BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIOETANOL (C 2 H 5 OH) Bioetanol (C 2 H 5 OH) merupakan senyawa etanol yang didapatkan dari rekayasa biomassa (tanaman) yang mengandung komponen gula, pati, maupun selulosa melalui proses biologis (enzimatik dan fermentasi) [17]. Tumbuhan yang potensial untuk menghasilkan bioetanol antara lain tanaman yang memiliki kadar karbohidrat tinggi, seperti tebu, nira, aren, sorgum, ubi kayu, jambu mete (limbah jambu mete), garut, batang pisang, ubi jalar, jagung, bonggol jagung, jerami, dan bagas (ampas tebu) [33]. Pemanfaatan tanaman ekonomis seperti jagung, gandum, dan tebu memiliki banyak masalah karena persaingannya sebagai sumber bahan makanan untuk manusia, yang mempengaruhi kelangsungan proses [4]. Oleh karena itu, penelitian yang lebih mendalam dan perkembangan dalam beberapa dekade terakhir lignoselulosa akan lebih banyak dijadikan bahan baku penting dalam pembuatan etanol di masa depan [44]. Gambar 2.1 menunjukkan bahan lignoselulosa tersusun atas 3 polimer utama: selulosa yang disusun oleh unit-unit glukosa, hemiselulosa disusun beberapa gula (xilosa dan arabinosa), dan lignin yang tersusun unit fenilpropan yang terhubung dengan ikatan yang kuat [7]. Gambar 2.1 Biomassa Lignoselulosa [27] Selulosa adalah polimer glukosa rantai lurus yang berhubungan dengan rantai β (1 4)-glikosidik, membentuk selubiosa berulang dalam rantai. Fraksi selulosa dapat diubah menjadi glukosa dengan hidrolisis enzimatik, menggunakan selulase, atau cara kimia, menggunakan asam seperti asam sulfat, yang selanjutnya dapat difermentasikan menjadi etanol. Hemiselulosa adalah heterosakarida yang tersusun atas heksosa (D-glukosa, D- 7

2 galaktosa, dan D-mannosa), pentosa (D-xilosa dan D-arabinosa, asam asetat, asam D- glucuronic, dan unit asam and 4-O-methyl-D-glucuronic. Hemiselulosa umumnya diklasifikasikan sesuai gula yang hadir dalam rantai utama polimer: xylan, glucomannan, dan galactan. Hemiselulosa pada hakekatnya berbeda dari selulosa kelarutan yang membuatnya mudah untuk dihidrolisis daripada selulosa. Fraksi hemiselulosa dapat dihilangkan dari lignoselulosa dengan beberapa pretreatment, seperti hidrolisis asam dan hidrotermal, dan pembebasan gula yang sebagian besar xilosa, yang selanjutnya dapat difermentasikan menjadi etanol [10]. Biomassa lignoselulosa sangat sulit untuk dibiotransformasi, baik dengan mikroba maupun enzim. Hal ini yang membatasi penggunaannya dan menghambat konversinya menjadi produk bernilai tambah. Pada limbah lignoselulosa terdapat lignin yang berperan sebagai pelindung selulosa terhadap serangan enzim pemecah selulosa [21]. Lignin adalah makromolekul aromatik kompleks yang terbentuk dari polimerisasi radikal tiga fenil-propan alkohol yaitu p-coumarilic, coniferilic, and synapilic [10]. Komposisi kimia dan struktur yang demikian membuat bahan yang mengandung selulosa bersifat kuat dan keras, sedangkan adanya ikatan hidrogen menyebabkan selulosa tidak larut dalam air [21]. Gambar 2.2 memperlihatkan struktur dasar komponen lignoselulosa. a.selulosa b.hemiselulosa 8

3 c.lignin Gambar 2.2 Struktur dasar lignoselulosa a.selulosa, b.hemiselulosa, c.lignin [46] Melalui proses sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana), fermentasi, dan distilasi, bahan-bahan tersebut dapat dikonversi menjadi bahan bakar bioetanol [33]. Berikut ini Standar Nasional Indonesia untuk etanol nabati diperlihatkan dalam tabel 2.1. Tabel 2.1 Syarat Mutu Etanol Nabati [6] No Uraian Persyaratan Mutu Satuan Mutu 1 Mutu 2 Mutu 3 1 Kadar etanol pada 15 o C % v/v Min. 96,3 Min. 96,1 Min. 95,0 % b/b Min 94,4 Min 94,1 Min. 92,5 Bahan yang dapat 2 Dioksidasikan, pada 15 o C Menit Min. 30 Min (waktu uji permanganat) 3 Minyak fusel mg/l Maks. 4 Maks Aldehid (sebagai asetaldehid) mg/l Maks. 4 Maks Keasaman (sebagai asam asetat) mg/l Maks. 20 Maks. 30 Maks Sistem penguapan maksimum mg/l Maks. 25 Maks. 25 Maks.50 7 Metanol mg/l Maks. 10 Maks.30 Maks.100 9

4 2.2 POTENSI BIOETANOL DARI AMPAS TEBU DI INDONESIA Indonesia memiliki potensi limbah biomassa yang sangat melimpah seperti bagas. Setiap tahunnya Indonesia menghasilkan limbah bagas tebu sebesar 47 juta ton. Potensi bagas di Indonesia menurut Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) tahun 2012, cukup besar dengan komposisi rata-rata hasil samping industri gula di Indonesia terdiri dari limbah cair 52,9 persen, blotong 3,5 persen, ampas (bagas) 32 persen, tetes 4,5 persen, dan gula 7,05 persen serta abu 0,1 persen [50]. Gambar 2.3 menunjukkan industri gula khususnya di Sumatera menghasilkan bagas yang yang cukup melimpah. Gambar 2.3 Potensi Biomassa di Indonesia [25]. Tebu merupakan salah satu komoditi unggulan Indonesia. Produksi gula dunia adalah 70% dari tebu, sisanya dari beet. Indonesia berpotensi menjadi produsen gula dunia karena dukungan agroekosistem, luas lahan, dan tenaga kerja. Disamping itu prospek pasar gula di Indonesia cukup menjanjikan dengan konsumsi sebesar 4,2 4,7 juta ton/tahun [16]. Batang tebu digiling untuk menghasilkan air tebu yang selanjutnya digunakan untuk produksi gula (sukrosa) dan alkohol (etanol). Limbah sisa penggilingan batang tebu disebut ampas/bagas [10]. Ampas tebu mengandung substrat lignoselulostik potensial untuk produksi bioetanol, karena mengandung kandungan gula tinggi, dapat diperbaharui, murah, dan banyak tersedia [4]. Limbah ini banyak mengandung serat dan gabus. Menurut rumus Pritzelwitz tiap kilogram ampas dengan kandungan gula sekitar 2,5 % akan memiliki kalor sebesar 1825 kkal [50]. Ampas tebu dapat menggambarkan biomassa lignoselulotik utama dalam banyak negara tropis karena tersedia di industri gula tanpa tambahan biaya dan mengandung gula tinggi dan rendah kandungan lignin [4]. 10

5 Dari satu pabrik dihasilkan ampas tebu sekitar 35-40% dari berat tebu yang digiling. Pada musim giling 2006 lalu, data yang diperoleh dari Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi) menunjukkan bahwa jumlah tebu yang digiling oleh 57 pabrik gula di Indonesia mencapai sekitar 30 juta ton, sehingga ampas tebu yang dihasilkan diperkirakan mencapai 10 juta ton [47]. Tabel 2.2 dan 2.3 menampilkan komposisi ampas tebu dan perbandingannya dengan limbah agrikultural lain. Ampas tebu merupakan bahan baku pembuatan etanol terbaik dibandingkan dengan jerami padi dan jerami jagung [21]. Tabel 2.2 Komposisi Kimia Ampas Tebu [3] Kandungan Kadar (%) Abu 3,82 Lignin 22,09 Selulosa 37,65 Sari 1,81 Pentosa 27,97 SiO 2 3,01 Tabel 2.3 Komposisi Kimia Limbah Agrikultural [40] Substrat Selulosa Hemiselulosa Lignin Protein Debu (%) (%) (%) (%) (%) Batang padi ,4 Batang gandum ,1 10,1 Batang jagung 42,6 21,3 8,2 5,1 4,3 Ampas tebu 65 (Total karbohidrat) 18,4 3 2,4 2.3 KEGUNAAN BIOETANOL Dalam pemanfaatannya, bioetanol bukan hanya sebagai bahan bakar atau untuk memasak semata, namun dapat digunakan sebagai penunjang kegiatan lain. Tabel 2.4 menampilkan manfaat bioetanol berdasarkan persen kadar etanol. Tabel 2.4 Market Bioetanol [67] Grade Bioetanol Manfaat Pemakai Kadar 20% Digunakan untuk saos rokok dan campuran minuman juga parfum dan deodorasi Pabrik rokok, makanan, home industry, pembersih lantai dan parfum. 11

6 Kadar 20%-60% Substitusi minyak tanah 1 liter untuk digunakan 3 jam Kadar 70%-80% Sterilisasi di rumah sakit dan balai Reparasi elektro Bahan baku obat Kadar 90% keatas Perdagangan umum di toko-toko kimia Perdagangan ekspor Masyarakat dan rumah tangga Para medis Pabrik obat farmasi dan jamu Masyarakat luas Luar negri Kadar 99% keatas Campuran bensin E-10 Transportasi dan masyarakat umum 2.4 PROSES PEMBUATAN ETANOL DARI LIGNOSELULOSA Dengan tujuan untuk memproduksi etanol dari bahan lignoselulosa, kita harus (a)membuka ikatan lignoselulosa untuk mengakses rantai polimer selulosa dan hemiselulosa dengan proses pendahuluan, (b)menghidrolisis polimer untuk mencapai monomer larutan gula, (c)fermentasi gula menjadi larutan etanol (bubur) dengan mikroorganisme, dan (d)memurnikan etanol dengan distilasi [44] Proses Pendahuluan (Pretreatment) Serat-serat selulosa melekat diantara campuran dari hemiselulosa dan lignin, maka dari itu untuk mengurai lignoselulosa diperlukan suatu teknologi pretreatment [50]. Tanpa adanya metode pendahuluan, konversi selulosa menjadi gula sangatlah lambat, karena selulosa dilindungi dengan baik oleh matriks lignin dan hemiselulosa dalam makrofibril [44]. Proses pendahuluan lignoselulosa bertujuan untuk mengacaukan struktur kristalin dari makro dan mikrofibril, untuk membebaskan rantai polimer selulosa dan hemiselulosa, dan/atau memodifikasi pori di material untuk memudahkan enzim masuk kedalam serat untuk membuatnya dapat menerima reaksi hidrolisis enzimatik (Gambar 2.5) [44]. Biomassa lignoselulotik tidak mudah diserang enzim [4]. Metode pendahuluan yang tepat dapat meningkatkan konsentrasi gula yang terfermentasi setelah sakarifikasi enzimatik, dengan demikian meningkatkan efisiensi keseluruhan proses [40]. 12

7 Gambar 2.4 Efek Pretreatment Bahan Lignoselulosa [7] Idealnya, metode pendahuluan biomassa lignoselulosa harus (1)meningkatkan akses area permukaan dan dekristalisasi selulosa, (2)depolimerisasi parsial selulosa, (3)melarutkan hemiselulosa dan/atau lignin, (4)memodifikasi struktur lignin, (5)memaksimalkan pencernaan enzimatik bahan pendahuluan, (6)minimalisasi kehilangan gula, (7)minimalisasi modal dan biaya operasi [10]. Perlakuan pendahuluan dapat dilakukan secara fisika, fisiko-kimia, kimia, biologis, maupun kombinasi dari cara cara tersebut : 1. Perlakuan pendahuluan secara fisika antara lain berupa pencacahan secara mekanik, penggilingan, dan penepungan untuk memperkecil ukuran bahan dan mengurangi kristalinitas selulosa 2. Perlakuan pendahuluan secara fisikokimia antara lain steam explosion, ammonia fiber explosion (AFEX), dan CO 2 explosion. Pada metode ini, partikel biomassa dipaparkan pada suhu dan tekanan tinggi, kemudian tekanannya diturunkan secara cepat sehingga bahan mengalami dekompresi eksplosif 3. Perlakuan pendahuluan secara kimia,diantaranya ozonolisis, hidrolisis asam, hidrolsis alkali, delignifikasi oksidatif, proses organosolv. 4. Perlakuan secara biologis. Pada metode ini, digunakaan mikroorganisme jamur pelapuk coklat, jamur pelapuk putih, dan jamur pelunak untuk mendegradasi lignin dan hemiselulosa yang berada dalam bahan lignoselulosa. Diantara ketiga jamur 13

8 tersebut, yang paling efektif untuk perlakuan pendahuluan pada bahanlignoselulosa adalah jamur pelapuk putih (white-rot fungi) [23]. Penggunaan metode pretreatment secara mekanis seperti penggilingan dapat meningkatkan terhidrolisisnya lignoselulosa sebesar 5% - 25%. Pretreatment secara kimiawi pada umumnya menggunakan asam, basa atau pelarut organik. Tujuan utama dari pretreatment secara kimiawi adalah untuk menghilangkan lignin dari serat komplek lignoselulosa pada dinding sel tanaman dan untuk memisahkan serat dari bagian tengah lapisan tipis tanpa menyebabkan kerusakan mekanis pada dinding sel tanaman. Basa yang sering digunakan untuk pretreatment secara kimiawi adalah NaOH dan Ca(OH) 2 [50]. Sebuah metode pendahuluan yang efisien harus menawarkan sebanyak mungkin gula dengan minimum pembentukan inhibitor [12]. Lebih lanjut, harus dipahami bahwa pemilihan metode pendahuluan harus sesuai dengan metode hidrolisis. Sebagai contoh, jika digunakan hidrolisis asam, metode pendahuluan dengan alkali mungkin tidak menguntungkan [44]. Dibandingkan dengan bahan lignoselulosa lain yang banyak tersedia sebagai hasil samping industri pertanian dan perkebunan, misalnya jerami padi dan tandan kosong kelapa sawit, Ampas tebu memiliki kelebihan, terutama dalam hal bentuk dan ukuran bahan. Ampas tebu dari pabrik gula sudah merupakan hasil partikel kecil yang tidak lagi memerlukan proses perlakuan pendahuluan secara berupa pencacahan atau penggilingan untuk memperkecil ukuran bahan. Ampas tebu dapat langsung diberi perlakuan pendahuluan lanjutan untuk mendegradasi lignin dalam bahan [23] Proses Hidrolisis Metode yang dapat digunakan untuk mendegradasi komponen penyusun biomassa adalah proses hidrolisis. Sejauh ini telah dikenal beberapa jenis proses hidrolisis, antara lain hidrolisis dengan enzim, hidrolisis ozon, hidrolisis dengan menggunakan asam, hidrolisis dengan menggunakan basa, serta hidrolisis termal [26]. Pada hidrolisis termal digunakan medium pemanas berupa air. Dengan penggunaan medium air tadi maka korosi terhadap perangkat hidrolisis lebih dapat diminimalisasi dibandingkan dengan penggunaan asam. Jenis hidrolisis ini juga hanya sedikit menghasilkan produk samping yang tidak diinginkan serta limbah yang dihasilkan bersifat ramah lingkungan. Keunggulan dari hidrolisis termal dibandingkan dengan jenis hidrolisis lain adalah proses hidrolisis dengan perlakuan panas tidak memerlukan tahap lebih lanjut seperti tahap pemurnian, tidak perlu dilakukan penyesuaian ph, maupun penggunaan katalis. Alasan itulah yang mendukung penggunaan hidrolisis termal dalam upaya produksi bioetanol [26]. 14

9 Untuk temperatur dibawah 100 o C, tidak ada pengaruh hidrolitik pada material, dimana diatas 220 o C terjadi degradasi selulosa. Diantara o C, reaksi pirolisis menjadi penting [8]. Disisi lain, hidrolisis enzimatik memiliki masalah dibandingkan hidrolisis asam. Dibutuhkan waktu beberapa hari untuk hidrolisis enzimatik dimana hanya beberapa menit untuk hidrolisis asam. Harga enzim lebih mahal dibandingkan dengan asam sulfat yang digunakan dalam hidrolisis asam. Dalam hidrolisis asam, produk akhir tidak menggangu hidrolisis. Akan tetapi, dalam reaksi enzimatis, pembebasan gula dapat menghambat reaksi hidrolisis [44]. Selama hidrolisis tidak hanya gula yang terbentuk, tetapi juga inhibitor. Contohnya : furfural, 5-hidroksimetil furfural (HMF), asam karboksilat, dan senyawa fenol [31] Fermentasi Pada proses ini, gula-gula sederhana yang terbentuk difermentasi menjadi etanol dengan bantuan khamir seperti Saccharomyces cerevisiae. Fermentasi biasanya dilakukan pada suhu 30 o C, ph 5, dan sedikit anaerobik. Pada proses fermentasi glukosa, satu molekul glukosa menghasilkan dua molekul etanol dan dua molekul karbon dioksida (CO 2 ) [23]. C 6 H 12 O 6 2 C 2 H 5 OH + 2 CO 2 Proses hidrolisis dan fermentasi ini akan sangat efisien dan efektif jika dilaksanakan secara berkelanjutan tanpa melalui tenggang waktu yang lama, hal ini yang sering dikenal dengan istilah Simultaneous Sacharificatian dan Fermentation (SSF). SSF pertama kali dikenalkan oleh Takagi et al, 1977, yaitu kombinasi antara hidrolisis menggunakan enzim selulase dan yeast S. cerevisiae untuk fermentasi gula menjadi etanol secara simultan. Proses SSF sebenarnya hampir sama dengan dengan proses yang terpisah antara hidrolisis dengan enzim dan proses fermentasi, hanya dalam proses SSF hidrolisis dan fermentasi dilakukan dalam satu reaktor [39]. Keuntungan dari proses ini adalah polisakarida yang terkonversi menjadi monosakarida tidak kembali menjadi poliskarida karena monosakarida langsung difermentasi menjadi etanol. Selain itu dengan menggunakan satu reaktor dalam prosesnya akan mengurangi biaya peralatan yang digunakan [39]. Perbedaaan antara proses SHF dan SFF adalah proses Separate-Hydrolysis- Fermentation (SHF) merupakan proses pembuatan etanol dimana tahap hidrolisis dan tahap fermentasi berlangsung terpisah. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pengontrolan terhadap tiap tahap, agar tercapai hasil yang diinginkan [49]. 15

10 Reaksi-reaksi lain yang dapat diintegrasikan adalah fermentasi heksosa dan pentosa yan disebut co-fermentation (CF), reaksi sakarifikasi, fermentsi heksosa dan pentosa yang disebut simultaneous saccharification and co-fermentation (SSCF) serat reaksi SSCF ditambah dengan produksi selulase yang disebut consolidated bioprocessing (CBP). Diantara keempat proses integrasi reaksi tersebut, proses SSF adalah yang paling banyak dilakukan. Tabel 2.5 menampilkan perbandingan teknik SFF dan SHF. Tabel 2.5 Perbandingan antara dua teknik fermentasi utama [40]. Proses Fermentasi Keuntungan Kerugian Sakarifikasi dan -Rendah biaya -temperatur operasi Fermentasi Serentak -Hasil etanol yang tinggi karena optimum yang berbeda penghilangan inhibitor proses sakarifikasi -Mengurangi reaktor yang digunakan Hidrolisis dan -setiap langkah dapat diproses pada - inhibitor produk akhir Fermentasi Terpisah kondisi operasi optimal menurunkan kadar -langkah terpisah meminimalisasi etanol interaksi tiap langkah -kesempatan -bahan baku lignoselulosa berupa kontaminasi selama ampas membutuhkan waktu untuk proses terurai menjadi glukosa kemudian bioetanol Hasil etanol keseluruhan dan kecepatan produksi etanol tidak hanya bergantung kepada hasil gula, tetapi juga larutan fermentasi. Ini mempengaruhi konsentrasi material terlarut terbebaskan selama pretreatment. Adanya mekanisme penghambatan proses fermentasi oleh produk (etanol) yang dihasilkan akan mengakibatkan penurunan kinerja dari khamir dalam mengkonversi gula menjadi etanol. Pada media dimana khamir bekerja mengubah gula menjadi etanol, jika konsentrasi etanol mencapai 12%, sel khamir akan mati dan proses fermentasi berhenti [23]. Oleh karena itu, etanol yang ada dalam media harus dikeluarkan dahulu dengan proses distilasi, kemudian gula yang ada pada ampas tebu dimanfaatkan kembali sebagai media fermentasi dengan melakukan daur ulang Distilasi Proses distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari larutan hasil fermentasi dengan cara memanaskan larutan tersebut dengan menjaga suhu pemanasan pada titik didih etanol yaitu 78ºC, sehingga etanol lebih dahulu menguap dan penguapan tersebut dialirkan pada pipa, terkondensasi dan kembali lagi menjadi etanol cair [28]. 16

11 Terdapat dua tipe proses destilasi yang banyak diaplikasikan, yaitu continuous-feed distillation column system dan pot-type distillation system. Selain tipe tersebut, dikenal juga tipe destilasi vakum yang menggunakan tekanan rendah dan suhu yang lebih rendah untuk menghasilkan konsentrasi alkohol yang lebih tinggi. Tekanan yang digunakan untuk destilasi adalah 42 mmhg atau 0.88 psi. Dengan tekanan tersebut, suhu yang digunakan pada bagian bawah kolom adalah 35 o C dan 20 o C di bagian atas [30]. 2.5 HAL-HAL YANG MEMPENGARUHI FERMENTASI Faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi untuk menghasilkan etanol adalah: sumber karbon, gas karbondioksida, ph substrat, nutrien, temperatur, dan oksigen ph ph dari media sangat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Setiap mikroorganisme mempunyai ph minimal, maksimal, dan optimal untuk pertumbuhannya. Untuk yeast, ph optimal untuk pertumbuhannya ialah berkisar antara 4,0 sampai 4,5. Pada ph 3,0 atau lebih rendah lagi fermentasi alkohol akan berjalan dengan lambat Nutrien Dalam pertumbuhannya mikroba memerlukan nutrient. Nutrien yang dibutuhkan digolongkan menjadi dua yaitu nutrien makro dan nutrien mikro. Nutrien makro meliputi unsur C, N, P, K. Unsur C didapat dari substrat yang mengandung karbohidrat, unsur N didapat dari penambahan urea, sedang unsur P dan K dari pupuk NPK. Unsur mikro meliputi vitamin dan mineral-mineral lain yang disebut trace element seperti Ca, Mg, Na, S, Cl, Fe, Mn, Cu, Co, Bo, Zn, Mo, dan Al Temperatur Mikroorganisme mempunyai temperatur maksimal, optimal, dan minimal untuk pertumbuhannya. Temperatur optimal untuk yeast berkisar antara o C dan temperatur maksimal antara o C. Beberapa jenis yeast dapat hidup pada suhu 0 o C. Temperatur selama fermentasi perlu mendapatkan perhatian, karena di samping temperatur mempunyai efek yang langsung terhadap pertumbuhan yeast juga mempengaruhi komposisi produk akhir. Pada temperatur yang terlalu tinggi akan menonaktifkan yeast. Pada temperatur yang terlalu rendah yeast akan menjadi tidak aktif. Selama proses fermentasi akan terjadi pembebasan panas sehingga akan lebih baik apabila pada tangki fermentasi dilengkapi dengan unit pendingin 17

12 2.5.4 Oksigen Berdasarkan kemampuannya untuk mempergunakan oksigen bebas, mikroorganisme dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: aerob apabila untuk pertumbuhannya mikroorganisme memerlukan oksigen, anaerob apabila mikroorganisme akan tumbuh dengan baik pada keadaan tanpa oksigen, dan fakultatif apabila dapat tumbuh dengan baik pada keadaan ada oksigen bebas maupun tidak ada oksigen bebas. Sebagian besar yeast merupakan mikroorganisme aerob. Yeast dari kultur yang memakai aerob akan menghasilkan alkohol dalam jumlah yang lebih besar apabila dibandingkan dengan yeast kultur yang tanpa aerasi. Akan tetapi efek ini tergantung yeast yang dipergunakan [42] Lama Fermentasi Waktu yang dibutuhkan dalam proses fermentasi adalah 2-3 hari. Waktu yang sesuai akan menghasilkan etanol yang optimum. Semakin lama fermentasi kadar alkohol yang dihasilkan akan optimum dan akhirnya akan menurun. Hal ini karena kadar etanol dipengaruhi oleh waktu fermentasi. Pada tahap awal sel khamir mulai memasuki fase eksponensial dimana etanol sebagai metabolit primer dihasilkan, sedangkan tahap selanjutnya sel khamir mulai memasuki fase stasioner dan kematian sehingga alkohol yang dihasilkan menurun 2.6 RAGI Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya. Ragi adalah anggota dari keluarga jamur bersel satu. Ragi roti serta ragi bir termasuk species Saccharomyces cerevisiae [5]. Saccharomyces cerevisiae efisien mengubah glukosa dan mannosa menjadi etanol, tetapi tidak dapat mengubah xilosa menjadi etanol. Tabel 2.6 Efisiensi penggunaan ragi tape dengan S.cereviceae untuk 500 ml fermentasi hasil hidrolisis ampas tebu menjadi bioetanol [36] No Jenis Mikroba Ragi Tape Saccharomyces cerevisiae 1 Jumlah mikroba 50 g 50 ml kultur fasa akhir logarithmic 2 Waktu fermentasi 1 hari 3 hari 3 Hasil ( Rendemen) 175 ml/kg 160 ml/kg 4 Uji kualitatif Alkohol primer Alkohol primer 5 Perkiraan harga mikroba Rp Rp

13 2.7 ANALISIS EKONOMI Dalam penelitian ini, dilakukan suatu analisis ekonomi yang sederhana terhadap pembuatan bioetanol dari ampas tebu dengan cara yang konvensional. Rincian biaya diberikan dalam Tabel 2.7 berikut. Tabel 2.7 Rincian Biaya Pembuatan Bioetanol dari Ampas Tebu Bahan dan Peralatan Jumlah Harga (Rp) Biaya Total (Rp) Ampas tebu 1 kg 200,-/1 kg 200,- Air proses 25 L 1,25,-/L 31,25,- Ragi Roti 87,5 gr 4000,-/12 g ,- Urea 0,005 kg 2000/ kg 10,- Listrik , ,- Total biaya ,25,- Dari rincian biaya yang telah dilakukan di atas maka total biaya yang diperlukan untuk pembuatan bioetanol per kilogram ampas tebu adalah sebesar Rp ,25- meskipun bioetanol yang dihasilkan masih rendah kemurniannya dan diperlukan adanya tahap purifikasi lanjutan untuk menjadikan produk tersebut menjadi lebih tinggi kemurniannya. 19

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tongkol jagung merupakan limbah tanaman yang setelah diambil bijinya tongkol jagung tersebut umumnya dibuang begitu saja, sehingga hanya akan meningkatkan jumlah

Lebih terperinci

BIOETHANOL. Kelompok 12. Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto

BIOETHANOL. Kelompok 12. Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto BIOETHANOL Kelompok 12 Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto PENGERTIAN Bioethanol adalah ethanol yang bahan utamanya dari tumbuhan dan umumnya menggunakan proses farmentasi.

Lebih terperinci

Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc

Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc Jurnal PEMANFAATAN BIOMASSA LIGNOSELULOSA AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI BIOETANOL Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN Anggota Kelompok 7: YOSUA GILANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi berupa bahan bakar minyak (BBM) berbasis fosil seperti solar, bensin dan minyak tanah pada berbagai sektor ekonomi makin meningkat, sedangkan ketersediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi (M BOE) Gambar 1.1 Pertumbuhan Konsumsi Energi [25]

BAB I PENDAHULUAN. Energi (M BOE) Gambar 1.1 Pertumbuhan Konsumsi Energi [25] BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan populasi penduduk yang semakin meningkat mengakibatkan konsumsi energi semakin meningkat pula tetapi hal ini tidak sebanding dengan ketersediaan cadangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan industri kelapa sawit yang cukup potensial sebagai penghasil devisa negara menyebabkan luas areal dan produksi kelapa sawit di Indonesia semakin meningkat. Sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya semakin meningkat. Hal ini disebabkan kerena pertambahan jumlah penduduk serta meningkatnya penggunaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin

I. PENDAHULUAN. Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin menipis. Menurut data statistik migas ESDM (2009), total Cadangan minyak bumi Indonesia pada tahun 2009

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menurun. Penurunan produksi BBM ini akibat bahan bakunya yaitu minyak

I. PENDAHULUAN. menurun. Penurunan produksi BBM ini akibat bahan bakunya yaitu minyak 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada masa sekarang produksi bahan bakar minyak (BBM) semakin menurun. Penurunan produksi BBM ini akibat bahan bakunya yaitu minyak mentah nasional menipis produksinya.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber energi berbasis fosil (bahan bakar minyak) di Indonesia diperkirakan hanya cukup untuk 23 tahun lagi dengan cadangan yang ada sekitar 9.1 milyar barel (ESDM 2006),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia semakin tahun

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia semakin tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia semakin tahun semakin meningkat. Konsumsi BBM bersubsidi di Indonesia mencapai 21,22 juta kiloliter pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. LIGNOSELULOSA Lignoselulosa merupakan bahan penyusun dinding sel tanaman yang komponen utamanya terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Demirbas, 2005). Selulosa adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kulit Pisang Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari buah pisang yang belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan bakar memiliki peran yang penting dalam kehidupan manusia. Krisis energi yang terjadi di dunia dan peningkatan populasi manusia sangat kontradiktif dengan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi permintaan. Artinya, kebijakan energi tidak lagi mengandalkan pada ketersediaan pasokan

Lebih terperinci

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao BAB 1V A. Hasil Uji Pendahuluan HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Pengukuran Kadar Gula Pereduksi Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao sebelum dan sesudah hidrolisis diperoleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari perombakan bahan organik oleh mikroba dalam kondisi tanpa oksigen (anaerob). Bahan organik dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi yang ramah lingkungan. Selain dapat mengurangi polusi, penggunaan bioetanol juga dapat menghemat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan produksi minyak bumi nasional yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan minyak bumi di Indonesia. Cadangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Advisory (FAR), mengungkapkan bahwa Indonesia adalah penyumbang

BAB I PENDAHULUAN. Advisory (FAR), mengungkapkan bahwa Indonesia adalah penyumbang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Permasalahan Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Rabobank, Pawan Kumar, Rabobank Associate Director

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaannya di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014),

II. TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaannya di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jerami Padi Jerami padi merupakan salah satu limbah agroindustri yang paling banyak ketersediaannya di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014), produksi padi di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang tidak dapat diperbaharui) disebabkan oleh pertambahan penduduk dan

I. PENDAHULUAN. yang tidak dapat diperbaharui) disebabkan oleh pertambahan penduduk dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan kebutuhan energi (khususnya energi dari bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui) disebabkan oleh pertambahan penduduk dan peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun 2010 pemakaian BBM sebanyak 388.241 ribu barel perhari dan meningkat menjadi 394.052 ribu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional. Produksi pisang Provinsi Lampung sebesar 697.140 ton pada tahun 2011 dengan luas areal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan suatu bentuk energi alternatif, karena dapat. mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak dan sekaligus

I. PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan suatu bentuk energi alternatif, karena dapat. mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak dan sekaligus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bioetanol merupakan suatu bentuk energi alternatif, karena dapat mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak dan sekaligus pemasok energi nasional. Bioetanol

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Proksimat Batang Sawit Tahapan awal penelitian, didahului dengan melakukan analisa proksimat atau analisa sifat-sifat kimia seperti kadar air, abu, ekstraktif, selulosa

Lebih terperinci

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO 75 7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO 7.1 Pendahuluan Aplikasi pra-perlakuan tunggal (biologis ataupun gelombang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Tanaman tebu di Indonesia banyak ditanam oleh para petani kecil baik atas usaha sendiri maupun atas usaha kerjasama dengan pabrik gula atau pabrik gula yang menyewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pisang merupakan buah yang umum ditemui di Indonesia. Badan Pusat statistik mencatat pada tahun 2012 produksi pisang di Indonesia adalah sebanyak 6.189.052 ton. Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton

BAB I PENDAHULUAN Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Produksi singkong dunia diperkirakan mencapai 184 juta ton pada tahun 2002. Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Noor Azizah, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Noor Azizah, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Energi fosil khususnya minyak bumi merupakan sumber energi utama dan sumber devisa negara bagi Indonesia. Kenyataan menunjukan bahwa cadangan energi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIOETANOL Bioetanol pada dasarnya merupakan etanol yang diproduksi dari biomassa [12]. Bioetanol dapat dengan mudah diproduksi dari bahan bergula, berpati dan berserat. Tumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jerami Jerami adalah hasil samping usaha pertanian berupa tangkai dan batang tanaman serealia yang telah kering, setelah biji-bijiannya dipisahkan. Massa jerami kurang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ethanol banyak dipergunakan dalam berbagai aspek kehidupan, baik industri

BAB I PENDAHULUAN. Ethanol banyak dipergunakan dalam berbagai aspek kehidupan, baik industri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ethanol banyak dipergunakan dalam berbagai aspek kehidupan, baik industri maupun untuk keperluan sehari-hari. Ethanol merupakan salah satu produk industri yang penting

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen Non Struktural Sifat Kimia Bahan Baku Kelarutan dalam air dingin dinyatakan dalam banyaknya komponen yang larut di dalamnya, yang meliputi garam anorganik, gula, gum, pektin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Jumlah energi yang dibutuhkan akan meningkat seiring berjalannya waktu dan meningkatnya jumlah penduduk.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. energi karena cadangan energi fosil yang terus menurun. Mengantisipasi masalah

I. PENDAHULUAN. energi karena cadangan energi fosil yang terus menurun. Mengantisipasi masalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah utama yang dihadapi di seluruh dunia dewasa ini adalah krisis energi karena cadangan energi fosil yang terus menurun. Mengantisipasi masalah krisis

Lebih terperinci

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA SKRIPSI Untuk Memenuhui sebagian persyaratan Guna mencapai

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis bahan bakar minyak merupakan salah satu tanda bahwa cadangan energi fosil sudah menipis. Sumber energi fosil yang terbatas ini menyebabkan perlunya pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia, disebabkan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan cadangan BBM semakin berkurang, karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang dan Masalah. Kebutuhan energi makin lama makin meningkat. Peningkatan kebutuhan

I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang dan Masalah. Kebutuhan energi makin lama makin meningkat. Peningkatan kebutuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan energi makin lama makin meningkat. Peningkatan kebutuhan energi ini disebabkan oleh pertambahan penduduk yang sangat pesat dan peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri minyak bumi serta sebagai senyawa intermediet pada pembuatan bahan

I. PENDAHULUAN. industri minyak bumi serta sebagai senyawa intermediet pada pembuatan bahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Furfural merupakan salah satu senyawa kimia yang memiliki banyak manfaat, yaitu sebagai pelarut dalam memisahkan senyawa jenuh dan tidak jenuh pada industri minyak bumi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Tanaman Jagung Limbah tanaman jagung merupakan limbah lignoselulosik yang terdiri atas sebagian besar selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Fungsi lignin adalah mengikat sel-sel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. asam ataupun enzimatis untuk menghasilkan glukosa, kemudian gula

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. asam ataupun enzimatis untuk menghasilkan glukosa, kemudian gula BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Bahan Baku Klasifikasi etanol secara mikrobiologis dipengaruhi oleh bahan bakunya, bahan baku berupa sumber pati prosesnya lebih panjang di banding dengan berbahan

Lebih terperinci

PRODUKSI GULA REDUKSI DARI BAGASSE TEBU MELALUI HIDROLISIS ENZIMATIK MENGGUNAKAN CRUDE ENZYME SELULASE DAN XYLANASE

PRODUKSI GULA REDUKSI DARI BAGASSE TEBU MELALUI HIDROLISIS ENZIMATIK MENGGUNAKAN CRUDE ENZYME SELULASE DAN XYLANASE PRODUKSI GULA REDUKSI DARI BAGASSE TEBU MELALUI HIDROLISIS ENZIMATIK MENGGUNAKAN CRUDE ENZYME SELULASE DAN XYLANASE Penyusun: Charlin Inova Sitasari (2310 100 076) Yunus Imam Prasetyo (2310 100 092) Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk serta meningkatnya aktivitas pembangunan menyebabkan jumlah sampah dan pemakaian bahan bakar. Bahan bakar fosil seperti minyak bumi saat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buah kakao (Gambar 1) umumnya terdiri dari 73,63% bagian kulit (pod

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buah kakao (Gambar 1) umumnya terdiri dari 73,63% bagian kulit (pod 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Buah Kakao Buah kakao (Gambar 1) umumnya terdiri dari 73,63% bagian kulit (pod kakao), 24,37% biji (umumnya dalam satu buah kakao terdiri dari 30-40 butir biji kakao) dan 2% plasenta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan karakteristik fisik dan kimianya, tanaman jagung (Zea mays) memiliki banyak kegunaan, berpotensi sebagai sumber bio energi dan produk samping yang bernilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam berbagai industri seperti makanan, minuman, kosmetik, kimia dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam berbagai industri seperti makanan, minuman, kosmetik, kimia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Asam laktat merupakan senyawa asam organik yang telah digunakan dalam berbagai industri seperti makanan, minuman, kosmetik, kimia dan farmasi. Asam laktat dapat dipolimerisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Perkembangan kebutuhan energi dunia yang dinamis di tengah semakin terbatasnya cadangan energi fosil serta kepedulian terhadap kelestarian lingkungan hidup, menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak (BBM) dan gas yang semakin meningkat serta

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak (BBM) dan gas yang semakin meningkat serta 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Harga bahan bakar minyak (BBM) dan gas yang semakin meningkat serta isu pelestarian lingkungan telah meningkatkan pamor biomassa sebagai salah satu sumber

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PRETREATMENT BASA PADA DEGRADASI ENZIMATIK AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI ETANOL

PENGGUNAAN PRETREATMENT BASA PADA DEGRADASI ENZIMATIK AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI ETANOL PENGGUNAAN PRETREATMENT BASA PADA DEGRADASI ENZIMATIK AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI ETANOL Oleh : Hikmatush Shiyami M. (2309100063) Azizah Ayu Kartika (2309100148) Pembimbing : Ir. Mulyanto, M.T. Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indutri. Pemanfaat jagung dalam bidang industri selain sebagai sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indutri. Pemanfaat jagung dalam bidang industri selain sebagai sumber BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Jagung Jagung merupakan tanaman yang banyak dijadikan sebagai bahan baku indutri. Pemanfaat jagung dalam bidang industri selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Molase Molase adalah hasil samping dari proses pembuatan gula tebu. Meningkatnya produksi gula tebu Indonesia sekitar sepuluh tahun terakhir ini tentunya akan meningkatkan

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES

II. DESKRIPSI PROSES II. DESKRIPSI PROSES A. Jenis-Jenis Proses Proses pembuatan pulp adalah pemisahan lignin untuk memperoleh serat (selulosa) dari bahan berserat. Oleh karena itu selulosa harus bersih dari lignin supaya

Lebih terperinci

BIOETANOL DARI PATI (UBI KAYU/SINGKONG) 3/8/2012

BIOETANOL DARI PATI (UBI KAYU/SINGKONG) 3/8/2012 BIOETANOL DARI PATI (UBI KAYU/SINGKONG) Ubi kayu (Manihot utilissima Pohl) merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ketela pohon, singkong, atau kasape. Ubi kayu berasal dari benua Amerika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri semakin berkurang, bahkan di

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri semakin berkurang, bahkan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri semakin berkurang, bahkan di beberapa tempat terpencil mengalami kelangkaan pasokan. Oleh karena itu sudah saatnya Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jagung digunakan sebagai salah satu makanan pokok di berbagai daerah di Indonesia sebagai tumbuhan yang kaya akan karbohidrat. Potensi jagung telah banyak dikembangkan menjadi berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada masa sekarang konsumsi bahan bakar minyak sangat tinggi,

I. PENDAHULUAN. Pada masa sekarang konsumsi bahan bakar minyak sangat tinggi, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa sekarang konsumsi bahan bakar minyak sangat tinggi, sedangkan produksi sumber bahan bakar minyak saat ini semakin menipis (Seftian dkk., 2012). Berdasarkan data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah laut yang luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput laut merupakan komoditas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ubi Kayu BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada pra rancangan pabrik ini bahan baku yang digunakan adalah ubi kayu. Ubi kayu (Manihot Esculenta Crant) termasuk dalam kelas Eupharbiaceace, dapat ditanam pada

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren

Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren Djeni Hendra, M.Si. Pusat Litbang Hasil Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, 11-12 Mei 2016

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL.

PEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL. Pemanfaatan Sampah Sayuran sebagai Bahan Baku Pembuatan Bioetanol (Deby Anisah, Herliati, Ayu Widyaningrum) PEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL Deby Anisah 1), Herliati 1),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskriptif Data Data hasil penelitian ini diperoleh melalui beberapa tahapan, sehingga menghasilkan bioetanol. Pada penelitian ini diawali dengan tahap pengumpulan kulit durian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI DURIAN MELALUI HIDROLISIS. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh : Fifi Rahmi Zulkifli

PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI DURIAN MELALUI HIDROLISIS. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh : Fifi Rahmi Zulkifli PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI DURIAN MELALUI HIDROLISIS ENZIMATIK DAN FERMENTASI MENGGUNAKAN Sacharomyces cerevisiae Skripsi Sarjana Kimia Oleh : Fifi Rahmi Zulkifli 07 132 018 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

KUALITAS BIOETANOL LIMBAH PADAT BASAH TAPIOKA DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA. Skripsi

KUALITAS BIOETANOL LIMBAH PADAT BASAH TAPIOKA DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA. Skripsi 0 KUALITAS BIOETANOL LIMBAH PADAT BASAH TAPIOKA DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang industri jasa maupun industri pengolahan bahan baku menjadi

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang industri jasa maupun industri pengolahan bahan baku menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, kehidupan sebagian besar masyarakatnya adalah ditopang oleh hasil-hasil pertanian dan pembangunan disegala bidang industri jasa

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. bahan bakar fosil. Kebutuhan energi nasional ditopang minyak bumi sekitar 51,66%,

BAB I. PENDAHULUAN. bahan bakar fosil. Kebutuhan energi nasional ditopang minyak bumi sekitar 51,66%, BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia saat ini sebagian besar masih bertumpu pada bahan bakar fosil. Kebutuhan energi nasional ditopang minyak bumi sekitar 51,66%, gas alam 28,57%

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. blender, ukuran partikel yang digunakan adalah ±40 mesh, atau 0,4 mm.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. blender, ukuran partikel yang digunakan adalah ±40 mesh, atau 0,4 mm. 30 4.1.Perlakuan Pendahuluan 4.1.1. Preparasi Sampel BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Proses perlakuan pendahuluan yag dilakukan yaitu, pengecilan ukuran sampel, pengecilan sampel batang jagung dilakukan

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOETANOL DARI KULIT NANAS

PEMBUATAN BIOETANOL DARI KULIT NANAS PEMBUATAN BIOETANOL DARI KULIT NANAS Cesar Jacob Pinto dan Fitri Julita Katerina JurusanTeknik Kimia Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta e-mail : Anleypinto@yahoo.co.id INTISARI Bioetanol merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. alternatif penanganan limbah secara efektif karena dapat mengurangi pencemaran

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. alternatif penanganan limbah secara efektif karena dapat mengurangi pencemaran I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengolahan limbah tapioka berupa onggok menjadi bioetanol merupakan alternatif penanganan limbah secara efektif karena dapat mengurangi pencemaran lingkungan serta meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kartika Mayasai, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kartika Mayasai, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Energi merupakan salah satu hal yang sangat penting di dunia. Banyak negara saling bersaing untuk mendapatkan atau mempertahankan sumber-sumber energi tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pisang merupakan buah yang tumbuh di daerah-daerah di Indonesia. Menurut data Direktorat Jendral Hortikultura produksi pisang pada tahun 2010 adalah sebanyak 5.755.073

Lebih terperinci

membantu pemerintah dalam menanggulangi masalah pengangguran dengan

membantu pemerintah dalam menanggulangi masalah pengangguran dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis gula yang terjadi belakangan ini mengakibatkan konsumsi pemanis selalu melampaui produksi dalam negeri, sehingga Indonesia terpaksa mengimpor pemanis dari luar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tersebut, pemerintah mengimpor sebagian BBM. Besarnya ketergantungan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tersebut, pemerintah mengimpor sebagian BBM. Besarnya ketergantungan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk telah meningkatkan kebutuhan sarana transportasi dan aktivitas industri yang berakibat pada peningkatan kebutuhan dan konsumsi Bahan Bakar Minyak

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4

ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4 ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan. Bioetanol

Teknologi Pengolahan. Bioetanol Teknologi Pengolahan Djeni Hendra, MSi Bioetanol Pusat Litbang Hasil Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Yogyakarta, 11 Februari 2016 Outline I Latar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Substrat 1. Karakterisasi Limbah Tanaman Jagung Limbah tanaman jagung merupakan bagian dari tanaman jagung selain biji yang pemanfaatannya masih terbatas. Limbah

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 21 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan etanol. Penggunaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin

I. PENDAHULUAN. Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin menipis seiring dengan meningkatnya eksploitasi manusia untuk pemenuhan kebutuhan akan bahan bakar

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren

Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren Djeni Hendra, MSi. Pusat Litbang Hasil Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Cirebon, 5 April 2016 Outline

Lebih terperinci

BIOETANOL DARI TETES TEBU. Hendro Santoso BIOETANOL DARI TETES TEBU

BIOETANOL DARI TETES TEBU. Hendro Santoso BIOETANOL DARI TETES TEBU BIOETANOL DARI TETES TEBU i Hendro Santoso BIOETANOL DARI TETES TEBU ii HENDRO SANTOSO Self Publishing Book BIOETANOL DARI TETES TEBU iii BIOETANOL DARI TETES TEBU Hendro Santoso Penerbit Nulis Buku iv

Lebih terperinci

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu (Metroxylon sp.) yang diperoleh dari industri pati sagu rakyat di daerah Cimahpar, Bogor. Khamir yang digunakan

Lebih terperinci

Analisa Penggunaan Bahan Bakar Bioethanol Dari Batang Padi Sebagai Campuran Pada Bensin

Analisa Penggunaan Bahan Bakar Bioethanol Dari Batang Padi Sebagai Campuran Pada Bensin JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-34 Analisa Penggunaan Bahan Bakar Bioethanol Dari Batang Padi Sebagai Campuran Pada Bensin Andre Dwiky Kurniawan, Semin, dan Tjoek

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISA ASAM DAN ENZIMATIS

PEMBUATAN BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISA ASAM DAN ENZIMATIS PEMBUATAN BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISA ASAM DAN ENZIMATIS Nopita Hikmiyati dan Noviea Sandrie Yanie Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ervi Afifah, 2014 Produksi Gula Hidrolisat Dari Serbuk Jerami Padi Oleh Beberapa Fungi Selulolitik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ervi Afifah, 2014 Produksi Gula Hidrolisat Dari Serbuk Jerami Padi Oleh Beberapa Fungi Selulolitik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jerami merupakan limbah hasil panen bahan makanan pokok beras yang berasal dari tanaman padi (Oryza sativa). Melimpahnya limbah jerami ini berbanding lurus dengan

Lebih terperinci

BIOETANOL (MATERI 1 Mikrobiologi Industri) Kelompok 17, 18, dan 19

BIOETANOL (MATERI 1 Mikrobiologi Industri) Kelompok 17, 18, dan 19 BIOETANOL (MATERI 1 Mikrobiologi Industri) Kelompok 17, 18, dan 19 Anggota Kelompok : Kelompok 17 : 1. Renaldi A.D. (1500020081) 2. Shabrina S. (1500020082) 3. Yunita D.N. (1500020083) 4. Sonia A. (1500020084)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Terkait dengan kebijakan pemerintah tentang kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) per 1 Juli 2010 dan Bahan Bakar Minyak (BBM) per Januari 2011, maka tidak ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang terus menipis mendorong para

BAB I PENDAHULUAN. Ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang terus menipis mendorong para 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang terus menipis mendorong para peneliti untuk mengembangkan usaha dalam menanggulangi masalah ini diantaranya menggunakan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Untuk Pembuatan Kertas Seni. Faridah, Anwar Fuadi

Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Untuk Pembuatan Kertas Seni. Faridah, Anwar Fuadi Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Untuk Pembuatan Kertas Seni Faridah, Anwar Fuadi ABSTRAK Kertas seni banyak dibutuhkan oleh masyarakat, kertas seni yang dihasilkan dapat digunakan sebagai kertas

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG. Bahan bakar Fosil - Persediannya menipis - Tidak ramah lingkungan. Indonesia

LATAR BELAKANG. Bahan bakar Fosil - Persediannya menipis - Tidak ramah lingkungan. Indonesia 1 LATAR BELAKANG Indonesia Bahan bakar Fosil - Persediannya menipis - Tidak ramah lingkungan Hidrogen - Ramah lingkungan - Nilai kalor lebih besar (119,02 MJ/kg) Bagasse tebu melimpah (5,706 juta ton/tahun)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanaman yang mengandung mono/disakarida (tetes tebu dan gula tebu), bahan

I. PENDAHULUAN. tanaman yang mengandung mono/disakarida (tetes tebu dan gula tebu), bahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Bioetanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang berasal dari tanaman yang mengandung mono/disakarida (tetes tebu dan gula tebu), bahan berpati

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pada bab ini akan dijelaskan mulai dari pengumpulan data hingga pengolahan data. Pengumpulan data dimulai dengan menentukan lokasi penelitian, pasar produk yang

Lebih terperinci

BIOETANOL DARI BONGGOL POHON PISANG BIOETHANOL FROM BANANA TREE WASTE

BIOETANOL DARI BONGGOL POHON PISANG BIOETHANOL FROM BANANA TREE WASTE Jurnal Teknik Kimia, Vol., No.1, September 01 BIOETANOL DARI BONGGOL POHON PISANG I Wayan Warsa, Faudzia Septiyani, Camilla Lisna Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri UPN Veteran Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Costa Rica yang umumnya digemari sebagai konsumsi buah segar. Buah segar

BAB I PENDAHULUAN. dan Costa Rica yang umumnya digemari sebagai konsumsi buah segar. Buah segar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumberdaya tanaman holtikultura yang cukup besar. Salah satu tanaman holtikultura yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah pepaya. Pepaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan ragi). Di Sulawesi Utara, pengolahan etanol dari nira aren dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan ragi). Di Sulawesi Utara, pengolahan etanol dari nira aren dilakukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengolahan Nira Aren Menjadi Etanol Nira aren merupakan bahan baku potensial untuk diolah menjadi etanol. Proses pengolahan yang umum dilakukan petani aren adalah fermentasi

Lebih terperinci