BAB I1 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I1 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB I1 TINJAUAN PUSTAKA A. GANDUM Dibandingkan dengan bahan-bahan pangan lain, gandurn adalah tanaman bahan pangan yang sangat penting bagi dunia, karena tanaman ini telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku dalarn pernbuatan berbagai produk rnakanan. Menurut data produksi serealia di dunia yang dikutip oleh Hawthorn (1981), gandurn menempati urutan tertinggi sebesar 33% diikuti oleh jagung (26%), padi (14%), dan barley (13%). 1. Biji Gandurn Menurut Inglett (1974), tanarnan gandurn yang termasuk dalam farnili Grarnineae dan genus Triticum dapat dibedakan rnenjadi 14 spesies. Spesies yang sekarang umum dikenal adalah tanarnan gandum yang rnemiliki narna botani Triticum aestilum. Varietas, tanah, dan iklim rnerupakan beberapa faktor yang mernpengaruhi kornposisi kirnia gandum dan tepung terigu (Hawthorn, 1981). Biji gandum secara umurn terdiri dari endosperrn, lapisan aleurone, bran, dan ernbrio. Pati yang terkandung dalarn endosperrn rnerupakan bagian terbesar dari berat total biji gandurn. Meskipun proporsi relatif komponen-kornponen biji gandurn berbeda antar varietas, narnun persentase berat endosperm secara urnurn adalah 82%, diikuti oleh lapisan

2 aleurone dan bran sebesar 15% dan sisanya adalah embrio. Skema biji gandum dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Diagram biji gandum. (Sumber : Ensminger et al. (1995) 2. Tepung Terigu Pemanfaatan gandurn sebagai bahan pangan adalah dalam bentuk olahannya yaitu tepung terigu. Tepung terigu telah digunakan sebagai bahan utama dalarn pernbuatan roti, biskuit, mufins, makaroni, spaghetti, waffles, ice-cream cones, makanan siap saji untuk sarapan (ready-to-eat breakfast foods), dan makanan bayi (Inglett, 1974). Tepung terigu dalam pembuatan roti dapat dibedakan atas kandungan proteinnya (terutama glutenin) menjadi tepung terigu tipe keras (hard wheat) atau kuat dan tipe lunak (soft wheat) atau lemah (Muchtadi dan Satiawiharja, 1990). Tepung keras mengandung glutenin dengan persentase tinggi sehingga akan menghasilkan pengembangan roti yang baik karena sifat rnenahan gas yang tinggi. Tepung jenis ini memerlukan lebih banyak air dan memiliki sifat-sifat yang lebih rnudah ditangani. Jenis tepung lunak merniliki persentase gluten yang tidak elastis dan tidak baik rnenahan gas. Tetapi tepung lunak ini memerlukan energi 5

3 yang lebih kecil dalam pencampuran dan pengocokan adonan dibandingkan dengan jenis tepung keras. 3. Protein Tepung Terigu Selain sebagai sumber energi (karena kandungan karbohidrat), gandum juga memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu berkisar 7-22%, di rnana 70-72% terkandung dalarn endosperm (Shellenberger, 1971). Menurut beberapa penelitian kandungan protein gandurn lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein serealia lainnya. Sekitar 85% protein endosperrn terdiri dari fraksi gliadin dan glutenin. Hal ini dikemukakan lebih jauh oleh Muchtadi dan Satiawiharja (1990) di mana protein gandum dapat difraksinasi menurut kelarutannya yaitu albumin (larut dalam air), globulin (larut dalarn 10% NaCI, tidak larut dalam air), gliadin (larut dalam 70-90% alkohol), dan glutenin (tidak larut dalarn air dan alkohol, larut dalarn asarn dan alkali). Secara urnurn jenis asarn amino pembatas pada bahan pangan serealia adalah lisin. Hal ini juga terjadi pada gandum. Berdasarkan analisa terhadap jenis common wheats, diketahui bahwa kandungan lisin gandurn berkisar antara % dengan nilai rata-rata adalah 13%. Jenis asam amino yang banyak terdapat dalarn endosperm gandurn dan tepung terigu adalah asam glutamat dan prolin sedangkan kandungan glisin dan alaninnya lebih rendah dibandingkan dengan protein yang terdapat dalarn bran gandum.

4 B. TANAMAN GARUT ( Maranta arurtdirzacea ) Indonesia sebagai negarz agraris seharusnya rnernbangun suatu sistern usaha agroindustri yang tidak tergantung pada bahan-bahan impor seperti tepung terigu. Tanaman garut merupakan bahan pangan sumber karbohidrat dan pati. Narnun sayangnya tanaman garut ini belum dikembangkan secara potensial di Indonesia. Oleh karena itulah, rnaka tanaman garut telah dicanangkan oleh pemerintah sebagai salah satu kornoditas pangan yang perlu dikernbangkan. Tabel 1 Kandungan gizi tepung garut dan tepung terigu ( per 100 gram bahan ) Komponen Tepung Garut* Gandum ' Tepung Terigu* Energi (kalori) 355 Protein (g) 0.7 Lernak (g) 0.2 Karbohidrat (g) 85.2 Kalsium (rng) 8 Fosfor (rng) 22 Besi (mg) 1.5 Vitamin Bl (rng) 0.09 Air (g) 12 Bagian yang dapat dirnakan (Bdd %) 100 *Surnber : Rukmana (2000), ': Matz (1992) Pernerintah melalui Menteri Pangan dan Hortikultura pada tahun 1998/1999 telah rnencanangkan pengembangan budidaya tanarnan garut. Areal tanarn dipersiapkan seluas hektar pada tahap awal yang

5 tersebar di Banyurnas, Malang, dan Blitar (Backer dan Baakhnizen, 1968; Rukrnana, 2000). 1. Tanarnan Garut Daerah asal tanaman garut adalah St. Vincent, Arnerika Tengah. Tanarnan garut rnernpunyai narna latin Maranta arundinacea yang terrnasuk dalarn farnili Marantaceae. Secara urnurn tanarnan garut dikenal dengan narna Arrowroot karena akar rirnpang yang dirnilikinya berbentuk seperti busur panah. Di Indonesia sendiri, tanarnan garut rnerniliki narna yang berbeda-beda untuk tiap daerah seperti arerut atau arirut (Melayu), jelarut, larut, arus, irut, erut, atau angkrik (Jawa), dan hudasula (Ternate) (Rukrnana, 2000). Tanarnan garut rnernpunyai toleransi yang tinggi terhadap lingkungan turnbuh yang ternaungi, sehingga tanarnan garut sering ditanarn di pekarangan dan kawasan hutan (ayroforestm. Tanarnan ini dapat rnenghasilkan urnbi garut optimal pada ketinggian 600 rn rn dpl, curah hujan minimum rnrn per tahun dengan rnusirn kernarau selama 1-2 bulan, dan suhu udara OC (Villarnayor dan Jukerna, 1996; Rukrnana, 2000). 2. Urnbi Garut Urnbi garut berbentuk spesifik yaitu rnelengkung seperti busur panah dengan panjang 5-40 crn, diameter 2-5 crn, berwarna putih sarnpai kernerahan, berdaging tebal, dan terbungkus oleh sisik-sisik yang saling turnpang tindih. Urnbi garut yang berasal dari St. Vincent ini rnerniliki dua kultivar yaitu kultivar Creole dengan urnbi berwarna putih dan kultivar 8

6 Banana yang merniliki urnbi bewarna kemerahan. Kultivar Creole merniliki : rhizoma kurus panjang, menjalar luas dan menernbus tanah, sedangkan kultivar Banana merniliki rhizoma yang berukuran pendek, gemuk, dan turnbuh rnenjalar di dekat perrnukaan tanah (Villamayor dan Jukema, 1996; Rukrnana, 2000). Potensi hasil urnbi garut adalah 7-47 ton per hektar. Komposisi kimia umbi garut per 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Persentase komposisi kimia umbi garut I Kornposisi I Kultivar Creole I Kuitivar I Villarnayor I Pati Protein Lemak Serat Air Abu * Direktor ij 1 ;: Lingga et al. ( 1989 ) 21.7 DKBM-ingga (1990) Gizi dan Kesehatan RI (1990) Banana et al. ( 1989 ) 19.4 dan Jukerna (1996) Manfaat Umbi, Tepung, dan Pati Garut Manfaat yang dapat diarnbil dari tanarnan garut adalah dalam bentuk umbi rnaupun dalam bentuk olahan urnbi yaitu tepung garut dan pati garut. Umbi garut telah dirnanfaatkan sebagai obat tradisional untuk mendinginkan perut, menawarkan bisa ular atau lebah, rnemperbanyak ASI, obat disentri dan eksim, serta untuk rnenurunkan suhu badan orang yang sakit dernam.

7 Tepung garut rnerupakan salah satu bahan untuk rnensubstitusi tepung terigu. Hal ini dibuktikan dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan. Pada pembuatan roti tawar, tepung garut dapat rnensubstitusi sebesar 10-20% sedangkan pada pernbuatan mi kering dapat rnensubstitusi tepung terigu hingga 20% (Widowati et al., 1999). Selain itu, tepung garut yang dirnodifikasi (starches phosphate) ternyata juga dapat digunakan sebagai bahan untuk rnensubstitusi terigu sebesar 30% dalarn pernbuatan mi instan (Naryanto dan Kurnalaningsih, 1999). Sedangkan rnenurut Rukmana (2000), bubur tepung garut sangat baik diberikan kepada orang yang baru sernbuh dari sakit karena sifatnya yang lembut dan mudah dicerna. Pati yang dapat diperoleh dari urnbi garut rnernpunyai rendernen sebesar 16-18% (Villarnayor dan Jukerna, 1996). Di daerah asalnya, pati garut ini telah banyak diteliti sebagai bahan baku industri pangan, kertas, farrnasi, dan kornestik (Erdrnan, 1986). Pernanfaatan pati garut dalam bidang pangan antara lain adalah sebagai bahan pensubstitusi tepung terigu sebesar 30 /o dalarn pernbuatan mi (Kornari et al., 2000) dan cookies yang rnudah dicerna (Palomar et al., 1992), sebagai bahan baku glukosa cair (Richana et al., 2000), dan sebagai bahan rnernbuat rnakanan bayi yang rnudah dicerna dan rnudah larut (Villarnayor dan Jukerna, 1996). C. DEKSTRIN Dekstrin rnerupakan.salah satu kornoditas yang banyak diperlukan oleh industri Indonesia. Hal ini didasarkan pada data irnpor dekstrin

8 Indonesia yang rata-rata rnenunjukkan peningkatan dari tahun 1985 sarnpai tahun 1990 (Tabel 3). Tabel 3 Data impor dekstrin Tahun Surnber : Arrnelia (1990) Jumlah ( kg ) Pengertian dan Klasifikasi Dekstrin Definisi dekstrin rnenurut Stevenson dan Cora (1960) yang dikutip oleh Harper et al. (1979) adalah dekstrin sebagai produk antara pada hidrolisa pati dan sintesa alarni turnbuh-turnbuhan. Menurut Wurzburg (1989), dekstrin adalah produk proses degradasi pati baik rnelalui proses hidrolisa dengan katalis asarn, hidrolisa dengan enzirn (enzirnatis) rnaupun rnelalui proses pirolisis bentuk granula pati. Sedangkan definisi SNI tahun 1992 rnengenai dekstrin adalah salah satu produk hidrolisa zat pati yang berbentuk serbuk amorf berwarna putih hingga kekuning-kuningan. Klasifikasi dekstrin berdasarkan cara pernbuatannya adalah secara kering rnenggunakan asam dan secara basah rnenggunakan asam rnaupun enzirn. Sedangkan berdasarkan sifat kirnianya dapat dibedakan rnenjadi rnaltodekstrin, pirodekstrin, dan siklodekstrin. Sebagai bentuk hidrolisa pati, dekstrin berbentuk bubuk dan rnerniliki daya ikat yang lebih rendah dibandingkan dengan molekul pati asalnya. 11

9 Selain itu dekstrin juga merupakan zat koloidal dengan ukuran molekul lebih kecil daripada pati asalnya, dapat bergerak lebih bebas, dan merupakan senyawa campuran yang berbentuk amorf (Harper et al., 1979). Dalam proses hidrolisa dikenal tiga jenis dekstrin yaitu arnilodekstrin, eritrodekstrin, dan akrodekstrin (Garard, 1976). Pada tahap awal akan dihasilkan amilodekstrin yang memiliki sifat larut dalam air. Amilodekstrin akan memberikan warna biru apabila direaksikan dengan larutan yodium. Selanjutnya akan dihasilkan jenis dekstrin kedua yaitu eritrodekstrin yang akan memberikan warna merah kecoklatan bila direaksikan dengan larutan yodium. Pada tahap akhir hidrolisa dihasilkan akrodekstrin yang tidak memberikan warna bila bereaksi dengan larutan yodium. Jenis dekstrin yang terakhir ini dikenal juga dengan nama maltodekstrin. 2. Maltodekstrin Maltodekstrin didefinisikan sebagai produk hidrolisa pati menjadi polimer glukosa dengan 5-10 unit glukosa dan nilai DE kurang dari 20. Berdasarkan nilai DE-nya, secara umum dikenal dua jenis rnaltodekstrin di pasaran yaitu DE dan DE (Long, 1985; Reineccius, 1991). Jenis pati yang digunakan sebagai bahan pembuatan maltodekstrin adalah pati dengan kandungan arnilopektin tinggi, seperti pati jagung, dan pati normal (regular starch). Umumnya maltodekstrin digunakan dalam bentuk kering dengan kandungan air berkisar 4% dan merupakan bahan yang mudah larut. Beberapa sifat fungsional penting rnaltodekstrin adalah sifat higroskopis 12

10 yang rendah, tingkat kernanisan rendah, viskositas tinggi, dan rnudah dicampurkan dengan flavor (Reineccius, 1991). Pemanfaatan rnaltodekstrin, dalam industri pangan antara lain rneningkatkan penerirnaan konsumen terhadap produk pangan cair, sebagai bahan pernbantu dalam proses pengeringan dengan pengering sernprot, dan rnaltodekstrin DE rendah dapat digunakan sebagai bahan pengganti lemak (fat substitute) (Long, 1985; Kennedy et al., 1995). 3. Pirodekstrin Narna dekstrin yang sering dijumpai adalah sebutan yang merujuk pada pirodekstrin. Wurzburg (1989) rnenyatakan bahwa dekstrin yang dihasilkan dengan proses pernanasan pati secara kering disebut dengan pirodekstrin. Pirodekstrin sendiri dapat dibedakan rnenjadi British gum, dekstrin putih, dan dekstrin kuning atau canaty dextrin. Ketiga jenis dekstrin ini berbeda dalam perlakuan pernanasan dan sifat-sifat produk akhirnya. Perbedaan perlakuan dan sifat ini dapat dilihat pada Tabel 4. Karakteristik Tabel 4 Klasifikasi Pirodekstrin British Gum Kondisi 1 Katalis I HCI 1 HCI I HCI 1 I Waktu pemanasan (jam) Warna Kelarutan (%) Kekuningancoklat tua Dekstrin Kuning Kekuningankuning tua Dekstrin Putih Putih- krern muda I I I I I Sumber : Sattewaite dan Iwinski (1973)

11 Pirodekstrin banyak digunakan baik dalarn industri pangan rnaupun non pangan. Dalarn industri pangan antara lain untuk meningkatkan kerenyahan, sebagai carrierdalarn pernbuatan rninurnan instan, dan untuk rnencegah rnigrasi rninyak pada pernbuatan kacang goreng (Mukodiningsih, 1991). Sedangkan dalarn industri non pangan digunakan sebagai bahan perekat dan carrier pada pernbuatan tablet obat-obatan karena sifatnya yang rnudah larut. 4. Siklodekstrin Siklodekstrin dapat dibedakan rnenjadi tiga jenis berdasarkan jurnlah unit glukopiranosa yang dirniliki yaitu a-, p-, dan y-siklodekstrin. Jurnlah glukopiranosa yang dirniliki a-, p-, dan y-siklodekstrin rnasing - rnasing adalah 6, 7, dan 8 unit (Kennedy et al., 1995). Menurut Kennedy et al. (1995), jenis dekstrin ini terutarna banyak digunakan untuk enkapsulasi flavor dalarn produk-produk makanan karena lebih rnudah dan rnurah dibandingkan teknik enkapsulasi lain. Selain itu p- siklodekstrin dapat digunakan untuk rnengurangi rasa pahit buah citrus dan rnempertahankan rasa rnanis sari buah (Konno et al., 1982) dan rnengurangi kadar kolesterol kuning telur (Vollbrecht, 1991). Keuntungan penggunaan p-siklodekstrin adalah sifat P-siklodekstrin yang tidak beracun, tidak higroskopis, kernudahan untuk dipisahkan, dan kestabilan kirnianya. D. PEMBUATAN DEKSTRIN Dekstrin dapat dibuat dengan tiga rnacarn proses yaitu proses konversi kering, proses konversi basah dengan asarn, dan proses konversi basah enzirnatis (Sattenvaite dan Iwinski, 1973). 14

12 1. Prinsip Pernbuatan Dekstrin Prinsip pembuatan dekstrin konversi basah dengan enzirn berbeda dengan konversi basah rnenggunakan asam. Dalam proses ini dilakukan penarnbahan enzim a - arnilase pada larutan pati sehingga rnolekul pati dapat dihidrolisa oleh enzim. Ada dua tahapan dalarn proses hidrolisa dengan enzim a - arnilase. Pada tahap pertama, bubur pati dimasak pada suhu di atas 100 OC agar granula-granula pati dapat rnengernbang. Sedangkan pada tahap kedua adalah tahap hidrolisa pati secara enzirnatis pada suhu OC. Waktu yang dibutuhkan untuk rnemperoleh dekstrin berkisar antara 2-4 jam (Picher, 1980). Hidrolisis amilosa oleh enzim akan rnenghasilkan dekstrin, maltosa, dan glukosa. Sedangkan hidrolisis amilopektin rnenghasilkan dekstrin, glukosa, rnaltosa, dan satu seri limit dekstrin. Limit dekstrin terbentuk karena enzim arnilase tidak rnampu rnemecah ikatan cabang arnilopektin (Greenwood dan Munro, 1979). Pernbuatan dengan konversi basah dengan asam dilakukan dengan cara mernanaskan bubur pati dalam larutan asam secara perlahan-lahan hingga tercapai derajat konversi yang diinginkan. Produk yang didapatkan segera dikeringkan (Satterwaite dan Iwinski, 1973). Prinsip yang hampir sama dikemukakan oleh Sornaatmaja (1970) di mana dilakukan dengan cara rnerendarn tepung pati dalam larutan asam encer selarna 24 jam. Setelah itu asarn dipisahkan dari pati dan tepung pati segera dikeringkan sarnpai sernua sisa larutan asam menguap. Prinsip pembuatan dekstrin dengan konversi kering adalah dengan penarnbahan asam, seperti asam klorida, yang akan rnenernbus granula- 15

13 granula pati secara perlahan-lahan sehingga akan rnernpercepat pernotongan ikatan a-d-glukosidik pada pati. Pernotongan ikatan glukosidik pada pati ini akan menghasilkan polimer-polirner glukosa. Dalarn proses konversi kering dibutuhkan proses pengeringan untuk mengurangi kadar air dari pasta pati yang terbentuk. Setelah itu dilakukan proses pemanasan (penyangraian). Pada proses ini terjadi pernotongan ikatan a-d-glukosidik, sehingga untuk rnencegah konversi dekstrin lebih lanjut maka dekstrin yang dihasilkan harus segera didinginkan. Tahap awal pernbuatan dekstrin dengan konversi kering adalah pernanasan pati dalam sebuah wadah yang terbuat dari stainless steel sarnbil diaduk secara kontinu (Sornaatmaja, 1970). Setelah suhu proses mencapai OC, ke dalam tepung pati disernprotkan larutan HCI N. Suhu pemanasan ini harus diusahakan tetap (konstan). Urnumnya, waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan dekstrin setelah proses pencampuran pati dengan HCI adalah 2-4 jam (tergantung pada jumlah pati yang digunakan). Setelah 2 jam pemanasan, hssil diperiksa dengan cara mengambil sedikit sampel dan ditetesi dengan larutan yodium. Proses pemanasan dihentikan jika sudah terbentuk warna rnerah kecoklatan. Menurut Wurzburg (1989), ada empat tahap dalarn pernbuatan dekstrin secara konversi kering meliputi persiapan bahan, pemanasan pendahuluan, pirokonversi atau pemanasan lanjut, dan pendinginan. a. Persiapan Bahan Pada tahap persiapan bahan, tepung pati diberi katalis asam atau buffer. Jumlah asam yang ditambahkan disesuaikan dengan ph proses dan 16

14 kernurnian produk yang diinginkan. Larutan HCI sebesar 0.1% terhadap berat pati kering (kadar air 11%) dapat digunakan dalarn pernbuatan dekstrin (Soekarto, 1978). b. Pernanasan Pendahuluan Kandungan air dalarn pati akan rnernpercepat hidrolisis. Dalarn pernbuatan dekstrin kuning, reaksi hidrolitik ini harus dirninirnalkan sehingga proses pernanasan pendahuluan adalah penting. Tetapi tidak dernikian halnya dengan pernbuatan dekstrin putih dan British gum, karena proses hidrolisis diperlukan untuk rnenentukan sifat-sifat produk yang diinginkan. Pernanasan pendahuluan dapat rnerupakan proses yang digabungkan dengan pirokonversi rnaupun dilakukan tersendiri. c. Pirokonversi Surnber panas yang digunakan dalarn proses ini dapat berupa panas langsung (direct heal) maupun dengan sistern jaket pernanas. Faktorfaktor penting yang harus diperhatikan antara lain adalah pengontrolan suhu selama proses dan pengadukan yang kontinu agar didapatkan produk yang seragam. Kadar air dekstrin yang dapat dihasilkan dari proses pirokonversi adalah 1-5%. Waktu pernanasan dan rentang suhu untuk tiap jenis dekstrin dapat dilihat pada Tabel 4. d. Pendinginan Dekstrin yang dihasilkan dari proses pirokonversi harus segera didinginkan dengan cara rnernasukkan dekstrin panas ke dalam mixer pendingin atau konveyor yang dilengkapi dengan jaket pendingin. Tujuan

15 proses pendinginan adalah untuk rnencegah konversi lebih lanjut dari dekstrin. Hal ini juga dapat dicapai de~gan rnenetralkan ph proses yang rendah dengan pencarnpuran kering rnenggunakan reagen alkali seperti arnoniurn karbonat dan gararn fosfat. 2. Konversi Kimia Perubahan-perubahan kirnia yang te Qadi selarna proses dekstrinisasi belum sepenuhnya dirnengerti karena sangat kornpleks. Menurut Wurzburg (1989), tiga reaksi kimia utarna yang tejadi adalah hidrolisis, transglukosidasi, dan repolirnerisasi. a. Hidrolisis Proses hidrolisis te qadi selarna pernanasan pendahuluan dan tahap awal dekstrinisasi di rnana te Qadi pernotongan ikatan a-d- (1+4) dan a-d- (1+6) glukosidik rnenjadi grup aldehida. Selarna proses ini akan terjadi penurunan berat rnolekul pati yang ditunjukkan dengan penurunan viskositas dan peningkatan gula pereduksi. Menurut Sornaatrnaja (1970), pernendekan rantai panjang pati karena hidolisis akan rnengakibatkan tejadinya perubahan sifat dari pati yang tidak larut dalarn air dingin rnenjadi dekstrin yang larut dalarn air dingin. Garnbar 2. Reaksi kirnia dalarn proses hidrolisis basah tersaji seperti pada pada katalis (C6H1005)n + n H (C6Hlo05)m.H20 + C6H pati sisa pati panas dekstrin glukosa Gambar 2. Reaksi kimia proses hidrolisis pati. (Radley, 1968)

16 Dalarn reaksi tersebut, n adalah jurnlah unit glukosa dalarn rnolekul pati sedangkan rn adalah jurnlah unit glukosa dalarn molekul dekstrin (biasanya terdiri dari 6-10 unit). b. Transglukosidasi Reaksi transglukosidasi adalah reaksi pertukaran antar molekul yaitu akan terjadi rekornbinasi dari fragmen-fragrnen glukosidik, yang berasal dari proses hidrolisis, dengan gugus-gugus hidroksil bebas yang berdekatan sehingga rnernbentuk struktur bercabang. Hal ini didukung oleh Kerr et al. (1953) yang dikutip oleh Wurzburg (1989) yang rnernanaskan arnilosa dengan ph 6.7 dan kadar air 2.2% pada suhu 175 OC. Dalarn percobaannya ini diketahui bahwa pada proses konversi lanjut akan terjadi penurunan jurnlah polirner linier yang diketahui dari warna dengan larutan yodiurn. c. Repolimerisasi Glukosa rnampu untuk rnengalami proses polirnerisasi pada suhu tinggi dengan adanya katalis asarn. Dalarn pernbuatan dekstrin kuning, telah dibuktikan terjadinya repolimerisasi glukosa. Hal ini diketahui dari penurunan kandungan gula pereduksi dan persentase dekstrin yang larut dalarn carnpuran etanol dan air (rasio 9:1), dan peningkatan viskositas. Meskipun proses repolirnerisasi ini belurn sepenuhnya diyakini, narnun setidaknya proses ini te rjadi dalarn pernbg~atan dekstrin kuning. Reaksi yang terjadi pada pernbuatan dekstrin putih adalah reaksi hidrolitik rnolekul pati sehingga rnenghasilkan molekul yang lebih rnudah larut dalarn air. Pada pernbuatan dekstrin kuning, reaksi yang terjadi adalah reaksi hidrolitik dan reaksi transglukosidasi serta repolimerisasi 19

17 sejalan dengan berjalannya proses dekstrinisasi, sedangkan pada pernbuatan British gums reaksi yang terjadi adalah reaksi hidrolitik dan sebagian besar reaksi transglukosidasi (Satterwaite dan Iwinski, 1973). 3. Karakteristik Dekstrin Sifat-sifat antara ketiga jenis pirodekstrin saling berbeda baik secara kirnia rnaupun fisika. Karakteristik pirodekstrin antara lain rneliputi kandungan air, warna, kelarutan, dextrose equivalent (DE), dan konsentrasi dekstrin (Wurzburg, 1989). a. Kandungan air Kandungan air akan rnengalarni penurunan pada proses pernanasan pendahuluan dan pirokonversi. Dekstrin putih rnerniliki kandungan air paling tinggi yaitu 2-5% sedangkan untuk British gum dan dekstrin kuning urnurnnya kurang dari 2%. b. Warna Rentang warna dekstrin kering adalah dari putih hingga coklat tua. Warna British gum dan dekstrin kuning urnurnnya lebih tua daripada dekstrin putih. Perbedaan warna ini rnerupakan indikasi dari perlakuan suhu yang berbeda-beda pada proses dekstrinisasi. c. Kelarutan Selarna proses konversi, kelarutan dekstrin dalarn air dingin akan sernakin rneningkat. Dekstrin putih rnerniliki kelarutan sebesar 60-95% tergantung pada viskositasnya. Kelarutan British gum tergantung pada

18 derajat konversinya yaitu dari rninirnu'rn hingga loo%, sedangkan dekstrin kuning urnurnnya rnerniliki kelarutan 100 /o. d. Dextrose Equivalent (D E) Nilai DE untuk dekstrin putih berkisar dari 10 hingga 12% sedangkan untuk British gum lebih rendah dari 2% dan DE untuk dekstrin kuning adalah 1-4%. e. Konsentrasi Dekstrin Menurut Caesar et al. (1939) yang dikutip oleh Wurzburg (1989), konsentrasi dekstrin akan sernakin rneningkat dengan sernakin larnanya proses konversi. Nilai konsentrasi dekstrin dapat diukur rnelalui 1% larutan dekstrin dalarn larutan B~(OH)Z setengah jenuh di rnana pati atau dekstrin akan terpresipitasi oleh barium hidroksida. E. GELATINISASI Salah satu fenornena penting dalarn proses pengolahan bahan pangan adalah gelatinisasi pati. Terdapat beberapa versi rnengenai definisi proses gelatinisasi pati, narnun secara urnurn proses ini didefinisikan sebagai perubahan bentuk granula pati yang bersifat tidak dapat balik (irreversible) akibat pernanasan pati dalarn air pada ternperatur tertentu (Silva et al., 1996; Ziegler et al., 1993). 1. Mekanisme Gelatinisasi Granula pati rnentah tidak larut dalarn air dingin disebabkan oleh adanya ikatan hidrogen yang dapat dijurnpai dalarn dua bentuk, baik 21

19 melalui ikatan OH alkohol dalarn masing-masing individu granula rnaupun secara tidak langsung rnelalui ikatan air (Swinkels, 1985).' Sifat granula pati rnentah yang tidak larut ini akan berubah menjadi sedikit rnengernbang dalam air hangat atau panas. Namun pengembangan ini masih bersifat bolak - balik (reversible). Pengernbangan granula pati akan rnenjadi bersifat tidak bolak-balik (irreversible) jika telah rnelalui suhu gelatinisasi (Greenwood, 1976; Swinkels, 1985). Pengernbangan tidak bolak-balik ini akan diikuiti pula oleh perubahan struktur granula, mekanisrne ini yang disebut sebagai gelatinisasi. Mekanisrne gelatinisasi dapat dijelaskan rnelalui tiga tahapan (Garnbar 3). Tahap pertama adalah penyerapan air oleh granula pati sampai batas akan rnengembang yang berjalan larnbat. Menurut Swinkels (1985), tahap pertarna gelatinisasi terjadi pada daerah arnorp dari granula karena pernutusan ikatan hidrogen antar rnolekul-rnolekul granula. Tahap kedua ditandai dengan pengembangan secara tiba-tiba karena penyerapan air lebih banyak, dan tahap terakhir adalah granula menjadi kehilangan bentuk dan rnulai larut. Tahap terakhir ini terjadi pada ternperatur tinggi (Abubakar, 1986). Sifat pati yang telah rnengalarni gelatinisasi ini mernpunyai rnanfaat tersendiri untuk industri rnakanan yaitu untuk digunakan dalarn pernbuatan rnakanan instan seperti bubuk agar-agar dan beras instant (Winarno, 1992). 2. Suhu Gelatinisasi Suhu di rnana granula pati pecah dan rnenyerap air disebut suhu gelatinisasi. Suhu gelatinisasi tidak sama besarnya untuk tiap jenis pati. 22

20 Suhu gelatinisasi pati jagung berkisar antara OC, pati gandurn OC, kentang OC, garut (Arrowroot) OC, dan pati tapioka O C (Tabel 5). n OranuLo pati monlah yang tardiri dari amilona (helix, dan amilopeklin cbarcabang, l'onambahan arr akan rnetnucatrkan kriutalrnitaa dan mrruaah kulsratu~an benluk amiloaa. Oranuta mengembang. ronambahan pan- don arr yany berlrbihon akan mrny-babkan growla rnrng-mhng Lobrh LanjuL. Amrl-ra mular brrdrfu-i k-luc-r granula. n oranula harnprr hanya n,rngan,zd>*j amilopokl~n sap don terprrongkap dan torlihol ddam.lruklur rna'.rikc amrlorra, mcmbenluk.ualu gal. Gambar 3. Mekanisme gelatinisasi pati. (Runsen dan Clark, 1978) Beberapa faktor yang rnernpengaruhi tinggi rendahnya ternperatur dan proses gelatinisasi adalah ukuran dan bentuk granula pati, kandungan arnilosa, derajat kristalinitas fraksi arnilopektin, kandungan protein dan lernak, jurnlah arnilosa dan arnilopektin terlarut, dan kondisi proses pengolahan (Bello et al., 1995; Harnaker dan Griffin, 1993).

21 Tabel 5. Suhu gelatinisasi (OC) berbagai jenis pati Jenis Pati Winarno (1992) Suhu Brabender* (1953) Tapioka Jagung Gandum Kentang Beras Garut - * Sumber : Swinkels (1985) Rentang suhu Kofler* Whistler dan Smart Gelatinisasi pati tidak tejadi hanya pada suatu suhu tertentu rnelainkan pada suatu rentang suhu (Swinkels, 1985). Rentang suhu geiatinisasi yang disebut rentang suhu gelatinisasi Kofler (Tabel 5) diperoleh dengan pengamatan hilangnya sifat birefrngence untuk konsentrasi pati dalarn air masing-masing sebesar 5, 50, dan 95%. 3. Metode Pengamatan Gelatinisasi Perubahan viskositas, perubahan entalpi, perubahan ketahanan enzirn, hilangnya sifat birefhingence, dan hilangnya difraksi sinar X merupakan metode-metode yang umurn digunakan untuk rnernonitor berlangsungnya proses gelatinisasi (Greenwood, 1976; Swinkels, 1985; Silva et ai., 1996; Ziegler et al., 1993). Kenaikan viskositas diukur rnenggunakan Brabender Viscoamylograph, penurunan entalpi dianalisa secara termal (thermal analysis), dan hilangnya sifat birefhingence diarnati rnenggunakan mikroskop polarisasi (polarized light microscopy). Di antara metode-metode tersebut di atas, hilangnya sifat birefrngence dan ketahanan enzirn rnerupakan rnetode analisa yang paling banyak 24..

22 digunakan karena membutuhkan waktu yang lebih singkat dan sifatnya yang dapat diulang. Beberapa tahun belakangan ini dikernbangkan pula metode-metode lain untuk rnernonitor proses gelatinisasi yaitu analisis ukuran pakikel granula pati rnenggunakan laser dieaction particle size analyzer (Ziegler et al., 1993) dan analisa beda proton dua fasa menggunakan spektroskopi resonansi inti atom (NMR) (Silva et al., 1996). Penggunaan NMR ini terutarna berguna untuk mengetahui derajat pati yang tergelatinisasi. a. Sifat birefringence Metode pengamatan hilangnya sifat birefrngence rnerupakan rnetode yang paling banyak digunakan untuk rnengarnati rnekanisme gelatinisasi. Sifat birefiingence granula pati yang diarnati dengan rnikroskop polarisasi akan tampak sebagai daerah kristal gelap terang. Sifat ini akan hilang jika granula,pati rnulai pecah karena adanya perlakuan terhadap granulagranula pati tersebut (Greenwood dan Munl-o, 1979). Granula-granula pati terutama dari jenis urnbi-umbian rnemiliki komponen amilopektin yang berperan dalam sifat birefiingence karena memiliki sifat kristal. Sifat kristal amilopektin ini umumnya sebesar 25-50% dari volume total granula pati. Sedangkan amilosa lebih berperan rnernbentuk struktur amorp dari granula pati, dimana komponen ini akan keluar dari struktur granula melalui proses gelatinisasi (Greenwood dan Munro, 1979; Wirakartakusurnah, 1981; Swinkels, 1985).

23 b. Perubahan viskositas Perubahan viskositas selarna proses gelatinisasi diarnati dengan Brabender Viscoarnyiograph. Melalui pengarnatan ini akan didapatkan besar suhu gelatinisasi yang rnerupakan ienaikan viskositas awal. Suhu gelatinisasi yang diperoleh dengan rnetode ini disebut suhu pasta Brabender seperti dilihat pada Tabel 5 (Swinkels, 1985). Sejalan dengan kenaikan suhu selarna proses gelatinisasi akan rnenyebabkan kenaikan viskositas sehingga akan dicapai viskositas puncak. Nilai viskositas puncak ini rnerupakan ukuran kemarnpuan pati rnernbentuk pasta. Secara urnurn, pati yang berasal dari urnbi-urnbian rnerniliki kenaikan viskositas yang lebih besar daripada pati jenis serealia. F. MAKANAN BAY1 DAN AidAK BATITA Definisi rnakanan tarnbahan adalah rnakanan bayi selain air susu ibu dan susu botol sebagai penarnbah nutrisi dari air susu ibu. Makanan tarnbahan ini sering disebut sebagai rnakanan pendarnping AS1 (MP-ASI) (Anonirn, 1993; Wulan et al., 1996). Persyaratan rnakanan tarnbahan untuk bayi dan batita rnenurut Herrnana (1977) dan De Maeyer (1976) adalah : (1) bernilai gizi tinggi dalarn arti rnudah dicerna, rnengandung energi dan protein tinggi, (2) rnerupakan surnber vitamin dan mineral, (3) dapat diterirna secara sensori, (4) tejangkau harganya, (5) dapat dibuat dari surnber-surnber rnakanan lokal, (6) higienis, dan (7) rnerniliki umur sirnpan yang cukup lama.

24 Oleh karena rnulai usia 4 sarnpai 6 bulan, AS1 sudah +dak dapat lagi mernenuhi semua kebutuhan nutrisi bayi, rnaka bayi rnernerlukan rnakanan tarnbahan. Dengan bertarnbahnya urnur bayi disertai dengan kenaikan berat dan tinggi badan, rnaka kebutuhan akan zat-zat gizi juga sernakin rneningkat. Sehingga fungsi rnakanan tarnbahan adalah untuk rnernenuhi kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi sesuai perturnbuhan dan perkernbangannya. Makanan tarnbahan bagi bayi dibedakan rnenjadi makanan bayi (infant food) untuk bayi berusia di bawah 6 bulan dan rnakanan tarnbahan (supplementa~y food) untuk bayi berusia 6 bulan ke atas, sedangkan rnakanan sapihan (weaning food) untuk anak usia 1-3 tahun (Hamid, 2000). Standar nilai gizi rnakanan tarnbahan bayi dan anak- anak rnenurut FAO/WHO (1991) dapat dilihat pada Tabel Energi Jurnlah energi yang dianjurkan untuk bayi dan anak batita dihitung berdasarkan jurnlah energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkernbangan tubuhnya. Untuk bayi baru lahir hingga usia 6 bulan, jumlah energi yang dibutuhkan berkisar 560 kilokalori / hari (berat badan normal 5.5 kg). Sedangkan untuk usia rnulai dari 1 tahun kebutuhan energinya akan semakin rnenurun selarna rnasa perturnbuhan. Kebutuhan energi untuk batita usia 1-3 tahun adalah 1250 kilokalori / hari (berat badan normal 12 kg) (Muhilal et al., 1998). Menurut surnber yang lain (Anonirn, 1983), jumlah energi untuk anak usia 1 tahun (dengan berat badan 8 kg) adalah 870 kalori per hari. Jurnlah energi untuk bayi dan anak-anak secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 7.

25 2. Protein Protein merupakan salah satu zat gizi yang penting bagi tubuh. Selain : sebagai sumber kalori, protein juga mempunyai fungsi penting lain yaitu sebagai komponen utama protoplasma dalam sel, sehingga masukan protein juga sangat penting untuk pertumbuhan, terutama untuk bayi dan anak batita. Kebutuhan protein bayi sebesar 50% pada dua bulan pertama kehidupannya dan akan menurun menjadi 11% pada usia 2-3 tahun (Pipes, 1985). Tabel 6. Standar makanan tambahan untuk bayi dan anakanak (per 100 g bahan) Komponen Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Asam linoleat (g) Serat makanan (g) Vitamin A (p g RE) Vitamin D (pg) Vitamin C (mg) Tiamin (mg) Vitamin 86 (mg) Vitamin 812 (pg) Niasin (mg) Kalsium (mg) Besi (mg) Zinc (mg) Sumber : FAOIWHO (1991) I I I I Nilai Standar

26 Mutu suatu protein dapat ditinjau dari beberapa aspek yaitu nilai cerna (digestibilitr;), jurnlah asarn amino esensiab (ME), dan jurnlah' protein yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Suatu protein dikatakan bermutu jika nilai cerna dan daya rnanfaatnya tinggi serta mengandung asam-asam amino esensial dalarn jurnlah cukup. Jurnlah AAE dapat diukur secara kimiawi yang dinyatakan dalarn skor kirnia (chemicalscore). Ada 10 jenis ME yang dibutuhkan oleh bayi di mana jurnlahnya dapat rnencapai tiga hingga empat kali lipat dari kebutuhan orang dewasa. Sebagai sampel adalah jenis AAE lisin di rnana berdasarkan FAO/WHO (1985), kebutuhan untuk bayi adalah 66 rng/kg BB/hari dan untuk orang dewasa adalah 16 rng/kg BB/hari. Jenis rnakanan yang seringkali rnenjadi surnber protein untuk bayi dan anak batita adalah AS1 dan susu formula (Baren et al., 1983). Bentuk protein dalarn AS1 dan susu formula adalah kasein dan whey. Kandungan kasein dalarn AS1 dan susu formula berturut-turut sebesar 40% dan 80 /o, sedangkan kandungan whey sebesar 60% dan 20% (Packard, 1982). Yang harus selalu diperhatikan dalarn konsurnsi protein pada bayi dan anak batita adalah kesesuaian antara jurnlah yang dibutuhkan dengan konsurnsinya, karena jika suplai protein berlebihan akan rnengakibatkan obesitas yang tidak diinginkan. 3. Karbohidrat Bentuk karbohidrat yang utarna bagi kebutuhan gizi bayi dan anak batita adalah laktosa. Laktosa adalah bentuk karbohidrat utarna dalarn AS1 dan susu formula. Fungsi laktosa dalam usia perturnbuhan adalah sebagai 29

27 bahan pernbentuk otak. Menurut Packard (1982) kandungan laktosa dalarn AS1 lebih tinggi dari susu sapi sebesar 2%. Fungsi karbohidrat yang utama adalah sebagai surnber energi bagi tubuh. Energi yang dapat terpenuhi oleh karbohidrat adalah sebesar 65% dari total energi pada bayi dan batita (FAOJWHO, 1991). Bayi Tabel 7. Kebutuhan energi dan protein harian Usia 0-6 bulan Energi ( kkallhari ) 560 Protein ( gfhari ) 1 7 bulan- 1 tahun / ( 1-3 tahun tahun ( ( 7.3 ( 7-9 tahun 1900 Surnber : WKPG, 1998 * persentase rasio protein : energi Rasio P/E ( 010 ) * Pati sebagai surnber karbohidrat harus diolah terlebih dahulu agar rnernudahkan pencernaan. Pengolahan pati ini antara lain dengan hidrolisis asarn rnaupun enzim sehingga dihasilkan dekstrin. Dengan proses dekstrinisasi ini maka rnakanan tarnbahan sudah dalarn bentuk setengah rnasak (pre-gelatinisasi) sehingga siap dikonsurnsi dengan hanya menarnbahkan air. Seiain itu, rnakanan tambahan ini harus memilib kekarnbaan (bulkiness) yang minimal tetapi kandungan energinya rnaksimal.

28 4. Lemak Selain sebagai surnber energi utarna, lernak juga berfungsi sebagai sumber asarn lernak esensial, pelarut vitamin A, D, E, dan K, penyebab rnakanan rnerniliki kelunakan-kekerasan (tekstur) tertentu, dan sebagai lapisan lernak tubuh di bawah kulit (Muh~tal et al., 1998). Asarn lernak yang diperoleh dari rnakanan dibedakan rnenjadi asam lernak jenuh dan asam lernak tak jenuh. Asarn lernak tak jenuh yang rnerniliki ikatan rangkap dua ini seringkali disebut asarn lernak esensial. Beberapa surnber asarn lernak esensial antara lain adalah rninyak jagung, rninyak kacang, dan rninyak biji kapas. Jenis asarn lernak esensial yang paling banyak terdapat dalam bahan pangan adalah asarn linoleat, oleh karena itu kebutuhan asarn lernak esensial dihitung berdasarkan persentase konsurnsi asarn lernak linoleal (Muhilal et al., 1998). Asarn lernak esensial berfungsi untuk perkernbangan sistern saraf, kecerdasan, dan intelegensia pada bayi dan anak batita. Berdasarkan pada pernyataan Lifshitz et al. (1996), kekurangan asarn lernak esensial akan rnenirnbulkan rnetabolisrne glukosa terganggu, atherosklerosis, hiperlipidernia, dan kekurangan zat besi. Selain kekurangan lernak rnerugikan bagi anak-anak, rnasukan lernak yang berlebihan juga akan rnengakibatkan tirnbulnya penyakit hiperlipidernia, hipercholesterolernia, s.croke, diabetes, CAD (Coronaty Artery Disease), dan beberapa penyakit kanker. Menurut Neaton dalam Lifshitz et al. (1996), CAD berkaitan dengan tingginya konsentrasi serum kolesterol. Untuk rnenghindari CAD pada rnasa dewasa, beberapa ahli rnerekornendasikan untuk rnengurangi rnasukan energi dari lernak hanya 3 1

29 sebesar rnaksimal 30% pada anak batita setelah usia 2 tahun (Lifshitz et?, al., 1996). Menurut FAO/WHO (1991), jumlah lemak yang dibutuhkan bayi dan anak batita berkisar antara 20-30% dari jumlah kalori total. Masalah rnengenai berapakah jurnlah masukan lernak yang tepat untuk bayi dan anak batita, dapat dipecahkan dengan memonitor jurnlah masukan lemak yang sesuai tanpa rnengganggu perturnbuhan dan perkembangan anak tersebut. Oleh karena itu, para orang tua harus dapat mernilih dan menyediakan makanan yang sesuai untuk anak-anaknya. 5. Mineral Jenis-jenis mineral yang dibutuhkan bayi dan batita sarna dengan kebutuhan orang dewasa akan mineral. Jenis dan jurnlah mineral yang dibutuhkan oleh bayi dan batita telah distandarkan secara internasional pada tahun 1980 (Pipes, 1985). Pada Tabel 8 dapat dilihat beberapa jenis mineral penting yang menjadi kebutuhan bayi dan anak batita. a. Besi Salah satu rnasalah gizi pada bayi dan anak batita adalah kurangnya masukan zat besi. Masalah kekurangan zat besi ini lebih sering tejadi di negara-negara berkernbang yaitu berkisar antara 70% pada anak prasekolah di negara-negara Asia Timur. Darnpak kekurangan zat besi pada bayi dan anak batita antara lain adalah perkembangan tubuh yang terganggu, menurunnya aktivitas dan perkernbangan motorik (Schultink et al., 1995). Kebutuhan bayi dan anak batita akan zat besi urnurnnya terpenuhi rnelalui suplernen zat besi maupun rnakanan yang diperkaya dengan zat besi (iron-fo~ified foods). Zat besi dalam AS1 adalah dalarn 32

30 bentuk yang terikat dengan protein (Packard, 1982). Faktor-faktor yang -, mempengaruhi kebutuhan zat besi antara lain adalah meningkatnya volume darah dan ketersediaan zat besi dalam tubuh. Tabel 8. Kebutuhan mineral harian Usia Bayi Kalsium (mg) Iod (pg) Besi (mg) Seng (mg) Selenium (IL~ Fosfor (mg) 0-6 bln thn Anak-anak 1-3 thn 4-6 thn 7-9 thn mber : WKF b. Seng Seng merupakan jenis mineral penting yang dibutuhkan oleh tubuh. Pada bayi dan anak batita, seng dibutuhkan untuk pertumbuhan, immune function, perkembangan otak, dan juga untuk memperbaiki jaringan karena luka (Friel et al., 1996 ). Menurut Ninh et al. (1996), jika kebutuhan seng tidak terpenuhi dengan baik maka akan ditemui perkembangan tubuh yang buruk pada bayi dan anak batita yaitu pertumbuhan yang kerdil. Dengan demikian, pemberian suplemen seng akan dapat menstimulasi perkembangan tubuh. Kebutuhan akan seng dapat terpenuhi dari air susu ibu, produk susu sapi, maupun sumber makanan lainnya seperti daging sapi, telur, roti, serta buah pisang dan jeruk.

31 c. Kalsium s Jenis mineral yang penting untuk pertumbuhan tulang, kontraksi otot, dan transmisi impuls syaraf adalah kalsium. Kerja kalsium untuk pembentukan tulang dibantu oleh fosfor dan proses absorpsinya tidak akan maksimai tanpa bantuan vitamin D dan fosfor. Menurut Packard (1982), rasio antara kalsiurn dan fosfor yang optimum adalah 1 : 1 hingga 1 : Vitamin Vitamin merupakan salah satu jenis nutrisi penting yang dibutuhkan oleh bayi dan anak batita untuk pertumbuhannya. Kekurangan salah satu jenis vitamin pada bayi rnaupun batita dapat menghambat dan mengganggu sistern indrawi dan perkernbangan tubuhnya (Congdon et al., 1995). Kandungan vitamin AS1 secara umum lebih besar daripada susu formula (Packard, 1982). Dengan alasan inilah maka biasanya makanan tambahan bagi bayi dan anak batita difortifikasi dengan campuran vitamin. Secara urnurn, vitamin dapat diklasifikasikan dalam dua golongan besar yaitu vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K) dan vitamin yang larut dalam air (vitamin B dan C). Kebutuhan vitamin harian untuk usia bayi dan batita dapat dilihat pada Tabel Karakteristik Fisik Makanan Tambahan Selain harus ditinjau dari nilai gizinya, makanan tambahan untuk bayi dan anak batita juga harus rnerniliki sifal-sifat fisik tertentu. Beberapa sifat fisik yang harus diperhatikan adalah densitas kamba (kekarnbaan) dan kapasitas pengikatan air.

32 Jenis Vitamin Vitamin A (RE) Vitamin D (pg) Vitamin E (rng) Vitamin K (rng) Tiamin (rng) Riboflavin (mg) 0.3 Niasin (rng) 2.5 Vitamin 812 (pg ) 0.1 Asam folat (pg ) 22 Piridoksin (rng) 0.3 Vitamin C (rng) 30 Surnber : Muhilal et al. ( 1998 ) Tabel 9. Kebutuhan vitamin harian Usia thn I thn thn thn Makanan tarnbahan bayi dan anak batita harus bersifat tidak karnba sehingga si anak tidak cepat rnerasa kenyang rnengingat rnasih terbatas kapasitas perutnya. Densitas karnba yang kecil akan rnernbutuhkan volume lebih besar untuk sejurnlah kecil bahan sehingga ha1 ini dapat diattikan bahwa sernakin kecil nilai densitas kamba akan sernakin sedikit pula kandungan gizi yang akan diterirna. Menurut Sulaeman (1993) densitas karnba dipengaruhi oleh tepung-tepung penyusun produk. Beberapa produk MP-AS1 kornersial yaitu SNM, Cerelac, Nesturn, dan Prornina rnerniliki nilai densitas karnba berturut-turut sebesar 0.38, 0.43, 0.25, dan 0.44 g/ml (Barlina, 1988; Lianawati, 1997). Kapasitas pengikatan air rnerupakan sifat fungsional bahan yang dipengaruhi oleh kandungan protein dan lernak produk. Sifat fisik ini terkait pula dengan penyirnpanan produk. Nilai kapasitas penyerapan air rnakanan 35

33 b campuran tepung singkong dengan tepung pisang sebesar g/g (Surnartha, 1993) dan sebesar untuk rnakanan carnpuran dari pisang owak (Harnid, 2000). G. BISKUIT Biskuit adalah kue rnanis berukuran kecil yang terbuat dari tepung terigu. Definisi lain rnengenai biskuit adalah rnenurut Whiteley (1971) di mana biskuit adalah produk makanan kering dengan sifat-sifatnya seperti mudah dibawa karena volume dan beratnya yang kecil, dan urnur sirnpannya yang relatif lama. Biskuit dapat dikarakterisasi dari tingginya kandungan gula dan shortening serta rendahnya kandungan air dalarn adonan (Faridi dan Faubion, 1990). Persyaratan rnutu biskuit rnenurut Departernen Perindustrian Indonesia tahun 1990 (SII no. 0177) dapat dilihat pada Tabel Klasifikasi Biskuit Belurn ada klasifikasi yang jelas untuk biskuit, bahkan terkadang dijurnpai saling turnpang tindih antara bentuk yang satu dengan lainnya. Hingga saat ini biskuit diklasifikasikan berdasarkan beberapa sifat yaitu : (1) tekstur dan kekerasan, (2) perubahan bentuk akibat pernanggangan, (3) ekstensibilitas adonan, dan (4) pernbentukan produk (Manley, 1983). Berdasarkan ekstensibilitas adonannya, biskuit dapat digolongkan rnenjadi tiga yaitu adonan lunak, adonan keras, dan adonan fermentasi (Sunaryo, 1985).

34 Tabel 10. Syarat mutu biskuit (SII no. 0177) tahun 1990 Kriteria Uji Keadaan (bau, rasa, warna, tekstur) Air( % b/b) Protein ( % b/b ) Abu ( O/o b/b ) Bahan tarnbahan rnakanan 1 - pewarna dan pernanis buatan Kadar cernaran logarn - ternbaga ( rng / kg ) - tirnbal ( rng / kg ) - seng ( mg / kg - rnerkuri ( rng / kg ) Cernaran rnikroba - TPC (koloni / g) - Coliform (APM / g) - E. coli (APM / g) Syarat Mutu Normal Maks. 5.0 Min. 6.0 Maks. 2.0 ( Tidak boleh ada Maks. 10 Maks. 1.0 Maks. 40 Maks Maks. 1 x lo6 Maks. 20 < 3 I - Kapang (koloni / g) I maks.102 Pada adonan lunak, gluten tidak rnengernbang karena adanya efek dari shortening dan efek pelunakan dari gula. Sarnpel biskuit dari adonan lunak adalah biskuit buah, biskuit krirn, dan biskuit jahe. Untuk adonan keras dijurnpai pengembangan gluten sampai batas tertentu dengan penambahan air. Pada adonan fermentasi, gluten akan mengembang penuh karena air yang ditarnbahkan rnernungkinkan kondisi tersebut. Sarnpel biskuit yang dibuat dari adonan ferrnentasi adalah biskuit crackers (Sunaryo, 1985; Booth, 1990). Menurut Faridi dan Faubion (1990), crackers urnumnya hanya rnengandung sedikit gula dan lemak. Produk biskuit

35 fermentasi ini dapat digolongkan rnenjadi dua yaitu crackers asin (salthe) 6 dan snack. Tabel 11. Klasifikasi biskuit * Kadar air adonan (%) Kadar air biskuit (YO) Suhu adonan (OC) Komponen penting Crackers Waktu pemanggangan (menit) * surnber : Manley (1983) ' HF = kandungan iema<tinggi; HS = kandungan gula tinggi tepung Adonan "keias" tepung Adonan "lunak" H F" HS# lemak lemak dan gula 7 Klasifikasi lain adalah berdasarkan pembentukan biskuit. Menurut Faridi dan Faubion (1990) dan Booth (1990), biskuit dapat dibuat dan dibentuk dengan tiga cara yaitu rotatymolded, wire-cut dan pembentukan lembaran (sheeting). Perbedaan dari ketiga cara ini adalah pada kandungan gula dalam adonan sehingga akan rnempengaruhi karakteristik sewaktu proses pembentukan. Menurut SII tahun 1990, biskuit dapat diklasifikasikan rnenjadi biskuit keras, crackers, cookies, dan wafer. Biskuit keras dibentuk dari adonan keras dan memiliki tekstur padat. Crackers adalah biskuit yang dibuat dari adonan keras rnelalui fermentasi dan rnemiliki struktur yang berlapis-lapis. Jenis yang ketiga yaitu cookies rnerupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak. Sifatnya lebih renyah karena tekstur yang kurang padat. Wafer adalah jenis biskuit dari adonan cair dengan sifat yang sangat renyah dan rnemiliki tekstur yang berongga. 38

36 2. Bahan - Bahan Pembuat Biskuit Bahan yang digunakan dalarn pernbuatan biskuit dibedakan rnenjadi bahan pengikat (binding material) dan bahan pelernbut (tenderizing material) (Mat! dan Matz, 1978). Bahan pengikat terdiri dari tepung, air, susu bubuk, putih telur, dan cocoa, sedangkan bahan pelernbut terdiri dari gula, lernak atau rninyak (shortening), bahan pengembang, dan kuning telur. a. Tepung Terigu Untuk rnernbuat biskuit yang baik, rnaka tepung terigu tipe lunak yang rnernpunyai kadar protein sekitar 8% dan kadar gluten yang tidak terlalu banyak adalah yang paling sesuai (Vail et al., 1978 ). Tepung terigu dalam pernbuatan biskuit berfungsi sebagai pernbentuk tekstur, rnengikat bahan-bahan lain dan rnendistribusikannya secara rnerata serta sebagai pernbentuk citarasa (Mat! dan Matz, 1978). b. Telur Menurut Matz dan Matz (1978), telur berfungsi sebagai pengernulsi dan meningkatkan flavor, warna, dan kelernbutan. Selain itu tingkat kerenyahan biskuit akan sernakin bertarnbah dengan adanya penarnbahan telur. c. Lemak Lernak dan rninyak rnerupakan bahan yang penting dalarn pernbuatan biskuit yaitu sebagai shortening. Fungsi shortening dalarn biskuit adalah untuk rneningkatkan tekstur dan citarasa khas biskuit. Lernak

37 dan rninyak yang digunakan dapat dibedakan berdasarkan bahan baku, sifat-sifat, dan tujuan penggunaannya (Mat! dan Matz, 1978). Lernak dan rninyak alarni yang urnurn digunakan dalarn pernbuatan biskuit antara lain adalah lard, lernak sapi, butter, rninyak kedelai, dan rninyak kelapa. Selain penggunaan lernak dan rninyak alarni, bahan shortening dapat pula dihasilkan dari proses rnodifikasi seperti hidrogenasi rninyak dan interesterifikasi lernak (Matz dan Matz, 1978). d. Gula Gula berfungsi sebagai pernberi rasa rnanis serta pernbentuk flavor dan warna pada perrnukaan biskuit. Faktor waktu pernanggangan biskuit harus diperhatikan, karena dengan adanya gula dan waktu pernanggangan yang terlalu lama akan rnenyebabkan penarnpakan biskuit yang hangus. e. Susu Fungsi penggunaan susu dalarn pernbuatan biskuit adalah rnernbentuk flavor, rnengikat air, sebagai bahan pengisi, rnernbentuk struktur yang kuat dan porous,rnernbentuk warna, dan rnenarnbah keernpukan karena adanya laktosa (Matz dan Matz, 1978). Selain itu nilai gizi biskuit akan rneningkat dengan digunakannya susu. f. Bahan pengembang Bahan pengembang yang urnurn digunakan dalarn pernbuatan biskuit adalah baking powder dan ammonium bikarbonat. Fungsi baking powder dalarn adonan adalah rnelepaskan gas hingga jenuh dengan gas COz lalu dengan teratur rnelepaskan gas selarna pernanggangan agar adonan

38 mengembang sempurna, menjaga penyusutan, dan untuk rnenyeragamkan remah. Baking powderadalah bahan peragi hasil reaksi antara asarn dan sodium bikarbonat. Asarn yang biasanya digunakan adalah tartrat, fosfat, dan sulfat. Ammonium bikarbonat adalah suatu garam yang akan rnenguap jika dipanaskan, rnelepaskan gas karbondioksida, amonia, dan air. Pelepasan gas amonia tersebut sangat penting karena rnerniliki bau yang sangat kuat. 3. Proses Pembuatan Biskuit Secara umurn dikenal dua metode pernbuatan biskuit yaitu metode krim dan metode all-in (Whiteley, 1971). Pada metode krim, lernak dan gula dicampur sampai terbentuk krim homogen dan selarna pembentukan krim ini dapat ditarnbahkan bahan pewarna dan essence. Selanjutnya dilakukan penarnbahan susu ke dalarn krirn dan pencampurannya dilakukan secara singkat. Pada tahap akhir ditarnbahkan tepung dan sisa air kemudian dilakukan pengadukan sarnpai terbentuk adonan yang cukup rnengernbang dan rnudah dibentuk. Metode kedua yaitu metode all-in, sesuai dengan namanya pada metode ini semua bahan dicarnpur secara bersarnaan. Metode ini lebih cepat, narnun adonan yang dihasilkan cenderung lebih padat dan keras daripada adonan pada rnetode krim. Proses penting lainnya dalarn pernbuatan biskuit adalah proses pemanggangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemanggangan antara lain adalah tipe oven yang digunakan, rnetode pernanasan, dan tipe bahan bakar yang digunakan. Kondisi pemanggangan yang benar akan

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

KAJIAN DEKSTRINISASI PAT1 GARUT DAN GELATINISASI TEPUNG TERTGU UNTUK PENGEMBANGAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU DAN MAKANAN SAPIHAN

KAJIAN DEKSTRINISASI PAT1 GARUT DAN GELATINISASI TEPUNG TERTGU UNTUK PENGEMBANGAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU DAN MAKANAN SAPIHAN KAJIAN DEKSTRINISASI PAT1 GARUT DAN GELATINISASI TEPUNG TERTGU UNTUK PENGEMBANGAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU DAN MAKANAN SAPIHAN Oleh : RIA SUSANTY, PROGRAM PASCASAWANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : 1.1 Latar Belakang, 1.2 Identifikasi Masalah, 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4 Manfaat Penelitian, 1.5 Kerangka Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Snack telah menjadi salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat di dunia mengonsumsi snack karena kepraktisan dan kebutuhan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya status ekonomi masyarakat dan banyaknya iklan produk-produk pangan menyebabkan perubahan pola konsumsi pangan seseorang. Salah satunya jenis komoditas pangan

Lebih terperinci

LOGO BAKING TITIS SARI

LOGO BAKING TITIS SARI LOGO BAKING TITIS SARI PENGERTIAN UMUM Proses pemanasan kering terhadap bahan pangan yang dilakukan untuk mengubah karakteristik sensorik sehingga lebih diterima konsumen KHUSUS Pemanasan adonan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biskuit merupakan makanan kecil (snack) yang termasuk ke dalam kue kering dengan kadar air rendah, berukuran kecil, dan manis. Dalam pembuatan biskuit digunakan bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Terigu Standar Nasional Indonesia 01-3751-2006 mendefinisikan tepung terigu sebagai tepung yang berasal dari endosperma biji gandum Triticum aestivum L.(Club wheat) dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia memiliki beraneka ragam jenis umbi-umbian yang belum

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia memiliki beraneka ragam jenis umbi-umbian yang belum I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan yang memiliki sifat rentan terhadap kerusakan oleh lingkungan luar dengan

BAB I PENDAHULUAN. bahan yang memiliki sifat rentan terhadap kerusakan oleh lingkungan luar dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Enkapsulasi merupakan proses fisik pelapisan bahan inti (bahan aktif), yaitu bahan yang memiliki sifat rentan terhadap kerusakan oleh lingkungan luar dengan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. Komposisi utama pati adalah amilosa dan amilopektin yang mempunyai sifat alami berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan beras ditempatkan sebagai makanan pokok yang strategis.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan beras ditempatkan sebagai makanan pokok yang strategis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan pola konsumsi masyarakat yang berbasis pada beras menyebabkan beras ditempatkan sebagai makanan pokok yang strategis. Hal tersebut ditunjukkan oleh konsumsi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Ketahanan Pangan yaitu pencegahan dan penanganan kerawanan pangan dan gizi. Kerawanan pangan adalah suatu kondisi ketidakcukupan pangan

Ketahanan Pangan yaitu pencegahan dan penanganan kerawanan pangan dan gizi. Kerawanan pangan adalah suatu kondisi ketidakcukupan pangan PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan rnerupakan kebutuhan dasar rnanusia agar dapat hidup dan beraktivitas. Kondisi terpenuhinya kebutuhan ini dikenal dengan istilah ketahanan pangan. Undang-undang No. 7

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tepung terigu sangat dibutuhkan dalam industri pangan di Indonesia. Rata-rata kebutuhan terigu perusahaan roti, dan kue kering terbesar di Indonesia mencapai 20 ton/tahun,

Lebih terperinci

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi bukan merupakan makanan asli budaya Indonesia. Meskipun masih banyak jenis bahan makanan lain yang dapat memenuhi karbohidrat bagi tubuh manusia selain beras, tepung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Sekitar 30 % ubi kayu dihasilkan di Lampung. Produksi tanaman ubi kayu di Lampung terus meningkat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. agar gluten yang terbentuk dapat menyimpan gas sebanyak-banyaknya. Umumnya, dalam

TINJAUAN PUSTAKA. agar gluten yang terbentuk dapat menyimpan gas sebanyak-banyaknya. Umumnya, dalam TINJAUAN PUSTAKA Tepung Terigu Tepung terigu merupakan tepung yang berasal dari bahan dasar gandum yang diperoleh dengan cara penggilingan gandum yang banyak digunakan dalam industri pangan. Komponen yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. Disebut beras analog karena bentuknya yang oval menyerupai beras, tapi tidak terproses

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie adalah produk pasta atau ekstruksi yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia (Teknologi Pangan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia bayi dibawah tiga tahun merupakan fase emas pertumbuhan yang harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. Winarno dan Rika

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era modern seperti saat ini, terdapat banyak jenis produk bakeri yang dapat ditemui di pasaran. Produk-produk tersebut beberapa dibuat menggunakan substitusi tepung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk bahan dasar olahan pangan sangat tinggi. Hal ini terjadi karena semakin beragamnya produk olahan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati 1 I. PENDAHULUAN Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati (lebih banyak mengandung amilopektin dibanding amilosa). Untuk keperluan yang lebih luas lagi seperti pembuatan biskuit,

Lebih terperinci

PELUANG DAN TANTANGAN lndustrl BERBASlS HASIL SAMPING PENGOLAXAN PAD!

PELUANG DAN TANTANGAN lndustrl BERBASlS HASIL SAMPING PENGOLAXAN PAD! PELUANG DAN TANTANGAN lndustrl BERBASlS HASIL SAMPING PENGOLAXAN PAD! Sam Pierodian Ketua Urnurn Perhimpunan Teknik Perianian Indonesia Wakil Dekan Fakultas Teknologi Pertanian - IPB. PENDAWULUAN Padi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya

TINJAUAN PUSTAKA. pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Pisang Raja Pisang raja termasuk jenis pisang buah. Menurut ahli sejarah dan botani secara umum pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia 4. PEMBAHASAN Biskuit adalah salah satu makanan ringan yang disukai oleh masyarakat, sehingga dilakukan penelitian untuk mengembangkan produk biskuit yang lebih sehat. Pembuatan biskuit ini menggunakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran, Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : 1.1. Latar Belakang, 1.2. Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : 1.1. Latar Belakang, 1.2. Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1.1. Latar Belakang, 1.2. Identifikasi Masalah, 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4. Manfaat Penelitian, 1.5. Kerangka Pemikiran, 1.6. Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI Definisi : * Bahan makanan olahan yang harus diolah kembali sebelum dikonsumsi manusia * Mengalami satu atau lebih proses pengolahan Keuntungan: * Masa simpan lebih panjang

Lebih terperinci

DEKSTRIN, TEKNOLOGI DAN PENGGUNAANNYA

DEKSTRIN, TEKNOLOGI DAN PENGGUNAANNYA DEKSTRIN, TEKNOLOGI DAN PENGGUNAANNYA Dekstrin adalah produk hidrolisa zat pati, berbentuk zat amorf berwarna putih sampau kekuning-kuningan (SNI, 1989). Desktrin merupakan produk degradasi pati sebagai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Beras diperoleh dari butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekam), merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebagian besar butir beras

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir

BAB I PENDAHULUAN. antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi ketersediaan pangan lokal di Indonesia sangat melimpah antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir seluruh wilayah Indonesia. Pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kerupuk merupakan makanan khas Indonesia dan sudah sangat dikenal. Kerupuk atau krupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan

TINJAUAN PUSTAKA. Kerupuk merupakan makanan khas Indonesia dan sudah sangat dikenal. Kerupuk atau krupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan 17 TINJAUAN PUSTAKA Kerupuk Kerupuk merupakan makanan khas Indonesia dan sudah sangat dikenal oleh masyarakat. Kerupuk sangat beragam dalam bentuk, ukuran, warna, bau, rasa, kerenyahan, ketebalan ataupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Naan bread merupakan salah satu olahan roti tradisional dari daerah Timur Tengah yaitu India. Naan bread biasanya berbentuk bulat hingga agak lonjong, terbuat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan jajanan sudah menjadi kebiasaan yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai golongan apapun

Lebih terperinci

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana.

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR

II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam famili Convolvulaceae. Ubi jalar termasuk tanaman tropis, tumbuh baik di daerah yang memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang I PENDAHULUAN Cookies merupakan salah satu produk yang banyak menggunakan tepung. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang dihasilkan. Tepung kacang koro dan tepung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gizi lain yang diperlukan manusia yaitu

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI

PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI OLEH DIKA YULANDA BP. 07117007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (APTINDO, 2013) konsumsi tepung terigu nasional meningkat 7% dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. (APTINDO, 2013) konsumsi tepung terigu nasional meningkat 7% dari tahun BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berdasarkan proyeksi Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO, 2013) konsumsi tepung terigu nasional meningkat 7% dari tahun lalu sebesar 5,08 juta ton karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Roti tawar merupakan salah satu produk turunan dari terigu yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia khususnya masyarakat perkotaan, namun tepung terigu yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis) Kluwih merupakan kerabat dari sukun yang dikenal pula dengan nama timbul atau kulur. Kluwih dianggap sama dengan buah

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seluruh penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan

I. PENDAHULUAN. seluruh penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran strategis sektor pertanian yakni menghasilkan bahan pangan bagi seluruh penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan mengingat pangan merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ceker ayam Ceker adalah bagian dari tubuh ayam yang berhubungan langsung dengan benda-benda kotor. Meski demikian, tanpa ceker ayam tidak mungkin menjadi gemuk untuk diambil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1995) roti adalah produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang. makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.

I. PENDAHULUAN. (1995) roti adalah produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang. makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roti kini sudah menjadi salah satu makanan pokok bagi masyarakat Indonesia. Bahkan di kalangan remaja dan anak-anak, posisi makanan itu telah mulai menggeser nasi sebagai

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN ANALISIS KANDUNGAN GIZI BERDASARKAN STUDI LITERATUR Studi literatur ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya mengenai empat jenis produk yang diproduksi PT.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Singkong atau ubi kayu merupakan tanaman umbi umbian yang dikenal luas di masyarakat Indonesia. Pada tahun 2013 produksi singkong di Indonesia mencapai 23 juta ton

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu

I. PENDAHULUAN. Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan (food additives). Penggantian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur pembangunan. Peningkatan kemajuan teknologi menuntut manusia untuk dapat beradaptasi dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses BAB III PEMBAHASAN Pembuatan mie kering umumnya hanya menggunakan bahan dasar tepung terigu namun saat ini mie kering dapat difortifikasi dengan tepung lain agar dapat menyeimbangkan kandung gizi yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Indeks Glikemik

TINJAUAN PUSTAKA Indeks Glikemik TINJAUAN PUSTAKA Indeks Glikemik Indeks Glikemik pertama dikembangkan tahun 1981 oleh Dr. David Jenkins, seorang Profesor Gizi pada Universitas Toronto, Kanada, untuk membantu menentukan pangan yang paling

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

I PENDAHULUAN. dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaplek (Manihot esculenta Crantz) Gaplek (Manihot Esculenta Crantz) merupakan tanaman perdu. Gaplek berasal dari benua Amerika, tepatnya dari Brasil. Penyebarannya hampir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tahu Ampas tahu merupakan limbah dari pembuatan tahu. Bahan utama pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan protein sekitar 33-42% dan kadar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah dengan mengembangkan alternatif pangan. Program diversifikasi pangan belum dapat berhasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sebanyak 200 kuintal per hektar luas pertanaman kuintal per hektar luas pertanaman.

TINJAUAN PUSTAKA. sebanyak 200 kuintal per hektar luas pertanaman kuintal per hektar luas pertanaman. 26 TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta) Ubi kayu (Manihot esculenta) tumbuh dengan sangat baik di daerah-daerah dengan suhu antara 25 o C-29 o C dengan ketinggian daerah sekitar 1.500 m. dpl.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci