HALUAN NEGARA SEBAGAI PENGAMALAN PANCASILA. Oleh: Dewi Bunga, S.H.,M.H. Fakultas Hukum Dharma Duta IHDN Denpasar

Transkripsi

1 96 HALUAN NEGARA SEBAGAI PENGAMALAN PANCASILA Oleh: Dewi Bunga, S.H.,M.H. Fakultas Hukum Dharma Duta IHDN Denpasar Abstract After the amendment of the Constitution of Republic of Indonesia of 1945, the People's Consultative Assembly no longer drew up the National Guidelines (GBHN). This condition causes the organization of the country to be without direction. Faced with these problems, then came the idea to restore the authority of the People's Consultative Assembly in preparing the GBHN. The compilation of this GBHN is a mandate of the fourth principle of Pancasila. Pancasila itself is the foundation and ideology of the country that became the guideline in the implementation of the life of nation and state. The systematics and contents that should be contained in country policy documents consist of general development directives. These guidelines will be the source of the vision and mission of the president. Substances that need to be regulated in the national development plan cover all areas of the legal, political, economic, social and cultural fields, human resources, natural resources and environment, education, defense and security, and religion. GBHN needs to be formulated in the People's Consultative Assembly of Republic of Indonesia Decree. Keywords: GBHN, People's Consultative Assembly, Pancasila. Abstrak Pasca amandemen UUD 1945, MPR tidak lagi menyusun Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Kondisi ini menyebabkan penyelenggaraan Negara menjadi tanpa arah. Menghadapi permasalahan tersebut, maka muncul gagasan untuk mengembalikan kewenangan MPR dalam menyusun GBHN. Penyusunan GBHN ini merupakan amanat dari sila ke-4 Pancasila. Pancasila sendiri merupakan dasar dani deologi negara yang menjadi pedoman dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sistematika dan isi yang seharusnya dimuat dalam dokumen haluan Negara terdiri dari arahan pembangunan yang bersifat umum. Pedoman ini akan menjadi sumber dari visi dan misi presiden. Substansi yang perlu diatur dalam rencana pembangunan nasional mencakup segala bidang yakni bidang hukum, politik, ekonomi, sosialdanbudaya, sumberdaya manusia, sumber daya alam dan lingkungan, pendidikan, pertahanan dan keamanan, serta agama. GBHN perlu diformulasikan dalam Ketetapan MPR RI. Kata Kunci: GBHN, MPR, Pancasila. Eksistensi Garis-garis Besar Haluan Negara (selanjutnya disebut dengan GBHN) merupakan produk kebijakan pemerintah (MPR) sebagaimana yang diatur dalam UUD 1945 sebelum perubahan. Hal

2 97 tersebut diamanatkan dalam Pasal 3 UUD RI Tahun1945. GBHN merupakan suatu rangkaian programprogram pembangunan yang menyeluruh, sistematis, terarah dan terpadu serta memungkinkan untuk dilaksanakan. Istilah garis-garis besar dari pada haluan negara sebagaimana terdapat pada naskah UUD RI Tahun 1945 sebelum dilakukan perubahan UUD dimaknai sebagai kehendak rakyat yang menjadi pedoman bagi eksekutif dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan adanya Amendemen UUD 1945 dimana Presiden bukan lagi menjadi Mandataris MPR, maka GBHN tidak berlaku lagi. Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, sehingga keinginan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan dianggap telah terwakili oleh Presiden dengan melaksanakan visi dan misi yang dibuat ketika masa kampanye sebelumnya. MPR adalah representasi dari rakyat yang menjalankan tugasnya berdasarkan kedaulatan rakyat. Teori kedaulatan rakyat menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi dalam suatu negara berada di tangan rakyat. 1 GBHN merupakan wujud nyata dari partisipasi masyarakat dalam pemerintahan sebagai pengejawantahan nilai-nilai demokrasi. Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan haluan negara yang telah ditetapkan berarti telah melaksanakan kehendak rakyat dalam pembangunan nasional. Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara yang menjadi pedoman dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia yang wajib dipertahankan bagi tegaknya NKRI. Destutt de Tracy menyebut ideologi sebagai science of idea, sebagai suatu program yang diharapkan dapat membawa perubahan institusional dalam masyarakat. Selanjutnya Leibniz menyebutkan bahwa ideologi merupakan one great systen of truth yang merupakan kompilasi dari pelbagai cabang ilmu dan segala 1 P.N.H Simanjuntak. PendidikanKewarganegaraan. Grasindo. h. 151.

3 98 kebenaran ilmiah. 2 Pancasila juga berkedudukan sebagai staatfundamental norm (pokok kaidah negara yang fundamental) mempunyai isi, arti yang abstrak umum universal. Namun sebagai pedoman pelaksanaan Negara, maka Pancasila bersifat umum kolektif artinya untuk kelompok Negara Indonesia. 3 Pancasila sebagai ideologi dapat dikonotasikan sebagai program sosial politik tempat hukum menjadi salah satu alatnya dan karennya juga harus bersumber darinya. 4 Sehubungan dengan adanya pandangan bahwa negara memerlukan haluan negara sebagai pedoman pembangunan, sinergi nilai-nilai Pancasila dalam haluan negara dilakukan dengan membuat program kebijakan yang dikelompokkan berdasarkan sila-sila dalam Pancasila. Pengelompokan ini bertujuan agar konsep haluan negara 2 Endang Zaelani Sukaya, et.al., 2002, Pendidikan Kewarganegaraan, Paradigma, Yogyakarta, h Kaelan, 2002, Filsafat Pancasila, Paradigma, Yogyakarta, h A. Hamid S Attamimi dalam Mahfud MD, 2010, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Rajawali Press, Jakarta, h. 51. dapat menerjemahkan nilai-nilai yang terkandungdalam Pancasila. Sebagai staatfundamental norm, maka Pancasila digunakan sebagai sumber hukum tertinggi dalam penyusunan GBHN. Sebagai rangkaian pedoman pembangunan, maka GBHN dibentuk untuk mewujudkan keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh berdasarkan Pancasila dan UUD Tahun Sistematika dan isi yang seharusnya dimuat dalam dokumen sebuah haluan negara terdiri dari arahan pembangunan sesuai dengan misi presiden agar tidak membatasi ruang kreativitas Presiden dan Wakil Presiden. Arah pembangunan nasional tidak hanya menjadi tanggung jawab dan kepentingan eksekutif saja. MPR sebagai representasi dari rakyat harus memberikan arahan mengenai pembangunan nasional. Sebagai arahan dari penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, maka GBHN yang akan dibentuk harus dibuat lebih abstrak sehingga dapat diterjemahkan dalam misi-misi presiden. Sistematika dan isi GBHN

4 99 yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan Pancasila, sebaliknya harus mengimplementasikan seluruh silasila dalam Pancasila. Substansi yang perlu diatur dalam rencana pembangunan nasional model GBHN mencakup segala bidang yakni bidang hukum, politik, ekonomi, sosial dan budaya, sumberdaya manusia, sumberdaya alam dan lingkungan, pendidikan, pertahanan dan keamanan, serta agama. Substansi yang diatur diarahkan pada pembangunan yang memberikan kesejahteraan material dan spiritual, adil dan merata bagi seluruh masyarakat Indonesia. GBHN juga perlu memberikan pengaturan khusus mengenai pembangunan dan pengembangan wilayah di daerah perbatasan, terpinggir dan terluar wilayah Indonesia. Perumusan politik luar negeri juga dirumuskan secara tegas dalam GBHN untuk mempertahankan kedaulatan NKRI. Mekanisme penyusunan haluan negara yang ideal untuk negara Indonesia yang luas dan beragam dilakukan melalui penyerapan Aspirasi masyarakat. Hal ini dapat dilakukan oleh Badan Kajian MPR dengan meminta kajian akademis keberbagai perguruan tinggi. Materi GBHN harus menyentuh kepentingan seluruh masyarakat Indonesia. Pekerjaan ini memang cukup sulit mengingat masyarakat Indonesia merupakan bangsa yang majemuk dengan berbagai permasalahan dan tantangan yang bersifat kasuistik. GBHN diharapkan dapat menjadi arahan untuk persatuan bangsa mengingat meningkatkan isu-isu pertikaian antar agama akhir-akhir ini. Bentukhukum yang tepat untuk mewadahi sebuah haluan negara adalah Ketetapan MPR sehingga Ketetapan MPR sebagaimana yang tercantum dalam hierarki peraturan perundang-undangan nantinya tidak terbatas pada Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 danpasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: I/MPR/2003. GBHN yang akan dibentuk nantinya, dibuat dalam

5 100 jangka waktu 5 tahun sesuai dengan masa jabatananggota MPR. Pemberlakuan kembali GBHN merupakan langkah yang penting, karena GBHN merupakan garis kendali politis dan hukum bagi pengelola negara dalam membuat perencanaan, kebijakan dan pelaksanaan pembangunan Indonesia. Dalam sistem pembagian kekuasaan, memungkinkan badan legislative untuk berkoordinasi dengan eksekutif, sehingga arahan yang diberikan oleh MPR dapat dijadikan pedoman bagi Presiden dalam merencanakan pembangunan nasional sesuai dengan visi dan misinya. GBHN menjadi alat pemersatu antara pemerintah dengan rakyat. GBHN diharapkan hanya mengikat pada satu periode pemerintahan saja, sehingga disusun dalam periode lima tahun sesuai dengan periode masa jabatanpresidendan wakil presiden. Konsekuensi hukum apabila haluan negara ditetapkan untuk dijadikan pedoman penyelenggaran negara oleh lembaga-lembaha negara dan pemerintah adalah MPR dapat memberhentikan presiden sebagaimana wewenang yang dimiliki oleh MPR karena presiden melanggar sumpah jabatan seperti yang diatur dalam Pasal 9 UUD Tahun Haluan Negara harus memberikan batas tindakan pemerintah dan konsistensi tindakan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan, sehingga harus ada sanksi terhadap pelanggaran haluan negara tersebut. DAFTAR PUSTAKA BUKU : A. Hamid S Attamimi dalam Mahfud MD, 2010, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Rajawali Press, Jakarta. Endang Zaelani Sukaya, et.al., 2002, Pendidikan Kewarganegaraan, Paradigma, Yogyakarta. Kaelan, 2002, Filsafat Pancasila, Paradigma, Yogyakarta. P.N.H Simanjuntak. Pendidikan Kewarganegaraan. Grasindo, Jakarta.