NILAI KEBHINEKAAN SISTEM KOSMOLOGI HINDU KAHARINGAN DALAM PENGOBATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NILAI KEBHINEKAAN SISTEM KOSMOLOGI HINDU KAHARINGAN DALAM PENGOBATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK"

Transkripsi

1 NILAI KEBHINEKAAN SISTEM KOSMOLOGI HINDU KAHARINGAN DALAM PENGOBATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK KADEK SUKIADA Dosen STAHN-TP Palangka Raya ABSTRACT As one of many ethnic groups living in Indonesia, the Dayak Kaharingan type of Hinduism had long developed through generations a traditional healing treatment system using medicine known as obat kampung (a locally self-concocted kind of medicine). The person who runs it is called tabit or lasang (kind of shaman). Despite the fast progression in modern medical science and technology, the tatambanobat kampung still plays an important role as an alternative choice due to the belief running in the society that tabit or lasang has a supernatural ability to make a relationship to the spirit world which is believed to be able to protect the society against illness. Keywords: Kosmologi System, Dayak Traditional Medical, Kaharingan Hinduism. ABSTRAK Sebagai salah satu etnik yang hidup di Indonesia, tipehinduisme Dayak Kaharingan telah lama mengembangkan pengobatan tradisional menggunakan obat yang diketahui sebagai obat kampung (obat lokal). Orang yang bergerak dibidang itu disebut tabit atau lasang (sejenis saman). Disamping perkembangan cepat dari teknologi dan ilmu obat modern, tatmbanobat kampung masih memainkan alat penting sebagai pilihan alternatif oleh karena kepercayaan yang berjalan di masyarakat bahwa tabit atau lasang memiliki kemampuan supernatural untuk berhubungan dengan spirit dunia yang dipercayai mampu melindungi masyarakat melawan penyakit. Kata Kunci: sistem kosmologi, obat Sayak Tradisional, Hinduisme Kaharingan I. PENDAHULUAN Masyarakat suku Dayak Ngaju Kalimantan secara umum memiliki kepercayaan yang disebut Kaharingan. Kepercayaan Kaharingan telah bergabung (berintegrasi) dengan agama Hindu pada tahun 1980 sehingga masyarakat suku Dayak Kaharingan di Kalimantan Tengah menyebut identitas agamanya dengan sebutan agama Hindu Kaharingan. Suku Dayak dalam kepercayaan Hindu Kaharingan (untuk selanjutnya disebut suku DHK) memiliki keyakinan bahwa alam semesta dipandang sebagai sesuatu yang bersifat nyata (fisik) dan dapat ditangkap denganpanca indra serta bersifat tidak nyata (non fisik) yang tidak dapat ditangkap dengan panca indra, tetapi dipercaya ada. Alam semesta sebagai kesatuan kehidupan terwujud dalam dua kosmos, yaitu makrokosmos dan mikrokosmos (Sukiada, 2016:11-12). Hal tersebut, sejalan dengan pandangan Kumbara, (2013: 3) menyatakan sebagai berikut. Makrokosmos merupakan suatu wadah keseimbangan dunia yang amat besar tak terhingga, tetapi tetap diakui memiliki batas yang jelas dengan keadaan yang bersifat teratur dan tetap memusatkan 114 Seminar Nasional Filsafat, 17 Maret 2017

2 diri dengan Tuhan sebagai pusat pengendali keseimbangan alam sermesta. Sebaliknya, mikrokosmos adalah manusia itu sendiri yang merupakan reflika dari makrokosmos dengan unsur-unsur alam sebagai inti kehidupan. Manusia merupakan reflika dari makrokosmos dan memiliki kemampuan untuk mencipta, namun mereka pun menyadari keterbatasan akan kemampuannya dan tidak pernah bisa menolak kehendak-nya. Dalam kehidupan masyarakat suku DHK, penggambaran keterbatasan manusia dihadapan-nya terefleksi dalam sebutan Ranying Hatala Langit. Dalam kosmologi (bagian ilmu astronomi, asal-usul jagat raya) berkenaan dengan konsepsi orang suku DHK tentang Tuhan atau Ranying Hatala Langit, dipandang sebagai segala sumber yang ada di dunia, atau menciptakan semua yang ada di jagad raya ini, termasuk berbagai jenis penyakit dan obatnya. Dengan mengacu pada konsepsi itu, maka masyarakat suku DHK secara global menggolongkan jenis dan penyebab sakit menjadi dua, yaitu penyakit yang bersifat fisik dan nonfisik, demikian juga penyebabnya ada yang dipandangkarena faktor yang bersifat alamiah (naturalistik), ada juga yang bersifat nonalamiah (personalistik), dan supranaturalistik, ataugabungan dari kedua atau ketiganya. Pola tingkah laku tersebut sejalan dengan pandangan sistem teori penyakit yang disampaikan oleh Foster dan Anderson (1986:46) sebagai berikut. Sistem-sistem teori penyakit yang berkenaan dengan kausalitas, penjelasan yang diberikan oleh penduduk mengenai hilangnya kesehatan dan penjelasan mengenai pelanggaran tabu, mengenai pencurian jiwa orang, mengenai gangguan keseimbangan antara panas dingin dalam tubuh atau kegagalan pertahanan organ manusia terhadap agen-agen pantogen seperti kuman-kuman dan virus. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa sejauh mana masyarakat suku DHK memiliki kepercayaan-kepercayaan terhadap munculnya suatu penyakit yang disebabkan oleh dewa-dewa supranatural dan makhluk-makhluk yang diduga mendatangkan penyakit. Kepercayaan tersebut dalam masyarakat suku DHK terjalin sangat erat dengan magi dan religi sehingga mitologi dalam hal tersebut juga penting untuk menjelaskan kosmologi mengenai alam dewa-dewa supranatural dan keberadaan makhluk-makhluk gaib seperti yang telah disebutkan. Konsep sehat sakit (barigashaban) suku DHK muncul dari pemahaman tentang makrokosmos dan mikrokosmos. Suku DHK percaya bahwa makrokosmos dan mikrokosmos merupakan dua sisi yang tidak bisa dipisahkan, tetapi harusdijaga agar tetap dalam keadaan seimbang. Apabila terjadi ketidak-seimbangan, maka diyakini akan memunculkan gangguan-gangguan berupa penyakit. Alam semesta dalam pandangan suku DHK berasal dari Tuhan (Ranying Hatalla), yang pada mula ciptaannya dibantu oleh dewa dan dewi yang mirip dengan-nya (manifestasi Ranying Hatalla). Menurut suku DHK, manusia berasal dari Tuhan, yang turun ke bumi setelah alam ini terbentuk. Keberadaan manusia Seminar Nasional Filsafat, 17 Maret

3 yang diturunkan Tuhan (Ranying Hatalla) dari langit hanya semata untuk merawat Bumi agar tidak rusak. Konsepsi ini telah meletakkan manusia sebagai aktor yang memiliki posisi yang sangat penting bagi alam (Yusran, 2004:157). Oleh karena itu, dalam kehidupannya manusia tidak boleh bertindak sesuka hati dalam mengelola alam ini. Larangan untuk tidak melakukan berbagai kerusakan di Bumi ini didorong oleh sebuah pemahaman bahwa alam ini berasal dari Tuhan sama dengan manusia. Upaya merusak alam sama halnya dengan merusak diri sendiri karena alam lebih dahulu diciptakan daripada manusia. Tuhan menciptakan alam karena keperluan dan kebutuhan manusia. II. Sistem Kosmologi Suku DHK Kosmologi suku DHK sangat erat hubungannya dengan asal usul penciptaan alam semesta beserta isinya. Dari segi mitologi selama ini nenek moyang mereka diwarisi dari generasi-generasi dengan cara lisan dan tulisan. Kosmologi lisan masyarakat suku DHK mengenai penciptaan alam beserta isinya berawal dari mitologi leluhurnya dalam tetek tatum yang menyebutkan bahwa Ranying Hatalla merupakan awal dari segala kejadian di dunia dan mengadakan segala yang ada di dunia melalui manifestasimanifestasi ciptaannya. Sebaliknya, dalam kosmologi tulisan mengenai penciptaan disebutkan dalam isi kitab Panaturan. Kitab Panaturan menyebutkan bahwa keberadaan Ranying Hatalla dan Jatha Balawang Bulau berhubungan dengan penciptaan roh, penciptaan alam semesta, penciptaan raja dan kameluh, serta pedoman kehidupan dan kematian (ajaran tentang bagaimana manusia kembali kepada Ranying Hatalla). Konsepsi kepercayaan suku DHK terhadap alam semesta beserta isinya merupakan ciptaan Sang Mahagaib. Sang Mahagaib tersebut lebih berkuasa dibandingkan dengan makhluk bumi. Dialah yang mengendalikan alam raya beserta isinya. Manusia harus tunduk dan patuh terhadap apa yang menjadi kehendak penguasa alam ini. Perbuatan manusia yang menentang arus kepercayaan itu akan mengakibatkan penguasa alam raya ini murka. Akibatnya, manusia akan menderita akibat murkanya. Untuk menghindari hal tersebut, maka suku DHK mengadakan ritual atau berbagai upacara agar tetap dapat menjaga keharmonisannya dengan penguasa alam gaib. Demikian halnya, system keyakinan terhadap sehat sakit (barigashaban) dalam tradisi suku DHK, tampak dalam sistem kosmologi Suku DHK yaitu tentang harmonisasi manusia dan alam Suku DHKserta pelestarian budaya. Kosmologi suku DHK yang digolongkan menjadi dua golongan, yaitu kosmologi lisan dan tulisan, popular dalam masyarakatnya sebagai berikut. 2.1 Kosmologi Lisan Tetek Tatum Kosmologi lisan tetektatum adalah cerita tentang para dewa dan dewi (raja dan kameluh) dari tetua suku Dayak kepada masyarakatnya (orang tua kepada anaknya) yang berlangsung secara regenerasi. Hal tersebut menjadi falsafah hidup sejak nenek moyang mereka. Kecintaan terhadap alam semesta dan keyakinan tentang adanya hukum yang digerakkan oleh kekuatan alam gaib mendorong mereka untuk melakukan berbagai ritual sebagai 116 Seminar Nasional Filsafat, 17 Maret 2017

4 bentuk penghormatan dan sarana komunikasi dengan dunia alam gaib dan roh para leluhurnya. Dari pandangan tersebut, diungkapkan bahwa keyakinan suku DHK terhadap para dewa (raja) ini dituangkan dalam bentuk simbol, yang disebut dengan batang garing. Pemberian simbol tersebut merupakan hasil konvensi atau kesepakatan masyarakat suku DHK sesuai dengan makna yang terkandung dalam simbol batang garing. Batang garing merupakan simbol alam para dewa (raja) yang berkuasa atas ketiga lapisan alam tersebut. Simbol batang garing dikaitkan dengan kepercayaan Uluh Dayak terhadap alam atas, alam tengah, dan alam bawah ini dikarenakan adanya unsur konvensi dan legitimasi simbol yang sudah dilegitimasi dengan jumlah aturan legal dan tidak dapat diubah begitu saja, kecuali atas kesepakatan kelompok. Dengandemikian suku Dayak memberikan arti dari simbol batang garing tersebut berdasarkan kesepakatan masyarakat pendukungnya. Batang garing diyakini merupakan awal terjadinya ciptaan di dunia oleh para dewa-dewa. Sejalan dengan hal tersebut, Nila (2003:529) mengatakan sebagai berikut. Pohon batang garing dalam tetek tatum merupakan awal penciptaan dunia beserta isinya, dalam tetek tatum disebutkan bahwa saat Ranying Hatalla sedang melepas dan melempar selatup atau lawung (ikat kepala) yang terbuat dari emas, intan, dan permata tiba-tiba lawung tersebut berubah menjadi dua batang pohon besar dengan buah dan daun dari emas, intan, dan permata. Pohon itu diberikan nama batang garing tinggang dan bungking sangalang.pohon batang garing diyakini sebagai simbol dari dunia (alam) yang terbagi menjadi tiga bagian, yaitu alam atas, pantai danum kalunen (bumi), dan alam bawah. Suku DHK memberikan gambaran bahwa antara alam atas, bumi, dan alam bawah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dari implikasi sosial yang ada, orang DHK sangat menghormati dan menghargai lingkungan alam tempat tinggal mereka. Bentuk keyakinan ini tercermin dalam aktivitas keseharian, terutama dalam kehidupan keberagamaan masyarakat suku DHK. Keyakinan tersebut, baik dalam hal ritual keagamaan maupun dalam kehidupan sosial masyarakat suku DHK. Hal itu sejalan dengan konsep keyakinan terhadap alam semesta (dunia) menurut ajaran agama Hindu yaitu dengan sebutan alam bawah (bhur), alam tengah (bwah) dan alam atas (swah). Ketiga alam ini diyakini sebagai tempat keberadaan para manifestasi Tuhan (dewa). Pernyataan ini dipertegas dalam sloka Reg Weda (Adiaya III, sloka 62, 10 dan Yayur Weda XVI, sloka 3) sebagai berikut. Om Bhur Bwah Swah, tat sawitur warenyam, bhragode wasa dimahi dyoyonah pracodhayat Artinya: Hyang Widhi penguasa ketiga dunia ini, yang mahasuci dan segala sumber kehidupan, sumber segala cahaya, semoga dilimpahkan Seminar Nasional Filsafat, 17 Maret

5 kepada budi nurani kami, penerangan sinar cahaya-mu yang mahasuci. Sloka Reg Weda tersebut popular dikenal dengan doa GayatriMantra, yang diyakini sebagai wedamata (ibu dari semua mantra Weda). Keampuhandari WedaMata ini mampu memberikan kesembuhan bagi penderita sakit, memberikan kesuburan tanaman, dan mantra ini juga diucapkan pada bayi yang baru lahir. Maksudnya, agar kelak bayi tersebut dapat hidup dengan selamat sampai ajal menjemputnya (Putra, 2014:7). Hal tersebut, mengungkapkan bahwa ada keyakinan yang sama terhadap keberadaan manifestasi-manifestasi Tuhan dalam wujud para dewa sebagai pengendali alam semesta beserta isinya.terkait dengan alam para dewa dan penguasaannya di dunia, dalam dunia pengobatan tradisional diyakini keberadaan dewa-dewa tersebut sebagai penganugerah kesembuhan dan pengetahuan pengobatan. Seperti apa yang disebutkan Yasa (2003: 7--9) sebagai berikut. Dewa merupakan sinar suci Tuhan yang memiliki sifat dan kemampuan yang berbeda-beda. Dalam Hindu ada tiga dewa yang memegang peranan penting pada kehidupan manusia yang disebut dengan Tri Murti, diantaranya Dewa Brahma dikenal sebagai dewa pencipta seluruh alam semesta (dewa utpatti), Dewa Wisnu sebagai dewa pemelihara dunia beserta isinya, dan Dewa Siwa sebagai pelebur dunia. Artinya, sesuatu yang mengalami kelahiran pada waktu yang telah ditentukan juga akan mengalami kematian (peleburan) Lebih lanjut diutarakan bahwa Dewa Daksa Prajapati merupakan dewa yang primordial kreatif, dewa yang dijuluki sebagai anak Dewa Brahma. Dewa Daksa Prajapati menyalurkan ilmunya kepada dewa kembar Aswin. Dewa Kembar Aswin ini kemudian dikenal sebagai dokter suci di surga. Dewa Aswin merupakan simbol dualisme yang bekerja dalam satu kesatuan, energi dari bulan yang berasal dari Dewa Siwa dipusatkan pada diri Dewa Aswin. Dewa Aswin akhirnya dikenal sebagai dewa pengetahuan pengobatan yang diturunkan dari Dewa Indra. Dewa Indra mewakili tingkat pada energi yang ditranmisikan atau disalurkan melalui perasaan. Dewa Indra mengalihkan pengetahuannya kepada Reshi Kasyapa dan Dhanvantari. Dalam dunia pengobatan suku DHK, dewa-dewa yang dipanggil untuk memohon pengobatan adalah sebagai berikut. Dewa-dewa dalam alam sangiang, seperti Raja Sapanipas,Raja Tuntung Taseng. Raja Sapanipas untuk memohon bantuan kepada dewa sangiang, misalnya kecurian, dimohonkan kepada rajasapanipas untuk memberitahukan pelaku pencurian. sedangkan Raja Tuntung Taseng untuk memohon panjang umur, misalkan orang yang sedang sakit keras, dimohonkan kepada Raja Tuntung Taseng agar diberikan kesembuhan dan umur yang menderita sakit tersebut ditambahkan umurnya (Sukiada, 2016: 162). Pandangan tersebut menunjukkan bahwa pengobatan tradisional lebih dominan penanggulangan penyakit secara irasional, melalui pemujaan dewa-dewa yang dipanggil agar dapat membantu menanggulangi suatu penyakit. Dalam hal ini 118 Seminar Nasional Filsafat, 17 Maret 2017

6 masyarakat suku DHK sampai saat ini masih percaya, apabila mengidap suatu penyakit, sebelum atau sesudah datang ke dokter atau rumah sakit, mereka juga mencari pengobatan alternative dengan obat kampong melalui tabit-tabit (dukun-dukun) suku DHK. 2.2 Kosmologi Lisan Lime Sarahan Selain mengenal keyakinan terhadap alam para dewa, masyarakat suku DHK juga memiliki amalan yang menjadi keyakinan (lime sarahan) dalam aktivitas keberagamaannya. Lime sarahan merupakan inti dari keyakinan umat Hindu Kaharingan. Lime sarahan terdiri dari dua suku kata yaitu lime dan sarahan, lime berarti lima sedangkan sarahan ini memiliki makna yang luas yaitu proses awal adanya kehidupan.alam semesta beserta isinya diyakini memiliki unsur yang memberikan kehidupan. Unsur tersebut adalah Ranying Hatalla katamparan, Langit katambuan, petak tapajakan, nyalung kapanduyan, talata kapadudukan. Ranying Hatala Katamparan, Tuhan merupakan segala-galanya di dunia ini. Lima unsur yang menjadikan penyebab adanya kehidupan tersebut terdiri atas air, api, udara, angin, dan eter. Dalam lime sarahan, langit merupakan unsur (api dan udara) dan bumi merupakan unsur (tanah) dan air (Nyalung Kapanduai) air yang dimaksud di sini adalah air kehidupan dalam bahasa Sangiang disebut danum nyalung Kaharingan belum. Hal tersebut, sejalan dengan konsep unsur kehidupan dalam ajaran agama Hindu yaitu disebut dengan panca maha bhuta (lima unsur pemebentuk alam semesta beserta isinya). Hal itu, apabila dikaitkan akan tampak sebagai berikut. Ranying Hatala Katamparan merupakan unsur eter atau zat Tuhan. Tuhan adalah segala-galanya di dunia ini. Ia adalah Maha Pencipta (Raja Bunu), Mahakuasa (Raja Sangen), dan Maha Pelebur (Raja Sangiang). Langit Katambuan unsur akasa (angin, udara) di mana pun dalam menjalankan hidup, menyesuaikan dengan keadaan setempat, Petak tapajakan (merupakan unsur padat), artinya orang suku DHK meyakini unsur tanah memberikan sumber kehidupan bagi makhluk hidup di dunia karena makanan muncul dari tanah. Nyalung kapanduyan, unsur air juga merupakan sumber kehidupan bagi makhluk di dunia. Talata kapadudukanatau unsur energi (api) lingkungan merupakan tempat aktivitas kerja seharihari (menjalankan kewajiban). Unsur kehidupan yang ada pada ajaran keyakinan lime sarahan tersebut memiliki unsur yang sama dengan unsur kehidupan dalam ajaran agama Hindu, yaitu panca maha bhuta yang terdiri atas apah (zat padat), teja (air), bayu (energi, api), akasa (angin), dan eter (Sukiada, 2016: 78). Sejalan dengan lima unsur kehidupan tersebut, para Maha Rsi Hindu menjadikan beberapa unsur dari lima unsur kehidupan sebagai dasar ilmu pengobatan. Para Maha Rsi dalam mendalami ilmu penyembuhan menggunakan ajaran tiga asas (dalam bahasa Sanskerta tri dosa) sebagai fondasi dasar tiga asas tersebut adalah api, air, dan udara (angin) yang merupakan unsur mendasar dalam kehidupan. Dalam Ayur Weda unsur angin, api, dan air diartikan secara terurut, yaitu vata, pitta, dan kapha. Ketiga asas Ayur Weda adalah pernyataan fisik dari tiga kecenderungan semesta atau triguna dari kosmos, yaitu tamas (inertia), rajas (bergerak terus), Seminar Nasional Filsafat, 17 Maret

7 dan keseimbangannya (satva). Bergerak terus dalam tingkatan fisik adalah vata, keseimbangan adalah pitta, dan inertia adalah kapha. Kecendrungan besar ini bertindak sebagai tiga asas yang mengendalikan kesehatan pikiran, analog dengan vata, pitta dan kapha dari badan. Pikiran disebut sehat apabila pikiran penuh dengan satva atau keseimbangan mental. Sebaliknya, dikatakan sakit apabila dipenuhi oleh rajas atau tamas, baik terlalu aktif maupun kurang aktif (Vasantlad dan Robert, 2007:9, 10). Dari pemaparan keyakinan dalam tradisi suku DHK tersebut, terutama dalam konteks barigas haban (sehat sakit)dapat dianalisis bahwa yang dikatakan barigas (sehat) adalah adanya faktor keseimbangan dalam jiwa (rohani), (makrokosmos), (niskala), terkait dengan hubungan dengan Tuhan, roh-roh suci, dan makhluk yang tidak nyata (tidak dapat diamati dengan mata). Apabila ini terganggu keharmonisannya, maka akan menimbulkan sakit (haban). Demikian juga halnya dengan raga (fisik atau badan), (mikrokosmos), (sekala). Apabila dalam tubuh, yaitu antara panas dan dingin tetap dalam keadaan harmonis, maka badan akan tetap sehat (barigas). Sebaliknya, jika terjadi ketidakseimbangan antara panas dan dingin dalam tubuh, maka tubuh akan mengalami haban (sakit). Jadi, sebab-sebab terjadinya penyakit, baik fisik maupun nonfisik, dapat disimpulkan bahwa penyebabnya adalah hubungan keharmonisan, baik harmonisasi makrokosmos maupun harmonisasi mikrokosmos Kosmologi Lisan Telu Kapatut Belum Pandangan suku DHK terhadap hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan hubungan manusia dengan alam terwujud dalam ajaran telu kapatut belum. Tiga relasi tersebut benar-benar harus dijaga keharmonisannya sebagai berikut. Pertama, hubungan manusia dengan Ranying Hatalla (Tuhan). Penyang Ije Kasimpei, Penyang Ranying Hatalla Langit, artinya beriman kepada Yang Tunggal yaitu Ranying Hatalla Langit. Kedua, hubungan manusia dengan manusia lainnya, baik secara kelompok maupun individu. Hatamuei Lingu Nalata. Artinya, saling mengenal, tukar pengalaman dan pikiran, serta saling menolong. Hatindih Kambang Nyahun Tarung, Mantang Lawang Langit. Artinya, berlomba-lomba menjadi manusia baik agar diberkati oleh Tuhan di langit, serta bisa memandang dan menghayati kebesaran Tuhan. Ketiga, hubungan manusia dengan alam semesta. Ciptaan Ranying Hatalla yang paling mulia dan sempurna adalah manusia. Sehubungan dengan itu, manusia wajib menjadi suri teladan bagi segala makhluk lainnya. Keajaiban- keajaiban yang terkadang terjadi adalah sarana untuk mengetahui dan lebih menyadari kebesaran Ranying Hatalla. Dengan demikian, segala makhluk semakin menyadari bahwa hanya Ranying Hatalla yang patut disembah. Alam merupakan suatu tatanan harmoni dan terjadinya keharmonisan merupakan tanggung jawab manusia. Masyarakat suku DHK sudah ada sejak awal manusia pertama. Hal tersebut sangat diyakini oleh masyarakat suku Dayak selama berabad-abad. Dalam siklus kehidupan, seperti pada saat kelahiran bayi, pemberian nama, pernikahan, bahkan hingga kematian pun mereka selalu melakukan apa yang digariskan oleh 120 Seminar Nasional Filsafat, 17 Maret 2017

8 Ranying Hatalla yaitu ritual keagamaan suku DHK. Berbagai ritual dilakukan oleh masyarakat suku Dayak sejak berabad-abad lampau. Hal itu terbukti dengan ditemukannya banyak sandung (tempat menyimpan tulang pada upacara Tiwah). Sandung terbuat dari kayu ulin yang tahan panas dan tahan air. Sejak zaman leluhurnya suku DHK telah menyadari bahwa ada kekuasaan adikodrati yang menciptakan alam semesta ini beserta isinya. Di samping itu, dia menjaganya dengan tujuan agar manusia yang menghuni alam semesta tidak berbuat melampaui batas. Dalam konsepsi suku DHK, kuasa adikodrati dimaksud adalah Tuhan (Ranying Hatalla). Dialah sebagai sumber segalanya di dunia sebagai mahakarya di alam semesta termasuk manusia yang ada di dalamnya. Konsepsi inilah yang mengatarkan leluhur suku DHK untuk menyadari dan mengimplementasikan keyakinan itu melalui ritual, yang bertujuan sebagai bentuk penghormatan sekaligus sebagai media komunikasi dalam memohon apa saja yang menjadi kebutuhan manusia. Kepercayaan suku DHK tersebut kemudian terlembaga dalam berbagai tata laku dalam kehidupan sehari-hari. Lingkungan yang sehat dan lestari merupakan cerminan keberhasilan pengelolaan dan keharmonisan masyarakat dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Manusia dan lingkungan memiliki hubungan yang cukup erat, seperti yang telah disebutkan Prasiasa (2010:139) bahwa hubungan manusia dengan alam, hubungan manusia dengan Tuhan, dan hubungan manusia dengan sesamanya telah menjadikan budaya sebagai pedoman serta pandangan hidup dalam mengelola dan melestarikan lingkungan merupakan hal yang sangat penting. Hubungan antara manusia, budaya, dan lingkungan merupakan suatu hubungan yang sangat erat dan saling bersinergi dalam pelestarian lingkungan. Pengembangan tradisi ritual dalam hal ini menyangkut kesehatan suku DHK selama ini memberikan dampak yang cukup positif bagi kelangsungan ekologi dan lingkungan alam yang lestari. Namun pada era modernisasi tradisi suku DHK tersebut dikhawatirkan akan mengalami pemudaran akibat proses global, berdampak negatif bagi kelestarian hutan dan ekologi pada masa mendatang. Jadi konsep telu kapatut belum tersebut, apabila dihubungkan dengan konsep ajaran agama Hindu terkait dengan ajaran Tri Hita Karana.Tri Hita Karana adalah tiga hubungan harmonis yang harus dipelihara manusia, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan hendaknya harmonis, hubungan manusia dengan manusia hendaknya harmonis, dan hubungan manusia dengan alam lingkungannya juga harus dijaga keharmonisannya. Dengan mengamalkan ajaran tersebut tujuan ajaran agama Hindu akan tercapai, yaitu moksartham jagat ita ya cha iti dharma dan melaksanakan kewajiban (dharma), maka kedamaian, ketenteraman, kebahagiaan, dan kesentosaan akan terasakan dalam hidup di dunia dan di akhirat. Keseluruhan sistem pemikiran yang terdapat dalam ilmu suku DHK berpusat pada manusia sebagai satu kesatuan yang utuh, baik lahiriah maupun batiniah. Dari seluruh kemampuan yang dimiliki diformulasikan untuk kepentingan Tuhan, manusia, roh leluhur, makhluk-makhluk gaib, dan alam semesta demi Seminar Nasional Filsafat, 17 Maret

9 kebahagiaan dan kesejahteraan hidup manusia. Ilmu suku DHK tersebut merupakan kajian-kajian atau mantra-mantra (magi), terutama untuk perlindungan diri terhadap roh-roh jahat, seperti hantuen, kuyang atau makhluk-makhluk gaib di sekitar lingkungan di mana mereka melaksanakan kehidupannya sehari-hari. Terkait dengan ilmu suku DHK dalam bentuk magi tersebut, Swannel (1987) dalam Hermansyah (2010:39) mengartikan magi sebagai berikut. Seni mempengaruhi dengan mengontrol alam atau roh, permainan sulap, pengaruh luar biasa yang tidak bisa dijelaskan, sedangkan David dan Julia (1999) mendefinisikan magi sebagai upaya untuk menggerakkan agen-agen supranatural atau spiritual untuk mencapai hasil tertentu melalui ritual. Pandangan yang sama juga disampaikan oleh Dhavamony (1995:47) seperti di bawah ini. Magi merupakan kepercayaan dan praktik, yang diyakini oleh manusia dapat mempengaruhi kekuatan alam dan antara mereka sendiri dengan memanipulasi daya-daya yang lebih tinggi. Kepercayaan atas sesuatu yang lebih tinggi (roh gaib) dan praktik berupa mantra dan atau ritual tertentu menunjukkan manusia yakin bahwa hal itu dapat memengaruhi kekuatan alam manusia, bahkan kehendak Tuhan, baik untuk tujuan positif (baik) maupun tujuan negatif (jahat). Tindakan magi merupakan usaha untuk memanipulasi rangkaian sebab dan akibat antara peristiwa, yang secara logika tidak berhubungan dan bagi kebanyakan orang cara-cara tersebut tidak rasional. Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa kajian telu kapatut belum sebagai bentuk seni untuk mengontrol kekuatan alam atau roh gaib agar bermanfaat bagi kehidupan manusia melalui hubungan harmonis dengan Tuhan, manusia, alam, dan roh-roh gaib yang berada dekat dengan lingkungan tempat manusia menjalankan kehidupan kesehariannya. Dalam kehidupan yang harmonis tersebut manusia dapat terhindar dari bencana sehingga kenyamanan dan kebahagiaan dapat lebih dirasakannya Kosmologi tulisan Panaturan dalam Konteks Sehat Sakit (Barigas Haban) Kosmologi tulisan yang termuat dalam teks-teks Panaturan yaitu cerita alam semesta beserta isinya termasuk ilmu pengetahuan yang menjadi keyakinan masyarakat suku DHK. Suku DHK percaya bahwa manusia sama dengan asal mula alam raya, yaitu manusia diciptakan oleh Tuhan lalu diturunkan ke bumi (danum kalunen). Manusia yang berasal dari langit di atas turun dalam wujud tiga bersaudara. Akan tetapi, dua saudaranya kembali ke alam para dewa, sedangkan yang satu hidup di Danum Kalunen (bumi), sebagaimana layaknya kehidupan manusia. Tiga saudara tersebut bernama Raja Sangen, Raja Sangiang,dan Raja Bunu. Raja Sangen,dan Raja Sangiang,kembali ke alam para dewa, sedangkan Raja Bunu tetap berada di dunia. Raja Bunu diyakini sebagai leluhur manusia suku DHK di dunia. 122 Seminar Nasional Filsafat, 17 Maret 2017

10 Terkait dengan penciptaan dunia tersebut, Etika (2005:159) menyebutkan bahwa keberadaan Ranying Hatalla dan Jatha Balawang Bulau sebagai berikut. Padaawal penciptaan dunia, keadaan dunia sunyi senyap, hanya ada Ranying Hatalla Langit, belum adanya tanda-tanda kehidupan. Dengan kekuasaan dan kekuatan Ranying Hatala Langit, maka keadaan yang sunyi senyap tersebut menjadi terang benderang sehingga terlihatlah oleh Ranying Hatalla wujud serupa atau sama dengan wujudnya. Kemudian wujud tersebut diberi nama Jatha Balawang Bulau Kanaruhan Bapager Hintan. Jatha artinya zat, berupa bayangan, yakni bayangan diri Ranying Hatalla. Dari pernyataan tersebut diketahui bahwa awal penciptaan dunia tidak adanya suatu kehidupan di dunia, yang ada hanyalah Tuhan itu sendiri. Dalam keadaan tersebut Tuhan mempersonifikasikan dirinya dengan menciptakan para dewa dan dewi dalam menjalankan tugas-tugasnya di dunia dan penciptaan raja dan raksasa (setan). Penciptaandua hal yang berbeda ini merupakan simbol dalam kehidupan dunia, yaitu antara baik dan buruk, siang dan malam, yang selalu berdampingan. Unsur baik disimbolkan dengan antang datuh ngampuh pulau pulu dan tambun hai nipen pulau pulu, sedangkan unsur buruk atau jahat disimbolkan dengan Tambarirang Hai Marung Singkap Langit (Etika, 2005:167). Segala bentuk, rupa, sifat memiliki klasifikasi unsur dualisme seperti halnya penciptaan Ranying Hatalla terhadap benda-benda angkasa diantaranya bulan, bintang, dan matahari. Terjadinya perubahan malam dan siang dan posisi bintang-bintang di angkasa berpengaruh terhadap perubahan musim kemarau dan penghujan. Penciptaan benda-benda angkasa tersebut juga berpengaruh terhadap hari baik dan hari buruk dalam hal pelaksanaan ritual. Keyakinan terhadap hari baik dan buruk dalam melaksanakan ritual adalah terhitung setelah bulan mati (tilem), dua belas hari sebelum purnama disebut hari baik dan tiga hari sebelum purnama sampai bulan mati disebut hari tapas, tidak baik (buruk) untuk melaksanakan ritual. Demikian halnya dengan maksud diciptakannya raja dan kameluh. Penciptaan tersebut diawali dengan penciptaan tujuh wujud serupa Ranying Hatalla dengan sebutan raja uju hakanduang kanaruhan hanya basakati yang artinya tujuh wujud (unsur) kekuasaan atau kekuatan Ranying Hatalla. Unsur-unsur ciptaan-nya tersebut adalah Raja Janjalung Tatu Riwut dan Gambalan Raja Tanggara merupakan unsur benda-benda angkasa (eter). Berikutnya Sangkariang Nyaru Menteng adalah unsur api, Raja Tuntung Tahaseng merupakan unsur udara atau angin, Tamanang Tarai Bulan sebagai unsur air, Raja Sapanipas dan Raja Mise Andau merupakan unsur tanah. Selanjutnya kelima unsur tersebut menjadi tujuh unsur dasar terbentuknya unsur material manusia, seperti kuku, daging, darah, kulit, tulang, dan sumsum. Kemudian unsur inti dari semua itu adalah unsur tunggal Ranying Hatalla atau atma (Etika, 2005:171). Pandangan tersebut mengungkapkan bahwa perwujudan manifestasi Tuhan dalam kosmologi suku DHK meliputi tiga konsep kemahakuasaan Tuhan, yaitu sebagai pencipta, pemelihara, dan Seminar Nasional Filsafat, 17 Maret

11 pelebur dalam aktivitasnya di dunia. Raja Bunu adalah manifestasi Tuhan sebagai pencipta, menciptakan segala makhluk, alam semesta, dan segala isinya. Raja Sangen merupakan manifestasi Tuhan sebagai pemelihara. Tuhanlah yang memelihara keberlangsungan hidup segala makhluk dan alam semesta ini. Raja Sangiang merupakan manifestasi Tuhan sebagai pelebur. Tuhan diyakini sebagai pengembali proses kehidupan sehingga dalam hidup didunia ada suatu proses hidup dan mati. Segala sesuatu yang mengalami kelahiran pada waktunya akan mengalami suatu proses kematian. Tuhanlah yang menjadikan segala yang ada dan mengembalikannya kepada asalnya. Konseppengobatan suku DHK dalam kitab Panaturan termuat pada pasal 40 ayat 2 dan 19 sebagai berikut. Tinai eka ije inyuhu tuntang inampa awi Ranying Hatalla akan ewen ndue, iete bagare: batang danum rasau kaput, puna batang danum tatau nyahukan, tuntang aran ewen ndue into hete ije hatue bagare mangku amat sangen, ije bawi bagare nyai jaya nyangiang, ewen ndue mijen huang ije parung hayak mahaga garu bahari, santi mait, ulih mambelum tingang tapatusuk pimpinge nampaharing haramaung nampalang bunu. Artinya: Tempat yang diberikan bagi mereka berdua itu disebut oleh Ranying Hatalla bernama batang danum rasau kaput, yaitu Batang Danum Tatau Nyahukan dan nama bagi mereka berdua disebut dan diberikan oleh Ranying Hatalla bernama Mangku Amat Sangen dan Nyai Jaya Sangiang. Mereka berdua tinggal pada sebuah balai dan mereka berdua mempunyai kesaktian yang bisa menghidupkan mayat. Iyoh tingang esu rawei mangku amat sangen ewen ndue nyai jaya nyangiang, kue tingang tatum tuh dia ulih mawi jalanan kanih kate mikeh dia ulih ketun mahaga palin bambang penyang kue sintung ndue, basa amun saluh sawak bambang penyang kue sintung ndue, pea ketun mite kue tingang tatum tinai. Artinya: Ya cucuku kata Mangku Amat Sangen dan Nyai Jaya Sangiang, kami berdua kakek nenekmu, sudah tidak kuat lagi bepergian jauh dan yang paling utama adalah karena banyak sekali pantangan makanan yang tidak boleh kami berdua memakannya. Kalau pantangan dilanggar, kami berdua tidak akan kalian lihat lagi. Tuturan cerita pada Panaturan tersebut menunjukkan bahwa Ranying Hatalla mengubah wujudnya menjadi Manyamai Tunggul Garing dan Kameluh Putak Bulau Janjulen Karangan berubah menjadi Mangku Amat Sangen dan Nyai Jaya Sangiang yang memiliki kesaktian untuk mengobati orang sakit (haban), bahkan dapat menghidupkan kembali orang yang telah meninggal dunia. Keduanya tinggal di tempat yang gelap karena terdapat banyak pohon rasau, yaitu tempatnya di Batang Danum Rasau Kaput. Tempat tersebut memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, tetapi tersembunyi. Untuk tetap dapat bertemu, maka patuhilah pantangan-pantangan makanan yang tidak boleh dimakan.apabila seseorang dalam keadaan sakit (haban) dan meminta pertolongan pengobatan dengan menggunakan ritual pengobatan suku DHK, hendaknya mengikuti pantangan pantangan (pali), yang disebutkan oleh dukun agar penyakit yang diderita bisa 124 Seminar Nasional Filsafat, 17 Maret 2017

12 disembuhkan. Apabilamelanggar, maka kemanjuran obat tersebut akan punah atau hilang. Dalam kepercayaan suku DHK apabila sedang mengalami gangguan kesehatan atau sakit (haban), berarti ada kesalahan terhadap makhluk-makhluk gaib yang dilakukan, baik disengaja maupun tidak disengaja. Seseorang yang menderita sakit (haban), menurut pandangan masyarakat, orang tersebut telah melakukan suatu kesalahan dan menerima hukuman dari kesalahan itu. Masalah sehat sakit (barigashaban) dalam diri terkait dengan kondisi atau keadaan yang dialami dalam kehidupan sehari-hari. Apabila seseorang sedang dalam keadaan tidak tenang, aman, dan tenteram dalam hatinya, maka orang tersebut sedang dalam keadaan sakit (haban) rohani atau mentalnya. III. SIMPULAN Berdasarkan analisis paparan yang disajikan tersebut, dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, nilai kebhinekaan sistem kosmologi Hindu Kaharingan dalam pengobatan tradisioal suku DHK,terdapatdua elemen dasar yakni kosmologi lisan dan tulisan yang memiliki kesejajaran pandangan dengan inti ajaran pengobatan Hindu terhadap konsep sehat sakit. Kondisi sehat (barigas) tercapai apabila kondisi fisik, psikis, dan mental dalam keadaan seimbang. Sebaliknya, keadaan sakit (haban) terjadi apabila kondisi fisik, psikis, dan mental mengalami ketidakseimbangan. Kondisi sehat sakit (barigas haban) diyakini oleh masyarakat suku DHK terjadi karena faktor alam, manusia, dan roh-roh atau merupakan faktor naturalistik dan personalistik. Kedua, selain sistem keyakinan terhadap sehat sakit (barigas haban), pada aspek yang lebih luas yaitu suku DHK memiliki bentuk perawatan penyakit yang tampak cukup beragam akan tetapi mengerucut pada dua tindakan yaitu pengobatan tradisional dan pengobatan beomedis (rumah sakit). Dalam pengobatan tradisional meliputi pengobatan melalui tabit-tabit (dukun). Pengobatan tradisional tersebut erat kaitannya dengan persepsi orang suku DHK terhadap etiologi penyakit yang bersifat personalistik. DAFTAR PUSTAKA Adnyani, N. K. S., & Sudarsana, I. K. (2017). Tradisi Makincang- Kincung Pada Pura Batur Sari Dusun Munduk Tumpeng Di Desa Berangbang Kecamatan Negara Negara Kabupaten Jembrana (Perspektif Pendidikan Agama Hindu). Jurnal Penelitian Agama Hindu, 1(2), Foster, Antropologi Kesehatan. Universitas Indonesia. Koentjaraningrat, 1987, Sejarah Teori Antropologi I dan II. Jakarta Universitas Indonesia Press , Ilmu-Ilmu Sosial dalam Pembangunan Kesehatan. Jakarta, Kumbara, Fungsi dan Makna Ritual Melukat dalam Penyembuhan Gangguan Jiwa di Bali. Kumbara,2013. Bali Puseh, Sistem Pengobatan Usada Bali. Seminar Nasional Filsafat, 17 Maret

13 Nala, Jurnal Ilmu Agama Dan Kebudayaan, Ayur Weda Sebagai Ilmu Kedokteran, Denpasar, Program Pasca. Riwut Nila, Menyelami Kekayaan Leluhur. Yogyakarta: Pusakalima. Suka Yasa, Jurnal Ilmu Agama Dan Kebudayaan, Mitos Asal- Usul Ayurveda Dan Diturunkannya Kepada Umat Manusia, Program Pasca. Sukiada, Kadek Sistem Medis Tradisional Suku Dayak dalam Kepercayaan Hindu Kaharingan di Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah, Disertasi, Ilmu Agama Dan Kebudayaan UNHI Denpasar. 126 Seminar Nasional Filsafat, 17 Maret 2017

SISTEM MEDIS TRADISIONAL SUKU DAYAK DALAM KEPERCAYAAN HINDU KAHARINGAN DI KOTA PALANGKARAYA, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

SISTEM MEDIS TRADISIONAL SUKU DAYAK DALAM KEPERCAYAAN HINDU KAHARINGAN DI KOTA PALANGKARAYA, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SISTEM MEDIS TRADISIONAL SUKU DAYAK DALAM KEPERCAYAAN HINDU KAHARINGAN DI KOTA PALANGKARAYA, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Oleh: STAHN-TP Palangkaraya kadek.sukiada@yahoo.com Abstract The advancement of the

Lebih terperinci

GLOSARI. : Tokoh yang menjadi sumber dalam mitologi. : Tanda pada beras hambaruan yang biasanya berupa

GLOSARI. : Tokoh yang menjadi sumber dalam mitologi. : Tanda pada beras hambaruan yang biasanya berupa GLOSARI Antang Pitih : Tokoh yang menjadi sumber dalam mitologi pelaksanaan ritual Nyadiri. Barintih : Tanda pada beras hambaruan yang biasanya berupa tanda putih mencolok pada bagian beras hambaruan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia juga memiliki keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa dan sub-suku

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat kompleks, bila dilihat secara

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat kompleks, bila dilihat secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat kompleks, bila dilihat secara keseluruhan akan menyebabkan terjadinya perbedaan-perbedaan persepsi tentang kesehatan tersebut.

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA I GUSTI NGURAH WIRAWAN, S.Sn., M.Sn NIP : 198204012014041001 INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2016 ABSTRAK Saradpulagembal, seperti halnya sesajen

Lebih terperinci

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNANETRA

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNANETRA - 446 - E. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNANETRA KELAS : I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

D. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA

D. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA - 1254 - D. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA KELAS : I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra tradisional yang tersimpan dalam naskah lontar banyak dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan satu ekspresi mengenai apa yang sekelompok manusia pahami, hayati, dan yakini baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberagaman suku bangsa di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat - istiadat dan kepercayaan pada setiap suku bangsa. Tentunya dengan adanya adatistiadat tersebut,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keberuntungan tersendiri bagi masyarakat lokalnya. Tanah yang subur

I. PENDAHULUAN. keberuntungan tersendiri bagi masyarakat lokalnya. Tanah yang subur 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memberikan sebuah keberuntungan tersendiri bagi masyarakat lokalnya. Tanah yang subur memberikan kehidupan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang

Lebih terperinci

PERTEMUAN III KEBHINEKAAN DALAM MASYARAKAT

PERTEMUAN III KEBHINEKAAN DALAM MASYARAKAT PERTEMUAN III KEBHINEKAAN DALAM MASYARAKAT LAGU PEMBUKA SLAMAT PAGI BAPA S lamat pagi Bapa Tak lupa terima kasih Bapa sudah jaga saya tiap hari Matahari bersinar Burung-burung berkicau Bertambah-tambah

Lebih terperinci

27. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD

27. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD 27. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD KELAS: I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan secara keseluruhan dirumuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di segala aspek kehidupan. Keanekaragaman tersebut terlihat dari beragamnya kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini memiliki sistem nilai dan norma budaya masing-masing. Keunikan kebudayaan, yang

BAB I PENDAHULUAN. ini memiliki sistem nilai dan norma budaya masing-masing. Keunikan kebudayaan, yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan kondisi masyarakat yang sangat heterogen dengan kurang lebih 300 suku bangsa (etnik). 1 Heteroginitas masyarakat yang sangat

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV.

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV. BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP 4.1. PENDAHULUAN Bertolak dari uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan penelitian yang terdapat dalam Bab I, yang dilanjutkan dengan pembahasan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Sebagai salah satu pulau di Indonesia, Bali memiliki daya tarik yang luar biasa. Keindahan alam dan budayanya menjadikan pulau ini terkenal dan banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali telah terkenal dengan kebudayaannya yang unik, khas, dan tumbuh dari jiwa Agama Hindu, yang tidak dapat dipisahkan dari keseniannya dalam masyarakat yang berciri

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan 533 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan sebagai landasan relasi manusia-tuhan-alam semesta.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach BAB IV ANALISIS DATA A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach Dalam teori Joachim wach dapat diamati dalam tiga bentuk ekspressi keagamaan atau pengalaman beragama baik individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang dirasakan semakin kuat mencengkram memasuki abad dua puluh

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang dirasakan semakin kuat mencengkram memasuki abad dua puluh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi sudah melewati proses sejarah yang sangat panjang, suatu fenomena yang dirasakan semakin kuat mencengkram memasuki abad dua puluh satu ini. Umat manusia

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Upacara adat Belian merupakan suatu bentuk kebudayaan asli Indonesia yang sampai saat ini masih ada dan terlaksana di masyarakat Dayak Paser, Kalimantan Timur. Sebagai salah

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA SIMBOLIS TRADISI LEMPAR AYAM DALAM PERSPEKTIF HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR

BAB IV MAKNA SIMBOLIS TRADISI LEMPAR AYAM DALAM PERSPEKTIF HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR 69 BAB IV MAKNA SIMBOLIS TRADISI LEMPAR AYAM DALAM PERSPEKTIF HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR A. Implementasi Simbol dalam Perespektif Hermeneutika Paul Ricoeur Lempar ayam merupakan prosesi atau cara yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang penuh dengan keanekaragaman Suku Bangsa, Bahasa, Agama, dan Kebudayaan. Keberagaman budaya bangsa Indonesia bukan berarti untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinamakan mampu berbuat hamemayu hayuning bawana (Suwardi Endraswara,

BAB I PENDAHULUAN. dinamakan mampu berbuat hamemayu hayuning bawana (Suwardi Endraswara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah bagian dari suatu ekosistem yang harus diperhatikan eksistensinya. Manusia harus menciptakan lingkungan budayanya menjadi enak dan nyaman. Orang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan hidup manusia. Disamping kebutuhan-kebutuhan lainnya seperti

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan hidup manusia. Disamping kebutuhan-kebutuhan lainnya seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan yang mendasar bagi keberlangsungan hidup manusia. Disamping kebutuhan-kebutuhan lainnya seperti pangan, tempat tinggal dan

Lebih terperinci

1 Tesalonika. 1 1 Dari Paulus, Silas, dan Timotius. 2 1 Saudara-saudara, kamu tahu bahwa

1 Tesalonika. 1 1 Dari Paulus, Silas, dan Timotius. 2 1 Saudara-saudara, kamu tahu bahwa 301 1 Tesalonika 1 1 Dari Paulus, Silas, dan Timotius untuk jemaat yang tinggal di Tesalonika, yang ada dalam Allah Bapa dan Tuhan Yesus Kristus. Semoga Allah memberikan berkat dan damai sejahtera kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. majemuk. Sebagai masyarakat majemuk (plural society) yang terdiri dari aneka

BAB I PENDAHULUAN. majemuk. Sebagai masyarakat majemuk (plural society) yang terdiri dari aneka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang mempunyai masyarakat yang majemuk. Sebagai masyarakat majemuk (plural society) yang terdiri dari aneka ragam suku bangsa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Agama Hindu merupakan agama tertua didunia dan masih ada hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Agama Hindu merupakan agama tertua didunia dan masih ada hingga saat ini. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agama Hindu merupakan agama tertua didunia dan masih ada hingga saat ini. Agama Hindu merupakan agama yang mempercayai banyak dewa dan dewi yang tersebar menurut fungsinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi (Undang-undang tentang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi (Undang-undang tentang kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi kesehatan menurut Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial untuk memungkinkan setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ritual merupakan suatu proses pelaksanaan tradisi. Meskipun sudah ada ritual tanpa mitos-mitos dalam beberapa periode jaman kuno. Dalam tingkah laku manusia,

Lebih terperinci

2. Fungsi tari. a. Fungsi tari primitif

2. Fungsi tari. a. Fungsi tari primitif 2. Fungsi tari Tumbuh dan berkembangnya berbagai jenis tari dalam kategori tari tradisional dan tari non trasional disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor ekternal. Faktor internal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak dapat dipungkiri dimanapun kita berada dan hidup di suatu tempat tertentu kita selalu dipengaruhi oleh lingkungan tempat kita tinggal tersebut. Lingkungan

Lebih terperinci

Sekolah Eden. "Berbahagialah orang yang mendapat hikmat."

Sekolah Eden. Berbahagialah orang yang mendapat hikmat. Sekolah Eden "Berbahagialah orang yang mendapat hikmat." Sekolah Yang Pertama Sistem pendidikan yang dilembagakan pada permulaan dunia harus menjadi contoh untuk manusia sepanjang zaman. Sebagai ilustrasi

Lebih terperinci

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA TUGAS AGAMA DEWA YADNYA NAMA ANGGOTA KELOMPOK 7 KETUT ALIT WIRA ADI KUSUMA (05) ( KETUA ) NI LUH LINA ANGGRENI (27) ( SEKETARIS ) NI LUH DIAH CITRA URMILA DEWI (14) I PUTU PARWATA (33) SMP N 2 RENDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

GPIB Immanuel Depok Minggu, 18 Oktober 2015 TATA IBADAH HARI MINGGU XXI SESUDAH PENTAKOSTA

GPIB Immanuel Depok Minggu, 18 Oktober 2015 TATA IBADAH HARI MINGGU XXI SESUDAH PENTAKOSTA PERSIAPAN : TATA IBADAH HARI MINGGU XXI SESUDAH PENTAKOSTA Doa Pribadi Latihan Lagu-lagu baru Doa para Presbiter di Konsistori (P.1.) UCAPAN SELAMAT DATANG P.2. Selamat pagi/sore dan selamat beribadah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah BAB V KESIMPULAN 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual Kuningan Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah merupakan seni pertunjukan yang biasa tetapi merupakan pertunjukan

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA : Balinese Lamak PENCIPTA : Ni Luh Desi In Diana Sari, S.Sn.,M.Sn PAMERAN The Aesthetic Of Prasi 23 rd September 5 th October 2013 Cullity Gallery ALVA

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya BAB V ANALISA DATA A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya Upacara kematian ini bersifat wajib bagi keluarga yang telah ditinggal mati. Dalam proses upacara kematian, ada yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa, yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan berbangsa

Lebih terperinci

Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar. Menunjukkan contoh-contoh ciptaan Sang Hyang Widhi (Tuhan)

Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar. Menunjukkan contoh-contoh ciptaan Sang Hyang Widhi (Tuhan) Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar Kelas 1 Kompetensi Inti KD Lama KD Baru 1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya Menunjukkan contoh-contoh ciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) JURNAL SKRIPSI MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) SKRIPSI Oleh: DESI WIDYASTUTI K8409015 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan mengandung nilai-nilai luhur. Aktivitas yang terdapat dalam tradisi secara turuntemurun

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat beberapa hal pokok yang akan ditegaskan sebagai inti pemahaman masyarakat Tunua tentang fakta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar henysari74@gmail.com ABSTRAK Dalam pengenalan ajaran agama tidak luput dari

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang beragam yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan budaya dan tradisi

Lebih terperinci

GPIB Immanuel Depok Minggu, 15 Nopember 2015 TATA IBADAH HARI MINGGU XXV SESUDAH PENTAKOSTA

GPIB Immanuel Depok Minggu, 15 Nopember 2015 TATA IBADAH HARI MINGGU XXV SESUDAH PENTAKOSTA PERSIAPAN : TATA IBADAH HARI MINGGU XXV SESUDAH PENTAKOSTA Doa Pribadi Latihan Lagu-lagu baru Doa para Presbiter di Konsistori (P.1.) UCAPAN SELAMAT DATANG P.2. Selamat pagi/sore dan selamat beribadah

Lebih terperinci

AGAMA, TRADISI KEPERCAYAAN, DALAM PERSPEKTIF BUDAYA KESEHATAN OLEH : M. ASKAR, S.KEP,NS.,M.KES

AGAMA, TRADISI KEPERCAYAAN, DALAM PERSPEKTIF BUDAYA KESEHATAN OLEH : M. ASKAR, S.KEP,NS.,M.KES AGAMA, TRADISI KEPERCAYAAN, DALAM PERSPEKTIF BUDAYA KESEHATAN OLEH : M. ASKAR, S.KEP,NS.,M.KES Pasien dan keluarga berada Rumah sakit, komunitas menggunakan Kombinasi terapi biomedis dengan agama dan kepercayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

2 Petrus. 1 1 Dari Simon Petrus, hamba dan

2 Petrus. 1 1 Dari Simon Petrus, hamba dan 354 2 Petrus 1 1 Dari Simon Petrus, hamba dan rasul Yesus Kristus kepadamu semua yang telah menerima iman yang sama harganya dengan yang kami telah terima. Kamu menerima iman itu karena Allah dan Juruselamat

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS Salah satu adat perkawinan di Paperu adalah adat meja gandong. Gandong menjadi penekanan utama. Artinya bahwa nilai kebersamaan atau persekutuan atau persaudaraan antar keluarga/gandong

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari rangkaian Uraian yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya,

BAB V PENUTUP. Dari rangkaian Uraian yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, BAB V PENUTUP Dari rangkaian Uraian yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab terakhir ini penulis akan menyimpulkan fenomena-fenomena sosial mengenai pemahaman Komunitas Bupolo di Buru

Lebih terperinci

CHARLES KUMAR. Fakir Sang Pencari

CHARLES KUMAR. Fakir Sang Pencari CHARLES KUMAR Fakir Sang Pencari My Love my Shakti, my Manura Laxmi, this novel is for you and our children Prisha Vajra Valli And Ganadhakshya Kabir Valli 2 Aku laksana seekor anjing yang menunggu tuan

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

GEREJA KRISTEN NAZARENE PASAL-PASAL TENTANG IMAN

GEREJA KRISTEN NAZARENE PASAL-PASAL TENTANG IMAN GEREJA KRISTEN NAZARENE PASAL-PASAL TENTANG IMAN I Allah Tritunggal Kami percaya kepada satu Allah yang tidak terbatas, yang keberadaan-nya kekal, Pencipta dan Penopang alam semesta yang berdaulat; bahwa

Lebih terperinci

Kebenaran Yahushua: Satu-satunya Harapan Bagi Orang Berdosa

Kebenaran Yahushua: Satu-satunya Harapan Bagi Orang Berdosa Kebenaran Yahushua: Satu-satunya Harapan Bagi Orang Berdosa Salah satu ayat yang paling serius di dalam Alkitab adalah ketika Yahushua mengucapkan: Barangsiapa yang berbuat jahat, biarlah ia terus berbuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang diungkapkan dalam bentuk cara bertindak, berbicara, berfikir, dan hidup. Daerah kebudayaan Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku bangsa Tionghoa merupakan salah satu etnik di Indonesia. Mereka menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan leluhur orang Tionghoa

Lebih terperinci

Surat Petrus yang kedua

Surat Petrus yang kedua 1 Surat Petrus yang kedua Kepada yang kekasih Saudara-saudari saya seiman yaitu kalian yang sudah diberkati Allah sehingga kalian percaya penuh kepada Kristus Yesus sama seperti kami. Dan oleh karena percaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataannya pada saat ini, perkembangan praktik-praktik pengobatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataannya pada saat ini, perkembangan praktik-praktik pengobatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pengobatan modern telah berkembang pesat di masa sekarang ini dan telah menyentuh hampir semua lapisan masyarakat seiring dengan majunya ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan salah satu jenis kebutuhan manusia yang berkaitan dengan pengungkapan rasa keindahan. Menurut kodratnya manusia adalah makhluk yang sepanjang

Lebih terperinci

Model-model dari mitos asal usul orang Sasak dalam tembang Doyan Neda tersebut menggambarkan bahwa di dalam mitos terdapat suatu keteraturan tentang

Model-model dari mitos asal usul orang Sasak dalam tembang Doyan Neda tersebut menggambarkan bahwa di dalam mitos terdapat suatu keteraturan tentang BAB V KESIMPULAN Permasalahan pertama yang berusaha diungkap melalui penelitian ini adalah membuktikan dan sekaligus mempertegas pernyataan Levi-Strauss, yang mengatakan bahwa mitos asal usul orang Sasak

Lebih terperinci

Tahun A-B-C : Hari Raya Paskah LITURGI SABDA

Tahun A-B-C : Hari Raya Paskah LITURGI SABDA 1 Tahun A-B-C : Hari Raya Paskah LITURGI SABDA Bacaan Pertama Kis. 10 : 34a. 37-43 Kami telah makan dan minum bersama dengan Yesus setelah Ia bangkit dari antara orang mati. Bacaan diambil dari Kisah Para

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 INFORMED CONSENT Lembar Pernyataan Persetujuan oleh Subjek Saya yang bertanda tangan dibawah

Lebih terperinci

Perayaan Ekaristi Hari Minggu Adven ke-1

Perayaan Ekaristi Hari Minggu Adven ke-1 Perayaan Ekaristi Hari Minggu Adven ke-1 1. Lagu Pembukaan: HAI, ANGKATLAH KEPALAMU (PS 445 / MB 326) http://www.lagumisa.web.id/lagu.php?&f=ps-445 Pengantar Seruan Tobat Saudara-saudari, marilah mengakui

Lebih terperinci

Konsep Sehat-Sakit Dalam Sosial Budaya. 3/23/2011 Fakultas Ilmu Keperawatan UNISSULA

Konsep Sehat-Sakit Dalam Sosial Budaya. 3/23/2011 Fakultas Ilmu Keperawatan UNISSULA Konsep Sehat-Sakit Dalam Sosial Budaya Konsep Penyakit Masyarakat mendefinisikan penyakit dalam cara yang berbeda-beda. Gejala gejala yg dirasakan sebagai bukti adanya penyakit yg mungkin diabaikan pada

Lebih terperinci

LITURGI BULAN LINGKUNGAN GMIT JEMAAT BET EL OESAPA TENGAH

LITURGI BULAN LINGKUNGAN GMIT JEMAAT BET EL OESAPA TENGAH LITURGI BULAN LINGKUNGAN GMIT JEMAAT BET EL OESAPA TENGAH pembacaan pokok-pokok warta jemaat AJAKAN BERIBADAH PENATUA :Saudara-saudari, hari ini kita memasuki minggu terakhir di Bulan Lingkungan. Marilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem religi/kepercayaan terhadap sesuatu menjadi suatu Kebudayaan. Sistem

BAB I PENDAHULUAN. sistem religi/kepercayaan terhadap sesuatu menjadi suatu Kebudayaan. Sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap kebudayaan memiliki sistem religi atau sistem kepercayaan, termasuk dalam kebudayaan etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa selalu melestarikan kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dan kepulauan serta di pulau-pulau itu terdapat berbagai suku bangsa masing-masing mempunyai kehidupan sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan kata Inggris folklore. Kata itu adalah kata majemuk, yang berasal dari dua kata dasar folk dan

Lebih terperinci

BAB II TELAAH TEORITIS ANIMISME DALAM MASYARAKAT. Nusak Dengka, dan makna perayaan Limbe dalam masyarakat tersebut.

BAB II TELAAH TEORITIS ANIMISME DALAM MASYARAKAT. Nusak Dengka, dan makna perayaan Limbe dalam masyarakat tersebut. BAB II TELAAH TEORITIS ANIMISME DALAM MASYARAKAT Bab ini merupakan pembahasan atas kerangka teoritis yang dapat menjadi referensi berpikir dalam melihat masalah penelitian yang dilakukan sekaligus menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di tunda-tunda. Kesehatan memiliki peran penting dalam mempengaruhi derajat

BAB I PENDAHULUAN. di tunda-tunda. Kesehatan memiliki peran penting dalam mempengaruhi derajat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi dan tidak dapat di tunda-tunda. Kesehatan memiliki peran penting dalam mempengaruhi derajat hidup seseorang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan kesimpulan dan saran sebagai berikut: A. KESIMPULAN 1. Kesimpulan umum Budaya tolak bala masih tetap dipertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Manusia pada zaman modern ini mungkin patut berbangga atas pencapaian yang telah diraih manusia hingga sampai pada saat ini dan kemajuan dalam segala

Lebih terperinci

PL1 : Sebab TUHAN, Yang Mahatinggi, adalah dahsyat, U : Raja yang besar atas seluruh bumi.

PL1 : Sebab TUHAN, Yang Mahatinggi, adalah dahsyat, U : Raja yang besar atas seluruh bumi. PERSIAPAN a. Saat Teduh b. Sebelum ibadah dimulai, organis/pianis memainkan lagu-lagu gerejawi. c. Lonceng berbunyi. d. Penyalaan Lilin Kristus dan Pembacaan Pokok-pokok Warta Jemaat 1. MAZMUR PEMBUKA

Lebih terperinci

MASYARAKAT DAYAK: FILOSOFI DAN KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN KEWIRAUSAHAAN SOSIAL. Oleh: A.

MASYARAKAT DAYAK: FILOSOFI DAN KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN KEWIRAUSAHAAN SOSIAL. Oleh: A. MASYARAKAT DAYAK: FILOSOFI DAN KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN KEWIRAUSAHAAN SOSIAL Oleh: A. Teras Narang, SH Disampaikan pada Seminar Pengetahuan dan Kearifan Lokal Masyarakat Dayak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat dari kemajemukan tersebut adalah terdapat beraneka ragam ritual yang dilaksanakan dan dilestarikan

Lebih terperinci

UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya

UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya 1 UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya Kelahiran Bodhisattva berikut menunjukkan bagaimana sebagai seorang pertapa, beliau mempraktikkan kemurahan hati dan pemberian secara terusmenerus,

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. sesamanya. Hubungan sosial di antara manusia membentuk suatu pola kehidupan tertentu yang

Bab I PENDAHULUAN. sesamanya. Hubungan sosial di antara manusia membentuk suatu pola kehidupan tertentu yang Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain atau sesamanya. Hubungan sosial di antara manusia membentuk suatu pola kehidupan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Sebagai sebuah cerita yang diciptakan pada awal abad ke sebelas, Risalah al-

BAB VI KESIMPULAN. Sebagai sebuah cerita yang diciptakan pada awal abad ke sebelas, Risalah al- 253 BAB VI KESIMPULAN Sebagai sebuah cerita yang diciptakan pada awal abad ke sebelas, Risalah al- Gufrān memiliki kekayaan, baik struktur maupun gagasannya. Struktur naratifnya memperlihatkan banyaknya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Konsep Tuhan Dalam Perspektif Agama Islam, Kristen, Dan Hindu. berbilang tidak bergantung pada siapa-siapa melainkan ciptaan-nyalah

BAB V PENUTUP. 1. Konsep Tuhan Dalam Perspektif Agama Islam, Kristen, Dan Hindu. berbilang tidak bergantung pada siapa-siapa melainkan ciptaan-nyalah 124 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Konsep Tuhan Dalam Perspektif Agama Islam, Kristen, Dan Hindu Antara Lain: Agama Islam Tuhan adalah Allah, Esa, Ahad, Ia merupakan dirin-nya sendiri tunggal dalam sifatnya

Lebih terperinci

Seri Iman Kristen (3/10)

Seri Iman Kristen (3/10) Seri Iman Kristen (3/10) Nama Kursus : DASAR-DASAR IMAN KRISTEN Nama Pelajaran : S e t a n Kode Pelajaran : DIK-P03 Pelajaran 03 - S E T A N DAFTAR ISI Teks Alkitab Ayat Kunci 1. Asal usul Setan 2. Dosa

Lebih terperinci

TARI MANDAU TALAWANG. Di susun oleh : DAYA SAKTI KALIMANTAN TENGAH

TARI MANDAU TALAWANG. Di susun oleh : DAYA SAKTI KALIMANTAN TENGAH TARI MANDAU TALAWANG Di susun oleh : DAYA SAKTI SANGGAR BETANG TATU HIYANG KALIMANTAN TENGAH Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo Aula KNPI Kota Palangka Raya Contact : 085249164999 085651304442 085252479944 KATA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pulau Bali selama ini dikenal dengan kebudayaannya yang khas. Beragam tradisi yang mencerminkan adat Bali menarik banyak orang luar untuk melihat lebih dekat keunikan

Lebih terperinci

No Nama Umur Pekerjaan Alamat. 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai. 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa. 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa

No Nama Umur Pekerjaan Alamat. 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai. 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa. 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa Daftar Informan No Nama Umur Pekerjaan Alamat 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai Negeri Sipil, tokoh adat Desa Senakin 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa Senakin 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa

Lebih terperinci

ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN

ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN Agama Hindu merupakan agama yang ritualnya dihiasi dengan sarana atau upakara. Ini bukan berarti upakara itu dihadirkan semata-mata untuk menghias pelaksanaan

Lebih terperinci

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) 14 Agustus 2016 Jemaat GIDEON Kelapadua Depok Jl. Komjen Pol M. Jasin Kelapadua, Pasirgunung Selatan Ksatrian Amji Atak (Komp. BRIMOB POLRI) Kelapadua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati yang terdapat di bumi ini pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati yang terdapat di bumi ini pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati yang terdapat di bumi ini pada dasarnya merupakan amanat yang dipercayakan Allah SWT kepada umat manusia. Allah SWT memerintahkan manusia untuk

Lebih terperinci