STRATEGI PERDAGANGAN TERNAK DAN PRODUK KAMBING DAN UPAYA MEREBUT PELUANG EKSPOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRATEGI PERDAGANGAN TERNAK DAN PRODUK KAMBING DAN UPAYA MEREBUT PELUANG EKSPOR"

Transkripsi

1 STRATEGI PERDAGANGAN TERNAK DAN PRODUK KAMBING DAN UPAYA MEREBUT PELUANG EKSPOR RISMANSYAH DANASAPUTRA Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian PENDAHULUAN Sub sektor peternakan seperti halnya sub sektor lainnya pada sektor pertanian memiliki potensi dan peluang yang cukup besar untuk dikembangkan sehingga perlu untuk diantisipasi secara optimal. Permintaan produk peternakan terhadap peningkatan pendapatan dalam masyarakat akan membawa perubahan pada permintaan akan produk peternakan. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan semakin membaiknya perekonomian nasional dan internasional membawa dampak semakin meningkatnya permintaan produk peternakan. Pemberlakuan perdagangan bebas menciptakan peluang peternakan di pasar internasional. Setiap negara harus terbuka dalam menerima produk agribisnis/agroindustri peternakan dari negara lain dengan persyaratan mutu yang telah ditetapkan. Pada kondisi menjelang era perdagangan bebas dewasa ini, semua negara harus membuka pasar bagi masuknya produk impor minimal sebesar 5% dari konsumsi yang dibutuhkan. Sekarang tinggal konsumen yang menentukan alternatif pilihannya, apakah menyukai produk dalam negeri atau sebaliknya menyukai produk impor. Dengan demikian produk dalam negeri dituntut harus mampu bersaing dengan produk impor baik dari segi kualitas, kuantitas dan kontinuitasnya. Dari sekian banyak jenis ternak dan produk peternakan, ternak kambing dan produknya telah mulai dan terus dikembangkan untuk memenuhi permintaan pasar yang ada. Pengembangan ternak ini perlu mendapat perhatian yang serius karena peluang pasar yang terbuka di pasar domestik maupun di pasar ekspor. STRATEGI PERDAGANGAN TERNAK DAN PRODUK KAMBING Perdagangan ternak kambing dan produknya dilakukan baik di pasar domestik maupun pasar ekspor. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta adalah pasar yang besar. Konsumsi protein hewani untuk daging, telur dan susu pada tahun 2003 masing-masing sebesar 6.08 kg, 4.47 kg dan 7.28 kg/kapita/tahun. Konsumsi ini masih jauh di bawah rata-rata negara-negara maju. Segmen kambing dan produknya cukup luas dan mencakup berbagai kelas dalam masyarakat mulai dari rumah tangga hingga supermarket baik di wilayah perkotaan maupun di wilayah pedesaan. Selain itu, dalam upaya turut menjaga kelestarian lingkungan, pengolahan produk sampingan seperti kulit, tulang dan darah dapat mengurangi resiko pencemaran lingkungan. Perdagangan di dalam negeri perlu memperhatikan waktu yang tepat sesuai dengan permintaan konsumen dimana permintaan akan ternak hidup meningkat cukup tajam menjelang hari raya Idul Adha untuk keperluan hewan kurban. Untuk itu diperlukan strategi yang menyeluruh mulai dari sisi hulu (produksi) hingga hilir (pemasaran) dengan memperhatikan waktu dan target pasarannya. Produk selain daging kambing yang potensial untuk dikembangkan adalah susu kambing. Pemasaran produk ini memiliki prospek yang cerah serta diharapkan dapat menjadi alternatif bagi produk susu sapi yang selama ini mayoritas dikonsumsi oleh masyarakat. Promosi memegang peranan yang penting guna meningkatkan minat masyarakat untuk mengkonsumsi susu kambing. Selain itu, upaya-upaya pengolahan daging dan susu juga harus dilakukan sebagai diversifikasi produk sehingga memberikan lebih banyak lagi aternatif produk yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat disamping untuk mengurangi ketergantungan akan susus segar yang ada. Seperti halnya susu sapi, pemasaran susu kambing juga harus memperhatikan aspek hygienisnya mengingat sifat susu yang mudah rusak dan tercemar. NERACA PERDAGANGAN TERNAK KAMBING Neraca Perdagangan ternak dan produk kambing dalam lima tahun terakhir ( ) cenderung menurun baik volume dan nilainya. Meskipun cenderung menurun, namun volume ekspor ternak dan produk kambing dari tahun 1998 hingga 2001 lebih tinggi dibandingkan dengan impornya yang menandakan terjadinya surplus. Akan tetapi volume ekspor sejak tahun 2002 menurun dan lebih rendah dibandingkan dengan impornya. Kondisi ini mengindikasi defisit di dalam negeri (Tabel 1). 15

2 Tabel 1. Neraca perdagangan ternak kambing dan daging kambing selama lima tahun terakhir ( ) Uraian Ekspor 78,955 60,680 31,079 54,947 12,628 7,099 40,892 9,500 4,928 8,266 17,470 17,106 Impor 914 1,773 3,841 10,889 5,854 5,192 14,779 16,190 15,584 25,892 1,273, ,819 Neraca 78,041 58,907 27,238 44,058 6,774 1,907 26,113 (6,690) (10,656) (17,626) (1,256,047) (409,713) Tabel 2. Neraca tujuan ekspor dan negara pengimpor ternak kambing dan daging kambing ( ) Ekspor Negara (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) Ekspor Kambing Hidup Amerika Serikat , Brunai Darussalam ,625 2, Italia ,650 51, Malaysia 5,175 5,456 14,429 3, ,892 9,500 4,900 3,684 17,470 17,106 Singapura 73,780 55, ,003 4, Total 78,955 60,680 31,079 54,947 12,628 7,099 40,892 9,500 4,928 8,266 17,470 17,106 Total Ekspor 78,955 60,680 31,079 54,947 12,628 7,099 40,892 9,500 4,928 8,266 17,470 17,106 Impor Kambing Hidup Amerika Serikat Australia Thailand ,250, ,500 Total kambing Hidup ,250, ,500 Impor daging kambing Amerika ,177 1, Serikat Australia 914 1,773 3,684 10,665 1, ,465 9,698 12,748 22,586 22,260 54,879 Inggris Jepang Selandia Baru ,706 1, ,140 2,400 2,133 1,257 4,440 Singapura ,255 5, Total Daging Kambing 914 1,773 3,841 10,889 5,854 5,192 14,779 16,190 15,484 25,742 23,517 59,319 Total Impor 914 1,773 3,841 10,889 5,854 5,192 14,779 16,190 15,484 25,742 23,517 59,319 16

3 Ekspor sebagian besar berupa ternak kambing hidup dengan negara tujuan ekspor utama adalah Malaysia. Ekspor ke negara lain juga dilakukan seperti ke Singapura, Brunai Darussalam, Amerika Serikat dan Italia walaupun tidak secara kontinu seperti halnya ke Malaysia. Impor ternak kambing hidup terbesar berasal dari Thailand disusul dengan Australia walau dalam volume yang relatif kecil. Negara pengimpor daging kambing terbesar adalah Australia dan New Zealand. Selain itu, impor juga dilakukan dari negara lainnya seperti Amerika dan Singapura (Tabel 2). PELUANG PASAR EKSPOR TERNAK KAMBING Dilihat dari volume dan nilainya, ekspor ternak kambing dan produknya masih rendah dan perlu ditingkatkan. Peningkatan ekspor perlu dilakukan baik ke negara tujuan ekspor yang selama ini telah dilakukan maupun perluasan pasar ekspor ke negara lain yang potensial. Peluang pasar ekspor ternak kambing dan produknya terbuka di beberapa negara terutama Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam serta negara-negara Timur Tengah. Peluang tersebut meningkat tajam terutama pada hari-hari besar keagamaan seperti Idul Adha. Upaya merebut peluang pasar ekspor perlu memperhatikan beberapa faktor penting seperti kemampuan berproduksi pada negara tujuan ekspor, negara pesaing, peraturan dan persyaratan importasi yang diberlakukan di negara tujuan ekspor yang bersangkutan termasuk peraturan Sanitary and Phytosanitary (SPS) serta tarif bea masuk yang berlaku. Kerjasama Ekonomi Sub-Regional (KESR) Kerjasama Ekonomi Sub-Regional (KESR) yang sering disebut juga dengan Segitiga Pertumbuhan (Growth Triangle) atau Wilayah pertumbuhan (Growth Area) merupakan salah satu bentuk kerjasama/keterkaitan (linkage) ekonomi antar daerah. KESR mengandung unsur internasional dimana daerah anggota (member areas) yang saling berkaitan terletak di lebih dari satu negara. KESR bertujuan (a) memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, (b) menggalakkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat di daerah, (c) meningkatkan pendayagunaan potensi daerah secara optimal, terpadu dan berwawasan lingkungan. Beberapa bentuk KESR khususnya di wilayah Asia Pasifik dimana Indonesia berperan aktif didalamnya antara lain IMT-GT (Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle), BIMP-EAGA (Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area)Potensi dan peluang pasar produk peternakan di kawasan ekonomi regional cukup besar didukung oleh letaknya yang strategis sehingga dapat menghemat biaya transportasi mengingat jarak yang tidak terlalu jauh. IMT-GT IMT-GT merupakan bentuk kerjasama ekonomi antar daerah atau wilayah propinsi yang berdekatan/berbatasan dari ketiga negara yaitu Indonesia, Malaysia dan Thailand. Kawasan pertumbuhan tersebut meliputi: - Indonesia: NAD, Sumatera Utara, Riau, Bengkulu, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Lampung - Malaysia : Perlis, Kedah, Penang, Perak - Thailand : Pukhet, Songkhla, Yala, Narathiwat Dalam kerangka IMT GT terdapat Implementing Technical Group (ITG) dengan beberapa sub ITG dimana dua diantaranya erat kaitannya dengan sub sektor peternakan yaitu Sub ITG on Halal Food Hub (diketuai oleh Malaysia) dan Sub ITG on Livestock Development (diketuai oleh Thailand). Sub ITG on Halal Food Hub dilatarbelakangi oleh peluang pasar produk pangan halal dunia yang saat ini bernilai sekitar US$ 346,7 milyar/tahun dan pada tahun 2005 diperkirakan akan tumbuh mencapai sekitar US$ 456,6 milyar. Potensi para anggota IMT-GT untuk mamanfaatkan peluang pasar ini sangat besar mengingat lebih dari 1,5 milyar masyarakat muslim diseluruh dunia terutama di China, Timur Tengah dan negaranegara Asia. Sub ITG on Livestock Development memfokuskan diri pada 3 bidang kerjasama yaitu (a) pengembangan kegiatan pengolahan, pemasaran dan promosi guna meningkatkan nilai tambah produk peternakan, transportasi dan distribusi (b) intra-trade dan (c) joint inventasi. BIMP-EAGA BIMP EAGA merupakan inisiatif dari pemerintah Filipina yang memandang perlunya pengembangan kawasan timur ASEAN. Usulan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan pembahasan keempat negara. 17

4 Wilayah yang mencakup kerjasama regional ini adalah: - Brunei Darussalam - Indonesia: Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Maluku, Papua - Malaysia: Sarawak, Sabah, Labuhan, Sandakan - Filipina: Mindanao (Davao), Zamboanga, Luzon, Luzon BIMP-EAGA terdiri dari beberapa working group (WG) dimana yang terkait erat dengan bidang pertanian adalah Working Group on Agro Industries yang memiliki Sub Working Group (SWG) yang akan membahas aspek-aspek yang lebih spesifik dan teknis. - SWG- Livestock and Poultry - SWG-Horticulture - SWG-Field Grains and Root Crops - SWG- Plantation Crops Beberapa hasil dari sidang WG on Agro Industries yang erat kaitannya dengan bidang peternakan diantaranya adalah proyek-proyek kerjasama seperti: Processing and Marketing of Halal Meat Product (Philippines), Goat Development in Philippines, Investment opportunity on Goat Development in Central and South Sulawesi, Halal Semi Processed Poultry Meat For Manufacturing of Value-added Products (Malaysia). Kerjasama ekonomi regional dalam perkembangannya menjumpai beberapa kendala. Beberapa kendala tersebut diantaranya adalah belum optimalnya partisipasi swasta dalam mengembangkan bisnis/jaringan bisnis bersama mitranya di kawasan kerjasama regional tersebut. Informasi tentang potensi dan peluang belum dikemas sedemikian rupa dan dipromosikan secara intensif. Selain itu intensitas dan efektivitas sosialisasi hasil sidang oleh pemerintah kepada sektor swasta. Kurangnya sarana dan prasarana transportasi (transport linkages) yang mendukung arus perpindahan produk dipandang masih belum mendukung termasuk transportasi udara dan laut. Malaysia Malaysia merupakan negara tetangga terdekat yang potensial bagi ekspor ternak dan daging kambing. Permintaan akan ternak kambing meningkat terutama menjelang hari Idul Adha yang ditujukan untuk keperluan ibadah. Permintaan akan ternak dan daging kambing di Malaysia masih belum dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Produksi komoditi ini di dalam negeri bahkan belum mencapai 50% dari permintaan yang ada. Hal ini merupakan peluang besar bagi negaranegara produsen termasuk Indonesia untuk memenuhi permintaan akan produk tersebut. Malaysia menyatakan keinginannya untuk mengimpor 500 ekor kambing hidup per bulan dari indonesia. Hal ini disampaikan pada sidang Sub ITG Livestock Development IMT GT di Jambi dimana 9 Propinsi di Sumatera menjadi anggotanya. Namun demikian, supply tersebut belum mampu secara kontinu dipenuhi oleh kesembilan propinsi tersebut. Untuk mengekspor komoditas peternakan ke Malaysia maka diatur oleh regulasi yang didasarkan pada setiap komoditi. Secara umum regulasi tersebut mencakup hal-hal seperti (1) Jenis Produk; (2) Negara Pengekspor: (3) Peruntukan Ekspor, dan (4) Ketentuan impor, yang meliputi (a) Lisensi/ijin impor, (b) Sertifikat Kesehatan Hewan; (c) Transportasi: (d) Penyerahan dokumen di Malaysia dan (e) Persyaratan/ketentuan lainnya. Disamping prosedur importansi yang harus dipenuhi, Malaysia juga mewajibkan status kehalalan produk yang diimpor. Jabatan Kemajuan Islam (JAKIM) atau Departemen/DDM) Bertanggung jawab dalam memberikan jaminan status halal kepada rumah potong hewan atau industri pengolahan yang bermaksud untuk mengekspor produk halalnya ke Malaysia. Hal ini tidak hanya menyangkut inspeksi resmi ke perusahaan yang bersangkutan tetapi juga penilaian terhadap bagaimana status halal tersebut dipertahankan dan dimonitor setiap waktu. Untuk itu perlu untuk disusun suatu panduan yang dapat dipakai utuk keperluan Pengesahan Badan atau Organisasi Islam di luar negeri yang memiliki reputasi yang baik dan dapat dipercaya untuk tujuan memonitor hanya status halal terhadap seluruh perusahaan. Panduan umum pemotongan hewan serta persiapan dan penanganan makanan halal harus diterapkan di seluruh perusahaan yang terlibat dalam pengolahan makanan halal. Panduan ini juga berperan sebagai dasar untuk penentuan status halal perusahaan oleh instansi yang berwenang di Malaysia. Panduan ini berlaku bagi seluruh perusahaan di luar negeri yang berminat untuk mengekspor produknya ke Malaysia dan digunakan bersama-sama dengan panduan yang berlaku lainnya seperti Pedoman Perusahaan yang Baik (Good Manufacturing Practices) dan persyaratan sanitasi higienis. 18

5 Pemberian sertifikasi halal dilakukan melalui suatu proses penilaian yang meliputi seluruh aspek persiapan, pemotongan, pengolahan, penanganan, penyimpanan, pengangkutan, pembersihan, desinfeksi dan manajemen. Penilaian tidak boleh menghasilkan atau menimbulkan pertanyaan atau keragu-raguan. Status halal hanya akan diberikan apabila Tim Penilai yakin dan puas yang melebihi perasaan ragu-ragu, terhadap semua aspek yang dinilai. Proses sertifikasi halal dari suatu perusahaan di luar negeri meliputi inspeksi lokasi dari perusahaan di luar negeri meliputi inspeksi lokasi dari perusahaan oleh instansi yang berwenang dari Malaysia bersama-sama dengan penunjukkan suatu organisasi islam yang akan dipercaya untuk mengemban tanggung jawab dalam mengawasi dan memonitor status halal dari perushaan tersebut. Organisasi islam harus diakreditasi secara resmi oleh JAKIM/DIDM. Sertifikat halal bagi produk yang akan di ekspor ke Malaysia dari perusahaan yang telah diakui tersebut akan dikeluarkan oleh organisasi islam yang telah terakreditasi. Periode awal dalam pemberian status halal terhadap perusahaan yang telah diakui tersebut adalah 1 tahun. Selama periode ini perusahaan tersebut harus dimonitor oleh organisasi islam yang telah terakreditasi. Untuk mempertahankan status halalnya, perusahaan tersebut harus menjalani inspeksi secara berkala setiap 2 tahun oleh institusi yang berwenang dari Malaysia. Organisasi islam yang telah terakreditasi wajib untuk memonitor setiap perusahaan yang telah diakui dan untuk menyampaikan laporan tahunan mengenai status halal perusahaan tersebut kepada DIDM. Kegagalan dalam menyampaikan laporan akan berakibat pada dicabutnya sertifikat halal perusahaan yang bersangkutan dan ditariknya kembali pengakuan akreditasi terhadap organisasi islam yang bersangkutan. PENUTUP Ternak kambing dan produknya potensial untuk dikembangkan guna memenuhi permintaan baik di pasar domestik maupun pasar ekspor. Pasar dalam negeri merupakan pasar potensial mengingat jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar serta mayoritas beragama islam sehingga permintaan terutama ternak kambing hidup menjelang hari raya idul Adha meningkat cukup tinggi. Untuk itu diperlukan strategi yang menyeluruh mulai dari sisi hulu (produksi) hingga hilir (pemasaran) dengan memperhatikan waktu dan target pasarnya. Pasar ekspor ternak dan produk kambing terbuka lebar di berbagai negara khususnya negara tetangga terdekat seperti Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, dan lain-lain. Kerjasama Ekonomi Regional (KESR) yan telah dibentuk antar negara ASEAN merupakan sarana yang mendukung peningkatan pemasaran produk ternak di antara negara anggotanya. Pemenuhan peraturan dan persyaratan importasi yang cukup ketat yang diberlakukan oleh negara tujuan ekspor perlu mendapat perhatian agar dapat merebut pasar yang ada. PERATURAN IMPORTASI TERNAK DOMBA DAN KAMBING DARI INDONESIA KE MALAYSIA A. Jenis Ternak : Domba dan Kambing B. Negara pengekspor : Indonesia C. Tujuan pemotongan : D. Peraturan Impor : 1.Lisensi Impor sertifikat dengan lisensi impor yang berlaku yang dikeluarkan oleh Direktur Jendral Peternakan Malaysia atau Direktur di Negara Bagian (States Director) yang berwenang dalam memberikan ijin masuknya hewan ke negara-negara bagian di Malaysia. 2. Deskripsi Hewan sertifikat yang berisikan deskripsi lengkap atau identifikasi mengenai hewan yang bersangkutan. 3. Sertifikat Kesehatan Hewan sertifikat kesehatan hewan yang dikeluarkan oleh petugas kesehatan hewan yang berwenang di Indonesia yang menyatakan bahwa: Hewan yang bersangkutan sehat secara klinis dan bebas dari penyakit infeksi atau penyakit menular pada waktu di ekspor Hewan yang bersangkutan berada di lokasi, negara bagian atau propinsi di Indonesia selama selang waktu tidak kurang dari 6 bulan menjelang ekspor Lokasi, negara bagian atau propinsi dari negara dari mana hewan tersebut berasal bebas dari rinderpest dan penyakit mulut dan kuku (PMK) selama 12 bulan terakhir menjelang tanggal dilakukannya ekspor. 4. Pernyataan oleh Master/Kapten Kapal Laut atau Kapal Udara 19

6 sertifikasi dari master/kapten kapal laut atau kapal udara dimana hewan tersebut diangkut, yang menyatakan bahwa: 4.11 Setelah pengeluaran hewan, kapal laut atau kapal udara yang bersangkutan tidak singgah di pelabuhan laut atau pelabuhan udara antara kecuali Singapura 4.12 Tidak ada ruminansia atau babi dari lokasi selain yang telah ditentukan yang diijinkan untuk diangkut dengan kapal laut atau pesawat udara selama hewan yang telah disetujui untuk dikirim berada pada kapal atau pesawat tersebut Tidak ada pakan ternak atau alas tidur yang diangkut ke dalam kapal laut atau pesawat udara dari lokasi selain pelabuhan laut atau pelabuhan udara dimana hewan tersebut diberangkatkan. 5. Transportasi Hewan yang bersangkutan diangkut oleh kapal laut atau kapal udara langsung ke tujuan yang telah ditentukan atau pelabuhan laut atau pelabuhan udara lain sesuai dengan arahan dari Direktur Jendral Peternakan Malaysia atau Direktur Pada Negara bagian yang bersangkutan. 6. Karantina di Malaysia Setibanya di Malaysia, semua hewan yang dikirim harus langsung dimasukkan ke dalam stasiun karantina atau peternakan yang telah ditentukan dan harus berada di sana paling sedikit 10 hari untuk mengikuti prosedur karantina. Hari pertama terhitung sejak hewan terakhir masuk ke dalam karantina. Hari pertama terhitung sejak hewan terakhir masuk ke dalam karantina dan seluruh hewan dapat dilepas pada hari ke sebelas. Hewan yang dilepas dari stasiun karantina dibawa dengan kendaraan atau lorry yang telah disegel ke rumah potong hewan (RPH) dibawah pengawasan seorang dokter hewan 7. Biaya Biaya yang dikenakan untuk setiap pengiriman hewan yang diimpor ke Malaysia adalah: (i) Lisensi Impor : RM 3 per ekor (ii) Biaya Karantina : RM 2 per ekor (iii)sertifikat Karantian: RM 1 per ekor. 20

Bab 4 P E T E R N A K A N

Bab 4 P E T E R N A K A N Bab 4 P E T E R N A K A N Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Perkembangan populasi ternak utama

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU Oleh : Budiman Hutabarat Delima Hasri Azahari Mohamad Husein Sawit Saktyanu Kristyantoadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

BENTUK KERJA SAMA ASEAN

BENTUK KERJA SAMA ASEAN BENTUK KERJA SAMA ASEAN Hubungan kerja sama negara-negara anggota ASEAN dilakukan di berbagai bidang, antara lain dalam bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, dan lainlain. Hubungan kerja sama ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan Oleh : Feryanto W. K. Sub sektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian serta bagi perekonomian nasional pada

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG » Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Volume 1 No. 1, 2009 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas peternakan mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan. Hal ini didukung oleh karakteristik produk yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia. Kondisi ini

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Semakin kompleksnya kebutuhan suatu negara, hampir tidak satupun negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Semakin kompleksnya kebutuhan suatu negara, hampir tidak satupun negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin kompleksnya kebutuhan suatu negara, hampir tidak satupun negara mampu memenuhi sendiri kebutuhannya. Sehingga hal yang lazim disaksikan adalah adanya kerjasama

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi

PENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi PENDAHULUAN Latar Belakang Keanekaragaman sumber daya hayati merupakan modal dasar dan faktor dominan dalam penyelenggaraan pembangunan nasional. Seiring dengan perkembangan ekonomi, perdagangan dan teknologi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu pendorong peningkatan perekonomian suatu negara. Perdagangan internasional, melalui kegiatan ekspor impor memberikan keuntungan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1)

PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1) PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1) PENDAHULUAN Diawali dengan adanya krisis moneter yang melanda negara-negara Asia yang kemudian melanda Indonesia pada pertengahan Juli 1997, ternyata

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005 OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005 Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan PENDAHULUAN Produksi daging sapi dan kerbau tahun 2001 berjumlah 382,3 ribu ton atau porsinya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat Dinas Perindustrian dan Perdagangan Agro Propinsi Jawa Barat Awal milenium ketiga merupakan era pra kondisi bagi negara-negara di dunia untuk menghadapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketetapan MPR Nomor: XV/MPR/1999 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah

Lebih terperinci

PROGRES PELAKSANAAN REVITALISASI PERTANIAN

PROGRES PELAKSANAAN REVITALISASI PERTANIAN PROGRES PELAKSANAAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Dalam rangka pelaksanaan Revitalisasi Pertanian (RP) Departemen Pertanian telah dan sedang melaksanakan berbagai kebijakan yang meliputi : (a)

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Jakarta, 26 Januari 2017 Penyediaan pasokan air melalui irigasi dan waduk, pembangunan embung atau kantong air. Target 2017, sebesar 30 ribu embung Fokus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroindustri adalah usaha untuk mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi berbagai produk yang dibutuhkan konsumen (Austin 1981). Bidang agroindustri pertanian dalam

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING (Prospect of Beef Cattle Development to Support Competitiveness Agrivusiness in Bengkulu) GUNAWAN 1 dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih memegang peranan penting di dalam perekonomian Indonesia, karena alasan-alasan tertentu yaitu: sektor pertanian mampu meyediakan lapangan kerja

Lebih terperinci

Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013

Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013 Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013 Indonesia memiliki potensi sapi potong yang cukup besar. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) hasil Sensus Pertanian

Lebih terperinci

V. ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS HALAL MIHAS

V. ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS HALAL MIHAS V. ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS HALAL MIHAS 93 5.1. Perkembangan Umum MIHAS Pada bab ini dijelaskan perkembangan bisnis halal yang ditampilkan pada pameran bisnis halal Malaysia International Halal Showcase

Lebih terperinci

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016 Disampaikan pada: MUSRENBANGTANNAS 2015 Jakarta, 04 Juni 2015 1 TARGET PROGRAM

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA APRIL 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA APRIL 2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 48/05/Th. XVIII, 15 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA APRIL A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR APRIL MENCAPAI US$13,08 MILIAR Nilai ekspor Indonesia April mencapai US$13,08

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PARIWISATA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PARIWISATA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8)

2017, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.214, 2017 ADMINISTRASI. Pemerintahan. Kementerian Pariwisata. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor peternakan merupakan salah satu pilar dalam pembangunan agribisnis di Indonesia yang masih memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Komoditi peternakan mempunyai

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KERJASAMA EKONOMI REGIONAL DAN PENINGKATAN KINERJA PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA

PENGEMBANGAN KERJASAMA EKONOMI REGIONAL DAN PENINGKATAN KINERJA PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA PENGEMBANGAN KERJASAMA EKONOMI REGIONAL DAN PENINGKATAN KINERJA PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA Suprayoga Hadi, Bappenas PENDAHULUAN Dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini, kerjasama ekonomi sub-regional

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 4.1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Selama kurun waktu tahun 2001-2010, PDB negara-negara ASEAN+3 terus menunjukkan tren yang meningkat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan ketahanan pangan Nasional pada hakekatnya mempunyai arti strategis bagi pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata,

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA FEBRUARI 2011

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA FEBRUARI 2011 BADAN PUSAT STATISTIK No.21/04/Th.XIV, 1 April PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA FEBRUARI A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR FEBRUARI MENCAPAI US$14,40 MILIAR Nilai ekspor Indonesia mencapai US$14,40

Lebih terperinci

TUNJANGAN KINERJA JABATAN STRUKTURAL

TUNJANGAN KINERJA JABATAN STRUKTURAL 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG JABATAN DAN KELAS JABATAN SERTA TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007

DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007 MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT Disampaikan pada : Acara Seminar Nasional HPS Bogor, 21 Nopember 2007 DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. Laju peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perairan yang mencapai 5,8 juta km 2 dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ini membuat Indonesia memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

Ekonomi Pertanian di Indonesia

Ekonomi Pertanian di Indonesia Ekonomi Pertanian di Indonesia 1. Ciri-Ciri Pertanian di Indonesia 2.Klasifikasi Pertanian Tujuan Instruksional Khusus : Mahasiswa dapat menjelaskan ciri-ciri pertanian di Indonesia serta klasifikasi atau

Lebih terperinci

KTT Ketahanan Pangan Jakarta, Indonesia 7 & 8 Februari 2012

KTT Ketahanan Pangan Jakarta, Indonesia 7 & 8 Februari 2012 Industri daging merah Selandia Baru KTT Ketahanan Pangan Jakarta, Indonesia 7 & 8 Februari 2012 Tim Ritchie Pimpinan Eksekutif Meat Industry Association of New Zealand (Gabungan Industri Daging Selandia

Lebih terperinci

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*) MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*) I. LATAR BELAKANG 1. Dalam waktu dekat akan terjadi perubahan struktur perdagangan komoditas pertanian (termasuk peternakan)

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH, BIBIT TERNAK, DAN TERNAK POTONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab V. GAMBARAN UMUM 5.1. Prospek Kakao Indonesia Indonesia telah mampu berkontribusi dan menempati posisi ketiga dalam perolehan devisa senilai 668 juta dolar AS dari ekspor kakao sebesar ± 480 272 ton pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Agustus 2014, neraca perdagangan Thailand dengan

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN TATA-NIAGA KOMODITAS STRATEGIS: DAGING SAPI. 20 Februari 2013 Direktorat Penelitian dan Pengembangan

KAJIAN KEBIJAKAN TATA-NIAGA KOMODITAS STRATEGIS: DAGING SAPI. 20 Februari 2013 Direktorat Penelitian dan Pengembangan KAJIAN KEBIJAKAN TATA-NIAGA KOMODITAS STRATEGIS: DAGING SAPI 20 Februari 2013 Direktorat Penelitian dan Pengembangan Preview Kajian - 1 1. Durasi : 2011 Pra-Riset Sektor Ketahanan Pangan, Februari September

Lebih terperinci

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA A. Pengertian Pangan Asal Ternak Bila ditinjau dari sumber asalnya, maka bahan pangan hayati terdiri dari bahan pangan nabati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, selain ikan dan telur, guna memenuhi kebutuhan akan protein.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS Oleh : 1. Drh. Muhlis Natsir NIP 080 130 558 2. Drh. Sri Utami NIP 080 130 559 BALAI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran sektor pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata dalam pembentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Menurut Xiaoyan dan Junwen (2007), serta Smith (2010), teknologi terkait erat dengan

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini

BAB I PENDAHULUAN. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini memberikan andil terhadap perbaikan gizi masyarakat, khususnya protein hewani yang sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan Pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

DAN. Oleh: Nyak Ilham Edi Basuno. Tjetjep Nurasa

DAN. Oleh: Nyak Ilham Edi Basuno. Tjetjep Nurasa LAPORAN AKHIR TA. 2013 KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK DAN DAGING SAPI DALAM MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI Oleh: Nyak Ilham Edi Basuno Bambang Winarso Amar K. Zakaria Tjetjep Nurasa

Lebih terperinci

PROTOKOL 3 TENTANG PROTOKOL 3 TENTANG KEBEBASAN HAK ANGKUT KETIGA DAN KEEMPAT YANG TIDAK TERBATAS ANTAR SUB- KAWASAN ASEAN

PROTOKOL 3 TENTANG PROTOKOL 3 TENTANG KEBEBASAN HAK ANGKUT KETIGA DAN KEEMPAT YANG TIDAK TERBATAS ANTAR SUB- KAWASAN ASEAN PROTOKOL 3 TENTANG PROTOKOL 3 TENTANG KEBEBASAN HAK ANGKUT KETIGA DAN KEEMPAT YANG TIDAK TERBATAS ANTAR SUB- KAWASAN ASEAN Pemerintah pemerintah dari Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia,

Lebih terperinci

Press Release. 1. Terkait persiapan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan:

Press Release. 1. Terkait persiapan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan: Press Release Pelepasan Tim Pemantau Pelaksanaan Pemotongan Hewan Qurban 1435 H Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Jakarta, 1 Oktober 2014 Dalam rangka upaya penjaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

WASPADA, ADA PMK DI DEPAN MATA Perlunya Analisa Risiko

WASPADA, ADA PMK DI DEPAN MATA Perlunya Analisa Risiko WASPADA, ADA PMK DI DEPAN MATA Perlunya Analisa Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang bebas dari penyakit mulut dan kuku (PMK) yang diakui oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE). Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu pilar pembangunan yang memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu pilar pembangunan yang memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG MASALAH Sebagai sebuah negara agraris yang sedang berkembang dan dalam suasana pergaulan antar bangsa yang memasuki millennium ketiga ini, sepantasnya sektor pertanian

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VII Nomor 1 Tahun 2015 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

PROTOKOL 1 TENTANG TANPA BATASAN KEBEBASAN HAK ANGKUT KETIGA DAN KEEMPAT DALAM SUB-KAWASAN ASEAN

PROTOKOL 1 TENTANG TANPA BATASAN KEBEBASAN HAK ANGKUT KETIGA DAN KEEMPAT DALAM SUB-KAWASAN ASEAN PROTOKOL 1 TENTANG TANPA BATASAN KEBEBASAN HAK ANGKUT KETIGA DAN KEEMPAT DALAM SUB-KAWASAN ASEAN Pemerintah pemerintah dari Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Demokratik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sebagai bisnis sepenuhnya, hal ini disebabkan karena sarana dan prasarana

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sebagai bisnis sepenuhnya, hal ini disebabkan karena sarana dan prasarana PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang terletak di daerah tropis dimana sebagian besar penduduknya bekerja dalam bidang pertanian. Keadaan usaha tani penduduk pada umumnya masih

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. akan mengembangkan pasar dan perdagangan, menyebabkan penurunan harga

BAB. I PENDAHULUAN. akan mengembangkan pasar dan perdagangan, menyebabkan penurunan harga BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Integrasi ekonomi, Sesuai dengan tujuan pembentukannya, yaitu untuk menurunkan hambatan perdagangan dan berbagai macam hambatan lainnya diantara satu negara dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI Menimbang : a.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 1998 TENTANG TIM KOORDINASI DAN SUB TIM KOORDINASI KERJASAMA EKONOMI SUB REGIONAL

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 1998 TENTANG TIM KOORDINASI DAN SUB TIM KOORDINASI KERJASAMA EKONOMI SUB REGIONAL KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 1998 TENTANG TIM KOORDINASI DAN SUB TIM KOORDINASI KERJASAMA EKONOMI SUB REGIONAL Menimbang: a. bahwa Kerjasama Ekonomi Sub Regional antar daerah-daerah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

PROTOKOL 3 TENTANG PROTOKOL 3 TENTANG KEBEBASAN HAK ANGKUT KETIGA DAN KEEMPAT YANG TIDAK TERBATAS ANTAR SUB- KAWASAN ASEAN Pemerintah pemerintah dari Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia,

Lebih terperinci

Antar Kerja Antar Negara (AKAN)

Antar Kerja Antar Negara (AKAN) Antar Kerja Antar Negara (AKAN) Antar kerja antar Negara (AKAN) juga tidak kalah penting untuk dianalisis mengingat kontribusi pekerja kategori ini yang umumnya dikenal dengan TKI terhadap perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis I. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia, memiliki 17.508 buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN KANTOR SERTA SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KABUPATEN BENGKAYANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci