DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA ANALISIS NOVEL BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER DENGAN KAJIAN FEMINISME

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA ANALISIS NOVEL BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER DENGAN KAJIAN FEMINISME"

Transkripsi

1 ANALISIS NOVEL BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER DENGAN KAJIAN FEMINISME Ira Rahayu, S.Pd., M.Pd. Tri Pujiatna, S.Pd., M.Pd. Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unswagati Cirebon ABSTRAK Ditinjau dari segi penikmatnya, karya sastra merupakan bayang-bayang realitas yang dapat menghadirkan gambaran dan refleksi berbagai permasalahan dalam kehidupan. Keistimewaan sebuah karya sastra yakni terdapat berbagai sifat yang dapat dikaji dengan sebuah teori, salah satunya yaitu teori feminisme. Kajian feminisme muncul akibat adanya dorongan kaum perempuan yang ingin menyetarakan hak antara pria dan perempuan yang selama ini seolah-olah perempuan tidak dihargai dalam pengambilan kesempatan dan keputusan dalam hidup. Perempuan merasa terkekang karena superioritas laki-laki dan perempuan hanya dianggap sebagai bumbu penyedap dalam hidup laki-laki. Adanya pemikiran tersebut tampaknya sudah membudaya sehingga perempuan harus berjuang keras untuk menunjukkan eksistensi dirinya di mata dunia. Adapun judul penelitian yang kami susun berjudul Analisis Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer dengan Kajian Feminisme Kata Kunci : Kajian Feminisme, Feminisme, Novel Bumi Manusia 31

2 DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA A. PENDAHULUAN Manusia pada hakikatnya diciptakan oleh yang Maha Kuasa terbagi menjadi dua jenis yaitu perempuan dan laki-laki. Kaum pria/laki-laki selalu mempunyai peran sentral dalam keluarga maupun dalam pekerjaan dan kehidupan bermasyarakat, sedangkan perempuan selalu berada di lapis kedua: mengurus keluarga, memasak, mengurus rumah tangga, mengurus anak. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, masa itu pun berubah. Terjadi pergeseran paradigma, perempuan yang dulu hanya ditempatkan di bagian belakang, kini mempunyai peran yang sama dengan kaum pria. Mereka bisa menjadi pemimpin dan mempunyai hak dan peran yang sama dengan pria tanpa mengubah kodratnya sebagai seorang perempuan. Bagaimana tokoh perempuan di dalam karya sastra? Tentu saja peran tokoh perempuan sangat berpengaruh terhadap jalannya cerita dalam sebuah karya sastra. Peran perempuan tidak hanya sebagai tokoh pelengkap, tetapi bisa saja sebagai tokoh sentral yang mengatur penceritaan di dalam cerita yang dibawakan oleh pengarang. Tokoh perempuan dalam novel Bumi Manusia pun menarik untuk dianalisis. Tokoh yang pertama yaitu Nyai Ontosoroh (Sanikem). Nyai Ontosoroh merupakan gambaran perempuan awal abad 20 yang berpikiran modern, karena memperoleh didikkan dari suaminya yang berkebangsaan Belanda dan gemar membaca berbagai buku dan surat kabar, Nyai Ontosoroh yang tadinya hanya seorang gundik yang tak memiliki hak (sama halnya seperti budak) tumbuh menjadi perempuan yang mandiri, berani mengemukakan pendapat, berani melawan ketidakadilan yang menimpa dirinya. Nyai Ontosoroh merupakan tokoh yang istimewa, ia mampu mengubah kemalangan hidupnya yang tadinya hanya seorang gundik namun kemudian bertumbuh menjadi wanita yang terpandang, bermartabat, berwawasan, dan berkarakter. Tidak hanya Nyai Ontosoroh dalam novel Bumi Manusia ada juga tokoh Annelis Mellema yang merupakan simbol perempuan cantik luar biasa, namun lemah dan teraniaya. Tokoh Bunda Minke, gambaran perempuan Jawa yang sangat menjunjung tinggi norma budaya, bunda juga merupakan karakter ibu yang ideal, bijaksana, mampu memposisikan dirinya sebagai ibu maupun sebagai istri. Selain itu, ada juga tokoh Minem, Minem merupakan figur perempuan centil, hanya bisa mengandalkan kecantikannya untuk memperdaya lelaki, pemalas, lebih suka bersolek daripada bekerja, tidak bermoral. Karakter tokoh perempuan dalam novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer, menarik untuk dikaji dari berbagai perspektif. B. KAJIAN TEORI B.1 FEMINISME Feminisme merupakan gerakan perjuangan para kaum hawa untuk mendapatkan kesetaraan dan persamaan derajat dengan para laki-laki. Inti dari gerakan feminisme adalah bagaimana cara meningkatkan status perempuan melalui tema-tema seperti kesetaraan gender dan emansipasi wanita. Feminisme digambarkan sebagai bentuk pemberontakan kepada kaum laki-laki. Humm (2007: ) feminisme 32

3 menggabungkan doktrin persamaan hak bagi perempuan yang menjadi gerakan yang terorganisasi untuk mencapai hak asasi perempuan dengan sebuah ideologi transformasi sosial yang bertujuan untuk menciptakan dunia bagi perempuan. Upaya melawan pranata sosial sebagai institusi rumah tangga untuk perkawinan maupun upaya wanita untuk mengakhiri kodratnya. Secara umum feminisme adalah pembebasan wanita karena yang melekat dalam semua pendekatannya adalah keyakinan bahwa wanita mengalami ketidakadilan karena jenis kelamin. Kaum perempuan melalui gerakan feminis dan teori feminis menuntut agar kesadaran kultural yang selalu memarginalkan wanita dapat diubah sehingga keseimbangan yang terjadi adalah keseimbangan yang dinamis. Feminisme lahir untuk mengakhiri dominasi laki-laki terhadap kaum perempuan. Menurut Abrams Feminisme sebagai aliran pemikiran dan gerakan berawal dari kelahiran era Pencerahan di Eropa yang dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condorcet. Perkumpulan masyarakat ilmiah untuk perempuan pertama kali didirikan di Middelburg, sebuah kota di selatan Belanda pada tahun Menjelang abad ke-19, feminisme lahir menjadi gerakan yang cukup mendapatkan perhatian dari para perempuan kulit putih di Eropa. Perempuan di negara-negara penjajah Eropa memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai universal sisterhood (Arivia, 2006: 18-19). Feminisme, di samping sebagai gerakan kultural juga dianggap sebagai salah satu teori sastra. Teori-teori feminis, sebagai alat kaum perempuan untuk memperjuangkan hak-haknya, yang erat kaitannya dengan konflik ras, khususnya konflik gender. Artinya, antara konflik kelas dengan feminisme memiliki asumsiasumsi yang sejajar, mendekonstruksi sistem dominasi dan hegemoni, pertentangan antara kelompok yang lemah dengan kelompok yang dianggap lebih kuat (Ratna, 2006: 186). B.1 Sasaran Kajian Feminisme Tujuan utama kajian sastra feminis adalah menganalisis relasi gender, situasi ketika perempuan berada dalam dominasi laki-laki. Dalam pengertian yang paling luas, feminis adalah gerakan kaum perempuan untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi, maupun kehidupan sosial pada umumnya (Ratna, 2004: 184). Djajanegara (2000: 4) inti tujuan feminisme adalah meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan serta derajat laki-laki. Perjuangan serta usaha feminisme untuk mencapai tujuan ini mencakup berbagai cara. Salah satu caranya adalah memperoleh hak dan peluang yang sama dengan yang dimiliki laki-laki. Peran dan kedudukan perempuan tersebut akan menjadi sentral pembahasan kajian sastra. Endraswara (2008: 148) terdapat lima sasaran penting dalam analisis feminisme sastra, (1) mengungkap karyakarya penulis wanita masa lalu dan masa kini agar jelas citra wanita yang merasa 33

4 DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA ditekan oleh tradisi; (2) mengungkap berbagai tekanan pada tokoh wanita dalam karya yang ditulis oleh pengarang pria; (3) mengungkap ideologi pengarang wanita dan pria, bagaimana mereka memandang diri sendiri dalam kehidupan nyata; (4) mengkaji dari aspek ginokritik, yakni memahami bagaimana proses kreatif kaum feminis; dan (5) mengungkap aspek psikoanalisis feminis, yaitu mengapa wanita, baik tokoh maupun pengarang, lebih suka pada halhal yang halus, emosional, penuh kasih sayang, dan sebagainya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kritik sastra feminis adalah memperjuangkan hak-hak perempuan di semua aspek kehidupan dengan tujuan agar kaum perempuan mendapatkan kedudukan yang sederajat dengan kaum laki-laki. B.2 Bumi Manusia Novel Bumi Manusia menceritakan tentang seorang keturunan Jawa, Minke, yang sering diperolok-olok kaum totok Belanda karena kulitnya. Pram memberikan karakter Minke sebagai manusia pribumi yang terpelajar, melawan penindasan terhadap dirinya, terhadap orang lain dan terhadap bangsanya. Minke bersekolah di HBS (Hogere Burger School) yaitu sekolah yang setara SMA yang tidak semua kaum pribumi bisa bersekolah sampai sejauh itu. Hanya keturunan minimal ningrat yang boleh bersekolah di HBS. Minke anak dari bupati kota B (disebutkan dalam novelnya) karena itulah dia dapat bersekolah di HBS. Hidup di tengahtengah pergaulan Eropa menjadikan pandangan Minke menjadi pengagung Eropa. Dia melupakan tradisi dan adat Jawanya. Hal tersebut sempat membuat geram ayahnya yang merupakan Bupati B sementara ibunda mendukung anaknya Minke agar melaksanakan apa yang ia cita-citakan. Di sini Minke mengalami pencarian jati dirinya, seorang pribumi tapi pengagung Eropa. Robert Surhof teman sekaligus akan menjadi lawan, teman yang memiliki niat picik, serakah dan ingin mendapatkan apapun yang dia inginkan dengan menghalalkan segala cara. Suatu hari Robert Surhof mengajak Minke berkunjung ke Wonokromo, sebuah perkebunan tebu dan perusahaan perdagangan, peternakan milik Nyai Ontosoroh (Nyai adalah sebutan bagi gundik-gundik kompeni). Perkebunan yang begitu luas dengan rumah yang bagai istana. Pertemuan pertama Minke dengan Annelies (putri dari Nyai Ontosoroh) menjadi poin penting dalam novel ini. Kisah Cinta pada pandangan pertama digambarkan oleh Pram begitu romantis. Annelies dideskripsikan oleh Pram sebagai Gadis Indo-Belanda yang memiliki paras yang sangat elok, bertubuh langsing, berambut pirang dan lurus, dikatakan bahwa kecantikannya melebihi Ratu Wilhemnia (Ratu Belanda). Walaupun taraf pendidikan Annelies tidak sampai HBS akan tetapi dia memiliki pesona luar biasa lainnya, yaitu di usia yang masih belia dia mampu mengurusi perkebunan dan peternakan dan membantu ibunya menjalankan perusahaan, karena ayahnya, Mellema, kelakuannya berubah 180 derajat yang dikatakan akibat pengaruh hobinya pelesiran dan mabukmabukan pada saat itu. 34

5 Pertemuan pertama antara Minke dan Annelies telah menimbulkan benih cinta di antara keduanya. Minke terpandang, terpelajar, dan pintar dalam berbahasa Belanda serta Prancis membuat Nyai Ontosoroh kagum dan tak ragu menyetujui jika mereka berhubungan. Namun, masalah lain timbul, Robert Surhof yang ternyata temannya memang mengincar Annelies sejak lama. Robert berteman lama dengan kakak kandung Annelies, Robert Mellema, tentunya Surhof memandang Annelies secara nafsu. Berbagai siasat ditempuh Surhof untuk menjauhkan Minke dari Annelies. Suatu hari, Annelies jatuh sakit karena memikirkan sang pangerannya, Minke, karena Minke pernah berucap janji kepada Annelies pada kunjungan yang pertamanya bahwa dia akan menemuinya lagi beberapa hari ke depan. Namun, sudah berminggu-minggu Minke tidak berkunjung ke kediaman Nyai Ontosoroh. Nyai menyuruh salah seorang pekerjanya mengirimkan surat kepada Minke lalu menjemput Minke untuk bersedia tinggal di kediamannya. Begitu besar kisah cinta yang digambarkan antara Minke dengan Annelies sehingga akhirnya mereka menikah walaupun banyak pertentangan dari orang tua Minke yang tidak menyetujui ia menikah dengan seorang keturunan Belanda. Namun, yang menarik, Pram menyajikan novel selalu di luar dugaan, ketika kondisi pembaca tengah asik dan memiliki perasaan senang tiba-tiba Pram membalikkan kondisi tersebut menjadi terbalik. Kisah cinta antara Minke dan Annelies mengalami sesuatu yang sangat memilukan, yaitu karena Annelies anak dari seorang gundik yang bernama Nyai Ontosoroh. Perkawinan antara Nyai Ontosoroh dengan Robert Mellema tidak diakui Pengadilan Tinggi Belanda. Begitupun dengan pernikahan Minke dan Annelies tidak diakui di Pengadilan Belanda karena tidak ada izin orang tua yang sah dari Annelies. Hak asuh Annelies diberikan kepada ibu tirinya di Belanda. Akhirnya secara terpaksa Annelies harus angkat kaki dari dan pergi ke Belanda. Mendengar kabar tersebut Annelies kembali jatuh sakit. Kekecewaan yang mendalam dirasakan Annelies. Dia akan kehilangan cintanya, ibunya dan semua kenangan-kenangan dari masa kecilnya. Sementara Minke dan Nyai Ontosoroh tidak tinggal diam melawan ketidakadilan pengadilan putih Belanda, Minke dengan kemahiran menulis pengaduan di berbagai media cetak telah menyalakan api para pembacanya. Pendukung Minke tidak hanya sekadar para kerabat-kerabatnya, kini seluruh masyarakat di Wonokromo dan Madura ikut protes terhadap ketidakadilan Belanda. Hal tersebut mengubah semua pemikiran Minke yang semula pengagum Belanda kini merasakan ketidakadilan, penjajahan, diskriminasi Belanda terhadap Pribumi. C. TEMUAN C.1 Bentuk Feminisme dalam Tokoh Nyai Ontosoroh Feminisme khususnya dengan segala permasalahan mengenai wanita, pada umumnya dikaitkan dengan emansipasi. Kaum wanita menuntut persamaan hak dengan laki- laki, seperti halnya pekerjaan wanita yang selalu dikaitkan dengan memelihara, sedangkan 35

6 DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA laki-laki dikaitkan dengan bekerja. Feminisme yang sekarang cenderung digambarkan sebagai bentuk pemberontakan kepada kaum laki-laki. Upaya melawan pranata sosial sebagai institusi rumah tangga untuk perkawinan maupun upaya wanita untuk mengakhiri kodratnya. Hal tersebut merupakan anggapan yang salah karena feminisme merupakan upaya untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi wanita (Fakih, 2008: 78-79). Secara umum feminisme adalah pembebasan wanita karena yang melekat dalam semua pendekatannya adalah keyakinan bahwa wanita mengalami ketidakadilan karena jenis kelamin. Novel Bumi Manusia banyak mengusung nilai-nilai feminisme, bentuk feminisme tersebut dapat terlihat dalam kutipan-kutipan di bawah ini. Nyai Ontosoroh pergi lagi melalui pintu belakang, aku masih terpesona melihat seorang wanita pribumi bukan saja bicara bahasa Belanda, begitu baik, lebih karena tidak mempunyai suatu kompleks terhadap tamu pria. Di mana lagi bisa ditemukan wanita semacam dia? Apa sekolahnya dulu? Dan mengapa hanya seorang Nyai, seorang gundik? Siapa pula yang telah mendidiknya jadi begitu bebas seperti wanita Eropa? (Bumi Manusia, 34) Tokoh Nyai Ontosoroh seorang wanita pribumi, gundik yang dapat bicara bahasa Belanda begitu baik, tidak memiliki kompleks terhadap tamu pria. Hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan perempuan pribumi pada saat itu. Wanita pribumi saat itu (awal abad ke 19) hanya sedikit sekali yang dapat mengenyam pendidikan, yang mengenyam pendidikan hanya perempuan dari golongan priyayi saja. Nyai Ontosoroh pun merupakan gambaran perempuan modern, yang keluar dari peodalisme sikap perempuan Pribumi pada umumnya yang kaku, segan, dan sungkan berbicara dengan tamu pria. Nyai Ontosoroh sangat berbeda, ia nampak sangat ramah, terbuka, dan seperti perempuan Eropa terpelajar. Sebagai ibu, Nyai Ontosoroh figur yang baik, halus, bijaksana, dan terbuka. Hal ini dapat dilihat saat Annelis mengadu padanya bahwa Minke memujinya cantik. Nyai Ontosoroh tidak marah, malah membenarkan pujian Minke. Nyai Ontosoroh secara terbuka bertanya pada Minke apa yang harus dikatakan perempuan saat dipuji. Sikap Nyai Ontosoroh menggambarkan aspek feminisme. Perempuan harus menonjolkan sisi keperempuannya, terutama saat menjalani perannya sebagai ibu. Ia harus bersikap halus dan bijaksana, sedangkan sebagai perempuan dapat berpikir terbuka. Aku tunggu-tunggu meledaknya kemarahan Nyai karena puji-pujian itu. Tapi ia tidak marah. Tepat seperti Bunda, yang tidak pernah marah padaku. Terdengar peringatan pada kuping batinku: awas jangan samakan dia dengan Bunda. Dia hanya seorang nyainyai, tidak mengenal perkawinan syah, melahirkan anak-anak tidak 36

7 syah, sejenis manusia dengan kadar kesusilaan rendah, menjual kehormatan untuk kehidupan senang dan mewah. Dan tidak dapat aku katakan dia bodoh. Bahasa Belandanya cukup fasih, baik dan beradab; sikapnya pada anaknya halus dan bijaksana, dan terbuka, tidak seperti ibu-ibu pribumi; tingkah lakunya tak beda dengan wanita Eropa terelajar. Ia seperti seorang guru dari aliran baru yang bijaksana itu. Beberapa guruku yang keranjingan kata modern sering mengedepankan contoh tentang manusia jaman modern ini mungkinkah Nyai mereka masukan ke dalam daftarnya? (Bumi Manusia, 38) Dari perbincangan antara Annelies dan Minke diketahui bahwa Nyai Ontosoroh melakukan semua pekerjaan kantor, mengurus administrasi, buku dagang, surat-menyurat bank. Sungguh hal yang luar biasa yang bisa dilakukan oleh seorang perempuan Pribumi, yang tidak pernah bersekolah. Apa pekerjaanmu sesungguhnya? Semua, kecuali pekerjaan kantor. Mama sendiri yang lakukan itu. Jadi Nyai Ontosoroh melakukan pekerjaan kantor. Pekerjaan kantor macam apa yang dia bisa? Administrasi? tanyaku mencobacoba. Semua. Buku, dagang, suratmenyurat, bank.. (Bumi Manusia, 45) Pram melukiskan tokoh Nyai Ontosoroh sebagai tokoh perempuan yang mandiri, tangkas, dan ulet. Perempuan agar terbebas dari dominasi laki-laki memang harus mandiri, baik itu dalam hal bisa melakukan pekerjaan tanpa selalu mengandalkan laki-laki, maupun mandiri dari segi ekonomi. Berikut kutipan pendapat Nyai Ontosoroh. Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri bersuka karena usahanya sendiri dan maju karena pengalamannya sendiri. (Bumi Manusia, 59) Ciri feminisme adalah perempuan dapat secara terbuka mengemukakan pendapatnya dan dapat memperjuangkan keadaan yang diinginkannya. Memang bukan nyai sembarang nyai. Dia hadapi aku, siswa H.B.S tanpa rendah diri. Dia punya keberanian menyatakan pendapat. Dan dia sadar akan kekuatan pribadinya. (Bumi Manusia, 102) Memang ada sangat banyak wanita hebat. Hanya saja baru Nyai Ontosoroh yang pernah kutemui. Menurut cerita Jean Marais wanita Aceh sudah terbiasa turun ke medanperang melawan Kompeni. Dan rela berguguran di samping pria. Juga di Bali. Di tempat kelahiranku sendiri wanita petani bekerja bahumembahu dengan kaum pria di sawah dan ladang. Namun semua itu tidak seperti Mama-dia tahu lebih daripada hanya kampung depan hamannya sendiri. (Bumi Manusia, 106) Beberapa kali jurutulis Sastrotomo datang menengok. Mama menolak menemi. Sekali istrinya datang, melihatnya pun aku tak sudi. Tuan Mellema tidak pernah menegur 37

8 DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA kelakuanku. Sebaliknya ia sangat puas dengan segala yang kulakukan. Nampaaknya ia juga senang pada kelakuanku yang suka belajar. Ann, papamu sangat menyayangi aku. Namun semua itu tidak dapat mengobati kebanggaan dan harga diri yang terluka. Papamu tetap orang asing bagiku. Dan memang mama tak pernah menggantungkan hidup diri padanya. Ia tetap kuanggap sebagai orang yang tak pernah kukenal, setiap saat bias pulang ke Nederland dan meninggalkan aku, dan melupakan segala sesuatu di Tulungan. Maka diriku kuarahkan setiap waktu pada kemungkinan itu. Bila Tuan Besar Kuasa pergi aku sudah harus tidak akan kembali ke rumah Sastrotomo. Mama belajar menghemat, Ann, menyimpan. Papamu tak pernah menanyakan penggunaan uang belanja. Ia sendiri yang berbelanja bahan ke Sidoarjo atau Surabaya untuk sebulan. Dalam setahun telah dapat kukumpulkan lebih dari seratus golden. Kalau pada suatu kali Tuan Mellema pergi pulang atau mengusir aku, aku sudah punya modal pergi ke Surabaya dan berdagang apa saja. (Bumi Manusia, 129) Perempuan akan selalu menjadi bayang-bayang laki-laki, bila ia masih menggantungkan diri pada orang lain. Meskipun kodratnya sesama manusia baik laki-laki maupun perempuan saling membutuhkan. Akan tetapi alangkah baiknya jika perempuan dapat mandiri sehingga tidak bergantung pada orang lain. Tokoh Nyai Ontosoroh mengajarkan pada pembaca perempuan akan hal itu. Pada waktu itu Mama mulai merasa senang, berbahagia. Ia selalu mengindahkan aku, menanyakan pendapatku, mengajak aku memperbincangkan semua hal. Lama kelamaan aku merasa sederajat dengannya. Aku tak lagi malu bila toh terpaksa bertemu dengan kenalan lama. Segala yang kupelajari dan kukerjakan dalam setahun ini telah mengembalikan harga diriku. Tapi sikapku tetap: mempersiapkan diri untuk tidak akan lagi tergantung pada siapa pun. Tentu saja sangat berlebihan seorang perempuan Jawa bicara tentang harga diri, apalagi semuda itu. Papamu yang mengajari, Ann. Tentu saja dikemudian hari aku dapat rasakan wujud hargadiri itu. (Bumi Manusia, 130) Sikap Nyai Ontosoroh terhadap Tuannya mandiri. Justru Tuan Mellemalah yang merasa tergantung padanya. Ia beranggapan Nyai Ontosoroh teman hidup yang bisa diandalkan karena mampu mengurus perusahaan, memelihara peternakan, dan mengurus segala keperluan. Begitulah aku mulai mengerti, sesunggguhnya Mama sama sekali tidak tergantung pada Tuan Mellema. Sebaliknya, dia yang tergantung padaku. Jadi Mama lantas mengambil sikap ikut menentukan sehagala perkara. Tuan tidak pernah menolak. Ia pun tidak pernah memaksa aku kecuali dalam belajar. Dalam hal ini ia seorang guru yang keras tapi baik, aku seorang murid yang taat juga baik. Mama tahu, semua yang 38

9 diajarkannya pada suatu kali kelak akan berguna bagi diriku dan anakanakku kalau Tuan pulang ke Nederland. (Bumi Manusia, 131) Perempuan pun jika diberi kesempatan sebagai pemimpin dapat menjadi pemimpin yang baik, memiliki karakter tegas, tangkas, ulet, dan bertanggung jawab. Nyai Ontosoroh pembuktian dari hal tersebut. Tuan kemudian mendatangkan sapi baru juga dari Australia. Pekerjaan semakin banyak. Pekerja-pekerja harus disewa. Semua pekerjaan di dalam lingkungan perusahaan mulai diserahkan kepadaku oleh Tuan. Memang mula-mula aku takut memerintah mereka. Tuan membimbing. Katanya: majikan mereka adalah penghidupan mereka, majikan penghidupan mereka adalah kau! Aku mulai berani memerintah di bawah pengawasannya. Ia tetap keras dan bijaksana sebagai guru. Tidak, tak pernah ia memukul aku. Sekali saja dilakukan, mungkin tulang belulangku berserakan. Bagaimana pun sulitnya lamakelamaan dapat kulakukan apa yang dikehendakinya. (Bumi Manusia, 132) Semakin banyak yang dipelajari, pribadi Sanikem makin lama makin lenyap. Nyai Ontosoroh tumbuh menjadi Nyai yang berwawasan luas, menguasai berbagai bidang pekerjaan perusahaan, menjadi majikan bagi para pekerja harian. Nyai Ontosoroh tumbuh menjadi perempuan yang lebih maju dibandingkan dengan perempuan Pribumi, Totok, maupun Peranakan. Feminisme menganjurkan perempuan dapat berjuang membela dirinya sendiri. Feminisme sangat menentang eksploitasi terhadap perempuan. Perempuan hendaknya berani membela dirinya sendiri, jika hak-haknya dilanggar oleh orang lain. Perempuan sudah masanya tidak hanya diam saat diperlakukan tidak adil. C.2 Bentuk Feminisme dalam Tokoh Annelies Annelies mendekati seorang demi seorang dan mereka memberikan tabik, tanpa bicara, hanya dengan isyarat. Itulah untuk pertama kalinya kuketahui, gadis cantik kekanak-kanakan ini ternyata seorang pengawas yang harus diindahkan oleh para pekerja, lelaki dan perempuan. (Bumi Manusia, 44) Dalam Bumi Manusia, Annelies digambarkan oleh Pram sebagai gadis yang memiliki daya kepemimpinan yang disegani oleh para pekerjanya. Seorang wanita juga dapat memiliki jiwa kepemimpinan yang baik sehingga menjadikan panutan bagi bawahannya. Kaum perempuan tidak hanya mahir mengurus rumah tangga tetapi harus bisa mengurus dirinya sendiri. Bekerja untuk membantu perekonomian keluarga ketika pemimpin keluarga memiliki keterbatasan dalam penghasilan maupun fisik. Perempuan juga terkadang memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan kaum lelaki karena telaten dan sabar. Inti dari gerakan kaum feminis adalah usaha dalam menuntut adanya persamaan hak perempuan dalam berbagai bidang kehidupan. Oleh karena itu, terjadi 39

10 DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA pergeseran dalam mempersepsikan sosok perempuan tahap demi tahap. Mereka tidak dipandang lagi sebagai sosok lemah yang selalu berada pada garis belakang. Mereka juga bisa tampil di garis depan sebagai pemimpin yang sukses dalam berbagai sektor kehidupan, yang selama ini justru dikuasai oleh kaum laki-laki. Ungkapan populer ladies First merupakan salah satu bentuk nyata dari pergeseran status perempuan. Bahkan tidak jarang kebanyakan dari perempuan ini merupakan bos dan direktur di perusahaan tertentu. Hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan tokoh Minke terhadap tokoh Annelies...gadis cantik kekanak-kanakan ini ternyata seorang pengawas yang harus diindahkan oleh para pekerja, lelaki dan perempuan.... Hal ini menggambarkan pergeseran status perempuan ke arah sederajat dengan para lelaki, yang kita sering sebut sebagai emansipasi wanita. Gadis kekanak-kanakan yang belum pernah menamatkan sekolah dasar ini tiba-tiba muncul di hadapanku sebagai gadis luar biasa: bukan hanya dapat mengatur pekerjaan begitu banyak, juga seorang pengunggang kuda,dapat memerah lebih banyak daripada semua pemerah. (Bumi Manusia, 48) Sosok perempuan identik dengan sosok yang lemah, halus, mudah terpengaruh, dan emosional, sedangkan laki-laki identik dengan sosok gagah, berani, tangguh, dan rasional. Hal tersebut memosisikan sosok perempuan sebagai makhluk yang seolah-olah harus dilindungi dan senantiasa bergantung pada kaum laki-laki. Dengan adanya gerakan kaum feminis, hal tersebut bukan sebagai titik ukur terhadap sosok seorang perempuan sebagai sosok yang harus dilindungi. Melalui tokoh Annelies, seorang perempuan juga dapat menjadi seorang pemimpin. Tokoh Annelies digambarkan oleh pengarangnnya sebagai pemimpin perempuan yang bisa melakukan apa yang dilakukan oleh seorang lelaki. Penggambaran feminisme tokoh Annelies dari sudut pandang tokoh Minke...bukan hanya dapat mengatur pekerjaan begitu banyak, juga seorang pengunggang kuda,dapat memerah lebih banyak daripada semua pemerah..., hal ini menunjukan bahwa hasil yang diperoleh dari tangan perempuan bisa lebih baik dari kaum lelaki karena perempuan mengerjakannya dengan hati, dengan perasaan. Beberapa orang perempuan menahan Annelies dan mengajaknya bicara, minta perhatian dan bantuan. Dan gadis luar biasa ini seperti seorang ibu melayani mereka dengan ramah. Jangankan pada sesama manusia, pada kuda pun ia berkasih-sayang selama meereka semua memberikan kehidupan. Ia nampak begitu agung di antara penduduk kampung rakyatnya. Mungkin lebih agung dari pada dara yang pernah kuimpikan selama ini dan kini telah marak di atas tahta, memerintah Hindia, Suriname, Antillen, dan Nederland sendiri. Kulitnya pun mungkin lebih halus dan cemerlang. Lebih bisa didekati. (Bumi Manusia, 54) 40

11 Penggambaran sosok kepemimpinan seorang perempuan sebagai sosok yang supel, demokratis, perhatian, artistik, bersikap baik, cermat dan teliti, berperasaan dan berhati-hati. Mereka (bukan tokoh Annelies saja) cenderung menjadi sosok team work yang handal, lengkap dan sempurna. Mereka juga dapat mengidentifikasikan dirinya serta mempersepsi dirinya sebagai sosok yang lebih rasional, keras hati, aktif, dan kompetitif. Dalam hal berkomunikasi, mereka dapat tampil lebih sopan dan tentatif daripada laki-laki, yang cenderung sederhana. Hal ini dapat dilihat dari ungkapan tokoh Minke Dan gadis luar biasa ini seperti seorang ibu melayani mereka dengan ramah. Bahasa tubuh juga berbeda, yang menunjukkan bahwa perempuan lebih baik daripada laki-laki. Perempuan cenderung lebih menggunakan model manajemen partisipatoris, dan menggunakan strategi-strategi kolaboratif dalam menyelesaikan konflik. Mereka juga memandang segala sesuatu dengan hati bukan dengan otot. Secara esensial, kepemimpinan seorang perempuan pada dasarnya tidak akan jauh berbeda dengan kaum laki-laki. Kita mencatat beberapa tokoh perempuan yang berhasil menjadi pemimpin, Margareth Tatcher di Inggris yang dijuluki sebagai Si Wanita Besi, Indira Gandhi di India, Benazir Butho di Pakistan, Aun San Su Ki di Thailand, R.A. Kartini, Cut Nyak Dien, Kristina Marthatiahahu, Dewi Sartika, Megawati Soekarno Putri di Indonesia dan tokohtokoh perempuan lainnya.... Tapi sekarang ada yang menarik keluarga kaya-raya yang aneh itu ; Nyai yang pandai menggenggam hati orang seakan ia dukun sihir, Annelies Mellema, yang cantik, kebocah-bocahan, namun, seorang yang berpengalaman yang pandai mengatur para pekerja:... (Bumi Manusia, 71) Pembahasan tentang perempuan, tidak melulu membahas soal seksualitas, kemolekan pesona wajah dan lekuk tubuh saja. Daya tarik perempuan banyak juga menghiasi berbagai ruang dalam kehidupan yang dijelaskan oleh pram seolah-olah seperti dukun sihir yang digambarkan oleh Minke pada tokoh Nyai Ontosoroh. Salah satunya gaya kepemimpian Annelies dapat memberikan contoh yang baik tentang kepemimpinan bahwa perempuan juga dapat menjadi seorang pemimpin, dapat mengatur puluhan, ratusan, ataupun ratusan bawahannya. Tokoh Annelies memotivasi perempuan lainnya untuk bangkit, bukan menjadi objek penderitaan dari kaum laki-laki. Baik Annelies maupun Mama tidak menghendaki suatu mas kawin. Apa yang kami harapan? Kata Mama, Annelies telah mendapatkan segala dari calon suaminya. Kalau toh diharuskan ada mas kawin, kata Annelies, ialah sesuatu yang belum kudapatkan dari dia: janji setia selama hidupku. Dan aku telah memberikannya pada akad nikah. (Bumi Manusia, 452) Secara fisik dan psikologi, perempuan berbeda dengan laki-laki. Secara fisik, perbedaan itu dapat 41

12 DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA terlihat dengan kasat mata. Perempuan dapat melahirkan, laki-laki tidak. Secara psikologis, laki-laki biasanya lebih aktif, agresif dan lebih rasional. Perempuan sebenarnya memegang peran penting. Namun, peran tersebut bersifat abstrak. Ibarat seorang pelatih yang mengatur para pemainnya, perempuan pun memiliki peran yang signifikan untuk mencetak generasi yang cerdas dan berakhlak. Oleh karena itu, perempuan lebih bisa memahami kondisi lingkungan di sekitarnya. Sebagai sosok yang memahami kondisi di sekitanya, dia akan memosisikan dirinya dengan baik. D. SIMPULAN Penokohan perempuan dalam novel Bumi Manusia sangat menarik. Tokoh-tokoh perempuan yang ditampilkan Pramoedya Ananta Toer adalah karakter perempuan yang kuat, tangguh, cerdas, dan berani. Karakter tersebut nampak pada tokoh Nyai Ontosoroh, menganalisis karakter Nyai Ontosoroh membuat penulis terpukau. Betapa tokoh Ontosoroh telah membelalakkan pikiran, bahwa perempuan juga dapat mengubah kemalangan hidupnya menjadi keadaan yang lebih baik, dengan kerja keras, dengan keuletan dan kemauan keras untuk belajar. Dari karakter tokoh Ontosoroh juga penulis dapat pemahaman bahwa sebagai perempuan, perempuan tidak selalu harus diam saat kita diperlakukan tidak adil oleh hukum atau oleh manusia siapapun. Sebagai manusia, perempuan pun harus berani melawan. Melalui Tokoh Annelies kita dapat melihat bahwa perempuan pun dapat menjadi atasan atau mador yang baik karena perempuan luwes, dan lebih komunikatif. Melalui tokoh Annelies pun pembaca disadarkan bahwa apabila hati kita tidak kuat, rapuh, maka kita akan mudah dipatahkan oleh ujian-ujian hidup yang menerpa. Selain itu ada juga tokoh Magda Peter, Sarah dan Miriam de la Croix yang berwawasan luas dan bercitacita luhur mengajak pembaca untuk kembali memancang cita-cita terluhur dalam diri. Fiksi adalah suatu bentuk karya kreatif, maka bagaimana pengarang mewujudkan dan mengembangkan tokohtokoh ceritanya pun tak lepas dari kebebasan kreativitasnya. Fiksi mengandung dan menawarkan model kehidupan seperti yang disikapi dan dialami tokoh-tokoh cerita sesuai dengan pandangan pengarang terhadap kehidupan itu sendiri. Dalam novel Bumi Manusia spirit feminisme sangat kental terasa, feminisme dapat terlihat jelas dalam segala ucapan, pikiran, dan tindakan para tokoh perempuan dalam novel ini terutama pada tokoh Nyai Ontosoroh. Segala ucapan, sikap, dan tindakan yang dilakukannya yang mengarah pada sikap perempuan modern yang tidak ingin tergantung dengan orang lain, ulet, tangguh dalam menekuni pekerjaan, berani melawan penindasan dan ketidakadilan yang menimpanya. 42

13 DAFTAR PUSTAKA Arivia, Gadis Filsafat Berperspektif Feminis. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan. Arivia Feminisme Sebuah Kata Hati. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Djokosujatno, Apsanti Membaca Katrologi Bumi Manusia Pramoedya Ananta Toer. Jakarta :Gramedia Pustaka Utama. Endraswara, Suwardi Teori Kritik Sastra. Jakarta: Buku Seru. Humm, Maggie Feminist Criticism. Great Britain: The Harvester Press. Arivia Ensiklopedia Feminisme. Edisi Bahasa Indonesia diterjemahkan oleh Mundi Rahayu. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru. Kurniawan, Eka Pramoedya Ananta Toer dan sastra Realisme Sosialis. Jakarta : Gramedia. Mahendra, Daniel Pramoedya Ananta Toer dan Manifestasi Karya Sastra. Bandung: Malka. Nurgiantoro, Burhan Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Pradopo, Rachmat Djoko Kritik sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama Media. Ratna, Nyoman Khuta Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Denpasar: Pustaka Pelajar. Semi, Atar Kritik Sastra. Bandung: Angkasa. Sugihastuti Kritik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Teeuw, A Citra Manusia Indonesia dalam Karya Pramoedya Ananta Toer. Jakarta: Pustaka Jaya. Teeuw, A Sastra dan Ilmu Sastra, Pengantar Teori Sastra. Jakarta; Pustaka Jaya. Toer, Pramoedya Ananta Bumi Manusia. Yogyakarta: Hasta Mitra. Zoets. Van A Fiksi dan Nonfiksi dalam Kajian Semiotik. Jakarta: Intermasa. 43

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Patriakat merupakan sistem pengelompokkan sosial yang menempatkan posisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Patriakat merupakan sistem pengelompokkan sosial yang menempatkan posisi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Patriakat merupakan sistem pengelompokkan sosial yang menempatkan posisi laki-laki sebagai pemilik otoritas lebih tinggi daripada perempuan. Karena laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. 1. Kepribadian tokoh perempuan dalam novel. seorang gundik.ibunda Sanikem berkepribadian cantik, pandai merawat diri

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. 1. Kepribadian tokoh perempuan dalam novel. seorang gundik.ibunda Sanikem berkepribadian cantik, pandai merawat diri digilib.uns.ac.id 125 BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, dapat diambil lima simpulan. 1. Kepribadian tokoh perempuan dalam novel Nyai Ontosoroh memiliki kepribadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada semua masyarakat (Chamamah-Soeratno dalam Jabrohim, 2003:9). Karya sastra merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

Review Roman "Anak Semua Bangsa" : Anak Semua Bangsa : Pramoedya Ananta Toer : Lentera Dipantara. Tahun Terbit : 2006 Jumlah Halaman : 539 Halaman

Review Roman Anak Semua Bangsa : Anak Semua Bangsa : Pramoedya Ananta Toer : Lentera Dipantara. Tahun Terbit : 2006 Jumlah Halaman : 539 Halaman Review Roman "Anak Semua Bangsa" Judul : Anak Semua Bangsa Penulis : Pramoedya Ananta Toer Penerbit : Lentera Dipantara Kota Terbit : Jakarta Tahun Terbit : 2006 Jumlah Halaman : 539 Halaman Dapatkah sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam masyarakat. Kehidupan sosial, kehidupan individu, hingga keadaan psikologi tokoh tergambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat masih terkungkung oleh tradisi gender, bahkan sejak masih kecil. Gender hadir di dalam pergaulan, percakapan, dan sering juga menjadi akar perselisihan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut (Ratna, 2009, hlm.182-183) Polarisasi laki-laki berada lebih tinggi dari perempuan sudah terbentuk dengan sendirinya sejak awal. Anak laki-laki, lebihlebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud atau hasil dari daya imajinasi seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan pengalaman pribadi atau dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus informasi dan teknologi yang canggih yang menuntut masyarakat untuk lebih berperan aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Emansipasi adalah suatu gerakan yang di dalamnya memuat tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Emansipasi adalah suatu gerakan yang di dalamnya memuat tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Emansipasi adalah suatu gerakan yang di dalamnya memuat tentang perjuangan seorang perempuan yang ingin memperjuangkan perempuan lain, agar mendapatkan haknya. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulis, yang mengandung keindahan. Karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa. Melalui karya sastra manusia bisa mengetahui sejarah berbagai hal,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa. Melalui karya sastra manusia bisa mengetahui sejarah berbagai hal, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra sangat berperan penting sebagai suatu kekayaan budaya bangsa. Melalui karya sastra manusia bisa mengetahui sejarah berbagai hal, mempelajari adat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi fisik yang lebih lemah dan dikenal lembut sering menjadi alasan untuk menempatkan kaum perempuan dalam posisi yang lebih rendah dari lakilaki. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra diciptakan untuk dinikmati, dihayati, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Luxemburg (1989:6) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Novel Surga Yang Tak Dirindukan adalah karya Asma Nadia. Penelitian ini memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia Kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni yang merekam kembali alam kehidupan, akan tetapi yang memperbincangkan kembali lewat suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan karya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan dalam televisi senantiasa hanya mempertentangkan antara wanita karir dan menjadi ibu-ibu rumah tangga. Dua posisi ini ada didalam lokasi yang berseberangan.

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Shuji dalam Olson (2006: 197) masyarakat Jepang adalah masyarakat patriarkal. Olson (2006: 125) juga menerangkan bahwa sistem patriarkal adalah suatu sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusiawi dan tidak adil di negerinya sendiri. Gesekan-gesekan sosial akibat

BAB I PENDAHULUAN. manusiawi dan tidak adil di negerinya sendiri. Gesekan-gesekan sosial akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama tiga ratus lima puluh tahun, Indonesia dijajah oleh Belanda. Selama itu pula masyarakat Indonesia mengalami perlakuan yang tidak manusiawi dan tidak

Lebih terperinci

Nyai Ontosoroh. Heny Marwati. Anak-Anak Bumi Manusia 3

Nyai Ontosoroh. Heny Marwati. Anak-Anak Bumi Manusia 3 Nyai Ontosoroh Heny Marwati Pagi yang terasa panas. Matahari sepertinya terlalu cepat memunculkan sinarnya. Kulihat ayam jantan mulai malas untuk mengumandangkan suaranya membangunkan warga Boerderij Buitenzorg.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan karya sastra karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang yang kemudian lahir sebuah karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi sosial memainkan peran dalam masyarakat individu atau kelompok. Interaksi diperlukan untuk berkomunikasi satu sama lain. Selain itu, masyarakat membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perlawanan budaya merupakan perjuangan hak yang bertentangan agar terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan untuk melakukan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam masalah kehidupan manusia secara langsung dan sekaligus.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam masalah kehidupan manusia secara langsung dan sekaligus. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra hadir sebagai wujud nyata hasil imajinasi dari seorang penulis. Penciptaan suatu karya sastra bermula dari pengalaman batin pengarang yang dikontruksikan

Lebih terperinci

SUAMI IBU, SUAMI SAYA FIKSI PATRIARKIS DJENAR MAESA AYU OLEH: MARIA ULFAH NIM: A1B102019

SUAMI IBU, SUAMI SAYA FIKSI PATRIARKIS DJENAR MAESA AYU OLEH: MARIA ULFAH NIM: A1B102019 SUAMI IBU, SUAMI SAYA FIKSI PATRIARKIS DJENAR MAESA AYU OLEH: MARIA ULFAH NIM: A1B102019 PENDAHULUAN Wanita adalah salah satu fenomena hidup di mana mereka diciptakan dengan segala kekompleksitasan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur.

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra sebagai hasil karya seni kreasi manusia tidak akan pernah lepas dari bahasa yang merupakan media utama dalam karya sastra. Sastra dan manusia sangat erat kaitannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan menjadi salah satu objek pembahasan yang menarik di dalam karya sastra. Perempuan bahkan terkadang menjadi ikon nilai komersil penjualan karya sastra. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, setiap manusia diciptakan sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, setiap manusia diciptakan sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, setiap manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Dimana manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Sejak manusia lahir hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat biasa adalah mahkluk yang lemah, harus di lindungi laki-laki,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat biasa adalah mahkluk yang lemah, harus di lindungi laki-laki, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan adalah mahkluk ciptaan Tuhan yang sederajat dengan laki-laki hanya saja terdapat perbedaan fisik dan kodrat. Sebagai sesama manusia, laki laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreatif penulis yang berisi potret kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dinikmati,

Lebih terperinci

Soedjono-Tresno Private High School (STPHS) (I)

Soedjono-Tresno Private High School (STPHS) (I) CHAPTER 1 Soedjono-Tresno Private High School (STPHS) (I) Kepala Sekolah Soedjono-Tresno Private High School atau STPHS, Christoper Rumbewas, menerima sejumlah buku, berkas siswa, dan juga seragam sekolah

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. dalam cerita, dan bagaimana penempatannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup

Bab 2. Landasan Teori. dalam cerita, dan bagaimana penempatannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Tokoh Penokohan merupakan suatu bagian terpenting dalam membangun sebuah cerita. Penokohan mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan tokoh dalam cerita, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui berbagai kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai lingkungan fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan medium bahasa. Sebagai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian terhadap perempuan dalam roman Au Bonheur des Dames karya Émile Zola yang diambil sebagai objek penelitian ini memiliki beberapa implikasi.

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang

BAB IV KESIMPULAN. Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang BAB IV KESIMPULAN Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang terjadi pada abad pertengahan, sampai saat ini masih menyisakan citra negatif yang melekat pada perempuan. Sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung dari perubahan sosial yang melatarbelakanginya (Ratna, 2007: 81). Hal

BAB I PENDAHULUAN. tergantung dari perubahan sosial yang melatarbelakanginya (Ratna, 2007: 81). Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah sistem semiotik terbuka, karya dengan demikian tidak memiliki kualitas estetis intrinsik secara tetap, melainkan selalu berubah tergantung dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sekitar yang dituangkan dalam bentuk seni. Peristiwa yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sekitar yang dituangkan dalam bentuk seni. Peristiwa yang dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan ekspresi yang kreatif dari sebuah ide, pikiran, atau perasaan yang telah dialami oleh seseorang dan diungkapkan melalui bahasa. Sastra adalah bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan pengarang. Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan pengarang. Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang dan menghasilkan kehidupan yang diwarnai oleh sikap, latar belakang, dan keyakinan pengarang. Karya sastra lahir

Lebih terperinci

2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN

2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parfum Casablanca merupakan produk perawatan tubuh yang berupa body spray. Melalui kegiatan promosi pada iklan di televisi, Casablanca ingin menyampaikan pesan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karya sastra merupakan ekspresi jiwa pengarang (Faruk, 2010: 44). Karya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karya sastra merupakan ekspresi jiwa pengarang (Faruk, 2010: 44). Karya digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan ekspresi jiwa pengarang (Faruk, 2010: 44). Karya sastra berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi secara nyata atau

Lebih terperinci

Resensi Buku JADI KAYA DENGAN BERBISNIS DI RUMAH OLEH NETTI TINAPRILLA * FENOMENA WANITA * WANITA BERBISNIS : ANTARA KELUARGA DAN KARIR

Resensi Buku JADI KAYA DENGAN BERBISNIS DI RUMAH OLEH NETTI TINAPRILLA * FENOMENA WANITA * WANITA BERBISNIS : ANTARA KELUARGA DAN KARIR 69 Resensi Buku JADI KAYA DENGAN BERBISNIS DI RUMAH OLEH NETTI TINAPRILLA * FENOMENA WANITA * WANITA BERBISNIS : ANTARA KELUARGA DAN KARIR Feryanto W. K. 1 1 Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan

Lebih terperinci

CITRA DAN PERJUANGAN TOKOH UTAMA WANITA NOVEL DAUN PUTRI MALU KARYA MAGDALENA SITORUS DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

CITRA DAN PERJUANGAN TOKOH UTAMA WANITA NOVEL DAUN PUTRI MALU KARYA MAGDALENA SITORUS DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA CITRA DAN PERJUANGAN TOKOH UTAMA WANITA NOVEL DAUN PUTRI MALU KARYA MAGDALENA SITORUS DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA Oleh: Resma Anggraini Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Resmaanggraini89@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab laki-laki yang lebih besar, kekuatan laki-laki lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab laki-laki yang lebih besar, kekuatan laki-laki lebih besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Berkendara sepeda motor sudah menjadi budaya pada masyarakat modern saat ini.kesan bahwa berkendara motor lebih identik dengan kaum adam nampaknya begitu kokoh dan membumi

Lebih terperinci

BIAS GENDER DAN PERJUANGAN TOKOH UTAMA PEREMPUAN DALAM NOVEL DE WINST KARYA AFIFAH AFRA SEBUAH KAJIAN FEMINISME DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA

BIAS GENDER DAN PERJUANGAN TOKOH UTAMA PEREMPUAN DALAM NOVEL DE WINST KARYA AFIFAH AFRA SEBUAH KAJIAN FEMINISME DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA BIAS GENDER DAN PERJUANGAN TOKOH UTAMA PEREMPUAN DALAM NOVEL DE WINST KARYA AFIFAH AFRA SEBUAH KAJIAN FEMINISME DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA Oleh: Canadian Aditya Saputra NIM 082110088 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai karya sastra, novel muncul sebagai sebuah representasi atau pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

Lebih terperinci

PEREMPUAN JAWA DALAM NOVEL BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER (KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN)

PEREMPUAN JAWA DALAM NOVEL BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER (KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN) PEREMPUAN JAWA DALAM NOVEL BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER (KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN) SKRIPSI Oleh: SEKAR NINGTYAS DEWI PRATIWI K1209064 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Oleh: Windra Yuniarsih

Oleh: Windra Yuniarsih Puncak Kebahagiaan Oleh: Windra Yuniarsih Perempuan adalah makhluk yang istimewa. Aku merasa beruntung dilahirkan sebagai perempuan. Meskipun dari keluarga sederhana tetapi kakiku dapat membawaku ke tempat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra selain dapat dikatakan sebuah karya seni dalam bentuk tulisan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra selain dapat dikatakan sebuah karya seni dalam bentuk tulisan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra selain dapat dikatakan sebuah karya seni dalam bentuk tulisan juga dapat dikatakan sebagai hasil pemikiran manusia tentang penggambaran kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

ANALISIS NOVEL TIGA ORANG PEREMPUAN KARYA MARIA.A. SARDJONO (KAJIAN RELATIVISME) Rahmat Kartolo 1. Abstrak

ANALISIS NOVEL TIGA ORANG PEREMPUAN KARYA MARIA.A. SARDJONO (KAJIAN RELATIVISME) Rahmat Kartolo 1. Abstrak ANALISIS NOVEL TIGA ORANG PEREMPUAN KARYA MARIA.A. SARDJONO (KAJIAN RELATIVISME) Rahmat Kartolo 1 Abstrak Pandangan ketiga tokoh utama wanita tentang emansipasi dalam novel Tiga Orang Perempuan ada yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra Bali Modern dari waktu ke waktu menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam bentuk puisi, cerita

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. yang terkandung dalam novel tersebut sebagai berikut.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. yang terkandung dalam novel tersebut sebagai berikut. BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis data pada Bab IV, dapat disimpulkan bahwa novel Sebelas Patriot merupakan novel yang berlatar belakang kecintaan terhadap tanah air,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Suatu pengkajian tentang wanita dan kerja perlu dihubungkan dengan keadaan masyarakat pada umumnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa pada dasarnya tempat wanita adalah di dapur, yang berarti bahwa dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa pada dasarnya tempat wanita adalah di dapur, yang berarti bahwa dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai yang cukup dominan dalam kultur berbagai bangsa menyatakan bahwa pada dasarnya tempat wanita adalah di dapur, yang berarti bahwa dalam masyarakat peran

Lebih terperinci

Di Ujung Pantai Gelap, Pasti Ada Mercusuar

Di Ujung Pantai Gelap, Pasti Ada Mercusuar Di Ujung Pantai Gelap, Pasti Ada Mercusuar Nasrullah Taufik MC16-2B 2012-16- 1313 London School of Public Relations - Jakarta Habis gelap, terbitlah terang. Itulah kutipan dari Raden Ajeng Kartini yang

Lebih terperinci

Pernikahan Kristen Sejati (2/6)

Pernikahan Kristen Sejati (2/6) Pernikahan Kristen Sejati (2/6) Nama Kursus   : Pernikahan Kristen yang Sejati Nama Pelajaran : Memilih Pasangan Kode Pelajaran : PKS-P02                    Pelajaran 02 - MEMILIH

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perempuan di berbagai belahan bumi umumnya dipandang sebagai manusia yang paling lemah, baik itu oleh laki-laki maupun dirinya sendiri. Pada dasarnya hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya)

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Nama : No HP : Alamat : Pendidikan Terakhir : 1. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Pemikiran dan perhatian ditujukan ke dalam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hidup berbudaya dan berkomunikasi. Salah satu cara manusia untuk berkomunikasi yaitu melalui sastra. Sastra merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media

BAB I PENDAHULUAN. khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini, media massa sudah menjadi kebutuhan penting bagi khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media massa adalah perpanjangan alat indra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kesastraan mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra di samping genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mengarang suatu novel, seorang pengarang menggunakan pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mengarang suatu novel, seorang pengarang menggunakan pengalaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mengarang suatu novel, seorang pengarang menggunakan pengalaman sosialnya dalam karya yang akan dibuat. Secara umum dapat digambarkan bahwa seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan. Secara keseluruhan penelitian dan pembahasan tentang novel Serat

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan. Secara keseluruhan penelitian dan pembahasan tentang novel Serat 181 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Secara keseluruhan penelitian dan pembahasan tentang novel Serat Prabangkara karya Ki Padmasusastra menghasilkan beberapa temuan penting yang dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi dalam batin seseorang (Damono, 2002: 1).

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi dalam batin seseorang (Damono, 2002: 1). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium, bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. yakni Bagaimana struktur novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf? dan

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. yakni Bagaimana struktur novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf? dan 324 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Setelah melalui tahap analisis, sampailah kita pada bagian simpulan. Simpulan ini akan mencoba menjawab dua pertanyaan besar pada awal penelitian, yakni Bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang wanita Jepang yang masih kuno dan tradisional masih

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang wanita Jepang yang masih kuno dan tradisional masih BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pandangan tentang wanita Jepang yang masih kuno dan tradisional masih tetap ada sampai sekarang ini. Wanita Jepang memiliki citra sebagai seorang wanita yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan fenomena sosial budaya yang melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan fenomena sosial budaya yang melibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan fenomena sosial budaya yang melibatkan kreativitas manusia. Karya sastra lahir dari pengekspresian endapan pengalaman yang telah ada dalam jiwa

Lebih terperinci

[95] Ketika Peran Ibu Diperangi Friday, 18 January :09

[95] Ketika Peran Ibu Diperangi Friday, 18 January :09 Meski disebut hari ibu, namun arah perjuangan perempuan yang diinginkan ternyata bukan pada penguatan dan pengoptimalkan peran strategis seorang ibu, melainkan justru mencerabut peran itu dari diri perempuan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat karya sastra berangkat dari fenomena-fenomena sosial, politik, dan

BAB I PENDAHULUAN. membuat karya sastra berangkat dari fenomena-fenomena sosial, politik, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra diciptakan oleh pengarang dalam beberapa alasan yaitu proses berpikir secara imajinatif, fiktif, kontemplasi dan mengenai realita yang terjadi di masyarakat

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2015

SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2015 SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2015 Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Di hari yang membahagiakan ini, ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat umumnya memahami wacana sebagai perbincangan terkait topik tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya jaman dan arus globalisasi membuat tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya jaman dan arus globalisasi membuat tidak sedikit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya jaman dan arus globalisasi membuat tidak sedikit perempuan yang berkesempatan berkarir di luar rumah dan menduduki posisiposisi penting di perusahaannya.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan

BAB V PENUTUP. Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan BAB V PENUTUP Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan melakukan kesimpulan dan mengusulkan saran, sebagai berikut: A. KESIMPULAN Indonesia adalah sebuah kata yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Peristiwa yang terjalin dalam novel Nagabonar Jadi 2 terbentuk menjadi

BAB IV KESIMPULAN. Peristiwa yang terjalin dalam novel Nagabonar Jadi 2 terbentuk menjadi BAB IV KESIMPULAN 4.1 Kesimpulan Peristiwa yang terjalin dalam novel Nagabonar Jadi 2 terbentuk menjadi alur maju serta hubungan kausalitas yang erat. Hal ini terlihat pada peristiwaperistiwa yang memiliki

Lebih terperinci

dia tak pernah melepas cadar yang menutupi wajah cantiknya.

dia tak pernah melepas cadar yang menutupi wajah cantiknya. PRINCESS Cerita ini diinspirasi oleh sebuah mimpi yang ku alami tahun 2007, tentang sebuah kerajaan islam di Indonesia. Namun masih ragu, benarkah ada cerita seperti dalam mimpi saya? Daripada salah dan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan BAB VI SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisis data, hasil analisis, dan pembahasan dapat disimpulkan dari cerpen Indonesia pengarang perempuan dekade 1970-2000-an beberapa hal berikut. Struktur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, dan penuh dengan keberagaman, salah satu istilah tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Sampan Zulaiha merupakan manifestasi dari hasrat dan kekurangan yang ada

BAB IV KESIMPULAN. Sampan Zulaiha merupakan manifestasi dari hasrat dan kekurangan yang ada BAB IV KESIMPULAN Secara psikoanalisis Lacanian dapat dikatakan bahwa kumpulan cerpen Sampan Zulaiha merupakan manifestasi dari hasrat dan kekurangan yang ada pada diri Hasan Al Banna sebagai pengarang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak terlepas dari konflik-konflik yang dialami masyarakat. Sastrawan

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak terlepas dari konflik-konflik yang dialami masyarakat. Sastrawan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra tidak pernah terlepas dari kehidupan masyarakat. sastra sebagai wadah penggambaran permasalahn hidup manusia yang ada di masyarakat. Terbentuknya karya sastra

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan baru. Kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman yang telah dialaminya sendiri atau pengalaman yang dialami oleh orang

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman yang telah dialaminya sendiri atau pengalaman yang dialami oleh orang BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Karya sastra merupakan suatu hasil cipta sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Karya sastra diciptakan pengarang berdasarkan pengalaman

Lebih terperinci

ANAK MAS DI BIARA SEBAGAI UNGKAPAN SEKSUALITAS Rohani, April 2012, hal Paul Suparno, S.J.

ANAK MAS DI BIARA SEBAGAI UNGKAPAN SEKSUALITAS Rohani, April 2012, hal Paul Suparno, S.J. 1 ANAK MAS DI BIARA SEBAGAI UNGKAPAN SEKSUALITAS Rohani, April 2012, hal 28-31 Paul Suparno, S.J. Sr. Bundanita mensharingkan pengalamannya bagaimana ia pernah mempunyai anak mas waktu mengajar di Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai

Lebih terperinci

UJIAN SEMESTER I SEKOLAH BINA NUSANTARA Tahun Ajaran

UJIAN SEMESTER I SEKOLAH BINA NUSANTARA Tahun Ajaran UJIAN SEMESTER I SEKOLAH BINA NUSANTARA Tahun Ajaran 2008 2009 L E M B A R S O A L Mata pelajaran : Pendidikan Agama Katolik Kelas : 7 Hari / tanggal : Waktu : 60 menit PETUNJUK UMUM : 1. Tulislah nama

Lebih terperinci