Model-model dari mitos asal usul orang Sasak dalam tembang Doyan Neda tersebut menggambarkan bahwa di dalam mitos terdapat suatu keteraturan tentang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Model-model dari mitos asal usul orang Sasak dalam tembang Doyan Neda tersebut menggambarkan bahwa di dalam mitos terdapat suatu keteraturan tentang"

Transkripsi

1 BAB V KESIMPULAN Permasalahan pertama yang berusaha diungkap melalui penelitian ini adalah membuktikan dan sekaligus mempertegas pernyataan Levi-Strauss, yang mengatakan bahwa mitos asal usul orang Sasak dalam tembang Doyan Neda itu adalah bentuk yang kacau balau, namun dipercayainya bahwa di balik yang kacau balau atau ketidakteraturan itu terdapat keteraturan. Mitos asal usul orang Sasak dalam tembang Doyan Neda diciptakan orang untuk menyampaikan pesan, sehingga tidak mungkin membuat suatu konsepsi yang mengandung arti tanpa adanya (konsep mengenai) aturan. Tugas seorang antropolog di sini adalah untuk menemukan tataran (order) tersebut, sehingga dapat menemukan pesan yang dibawanya, yang sekaligus merupakan permasalahan kedua ini dan dari pesan yang disampaikannya itu kemudian ditransformasikan ke dalam kehidupan orang Sasak baik dari sisi sosial, budaya, ekologis, politis, ekonomis, dan religiusitasnya dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, permasalahan ketiga yang akan mencoba berusaha diungkapkan melalui penelitian ini. Untuk menemukan keteraturan-keteraturan pada mitos asal usul orang Sasak di dalam tembang Doyan Neda ini adalah melalui pembuatan model atau konseptualisasi yang berupa struktur dari isi ceritera tersebut. Dalam penelitian ini membuat model, yang merupakan perasan analisis dari sebuah mitos di mana pesan inti dan keseluruhan roh mitos dipetakan. Model garis hirarki dari atas ke bawah dan model garis paralel dari samping ke samping yang telah dibuat seperti pada bab III dan IV, mengarahkan ditemukan bahwa mitos asal usul orang Sasak dalam tembang Doyan Neda yang mengisahkan tentang perwujudan empat puluh jin Perwangsa menjadi manusia Sasak hingga terbentuknya kerajaan awal Sasak telah memiliki andil besar dalam penggambaran konsepsi hidup orang Sasak, yakni suatu ceritera yang mengkomunikasikan suatu tata hidup orang Sasak dengan menunjukkan ruang ilahi, alam semesta, ruang alam gaib dan ruang sosial Sasak.

2 255 Model-model dari mitos asal usul orang Sasak dalam tembang Doyan Neda tersebut menggambarkan bahwa di dalam mitos terdapat suatu keteraturan tentang pola konsepsi hidup orang Sasak dalam tata hidupnya dengan menunjukkan ruang ilahi, alam semesta, ruang alam gaib dan ruang sosial Sasak (seperti pusat anutan orang Sasak dalam realitas religius dan pengabsahan kekuasaan, selanjutnya kekerabatan dan kekuasaan). Keteraturan ini hanya dapat ditemukan melalui modelmodel dari peneliti, sedangkan yang membuat ceritera Doyan Neda tanpa sadar telah membuat keteraturan tersebut. Meskipun ceritera tembang Doyan Neda menceritakan mitos asal usul orang Sasak sampai terbentuknya sistem kosmologi, kekerabatan dan kekuasaan, hingga pusat anutan dalam kekuasaan orang Sasak tersebut secara sewenang-wenang, ia tetap pada aturan ceritera yang berkaitan dengan pola sosial, budaya, ekologis, politis, ekonomis, dan religiusitasnya tadi. Hal ini dibuktikan dengan beberapa macam mitos orang Sasak, yang ditampilkan oleh pengarangnya tetap memiliki bangunan model struktur yang sama, yaitu model garis hirarki dari atas ke bawah atau dari pusat ke pinggir atau dari pinggir ke pusat, dan model garis paralel dari samping ke samping, berdasarkan relasi tokoh dan ruang yang memiliki persamaan (homolog) dan perbedaan (beroposisi). Dari hasil analisis mitos asal usul orang Sasak dalam tembang Doyan Neda tersebut, bisa dilihat bahwa apa yang terjadi pada tokoh Dewi Anjani, Paman Patih dan Ayam Kecil terjadi pula pada tokoh Penghulu Alim, Istri Penghulu dan kaumnya, dan terjadi juga pada tokoh Dewa Meraja Kusuma, Aria Beringin dan Sigar Penjalin, begitu juga yang terjadi pada tokoh Raksasa Pilmunik, Dewi Mas Sari Kencana, Puteri Indra Sasih, dan Puteri Niktir, serta terjadi pula pada tokoh Raja Majapahit, Raja Jawa, Raja Madura, Anakoda dari Majapahit, Anakoda dari Jawa dan Anakoda dari Madura. Di sini bisa dilihat terjadinya apa yang disebut transformasi, yakni perubahan bukan pada struktur dalam (deep structure), melainkan pada struktur luar (surfce structure), juga persamaan yang tersembunyi antara tokoh-tokoh dalam tembang Doyan Neda tersebut.

3 256 Dengan model yang dapat diturunkan seperti terlihat pada analisis mitos asal usul orang Sasak dalam tembang Doyan Neda di Bab IV, bisa diketahui bagaimana sesungguhnya orang Sasak mengidealkan sebuah posisi penting dalam kehidupan di muka bumi ini, yakni posisi pusat/tengah (center) sebagai anutannya. Posisi yang menyimbolkan jati diri manusia yang sudah bertransformasi batin (konsep hidup orang Sasak). Di sini, yang mendasari konsep hidup orang Sasak adalah struktur kosmologi atau tata hidup orang Sasak dengan latar belakang ajaran agama Islam (yang bertolak dari keyakinan transendental itu) dengan mengadakan sakralisasi realitas sosial dan budaya. Kehadiran atau eksistensi manusia tidaklah sekedar peristiwa alamiah, tetapi juga secara adikodrati bermakna. Di satu sisi memperlihat kesan akan superioritas adikodrati sebagai sumber tatanan, namun di lain sisi juga memaksa dunia manusia mengaku kenyataan bahwa dirinya lebih inferior dari adikodrati. Sumber tatanan ini menjadi penting karena keterkaitannya dengan kepekaan religius orang Sasak yang tinggi dengan memperlihatkan koherensinya pada tokoh Penghulu Alim sebagai pemimpin doa pada acara hajatan warga dan Istri Penghulu yang selalu menerima keadaan yang telah menjadi ketentuan Allah serta Dewa Meraja Kusuma yang selalu bakti kepada orang tuanya dan memberikan pertolongan terhadap orang-orang yang dalam kesulitan. Oleh karena itu, agama merupakan faktor penentu dalam pola perilaku atau tindak-tanduk, unsur utama dalam pembentukan motivasi dan kerangka dasar dalam penciptaan asumsi (Abdullah, 1987: ). Selain itu, model yang dapat diturunkan seperti terlihat pada analisis mitos asal usul orang Sasak dalam tembang Doyan Neda di Bab IV juga, bisa diketahui bagaimana sesungguhnya orang Sasak mengidealkan kerajaan Majapahit sebagai posisi puncak dalam kekuasaan, yakni posisi pusat/tengah (center). Posisi yang menyimbolkan pusat anutan yang sudah bertransformasi batin (struktur kerajaan Selaparang). Dalam kaitannya dengan struktur kekerajaan Sasak awal bahwa peranan pranata kekerabatan dalam bentuk kekuasaan politik, seperti halnya, kerajaan

4 257 Selaparang, kerajaan Jero Baru dan kerajaan Sembah Ulun yang telah berhasil mengepakkan kekuasaannya ke wilayah-wilayah lain di Lombok. Ini tercermin dari kerajaan Selaparang yang membawahi kerajaan-kerajaan kecil lainnya, seperti Pemokong, Bayan, Sokong, Langko, Pejanggik, Parwa, dan Kedaro. Di situ terlihat bahwa kerajaan Selaparang sebagai pusat kekuasaan dari kerajaan-kerajaan yang lain. Pemusatan kekuasaan ini di dukung juga dalam lingkungan keluarga sendiri yang mengambil kedudukan-kedudukan penting dalam tampuk kekuasaan, ini dapat dijumpai baik pada masyarakat tradisional maupun masyarakat modern. Pemusatan kekuasaan pada para anggota keluarga sendiri atau anggota kerabat terdekat yang berkelanjutan merupakan salah satu faktor yang membentuk sistem pewarisan kekuasaan. Sebagaimana pewarisan kekuasaan itu menyebabkan kedudukan perolehan (Mansoben, 1995: ). Pewarisan kekuasaan ini didasari dengan berbagai sistem kekerabatan orang Sasak. Sistem kekerabatan memberikan legitimasi bentuk sosialnya yang konkret, oleh karena sistem gelar itu juga memberikan legitimasinya. Dengan demikin, kita dapat lihat bahwa tata aturan kekerabatan Sasak yang berkaitan juga dengan tata aturan politik, maka keberadaan hubungan-hubungan politik ini berlandaskan prinsip keturunan yang berada di luar kerangka sempit kekerabatannya. Artinya, kekerabatan memberikan suatu prinsip sebagai sebuah model dan bahasa bagi masyarakat Sasak dalam realitas sosial dan budaya. Bisa dikatakan bahwa posisi pusat/tengah (center) itu merupakan apa yang disebut sebagai model for (model untuk) bagi orang Sasak, yang mengarahkan atau menjadi titik orientasi bagi perilaku budaya dalam keseluruhan kehidupan yang mereka jalani. Posisi di pusat/tengah juga sekaligus menjadi apa yang disebut sebagai model of (model dari) orang Sasak, artinya sebagai suatu pola ideal yang diikuti dan diusahakan realisasinya oleh orang Sasak. Posisi di tengah, di pusat adalah sebuah posisi yang menyatukan, menyelaraskan, dan menyeimbangkan. Posisi di tengah, di pusat juga adalah sebuah pusat yang tenang, diam, hening dan abadi (Ahimsa-Putra, 1997b: 2006; Purnama, 2000; Leni via Nasrullah, 2008:164).

5 258 Setelah kita melihat model garis hirarki yang berulangkali muncul di Bab IV telah menunjukkan kesamaan-kesamaan yang tampaknya menjadi landasan bagi keseluruhan mitos asal usul orang Sasak dalam tembang Doyan Neda, baik dalam konteks sosial, budaya, ekologis, politis, ekonomis, dan religiusitas orang Sasak, yang membuat mitos-mitos ini menjadi lebih universal. Nilai-nilai universal dalam karakter dan pemikiran orang Sasak telah lama menyatu secara inheren dalam perilaku budaya Sasak. Pesan perilaku budaya yang terkandung oleh mitos asal usul orang Sasak ini adalah pesan yang universal, yaitu nilai-nilai luhur universal itu merupakan model struktur pemikiran dan perilaku orang Sasak. Inilah jantung setiap tingkah laku. Mitos asal usul orang Sasak ini juga dapat menjadi pola dari dan sekaligus pola bagi tingkah laku orang Sasak. Artinya, orang Sasak memiliki model pemikiran dan perilakunya mengenai tata aturan dalam konsep ruang hidup (kosmologi), pusat anutan dalam pengabsahan kekuasaan, dan sistem kekerabatan yang dibentuknya untuk mendapatkan sebuah legitimasi kekuatan, kekuasaan dan wewenang. Sebagaimana relasi-relasi yang di tampilkan oleh tokoh-tokoh Allah, Dewi Anjani, Paman Patih, Ayam Kecil, Penghulu Alim, Istri Penghulu, Dewa Meraja Kusuma, Aria Beringin, Sigar Penjalin, Raksasa Pilmunik, Dewi Mas Sari Kencana, Puteri Indra Sasih, Puteri Niktir, Raja Majapahit, Raja Jawa, Raja Madura, Anakoda dari Majapahit, Anakoda dari Jawa dan Anakoda dari Madura, dan beberapa tokoh yang lain adalah transformasi dari nilai universal Sasak. Dengan demikian, orang Sasak dalam memaknai mitos asal usulnya dari empat puluh jin perwangsa merupakan hal yang tidak masuk akal dan tidak sinkron dengan kepercayaan yang dianutnya sekarang, yakni agama Islam. Ajaran Islam telah merasuk ke batin orang Sasak dalam pandangannya mengenai asal usulnya. Pengaruh agama Islam telah mengajarkan tentang titik pusat keimanan kepada Tuhan, karena Dia-lah yang memiliki Kuasa untuk menciptakan setiap ruang dan waktu, dari setiap

6 259 ciptaannya ini juga telah menetapkan keteraturan, kosmos, yang memungkinkan manusia hidup di dalam dunia ini. Jadi, Tuhan mencipta; alam semesta menjadi lokus untuk mendisplay hasil ciptaan-nya. Manusia adalah makhluk yang dipilih Tuhan untuk menjadi tokoh utama (khalifah) di muka bumi, dan manusia menjadi penafsir atas semua hasil ciptaan Tuhan. Manusia bertanggung jawab untuk mengelola alam dan meneruskan hasil ciptaan Tuhan tersebut, agar kehidupan manusia menjadi lebih tertata. Oleh karena itu, manusia Sasak secara simbolik telah mentransformasikannya menjadi sistem kepercayaan yang meyakini adanya kekuatan adikodrati melalui pengulangan ritual kosmogoni. Apa yang akan menjadi dunia manusia harus dicipta lebih dulu dan setiap penciptaan memiliki model paradigmatik penciptaan jagad raya oleh Tuhan (Eliade, 2002: 25).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ritual merupakan suatu proses pelaksanaan tradisi. Meskipun sudah ada ritual tanpa mitos-mitos dalam beberapa periode jaman kuno. Dalam tingkah laku manusia,

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan 533 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan sebagai landasan relasi manusia-tuhan-alam semesta.

Lebih terperinci

: Mas ul Hadi : B Kosma/Jur/SMT : i/psikologi/2 Label : Tugas 1 Mata Kuliah : Antropologi Dosen

: Mas ul Hadi : B Kosma/Jur/SMT : i/psikologi/2 Label : Tugas 1 Mata Kuliah : Antropologi Dosen Nama : Mas ul Hadi NIM : B07210025 Kosma/Jur/SMT : i/psikologi/2 Label : Tugas 1 Mata Kuliah : Antropologi Dosen : Chabib Mustofa, S.Sos., M.Si REVIEW TEORI ANTROPOLOGI STRUKTURAL LEVI STRAUSS Tentu kita

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan 5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas formal namun semua itu tidak begitu subtansial. Mitos tidak jauh dengan

BAB I PENDAHULUAN. batas formal namun semua itu tidak begitu subtansial. Mitos tidak jauh dengan 1 BAB I PENDAHULUAN E. Latar Belakang Mitos adalah tipe wicara, segala sesuatu bisa menjadi mitos asalkan disajikan oleh sebuah wacana. Mitos tidak ditentukan oleh objek pesannya, namun oleh bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki akal dan pikiran yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki akal dan pikiran yang mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki akal dan pikiran yang mampu menciptakan pola bagi kehidupannya berupa kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil cipta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya Menurut Marvin Harris (dalam Spradley, 2007:5) konsep kebudayaan ditampakkan dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dengan kelompokkelompok masyarakat tertentu,

Lebih terperinci

Tinjauan Buku STUDI SEJARAH DAN BUDAYA LOMBOK. Abdul Rasyad dan Lalu Murdi. STKIP Hamzanwadi Selong,

Tinjauan Buku STUDI SEJARAH DAN BUDAYA LOMBOK. Abdul Rasyad dan Lalu Murdi. STKIP Hamzanwadi Selong, Tinjauan Buku STUDI SEJARAH DAN BUDAYA LOMBOK Abdul Rasyad dan Lalu Murdi STKIP Hamzanwadi Selong, email: rasyad.iis@gmail.com ABSTRAK Tulisan ini merupakan resensi dari buku yang berjudul Studi Sejarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk berbudaya mengenal adat istiadat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk berbudaya mengenal adat istiadat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk berbudaya mengenal adat istiadat yang dipatuhi dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan suatu acara adat perkawinan atau hajatan. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melalui perjalanan panjang sejarah, seni sebagai bidang khusus dalam pemahamannya telah mengalami banyak perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. Melalui perjalanan panjang sejarah, seni sebagai bidang khusus dalam pemahamannya telah mengalami banyak perubahan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Memahami Seni Melalui perjalanan panjang sejarah, seni sebagai bidang khusus dalam pemahamannya telah mengalami banyak perubahan. Pada awalnya seni dipandang

Lebih terperinci

MITOS PESAREAN MBAH DAMARWULAN DALAM TRADISI SELAMETAN SURAN DI DESA SUTOGATEN KECAMATAN PITURUH KABUPATEN PURWOREJO

MITOS PESAREAN MBAH DAMARWULAN DALAM TRADISI SELAMETAN SURAN DI DESA SUTOGATEN KECAMATAN PITURUH KABUPATEN PURWOREJO MITOS PESAREAN MBAH DAMARWULAN DALAM TRADISI SELAMETAN SURAN DI DESA SUTOGATEN KECAMATAN PITURUH KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Siti Nurfaridah program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa flowersfaragil@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Tugas Antropologi Politik Review buku : Negara Teater : Clifford Geertz : Isnan Amaludin : 08/275209/PSA/1973

Tugas Antropologi Politik Review buku : Negara Teater : Clifford Geertz : Isnan Amaludin : 08/275209/PSA/1973 Tugas Antropologi Politik Review buku : Negara Teater Penulis : Clifford Geertz Oleh : Isnan Amaludin NIM : 08/275209/PSA/1973 Prodi : S2 Sejarah Geertz sepertinya tertarik pada Bali karena menjadi suaka

Lebih terperinci

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL 1. Bentuk dan Fungsi Lembaga Sosial Pada dasarnya, fungsi lembaga sosial dalam masyarakat beraneka macam berdasarkan jenis-jenis lembaganya. Oleh karena itu, kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol

BAB I PENDAHULUAN. pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Simbol merupakan tanda yang muncul dari kesepakatan sosial, misal pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol sangat erat dengan kehidupan

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH 41 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH Kerangka Berpikir Kebudayaan adalah sebuah pola dari makna-makna yang tertuang dalam simbol-simbol yang diwariskan melalui sejarah. Kebudayaan adalah sebuah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA TRADISI PENGGUNAAN GARAM. A. Makna Tradisi Penggunaan Garam Perspektif Strukturalisme Claude

BAB IV ANALISIS DATA TRADISI PENGGUNAAN GARAM. A. Makna Tradisi Penggunaan Garam Perspektif Strukturalisme Claude 70 BAB IV ANALISIS DATA TRADISI PENGGUNAAN GARAM A. Makna Tradisi Penggunaan Garam Perspektif Strukturalisme Claude Levi Strauss Penggunaan garam dalam tradisi yasinan merupakan prosesi atau cara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian sastra lisan sangat penting untuk dilakukan sebagai perlindungan dan pemeliharaan tradisi, pengembangan dan revitalisasi, melestarikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan salah satu alat untuk mempersatukan antar masyarakat, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan salah satu alat untuk mempersatukan antar masyarakat, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tradisi merupakan salah satu alat untuk mempersatukan antar masyarakat, dan dapat menimbulkan rasa solidaritas terhadap lingkungan sekitar. Tradisi ritual dalam

Lebih terperinci

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL Oleh : Erna Karim DEFINISI AGAMA MENGUNDANG PERDEBATAN POLEMIK (Ilmu Filsafat Agama, Teologi, Sosiologi, Antropologi, dan Ilmu Perbandingan Agama) TIDAK ADA DEFINISI AGAMA YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan kreatif yang objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya (Semi,1989:8).

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Modul ke: PANCASILA PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Fakultas 10FEB Melisa Arisanty. S.I.Kom, M.Si Program Studi MANAJEMEN PANCASILA SEBAGAI ETIKA BERNEGARA Standar Kompetensi : Pancasila sebagai Sistem

Lebih terperinci

Dalam pelajaran ini saudara akan mempelajari... asal-usul Alkitab serta susunannya. Maksud Alkitab. Pelajaran ini akan menolong saudara...

Dalam pelajaran ini saudara akan mempelajari... asal-usul Alkitab serta susunannya. Maksud Alkitab. Pelajaran ini akan menolong saudara... Alkitab Para pelaut sangat ketakutan. Badai yang hebat baru berakhir dan beberapa orang teman mereka mati tenggelam. Mereka kehilangan arah dan banyak pertanyaan yang tak terjawab merisaukan mereka. Ke

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. sesamanya. Hubungan sosial di antara manusia membentuk suatu pola kehidupan tertentu yang

Bab I PENDAHULUAN. sesamanya. Hubungan sosial di antara manusia membentuk suatu pola kehidupan tertentu yang Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain atau sesamanya. Hubungan sosial di antara manusia membentuk suatu pola kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano Menurut Hertz, kematian selalu dipandang sebagai suatu proses peralihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu tonggak utama pembangun bangsa. Bangsa yang maju adalah bangsa yang mengedepankan pendidikan bagi warga negaranya, karena dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dan kepulauan serta di pulau-pulau itu terdapat berbagai suku bangsa masing-masing mempunyai kehidupan sosial,

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. Dari kajian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut; Pertama, Realitas

BAB VII PENUTUP. Dari kajian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut; Pertama, Realitas BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Dari kajian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut; Pertama, Realitas keberagamaan warga Nelayan Bugis Pagatan yang terkonstruk dalam ritual Massorongritasi sebagai puncaknya

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Rais sebagai figur pemimpin, politikus, akademisi, tokoh Muhammadiyah,

BAB IV PENUTUP. Rais sebagai figur pemimpin, politikus, akademisi, tokoh Muhammadiyah, BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Novel biografi Menapak Jejak Amien Rais Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta mengisahkan perjalanan hidup seorang Amien Rais sebagai figur pemimpin, politikus, akademisi,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. bahwa dongeng adalah hasil mekanisme bekerjanya human mind

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. bahwa dongeng adalah hasil mekanisme bekerjanya human mind BAB V SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan Levi Strauss, seorang antropolog berkebangsaan Prancis menganggap bahwa dongeng adalah hasil mekanisme bekerjanya human mind atau nalar manusia. Pendapat ini, didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan Data.

BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan Data. 219 BAB VI PENUTUP Dari hasil analisa terhadap ulos dalam konsep nilai inti berdasarkan konteks sosio-historis dan perkawinan adat Batak bagi orang Batak Toba di Jakarta. Juga analisa terhadap ulos dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Metode keilmuan adalah suatu cara dalam memperoleh pengetahuan yang berupa

BAB I PENDAHULUAN. Metode keilmuan adalah suatu cara dalam memperoleh pengetahuan yang berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah Seni. Dalam seni banyak unsur kemanusiaan yang masuk di dalamnya, khususnya perasaan, sehingga sulit diterapkan untuk metode keilmuan. Metode

Lebih terperinci

pernah dialami oleh sesepuh dalam kelompok kejawen dilakukan sebagai bentuk

pernah dialami oleh sesepuh dalam kelompok kejawen dilakukan sebagai bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman dari tahun ke tahun banyak sekali membawa perubahan bagi generasi muda media elektronik dan media cetak sebagai penyampai pesan modern banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan sesuatu yang turun-temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Setelah melakukan penelitian terhadap upacara adat Mappoga Hanua

BAB VI KESIMPULAN. Setelah melakukan penelitian terhadap upacara adat Mappoga Hanua BAB VI KESIMPULAN Setelah melakukan penelitian terhadap upacara adat Mappoga Hanua dengan melakukan interpretasi terhadap simbol-simbol ritual yang digali dari tiga dimensi maknanya, maka ditemukan bahwa

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2007:588), konsep adalah

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2007:588), konsep adalah BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2007:588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran

BAB I PENDAHULUAN. yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa dan sastra adalah cermin kebudayaan dan sebagai rekaman budaya yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran penting bahasa dan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan BAB VI KESIMPULAN Penelitian ini tidak hanya menyasar pada perihal bagaimana pengaruh Kyai dalam memproduksi kuasa melalui perempuan pesantren sebagai salah satu instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang

I. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberagamaan orang Maluku, dapat dipahami melalui penelusuran sejarah yang memberi arti penting bagi kehidupan bersama di Maluku. Interaksiinteraksi keagamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

KEBUDAYAAN SUKU BANJAR

KEBUDAYAAN SUKU BANJAR KEBUDAYAAN SUKU BANJAR 1. Batasan Membahas tentang kebudayaan suatu kelompok masyarakat merupakan bagian yang paling luas lingkupnya. Dalam tulisan ini kebudayaan dipahami sebagai sesuatu yang menunjuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat mempersatukan dan mempertahankan spiritualitas hingga nilai-nilai moral yang menjadi ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran sebagai aktor, sebagimana manusia itu dapat memberikan sumbangan dan memfasilitasi kehidupan yang mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat peka

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP Manusia dalam kehidupannya adalah manusia yang hidup dalam sebuah institusi. Institusi yang merupakan wujud implementasi kehidupan sosial manusia. Di mana pun keberadaannya manusia tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu berinovasi dan memenuhi perkembangan kebutuhan konsumen tersebut. Bukan

BAB I PENDAHULUAN. selalu berinovasi dan memenuhi perkembangan kebutuhan konsumen tersebut. Bukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perusahaan harus dapat menganalisis peluang dan tantangan pada masa yang akan datang. Dengan melihat tantangan tersebut, Perusahaan dituntut untuk mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semua bangsa di dunia memiliki cerita rakyat. Cerita rakyat adalah jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semua bangsa di dunia memiliki cerita rakyat. Cerita rakyat adalah jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua bangsa di dunia memiliki cerita rakyat. Cerita rakyat adalah jenis sastra oral, berbentuk kisah-kisah yang mengandalkan kerja ingatan, dan diwariskan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberagaman suku bangsa di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat - istiadat dan kepercayaan pada setiap suku bangsa. Tentunya dengan adanya adatistiadat tersebut,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pengalaman Beragama. Pengalaman beragama menurut Glock & Stark (Hayes, 1980) adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pengalaman Beragama. Pengalaman beragama menurut Glock & Stark (Hayes, 1980) adalah 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGALAMAN BERAGAMA 1. Pengertian Pengalaman Beragama Menurut Jalaluddin (2007), pengalaman beragama adalah perasaan yang muncul dalam diri seseorang setelah menjalankan ajaran

Lebih terperinci

Gaya dan Stilistika Citra, Metafora,Simbol, dan Mitos

Gaya dan Stilistika Citra, Metafora,Simbol, dan Mitos Gaya dan Stilistika Citra, Metafora,Simbol, dan Mitos Gaya dan Stilistika Menurut KBBI gaya adalah ragam (cara, rupa, bentuk, dsb) yang khusus (mengenai tulisan, karangan, pemakain bahasa, bangunan rumah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus mengenai takdirnya di atas bumi yang kemudian dapat dinikmati

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus mengenai takdirnya di atas bumi yang kemudian dapat dinikmati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah ekspressi perasaan, pikiran dan pergumulan manusia yang terus menerus mengenai takdirnya di atas bumi yang kemudian dapat dinikmati manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini merupakan sifat dasar masyarakat. Perubahan masyarakat tiada hentinya, jika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini merupakan sifat dasar masyarakat. Perubahan masyarakat tiada hentinya, jika BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tahap Pengembangan Masyarakat Masyarakat senantiasa akan mengalami perubahan dikarenakan masyarakat adalah mahluk yang tidak statis melainkan selalu berubah secara dinamis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah Kajian ilmu sosial pada saat ini menjadi permasalahan yang potensial bagi pengembangan karakter ilmu dalam dunia pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Jepang terdapat bermacam-macam budaya, salah satunya adalah olahraga. Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki ketertarikan tinggi terhadap suatu olahraga.

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya BAB V ANALISA DATA A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya Upacara kematian ini bersifat wajib bagi keluarga yang telah ditinggal mati. Dalam proses upacara kematian, ada yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam suku bangsa termasuk agamapun banyak aliran yang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. macam suku bangsa termasuk agamapun banyak aliran yang berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu kenyataan bahwa masyarakat Indonesia memiliki berbagai macam adat dan kebudayaan yang berbeda, karena masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Pencarian Jodoh Muli Mekhanai Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata Pemilihan mempunyai arti proses atau cara perbuatan

Lebih terperinci

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2 KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2 SOSIOLOGI??? APA MANFAAT LETAK LAHIRNYA SOSIOLOGI Sosiologi lahir manakala muncul perhatian terhadap masyarakat karena perubahan yang terjadi Terdapat peristiwa besar di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di segala aspek kehidupan. Keanekaragaman tersebut terlihat dari beragamnya kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia yang sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia yang sebagian besar masyarakatnya tidak memeluk suatu agama atau kepercayaan tertentu. Namun, bukan berarti kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki aneka ragam budaya. Budaya pada dasarnya tidak bisa ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan individu yang ada dari

Lebih terperinci

Modul 3 OBYEK DAN METODE PENELITIAN PSIKOLOGI AGAMA

Modul 3 OBYEK DAN METODE PENELITIAN PSIKOLOGI AGAMA Obyek dan Metode Penelitian Psikologi Agama Modul 3 OBYEK DAN METODE PENELITIAN PSIKOLOGI AGAMA PENDAHULUAN Psikologi Agama pada jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) disajikan untuk membantu mahasiswa

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia selalu diperhadapkan dengan berbagai keragaman, baik itu agama, sosial, ekonomi dan budaya. Jika diruntut maka banyak sekali keragaman yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam proses penyebarluasan firman Tuhan, pekabaran Injil selalu berlangsung dalam konteks adat-istiadat dan budaya tertentu, seperti halnya Gereja gereja di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore.

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dananjaya (dalam Purwadi 2009:1) menyatakan bahwa kata folklor berasal dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore. Kata folk berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa pada umumnya masih melestarikan kepercayaan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa pada umumnya masih melestarikan kepercayaan terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Jawa pada umumnya masih melestarikan kepercayaan terhadap ajaran-ajaran terdahulu dari nenek-moyang mereka. Ajaran-ajaran ini akan terus diamalkan

Lebih terperinci

MTPJ 26 JULI-1 AGUSTUS '15

MTPJ 26 JULI-1 AGUSTUS '15 MTPJ 26 JULI-1 AGUSTUS '15 TEMA BULANAN: Membangun Solidaritas Dalam Keluarga TEMA MINGGUAN: Berkat Tuhan Untuk Keluarga Bahan Alkitab: Mazmur 128:1-6; Ibrani 13:1-5 ALASAN PEMILIHAN TEMA Pada saat-saat

Lebih terperinci

Muhamad Budiawan. Diterbitkan melalui. Nulisbuku.com

Muhamad Budiawan. Diterbitkan melalui. Nulisbuku.com Muhamad Budiawan Diterbitkan melalui Nulisbuku.com Daftar Isi Daftar isi Pendahuluan.. Mitos tentang rumput dan embun pagi Mitos tentang orang yang tersesat di hutan.. Mitos tentang hujan. Mitos tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan adalah suatu upacara daur hidup manusia yang dilakukan secara turun-temurun untuk melanjutkan roda kehidupan. Dalam Undang- Undang Perkawinan no. 1 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tergabung dalam suku-suku, baik suku yang besar maupun. kepercayaan yang melandasi tata aturan hidup keseharian.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tergabung dalam suku-suku, baik suku yang besar maupun. kepercayaan yang melandasi tata aturan hidup keseharian. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia dengan bentangan wilayahnya yang luas mengandung banyak budaya dan adat istiadat yang beragam, hal ini terlihat dalam bentuk kehidupan masyarakat yang

Lebih terperinci

No Nama Umur Pekerjaan Alamat. 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai. 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa. 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa

No Nama Umur Pekerjaan Alamat. 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai. 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa. 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa Daftar Informan No Nama Umur Pekerjaan Alamat 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai Negeri Sipil, tokoh adat Desa Senakin 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa Senakin 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan hasil inventarisasi naskah didapatkan bahwa naskah

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan hasil inventarisasi naskah didapatkan bahwa naskah BAB V KESIMPULAN Berdasarkan hasil inventarisasi naskah didapatkan bahwa naskah Kempalan Dongeng yang memuat teks Kyai Prelambang dengan bertuliskakan aksara Jawa tidak ditemukan di tempat lain selain

Lebih terperinci

UPAYA MELESTARIKAN NILAI-NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT DAYAK DESA SENEBAN

UPAYA MELESTARIKAN NILAI-NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT DAYAK DESA SENEBAN UPAYA MELESTARIKAN NILAI-NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT DAYAK DESA SENEBAN Syarif Firmansyah Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Pendidikan dan Pengetahuan Sosial IKIP PGRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena di dalam kehidupannya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Pada diri manusia juga terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan. Sejalan dengan kehadiran negara modern, kemandirian dan kemampuan

I. PENDAHULUAN. merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan. Sejalan dengan kehadiran negara modern, kemandirian dan kemampuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara historis desa merupakan cikal terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan di Indonesia jauh sebelum Negara bangsa ini terbentuk. Struktur sosial sejenis

Lebih terperinci

RELIGI. Oleh : Firdaus

RELIGI. Oleh : Firdaus RELIGI Oleh : Firdaus Pertemuan ini akan Membahas : 1. Konsep Religi 2. Komponen sistem Religi 3. Teori Berorintasi Keyakinan Pertanyaan untuk Diskusi Awal: 1. Apa Konsep Religi 2. Apa Komponen Sistem

Lebih terperinci

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN Imam Gunawan PERENIALISME Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad 20. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN 84 BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN Keyakinan agama dewasa ini telah dipinggirkan dari kehidupan manusia, bahkan harus menghadapi kenyataan digantikan oleh ilmu pengetahuan. Manusia modern merasa tidak perlu

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah unsur penelitian yang amat mendasar dan menentukan arah pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Amin Abdullah, studi mengenai agama-agama ini bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Amin Abdullah, studi mengenai agama-agama ini bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pada akhir abad 19, mulai berkembang sebuah disiplin ilmu baru yang terpisah dari disiplin ilmu lainnya. Pada awal perkembangannya ilmu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia senantiasa mengalami suatu perubahan-perubahan pada kehidupan. tak terbatas (Muhammad Basrowi dan Soenyono, 2004: 193).

TINJAUAN PUSTAKA. manusia senantiasa mengalami suatu perubahan-perubahan pada kehidupan. tak terbatas (Muhammad Basrowi dan Soenyono, 2004: 193). 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Perubahan Perubahan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti, hal (keadaan) berubah, peralihan, pertukaran. Dalam hal ini perubahan didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mempelajari bidang sastra tidak terlepas dengan kajian-kajian serta peroses terbentuknya suatu karya sastra. Karya sastra yang dikaji biasanya berkaitan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sungguh telah kami ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baik

BAB I PENDAHULUAN. Sungguh telah kami ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna. Dalam Al Quran dalam Surat At Tin Allah berfirman: Sungguh telah kami ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baik

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Debus, berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, merupakan suatu bentuk seni dan budaya yang menampilkan peragaan kekebalan tubuh seseorang terhadap api dan segala bentuk

Lebih terperinci

449 IX. PENUTUP 9.1. Kesi mpulan

449 IX. PENUTUP 9.1. Kesi mpulan 449 IX. PENUTUP Bagian yang akan menutup pembahasan tentang ruang lokal Kawasan Pusat Situs Purbakala ini terdiri dari empat bagian. Bagian pertama, adalah kesimpulan hasil penelitian tentang Ruang Kemuliaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinamakan mampu berbuat hamemayu hayuning bawana (Suwardi Endraswara,

BAB I PENDAHULUAN. dinamakan mampu berbuat hamemayu hayuning bawana (Suwardi Endraswara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah bagian dari suatu ekosistem yang harus diperhatikan eksistensinya. Manusia harus menciptakan lingkungan budayanya menjadi enak dan nyaman. Orang yang

Lebih terperinci

Mata kuliah : Filsafat Kebudayaan Pertemuan ke : 10 (K10) : Kebudayaan sebagai strategi: : Mahasiswea memahami konsep pentahapan kebudayaan dan

Mata kuliah : Filsafat Kebudayaan Pertemuan ke : 10 (K10) : Kebudayaan sebagai strategi: : Mahasiswea memahami konsep pentahapan kebudayaan dan Mata kuliah : Filsafat Kebudayaan Pertemuan ke : 10 (K10) Materi : Kebudayaan sebagai strategi: Tujuan : Mahasiswea memahami konsep pentahapan kebudayaan dan pengertian strategikebudayaan. --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan bagian yang melingkupi kehidupan manusia. Kebudayaan yang diiringi dengan kemampuan berpikir secara metaforik atau perubahan berpikir dengan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu

BAB VI KESIMPULAN. kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu BAB VI KESIMPULAN A. Simpulan Keindahan dalam beragam pemaknaannya melahirkan ekspresi-ekspresi kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu bertransformasi secara ideal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Boyolali yang terletak di jantung Kota Boyolali merupakan salah satu pasar

BAB III METODE PENELITIAN. Boyolali yang terletak di jantung Kota Boyolali merupakan salah satu pasar BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Kabupaten Boyolali khususnya di Pasar Kota Boyolali. Alasan pemilihan tempat penelitian yaitu Pasar Kota Boyolali yang

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Bab keempat memuat kesimpulan dari uraian yang ada pada bab satu

BAB IV KESIMPULAN. Bab keempat memuat kesimpulan dari uraian yang ada pada bab satu BAB IV KESIMPULAN Bab keempat memuat kesimpulan dari uraian yang ada pada bab satu sampai dengan bab tiga. Dalam bab ini penulis akan menyimpulkan dari ketiga bab sebelumnya. Pada intinya masyarakat Jepang

Lebih terperinci

ISLAM DAN MITOLOGI Oleh Nurcholish Madjid

ISLAM DAN MITOLOGI Oleh Nurcholish Madjid c Demokrasi Lewat Bacaan d ISLAM DAN MITOLOGI Oleh Nurcholish Madjid Mereka yang tidak menerima ajaran Nabi Muhammad saw, barangkali memandang ajaran Islam itu, sebagian atau seluruhnya, tidak lebih daripada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan medium bahasa. Sebagai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. serba terbatas, dengan konsep pemisahan ruang antara napi laki-laki dengan napi

BAB V KESIMPULAN. serba terbatas, dengan konsep pemisahan ruang antara napi laki-laki dengan napi 128 BAB V KESIMPULAN Seksualitas merupakan bagian penting yang diperlukan dalam pemenuhan kebutuhan biologis seorang napi. Berada dalam situasi dan kondisi penjara yang serba terbatas, dengan konsep pemisahan

Lebih terperinci