II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sargassum sp.

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sargassum sp. Sargassum sp merupakan salah satu spesies rumput laut yang termasuk dalam kelas Phaeophyceae atau alga coklat. Rumput laut jenis ini memiliki sebaran yang luas dan bervariasi. Rumput laut jenis sargassum ini termasuk tumbuhan yang dominan dan terdistribusi diseluruh perairan Indonesia, antara lain di Selat Sunda, Perairan Bangka Belitung, Karimunjawa, Pantai Selatan Pulau Jawa, Pantai Bali, Pantai Lombok (Kadi, 2005). tumbuh di perairan yang terlindung maupun yang berombak besar pada habitat batu. Pada umumnya, rumput laut ini menghuni perairan dangkal dan terumbu karang. Beberapa spesies rumput laut Sargassum di Indonesia yang telah teridentifikasi diantaranya adalah Sargassum duplicatum, S. polycystum, S. binder, S. crassifolium, S. echinocarpum, S. mollerii, S. gracillimum, S. sinereum, S. hystri, S. siliquosum, S. fenitan, S. filipendula, S. polyceratium, dan S. vulgare yang dapat dibedakan dari bentuk morfologi dengan kadar kandungan bahan utama yang berbeda seperti protein, vitamin C, tannin, iodine, dan phaeno (Anwar et al. 2013). Spesies rumput laut Sargassum yang digunakan sebagai bahan baku utama dalam penelitian ini yaitu Sargassum polycystum. Berikut adalah klasifikasi dari Sargassum polycystum. menurut Anggadiredja et al. (2006): Divisi : Phaeophyta Kelas : Phaeophyceae Ordo : Fucales Famili : Sargassaceae Genus : Sargassum Spesies : Sargassum polycystum Ciri-ciri fisik dari rumput laut Sargassum polycystum pada umumnya tidak jauh berbeda dengan ciri umum dari Phaeophyta lainnya (Aslan, 1991). Menurut Widyartini et al. (2012) rumput laut jenis tersebut memiliki thallus dengan panjang sekitar 35 cm, berwarna coklat kekuning-kuningan, holdfast berbentuk discoid berrhizoid, dengan axis silindris. Sargassum ini mempunyai thallus berbentuk batang dan vesikel. Thallus batang pendek, percabangan utama tumbuh 6

2 7 rimbun di bagian ujungnya. Panjang thallus bentuk daun 1,3-4,2 cm, lebar thallus bentuk daun 0,25-1,15 cm. Pada umumnya berbentuk membujur dan runcing atau membulat, dengan tepi bergerigi. Cryptostoma jelas, urat daun tidak begitu jelas. Vesikel berbentuk oval atau spherical, berukuran kecil, jumlah banyak pada thallus dewasa, dengan diameter 1,5-3 mm. Ujungnya berduri dan membulat, melekat pada thallus batang primer atau sekunder, dapat hidup secara bergerombol atau sendiri-sendiri. Reseptakel bulat memanjang/gepeng dengan pinggirnya yang berduri, dan terdapat dalam satu rangkaian bersama antara daun dan vesikel. Morfologi dari rumput laut Sargassum polycystum dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Sargassum polycystum Komposisi kimia dan pigmen yang terdapat pada rumput laut cokelat merupakan hasil dari fotosintesis yang jumlahnya sangat bervariasi, tergantung pada jenis, masa perkembangan dan kondisi tempat tumbuh. Senyawa kimia terbanyak yang terdapat pada rumput laut cokelat adalah alginat, dalam jumlah sedikit terdapat pula laminaran, fukoidon, selulosa, manitol, dan senyawa bioaktif lainnya (Yunizal, 2004). Sargassum sp. memiliki senyawa bioaktif diantaranya alkaloid, saponin, fenol, fukosianin, dan fukosantin.

3 8 2.2 Pelarut Kandugan senyawa yang terdapat di dalam bahan alam dapat ditarik oleh suatu pelarut yang digunakan saat proses ekstraksi. Pelarut adalah zat cair atau gas yang dapat melarutkan benda padat, cair, atau gas, yang menghasilkan sebuah larutan. Jenis pelarut yang paling sering digunakan yaitu air dan pelarut yang mengandung bahan kimia organik sehingga dikenal sebagai pelarut organik. Menurut Harborne, (1987) Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi zat aktif dari suatu bahan harus dapat melarutkan zat yang diinginkannya, mempunyai titik didih yang rendah, murah, tidak toksik dan mudah terbakar. Proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut didasarkan pada sifat kepolaran zat dalam pelarut saat proses ekstraksi. Senyawa polar hanya akan larut pada jenis pelarut polar yaitu seperti etanol, metanol dan air. Sedangkan senyawa non polar hanya akan larut dengan jenis pelarut non polar sperti eter, kloroform dan n-heksana (Gritter et al., 1991). Tabel 1 menunjukkan tingkat polaritas bahan pelarut dan angka konstanta dielektrikumnya. Jenis pelarut etanol dan metanol merupakan pelarut yang sering digunakan dalam mengekstrak senyawa antimikroba dan antioksidan dari tumbuhan. Hal ini disebabkan karena senyawa-senyawa yang diekstrak tersebut umumnya merupakan senyawa aromatik dan organik jenuh (Cowan, 1999). Konsentrasi pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi sangat berpengaruh terhadap ekstrak yang dihasilkan, semakin besar konsentrasi pelarut maka semakin besar pula kepolaran pelarut tersebut yang akan memudahkan kontak antara pelarut dengan bahan ekstrak. Menurut Geankoplis, (1991) Makin murni suatu pelarut dan makin lama waktu kontak antara pelarut dengan bahan yang diekstraksi pada suhu tertentu, maka ekstrak yang dihasilkan makin banyak. Hasil penelitian Haryani et al. (2012) tentang efektivitas ekstrak Padina australis sebagai antibakteri Escherichia coli penyebab diare menyatakan bahwa hasil ekstraksi Padina australis dengan menggunakan pelarut etanol 96% mampu melarutkan senyawa aktif dalam simplisia Padina australis lebih banyak dibandingkan jika menggunakan pelarut lainnya.

4 9 Tabel 1. Konstanta Dielektrikum bahan-bahan pelarut Bahan Konstanta Tingkat Kelarutan dalam Air pelarut Dielektrik (D) Tidak Larut (TL) Sedikit (S) Larut* (L) n-heksan 1,89 TL Petroleum 1,90 TL Eter 1,95 TL n-oktan 1,99 TL n-dekan 2,01 TL Sikloheksan 2,21 TL Benzene 2,35 TL Toluene 2,95 TL Furan 3,30 TL Propionate 4,81 S Dietileter 5,01 S Chloroform 6,02 S Butilasetat 6,15 S Etilasetat 6,68 S t-butanol 13,80 S 2-butanol 15,10 S n-butanol 17,10 S 2-propanol 18,30 L 1-propanol 20,10 L Aseton 20,70 L Etanol 24,30 L Metanol 33,60 L Asam formiat 58,50 L Air 80,40 L Sumber : Sudarmadji et al. (1997). Keterangan : * = Larut dalam segala perbandingan 2.3 Etanol Etanol atau sering disebut juga etil alkohol, merupakan sejenis cairan yang mempunyai sifat mudah menguap, mudah terbakar, tidak berwarna. Sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Memiliki titik didih sebesar 78,4 C (Kartika et al. 1997). Etanol juga termasuk dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C 2 H 5 OH. Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahanbahan kimia yang ditujukan untuk dikonsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan (Siegel, 2007). Dalam ilmu kimia, etanol adalah pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya (Sudarwanto et al. 2004).

5 10 Etanol mempunyai gugus yang bersifat polar dan non-polar. Gugus hidroksil (-OH) merupakan gugus yang sangat polar karena tingkat keelektronegatifan yang tinggi dari oksigen. Di sisi lain, etanol juga memiliki karbon non-polar (C2H5-) sehingga dapat melarutkan senyawa non-polar (Hart, 2003). 2.4 Ekstraksi Ekstraksi didefinisikan sebagai proses penarikan komponen yang diinginkan dari suatu bahan dengan cara pemisahan satu atau lebih komponen dari bahan tersebut. Pemisahan terjadi atas dasar kelarutan komponen-komponen dalam campuran pelarut dan zat terlarut (Hardojo, 1995). Efektifitas dari proses ekstraksi tidak terlepas dari kemampuan pelarut dalam melarutkan komponen komponen zat yang terlarut. Peristiwa pelarutan suatu zat terjadi karena adanya interaksi antara pelarut dengan bahan yang dilarutkan (Effendi, 1991). Selain itu efektivitas suatu proses ekstraksi juga ditentukan oleh Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses ekstraksi yaitu lama ekstraksi, suhu, dan jenis pelarut yang digunakan harus memperhatikan daya melarutkan, titik didih, sifat toksik, mudah tidaknya terbakar, dan sifat korosif terhadap peralatan ekstraksi (Khopkar 2003). Bahan yang akan diekstrak biasanya berupa bahan kering yang telah dihancurkan, biasanya berbentuk bubuk atau simplisia (Sembiring, 2007). Prinsip ekstraksi adalah zat yang akan diekstrak hanya dapat larut dalam pelarut yang digunakan, sedangkan zat lainnya tidak akan larut. Proses perpindahan komponen bioakif dari dalam bahan ke pelarut terjadi secara difusi. Proses difusi merupakan perubahan secara spontan dari fase yang memiliki konsentrasi lebih tinggi menuju konsentrasi lebih rendah (Danesi, 1992). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. yaitu apabila seluruh zat yang terdapat dalam bahan sudah terlarut di dalam zat cair dan konsentrasi larutan yang terbentuk menjadi seragam. Ekstraksi secara umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair. Ekstraksi cair-cair ialah pemisahan senyawa yang terdapat dalam campuran berupa cairan, sedangkan ekstraksi padat-cair

6 11 adalah suatu metode pemisahan senyawa dari campuran yang berupa padatan. Ekstraksi yang sering dilakukan pada industri flavor dapat dalam bentuk padatcair atau cair-cair. Selama isolasi senyawa beraroma, bahan alami diperlakukan dengan pelarut yang sesuai untuk mendapatkan flavor yang diinginkan dalam jumlah optimal (Furniss et al. 1980; Ojha et al. 1995). Harborne (1987) telah mengelompokkan metode dalam proses maserasi menjadi dua, yaitu ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus. Ekstraksi sederhana meliputi maserasi, perkolasi, diakolasi dan reperkolasi. Maserasi merupakan suatu metode ekstraksi dengan cara merendam sampel dalam pelarut dengan atau tanpa pengadukan, perkolasi adalah metode ekstraksi yang dilakukan secara berkesinambungan. Sedangkan reperkolasi adalah metode perkolasi dimana hasil dari perkolasi tadi digunakan untuk melarutkan sampel dalam suatu alat yang disebut perkulator sampai senyawa kimianya terlarut, dan diakolasi merupakan metode perkolasi yang dilakukan dengan penambahan tekanan udara. Untuk metode ekstraksi khusus antara lain sokletasi, ultrasonik dan refluks (arus balik). Sokletasi, yaitu suatu metode ekstraksi yang dilakukan secara berkesinambungan untuk melarutkan sampel kering dengan menggunakan pelarut bervariasi. Metode ultrasonik yaitu metode ekstraksi dengan menggunakan bantuan alat yang dapat menghasilkan frekuensi bunyi atau getaran dengan frekuensi antara KHz. Selain itu ada pula refluks, yang merupakan metode ekstraksi yang dilakukan secara berkesinambungan dimana sampel dan pelarut saling bertemu melalui gerakan aliran yang berlawanan. Secara umum teknik ekstraksi menggunakan pelarut organik dapat dibedakan menjadi 4 yaitu, maserasi, perkolasi, ekstraksi dengan soklet dan refluks. Maserasi merupakan metode ekstraksi yang dilakukan dengan perendaman sampel kering yang telah dihancurkan menggunakan pelarut organik selama beberapa hari sambil dilakukan pengadukan, kemudian dilakukan penyaringan sehingga diperoleh cairan. Metode ini dapat menghasilkan ekstrak dengan flavor yang baik karena dilakukan tanpa melalui proses pemanasan sehingga dapat mengurangi kerusakan komponen aromatik (Lulail, 2009).

7 Fenol Fenol meliputi senyawa yang berasal dari tumbuhan dan mempunyai ciri yang sama, yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua gugus hidroksil. Flavonoid merupakan golongan fenol terbesar. Fenol monosiklik sederhana, fenol propanoid, dan kuinon fenolik. Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar, yaitu kromofor pada benzokuinon. Senyawa fenol merupakan senyawa yang dapat larut dalam senyawa polar dan sedikit polar (Chismirina et al. 2010). Selain itu, pada rumput laut juga terdapat senyawa polifenol yang dikenal sebagai florotanin. Florotanin memiliki sifat yang khas dibandingkan dengan polifenol yang ada dalam tumbuhan darat. Polifenol dari tumbuhan darat berasal dari asam galat, sedangkan polifenol rumput laut berasal dari floroglusinol (1,3,5- trihydroxybenzine). Kandungan tertinggi florotanin ditemukan dalam rumput laut coklat, yaitu mencapai 5-15% dari berat keringnya (Fitton, 2005). Polifenol dalam rumput laut memiliki aktivitas antioksidan, sehingga mampu mencegah berbagai penyakit degeneratif maupun penyakit karena tekanan oksidatif, diantaranya kanker, penuaan, dan penyempitan pembuluh darah. Salah satunya terbukti bahwa rumput laut mampu melawan bakteri Helicobacter pylori, penyebab penyakit kulit (John and Ashok, 1986; Fitton, 2005). Secara umum flavonoid merupakan senyawa polifenol. Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi dan karena itu menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum Ultra Violet (UV) dan spektrum tampak. Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga di lapisan amil alkohol pada uji fitokimia menunjukkan adanya flavonoid (Harborne, 1987). Senyawa fenol bersifat dapat merusak membran sel sehingga terjadi perubahan permeabilitas sel yang dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel. Senyawa fenol juga dapat mendenaturasi protein sel dan mengerutkan dinding sel sehingga dapat melisiskan dinding sel jamur. Selain memiliki efek antibakteri, flavonoid juga mempunyai efek antioksidan yang membantu pencegahan kerusakan jaringan oleh radikal superoksida yang dilepaskan oleh sel neutrofil (Kumalasari dan Sulistyani, 2011).

8 β Karoten Karotenoid merupakan salah satu pigmen yang paling umum terdapat dalam alam dan disintesis oleh semua organisme fotosintetik dan fungi (Vilchez et al. 2011). Karotenoid berasal dari kelas terpenoid, berupa rantai poliena 40 karbon yang dibentuk dari delapan isoprena C 5, yang memberikan struktur molekul karotenoid yang khas. (del Campo et al. 2007). Karotenoid dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu karoten yang merupakan kelompok hdrokarbon (C 40 H 56 ), dan Xantofil yang merupakan turunan karoten teroksigenisasi (Gross, 1991). Beta karoten (β Karoten) merupakan jenis karotenoid yang paling banyak jumlahnya di alam dan hampir terdapat disemua tanaman. Karotenoid khusunya β Karoten memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi sehingga mampu mengurangi resiko mengidap penyakit jantung, stroke dan melindungi tubuh dari resiko kanker paru-paru, prostat dan payudara (Burtin, 2003). β Karoten dalam mendeaktivasi radikal bebas diawali dengan proses peroksidasi lemak, karena β Karoten merupakan salah satu tipeantioksidan lemak (Burton and Ingold, 1984 in Limantara dan Kusmita, 2009). Dalam tubuh manusia β Karoten dapat diubah menjadi Vitamin A yang bermanfaat untuk kesehatan mata. Cincin β dari β Karoten didalam tubuh akan diubah menjadi vitamin A oleh enzim 15,15 dioksigenase menjadi 2 molekul retinal, kemudian molekul retinal akan direduksi menjadi retinol yang merupakan vitamin A (Lindqvist and Anderson, 2002). Rumput laut coklat banyak mengandung senyawa karotenoid yaitu seperti β- karoten, fucoxanthin dan violaxanthin (Suparmi et al. 2009) 2.7 Klorofil Klorofil adalah pigmen berwarna hijau yang terdapat dalam kloroplas bersama-sama dengan karoten dan xantofil pada semua makhluk hidup yang mampu melakukan fotosintetis. Pada semua tanaman hijau, sebagian besar klorofil berada dalam dua bentuk yaitu klorofil a dan klorofil b. Klorofil a bersifat kurang polar dan berwarna biru hijau, sedangkan klorofil b bersifat polar dan berwarna kuning hijau. Klorofil berwarna hijau karena menyerap secara kuat daerah merah dan biru dari spektrum cahaya visibel. (Gross, 1991).

9 14 Rumus empiris klorofil a adalah C 55 H 72 O 5 N 4 Mg, sedangkan klorofil b adalah C 55 H 70 O 6 N 4 Mg. Pigmen tersebut merupakan suatu porfirin yang mengandung cincin dasar tetrapirol. Keempat cincinnya berikatan dengan ion Mg 2+. Cincin isosiklik yang kelima berada dekat dengan cincin pirol ketiga. Subtituen asam propionat diesterifikasi oleh diterpen alkohol fitol (C 20 H 39 OH) yang bersifat hidrofobik pada cincin keempat. (Gross,1991). Gambar 2. Rumus struktur klorofil (Moss, 2002) Klorofil selain memiliki fungsi utama sebagai pigmen fotosintesis juga dapat dimanfaatkan dalam bidang kesehatan. Penggunaan klorofil bagi tubuh manusia karena dapat membantu dalam meingkatkan jumlah sel-sel darah, khususnya meingkatkan produksi hemoglobin dalam darah, membersihkan jaringan tubuh, meningkatkan daya tahan tubuh, terhadap senyawa asing ( virus, bakteri, parasit), melindungi DNA terhadap kerusakan. Selain itu, menurut penelitian dari Wignore (1985) menyatakan bahwa klorofil dapat melindungi kita dari senyawa-senyawa karsinogen, apabila makanan dan obat lainnya sudah tidak berfungsi lagi. Klorofil bertindak menguatkan sel-sel, melepaskan zat racun dari hati dan aliran darah dan secara kimiawi menetralisasi polutan-polutan. Penelitian Dewi (2016) tentang pengaruh konsentrasi pelarut etanol dan suhu maserasi

10 15 terhadap rendemen dan kadar klorofil produk enkapsulasi ekstrak selada laut menunjukkan bahwa pada konsentrasi etanol 90% menghasilkan karakteristik produk enkapsulasi bubuk selada laut terbaik dengan kadar total klorofil yaitu sebesar 306,28 ppm. 2.8 Pewarna Warna merupakan salah satu parameter selain cita rasa, tekstur dan nilai nutrisi yang menentukan persepsi konsumen terhadap suatu bahan pangan. Penambahan zat pewarna pada makanan digunakan untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara, atau temperatur yang ekstrim akibat proses pengolahan dan penyimpanan, memperbaiki variasi alami warna, membuat identitas produk pangan, menarik minat konsumen. Zat pewarna alami adalah zat warna yang diperoleh dari alam seperti binatang, mineral-mineral dan tumbuhan baik secara langsung maupun tidak langsung. Zat pewarna alami ini diperoleh dengan cara ekstraksi atau perebusan secara tradisional. Bagian-bagian tanaman yang dapat dipergunakan untuk zat pewarna alami adalah kulit kayu, batang, daun, akar, bunga, biji dan getah. Setiap tanaman dapat merupakan sumber zat warna alami karena mengandung pigmen alami. Pemakaian zat warna alami masih diyakini lebih aman daripada zat sintetis karena sifatnya yang non karsinogen (Sutara, 2009). Pigmen alami yang terdapat pada pewarna alami dapat menjadi salah satu pilihan untuk meningkatkan ketahanan dan kualitas pangan. Pigmen alami juga terbukti aman, baik sebagai makanan maupun pewarna makanan dibandingkan pewarna sintetis yang dapat bersifat karsinogen. Jenis zat warna alami yang sering digunakan untuk pewarna makanan antara lain ialah karotenoid, antosianin, betalain, dan klorofil.