PEMAHAMAN KONSEP TRI HITA KARANA UMAT HINDU DI KOTA PALU. I Gede Made Suarnada * ABSTRAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMAHAMAN KONSEP TRI HITA KARANA UMAT HINDU DI KOTA PALU. I Gede Made Suarnada * ABSTRAK"

Transkripsi

1 PEMAHAMAN KONSEP TRI HITA KARANA UMAT HINDU DI KOTA PALU I Gede Made Suarnada * Staff Pengajar STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah ABSTRAK Tri Hita Karana menjadi hal yang tidak terpisahkan menuju kehidupan yang harmonis. Konsep Tri Hita Karana diwujudkan dengan parahyangan berupa tempat suci sebagai sarana melakukan hubungan antara manusia dengan Tuhan, pawongan yaitu melakukan hubungan antara manusia dengan manusia, dan palemahan yaitu melakukan hubungan antara manusia dengan alam dan makhluk hidup lainnya, namun belum semua masyarakat Hindu di Kota Palu memiliki pemahaman tentang Tri Hita Karana dan belum mampu mengimplementasikan konsep Tri Hita Karana tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Aktivitas ngayah yang merupakan salah satu implementasi dari konsep pawongan dan palemahan tidak bisa dilaksanakan dengan maksimal. Umat sibuk dengan aktivitas masing-masing. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka muncul permasalahan yaitu bagaimana pemahaman konsep Tri Hita Karana umat Hindu di Kota Palu? Penelitian ini dilaksanakan di Kota Palu. Pemilihan Kota Palu dilakukan secara purposif mengingat Kota Palu merupakan kota yang majemuk, dimana umat Hindu hidup berbaur dengan umat agama lainnya. Sumber data dalam penelitian ini ada dua yaitu data primer dan data sekunder. Adapun teknik yang digunakan untuk pengumpulan data adalah dengan teknik wawancara, dokumentasi dan observasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif interpretatif untuk mencari makna dari hasil wawancara yang telah dilakukan. Data yang diperoleh dikelompokkan, kemudian dilakukan reduksi data dalam bentuk kategorisasi. Hasil penelitian: pemahaman umat Hindu tentang konsep parahyangan sebagai konsep Ketuhanan tidak hanya memberi ruang untuk pemujaan kepada Tuhan semata, tetapi juga kepada sinar suci-nya yang disebut dewa. Pemahaman umat Hindu terhadap konsep pawongan sebagai konsep yang identik dengan makna vasudeva kutumbhakam, bahwa kita semua merupakan keluarga besar. Ajaran agama Hindu bersumber dari kitab suci Veda mengajarkan bahwa seorang manusia tidak boleh hidup egois hanya memperhatikan diri sendiri tetapi harus melayani leluhur, para orang suci, melayani sesama umat manusia seperti melayani diri sendiri, dan juga melayani makhluk lainnya sebagai satu keluarga semesta. Pemahaman umat Hindu tentang konsep palemahan yaitu umat Hindu memaknai lingkungan sekitar sebagai sahabat yang mesti dijaga dan dilindungi. Alam sebagai sumber materi yang diperlukan untuk hidup. Kata Kunci: Pemahaman, Tri Hita Karana, Umat Hindu 1. Pendahuluan Saat ini kemajuan peradaban manusia sudah memasuki masa milenium. Hal tersebut ditandai dengan adanya perubahan sosial budaya yang sangat cepat. Kontak sosial berpengaruh terhadap sikap dan pola perilaku yang akan berdampak langsung dan tidak langsung terhadap tata laku dan cara menjalani hidup. Indonesia secara khusus masyarakat Hindu tidak terlepas dari pengaruh arus globalisasi yang berpengaruh pada perubahanperubahan kognitif, perubahan-perubahan WIDYA GENITRI Volume 6, Nomor 1, Desember

2 tuntutan individu dan akhirnya akan membawa pembentukkan nilai-nilai baru. Dalam kitab Veda sudah dijelaskan bahwa untuk dapat dilahirkan sebagai manusia sungguh hal yang sangat sulit diraih bagaikan kerdipan kilat yang cepat sekali (Sarasamuscaya). Dengan demikian bahwa manusia diciptakan dengan dibekali segala kebutuhan hidup dan menjalankan kehidupannya dengan bersumber pada Hyang Widhi dan sesama manusia (Tri Hita Karana). Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan bisa hidup wajar tanpa hidup bersama dengan manusia lainnya. Namun jika manusia mampu bersatu untuk mensinergikan berbagai potensinya maka manusia akan mampu membangun halhal yang berskala besar. Dengan jalan dharma maka kebersamaan akan mampu dibangun secara harmonis dan dinamis. Dalam dharma telah ditentukan jalur-jalur yang harus ditempuh dalam mewujudkan tujuan hidup yang sejahtera dan bahagia. Dalam praktek keagamaan terdapat tiga aktivitas yaitu asih, punia, dan bhakti. Asih kepada alam, punia atau mengabdi pada sesama, dan bhakti pada Tuhan. Salah satu cara mewujudkan bahkti kita kepada Tuhan dengan cara menjaga kesejahteraan alam lingkungan hidup seperti bumi dengan segala isinya karena dari alam yang sejahtera itulah manusia akan mendapatkan hidup yang sejahtera secara langsung namun dalam kehidupan empiris alam semakin dirusak oleh perilaku manusia. Dalam Bhagawad Gita V.25 diyatakan bahwa: Labhante brahma-nirvanam Rsayah ksina-kalmasah Chinna-dvaidha yatatmanah Sarva-bhuta-hite ratah Siapapun yang senatiasa sibuk menjaga kesejahteraan alam itu dijanjikan akan mencapai Brahma Nirvana (moksa). Menyadari bahwa perbuatan adalah karma, karmalah sumber baik dan buruk, dosa atau kebajikan, laba atau rugi, kebahagiaan atau kesedihan. Seluruh hidup dipengaruhi oleh karma, sehingga setiap perbuatan akan mempunyai dampak atau hasil. Demikian halnya dengan kehidupan masyarakat Hindu di Kota Palu yang dalam kesehariannya dipengaruhi oleh karma masing-masing yang merupakan hasil dari perbuatan. Untuk menuju kehidupan yang harmonis maka konsep Tri Hita Karana akan menjadi hal yang tidak terpisahkan. Tiga konsep Tri Hita Karana ini diwujudkan dengan adanya parahyangan berupa tempat suci/ibadah sebagai sarana untuk melakukan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, pawongan sebagai sarana untuk melakukan hubungan antara manusia dengan manusia, dan palemahan sebagai sarana untuk melakukan hubungan antara manusia dengan alam dan makhluk hidup lainnya. Ketiga konsep ini jika dilakukan maka akan menghasilkan suatu perilaku yang berdimensi religius Hinduistis, yaitu suatu perilaku menyeimbangkan diri dengan alam semesta raya dilandasi dengan kesadaran bahwa alam semesta adalah kompleksitas unsur-unsur yang satu sama lain saling terkait. Perwujudan ini dilandasi oleh yajna sebagaimana yang tersebut dalam tiga kerangka agama Hindu yaitu tattwa, susila, dan upacara. Demikian halnya dengan umat Hindu yang ada di Kota Palu. Di tengah-tengah kondisi masyarakat yang heterogen, mereka berusaha untuk melaksanakan rutinitas kesehariannya dengan mendasarkan diri pada nilai-nilai Hindu. Beberapa umat Hindu di Kota Palu hidup mengelompok dalam sebuah lingkungan perumahan atau dalam sebuah area yang cukup luas untuk membentuk komunitas Hindu. Sehingga tidak menemui kendala dalam implementasi nilai-nilai kehinduan yang tertuang dalam wujud budaya dan aktivitas sosial. Beberapa lagi hidup dalam sebuah lingkungan yang menjadikan mereka terasing, 24 WIDYA GENITRI Volume 6, Nomor 1, Desember 2014

3 minoritas, dan harus beradaptasi dengan budaya masyarakat di sekitarnya. Sehingga menemui kendala dalam implementasi budayabudaya Hindu, atau tetap mereka laksanakan dalam bentuk-bentuk yang berbeda. Menurut sumber (NN) yang merupakan tokoh umat Hindu dan sudah cukup lama tinggal di Kota Palu, belum semua masyarakat Hindu Kota Palu memiliki pemahaman tentang Tri Hita Karana dan belum semua umat Hindu mampu mengimplementasikan konsep Tri Hita Karana tersebut dalam kehidupan kesehariannya. Aktivitas ngayah yang merupakan salah satu implementasi dari konsep pawongan dan palemahan tidak bisa dilaksanakan dengan maksimal. Umat sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Baik aktivitas ngayah di kantornya/tempat kerjanya, maupun aktivitas ngayah di lingkungan sekitarnya pada setiap hari Jumat (di Kota Palu ada kewajiban Jumat bersih), sehingga untuk ngayah di pura seringkali kekurangan peserta. Namun masih banyak juga umat Hindu yang membagi waktunya antara ngayah di lingkungannya, di kantornya, dan di pura. Itu baru dalam hal ngayah, belum aktivitas lainnya yang mencerminkan implementasi dari konsep Tri Hita Karana, guna mewujudkan harmoni hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta/Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungannya. Dari uraian latar belakang di atas muncul permasalahan yaitu bagaimana pemahaman konsep Tri Hita Karana umat Hindu di Kota Palu? 2. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kota Palu. Pemilihan Kota Palu dilakukan secara purposif mengingat Kota Palu merupakan kota yang majemuk, dimana umat Hindu hidup berbaur dengan umat agama lainnya. Sumber data dalam penelitian ini ada dua yaitu data primer dan data sekunder. Adapun teknik yang digunakan untuk pengumpulan data adalah dengan teknik wawancara, dokumentasi dan observasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif interpretatif untuk mencari makna dari hasil wawancara yang telah dilakukan. Data yang diperoleh dikelompokkan, kemudian dilakukan reduksi data dalam bentuk kategorisasi. 3. Hasil dan Pembahasan Pemahaman memiliki arti yang lebih dalam dari tahu (know). Memahami suatu obyek bukan sekedar tahu terhadap obyek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang obyek yang diketahui tersebut. Misalnya, umat Hindu yang memahami konsep Tri Hita Karana bukan sekedar mampu menyebutkan pengertian dan pembagiannya namun dapat menjelaskan mengapa Tri Hita Karana (parahyangan, pawongan dan palemahan) dilaksanakan Pemahaman Umat Hindu tentang Konsep Parahyangan Tuhan dalam agama Hindu disebut Ida Sang Hyang Widhi Wasa memiliki arti yang menakdirkan, merupakan intisari (sat) dari seluruh kehidupan. Beliau adalah wyapi wyapaka nirwikara atau meliputi dan meresapi seluruh alam ini, tetapi Beliau tidak terpengaruh olehnya. Dalam Wrhaspatitattwa sloka 4 disebutkan bahwa seperti apa kita menanggapi wujud Hyang Widhi, seolah-olah seperti itulah wujud Beliau, karena Beliau tidak bisa dikonstruksikan di dalam pikiran manusia. Bahkan Tuhan Yang Maha Esa di dalam ajaran agama Hindu disebut dengan ribuan nama, sebagaimana yang sering kita lantunkan dalam mantram Tri Sandhya bait 2 dan 3, sebagai berikut: OM Narayanah evedam sarvam Yad-butham yacca bhavyam Niskalanko niranjano nirvikalpo Nirakhayatah suddho devo eko Narayanah na dvitiyo asti kascit WIDYA GENITRI Volume 6, Nomor 1, Desember

4 Ya, Sang Hyang Widhi yang diberi gelar Narayana, segala makhluk yang ada berasal dari-mu. Dikau bersifat gaib, tak berwujud, tak terbatas oleh waktu, mengatasi segala kebingungan, tak termusnahkan. Dikau Maha Cemerlang, Maha Esa tidak ada duanya, disebut Narayana, dipuja semua makhluk (Tri Sandhya bait 2). OM tvam sivah tvam mahadevah Isvarah paramesvarah Brahma visnusca rudras ca Purusah parikirtitah Ya, Hyang Widhi yang disebut pula dengan nama Siwa, Mahadewa, Iswara, Parameswara, Brahma, Wisnu dan Rudra. Hyang Widhi adalah asal mula dari semua yang ada (Wiana, 1993: 18). Dari hasil wawancara juga terlihat bahwa pemahaman umat Hindu tentang konsep parahyangan sebagai konsep Ketuhanan tidak hanya memberi ruang untuk pemujaan kepada Tuhan semata, tetapi juga kepada sinar suci-nya yang disebut sebagai dewa. Bagi umat Hindu, memuja dewa sama artinya dengan memuja Tuhan juga. Kata dewa berasal dari urat kata div yang artinya sinar. Sebagaimana sinar matahari, maka Tuhan diibaratkan sebagai mataharinya, dan para dewa sebagai sinar matahari itu sendiri. Bukan mataharinya yang bersentuhan langsung dengan kulit kita, tetapi sinarnya. Para pakar yang menggeluti ilmu sinar sudah meneliti bahwa sinar matahari itu banyak warnanya dan berbeda-beda pula fungsi dan khasiatnya. Ada sinar merah, ungu, ultraviolet, inframerah, dan lain-lain. Namun sumbernya tetap satu yakni matahari. Demikianlah umat Hindu mempersepsikan konsep Ketuhanan dalam kehidupan sehariharinya. Pemahaman umat Hindu tentang konsep parahyangan (hubungan antara manusia dengan Tuhan) diketahui dari hasil wawancara dengan beberapa informan. Sebagian besar dari informan mengetahui konsep tersebut, sebagaimana dipaparkan pada saat wawancara, sebagai berikut:...parahyangan itu kan hubungan yang harmonis antara manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, termasuk para dewa yang merupakan sinar suci Tuhan... (Tn. Dw, 43 th)...salah satu wujud bahwa kita telah melaksanakan konsep parahyangan tersebut adalah dengan membangun tempat pemujaan di setiap rumah tangga... (Ny.Wy. S, 35 th) 3.2. Pemahaman Umat Hindu tentang Konsep Pawongan Ajaran Hindu yang bersumber dari kitab suci Veda mengajarkan bahwa seorang manusia tidak boleh hidup egois hanya memperhatikan diri sendiri tetapi harus melayani leluhur, para orang suci, melayani sesama umat manusia seperti melayani diri sendiri, dan juga melayani makhluk lainnya sebagai satu keluarga semesta sebagaimana ungkapan suci vasudeva kutumbhakam yang artinya semua adalah saudara (Donder dan Wisarja, 2009: 43). Hasil wawancara menunjukkan bahwa pemahaman umat Hindu terhadap konsep pawongan sebagai konsep yang identik dengan makna vasudeva kutumbhakam, bahwa kita semua merupakan keluarga besar. Hindu memandang bahwa perbedaan yang kita miliki merupakan keniscayaan dari sebuah kehidupan yang harus dimaknai sebagai pemberi warna kehidupan. Ungkapan rwa bhineda misalnya, mengacu pada sebuah fakta perbedaan yang terjadi di tengah masyarakat. Kitab Sruti bahkan menguraikan bahwa manusia memang diciptakan Tuhan dari perbedaan peran dan 26 WIDYA GENITRI Volume 6, Nomor 1, Desember 2014

5 fungsi, sebagaimana termuat dalam kitab suci Yajurveda XXX.5 dan XXX.11: Brahmane brahmanam kstraya rajanyam, Marudhbhyo vaisyam, tapase sudram Tuhan Yang Maha Esa telah menciptakan brahmana untuk pengetahuan, para ksatrya untuk perlindungan, para vaisya untuk perdagangan, dan para sudra untuk pekerjaan jasmaniah. Brahmano asya mukham asid, bahu rajanyah krtah, Uru tadasya yad vaisyah padbhyam sudro ajayata Brahmana diciptakan melalui mulut Tuhan Yang Maha Kuasa, ksatrya lahir dari lengan-nya, vaisya lahir dari paha (penyangga perut), dan sudra lahir dari kaki-nya. Organ-organ sosial inilah yang dideskripsikan oleh Veda untuk dipahami dan disadari oleh manusia agar dalam kehidupannya sebagai sistem sosial dapat hidup berinteraksi antara berbagai anggota sistem sosial. Konsep pawongan dimaknai oleh umat Hindu sebagai cara pandang Hindu melihat interaksi manusia dengan berbagai latar belakangnya di tengah-tengah masyarakat. Bahwa harmoni dalam bentuk ketentraman dan kedamaian bisa diwujudkan melalui hubungan yang saling bersinergi, saling menghormati dan saling menghargai antar sesama manusia. Bahkan Bhagawad Gita VII.21 memastikan pandangan Hindu yang mengakomodir perbedaan tersebut dalam sebuah slokanya sebagai berikut. Yo yo yam yam tanum bhaktah sraddhayarcitum icchati, Tasya tasyacalam sraddham tam eva vidadhamy aham Apapun bentuk kepercayaan yang ingin dipeluk oleh penganut agama, Aku perlakukan kepercayaan mereka sama supaya tetap teguh dan sejahtera. Sebagian besar informan mengetahui dan memahami konsep pawongan, sebagaimana diungkapkan pada saat wawancara sebagai berikut....pawongan adalah hubungan yang harmonis antara manusia dengan manusia. Misalnya, kita saling menghargai sesama pada saat sedang suka maupun duka. Di tempat kita ini (Palu) ada krama dan banjar. Nah, salah satu tujuannya kan untuk suka dan duka. Menurut tiang, ini aplikasi dari konsep pawongan tersebut... (Tn. Dw, 43 th)...pawongan merupakan harmonisasi hubungan antara sesama manusia. Contoh implementasinya menurut tiang adalah pelaksanaan upacara manusia yajna, yang punya acara melaksanakan prosesinya, sebagai sesama umat kita medelokan/menjenguknya... (Tn.Md. S, 45 th) Ketika ditanya konsep pawongan dalam hubungannya dengan interaksi sosial di tengah komunitas yang heterogen, informan menyampaikan tanggapannya sebagai berikut. Menurut saya, perbedaan itu kan sesuatu yang lumrah. Konsep pawongan kita berlaku juga untuk mereka. Artinya, kita memandang meraka sebagai sesama manusia, sama-sama makhluk ciptaan Tuhan... (Tn. Dw, 45 th) WIDYA GENITRI Volume 6, Nomor 1, Desember

6 3.3. Pemahaman Umat Hindu tentang Konsep Palemahan Agama Hindu mengajarkan agar manusia hidup menemani alam dan bukan menundukkan alam, karena menginginkan dua jenis kebahagiaan yaitu kebahagiaan lahiriah (jagatditha) dan kebahagiaan rohani (jiwa muktah) guna mencapai moksa. Dalam Brhadaranyaka Upanisad ada sebuah untaian sloka indah yang melukiskan pandangan Hindu terhadap alam sekitarnya termasuk pepohonan, sebagai berikut: Seperti sebuah pohon hutan, Begitulah pasti manusia, Rambutnya adalah daun-daun, Kulitnya kulit luar pohon, Dari kulitnya darah, Getah dari kulit (pohon) mengalir keluar, Darinya mengalir ketika tertusuk, Kucuran seperti dari pohon bila ditebas, Potongan-potongan dagingnya adalah lapisan-lapisan kayu, Serat adalah seperti otot, kuat. Tulang adalah kayu di dalam, Sumsum pun dibuat menyerupai inti kayu batang pohon. Gambaran yang identik antara badan manusia dengan batang pohon menegaskan pandangan Hindu terhadap hubungan persaudaraan antara diri manusia dengan lingkungan sekitar. Pemahaman umat Hindu terhadap konsep palemahan dapat dilihat dari hasil wawancara dengan beberapa informan, sebagai berikut....yang ketiga adalah palemahan yang bermakna adanya hubungan harmonis antara manusia dengan lingkungan atau alam sekitarnya... (Tn. Dw, 43 th)...contoh implementasinya pada saat upacara butha yajna, seperti mecaru. Upacara mecaru kan memiliki makna harmonisasi dengan alam. Melalui upacara ini, umat Hindu ingin mewujudkan harmonisasi antara mikrokosmos (manusia) dengan makrokosmos (alam semesta)... (Tn. Md. S, 45 th) Hasil wawancara menunjukkan bahwa umat Hindu memaknai lingkungan sekitar sebagai sahabat yang mesti dijaga dan dilindungi. Meskipun semua informan tidak mengetahui sumber ajaran Tri Hita Karana khususnya konsep palemahannya, namun semua informan memberikan pandangannya yang arif tentang lingkungan. Bahwa untuk mencapai kehidupan yang harmonis, maka hubungan yang sinergis juga harus dilakukan dengan lingkungan sekitar kita, baik tumbuhan, hewan peliharaan, dan lain-lain. Alam sebagai sumber materi yang diperlukan untuk hidup. Alam merupakan bagian tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia, karena sejatinya unsur-unsur Panca Maha Butha yang membentuk manusia (mikrokosmos) adalah identik dengan unsur-unsur yang membentuk alam (makrokosmos). 4. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Pemahaman umat Hindu tentang konsep parahyangan sebagai konsep Ketuhanan tidak hanya memberi ruang untuk pemujaan kepada Tuhan, tetapi juga kepada sinar suci-nya yang disebut sebagai dewa. Salah satu wujud telah melaksanakan konsep parahyangan tersebut adalah dengan membangun tempat pemujaan di rumah. 2. Pemahaman umat Hindu terhadap konsep pawongan sebagai konsep yang identik dengan makna vasudeva kutumbhakam, bahwa kita semua merupakan keluarga besar. Ajaran Hindu yang bersumber dari kitab suci Veda mengajarkan bahwa seorang manusia tidak boleh hidup egois hanya memperhatikan diri sendiri tetapi harus melayani leluhur, para orang suci, 28 WIDYA GENITRI Volume 6, Nomor 1, Desember 2014

7 melayani sesama umat manusia seperti melayani diri sendiri, dan juga melayani makhluk lainnya sebagai satu keluarga semesta. 3. Pemahaman umat Hindu tentang konsep palemahan yaitu umat Hindu memaknai lingkungan sekitar sebagai sahabat yang mesti dijaga dan dilindungi. Bahwa untuk mencapai kehidupan yang harmonis, maka hubungan yang sinergis juga harus dilakukan dengan lingkungan sekitar kita, baik tumbuhan, hewan peliharaan, dan lainlain. Alam sebagai sumber materi yang diperlukan untuk hidup. Wastika, Dewa Nyoman, Penerapan Konsep Tri Hita Karana dalam Perencanaan Perumahan di Bali. Pemukiman Natah Vol.3, Agustus: hal Denpasar: Fakultas Teknik Prodi Studi Arsitektur Universitas Udayana. Wiana, Ketut Bagaimana Umat Hindu Menghayati Tuhan. Cetakan Pertama. Jakarta: Penebar Swadaya. DAFTAR PUSTAKA Donder, I Ketut dan I Ketut Wisarja Teologi Sosial. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Impulse. Jaman, I Gede Tri Hita Karana dalam Konsep Hindu. Cetakan Pertama. Denpasar: Pustaka Bali Post. Kusuma,Wijaya Ida Bagus Tri Hita Karana (Konsepsi dan Penerapnnya dalam Kehidupan Sosial di Bali). Miles, B Matthew. Huberman, A Michael Analisis Data Kualitatif. Cetakan Pertama. Jakarta: Univeritas Indonesia Press. Purwanto, Hari Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspektif Antropologi. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Raho, Bernard Teori Sosiologi Modern. Cetakan Pertama. John Wolor, Editor. Jakarta: Prestasi Pustaka. Wardi, I Wayan Pengelolaan Warisan Budaya Berwawasan Lingkungan. Bumi Lestari Vol. 8, Agustus: hal Denpasar: Fakultas Sastra Universitas Udayana. WIDYA GENITRI Volume 6, Nomor 1, Desember

DOA SEHARI-HARI MENURUT HINDU

DOA SEHARI-HARI MENURUT HINDU DOA SEHARI-HARI MENURUT HINDU Pada umumnya, sebelum melakukan persembahyangan baik dengan puja Trisandya maupun Panca Sembah didahului dengan penyucian badan dan sarana persembahyangan. Urutannya sebagai

Lebih terperinci

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA TUGAS AGAMA DEWA YADNYA NAMA ANGGOTA KELOMPOK 7 KETUT ALIT WIRA ADI KUSUMA (05) ( KETUA ) NI LUH LINA ANGGRENI (27) ( SEKETARIS ) NI LUH DIAH CITRA URMILA DEWI (14) I PUTU PARWATA (33) SMP N 2 RENDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia juga memiliki keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa dan sub-suku

Lebih terperinci

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar henysari74@gmail.com ABSTRAK Dalam pengenalan ajaran agama tidak luput dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang penuh dengan keanekaragaman Suku Bangsa, Bahasa, Agama, dan Kebudayaan. Keberagaman budaya bangsa Indonesia bukan berarti untuk

Lebih terperinci

PELAKSANAAN TRI HITA KARANA DALAM KEHIDUPAN UMAT HINDU. Oleh : Drs. I Made Purana, M.Si Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Dwijendra

PELAKSANAAN TRI HITA KARANA DALAM KEHIDUPAN UMAT HINDU. Oleh : Drs. I Made Purana, M.Si Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Dwijendra PELAKSANAAN TRI HITA KARANA DALAM KEHIDUPAN UMAT HINDU Oleh : Drs. I Made Purana, M.Si Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Dwijendra Abstrak Tri Hita Karana pada hakikatnya adalah sikap hidup

Lebih terperinci

SEKAPUR SIRIH. - Ciptakan kemitraan strategis dengan berbagai stakeholders untuk membangun kekuatan sebagai agent of change.

SEKAPUR SIRIH. - Ciptakan kemitraan strategis dengan berbagai stakeholders untuk membangun kekuatan sebagai agent of change. SEKAPUR SIRIH Salam Sejahtera untuk Kita Semua, Om Swastiastu, Tingkatkan hubungan harmon is antara manusia-alam-tuhan sehingga mendorong kita untuk lebih peduli terhadap lingkungan. Kepada Umat Parisada

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA SEKAA TARUNA PAGAR WAHANA DI DESA ADAT PELAGA KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG

IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA SEKAA TARUNA PAGAR WAHANA DI DESA ADAT PELAGA KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA SEKAA TARUNA PAGAR WAHANA DI DESA ADAT PELAGA KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG Ni Made Sri Windati Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar sriwindati95@gmail.com

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Sebagai salah satu pulau di Indonesia, Bali memiliki daya tarik yang luar biasa. Keindahan alam dan budayanya menjadikan pulau ini terkenal dan banyak

Lebih terperinci

BHAKTI MARGA JALAN MENCAPAI KEBAHAGIAAN. Om Swastyastu, Om Anobadrah Krtavoyantu visvatah, (Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru)

BHAKTI MARGA JALAN MENCAPAI KEBAHAGIAAN. Om Swastyastu, Om Anobadrah Krtavoyantu visvatah, (Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru) BHAKTI MARGA JALAN MENCAPAI KEBAHAGIAAN Om Swastyastu, Om Anobadrah Krtavoyantu visvatah, (Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru) Puja dan puji syukur saya panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang

Lebih terperinci

Paradigma Pendidikan berbasis Tri Hita Karana Dr. Putu Sudira, MP. Dosen Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

Paradigma Pendidikan berbasis Tri Hita Karana Dr. Putu Sudira, MP. Dosen Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Paradigma Pendidikan berbasis Tri Hita Karana Dr. Putu Sudira, MP. Dosen Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Ajeg bali yang selama ini menjadi perbincangan masyarakat bali tanpa pengembangan

Lebih terperinci

PROFIL DESA PAKRAMAN BULIAN. Oleh: I Wayan Rai, dkk Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja

PROFIL DESA PAKRAMAN BULIAN. Oleh: I Wayan Rai, dkk Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja PROFIL DESA PAKRAMAN BULIAN Oleh: I Wayan Rai, dkk Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja Abstrak Program IPTEKSS bagi Masyrakat (IbM) di Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten

Lebih terperinci

Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar. Menunjukkan contoh-contoh ciptaan Sang Hyang Widhi (Tuhan)

Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar. Menunjukkan contoh-contoh ciptaan Sang Hyang Widhi (Tuhan) Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar Kelas 1 Kompetensi Inti KD Lama KD Baru 1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya Menunjukkan contoh-contoh ciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman akan tradisi dan budayanya. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana

Lebih terperinci

UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu)

UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu) UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Luh Setiani Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar niluhsetiani833@gmail.com

Lebih terperinci

PERAN ORANG TUA DALAM MEMOTIVASI ANAK UNTUK MELAKSANAKAN PERSEMBAHYANGAN TRI SANDHYA DI DESA NAMBARU KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PERAN ORANG TUA DALAM MEMOTIVASI ANAK UNTUK MELAKSANAKAN PERSEMBAHYANGAN TRI SANDHYA DI DESA NAMBARU KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG PERAN ORANG TUA DALAM MEMOTIVASI ANAK UNTUK MELAKSANAKAN PERSEMBAHYANGAN TRI SANDHYA DI DESA NAMBARU KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG Ni Ketut Ratini * Staff Pengajar STAH Dharma Sentana

Lebih terperinci

LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN

LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN AKTIVITAS ASPEK TRADISIONAL RELIGIUS PADA IRIGASI SUBAK: STUDI KASUS PADA SUBAK PILING, DESA BIAUNG, KECAMATAN PENEBEL, KABUPATEN TABANAN I Nyoman Norken I Ketut

Lebih terperinci

I Ketut Sudarsana. > Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Menerapkan Ajaran-Ajaran Tri Kaya Parisudha Dalam Kehidupan Sehari-Hari

I Ketut Sudarsana. > Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Menerapkan Ajaran-Ajaran Tri Kaya Parisudha Dalam Kehidupan Sehari-Hari I Ketut Sudarsana > Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Menerapkan Ajaran-Ajaran Tri Kaya Parisudha Dalam Kehidupan Sehari-Hari Ajaran Tri Kaya Parisudha dapat dilaksanakan dengan cara memberikan arahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi budaya yaitu ilmu yang mempelajari aspek material (man features) dari

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi budaya yaitu ilmu yang mempelajari aspek material (man features) dari 9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Geografi Budaya Geografi budaya yaitu ilmu yang mempelajari aspek material (man features) dari budaya yang memberikan corak khas kepada

Lebih terperinci

OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I

OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I EKSISTENSI PALINGGIH RATU AYU MAS SUBANDAR DI PURA DALEM BALINGKANG DESA PAKRAMAN PINGGAN KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Perspektif Teologi Hindu) OLEH : I NENGAH KADI NIM. 09.1.6.8.1.0150 Email

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra tradisional yang tersimpan dalam naskah lontar banyak dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali telah terkenal dengan kebudayaannya yang unik, khas, dan tumbuh dari jiwa Agama Hindu, yang tidak dapat dipisahkan dari keseniannya dalam masyarakat yang berciri

Lebih terperinci

UTSAWA DHARMA GITA TAHUN 2008, DI ISTANA NEGARA, JAKARTA, 8 AGUSTUS 2008

UTSAWA DHARMA GITA TAHUN 2008, DI ISTANA NEGARA, JAKARTA, 8 AGUSTUS 2008 UTSAWA DHARMA GITA TAHUN 2008, DI ISTANA NEGARA, JAKARTA, 8 AGUSTUS 2008 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA UTSAWA DHARMA GITA TAHUN 2008 DI ISTANA NEGARA, JAKARTA 8 AGUSTUS 2008 Assalaamu

Lebih terperinci

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) 16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk

Lebih terperinci

FUNGSI DAN MAKNA UPACARA MAPAG TOYA DI SUBAK ULUN SUWI DESA NAMBARU KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG. Ni Ketut Ratini * ABSTRAK

FUNGSI DAN MAKNA UPACARA MAPAG TOYA DI SUBAK ULUN SUWI DESA NAMBARU KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG. Ni Ketut Ratini * ABSTRAK FUNGSI DAN MAKNA UPACARA MAPAG TOYA DI SUBAK ULUN SUWI DESA NAMBARU KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG Ni Ketut Ratini * Staff Pengajar STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN AGAMA HINDU

PEMBELAJARAN AGAMA HINDU PEMBELAJARAN AGAMA HINDU I KETUT SUDARSANA iketutsudarsana@ihdn.ac.id www.iketutsudarsana.com Secara etimologi agama berasal dari bahasa sanskerta, yaitu dari kata a dan gam. a berarti tidak dan gam berarti

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach BAB IV ANALISIS DATA A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach Dalam teori Joachim wach dapat diamati dalam tiga bentuk ekspressi keagamaan atau pengalaman beragama baik individu

Lebih terperinci

Bali. Pola Tata Ruang Tradisional

Bali. Pola Tata Ruang Tradisional Bali Pola Tata Ruang Tradisional Konsep Sanga Mandala Konsep Tri Angga pada lingkungan Konsep Tri Angga pada Rumah Tata Ruang Rumah Tinggal Konsep tata ruang tradisional Pola tata ruang tradisional Bali

Lebih terperinci

KODE ETIK DOSEN LEMBAGA PENJAMINAN MUTU

KODE ETIK DOSEN LEMBAGA PENJAMINAN MUTU KODE ETIK DOSEN VISI : Terdepan dalam dharma, widya dan budaya MISI : 1. Meningkatkan Kualitas dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hindu melalui Pendidikan Tinggi Hindu; 2. Mengembangkan sumber daya manusia

Lebih terperinci

27. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD

27. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD 27. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD KELAS: I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan secara keseluruhan dirumuskan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP Simpulan

BAB VI PENUTUP Simpulan BAB VI PENUTUP 6.1. Simpulan Kajian tentang implementasi prinsip-prinsip university governance berlandaskan Tri Hita Karana di Universitas Mahasaraswati Denpasar menemukan: 6.1.1. Pelaksanaan Prinsip-Prinsip

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. dalam penulisan skripsi ini, mencoba mengambil beberapa kesimpulan yakni :

BAB III PENUTUP. dalam penulisan skripsi ini, mencoba mengambil beberapa kesimpulan yakni : BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dalam penjelasan yang tertuang dalam bab-bab terdahulu permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini, mencoba mengambil beberapa kesimpulan yakni : Berdasarkan uraian

Lebih terperinci

NASKAH DHARMA WACANA REMAJA PUTRA CINTA KASIH OLEH: PUTU NOPA GUNAWAN UTUSAN KOTA MAKASSAR UTSAWA DHARMA GITA PROVINSI SULAWESI SELATAN

NASKAH DHARMA WACANA REMAJA PUTRA CINTA KASIH OLEH: PUTU NOPA GUNAWAN UTUSAN KOTA MAKASSAR UTSAWA DHARMA GITA PROVINSI SULAWESI SELATAN NASKAH DHARMA WACANA REMAJA PUTRA CINTA KASIH OLEH: PUTU NOPA GUNAWAN UTUSAN KOTA MAKASSAR UTSAWA DHARMA GITA PROVINSI SULAWESI SELATAN 2011 1 CINTA KASIH ( Oleh: PUTU NOPA GUNAWAN)** Om Swastyastu Dewan

Lebih terperinci

1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan

1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan Realisasi pelestarian nilai-nilai tradisi dalam berkesenian, bersinergi dengan

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Hari Raya Nyepi tahun Baru Saka 1935, Jakarta, 7 April 2013 Minggu, 07 April 2013

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Hari Raya Nyepi tahun Baru Saka 1935, Jakarta, 7 April 2013 Minggu, 07 April 2013 Sambutan Presiden RI pada Perayaan Hari Raya Nyepi tahun Baru Saka 1935, Jakarta, 7 April 2013 Minggu, 07 April 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERAYAAN DHARMA SHANTI NASIONAL HARI RAYA

Lebih terperinci

PENGANTAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU

PENGANTAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU PENGANTAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU I KETUT SUDARSANA 1. Pengertian Pendidikan Sanjana (2006:2) menyatakan bahwa adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar proses pembelajaran yang efektif,

Lebih terperinci

REALISASI TOLERANSI ANTAR UMAT HINDU DAN BUDDHA DI PURA PUSERING JAGAT PANCA TIRTA DESA PAKARAMAN

REALISASI TOLERANSI ANTAR UMAT HINDU DAN BUDDHA DI PURA PUSERING JAGAT PANCA TIRTA DESA PAKARAMAN REALISASI TOLERANSI ANTAR UMAT HINDU DAN BUDDHA DI PURA PUSERING JAGAT PANCA TIRTA DESA PAKARAMAN KEMBANG MERTA DESA CANDIKUNING KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN Oleh I Putu Hendra Yogi Swasgita hendrayogi.pcc@gmail.com

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA AJARAN AWATARA DALAM AGAMA HINDU DAN TASHAWUF ISLAM

BAB IV ANALISA DATA PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA AJARAN AWATARA DALAM AGAMA HINDU DAN TASHAWUF ISLAM BAB IV ANALISA DATA PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA AJARAN AWATARA DALAM AGAMA HINDU DAN TASHAWUF ISLAM A. Konsep Ketuhanan Ajaran Awatara dalam Agama Hindu Konsepsi Ajaran Awatara dalam Agama Hindu mengatakan

Lebih terperinci

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) 16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk

Lebih terperinci

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar KAJIAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM TRADISI NGAYAH DI TENGAH AKSI DAN INTERAKSI UMAT HINDU DI DESA ADAT ANGGUNGAN KELURAHAN LUKLUK KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut

Lebih terperinci

MAKALAH : MATA KULIAH ACARA AGAMA HINDU JUDUL: ORANG SUCI AGAMA HINDU (PANDHITA DAN PINANDITA) DOSEN PEMBIMBING: DRA. AA OKA PUSPA, M. FIL.

MAKALAH : MATA KULIAH ACARA AGAMA HINDU JUDUL: ORANG SUCI AGAMA HINDU (PANDHITA DAN PINANDITA) DOSEN PEMBIMBING: DRA. AA OKA PUSPA, M. FIL. MAKALAH : MATA KULIAH ACARA AGAMA HINDU JUDUL: ORANG SUCI AGAMA HINDU (PANDHITA DAN PINANDITA) DOSEN PEMBIMBING: DRA. AA OKA PUSPA, M. FIL. H DISUSUN OLEH: I WAYAN AGUS PUJAYANA ORANG SUCI Orang suci adalah

Lebih terperinci

BHISAMA SABHA PANDITA PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA PUSAT Nomor: 05/Bhisama/Sabha Pandita PHDI/VIII/2005 Tentang

BHISAMA SABHA PANDITA PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA PUSAT Nomor: 05/Bhisama/Sabha Pandita PHDI/VIII/2005 Tentang BHISAMA SABHA PANDITA PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA PUSAT Nomor: 05/Bhisama/Sabha Pandita PHDI/VIII/2005 Tentang TATA PENGGUNAAN SUMBER DAYA HAYATI LANGKA DAN/ATAU YANG TERANCAM PUNAH DALAM UPACARA KEAGAMAAN

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA I GUSTI NGURAH WIRAWAN, S.Sn., M.Sn NIP : 198204012014041001 INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2016 ABSTRAK Saradpulagembal, seperti halnya sesajen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Manusia pada zaman modern ini mungkin patut berbangga atas pencapaian yang telah diraih manusia hingga sampai pada saat ini dan kemajuan dalam segala

Lebih terperinci

BAB V BELAJAR DARI UNIVERISTAS MAHASARASWATI

BAB V BELAJAR DARI UNIVERISTAS MAHASARASWATI BAB V BELAJAR DARI UNIVERISTAS MAHASARASWATI Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami pentingnya nilainilai kearifan lokal dan bagaimana nilai-nilai ini dapat digunakan sebagai dasar untuk membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

PEMERTAHANAN BAHASA BALI DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL DI KOTA DENPASAR

PEMERTAHANAN BAHASA BALI DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL DI KOTA DENPASAR TESIS PEMERTAHANAN BAHASA BALI DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL DI KOTA DENPASAR NI MADE MERTI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2010 TESIS PEMERTAHANAN BAHASA BALI DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Lebih terperinci

SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER

SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER Oleh : Drs. I Ketut Rindawan, SH.,MH. ketut.rindawan@gmail.com Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Dwijendra Abstrak

Lebih terperinci

FILSAFAT SAMKHYA AJARAN DINAMISME DALAM HINDU

FILSAFAT SAMKHYA AJARAN DINAMISME DALAM HINDU FILSAFAT SAMKHYA AJARAN DINAMISME DALAM HINDU I K. Suparta Program Studi Pendidikan Agama Hindu STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah Email: padmabuana@yahoo.co.id ABSTRAK Konsep Ke-Tuhanan dalam Hindu merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA

BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA 51 BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA A. Ajaran Agama Hindu tentang Penghormatan kepada Lembu Dalam pandangan agama Hindu binatang lembu merupakan binatang yang dihormati dan diagungkan. Lembu merupakan binatang

Lebih terperinci

PEMAHAMAN UMAT HINDU TENTANG HARI RAYA SARASWATI DI KOTA PALU PROPINSI SULAWESI TENGAH

PEMAHAMAN UMAT HINDU TENTANG HARI RAYA SARASWATI DI KOTA PALU PROPINSI SULAWESI TENGAH PEMAHAMAN UMAT HINDU TENTANG HARI RAYA SARASWATI DI KOTA PALU PROPINSI SULAWESI TENGAH IG M. SUARNADA Program Studi Pendidikan Agama Hindu STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah Email: suarnada66@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan berarti gubahan cerita yang berbentuk tembang atau pupuh (Tim

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan berarti gubahan cerita yang berbentuk tembang atau pupuh (Tim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geguritan berasal dari kata gurit yang berarti gubah, karang, sadur. Geguritan berarti gubahan cerita yang berbentuk tembang atau pupuh (Tim Penyusun Kamus Bali-Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan Pura Tanah Lot (yang selanjutnya disingkat GPTL)

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan Pura Tanah Lot (yang selanjutnya disingkat GPTL) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geguritan Pura Tanah Lot (yang selanjutnya disingkat GPTL) merupakan geguritan yang memiliki keterkaitan isi tentang perjalanan suci pengemban dharma dari Ida Dang

Lebih terperinci

PENDIDIKAN AGAMA HINDU

PENDIDIKAN AGAMA HINDU Kurikulum 2004 PANDUAN MATERI UJIAN SEKOLAH TAHUN PELAJARAN 2004/2005 SD PENDIDIKAN AGAMA HINDU DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN Hak Cipta pada

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

Judul Buku : Keagungan Sapi Menurut Weda

Judul Buku : Keagungan Sapi Menurut Weda Judul Buku : Keagungan Sapi Menurut Weda Penulis : Made Darmayasa Pengantar Buku : Drs. Ketut Wiana Penerbit : Pustaka Manikgeni, 1993 viii + 135 hlm. 19cm Bibliografi Indeks. ISBN 979-8506-01-4 Sapi Binatang

Lebih terperinci

PATULANGAN BAWI SRENGGI DALAM PROSESI NGABEN WARGA TUTUAN DI DESA GUNAKSA, KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Estetika Hindu)

PATULANGAN BAWI SRENGGI DALAM PROSESI NGABEN WARGA TUTUAN DI DESA GUNAKSA, KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Estetika Hindu) PATULANGAN BAWI SRENGGI DALAM PROSESI NGABEN WARGA TUTUAN DI DESA GUNAKSA, KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Estetika Hindu) Oleh I Wayan Agus Gunada Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Abstrak Ngaben merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN IMPLEMENTASI NILAI NILAI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI DALAM RUMAH TINGGAL PERKOTAAN. ( Kasus Rumah Tinggal Orang Bali di Kupang )

LAPORAN PENELITIAN IMPLEMENTASI NILAI NILAI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI DALAM RUMAH TINGGAL PERKOTAAN. ( Kasus Rumah Tinggal Orang Bali di Kupang ) LAPORAN PENELITIAN IMPLEMENTASI NILAI NILAI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI DALAM RUMAH TINGGAL PERKOTAAN ( Kasus Rumah Tinggal Orang Bali di Kupang ) Oleh I Kadek Mardika UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali sebagai bagian dari Kebudayaan Indonesia yang bersifat Binneka Tunggal Ika (Berbedabeda

BAB I PENDAHULUAN. Bali sebagai bagian dari Kebudayaan Indonesia yang bersifat Binneka Tunggal Ika (Berbedabeda BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi yang cukup terkenal di Indonesia karena merupakan salah satu asset devisa Negara Indonesia yang cukup tinggi di bidang

Lebih terperinci

BHISAMA SABHA PANDITA PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA PUSAT

BHISAMA SABHA PANDITA PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA PUSAT Menimbang : BHISAMA SABHA PANDITA PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA PUSAT Nomor : 3/Bhisama /Sabba Pandita Parisada Pusat/X/2002 Tentang PENGAMALAN CATUR WARNA Atas Asung Kertha Wara Nugraha Hyang Widhi

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Lembaga Subak sebagai bagian dari budaya Bali merupakan organisasi

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI TRI HITA KARANA DALAM MENINGKATKAN KARAKTER SISWA HINDU DI SEKOLAH DASAR NEGERI No. 2 NYAMBU KECAMATAN KEDIRI KABUPATEN TABANAN

IMPLEMENTASI TRI HITA KARANA DALAM MENINGKATKAN KARAKTER SISWA HINDU DI SEKOLAH DASAR NEGERI No. 2 NYAMBU KECAMATAN KEDIRI KABUPATEN TABANAN IMPLEMENTASI TRI HITA KARANA DALAM MENINGKATKAN KARAKTER SISWA HINDU DI SEKOLAH DASAR NEGERI No. 2 NYAMBU KECAMATAN KEDIRI KABUPATEN TABANAN Oleh: Ida Bagus Agung Mahadiputra Institut Hindu Dharma Negeri

Lebih terperinci

PERANAN DESA PAKRAMAN DALAM MEMPERKUAT KETAHANAN SOSIAL BUDAYA MELALUI KONSEP AJARAN TRI HITA KARANA. Ni Wayan Suarmini * Abstrak

PERANAN DESA PAKRAMAN DALAM MEMPERKUAT KETAHANAN SOSIAL BUDAYA MELALUI KONSEP AJARAN TRI HITA KARANA. Ni Wayan Suarmini * Abstrak PERANAN DESA PAKRAMAN DALAM MEMPERKUAT KETAHANAN SOSIAL BUDAYA MELALUI KONSEP AJARAN TRI HITA KARANA Ni Wayan Suarmini * Abstrak Arus globalisasi telah melanda dunia saat ini, batas-batas suatu wilayah

Lebih terperinci

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar (SD)

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar (SD) 16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir,

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberadaannya harus dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya secara

BAB I PENDAHULUAN. keberadaannya harus dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi hutan sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat cenderung menurun. Sehubungan dengan itu, keberadaannya harus dipertahankan

Lebih terperinci

PERAN WANITA HINDU DALAM MENAMBAH PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH. Ketut Yasini * ABSTRAK

PERAN WANITA HINDU DALAM MENAMBAH PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH. Ketut Yasini * ABSTRAK PERAN WANITA HINDU DALAM MENAMBAH PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH Staff Pengajar STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah Ketut Yasini * ABSTRAK Perkembangan zaman yang begitu

Lebih terperinci

PEMAHAMAN UPACARA CARU PENGERUWAK MASYARAKAT HINDU DI DESA SAUSU TAMBU KECAMATAN SAUSU KABUPATEN PARIGI MOUTONG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

PEMAHAMAN UPACARA CARU PENGERUWAK MASYARAKAT HINDU DI DESA SAUSU TAMBU KECAMATAN SAUSU KABUPATEN PARIGI MOUTONG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) PEMAHAMAN UPACARA CARU PENGERUWAK MASYARAKAT HINDU DI DESA SAUSU TAMBU KECAMATAN SAUSU KABUPATEN PARIGI MOUTONG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) N K. Ratini N M. Yuliastuti Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan

Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan Yulia Ardiani Staff UPT Teknologi Informasi Dan Komunikasi Institut Seni Indonesia Denpasar Abstrak Perayaan kemenangan dharma melawan

Lebih terperinci

ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN

ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN Agama Hindu merupakan agama yang ritualnya dihiasi dengan sarana atau upakara. Ini bukan berarti upakara itu dihadirkan semata-mata untuk menghias pelaksanaan

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pd Upacara Tawur Agung Kesangan Nasional, di Candi Prambanan, tgl. 20 Mar 2015 Jumat, 20 Maret 2015

Sambutan Presiden RI pd Upacara Tawur Agung Kesangan Nasional, di Candi Prambanan, tgl. 20 Mar 2015 Jumat, 20 Maret 2015 Sambutan Presiden RI pd Upacara Tawur Agung Kesangan Nasional, di Candi Prambanan, tgl. 20 Mar 2015 Jumat, 20 Maret 2015 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA UPACARA TAWUR AGUNG KESANGA NASIONAL PERAYAAN

Lebih terperinci

SILABUS SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI

SILABUS SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SILABUS SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI Satuan Pendidikan : SMP MAHATMA GANDHI Mata Pelajaran : dan Budi Pekerti Kelas : VII Kompetensi Inti : KI 1 : menghargai

Lebih terperinci

Oleh: Desak Made Wirasundari Dewi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Dr. Dra. Ida Ayu Tary Puspa, S.Ag, M.Par.

Oleh: Desak Made Wirasundari Dewi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Dr. Dra. Ida Ayu Tary Puspa, S.Ag, M.Par. KEDUDUKAN DAN PERANAN IBU RUMAH TANGGA DALAM PENDIDIKAN SOSIAL PADA ANAK USIA DINI DESA ADAT AMBENGAN DI DESA AYUNAN KECAMATAN ABIANSEMAL KABUPATEN BADUNG Oleh: Desak Made Wirasundari Dewi wirasundaridewi@gmail.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, tidak mungkin ada kebudayaan jika tidak ada manusia. Setiap kebudayaan adalah hasil dari ciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan dapat merubah status kehidupan manusia dari belum dewasa menjadi dewasa atau anak muda

Lebih terperinci

MIMAMSA DARSANA. Oleh: IGN. Suardeyasa, S.Ag dkk

MIMAMSA DARSANA. Oleh: IGN. Suardeyasa, S.Ag dkk 1 MIMAMSA DARSANA Oleh: IGN. Suardeyasa, S.Ag dkk 1. Pendahuluan Agama Hindu berkembang ke seluruh dunia dengan kitab sucinya Weda, disesuaikan dengan budaya lokal (local genius). Sebagai payung dalam

Lebih terperinci

PENGATURAN KEARIFAN LOKAL DALAM PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN BUDAYA BALI

PENGATURAN KEARIFAN LOKAL DALAM PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN BUDAYA BALI PENGATURAN KEARIFAN LOKAL DALAM PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN BUDAYA BALI Oleh I Nyoman Yatna Dwipayana Genta I Made Sarjana Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Makna Ritual Tilem di Pura Pasraman Saraswati Tiga

BAB IV ANALISIS DATA. A. Makna Ritual Tilem di Pura Pasraman Saraswati Tiga BAB IV ANALISIS DATA A. Makna Ritual Tilem di Pura Pasraman Saraswati Tiga Persembahyangan hari tiem ini bersifat wajib bagi umat Hindu karena merupakan hari suci.bulan tilem berasal dari dua suku kata

Lebih terperinci

EKSISTENSI PURA TELEDU NGINYAH PADA ERA POSMODERN DI DESA GUMBRIH KECAMATAN PEKUTATAN KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

EKSISTENSI PURA TELEDU NGINYAH PADA ERA POSMODERN DI DESA GUMBRIH KECAMATAN PEKUTATAN KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) EKSISTENSI PURA TELEDU NGINYAH PADA ERA POSMODERN DI DESA GUMBRIH KECAMATAN PEKUTATAN KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Ni Putu Sri Ratna Dewi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Lebih terperinci

MANAJEMEN LINGKUNGAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL Oleh Dr. Drs. Ketut Gunawan, M.M. 6

MANAJEMEN LINGKUNGAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL Oleh Dr. Drs. Ketut Gunawan, M.M. 6 MANAJEMEN LINGKUNGAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL Oleh Dr. Drs. Ketut Gunawan, M.M. 6 Abstrak: Pulau Bali memiliki wilayah yang luas dan penduduk yang padat. Kepadatan penduduk sangat rentan terhadap pencemaran

Lebih terperinci

KEPUTUSAN RAPAT ANGGOTA BANJAR DHARMA AGUNG KUPANG NOMOR : 1/KEP/R.ANGG/2013 TENTANG ANGGARAN DASAR BANJAR DHARMA AGUNG KUPANG

KEPUTUSAN RAPAT ANGGOTA BANJAR DHARMA AGUNG KUPANG NOMOR : 1/KEP/R.ANGG/2013 TENTANG ANGGARAN DASAR BANJAR DHARMA AGUNG KUPANG KEPUTUSAN RAPAT ANGGOTA BANJAR DHARMA AGUNG KUPANG NOMOR : 1/KEP/R.ANGG/2013 TENTANG ANGGARAN DASAR BANJAR DHARMA AGUNG KUPANG RAPAT ANGGOTA BANJAR DHARMA AGUNG KUPANG, Menimbang : a. Bahwa sadar akan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Konsep Tuhan Dalam Perspektif Agama Islam, Kristen, Dan Hindu. berbilang tidak bergantung pada siapa-siapa melainkan ciptaan-nyalah

BAB V PENUTUP. 1. Konsep Tuhan Dalam Perspektif Agama Islam, Kristen, Dan Hindu. berbilang tidak bergantung pada siapa-siapa melainkan ciptaan-nyalah 124 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Konsep Tuhan Dalam Perspektif Agama Islam, Kristen, Dan Hindu Antara Lain: Agama Islam Tuhan adalah Allah, Esa, Ahad, Ia merupakan dirin-nya sendiri tunggal dalam sifatnya

Lebih terperinci

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB - E)

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB - E) 21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB - E) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Restu Rahayu Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan Raman Utara, Kabupaten Lampung Timur. Wilayah Kecamatan Raman Utara memiliki

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KONSEP NGAYAH DALAM MENINGKATKAN TOLERANSI KEHIDUPAN UMAT BERAGAMA DI BALI Oleh : I Gusti Made Widya Sena * )

IMPLEMENTASI KONSEP NGAYAH DALAM MENINGKATKAN TOLERANSI KEHIDUPAN UMAT BERAGAMA DI BALI Oleh : I Gusti Made Widya Sena * ) IMPLEMENTASI KONSEP NGAYAH DALAM MENINGKATKAN TOLERANSI KEHIDUPAN UMAT BERAGAMA DI BALI Oleh : I Gusti Made Widya Sena * ) ABSTRAK Beranekaragamnya tradisi di Bali membawa pengaruh bagi kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar UPACARA NILAPATI BAGI WARGA MAHA GOTRA PASEK SANAK SAPTA RSI DI BANJAR ROBAN DESA TULIKUP KECAMATAN GIANYAR KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN IMPLEMENTASI NILAI NILAI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI DALAM RUMAH TINGGAL PERKOTAAN. ( Kasus Rumah Tinggal Orang Bali di Kupang )

LAPORAN PENELITIAN IMPLEMENTASI NILAI NILAI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI DALAM RUMAH TINGGAL PERKOTAAN. ( Kasus Rumah Tinggal Orang Bali di Kupang ) LAPORAN PENELITIAN IMPLEMENTASI NILAI NILAI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI DALAM RUMAH TINGGAL PERKOTAAN ( Kasus Rumah Tinggal Orang Bali di Kupang ) Oleh I Kadek Mardika UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang

1. PENDAHULUAN. Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan dan pengalamnnya serta menjadi

Lebih terperinci

PERANAN SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU (STAH) DHARMA SENTANA SULAWESI TENGAH DALAM MENINGKATKAN ETIKA MAHASISWA DI LINGKUNGAN KAMPUS

PERANAN SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU (STAH) DHARMA SENTANA SULAWESI TENGAH DALAM MENINGKATKAN ETIKA MAHASISWA DI LINGKUNGAN KAMPUS PERANAN SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU (STAH) DHARMA SENTANA SULAWESI TENGAH DALAM MENINGKATKAN ETIKA MAHASISWA DI LINGKUNGAN KAMPUS IG M. SUARNADA Program Studi Pendidikan Agama Hindu STAH Dharma Sentana

Lebih terperinci

Ni Luh Ayu Eka Damayanti * ABSTRAK

Ni Luh Ayu Eka Damayanti * ABSTRAK IMPLEMENTASI PENDIDIKAN TRI KAYA PARISUDHA DALAM MENINGKATKAN NILAI ETIKA SISWA DI SEKOLAH DASAR NEGERI PURWOSARI KECAMATAN TORUE KABUPATEN PARIGI MOUTONG Ni Luh Ayu Eka Damayanti * Staff Pengajar STAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi petani tersebut berwatak sosio agraris religius. Subak sebagai lembaga sosial dapat dipandang

Lebih terperinci

Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar TRADISI PERSEMBAHYANGAN TANPA MENGGUNAKAN API DI PURA KAHYANGAN ALAS KEDATON DESA PAKRAMAN KUKUH KECAMATAN MARGA KABUPATEN TABANAN (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari

Lebih terperinci

Esensi Tradisi Upacara Dalam Konsep Yadnya Ni Putu Sudewi Budhawati 48

Esensi Tradisi Upacara Dalam Konsep Yadnya Ni Putu Sudewi Budhawati 48 ESENSI TRADISI UPACARA DALAM KONSEP YAJÑA NI PUTU SUDEWI BUDHAWATI STAHN. Gde Pudja Mataram ABSTRAK Tri Kerangka Dasar Agama Hindu, aspek upacara ( ritual ) merupakan aspek yang lebih ekspresif dibandingkan

Lebih terperinci

Budaya (kearifan local) Sebagai Landasan Pendidikan Indonesia Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa

Budaya (kearifan local) Sebagai Landasan Pendidikan Indonesia Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa Mata Kuliah : Landasan Pendidikan NamaDosen : Dr. I Ketut Sudarsana, S.Ag, M.Pd.H. Budaya (kearifan local) Sebagai Landasan Pendidikan Indonesia Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa Oleh; PUTU

Lebih terperinci

Nirwana dan Cara Pencapaiannya dalam Agama Hindu

Nirwana dan Cara Pencapaiannya dalam Agama Hindu Oleh : Hj. A. Nirawana Abstract Menggapai nirwanan adalah sebuah tujuan spiritual dalam agama hindu. Tulisan berikut ingin menelusuri sejauhmana makna nirwana dan langkahlangkah pencapaiannya bagi penganut

Lebih terperinci

3. Pengertian Hukum Karmaphala dalam Ajaran Agama Hindu adalah

3. Pengertian Hukum Karmaphala dalam Ajaran Agama Hindu adalah 1. Pengertian Atman adalah. a. Percikan terkecil dari Sang Hyang Widhi Wasa b. Tidak terlukai oleh api c. Tidak terlukai oleh senjata d. Tidak bergerak e. Subha Karma Wasa 2. Fungsi Atman dalam mahluk

Lebih terperinci

CARU PANGALANG SASIH DI DESA ADAT MENGWI KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG ( Kajian Filosofis Hindu )

CARU PANGALANG SASIH DI DESA ADAT MENGWI KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG ( Kajian Filosofis Hindu ) CARU PANGALANG SASIH DI DESA ADAT MENGWI KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG ( Kajian Filosofis Hindu ) Oleh : NI MADE SURATNI NIM : 09.1.4.4.1.0181 Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Pembimbing I Drs.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah BAB V KESIMPULAN 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual Kuningan Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah merupakan seni pertunjukan yang biasa tetapi merupakan pertunjukan

Lebih terperinci

Jadi keenam unsur kepercayaan (keimanan) tersebut di atas merupakan kerangka isi Dharma (kerangka isi Agama Hindu). Bab 4 Dasar Kepercayaan Hindu

Jadi keenam unsur kepercayaan (keimanan) tersebut di atas merupakan kerangka isi Dharma (kerangka isi Agama Hindu). Bab 4 Dasar Kepercayaan Hindu Bab 4 Dasar Kepercayaan Hindu 4.1 Dasar Kepercayaan Hindu Bersumber Pada Atharwa Weda Dasar kepercayaan (keimanan) dalam agama Hindu disebut Sraddha, yang dinyatakan di dalam ayat suci Atharwa Weda berikut.

Lebih terperinci