersifat mengulur jaringan/otot yang mengalami kontraktur/pemendekan yang dikenal dengan istilah stretching. Stretching adalah bentuk dari penguluran atau peregangan pada otot-otot di setiap anggota badan agar dalam setiap melakukan olahraga terdapat kesiapan. Beberapa contoh jenis peregangan (Stretching ) yaitu; (1) Peregangan aktif (active stretching), dilakukan dengan menggunakan otot-otot pasien sendiri tanpa mendapatkan bantuan dari kekuatan eksternal. (2) Peregangan dinamis adalah gerakan peregangan yang dilakukan dengan melibatkan otot-otot dan persendian, gerakan peregangan ini dilakukan secara perlahan dan terkontrol dengan pangkal gerakannya adalah pangkal persendian. (3) Peregangan pasif (passive stretching ) merupakan suatu teknik peregangan di mana pasien dalam keadaan rileks dan terapis membantu untuk menggerakkan anggota tubuhnya (Yulianto W, 2002). Kemudian dijelaskan lagi oleh Novita Intan (2010: 97-98) bahwa latihan mobilitas dapat berupa penguluran aktif dengan bantuan mandiri, latihan pasif dengan bantuan dari luar/partner, dan PNF. Stretching merupakan suatu aktivitas yang sudah banyak diterapkan di lingkungan masyarakat. Pada saat berolahraga misalnya, sebelum melakukan aktivitas olahraga, biasanya dilakukan pemanasan terlebih dahulu, di mana stretching termasuk di dalamnya. Sebenarnya stretching 5

19 merupakan suatu bentuk terapi yang ditujukan untuk memanjangkan otot yang mengalami pemendekan atau menurunnya elastisitas dan fleksibilitas otot baik karena faktor patologis (trauma, infeksi, dsb) maupun yang bersifat fisiologis yang menghambat lingkup gerak sendi normal yakni berupa kontraktur, perlekatan, pembentukan jaringan parut yang mengarah pada pemendekan otot, jaringan konektif dan kulit serta mobilitas jaringan lunak di sekitar sendi. Banyak metode ataupun teknik yang dapat digunakan dalam melakukan stretching. Menurut Wara Kushartnti (4:2007), menerangkan bahwa semakin cepat pasien memulai porsi latihan, maka semakin cepat pula ia dapat kembali ke aktivitas sepenuhnya. Setelah mengalami cedera, istirahat memang diperlukan, namun hasil penelitian menunjukkan bahwa terlalu banyak melakukan istirahat akan memperlambat fase pemulihan. Dikatakan bahwa imobilisasi seminggu pertama setelah cedera, 3%-4% kekuatan otot berkurang setiap harinya. Beberapa studi menemukan bahwa laju pemulihan lebih lambat daripada laju kehilangan kekuatan otot. Penemuan tersebut juga mengindikasikan pentingnya melakukan terapi latihan sesegera mungkin setelah kondisi memungkinkan. Peregangan atau stretching dapat membantu mencegah cedera berulang. (American Collage of Sports Medicine,2008). Berbagai arsip yang berkaitan dengan fleksibilitas termasuk 27 studi telah mengetahui beragam efek dari peregangan (stretching) pada persendian dan otot. Apapun teknik yang digunakan untuk meningkatkan 6

20 mobilitas pada lutut, pinggul, dan tubuh, stretching memberikan dominasi yang besar terhadap peningkatan mobilitas jaringan ikat (Hartley,1990). Selain stretching, penanganan cedera lutut bisa menggunakan terapi latihan. Menurut Novita Intan Arovah (2010: 76), menerangkan bahwa terapi latihan merupakan aktivitas fisik yang sistematis sehingga bertujuan untuk merehabilitasi fungsi tubuh yang mendekati sempurna, selain itu terapi latihan memiliki tujuan untuk memfasilitasi proses penyembuhan secara alami. Selain memperkuat dan meningkatkan fungsi geraknya terapi latihan juga membantu meningkatkan range of motion/ruang gerak sendi dikarenakan kekuatan dan fungsi gerak otot yang bertambah akibat terapi latihan. Oleh karenanya seseorang yang sedang mengalami cedera dengan fase akut hendaknya melakukan rehabilitasi, karena akan menimbulkan dampak negatif. Dari keseluruhan proses fisioterapi, terapi latihan merupakan kegiatan utama yang didukung oleh modalitas-modalitas lain. Hal ini dikarenakan pengembalian fungsi gerak sering merupakan tujuan utama dari proses fisioterapi. Rehabilitasi dilakukan pada fase kronis untuk merahibilitasi penderita cedera atau gangguan penyakit agar dapat mengembalikan fungsi tubuh seperti atau mendekati fungsi semula. Tujuan terapi fisik adalah untuk menstimulasi otot dan sendi, melalui berbagai gerakan fisik dan latihan, sehingga terbentuk kekuatan, fleksibilitas, dan lingkup gerak sendi yang optimal. Seorang fisioterapi akan melakukan program latihan progresif dan memberikan petunjuk 7

21 mengenai gerakan fungsional yang benar, sehingga tidak terjadi kompensasi gerakan yang salah saat penyembuhan. Jogja Sports Clinic (JSC) merupakan klinik rehabilitasi cedera yang berkonsentrasi pada penyembuhan pasien cedera muskuloskeletal. Dengan tenaga medis yang mengutamakan pelayanan prima kepada pasien, dan dikepalai secara langsung oleh dokter spesialis di bidang kedokteran olahraga. Berdasarkan dari data pasien yang masuk, pada bulan September 2016 sampai dengan Februari 2017, terdapat 19 pasien yang melakukan rehabilitasi cedera di JSC dengan program terapi latihan, terapi modalitas, dan stretching selama 5-12 pertemuan. Peneliti ingin mengetahui bagaimana efek program rehabilitasi cedera lutut terhadap peningkatan ROM pasien cedera lutut di Jogja Sports Clinic. Hasil pengamatan seperti yang diungkapkan di atas dan referensi dari sumber-sumber yang mendukung permasalahan yang ada maka peneliti ingin meneliti lebih dalam lagi tentang Efektivitas Program Rehabilitasi Stretching Pasif dan Terapi Latihan terhadap Range of Motion Pasien Cedera Lutut di Jogja Sports Clinic, sehingga akan didapatkan data dan tingkat keefektivitasan hasil penelitian ini. B. Identifikasi masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut : 8

22 1. Cedera lutut merupakan cedera yang paling sering terjadi setelah ankle sprain pada atlet dan jumlah penderitanya semakin meningkat pada olahraga prestasi ataupun olahraga rekreasi. 2. Penanganan cedera lutut harus dilakukan secara tepat karena jika tidak tepat akan menghasilkan ligamen yang lemah dan memungkinkan terjadi pengulangan cedera kembali. 3. Melakukan stretching dapat membantu mencegah cedera berulang. 4. Jumlah pasien cedera dan post operasi di Jogja Sports Clinic semakin meningkat tiap bulannya. 5. Belum diteliti tingkat efektifias program rehbilitasi di Jogja Sports Clinic. 6. Seberapa besar tingkat efektivitas pemberian kombinasi terapi latihan, terapi modalitas, dan stretching pada peningkatan ROM pasein cedera lutut di Jogja Sports Clinic (JSC). C. Batasan masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi diatas, maka penulis akan membatasi masalah dalam penelitian ini yaitu pada Efektivitas Program Rehabilitasi Post Operatif Cedera Lutut Dalam Meningkatkan Range Of Motion Pasien di Jogja Sports Clinic. D. Rumusan masalah Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah seberapa besar tingkat efektivitas 9

23 pemberian program rehabilitasi post operatif cedera lutut di Jogja Sports Clinic? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar tingkat efektivitas pemberian program rehabilitasi post operatif cedera lutut terhadap peningkatan range of motion pasien cedera lutut di Jogja Sports Clinic. F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Dari segi teoritis hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah terhadap pengembangan ilmu keolahraagan tentang program rehabilitasi terhadap cedera lutut. 2. Manfaat praktis a. Bagi Pengembangan Ilmu Keolahragaan Diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan masukan dalam rangka pengembangan keilmuan dan peningkatan proses belajar mengajar terutama pengembangan penelitian pemberian stretching pasif, terapi modalitas, dan terapi latihan terhadap range of Motion pasien cedera lutut bagi mahasiswa FIK UNY. b. Bagi Jogja Sports Clinic Diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dan informasi bagaimana cara penanganan pada cedera lutut dalam usaha preventif, kuratif, dan rehabilitatif pada cedera olahraga agar tidak 10

24 menimbulkan cedera yang berkelanjutan yang dapat memperparah kondisi cedera dan dapat mengetahui seberapa besar tingkat efektivitas program rehabilitasi yang diterapkan oleh Jogja Sports Clinic. 11

25 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi teori 1. Cedera Lutut Cedera lutut merupakan kondisi yang sangat kompleks, untuk memahami secara mendalam tentang kondisi cedera ligamen kolateral medial sendi lutut, maka perlu diketahui struktur jaringan spesifik, patologi cedera, dan mekanisme gangguan muskuloskeletal, dan penerapan pelaksanaan fisioterapi pada kondisi ini. a. Anatomi lutut Anatomi adalah ilmu yang yang mempelajari tentang struktur tubuh manusia, berasal dari bahasa Yunani ana yang berarti habis atau ke atas dan tomos yang berarti memotong atau mengiris. Anatomi adalah ilmu yang mempelajari struktur tubuh manusia dengan cara menguraikan tubuh manusia menjadi bagian-bagian yang kecil sampai pada bagian yang paling kecil dengan cara memotong atau mengiris tubuh manusia kemudian diangkat, dipelajari dan diperiksa dengan menggunakan mikroskop. Sedangkan fisiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang fungsi organ tubuh manusia (Tim Anatomi FIK UNY, 2007: 1). Secara sekilas sendi lutut hanyalah sebuah sendi sederhana, tetapi sebenarnya sendi lutut adalah sendi yang terbesar dan sendi paling kompleks pada tubuh manusia. Sendi ini diklasifikasikan 12

26 dalam synovial hinge joint dengan gerakan yang terjadi adalah fleksi dan ekstensi. Pada sendi lutut juga terdapat gerakan rotasi tetapi bukan rotasi murni yang dilakukan oleh sendi lutut tetapi merupakan kerjasama dengan sendi lain. Sendi lutut merupakan sendi yang memperoleh beban besar dengan gerakan yang luas, dan berfungsi sebagai pembentuk sikap tubuh, berperan dalam gerak weight transfer, dan dalam pergerakan seperti berjalan, berlari, melompat, menendang, mendorong, menarik dan lain sebagainya (Higgins, 2011). Karena struktur dan fungsinya yang kompleks, maka sendi lutut memiliki susunan anatomis dan fungsi yang berbeda, sesuai dengan struktur pembentuknya. Oleh karena itu sendi lutut dapat disegmentasikan sebagai berikut: 1) Tulang dan Sendi Sendi lutut dibentuk oleh tiga tulang yaitu; tulang femur, tibia, dan patella, mempunyai dua derajat kebebasan gerak serta dibentuk oleh tiga persendian yaitu tibiofemoral joint, patellofemoral joint, dan proksimal tibiofibular joint yang ditutupi oleh kapsul sendi (Syaifudin, 2013). Tulang femur merupakan tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh, yang bertugas meneruskan berat tubuh dari tulang coxae ke tibia sewaktu berdiri. Bagian proksimal dari tulang ini terdiri dari caput femoris yang bersendi dengan acetabullum, 13

27 collum femoris dan dua trochanter major. Ujung distal tulang femur berakhir menjadi dua condylus yaitu epicondylus medialis dan epicondylus lateralis yang bersendi dengan tibia (Pearce, 2011). Tulang tibia yang besar merupakan tulang kuat satu-satunya yang menghubungkan antara femur dengan pergelangan kaki dan tulang-tulang kaki, serta merupakan tulang penyangga beban. Bagian proksimal tulang ini bersendi dengan condylus femur dan bagian distal bersendi dengan talus (Syaifudin, 2013). Tibiofemoral joint merupakan sendi dengan jenis sinovial hinge joint (sendi engsel) yang mempunyai dua derajat kebebasan gerak. Sendi tibiofemoral dibentuk oleh condylus medialis dan condylus lateralis tibia serta condylus femoris. Sendi ini mempunyai permukaan yang tidak rata yang dilapisi oleh lapisan tulang rawan yang relatif tebal dan meniscus (Pearce, 2011). Patella merupakan tulang sesamoid terbesar pada tubuh manusia. Tulang ini berbentuk segitiga yang basisnya menghadap ke proksimal dan apex/puncaknya menghadap ke distal. Tulang ini mempunyai dua permukaan, yang pertama menghadap ke sendi (facies articularis) dengan femur dan yang kedua menghadap ke depan (facies anterior). Facies anterior 14

28 dapat dibagi menjadi tiga bagian dan bergabung dengan tendon quadriceps. Pada sepertiga atas merupakan tempat perlekatan tendon quadriceps, pada sepertiga tengah merupakan tempat beradanya saluran vascular dan pada sepertiga bawah termasuk apex merupakan tempat awal ligamentum patella. Patellofemoral joint merupakan sendi dengan jenis modified plane joint dan terletak diantara tulang femur dan patella. Sendi ini berfungsi membantu mekanisme kerja dan mengurangi friction quadriceps. Proksimal tibio fibular joint merupakan sendi dengan jenis plane sinovial joint yang dibentuk antara caput fibula dengan tibia. Dilihat dari segi fungsional sendi ini lebih cenderung termasuk ke dalam persendian ankle karena pergerakan yang terjadi di lutut merupakan pengaruh gerak ankle ke arah cranial-dorsal (Syaifudin, 2013). 15

29 Gambar 1. Tulang penyusun sendi lutut Os.femur, Os.tibia, Os.fibula, dan Os.patella. (sumber : diakses pada tanggal, 14 februari 2017 pukul 20:00WIB). Sendi lutut (art. Genus) merupakan articulatio composita yang terdiri dari tiga bagian tulang penyusun yaitu Os.femur, Os.tibia, Os.fibula, dan OS.patella). termasuk ke dalam articulatio biaxial karena memiliki dua aksis yaitu aksis transversal yang memungkinkan melakukan gerakan fleksiekstensi dan aksis longitudinal yang memungkinkan melakukan gerakan endorotasi-eksorotasi. Selain itu Os.femur merupakan tulang pipa yang paling besar dan paling panjang pada bagian tulang kerangka. 2) Muskular Jaringan otot ditandai oleh adanya myofibril yang dibentuk dari myofilamen pada sel-sel yang memanjang. Myofibril ini berperan terhadap kontraksi sel-sel otot. Myofibril ini terbagi 16

30 dalam beberapa filamen atau serat dan filamen-filamen tersebut terbentuk dari protein-protein kontraktil, antara lain myosin, actin, tropomyosin, dan troponin. Filamen-filamen yang tersusun dari protein kontraktil dibagi dalam dua jenis yaitu filamen tipis dan filamen tebal. Filamen tipis tersusun dari actin, tropomyosin dan troponin, sedangkan filamen tebal tersusun dari myosin dengan diameter kurang lebih dua kali diameter filamen tipis (Pearce, 2011). 3) Vaskularisasi dan Persarafan Sendi Lutut Lutut mendapat suplai darah dari artery poplitea yang merupakan terusan dari artery iliac external yang menjadi artery femoralis di daerah proximal paha. Artery femoralis berjalan menuju ke arah posterior lutut dan menjadi artery poplitea. Untuk pers arafan, sendi lutut dikelilingi oleh otot-otot yang mendapat persarafan dari serabut-serabut saraf yang juga mempersarafi anggota gerak bawah. Ada nervus femoralis dan nervus obturator yang berasal dari plexus lumbosacral dan menginervasi sisi depan dan anteromedial paha. 4) Ligamen Untuk fungsi stabilisasi pasif sendi lutut dilakukan oleh ligamen. 17

31 Gambar 2. Ligament sendi lutut (Sumber : tim anatomi fakultas ilmu keolahragaan 94:2010) Sendi lutut tersusun oleh 8 ligamentum penyokong yaitu ligamentum popliteum arcuatum, ligamentum popliteum obliguum, ligamentum collaterale mediale, ligamentum Collaterale laterale, ligamentum Cruciatum anterius, ligamentum Cruciatum posterius, ligamentum Transversum genus, ligamentum Menisci lateralis (Tim Anatomi FIK UNY, 2011:49-50). ligamen popliteum obliguum ligtamen popliteum arcuatum Gambar 3 ligamen popliteum obliguum dan ligtamen popliteum arcuatum. (sumber, diakses pada tanggal, 14 februari 2017 pukul 21:00WIB) 18

32 a) Ligamen popliteum obliguum letaknya dari insersio muskulo semi membranosus ke laterocranial, seperti gambar di atas, merupakan penguatan stratum fibrosum disebelah dorsal. Ligamen popliteum arcuatum letaknya dari lateral distal ke carnio medial seperti gambar di atas. (Tim Anatomi FIK UNY, 2011:49-50). Gambar 4. Ligament sendi lutut (Sumber : tim anatomi fakultas ilmu keolahragaan 94:2010) b) Ligamen collaterale mediale terletak di bagian medial lutut, lebar dan pipih terbentang dari condylus medialis femoris ke permukaan medial tibiae, yang terdapat pada stratum fibrosum. Oleh karenanya pada saat gerakan fleksiekstensi selalu ada bagian yang kendor seperti gambar di atas. Selain itu fungsi lainnya adalah menahan gerakan valgus atau samping dalam dan eksorotasi, dan secara 19

33 bersamaan ligamen collateral juga berfungsi menahan bergesernya lutut ke depan pada saat lutut melakukan gerakan fleksi 90 derajat. Ligamen collaterale laterale/fibulae Gambar 5. Ligamen collaterale laterale/fibulae (Sumber : tim anatomi fakultas ilmu keolahragaan 94:2010) Ligamen collaterale laterale/fibulae terletak di bagian lateral yang membuat sendi lutut kendor saat gerakan fleksi dan teregang saat gerakan ekstensi yang berfungsi menahan gerakan varus atau samping luar seperti gambar di atas (Tim Anatomi FIK UNY, 2011). 20

34 Ligamen cruciatum anterius Gambar 6. Ligament cruciatum anterius (Sumber : tim anatomi fakultas ilmu keolahragaan 94:2010) c) Ligamen cruciatum anterius terletak di dalam septim intercondylicum dari karniolateral ke kaudo medial yang berfungsi menahan hiperekstensi dan menahan begesernya Os.tibia ke depan dan Os.femur ke belakang. Gambar 7. Ligament cruciatum posterius dan anterius (Sumber : diakses pada tanggal, 14 februari 2017 pukul 21:10WIB ) d) Ligamen cruciatum posterius terletak di kaudolateral ke karniomedial. Berfungsi menahan bergesernya Os.tibia ke belakang. 21

35 Ligamen transversum genus Gambar 8. Ligament transversum genus (Sumber : tim anatomi fakultas ilmu keolahragaan 94:2010) e) Ligamen transversum genus, berada di depan antara meniskus medialis dan lateralis. f) Ligamen menisci lateralis terletak di belakang meniscus lateralis ke ligamen cruciatum posterius. Semua ligamen tersebut berfungsi sebagai fiksator dan stabilisator sendi lutut (Tim Anatomi Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY, 2011). Sedangkan otot yang berada pada paha dan lutut dapat digolongkan sesuai dengan golongan kontraksinya sebagai berikut : a) Musculus semitendinosus, musculus semi membranosus, musculus bicep femoris, musculus gracilis, musculus sartorius, musculus popliteus, dan musculus gastrocnemius, otot-otot ini bekerja saat sendi lutut melakukan gerakan fleksi yang mana letak otot-otot tersebut menyilangi aksis transversal disebelah dorsal. b) Musculus quardiceps femoris dan musculus tensor fasciae bekerja ketika artikulatio genu (lutut) melakukan gerakan 22

36 ekstensi. Otot-otot ini menyilangi aksis transversal disebelah dorsal. c) Bagian anterior Otot yang bekerja pada bagian ini adalah musculus rectus femoris, musculus vastus medialis, musculus vastus lateralis, dan musculus vastus imntermedius (Tim Anatomi FIK UNY, 2011). d) Bagian posterior Bada bagian ini yang bekerja adalah musculus biceps femoris, musculus semi tendinosus, musculus semi membranosus, dan musculus gastrocnemius. e) Bagian medial Pada bagian ini terdapat musculus sartorius. f) Bagian lateral Pada bagian ini terdapat musculus tensorfacialate Gambar 9. Ligament transversum genus (Sumber : diakses pada tanggal, 14 februari 2017 pukul 21:10WIB) 23

37 Gamabr10. Ligament transversum genus (Sumber: d741f101f69ff180c2458fd0ad6a22ea5ea.jpg diakses pada tanggal, 14 februari 2017 pukul 21:10WIB) 5) Meniscus Meniscus terdiri jaringan penyambung dengan bahan-bahan serabut kolagen yang juga mengandung sel-sel seperti tulang rawan. Meniscus ini disuplai oleh pembuluh darah dari A. genu inferior dan A. genu medial, bersama-sama membentuk arcade arteria perimeniscus marginalis (Tim Anatomi FIK UNY,2011) Meniscus ini dibagi menjadi 2 : Meniscus medialis berbentuk semi sirkularis (setengah lingkaran) dan bersatu dengan ligamentum collaterale tibiae. Meniscus medialis lebih lebar di posterior daripada anterior, karena itu crus anterior lebih tipis dari pada crus anterior. Meniscus lateralis hampir berbentuk sirkular (lingkaran). Meniscus lateral lebih mudah bergerak 24

38 daripada meniscus medial dan meniscus ini tidak menyatu dengan ligamentum collateral fibulare oleh karena itu ini kurang mendapat regangan pada bermacam-macam gerakan. Gambar 11. meniscus (Sumber : diakses pada tanggal, 14 februari 2017 pukul 21:10WIB ) 6) Biomekanik Sendi Lutut Menurut Novita Intan Arovah (2010 : 32), sendi lutut mempunyai dua derajat kebebasan gerak yaitu fleksi dan ekstensi pada bidang sagital dengan sumbu gerak medial lateral dan rotasi pada bidang transversal atau longitudinal dengan sumbu gerak vertikal. Nilai ROM gerak fleksi dari 120 sampai 150 tergantung pada ukuran massa otot pada betis yang kontak dengan bagian posterior paha. Pada pria normal yang berusia 18 bulan sampai 54 tahun, Boone dan Azen (1979) meneliti bahwa nilai ROM rata-rata gerakan fleksi adalah 143 (SD = 5,4). Ketika hip ekstensi, ROM fleksi lutut berkurang karena keterbatasan pada otot rectus femoris yang bagian proksimalnya 25

39 berada pada spina iliaca anterior inferior. Hiperekstensi minimal dan tidak normal ketika mencapai 15. Secara normal ketika lutut bergerak ke arah ekstensi, terjadi gerakan eksternal rotasi sekitar 20 di mana femur terfiksir. Gerakan yang dapat diamati pada akhir 20 ekstensi lutut dinamakan terminal rotasi lutut atau screw home mechanism. Ini merupakan gerakan yang terjadi baik pada gerakan ekstensi lutut secara aktif atau pasif dan tidak dapat dihasilkan atau dicegah secara volunter. Pada gerakan dengan closed-chain seperti saat berdiri dari kursi, terminal rotasi terjadi pada internal rotasi femur pada tibia yang terfiksir. Mekanisme ini memberikan stabilitas mekanik untuk menahan tekanan yang timbul pada bidang sagital. Juga untuk mempertahankan posisi tegak tanpa kontraksi otot quadriceps dan menahan tekanan depan-belakang ketika ekstensi lutut ketika kekuatan otot berkurang. Meskipun nilai terminal rotasi pada lutut kecil seperti pada rotasi aksial tetapi penting pada fungsi lutut yang normal (Novita Intan Arovah, 2010). b. Patofisiologi cedera lutut Secara umum patofisiologi cedera berawal dari ketika sel mengalami kerusakan, sel akan mengeluarkan mediator kimia yang merangsang terjadinya peradangan. Mediator tadi antara lain berupa histamin, bradikinin, prostaglandin, dan leukotrien. Mediator kimia 26

40 tersebut menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah serta penarikan populasi sel-sel kekebalan pada lokasi cedera yang secara fisiologis dikenal dengan peradangan (Novita Intan Arovah, 2010), sedangkan menurut Wara Kushartanti (2008:3), segera setelah terjadi cedera, terjadi proses peradangan sebagai mekanisme pertahanan tubuh. Peradangan ditandai dengan rasa panas, merah, bengkak, nyeri, dan hilangnya fungsi. Panas dan warna merah ditempat cedera disebabkan karena meningkatnya aliran darah dan metabolisme di tingkat sel. Pembengkakan akan terjadi di daerah cedera karena kerja agen-agen inflamasi dan tingginya konsentrasi protein, fibrinogen, dan gamma globulin. Cairan akan mengikuti protein, keluar sel dengan cara osmosis, sehingga timbul bengkak. Kemudian rasa nyeri disebabkan oleh iritan kimiawi yang dilepaskan di tempat cedera. Nyeri juga terjadi akibat meningkatnya tekanan jaringan karena bengkak yang akan mempengaruhi reseptor saraf, dan menyebabkan rasa nyeri (The Athlete Project, 2005). Ketika seseorang mengalami cedera maka terjadi kerusakan struktur jaringan sekitarnya dan menimbulkan banyak problem diantaranya: 1) Nyeri Nyeri timbul segera setelah cedera ketika adanya aktivitas pembebanan pada jaringan seperti pada ektensi maupun fleksi 27

41 lutut atau pada penguluran ligamen kolateral medial, dimana daerah yang mengalami robekan terproteksi dengan timbulnya iritan noxious yang mengisyaratkan adanya suatu kerusakan jaringan. Ujung-ujung saraf pada daerah tersebut mengeluarkan tachykinine yang mengakibatkan sensitisasi yang ditimbulkan dari mekanosensori. 2) Sweling atau inflamasi Inflamasi atau peradangan dapat timbul setelah jam setelah cedera yang merupakan suatu reaksi setempat daripada jaringan tubuh terhadap trauma atau rangsangan yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari yang bersirkulasi ke dalam jaringan-jaringan interstisial pada daerah cedera atau ischemik. Adanya peradangan tersebut akan menimbulkan iritasi kimiawi, pelengketan antara jaringan. Sistem metabolisme terganggu, gangguan keseimbangan asam basa jaringan, spasme otot dan timbul rasa nyeri 3) Kekauan Kekakuan disebabkan oleh spasme otot tonik yang bertanda adanya proteksi cedera pada sekeliling otot-otot tersebut. Kekakuan terproteksi pada ruang gerak sendi yang terbatas baik gerak aktif maupun pasif, pada ekstensi lutut secara pasif ruang gerak sendi terbatas dengan rasa nyeri yang tajam menyebar ke sekeliling lutut dan sampai ke proximal maupun ke distal ( Wara 28

42 Kushartanti, 2002). Setelah cedera terjadi, pasien mengalami gangguan gerak dan fungsi tergantung dari derajat kerusakan yang diakibatkan oleh cedera tersebut. Menurut Bambang Priyonoadi (142:2005), cedera ligamen dapat dikelompokkan menjadi 3 derajat berdasarkan derajat kerusakannnya, yaitu: 1). Derajat I, ditandai dengan : a) Cedera ringan, nyeri ringan, sedikit bengkak, dan mungkin muncul kekakuan sendi. b) Stretch ligamen atau robekan kecil pada ligamen. c) Biasanya terjadi pada ligamen krusiatum anterior. d) Penurunan fungsi yang minimal. e) Dapat kembali beraktivitas dalam beberapa hari setelah cedera (dengan menggunakan brace atau taping). 2). Derajat II, ditandai dengan : a) Nyeri yang sedang sampai nyeri hebat, pembengkakan, dan muncul kekakuan sendi. b) Robekan parsial pada ligamen sendi. c) Penurunan fungsi yang cukup berat dengan kesulitan berjalan. d) Membutuhkan waktu 2 3 bulan sebelum memperoleh kembali kekuatan dan stabilitas sendi. 3). Derajat III, ditandai dengan : 29

43 a) Timbul nyeri hebat setelah cedera, yang kemudian diikuti oleh sedikit nyeri atau tanpa nyeri akibat kerusakan total dari serabut saraf. b) Pembengkakan yang besar dan sendi menjadi kaku selama beberapa jam setelah cedera. c) Ruptur secara komplit pada ligamen kolateral (laxity yang berat). d) Biasanya memerlukan beberapa bentuk imobilisasi selama beberapa minggu. e) Hilangnya fungsi secara komplit (functional disability) dan memerlukan kruk. f) Biasanya memerlukan terapi konservatif dengan program rehabilitasi exercise, tetapi dalam jumlah yang kecil memerlukan pembedahan. g) Masa recovery selama 4 bulan Sementara itu, cedera kronik ligamen dapat terjadi pada penderita atau olahragawan yang mengalami overstretch (injury) ringan dan terjadi berulang kali tanpa mendapatkan pengobatan yang adequat. Cedera ini sering menjadi cedera kronik karena pasien tidak begitu memperhatikan cedera yang dialaminya sehingga tidak diobati atau mendapatkan pengobatan yang tidak adequat. Pada cedera kronik ligamen, nyeri yang dirasakan adalah dull aching (sakit tumpul), bersifat intermitten atau kadang-kadang konstan, nyeri cenderung 30

44 meningkat jika melakukan aktivitas atau olahraga yang melibatkan lutut (Ikhwan Zein,8:2016). c. Klasifikasi dan mekanisme cedera Secara fisiologis rasa nyeri terjadi oleh karena kerusakan jaringan, atau penyakit yang mengawali perubahan kimiawi dan elektris di dalam tubuh. Bila terdapat interaksi rangsangan mekanik, kimia dan suhu terhadap nicoseptor, maka tubuh akan menghantar rangsangan tersebut melalui aliran listrik pada ujung saraf sensori. Nyeri akibat cedera ligamen kollateral media adalah nyeri yang dirasakan pada sisi bagian dalam dari sendi lutut akibat adanya overstrertch pada ligamen colateral media sendi lutut. Adanya overstrertch pada ligamen kolateral menyebabkan cedera atau kerusakan pada ligamen tersebut, sehingga merangsang serabut saraf afferen bermyelin tipis (serabut saraf A delta dan tipe C). Implus tersebut dibawa ke ganglia akar saraf dorsalis dan merangsang produksi P substance yang memicu terjadinya reaksi radang. Kemudian implus tersebut dibawa ke cornum dorsalis medula spinalis dan dikirim ke level SSP yang lebih tinggi melalui traktus spinothalamicus (Novita Intan, 2010). Padsa level SSP yang lebih tinggi (cortex sensorik, hipothalamus, & limbik system) implus tersebut mengalami proses interaksi yang kemudian menghasilkan suatu perasaan subjektif yang dikenal dengan persepsi nyeri. Nyeri yang ditimbulkan akan 31

45 menyebabkan spasme otot dan keterbatasan lingkup gerak sendi. Jika hal ini tidak ditanggani dengan baik maka akan timbul kelemahan otot, kontraktur dan akhirnya kaku sendi. Selain itu akibat dari spasme otot-otot dan keterbatasan ruang gerak sendi akan mengalami pemendekatan cupsulo ligamenter sendi, sehingga menimbulkan nyeri rengang. d. Proses Penyembuhan Cedera Lutut Menurut Ikhwan Zein (12:2016), pada saat tubuh mengalami kerusakan jaringan atau luka maka akan terjadi peradangan yang ditandai dengan nyeri, bengkak, panas kemerahan dan gangguan fungsi. Hal ini perlu diuraikan sehubungan dengan patofisiologi cedera ligamen dan nantinya peneliti dapat menyesuaikan tahapantahapannya dengan usaha penyembuhan berdasarkan modalitas yang diterapkan. Adapun fase fase penyembuhan luka secara fisiologis adalah sebagai berikut : 1) Fase Perdarahan Fase perdarahan adalah fase yang terjadi antara menit setelah terjadi trauma. Pada fase tahap ini perdarahan berhenti setelah dikeluarkan fibrin untuk menutupi luka. Pada fase ini ditandai dengan keluarnya hematoma dan keluarnya zat zat iritan. 2) Fase Peradangan 32

46 Fase peradangan adalah fase yang terjadi antara jam setelah trauma. Fase peradangan aktif ditandai dengan radang tinggi dengan gejala gejala panas, merah dan bengkak pada daerah trauma. Pada fase ini terjadi aktualitas nyeri yang tinggi di mana fase ini sebagai awal dari proses penyembuhan luka. 3) Fase Regenerasi Pada fase ini terdiri dari tiga fase : a) Fase proliferasi (2 4) hari Pada fase ini ditandai dengan menurunnya rasa nyeri, jumlah protein pertahanan tubuh banyak dan jumlah fibroblast meningkat. Pada fase ini juga terjadi rekonstruksi jaringan pembentukan jaringan permukaan dan memberikan kekuatan pada daerah trauma. Sel sel lain peningkatan, juga terjadi peningkatan sel sel macrophage dan sel sel endothelial untuk membentuk pembuluh pembuluh darah baru yang terkenal dengan proses angiogenesis. b) Fase produksi (4 hari 3 minggu) Pada fase ini ditandai dengan penurunan proses pertahanan tubuh, diikuti dengan peningkatan fibroblast yang tinggi, telah terjadi pelekatan kolagen dan jaringan granulasi baru serta peningkatan oksigenisasi pada daerah cedera. Beberapa fibroblast terbentuk menjadi myofibroblast yang memberikan efek wound contraction. 33

47 c) Fase remodeling (3 minggu 3 bulan) Fase ini merupakan fase pembentukan jaringan yang normal. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrous dan kekurangan vaskuler untuk membentuk jaringan fibrous yang rapat seperti scar tissue. Selama tiga minggu kekuatan pada daerah yang cedera sekitar 15%. Proses ini berlanjut sampai tiga bulan hingga terjadi pembentukan jaringan yang baru. Jumlah pembuluh darah berkurang untuk mempertahankan viabilitas jaringan. Arteri, vena dan lympa berkembang kembali dan terjadi regenerasi pada serabut saraf yang kecil (Jacob et al, 2008). e. Penanganan cedera Menurut Aderson et al (2009), untuk dapat memastikan cedera ligamen kolateral medial sendi lutut memerlukan pemeriksaan spesifik yang akurat : 1). Tahapan pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik cedera ligamen kolateral medial sendi lutut dimulai dari pemeriksaan inspeksi yang dilakukan saat pasien sedang berdiri dan inspeksi sambil telentang, Pemeriksaan palpasi lutut yang sedang inflamasi adalah mengamati gejala dan tanda radang seperti pembengkakan, kemerahan, panas, dan nyeri. Pembengkakan dan kemerahan harus terbukti dengan 34

48 pemeriksaan. Nyeri diperoleh dari keluhan riwayat pasien dan panas dengan palpasi. 2). Tes Khusus Untuk Cedera Ligamen Sendi Lutut Fisioterapi dapat langsung mendiagnosa cedera pada ligamen kolateral medial sendi lutut ini dangan melihat bagaimana cedera terjadi dengan disertai pemeriksaan fisik. Ada beberapa jenis tes pemeriksaan sendi lutut. Setiap tes pemeriksaan khusus untuk cedera ligamen. Empat tes kusus untuk mendiagnosa kerusakan pada ligamen adalah anterior drawer test, posterior drawer test, lachman test, tes valgus dan tes varus. Jika terdapat laxity (kelemahan) pada ligamen ini maka hasilnya positf berarti terdapat kerusakan pada ligamen. 2. Terapi Modalitas Fisioterapi Menurut Novita Intan (1:2010) menerangkan bahwa, fisioterapi merupakan bagian dari ilmu kedokteran yang berupa intervensi fisik nonfarmakologis dengan tujuan utama kuratif dan rehabilitatif gangguan kesehatan. Fisioterapi atau Terapi Fisik secara bahasa merupakan teknik pengobatan dengan modalitas fisik (fisika). Beberapa modalitas fisik yang terdapat dipergunakan antara lain : listrik, suara, panas, dingin, magnet, tenaga gerak dan air. Tujuan terapi pada fisioterapi sangat bervariasi. Pada kasus cedera, fisioterapi dilakukan untuk meningkatkan kekuatan otot, mempercepat proses penyembuhan, 35

49 mengurangi rasa nyeri, serta mengembalikan mobilitas dan ketahanan kerja otot pasca cedera. Beberapa teknik fisioterapi yang sering digunakan meliputi : a. Elektro Terapi Elektroterapi merupakan terapi dengan mempergunakan impuls listrik untuk menstimulasi saraf motorik ataupun untuk memblok saraf sensorik. Salah satu jenis elektroterapi yang sering dipergunakan untuk pengobatan adalah transcutaneous electro nerve stimulation (TENS). TENS mempergunakan listrik bertegangan rendah yang disuplai dari suatu alat portabel bersumber daya baterai. Dua elektroda pada alat ini dihubungkan pada bagian yang nyeri sehingga bagian tersebut teraliri impuls listrik yang akan menjalar pada serabut saraf untuk mengurangi kepekaan terhadap rangsang nyeri. Alat ini sering dipergunakan untuk mengatasi nyeri pada tendonitis dan bursitis. Selain TENS, shortwave diathermy sering juga dipergunakan dalam praktek fisioterapi. Alat ini mempergunakan arus listrik frekuensi tinggi untuk meningkatkan suhu pada kulit. Bagian-bagian tubuh yang besar seperti punggung dan pinggang dapat diterapi dengan shortwave diathermy karena penetrasi suhu dapat lebih dalam daripada mempergunakan metode terapi panas non-electric (Novita Intan, 2010 :8). 36

50 b. Coldtherapy Aplikasi dingin pada area radang dapat mengurangi kepekaan syaraf yang pada gilirannya akan mengurangi rasa nyeri. Metode ini paling sering dipergunakan pada keadaan akut sebagai bagian dari sistem RICE (Rest-Ice-Compression-Elevation). Metode ini dapat dilakukan dengan mempergunakan es atau sprai vapocoolant (Novita Intan,2010:8). c. Thermotherapy Menurut Novita Intan (2010:7-8) menerangkan bahwa thermotherapy merupakan terapi dengan menggunakan suhu panas biasanya dipergunakan dengan kombinasi dengan modalitas fisioterapi yang lain seperti exercise dan manual therapy. Udara lembab yang hangat dapat dipergunakan untuk mengurangi kekakuan dan nyeri otot. Heat therapy dapat dilakukan dengan mempergunakan berbagai cara, antara lain dengan menggunakan kantung panas (hot packs), handuk hangat, botol air panas, alat ultrasound, alat infra-red dan bak parafin cair. Terapi ini juga dapat dikombinasikan dengan hydrotherapy karena air yang hangat dapat mengendurkan otot, sendi serta meningkatkan jangkauan sendi. 37

51 3. Stretching a. Pengertian Stretching Stretching menurut kamus besar bahasa indonesia adalah peregangan. Peregangan sebelum melakukan aktivitas fisik adalah standar dari semua tingkatan olahraga, baik yang bersifat kompetitif ataupun rekreasional. Stretching atau peregangan merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu manuver terapeutik yang bertujuan untuk memanjangkan struktur jaringan lunak yang memendek secara patologis maupun non patologis sehingga dapat meningkatkan Luas Gerak Sendi (LGS) (Jhonson, 2002). Pada umumnya stretching dibagi dalam dua kelompok yaitu aktif stretching (peregangan aktif) latihan fleksibilitas dan pasif stretching (peregangan pasif). Ada 2 hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan stretching, yaitu fleksibilitas dan peregangan berlebih/overstretch. Fleksibilitas adalah kemampuan untuk menggerakan sendi atau beberapa sendi melalui LGS yang bebas nyeri. Menurut Sandor J (2007: 31) fleksibilitas bergantung pada ekstensibilitas otot, yang menyebabkan otot dapat melewati suatu sendi dengan rileks, memanjang dan berada dalam medan gaya stretch. Arthrokinematik dari sendi yang bergerak serta kemampuan jaringan konektif periartikular untuk berubah bentuk (memanjang) juga mempengaruhi LGS sendi dan fleksibilitas secara 38

52 keseluruhan. Seringkali istilah fleksibilitas digunakan merujuk lebih spesifik pada kemampuan unit muskulotendinogen untuk memanjang sebagaimana segmen tubuh atau sendi bergerak melalui LGS penuh (Jhonson,2002). Fleksibilitas dinamik merupakan LGS yang dilakukan sendi secara aktif. Aspek fleksibilitas ini bergantung pada derajat LGS sendi yang dihasilkan oleh kontraksi otot dan besarnya tahanan jaringan yang terulur selama pergerakan aktif. Fleksibilitas pasif merupakan derajat LGS sendi yang secara pasif dapat digerakkan melalui LGS yang ada dan bergantung pada ekstensibilitas otot dan jaringan konektif yang melewati dan mengelilingi sendi. Pasif fleksibilitas biasanya merupakan prasyarat untuk dinamik fleksibilitas, tetapi tidak mutlak. Sementara peregangan berlebih/overstretch adalah suatu peregangan melampaui LGS normal sendi dan jaringan lunak di sekitarnya sehinga menghasilkan hipermobilitas. Overstretch diperlukan bagi orang-orang tertentu yang sehat dengan kekuatan dan stabilitas normal yaitu orang-orang tertentu berperan aktif dalam olahraga yang memerlukan fleksibilitas berlebihan. Overstretch menjadi abnormal ketika struktur penopang sendi dan kekuatan otot di sekitar sendi tidak cukup dan tidak dapat mempertahankan stabilitas sendi dan posisi fungsional selama 39

53 aktivitas. Kondisi ini seringkali dikenal sebagai stretch weakness. Menurut Titie Juliantie dkk (2007, 13) peregangan/ stretching diindikasikan untuk berbagai kasus antara lain: 1) Miostatik kontraktur: merupakan kasus yang paling sering terjadi, biasanya tanpa disertai patologis pada jaringan lunak (soft tissue) dan dapat diatasi dengan gentle stretching exercise dalam waktu yang pendek misalnya pada otot hamstring, otot rektus femoris dan otot gastroknemius. 2) Scar Tissue Contracture Adhession: paling sering terjadi pada kapsul sendi bahu dan bila pasien menggerakkan bahu terdapat nyeri sehingga pasien cenderung melakukan imobilisasi akibatnya kadar glikoaminoglikans dan air dalam sendi berkurang sehingga fleksibilitas dan ekstensibilitas sendi berkurang. 3) Fibrotic Adhession: kasus yang lebih berat dari kondisi kedua di atas karena biasanya bersifat kronis dan terdapat jaringan fibrotik sepeti pada kondisi tortikolis. 4) Kontraktur: biasanya digunakan untuk mengembalikan lingkup gerak sendi dengan tindakan operatif karena dengan penanganan manual tidak menghasilkan dampak yang baik. Sementara kontraindikasi dari stretching antara lain: 40

54 1) Terdapat fraktur yang masih baru pada daerah persendian otot yang akan diregang. 2) Post imobilisasi yang lama karena otot sudah kehilangan tensile strength, 3) Ditemukan adanya tanda-tanda inflamasi akut. Instruktur fisik, terapis, dan pelatih merekomendasikan stretching sebagai usaha untuk meningkatkan performa dan mencegah cedera. Karena itu, peregangan harus diterapkan dalam proses pemanasan dan pendinginan saat latihan. Kebanyakan orang yang melakukan aktivitas olahraga, menjadikan pencegahan cedera sebagai hal yang sangat penting. Bahkan latihan peregangan tidak memberikan efek buruk pada performa seseorang. (Weldon and Hill : 2003). Fleksibilitas adalah dasar dari jaringan tubuh yang menentukan rentang gerak dicapai tanpa cedera pada sendi atau kelompok sendi. Ada beberapa metode peregangan (stretching) yang bertujuan untuk meningkatkan fleksibilitas seperti pasif, statis, isometrik, balistik, dan proprioseptif neuromuscular facilitation (PNF). Stretching pasif dan PNF membutuhkan bantuan dari orang kedua untuk melakukannya. Teknik PNF mungkin dapat meningkatkan resiko cedera berulang karena memberikan daya tahan lebih pada hasil akhirnya. Metode tersebut sangat efektif 41

55 untuk meningkatkan rentang gerak sendi. (American Collage of Sports Medicine, 1998). Peregangan pasif (passive stretching) merupakan suatu teknik peregangan di mana Anda dalam keadaan rileks dan tanpa mengadakan kontribusi pada daerah gerakan. Malahan, kekuatan (tenaga) eksternal dapat dibangkitkan oleh alat, baik dengan cara manual maupun mekanis. Di antara manfaat yang dapat diperoleh dari peregangan pasisf tersebut adalah: 1) Teknik ini efektif apabila otot agonist (yaitu otot utama yang berperan dalam gerakan yang terjadi) dalam kondisi yang terlalu lemah untuk menerima respon gerakan. 2) Teknik ini efektif apabila percobaan-percobaan tidak berhasil untuk menghalangi otot-otot yang ketat (otot-otot antagonist). 3) Arah lamanya waktu melakukan peregangan dan intensitasnya dapat diukur. 4) Dapat memajukan kekompakan tim bilamana peregangan tersebut dilakukan bersama-sama dengan atlet lainnya. b. Penatalaksanaan Sebelum melakukan progam stretching, seseorang harus yakin keadaannya tidak kontraindaksi terhadap stretching. Pertimbangkan kombinasi latihan stretching dengan modalitas fisioterapi lain seperti hot pack atau hydroterapy. Selama stretching bantuan dari ahli terapi harus kuat akan tetapi harus 42

56 menjaga kenyamanan penderita. Bila perlu dilakukan stabilisasi sendi antara lain: 1) Stretching melintasi satu persendian bila diperlukan stretching pada otot. 2) Stretching dilakukan secara perlahan tapi dalam jangka waktu yang mencukupi. 3) Gerakan pada latihan stretching dihentikan bila terasa nyeri. 4) Pada latiihan stretching statis, posisi gerakan ditahan selama 30 detik. 5) Jika tegangan otot sudah berkurang, jangkauan gerakan secara bertahap bertambah. 6) Penghentian latihan dilakukan secara bertahap dan perlahan. Setelah jangkauan gerak membaik, kontrol aktif otot diperlukan untuk kemampuan gerak jangka panjang. Stretching pada cedera lutut: Tabel 1. Stretching lutut, Sumber: Harun (2015:14). Latihan Otot Petunjuk Latihan Peresap an 1 Hamstring Stetch Hamstring Posisi duduk, luruskan tungkai, dengan jari kaki ditarik proksimal. Condongkan badan ke arah bawah, hinggga otot hamstring tertarik minimal. Pertahankan relaks, ulangi. Hold s Set Gastcors and Hams Gastrocnemeu, hamstring Posisi duduk, luruskan tungkai dengan jari kaki ditarik proksimal dengan tangan. Condongkan Hold s Set

57 badan ke arah lutut, hingga terasa otot hamstring tertarik minimal. Pertahanlan, relaks, ulangi. 3 Knee to Chest Gluteus Posisi tidur telentang. Dorong lutut ke arah badan dengan menggunakan lengan. Tahan, relaks, ulangi. Hold s Set Piriformis Stretch Piriformis Posisi tidur telentang. Letakkan tungkai kanan di atas paha kiri. Dorong dengan tangan tungkai kiri ke arah badan hingga terasa otot piriformis kanan tertarik. Tahan, relaks, ulangi Hold s Set IT Band Stretch IT band, piriformis Posisi duduk, silangkan tungkai kanan pada tungkai kiri. Selipkan lengan kiri pada lutut kanan. Dororng tungkai kanan dengan siku sambal putar badan ke arah kanan. Pertaankan, relaks, ulangi. 6 Butterfly Stretch Hip adductor Posisi duduk bersila dengan menyatukan kedua telapak kaki dan tarik mendekati badan. Condongkan badan ke arah depan, hingga otot tertarik. Pertahankan, relaks, ulangi. 44

58 7 Quads Stretch Quadriceps Posisi berdiri dengan tungkai kiri di depan, kaki kiri di belakang. Turunkan tungkai, kaki depan posisi 90 o. Dorong (tekan)badan ke arah depan, hingga otot quadriceps terasa tertarik. Pertahankan, relaks, ulangi. 4. Terapi latihan a. Pengertian Terapi Latihan Menurut kamus besar bahasa Indonesia, terapi adalah usaha untuk memulihkan orang yang sedang sakit, dan latihan adalah salah satu proses yang sistematis dari program aktivitas gerak jasmani yang dilakukan dalam waktu relatif lama dan berulang-ulang, ditinggikan secara progresif (bertahap) dan individual yang mengarah pada ciri-ciri fungsi fisiologis dan psikologis untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan (Titie Juliantie, 2007: 24). Terapi latihan adalah aktivitas olahraga yang memerlukan latihan terukur dengan diawasi oleh dokter olahraga dan instruktur olahraga (Ali Satia Graha dan Bambang Priyonoadi, 2009: 71), sedangkan menurut Wara Kushartanti (2009: 3) menyatakan bahwa, terapi latihan adalah latihan fleksibilitas, kekuatan, dan daya tahan otot yang ditujukan untuk meningkatkan ROM, kekuatan, dan daya tahan pada daerah kaki dan tungkai bawah, lutut, dan tungkai atas, serta bahu, dan lengan lebih baik. 45

59 Terapi latihan adalah salah satu metode fisioterapi dengan menggunakan gerakan tubuh baik secara aktif maupun pasif untuk pemeliharaan dan perbaikan kekuatan, ketahanan dan kemampuan kardiovaskuler, mobilitas, dan fleksibilitas, stabilitas, rileksasi, koordinasi, keseimbangan dan kemampuan fungsional. Sedangkan menurut Novita Intan Arovah (2010: 93), terapi latihan kelenturan (fleksibilitas) untuk meningkatkan range of Motion (ROM), latihan strectching berguna untuk meningkatkan mobilitas, latihan pembebanan (strengthening) berguna untuk peningkatan fungsi, dan latihan aerobik untuk meningkatkan kardiovaskuler. Terapi latihan merupakan suatu teknik fisioterapi untuk memulihkan dan meningkatkan kondisi otot, tulang, jantung, dan paru-paru agar menjadi lebih baik, faktor penting yang berpengaruh pada efektifitas program terapi latihan adalah edukasi dan keterlibatan pasien secara aktif dalam rencana pengobatan yang telah terprogram. Pemberian terapi latihan baik secara aktif maupun pasif, baik menggunakan alat maupun tanpa menggunakan alat, dapat memberikan efek naiknya adaptasi pemulihan kekuatan tendon, ligamen, serta dapat menambah kekuatan otot, sehingga dapat mempertahankan stabilitas sendi dan menambah luas gerak sendi, manfaat terapi latihan yang lain adalah membantu untuk pemulihan cedera seperti kontraksi otot, keseleo, pergeseran sendi, putus tendon, dan patah tulang, supaya dapat beraktivitas kembali tanpa 46

60 mengalami kesakitan dan kekakuan otot (Bambang Priyonoadi, 2009: 71). Beberapa pedoman melakukan terapi latihan menurut Richard Sandor (2007: 1) meliputi: (1) terapi latihan dilakukan secara bertahap, (2) jangan lanjutkan ke langkah berikutnya sampai pada langkah sebelumnya bila masih merasa sakit, (3) terapi latihan dilakukan dalam batas-batas nyeri. Melakukan latihan mempunyai berbagai manfaat, baik secara langsung maupun tidak langsung (memperbaiki pasien secara menyeluruh). Manfaat langsung adalah meningkatkannya mobilitas sendi dan memperkuat otot yang menyokong dan melindungi sendi, mengurangi nyeri dan kaku sendi. Menurut Tite Juliantie, dkk (2007: 24), manfaat dari latihan meliputi: 1) akan ada peningkatan dalam kemampuan sistem sirkulasi dan kerja jantung, 2) terjadi peningkatan dalam kekuatan, dan komponen kondisi fisik lainnya, 3) akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi gerak ke arah yang lebih baik, 4) waktu pemulihan akan lebih cepat, 5) respon gerak akan lebih cepat apabila dibutuhkan. Terapi latihan adalah salah satu upaya pengobatan dalam penyembuhan cedera atau rehabilitasi yang pelaksanaannya menggunakan ROM (Range of Motion) baik secara aktif maupun pasif. Tujuan dari terapi latihan adalah rehabilitasi untuk mengatasi gangguan fungsi dan gerak, mencegah timbulnya komplikasi, 47

61 mengurangi nyeri dan oedem serta melatih gerakan sendi. Perawatan rehabilitasi pada pasien cedera mencakup terapi fisik, yang terdiri dari berbagai macam tipe latihan; latihan isometrik otot serta latihan ROM (Range Of Motion) aktif dan pasif (Hendrik H. Damping, 2012: 24). Dari uraian pengertian terapi latihan, dapat disimpulkan bahwa terapi latihan usaha untuk memulihkan kesehatan seseorang dengan jalan program aktivitas gerak yang dilakukan secara terprogram untuk mengarah sasaran yang telah ditentukan. Terapi latihan biasa diberikan dengan 2 tahapan, yaitu: pemberian latihan tanpa menggunakan pembebanan dan latihan dengan menggunakan pembebanan (Ali Satia Graha, 2009: 71). b. Terapi Latihan untuk Cedera Lutut Tabel 2. Terapi latihan untuk cedera lutut yaitu ROM Exc. Pain Free, Sumber : Harun (2015:13). no Latihan Petunjuk Latihan Peresapan Keterangan 1 Assisted Prone knee flexion Posisi tengkurap, letakkan tungkai yang cedera di atas tungkai normal. Tekuk lutut didorong dengan tungkai yang normal 2 Assisted knee extension Posisi telentang atau duduk, letakkan tungkai yang cedera pada tungkai yang normal. Ekstensikan lutut menggunakan tungai yang normal. 3 Assisted heel slide Posisi duduk dengan kaki lurus, kaitkan tali atau sabuk pada 5-10 reps 2 sets 5-10 reps 2 sets 5-10 reps 2 sets Lakukan gerakan tanpa rasa nyeri Lakukan gerakan tanpa rasa nyeri Lakukan gerakan tanpa rasa 48

62 telapak kaki yang cedera. Tarik (fleksikan)tali secara perlahan mendekati badan hingga titik nyeri, kemudian turunkan kembali. nyeri c. Jenis Jenis Terapi Latihan Terapi latihan digunakan untuk pemulihan cedera seperti kontraksi otot, pergeseran sendi, robek tendon dan patah tulang supaya dapat beraktivitas normal kembali tanpa mengalami sakit dan kekakuan otot seperti yang diungkap Ali Satia Graha dan Bambang Priyonoadi (2009: 71), sedangkan menurut BM. Wara Kushartanti (2009: 3) terapi latihan adalah latihan fleksibilitas, kekuatan dan daya tahan otot yang ditujukan untuk meningkatkan ROM, sehingga kekuatan dan daya tahan pada daerah kaki dan tungkai bawah, lutut dan tungkai atas, serta bahu dan lengan lebih baik. Komponen dasar terapi latihan meliputi latihan fleksibilitas, kekuatan dan daya tahan otot. Dari terapi latihan di atas ada 3 komponen yang mendasar untuk terapi latihan: 1) Latihan Fleksibilitas (Latihan ROM) Fleksibilitas adalah kemampuan seseorang untuk dapat melakukan gerak dengan ruang gerak seluas-luasnya dalam persendiannya (Sukadiyanto, 2002: 119). Latihan fleksibilitas merupakan teknik dasar yang digunakan untuk meningkatkan jangkauan gerak (ROM). Fleksibilitas dipengaruhi oleh bentuk 49

63 sendi, elastisitas otot, dan ligamen. Latihan untuk mendapatkan fleksibilitas adalah melalui Stratching. Jangkauan gerak dipengaruhi oleh jangkauan sendi dan jangkauan otot. Jangkauan sendi dideskripsikan dalam istilah fleksi, ekstensi, abduksi aduksi dan rotasi (Yunyun Yudiana, Herman Subardjah, dan Tite Juliantine, 2007 : 9). b. Latihan Kekuatan Kekuatan otot merupakan kemampuan jaringan otot untuk mnghasilkan tekanan (resistensi) dari pembebanan terhadap otot tersebut. Latihan kekuatan merupakan prosedur sistematik berupa pembebanan kerja otot yang dilakukan secara repetitif pada waktu tertentu. Adaptasi otot yang terjadi pada proses pembebanan adalah hipertrofi otot yang merupakan hasil akhir dari adaptasi neural. Latihan penguatan otot tidak hanya menghasilkan kekuatan otot, namun juga mengurangi tekanan pada persendian. Ketika otot telah berkembang menjadi kuat, maka akan mengontrol dengan baik gerakan tulang belakang dan anggota tubuh lainnya (Wara Kushartanti, 2009: 6). Metode latihan penguatan terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu metode isotonis, isometrik, dan isokinetis. Seperti yang diungkap Dikdik Zafar Sidik dan H.Y.S Santosa Giriwijoyo (2012: 204), kontraksi isotonis selalu didahului oleh kontraksi isometrik sampai ketegangan yang ditimbulkan dapat mengatasi beban 50

64 luar yang harus diangkat, semmakin berat beban luar yang harus diangkat, semakin panjang dan semakin besar komponen kontraksi isometriknya. c. Latihan Ketahanan Ketahanan otot merupakan kemampuan untuk melakukan kerja intensitas rendah secara repetitif pada jangka waktu yang lama. Latihan ketahanan dilakukan dengan jalan pembebanan dengan beban ringan pada jangka waktu yang lama. Secara keseluruhan, terapi latihan merupakan aktifitas fisik yang sistematis dan bertujuan untuk memperbaiki dan mencegah fungsi gangguan tubuh akibat cedera, memperbaiki kecacatan, mencegah atau mengurangi faktor resiko gangguan kesehatan, mengoptimalkan status kesehatan dan kebugaran (Novita Intan Arofah, 2010: 90). d. Range of Motion Range of motion (ROM) adalah gerakan dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh sendi yang bersangkutan (Suratun, dkk,2008: 11). Range Of Motion adalah rentang fleksibilitas gerak sendi tubuh pada manusia. Cara pengukuran ROM dengan jumlah derajat dari posisi awal ke posisi akhir dengan gerakan maksimal dari suatu gerakan sendi, sedangkan menurut Lance T. Twomey (2000: 74) mengatakan bahwa Range of Motion (ROM) adalah 51

65 suatu teknik dasar yang digunakan untuk menilai gerakan akhir dan gerakan awal dalam suatu program terapi. Gerakan dapat dilihat pada tulang yang digerakkan oleh otot atau pun gaya eksternal lain dalam ruang geraknya melalui persendian. Bila terjadi gerakan, maka seluruh struktur yang terdapat pada persendian tersebut akan terpengaruh, yaitu otot, permukaan sendi, kapsul sendi, fasia, pembuluh darah dan saraf. Gerakan yang dapat dilakukan sepenuhnya dinamakan range of motion (ROM). Untuk mempertahankan ROM normal, setiap ruas harus digerakkan pada ruang gerak yang dimilikinya secara periodik Faktor-faktor yang dapat menurunkan ROM, yaitu penyakit-penyakit sistemik, sendi, nerologis ataupun otot, akibat pengaruh cedera atau pembedahan, inaktivitas atau imobilitas. Aktivitas ROM diberikan untuk mempertahankan mobilitas persendian dan jaringan lunak untuk meminimalkan kehilangan kelentukan jaringan dan pembentukan kontraktur. Teknik ROM tidak termasuk peregangan yang ditujukan untuk memperluas ruang gerak sendi (Lucky Angkawidjaja, 2009:2.) Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005). Tujuan dari latihan ROM itu sendiri yaitu: 52

66 meningkatkan atau mempertahankan fleksibiltas dan kekuatan otot dan mencegah kekakuan pada sendi. Melakukan latihan peregangan (ROM) secara teratur telah terbukti sangat efektif untuk mengurangi kemungkinan cedera, seperti ketegangan pada otot. Ketegangan pada otot juga dapat membatasi dan menghambat jangkauan gerakan pada persendian. Program latihan peregangan dapat membantu mencegah terjadinya ketegangan pada sekelompok otot, menjaga fleksibilitas persendian, serta membantu pemanasan (warm up) sebelum melakukan latihan inti (Paul M. Taylor dan Diane K. Taylor, 2002: 222). Panggung Sutapa (2007: 108), berpendapat bahwa dengan melakukan penguluran dan pemanasan yang benar sungguh sangat bermanfaat dalam: (a) mencegah terjadinya cedara, (b) menaikkan suhu tubuh dan otot, (c) meregangkan ligamen. Menurut Paul M. Taylor (2002: 222), ada tiga jenis teknik peregangan (ROM) yang dapat dilakukan yaitu: (1) teknik peregangan statis, (2) teknik ballistis, (3) teknik PNF (propriocaptive neuromascular facilitation). Seperti yang diuraikan di bawah ini: 1) Peregangan statis merupakan peregangan yang paling banyak dipergunakan. Peregangan ini dilakukan secara perlahan-lahan sampai pada titik resistensi atau sampai terasa sedikit sakit, kemudian bertahan pada posisi meregang selama beberapa saat. 53

67 Latihan peregangan tersebut kemudian diulangi sampai beberapa kali untuk kelompok otot. 2) Teknik peregangan balistis merupakan teknik peregangan dengan gerakan yang lebih kuat dan menggunakan gerakangerakan bouncing (gerakan seperti mengayun) secara berulangulang. Teknik ini mempunyai potensi terjadi cedera yang cukup besar, sehingga masyarakat awam tidak dianjurkan menggunakan teknik ini. 3) Teknik PNF (propriocaptive neuromascular facilitation) banyak digunakan oleh para dokter dan ahli terapi fisik dalam memeriksa dan mempertimbangkan respon fisiologis dari sistem saraf, otot, persendian dan tendon. Teknik ini merupakan teknik peregangan paling efektif. Namun teknik PNF ini tidak banyak dikenal oleh masyarakat luas, selain lebih sulit dalam melakukannya, teknik ini membutuhkan partner atau teman latihan (dengan kata lain tidak dapat dilakukan sendiri). Penanganan cedera setelah diberikan terapi untuk ROM memberikan pengaruh yang signifikan dalam derajat gerak sendinya, tetapi setelah itu memerlukan terapi lanjutan berupa terapi latihan pembebanan dengan beban berat badan sendiri dan beban nyata (theraband) meliputi latihan stretching (untuk fleksibilitas atau kelentukan otot), latihan strengthening (untuk latihan penguatan otot, ligament, dan tendo). Perlakuan pada pemain yang mengalami cedera 54

68 tidak bisa dipisah antara terapi masase dengan terapi latihan pembebanan karena kedua hal terapi tersebut perlu dilakukan untuk meningkatkan ROM dan menguatkan sendi ankle serta otot, ligamen dan tendonya. 5. Profil klinik terapi olahraga Jogja Sports Clinic Jogja sports clinic adalah klinik rehabilitasi cedera muskuloskeletal yang mengutamakan playanan prima kepada pasiennya. Dengan disupervisi secara langsung oleh dokter spesialis yang mengambil konsentrasi di bidang olahraga, penanganan cedera pada pasien dikerjakan oleh sport terapis lulusan Universitas Negeri Yogyakarta yang berkompeten. Penanganan cedera muskuloskeletal di Jogja Sports Clinic menggunakan berbagai metode dalam penatalaksanaannya antara lain dengan menggunakan ultra sound, TENS, cryoteraphy, injury massage, dan terapi latihan penguatan. Pasien yang datang dan melakukan rehab di Jogja Sports Clinic adalah pasien yang tidak tergolong dalam keadaan darurat, sehingga dapat dilakukan maintenance rehab cedera secara berkala dan terukur. Selain itu Jogja Sportsc Clinic juga mengutamakan kepuasan pasien dengan memberikan pelayanan prima kepada pasiennya. Untuk waktu layanan dimulai dari pukul WIB sampai dengan pukul WIB, sedangkan layanan yang ditawarkan atara lain : 1. Sports injury management : a. Injury massage 55

69 b. Rehabilitation (exercise teraphy) c. Fisioterapi d. Medikamentosa (injeksi ) e. Relaksasi f. Konsultasi dokter spesialis 2. Slim & fit programe a. Slim fit exercise b. Laser lypolisis c. Konsultasi ahli gizi 3. Medical fitness program a. Kebugaran lansia b. Diabet c. Hypertensi d. Pasca stroke Jogja Sports Clinic mengembangkan rehabilitasi cedera dengan terapi latihan dan dikombinasikan dengan berbagai metode antara lain : terapi modalitas, stretching dan exercise therapy. B. Penelitian yang relevan Penelitian pertama yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian Sarah U., Bambang S., BM Wara K (2007) dengan judul Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM) Terhadap Fleksibilitas Sendi Lutut Pada Lansia di Panti Wreda Wening Wardoyo Ungaran Penelitian ini merupakan eksperimen dengan pre post test design. Subyek sebanyak 8 56

70 yang dilakukan latihan ROM sebanyak 5 kali dalam seminggu selama 6 minggu. Fleksibilitas sendi diukur pada sebelum, setelah 3 minggu dan setelah 6 latihan ROM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan yang signifikan antara pengukuran pertama-kedua pada fleksi sendi lutut kanan dan kiri dan antara pengukuran pertama-ketiga pada fleksi sendi lutut kiri. Simpulan pada penelitian ini adalah latihan ROM selama 6 dapat meningkatkan fleksibilitas sendi lutut kiri sebesar 35 atau 43,75%. Penelitian yang lain adalah penelitian yang dilakukan Teguh Setiawan (2016), dengan judul Keefektivan Terapi Latihan Fleksibilitas dan Kekuatan terhadap Pasca Cedera Otot Gastrocnemius, penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Pemilihan sampel berdasarkan purposive sampling didapatkan 10 orang pasien yang mengalami cedera otot Gastrocnemius usia tahun yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi latihan fleksibilitas dan terapi latihan kekuatan lebih efektif terapi latihan fleksibilitas terhadap cedera otot gastrocnemius pada gerakan sendi lutut dan sendi pergelangan kaki. C. Kerangka berpikir Olahragawan berlatih rutin setiap pagi dan sore untuk mencapai prestasi yang tinggi dalam setiap kejuaraan dan lamanya berada di puncak prestasi tersebut. Besar kemungkinan olahragawan mengalami cedera saat latihan maupun bertanding. Setiap olahragawan yang mengalami cedera 57

71 membutuhkan penangaan khusus, medis dan terapi manipulatif salah satunya stretching pasif maupun terapi latihan. Stretching merupakan bentuk dari penguluran atau peregangan pada otot-otot di setiap anggota badan agar dalam setiap melakukan olahraga terdapat kesiapan serta untuk mengurangi dampak cedera yang rentan terjadi. Salah satu stretching adalah stretching pasif. Terapi latihan merupakan latihan usaha untuk memulihkan kesehatan seseorang dengan jalan program aktivitas gerak yang dilakukan secara terprogram untuk mengarah sasaran yang telah ditentukan (Ali Satia Graha, 2009: 71). Stretching dan terapi latihan sebagai salah satu ilmu pengetahuan terapan yang termasuk dalam bidang terapi dan rehabilitasi, pengobatan maupun sport medicine, yang dapat bermanfaat untuk membantu penyembuhan setelah penanganan medis maupun sebelum penanganan medis sebagai salah satu pencegahan dan perawatan tubuh dari cedera, salah satunya cedera lutut. Cedera lutut bisa menerpa salah satu bagian dari struktur penyusun lutut. Bagian-bagian yang menyusun lutut, antara lain ligamen, tulang rawan, dan tulang keras. Beberapa cedera yang menimpa lutut sering sekali didapatkan saat seseorang berolahraga. ACL atau anterior cruciate ligament adalah bagian yang paling sering terkena. Ketika lutut mengalami cedera, bisa menimbulkan rasa nyeri, memar, atau bengkak. Ketiga hal tersebut bisa diderita selang beberapa menit setelah seseorang mengalami cedera lutut. 58

72 Terjepitnya jaringan saraf atau rusaknya pembuluh darah adalah dua kondisi yang umumnya terjadi dan menjadi penyebab rasa sakit. Melihat dari uraian di atas, maka olahragawan yang mengalami cedera lutut perlu diminimalisir dengan pemberian stretching pasif dan terapi latihan sebagai upaya penyembuhan dan pencapaian prestasi yang diinginkan. Adapun gambar dari kerangka berpikir sebagai berikut: Post Operatif Cedera Lutut Program Rehab Cedera Lutut JSC -Meningkatkan kekuatan otot. - Peningkatan luas gerak sendi. - Memanjangkan otot yang mengalami penurunan fleksibilitas akibat faktor patologis (trauma,infeksi,dsb). - Peningkatan mobilitas jaringan ikat - Penigkatan fungsi gerak dan kekuatan otot. - Mengembalikan fungsi gerak tubuh mendekati fungsi semula. - Mempercepat proses penyembuhan. - Mengurangi rasa nyeri. - Mengembalikan mobilitas dan ketahanan kerja otot paska cedera. ROM Fleksi dan Ekstensi meningkat Gambar 12. Kerangka Berpikir 59

73 D. Hipotesis Perlakuan program rehabilitasi yang diberikan pada pasien post operatif cedera lutut memiliki pengaruh yang signifikan dalam peningkatan fleksi dan ekstensi pada pasien cedera lutut di Jogja Sports Clinic (JSC). 60

74 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain Penellitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Desain penelitian ini merupakan penelitian survei karena data yang diteliti adalah data medical record pasien Jogja Sports Clinic. Survei merupakan cara mengumpulkan data dari sejumlah unit atau individu dalam waktu atau jangka waktu yang bersamaan. (Suharsimin Arikunto, 2002:86). Menggunakan teknik dokumentasi karena penelitian menggunakan data sekunder tentang program rehab dan ROM pasien sebagai hasil terapi. Seperti yang disampaikan oleh Van Dalen (Suharsimin Arikunto, 2002: 212) bahwa survei merupakan studi deskiptif dan meliputi analisis dokumen atau analisis isi yang digunakan untuk meneliti dokumen, menganalisis peraturan, hukum-hukum keputusan, dan sebagainya. Dalam penelitian ini kelompok diberikan tes awal, yaitu dicek range of motion (ROM) pada sendi lutut dengan cara melakukan gerak fleksi (ke arah bawah), ekstensi (ke arah atas) semaksimal mungkin. Setelah selesai dilakukan tes awal (pretest) diberikan perlakukan stretching pasif dan terapi latihan. Setelah selesai diberikan perlakuan stretching pasif, dilihat ROM dengan menggunakan goniometer dengan melakukan gerak fleksi (ke arah atas) dan ekstensi (ke arah bawah). 61

75 Setelah selesai diberikan perlakuan stretching pasif dan diukur ROM-nya dilanjutkan dengan pemberian perlakuan terapi rehabilitasi selama 5 sesi kemudian dilakukan tes akhir untuk melihat kembali ROM dengan menggunakan goniometer dengan melakukan gerak fleksi (ke arah atas) dan ekstensi (ke arah bawah). Untuk mengetahui tingkat efektivitas perlakuan stretching pasif dan terapi latihan maka dibandingkan dari hasil tes akhir dengan tes awal, sedangkan untuk mengetahui tingkat kesembuhan dari perlakuan maka tes akhir dibandingkan dengan orang normal dengan melakukan tes atau dengan melihat sumber pengukuran dari buku atau junal yang sudah menunjukkan standar range of motion (ROM) sendi lutut pada orang normal. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2016 sampai dengan Februari 2017 di Jogja Sports Clinic (JSC). C. Definisi Operasional Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah efektivitas program rehabilitasi post operatif cedera lutut, Range Of Motion (ROM), dan Jogja Sports Clinic yang secara operasional variabel tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut: 1. Efektivitas program rehabilitasi post operatif cedera lutut dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh lima sesi program rehab dapat meningkatkan ROM pasien JSC secara signifikan dengan 62

76 melakukan tes pada gerakan fleksi dan ekstensi sendi lutut. Stretching, modalitas fisioterapi, dan excercise therapy. Stretching dalam penelitian ini terbagi dalam tiga jenis yaitu stresching aktif, pasif, dan PNF. Modalitas terapi yang digunakan adalah ultrasound cryotherapy dan TENS. Exercise terapi yang digunakan meliputi ROM exercise, gerakan-gerakan isometrik dan isotonic, post operatif dalam penelitian ini adalah pasien yang post operatif cedera lutut yang sudah direkomendasikan oleh ahli bedah orthopedi untuk menjalani program rehab. 2. Range of Motion (ROM) dalam penelitian ini adalah besarnya gerakan fleksi dan ekstensi pada sendi lutut, yang diukur derajatnya menggunakan goniometer, apakah terdapat penurunan luas gerak sendi pasien post operatif cedera lutut di Jogja Sports Clinic. 3. Jogja Sports Clinic dalam penelitian ini merupakan tempat penelitain yang berupa klinik rehabilitasi cedera muskulo skeletal dengan pelayanan prima, yang menggunakan metode terapi latihan,terapi modalitas, dan dengan supervisi tenaga ahli di bidang spesialis kedokteran olahraga. D. Subyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah data medical record dari pasien Jogja Sports Clinic. Pada bulan September 2016 sampai dengan bulan Februari 2017 terdapat 280 pasien yang melakukan layanan rehabilitasi cedera di Jogja Sports Clinic. Pasien yang mengalami cedera lutut sejumlah 24 63

77 pasien, kemudian terdapat pasein yang terdiagnosa post-operatif sejumlah 12 pasien dan yang telah direkomendasikan oleh dokter orthopedi melakukan rehabilitasi selama 5 sesi sejumlah 11 pasien dan berusia 14 tahun sampai dengan 28 tahun. Bedasarkan kriteria subjek yang akan diteliti, maka dapat diambil sampel data rekam medis pasien sejumlah 11 pasien yaitu pasien post operatif cedera lutut pria dan wanita dengan usia tahun yang memiliki keterbatasan ROM sudah bebas nyeri, sudah diberikan rekomendasi oleh dokter orthopedi dan telah diberikan treatment sebanyak 5 sesi program rehab. E. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data 1. Instrumen Instrumen penelitian adalah alat bantu atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasil yang lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga mudah diolah (Suharsimi Arikunto, 2005: 101). Gambar 13. Goniometer Sumber: ( dakses pada tanggal 23 febrari 2017) 64

78 Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pengukur berupa jangka busur (goniometer) untuk mengukur derajat sudut pergerakan sendi lutut. Pengukuran ROM dilakukan dengan memperhatikan standar hitung pengukuran yang sudah ada. Berikut adalah derajat normal fleksi dan ekstensi menurut American Academy of Orthopedic Surgeons (AAOS :2015) dan Anderson et al (618 : 2009) menjelaskan derajat pengukuran standar pada gerakan fleksi dan ekstensi lutut adalah sebagai berikut : Range Of Motion Knee Joint a. Fleksi : b. Ekstensi : Adapun cara menggunakan goniometer untuk gerakan fleksi dan ekstensi pada sendi lutut adalah sebagai berikut : a. Fleksi sendi lutut Gambar 14. Posisi pengukuran ROM sendi lutut [Sumber: Nancy Berryman Reese & William D. Bandi. (2012). Joint Range of Motion and Muscle Leght Testing. W.B. Saunders Company: United States of America]. 65

79 Gambar 15. Cara mengukur ROM fleksi lutut [Sumber: Nancy Berryman Reese dan William D. Bandi. (2012). Joint Range of Motion and Muscle Leght Testing. W.B. Saunders Company: United States of America]. b. Ekstensi sendi lutut Gambar 16. Cara mengukur ROM lutut ekstensi (Sumber: Nancy Berryman Reese dan William D. Bandi. (2012). Joint Range of Motion and Muscle Leght Testing. W.B. Saunders Company: United States of America). 2. Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data rasio hasil pemeriksaan ROM fleksi dan ekstensi lutut yang diperoleh dengan menggunakan tes dan pengukuran dari 11 sampel pasien di Jogja Sports Clinic (JSC) yang mengalami cedera lutut. 66

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menghambat aktivitas kegiatan sehari-hari, di Jerman persentase

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menghambat aktivitas kegiatan sehari-hari, di Jerman persentase BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cedera ligamen kolateral medial sendi lutut merupakan salah satu gangguan yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas dan fungsional, sehingga menghambat aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan sangat penting bagi manusia untuk hidup dan untuk melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah suatu keadaan dimana seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental. Akan tetapi, olahraga yang dilakukan tanpa mengindahkan

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental. Akan tetapi, olahraga yang dilakukan tanpa mengindahkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Olahraga, baik yang bersifat olahraga prestasi maupun rekreasi merupakan aktivitas yang dapat memberikan manfaat bagi kesehatan fisik maupun mental. Akan tetapi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Futsal adalah permainan bola yang dimainkan oleh dua tim, yang. masing-masing beranggotakan lima orang. Tujuannya adalah memasukkan

BAB I PENDAHULUAN. Futsal adalah permainan bola yang dimainkan oleh dua tim, yang. masing-masing beranggotakan lima orang. Tujuannya adalah memasukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Futsal adalah permainan bola yang dimainkan oleh dua tim, yang masing-masing beranggotakan lima orang. Tujuannya adalah memasukkan bola kegawang lawan, dengan memanipulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Olahraga merupakan kebutuhan yang tidak asing lagi.

BAB I PENDAHULUAN. sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Olahraga merupakan kebutuhan yang tidak asing lagi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain sehingga manusia harus memiliki kemampuan untuk bergerak atau melakukan aktivitas demi memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beratnya latihan dan kontak badan antar pemain bertumpu pada fisik. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. beratnya latihan dan kontak badan antar pemain bertumpu pada fisik. Oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan dan kekuatan jasmani merupakan salah satu dari sejumlah syarat mutlak yang wajib di miliki oleh seorang atlet sepak bola, mengingat beratnya latihan dan kontak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, dimana harus mempunyai kemampuan fungsi yang optimal

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, dimana harus mempunyai kemampuan fungsi yang optimal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan mahkluk sosial yang saling berinteraksi dengan lingkungannya, dimana harus mempunyai kemampuan fungsi yang optimal dalam bergerak atau beraktivitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh tugas, kepribadian, dan lingkungan, seperti bekerja, olahraga,

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh tugas, kepribadian, dan lingkungan, seperti bekerja, olahraga, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang hidupnya, manusia tidak terlepas dari proses gerak. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia melakukan berbagai macam aktifitas yang dipengaruhi oleh tugas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menaiki tangga, berlari dan berolahraga secara umum dan lain-lain. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. menaiki tangga, berlari dan berolahraga secara umum dan lain-lain. Untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas fisik adalah bagian sangat esensial dari kehidupan manusia sehari-hari. Misalnya berjalan kaki, mengangkat sesuatu dengan tangan, menaiki tangga, berlari dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perubahan ini terjadi sejak awal kehidupan sampai lanjut usia pada

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perubahan ini terjadi sejak awal kehidupan sampai lanjut usia pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perubahan akan terjadi pada tubuh sejalan dengan semakin meningkatnya usia manusia. Perubahan ini terjadi sejak awal kehidupan sampai lanjut usia pada semua organ dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsionalnya. Kompleksnya suatu gerakan dalam aktifitas seperti. tulang-tulang yang membentuk sendi ini masing-masing tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. fungsionalnya. Kompleksnya suatu gerakan dalam aktifitas seperti. tulang-tulang yang membentuk sendi ini masing-masing tidak ada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia banyak melakukan aktifitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia melakukan aktifitasnya tidak pernah lepas dari proses gerak,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena

PENDAHULUAN. Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena olahraga dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh, serta akan dapat berdampak kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktifitas masyarakat diluar maupun didalam ruangan. melakukan atifitas atau pekerjaan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktifitas masyarakat diluar maupun didalam ruangan. melakukan atifitas atau pekerjaan sehari-hari. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Negara Indonesia merupakan negara dengan jumah penduduk yang memasuki peringkat 5 besar penduduk terbanyak didunia. Dengan banyaknya jumlah penduduk di Indonesia membuat

Lebih terperinci

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA Fraktur tibia umumnya dikaitkan dengan fraktur tulang fibula, karena gaya ditransmisikan sepanjang membran interoseus fibula. Kulit dan jaringan subkutan sangat tipis pada bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekedar jalan-jalan atau refreshing, hobi dan sebagainya. Dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN. sekedar jalan-jalan atau refreshing, hobi dan sebagainya. Dalam melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupannya manusia memiliki banyak aktivitas untuk dilakukan baik itu rutin maupun tidak rutin. Ada berbagai macam aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. serta bidang kesehatan. Setiap orang yang hidup baik usia produktif maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. serta bidang kesehatan. Setiap orang yang hidup baik usia produktif maupun 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di era yang serba modern seperti sekarang ini maka mudah sekali untuk mendapatkan semua informasi baik dalam bidang teknologi, bisnis, serta bidang kesehatan. Setiap

Lebih terperinci

BERBAGAI MACAM TES UNTUK MENENTUKAN TINGKAT KESTABILAN SENDI LUTUT. Oleh: Bambang Priyonoadi Jur. PKR-FIK-UNY

BERBAGAI MACAM TES UNTUK MENENTUKAN TINGKAT KESTABILAN SENDI LUTUT. Oleh: Bambang Priyonoadi Jur. PKR-FIK-UNY BERBAGAI MACAM TES UNTUK MENENTUKAN TINGKAT KESTABILAN SENDI LUTUT Oleh: Bambang Priyonoadi Jur. PKR-FIK-UNY Abstrak lutut mudah sekali terserang cedera traumatik. Persendian ini kurang mampu melawan kekuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan produktif dibutuhkan status kesehatan yang tinggi dan. peningkatan sistem pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan produktif dibutuhkan status kesehatan yang tinggi dan. peningkatan sistem pelayanan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi, pola kehidupan masyarakat Indonesia semakin hari semakin berkembang dan maju, dimana pola hidup tersebut dapat berpengaruh terhadap pembangunan

Lebih terperinci

yang sangat penting dalam aktifitas berjalan, sebagai penompang berat tubuh dan memiliki mobilitas yang tinggi, menyebabkan OA lutut menjadi masalah

yang sangat penting dalam aktifitas berjalan, sebagai penompang berat tubuh dan memiliki mobilitas yang tinggi, menyebabkan OA lutut menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Disabilitas (ketidakmampuan) baik secara langsung ataupun tidak dapat mempengaruhi kehidupan setiap orang. Adanya nyeri pada lutut yang disebabkan oleh osteoarthtritis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu bergerak dan beraktivitas dalam kehidupannya. Semua bentuk kegiatan manusia selalu memerlukan dukungan

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS KNEE DEXTRA DI RSUD KOTA SRAGEN

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS KNEE DEXTRA DI RSUD KOTA SRAGEN KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS KNEE DEXTRA DI RSUD KOTA SRAGEN Diajukan guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk menyelesaikan program Pendidikan

Lebih terperinci

PATOFISIOLOGI CEDERA

PATOFISIOLOGI CEDERA PATOFISIOLOGI CEDERA Dr.dr.BM.Wara Kushartanti, MS FIK-UNY Ada dua jenis cedera yang sering dialami oleh atlet, yaitu trauma akut dan Overuse Syndrome (Sindrom Pemakaian Berlebih). Trauma akut adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menuju Indonesia Sehat 2010 merupakan program pemerintah dalam mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai macam kondisi yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. robek pada ligamen,atau patah tulang karena terjatuh. Cedera tersebut

BAB I PENDAHULUAN. robek pada ligamen,atau patah tulang karena terjatuh. Cedera tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera sering dialami oleh seorang atlit, seperti cedera goresan, robek pada ligamen,atau patah tulang karena terjatuh. Cedera tersebut biasanya memerlukan pertolongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan atau aktivitas sehari-hari dalam kehidupannya. Salah satu contoh aktivitas seharihari adalah bersekolah,kuliah,bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga kehidupan yang berkaitan dengan lingkungan sekitar. Sehat

BAB I PENDAHULUAN. hingga kehidupan yang berkaitan dengan lingkungan sekitar. Sehat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan sangat penting bagi manusia untuk hidup, dan melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam memenuhi kebutuhan sehariharinya hingga kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang, mencuci, ataupun aktivitas pertukangan dapat mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. barang, mencuci, ataupun aktivitas pertukangan dapat mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas sehari-hari tidak jarang dapat menimbulkan gangguan pada tubuh kita, misalnya pada saat melakukan aktivitas olahraga, mengangkat barang, mencuci, ataupun aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas. Aktivitas-aktivitas tersebut berlangsung di tempat kerja, sekolah, kampus

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas. Aktivitas-aktivitas tersebut berlangsung di tempat kerja, sekolah, kampus 15 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sepanjang daur kehidupannya, manusia tidak akan terlepas dari gerak dan aktivitas. Aktivitas-aktivitas tersebut berlangsung di tempat kerja, sekolah, kampus maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari mulai alat komunikasi, alat perkantoran, alat transportasi sampai sistem

BAB I PENDAHULUAN. Dari mulai alat komunikasi, alat perkantoran, alat transportasi sampai sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kini, perkembangan zaman semakin pesat. Setiap waktunya lahir berbagai teknologi baru yang memudahkan manusia melakukan aktivitas sehari-hari. Dari mulai alat komunikasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas adalah berjalan. Untuk dapat menghasilkan mekanisme pola berjalan yang harmonis, maka kita

Lebih terperinci

Oleh: dr. Hamidie Ronald, M.Pd, AIFO

Oleh: dr. Hamidie Ronald, M.Pd, AIFO Oleh: dr. Hamidie Ronald, M.Pd, AIFO 1. Berdasarkan waktu terjadi: -Akut : terjadi secara tiba-tiba dan terjadi dalam beberapa jam yang lalu. Tanda & Gejala: sakit, nyeri tekan, kemerahan, kulit hangat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan serta manfaat, waktu dan metode yang digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari- hari, beradaptasi dan berkontribusi di lingkungan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari- hari, beradaptasi dan berkontribusi di lingkungan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidup sehat adalah tujuan semua orang. Salah satu yang mempengaruhi kualitas hidup individu adalah kondisi fisiknya sendiri. Sehingga manusia yang sehat sudah tentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas sehari-hari. Gangguan pada kaki bisa menghambat aktivitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas sehari-hari. Gangguan pada kaki bisa menghambat aktivitasnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaki menjadi bagian penting bagi manusia dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Gangguan pada kaki bisa menghambat aktivitasnya. Dibandingkan dengan bagian

Lebih terperinci

Pengantar Cedera Olahraga

Pengantar Cedera Olahraga Pengantar Cedera Olahraga Oleh: Ade Jeanne D.L. Tobing Kuliah Pengantar Cedera Olahraga, PPDS Program Studi Ilmu Kedokteran Olahraga FKUI Outline Definisi dan klasifikasi cedera olahraga Mekanisme cedera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat disuatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat disuatu negara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat disuatu negara, termasuk masyarakat Indonesia. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya pemulihan (rehabilitatif), yang

BAB I PENDAHULUAN. upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya pemulihan (rehabilitatif), yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab 40% kunjungan pasien berobat jalan terkait gejala. setiap tahunnya. Hasil survei Word Health Organization / WHO

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab 40% kunjungan pasien berobat jalan terkait gejala. setiap tahunnya. Hasil survei Word Health Organization / WHO BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri menurut International Association For Study Of Pain / IASP yang dikutuip oleh Kuntono, 2011 adalah suatu pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan pembangunan dan teknologi memberikan dampak bagi segala bidang pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari penyakit

Lebih terperinci

CEDERA OLAHRAGA. By : Faidillah Kurniawan

CEDERA OLAHRAGA. By : Faidillah Kurniawan CEDERA OLAHRAGA By : Faidillah Kurniawan CEDERA OLAHRAGA Menurut penyebabnya: 1. Overuse injury 2. Traumatic injury Overuse injury disebabkan oleh gerakan berulang yang terlalu banyak dan terlalu cepat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Dalam kehidupan sehari-hari setiap orang melakukan aktifitas fisik untuk menunjang hidup sehat, karena Kesehatan sangat penting bagi kehidupan manusia untuk hidup dan

Lebih terperinci

PENGARUH TERAPI LATIHAN SETELAH PEMBERIAN TERAPI GABUNGAN ULTRASOUND DAN TENS PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS LUTUT KRONIS SKRIPSI

PENGARUH TERAPI LATIHAN SETELAH PEMBERIAN TERAPI GABUNGAN ULTRASOUND DAN TENS PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS LUTUT KRONIS SKRIPSI PENGARUH TERAPI LATIHAN SETELAH PEMBERIAN TERAPI GABUNGAN ULTRASOUND DAN TENS PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS LUTUT KRONIS SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Sains

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. patologi cedera, dan mekanisme gangguan muskuloskeletal, dan penerapan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. patologi cedera, dan mekanisme gangguan muskuloskeletal, dan penerapan BAB II KAJIAN PUSTAKA Cedera ligamen kolateral medial sendi lutut merupakan kondisi sangat kompleks, untuk memahami secara mendalam tentang kondisi cedera ligamen kolateral medial sendi lutut, maka perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membuat otot tertarik lebih dari pada kapasitas yang dimilikinya. Berbeda

BAB I PENDAHULUAN. yang membuat otot tertarik lebih dari pada kapasitas yang dimilikinya. Berbeda 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, penyakit muskuloskletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia dan menjadi penyebab tingginya angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan anggota gerak bawah. Yang masing-masing anggota gerak terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. dan anggota gerak bawah. Yang masing-masing anggota gerak terdiri atas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu bergerak dalam menjalankan aktivitasnya. Sering kita jumpai seseorang mengalami keterbatasan gerak dimana hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengguna jasa asuransi kesehatan. Pengertian sehat sendiri adalah suatu kondisi

BAB I PENDAHULUAN. pengguna jasa asuransi kesehatan. Pengertian sehat sendiri adalah suatu kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kesehatan saat ini merupakan hal yang sangat penting dikarenakan meningkatnya jumlah pasien di rumah sakit dan meningkat juga pengguna jasa asuransi kesehatan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang paling banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang paling banyak BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang paling banyak dijumpai dibanding dengan penyakit sendi lainnya. Semua sendi dapat terserang, tetapi yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi. kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi. kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan di mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena 65% penduduk Indonesia adalah usia kerja, 30% bekerja disektor

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena 65% penduduk Indonesia adalah usia kerja, 30% bekerja disektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu dari negara dengan jumlah penduduk terbesar didunia, sangat berkepentingan terhadap masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

Written by Dr. Brotosari Wednesday, 02 September :18 - Last Updated Wednesday, 28 December :53

Written by Dr. Brotosari Wednesday, 02 September :18 - Last Updated Wednesday, 28 December :53 Mosok berbahaya?. Coba deh kalau kita jadi gak bisa kerja karena kaki bengkak, nyeri... duhhh kaki ini membawa kita kemana-mana seumur hidup deh, jadi mahal harganya kan?. Coba kalau anda pebisnis, pelari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. umum dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum dan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering di gunakan. Masalah pada pergelangan tangan sering dialami karena

BAB I PENDAHULUAN. sering di gunakan. Masalah pada pergelangan tangan sering dialami karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tangan berfungsi sebagai instruksi gerakan tubuh dan pergelangan tangan sangat sering beraktifitas oleh karena itu perlu diperhatikan kondisi tangan dan pergelangan

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH PEMBERIAN MWD DAN LATIHAN ISOMETRIK QUADRISEP DENGAN TENS DAN LATIHAN ISOMETRIK QUADRISEP TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA OA LUTUT

PERBEDAAN PENGARUH PEMBERIAN MWD DAN LATIHAN ISOMETRIK QUADRISEP DENGAN TENS DAN LATIHAN ISOMETRIK QUADRISEP TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA OA LUTUT PERBEDAAN PENGARUH PEMBERIAN MWD DAN LATIHAN ISOMETRIK QUADRISEP DENGAN TENS DAN LATIHAN ISOMETRIK QUADRISEP TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA OA LUTUT SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010),

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010), BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010), menunjukkan bahwa kejadian osteoartritis lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria di antara semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hiduplebih maju mengikuti perkembangan tersebut. Untuk memenuhi tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. untuk hiduplebih maju mengikuti perkembangan tersebut. Untuk memenuhi tuntutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, manusia dituntut untuk hiduplebih maju mengikuti perkembangan tersebut. Untuk memenuhi tuntutan tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian telah banyak di kembangkan untuk mengatasi masalah-masalah penuaan.

BAB I PENDAHULUAN. penelitian telah banyak di kembangkan untuk mengatasi masalah-masalah penuaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan pembangunan dan pengetahuan serta teknologi memberikan dampak bagi segala bidang, khususnya dalam bidang ilmu kesehatan dan informasi. Meningkatnya ilmu pengetahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka kesehatan fisik ialah salah satu hal yang penting. Kesehatan fisik

BAB I PENDAHULUAN. maka kesehatan fisik ialah salah satu hal yang penting. Kesehatan fisik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin majunya perkembangan jaman, persaingan dalam segala bidang semakin ketat. Untuk mampu mengikuti persaingan yang semakin ketat dibutuhkan kualitas sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sosial masyarakat dan bangsa bertujuan untuk. memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sosial masyarakat dan bangsa bertujuan untuk. memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sosial masyarakat dan bangsa bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pembangunan yang telah kita laksanakan selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan dinamis dan dapat ditingkatkan sehingga manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan dinamis dan dapat ditingkatkan sehingga manusia dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Setiap orang mendambakan bebas dari penyakit, baik fisik maupun mental serta terhindar dari kecacatan. Sehat bukan suatu keadaan yang sifatnya statis tapi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu gerak dan fungsi dari sendi bahu harus dijaga kesehatannya. tersebut, salah satu diantaranya adalah frozen shoulder.

BAB I PENDAHULUAN. itu gerak dan fungsi dari sendi bahu harus dijaga kesehatannya. tersebut, salah satu diantaranya adalah frozen shoulder. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan suatu keadaan bebas dari penyakit, baik penyakit fisik maupun penyakit mental dan juga bebas dari kecacatan, sehingga keadaan tubuh secara biologis

Lebih terperinci

RESPON HUNTING PADA TERAPI DINGIN PADA PENANGANAN CEDERA OLAHRAGA. Oleh: Novita Intan Arovah Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Rekreasi FIK UNY

RESPON HUNTING PADA TERAPI DINGIN PADA PENANGANAN CEDERA OLAHRAGA. Oleh: Novita Intan Arovah Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Rekreasi FIK UNY RESPON HUNTING PADA TERAPI DINGIN PADA PENANGANAN CEDERA OLAHRAGA Oleh: Novita Intan Arovah Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Rekreasi FIK UNY ABSTRAK Atlet merupakan populasi yang rentan mengalami cedera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental dan juga bebas dari kecacatan. Keadaan sehat bukanlah

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental dan juga bebas dari kecacatan. Keadaan sehat bukanlah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah suatu keadaan bebas dari penyakit baik penyakit fisik maupun mental dan juga bebas dari kecacatan. Keadaan sehat bukanlah merupakan keadaan statis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. klinis, histologist, dan radiologi. Penyakit ini bersifat asimetris, tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. klinis, histologist, dan radiologi. Penyakit ini bersifat asimetris, tidak ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Osteoarthritis disebut juga penyakit sendi degeneratif yaitu suatu kelainan pada kartilago (tulang rawan sendi) yang ditandai dengan perubahan klinis, histologist,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronik non inflamasi yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Penyakit ini bersifat progresif lambat,

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CAPSULITIS ADHESIVA DEXTRA DI RUMKITAL dr. RAMELAN SURABAYA

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CAPSULITIS ADHESIVA DEXTRA DI RUMKITAL dr. RAMELAN SURABAYA KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CAPSULITIS ADHESIVA DEXTRA DI RUMKITAL dr. RAMELAN SURABAYA Disusun oleh : WURI RAHMAWATI NIM : J100 070 O26 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Guna Melengkapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan merupakan hasil pengindraan atau hasil tahu, setelah orang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan merupakan hasil pengindraan atau hasil tahu, setelah orang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil pengindraan atau hasil tahu, setelah orang melakukan kegiatan dengan indra penglihatan (mata), pendengaran (telinga), dan penciuman (hidung)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di rumah pribadi pasien.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di rumah pribadi pasien. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah pribadi pasien. 2. Deskripsi Subjek Penelitian Subjek

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Sindroma miofasial adalah kumpulan gejala dan tanda dari satu atau

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Sindroma miofasial adalah kumpulan gejala dan tanda dari satu atau 61 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Sindroma miofasial adalah kumpulan gejala dan tanda dari satu atau beberapa titik picu (trigger points) dan dicirikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sekarang ini, terjadi banyak perkembangan di berbagai bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sekarang ini, terjadi banyak perkembangan di berbagai bidang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini, terjadi banyak perkembangan di berbagai bidang kehidupan manusia. Baik dalam bidang ekonomi, politik, pendidikan, sosial budaya, ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian Populasi dan Sampel

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian Populasi dan Sampel PENDAHULUAN Kesehatan sangat penting di era globalisasi, seperti layaknya visi dari WHO yaitu meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, baik fisik, mental,

Lebih terperinci

Apakah Anda menderita nyeri. MAKOplasty. pilihan tepat untuk Anda

Apakah Anda menderita nyeri. MAKOplasty. pilihan tepat untuk Anda Apakah Anda menderita nyeri MAKOplasty pilihan tepat untuk Anda Jangan biarkan radang sendi menghambat aktivitas yang Anda cintai. Tingkatan Radang Sendi Patellofemoral compartment (atas) Medial compartment

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. degeneratif atau osteoarthritis (OA). Sendi merupakan faktor penunjang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. degeneratif atau osteoarthritis (OA). Sendi merupakan faktor penunjang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan pembangunan disegala bidang kehidupan menyebabkan perubahan dalam tingkah laku dan pola hidup masyarakat. Berbagai macam penyakit yang banyak terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan social yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomis. Pemelihara kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada masa sekarang banyak penduduk baik yang berusia produktif maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada masa sekarang banyak penduduk baik yang berusia produktif maupun BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa sekarang banyak penduduk baik yang berusia produktif maupun yang sudah usia non produktif yang mengalami gangguan kesehatan. Seiring dengan bertambahnya jumlah

Lebih terperinci

Kiat-Kiat Menjaga Kesehatan Sendi Lutut. Fanny Aliwarga Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi

Kiat-Kiat Menjaga Kesehatan Sendi Lutut. Fanny Aliwarga Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Kiat-Kiat Menjaga Kesehatan Sendi Lutut Fanny Aliwarga Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi OSTEOARTRITIS Penyakit sendi paling banyak Sendi yang menopang berat badan (weight bearing) lutut, panggul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran sehingga dapat memperbaiki kualitas kesehatan para penduduk

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran sehingga dapat memperbaiki kualitas kesehatan para penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan keberhasilan pemerintah Indonesia dalam pembanguan nasional, telah di wujudkan dengan hasil yang positif dalam berbagai bidang, seperti adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas fungsional sehari-hari. Dimana kesehatan merupakan suatu keadaan bebas

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas fungsional sehari-hari. Dimana kesehatan merupakan suatu keadaan bebas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hal yang amat penting dalam melakukan aktivitas fungsional sehari-hari. Dimana kesehatan merupakan suatu keadaan bebas dari penyakit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat berperan penting sebagai penopang berat badan dalam aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. sangat berperan penting sebagai penopang berat badan dalam aktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan bertambahnya usia menyebabkan penurunan fungsi tubuh termasuk sistim Musculuskeletal, diantaranya anggota gerak bawah yang sangat berperan penting sebagai penopang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaman. Termasuk ilmu tentang kesehatan yang di dalamnya mencakup. manusia. Selama manusia hidup tidak pernah berhenti menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. jaman. Termasuk ilmu tentang kesehatan yang di dalamnya mencakup. manusia. Selama manusia hidup tidak pernah berhenti menggunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang seiring perkembangan jaman. Termasuk ilmu tentang kesehatan yang di dalamnya mencakup bahasan tentang berbagai macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan sehari-hari manusia dalam bekerja dan beraktivitas selalu melibatkan anggota gerak tubuhnya. Manusia adalah makhluk yang memerlukan gerak karena hampir seluruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. munculnya masalah tersebut, seseorang akan mengkompensasinya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. munculnya masalah tersebut, seseorang akan mengkompensasinya dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas manusia tidak bisa terlepas dengan fungsi kaki. Dari bangun tidur sampai tidur lagi, fungsi kaki sangat berperan. Perjalanan seribu mil pun selalu dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aktifitas manusia dalam hidupnya dilakukan dengan bergerak.

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aktifitas manusia dalam hidupnya dilakukan dengan bergerak. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk yang memerlukan gerak karena hampir seluruh aktifitas manusia dalam hidupnya dilakukan dengan bergerak. Kebutuhan gerak ini harus terpenuhi agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin tingginya. tuntut untuk memperbaiki kualitas kehidupan manusia, karena banyak

BAB I PENDAHULUAN. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin tingginya. tuntut untuk memperbaiki kualitas kehidupan manusia, karena banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin tingginya pengetahuan masyarakat akan arti hidup sehat, maka ilmu kedokteran selalu di tuntut untuk memperbaiki kualitas

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN DOSEN (Bidang Keahlian)

LAPORAN PENELITIAN DOSEN (Bidang Keahlian) LAPORAN PENELITIAN DOSEN (Bidang Keahlian) IDENTIFIKASI MACAM CEDERA PADA PASIEN PHYSICAL THERAPY CLINIC FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Diajukan kepada Fakultas Ilmu Keolahragaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dewasa ini meliputi seluruh aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dewasa ini meliputi seluruh aspek kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional dewasa ini meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, tak terkecuali bidang kesehatan. Pembangunan bidang kesehatan pada hakekatnya adalah membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Colin Mathers, koordinator divisi kematian dan penyakit di WHO,

BAB I PENDAHULUAN. Colin Mathers, koordinator divisi kematian dan penyakit di WHO, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya perkembangan tekhnologi informasi pada era sekarang ini, menyebabkan perbaikan kuwalitas hidup manusia diseluruh dunia. Colin Mathers, koordinator divisi kematian

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: AYUDIA SEKAR PUTRI J

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: AYUDIA SEKAR PUTRI J NASKAH PUBLIKASI PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA STIFFNESS ELBOW DEXTRA POST FRAKTUR SUPRACONDYLAR HUMERI DENGAN K-WIRE DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL Disusun oleh: AYUDIA SEKAR PUTRI J 100 090 02

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, mobilitas manusia menjadi. semakin tinggi. Dengan dampak yang diakibatkan, baik positif maupun

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, mobilitas manusia menjadi. semakin tinggi. Dengan dampak yang diakibatkan, baik positif maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, mobilitas manusia menjadi semakin tinggi. Dengan dampak yang diakibatkan, baik positif maupun negatif. Seiring dengan keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) merupakan. sehingga dengan demikian walaupun etiologi LBP dapat bervariasi dari yang

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) merupakan. sehingga dengan demikian walaupun etiologi LBP dapat bervariasi dari yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) merupakan manifestasi keadaan patologik yang dialami oleh jaringan atau alat tubuh yang merupakan bagian pinggang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laktat merupakan produk akhir dari metabolisme anaerobik, proses ini berlangsung tanpa adanya oksigen.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laktat merupakan produk akhir dari metabolisme anaerobik, proses ini berlangsung tanpa adanya oksigen. digilib.uns.ac.id 18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laktat merupakan produk akhir dari metabolisme anaerobik, proses ini berlangsung tanpa adanya oksigen. Selama latihan fisik akan terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang memanjakan kehidupan manusia. Sehingga akifitas fisik. mengalami peningkatan yang begitu pesat.

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang memanjakan kehidupan manusia. Sehingga akifitas fisik. mengalami peningkatan yang begitu pesat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan teknologi dan pola pikir masyarakat yang terus berkembang memanjakan kehidupan manusia. Sehingga akifitas fisik menjadi berkurang, yang mengakibatkanterjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan taraf hidup dan umur harapan hidup. Namun peningkatan umur

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan taraf hidup dan umur harapan hidup. Namun peningkatan umur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan adalah cita-cita suatu bangsa yang terlihat dari peningkatan taraf hidup dan umur harapan hidup. Namun peningkatan umur harapan hidup ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang dapat mengganggu proses kerja sehingga menjadi kurang

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang dapat mengganggu proses kerja sehingga menjadi kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini semua proses pekerjaan tidak terlepas dari posisi duduk, mulai dari orang kecil seperti murid sekolah sampai orang dewasa dengan pekerjaan yang memerlukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Glenohumeral joint merupakan sendi joint yang paling luas gerakannya di tubuh kita. Glenohumeral joint termasuk sendi peluru dengan mangkok sendi yang sangat dangkal.

Lebih terperinci

RUPTUR TENDO ACHILLES

RUPTUR TENDO ACHILLES RUPTUR TENDO ACHILLES LI 1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makro Tendon Achilles berasal dari gabungan tiga otot yaitu gastrocnemius, soleus, dan otot plantaris. Pada manusia, letaknya tepat di bagian

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FRAKTUR TIBIA PLATEAU DEXTRA DI RSUD SRAGEN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FRAKTUR TIBIA PLATEAU DEXTRA DI RSUD SRAGEN PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FRAKTUR TIBIA PLATEAU DEXTRA DI RSUD SRAGEN Naskah Publikasi Diajukan Guna Melengkapi Tugas dan Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesemuanya adalah merupakan satu kesatuan untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. kesemuanya adalah merupakan satu kesatuan untuk menciptakan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Masalah Dari sekian banyak anggota tubuh yang dimiliki dalam tubuh manusia, kesemuanya adalah merupakan satu kesatuan untuk menciptakan keharmonisan aktivitas seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut manusia melakukan macam aktivitas. Aktivitas yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut manusia melakukan macam aktivitas. Aktivitas yang sangat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan membuat manusia dituntut untuk hidup lebih maju mengikuti perkembangan tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 didunia. Dengan banyaknya jumlah penduduk, Indonesia memiliki sejumlah permasalahan baik dalam perekonomian,

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH. Disusun oleh: ILSA ROVIATIN AGUSTINA J Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

KARYA TULIS ILMIAH. Disusun oleh: ILSA ROVIATIN AGUSTINA J Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat 1 KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI STIFFNESS ANKLE JOINT SINISTRA AKIBAT POST FRACTURE CRURIS DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Disusun oleh: ILSA ROVIATIN AGUSTINA

Lebih terperinci