PENGARUH KOMPOSISI PAKAN TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT PADA KELINCI BUNTING (NEW ZEALAND) DI KECAMATAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH KOMPOSISI PAKAN TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT PADA KELINCI BUNTING (NEW ZEALAND) DI KECAMATAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG"

Transkripsi

1 Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006 PENGARUH KOMPOSISI PAKAN TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT PADA KELINCI BUNTING (NEW ZEALAND) DI KECAMATAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG (Influence of Feed Composition on New Zealand Rabbit Gain Weight Gain During Pregnancy in Sumowono Disttict Semarang Regency) A. PRASETYO dan T. HERAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, Kotak Pos 101, Ungaran ABSTRACT This reseach was done during February June 2006, at the Sido Makmur rabbit farm in Lanjan Village, Sumowono District, Semarang Regensy. Feed given consisted of 70% forage and 30% concentrate. Forage given were Jakung/jukut Loseh (Gallinsoga parvilora), carrot leaf and cabbage wastes. Concentrat BR, was given to non pregnan rabbit and concentrat + tofu waste was given to pregnan rabbit. Concentrat was given at 08:00 and 15:00. The average forage consumption of pregnant rabgbit non pregnan rabbit was and g/head/day respectively. While the average concentrat consumption was and g/head/day for pregnant and non pregnant rabbit respectively. The average daily weight gain for the pregnant was g/head/day while for the non pregnant rabbit was g/head/day. The B/C ratio obtainned in this research was Key Words: Composition, Feed, Pregnant Rabbit, Meat-Characteristic ABSTRAK Daging kelinci mempunyai karakteristik yang mirip dengan daging ayam, bahkan kandungan lemak dan kolesterol yang lebih rendah dari daging ayam, kambing, babi dan sapi. Jika dibandingkan ayam, sapi, domba dan babi, daging kelinci mengandung lemak dan kolesterol jauh lebih rendah tetapi proteinnya lebih tinggi. Dengan kandungan gizi seperti itu, daging kelinci akan semakin luas diterima pasar. Dengan prosesing lebih lanjut daging kelinci menjadi diversifikasi produk seperti nugget, sosis, dan bakso maka akan meningkatkan nilai jual. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Juni 2006 di Peternakan kelinci Kelompok Sido Makmur Desa Lanjan, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang. Pemberian pakan dengan komposisi 70% hijauan dan 30% konsentrat. Jenis pakan hijauan yang diberikan adalah jakung/jukut loseh (Gallinsoga parvilora), limbah daun wortel dan kubis. Pakan konsentrat yang diberikan ada 2 jenis yaitu konsentrat tanpa ampas tahu dan konsentrat dengan ampas tahu masing-masing 175 g/ekor dan 225 g/ekor, pola pemberian 2 kali sehari jam dan Rata-rata konsumsi hijauan kelinci bunting sebesar 360,99 g/ekor/hari dan non bunting 320,50 g/ekor/hari dan konsumsi konsentrat kelinci buting 208,64 g/ekor/hari untuk konsentrat dengan ampas tahu dan kelinci non bunting rata-rata adalah 136,28 g/ekor/hari untuk konsentrat tanpa ampas tahu. Rata-rata pertambahan bobot hidup harian kelinci bunting adalah 34,07 g/hari dan kelinci non bunting 27,56 g/hari. Usaha ternak kelinci sangat prospektif dan menguntungkan dengan parameter kelayakan B/C rasio 2,36. Kata Kunci: Komposisi, Pakan, Kelinci-Bunting, Karakteristik Daging PENDAHULUAN Wabah flu unggas telah memporakporandakan bisnis peternakan unggas di Indonesia dan juga di Asia dalam tahun Tak terhitung berapa besar kerugian yang harus ditanggung para peternak, karena pemusnahan yang memang harus dilakukan untuk mencegah penyebaran. Selain itu, muncul isu-isu dan ketakutan luar biasa untuk mengkonsumsi daging unggas karena khawatir 734

2 yang berlebihan tertular oleh virus flu melalui makanan dari daging unggas. Kelinci yang sudah lama dibudidayakan di Lembang, Jawa Tengah dan Yogyakarta menjadi ternak alternatif pengganti ayam. Di Jawa Tengah dan Yogyakarta kelinci menjadi pengganti daging ayam. Dalam waktu relatif singkat warung sate kelinci dari puluhan menjadi sekitar 100-an. Warung-warung ini diperkirakan membutuhkan 400 ekor kelinci setiap hari. Kelinci merupakan salah satu komoditas peternakan yang potensial sebagai penyedia daging, karena pertumbuhan dan reproduksinya yang cepat. Ternak kelinci menjadi pilihan untuk dibudidayakan secara luas, karena harga kelinci jauh lebih murah dibandingkan dengan ternak lain seperti kambing, domba maupun sapi. Selain itu pakannya tidak bersaing dengan manusia, maupun dengan industri ternak lain, karena kelinci mempunyai efisiensi penggunaan pakan hijauan yang tinggi. Kemampuan kelinci menggunakan berbagai jenis pakan, memudahkan kelinci untuk dipelihara di berbagai tempat dengan memanfaatkan potensi sumber daya pakan lokal. Pakan sangat menunjang untuk pertumbuhan seekor ternak, jika pakan yang diberikan berkualitas baik maka pertumbuhan ternak juga akan baik. Pemilihan pakan yang berkualitas baik sangat diperlukan dalam usaha peternakan mengingat 60 70% dari seluruh biaya digunakan untuk pakan. Diharapkan dengan budidaya kelinci, petani peternak mampu meningkatkan pendapatan selain juga meningkatkan asupan gizi keluarga/masyarakat. Daging kelinci mempunyai karakteristik yang mirip dengan daging ayam, bahkan kandungan lemak dan kolesterol yang lebih rendah dari daging ayam, kambing, babi dan sapi. Jika dibandingkan ayam, sapi, domba dan babi, daging kelinci mengandung lemak dan kolesterol jauh lebih rendah tetapi proteinnya lebih tinggi. Kandungan lemak kelinci hanya sebesar 8%, sedangkan daging ayam, sapi, domba dan babi masing-masing 12, 24, 14 dan 21%. Kadar kolesterolnya sekitar 164 mg/100 gram daging, sedangkan ayam, sapi, domba dan babi berkisar mg/100 gram daging. Kandungan proteinnya mencapai 21%, sementara ternak lain hanya 17 20% (IMAM, 2006). Dengan kandungan gizi seperti itu, daging kelinci akan semakin luas diterima pasar. Dengan prosesing lebih lanjut daging kelinci menjadi diversifikasi produk seperti nugget, sosis dan bakso maka akan meningkatkan nilai jual. Peternakan kelinci di Kabupaten Semarang merupakan salah satu usaha yang menjanjikan keuntungan bila ditekuni secara serius. Ternak kelinci memiliki multi fungsi yaitu sebagai penghasil daging, ternak kesenangan (hobi), menghasilkan kulit, kotoran dan kencingnya sebagai pupuk organik, dan hasil penelitian telah melaporkan bahwa enzim pepsin yang dihasilkan dari (caecum) kelinci mempunyai aktifitas yang setara dengan kemampuan enzin renin yang berasal dari lambung pedet bisa digunakan sebagai starter penggumpal protein casein susu pada pembuatan curd keju (VALENTINO et al., 2005). Menurut laporan tahunan DINAS PETERNAKAN KABUPATEN SEMARANG (2006) bahwa populasi kelinci pada tahun 2005 sebanyak ekor. Sentra ternak kelinci adalah Kecamatan Sumowono, Bandungan, Ungaran, Bergas dan Pringapus. Kawasan agrowisata di Kecamatan Sumowono dan Bandungan merupakan daerah yang potensial untuk pengembangan ternak kelinci. Agroekologi yang mendukung juga daerah tersebut merupakan sentra tanaman sayuran dan bunga sehingga limbah tanaman sayuran merupakan sumber pakan kelinci. Tempat wisata sekitar kawasan candi Gedong Songo merupakan sentra penjualan sate kelinci yang membutuhkan daging kelinci setiap harinya, dimana tempat tersebut banyak dikunjungi wisatawan terutama pada hari Minggu. MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada tanggal 4 Februari sampai dengan 4 Juni 2006 di Peternakan kelinci Kelompok Sido Makmur Desa Lanjan, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang. Materi yang digunakan adalah 20 ekor kelinci New Zealand bunting dan 20 ekor kelinci dewasa tidak bunting. Ransum yang diberikan yang terdapat di Peternakan, Desa Lanjan, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang. Alat-alat yang digunakan adalah timbangan, hygrometer, plastik dan alat tulis. 735

3 Metode yang digunakan observasi langsung dengan partisipasi aktif yaitu turut melaksanakan kegiatan pemeliharaan kelinci di Peternakan kelinci. Data yang dikumpulkan dibagi menjadi dua sumber, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi langsung dan wawancara dengan pemilik peternakan dengan menggunakan kuisioner. Data primer yang dicatat antara lain jumlah pakan yang diberikan dan sisa, jenis bahan pakan yang diberikan dan perbandingannya, bobot hidup induk bunting awal dan akhir, dan umur kebuntingan. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka dan instansi terkait. Data pertambahan bobot hidup diperoleh dengan melakukan penimbangan bobot hidup kelinci bunting. Penimbangan dilakukan pada awal dan akhir pelaksanaan penelitian untuk mengetahui bobot hidup awal dan akhir induk kelinci. Pemberian pakan dilakukan setiap pagi berupa konsentrat dan sore hari berupa hijauan. Sebelum pakan diberikan ternak kelinci dilakukan penimbangan terlebih dahulu masing-masing 175 g/ekor dan 500 g/ekor. Setiap bahan pakan yang digunakan diambil sampel dan ditimbang, kemudian dilakukan analisis untuk mengetahui kadar air dari masing-masing bahan. Sebelum dilakukan analisis bahan pakan tersebut diangin-anginkan atau kering udara. Data yang dikumpulkan diolah untuk mendapatkan konsumsi bahan kering, kadar air, pertambahan bobot hidup, dan konversi pakan kemudian dibandingkan dengan data yang ada di pustaka. Untuk memperoleh parameter kelayakan usaha dengan melakukan analisa finansial B/C rasio dengan skala usaha 20 ekor. Perhitungan Konsumsi Hijauan = hijauan yang diberikan hijauan yang tersisa Perhitungan Konsumsi Konsentrat = konsentrat yang diberikan konsentrat yang tersisa Perhitungan Konsumsi BK = (pakan yang diberikan x %BK) (pakan yang tersisa x %BK) Perhitungan Pertambahan Bobot hidup = Bobot hidup Awal Bobot hidup Akhir HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan umum lokasi Peternakan milik Bapak Joko Suparmono terletak di Desa Lanjan, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang. Desa Lanjan berbatasan langsung dengan Desa Sumowono sebelah Utara, Desa Ngadi Kerso sebelah Selatan, Desa Trayu/Candigaron sebelah Barat dan Desa Banyu Kuning Kecamatan Jambu sebelah Timur. Luas wilayah Desa Lanjan adalah 425 ha. Letak Desa Lanjan termasuk dalam daerah perbukitan dengan ketinggian 850 m/dpl., suhu rata-rata 22 C dan kelembaban rata-rata 80%. Peternakan ini berdiri pada tanggal 8 Agustus Mula-mula pemilik hanya menyalurkan hobinya dengan memelihara kelinci sebanyak 15 ekor, yaitu 10 ekor kelinci dara, 3 ekor kelinci induk dan 2 ekor kelinci jantan. Peternakan yang dikembangkan termasuk dalam jenis usaha kelinci pembibitan. Kelinci tersebut diperoleh dengan membeli dari tengkulak. Modal awal yang digunakan untuk memulai usaha peternakan kelinci tersebut adalah sebesar Rp Jumlah kelinci yang dipelihara berkembang seiring dengan berjalannya waktu dan sekarang telah mencapai sekitar 150 ekor kelinci yang terdiri dari kelinci dara, induk dan jantan. Kelinci yang dipelihara bermacam-macam jenisnya yaitu kelinci New Zealand, Anggora, Rex, Spot dan Lyon. Areal peternakan terdiri dari bangunan kandang, gudang pakan dan tempat penampungan limbah padat dan cair. Peternakan ini terletak berdekatan dengan tempat tinggal Bapak Joko yaitu di belakang rumah peternak. Sistem kandang yang digunakan adalah sistem kandang battery. Kandang yang digunakan adalah 126 buah kandang sistem battery yang terbuat dari bambu, tripleks dan kawat ram. Anak kelinci mulai lepas sapih umur 30 hari (1 bulan) dan dijual kepada pembeli atau tengkulak yang datang secara langsung ke peternakan. Melalui para tengkulak tersebut dipasarkan kedaerah Solo, Semarang dan Magelang. Penentuan harga sesuai dengan 736

4 standar harga dan umur anak kelinci. Limbah yang dihasilkan berupa limbah cair dan padat. Limbah cair yang dihasilkan biasanya diambil sendiri oleh pembeli dengan harga Rp 330,00 per liter yang dimanfatkan untuk pembuatan Biogas. Sedangkan limbah padat biasanya dimanfaatkan untuk pupuk sayuran dan bunga dengan harga Rp per mobil angkut (mobil pick up). Komposisi pakan Pakan yang diberikan pada kelinci berupa hijauan dan konsentrat dengan imbangan 70 : 30. Hal ini sesuai dengan pendapat SARWONO (2002) bahwa peternakan kelinci intensif, pakan yang diberikan sekitar 60 80% dan sisanya adalah konsentrat. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari yaitu pagi hari jam WIB diberi pakan konsentrat dan sore hari jam WIB diberi pakan hijauan (GUSTI dan BUDIANA, 2006). Pakan hijauan diberikan sebanyak 500 g/ekor/hari dalam bentuk segar. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat KARTADISASTRA (1994) bahwa pemberian hijauan sebesar g/ekor/hari dalam bentuk segar. Pakan hijauan yang diberikan tidak satu jenis hijauan saja melainkan ada tiga jenis hijauan yang pemberiannya sesuai dengan ketersediaan hijauan tersebut. Hijauan yang diberikan berupa jakung/jukut loseh (Gallinsoga parvilora), limbah daun wortel dan kubis. Hijauan yang lebih sering diberikan adalah jakung/ jukut loseh (Gallinsoga parvilora), sedangkan untuk limbah daun wortel dan kubis jarang diberikan. Hal ini sesuai dengan pendapat GUSTI dan BUDIANA (2006) bahwa jakung (Gallinsoga parvilora) adalah sejenis tanaman perdu yang sangat baik untuk kelinci karena kandungan protein serta serat kasarnya tinggi. Hijauan sangat dianjurkan sebagai pakan kelinci. Pemberian pakan berupa kubis atau limbah sayuran lain akan membuat kencing kelinci keluar berlebihan, karena sayuran ini memiliki kandungan air yang tinggi (SUBROTO, 2003). Ransum yang diberikan pada ternak kelinci ada 2 jenis pakan yaitu ransum I (konsentrat tanpa ampas tahu) dan ransum II (konsentrat dengan ampas tahu). Pakan konsentrat tanpa ampas tahu diberikan 10 hari pertama dilaksanakan penelitian dan hari berikutnya konsentrat ditambah dengan ampas tahu. Pemberian pakan konsentrat tanpa ampas tahu sebanyak 175 g/ekor/hari (untuk non bunting) dan konsentrat dengan ampas tahu sebanyak 225 g/ekor/hari (bunting). Hal ini sesuai dengan pendapat SARWONO (2002) bahwa kelinci dewasa rata-rata membutuhkan g/ekor/hari, kebutuhan konsentrat untuk kelinci bunting bisa naik sekitar 25 50% dari kebutuhan normal. Pakan konsentrat terdiri dari ampas tahu, bekatul dan konsentrat BR 1. Pemberiannya dengan perlakuan pencampuran sendiri yaitu bahan pakan dicampur dengan ditambah air matang, garam dan sakarin. Hal ini sesuai dengan pendapat ARITONANG et al. (1992) bahwa pemberian pakan berupa bekatul ditambah garam dan dicampur sedikit air. Imbangan bahan pakan penyusun konsentrat dapat dilihat pada Tabel 1. Ransum kelinci menggunakan BR1 yang merupakan konsentrat untuk ternak unggas karena BR1 mengandung protein yang cukup tinggi. Kandungan nutrisi BR1 adalah 21% PK, 5% LK, 4% SK, 6,5% Abu, 0,9 1,1% Ca, dan 0,7 0,9% P. Kandungan nutrisi ransum dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1. Imbangan bahan pakan penyusun konsentrat Bahan pakan Ransum I (%) Ransum II (%) Ampas tahu - 71 Bekatul BR1 16,5 8 Garam 1 0,6 Sakarin 0,5 0,3 Table 2. Kandungan nutrisi ransum Zat pakan Ransum I Ransum II % PK 12,86 15,08 Lemak 9,89 7,51 SK 4,98 10,52 Ca 0,16 0,.09 P 1,38 0,36 Pembersihan kandang dan tempat pakan dari sisa pakan dilakukan setiap pagi hari 737

5 sebelum pakan konsentrat diberikan dan sore hari setelah pakan hijauan diberikan. Hal ini sesuai dengan pendapat SARWONO (2002) bahwa sebelum pukul WIB kandang harus sudah dalam keadaan bersih dari kotoran dan sisa pakan. Konsumsi pakan Rata-rata konsumsi hijauan kelinci bunting sebesar 360,99 g/ekor/hari dan nonbunting 320,50 g/ekor/hari. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat PARAKKASI (1990) bahwa kelinci bunting membutuhkan hijauan g/ekor/hari. Konsumsi hijauan tidak sesuai dengan kebutuhan dapat dikarenakan pemberian hijauan terlalu sedikit sehingga kelinci hanya mangkonsumsi hijauan seadanya saja. Konsumsi konsentrat kelinci non bunting rata-rata adalah 136,28 g/ekor/hari untuk konsentrat tanpa ampas tahu dan kelinci buting 208,64 g/ekor/hari untuk konsentrat dengan ampas tahu. Hal ini sesuai dengan pendapat BASELGA (2002) bahwa kelinci bunting membutuhkan konsentrat lebih tinggi sekitar 25 50% dari kebutuhan normal. Kebutuhan normal kelinci dewasa rata-rata g/ekor/ hari. Pertambahan bobot hidup kelinci bunting Selama bunting kelinci mengalami pertambahan bobot hidup. Rata-rata pertambahan bobot hidup harian kelinci bunting adalah 34,07 g/hari dan kelinci non bunting 27,56 g/hari. Menurut SUBROTO (2003) kelinci bunting dan menyusui membutuhkan nutrisi lebih banyak daripada biasanya. Oleh karena itu kelinci bunting dalam mengkonsumsi pakan lebih dari biasanya sehingga bobot hidup kelinci akan mengalami pertambahan. Setelah melahirkan rata-rata bobot hidup induk kelinci mengalami penurunan karena nutrisi yang diperoleh dari pakan selain untuk kebutuhan hidup pokok juga digunakan untuk produksi air susu. Reproduksi dan perkawinan Kelinci betina segera dikawinkan ketika mencapai dewasa pada umur 5 bulan (betina dan jantan). Bila terlalu muda kesehatan terganggu dan mortalitas anak tinggi. Bila pejantan pertama kali mengawini, sebaiknya kawinkan dengan betina yang sudah pernah beranak. Waktu kawin pagi/sore hari di kandang pejantan dan biarkan hingga terjadi 2 kali perkawinan, setelah itu pejantan dipisahkan (KARTADISASTRA, 1998). Setelah perkawinan kelinci akan mengalami kebuntingan selama hari. Kebuntingan pada kelinci dapat dideteksi dengan meraba perut kelinci betina hari setelah perkawinan, bila terasa ada bolabola kecil berarti terjadi kebuntingan. Lima hari menjelang kelahiran induk dipindah ke kandang beranak untuk memberi kesempatan menyiapkan penghangat dengan cara merontokkan bulunya. Kelahiran kelinci yang sering terjadi malam hari dengan kondisi anak lemah, mata tertutup dan tidak berbulu. Jumlah anak yang dilahirkan bervariasi sekitar 6 10 ekor. Kelinci sangat membutuhkan perhatian saat berumur di bawah dua bulan atau masa prasapih karena ia sangat rentan perubahan suhu atau musim dan stres. Kelinci tidak boleh terkena angin malam secara langsung, terutama pada masa peralihan penghujan ke kemarau atau sebaliknya. Karakteristik daging kelinci Daging kelinci mempunyai karakteristik yang lebih baik daripada daging sapi, domba, atau kambing. Strukturnya halus dengan warna dan bentuk fisik yang menyerupai daging ayam. Sebagai sumber gizi daging kelinci mempunyai kadar protein lebih tinggi daripada daging ayam, babi, kambing/domba dan sapi yaitu berturut 21, 19,5, 17, 18, 20 gram (LEBAS, 1986). Kandungan asam lemak esensial lebih tinggi yang diperlukan untuk kesehatan tubuh manusia. Semakin baik penyamaan kalibrasi untuk masing-masing asam lemak, mendorong ke arah suatu penentuan yang lebih tinggi coeficient cross-validasi (r2) dan standard error rendah cross-validasi (SECV). Prediksi linoleic, palmitic, palmitoleic dan kandungan asam oleat baik atau sempurna (r 2 antara 0,90 dan 0,70); prediksi arachidonic, stearic, α- linolenic dan eicosatrienoic FA mempunyai r 2 antara 0,69 dan 0,50. Bagaimanapun, miristic, 738

6 vaccenic, icosaenoic dan eicosadienoic FA bersifat meragukan untuk diprediksi. Ketika asam lemak dikelompokkan, r 2 dari penyamaan-penyamaan kalibrasi adalah: 0.85 untuk FA yang dipenuhi, 0,83 untuk MUFA, 0,93 untuk PUFA dan 0,91 untuk n _6 FA, menandakan prediksi baik atau sempurna. Prediksi FA α-linolenic (r 2 = 0,59) diperlukan lebih banyak ketepatan (Tabel 3). Persamaan yang diperoleh telah digunakan memprediksi komposisi asam lemak daging kedua kelompok sistem produksi, organik dan konvensional. Daging dari sumber yang organik mempunyai FA monounsaturated (30,54% melawan 34,64%) dan yang lebih tinggi FA polyunsaturated (27,28% melawan 23,66%) dibanding daging kelinci dari sistim konvensional, sedangkan kandungan FA yang diperoleh sama yaitu (42%) di dalam kedua group (Tabel 4). Tabel 3. Parameter statistik dari persamaan kalibrasi NIR yang sesuai dengan asam lemak (% berat) dari lemak intra dan intermuscular pada daging tungkai belakang kelinci Asam lemak n Interval Range Mean SD r 2 SECV RPD RER C14 : 0 (myristic) 103 1,66 3,12 1,46 2,45 0,30 0,21 0,26 1,12 5,51 C16:0 (palmitic) ,85 34,76 11,91 28,10 2,98 0,83 1,21 2,46 9,85 C16:1 cis n_ ,91 6,83 5,92 3,10 1,34 0,77 0,64 2,08 9,19 (palmitoleic) C18:0 (stearic) 96 5,03 9,74 44,71 7,42 0,89 0,50 0,63 1,41 7,49 C18:1 n_9 (oleic) 99 18,52 30,18 11,66 24,72 3,14 0,84 1,26 2,49 9,24 C18:1 n_7 (vaccenic) 102 0,96 1,73 0,77 1,28 0,18 0,33 0,15 1,21 5,03 C18:2 n_6 (linoleic) ,99 41,19 26,20 26,60 6,85 0,91 2,08 3,29 12,60 C18:3 n_ ,82 4,72 2,90 3,01 0,74 0,59 0,47 1,55 6,12 (a -linolenic) C20: (icosaenoic) C20:2 n_6 97 0,23 0,63 0,40 0,41 0,09 0,23 0,08 1,14 5,13 (eicosadienoic) C20:3 n_6 93 0,15 0,47 0,32 0,26 0,06 0,54 0,04 1,49 7,44 (eicosatrienoic) C20:4 n_6 (arachidonic) 101 0,65 3,17 2,52 1,79 0,50 0,63 0,31 1,63 8,21 Saturated 99 30,26 46,03 15,77 38,04 3,73 0,85 1,43 2,60 11,00 Monounsaturated 99 20,81 37,21 16,4 29,53 4,45 0,83 1,81 2,46 9,04 Polyunsaturated 98 20,11 46,78 26,67 32,20 7,42 0,93 2,03 3,65 13,11 n_ ,17 42,26 25,09 29,26 7,08 0,91 2,17 3,27 11,58 Saturated = C14 : 0 (myristic) + C16 : 0 (palmitic) + C18 : 0 (stearic). Monounsaturated = C16 : 1 n_7 (palmitoleic) + C18 : 1 n_9 (oleic) + C18 : 1 n_7 (vaccenic) + C20 : 1 (icosaenoic) Polyunsaturated = C18 : 2 n_6 (linoleic) + C18 : 3 n_3 (a-linolenic) + C20 : 2 n_6 (eicosadienoic) + C20 : 3 n_6 (eicosatrienoic) + C20:4 n _ 6 (arachidonic) n_6 = C18 : 2 n_6 (linoleic) + C20 : 2 n_6 (eicosadienoic) + C20 : 3 n_6 (eicosatrienoic) + C20 : 4 n_6 (arachidonic) r 2 = coeficient of determination of cross-validation; SECV = standard error of cross-validation; RPD = SD/SECV RER = range/secv; NIR = spektroskopi Near-infrared Sumber: PLA et al. (2007) 739

7 Tabel 4. Least square means dan standard error persen relatif produksi asam lemak (inter dan intramuscular) pada daging kelinci tungkai belakang dalam sistem produksi konvensional dan organik Asam lemak Rata-rata (%) Konvensional (n = 26) Organik (n = 26) Saturated 42,05 42,27 Monounsaturated 34,64 30,54 Polyunsaturated 23,66 27,28 n 6 21,11 23,39 n 3 2,47 2,64 Saturated = C14 : 0 (myristic) + C16 : 0 (palmitic) + C18 : 0 (stearic) Monounsaturated = C16 : 1 n_7 (palmitoleic) + C18 : 1 n_9 (oleic) + C18 : 1 n_7 (vaccenic) + C20 : 1 (icosaenoic) Polyunsaturated = C18 : 2 n_6 (linoleic) + C18 : 3 n_3 (a-linolenic) + C20 : 2 n_6 (eicosadienoic) + C20 : 3 n_6 (eicosatrienoic) + C20 : 4 n_6 (arachidonic) n_6 = C18 : 2 n_6 (linoleic) + C20:2 n_6 (eicosadienoic) + C20 : 3 n_6 (eicosatrienoic) + C20 : 4 n_6 (arachidonic) n_3 = C18 : 2 n 3 (α-linolenic) Sumber: PLA et al. (2007) Kandungan asam lemak yang tertinggi berturut adalah linoleic, palmitic dan oleic (Tabel 5.). Studi ini mengevaluasi kandungan asam lemak dari daging kelinci dari jenis Selandia Baru White Californian. Perlakuan meliputi lahir dan dibesarkan keluar rumah di padang pengembalaan (O/O), yang dilahirkan dan dibesarkan di ke dalam rumah atau di dalam kandang (I/I), atau lahir di dalam rumah atau di dalam kandang dan membesarkan keluar rumah di padang pengembalaan (I/O). Kelinci-kelinci yang digunakan pada umur 104 hari dan otot daging pinggang atau (m. Longissimus dorsi) diambil untuk analisa lemak. Yang dibandingkan yaitu kelincikelinci yang dibesarkan di dalam kandang, dengan kelinci-kelinci dibesarkan keluar rumah atau di padang pengembalaan mempunyai lebih sedikit lemak total sangat nyata, kandungan yang lebih tinggi asam lemak eicosatrienoic dan docosaenoic dan yang lebih tinggi sejumlah dari n-3 asam lemak docosahexaenoic, docosapentaenoic dan eicosapentaenoic (Tabel 6). Menurut BERNARDINI et al. (1999) menyatakan bahwa suatu diet yang berbasis rumput dapat mengubah profil asam lemak dari daging kelinci, yaitu meningkatkan kandungan asam lemak n-3 dan nilai nutrisi daging. Table 5 Kandungan asam lemak dalam daging kelinci tungkai belakang, least square means dan standard errors (mg/100 g daging) Asam lemak Group Control (n = 44) Selection (n = 40) C10 : 0 (capric) 3,75 ± 0,97 3,19 ± 1,01 C12 : 0 (lauric) 4,97 ± 0,65 6,27 ± 0,68 C14 : 0 (myristic) 54,21 ± 2,69 67,05 ± 2,82 C16 : 0 (palmitic) 607,74 ± 23,42 712,28 ± 24,56 C16 : 1 cis n_7 (palmitoleic) 50,19 ± 4,92 78,00 ± 5,16 C16 : 1 n_9 7,88 ± 0,34 9,36 ± 0,36 C17 : 0 (margaric) 14,69 ± 0,60 16,91 ± 0,63 C17 : 1 (heptadecenoic) 4,84 ± 0,55 6,74 ± 0,58 C18 : 0 (stearic) 169,12 ± 5,61 185,01 ± 5,88 C18 : 1 n_9 (oleic) 537,88 ± 23,16 635,27 ± 24,29 C18 : 1 n_7 31,79 ± 1,26 34,86 ± 1,32 C18 : 2 n_6 (linoleic) 757,89 ± 31,70 776,84 ± 33,24 C18 : 3 n_3 (α-linolenic) 77,92 ± 4,59 81,20 ± 4,81 C20 : 1 (icosaenoic) 8,24 ± 0,70 9,96 ± 0,73 C20 : 2 n_6 10,95 ± 0,56 12,78 ± 0,58 C20 : 3 n_6 6,67 ± 0,51 6,68 ± 0,54 C20 : 4 n_6 (arachidonic) 47,98 ±,1,18 45,44 ± 1,24 Sumber: JORGE et al. (2005) 740

8 Tabel 6. Ringkasan dari kandungan asam lemak (gram per 100 g dari jaringan otot) dari M. longissimus dorsi dari kelinci: pengaruh metoda pembesaran Asam lemak dan lemak O/O g/100 g I/O g/100 g I/I g/100 g Standard error dari rata-rata Total saturated fatty acids (SFA) 0,118 0,142 0,210 0,26 Total monounsaturated fatty acids (MUFA) 0,060 0,070 0,131 0,21 Total polyunsaturated fatty acids (PUFA) 0,175 a 0,200 a 0,285 b 0,26 Total fat 0,352 a 0,412 a 0,625 b 0,72 PUFA:FA 1,493 1,402 1,419 0,069 Total n-3* 8,556ª 6,316 b 4,207 c 0,407 Total n-6* 31,416 35,169 33,589 1,423 n-6:n-3 3,737 a 5,753 b 7,968 c 2,879 *nilai yang ada (%) dari n-3 atau n-6 asam lemak dalam total asam lemak superscripts yang berbeda pda baris yang sama adalah Means (a, b, c, P = 0,05) Sumber: IVIS et al. (2006) Analisis ekonomi Perkiraan analisis budidaya kelinci didasarkan pada jumlah ternak per 20 ekor induk (Tabel 7). Usaha pembibitan dengan skala 20 ekor induk betina dan 4 ekor induk jantan, mulai tahun kedua pemeliharaan, peternak sudah menangguk untung sekitar Rp. 25 juta. Tahun pertama laba usaha masih dialokasikan untuk Tabel 7. Analisis finansial usaha ternak kelinci skala 20 ekor selama setahun Uraian Nilai (Rp.) Biaya produksi Kandang dan perlengkapan Bibit induk 20 Rp Pejantan 3 Rp Pakan Sayur + rumput Konsetrat (pakan tambahan) Obat Tenaga kerja 2 x 12 x Rp Jumlah biaya produksi Pendapatan Kelahiran hidup/induk/tahun = 31 ekor Penjualan Bibit: 20 x 15 x Rp Kelinci potong 20 x 15 x Rp Feses/kotoran Bulu Jumlah pendapatan Keuntungan Parameter kelayakan usaha B/C ratio = 2,36 741

9 menutup biaya investasi seperti pembelian bibit, pembuatan kandang dan pakan. Perhitungan tersebut berdasarkan asumsi, satu tahun seekor induk akan beranak tiga kali dan sekali beranak sebanyak lima ekor. Sementara harga anak kelinci umur lima bulan berkisar sekitar Rp Rp /ekor, tergantung jenis kelinci. Padahal kelinci bisa beranak empat kali per tahun dengan jumlah sekali beranak 6 12 ekor. Sampai saat ini pun harga kelinci hias bisa menjual di atas Rp /ekor. Tingkat kematiannya memang bisa mencapai 20%, namun di lokasi penelitian kematian anak sekitar 10%. Kelinci potong yang banyak dipelihara peternak adalah jenis Flemish Giant dan English Spot. Selain daging, peternak bisa menjual kotoran dan air kencing kelinci. Pupuk kotoran kelinci paling banyak dicari petani salak di Yogyakarta karena bagus untuk tanaman dan buah. Harga pupuk kotoran kelinci mencapai Rp /kg, sedangkan air kencingnya Rp /liter. Seratus ekor kelinci menghasilkan 25 kg kotoran basah per hari. KESIMPULAN Pemberian pakan dengan komposisi 70% hijauan dan 30% konsentrat. Jenis pakan hijauan yang diberikan adalah jakung/jukut loseh (Gallinsoga parvilora), limbah daun wortel dan kubis. Pakan konsentrat yang diberikan ada 2 jenis yaitu konsentrat tanpa ampas tahu dan konsentrat dengan ampas tahu masing-masing 175 gr/ekor dan 225 g/ekor, pola pemberian 2 kali sehari jam dan Rata-rata konsumsi hijauan kelinci bunting sebesar 360,99 g/ekor/hari dan non bunting 320,50 g/ekor/hari dan Konsumsi konsentrat kelinci non bunting rata-rata adalah 136,28 g/ekor/hari untuk konsentrat tanpa ampas tahu dan kelinci buting 208,64 g/ekor/hari untuk konsentrat dengan ampas tahu. Rata-rata pertambahan bobot hidup harian kelinci bunting adalah 34,07 g/hari dan kelinci non bunting 27,56 g/hari. Setelah melahirkan anaknya bobot hidup induk kelinci mengalami penurunan. Suatu penelitian menyatakan bahwa suatu diet yang berbasis rumput dapat mengubah profil asam lemak dari daging kelinci, yaitu meningkatkan kandungan asam lemak n-3 dan nilai nutrisi daging. Usaha ternak kelinci sangat prospektif dan menguntungkan dengan parameter kelayakan B/C rasio 2,36. DAFTAR PUSTAKA ARITONANG, D., T. PASARIBU dan M. SILALAHI Ketercernaan nutrisi onggok, gaplek, ampas sagu, ampas bir dan ampas tahu untuk babi. J. Ilmu dan Peternakan. 5(2): BASELGA, M Rabbit genetic resources in Mediterrranean countries. Zaragoza Spain: Options Mediterraneannes Ciheam. pp BERNARDINI, M., A. DAL BOSCO dan CASTELINI Effect of dietary n 3/n 6 ratio on fatty acids composition of liver meat and perirenal fat in rabbit. Anim. Sci. 68: DINAS PETERNAKAN KABUPATEN SEMARANG Laporan Tahunan Dinas Peternakan Kabupaten Semarang. GUSTI, M.P. dan N.S. BUDIANA Kelinci Hias. Penebar Swadaya. Jakarta. IMAM Bisnis Kelinci Menguntungkan. dalam Tabloid Pertanian Agrina edisi 29 November IVIS T. FORRESTER-ANDERSON, JAMES MCNITT, ROBIN WAY and MARK WAY Fatty acid content of pasture-reared fryer rabbit meat. J. Food Composition and Analysis. (19): JORGE A. RAM_YREZ, ISABEL D_ÝAZ, MARCIAL PLA, MARTA GIL, AGUST_ÝN BLASCO and MARIA_ANGELS OLIVER Fatty acid composition of leg meat and perirenal fat of rabbits selected by growth rate. Food Chemistry. (90): KARTADISASTRA, H.R Kelinci Unggul. Kanisius, Yogyakarta. KARTADISASTRA, H.R The rabbit as a potensial animal for meat production in the future. TC on Poultry Husbandry an Feed Mfg. Ciawi, Bogor. LEBAS, F The rabbit husbandry, health and production. Food and Agriculture Organization of The United Nations, Roma. PARAKKASI, A Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa, Bandung. 742

10 PLA, M., P. HERNA NDEZ, B. ARIN O, J.A. RAMY REZ and ISABEL DY AZ Prediction of fatty acid content in rabbit meat and discrimination between conventional and organic production systems by NIRS methodology. Food Chemistry I (100): SARWONO, B Kelinci Potong dan Hias. Agro Media Pustaka, Depok. SUBROTO, SENO Beternak Kelinci. Penerbit Aneka Ilmu, Semarang. VALENTINO E. F., POBI TAROSMAN dan R. AGUS SLAMET Potensi Pepsin yang Berasal dari Sekum Kelinci Sebagai Pengganti Rennet pada Proses Pembuat Curd Keju, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. DISKUSI Pertanyaan: 1. Berapa lama kegiatan penelitian ini dilakukan? 2. Berapa berat lahir kelinci? Jawaban: 1. Lama penelitian sebelum sampai setelah bunting (lahir) ± 1 bulan. 2. Berat lahir anak kelinci tidak ditimbang. 743

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci merupakan ternak mamalia yang mempunyai banyak kegunaan. Kelinci dipelihara sebagai penghasil daging, wool, fur, hewan penelitian, hewan tontonan, dan hewan kesenangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3. Bahan Penelitian 3.. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan bobot badan 300-900 gram per ekor sebanyak 40 ekor (34 ekor

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya TERNAK KELINCI Peluang usaha ternak kelinci cukup menjanjikan karena kelinci termasuk hewan yang gampang dijinakkan, mudah beradaptasi dan cepat berkembangbiak. Secara umum terdapat dua kelompok kelinci,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Aditif Cair Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16-50 Hari dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan

Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 12 (2): 69-74 ISSN 1410-5020 Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan The Effect of Ration with

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga tahap, yaitu : tahap pendahuluan dan tahap perlakuan dilaksanakan di Desa Cepokokuning, Kecamatan Batang,

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI TERNAK KELINCI PADA POLA PEMELIHARAAN PETERNAK SKALA MENENGAH DAN KECIL DI KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS USAHATANI TERNAK KELINCI PADA POLA PEMELIHARAAN PETERNAK SKALA MENENGAH DAN KECIL DI KALIMANTAN TIMUR ANALISIS USAHATANI TERNAK KELINCI PADA POLA PEMELIHARAAN PETERNAK SKALA MENENGAH DAN KECIL DI KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur Jl. Pangeran M. Noor

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012 20 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012 yang bertempat di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Ternak Kelinci Konsumsi daging kelinci di Indonesia dimasa mendatang diprediksikan akan meningkat. Hal tersebut disebabkan meningkatnya jumlah penduduk dan berkurangnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak membutuhkan modal dan tidak memerlukan lahan yang luas serta sebagai

BAB I PENDAHULUAN. banyak membutuhkan modal dan tidak memerlukan lahan yang luas serta sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelinci sebagai salah satu komoditas ternak mudah berkembangbiak, tidak banyak membutuhkan modal dan tidak memerlukan lahan yang luas serta sebagai hewan kesayangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan

Lebih terperinci

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN AgroinovasI FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN Usaha penggemukan sapi potong semakin menarik perhatian masyarakat karena begitu besarnya pasar tersedia untuk komoditas ini. Namun demikian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

Peningkatan Efisiensi Pakan Kelinci Menggunakan Ransum Berbasis Limbah Nabati Pasar Sayur Pada Peternakan Kelinci Pemula

Peningkatan Efisiensi Pakan Kelinci Menggunakan Ransum Berbasis Limbah Nabati Pasar Sayur Pada Peternakan Kelinci Pemula Peningkatan Efisiensi Pakan Kelinci Menggunakan Ransum Berbasis Limbah Nabati Pasar Sayur Pada Peternakan Kelinci Pemula Badriyah dan Usman Ali ABSTRAK Program ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan

Lebih terperinci

Pengaruh Penggunaan Zeolit dalam Ransum terhadap Konsumsi Ransum, Pertumbuhan, dan Persentase Karkas Kelinci Lokal Jantan

Pengaruh Penggunaan Zeolit dalam Ransum terhadap Konsumsi Ransum, Pertumbuhan, dan Persentase Karkas Kelinci Lokal Jantan Pengaruh Penggunaan Zeolit dalam Ransum terhadap Konsumsi Ransum, Pertumbuhan, dan Persentase Karkas Kelinci Lokal Jantan Sulastri Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Jl. Prof.

Lebih terperinci

PENGARUH SUBSTITUSI RUMPUT GAJAH DENGAN LIMBAH TANAMAN SAWI PUTIH FERMENTASI TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI DOMBA LOKAL JANTAN EKOR TIPIS SKRIPSI

PENGARUH SUBSTITUSI RUMPUT GAJAH DENGAN LIMBAH TANAMAN SAWI PUTIH FERMENTASI TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI DOMBA LOKAL JANTAN EKOR TIPIS SKRIPSI PENGARUH SUBSTITUSI RUMPUT GAJAH DENGAN LIMBAH TANAMAN SAWI PUTIH FERMENTASI TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI DOMBA LOKAL JANTAN EKOR TIPIS SKRIPSI Oleh : ETTY HARYANTI UTAMI FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tatap muka ke 7 POKOK BAHASAN : PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui program pemberian pakan pada penggemukan sapi dan cara pemberian pakan agar diperoleh tingkat

Lebih terperinci

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan Matheus Sariubang, Novia Qomariyah dan A. Nurhayu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl. P. Kemerdekaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

BUDIDAYA KELINCI MENGGUNAKAN PAKAN LIMBAH INDUSTRI PERTANIAN SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBERDAYAAN PETANI MISKIN ABSTRAK

BUDIDAYA KELINCI MENGGUNAKAN PAKAN LIMBAH INDUSTRI PERTANIAN SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBERDAYAAN PETANI MISKIN ABSTRAK Panduan Wirausaha Budidaya Kelinci BUDIDAYA KELINCI MENGGUNAKAN PAKAN LIMBAH INDUSTRI PERTANIAN SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBERDAYAAN PETANI MISKIN C.M. Sri Lestari, E. Purbowati dan T. Santoso Fakultas

Lebih terperinci

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher) Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher) The Effect of Continued Substitution of Tofu on Basal Feed (BR-2) on The

Lebih terperinci

Pengaruh Penggunaan Rumput Kebar (Biophytum petsianum Clotzch) dalam Konsentrat Berdasarkan Kandungan Protein Kasar 19% terhadap Penampilan Kelinci

Pengaruh Penggunaan Rumput Kebar (Biophytum petsianum Clotzch) dalam Konsentrat Berdasarkan Kandungan Protein Kasar 19% terhadap Penampilan Kelinci Sains Peternakan Vol. 10 (2), September 2012: 64-68 ISSN 1693-8828 Pengaruh Penggunaan Rumput Kebar (Biophytum petsianum Clotzch) dalam Konsentrat Berdasarkan Kandungan Protein Kasar 19% terhadap Penampilan

Lebih terperinci

Budidaya Kelinci Hias Makin Menjanjikan

Budidaya Kelinci Hias Makin Menjanjikan KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS Budidaya Kelinci Hias Makin Menjanjikan Oleh : Sri Sutanti 08.11.1978 JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA JENJANG STRATA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan dengan rata-rata bobot badan sebesar 21,09 kg dan koevisien

Lebih terperinci

POTENSI LIMBAH KULIT KOPI SEBAGAI PAKAN AYAM

POTENSI LIMBAH KULIT KOPI SEBAGAI PAKAN AYAM POTENSI LIMBAH KULIT KOPI SEBAGAI PAKAN AYAM MURYANTO, U. NUSCHATI, D. PRAMONO dan T. PRASETYO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegalepek, Sidomulyo PO. Box 101, Ungaran ABSTRAK Telah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, dikarenakan kebutuhan akan susu domestik dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI I. Pendahuluan Ternak ruminansia diklasifikasikan sebagai hewan herbivora karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI Pita Sudrajad, Muryanto, dan A.C. Kusumasari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah E-mail: pitosudrajad@gmail.com Abstrak Telah

Lebih terperinci

Pengaruh Jarak Waktu Pemberian Pakan Konsentrat dan Hijauan Terhadap Produktivitas Kambing Peranakan Etawah Lepas Sapih

Pengaruh Jarak Waktu Pemberian Pakan Konsentrat dan Hijauan Terhadap Produktivitas Kambing Peranakan Etawah Lepas Sapih Pengaruh Jarak Waktu Pemberian Pakan Konsentrat dan Hijauan Terhadap Produktivitas Iswoyo dan Widiyaningrum 1 Intisari Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh metode pemberian pakan konsentrat

Lebih terperinci

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA AgroinovasI SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA Ternak ruminansia seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan rusa dan lain-lain mempunyai keistimewaan dibanding ternak non ruminansia yaitu

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4. PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah

Lebih terperinci

KA-DO UNTUK PETERNAKAN INDONESIA Oleh: Fitria Nur Aini

KA-DO UNTUK PETERNAKAN INDONESIA Oleh: Fitria Nur Aini KA-DO UNTUK PETERNAKAN INDONESIA Oleh: Fitria Nur Aini Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014 (PSDS-2014) merupakan program utama Kementerian Pertanian dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan hewani

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2016.Lokasi penelitian di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2016.Lokasi penelitian di 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2016.Lokasi penelitian di kandang kambing Kelompok Tani Ternak Tunas Melati, di desa Cepoko Kuning, Batang, Jawa Tengah serta

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG UBI KAYU

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG UBI KAYU PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG UBI KAYU ( Manihot esculenta ) SEBAGAI CAMPURAN KONSENTRAT TERHADAP EFISIENSI PAKAN DAN INCOME OVER FEED COST ( IOFC ) PADA TERNAK KELINCI PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

Pengaruh penggunaan tepung azolla microphylla dalam ransum terhadap. jantan. Disusun Oleh : Sigit Anggara W.P H I.

Pengaruh penggunaan tepung azolla microphylla dalam ransum terhadap. jantan. Disusun Oleh : Sigit Anggara W.P H I. 1 Pengaruh penggunaan tepung azolla microphylla dalam ransum terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik kelinci keturunan flemish giant jantan Disusun Oleh : Sigit Anggara W.P H0504075 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dengan melakukan persiapan dan pembuatan ransum di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan persentase kenaikan jumlah penduduk yang tinggi setiap tahunnya. Saat ini, Indonesia menempati posisi ke-4 dalam

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA JENIS HIJAUAN TERHADAP PERFORMANS TERNAK KELINCI. Chelry S. Mas ud*; Y.R.L. Tulung;**, J. Umboh;**, C.A.

PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA JENIS HIJAUAN TERHADAP PERFORMANS TERNAK KELINCI. Chelry S. Mas ud*; Y.R.L. Tulung;**, J. Umboh;**, C.A. PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA JENIS HIJAUAN TERHADAP PERFORMANS TERNAK KELINCI Chelry S. Mas ud*; Y.R.L. Tulung;**, J. Umboh;**, C.A. Rahasia** Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi, Manado 95115

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pellet Kandungan nutrien suatu pakan yang diberikan ke ternak merupakan hal penting untuk diketahui agar dapat ditentukan kebutuhan nutrien seekor ternak sesuai status

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi Pembuatan biskuit limbah tanaman jagung dan rumput lapang dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N. EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM S.N. Rumerung* Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado, 95115 ABSTRAK

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL THE EFFECT OF TOFU WASTE MEAL IN RATIONS ON SLAUGHTER WEIGHTS, CARCASS WEIGHTS

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Ternak Kerbau yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Ternak Kerbau yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni hingga bulan September 2011 dan bertempat di Laboratorium Lapang Blok A, Laboratorium Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan 14 METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan yaitu 1) Percobaan mengenai evaluasi kualitas nutrisi ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada ternak domba dan 2)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biskuit Pakan Biskuit pakan merupakan inovasi bentuk baru produk pengolahan pakan khusus untuk ternak ruminansia. Pembuatan biskuit pakan menggunakan prinsip dasar pembuatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat. Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat. Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Konsumsi Pakan Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan konsumsi pakan ayam kampung super yang diberi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Pra Sapih Konsumsi pakan dihitung berdasarkan banyaknya pakan yang dikonsumsi setiap harinya. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan ternak tersebut. Pakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Kec. Binjai Kota Sumatera Utara. Penelitian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dari bulan Oktober sampai

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BUDIDAYA ITIK DI LAHAN PEKARANGAN Oleh Ermidias Penyuluh Pertanian Madya I.PENDAHULUAN

TEKNOLOGI BUDIDAYA ITIK DI LAHAN PEKARANGAN Oleh Ermidias Penyuluh Pertanian Madya I.PENDAHULUAN TEKNOLOGI BUDIDAYA ITIK DI LAHAN PEKARANGAN Oleh Ermidias Penyuluh Pertanian Madya I.PENDAHULUAN Iitik merupakan ternak unggas penghasil telur yang cukup potensial disamping ayam. Kelebihan ternak itik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011) METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di kandang domba Integrated Farming System, Cibinong Science Center - LIPI, Cibinong. Analisis zat-zat makanan ampas kurma dilakukan di Laboratorium Pengujian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 C. Suhu kandang

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak 8 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian keluaran kreatinin pada urin sapi Madura yang mendapat pakan dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

Lebih terperinci

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan April 2010 di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Balai Penelitian

Lebih terperinci

PERFORMA PRODUKSI KELINCI LOKAL JANTAN PADA PEMBERIAN RUMPUT LAPANG DAN BERBAGAI LEVEL AMPAS TAHU

PERFORMA PRODUKSI KELINCI LOKAL JANTAN PADA PEMBERIAN RUMPUT LAPANG DAN BERBAGAI LEVEL AMPAS TAHU PERFORMA PRODUKSI KELINCI LOKAL JANTAN PADA PEMBERIAN RUMPUT LAPANG DAN BERBAGAI LEVEL AMPAS TAHU HAFIDZ RASYID D14050633 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung limbah kecambah kacang hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai potensi yang sangat baik untuk menopang pembangunan pertanian di Indonesia adalah subsektor peternakan. Di Indonesia kebutuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan kadar protein dan energi berbeda pada kambing Peranakan Etawa bunting dilaksanakan pada bulan Mei sampai

Lebih terperinci

Diharapkan dengan diketahuinya media yang sesuai, pembuatan dan pemanfaatan silase bisa disebarluaskan sehingga dapat menunjang persediaan hijauan yan

Diharapkan dengan diketahuinya media yang sesuai, pembuatan dan pemanfaatan silase bisa disebarluaskan sehingga dapat menunjang persediaan hijauan yan SILASE TANAMAN JAGUNG SEBAGAI PENGEMBANGAN SUMBER PAKAN TERNAK BAMBANG KUSHARTONO DAN NANI IRIANI Balai Penelitian Ternak Po Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Pengembangan silase tanaman jagung sebagai alternatif

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. dilaksanakan pada bulan Maret Juni Lokasi penelitian di kandang

BAB III MATERI DAN METODE. dilaksanakan pada bulan Maret Juni Lokasi penelitian di kandang 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Evaluasi Panjang Potongan Hijauan yang Berbeda dalam Ransum Kering Terhadap Konsumsi dan Kecernaan Kambing Lokal dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2016.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga membutuhkan ketersediaan pakan yang cukup untuk ternak. Pakan merupakan hal utama dalam tata laksana

Lebih terperinci

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK Nama : Wahid Muhammad N Nim : 10.01.2733 Kelas : D3 TI 2A SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA I ABSTRAK Pengembangan usaha ternak

Lebih terperinci

MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS

MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS OLEH: DWI LESTARI NINGRUM, S.Pt Perkembangan ayam buras (bukan ras) atau lebih dikenal dengan sebutan ayam kampung di Indonesia berkembang pesat dan telah banyak

Lebih terperinci

Imbangan Efisiensi Protein pada Kelinci Rex...Yanuar Adi Prasetyo W

Imbangan Efisiensi Protein pada Kelinci Rex...Yanuar Adi Prasetyo W PENGARUH TINGKAT SERAT KASAR DALAM RANSUM PELET TERHADAP IMBANGAN EFISIENSI PROTEIN PADA KELINCI REX THE EFFECT LEVEL OF CRUDE FIBER IN RATION OF PELLETS ON THE PROTEIN EFFICIENCY RATIO OF REX RABBIT Yanuar

Lebih terperinci

KAJIAN TEKNOLOGI BUDIDAYA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENAMPILAN TERNAK BABI. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua 2

KAJIAN TEKNOLOGI BUDIDAYA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENAMPILAN TERNAK BABI. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua 2 KAJIAN TEKNOLOGI BUDIDAYA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENAMPILAN TERNAK BABI Batseba M.W. Tiro 1 dan Paskalis Th. Fernandez 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelinci adalah salah satu ternak penghasil daging yang dapat dijadikan sumber protein hewani di Indonesia. Sampai saat ini masih sangat sedikit peternak yang mengembangkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Konsumsi Ransum Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk hidup pokok dan produksi. Konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang dihabiskan oleh ternak pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Kelinci, Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, yaitu pada bulan Agustus 2012 sampai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber : Damron, 2003)

TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber : Damron, 2003) TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kelinci Kelinci merupakan hewan yang mempunyai potensi sebagai penghasil daging yang baik. Hewan ini merupakan herbivore non ruminansia yang mempunyai sistem lambung sederhana

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 4, No. 2, Desember 2015, pp. 41-47 ISSN 2303 1093 Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower F.N.L. Lubis 1*, S. Sandi

Lebih terperinci

JURNAL INFO ISSN : TEKNOLOGI TEPAT GUNA UNTUK MENCUKUPI KONTINUITAS KEBUTUHAN PAKAN DI KTT MURIA SARI

JURNAL INFO ISSN : TEKNOLOGI TEPAT GUNA UNTUK MENCUKUPI KONTINUITAS KEBUTUHAN PAKAN DI KTT MURIA SARI TEKNOLOGI TEPAT GUNA UNTUK MENCUKUPI KONTINUITAS KEBUTUHAN PAKAN DI KTT MURIA SARI M. Christiyanto dan Surahmanto Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Email korespondensi: marrychristiyanto@gmail.com

Lebih terperinci

SKRIPSI TRESNA SARI PROGRAM STUD1 ILMU NUTFUSI DAN MAKAWAN TERNAK

SKRIPSI TRESNA SARI PROGRAM STUD1 ILMU NUTFUSI DAN MAKAWAN TERNAK i 0 b('/ PEMANFAATAN RANSUM AMPAS TEH (Cnnzrllin sinensis) YANG DITAMBAHKAN SENG (Zn) LEVEL BERBEDA TERHADAP REPRODUKSI DAN KONSUMSI KELINCI BETINA PADA SETIAP STATUS FISIOLOGI SKRIPSI TRESNA SARI PROGRAM

Lebih terperinci